Fulltex pdf

advertisement
PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E DALAM BAHAN PENGENCER
SITRAT KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU
KAMBING BOER
[The Effect of Vitamin E in Egg Yolk Citrate Extender
on the Frozen Semen Quality of "Boer" Goat ]
D. Alawiyah dan M. Hartono
Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh vitamin E dalam bahan pengemcer sitrat kuning
telur terhadap kualitassemen beku kambing Boer. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, 4
perlakuan dengan 5 dosis vitamin E, yaitu 0; 0,1; 0,2; 0,3; dan 0.4 g/100 ml pengencer. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dosis 0,4 g/100 ml merupakan dosis terbaik untuk mempertahankan kualitas semen
beku dengan motilitas 60,00%, 60,20% sel hidup, dan abnormalitas 9,34 %.
Kata kunci : frozen semen, vitamin E, extender, quality
ABSTRACT
The objective of the research was to examine the effect of vitamin E in egg yolk citrate extender on
the frozen semen quality of "Boer" goat. A completetely randomized block design with four replication
was used with five dosages vitamin E 0.0; 0.1; 0.2; 0.3; and 0.4 g/100ml extender. The results indicate that
dosage 0.4 g/100 ml was the best dosage to maintain frozen semen quality on 60.00% of motility, 60.20%
live-cells, and 9.34 % of abnormality.
Keywords: frozen semen, vitamin E, extender, quality
PENDAHULUAN
Salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan populasi kambing Boer adalah
dengan inseminasi buatan (IB). IB merupakan
rekayasa teknik mengawinkan ternak secara buatan
dengan menyuntikkan semen yang telah
diencerkan dengan pengencer tertentu ke dalam
saluran reproduksi betina. Dengan IB diharapkan
semen dari seekor pejantan dapat digunakan untuk
mengawini lebih banyak betina.
Program IB akan berhasil dengan baik
apabila sperma diproduksi dalam jumlah dan
kualitas yang baik (Toelihere, 1993). Agar program
IB dapat berkembang, diperlukan sperma beku
sehingga sperma yang berasal dari pejantanpejantan unggul dapat disimpan dalam waktu yang
lama dan didistribusikan ke berbagai wilayah.
8
Penerapan teknologi IB dengan semen beku pada
kambing masih belum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Salah satu penyebab rendahnya
angka kebuntingan kambing pada program IB
adalah rendahnya kualitas semen beku yang
digunakan. Rendahnya kualitas semen kambing
disebabkan karena kerusakan membran plasma
spermatozoa akibat reaksi peroksidasi lipid oleh
radikal bebas yang dihasilkan selama proses
metabolisme (Kusno, 2002).
Pada plasma semen kambing terdapat enzim
fosfolipase A yang disebut sebagai egg-yolk coagulating enzyme yang disekresikan oleh kelenjar
bulbourethralis dan bersifat toksik terhadap spermatozoa. Enzim ini dapat menggumpalkan medium
yang mengandung kuning telur akibat terjadi
hidrolisis lesitin kuning telur menjadi lisolesitin dan
asam lemak yang dikatalis oleh enzim tersebut
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [1] March 2006
(Amalia, 2002). Kerentanan membran plasma
terhadap kerusakan disebabkan tingginya rasio
asam lemak tidak jenuh dalam fosfolipid dan
kandungan kolesterol yang rendah. Peroksidasi
lipid yang berkepanjangan akan merusak struktur
matrik lipid yang menyebabkan ketidakstabilan
pada membran dan perubahan pada konsentrasi
struktur matrik lipid (Hammerstedt, 1993).
Reaksi peroksidasi lipid dapat dihambat
dengan penambahan antioksidan, yakni suatu zat
yang dapat mengikat senyawa radikal bebas
(Wijaya, 1996). Salah satu antioksidan yang telah
digunakan adalah vitamin E atau αtokoferol. Vitamin E mempunyai kemampuan memutuskan
berbagai rantai reaksi radikal bebas sebagai akibat
kemampuannya memindahkan hidrogen fenolat
pada radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh
ganda yang telah mengalami peroksidasi (Mayes,
1995).
