Untitled - DPP REI

advertisement
PERPAJAKAN
di
SEKTOR REAL ESTAT
DPP REI – KOMPARTEMEN PAJAK
Jakarta, 7 April 2014
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
DAFTAR ISI
7 ARIL 2014
DAFTAR ISI
Executive summary
I.
Peran dan fungsi Pengembang
1. Papan sebagai kebutuhan dasar manusia.
2. Peran dan fungsi Pengembang
3. Apartemen dan perkantoran (high rise building)
II. Perpajakan di sektor real estat
A. Perpajakan di sektor real estat
1. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan pembebasan
(pembelian) lahan (tanah)
2. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan pembangunan
rumah atau rumah susun (apartemen) maupun fasilitasnya
3. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan desain
4. Pajak yang terjadi pada saat transaksi jual beli antara Pengembang
dengan konsumen
5. Pajak lainnya
B. Struktur pajak di sektor real estat
1. Pajak pada saat penjualan
2. Pajak saat pengembangan (produksi)
3. Beban lain yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi
III. Masalah dan rekomendasi
A. PPN
1. PPN kontraktor untuk Rusunami (Rumah Susun Milik) – Ditanggung
Pemerintah (DTP)
2. Penyesuain definisi RSH dan Rusunami oleh Menkeu (Menteri Keuangan)
terlambat kurang lebih sekitar 6 bulan dibandingkan penetapan definisi
RSH dan Rusunami oleh Menpera (Menteri Perumahan Rakyat) –
Sebaiknya definisi RSH dan Rusunami langsung mengacu pada PerMenpera (Peraturan Menteri Perumahan Rakyat)
B. PPn BM
1. Peraturan pelaksanaan tehnis
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
DAFTAR ISI
7 ARIL 2014
C. PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi
beban Pengembang – Ada tarfi tambahan untuk apartemen.
1. Tarif PPh Final beban Pengembang
2. Dasar Perhitungan Pajak (DPP) – Ditetapkan dari harga jual (transaksi)
jangan mana lebih tinggi antara harga jual (transaksi) dengan NJOP PBB.
3. PPh Final Pengembang – Surat Keterangan Bebas (SKB) – Telah terjadi
kendala tehnis dalam permohonan SKB.
D. PPh Pembeli atas transaksi super mewah (diatas Rp. 10 milyar).
1. PPh Pembeli untuk transaksi super mewah (diatas Rp. 10 milyar) –
dihapuskan saja.
E. PBB
1. PBB – Nilai Jual Oyek Pajak (NJOP) – Dinilai atau ditetapkan oleh badan
independen yang tidak berada di bawah Departemen Keuangan.
2. PBB atas Fasum dan Fasos di area lahan milik Pengembang dibebaskan
sejak awal.
3. Tarif NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) 20% & 40%
4. PBB – Penerbitan SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak
Bumi dan Bangunan) sebagai dasar untuk AJB terutama pada pergantian
tahun
5. PBB atas kawasan sedang dikembangkan dan belum diserah terimakan
oleh Pengembang – dibebaskan dari pembayaran PBB
F.
BPHTB
1. BPHTB beban Pengembang dapat dibebaskan sejak awal (pembebasan
lahan)
G. PPh Final atas persewaan tanah dan atau bangunan.
1. PPh Final atas sewa tanah dan bangunan – Tarif pajak dikembalikan ke
tarif awal
2. PPh Final atas sewa tanah dan bangunan – Pajak atas service charge
dan utility
H. Lainnya
1. Pembayaran Pajak di bank dibatasi (waktu dan jumlah transaksi)
2. Pembayaran BPHTB hanya dapat dilakukan di bank lokasi penjualan asset
3. Validasi BPHTB dan SSP
4. Definisi serah terima barang
----------------------- ***** -----------------------
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
EXECUTIVE SUMMARY
Pengembang adalah salah satu mitra Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan
salah satu kebutuhan dasar manusia akan tempat tinggal (papan) dan
mengembangkan suatu kawasan. Merubah kawasan yang tidak bernilai menjadi
kawasan bernilai dan menjadi kawasan terpadu yang moderen dan internasional
serta berwawasan lingkungan.
Pengembang bukan hanya membangun secara fisik (bangunan) tetapi juga
menghidupinya (mengusahakan agar orang mau tinggal) serta memelihara dan
mengelola kawasan yang sedang dikembangkannya.
Tetapi pada pelaksanaannya, sektor usaha real estat kurang mendapat perhatian
dari Pemerintah untuk masalah pajak. Hal ini dari pemberian insentif, sektor usaha
yang lain mendapat insentif berupa pengurangan pajak dari tarif progresiff menjadi
tarif tunggal 28% untuk tahun 2009 dan 25% untuk tahun 2010. Sedangkan tarif pajak
untuk sektor real estat telah dirubah dari non final menjadi final dengan tarif 5% dan
tidak ada perubahan untuk tahun 2010. Atau insentif untuk PPh 21 karyawan di sektor
real estat.
Beban pajak yang tinggi dalam sektor usaha real estat membuat usaha real estat
yang membutuhkan modal kerja yang tinggi sulit untuk berkembang secara
maksima. Untuk pajak penjualan Rusunami pajak sebesar 6%, untuk penjualan reguler
(rumah atau apartemen) yang bukan kategori mewah sebesar 20%, untuk penjualan
kategori mewah sebesar 40% dan penjualan super mewah menjadi 45%.
Belum lagi pajak yang harus ditanggung Pengembang pada saat pembebasan
lahan, harus membayar pajak PPh Final dan BPHTB serta PBB.
