5 TINJAUAN PUSTAKA Semen Kambing Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India yang disebut kambing Jamnapari dengan kambing lokal (kacang) yang asli Indonesia. Ciri khas kambing PE adalah telinganya panjang terkulai ke bawah, lembek, menggantung dan ujungnya agak melipat. Bentuk dahi dan hidungnya cembung, dan dagu berjanggut, dibawah leher terdapat gelambir, tanduk pendek berdiri agak kebelakang dengan ujung sedikit melingkar. Kambing PE memiliki badan yang besar, tinggi tubuh sekitar 85 cm dengan bobot badan sekitar 60 kg, bulu tumbuh panjang dibagian leher, pundak, punggung dan paha, bulu paha panjang dan tebal. Warna bulu umumnya belang hitam, belang coklat, coklat bertotol putih, putih totol coklat atau putih totol hitam (Pamungkas et al. 2009). Semen merupakan suspensi cairan seluler yang terdiri atas spermatozoa sebagai gamet jantan dan sekreta yang berasal dari kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap pada saluran reproduksi hewan jantan. Cairan yang terkandung dalam plasma semen yang dihasilkan pada saat ejakulat disebut plasma semen (Ogbuewu et al. 2010). Plasma Semen Semen Kambing terdiri atas dua bagian yaitu plasma semen dan spermatozoa. Plasma semen merupakan cairan yang disekresikan terutama oleh kelenjar vesikularis dan kelenjar aksesoris lainya. Plasma semen berfungsi sebagai medium perjalanan spermatozoa dari lingkungan saluran reproduksi jantan ke traktus reproduksi betina selama ejakulasi, sebagai medium aktivasi bagi spermatozoa non motil dan menyediakan penyangga serta kaya akan makanan yang penting untuk hidup spermatozoa setelah deposisi ke traktus reproduksi betina. Plasma semen berwarna kuning yang disebabkan oleh sekresi riboflavin dari kelenjar vesikularis. Plasma semen yang komponen terbesarnya adalah air (75%), merupakan cairan netral dengan tekanan isotonik serta berisi substansi organik dan inorganik sebagai cadangan makanan dan perlindungan bagi spermatozoa. Cairan isotonik plasma semen terutama dipertahankan oleh substansi organik seperti fruktosa, sorbitol, inositol, asam sitrat, gliserilfosforikolin, fosfolipid, prostaglandin, dan protein. Fruktosa merupakan sumber energi terbesar untuk spermatozoa dalam semen (Morrell 2010). Bearden et al. (2004) menyatakan bahwa komponen plasma semen terdiri dari glycosaminoglycan (GAG), yang merupakan suatu protein, natrium, dan klorin sebagai bahan anorganik, penyangga dan sebagai sumber energi bagi spermatozoa baik yang digunakan secara langsung seperti fruktosa dan sorbitol, maupun secara tidak langsung digunakan yaitu glyceryl phosphoryln choline (GPC). Sedangkan menurut Garner dan Hafez (2000) di dalam plasma semen terdapat asam sitrat dalam konsentrasi tinggi, ergotionin, fruktosa, GPC dan sorbitol yang berfungsi sebagai energi cadangan apabila substrat yang lain telah habis. Selain itu terdapat pula asam amino, asam askorbat, protein, lipid, asam lemak dan beberapa enzim. Komponen kimiawi yang terdapat di dalam plasma semen memiliki beberapa peranan penting, antara lain: 1) protein sangat diperlukan untuk stabilitas dan 6 permeabilitas membran plasma spermatozoa, 2) Vitamin berperan melindungi membran plasma spermatozoa dari kerusakan selama proses pembekuan semen, dengan jalan mengikat radikal oksigen sehingga mencegah terbentuknya peroksida lipid yang dapat menghambat glikolisis maupun motilitas, 3) kalium, natrium dan klorida sangat diperlukan untuk menjaga integritas fungsional membran plasma spermatozoa dan berperan pula untuk mempertahankan di dalam dan di luar sel spermatozoa, 4) kalsium berperan dalam menginduksi motilitas dan hiperaktivitas spermatozoa, 5) bikarbonat berperan sebagai agen penyangga untuk mencegah penurunan pH semen selama proses penyimpanan, 6) fruktosa dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai sumber energi, baik dalam kondisi anaerob (penyimpanan) dan aerob (saluran reproduksi betina) (Purdy 2006a). Spermatozoa Spermatozoa merupakan gamet jantan yang diproduksi oleh tubuli seminiferi testis. Struktur spermatozoa terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, bagian tengah, dan ekor, dimana kepala berbentuk oval memanjang, lebar dan pipih sebagai pembawa materi genetik (DNA) yang berperan dalam menerjemahkan informasi genetik yang dibawa oleh spermatozoa dan ekor sebagai alat penggeraknya (Garner dan Hafez 2000). Spermatozoa sebagai hasil akhir proses spermatogenesis merupakan sel yang berbentuk memanjang dengan bagian kepala sedikit pipih dan ekor yang panjang (Garner dan Hafez 2000) (Gambar 2). Untuk proses fertilisasi, spermatozoa harus mempunyai cukup energi untuk pergerakan, protein dan senyawa lain yang penting selama dalam saluran kelamin betina, dan plasma membran yang baik sehingga dapat melakukan fertilisasi tepat waktu (Purdy et al. 2010). Ukuran kepala spermatozoa pada kambing bervariasi antar jenis, namun secara normal panjang 8 sampai 10 µm, lebar 4 µm dan tebal 1 µm (Evan dan Maxwell 1987). Sedangkan pada kambing Osmanabadi (India) dilaporkan panjang dan lebar kepala spermatozoa 8.96 µ dan 4.45 µ, panjang dan lebar bagian tengah ekor spermatozoa masing-masing 12.70 µ dan 0.75 µ dan panjang ekor spermatozoa 36.37 µ. Ekor spermatozoa merupakan bagian yang terakhir dan terpanjang dari spermatozoa, yang terbagi