Penambahan vitamin E dengan dosis 1, 2,
dan 4 mg/cc dalam pengencer sitrat kuning telur
menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap
motilitas dan keutuhan membran plasma sperma
dan pada penambahan vitamin E dengan dosis 4
mg/cc memberikan efek toksik (Widiastuti, 2001).
Berbeda dengan laporan Feradis (1999),
penambahan dosis 0,2 gr α tokoferol dalam 100 ml
pengencer menghasilkan kualitas semen beku
domba yang lebih baik dibandingkan dengan dosis
0,1 g.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini menggunakan semen kambing
yang dikoleksi dari satu ekor kambing Boer berumur
± 2 tahun, satu betina dewasa pemancing,
pengencer semen (tris amino methan, citric acid,
fruktosa, kuning telur, aquades, streptomisin,
penisilin, gliserol), pewarna eosin 2%, NaCl 0,9%,
gliserol, α-tokoferol, nitrogen cair, vaselin, alkohol
70%, dan air.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah: satu set vagina buatan kambing, kontainer,
mikroskop, spektrofotometer, termometer, termos,
gelas obyek dan penutup, tabung Eppendorf, labu
erlenmeyer, beker glass, counter number, gelas
ukur, timbangan Ohauss, lemari es, pengaduk,
kertas saring, kertas lakmus, pipet hisap, pipet ukur,
dan tabung reaksi.
Pada penelitian ini rancangan yang
digunakan adalah rancangan acak kelompok
dengan 5 perlakuan dosis vitamin E dan 4 kelompok
waktu koleksi, yaitu:
P1 = pengencer sitrat kuning telur tanpa α
tokoferol;
P2 = pengencer sitrat kuning telur + 0,1 gram α
tokoferol per 100 ml;
P3 = pengencer sitrat kuning telur + 0,2 gram α
tokoferol per 100 ml;
P4 = pengencer sitrat kuning telur + 0,3 gram α
tokoferol per 100 ml;
P5 = pengencer sitrat kuning telur + 0,4 gram α
tokoferol per 100 ml.
Penampungan semen dilakukan dengan
metode vagina buatan (Toelihere, 1993). Volume
semen yang didapat dibagi menjadi lima bagian,
selanjutnya diencerkan dengan pengencer yang
telah disiapkan, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung Eppendorf dan disimpan dalam lemari es
dengan suhu konstan (5oC) selama 6 jam untuk
ekuilibrasi (Tejowati, 1997). Setelah equilibrasi,
semen dalam tabung Eppendrof dimasukkan ke
dalam kontainer nitrogen cair untuk dibekukan.
Pembekuan dilakukan secara bertahap supaya
tidak terjadi perubahan temperatur yang terlalu
ekstrim bagi spermatozoa. Pembekuan meliputi
empat tahapan (masing-masing 5 menit), yaitu
berada dalam uap nitrogen cair pada leher
kontainer, sedikit di bawah leher kontainer
(temperatur –180oC), kemudian pada pertengahan
kontainer (temperatur –188oC) dan selanjutnya
diturunkan sampai menyentuh permukaan nitrogen cair (temperatur –196 o C) kemudian
dibenamkan, tahapan pembekuan ini memerlukan
waktu 20 menit (Wagelie et al., 1982). Pencairan
kembali semen yang telah dibekukan dilakukan
setelah 30 menit berada dalam kontainer dengan
cara mencelupkan tabung Appendorf ke dalam air
bersuhu 40oC selama 30 detik kemudian dikeringkan
dan dipanaskan dalam genggaman selama 30 detik
dan dievaluasi (Wagelie et al., 1982)
Peubah yang diukur pada penelitian ini
adalah motilitas, persentase spermatozoa hidup,
dan persentase spermatozoa abnormal. Data yang
diperoleh pada penelitian akan dianalisis ragam
pada taraf nyata 5 dan atau 1%, serta dilanjutkan
uji polynomial orthogonal (Steel dan Torrie,1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan pengenceran, semen
dievaluasi untuk mengetahui kualitas semen dalam
The Frozen Semen Quality of Boer Goat [Alawiyah and Hartono]
9
keadaan segar. Setelah pemeriksaan didapatkan
hasil pada Tabel 1, yang menunjukkan bahwa semen kambing dalam keadaan yang baik untuk
dilakukan proses selanjutnya.