Pengembang juga harus membayar PBB serta biaya pemeliharaan dan pengelolaan
lingkungan atas kawasan yang sedang dikembangkan oleh Pengembang. Sehingga
pada saat Pengembang melakukan serah terima Fasum dan Fasos, cenderung
Pemda agak menolak karena dianggap hanya akan menambah beban Pemda.
Masalah perpajakan ini juga mengakibatkan investor lebih suka melakukan investasi
propertynya di luar negeri seperti di Singapura atau Malaysia atau negara lainnya
daripada melakukan investasi di Indonesia. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia menjadi lebih lambat jika dibandingkan para investor tertarik
untuk melakukan investasi di Indonesia.
Untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan perpajakan di sektor real
estat sebagaimana kami uraikan selanjutnya, REI mengusulkan pada saat
perumusan peraturan, sebaiknya REI sudah dilibatkan dari awal, sehingga tidak
timbul hal-hal yang tidak perlu.
----------------------- ***** -----------------------
1
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
I.
PERAN DAN FUNGSI PENGEMBANG
Peran dan fungsi serta kontribusi Pengembang dalam perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi Indonesia serta pengembangan suatu wilayah antara lain
sebagai berikut:
1. Papan sebagai kebutuhan dasar Manusia:
Manusia pada dasarnya memerlukan tempat baik untuk tinggal dan atau
bekerja. Mengingat pentingnya kebutuhan tersebut maka kebutuhan tempat
akan tempat telah menjadi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar ini sering disebut
dengan: “Pangan, Sandang dan Papan”.
2. Peran dan fungsi Pengembang:
Peran dan fungsi Pengembang secara umum merupakan mitra Pemerintah
dalam membangun dan menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik dan
berkualitas bagi bangsa Indonesia sesuai dengan aturan, acuan dan ketetapan
yang telah ditetapkan Pemerintah.
Peran dan fungsi Pengembang secara nyata antara lain:
 Membantu Pemerintah dalam merealisasikan program satu juta rumah dan
seribu menara di seluruh Indonesia.
 Membantu Pemerintah dalam membangun suatu daerah menjadi menjadi
kawasan yang lebih baik malah menjadi kawasan terpadu dan moderen
serta berwawasan lingkungan seperti: kota mandiri seperti BSD City di
Serpong, Lippo Cikarang di Cikarang, Citra Raya di Surabaya dan lain
sebagainya.
 Membantu pemerintah meningkatkan potensi penerimaan pajak melalui
peningkatan nilai daerah kumuh dan terlantar menjadi kawasan hunian
terpadu dan modern (Pajak PBB, PPPh Final, BPHTB, PPN, dll).
 Membantu pemerintah dalam menciptakan banyak lapangan kerja
khususnya terkait dengan tenaga kerja konstruksi.
 Memacu kegiatan perekonomian secara nasional mengingat terdapat lebih
dari 103 industri yang terkait dan pada umumnya merupakan industri kecil.
 Pengembang bukan hanya membantu Pemerintah dalam membangun
suatu kawasan (pembangunan fisik) tetapi Pengembang juga membantu
Pemerintah agar kawasan tesebut menjadi kawasan yang hidup (dihuni).
 Pengembang juga membantu Pemerintah dalam memelihara suatu kawasan
seperti perbaikan jalan, pemeliharaan lingkungan dan lain sebagainya.
 Pengembang juga membantu Pemerintah dalam mengawasi suatu kawasan
seperti masalah keamanan dan lain sebagainya.
 Membantu Pemerintah agar para investor tidak melakukan investasi di luar
negeri, tetapi mengupayakan agar investor melakukan investasi di dalam
negeri, karena hal ini akan membatu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Mengingat property atau real estat merupakan salah satu instrumen investasi
yang diminati para investor. Jika diperhatikan para investor dalam negeri ada
yang melakukan investasi property di Singapura dan Malaysia, karena ke dua
negara tersebut menerapkan peraturan yang kondusif bagi para investor
dalam negeri dan asing.
1
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
3. Apartemen dan perkantoran (high rise building)
Apartemen sebagai tempat hunian yang terus dikembangkan mempunyai nilai
tambah tersendiri. Adapun nilai tambah tersebut sebagai berikut:
 Menghemat BBM karena dibangun ditengah kota atau dekat dengan
tranportasi massal seperti kereta api, busway, dan lain sebagainya.
 Berwawasan lingkungan karena area yang dibangun (KDB/Koefesien Dasar
Bangunan) umumnya hanya berkisar + 40% dari luas area.
 PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) mempunyai otoritas hukum yang
lebih baik dibandingkan dengan RT/RW (Rukun Tetangga / Rukun Warga),
sehingga PPRS dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik, termasuk
menjaga kelestarian lingkungan, keamanan dan hal-hal lain dengan tujuan
menjaga kualitas lingkungan hidup di area tersebut.
 Memudahkan bagi PLN, PAM, karena mereka menagih hanya kepada PPRS,
bukan kepada setiap rumah, sehingga kinerja PLN dan PAM bisa lebih effisien.
 PPRS mempunyai kemampuan memecahkan masalah lebih baik
dibandingkan dengan RT/RW, seperti ketika mati lampu, mereka ada genset
dan lain sebagainya.
----------------------- ***** -----------------------
2
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
II. PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT
A.
PERPAJAKAN DI SEKTOR REAL ESTAT
1. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan pembebasan
(pembelian) lahan (tanah):
TARIF PAJAK
OBYEK PAJAK PADA SAAT PEMBEBASAN LAHAN (TANAH)
NO.
