Pujiyana, Mewujudkan Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran yang Efektif Mewujudkan Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran Yang Efektif Pujiyana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjen Sujono Humardani No1. Sukoharjo 57521, Telp. +62-0271-593156, Fax. +620271-591065 Abstrak Seorang guru yang profesional harus memiliki 4 kemampuan dasar, yaitu : (1) kemampuan untuk berkomunikasi, yaitu suatu kemampuan dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, (2) kemampuan berkolaborasi, yaitu suatu kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak terkait dalam meningkatkan mutu pembelajaran, (3) kemampuan teknologi, kemampuan teknologi ini adalah suatu kemampuan dalam menggunakan perangkat teknologi informasi dalam pembelajaran dan yang ke (4) kemampuan untuk mengevaluasi, berupa suatu kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap pencapaian hasil belajar siswa. Guru yang profesional juga harus memiliki 4 komponen penting, yaitu : (1) basis pengetahuan, (2) pedagogik, (3) kepemimpinan, dan (4) personal attributes. Untuk melengkapi keprofesionalan tersebut beberapa program sertifikasi pendidik mutlak diperlukan. Kata-kata kunci : Profesionalisme Guru dan Pembelajaran yang Efektif. Pendahuluan Dalam sejumlah isu global Indonesia menempati posisi daya saing yang rendah. Tahun 2004 daya saing Indonesia berada di urutan 58 dari 60 negara, jauh dari negaranegara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Jepang. Demikian juga dalam hal keahlian dibidang Sains dan Matematika, pemecahan masalah dan membaca (2004) berada di urutan 38 (di bawah Thailand dan Satu angka di atas Tunisia) dari 39 negara. Dalam indeks pencapaian teknologi, Indonesia menempati peringkat 60 dari 63 negara. Indonesia masih merupakan konsumen teknologi, bukan penghasil teknologi. Keadaan yang tidak jauh berbeda juga dapat kita lihat pada indeks pengembangan sumber daya manusia (SDM). Pada tahun 2003–2005 dari 177 negara, Indonesia menempati peringkat 110 (di bawah peringkat negeri Jiran: Malaysia 61). Berkenaan dengan kondisi tcrsebut diperlukan percepatan daya saing bangsa melalui pendidikan. Mutu pendidikan secara berencana harus ditingkatkan diakui oleh Sekretaris Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan bahwa pendidikan kita cenderung menghasilkan lulusan yang kurang mampu bersaing di pasar kerja. Kekuatan dan talenta dari masing-masing individu peserta didik kurang mendapatkan perhatian sehingga tingginya tingkat pendidikan tidak mampu melahirkan jiwa Enterpreunership dan cenderung ingin menjadi pegawai khususnya pegawai negeri sipil (PNS). Bidang-bidang Entrepreunership justru cenderung dikuasai oleh mereka yang berpendidikan rendah. Oleh karena itu, kedepan diperlukan pendidikan dengan pendekatan kekuatan dan talenta dengan tetap tertumpu pada potensi lokal. Guru sebagai suatu subsistem pendidikan perlu terus diberdayakan dan ditingkatkan kompetensinya perlu disadari dan diyakini bahwa guru merupakan kunci WIDYATAMA PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 66 No.1/Volume 19/2010 WIDYATAMA utama dalam pencapaian mutu pendidikan. Di tangan guru-guru yang profesional, siswa akan memiliki akses untuk lebih berkembang dan mampu mengaktualisasikan potensi dan kemampuan dirinya. Diamanatkan dalam Pasal 1 UU No. 14 Th 2005 bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah. Ditegaskan dalam Pasal 4 UU No. 14 Th 2005, dalam kedudukannya sebagai tenaga profesional guru befungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sesuai dengan tugas mulia yang dipikulkan dan diemban tersebut tidak berlebihan jika dikatakan bahwa guru berperan dalam menentukan masa depan bangsa. No teacher no education. Sejalan dengan kedudukan dan fungsinya guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmam dan rohani, serta memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 1 UU No. 14 Th 2005). Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan bagi guru adalah program sarjana atau diploma empat. 1. Mutu Pendidikan Kita Mengapa mutu pendidkan kita masih rendah? Apakah karena jumlah jam pelajaran di sekolah-sekolah kita yang masih kurang sebagaimana sering dikeluhkan banyak guru dan karenanya mereka perlu menambah jam pelajaran dengan segenap labelnya. Jika kita mau jujur sebenarnya persoalannya bukan itu. Sebagai ilustrasi, Rohmah (2007: 3) membandingkan total waktu pelajaran di SMP untuk Indonesia terbanyak (1071 jam per tingkat) dibandingkan dengan Korea yang hanya 963 jam, Jepang, 875 jam dan China 936 untuk kelas 1 dan 853 untuk kelas dua dan tiga. Jika demikian, apa penyebabnya? Sejumlah faktor dapat dikemukakan untuk menjelaskan fenomena rendahnya mutu pendidikan tersebut. Pendidikan lebih berorientasi pada pengembangan intelegensi akademik (membuat manusia pintar) dan kurang memperhatikan terbentuknya manusia yang berbudaya. Pendidikan cenderung direduksi sebagai proses untuk lulus dan sebagai akibat praktik pendidikan kurang memperhatikan aspek pemberdayaan. Selain belum mantapnya sistem dan sudah pasti berimplikasi pada pelaksanaan pendidikan, kesenjangan besar terlihat dalam kondisi guru. Di Jawa Tengah misalnya saat ini guru yang belum berkualifikasi akademik sarjana atau diploma empat untuk SD (140.752 orang), SMP (20.498 orang), SMA (4.848 orang) dan SLB (662 orang). Dengan demikian guru di Jawa Tengah yang belum sarjana atau diploma empat berjumlah 169.743 orang dari total guru 292.723 orang. Melalui uji komptensi pada aspek penguasaan materi akademis maupun kurikulum lebih dari 80% guru belum mampu mencapai standar minimal yang ditetapkan (7,0). Uji kompetensi ranah kognitif terhadap guru SD maupun SMP secara nasional yang dilaksanakan oleh Dittendik Ditjen Dikdasmen Depdiknas pada tahun 2004 diketahui rata-rata kompetensi mereka masih tergolong rendah (untuk guru SD di bawah 50%, sedangkan guru SMP dibawah 60%). Rerata tingkat penguasaan substansi materi tersebut menggambarkan betapa rendahnya kognitif para guru. Karena tidak mengherankan jika pembelajaran di sekolah kurang bermutu akibatnya kualitas pendidikan memprihatinkan dan berdampak buruk terhadap mutu SDM Indonesia. Dengan kondisi guru sebagaimana diilustrasikan di atas dan juga tingkat kesejahteraan guru yang kurang baik serta masih adanya kekurangan yang lain (kurangnya buku dan fasilitas) cukup sulit untuk dapat mewujudkan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu diperlukan upaya terus menerus dan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu 67 WIDYATAMA PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com Pujiyana, Mewujudkan Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran yang Efektif pendidik. Namun demikian perlu diingat bahwa pendidik hanyalah satu variabel dalam pendidikan. Selain pendidik, terdapat tenaga kependidikan yang keberadaannya sangat diperlukan demi kelancaran proses pendidikan. Oleh karena itu, selain upaya peningkatan kemampuan profesional pendidik secara simultan perlu pula ditingkatkan kemampuan profesional tenaga kependidikan berdasarkan standar layanan minimal pendidikan. 