atas leher, bagian tengah, bagian utama dan bagian ujung. Bagian leher spermatozoa kurang jelas bentuknya dan pada bagian ini pula akan terlihat bagaimana kepala spermatozoa mudah terlepas dari bagian badan dan ekor. Bagian tengah merupakan bagian yang paling lebar dari ekor spermatozoa dan dikelilingi oleh selubung mitokondria. Bagian utama merupakan bagian terpanjang dari ekor spermatozoa dan mengandung banyak mesin penggerak (propelling machinery) serta mempunyai selubung yang berserat. Bagian ujung ekor relatif pendek dan tidak mempunyai selubung (Evans dan Maxwell 1987). Kepala spermatozoa secara umum berbentuk oval, sedikit pipih dan terdapat nukleus yang mengandung kromosom (deoxyribonucleic acid = DNA) (Morel 1999). Pada bagian ujung depan kepala ditutupi oleh akrosom, yaitu sebuah kantung tipis dengan membran-ganda yang mengandung acrosin, hyaluronidase dan enzim hidrolitik lain yang berperan pada penembusan corona radiata dan zona pellucida pada proses fertilisasi (Bearden et al. 2004). Sedangkan bagian equatorial berperan sebagai tempat yang mengawali proses penempelan dan penggabungan membran spermatozoa dengan membran oosit selama proses fertilisasi (Morel 1999). 7 Ekor spermatozoa terdiri atas bagian leher (neck), tengah (midle), principal dan ujung (end) (Garner dan Hafez 2000). Bagian leher menghubungkan kepala dengan ekor. Ekor spermatozoa mengandung serabut-serabut fibril (axial filament) yang tersusun secara radial. Axial filament ini tersusun mulai dari sentriol atas dan berjalan sampai dengan ujung ekor. Susunannya dari luar ke tengah adalah 9 filamen besar, 9 pasang filamen kecil dan 2 filamen kecil di pusat (Bearden et al. 2004). Serabutserabut ini bertanggung jawab terhadap pergerakan spermatozoa. Pada middle piece serabut-serabut tersebut diselubungi oleh mitokondria yang tersusun secara heliks mengelilingi sumbu memanjang. Mitokondria merupakan tempat metabolisme yang menghasilkan energi. Pada principal piece, serabut-serabut yang ada hanya 2 filamen pusat dikelilingi 9 pasang filamen kecil. Sedangkan pada end piece hanya mengandung 2 filamen pusat yang diselubungi membran. Gambar 2 Spermatozoa dengan bagian-bagiannya (Toelihere 1985) Metabolisme Spermatozoa Mitokondria yang mengelilingi bagian midpiece spermatozoa berperan di dalam metabolisme yang menghasilkan energi untuk pergerakan, dengan bantuan 8 berbagai enzim yang terdapat di dalamnya. Secara umum, sel spermatozoa akan mengubah substrat menjadi energi melalui dua jalur, yaitu jalur glikolisis dan jalur siklus Krebs. Pada kondisi anaerob, spermatozoa akan mengubah glukosa, fruktosa dan manosa menjadi energi dan asam laktat melalui jalur Embden-Meyerhof (glikolisis) yang terjadi di dalam sitosol (Toelihere 1985). Kondisi ini penting bagi spermatozoa untuk bertahan hidup selama penyimpanan untuk keperluan inseminasi buatan karena metabolisme anerobik berjalan lambat. Sedangkan pada kondisi aerob, spermatozoa akan mengubah laktat atau piruvat hasil perombakan fruktosa untuk menghasilkan karbon dioksida dan air melalui jalur siklus Krebs (siklus asam sitrat) yang terjadi di dalam mitokondria (Morel 1999). Pada kondisi tanpa substrat eksogen, spermatozoa akan menggunakan plasmalogen (glikolipid) membran sebagai sumber energi jangka pendek (Garner dan Hafez 2000). Menurut Garner dan Hafez (2000), energi untuk motilitas spermatozoa berasal dari perombakan adenosin trifosfat (ATP) di dalam membran mitokondria melalui reaksi-reaksi penguraiannya menjadi adenosin difosfat (ADP) dan adenosin monofosfat (AMP). Pengubahan ATP menjadi ADP menghasilkan energi sebanyak 7000 kalori/mol (Bearden et al. 2004), dengan reaksi sebagai berikut: ATP + H2O ADP + H3PO4 + energi (7000 kalori/mol) fosfatase ADP + H2O AMP + H3PO4 + energi (7000 kalori/mol) Dalam keadaan normal energi yang dilepaskan dapat dipakai sebagai energi mekanik atau energi kimia, jika tidak digunakan akan menghilang sebagai panas. Apabila pemberian energi berupa senyawa phosphor (P–P) di dalam ATP dan ADP habis, maka kontraksi fibril-fibril spermatozoa akan terhenti dan sperma tidak bergerak. Supaya spermatozoa dapat bergerak kembali maka ATP dan ADP harus dibangun lagi. Reaksi tersebut dapat berlangsung bolak-balik sehingga pergerakan spermatozoa dapat berlangsung. Untuk Membangun kembali ATP dari ADP atau ADP dari AMP dengan penambahan gugus phosphoryl diperlukan sumber energi dari luar. Sebagian besar aktifitas sumber energi fisiologi tersebut didapat dari karbohidrat dan lemak (Garner dan Hafez 2000). Metabolisme karbohidrat sederhana (glukosa dan fruktosa) pada keadaan anaerob menghasilkan 2 ATP atau setara dengan 14000 kalori. Reaksi ini memperlihatkan kemampuan spermatozoa untuk menjaga daya tahannya pada waktu penyimpanan. Selain menghasilkan ATP, hasil akhir metabolisme karbohidrat tersebut juga dihasilkan asam laktat. Asam laktat ini dapat menyebabkan penurunan pH semen yang nantinya akan berpengaruh terhadap motilitas dan viabilitas spermatozoa. Pada keadaan aerob (ada oksigen) jalur reaksi metabolisme glukosa dan fruktosa menjadi 19 kali lebih tinggi dalam menghasilkan energi yaitu 38 ATP atau sama dengan 266000 kalori dan hasil sampingan berupa karbon dioksida serta air. Selain karbohidrat sebagai sumber energi bagi spermatozoa di dalam plasma semen juga terdapat glyceryl phosphoryl choline (GPC) yang dapat dimetabolisir melalui jalur yang sama seperti pada fruktosa maupun glukosa (Bearden et al. 2004). 