OLEH PENGEMBANG
PENJUAL
PKP
1 PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
2 PPh (Pajak Penghasilan) Final - Penjual
3 BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah / Bangunan) - Pembeli
Total
PENJUAL
NON PKP
10 %
5%
5%
20 %
5%
5%
10 %
Catatan:
 PPN dikenakan jika penjual tanah adalah PKP (Pengusaha Kena
Pajak).
 PPn BM (Pajak Penjualan Barang Mewah) umumnya tidak ada karena
Pengembang hanya membeli tanah mentah sehingga tidak
memenuhi kriteria obyek PPn BM.
 Dasar perhitungan pajak adalah harga jual sebelum PPN dikalikan
dengan tarif pajak.
 Khusus untuk obyek pajak PPh Final – Beban Penjual dan BPHTB –
Beban Pembeli dasar perhitungan pajak adalah mana yang lebih
tinggi antara nilai transaksi / AJB (Akta Jual Beli) / SPH (Surat Pelepasan
Hak) dengan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak)
2. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan pembangunan
rumah atau rumah susun (apartemen) maupun fasilitasnya:
OBYEK PAJAK PADA
PENJUALAN
SAAT
NO.
SUPER
PEMBANGUNAN
RUMAH
MEWAH
1 PPN
2 PPh Final - Kontraktor
Total
10 %
3%
13 %
TARIF PAJAK
PENJUALAN
MEWAH
10 %
3%
13 %
PENJUALAN
REGULER
PENJUALAN
RSS /
RUSUNAMI
10 %
3%
13 %
10 %
3%
13 %
Catatan:
Dasar perhitungan pajak adalah harga transaksi sebelum PPN dikalikan
dengan tarif pajak.
1
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
3. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan desain:
OBYEK PAJAK PADA
PENJUALAN
NO. SAAT DESAIN OLEH
SUPER
PENGEMBANG
MEWAH
1 PPN
2 PPh - Desain
Total
10 %
4%
14 %
TARIF PAJAK
PENJUALAN
MEWAH
10 %
4%
14 %
PENJUALAN
REGULER
10 %
4%
14 %
PENJUALAN
RSS /
RUSUNAMI
10 %
4%
14 %
Catatan:
 Dasar perhitungan pajak adalah harga transaksi sebelum PPN
dikalikan dengan tarif pajak.
4. Pajak yang terjadi pada saat transaksi jual beli antara Pengembang
dengan konsumen:
NO.
1
2
3
4
OBYEK PAJAK
PADA SAAT
TRANSAKSI
(JUAL BELI)
PPN
PPn BM
PPh Final - Penjual
BPHTB - Pembeli
Total
5 PPh Pembeli
Total
TARIF PAJAK
PENJUALAN
PENJUALAN
PENJUALAN PENJUALAN
SUPER
RSS /
MEWAH
REGULER
MEWAH
RUSUNAM
10 %
20 %
5%
5%
40 %
5%
45 %
10 %
20 %
5%
5%
40 %
40 %
10 %
5%
5%
20 %
20 %
1%
5%
6%
6%
Catatan:
 Dasar perhitungan pajak adalah harga transaksi sebelum PPN
dikalikan dengan tarif pajak.
 Khusus untuk obyek pajak PPh Final – Penjual dan BPHTB – Pembeli
dasar perhitungan pajak adalah mana yang lebih tinggi antara nilai
transaksi dengan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) pada saat
dilakukan AJB (Akta Jual Beli).
 Penjualan super mewah adalah penjualan yang nilai jualnya diatas
Rp. 10 milyar.
 Penjualan mewah adalah penjualan yang merupakan obyek barang
mewah, yaitu penjualan rumah yang luas bangunannya diatas 350
m2 serta penjualan rumah susun (apartemen) yang luas
bangunannya atau luas unitnya diatas 150 m2.
5. Pajak lainnya:
 PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
PBB dibayar setiap tahun kepada Negara atas setiap Bumi dan
bangunan yang dimiliki oleh Wajib Pajak (Perorangan atau Badan).
 PPh 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21).
PPh 21 yang dibayarkan oleh Pengembang terutama atas obyek
pajak penghasilan (gaji) karyawan Pengembang.
2
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
B.
STRUKTUR PAJAK DI SEKTOR DI REAL ESTAT
1. Pajak pada saat penjualan:
NO.
OBYEK PAJAK
PADA SAAT
TRANSAKSI
(JUAL BELI)
TARIF PAJAK
PENJUALAN
PENJUALAN
PENJUALAN PENJUALAN
SUPER
RSH /
MEWAH
REGULER
MEWAH
RUSUNAMI
1
2
3
4
PPN
PPn BM
PPh Final - Penjual
BPHTB - Pembeli
Total
5 PPh Pembeli
Total
10 %
20 %
5%
5%
40 %
5%
45 %
10 %
20 %
5%
5%
40 %
40 %
10 %
5%
5%
20 %
20 %
1%
5%
6%
6%
Catatan:
Pajak dihitung dari harga jual. Khusus untuk PPh Final dan BPHTB dihitung
dari nilai tertinggi antara harga jual (transaksi) dan NJOP PBB.
2. Pajak saat pengembangan (produksi):
TARIF PAJAK
OBYEK PAJAK
PENJUALAN
PENJUALAN
NO.
PADA SAAT
PENJUALAN PENJUALAN
SUPER
RSH /
PENGEMBANGAN
MEWAH
REGULER
MEWAH
RUSUNAMI
1
2
3
4
PPN
PPn BM
PPh Final - Penjual
BPHTB - Pembeli
Total
20 %
5%
5%
30 %
20 %
5%
5%
30 %
5%
5%
10 %
10 %
1%
5%
16 %
Catatan:
PPn BM sangat tergnatung dengan material finishing yang dipergunakan
oleh Pengembang. Besarnya tarif juga tergantung dari material yang
digunakan.