2. Pengembangan Profesionalisme Guru Adanya penilaian tentang belum profesionalnya guru harus diakui dan hendaknya ditanggapi secara bijak baik oleh guru itu sendiri, institusi penghasil guru (LPTK) pemerintah maupun pengguna. Penilaian atau kritik itu hendaknya dapat dijadikan sebagai bahan refleksi serta dijadikan tantangan untuk memecut semangat dalam mewujudkan profesionalisme guru. Profesionalisme guru merupakan suatu keharusan sebab tanpa profesionalisasi perwujudan guru profesional sulit dicapai. Guru profesional adalah guru yang bekerja secara otonom (bebas tetapi sesuai keahlian dan mandiri). Untuk mengabdikan diri pada pengguna jasa (negara dan masyarakat) dengan disertai tanggung jawab atas kemampuan profesionalismenya sebagai penyandang suatu profesi. Untuk itu dibutuhkan profesionalisasi, yaitu proses peningkatan kualifikasi atau kompetensi bagi penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal yang ditetapkan profesinya. Sudarwan Danim (2002 :25-32) menjelaskan tiga pendekatan profesionalisasi profesi meliputi: (a) Pendekatan karakteristik (the treat approach) yang memfokuskan pada profesi memiliki seperangkat elemen antara lain : kemampuan intelektual diperoleh dari pendidikan tinggi, memiliki pengetahuan spesialisasi, memiliki pengetahuan dan teknis yang dapat di komunikasikan, kemandirian, kode etik dan sistem upah serta budaya professional. (b) Pendekatan institusionat (the institusional approach). Memandang profesi dari sudut pandang proses institusional atau perkembangan asosiasional. (c) Pendekatan legalistik (the legalistik approach) menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi oleh negara atau pemerintah. Pengakuan terhadap profesi dapat ditempuh melalui tahapan registrasi, sertifikasi dan lisensi. Profesionalisasi tenaga pendidik (guru) pada dasarnya dapat dilaksanakan dalam dua jenis pendidikan. Pertarna. Pendidikan prajabatan yang menjadi tugas LPTK untuk mempersiapkan mahasiswanya dalam meniti karier di bidang pendidikan. Kedua, pendidikan dalam jabatan yang terwujud dalam bentuk pelatihan-pelatihan dan pengembangan yang dapat dilakukan oleh institusi pemerintah maupun organisasi profesi. Menurut Ibrahim Bafadal (2004: 41-63), secara teknis profesionalisasi guru dapat dilaksanakan melalui beberapa cara. Pertama, Supervisi, yaitu layanan bantuan profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas mengelola proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Kedua, Sertifikasi guru merupakan layanan penyesuaian kualifikasi pendidikan guru agar relevan dengan bidang tugas yang digelutinya. Ketiga, Tugas belajar diberikan kepada guru untuk menyesuaikan kualifikasi pendidikan yang diisyaratkan dan meningkatkan kualifikasi pendidikan. Keempat, pemberdayaan forum gugus, MGMP berupa peningkatan profesionalisasi melalui curah pendapat (brain storming) maupun monitoring berkala. Sementara itu, dalam upaya memberdayakan guru di Indonesia untuk meningkatkan kualitas profesional, Bappenas-Depdiknas merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: (a) Dalam pembinaan mutu guru melalui pendidikan dalam jabatan, penekanan WIDYATAMA PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 68 No.1/Volume 19/2010 WIDYATAMA diberikan pada kemampuan guru agar dapat meningkatkan efektivitas mengajarnya, mengatasi persoalan praktis dalam pengelolaam PBM, dan meningkatkan kepekaan terhadap perbedaan individual siswa. (b) Pelatihan kepekaan para guru terhadap latar belakang peserta didik yang beragam ter treat utama pada pendidikan dasar sebagai konsekuensi terbukanya akses peserta didik terhadap sekolah. Selanjutnya, setiap usaha peningkatan kemampuan guru harus diupayakan melalui: (a) Memberi kesempatan kepada guru untuk menempuh pendidikan lanjutan atas biaya pemerintah, masyarakat atau biaya mandiri. (b) Kerja sama antar instansi pemakai dan penghasil guru lebih ditingkatkan dalam rangka pendidikan prajabatan dan dalam jabatan. (c) Program-program penataran dan pelatihan yang diikuti para guru