9 Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Sel Spermatozoa Selama Proses Kriopreservasi Fenomena utama selama proses kriopreservasi yang dapat menurunkan viabilitas sel spermatozoa, yaitu kejutan dingin (cold shock) dan perubahan intraseluler akibat pengeluran air yang berkaitan dengan pembentukan kristal es. Selain itu ada faktor tambahan, yakni peroksidasi lipid dan faktor antibeku pada plasma semen seperti egg-yolk coagulating enzyme, triglyserol lipase dan faktor anti motilitas. Kerusakan umum pada sel spermatozoa selama proses kriopreservasi akibat adanya fenomena tersebut adalah kerusakan mekanik yang ditandai dengan kerusakan organel sitoplasma atau pecah karena ekspansi es, konsentrasi larutan menjadi toksik dan tebal akibat adanya dehidrasi dari suspensi media baik intra maupun ekstraseluler dan perubahan fisik serta kimiawi diantaranya presipitasi, denaturasi, koagulasi dari protein, disosiasi ion dan kehilangan sifat-sifat absorpsi atau sifat-sifat pengikat air (Paulenz et al. 2005). Dijelaskan lebih lanjut bahwa khusus pada semen kambing, keberadaan faktor koagulan pada plasma semen seperti egg-yolk coagulating enzyme dan triglycerol lipase sangat sensitif terhadap proses kriopreservasi sehingga akan menurunkan viabilitas setelah thawing. Cold Shock (kejutan dingin). Kejutan mencakup kerusakan pada membran seluler dan perubahan dalam fungsi metabolik, yang kemungkinan disebabkan oleh perubahan dalam susunan struktur membran (Medeiros et al. 2002a). Kejutan dingin terjadi karena adanya penurunan temperatur secara mendadak dari temperatur tubuh ke temperatur rendah (di bawah 0οC) sehingga akan menurunkan viabiltas sel. Fenomena kejutan dingin berkaitan dengan fase transisi dari membran lipid yang menyebabkan terjadinya fase pemisahan dan penurunan sifat-sifat permeabilitas secara selektif dari membran biologik sel hidup (Watson 2000). Dijelaskan lebih lanjut bahwa tingkat sensitivitas sel terhadap kejutan dingin dipengaruhi oleh tingkat pendinginan dan interval suhu. Efek kejutan dingin pada spermatozoa adalah penurunan aktivitas flagella, kerusakan organel intraseluler dan kerusakan membran sel (Drobnis et al. 1993). Ada dua tipe kerusakan pada sel akibat kejutan dingin dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung yang bersifat laten (Gazali dan Tambing 2002). Dijelaskan lebih lanjut bahwa kerusakan langsung akan memengaruhi struktur dan fungsi seluler, misalnya penurunan proses metabolisme spermatozoa, sedangkan kerusakan tidak langsung sulit untuk diamati dan baru terlihat setelah proses pencairan kembali. Pengaruh utama dari kejutan dingin terhadap sel spermatozoa ialah penurunan motilitas dan daya hidup, perubahan permeabilitas dan perubahan komponen lipid pada membran. Jumlah spermatozoa motil mengalami penurunan disertai pelepasan enzim, perpindahan ion melewati membran dan penurunan kandungan lipid seperti fosfolipid dan kolestrol yang sangat berperan dalam mempertahankan integritas membran plasma, serta penurunan kemampuan sel spermatozoa untuk mengkontrol aliran Ca2+ (Ogbuewu et al. 2010). Pembentukan Kristal-kristal Es. Pembentukan kristal-kristal es selama proses kriopreservasi menyebabkan terjadi penumpukan elektrolit di dalam sel, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan sel secara mekanik, dimana elektrolit yang menumpuk akan merusak dinding sel sehingga pada waktu thawing permeabilitas membran plasma akan berubah dan sel akan mati. Pembentukan kristal-kristal es 10 kemungkinan berkaitan dengan perubahan tekanan osmotik dalam fraksi yang tidak mengalami pembekuan (Watson 2000). Perubahan fisik di dalam sel selama kriopreservasi ada kaitannya dengan cooling rate atau derajat penurunan suhu. Prinsip utama cooling rate adalah kecepatan optimal yang dapat memberi kesempatan air keluar dari sel secara kontinyu bertahap sebagai respon sel terhadap kenaikan konsentrasi larutan ekstraseluler yang semakin tinggi diantara kristal-kristal es yang terbentuk. Jika cooling rate berlangsung lambat, air akan banyak keluar dari sel untuk mencapai keseimbangan potensial kimiawi air intra dan ekstraseluler serta terjadi dehidrasi untuk menghindari pembekuan intraseluler. Apabila medium pengencer didinginkan dibawah titik beku, maka kristal-kristal es bernukleasi dan air akan berkristalisasi sebagai es (Watson 2000). Jika cooling rate cepat, keseimbangan potensial air akan terganggu dan sel intraseluler membeku dan cooling rate yang sangat cepat akan menyebabkan pembentukan kristal es intraseluler dimana mempunyai energi permukaan yang besar dan tidak stabil serta cenderung membentuk kristal-kristal es yang besar, akibatnya akan bersifat letal terhadap sel (Gazali dan Tambing 2002). Efek yang ditimbulkan pada sel spermatozoa akibat pembentukan kristal-kristal es adalah penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa, peningkatan pengeluaran enzim-enzim intraseluler ke luar sel, dan kerusakan pada organel-organel sel, seperti lisosom dan mitokondria (Gazali dan Tambing 2002). Dijelaskan lebih lanjut bahwa jika lisosom pecah akan mengeluarkan asam hidrolase sehingga akan