3. Beban lain yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi:
NO.
1
2
3
4
PAJAK ATAU
PUNGUTAN
LAINNYA
PBB - Fasos
PBB - Unit
Ijin
Validasi BPHTB
TARIF PAJAK
PENJUALAN
PENJUALAN
PENJUALAN PENJUALAN
SUPER
RSH /
MEWAH
REGULER
MEWAH
RUSUNAMI
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
3
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
III. MASALAH DAN REKOMENDASI
A.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai):
1. PPN kontraktor untuk Rusunami (Rumah Susun Milik) – Ditanggung
Pemerintah (DTP):
Fakta:
 PPN atas penjualan produk Rusunami ditanggung Pemerintah,
sehingga Pengembang dalam penjualannya tidak menagih atau
mengenakan PPN kepada konsumen.
 Pengembang harus membayar PPN (10%) dari harga kontrak
bangunan kepada Kontraktor ketika membangun Rusunami (porsi
kontrak nilai bangunan kurang lebih sebesar 85%).
Masalah:
Karena PPN atas penjualan produk Rusunami ditanggung Pemerintah,
maka Pengembang PPN masukan (PPN atas pembelian) dari kontraktor
pada saat Pengembang membangun Rusunami tidak dapat dikreditkan
atau dikompensasikan dengan PPN keluaran (PPN atas penjualan).
Besarnya biaya PPN masukan (PPN atas pembelian) kurang lebih sebesar
10% X 85% = 8,5% dari nilai bangunan. Karena PPN masukan ini tidak
dapat dikreditkan, maka akan menambah biaya produksi Pengembang.
Rekomendasi:
PPN dari kontraktor sebaiknya dijadikan PPN ditanggung Pemerintah,
sehingga Pengembang dapat menekan biaya produksi.
2. Penyesuain definisi RSH dan Rusunami oleh Menkeu (Menteri Keuangan)
terlambat kurang lebih sekitar 6 bulan dibandingkan penetapan definisi
RSH dan Rusunami oleh Menpera (Menteri Perumahan Rakyat) –
Sebaiknya definisi RSH dan Rusunami langsung mengacu pada PerMenpera (Peraturan Menteri Perumahan Rakyat):
Fakta:
Penyesuaian definisi RSH dan Rusunami oleh Menkeu yang menjadi acuan
PPN ditanggung Pemerintah atas penjualan produk tersebut umumnya
terlambat sekitar 6 bulan dibandingkan dari penetapan definisi oleh
Menpera.
Masalah:
Selama masa transisi tersebut, PPN yang timbul akan menambah biaya
produksi Pengembang.
Rekomendasi:
Penetapan PPN ditanggung Pemerintah yang ditetapkan oleh Menkeu
sebaiknya langsung mengacu pada definisi RSH dan Rusunami yang
ditetapkan oleh Menpera sehingga tidak ada lagi masa transisi yang
akan menambah biaya produksi.
1
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
B.
PPn BM (Pajak Penjualan Barang Mewah):
1. Peraturan pelaksanaan tehnis:
Fakta:
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang merubah kriteria obyek
PPn BM. Tetapi peraturan pelaksanaan tehnis mengenai PPn BM belum
dikeluarkan.
Masalah:
Peraturan tehnis yang belum dikeluarkan akan menimbulkan masalah
antara lain berupa mis-interprestasi dalam pelaksanaanya.
Misalnya:
 Saat terhutang PPn BM.
 Peraturan transisi.
Rekomendasi:
 Perlu segera dibuat peratuan tehnis pelaksanannya untuk mencegah
timbulnya pelaksanaan berdasarkan interprestasi.
 Untuk mencegah timbulnya peraturan yang tidak dapat diterapkan
sebaiknya dibentuk Pokja (Kelompok Kerja) yang terdiri dari DJP dan
REI serta instansi terkait sesuai kebutuhan.
C.
PPh Final (Pajak Penghasilan Final) atas pengalihan hak atas tanah dan
bangunan yang menjadi beban penjual (Pengembang) – Ada tarif tambahan
untuk apartemen:
1. Tarif PPh Final beban Pengembang:
Fakta:
NO.
OBYEK PAJAK PADA
SAAT TRANSAKSI
(JUAL BELI)
1 PPh Final - Pengembang
TARIF PAJAK
PENJUALAN
PENJUALAN
PENJUALAN PENJUALAN
SUPER
RSS /
MEWAH
REGULER
MEWAH
RUSUNAMI
5%
5%
5%
1%
Catatan:
 Penjualan super mewah adalah penjualan yang nilai jualnya diatas
Rp. 10 milyar.
 Penjualan mewah adalah penjualan yang merupakan obyek barang
mewah, yaitu penjualan rumah yang luas bangunannya diatas 350
m2 serta penjualan rumah susun (apartemen) yang luas
bangunannya atau luas unitnya diatas 150 m2.
 Dasar perhitungan pajak PPh Final – Pengembang sebagai penjual
adalah mana yang lebih tinggi antara nilai transaksi dengan nilai
NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) pada saat dilakukan AJB (Akta Jual
Beli).
2
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
Masalah:
Pengembangan rumah susun (apartemen) memerlukan modal kerja yang
sangat besar dan beresiko tinggi dibandingkan pengembangan rumah.
Padahal
pengembangan
rumah
susun
(apartemen)
sangat
menguntungkan seperti:
 Menghemat lahan yang sangat terbatas.
 Menghemat BBM (Bahan Bakar Minyak) jika dikembangkan di tengah
kota, karena jarak tempuh yang pendek, apalagi jika dikembangkan
dekat kereta atau bus way atau jalur transportasi masa lainnya.
