evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien anak

advertisement
EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
PADA PASIEN ANAK USIA 6-12 TAHUN YANG MENGALAMI
DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP
RSI NU DEMAK PADA TAHUN 2015
ARTIKEL
Oleh
ITA SETYA WAHYU KUSUMA
NIM. 050112a039
PROGRAM STUDI FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
AGUSTUS, 2016
i
Evaluasi Kerasionalan Penggunaan Antibiotik
Pada Pasien Anak Usia 6-12 Tahun Yang Mengalami
Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap
RSI NU Demak Pada Tahun 2015
Ita Setya Wahyu Kusuma
Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,
Email : [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang : Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella parathypi. Penyakit
demam tifoid bersifat endemik dan merupakan salah satu penyakit menular yang
tersebar di negara berkembang termasuk Indonesia. Tujuan : Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotik pada anak usia 612 tahun yang mengalami demam tifoid di instalasi rawat inap RSI NU Demak pada
tahun 2015.
Metode : Jenis penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental menggunakan
pendekatan retrospektif, dengan jumlah sampel 58 yang diambil dengan teknik
Purposive Sampling. Analisa data dilakukan secara deskriptif.
Hasil : Jenis antibiotik yang diberikan untuk mengobati demam tifoid sudah tepat
(100 %), ketepatan pasien sudah tepat (100 %), ketepatan dosis sudah tepat (50,0
%), ketepatan frekuensi pemberian sudah tepat (68,97 %), ketepatan durasi
pengobatan berdasarkan Drug Information Handbook edisi 24 tahun 2015-2016
sudah tepat (56,90 %). Mayoritas penggunaan antibiotik pada pengobatan demam
tifoid di instalasi rawat inap RSI NU Demak tidak rasional (70,69 %).
Kesimpulan : Penggunaan antibiotik pada pengobatan demam tifoid di instalasi
rawat inap RSI NU Demak tidak rasional (70,69 %), dilihat dari parameter
ketidaktepatan dari dosis (50,0 %), frekuensi (31,03 %) dan durasi (56,90 %).
Saran : Diperlukan pembuatan pedoman khusus untuk pengobatan penyakit
demam tifoid pada pasien rawat inap.
Kata kunci : Kerasionalan, Antibiotik, Demam Tifoid
Kepustakaan : 38 (1990-2014)
1
ABSTRACT
Background: Typhoid fever is an acute infectious disease of the small intestine
caused by the bacteria Salmonella thypi and Salmonella parathypi. Typhoid fever
is endemic and is one of the infectious diseases that spreads in developing countries,
including Indonesia. Objective: This study aims to determine the rational use of
antibiotics in children aged 6-12 years who had typhoid fever in inpatient room at
NU Islamic Hospital in Demak in 2015.
Methods: This study was a non-experimental study using a retrospective approach,
with the number of 58 samples taken with purposive sampling technique. The data
were analyzed descriptively.
Results: The type of antibiotic given to treat typhoid fever was correct (100%), the
accuracy of the patient was correct (100%), the accuracy of the dose was correct
(50,0 %), the accuracy of frequency of administration was correct (68,97%), the
accuracy of the duration of treatment based on Drug Information Handbook 20152016 edition of 24 years was appropriate (56,90 %). The majority of antibiotic use
in the treatment of typhoid fever in inpatient room at NU hospital Demak was
irrational (70,69 %).
Conclusions: The use of antibiotics in the treatment of typhoid fever in the hospital
is irrational (70,69 %), seen from the inaccuracy of the dose parameters (50,0 %),
frequency (31,03 %) and duration (56,90 %).
Suggestion: It requires specific guidelines for the treatment of typhoid fever in
hospitalized patients.
Keywords: Rationality, Antibiotics, Typhoid Fever
Bibliographies: 38 (1990-2014)
2
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella parathypi.
Demam tifoid biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala yang
umum yaitu gejala demam yang lebih dari 1 minggu. Penyakit demam tifoid
bersifat endemik dan merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar
hampir di sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia dan
menjadi masalah yang sangat penting (DepKes, 2006).