mencerna bagian sel yang lain, sedangkan mitokondria rusak menyebabkan putusnya rantai oksidasi. Organel mitokondria mempunyai peranan sebagai sumber energi yang akan menggertak mikrotubul sehingga terjadi pergesekan diantara mikrotubul dan akibatnya spermatozoa dapat bergerak secara bebas (motil progresif). Radikal Bebas dan Peroksidasi Lipid. Radikal bebas yang merupakan senyawa oksigen reaktif atau Reactive oxygen Species (ROS) adalah molekul atau oksidan yang sangat reaktif walaupun derajat kekuatannya berbeda-beda karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan dalam orbital luarnya, sehingga dapat bereaksi dengan molekul sel dengan cara mengikat elekron dari molekul sel tersebut, yang mengakibatkan reaksi berantai yang dapat menghasilkan radikal bebas baru, seperti superoksida dismutase (SOD) dan nitric oxide (NO). Dengan demikian radikal bebas dapat mengganggu integritas sel dan dapat bereaksi dengan komponen-komponen sel, baik komponen struktural/ molekul-molekul penyusun membran maupun komponen fungsional/ enzim-enzim dan DNA. Radikal bebas dapat menyebabkan reaksi berlanjut sampai radikal bebas itu dihilangkan oleh reaksi dengan radikal bebas lain atau sistem anti oksidan (Zhu et al. 2010). Tingginya komposisi spermatozoa dengan asam lemak tidak jenuh memiliki konsekuensi yang tidak menguntungkan karena menjadi rentan terhadap peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid yang meluas menimbulkan perusakan oksidatif terhadap asam lemak tidak jenuh ganda atau lipid yang memiliki lebih dari dua ikatan kovalen karbon-karbon (Gogol et al. 2009). Dijelaskan lebih lanjut bahwa kerusakan yang terjadi tergantung pada terdapatnya oksigen. Prinsip dasarnya bahwa oksigen adalah esensial, namun kelebihan oksigen menyebabkan kerusakan peroksidasi. Peroksidasi lipid yang meluas, merusak matrik struktur lipid, yang menyebabkan instabilitas membran karena terputusnya rantai asam lemak menjadi senyawa yang bersifat toksik terhadap sel, seperti: aldehida (malonaldehide/MDA), 9-hidroksinonenal (HNE), bebagai hidrokarbon (etana/C2H6 atau pentana/C5H12) 11 yang kesemuanya mengakibatkan kerusakan membran sel yang parah dan membahayakan (Ogbuewu et al. 2010). Efek peroksidasi pada spermatozoa beberapa mamalia berupa hilangnya motilitas secara permanen, penghambatan fruktolisis dan respirasi, pengikatan enzim intraseluler dan kerusakan struktur membran plasma, terutama pada bagian akrosom sehingga juga menurunkan fertilitasnya (Anghel et al. 2009). Faktor Antibeku pada Plasma Semen. Faktor antibeku yang terdapat dalam plasma semen mamalia ialah egg-yolk coagulating enzyme. Egg-yolk coagulating enzyme (EYCE) merupakan salah satu enzim antibeku yang terdapat pada plasma semen kambing. EYCE diduga ialah enzim fosfolipase A yang disekresikan oleh kelenjar bulbouretralis (kelenjar cowper). Bila bereaksi dengan kuning telur yang terdapat dalam media pengencer akan mengakibatkan kematian spermatozoa. Enzim fosfolipase A menguraikan lesitin dari kuning telur menjadi lisolesitin dan asam lemak tak jenuh yang bersifat toksik (Paulenz et al. 2005). Menurut Ari dan Daskin (2010), pembentukan lisolesitin terjadi karena fosfolipase A memutus gugus R2 dari lesitin yang digantikan oleh asam oleat suatu asam lemak tak jenuh. Toksisitas dari EYCE bergantung pada pH, suhu, konsentrasi plasma semen, musim produksi semen, dan kandungan kuning telur. Terdapat hubungan linear antara aktivitas penggumpalan dengan konsentrasi EYCE dalam jumlah terbatas pada plasma semen ataupun pada kelenjar bulbouretralis (Leboeuf et al. 2000). Komponen Pengencer dan Pengenceran Semen Kambing Untuk menjamin kebutuhan fisik dan kimia sehingga spermatozoa dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya selama proses kriopreservasi maka harus ditambahkan bahan pengencer. Syarat bahan pengencer antara lain mengandung unsur-unsur yang hampir sama dengan sifat fisik dan kimia semen, tidak boleh mengandung zat-zat yang bersifat racun baik terhadap spermatozoa maupun terhadap seluran kelamin hewan betina dan tetap mempertahankan serta tidak membatasi daya fertilitas spermatozoa (Purdy 2006a). Bahan pengencer semen mempunyai fungsi, antara lain sebagai sumber energi, melindungi spermatozoa terhadap kerusakan akibat pendinginan yang cepat (anti cold shock), sebagai penyangga (buffer) yang mencegah efek membahayakan terhadap perubahan pH akibat terbentuknya asam laktat, mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit, menghambat pertumbuhan bakteri, menambah volume semen, dan melindungi sel spermatozoa selama proses pembekuan (krioprotektan). Secara umum bahan pengencer terdiri atas tiga bagian, yakni 1) bahan dasar seperti kuning telur dan susu, 2) bahan penyangga (buffer), seperti natrium-kalium bikarbonat, asam sitrat, tris dan 3) bahan tambahan, seperti gliserol dan antibiotik (Hafez 2000). Berdasarkan rekomendasi dari Bearden et al. (2004), ada dua alternatif bahan pengencer semen kambing, yaitu Tris-asam sitrat-fruktosa-kuning telur dan natrium sitrat-fruktosa-kuning telur. Gazali dan Tambing (2002) menjelaskan bahwa beberapa jenis bahan pengencer yang sering digunakan dalam pembekuan semen antara lain adalah glukosa, laktosa, sukrosa, sitrat, susu skim dan tris. Glukosa, laktosa dan sukrosa merupakan sumber energi sehingga spermatozoa tetap bertahan hidup selama proses pembekuan. Sitrat berperan sebagai komponen penyangga sehingga dapat mempertahankan pH semen secara fisiologi. 