Saya bertanya kepada Pak Budi, apa istimewanya angka tujuh sehingga dijadikan tema publ tahunan kali ini? Dengan semangat, beliau mengeluarkan ilmu yang orang Jawa bilang gotak g dengan menantang saya melipat sehelai kertas tulis sebanyak lipatan simetris yang saya mam Ternyata saya tidak berhasil melewati tujuh kali lipatan. Hasil serupa dialami dengan mengguna media lain seperti tissue yang lebih lembut bahkan koran yang lebih lebar. Mengapa bisa beg Saya sarankan para investor kami turut mencoba tantangan ini. Tersedia hadiah untuk yang berh Menurut Pak Budi, angka tujuh banyak muncul pada semua ajaran agama. Surat pertama Al Qu Fatihah yang dijadikan nama untuk putrinya, memiliki anatomi yang selaras dengan Doa B Kami (Matius 6) bagi pemeluk Nasrani dan The Shema (Deuteronomy 6:4-9) bagi pemeluk Yah Al Fatihah ternyata terdiri dari tujuh ayat. Diriwayatkan Allah membagi keluhuran kandun Al Fatihah sama banyak untuk DiriNya dan hambaNya. Ketika berhaji, jemaah melakukan Ta (gerakan pasif mengambang mengelilingi bangunan Ka’bah) dan Sai’ (aktif berlari kecil1 di an dua bukit) masing-masing sebanyak tujuh kali. Demikian juga ketika melempar jumroh (bangu perlambang ketidaktaatan Setan) dengan tujuh butir kerikil.Diskusi semakin hangat ketika “ba Edward Lubis berpendapat bahwa tujuh sebagai angka ideal Tuhan untuk manusia. Cukup ti untuk bisa lulus walau belum sesempurna angka 10 karena kesempurnaan memang hanya m Tuhan. Angka tujuh untuk menunjukkan kelengkapan atau totalitas. Allah memerintahkan Bani I untuk berbaris mengelilingi Yerikho tujuh hari berturut-turut dan untuk berbaris mengeliling tujuh kali pada hari ketujuh (Yosua 6:15). Sewaktu Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa ia h mengampuni saudaranya bukan sampai tujuh kali, tetapi sampai tujuh puluh tujuh kali seb penekanan pengampunan tanpa batas (Matius 18:21-22).Mungkin yang paling populer di da Al Kitab adalah tujuh dosa besar yang mematikan (seven deadly sins): Kesombongan (pride hati (envy), kemarahan (wrath), ketamakan (greed), nafsu birahi (lust), kerakusan (gluttony) kemalasan (sloth). Brad Pitt dan Morgan Freeman pernah tampil bersama dalam film Seven seb detektif pemburu serial killer yang menggunakan ketujuh dosa tersebut sebagai modus opera Kemudian Sidharta Suryametta membagi perspektif tentang tujuh faktor pencerahan (satta bojjha untuk menggapai pembebasan (nibbana) atau menjadi Buddha. Ketujuh faktor tersebut adalah (perhatian), Dhamma vicaya (penyelidikan), Viriya (energi), Pīti (kegembiraan), Passadhi (ketenan Samādhi (konsentrasi), dan Upekkha (keseimbangan batin).Manusia belajar memahami hakikat Tu Yang Maha Besar Sang Pencipta Alam Semesta melalui beragam perspektif. Maka berbahagi mereka yang gemar bersilaturahmi dan mengembangkan semangat apresiasi agar dunia ini ber dalam kedamaian dan kesejahteraan. BahanaTCW semakin semarak dalam keberagaman den Pande Putu Satyakumalasari Govinda (Sasha) yang menjelaskan bahwa didalam ajaran H termuat konsep Sapta Timira. Kurang lebih, konsep ini terkait dengan tujuh unsur atau sifat y menyebabkan orang berisiko terjebak dalam kegelapan. Sapta Timira meliputi Surupa (bagus ru Dhana (limpahan kekayaan), Guna (kecerdasan), Kulina (keturunan), Yohana (masa remaja), (minuman memabukkan), dan Kasuruan (keberanian).Sebagai pencinta seni saya juga menya Akhir Tahun 2014 angka tujuh itu ajaib. Hanya dengan Catatan seven notes of musical scale yang sederhana, manusia terb dapat berkarya menghasilkan komposisi musik yang tak terhingga. Jadi sudah cukup untuk mene The Magic tujuh sebagai angka ajaib yang membuka jalan kebahagiaan dan menghindari kemalangan. Ap of Seven saya juga lahir tanggal tujuh, maaf yang ini pastinya kurang nyambung. Yang paling jelas keaja The Magic of Seven Rukmi Proborini Edward Lubis Budi Hikmat 1 Soni Wibowo ta Sidharta Suryamet (Sid) Roni Aprianto Pande Putu S.Govinda (Sasha) 7 Kontributor di balik ‘the Magic of Seven’ The Magic of Seven The Magic of Seven 2 Saya bertanya kepada Pak Budi, apa istimewanya angka tujuh sehingga dijadikan tema publikasi tahunan kali ini? Dengan semangat, beliau mengeluarkan ilmu yang orang Jawa bilang gotak gatuk dengan menantang saya melipat sehelai kertas tulis sebanyak lipatan simetris yang saya mampu. Ternyata saya tidak berhasil melewati tujuh kali lipatan. Hasil serupa dialami dengan menggunakan media lain seperti tissue yang lebih lembut bahkan koran yang lebih lebar. Mengapa bisa begitu? Saya sarankan para investor kami turut mencoba tantangan ini. Tersedia hadiah untuk yang berhasil. Menurut Pak Budi, angka tujuh banyak muncul pada semua ajaran agama. Surat pertama Al Quran, Fatihah yang dijadikan nama untuk putrinya, memiliki anatomi yang selaras dengan Doa Bapa Kami (Matius 6) bagi pemeluk Nasrani dan The Shema (Deuteronomy 6:4-9) bagi pemeluk Yahudi. Al Fatihah ternyata terdiri dari tujuh ayat. Diriwayatkan Allah membagi keluhuran kandungan Al Fatihah sama banyak untuk DiriNya dan hambaNya. Ketika berhaji, jemaah melakukan Tawaf (gerakan pasif mengambang mengelilingi bangunan Ka’bah) dan Sai’ (aktif berlari kecil di antara dua bukit) masing-masing sebanyak tujuh kali. Demikian juga ketika melempar jumroh (bangunan perlambang ketidaktaatan Setan) dengan tujuh butir kerikil. Diskusi semakin hangat ketika “babeh” Edward Lubis berpendapat bahwa tujuh sebagai angka ideal Tuhan untuk manusia. Cukup tinggi untuk bisa lulus walau belum sesempurna angka 10 karena kesempurnaan memang hanya milik Tuhan. Angka tujuh untuk menunjukkan kelengkapan atau totalitas. Allah memerintahkan Bani Israel untuk berbaris mengelilingi Yerikho tujuh hari berturut-turut dan untuk berbaris mengelilinginya tujuh kali pada hari ketujuh (Yosua 6:15). Sewaktu Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa ia harus mengampuni saudaranya bukan sampai tujuh kali, tetapi sampai tujuh puluh tujuh kali sebagai penekanan pengampunan tanpa batas (Matius 18:21-22). Mungkin yang paling populer di dalam Al Kitab adalah tujuh dosa besar yang mematikan (seven deadly sins): Kesombongan (pride), iri hati (envy), kemarahan (wrath), ketamakan (greed), nafsu birahi (lust), kerakusan (gluttony) dan kemalasan (sloth). Brad Pitt dan Morgan Freeman pernah tampil bersama dalam film Seven sebagai detektif pemburu serial killer yang menggunakan ketujuh dosa tersebut sebagai modus operandi. Kemudian Sidharta Suryametta membagi perspektif tentang tujuh faktor pencerahan (satta bojjhaṅgā) untuk menggapai pembebasan (nibbana) atau menjadi Buddha. Ketujuh faktor tersebut adalah Sati (perhatian), Dhamma vicaya (penyelidikan), Viriya (energi), Pīti (kegembiraan), Passadhi (ketenangan), Samādhi (konsentrasi), dan Upekkha (keseimbangan batin). Manusia belajar memahami hakikat Tuhan Yang Maha Besar Sang Pencipta Alam Semesta melalui beragam perspektif. Maka berbahagialah mereka yang gemar bersilaturahmi dan mengembangkan semangat apresiasi agar dunia ini bersatu dalam kedamaian dan kesejahteraan. BahanaTCW semakin semarak dalam keberagaman dengan Pande Putu Satyakumalasari Govinda (Sasha) yang menjelaskan bahwa didalam ajaran Hindu termuat konsep Sapta Timira. Kurang lebih, konsep ini terkait dengan tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan orang berisiko terjebak dalam kegelapan. Sapta Timira meliputi Surupa PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 (bagus rupa), Dhana (limpahan kekayaan), Guna (kecerdasan), Kulina (keturunan), Yohana (masa remaja), Sura (minuman memabukkan), dan Kasuruan (keberanian). Sebagai pencinta seni saya juga menyakini angka tujuh itu ajaib. Hanya dengan seven notes of musical scale yang sederhana, manusia terbukti dapat berkarya menghasilkan komposisi musik yang tak terhingga. Jadi sudah cukup untuk menerima tujuh sebagai angka ajaib yang membuka jalan kebahagiaan dan menghindari kemalangan. Apalagi saya juga lahir tanggal tujuh, maaf yang ini pastinya kurang nyambung. Yang paling jelas keajaiban sangat kita harapkan dari Bapak Joko Widodo yang terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia ke-7. Laporan Bank Dunia yang pernah diulas melalui publikasi mingguan Pak Budi mengingatkan bahwa Indonesia berisiko gagal menjadi negara kaya pada tahun 2030 bila rata-rata pertumbuhan ekonomi sepanjang periode 2013 hingga 2030 hanya berkisar enam persen. Kita terancam menjadi tua sebelum kaya ketika demographic dividend Indonesia berakhir pada tahun 2030. Semoga bersama Kabinet Kerja, Pak Jokowi mampu memimpin Indonesia agar perekonomian bertumbuh lebih gegas, produktif, kompetitif dan efisien. Aamiin. Catatan Akhir Tahun 2014 yang merupakan edisi tahun ketujuh ini mengartikulasikan semarak keceriaan koloboratif di Bahana TCW dalam memberikan solusi terbaik bagi para investor. Ada tujuh kontributor yang mewakili Divisi Investment dan Marketing. Saya dan Pak Edward masing-masing mengisi prolog dan epilog untuk mengapit sekaligus mengawal lima orang kontributor yang lain. Dari Divisi Investment diwakili oleh Pak Budi Hikmat dan Pak Soni Wibowo. Seperti biasa, Pak Budi menyampaikan review lingkungan makroekonomi dan investasi selama 2014 serta prospek dan strategi berinvestasi untuk tahun 2015. Sedangkan Pak Soni, kepala sekolah para analis kami, memaparkan secara ringkas kondisi dan prospek sejumlah emiten (bottom up approach) . Dari Divisi Marketing diwakili oleh Roni Aprianto, Sidharta dan Sasha. Roni, yang bersama Pak Budi mengisi kolom Bahana Investment Corner di Majalah Investor, mengupas strategi asset allocation and market timing khususnya untuk investor institusi. Sedangkan Sidharta menjabarkan karakteristik berbagai solusi investasi melalui reksadana dan inovasi layanan terutama untuk investor perseorangan. Akhirnya, Sasha seperti pada edisi tahun lalu kembali showing with number. Secara praktis Sasha memandu investor menggunakan platform reksadana online SiNar untuk perencanaan kemakmuran yang mencakup fase growth, protection and distribution. Saya bersyukur Divisi Marketing