WHO memperkirakan jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia
mencapai 17 juta kasus demam tifoid. Data survei saat ini memperkirakan
di Indonesia ada 600.000 – 1,3 Juta kasus demam tifoid tiap tahunnya
dengan lebih dari 20.000 kematian. Rata-rata di Indonesia, orang yang
berusia 3-19 tahun memberikan angka sebesar 91% terhadap kasus demam
tifoid (WHO, 2012). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2012),
demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak dari pasien
rawat inap di Rumah Sakit tahun 2010 yaitu sebanyak 41.081 kasus dan
yang meninggal 274 orang dengan Case Fatality Rate sebesar 0,67 %.
Prevalensi Tifoid di Jawa Tengah tahun 2011 adalah 0,10% lebih
tinggi dibandingkan dengan angka tahun 2009 sebesar 0,08%. Prevalensi
tertinggi tahun 2010 adalah di Kab. Kebumen sebesar 0,30%. Sedangkan
tahun 2011 sebesar 0,09%, mengalami penurunan bila dibandingkan
prevalensi tahun 2009 sebesar 0,12%. Kasus tertinggi tifoid adalah di Kota
Semarang yaitu sebesar 3.993 kasus (18,91%) dibandingkan dengan jumlah
keseluruhan kasus tifoiddi kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah.
Dibandingkan jumlah kasus keseluruhan PTM lain di Kota Semarang
terdapat proporsi sebesar 3,19%. Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah
Kabupaten Sukoharjo yaitu 3.164 kasus (14,25%) dan apabila dibandingkan
dengan jumlah keseluruhan PTM lain di Kabupaten Sukoharjo adalah
sebesar 10,99%. Kasus ini paling sedikit dijumpai di Kabupaten Semarang
yaitu 4 kasus (0,01%). Sedangkan Kabupaten Cilacap juga belum pernah
melaporkan. Rata-rata kasus tifoid di Jawa Tengah adalah 6.356 kasus
(DinKes Jateng, 2011).
RSI NU Demak merupakan rumah sakit di Kabupaten Demak dan
merupakan rumah sakit rujukan untuk pasien demam tifoid. Menurut data
dari RSI NU Demak pada tahun 2013 terdapat 1702 kasus demam tifoid.
Pada tahun 2014 mengalami kenaikan jumlah pasien yaitu sebanyak 2628
kasus demam tifoid dan 1675 kasus diantaranya terjadi pada anak-anak.
Demam tifoid juga termasuk kedalam 10 besar penyakit yang sering terjadi.
Mengingat cukup banyaknya kasus demam tifoid yang terjadi pada anakanak serta kurangnya penelitian tentang penggunaan obat pada anak-anak
maka perlu dilakukan evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik pada kasus
demam tifoid di RSI NU Demak untuk mengetahui kerasionalan
penggunaan antibiotik untuk terapi demam tifoid.
3
2. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kerasionalan penggunaan antibiotik pada anak
usia 6-12 tahun yang mengalami demam tifoid di instalasi rawat inap
RSI NU Demak.
b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui penggunaan antibiotik pada penyakit demam
tifoid pasien anak berdasarkan ketepatan obat, ketepatan pasien,
ketepatan dosis, ketepatan frekuensi pemberian dan ketepatan durasi
pengobatan.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan desain
penelitian deskriptif dan pengambilan data secara retrospektif. Retrospektif
merupakan pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah
terjadi (Notoatmodjo, 2010).
Populasi penelitian ini adalah semua pasien anak usia 6-12 tahun yang
mengalami demam tifoid sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis
pasien instalasi rawat inap RSI NU Demak yang diambil pada tahun 2015.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien anak usia 6-12 tahun yang
mengalami demam tifoid sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis
pasien instalasi rawat inap RSI NU Demak yang diambil pada tahun 2015 yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria dalam penelitian ini, antara lain:
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien dengan diagnosa demam tifoid yang tertera pada rekam medis
yang dirawat inap di RSI NU Demak tahun 2015.
b. Usia anak 6-12 tahun.
c. Pada catatan rekam medis pasien dalam pengobatan menggunakan
antibiotik untuk pengobatan, termasuk tanggal masuk, tanggal keluar,
usia, berat badan, jenis kelamin, nomor rekam medis, dosis obat, lama
pemberian, dan kondisi saat pulang.
d. Penegakan diagnosa dengan uji widal.
e. Pasien yang didiagnosa demam tifoid tanpa penyakit penyerta
2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien yang meninggal saat pengobatan.