 Mengembangkan daerah yang berwawasan lingkungan, karena
rumah susun (apartemen) sebagian lahannya digunakan untuk lahan
terbuka hijau.
 Jakarta sebagai daerah yang tidak rawan gempa, cocok untuk
pengembangan bangunan tinggi.
 Dan lain sebagainya.
Rekomendasi:
Sebaiknya tarif PPh Final beban Pengembang dipertimbangkan lagi
sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi khususnya sektor real
estat, dimana Pengembang di arahkan untuk memaksimalkan sumber
daya lahan yang sangat terbatas dengan memberikan fasilitas pajak
untuk rumah susun (apartemen) dan RSH serta RUSUNAMI, sehingga
Pengembang diarahkan Pemerintah untuk mengembangkan lahan
ecara maksimal dan menguntungkan untuk semua pihak (Rakyat,
Pemerintah dan Pengembang).
Adapun usulan tarif pajak menurut REI sebagai berikut:
NO
KETERANGAN
TARIF PAJAK PPh PENGEMBANG
PENJUALAN PENJUALAN REGULER
MEWAH
PENJUALAN
RUMAH
DAN
SUSUN
RSH /
RUMAH
SUPER
(APARTEME RUSUNAMI
MEWAH
N)
1 Tarif yang berlaku
5%
5%
5%
1%
2 Tarif yang diusulkan REI
5%
5%
3%
1%
2. Dasar Perhitungan Pajak (DPP):
Fakta:
DPP untuk PPh Final Pengembang adalah mana yang lebih tinggi antara
nilai transaksi dan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) di PBB (Pajak Bumi
dan Bangunan) dikalikan dengan tarif pajak pada saat dilakukan AJB
(Akta Jual Beli).
Masalah:
 Pengenaan PPh yang berdasarkan NJOP bukan berdasarkan
penghasilan yang diterima Pengembang sudah diluar konteks
penerapan PPh, yaitu Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan
yang diterima Pengembang. Jika nilai NJOP lebih besar dari nilai
transaksi Pengembang harus tetap membayar PPh Final lebih dari nilai
Pajak jika dihitung dari nilai penghasilannya.
3
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014




Tidak ada sektor usaha lain yang penerapan perhitungan pajak
menggunakan dasar perhitungan yang bukan dari penghasilannya.
Hal ini menimbulkan ketimpangan dan menimbulkan ketidak pastian
yang sangat besar dalam hal besarnya dalam pembayaran PPh Final
Pengembang sebagai penjual.
Pembukuan Pengembang tersedia dan dapat diperiksa oleh DJP dan
atau KPP setiap saat.
Jika Pengembang hanya menjual tanah saja, karena para eksekutif
cenderung senang membangun sendiri, sehingga desainnya dapat
mencerminkan citra dirinya. Pada saat dilakukan AJB (Akta Jual Beli),
karena dibandingkan antara nilai transaksi dan nilai NJOP PBB,
dimana nilai transaksi hanya nilai tanah saja dan nilai NJOP terdiri atas
nilai NJOP tanah dan bangunan. Pertanyaanya siapa yang akan
menanggung PPh Final Penjual atas porsi bangunan, karena tidak
ada menjual bangunan, karena bangunan dibangun langsung oleh
konsumen.
Karena Pengembang sulit untuk langsung melakukan AJB pada saat
transaksi, sehingga pada saat dilakukan AJB nilai NJOP telah lebih
tinggi dari nilai transaksi yang dilakukan Pengembang, sehingga
akhirnya harus membayar PPh Final Pengembang lebih besar jika
dilakukan perhitungan dari nilai transaksi dikalikan tarif pajak. Adapun
ha-hal yang menyebabkan AJB tidak dapat langsung dilakukan
antara lain:
 Kenaikan NJOP yang cukup signifikan setiap tahunnya dimana
umumnya sekitar 10% - 20% pertahun.
 Cara bayar Pengembang yang antar 12 bulan sampai 60 bulan
(mengandung beban bunga).
 Pelaksanaan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
yang dilakukan melalui AJB (Akta Jual Beli) dilakukan setelah lunas.
 Proses produksi yang panjang terutama untuk rumah susun
(apartemen) yang mencapai 3 tahun.
Rekomendasi:
DPP PPh Final Pengembang dikenakan dari nilai transaksi dikalikan
dengan tarif pajak, tidak perlu dibandingkan dengan nilai NJOP PBB.
3. PPh Final Pengembang – Surat Keterangan Bebas (SKB):
Fakta:
DJP telah mengeluarkan peraturan, untuk transaksi yang telah dibayarkan
PPh-nya melalui mekanisme SPT PPh Badan Pengembang pada tahun
2008 dan sebelumnya dapat dimintakan SKB.
4
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
Masalah:
Peraturan penerbitan SKB yang tidak memperhatikan situasi dan kondisi
yang terjadi dilapangan sehingga menimbulkan masalah dalam
penerapannya. Tidak dapat diterbitkan SKB karena adanya masalah
yang tidak terakomodasi akan mengakibatkan timbulnya beban
tambahan yang sebenarnya tidak perlu. Masalah yang timbul antara lain:
 Permintaan no NPWP. Adanya konsumen yang sulit ditemui untuk
dimintakan NPWP.
 Nama PPAT disaat Pengembang belum tahu akan dilakukan AJB di
PPAT yang mana.
 Perubahan nama konsumen.
 Dan lain sebagainya.
Rekomendasi:
Mempermudah proses SKB, sehingga Pengembang dapat segera
memproses SKB yang dibutuhkan Pengembang, sehingga Pengembang
dapat segera melakukan AJB (Akta Jual Beli).