semakin lengkap dengan bergabungnya Richard Wijaya Aula dan Vina Danica yang bersama Sidharta menangani investor retail. Sejak November 2014 bergabung juga Aviany Larasati Rachman yang memperkuat pengembangan investor institusi bersama Roni Aprianto dan Luthfi Adri. Kami berharap publikasi koloboratif ini bermanfaat bagi para investor kami. 3 Salam Cuan Rukmi Proborini Marketing Director The Magic of Seven Evaluasi Lingkungan Makroekonomi dan Strategi Investasi 2014 Oleh: Budi Hikmat Tuntutlah sesuatu. Biar kita jalan ke depan… -Tulus Tambunan, Jangan Cintai Aku Apa Adanya, 2014 4 The Year of Crowding-Out Effect Jika diibaratkan makanan, lingkungan makroekonomi selama 2014 seperti bakpao yang baru dikeluarkan dari pemanggang. Bagian dalam jauh lebih hangat. Perlu berhati-hati bila ingin langsung disantap. “Kehangatan” terasa melalui sengatan kenaikan pesat suku bunga domestik – khususnya deposito - ketika suku global relatif stabil dan rendah. Cermati peraga dibawah ini yang membandingkan trend perkembangan suku bunga deposito domestik dan LIBOR untuk tenor tiga bulan. Bahkan sejumlah depositor besar seperti dana pensiun dan perusahaan pengelola dana sempat menikmati suku bunga diatas 11%. Kenaikan suku bunga akan semakin membebani dunia usaha yang sebelumnya sudah tertekan oleh penurunan harga komoditas ekspor dan pelemahan rupiah. Kondisi Likuiditas Dalam dan Luar Negeri 8.00 0.32 7.50 0.30 7.00 0.28 6.50 6.00 0.26 5.50 0.24 5.00 Deposito Libor (RHS) 0.22 4.50 0.20 • Nov-14 • Nov-14 • Oct-14 • Sep-14 • Sep-14 • Aug-14 • Jul-14 • Jul-14 • Jun-14 • May-14 • May-14 • Apr-14 • Mar-14 • Feb-14 • Feb-14 • Jan-14 • Dec-13 • Dec-13 • Nov-13 • Oct-13 • Oct-13 • Sep-13 • Aug-13 • Aug-13 • Jul-13 • Jun-13 • May-13 • May-13 • Apr-13 • Mar-13 • Mar-13 • Feb-13 • Jan-13 • Jan-13 4.00 Inilah fenomena crowding-out effect yang sudah kami duga bakal terjadi seperti dimuat melalui Catatan Akhir Tahun 2013. Fenomena ini membuktikan there’s no such thing as a free lunch! Apa yang ternikmati murah, pasti ada biaya yang harus ditanggung pihak tertentu. Demikian yang juga berlaku akibat mempertahankan kebijakan populis subsidi BBM. Padahal sejak tahun 2004 kita bukan lagi termasuk negara OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries). Dengan konsumsi yang kini telah melebihi produksi, neraca perdagangan minyak Indonesia memburuk menjadi defisit. Selama tahun berjalan hingga Oktober 2014, defisit neraca minyak mencapai $23 milyar. Angka ini jauh lebih besar dibanding surplus non-migas yang hanya mencapai $9 milyar pada periode yang sama. Selama 10 tahun PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 terakhir, defisit neraca minyak melesat dengan rata-rata bertumbuh 21% per tahun. Mudah dimaklumi mengapa kebijakan populis ini dipertahankan. Para politisi yang bertarung dalam Pemilu Legislatif dan Presiden 2014 tidak ada yang berani menyuarakan pembatasan subsidi BBM karena takut kehilangan suara. Pengalaman sejak era reformasi menunjukkan partai oposisi selalu menolak usulan pemangkasan subsidi BBM. Namun ketika mereka berkuasa, terpaksa harus berani memangkas subsidi. Walau harga minyak dunia menurun sejak triwulan ketiga 2014, beban subsidi tetap besar akibat pelemahan kurs rupiah. Pembiayaan defisit itu mengharuskan pemerintah menerbitkan obligasi negara lebih banyak. Ketika publikasi ini disiapkan realisasi penerbitan SUN secara netto mencapai Rp277 trilyun. Angka ini lebih tinggi dibanding Rp265 trilyun pada APBN-P 2014 apalagi Rp205 trilyun dalam APBN 2014. Sebagai akibatnya pemerintah menjadi pesaing berat perbankan nasional dalam memperebutkan dana masyarakat mengingat penerbitan obligasi lebih banyak dipasarkan di dalam negeri. Penerbitan obligasi menyasar termasuk kepada investor perorangan seperti melalui obligasi negara retail (ORI) dan syariah (SUKRI). Ketatnya likuiditas juga dipengaruhi oleh lambannya realisasi pengeluaran pemerintah di luar subsidi BBM. Dengan kata lain, pemerintah lebih getol menyedot likuiditas melalui penerbitan obligasi ketimbang menyalurkannya kembali dalam bentuk pengeluaran yang lebih produktif. Menyikapi pertarungan likuiditas itu, pada gilirannya perbankan nasional terpaksa harus menaikkan bunga, baik deposito maupun kredit, sehingga kemudian berisiko meredam kegiatan konsumsi dan investasi. Derap perekonomian memang melambat. Laju pertumbuhan ekonomi tahunan untuk triwulan ketiga 2014 (3Q14) hanya 5,01%. Bila secara teknis, resesi didefinisikan sebagai penurunan laju pertumbuhan tahunan selama dua triwulan berturut-turut, maka Indonesia tengah mengalaminya. Seperti terlihat pada peraga dibawah ini, perlambatan ekonomi bersesuaian dengan penurunan sejumlah indikator bisnis seperti laju penjualan mobil, konsumsi semen dan penyaluran kredit. Nampaknya dapat dipastikan pertumbuhan ekonomi selama 2014 lebih rendah dibanding proyeksi awal pemerintah (5,8%) dan Bank Indonesia (5,5%) serta kami (5,3%). Pemerintah, seperti dilansir oleh menteri keuangan Bambang Brodjonegoro, kemungkinan akan merevisi proyeksi laju pertumbuhan hanya sebesar 5,1%. Dampak Crowding-Out Effect 7.5 100 Growth (Kanan) Cement 80 7 Car 60 6.5 40 6 20 0 5.5 -20 5 -40 4.5 Jun-11 • Sep-11 • Mar-11 • Dec-11 • Jun-11 • Sep-11 • Mar-11 • Dec-11 • Jun-11 • Sep-11 • Mar-11 • Dec-11 • Jun-11 • Sep-11 • Mar-11 • Dec-10 • Jun-10 • Sep-10 • Mar-10 • Dec-09 • Jun-09 • Sep-09 • Mar-09 • Dec-08 • Jun-08 • Sep-08 • Mar-08 • Dec-07 • Jun-07 • Sep-07 • Mar-07 • Dec-06 • Jun-06 • Sep-06 • Mar-06 • Dec-05 • Jun-05 • Sep-05 • Mar-05 • --80 Dec-04 • -60 4 Pada mulanya, seperti yang disampaikan oleh mantan menteri keuangan Chatib Basri yang juga dimuat dalam Catatan Akhir Tahun 2013, perlambatan ekonomi sengaja dilakukan (by design). Pilihan ini terpaksa ditempuh untuk meredam defisit neraca berjalan mengingat upaya yang lebih struktural dengan memacu produksi dalam negeri baik untuk substitusi impor dan memacu ekspor membutuhkan waktu lebih lama. Bila perlambatan tidak dilakukan, sentimen investor asing terhadap Indonesia merespon pelebaran defisit neraca berjalan dikuatirkan memburuk. Selanjutnya berisiko memicu gejolak makroekonomi yang lebih sulit dikendalikan. The Magic of Seven 5 Apalagi pada saat itu menguat spekulasi bahwa the Fed bakal melakukan tapering-off yang memicu kecemasan bakal terbatasnya arus masuk modal asing untuk pembiayaan defisit di negara berkembang. Menteri Chatib Basri saat itu mengingatkan bahwa fokus kebijakan makroekonomi selama 2013 dan 2014 memang untuk stabilisasi. Adalah menjadi tugas pemerintah baru yang terpilih melalui Pemilu 2014 untuk memanfaatkan stabilisasi tersebut sebagai momentum untuk memacu pertumbuhan. Pengereman dari sisi fiskal dilakukan termasuk dengan menaikkan harga BBM akhir Juni 2013 yang dinilai banyak kalangan terlambat. Sementara secara moneter, dilakukan dengan menaikkan BI rate menjadi 7,5% walaupun pada saat itu inflasi bukan ancaman serius. Untuk meredam booming sector property yang ternyata turut menyumbang defisit neraca perdagangan, BI mulai September 2013 mempertajam penerapan aturan loan to value ratio. BI juga terindikasi lebih menyukai pelemahan rupiah untuk mengerem impor dan memacu ekspor. 6 Supply-Side Revolution Harus diingat ada risiko mengintai.Too long stabilization without reforms will lead the economy into recession. Bahkan World Bank sendiri melalui laporan khusus edisi Juni 2014 (Indonesia: Avoiding the Trap) mendesak pemerintah (termasuk yang bakal terpilih melalui Pemilu 2014) agar secepat mungkin melakukan reformasi dengan tekanan memperkuat sisi penawaran. World Bank melansir istilah supply-side revolution. Bank Dunia merinci tiga aspek supply side revolution yang saling berkaitan. Pertama, mempercepat penyediaan berbagai infrastruktur produksi dan perdagangan internasional yang penting untuk menurunkan biaya logistik (closing infrastructure gap). Kedua, penguatan kualitas sumber daya manusia (closing skills gap). Ketiga, memperlancar mekanisme pasar secara menyeluruh baik pasar komoditas, tenaga kerja, keuangan serta lahan (make markets work for all). Supply-side revolution itu sangat penting untuk memacu produktivitas dan daya saing penduduk yang didominasi usia muda. Terlebih berbagai upaya stabilisasi sejauh ini nampaknya belum berhasil mengatasi defisit neraca berjalan. Manfaat pelemahan rupiah baru terwujud dalam penurunan impor, namun belum tercermin dalam peningkatan ekspor. Mencermati faktor demografi yang malah bisa menjadi ancaman, World Bank mengingatkan Indonesia berisiko menjadi tua sebelum kaya pada tahun 2030 bila rata-rata pertumbuhan ekonomi selama kurun 2013-2030 hanya sebesar enam persen. Sebab ketika dividen demografi diduga berakhir pada tahun 2030, GDP per capita Indonesia baru mencapai $8.531. Angka ini dibawah $12.000 sebagai syarat kelulusan sebagai negara kaya. Hanya dengan pertumbuhan yang lebih gegas risiko growing old before growing rich dapat dicegah. Itu sebabnya kami meneguhkan komitmen untuk mengajak masyarakat menumbuhkan keberuntungan daya beli melalui investasi di pasar modal. Peraga berikut memuat perbandingan GDP per capita sejumlah negara ketika dividen demografi mereka berakhir. Proyeksi GDP Percapita Saat Dividen Demografi Berakhir US$/ capita 30,000 24,218 25,000 Assumsing 6 percent real GDP growth 2013-2030 20,017 20,000 14,274 15,000 12,424 Assumsing 10 percent real GDP growth 2013-2030 16,618 8,531 10,000 5,000 0 1982 Hong Kong 1970 Japan PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 2000 Korea, Rep 1991 Singapore 2030 Indonesia 2030 Indonesia Melalui rubrik Opini harian Kompas 27 Agustus 2014, kami turut mengingatkan bahwa penerapan supplyside revolution sesungguhnya merupakan koreksi terhadap konstelasi kebijakan makroekonomi selama ini yang cenderung terpusat kepada pengelolaan sisi permintaan (demand management). Sebagai contoh, pertumbuhan sektor properti sangat terkait dengan profil penduduk muda dengan median umur 29 tahun. Namun, ketidakberhasilan