Dalam penelitian ini, cara pengambilan sampel adalah purposive
sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2012). Dalam hal ini peneliti menelusuri rekam medik
pasien anak yang berusia 6-12 tahun yang mengalami demam tifoid
sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medis pasien instalasi
rawat inap RSI NU Demak pada tahun 2015, kemudian diambil data
rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Juli 2016 di RSI NU Demak. Instrumen yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah Lembar Pengumpul Data
(LPD).
4
Analisis data penelitian ini yaitu analisa deskripstif tentang
kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien anak usia 6-12 tahun
yang mengalami demam tifoid berdasarkan parameter ketepatan obat,
ketepatan pasien, ketepatan dosis, ketepatan frekuensi pemberian dan
ketepatan durasi pengobatan.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Pasien
a. Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Pasien berdasarkan
Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
Laki - laki
30
51,72
Perempuan
28
48,28
Total
58
100
Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa frekuensi pasien
demam tifoid terbanyak adalah pasien anak laki-laki sebanyak 51,72 %.
Hal ini karena anak laki-laki lebih sering melakukan aktivitas di luar
rumah seperti bermain diluar rumah kemudian tidak mencuci tangan
sebelum mengambil makanan, jajan sembarangan dan kurang
memperhatikan higienitas dari makanan. Hal ini memungkinkan anak
laki-laki mendapatkan resiko lebih besar terkena penyakit demam tifoid
dibandingkan dengan anak perempuan (Musnelina dkk, 2004).
b. Usia
Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Pasien berdasarkan
Usia
Usia
Frekuensi
Persentase (%)
6 – 8 tahun
30
51,72
9 – 12 tahun
28
48,28
Total
58
100
Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa frekuensi pasien
demam tifoid terbanyak adalah pasien berusia 51,72 %. Usia tersebut
rawan terjangkitnya demam tifoid karena pada tersebut merupakan usia
sekolah dasar dan biasanya mereka masih menyukai membeli jajanan
yang sembarangan tanpa memperhatikan kebersihan dari makanan atau
minuman yang akan dibeli tersebut sehingga penyebaran bakteri
Salmonella typhi lebih besar (Musnelina dkk., 2004).
2. Gambaran Penggunaan Antibiotik
a. Jenis Antibiotik
Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui bahwa gambaran
penggunaan antibiotik untuk demam tifoid terbanyak yaitu ceftriaxon
sebanyak 51,72 %. Hal ini dikarenakan antibiotik ini diasumsikan
sebagai obat yang poten dan efektif untuk pengobatan demam tifoid
dalam jangka waktu pendek. Sifat yang menguntungkan dari obat ini
adalah secara selektif dapat merusak struktur kuman dan tidak
mengganggu sel tubuh manusia, mempunyai spektrum luas, penetrasi
5
jaringan cukup baik, dan resistensi kuman masih terbatas (Bhutta, 1995;
Hadisaputro, 1990).
Tabel 4.3 Penggunaan Antibiotik berdasarkan Jenis Antibiotik
Antibiotik
Frekuensi
Persentase (%)
Cefotaxim
28
48,28
Ceftriaxon
30
51,72
Total
58
100
b. Dosis Antibiotik
Tabel 4.4 Penggunaan Antibiotik berdasarkan Dosis Antibiotik
Persentase
Antibiotik Dosis Standar
Dosis
Frekuensi
(%)
Cefotaxim
Underdose
13
22,41
150-200
mg/KgBB/hari
Tepat Dosis
15
25,86
Underdose
16
27,59
75-80
Ceftriaxon mg/KgBB/hari Tepat Dosis
14
24,14
Total
58
100
Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa gambaran dosis
antibiotik untuk demam tifoid terbanyak yaitu dosis kurang (underdose)
pada antibiotik ceftriaxon sebanyak 27,59 %.