D.
PPh PEMBELI
1. PPh Pembeli untuk transaksi super mewah (diatas Rp. 10 milyar):
Fakta:
Pembeli yang membeli rumah atau rumah susun (apartemen) yang nilai
diatas Rp. 10.000.000.000 wajib membayar PPh Pembeli sebesar 5% dari
nilai transaksi.
Masalah:
Penerapan PPh Pembeli dapat mengakibatkan:
 Calon konsumen tidak mau berinvestasi di Indonesia, karena besarnya
beban yang harus ditanggung.
 Calon konsumen melakukan investasi property yang lebih
menguntungkan seperti di Singapura dan Malaysia. Hal ini akan
mengakibatkan timbulnya penempatan modal yang seharusnya
dapat ditempatkan di Indonesia, malah ditempatkan di luar negeri.
 Harga jual property di Indonesia sulit meningkat pesat karena banyak
pajak yang harus dibayarkan jika Pengembang menjual produk
premium. Tetapi jika Pengembang tidak menjual produk Premium,
harga jual prpoperty tidak akan menarik bagi investor.
Rekomendasi:
Penerapan PPh Pembeli untuk transaksi super mewah harus dihapuskan,
karena merusak persaingan usaha dengan luar negeri. Jika diperlukan
dapat dikonsultasikan dengan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha).
Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, perlu pembenahan
struktur perpajakan di sektor Real Estat. Dana yang diinvestasikan oleh
investor di sektor Real Estat akan memacu pertumbuhan ekonomi
Indonesia, khususnya sektor Real Estat. Tetapi jika dana tersebut
diinvestasikan para investor di luar negeri, hanya akan memacu
pertumbuhan ekonomi di luar negeri dan tidak ada manfaatnya untuk
Indonesia.
5
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
E.
PBB (Pajak Bumi dan Bangunan):
1. PBB – Nilai Jual Oyek Pajak (NJOP) – Dinilai atau ditetapkan oleh badan
independen yang tidak berada di bawah Departemen Keuangan:
Fakta:
 NJOP tiap tahun naik setiap tahun secara signifikan (+ 10% - 20%).
 Harga jual Pengembang mengandung unsur beban keuangan
(bunga) sehingga harga jual tunai dengan harga jual angsuran akan
berbeda, dimana harga jual tunai akan jauh lebihmurah
dibandingkan harga jual angsuran (adanya discount tunai). KPP
(Kantor Pelayanan Pajak) tidak dapat mengambil nilai jual tertinggi
dari harga transaksi Pengembang, karena harga jual tersebut
mengandung unsur beban bunga.
 Penetapan NJOP dikawasan RSH di beberapa daerah tertentu telah
melebih batasan harga jual RSH yang telah ditetapkan Pemerintah.
 Penerapan NJOP dilakukan oleh KPP setempat.
Masalah:
 Penerapan NJOP oleh KPP dengan mengacu pada harga jual
Pengembang yang tertinggi akan menyebabkan penetapan NJOP
menjadi overstated.
 Penerapan NJOP oleh KPP, bukan oleh pihak independen akan
mengakibatkan penetapan NJOP yang tidak sehat.
 NJOP untuk RSH, Rusunami dan Rusunawa menjadi lebih tinggi dari
harga yang ditetapkan oleh Menteri Perumahan Rakyat sehingga
pemberian fasilitas subsidi untuk RSH, Rusunami dan Rusunawa
menjadi dipertanyakan dan cenderung ditolak.
Rekomendasi:
 NJOP ditetapkan secara bijaksana, misalnya dari harga jual tunai
Pengembang, bukan dari harga jual tertinggi.
 NJOP ditetapkan melalui mekanisme yang mudah diaudit dan
dipertanggungjawabkan kepada publik.
 NJOP ditetapkan oleh pihak yang independen.
 Penetapan NJOP tidak boleh melebihi batasan kawasan atau
peraturan menteri atau instansi terkait sehingga tidak menimbulkan
masalah.
6
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
2. PBB atas Fasum dan Fasos di area lahan milik Pengembang dibebaskan
sejak awal:
Fakta:
 Lahan atas Fasum dan Fasos di area lahan milik Pengembang
dikenakan PBB.
 Pengembang tetap memelihara lahan fasum dan fasos yang berada
di area Pengembang.
Masalah:
Beban Pengembang akan semakin bertambah, selain harus memelihara
lahan fasum dan fasos yang berada di area Pengembang, Pengembang
juga harus membayar PBB.
Rekomendasi:
Lahan yang ditetapkan sebagai Fasum dan Fasos dibebaskan dari PBB,
walaupun belum diserah terimakan ke Pemerintah.
3. Tarif NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) 20% & 40%:
Fakta:
Tarif NJKP ada 2 yaitu:
 NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) dibawah Rp 1 milyar dikenakan tarif
NJKP sebesar 20%.
 NJOP diatas Rp 1 milyar dikenakan tarif NJKP sebesar 40%.
Masalah:
Karena lahan yang dimiliki Pengembang sebagai persediaan baranga
dagangan sangat besar sehingga nilai NJOP umumnya diatas Rp 1 milyar
akan mengakibatkan Pengembang harus membayar beban PBB 2 kali
lipat.
Rekomendasi:
Tarif NJKP untuk Pengembang ditetapkan maksimal sebesar 20%.
7
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
4. PBB – Penerbitan SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak
Bumi dan Bangunan) sebagai dasar untuk AJB terutama pada pergantian
tahun:
Fakta:
 Penerbitan SPPT PBB oleh KPP pada awal tahun umumnya paling
cepat akhir Februari.