kita memacu produksi beragam komoditas terkait sektor properti telah memicu defisit perdagangan untuk komoditas kimia dan baja ringan. Pemerintah dan masyarakat juga harusnya mengkritisi mengapa PT Krakatau Steel tidak terlalu mendapat manfaat dari booming penjualan kendaraan bermotor selama 10 tahun terakhir. Saran Nabi Yusuf (QS 12:47) yang kerap kami rujuk sebagai dasar perencanaan kemakmuran dengan urutan fase growth, protection and distribution sesungguhnya paling menekankan structural policy. Ringkasnya, konstelasi kebijakan ekonomi terbaik sesuai saran Nabi Yusuf tersusun dengan tingkatan prioritas structural policy (“Hendaklah kalian bercocok tanam dengan sungguh-sungguh”) demi memperkuat kapasitas produktif secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Dalam jangka menengah diperlukan buffer-stock policy (“Maka apa yang kalian panen tetaplah pada tangkainya”) seperti penerapan teknologi paska panen agar hasil produksi lebih awet. Baru terakhir demand management (“Kecuali sedikit untuk kalian makan”) termasuk melalui kebijakan fiskal dan moneter konvensional. Hasil panen sebagian besar diekspor selain dijadikan bibit untuk keberlanjutan siklus produksi. Bila petani, masyarakat hingga Bank Indonesia sering dipusingkan oleh harga cabai yang naik atau turun secara tajam, mengapa pemerintah tidak menargetkan Indonesia sebagai pemasok cabai segar global. Kebijakan reformasi struktural yang termasuk paling ditunggu adalah pemangkasan subsidi BBM yang selama ini diyakini kurang tepat sasaran. Terlebih dampaknya yang sistemik terhadap profil makroekonomi termasuk fenomena crowding-out effect. Seperti terlihat pada peraga dibawah ini, defisit neraca berjalan sangat dipengaruhi oleh defisit neraca minyak terutama ketika harga komoditas ekspor non-migas melesu. Sementara defisit neraca minyak meningkat sejalan dengan besarnya subsidi yang diukur sebagai selisih antara Pertamax dan premium. Subsidi BBM Memicu Defisit Neraca Berjalan 6,000 0 4,000 -1,000 US$ juta 0 -2,000 -2,000 -3,000 -4,000 -6,000 Pertamax-Premium 2,000 -4,000 -8,000 CAD -5,000 Def Oil -10,000 Jun-14 • Sep-14 • Mar-14 • Dec-13 • Jun-13 • Sep-13 • Mar-13 • Dec-12 • Jun-12 • Sep-12 • Mar-12 • Dec-11 • Jun-11 • Sep-11 • Mar-11 • Dec-10 • Jun-10 • Sep-10 • Mar-10 • Dec-08 • Jun-09 • Sep-09 • Mar-09 • Dec-08 • Sep-08 • Jun-08 • Mar-08 • Subsidi -12,000 -6,000 Ketegasan Presiden Jokowi Sebetulnya ada peluang presiden SBY untuk kembali memangkasan subsidi BBM sehingga dapat memperingan beban pemerintah selanjutnya. Kepada sejumlah ekonom senior, menteri Chatib Basri pernah mengindikasikan hal tersebut. Sayang sekali, hingga akhir pemerintahannya kebijakan penting itu tidak ditempuh. Subsidi BBM baru berani dipangkas oleh Presiden Jokowi selepas lawatan keluar negeri yang pertama atau ketika administrasinya baru berusia sekitar satu bulan. Harga premium dinaikkan sebesar Rp2.000, seperti proyeksi kami, sehingga menjadi Rp8500 per liter. The Magic of Seven 7 Hebatnya kebijakan yang tidak populer tersebut langsung diumumkan sendiri oleh Presiden Jokowi. Beliau menegaskan kebijakan tersebut sebagai komitmen pemerintah untuk menata pos pengeluaran dari konsumtif menjadi lebih produktif sekaligus mencegah melebarnya ketimpangan kesejahteraan. Seperti yang disarankan oleh World Bank, penataan prioritas pos pengeluaran pemerintah sangat penting guna turut membiayai berbagai proyek infrastruktur. Selain membangun berbagai proyek infrastruktur, pemerintah berencana merevitalisasi dan membangun banyak bendungan untuk mendukung target swasembada pangan dalam waktu tiga tahun mendatang. Sementara untuk mengurangi dampak negatif kenaikan harga premium, pemerintah mempercepat penyaluran conditional cash transfer kepada sekitar 15,5 juta keluarga yang terkategori miskin dan hampir miskin. Yellen Keeps the Bull Running Alive 8 Dinamika faktor eksternal terhadap lingkungan makroekonomi Indonesia selama 2014 nampak tidak “seheboh” tahun 2013 ketika Bernanke melansir rencana tapering-off. Di bawah kepemimpinan Janet Yellen sebagai gubernur the Fed, derap perekonomian Amerika Serikat tetap relatif paling gegas dibanding Jepang dan Eropa. Penyaluran kredit dan aktivitas produksi melaju, tingkat pengangguran terus menurun sementara inflasi nampak terkendali. Semua itu melandasi peningkatan harga asset seperti indeks harga saham dan harga properti. Namun sebagai akibatnya, menguat risiko the Fed akan mengurangi stimulus (tapering-off). Memang kenyataannya sepanjang tahun 2014, the Fed melakukan tapering off secara bertahap dengan mengurangi pembelian surat berharga. Tapering-off ini diberitakan selesai pada bulan Oktober 2014. Namun yang menarik adalah yield T-bond bukannya naik mengarah tiga persen seperti yang dikuatirkan ketika tapering-off pertama kali dilansir. Malahan yield T-bond menurun. Mengapa demikian? Nampaknya investor global merasa lega setelah Yelen mengindikasikan bahwa suku bunga akan tetap dipertahankan rendah guna meningkatkan kualitas lapangan kerja di Amerika Serikat. Walau tingkat pengangguran Amerika Serikat telah menurun, namun angka partisipasi angkatan kerja justru mengalami penurunan hingga terendah dalam 40 tahun terakhir. Hal itu menunjukkan banyak masyarakat Amerika Serikat yang sudah menyerah tidak mau lagi mencari pekerjaan sehingga mereka tidak disertakan dalam statistik pencari kerja. Perusahaan cenderung memperkerjakan tenaga kerja yang berusia lebih muda dan mudah dilatih. Mereka enggan memperkerjakan anggota masyarakat yang dianggap terlalu lama menganggur. Kondisi lapangan kerja di Amerika Serikat juga ditandai dengan terbatasnya kenaikan tingkat upah. Ketika publikasi ini disiapkan, yield T-bond bertenor 10 tahun hanya sekitar 2,2%. Penurunan yield T-bond ini diikuti oleh yield obligasi sejumlah negara khususnya Eropa dan Jepang yang malahan lebih rendah ketimbang Amerika Serikat. Selain pertanda kelebihan likuiditas, penurunan yield itu merefleksikan kecemasan perekonomian global yang melemah seperti diindikasikan oleh penurunan harga komoditas primer dan energi. Belajar dari pengalaman Mei 2013 ketika Bernanke melansir tapering-off, yield T-bond Amerika Serikat saat ini terbilang normal bila dibandingkan dengan acuan ekspektasi inflasi jangka panjang. Kendati menurun ternyata tetap lebih tinggi dibanding ekspektasi inflasi baik dalam jangka lima (1,5%) maupun 10 tahun (1,9%) mendatang. Ini melegakan sebab Fed kemungkinan tidak terlalu kuatir bahwa yield yang rendah akan memicu asset bubble yang kemudian berisiko memicu krisis seperti yang pernah terjadi. Yield negara maju yang rendah itu pada gilirannya memicu arus modal masuk menuju negara berkembang, termasuk Indonesia. Memasuki Era Dollar Perkasa Sejak awal Juli 2014, indeks dollar DXY menunjukkan penguatan pesat sehingga memungkinkan sepanjang tahun berjalan sekitar 10%. Bila ditelisik lebih dalam, penguatan dollar terkait dengan pelemahan dua mata uang utama pembentuk indeks DXY yakni euro dan yen. Sementara terhadap mata uang regional negara berkembang, penguatan dollar relatif terbatas. Pelemahan euro mengarisbawahi masih muramnya prospek pemulihan kawasan ekonomi Eropa (growth differential). Apalagi setelah pengumuman penurunan indeks produksi Jerman. Bank sentral Eropa ECB telah kembali menurunkan bunga bahkan mematok bunga negatif bagi bank yang menempatkan dana di bank sentral. Namun sejauh ini, ECB tidak memiliki keleluasaan melakukan quantitative easing seperti the Fed dan bank sentral Jepang. Sementara pelemahan yen merespon aksi quantitative easing secara masif yang digelar semenjak Perdana Menteri Abe berkuasa. Pelemahan nilai tukar yen nampaknya diharapkan oleh investor Jepang seperti tercermin PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 melalui peningkatan pesat indeks Nikkei. Dengan suku bunga dalam negeri yang rendah dan pasokan yen yang melimpah, yen kembali menjadi negara sumber carry trade. Keperkasaan dollar ini secara intuitif bertolak belakang dengan pemikiran bahwa dunia ini telah mengalami kelebihan pasokan dollar. Melalui Catatan Akhir Tahun 2013, kami tunjukkan bahwa velocity of money (rasio antara GDP nominal dan uang beredar di Amerika Serikat) sejak global financial crisis 2008 sebetulnya turun drastis yang secara teoretis bakal memicu pelemahan dollar dalam jangka panjang. Ingat bahwa GDP nominal mewakili demand for dollar untuk menopang aktivitas sektor riil. Sementara stock uang beredar mencerminkan penciptaan likuiditas termasuk lewat injeksi pembelian obligasi oleh bank sentral. Lalu mengapa penguatan dollar bisa terjadi? Nampaknya jawaban tidak hanya karena “Eropa belum memanas sementara negara berkembang di Asia belum mendingin” seperti yang kami ulas dalam Catatan Akhir Tahun 2013. Permintaan investor untuk euro berkurang karena area euro dinilai kurang “cuan”. Sementara negara berkembang di Asia tetap membutuh dollar untuk pembiayaan defisit neraca berjalan. Penurunan defisit neraca berjalan diharapkan meredakan penguatan dollar. Namun kini nampaknya ada faktor tambahan setelah mencermati aksi quantative easing masif yang ditempuh Bank of Japan untuk keluar dari jebakan deflasi. Bank of Japan telah mempublikasikan target kuantitatif inflasi sebesar 2% pada April 2015. Publikasi Institute for International Finance edisi November 2014 mengungkap bahwa operasi quantitative easing sejak akhir 2012 telah menyebabkan total asset bank sentral Jepang melambung hingga sekitar 60% GDP. Proporsi ini sangat besar bila dibanding rasio untuk the Fed, ECB dan Bank of England yang berkisar 25% GDP. Sebagai akibatnya, kita mencermati lonjakan pertumbuhan M1 (daya beli efektif) di Jepang. Data per Oktober 2014, laju pertumbuhan tahunan M1 melesat 37% setelah melampaui angka tertinggi 56% pada Februari 2014. Sementara itu prospek ekonomi Jepang yang sulit pulih selama kebijakan reformasi (dikenal sebagai Abe’s the third arrow) belum sepenuhnya diterapkan. Sangat bisa jadi reflasi (penggelembungan) ekonomi Jepang melalui injeksi moneter masif ini merupakan aksi strategis politisi Jepang untuk mengimbangi kebangkitan ekonomi dan pengaruh politik China. Sebagai akibatnya velocity of money Jepang menurun jauh lebih cepat ketimbang Amerika Serikat. Sehingga sangat bisa jadi, kita tengah memasuki era pelemahan yen yang turut menyebabkan dollar index DXY menguat. Pada dasarnya yang sedang dan bakal terjadi adalah currency wars antar negara maju. Bagi Amerika Serikat, penguatan dollar turut membantu menurunkan inflasi yang sebelumnya telah ditopang oleh penurunan harga energi akibat melimpahnya pasokan shale-gas. Laju inflasi tahunan Amerika Serikat pada bulan Oktober 2014 berkisar 1,7% atau masih berada dibawah 2% sebagai target the Fed. Patut diduga dollar akan semakin menguat bila the Fed menaikkan bunga. Negara berkembang di Asia yang banyak mengekspor ke Amerika Serikat umumnya menyukai penguatan dollar. Namun sebaliknya, bakal ditanggapi negatif oleh perusahaan Amerika Serikat sebab memperlemah daya saing ekspor. Hal ini cukup beralasan mengingat selama tahun berjalan hingga September 2014 defisit Amerika Serikat membesar dibanding periode yang sama tahun 2013. Evaluasi Strategi Investasi 2014 Melalui Catatan Akhir Tahun 2013 kami memproyeksikan sejumlah fenomena penting sebagai acuan strategi berinvestasi selama tahun 2014. Yakni super commodity cycle unwinding, Fed tigthening bias, global rebalancing 2.0 yang mempersengit persaingan regional dan pelaksanaan Pemilu 2014 yang memicu crowding-out effect. Semua fenomena itu menjadikan kebijakan pengendalian current account defisit menjadi penentu untuk menarik kembali investor asing berinvestasi di Indonesia. Kendati memproyeksikan perlambatan pertumbuhan ekonomi, namun saat itu kami menyarankan investor tetap berinvestasi di dalam saham sembari tone-down expectation terkait peluang return IHSG. Sebab dengan mencermati pola hubungan antara sektor riil, daya beli dan kinerja pasar modal pada sejumlah negara, kami menyakini koreksi yang diderita IHSG selama 2013 berlebihan. Kami ingatkan bahwa investor asing malah lebih menyukai ekonomi yang relatif stabil ketimbang overheated seperti yang diindikasikan oleh defisit neraca berjalan yang membesar. Kami memproyeksikan return IHSG selama tahun 2014 cukup konservatif sekitar 13%. Kami juga menyarankan strategi defensif termasuk dengan mempertimbangkan obligasi negara bilamana yield meningkat melebihi proyeksi inflasi jangka panjang yang kami taksir sekitar 7%. Stratgi ini untuk mengantisipasi sekira investor asing melepas kepemilikannya. Strategi dan proyeksi asset class return itu didasarkan sejumlah asumsi makroekonomi kurs rupiah akan mengambang pada kisaran 11.400 per dollar, laju inflasi 6%, BI rate 8% sementara pertumbuhan ekonomi hanya 5,3%. The Magic of Seven 9 Sentiment Driven Rally 10 Lalu bagaimana evaluasi strategi investasi tersebut? Secara umum, dapat kami sampaikan kinerja asset saham lebih baik dari yang kami proyeksikan. Sementara strategi defensif melalui investasi pada obligasi negara yang terbilang paling aman malah tidak nyaman sebagai dampak crowding-out effect yang memicu exchange rate and supply risks. Hal ini memang tidak berlaku bagi investor obligasi yang mengharapkan dividen kupon. Namun strategi defensif berbuah hasil setelah Presiden Jokowi memangkas subsidi BBM. Rupiah cenderung lebih lemah dari proyeksi, terutama terkait fenomena penguatan dollar. Sementara penurunan harga komoditas yang meredam daya beli memungkinkan prognosa inflasi hanya 4,8% hingga akhir tahun 2014. Namun dengan keputusan pemerintah menaikkan harga BBM, inflasi hingga akhir tahun berisiko melesat menjadi 7,9%. Mulanya BI rate terjaga tetap 7,5%. Namun sehari setelah kenaikan BBM, BI rate dinaikkan menjadi 7,75% untuk mengantisipasi lonjakan inflasi yang lebih tinggi paska kenaikan harga BBM sekaligus untuk mencapai target inflasi 2015. Memasuki triwulan pertama 2014, kami cermati perekonomian mulai stabil terutama dari sisi penurunan defisit neraca berjalan dan inflasi. Lingkungan eksternal juga mulai bersahabat setelah yield T-bond ternyata malah menurun ketika rencana tapering-off dijalankan mulai awal tahun. Seperti telah dijelaskan, yield T-bond yang rendah itu kembali memicu capital inflows menuju negara berkembang, termasuk Indonesia. Akibatnya harga saham dan SUN Indonesia serta kurs rupiah mengalami penguatan. Pendulum investasi saham nampak berotasi dari negara maju menuju negara berkembang. Bisa jadi karena pertimbangan valuasi relatif setelah indeks saham negara maju naik pesat selama tahun 2013, NKY 56%, SPX 29,6% dan SX5E 18%. Apalagi sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, sudah melakukan berbagai langkah stabilisasi (baca: memperlambat pertumbuhan ekonomi) untuk meredam defisit neraca berjalan. Itu sebabnya pada awal tahun 2014, mata uang Turki dan Argentina melemah drasti seolah mengalami giliran terkena hukuman. Profil makroekonomi Indonesia terus membaik setelah BI mengumumkan posisi cadangan devisa Februari 2014 sebesar $102 milyar, naik $2 milyar terhadap Januari 2014. Untuk memperkuat sistem keuangan terhadap goncangan eksternal, BI menjalin kerjasama bilateral swap agreement dengan sejumlah bank sentral di Asia. Perbaikan sentimen terhadap Indonesia ditunjukkan oleh menurunnya angka credit default swap (CDS). Kami putuskan untuk menunggangi peluang sentiment driven rally itu dengan menambah alokasi di dalam saham. Arus masuk modal asing terlihat mulai deras memasuki bulan Februari. Hal inilah yang melandasi kinerja reksa dana dan discretionary account kami pada triwulan pertama membukukan kinerja yang lebih tinggi dibanding acuan IHSG dan sejumlah kompetitor utama. Pada periode ini, kita menyaksikan pemerintah aktif melakukan front-loading dengan menerbitkan obligasi lebih banyak untuk mengantisipasi risiko gejolak politik menjelang Pemilu Legislatif (pileg). Election Euphoria Rally Setelah sentiment-driven rally, kami mengharapkan ada semacam election euphoria rally memasuki triwulan kedua. Walau kami meyakini rally itu tidak sekuat pemilu-pemilu sebelumnya terkait penurunan harga berbagai komoditas ekspor. Keputusan Megawati, ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mendukung pencalonan Joko Widowo sebagai presiden memacu gairah pasar keuangan. Ditengah kejatuhan bursa global yang tersengat kecemasan krisis politik Ukrania dan perlambatan ekonomi China, pasar modal dan nilai tukar Indonesia justru terus melaju. Arus masuk modal asing memampukan IHSG pada hari itu mencetak kenaikan harian 3,2% sehingga kinerja selama tahun berjalan mencapai 14%. Sementara itu rupiah menguat menjadi Rp11.355 per dollar. Kegairahan ini kemudian dikenal sebagai Jokowi’s effect. Mencermati kenaikan pesat IHSG, sebagai investor yang rasional kita harus waspada apakah market has pricedin all good news. Sebab bagaimanapun kinerja IHSG pada akhirnya harus bertumpu pada prospek fundamental pertumbuhan ekonomi yang mengangkat nilai perusahaan. Melalui Pemilu 2014, masyarakat Indonesia memilih (to pick) pemimpin yang mampu melakukan perbaikan (to fix) fundamental Indonesia. Tantangan ekonomi Indonesia terbilang berat bila mencermati penurunan harga komoditas ekspor ekstraktif sementara subsidi BBM terus membebani anggaran. Kondisi ini membuat market akan sensitif terhadap news. Kemudian investor dikejutkan oleh revisi forward guidance the Fed yang sudah dikomandani oleh Yellen. Investor kembali mencemaskan the Fed akan mengetatkan likuiditas. Pasar keuangan Indonesia kembali tertekan oleh apa yang kemudian dikenal sebagai Yellen’s effect. Sentiment terhadap Indonesia juga memburuk ketika hitung cepat mengindikasikan perolehan suara PDI-P tidak melambung diatas 20 persen yang menjadi syarat pencapresan. Sehinggga dapat dipastikan setiap parpol harus membangun koalisi untuk maju dalam Pemilu Presiden 9 Juli 2014 mendatang. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Seperti yang kami ingatkan melalui Catatan Akhir Tahun 2013, pelaksanaan pemilu 2014 menyebabkan investor memiliki banyak pilihan. Termasuk di negara lain semisal India yang menyelenggarakan pemilu lebih awal dibanding Indonesia. Yang terjadi di India akan menjadi model yang membentuk harapan investor. Terpilihnya Narenda Modi sebagai tokoh yang dianggap reformis dan didukung oleh Parlemen melandasi optimisme investor asing. India terbukti menikmati arus masuk modal asing tertinggi sehingga memungkinkan kinerja bursa India memimpin di tempat teratas. Persaingan ketat menjelang dan setelah Pemilu Presiden 9 Juli 2014 yang mempertandingkan pasangan JokowiJusuf Kalla versus Prabowo-Hatta Rajasa sangat mempengaruhi pergerakan pasar keuangan. Kemenangan JokowiJusuf Kalla baru melegakan setelah sidang gugatan pasangan Prabowo-Hatta ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Selain tetap dibayangi oleh risiko kenaikan bunga Fed, fokus investor terpusat pada kecepatan presiden terpilih Jokowi membentuk kabinet yang kredibel dan keberaniannya memangkas subsidi BBM. 11 Investor Asing Lebih Bullish Fenomena crowding-out effect yang memicu kenaikan bunga deposito dan trauma kejatuhan IHSG paska rencana Fed tapering-off Mei 2013 menyebabkan investor lokal kurang berpartisipasi dalam equity rally sepanjang tahun 2014. Dengan status mendapat keringanan pajak untuk deposito, dana pensiun menikmati pencapaian target portfolio selama 2014 cukup dengan alokasi saham yang terbatas. Ringkasnya, investor asing lebih bullish ketimbang domestik. Peraga dibawah ini menunjukkan keeratan hubungan antara arus masuk modal asing dan kinerja IHSG. Terlihat sepanjang tahun berjalan hingga ketika publikasi ini disiapkan (2 Desember 2014), total arus masuk modal asing mencapai $4,4 milyar yang menopang kenaikan IHSG sebesar 21%. Terlihat India menikmati inflows paling besar sekitar $16,3 milyar. Pola hubungan antara arus masuk dan kinerja indeks saham kami gunakan memproyeksikan posisi IHSG