12 Bufer Tris Tris (Tris hydroxymethyl aminomethane) banyak digunakan sebagai pengencer semen beku pada sapi, yang memiliki toksisitas yang rendah dan sistem penyangga yang baik, akan tetapi telah banyak pula peneliti menggunakan pengencer tris untuk pengenceran semen kambing baik untuk keadaan cair maupun beku. Pengencer harus berisikan beberapa agen protektif untuk melindungi spermatozoa selama proses kriopreservasi, antara lain kuning telur untuk melindungi membran sel selama pendinginan sampai suhu 5oC dan krioprotektan yang melindungi spermatozoa terhadap kerusakan membran selama pembekuan (Khalifa dan El-Saidy 2006a). Dijelaskan lebih lanjut bahwa tris aminomethan bersama asam sitrat yang berperan sebagai penyangga untuk mempertahankan perubahan pH akibat terbentuknya asam laktat hasil metabolisme spermatozoa juga berperan untuk mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit. Gazali dan Tambing (2002) menyatakan bahwa tris memiliki kelebihan sebagai pengencer karena memiliki kapasitas sebagai penyangga yang baik dan mampu mempertahankan tekanan osmotik karena mengandung garam-garam dan asam amino. Kacang Kedelai Menurut Aboagla dan Terada (2004a), yang menyatakan bahwa anti cold shock, perlu ditambahkan dalam bahan pengencer agar dapat melindungi spermatozoa pada saat perubahan suhu dari suhu ruang (28oC) pada saat pengolahan ke suhu ekulibrasi (5oC). Anti cold shock yang umum ditambahkan adalah kuning telur ataupun kacang kedelai yang dapat melindungi spermatozoa membran spermatozoa pada saat pendinginan dan pembekuan. Khasiat utama kuning telur ataupun kacang kedelai adalah kandungan lesitin (phosphatidyl choline) yang bersifat membran couting untuk tetap mempertahankan konfigurasi normal dari phospholipid bilayer yang merupakan susunan utama membran spermatozoa. El-Keraby et al. (2010) menyatakan bahwa kacang kedelai mengandung lesitin lebih unggul daripada kuning telur, selain itu kuning telur memiliki kecenderungan terkontaminasi bakteri lebih besar daripada kacang kedelai. Lesitin dari kacang kedelai merupakan pilihan yang tepat sebagai sumber lesitin bahan pengencer semen dimasa yang akan datang (Aires et al. 2003). Kacang kedelai telah dilaporkan mampu menekan stres oksidatif (Ogbuewu et al. 2010). Kacang kedelai yang belum maupun yang sudah mengalami penyulingan memiliki kandungan fosfolipid (Aku et al. 2007) (Tabel 1). Lesitin kacang kedelai memiliki bahan-bahan yang mirip dengan lesitin pada kuning telur yang digunakan untuk perlindungan terhadap cold shock pada saat kriopreservasi (Thun et al. 2002; Aires et al. 2003). Meskipun lesitin dari bahan nabati seperti lesitin dari kacang kedelai banyak tersedia, akan tetapi lesitin dari kuning telur masih banyak digunakan untuk pembekuan semen (Aires et al. 2003; Santiago-Moreno et al. 2008). Kuning Telur Kuning telur merupakan komponen yang paling umum digunakan pada bahan pengencer untuk kriopreservasi karena terbukti memiliki efek yang menguntungkan sebagai pelindung dari membran plasma dan akrosom terhadap kejutan dingin apalagi bila digabungkan dengan komponen lainnya selama penyimpanan sebelum inseminasi buatan (Amirat et al. 2004). Dijelaskan lebih lanjut bahwa didalam 13 kuning telur terdapat kandungan fosfolipid, kolesterol dan low density lipoprotein yang berfungsi melindungi spermatozoa dari kejutan dingin selama proses pembekuan. Kuning telur mempunyai sifat sebagai penyangga tekanan osmotik sehingga spermatozoa lebih toleran terhadap lingkungan yang hipotonik atau hipertonik (Khalifa dan El-Saidy 2006b). Hal ini karena kuning telur mengandung beberapa senyawa yang penting untuk kelangsungan hidup spermatozoa selama penyimpanan. Komposisi fosfolipid kuning telur menurut Juneja et al. (1994) dan Dong et al. (2006) tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kacang kedelai dan kuning telur Komposisi Kacang kedelai Kuning telur (Aku et al. 2007) (Juneja et al. (Dong et al. 1994) 2006) Fosfatidil kolin (lesitin) 17.50% - 23.00% 80.80% 77% Fosfatidil etanolamin 15.00% - 20.00% 11.70% 18% Glikolipid 13-16% Fosfolipid lainnya 14-18% Trigliserida 2-4% Lisofosfatidil kolin 1.90% Sphingomyelin 1.90% 3% Lemak netral (nonpolar) 3.70% dan bahan lain Diduga komponen yang berperan aktif dalam melindungi membran spermatozoa selama pembekuan adalah fraksi dengan berat jenis rendah, yaitu low density lipoprotein (LDL) (Moussa et al. 2002). Low density lipoprotein menyusun sekitar 2/3 dari total bahan padat kuning telur ayam. Senyawa ini mempunyai berat jenis 1.019-1.063 g/mL, molekulnya bulat (spherical) dengan diameter 20-25 nm, dan mempunyai inti lipid (trigliserida nonpolar dan ester kolesterol) yang dikelilingi oleh lapisan fosfolipid dan protein dimana bagian ujung polarnya kontak dengan aquous phase (Botham dan Mayes 2009; Moussa et al. 2002). Low density lipoprotein tersusun atas 85-90% lipid (69% trigliserida, 26% fosfolipid dan 5% kolesterol) dan 10-15% protein. Botham dan Mayes (2009) menyelaskan lebih lanjut bahwa LDL tersusun atas 79% lipid (dengan komponen utama kolestrol) dan 21% protein, protein utama yang membentuk LDL adalah Apo-B (apolipoprotein-B). Didalam lipoprotein terdapat empat kelas utama lipid terdiri dari 16% triasilgliserol, 30% fosfolipid, 14% kolestrol, 36% ester kolesteril serta sedikit asam lemak rantaipanjang tak teresterifikasi (asam lemak bebas) (4%). Holt (2000) menyatakan bahwa penggunaan konsentrasi akhir kuning telur dengan persentase yang berbeda berkisar antara 0-20%, namun sebagian besar melaporkan kesuksesan inseminasi menggunakan semen beku dengan konsentrasi kuning telur sebesar 20% pada bahan pengencer. Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi bagi spermatozoa. Karbohidrat yang ditambahkan kedalam pengencer semen memiliki beberapa fungsi, yakni menyediakan sumber energi yang mendukung motilitas spermatozoa selama 14 inkubasi, mempertahankan tekanan osmotik cairan dan bertindak sebagai krioprotektan. Kemampuan jenis karbohidrat dalam melindungi sel spermatozoa tergantung pada suhu penyimpanan semen, berat molekul dari jenis karbohidrat dan tipe dari penyangga yang digunakan dalam pengencer. Sebagai sumber energi selama dalam preservasi dan kriopreservasi, kedalam media pengencer ditambahkan senyawa karbohidrat. Beberapa yang biasa ditambahkan adalah monosakarida (glukosa dan fruktosa), disakarida (laktosa, sukrosa dan trehalosa) dan oligosakarida (rafinosa). Trehalosa (C12H22O11) yang merupakan gula nonpereduksi golongan disakarida (α-D-glukopiranosil-(1Æ1)-α-D-glukopiranosida) dari dua molekul glukosa yang terikat melalui ikatan α-1.1 (Gambar 3) dan mengandung antioksidan (Best c1990), Trehalosa bukan merupakan gula pereduksi, karena 2 atom karbon anomerik berikatan satu sama lain. Rafinosa (C18H32O16) yang merupakan gula pereduksi golongan trisakarida (α-D-galaktopiranosil-(1Æ6)-α-D-glukopiranosidaβ-D-fruktofuranosil) dari satu molekul galaktosa dan glukosa yang terikat melalui ikatan α-1.6, serta satu molekul fruktosa (Gambar 4) (Bender dan Mayes 2009). CH2OH O HO OH CH2OH O O HO OH HO Gambar 3 Trehalosa CH2OH O H HO H H OH H H OH CH2 O H H HO OH H O HOH2C O O H H OH OH H HO CH2OH H Gambar 4 Rafinosa Penggunaan disakarida (trehalosa) dan trisakarida (rafinosa) pada pengenceran semen beberapa ternak diduga lebih mampu melindungi spermatozoa dalam proses pembekuan (Yildiz et al. 2000). Trehalosa dan rafinosa adalah karbohidrat dengan molekul besar yang berfungsi sebagai krioprotektan ekstraseluler (Crowe dan Crowe 2000). Penggunaan trehalosa dan ethylene diamine tetra acetic acid (EDTA) pada pembuatan semen beku domba dilaporkan dapat meningkatkan persentase spermatozoa motil dibandingkan dengan hanya menggunakan fruktosa (Aisen et al. 2000). Pengencer tris sitrat yang mengandung trehalosa dapat meningkatkan viabilitas spermatozoa pada saat pembekuan dan pencairan kembali semen beku 15 kambing. Selain itu trehalosa juga dapat meningkatkan kelangsungan hidup sel spermatozoa selama penyimpanan dalam nitrogen cair, serta dapat meningkatkan fluiditas membran akibat transisi suhu yang dapat menyebabkan membran sperma dapat bertahan pada suhu rendah (Aboagla dan Terada 2003). Beberapa laporan mengungkapkan informasi tris-kuning telur sebagai pengencer terbaik untuk pengawetan semen sapi FH (Friesian Holstein) (Arifiantini dan Purwantara 2010), ram (Nel-Themaat et al. 2006; Paulenz et al. 2003; Purdy 2006b; Soylu et al. 2007), kerbau (Rasul et al. 2000; Sukhato et al. 2001), kambing (Fukui et al. 2008; Purdy 2006a), kambing Spanish Ibex (Santiago-Moreno et al. 2008), anjing (Hermansson dan Linde-Forsberg 2006; Schafer-Somi et al. 2006), gajah (Graham et al. 2004). Arifiantini et al. (2005), menggunakan Tris Raffinosakuning telur, Tris Fruktosa-kuning telur dan bahan pengencer komersial berbasis soya lechitin untuk pengawetan semen sapi FH (Friesian Holstein). Keunggulan penambahan trehalosa telah dilaporkan pada semen tikus (Sztein et al. 2001), sapi (Woelders et al. 1997), anjing (Yildiz et al. 2000), domba (Aisen et al. 2002), kambing (Aboagla dan Terada 2004b) dan babi (Hu et al. 2009). Sedangkan keunggulan rafinosa juga telah dilaporkan pada semen kambing Angora (Salamon dan Ritar 1982) dan tikus (Holt 2000). Krioprotektan Krioprotektan adalah zat kimia non elektrolit yang berfungsi mereduksi pengaruh letal proses pemaparan kriopreservasi sel diantaranya baik yang berupa efek larutan maupun pembentukan kristal es ekstra maupun intraseluler sehingga dapat menjaga viabilitas sel setelah kriopreservasi (Purdy 2006a). Leboeuf et al. (2000) menjelaskan bahwa krioprotektan dapat dikelompokan berdasarkan perpaduan antara sifat fisik kimia (besar molekul, polaritas dan koligatif) dengan sifat biologis membran sel yang semipermeabel maka dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu krioprotektan ekstraseluler dan intraseluler, yang termasuk krioprotektan intraseluler yakni gliserol (gliserin), dimethylsulfoxide (DMSO), 1.2 prepanadiol dan etilen glikol. Sedangkan yang termasuk krioprotektan ekstraseluler adalah polyvynilpirrolidone (PVP), gula dengan molekul besar seperti sukrosa, rafinosa dan laktosa, protein dan lipoprotein, kuning telur dan susu. Berdasarkan cara kerjanya krioprotektan dikelompokan menjadi penetrating (bekerja di dalam dan di luar sel) dan non-penetrating (hanya di luar sel) (Best c1990). Sedangkan berdasarkan bahan yang terkandung