Motilitas spermatozoa
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa
semen beku yang berasal dari seluruh penelitian
masih memenuhi syarat untuk disimpan dan
diinseminasikan, dengan nilai motilitas spermatozoa berkisar antara 46,25—60,00% (Tabel 2). Hal
ini sesuai dengan pendapat Evans dan Maxwell
(1987), yang menyatakan bahwa semen beku yang
dapat disimpan dan digunakan untuk IB harus
mempunyai persentase motilitas yang tidak kurang
dari 40% pasca pencairan kembali.
Hasil analisis ragam menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) bahwa
penambahan vitamin E mampu mempertahankan
motilitas spermatozoa. Dari hasil uji polinominal
orthogonal (Ilustrasi 1) dapat dilihat bahwa semakin
besar dosis vitamin E yang diberikan motilitas spermatozoa semakin tinggi, dengan persamaan grafik
liniernya Y= 42,25 + 36,25X yang berarti setiap
penambahan dosis vitamin E sebesar 0,1 gr/100 ml
bahan pengencer sitrat kuning telur meningkatkan
motilitas spermatozoa sebesar 3,625%, dengan
koefisien determinan (R) sebesar 0,99 menunjukkan
bahwa persentase motilitas 99% dipengaruhi oleh
penambahan vitamin E. Hasil penelitian ini sama
seperti yang dilaporkan oleh Feradis (1999) yaitu
pemberian dosis α tokoferol sebesar 0,2 g/100 ml
bahan pengencer mampu mempertahankan
motilitas spermatozoa domba yang dibekukan lebih
tinggi dibandingkan dengan dosis 0,1 g dan 0,0 g.
Semakin banyak vitamin E yang
ditambahkan dalam pengencer maka motilitas spermatozoa semakin baik karena proses peroksidsi
lipid yang terjadi dihambat dengan adanya vitamin E dengan cara mentranfer atom hidrogennya
ke radikal peroksil (Feradis, 1999).
Pada saat metabolisme aerob yang
tergantung pada elektron bebas menghasilkan ATP
(reaksi ini merupakan metabolisme yang baik).
Reaksi elektron ini dengan oksigen dapat
menghasilkan anion superoksida yang bila bereaksi
lagi dengan molekul oksigen dapat menyebabkan
kerusakan sel (reaksi ini merupakan reaksi yang
jelek dan dapat menyebabkan kerusakan yang tidak
dapat dipulihkan seperti semula). Sel yang memiliki
superoksida dismute dan peroksidase dalam
jumlah yang cukup dapat menghilangkan anion
superoksida dan meminimalkan kerusakan
peroksidatif (Hammerstedt, 1993). Fungsi vitamin
E yang ditambahkan dalam bahan pengencer
berfungsi sebagai superoksida dismute dan
peroksidase sehingga dapat menghilangkan anion superoksida dan meminimalkan kerusakan
peroksidatif.
Plasma semen kambing mengandung enzim
fosfolipase A yang bersifat toksik terhadap spermatozoa karena menghidrolisis lesitin dalam kuning
telur menjadi lisolesitin dan asam lemak (Moore,
1985). Tingginya kandungan asam lemak tidak
jenuh pada semen membuat spermatozoa rentan
terhadap peroksidasi dengan kehadiran oksigen
(Maxwell dan Watson, 1987). Menurut Jones dan
Mann (1977) proses peroksidasi merubah struktur
spermatozoa terutama pada bagian akrosom,
kehilangan motilitas, perubahan metabolisme yang
cepat, dan pelepasan komponen intrseluler.