hingga akhir tahun 2014 berdasarkan estimasi posisi pembelian bersih investor asing sepanjang tahun berjalan. Jika arus modal masuk terus melesat hingga mencapai $6 milyar, maka IHSG diproyeksikan sebesar 5324,5 pada akhir tahun. • Nov-14 • Nov-14 5.5 • Oct-14 Indonesia JCI Forecast Daily 396.2 • Oct-14 India • Sep-14 12/2/14 • Sep-14 Foreign Equity Flows • Aug-14 •Aug-14 • Jul-14 • Jul-14 • Jul-14 0 • Jul-14 4200 • Jun-14 1000 • May-14 4400 • May-14 2000 • Apr-14 4600 • Apr-14 3000 • Mar-14 4,800 • Mar-14 4000 • Feb-14 5,000 • Feb-14 5000 • Jan-14 5,200 • Jan-14 6000 • Jan-14 5,400 WTD MTD 833.6 QTD YTD 1YREq_YTD WFII JCIF 2,319.8 2,465 16,279 18,805 34.5 3,000.0 4,870.5 5.5 5.5 179 4,406 3,963 21.1 4,000.0 5,021.5 Philippine (1.0) 2.0 2.0 63 1,386 1,228 24.7 5,000.0 5,172.6 South Korea 50.7 125.2 125.2 (325) 7,773 6,217 -2.3 6,000.0 5,323.6 Thailand (1.0) (1.0) (1.0) (162) (249) (1,312) 22.5 7,000.0 5,474.7 Brazil 25.4 (6.7) 644.5 222 9,849 9,870 1.5 8,000.0 5,625.8 6,239.1 23,270.3 28,447 21,224 44,613 8.4 9,000.0 5,776.8 Japan IHSG Flows ($ juta) Arus Masuk Modal Asing Menopang IHSG Source: Bloomberg Source: BahanaTCW The Magic of Seven Menunggangi Crowding-Out Effect 12 Seperti halnya dana pensiun, kami juga sesungguhnya turut menunggangi crowding-out effect melalui reksa dana pasar uang Bahana Dana Likuid (BDL). Agar hasilnya optimal, kami mengosongkan reksa dana tersebut dari unsur obligasi termasuk yang berjangka pendek. Strategi ini memungkinkan kinerja BDL terdepan di industri dengan kinerja setahun terakhir sebesar 9,1%. Jelas pencapaian ini lebih besar dibanding deposito yang bisa diterima oleh investor individu yang memiliki dana terbatas. Namun kami juga mengingatkan bahwa investor perlu mengantisipasi pembalikan arah (inflection point) sekira pemerintah terpilih berani memangkas subsidi BBM. Fenomena crowding-out effect akan memudar bilamana pemerintah mengurangi penerbitan surat utang terutama pada tahun 2015. Pemangkasan subsidi BBM juga berpeluang mendorong penguatan rupiah terutama bila indeks dollar DXY melemah. Nampaknya antisipasi kami itu terealisasi. Ketika publikasi ini disiapkan, kinerja pasar modal dan nilai tukar sepanjang tahun 2014 terbilang menggembirakan. IHSG mencetak kenaikan 20,5%, indeks obligasi ABF-Indonesia 13,9% dengan yield SUN 10 tahun 7.7%, sementara kurs rupiah 12.200 per dollar. Arus masuk modal asing di dalam saham ditaksir mencapai $4,4 milyar, sementara untuk obligasi negara mencapai Rp481,2 trilyun atau sekitar 39% total penerbitan. Patut diduga dollar akan semakin menguat bila the Fed menaikkan bunga. Negara berkembang di Asia yang banyak mengekspor ke Amerika Serikat umumnya menyukai penguatan dollar. Namun sebaliknya, bakal ditanggapi negatif oleh perusahaan Amerika Serikat sebab memperlemah daya saing ekspor. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Proyeksi Lingkungan Makroekonomi dan Strategi Investasi 2015 I guess it comes down to a simple choice, really. Get busy living or get busy dying -Andi Dufresne, The Shawshank Redemption, 1994 13 IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi 2015 Laporan IMF untuk pertemuan pemimpin negara G20 di Brisbane mengingatkan bahwa prospek pemulihan global yang selama ini tidak berimbang dan rapuh dikuatirkan akan melambat. Kekuatiran IMF itu setelah mencermati kelesuan aktivitas ekonomi selama semester pertama 2014. Hal ini melandasi IMF memangkas prospek pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,3% dan 3,8% masing-masing untuk tahun 2014 dan 2015. Untuk menepis kekuatiran itu, IMF meminta komitmen para pemimpin G20 untuk memacu pertumbuhan global. Mencermati faktor kelebihan kapasitas dan perlambatan inflasi, IMF menyarankan negara maju secara umum mempertahankan kebijakan moneter akomodatif. Walau menilai pengurangan stimulus the Fed sejalan dengan pemulihan ekonomi Amerika Serikat, IMF mengingatkan pelaksanaan yang berhati-hati. Hal ini diperlukan untuk memelihara kestabilan pasar keuangan. Kebijakan moneter akomodatif tetap dibutuhkan oleh Jepang dan Eropa untuk mengatasi ancaman deflasi. Untuk kawasan Euro, IMF menyarankan untuk meneruskan konsolidasi fiskal dan memacu daya saing seperti melalui pengendalian upah pekerja. Sementara bagi Jepang yang kembali menghadapi risiko pelemahan ekonomi paska kenaikan pajak penjualan, IMF menyarankan untuk memacu reformasi sekaligus pertumbuhan ekonomi. Untuk negara berkembang, IMF menyarankan untuk membangun kapasitas pertahanan guna menghadapi transmisi gejolak yang bisa dipicu oleh pengetatan likuiditas eksternal. Untuk itu, IMF menekankan pentingnya reformasi struktural termasuk dengan mengubah komposisi pengeluaran belanja publik agar tidak memperburuk kondisi neraca berjalan. Tantangan US-Led Global Recovery Ketika publikasi ini disiapkan, konsensus Bloomberg memproyeksikan laju pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2015 sebesar 3%. Angka ini lebih gegas dibanding 2,2% untuk tahun 2014 dan lebih tinggi dibanding proyeksi 2015 untuk Eropa (1,2%) dan Jepang (1%). Kami menilai kualitas pertumbuhan Amerika Serikat terbilang kokoh bila mencermati penyaluran kredit perbankan kepada sektor komersial dan industri. Nampaknya fenomena “too much money but too little credit” pada masa lalu setelah Fed melakukan QE mulai menunjukkan perbaikan. Hingga September 2014, kredit perbankan untuk sektor komersial dan industri bertumbuh 12,2% dibanding tahun sebelumnya. Seperti terlihat pada peraga, penyaluran kredit sempat melemah pada triwulan kedua 2013 setelah the Fed dilansir akan melakukan tapering-off. Optimisme pemulihan ekonomi Amerika Serikat juga didukung oleh pertumbuhan kendaraan bermotor (Auto). The Magic of Seven Menilai Kualitas Pemulihan Ekonomi AS 5 30 4 20 3 10 2 0 1 14 -10 0 -1 -20 -2 -30 GDP growth (kanan) -3 Commercial & Industrial Loans Auto -40 Jun-14 • Sep-14 • Mar-14 • Dec-13 • Jun-13 • Sep-13 • Mar-13 • Dec-12 • Jun-12 • Sep-12 • Mar-12 • Dec-11 • Jun-11 • Sep-11 • Mar-11 • Dec-10 • Jun-10 • Sep-10 • Mar-10 • Dec-09 • Jun-09 • Sep-09 • Mar-09 • Dec-08 • Jun-08 • Sep-08 • Mar-08 • Dec-07 • Jun-07 • Sep-07 • Mar-07 • Dec-06 • Jun-06 • Sep-06 • Mar-06 • Dec-05 • Jun-05 • Sep-05 • -50 Mar-05 • -4 -5 Kami menilai paling tidak ada dua tantangan yang menyertai pemulihan ekonomi Amerika Serikat: 1. Dampak kebijakan pengetatan moneter the Fed baik melalui peningkatan suku bunga atau penjualan obligasi (quantitative tightening) terhadap pasar modal dan nilai tukar. 2. Risiko rotasi regional menuju negara yang lebih terangkat oleh percepatan pemulihan ekonomi Amerika Serikat. Konsensus investor yang disurvei Bloomberg mengindikasikan Fed fund rate bakal naik pada triwulan kedua dan ketiga tahun 2015. Model Prof. Taylor yang populer digunakan untuk mengestimasi Fed fund rate yang tetap kondusif memacu kesempatan kerja dan mengendalikan inflasi sudah lama menyarankan kenaikan bunga Fed. Bahkan dengan inflasi inti sekitar 1,8% dan tingkat pengangguran sudah menurun menjadi 5,8%, model itu menyarankan angka 2,9%. Angka ini jelas tinggi sebab melebihi yield T-bond 10 tahun saat ini. Itu sebabnya kami menduga the Fed akan menggunakan kombinasi menaikkan bunga dan menjual obligasi negara (quantitative tightening, QT). Pencermatan data historis mengindikasikan kinerja SPX berkorelasi dengan posisi neraca the Fed akibat operasi QE. Sehingga bagi investor saham, pertanyaan yang mengemuka adalah bagaimana dampak QT terhadap indeks saham seperti SPX. Kita juga memahami bahwa the Fed sebagai penopang utama pasar obligasi di Amerika Serikat. Dengan demikian menjadi penting bagi kita investor di Indonesia untuk mengetahui konsensus yield T-bond untuk beberapa periode ke depan guna memproyeksikan yield SUN. Kedua hal ini akan dibahas pada sesi Strategi Investasi 2015. Risiko Rotasi Regional Apakah Indonesia termasuk negara yang paling diuntungkan oleh pemulihan ekonomi Amerika Serikat? Data pemerintah Amerika Serikat menunjukkan bahwa selama tahun berjalan hingga September 2014 Indonesia menikmati surplus perdagangan sebesar $8,1 milyar atau tumbuh 9,2% dibanding setahun sebelumnya. Namun dapat dicermati bahwa surplus Indonesia terhadap Amerika Serikat masih kalah besar dan kalah pesat dibandingkan negara seperti Malaysia, Thailand dan India. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Trade Balance Terhadap USA Selama 9M14 $ milyar YoY % China Negara 251.8 5.75 Japan 49.3 (10.66) India 18.8 21.07 Korea 17.5 3.31 Malaysia 12.3 17.16 Thailand 11.4 Taiwan 10.7 Russia 10.6 (16.70) 8.1 9.17 Philippine 0.6 102.01 Singapore -9.9 6.41 Australia -12.4 (1.40) Hong Kong -25.8 (7.07) Indonesia Trade Balance Indonesia Terhadap USA Selama 9M14 Jenis Komoditas Total $ milyar YoY % 8.1 9.17 Miscellaneous Manufactured Articles 6.1 (1.42) Manufactured Goods 1.4 10.33 Food and Live Animals 0.9 60.60 9.08 Mineral Fuels, Lubricants and Related Material 0.6 12.20 9.54 Animal and Vegetable Oils, Fats and Waxes 0.5 60.15 Chemicals and Related Products, nes -0.2 32.59 Crude Materials, Inedible, Except Fuels -0.5 271.09 Machinery and Transport Equipment -0.6 (40.14) Source: CEIC Lebih lanjut, kami menghitung sekitar 75% surplus Indonesia itu disumbang oleh sektor aneka barang manufaktur dimana Indonesia semestinya memiliki competitive advantage, termasuk dengan China berdasarkan upah pekerja. Namun terlihat, suplus itu masih mengalami penurunan walau sudah juga ditopang oleh pelemahan rupiah yang semestinya membuat lebih kompetitif. Sebaliknya China walau dengan mata uang yang menguat terhadap dollar, tetap menunjukkan dominasi dan pertumbuhan lebih tinggi untuk sektor tersebut. Itu sebabnya, seperti saran maha guru Ekonomi Pembangunan Gustav Papanek, pemerintah harus mendukung industri tersebut dengan dukungan keuangan dan pelatihan tenaga kerja disamping perbaikan infrastruktur. Tantangan presiden Jokowi memang berat. Selama 10 tahun terakhir, rasio ekspor terhadap GDP cenderung menurun. Sementara itu surplus neraca