c. Frekuensi Pemberian
Tabel 4.5 Penggunaan Antibiotik berdasarkan Frekuensi
Pemberian
Persentase
Antibiotik
Pemberian
Frekuensi
(%)
1x sehari
3
5,17
Cefotaxim
2x sehari
12
20,69
3x sehari
13
22,41
4x sehari
0
0
1x sehari
27
46,55
2x sehari
3
5,17
Ceftriaxon
3x sehari
0
0
4x sehari
0
0
Total
58
100
Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa gambaran frekuensi
pemberian antibiotik untuk demam tifoid terbanyak yaitu 1x sehari pada
antibiotik ceftriaxon sebanyak 46,55 %.
d. Durasi Pengobatan
Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa gambaran durasi
pengobatan antibiotik untuk demam tifoid terbanyak yaitu 6 hari pada
antibiotik ceftriaxon sebanyak 13,79 %.
6
Tabel 4.6 Penggunaan Antibiotik berdasarkan Durasi
Pengobatan
Antibiotik
Hari
Frekuensi Persentase (%)
3
0
0
Cefotaxim
4
5
8,62
5
2
3,45
6
3
5,17
7
4
6,90
8
2
3,45
9
5
8,62
10
4
6,90
11
2
3,45
12
1
1,72
3
3
5,17
4
1
1,72
Ceftriaxon
5
4
6,90
6
8
13,79
7
4
6,90
8
4
6,90
9
6
10,34
10
0
0
11
0
0
12
0
0
Total
58
100
3. Analisa Deskriptif
a. Ketepatan Penggunaan Antibiotik berdasarkan Tepat Obat
Tabel 4.7 Distribusi Ketepatan Penggunaan Antibiotik
berdasarkan Tepat Obat
Tepat Obat
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Tepat
0
0
Tepat
58
100
Total
58
100
Berdasarkan tabel 4.7, dapat diketahui bahwa ketepatan
penggunaan antibiotik berdasarkan jenis antibiotik yang sudah tepat ada
100 %. Hal ini dikarenakan pemilihan antibiotik untuk demam tifoid
diindikasikan untuk membunuh Salmonella Typhi yang merupakan
bakteri penyebab demam tifoid.
b. Ketepatan Penggunaan Antibiotik berdasarkan Ketepatan
Pasien
Berdasarkan tabel 4.8, dapat diketahui bahwa ketepatan
penggunaan antibiotik berdasarkan ketepatan pasien yang sudah tepat
ada 100 %. Hal ini dikarenakan tidak ada kontraindikasi dengan kondisi
pasien selama pengobatan.
7
Tabel 4.8 Distribusi Ketepatan Penggunaan Antibiotik
berdasarkan Ketepatan Pasien
Tepat Pasien
Frekuensi Persentase (%)
Tidak Tepat
0
0
Tepat
58
100
Total
58
100
c. Ketepatan Penggunaan Antibiotik berdasarkan Dosis
Antibiotik
Tabel 4.9 Distribusi Ketepatan Penggunaan Antibiotik
berdasarkan Dosis Antibiotik
Persentase
Dosis
Antibiotik
Frekuensi
(%)
Cefotaxim
13
22,41
Underdose
Ceftriaxon
16
27,59
Cefotaxim
15
25,86
Tepat Dosis
Ceftriaxon
14
24,14
Total
58
100
Berdasarkan tabel 4.9, dapat diketahui bahwa ketepatan
penggunaan antibiotik berdasarkan dosis antibiotik yang sudah tepat
sebanyak 50,0 %. Pemberian dosis yang diberikan dihitung berdasarkan
berat badan setiap pasien dikali dosis standar dari buku pedoman Drug
Information Handbook (DIH) edisi 24 tahun 2015-2016. Dosis standar
yang digunakan untuk cefotaxim yaitu 150-200 mg/KgBB/hari, dan
untuk ceftriaxon dosis standarnya yaitu 75-80 mg/KgBB/hari.