ditata kembali sehingga lebih sesuai dengan kebutuhan mereka. (d) Wadah-wadah pembinaan guru dalam bentuk MGMP. MGB lebih diberdayakan peran dan kontribusinya dalam pembinaan guru. Selanjutnya bagan perhatikan Gambar 1. Menurut UU No. 14' Tahun 2005, kualifikasi pendidikan guru perlu ditingkatkan. Untuk guru SD pendidikan minimal sarjana atau diploma empat dan guru SMP yang telah berijazah S1 dan berakta IV perlu ditingkatkan lagi kualifikasinya. Bagi guru yang telah memiliki kualifikasi pendidikan yang telah dipersyaratkan, serta ketentuan-ketentuan lainnya dapat melaksanakan uji Sertifikasi. Sertifikasi Pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Guru Berprestasi Guru Berdedikasi Studi Lanjut Bantuan Peneliian Tunjangan Khusus Dan Sejenisnya Beasiswa/ Stimulan Sertifikasi Pendidik Sesuai Kep Menpan 0123/U/2001 Pengangkatan Penempatan PNS Guru Lulus Penghargaan Prestasi Tidak Lulus Kualifikasi Pendidikan Belum Sesuai Kep Menpan 0123/U/2001 Peningkatan Kompetensi Sertifikasi Pendidik Bintek Workshop Pelatihan Pendampingan Gambar 1. Alur Guru yang Berprestasi Sertifikasi dilaksanakan secara obyektif, transparan, dan akuntabel. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah pemerintah perlu menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik. Dalam kondisi sekarang, dana yang disediakan itu dapat berupa pemberian beasiswa atau stimulan. 69 WIDYATAMA PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com Pujiyana, Mewujudkan Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran yang Efektif Guru yang tidak lulus dalam uji sertifikasi pendidik perlu ditingkatkan kompetensinya melalui kegiatan bimbingan teknis, workshop, pelatihan, dan pendampingan. Peningkatan kompetensi perlu dilakukan secara terpadu antar lembaga terkait serta perlu disinergikan dengan upaya yang dilakukan oleh LPTK. Komponen paedagogi, kepribadian, profesional, maupun kompetensi sosial yang perlu ditingkatkan. Bagi guru yang telah mampu menunjukkan prestasinya perlu diberi penghargaan, yang berupa guru berprestasi, guru berdedikasi, beasiswa untuk studi lanjut, hibah atau bantuan penelitian, tunjangan khusus dan sebagainya. Tunjangan itu diberikan secara berkala. Membangun profesionalisme guru bukanlah pekerjaan sederhana. Tidak cukup dengan langkah-langkah teknis saja tetapi menuntut adanya konsep terencana serta strategi aksi yang melibatkan banyak pihak. 3. Guru Profesional Kata profesi secara umum sering diartikan bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan dan keahlian. Berdasarkan pengertian itu kata profesional bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk melakukannya. Jika demikian, apakah mengajar dapat dikatakan sebagai sebuah profesi. Terhadap pertanyaan ini ternyata belum ada kesepakatan jawaban. Sebagian guru percaya bahwa mengajar merupakan sebuah profesi dan sebagian lainnya memandang bahwa mengajar bukanlah sebuah profesi. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, terutama setelah disahkan UU No. 14 tentang Guru dan Dosen, kata profesional berarti pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang, menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Bahkan ditegaskan pada pasal 7, profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas sebagai berikut: (a) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisms; (b) memilikin komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang, tugas; (d) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (e) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (f) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (g) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (h) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (i) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesian guru. Berbeda dengan apa yang digariskan oleh Undang-Undang di atas, secara empiris pemaknaan kata profesi tampaknya masih kabur. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran, kita sering mengatakan bahwa mengajar merupakan sebuah profesi dan konsekuensinya guru adalah profesional. Namun, dalam kenyataannya, banyak kita temukan kegiatan mengajar dan mendidik dilakukan oleh orang-orang yang tidak secara khusus dipersiapkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Ironinya, kita sudah terbiasa dan bahkan menerima pandangan bahwa mengajar adalah sebuah profesi. Meskipun baru sebatas untaian kalimat manis dalam Undang-Undang, kita perlu bersyukur bahwa pada akhirnnya terminologi profesional, khususnya dalam bidang pendidikan, memperoleh kepastian pemaknaan. Kirannya masih harus dilalui jalan panjang nan berliku untuk sampai pada implementasi undang-undang itu dan kita tidak WIDYATAMA PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 70 No.1/Volume 19/2010 WIDYATAMA lagi dijejali dan disesaki dengan konsep-konsep kosong serta regulasi yang ompong, tetapi kita dihadapkan pada praktek pendidikan yang mendasarkan pada norma yang ada, dan ini semua tentu membutuhkan political will dari pemerintah serta komitmen semua pihak yang terlibat dalam pendidikan. Mengajar atau mendidik adalah sebuah profesi dan karenanya guru adalah kelompok profesional. Dalam hubungan ini, pendapat Ornstein dan Levine dalam buku yang ditulis oleh Soetjipto (1999: 15-16) tentang karakteristik profesi yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Penghargaan terhadap pelayanan publik, memiliki komitmen terhadap karier. (2) Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki. (3) Aplikasi teori kepada praktik. (4) Jangka waktu pelatihan khusus. (5) Otonomi dalam pengambilan keputusan. (6) Pertanggung jawaban atas penilaian yang dibuat dan kinerjannya. (7) Memiliki komitmen terhadap pekerjaan dan pelayanan. (8) Memerlukan administratror untuk memfasilitasi pekerjaan professional. (9) Adanya organisasi yang mengatur anggota profesi. (10) Asosiasi profesional untuk memberi penghargaan atas prestasi individual. (11) Memiliki prestise dan kedudukan ekonomi yang lebih tinggi. Profesionalisme bukanlah sesuatu yang sudah jadi, melainkan sesuatu yang berproses. Oleh karena itu guru tidak boleh terjebak dan masuk dalam situasi yang cepat berpuas diri. Untuk menjadi scorang yang profesional guru harus terus menerus melakukan pengembaraan dalam dunia keilmuan dan tidak henti-hentinya belajar dari kenyataan hidup. Guru senantiasa belajar untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan kemampuan dirinya. Guru diharapkan memiliki kemampuan prediksi ke depan, memiliki kepekaan terhadap hal-hal futuristik dan mampu menangkap tanda-tanda zaman. Hal-hal demikian sangat kita butuhkan karena kurikulum kita (KTSP) bersifat deservikatif, lentur dan terbuka. Dengan kemampuannya guru dapat mengembangkan pembelajaran inovatif dan bermakna. Perwujudan profesionalisme juga menuntut kemampuan reflektif. Guru dituntut mampu merefleksikan semua tindakan untuk melihat dengan jujur kelebihan dan kekurangannya. Hasil refleksi tersebut dapat dijadikan pijakan bagi upaya dalam merencanakan dan melakukan pengembangan profesionalisme diri. 4. Guru Profesional dan Upaya Pengefektifan Pembelajaran Belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna. Oleh karena itu guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya dalam membangun gagasannya. Tanggung jawab belajar berada dalam diri siswa, tetapi guru bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Siswa akan terus belajar aktif jika kondisi