PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E DALAM BAHAN PENGENCER SITRAT KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KAMBING BOER [The Effect of Vitamin E in Egg Yolk Citrate Extender on the Frozen Semen Quality of "Boer" Goat ] D. Alawiyah dan M. Hartono Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh vitamin E dalam bahan pengemcer sitrat kuning telur terhadap kualitassemen beku kambing Boer. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, 4 perlakuan dengan 5 dosis vitamin E, yaitu 0; 0,1; 0,2; 0,3; dan 0.4 g/100 ml pengencer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis 0,4 g/100 ml merupakan dosis terbaik untuk mempertahankan kualitas semen beku dengan motilitas 60,00%, 60,20% sel hidup, dan abnormalitas 9,34 %. Kata kunci : frozen semen, vitamin E, extender, quality ABSTRACT The objective of the research was to examine the effect of vitamin E in egg yolk citrate extender on the frozen semen quality of "Boer" goat. A completetely randomized block design with four replication was used with five dosages vitamin E 0.0; 0.1; 0.2; 0.3; and 0.4 g/100ml extender. The results indicate that dosage 0.4 g/100 ml was the best dosage to maintain frozen semen quality on 60.00% of motility, 60.20% live-cells, and 9.34 % of abnormality. Keywords: frozen semen, vitamin E, extender, quality PENDAHULUAN Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan populasi kambing Boer adalah dengan inseminasi buatan (IB). IB merupakan rekayasa teknik mengawinkan ternak secara buatan dengan menyuntikkan semen yang telah diencerkan dengan pengencer tertentu ke dalam saluran reproduksi betina. Dengan IB diharapkan semen dari seekor pejantan dapat digunakan untuk mengawini lebih banyak betina. Program IB akan berhasil dengan baik apabila sperma diproduksi dalam jumlah dan kualitas yang baik (Toelihere, 1993). Agar program IB dapat berkembang, diperlukan sperma beku sehingga sperma yang berasal dari pejantanpejantan unggul dapat disimpan dalam waktu yang lama dan didistribusikan ke berbagai wilayah. 8 Penerapan teknologi IB dengan semen beku pada kambing masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Salah satu penyebab rendahnya angka kebuntingan kambing pada program IB adalah rendahnya kualitas semen beku yang digunakan. Rendahnya kualitas semen kambing disebabkan karena kerusakan membran plasma spermatozoa akibat reaksi peroksidasi lipid oleh radikal bebas yang dihasilkan selama proses metabolisme (Kusno, 2002). Pada plasma semen kambing terdapat enzim fosfolipase A yang disebut sebagai egg-yolk coagulating enzyme yang disekresikan oleh kelenjar bulbourethralis dan bersifat toksik terhadap spermatozoa. Enzim ini dapat menggumpalkan medium yang mengandung kuning telur akibat terjadi hidrolisis lesitin kuning telur menjadi lisolesitin dan asam lemak yang dikatalis oleh enzim tersebut J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [1] March 2006 (Amalia, 2002). Kerentanan membran plasma terhadap kerusakan disebabkan tingginya rasio asam lemak tidak jenuh dalam fosfolipid dan kandungan kolesterol yang rendah. Peroksidasi lipid yang berkepanjangan akan merusak struktur matrik lipid yang menyebabkan ketidakstabilan pada membran dan perubahan pada konsentrasi struktur matrik lipid (Hammerstedt, 1993). Reaksi peroksidasi lipid dapat dihambat dengan penambahan antioksidan, yakni suatu zat yang dapat mengikat senyawa radikal bebas (Wijaya, 1996). Salah satu antioksidan yang telah digunakan adalah vitamin E atau αtokoferol. Vitamin E mempunyai kemampuan memutuskan berbagai rantai reaksi radikal bebas sebagai akibat kemampuannya memindahkan hidrogen fenolat pada radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi (Mayes, 1995). Penambahan vitamin E dengan dosis 1, 2, dan 4 mg/cc dalam pengencer sitrat kuning telur menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap motilitas dan keutuhan membran plasma sperma dan pada penambahan vitamin E dengan dosis 4 mg/cc memberikan efek toksik (Widiastuti, 2001). Berbeda dengan laporan Feradis (1999), penambahan dosis 0,2 gr α tokoferol dalam 100 ml pengencer menghasilkan kualitas semen beku domba yang lebih baik dibandingkan dengan dosis 0,1 g. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan semen kambing yang dikoleksi dari satu ekor kambing Boer berumur ± 2 tahun, satu betina dewasa pemancing, pengencer semen (tris amino methan, citric acid, fruktosa, kuning telur, aquades, streptomisin, penisilin, gliserol), pewarna eosin 2%, NaCl 0,9%, gliserol, α-tokoferol, nitrogen cair, vaselin, alkohol 70%, dan air. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: satu set vagina buatan kambing, kontainer, mikroskop, spektrofotometer, termometer, termos, gelas obyek dan penutup, tabung Eppendorf, labu erlenmeyer, beker glass, counter number, gelas ukur, timbangan Ohauss, lemari es, pengaduk, kertas saring, kertas lakmus, pipet hisap, pipet ukur, dan tabung reaksi. Pada penelitian ini rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan dosis vitamin E dan 4 kelompok waktu koleksi, yaitu: P1 = pengencer sitrat kuning telur tanpa α tokoferol; P2 = pengencer sitrat kuning telur + 0,1 gram α tokoferol per 100 ml; P3 = pengencer sitrat kuning telur + 0,2 gram α tokoferol per 100 ml; P4 = pengencer sitrat kuning telur + 0,3 gram α tokoferol per 100 ml; P5 = pengencer sitrat kuning telur + 0,4 gram α tokoferol per 100 ml. Penampungan semen dilakukan dengan metode vagina buatan (Toelihere, 1993). Volume semen yang didapat dibagi menjadi lima bagian, selanjutnya diencerkan dengan pengencer yang telah disiapkan, kemudian dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf dan disimpan dalam lemari es dengan suhu konstan (5oC) selama 6 jam untuk ekuilibrasi (Tejowati, 1997). Setelah equilibrasi, semen dalam tabung Eppendrof dimasukkan ke dalam kontainer nitrogen cair untuk dibekukan. Pembekuan dilakukan secara bertahap supaya tidak terjadi perubahan temperatur yang terlalu ekstrim bagi spermatozoa. Pembekuan meliputi empat tahapan (masing-masing 5 menit), yaitu berada dalam uap nitrogen cair pada leher kontainer, sedikit di bawah leher kontainer (temperatur –180oC), kemudian pada pertengahan kontainer (temperatur –188oC) dan selanjutnya diturunkan sampai menyentuh permukaan nitrogen cair (temperatur –196 o C) kemudian dibenamkan, tahapan pembekuan ini memerlukan waktu 20 menit (Wagelie et al., 1982). Pencairan kembali semen yang telah dibekukan dilakukan setelah 30 menit berada dalam kontainer dengan cara mencelupkan tabung Appendorf ke dalam air bersuhu 40oC selama 30 detik kemudian dikeringkan dan dipanaskan dalam genggaman selama 30 detik dan dievaluasi (Wagelie et al., 1982) Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah motilitas, persentase spermatozoa hidup, dan persentase spermatozoa abnormal. Data yang diperoleh pada penelitian akan dianalisis ragam pada taraf nyata 5 dan atau 1%, serta dilanjutkan uji polynomial orthogonal (Steel dan Torrie,1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum dilakukan pengenceran, semen dievaluasi untuk mengetahui kualitas semen dalam The Frozen Semen Quality of Boer Goat [Alawiyah and Hartono] 9 keadaan segar. Setelah pemeriksaan didapatkan hasil pada Tabel 1, yang menunjukkan bahwa semen kambing dalam keadaan yang baik untuk dilakukan proses selanjutnya. Motilitas spermatozoa Data hasil penelitian menunjukkan bahwa semen beku yang berasal dari seluruh penelitian masih memenuhi syarat untuk disimpan dan diinseminasikan, dengan nilai motilitas spermatozoa berkisar antara 46,25—60,00% (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan pendapat Evans dan Maxwell (1987), yang menyatakan bahwa semen beku yang dapat disimpan dan digunakan untuk IB harus mempunyai persentase motilitas yang tidak kurang dari 40% pasca pencairan kembali. Hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01) bahwa penambahan vitamin E mampu mempertahankan motilitas spermatozoa. Dari hasil uji polinominal orthogonal (Ilustrasi 1) dapat dilihat bahwa semakin besar dosis vitamin E yang diberikan motilitas