berjalan memburuk menjadi defisit, terutama akibat melonjaknya subsidi BBM. Kedua indikator ini menegaskan secara internasional Indonesia kurang kompetitif dan produktif. Lebih lanjut, dengan mencermati net interest margin perbankan yang relatif tebal secara internasional, menunjukkan sistem keuangan kita yang kurang efisien. Sejauh ini, pelemahan rupiah baru mendorong expenditure reducing seperti terlihat dalam konsumsi yang berasal dari impor. Kriteria utama untuk menilai keberhasilan memanfaatkan rupiah yang kompetitif itu adalah terjadinya resource switching yang tercermin pada peningkatan ekspor yang lebih pesat ketimbang impor sehingga memungkinkan neraca berjalan kembali surplus. Bagaimana membuat rendang Padang selaku Hoka Hoka Bento di dalam dan di luar negeri. Bagaimana tas dan sepatu kulit buatan Cibaduyut bisa bersaing dengan buatan Italia. Atau maskapai penerbangan nasional Garuda bisa setenar Singapore Air. Risiko rotasi regional menuju negara yang lebih menikmati pemulihan ekonomi Amerika Serikat terlihat terindikasi berdasarkan arus masuk modal asing yang pada akhirnya turut menentukan kinerja indek saham. Kami cermati ada percepatan inflows ke negara yang industri yang lebih kuat seperti India, Taiwan dan Jepang. Memang ada kasus yang unik, seperti Thailand, dimana kinerja pasar modal tetap menggunguli Indonesia walau mengalami outflows selama setahun terakhir. Data perdagangan mengungkap Thailand menikmati surplus baik terhadap Amerika Serikat maupun China. Sementara Indonesia, walau ditopang oleh rupiah yang kompetitif namun defisit perdagangan dengan China selama dua tahun terakhir cenderung memburuk. The Magic of Seven 15 Get Busy Living Not Get Busy Dying! 16 Ketika sedang mempersiapkan publikasi ini, kami mendapatkan banyak manfaat setelah berdikusi dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Deputi Senior BI Mirza Adityaswara dan Kepala OJK Muliaman Hadad. Melalui diskusi itu diperoleh gambaran mengenai konstelasi berbagai kebijakan yang bakal ditempuh guna mendukung visi Presiden Jokowi yakni pertumbuhan tinggi dan lebih berkeadilan. Kami dengar target pertumbuhan ekonomi beliau sebesar tujuh persen. Entah apakah itu terkait dengan kedudukan beliau sebagai presiden Indonesia ketujuh. Bacaan kebijakan (policy reading) pemerintah dan Bank Indonesia serta interaksi dengan lingkungan eksternal menjadi landasan kami untuk menetapkan asumsi makroekonomi dan strategi investasi 2015. Banyak pertanyaan mengemuka. Seperti, apa saja upaya Departemen Keuangan untuk memperbaiki kredibilitas APBN? Adakah insentif untuk industri yang membantu pengendalian defisit neraca berjalan? Proyek infrastruktur apa saja yang paling diprioritaskan oleh pemerintah? Bagaimana upaya untuk mempersempit ketimbangan kesejahteraan? Apakah BI akan mempertahankan suku bunga tinggi? Bagaimana sikap BI terhadap nilai tukar rupiah dan antisipasi terhadap risiko pelarian modal sekira Fed menaikkan bunga? Apa saja terobosan OJK untuk memacu financial inclusion serta inovasi untuk memperluas basis investor domestik. Kita berharap pemerintah kita memiliki keyakinan, kegigihan dan kecerdikan seperti Andi Dufresne agar dapat keluar dari penjara Shawshank. Ya, tentunya secepat mungkin lebih baik. Kesigapan para menteri Kabinet Kerja berlari ketika Presiden Jokowi memperkenalkan mereka kepada publik memang cukup menghibur. Demikian juga dengan penggunaan batik atau kemeja putih menggantikan jas formal terkesan lebih sigap bekerja selain lebih akrab dengan masyarakat. Kami senang Pak Ignatius Jonan yang pernah menjadi pimpinan utama induk perusahaan kami Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) dipercaya menjadi menteri perhubungan. Pak IJ, demikian kami biasa menyapa, sebelumnya sukses melakukan transformasi struktural membenahi PT. KAI. Pak IJ menegaskan bahwa sebagai menteri beliau tidak punya misi. Yang ada dan hanya ada adalah merealisasikan visi presiden di bidang perhubungan yang mendukung ekonomi maritim. Kami mendapat kesan pemerintah sangat menyadari bahwa reformasi struktural, terutama pembenahan infrastruktur dan moda transportasi, sangat penting. Salah satu manfaatnya adalah agar inflasi di Indonesia dapat diturunkan secara permanen dan stabil seperti negara sekawasan. Sebab dengan inflasi yang terkendali, daya saing dapat dipacu. Itu sebabnya rencana pembangunan “tol laut” sebagai artikulasi Ekonomi Maritim layak kita cermati. Sewaktu berdiskusi dengan Tim Transisi Jokowi-JK, kami mendengar usulan untuk mengembangkan Indonesia dari bagian tengah dengan mengaktifkan kegiatan ekonomi dalam segitiga Jakarta-Surabaya-Palangka Raya. Tol laut itu diwujudkan bukan dengan jembatan jalan tol di atas permukaan laut melainkan dengan memperbanyak dan melancarkan transportasi barang dan orang antar pulau menggunakan kapal laut. Pilihan moda transportasi sangat strategis untuk memacu industri galangan kapal, turisme bahari sekaligus menjaga kedaulatan wilayah. Menegakkan Kredibilitas APBN Upaya memacu daya saing dan produktivitas jelas menuntut pengeluaran investasi secara berkelanjutan yang membutuhkan pembiayaan besar. Sementara dana pemerintah ada batasnya. Kami sarankan pemerintah harus mencegah terulangnya crowding-out effect. Malah semestinya menciptakan crowding-in effect dimana pengeluaran pemerintah terutama dalam bidang infrastruktur malah mengundang lebih banyak investasi swasta sehingga ekonomi bisa tumbuh lebih gegas. Selama administrasi presiden SBY, sebagai investor dan anggota masyrakat kita semua sudah disuguhkan dengan berbagai rencana percepatan infrastruktur yang komprehensif dan ambisius. Namun kita tersengat dengan kenyataan rencana itu belum banyak terwujud. Selain masalah pembebasan lahan, alokasi dana infrastuktur kerap terpangkas untuk membiayai subsidi BBM. Padahal efek selanjutnya dari lonjakan subsidi justru memperburuk profil makroekonomi yang semakin menghambat penyelesaian infrastruktur. Kita patut bersyukur Pak Jokowi memiliki keberanian memangkas subsidi BBM sebagai langkah awal mengembalikan kredibilitas APBN. Namun, tentunya masih banyak yang harus dilakukan. Untunglah ada khabar baik. Menkeu Bambang Brodjonegoro menyampaikan kemungkinan pemerintah untuk menerapkan sistem subsidi tetap per liter. Kami menduga pelaksanaannya menunggu hingga mekanisme penyaluran dana kompensasi dan kesejahteraan melalui ‘kartu pintar’ telah rampung. Sistem subsidi tetap sesungguhnya pernah dijalankan pada era Presiden Megawati tahun 2002. Dengan PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 penerapan sistem ini, APBN berpeluang tidak sering direvisi sehingga membutuhkan persetujuan DPR. Pengalaman mengajarkan upaya meminta persetujuan DPR kerap kali memicu kegaduhan politik yang cenderung membudayakan kebijakan populis yang mengerogoti kredibilitas pemerintah. Bagi investor, penerapan sistem ini meminimumkan risiko tambahan pasokan SUN (supply risk) untuk membiayai subsidi BBM. Menkeu Bambang berusaha keras agar pengajuan RAPBN kepada DPR nantinya lebih fleksible sehingga pemerintah dan jajaran kabinet dapat fokus pada pelaksanaan. Setelah disetujui oleh DPR menjadi undang-undang, APBN tidak perlu lagi direvisi sehingga memerlukan persetujuan DPR apabila hanya ingin untuk mengadopsi perubahan terbatas lingkungan eksternal. Harus dihindari klausula yang tidak meminimumkan persinggungan dengan DPR agar pengajuan APBN-Perubahan tidak menjadi tradisi rutin tahunan. Pengalaman selama ini mengajarkan bahwa pertemuan dengan DPR sering kali membuat para menteri tidak dapat fokus mengimplementasi berbagai strategi yang telah ditetapkan. Kami yakin investor akan menyambut baik, terutama dengan konstelasi politik dimana DPR tidak dikuasai oleh partai pendukung Jokowi-JK ketika Pemilu. Peran Pak Yusuf Kalla sebagai senior partai Golkar sangat dibutuhkan untuk mendapatkan dukungan dari DPR, atau paling tidak menjinakkan DPR. Kepiawaian politik ini sangat penting agar berbagai rencana penting untuk sebesar-besarnya kemakmuran bangsa dapat segera tercapai. Mencermati defisit neraca jasa, pemerintah berinisiatif memacu industri pariwisata bahari dengan membebaskan visa untuk lima negara pengirim turis terbesar. Selain mendorong industri perkapalan, melalu pariwisata bahari ini durasi turis bisa diperpanjang sehingga diharapkan memberikan lebih banyak pendapatan bagi masyarakat. Menkeu Bambang mengindikasikan untuk mempertahankan tax holiday bagi perusahaan yang membangun industri pengilangan minyak dan petro-kimia. Memang ironi, dengan potensi mineral dan tambang yang demikian melimpah dan dengan pasar yang besar, semestinya Indonesia memiliki industri petro-kimia yang kompetitif dan terhindar dari defisit perdagangan. Terkait upaya untuk mengurangi ketergantungan pada debt financing, Menkeu Bambang menegaskan upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak perorangan termasuk penguatan kepatuhan wajib pajak. Pemerintah tidak dapat lagi mengandalkan penerimaan pajak dari sumber daya alam mengingat harganya yang terus merosot. Ketika publikasi ini disiapkan, kementerian keuangan sedang mempersiapkan APBN2015-Penyesuaian yang akan diajukan kepada DPR bulan Januari 2015. Untuk program mitigasi dampak kenaikan harga BBM, pemerintah berencana menaikkan dana kompensasi menjadi Rp8,14 trilyun agar durasi bisa meningkat menjadi 6 bulan dari sebelumnya 3 bulan. Fitur didalam “kartu pintar” akan diperluas hanya untuk membeli makanan pokok, BBM dan listrik yang disubsidi. Ada rencana untuk menutup akses penggunaan dana di dalam kartu itu untuk pulsa seluler dan rokok. Racikan Macroprudential Bank Indonesia Sementara Bank Indonesia, seperti penjelasan Pak Mirza, nampak akan tetap menjadi semacam rem pengendali. Hal ini penting agar penguatan fundamental perekonomian tetap seimbang sembari menjaga persepsi internasional terhadap Indonesia tetap terpandang. Ringkas kata, Bank Indonesia memberikan warna kebijakan makroekonomi yang prudent. Menurut Pak