 Pelaksanaan AJB (Akta Jual Beli) ada yang dilakukan pada bulan
Januari.
 SPPT PBB diperlukan untuk mendapatkan nilai NJOP pada tahun
tersebut.
Rekomendasi:
SPPT PBB harus sudah diterbitkan paling lambat akhir November dan
sudah didistribusikan kepada pemilik lahan paling lambat akhir Desember,
sehingga pelaksanaan AJB dapat berlangsung tanpa gangguan.
5. PBB atas kawasan sedang dikembangkan dan belum diserah terimakan
oleh Pengembang – dibebaskan dari pembayaran PBB:
Fakta:
Pengembang harus membayar PBB dan membayar biaya pengelolaan
serta pemeliharaan lingkungan.
Masalah:
 Pengembang harus membayar double, pertama membayar PBB dan
kedua harus membayar biaya pemeliharaan dan pengelolaan
lingkungan, sehingga menambah biaya operasional Pengembang.
 Pemda cenderung menolak serah terima fasum dan fasos karena jika
menerima fasum dan fasos dari Pengembang harus menganggarkan
biaya pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan yang diserah
terimakan, padahal Pemda tetap menerima pembayaran PBB dari
Pengembang.
Rekomendasi:
PBB atas kawasan yang sedang dikembangan dan belum diserah
terimakan oleh Pengembang, maka Pengembang tidak perlu membayar
PBB. Tetapi jika Pengembang telah menyerahkan Fasum dan Fasos ke
Pemda, maka Pengembang harus membayar PBB.
8
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
F.
BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan) BEBAN
PENGEMBANG:
1. BPHTB beban Pengembang dapat dibebaskan sejak awal (pembebasan
lahan).
Fakta:
Pengembang pada saat pembebasan / pembelian lahan (tanah)
sebagai bahan baku untuk barang dagangan harus membayar BPHTB,
padahal tujuannya bukan untuk dimiliki oleh Pengembang.
Masalah:
Menambah beban produksi bagi Pengembang, sebesar 5% dari nilai
pembebasannya.
Rekomendasi:
Karena lahan tersebut merupakan bahan baku untuk barang dagangan
(bukan untuk dimiliki) diharapakan BPHTB beban Pengembang dapat
dibebaskan.
G.
PPh (Pajak Penghasilan) FINAL ATAS SEWA TANAH DAN ATAU BANGUNAN
1. PPh Final atas sewa tanah dan bangunan – Tarif pajak dikembalikan ke
tarif awal:
Fakta:
 Tarif PPh Final untuk sewa tanah dan bangunan sebagai berikut:
TARIF PAJAK
PPh FINAL ATAS PERSEWAAN TANAH DAN ATAU
NO
BANGUNAN
WPOP
WP BADAN
1 Tarif PPh Final sewa yang berlaku pada saat awal
10 %
6%
2 Tarif PPh Final sewa yang berlaku saat ini
10 %
10 %
Catatan:

WPOP – Wajib Pajak Orang Pribadi.

WP Badan – Wajib Pajak Badan (Perusahaan).
9
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014

Perhitungan pajak badan atas usaha sewa tanah dan atau
bangunan:
NO.
KETERANGAN
PERHITUNGAN PAJAK BADAN
TARIF PAJAK BADAN
PERHITUNGAN
FINAL
NON FINAL
LABA RUGI
1 Pendapatan
2 Beban pokok dan usaha
3 Laba usaha sebelum pajak
4 Pajak badan
100,00
64,29
10 %
28 %
5 Laba usaha setelah pajak
35,71
10,00
25,71
Catatan:
Pajak final dihitung: Pendapatan X Tarif.
Pajak non final dihtung: Laba usaha sebelum pajak X Tarif.

Pendapatan sewa menyewa terdiri atas:
 Pendapatan rental.
Beban atas antara lain adalah: pendatan rental adalah beban
investasi (penyusutan gedung) bangunan dan beban bunga,
pemeliharaan gedung (renovasi), PBB dan lain sebagainya.
 Pendapatan service charge (pengelolaan).
Beban pengelolaan antara lain adalah beban gaji, beban listrik.
Beban air pemeliharaan alat (service rutin) dan lain sebagainya.
 Pendapatan atas utility seperti Listrik. Pendapatan listrik
sebenarnya bukan merupakan pendapatankarena lebih
merupakan penggantian biaya listrik konsumen yang telah
dibayarkan terlebih dahulu oleh Pengelola sesuai meter yang
dipasang untuk setiap tenant (penyewa).
 Pendapatan lainnya.

Persaingan yang ketat sesama pengelola gedung,
pengelola tidak dapat mengambil untung yang besar.

Berdasarkan tingkat hunian rata – rata, sulit satu gedung terhuni 100%,
apalagi untuk gedung yang tidak berada di daerah strategis atau
gedung tua yang memerlukan perbaikan gedung (renovasi).

Insentif pajak PPh berdasarkan UUD PPh yang mengatakan
Pemerintah memberikan insentif PPh bagi usaha non final dimana
tahun 2008 dikenakan tarif progresif dengan tarif tertinggi 30%, pada
tahun 2009 ditetapkan dengan tarif tunggal sebesar 28% dan tahun
2010 ditetapkan dengan tarif tunggal sebesar 25%.
membuat
10
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
Masalah:
Ditengah iklim persaingan yang ketat untuk sektor persewaan tanah dan
bangunan serta situasi ekonomi yang tidak terlalu stabil, besarnya tarif PPh
Final sebesar 10% dirasakan sangat berat, karena laba sebelum pajak
harus sebesar 35,71% dari omset. Pada saat situasi ekonomi seperti ini sulit
bagi Pengelola untuk dapat membukukan laba sebelum pajak sebesar
35,71%.