spermatozoa semakin tinggi, dengan persamaan grafik liniernya Y= 42,25 + 36,25X yang berarti setiap penambahan dosis vitamin E sebesar 0,1 gr/100 ml bahan pengencer sitrat kuning telur meningkatkan motilitas spermatozoa sebesar 3,625%, dengan koefisien determinan (R) sebesar 0,99 menunjukkan bahwa persentase motilitas 99% dipengaruhi oleh penambahan vitamin E. Hasil penelitian ini sama seperti yang dilaporkan oleh Feradis (1999) yaitu pemberian dosis α tokoferol sebesar 0,2 g/100 ml bahan pengencer mampu mempertahankan motilitas spermatozoa domba yang dibekukan lebih tinggi dibandingkan dengan dosis 0,1 g dan 0,0 g. Semakin banyak vitamin E yang ditambahkan dalam pengencer maka motilitas spermatozoa semakin baik karena proses peroksidsi lipid yang terjadi dihambat dengan adanya vitamin E dengan cara mentranfer atom hidrogennya ke radikal peroksil (Feradis, 1999). Pada saat metabolisme aerob yang tergantung pada elektron bebas menghasilkan ATP (reaksi ini merupakan metabolisme yang baik). Reaksi elektron ini dengan oksigen dapat menghasilkan anion superoksida yang bila bereaksi lagi dengan molekul oksigen dapat menyebabkan kerusakan sel (reaksi ini merupakan reaksi yang jelek dan dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan seperti semula). Sel yang memiliki superoksida dismute dan peroksidase dalam jumlah yang cukup dapat menghilangkan anion superoksida dan meminimalkan kerusakan peroksidatif (Hammerstedt, 1993). Fungsi vitamin E yang ditambahkan dalam bahan pengencer berfungsi sebagai superoksida dismute dan peroksidase sehingga dapat menghilangkan anion superoksida dan meminimalkan kerusakan peroksidatif. Plasma semen kambing mengandung enzim fosfolipase A yang bersifat toksik terhadap spermatozoa karena menghidrolisis lesitin dalam kuning telur menjadi lisolesitin dan asam lemak (Moore, 1985). Tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh pada semen membuat spermatozoa rentan terhadap peroksidasi dengan kehadiran oksigen (Maxwell dan Watson, 1987). Menurut Jones dan Mann (1977) proses peroksidasi merubah struktur spermatozoa terutama pada bagian akrosom, kehilangan motilitas, perubahan metabolisme yang cepat, dan pelepasan komponen intrseluler. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa Tabel 1. Hasil Evaluasi Semen Segar Kambing Boer Penilaian Ulangan 1 2 Makroskopis Volume(ml) Warna Konsistensi PH Bau Gerakan massa Gerakan individu(%) Konsentrasi(106/ml) Sperma hidup, % Sperma abnormal,% 10 1,75 Krem Kental 7 Normal +++ 85 5.632 87,26 4,53 1,5 Krem Kental 7 Normal Mikroskopik +++ 95 6.927 93,76 3,26 Rataan 3 4 1,2 Krem Kental 7 Normal 1,5 Krem Kental 7 Normal 1,49 ----7 --- +++ +++ --- 90 4.467 96,78 3,86 90 2.593 85,31 5,69 90 5.154,75 90,77 4,33 J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [1] March 2006 Tabel 2. Persentase Motilitas Sermatozoa setelah Pembekuan Perlakuan (gr/100 ml) Ulangan (%) 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 1 40,00 45,00 50,00 50,00 60,00 2 45,00 45,00 50,00 60,00 60,00 3 50,00 50,00 55,00 55,00 60,00 Tabel 3. Persentase spermatozoa hidup setelah pembekuan Perlakuan (gr/100 ml) Ulangan (%) 1 2 3 0,0 40,33 53,66 53,32 0,1 45,28 53,83 52,76 0,2 49,47 60,34 55,46 0,3 52,34 65,28 60,40 0,4 52,40 64,23 60,76 4 50,00 50,00 55,00 60,00 60,00 4 45,37 60,26 53,46 58,37 63,42 Tabel 4. Persentase Abnormalitas Spermatozoa setelah Pembekuan Perlakuan (gr/100 ml) Ulangan(%) 1 2 3 4 0,0 11,32 10,89 12,15 12,47 0,1 10,46 10,26 12,26 12,38 0,2 8,33 8,73 10,46 12,26 0,3 8,26 7,85 10,32 11,84 0,4 8,24 7,46 10,27 11,76 persentase motilitas tertinggi dihasilkan oleh bahan pengencer yang ditambah vitamin E 0,4 g/100 ml yaitu sebesar 60,00%, sedangkan motilitas terkecil dihasilkan pada bahan pengencer tanpa penambahan vitamin E, yaitu sebesar 46,25%. Hal ini disebabkan karena pada kontrol tidak terdapat vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan sehingga terjadi peroksidasi lipid. Pada saat proses respirasi pada mitokondria, oksigen terlibat dalam pembentukan ATP dengan mengikutsertakan