pembelajaran dibuat menyenangkan, nyaman dan jauh dari perilaku yang menyakitkan perasaan siswa. Guru diharapkan dapat menggunakan strategi dan pendekatan atau manajemen kelas yang bervariasi, mengatur kelas dalam suasana yang nyaman, serta menyiapkan dan menggunakan media pembelajaran yang menarik dan menantang siswa untuk berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Guru perlu mentransendesikan proses pembelajaran, mencoba memandangnya sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar trasfer informasi atau pengetahuan. Dalam aktifitas pembelajaran itu melekat erat unsur-unsur kasih sayang, empati, kerendahan hati, kreativitas, keiklasan, dan karakter-karakter unggul lainnya. Guru hendaknya memiliki hasrat yang menggelora untuk melihat para pembelajar tumbuh bermetamorfosa, dan menyempurna menjadi insan-insan yang mampu memberdaya dan mengaktualisasikan dirinya. Ini sungguh nilai-nilai yang akan membuat kita a great teacher, bahkan a legend, yang 71 WIDYATAMA PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com Pujiyana, Mewujudkan Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran yang Efektif akan banyak jiwa-jiwa pembelajar kita sepanjang masa. Dane Ronnie M (2006: 18 ) menyodorkan kiat 11 K untuk menjadi guru yang hebat. Berikut ini diuraikan secara singkat 11 K tersebut. K I (Kasih Sayang ) Kasih sayang adalah gerak hati untuk menyukai dan menyayangi sesama tanpa berharap apapun selain rasa menyejukkan yang ditimbulkannya. Rasa yang begitu menentramkan dan membahagiakan. Kasih sayang merupakan cikal bakal tumbuhnya karakter-karakter positif lainnya, seperti kepedulian, kesabaran, kreativitas, kerendahan hati, kebijaksanaan dan lain-lain. Seorang guru yang memiliki karakter ini akan sangat dicintai oleh para pembelajarnya. Banyak jiwa-jiwa yang tercerahkan. Dia menerangi nurani yang redup, menjadi semangat dan menyalakan gairah siswa. K2 ( Kepedulian ) Kepedulian atau empati hal penting yang perlu dimiliki oleh guru. Bila saja setiap guru mampu menangkap getar-getar hasrat para pembelajarnya, peduli dan menyimak suara-suara halus dari hati mereka, menyikapi dan menjawabnya dengan tindakan nyata, maka aktivitas belajar di kelas menjadi sesuatu yang mengasyikan. Teaching is not something that we do to the student, but what we do for and with student. “Mengajar bukanlah sesuatu yang kita lakukan terhadap para pembelajar, tetapi mengajar adalah apa yang kita lakukan bagi dan bersama pembelajar. Belajar itu akan efektif dan menggairahkan apabila menyatukan hati dan jiwa dengan pembelajar sehingga kita tahu persis apa yang mereka rasakan dan inginkan. Setiap gerak hati dan suara-suara halus di jiwa mereka bisa ditangkap dengan kejelian sang nurani. Kita tahu bagaimana membuat mereka berharga, termotivasi dan gembira karena kita adalah mereka dan mereka adalah kita. K3 ( Kesabaran ) Kesabaran adalah kemampuan diri untuk terus menerus melakukan sesuatu tanpa rasa kekesalan. Sabar terlahir dari rasa sayang yang tulus, pengetahuan dan wawasan berfikir yang baik dan kemampuan pengendalian emosi. Kesabaran dalam menghadapi anak-anak adalah suatu keharusan. Kita harus terus menerus membekali diri dengan pengetahuan yang cukup mengenai bagaimana menyikapi dan memperlakukan anak-anak. Ketidaksabaran dalam memperlakukan anak akan berdampak panjang bagi mereka, akan mereka bawa sepanjang hayat, dan bahkan menentukan corak jiwa mereka. Tentang hal ini, Dom Rome mengajak kita menyimak nasihat indah Dorothy Noltie berikut ini : Anak Belajar dari Apa yang Mereka Alami Jika seorang anak hidup dalam kritikan, la belajar menyalahkan, Jika seorang anak hidup dalam permusuhan, ia belajar berkelahi, Jika seorang anak hidup dalam ejekan