Penggunaan dosis antibiotik yang sudah sesuai dapat memaksimalkan
kerja obat, sehingga terapi yang di inginkan tercapai (Anonim. 2010).
d. Ketepatan Penggunaan Antibiotik berdasarkan Frekuensi
Pemberian
Tabel 4.10 Distribusi Ketepatan Penggunaan Antibiotik
berdasarkan Frekuensi Pemberian
Frekuensi Pemberian
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Tepat
18
31,03
Tepat
40
68,97
Total
58
100
Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui bahwa ketepatan
penggunaan antibiotik berdasarkan frekuensi pemberian yang sudah
tepat sebanyak 68,97 %. Ketidaktepatan frekuensi pemberian antibiotik
akan mempengaruhi kadar obat didalam tubuh. Obat yang
metabolismenya cepat dan t1/2-nya pendek, perlu diberikan sampai 36 kali sehari agar kadar plasmanya tetap tinggi, sedangkan obat dengan
t1/2 panjang, pada umumnya cukup diberikan satu kali sehari dan tidak
perlu sampai 2 atau 3 kali. Kecuali bila obat sangat terikat pada protein,
sedangkan kadar plasma tinggi diperlukan untuk efek terapeutiknya
(Waldon, 2008).
8
e. Ketepatan Penggunaan Antibiotik berdasarkan Durasi
Pengobatan
Tabel 4.11 Distribusi Ketepatan Penggunaan Antibiotik
berdasarkan Durasi Pengobatan
Durasi Pengobatan
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Tepat
25
43,10
Tepat
33
56,90
Total
58
100
Berdasarkan tabel 4.11, dapat diketahui bahwa ketepatan
penggunaan antibiotik berdasarkan durasi pengobatan yang sudah tepat
sebanyak 56,90 %. Durasi pengobatan berkaitan dengan proses
pembunuhan bakteri yang menginfeksi. Setiap jenis antibiotika
mempunyai waktu optimum untuk membunuh suatu bakteri atau
mikroba tertentu. Cefotaxim optimal untuk pengobatan demam tifoid
apabila digunakan selama 10-14 hari, sedangkan ceftriaxon optimal
untuk pengobatan demam tifoid selama 5-14 hari. Hal tersebut dapat
diasumsikan bahwa cefotaxim mampu membunuh bakteri Salmonella
Typhi penyebab demam tifoid apabila digunakan selama 10-14 hari
sedangakan ceftriaxon dalam waktu 5-14 hari. Durasi pengobatan yang
ditingkatkan akan menghasilkan efek terapetik yang tidak jauh berbeda
dengan dengan durasi optimal, bahkan dapat meningkatkan resiko
terjadinya resistensi bakteri apabila penggunaan antibiotik melebihi
waktu optimal (Islam et al, 1993).
f. Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Berdasarkan 5
parameter
Tabel 4.12
Distribusi Kerasionalan Penggunaan Antibiotik
Penggunaan Antibiotik
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Rasional
41
70,69
Rasional
17
29,31
Total
58
100
Berdasarkan tabel 4.12, dapat diketahui bahwa penggunaan
antibiotik untuk pengobatan demam tifoid di instalasi rawat inap RSI
NU pada tahun 2015 yang rasional 29,31 %. Penentuan evaluasi
kerasionalan penggunaan antibiotik berdasarkan ketepatan parameter
yang digunakan yaitu tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat
frekuensi pemberian dan tepat durasi pengobatan. Pada hasil penelitian
dengan parameter-parameter yang digunakan terdapat 17 pasien yang
memenuhi parameter-parameter tersebut.
Penggunaan antibiotik yang rasional dapat menimbulkan dampak
positif, diantaranya tidak menimbulkan resistensi, tidak adanya efek
samping maupun toksisitas, terjadinya pembiayaan yang tepat, dan
tercapainya manfaat klinik yang optimal dalam hal pencegahan maupun
pengobatan penyakit infeksi (Kemenkes RIb, 2011).