Mirza, fokus kebijakan Bank Indonesia meliputi: • Menjaga pencapaian target inflasi 2015 sebesar 4% plus minus 1%. • Mengurangi defisit neraca berjalan ke arah yang lebih sehat dan sustainable. •Melakukan monitoring dan pengelolaan hutang luar negeri • Mendorong pendalaman pasar keuangan domestik dan memperluas instrumen di pasar valas, termasuk untuk hedging • Mendorong peningkatan transaksi non tunai guna meningkat efisiensi ekonomi nasional dan memperkuat inrastruktur sistem pembayaran • Mendorong kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI Kami sempat beradu argumen dengan Pak Mirza merespon kenaikan BI rate menjadi 7.75%. Sebab level BI rate sebelumnya, menurut kami, sudah terbilang tinggi dibanding dua acuan normatif. Pertama inflasi jangka panjang (sekitar 7% berdasarkan data historis 10 tahun terakhir) dan headline (4,5%). Apalagi bila digunakan infasi inti, spread BI rate terbilang paling tinggi dibanding negara sekawasan. Acuan normatif kedua adalah BI rate itu lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi 5,01% dan 10 tahun terakhir (5,8%), serta proyeksi pertumbuhan ekonomi 2015 yang sekitar 5,5%.. The Magic of Seven 17 18 Ekspektasi inflasi juga semestinya terkendali dengan penurunan harga komoditas yang memicu perlambatan pertumbuhan M1 (daya beli efektif). Lebih lanjut, laju penyaluran kredit tahunan terus melambat hingga hanya 14%. Angka ini sudah mendekati rata-rata pertumbuhan GDP nominal selama 10 tahun terakhir yang bisa dijadikan acuan kebutuhan normal sektor riil. Alias penyaluran perbankan saat ini sudah terkonsolidasi atau ternormalisasi. Namun setelah mendengarkan penjelasan Pak Mirza, akhirnya Kami dapat menerima. Termasuk turut meluruskan kekeliruan persepsi investor bahwa Rapat Dewan Gubernur (RDG) sehari setelah kenaikan harga BBM bukan sebagai emergecy meeting. BI memang menyakini bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM. Namun BI tidak tahu saat pelaksanaan dan besaran kenaikan. Untuk itu BI sudah mengagendakan RDG begitu pemerintah menaikkan harga BBM. Dengan pre-emptive hike itu, pada dasarnya BI mengantisipasi sekira kenaikan inflasi paska pemangkasan subsidi lebih tinggi dari yang diduga. Akan lebih baik dinaikkan sekarang dibanding nanti pada bulan Desember, sehingga terkesan BI adaptif. Apalagi BI juga menginginkan realisasi inflasi hingga akhir tahun 2014 ini tetap dibawah 7,8%. Kenaikan BI rate itu juga untuk mencapai target inflasi pada kisaran 4±1% pada tahun 2015. Kepada investor asing yang banyak berinvestasi di Indonesia, BI mengirim pesan bahwa BI sudah ahead the curve mengantisipasi kenaikan Fed rate. BI juga meyakini bahwa dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 dapat mencapai 5,4-5,8 % dan akan lebih tinggi dalam jangka menengah-panjang. Pak Mirza menunjukkan bagaimana arus modal asing, baik dalam bentuk portfolio maupun langsung (FDI), sangat berperan untuk membiayai defisit neraca berjalan dan fiskal. Namun memang harus diingat bahwa ketersediaan dana asing -- apalagi berupa portfolio -- tidak bisa permanen. Tanpa arus modal asing, kita membiayai kedua defisit itu dengan penjualan asset negara (privatisasi) atau pelepasan cadangan devisa. Kita tentunya lebih mengharapkan inflows itu lebih banyak berupa FDI. Namun beberapa tahun terakhir ada indikasi defisit neraca pendapatan, terutama repatriasi keuntungan investasi, terus meningkat. Selama tahun 2013 defisit neraca pendapatan mencapai $27 milyar termasuk berupa dividen dan pelunasan utang kepada parent company di luar negeri. Arus keluar seperti ini biasanya meningkat pada triwulan kedua setiap tahun. Selama tahun 2014 hingga triwulan ketiga sudah mencapai $20 milyar. Hal ini mengindikasikan penurunan re-investment return atau peningkat risiko berinvestasi di Indonesia. Menurut BI, sangat penting bagi pemerintah memberi insentif agar retained earning FDI itu diinvestasikan kembali di Indonesia. Untuk itu, pemerintah harus memastikan bahwa peluang investasi yang menguntungkan tetap tersedia di Indonesia yang harus ditunjukkan dengan kemudahan berbisnis bagi investor asing. Selain memacu penyediaan infrastruktur dasar, pemerintah – seperti yang disarankan World Bank – perlu menerapkan formula atau acuan penetapan upah tenaga kerja yang rasional dan terbuka. Seperti melalui acuan peningkatan produktivitas dan daya saing. Pekerja mungkin tidak harus setiap tahun meminta kenaikan upah (apalagi dengan cara yang anarkis) apabila pemerintah dapat menurunkan cost of living pekerja. Misal dengan menyediakan jaminan kesehatan, mengendalikan harga energi dan pangan agar terjangkau, dukungan untuk pendidikan keluarga serta kedekatan tempat tinggal dan tempat kerja. Walau BI rate dinaikkan menjadi 7,75% namun bila dicermati lebih lanjut sebetulnya BI tetap pro-growth. Sebab deposit facility rate, yakni kompensasi untuk bank komersial yang menyimpan kelebihan dana di BI, tetap 5,75%. Sebaliknya BI menaikkan lending facility rate, yakni ongkos yang harus dibayar oleh bank komersial bila meminjam uang di BI, dinaikkan 50bps menjadi 8%. Namun, kami duga suku bunga ini masih figuratif. Sebab bank memahami bahwa persepsi masyarakat bisa memburuk apabila mengetahui mereka meminjam uang kepada BI. Kita berharap kenaikan BI rate tidak disertai oleh kenaikan bunga maksimum penjaminan. Pak Mirza juga mengindikasikan kemungkinan BI tidak lebih memperketat pemberlakuan loan to value ratio (LTV) bagi sektor property. Sebab, menurut BI, setelah implementasi kebijakan LTV tahap kedua bulan September 2013 sudah menunjukkan hasil. Pertumbuhan kredit perumahan dan harga properti residensial menunjukkan tren menurun. Perlambatan kenaikan harga properti terjadi baik di segmen perumahan atas (> 150m2) dan segmen perumahan menengah (80-150m2). Kami juga mencermati defisit komoditas iron and steel yang telah berkurang drastis bila dibandingkan tahun lalu. Komoditas itu bersama chemical merupakan penyumbang defisit neraca perdagangan nomor empat dan tiga terbesar setelah fuel dan alat transportasi. Terkait kebijakan BI terhadap rupiah, Pak Mirza mengharapkan para analyst untuk mensosialisaskan konsep real effective exchange rate (REER) agar masyarakat dapat lebih jernih menyikapi pergerakan rupiah. Penguatan rupiah bisa jadi bukan sesuatu yang bermanfaat sekira hal tersebut menurunan daya saing produk Indonesia. Konsep REER ini memperhitungkan perbedaan tingkat inflasi suatu negara terhadap para mitra dagang. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Berikut ini kami muat perbandingan REER yang dipublikasikan oleh Bank for International Settlement (BIS). Ringkasnya BIS itu seperti bank sentral bagi bank sentral. Acuan umum adalah daya saing suatu negara menguat apabila indeks REER dibawah 100. Terlihat JPY merupakan mata uang yang paling kompetitif menyusul kejatuhan nilai nominalnya paska aksi quantitative easing BoJ. Di lain sisi CNY (yuan) mengalami penguatan yang berisiko menurunkan daya saing China. Bank Indonesia, sekali lagi menurut Pak Mirza, cukup nyaman dengan kurs rupiah 12.000 per dollar pada akhir Oktober mengingat secara REER terbilang kompetitif. BIS Real Effective Exchange Rate as Oct-14 19 130 121.57 120 110 100 87.08 90 80 70 60 0.87 13.47 3.32 32.64 44.90 1.072.69 1.60 6.12 TRY 1.25 2.22 IDR 43.49 12.109.00 ZAR 61.41 11.02 JPY 2.50 113.28 50 BRL INR RUB EUR AUD MXN MYR THB PHP KRW GBP CNY Upaya memacu ekspor ternyata sejalan dengan mencegah kerentanan macroekonomi akibat lonjakan utang luar negeri. Mahalnya suku bunga kredit di dalam negeri dan dan kelebihan likuiditas di luar negeri telah memicu lonjakan utang swasta. Hingga akhir September 2014, posisi utang luar negeri tercapat sebesar $292,3 milyar dimana sekitar $159,3 milyar merupakan utang swasta. Hutang swasta ini melesat jika dibandingkan dengan akhir 2009 yang baru mencapai $73 milyar. Rasio total utang luar negeri terhadap PDB per September 2014 mencapai 34%. Sudah masuk lampu kuning walau masing aman. Namun rasio debt service ratio (DSR), yaitu rasio total pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri relatif terhadap total penerimaan transaksi berjalan, mencapai 46,2%. Ini sudah masuk lampu merah. Sebab sekitar separuh surplus untuk membayar utang. Agar pengelolaan utang luar negeri lebih optimal tanpa memicu risiko kerentanan makroekonomi pada kemudian harti, BI menerbitkan PBI No. 16/20/PBI/2014 tanggal 28 Oktober 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. The Magic of Seven Strategi Investasi 2015 Asumsi Makroekonomi 2015 Asset Class Performance, 02-Dec-14 YTD, % 20 Currency DXY10.23 Yield 10-y Germany 0.41 Equity SENSEX34.48 Commodity Nickel17.27 INR-0.15 Japan0.41 SHCOMP 30.60 Gold-0.55 THB-0.29 Spain1.28 PCOMP 24.69 Tin-9.17 PHP -0.73 Italy 1.65 SET22.47 CPO-19.10 IDR -0.81 USA 2.00 JCI21.09 Rice-22.11 CNY -1.56 Portugal 2.08 SPX11.10 Coal-24.82 SGD -3.30 Thailand 2.88 NKY 8.42 Cotton-30.33 EUR -9.64 Indonesia 4.08 SX5E 4.60 Rubber-34.22 JPY-11.71 Greece 7.72 MXAPJ 0.22 Brent Oil-34.68 Source : Bloomberg, BahanaTCW Seperti edisi Catatan Akhir Tahun sebelumnya, perbandingan kinerja antar asset bermanfaat untuk memetakan profil sejumlah variable makroekonomi utama. Asumsi besaran makroekonomi ini juga harus mempertimbangkan respon kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia, seperti yang sudah diuraikan diatas. Ketika publikasi ini disiapkan, harga minyak dunia mengalami penurunan tajam dibawah $75 per barel. Untuk minyak mentah jenis Brent, yang harga dan pergerakannya lebih selaras dengan minyak Indonesia (ICP), mengalami penurunan sekitar 35% sepanjang tahun berjalan. Kejatuhan harga minyak itu disebabkan oleh keengganan Saudi Arabia untuk memangkas produksi guna menjaga harga. Analis komoditas menduga hal itu merupakan strategi Saudi Arabia untuk merebut kembali pasar energi di Amerika Serikat yang beberapa tahun terakhir mulai beralih menjadi shale-gas. Tidak pelak penurunan harga minyak mentah ini memperberat tantangan