ia belajar menjadi rendah diri Jika seorang anak selalu dipermainkan, ia belajar merasa bersalah, Jika seorang anak hidup dalam toleransi, ia akan belajar bersabar, Jika seorang anak selalu diberi semangat, is akan belajar percaya diri, Jika anak hidup dalam pujian, ia belajar menghargai, Jika seorang anak hidup dalam keadilan, ia belajar bersikap adil, Jika seorang anak hidup dalam rasa aman, ia belajar memiliki keyakinan WIDYATAMA PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 72 No.1/Volume 19/2010 WIDYATAMA Jika seorang anak hidup dalam pemahaman, ia belajar menyukai dirinya. Jika seorang anak hidup dalam penerimaan dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam hidup. K 4 (Kreativitas) Kecintaan kita terhadap suatu pekerjaan membuat kita memiliki energi yang luar biasa yang akan melahirkan unlimited imagination (imaginasi tanpa batas). Daya inilah yang kemudian sanggup mengalirkan ide-ide kreatif dan membuat apapun yang kita lakukan menjadi unggul dan indah. Dengan kreativitas guru dapat mengembangkan dan mengoptimalkan kreativitas siswa yang memiliki potensi yang berbeda. Untuk itu, KBM perlu dipilih, dirancang agar memberikan kesempatan dan kebebasan berkreasi secara berkesinambungan bagi para siswa. K 5 (Kerendahan Hati) Kerendahan hati adalah pola sikap perilaku yang menunjukkan bahwa kita tidak lebih baik atau hebat dari orang lain. Ada kecenderungan untuk tidak menganggap orang lain lebih rendah atau kurang penting sehingga berdampak pada kesediaan kita untuk mendengarkan pendapat orang termasuk siswa mau mempertimbangkan input, bisa menerima pemikiran baru yang mengandung kebenaran dan bersedia untuk memperbaiki diri terus menerus. Guru perlu membuka diri untuk menerima masukan bahkan, kritikan. K 6 (Kebijaksanaan) Guru yang memiliki kebijaksanaan (wisdom) akan menjadi pendidik hebat, pembimbing yang membesarkan hati setiap pembelajarannya. Dia adalah guru yang luar biasa yang tidak sekedar mentransfer pengetahuan, namun mengisi emosi positif pembelajarnya dengan kearifan dan mengilhami mereka dalam pencarian makna hakiki kehidupan. William Arthur Ward : Guru biasa memberitahukan. Guru baik menjelaskan. Guru ulung memperagakan. Guru hebat mengilhami. K 7 (Komitmen) Bila kita telah berkomitmen untuk melakukan sesuatu, maka kita akan mengerahkan segala daya kita untuk menunaikannya. Komitmen kita menjadi penyuluh visi, penggerak imajinasi yang kemudian mengkristal menjadi aksi. Inilah the first step dari pencapaian (achievement) kita dalam hidup. K 8 (Kejujuran) Saat kejujuran atau integrity merupakan sesuatu yang langka dan sulit didapati, seorang yang memiliki kualitas itu menjadi aset yang luat biasa yang membuat ia begitu unggul. Saat ini, kejujuran masih merupakan nilai tambahaan, yang membuat si pemiliknya begitu dicari cari. Kejujuran tidak hanya apa yang kita katakan tetapi juga yang kita lakukan bahkan kita pikirkan. K 9 (Keteladanan) Keteladanan atau model sangat diperlukan kehadirannya dalam praktek pendidikan dan pembelajaran. Dalam sebuah pembelajaran perlu ada model yang bisa dipilih. Siswa akan menguasai keterampilan baru dengan baik jika guru memberi contoh dan model untuk dilihat dan ditiru, namun diingat bahwa guru bukan satu-satunnya 73 WIDYATAMA PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com Pujiyana, Mewujudkan Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran yang Efektif model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan dapat didatangkan dari luar baik yang berupa sosok orang, aktivitas maupun karya tertentu. K 10 (Keaslian) Siswa akan termotivasi untuk belajar jika mereka disediakan materi, kegiatan baru atau gagasan asli (Novelty) dan berbeda. Kebaruan dan