didalamnya krioprotektan diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu golongan alkohol (seperti etilen glikol dan gliserol) dan golongan amida (seperti dimethilformamida, asetamida dan methilformamida) (Alvarenga et al. 2005). Fungsi krioprotektan adalah mencegah terbentuknya kristal-kristal es akibat dehidrasi sel yang berlebihan dari dalam sel dan menstabilkan membran plasma sel sehingga dapat melindungi kerusakan fisik maupun fungsional spermatozoa selama proses pembekuan dan memodifikasi struktur kristal sehingga tidak merusak organel-organel sel (Gazali dan Tambing 2002). Krioprotektan intraseluler gliserol (C3H5(OH)3) (Gambar 5) merupakan komponen utama lipida yang mengandung tiga atom karbon (C) dan tiga gugus OH yang dibentuk melalui lipolisis, yakni disforilasi dan dioksidasi menjadi dihidroksiaseton fosfat dan selanjutnya dihidrolisis menjadi gliseradehida 3-fosfat (Voet et al. 1999). Penambahan gliserol ke dalam pengencer semen beku dapat 16 meningkatkan daya tahan spermatozoa. Efek lain gliserol adalah mencegah pengumpulan molekul H2O dan mencegah kristalisasi es pada daerah titik beku larutan. Gliserol akan berdifusi, menembus dan memasuki spermatozoa dan akan digunakan untuk aktivitas metabolisme oksidatif, menggantikan sebagian air yang bebas dan mendesak keluar elektrolit-elektrolit, menurunkan konsentrasi elektrolit intraseluler dan mengurangi daya merusaknya terhadap spermatozoa dengan jalan memodifisir kristal-kristal es yang terbentuk (Tambing et al. 2000). H O H C CH3 N CH3 H C OH H C OH H C OH H Dimethilformamida (DMF) (CH3)2NCHO Gliserol (C3H5(OH)3) Gambar 5 Dimethilformamida (DMF) dan gliserol Gliserol telah menjadi krioprotektan yang paling banyak digunakan untuk pembekuan semen (Leboeuf et al. 2000). Namun demikian amida juga telah menunjukan potensi yang baik sebagai krioprotektan, karena memiliki toksisitas yang yang lebih rendah dan memiliki bobot molekul yang rendah pula (Medeiros et al. 2002b). Bezerra et al. (2011) menyatakan bahwa amida memiliki toksisitas yang lebih rendah dan dapat menjaga integritas akrosom. Amida telah diusulkan sebagai krioprotektan alternatif untuk pembekuan semen, terutama untuk semen dari pejantan yang lebih sensitif terhadap efek racun dari gliserol karena amida memiliki bobot molekul (73.09) dan viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan gliserol (dengan bobot molekul 92.05) dan untuk permeabilitas membran yang lebih tinggi sehingga dapat mengurangi kemungkinan kerusakan sel yang disebabkan oleh tekanan osmotik. Selain itu penambahan metil (CH3) kedalam molekul amida dapat meningkatkan permeabilitas membran sperma dan meningkatkan efisiensi kriopreservasi. Purdy (2006a) menyatakan bahwa walaupun gliserol agak beracun bagi spermatozoa dan dapat menyebabkan kerusakan osmotik, gliserol adalah krioprotektan yang paling banyak digunakan untuk pembekuan semen. Penggunaan dimethilformamida (DMF) tidak lebih unggul daripada gliserol jika digunakan sebagai krioprotektan untuk semen kambing (Bezerra et al. 2011). Dimethilformamida (DMF) termasuk kedalam kelompok polar aprotik. DMF memiliki titik didih 153°C, konstanta dielektrik 38 dan massa jenis 0.944 g/mL (Pelarut 2011). DMF di digolongkan sebagai senyawa amida dan memiliki sifat basa lemah (Bixara 2009). Dimethilformamida (DMF) merupakan pelarut aprotik polar yang digunakan dalam pembekuan kering. Pelarut aprotik polar adalah pelarut yang tidak memiliki proton untuk ikatan hidrogen pada inti dan akan melarutkan lebih banyak kation daripada anion. Dengan demikian anion tersebut kurang terikat oleh molekul pelarut dan lebih banyak tersedia untuk reaksi, sehingga semakin polar suatu pelarut maka energi aktivasi untuk ionisasi akan semakin rendah dan derajat reaksinya akan semakin cepat (Alvarenga et al. 2005). Dimethilformamida 17 merupakan salah satu cryoprotectant agent (CPA) dengan konstanta dielektrik yang tinggi (Best c1990). Konstanta dielektrik merupakan suatu ukuran kemampuan zat untuk memisahkan daya tarik antara partikel bermuatan listrik yang berlawanan (Best c1990). Dimethilformamida (DMF) merupakan derivat acyl dan mempunyai rumus struktur (CH3)2NCHO (Gambar 5). Acyl terdiri atas sepasang grup fungsional dimana sebuah karbonil bergabung dengan oksigen, halogen, sulfur atau atom elektronegatif lainnya. Derivat acyl yang penting adalah asam klorida, ester dan amida yang mendekati struktur asam karboksilat. N,N dimethilformamida adalah amida yang dihasilkan N-alkil tersubtitusi atau N,N-dialkil tersubtitusi, dan amida relatif stabil terhadap air (Fessenden dan Fessenden 2006). Dijelaskan lebih lanjut oleh Fessenden dan Fessenden (2006), DMF merupakan pelarut aprotik polar, polar berarti mengutub dimana satu atom mempunyai keelektronegatifan yang substansial lebih besar dari atom lainnya. Semakin elektronegatif suatu atom, semakin besar tarikannya terhadap elektron sehingga tidak cukup bagi atom untuk memecahkannya menjadi ion. Atom ini mempunyai bagian elektron yang besar dan menghasilkan suatu ikatan dengan distribusi elektron yang tidak merata. Pelarut aprotik adalah pelarut yang tidak memiliki proton terhadap nukleofilik (Pine et al. 1988), sedangkan nukleofilik adalah anion yang mengikat suatu halida dalam suatu rekasi substitusi. Umumnya suatu