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa
Tabel 1. Hasil Evaluasi Semen Segar Kambing Boer
Penilaian
Ulangan
1
2
Makroskopis
Volume(ml)
Warna
Konsistensi
PH
Bau
Gerakan massa
Gerakan individu(%)
Konsentrasi(106/ml)
Sperma hidup, %
Sperma abnormal,%
10
1,75
Krem
Kental
7
Normal
+++
85
5.632
87,26
4,53
1,5
Krem
Kental
7
Normal
Mikroskopik
+++
95
6.927
93,76
3,26
Rataan
3
4
1,2
Krem
Kental
7
Normal
1,5
Krem
Kental
7
Normal
1,49
----7
---
+++
+++
---
90
4.467
96,78
3,86
90
2.593
85,31
5,69
90
5.154,75
90,77
4,33
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [1] March 2006
Tabel 2. Persentase Motilitas Sermatozoa setelah Pembekuan
Perlakuan (gr/100 ml)
Ulangan (%)
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
1
40,00
45,00
50,00
50,00
60,00
2
45,00
45,00
50,00
60,00
60,00
3
50,00
50,00
55,00
55,00
60,00
Tabel 3. Persentase spermatozoa hidup setelah pembekuan
Perlakuan (gr/100 ml)
Ulangan (%)
1
2
3
0,0
40,33
53,66
53,32
0,1
45,28
53,83
52,76
0,2
49,47
60,34
55,46
0,3
52,34
65,28
60,40
0,4
52,40
64,23
60,76
4
50,00
50,00
55,00
60,00
60,00
4
45,37
60,26
53,46
58,37
63,42
Tabel 4. Persentase Abnormalitas Spermatozoa setelah Pembekuan
Perlakuan (gr/100 ml)
Ulangan(%)
1
2
3
4
0,0
11,32
10,89
12,15
12,47
0,1
10,46
10,26
12,26
12,38
0,2
8,33
8,73
10,46
12,26
0,3
8,26
7,85
10,32
11,84
0,4
8,24
7,46
10,27
11,76
persentase motilitas tertinggi dihasilkan oleh bahan
pengencer yang ditambah vitamin E 0,4 g/100 ml
yaitu sebesar 60,00%, sedangkan motilitas terkecil
dihasilkan pada bahan pengencer tanpa
penambahan vitamin E, yaitu sebesar 46,25%. Hal
ini disebabkan karena pada kontrol tidak terdapat
vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan
sehingga terjadi peroksidasi lipid. Pada saat
proses respirasi pada mitokondria, oksigen terlibat
dalam pembentukan ATP dengan mengikutsertakan
enzim-enzim respirasi. Menurut Siregal (1992),
dalam proses respirasi, oksigen mengalami reduksi
dalam rangkaian elektron transpor di dalam
mitokondria. Proses reduksi oksigen tersebut
dapat menghasilkan radikal bebas dan hidrogen
peroksida sebagai zat antara.
Dosis vitamin E yang diberikan dalam bahan
pengencer semakin tinggi memberikan motilitas
yang semakin baik, hal ini dikarenakan jumlah
superoksida dismute dan peroksidase semakin
banyak seiring dengan penambahan dosis vitamin E, sehingga lebih mampu dalam
mempertahankan motilitas spermatozoa. Hal ini
sesuai pendapat Hammerstedt (1993) bahwa sel
yang memiliki superoksida dismute dan
Total
Rata-rata
(%)
185,00
190,00
210,00
225,00
240,00
46,25
47,50
52,50
56,25
60,00
Jumlah
Rata-rata (%)
191,68
202,13
218,73
236,39
240,81
47,92
50,53
54,68
59,10
60,20
Jumlah
Rata-rata (%)
46,83
45,54
39,78
38,27
37,73
11,71
11,39
9,95
9,57
9,34
peroksidase dalam jumlah yang cukup dapat
menghilangkan anion superoksida dan
meminimalkan kerusakan peroksidasi.
Persentase spermatozoa hidup
Tabel 3 menunjukkan hasil rataan
pengamatan spermatozoa hidup, nilai tertinggi
dihasilkan oleh bahan pengencer yang diberi
vitamin E dengan dosis 0,4 gr/100 ml yaitu sebesar
60,20%, sedangkan persentase spermatozoa hidup
terendah dihasilkan pada bahan pengencer dengan
dosis 0,0 gr/100 ml yaitu sebesar 47,92%.