Belum lagi ditambah faktor adanya kenaikan beban operasional yang
diluar kendali Pengelola seperti tarif dasar listrik (TDL), upah minimum
Propinsi (UMP) dan lain sebagainya.
Tidak ada pemberian insentif untuk pajak final seperti usaha persewaan
tanah dan atau bangunan. Dengan tarif pajak yang tinggi, tanpa insentif
pajak dan persaingan yang ketat serta situasi eknomomi yang tidak stabil
akan mengakibatkan pertumbuhan usaha di sektor usaha persewaan
tanah dan atau bangunan semakin tidak menarik.
Rekomendasi:
Tarif PPh Final untuk sewa tanah dan atau bangunan maksimal 6% seperti
ketika pertama kami diterapkan. Sehingga perhitungan pajak badan
menjadi sebagai berikut:
NO.
KETERANGAN
PERHITUNGAN PAJAK BADAN
TARIF PAJAK BADAN
PERHITUNGAN
FINAL
NON FINAL
LABA RUGI
(USULAN)
1 Pendapatan
2 Beban pokok dan usaha
3 Laba usaha sebelum pajak
4 Pajak badan
5 Laba usaha setelah pajak
100,00
78,57
6%
28 %
21,43
6,00
15,43
11
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
2. PPh Final atas sewa tanah dan bangunan – Pajak atas service charge dan
utility:
Fakta:
Pendapatan sewa menyewa tanah dan bangunan terdiri atas:
 Pendapatan sewa.
 Pendapatan service charge (pengelolaan).
 Pendapatan utility seperti listrik.
 Pendapatan lainnya.
Masalah:
Pengelola sulit membukukan laba sebelum pajak sebesar 35,71% untuk
pendapatan:
 Laba dari service charge umumnya baru mencapai BEP (Break Event
Point) pada tingkat hunian rata-rata sebesar 50%.
 Pendapatan utility seperti pendapatan dari listrik, sebenarnya
merupakan penggantian beban listrik dari PLN porsi tenant (penyewa)
yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh Pengelola, sehingga
Pengelola dalam hal ini tidak mengambil keuntungan.
Rekomendasi:
Pendapatan atas sewa dan utility dan lainnya dikenakan pajak non final.
Pendapatan final hanya dikenakan atas pendapatan sewa.
12
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
H.
LAINNYA:
1. Pembayaran Pajak di bank dibatasi (waktu dan jumlah transaksi):
Fakta:
 Waktu pembayaran pajak dibatasi, umumnya dari dari jam 08.00 –
11.00 WIB.
 Jumlah transaksi yang dapat dilakukan dibatasi, maksimum 5 transaksi
perorang pada bank-bank tertentu.
 Tidak seluruh bank merupakan bank persepsi
Masalah:
Terbatasnya jumlah bank, waktu dan jumlah transaksi akan menghambat
proses pembayaran pajak.
Rekomendasi:
Perlu dilakukan koordinasi antara DJP dan BI serta Perbankan untuk
mempermudah akses pembayaran pajak bagi wajib pajak.
2. Pembayaran BPHTB hanya dapat dilakukan di bank lokasi:
Fakta:
Pembayaran BPHTB hanya dapat dilakukan di bank lokasi dimana
property yang diperjual belikan berada.
Masalah:
Pelaksanaan pembayaran BPHTB menjadi tidak sederhana dan menjadi
sangat merepotkan.
Rekomendasi:
Perlu dilakukan koordinasi antara DJP dan BI serta Perbankan untuk
mempermudah akses pembayaran pajak bagi wajib pajak.
3. Validasi BPHTB dan SSP :
Fakta:
Pada saat proses validasi BPHTB dan SSP, umumnya perlu membayar
biaya validasi yangh seharusnya tidak perlu membayar.
Masalah:
Adanya biaya untuk validasi yang seharusnya tidak dikenakan biaya,
akan menimbulkan biaya ekonomi tinggi.
Rekomendasi:
Tidak perlu dilakukan validasi, cukup melaporkan pembayaran BPHTB dan
SSP seperti pelaporan pajak lainnya. Jika terjadi kekurangan pembayaran
pajak dapat dimintakan kemudian seperti pada proses perpajakan
lainnya.
13
PERPAJAKAN
DI SEKTOR REAL ESTAT
PENJELASAN
7 APRIL 2014
4. Definisi serah terima barang :
Fakta:
Saat terhutang pajak, banyak dikaitkan dengan penyerahan barang
seperti:
 Saat terhutang PPN: Mana yang lebih dulu antara penerimaan uang
atau penyerahan barang.
 Saat terhutang PPn BM: Sekali saat penyerahan barang.
Masalah:
Definisi penyerahan barang perlu diperjelas, karena definisi penyerahan
barang bisa didefinisikan macam-macam, contoh:
 Serah terima tanah dan atau bangunan berdasarkan KUHP adalah
pada saat telah didaftarkan haknya di BPN pada saat dilakukan AJB.
 Serah terima fisik sesuai dokumen BAST (Berita Acara Serah Terima).
 Pada saat pengakuan pendapatan di laporan perhitungan laba rugi.
 Pada saat terima uang tanda jadi.
Rekomendasi:
Perlu ditetapkan definisi serah terima barang yang pasti sehingga tidak
terjadi salah interprestasi. Sebaiknya definisi serah terima barang
mengacu pada KUHP, sehingga tidak terjadi banyak definisi serah terima.
Hal ini juga sesuai dengan obyek pajaknya yaitu: Pajak Penghasilan atas
Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan.
----------------------- ***** -----------------------
14
Download