enzim-enzim respirasi. Menurut Siregal (1992), dalam proses respirasi, oksigen mengalami reduksi dalam rangkaian elektron transpor di dalam mitokondria. Proses reduksi oksigen tersebut dapat menghasilkan radikal bebas dan hidrogen peroksida sebagai zat antara. Dosis vitamin E yang diberikan dalam bahan pengencer semakin tinggi memberikan motilitas yang semakin baik, hal ini dikarenakan jumlah superoksida dismute dan peroksidase semakin banyak seiring dengan penambahan dosis vitamin E, sehingga lebih mampu dalam mempertahankan motilitas spermatozoa. Hal ini sesuai pendapat Hammerstedt (1993) bahwa sel yang memiliki superoksida dismute dan Total Rata-rata (%) 185,00 190,00 210,00 225,00 240,00 46,25 47,50 52,50 56,25 60,00 Jumlah Rata-rata (%) 191,68 202,13 218,73 236,39 240,81 47,92 50,53 54,68 59,10 60,20 Jumlah Rata-rata (%) 46,83 45,54 39,78 38,27 37,73 11,71 11,39 9,95 9,57 9,34 peroksidase dalam jumlah yang cukup dapat menghilangkan anion superoksida dan meminimalkan kerusakan peroksidasi. Persentase spermatozoa hidup Tabel 3 menunjukkan hasil rataan pengamatan spermatozoa hidup, nilai tertinggi dihasilkan oleh bahan pengencer yang diberi vitamin E dengan dosis 0,4 gr/100 ml yaitu sebesar 60,20%, sedangkan persentase spermatozoa hidup terendah dihasilkan pada bahan pengencer dengan dosis 0,0 gr/100 ml yaitu sebesar 47,92%. Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan vitamin E secara sangat nyata (p < 0,01) mampu mempertahankan jumlah spermatozoa hidup. Hasil uji polinomial ortogonal menunjukkan bahwa semakin besar tingkat penambahan vitamin E dalam pengencer maka jumlah spermatozoa yang hidup semakin banyak dengan persamaan Y = 47,86 + 33,13 X. Setiap penambahan 0,1 g vitamin E dalam 100 ml pengencer sitrat kuning telur memberikan kenaikan sebesar 3,313% spermatozoa hidup, sedangkan koefesien determinan (R) sebesar 0,99 menunjukkan bahwa persentase spermatozoa The Frozen Semen Quality of Boer Goat [Alawiyah and Hartono] 11 Ilustrasi 1. Pengaruh Pemberian Vitamin E terhadap Motilitas Spermatozoa Kambing Boer Ilustrasi 2. Pengaruh pemberian vitamin E terhadap persentase spermatozoa hidup kambing Boer Ilustrasi 3. Pengaruh Pemberian Vitamin E terhadap Persentase Abnormalitas Spermatozoa Kambing Boer 12 J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [1] March 2006 hidup 99% dipengaruhi oleh penambahan vitamin E. Persentase spermatozoa hidup paling banyak dihasilkan pada penambahan vitamin E sebesar 0,4 g yaitu sebesar 60,20% dan terendah pada penambahan vitamin E sebesar 0,0 g yaitu sebesar 47,92%. Semakin banyak vitamin E yang ditambahkan maka semakin banyak atom hidrogen yang dilepaskan sehingga lebih mampu untuk mencegah terjadinya peroksidasi lipid dengan cara mentranfer atom hidrogennnya ke radikal peroksil. Peroksidasi lipid akan menyebabkan kerusakan struktur dan terganggunya metabolisme spermatozoa yang berakibat spermatozoa mati. Hasil yang sama dilaporkan oleh Feradis (1999) yaitu pemberian alfa tokoferol sebesar 0,2 g/100 ml bahan pengencer lebih mampu mempertahankan jumlah spermatozoa hidup pada semen domba yang dibekukan dibandingkan dengan dosis 0,1 g dan 0,0 g. Persentase abnormalitas spermatozoa Persentase abnormalitas spermatozoa setelah pembekuan pada penelitian ini berkisar antara 9,34% sampai 11,71% sperti pada Tabel 4. Menurut Hafez (1993) selama abnormalitas spermatozoa belum mencapai 20% dan tidak melebihinya, maka semen tersebut masih baik untuk dipakai inseminasi Hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p < 0,01) berarti penambahan vitamin E dalam pengencer mampu mempertahankan membran plasma dari kerusakan sehingga jumlah spermatozoa abnormal tetap kecil. Hasil uji polinomial ortogonal menunjukkan bahwa semakin besar tingkat penambahan vitamin E dalam pengencer maka jumlah spermatozoa yang abnormal semakin kecil dengan persamaan Y = 11,68 6,37 X. Setiap penambahan 0,1 g vitamin E dalam 100 ml pengencer sitrat kuning telur mampu menurunkan abnormalitas spermatozoa sebesar 0,637%, sedangkan koefesien determinan (R) sebesar 0,95 menunjukkan bahwa persentase spermatozoa abnormal 95% dipengaruhi oleh penambahan vitamin E. Persentase abnormalitas spermatozoa paling kecil dihasilkan pada penambahan vitamin E sebesar 0,4 g yaitu sebesar 9,34% dan terbesar pada penambahan vitamin E sebesar 0,0 g yaitu sebesar 11,71%. Abnormalitas bentuk akrosom dan membran plasma yang pecah banyak ditemukan pada spermatozoa yang dibekukan tanpa penambahan vitamin E dalam bahan pengencer, hal ini kemungkinan akibat rusaknya membran plasma spermatozoa karena peroksidasi lipid. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Jones dan Mann (1977) yang menyatakan proses peroksidasi akan merubah bagian akrosom spermatozoa. Penambahan vitamin E akan mampu melindungi integritas membran plasma sehingga kerusakan spermatozoa akibat peroksidasi lipid dapat dicegah. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian vitamin E (α tokoferol) dalam bahan pengencer sitrat kuning telur berpengaruh sangat nyata mempertahankan kualitas semen kambing Boer yang dibekukan. Tingkat penambahan vitamin E 0,4 g/100 ml pengencer mampu mempertahankan kualitas spermatozoa lebih baik dibandingkan tingkat pemberian 0,0; 0,1; 0,2; 0,3 g/100 ml bahan pengencer sitrat kuning telur. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala UPTD IB dan BITKAN dan seluruh karyawan IPMB Poncowati atas penyediaan fasilitas dan kerjasama yang baik selama berlangsungnya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Amalia, Y. 2002. Motilitas dan Membran Plasma Utuh Spermatozoa pada Semen Cair Kemasan Straw Minitub dan Semen Beku Kambing Saanen dalam Pengencer Tris dan Laktosa Kuning Telur. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Evans, G. and W.M.C. Maxwell. 1987. Salamons Artificial Insemination of Sheep and Goats. Butterworths, London Feradis. 1999. Penggunaan Antioksidan dalam Pengencer Semen Beku dan Metode Sinkronisasi Estrus pada Program The Frozen Semen Quality of Boer Goat [Alawiyah and Hartono] 13 Inseminasi Buatan pada Domba St. cronix. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction In Farm Animals. Lea Febiger, Philadelphia. Hammerstedt, R.H. 1993. Maintenance of bioenergic balance in sperm and prevention of lipid peroxydation. J.Reprod. Fertil. 5 : 675-690. Jones, R. and T. Mann. 1977. Toxicity of exogenous fatty acid peroxides towards spermatozoa. J.Reprod. Fertil. 50 : 225—260. Kusno, U. 2002. “Efektivitas Berbagai Dosis αTokoferol dalam Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Motilitas dan Integritas Membran Plasma Spermatozoa Semen Cair Domba Garut. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Maxwell, W.M.C., and P.F. Watson. 1987. Recent progress in the preservation of ram semen. J.Anim. Reprod. Sci. 42 : 55-65. Mayes, P.A. 1995. Struktur dan Fungsi Vitamin yang Larut dalam Lemak. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Moore, N.W. 1985. Manipulation of Reproduction in The Goat. University of Queenssland, Brisbane. 14 Siregal, P. 1992. Metabolik oksigen radikal bebas dan kerusakan jaringan. Cermin Dunia Kedokteran 80 : 112-115. Steel, R.G.D., dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Alih Bahasa PT Gramedia, Jakarta (Diterjemahkan oleh B. Sumantri). Tejowati, M.R. 1997. Pengaruh Pengenceran Kuning Telur-Sitrat Glukosa dan Susu Sapi Segar Serta Waktu Ekuilibrasi 2 dan 6 jam Terhadap Motilitas Spermatozoa Kambing Peranakan Etawah Sebelum dan Sesudah Pembekuan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa, Bandung. Wagelie, E.G., V.B. Patricia, and R.T. Rojas. 1982. Procesing technique and storing of murrah buffalo semen in plastic straw. Nat. Res. Count. of The Phil. Reseach Bull : 37 (1) : 153-164 Widiastuti, E. 2001. Kualitas Semen Beku Sapi FH dengan Penambahan Antioksidan Vitamin C dan E. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wijaya, A. 1996. Radikal Bebas dan Paramater Status Antioksidan. Forum Diagnostikum no.1. Laboratorium Klinik Prodia, Jakarta. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [1] March 2006