Hasil analisis ragam menunjukkan
penambahan vitamin E secara sangat nyata (p <
0,01) mampu mempertahankan jumlah spermatozoa hidup. Hasil uji polinomial ortogonal
menunjukkan bahwa semakin besar tingkat
penambahan vitamin E dalam pengencer maka
jumlah spermatozoa yang hidup semakin banyak
dengan persamaan Y = 47,86 + 33,13 X. Setiap
penambahan 0,1 g vitamin E dalam 100 ml
pengencer sitrat kuning telur memberikan
kenaikan sebesar 3,313% spermatozoa hidup,
sedangkan koefesien determinan (R) sebesar 0,99
menunjukkan bahwa persentase spermatozoa
The Frozen Semen Quality of Boer Goat [Alawiyah and Hartono]
11
Ilustrasi 1. Pengaruh Pemberian Vitamin E terhadap Motilitas Spermatozoa Kambing Boer
Ilustrasi 2. Pengaruh pemberian vitamin E terhadap persentase spermatozoa hidup kambing Boer
Ilustrasi 3. Pengaruh Pemberian Vitamin E terhadap Persentase Abnormalitas Spermatozoa Kambing Boer
12
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [1] March 2006
hidup 99% dipengaruhi oleh penambahan vitamin
E. Persentase spermatozoa hidup paling banyak
dihasilkan pada penambahan vitamin E sebesar 0,4
g yaitu sebesar 60,20% dan terendah pada
penambahan vitamin E sebesar 0,0 g yaitu sebesar
47,92%.
Semakin banyak vitamin E yang
ditambahkan maka semakin banyak atom hidrogen
yang dilepaskan sehingga lebih mampu untuk
mencegah terjadinya peroksidasi lipid dengan cara
mentranfer atom hidrogennnya ke radikal peroksil.
Peroksidasi lipid akan menyebabkan kerusakan
struktur dan terganggunya metabolisme spermatozoa yang berakibat spermatozoa mati.
Hasil yang sama dilaporkan oleh Feradis
(1999) yaitu pemberian alfa tokoferol sebesar 0,2
g/100 ml bahan pengencer lebih mampu
mempertahankan jumlah spermatozoa hidup pada
semen domba yang dibekukan dibandingkan
dengan dosis 0,1 g dan 0,0 g.
Persentase abnormalitas spermatozoa
Persentase abnormalitas spermatozoa
setelah pembekuan pada penelitian ini berkisar
antara 9,34% sampai 11,71% sperti pada Tabel 4.
Menurut Hafez (1993) selama abnormalitas spermatozoa belum mencapai 20% dan tidak
melebihinya, maka semen tersebut masih baik
untuk dipakai inseminasi
Hasil analisis ragam menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata (p < 0,01) berarti
penambahan vitamin E dalam pengencer mampu
mempertahankan membran plasma dari kerusakan
sehingga jumlah spermatozoa abnormal tetap kecil.
Hasil uji polinomial ortogonal menunjukkan bahwa
semakin besar tingkat penambahan vitamin E dalam
pengencer maka jumlah spermatozoa yang abnormal semakin kecil dengan persamaan Y = 11,68 6,37 X. Setiap penambahan 0,1 g vitamin E dalam
100 ml pengencer sitrat kuning telur mampu
menurunkan abnormalitas spermatozoa sebesar
0,637%, sedangkan koefesien determinan (R)
sebesar 0,95 menunjukkan bahwa persentase spermatozoa abnormal 95% dipengaruhi oleh
penambahan vitamin E. Persentase abnormalitas
spermatozoa paling kecil dihasilkan pada
penambahan vitamin E sebesar 0,4 g yaitu sebesar
9,34% dan terbesar pada penambahan vitamin E
sebesar 0,0 g yaitu sebesar 11,71%.
Abnormalitas bentuk akrosom dan
membran plasma yang pecah banyak ditemukan
pada spermatozoa yang dibekukan tanpa
penambahan vitamin E dalam bahan pengencer,
hal ini kemungkinan akibat rusaknya membran
plasma spermatozoa karena peroksidasi lipid.