nukleofil ialah spesi apa saja yang tertarik kesuatu pusat positif dan merupakan suatu basa lewis dan zat yang dapat memberikan sepasang elektron. Wade (2000) menjelaskan bahwa DMF yang merupakan pelarut yang bersifat polar aprotik (tidak mempunyai atom -H untuk ikatan hidrogen) dengan konstanta dielektrik dan moment dipol yang tinggi. Jadi meskipun DMF melarutkan tidak bekerja membentuk ikatan hidrogen dengan anion. DMF dapat melarutkan garam-garam terutama melalui kation larutan melalui daya tarik pada ujung dipol C=O. Ujung positif dari dipol dilindungi di dalam molekul dan dapat melarutkan anion tetapi sangat lemah. Pine et al. (1998) menjelaskan bahwa amida dapat dengan mudah terbentuk dari senyawa yang sesuai yang memiliki gugus amino dan gugus karboksilat. Oleh karena itu amida mudah bereaksi dengan asam karboksilat di dalam reaksi asam-basa sehingga menghasilkan garam amonium. (Fessenden dan Fessenden 2006) menyatakan bahwa hidrolisis suatu amida dalam larutan asam berlangsung dalam suatu cara yang serupa dengan hidrolisis suatu ester. Oksigen karbonil diprotonasi, karbon karbonil diserang oleh H2O, proton diserah terimakan, dan suatu amina dibuang. Amina ini kemudian bereaksi dengan H+ dan menghasilkan garam amina. Pembentukan garam amina menjelaskan bahwa H+ bersifat pereaksi, bukan katalis. Krioprotektan ideal untuk pembekuan spermatozoa harus memiliki bobot molekul yang kecil, mudah larut dalam air dan memiliki toksisitas yang rendah (Alvarenga et al. 2005). Gliserol dapat masuk ke dalam spermatozoa sapi dalam waktu 3 sampai 4 menit (Arifiantini dan Supriatna 2007). Dimethilformamida (DMF) 2% merupakan krioprotektan yang lebih baik dibandingkan gliserol atau kombinasi DMF dan gliserol (Vidament et al. 2002). Dimethilformamida 5% juga mempunyai kemampuan melindungi sel terhadap pembekuan lebih baik dibandingkan dimethil asetamida, methil formamida atau gliserol dengan konsentrasi yang sama (Medeiros et al. 2002b). Beberapa penelitian melaporkan bahwa kriopreservasi spermatozoa telah berhasil dilakukan dengan konsentrasi gliserol berkisar 3-9% (Leboeuf et al. 2000). 18 Penambahan gliserol ke dalam pengencer dapat mengurangi tingkat kerusakan akibat pembekuan. Gliserol merupakan bahan osmotik aktif yang menyebabkan penambahan secara temporer dikarenakan perubahan volume sel dan berkurangnya kadar air didalam sel. Manfaat utama dari gliserol adalah secara intraseluler memberikan efek langsung terhadap membran plasma. Gliserol mengubah sifat koligatif air untuk menurunkan titik beku, sehingga memberikan waktu yang lebih lama bagi air untuk keluar dari sel sebelum pembekuan dan pembekuan kristal es yang dapat merusak organel intraseluler (Leboeuf et al. 2000). Antibiotik Pengendalian pertumbuhan mikroba merupakan langkah penting dalam mencegah penyebaran penyakit reproduksi melalui penggunaan semen dan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi ternak. Komponen bahan pengencer seperti kuning telur dapat meningkatkan pertumbuhan mikroba, sehingga penambahan antibiotik pada bahan pengencer semen efektif untuk mengontrol pertumbuhan mikrobiologis (Mitchell dan Doak 2004). Dalam beberapa kasus, jaringan testis dan kelenjar kelamin pelengkap merupakan daerah yang bebas bakteri dan kontaminasi bakteri cenderung terjadi dari ejakulat selama proses koleksi semen. Antibiotik perlu ditambahkan pada pengencer sejak komponen bahan pengencer dan semen berada pada temperatur 15-16°C yang mendorong pertumbuhan bakteri gram negatif seperti Escherichia coli dan Salmonella. Kontaminasi bakteri terutama mengarah kepada serangkaian perubahan termasuk berkurangnya motilitas spermatozoa, aglutinasi, peningkatan perubahan akrosom dan penurunan pH ke level asam (5.6-6.4) (Althouse et al. 2004). Ekuilibrasi, Pembekuan dan Thawing Ekulibrasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh spermatozoa untuk menyesuaikan diri sebelum pembekuan, yang dilakukan dengan cara menempatkan straw yang berisi semen pada temperatur 5oC selama empat jam. Leboeuf et al. (2000) menyatakan bahwa ekulibrasi dilakukan selama 1.5-4 jam pada temperatur 4–5 oC. Setelah ekuilibrasi selesai dilakukan, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah pembekuan semen. Pembekuan semen dilakukan secara hati-hati dengan cara meletakkan straw pada uap nitrogen (N2) cair pada jarak 3 cm di atas permukaan N2 cair selama 10 menit dengan mengunakan boks styrofoam. Semen beku tersebut disimpan dalam kontainer N2 cair (-196oC) sampai dilakukan evaluasi (Purdy 2006a). Thawing atau pencairan kembali merupakan periode kritis karena berhubungan dengan perubahan suhu yang sangat menentukan daya fertilisasi spermatozoa dan tidak hanya mempengaruhi motilitas tetapi juga membran plasma utuh spermatozoa. Selama thawing terjadi pengaliran krioprotektan intraseluler (gliserol) pada medium secara berangsung-angsur sehingga harus dilakukan sehatihati mungkin agar tidak merusak spermatozoa (Leboeuf et al. 2000). Pencairan kembali pada semen beku kambing dilakukan dengan mencelupkan ministraw kedalam air dengan suhu 37 oC selama 30 detik (Naing et al. 2010). Dijelaskan lebih lanjut bahwa semen beku kambing yang dicairkan kedalam air dengan suhu 37oC selama 30 detik memberikan hasil yang baik untuk kualitas dan fertilitas spermatozoa.