9
D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kerasionalan
penggunaan antibiotik pada pasien anak usia 6-12 tahun yang mengalami
demam tifoid di instalasi rawat inap RSI NU Demak pada tahun 2015
berdasarkan data karakteristik pasien yang banyak adalah laki-laki sebanyak
30 (51,72%), untuk kelompok usia yang banyak adalah 6-8 tahun sebanyak
30 (51,72 %).
Data gambaran penggunaan atibiotik yang banyak digunakan adalah
cetriaxon sebanyak 30 (51,72 %), gambaran dosis antibiotik yang banyak
diberikan dengan dosis kurang (underdose) yaitu sebanyak 29 (50,0 %),
gambaran frekuensi pemberian yang banyak digunakan adalah frekuensi
pemberian 1x sehari pada antibiotik ceftriaxon sebanyak 27 (46,55 %),
gambaran durasi pengobatan yang banyak digunakan adalah durasi
pemberian 6 hari pada antibiotik ceftriaxon sebanyak 8 (13,79 %).
Ketepatan penggunaan antibiotik pada pasien anak yang mengalami
demam tifoid adalah tepat obat sebanyak 58 (100 %), tepat pasien sebanyak
58 (100%), tepat dosis sebanyak 29 (50 %), tepat frekuensi pemberian
sebanyak 40 (68,97 %), tepat durasi sebanyak 33 (56,90 %), dan
kerasionalan penggunaan antibiotik sebanyak 17 (29,31 %).
E. UCAPAN TERIMA KASIH
Seluruh civitas akademika STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, Ketua
Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Drs. Jatmiko
Susilo, Apt., M.Kes, Dosen Pembimbing I Dian Oktianti.,S.Far.,M.Sc.,Apt,
Dosen Pembimbing II Nova Hasani F., S.Farm.,M.Sc.,Apt, Direktur Rumah
Sakit Islam NU Demak serta Bapak Ibu Staf karyawan Rumah Sakit Islam
NU Demak, Bapak Ibu saya tercinta serta adik-adikku.
F. DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2010. Masalah Penggunaan Obat di Institusi Pelayanan
Kesehatan. Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
2. Anonim. Profil Kesehatan Kota Semarang 2011. Dinas Kesehatan Kota
Semarang. Semarang.
3. Anonim. 2012. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta
4. Bhutta, AZ. 1995. Third Generation Cephalosporin In MultidrugResistant Typhoidal Salmonellosis In Childhood: The Karachi
Experience. Southeast Asian Journ Of Tropical Medicine And Public
Health.
5. Charles F. L, Lora L. A dan Morton P. G. Drug Information
Handbook. 24th ed. USA: Lexi Comp; 2015. Hal 310-312, 320-323.
6. Hadisaputro, S. Beberapa Faktor yang Memberi Pengaruh Terhadap
Kejadian Perdarahan dan atau Perforasi Usus pada Demam Tifoid.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Penelitian Pada Masyarakat.
7. Islam, A., Butler, T., Kabir. L., and Alam, H. 1993. Treatment of
Typhoid Fever with Ceftriaxone for 5 days or Chloramphenicol for 1
10
days : a Randomzed Clinical Trial. Antimicrobal Agent and
Chemotherapy, vol. 37 No.8, pp 1572-1575.
8. KemenKes RIb, 2011. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi
Antibiotik.Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
9. Musnelina, L,. Afdhal.A,F,. Gani. A, dan Andayani. P,. 2004. Pola
Pemberian Antibiotika Pengobatan Demam Tifoid Anak di Rumah Sakit
Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Makara Kesehatan, 8(1), 27 – 31.
10. Notoatmodjo Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka
Cipta. Jakarta.
11. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Alfabeta. Bandung.
12. Waldon, D.J. 2008.Pharmacokinetics and Drug Metabolism.
Cambridge : Amgen, Inc., One Kendall Square, Building 1000, USA.
13. WHO. 2012. The Diagnosis, Treatment And Prevention Of Typhoid
Fever. Geneva: Department of Vaccines and Biologicals.
11
Download