Kondisi ini sesuai dengan pendapat Jones dan
Mann (1977) yang menyatakan proses peroksidasi
akan merubah bagian akrosom spermatozoa.
Penambahan vitamin E akan mampu melindungi
integritas membran plasma sehingga kerusakan
spermatozoa akibat peroksidasi lipid dapat dicegah.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa pemberian vitamin E (α tokoferol) dalam bahan pengencer sitrat kuning
telur berpengaruh sangat nyata mempertahankan
kualitas semen kambing Boer yang dibekukan.
Tingkat penambahan vitamin E 0,4 g/100 ml
pengencer mampu mempertahankan kualitas spermatozoa lebih baik dibandingkan tingkat pemberian
0,0; 0,1; 0,2; 0,3 g/100 ml bahan pengencer sitrat
kuning telur.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis ucapkan
kepada Kepala UPTD IB dan BITKAN dan seluruh
karyawan IPMB Poncowati atas penyediaan
fasilitas dan kerjasama yang baik selama
berlangsungnya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Y. 2002. Motilitas dan Membran Plasma
Utuh Spermatozoa pada Semen Cair
Kemasan Straw Minitub dan Semen Beku
Kambing Saanen dalam Pengencer Tris dan
Laktosa Kuning Telur. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Evans, G. and W.M.C. Maxwell. 1987. Salamons
Artificial Insemination of Sheep and Goats.
Butterworths, London
Feradis. 1999. Penggunaan Antioksidan dalam
Pengencer Semen Beku dan Metode
Sinkronisasi Estrus pada Program
The Frozen Semen Quality of Boer Goat [Alawiyah and Hartono]
13
Inseminasi Buatan pada Domba St.
cronix. Disertasi. Program Pasca
Sarjana Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction In Farm Animals.
Lea Febiger, Philadelphia.
Hammerstedt, R.H. 1993. Maintenance of
bioenergic balance in sperm and prevention of lipid peroxydation. J.Reprod. Fertil.
5 : 675-690.
Jones, R. and T. Mann. 1977. Toxicity of exogenous fatty acid peroxides towards spermatozoa. J.Reprod. Fertil. 50 : 225—260.
Kusno, U. 2002. “Efektivitas Berbagai Dosis αTokoferol dalam Pengencer Tris Kuning
Telur terhadap Motilitas dan Integritas
Membran Plasma Spermatozoa Semen Cair
Domba Garut. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Maxwell, W.M.C., and P.F. Watson. 1987. Recent
progress in the preservation of ram semen.
J.Anim. Reprod. Sci. 42 : 55-65.
Mayes, P.A. 1995. Struktur dan Fungsi Vitamin yang
Larut dalam Lemak. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Moore, N.W. 1985. Manipulation of Reproduction in The Goat. University of
Queenssland, Brisbane.
14
Siregal, P. 1992. Metabolik oksigen radikal bebas
dan kerusakan jaringan. Cermin Dunia
Kedokteran 80 : 112-115.
Steel, R.G.D., dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan
Prosedur Statistika. Alih Bahasa PT
Gramedia, Jakarta (Diterjemahkan oleh B.
Sumantri).
Tejowati, M.R. 1997. Pengaruh Pengenceran
Kuning Telur-Sitrat Glukosa dan Susu Sapi
Segar Serta Waktu Ekuilibrasi 2 dan 6 jam
Terhadap Motilitas Spermatozoa Kambing
Peranakan Etawah Sebelum dan Sesudah
Pembekuan. Skripsi. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan Pada
Ternak. Angkasa, Bandung.
Wagelie, E.G., V.B. Patricia, and R.T. Rojas. 1982.
Procesing technique and storing of murrah
buffalo semen in plastic straw. Nat. Res.
Count. of The Phil. Reseach Bull : 37 (1) :
153-164
Widiastuti, E. 2001. Kualitas Semen Beku Sapi FH
dengan Penambahan Antioksidan Vitamin
C dan E. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Wijaya, A. 1996. Radikal Bebas dan Paramater Status Antioksidan. Forum Diagnostikum no.1.
Laboratorium Klinik Prodia, Jakarta.
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [1] March 2006
Download