keaslian gagasan akan menambah konsentrasi siswa dalam pelajaran. Hal ini akan berpengaruh pada pencapaian basil belajar. Konsentrasi juga akan bertambah bila siswa menghadapi tugas yang akan menantang dan sedikit melebihi kemampuannya.Sebaliknya jika tugas terlalu jauh dari kemampuannya akan terjadi kecemasan, dan bila tugas kurang dari kemampuannya akan terjadi kebosanan. K 11 (Kerjasama) Siswa perlu berkompetisi, bekerjasama dan mengembangkan solidaritasnya. Kegiatan pembelajaran perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan semangat berkompetisi sehat untuk memperoleh insentif dan solidaritas. KBM perlu menyediakan tugas-tugas yang memungkinkan siswa bekerja secara mandiri dan kelompok. Guru perlu mengupayakan terciptanya kondisi masyarakat belajar. Masyarakat belajar dapat terjadi apabila terjadi proses komunikasi dua arah, terdapat hubungan dialogik. Kesimpulan Membangun profesionalisme guru tidak cukup hanya dengan langkahlangkah teknis. Membangun profesionalisme guru menuntut adanya konsep perencanaan serta strategi aksi yang melibatkan banyak pihak: Pemerintah, masyarakat dan tentunya guru itu sendiri. Pemerintah perlu memberikan proteksi dan jaminan kesejahteraan bagi para guru yang antara lain (1) direalisasikannya anggaran pendidikan 20% dari APBN maupun APBD dalam rangka percepatan proses peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan (2) sertifikasi pendidik perlu segera dilaksanakan dengan berasaskan kearifan dan keadilan. Program peningkatan mutu guru melalui sertifikasi pendidik sangat diperlukan, tetapi pengalaman dan bukti kinerja guru dilapangan perlu mendapatkan perhatian bagi para pengambil kebijakan. Guru hendaknya dapat memerankan diri sendiri sebagai fasilitator bagi peserta didik, agen pembaharuan bagi masyarakat, serta mampu mewujudkan pribadi-pribadi yang unggul dan beretos belajar serta memiliki kesiapan dalam berkompetisi dan mampu memenanginya, sehingga proses pembelajaran bisa menjadi lebih efektif dan optimal. Guru hendaknya mampu mengembangkan nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan di masyarakat dan sebaliknya mengintegrasikan dan mentransformasikan nilainilai kehidupan di masyarakat dalam praktek pendidikan pada peserta didik. Keberadaan guru tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mereka hidup di tengah-tengah mereka serta menunaikan tugas mendidik dalam latar belakang sosial budaya. Untuk itu kerjasama perlu dibangun antara guru dan masyarakat termasuk orang tua siswa, dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan. Masyarakatpun perlu memberi penguatan pada peran guru agar mereka menjadi figur pendidik yang berkarakter dan profesional. Hal itu antara lain dapat diwujudkan dengan pemberian WIDYATAMA PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 74 No.1/Volume 19/2010 WIDYATAMA kritik konstruktif demi peningkatan mutu kinerja guru sehingga proses pembelajaran (pendidikan) menjadi lebih efektif. Daftar Rujukan Dane Ronnie M. 2006. The Power of Emotional & Adversity Quotient for Teacher : Menghadirkan prinsip-prinsip Kecerdasan emosional dan Adversitas Dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta : Penerbit Hikmah (PT Mizan Publika ). Ibrahim Bafadal. 2004. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Rohmah Suciningrum. 2007. Mewujutkan Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran yang Efektif. Sukoharjo: Progdi PPKn Univet Bantara Sukoharjo. Soetjipto dan Raflis Kosasi. 1999. Profesi Keguruan, Jakarta : PT. Rineka Cipta. Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Th. 2005. Tentang Guru dan Dosen, Yogyakarta: Pustaka Yudistira. 75 WIDYATAMA PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com