pengelolaan ekonomi Indonesia agar segera mengurangi ketergantungan kepada komoditas ekstraktif seperti batu-bara. Pada kelompok obligasi negara kita mencermati yield yang terjaga rendah sebagai akibat kelebihan likuiditas dan penurunan inflasi sejalan dengan kejatuhan harga komoditas dan energi. Terlihat juga harga komoditas primer terus mengalami penurunan, kecuali Nickel yang dipicu kelangkaan setelah Indonesia melarang ekspor biji mineral. Kami mengasumsikan trend penguatan dollar tetap terjadi terkait kelebihan likuiditas yang jauh lebih banyak yang diciptakan oleh pemerintah Jepang. Trend penguatan dollar ini berpengaruh pada posisi rupiah. Seperti telah dijelaskan di muka, BI sendiri cenderung mendukung rupiah yang sedikit undervalued di bandingkan mata uang regional. Keputusan pemerintah memangkas subsidi BBM dan penurunan harga komoditas yang “lebih ringan” ketimbang minyak mentah secara intuitif memberikan semacam berkah bagi profil makroekonomi. Pemerintah berpeluang mendapatkan semacam saving yang dapat dimanfaatkan untuk mempercepat penyediaan infrastruktur yang dapat menaikkan daya saing ekspor. Namun kondisi likuiditas domestik diduga tetap ketat walau dengan penurunan harga minyak mentah dan pemangkasan subsidi BBM berpeluang mengurangi emisi obligasi negara. Kebutuhan likuiditas relatif tetap tinggi. Penyebabnya adalah pertumbuhan dana pihak ketiga (deposito) lebih lamban ketimbang penyaluran kredit. Untuk memacu kredit perbankan harus menarik lebih banyak dana masyarakat sehingga menaikkan bunga deposito. Data Bank Indonesia per September 2014 menunjukkan rasio deposit to GDP sekitar 40,5% sementara credit to GDP sekitar 36,1%. Spread keduanya terus menipis yang disebabkan pertumbuhan kredit yang lebih cepat ketimbang deposito. Dengan spread yang menipis itu berarti bank membutuhkan tambahan deposito bila ingin memacu kredit. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Mengingat ekonomi masih belum akan segera pulih, maka deposito belum akan tumbuh cepat. Sebagai akibatnya perbankan terpaksa sulit menurunkan baik bunga deposito maupun kredit. Di lain sisi, pemerintah kemungkinan besar tetap membutuhkan dana masyarakat untuk membantu pembiayaan proyek infrastruktur. Nampaknya bank sulit diharapkan untuk mendukung proyek infrastruktur, terutama green field project. Persoalan yang mendasar adalah bank nasional terbiasa membutuhkan arus pendapatan bunga yang reguler. Pengalaman di berbagai negara, seperti Korea Selatan, keterlibatan pembiayaan atau penjaminan pemerintah sanat diperlukan agar projek infrastruktur berskala besar dapat direalisasikan. Pertanyaan yang kerap diajukan oleh investor adalah proyeksi nilai tukar rupiah dan berapa nilai wajarnya? Terus terang pertanyaan ini yang paling sulit dijawab. Proyeksi rupiah kami cenderung meleset. Memang kami tidak sendiri, proyeksi konsensus Bloomberg seperti untuk triwulan ketiga 2014 juga meleset. Salah satu penyebabnya adalah penguatan indeks dollar, baik yang diakibatkan pelemahan yen. Ketika publikasi ini disiapkan, konsensus Bloomberg memproyeksikan kurs rupiah pada akhir tahun 2015 dan 2016 berada pada kisaran Rp12.500 per dollar. Rupiah diproyeksikan menguat pada akhir tahun 2017. Kami mengkritisi penggunaan konsep REER yang sedang dipromosikan oleh Bank Indonesia sebagai panduan menilai kewajaran rupiah. Walau secara teori konsep REER menarik, kenyataan tidak seindah yang diimpikan. Walau berdasarkan REER, rupiah nilai lebih kompetitif terhadap China, namun selama dua tahun terakhir justru defisit perdagangan terhadap China terus memburuk. Kenyataan ini mengingatkan kita bahwa selama komoditas yang kita ekspor tetap didominasi oleh komoditas primer, maka penerimaan ekspor sulit ditingkatkan walau sudah dibantu dengan penguatan dollar. Seperti tahun sebelumnya, normalisasi pertumbuhan ekonomi China tetap menjadi faktor risiko. Sebab, seperti ditunjukkan oleh data perdagangan regional, perlambatan ekonomi China tidak hanya cenderung mengurangi permintaan impor untuk bahan baku dan industri. Namun China, dengan kapasitas produksi yang berlebih, akan terus menjadi pesaing sengit bagi ekonomi regional. Berdasarkan berbagai penjelasan diatas, kami menetapkan asumsi variabel makroekonomi tahun 2015 sebagai berikut: • Inflasi sebesar 5,5%. Angka ini sedikit lebih tinggi dari target atas BI (5%). Tidak banyak dampak kenaikan BBM November 2014 mengingat sebagian besar diserap pada tahun 2014. Keberhasilan pemerintah mempercepat pengeluaran untuk infrastruktur yang masif memanfaatkan deficit-oil-saving berisiko memicu inflasi. Walau memang dibanding dengan pengeluaran konsumsi, inflasi yang dipacu oleh belanja infrastruktur harus dinilai sebagai good inflation pada awal penyelesaian proyek. Setelah proyek selesai, kelancaran proses produksi dan distribusi bermanfaat menurunkan inflasi di kemudian hari secara permanen. • BI rate bertahan pada angka 7,75%. Seperti telah dijelaskan, kenaikan BI rate November 2014 sebagai strategi BI untuk mengendalikan defisit neraca berjalan dan mengantisipasi kenaikan Fed fund selain untuk mencapai target inflasi 2015. Kami nilai angkanya cukup tinggi bila dibanding acuan normatif proyeksi inflasi dan pertumbuhan ekonomi 2015. Kami duga BI akan mengalihkan fokus kembali untuk pengendalian inflasi bila defisit neraca berjalan menurun hingga 2,5% GDP. • Kurs rupiah Rp12.500 per dollar. Asumsi ini sejalan dengan trend penguatan dollar, risiko kenaikan bunga the Fed dan sikap BI yang lebih mendukung posisi rupiah yang sedikit undervalued. Proyeksi rupiah yang cenderung melemah ini untuk mengantisipasi dampak percepatan penyediaan infrastruktur yang malah memicu kembali impor untuk barang modal. • Pertumbuhan ekonomi 5,3%. Keinginan Presiden Jokowi untuk mencetak pertumbuhan ekonomi sebesar tujuh persen mungkin belum terlaksana pada tahun pertama pemerintahannya. Bahkan pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2015 bisa jadi dibawah lima persen. Hal ini sebagai akibat pemangkasan subsidi BBM yang mengurangi daya beli masyarakat yang selama 10 tahun terakhir terbiasa dengan subsidi. Momentum pemulihan kemungkinan terjadi pada semester dua 2015 sekira pemerintah mampu memacu swasta melakukan investasi. Menyiasati Fed-Tigthening Policy Option Seperti telah dijelaskan, kita perlu mencermati apakah investor saham Amerika Serikat mampu melepaskan diri dari kecanduan injeksi likuiditas the Fed. Pasalnya, seperti yang terlihat pada peraga dibawah ini, kinerja S&P 500 (SPX) bersesuaian dengan peningkatan posisi total asset the Fed yang menandakan aksi quantitative easing. Mencermati peraga dibawah ini, wajar bila ada pendapat SPX akan terkoreksi apabila the Fed melakukan operasi quantitative tightening melalui penjualan obligasi yang menurunkan total asset the Fed. The Magic of Seven 21 Quantitative Easing Memacu SPX SPX Total Asset Fed, $ milyar 4800 2300 4300 2100 3800 1900 3300 1700 2800 1500 2300 1300 22 1800 1100 Fed SPX 1300 • Oct-14 • Jul-14 • Apr-14 • Jan-14 Oct-14 • Jul-14 • Apr-14 • Jan-14 Oct-14 • Jul-14 • Apr-14 • Jan-14 Oct-14 • Jul-14 • Apr-14 • Jan-14 Oct-14 • Jul-14 • Apr-14 • Jan-14 Oct-14 • Jul-14 • Apr-14 • Jan-14 Oct-14 • Jul-14 • Apr-14 • Jan-14 Oct-14 • Jul-14 • Apr-14 • Jan-14 Oct-14 • Jul-14 800 900 700 Ketika publikasi ini disiapkan, posisi total asset the Fed mencapai $4,5 trilyun dollar. Analisis regresi mengestimasi risiko SPX terkoreksi sekitar empat persen bila the Fed melakukan quantitative easing sebesar satu persen atau senilai $45 milyar. Data Bloomberg menunjukkan the Fed menjadi penopang utama T-bond dengan kepemilikan sekitar $2,46 trilyun yang diikuti oleh China ($1,27 trilyun) dan Jepang ($1,22 trilyun). Sehingga ada risiko yield T-bond akan meningkat sekira kedua negara Asia tersebut tidak mampu mengimbangi atau malah turut mengurangi kepemilikan T-bond. Bond investor nampaknya mengantisipasi pemangkasan tersebut bila kita mencermati proyeksi kenaikan yield T-bond beberapa triwulan ke depan. Lalu bagaimana dampaknya terhadap yield SUN Indonesia mengingat, seperti terlihat pada peraga dibawah ini, pergerakan yield SUN Indonesia berkorelasi kuat dengan yield T-bond. Secara intuitif, yield SUN kita akan ikut naik. Namun kami menyarankan agar Investor domestik menyikapi kemungkinan tersebut dengan seksama mengingat malah ada peluang sekira pemerintah berhasil mengendalikan inflasi dan meredam deficit neraca berjalan. Yield T-bond dan SUN Indonesia 12.5 4.4 11.5 3.9 10.5 9.5 2.9 8.5 7.5 2.4 Tbond 6.5 Indonesia 1.9 PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Oct-14 • Aug-14 • Apr-14 • Jun-14 • Feb-14 • Oct-13 • Dec-13 • Aug-13 • Apr-13 • Jun-13 • Feb-13 • Oct-12 • Dec-12 • Aug-12 • Apr-12 • Jun-12 • Feb-12 • Oct-11 • Dec-11 • Aug-11 • Apr-11 • Jun-11 • Feb-11 • Oct-10 • Dec-10 • Aug-10 • Apr-10 • Jun-10 • Feb-10 • Oct-09 • Dec-09 • Jun-09 • 1.4 Aug-09 • 5.5 4.5 Yield SUN Yield T-bond 3.4 Tabel berikut ini menyajikan estimasi yield SUN berserta sejumlah negara Asia merespon proyeksi kenaikan yield T-bond hingga triwulan pertama 2016 berdasarkan data selama 2000 hari terakhir. Model tersebut perlu diperhitungkan mengingat secara statistik koefisien korelasi terbilang tinggi sekitar 87%. Yeld SUN pada akhir tahun 2015 ketika yield T-bond diproyeksikan sebesar 3,22%, berisiko meningkat menjadi 8,82% dibanding 7,7% ketika publikasi ini disiapkan. Bagi investor obligasi, penurunan harga SUN ini tentunya berarti risiko capital loss. Bagaimana menyikapinya? Since Bond Yield Forecast 11-Jun-09 USA Regression Q4 14 Q1 15 Q2 15 Q3 15 Q4 15 Q1 16 InterceptSlopeCorrel 2.562.71 2.893.083.22 3.33 Indonesia 2.481.9786.8% 7.527.82 8.178.558.82 9.04 Thailand 3.070.2250.7% 3.643.67 3.713.763.79 3.81 Malaysia 2.860.3888.1% 3.823.88 3.944.014.07 4.11 India 8.85-0.28 -37.9% 8.158.10 8.058.007.96 7.93 Source : Bloomberg, BahanaTCW Bila acuan inflasi jangka panjang digunakan untuk menilai daya tarik SUN, maka dengan historical inflation 10 tahun terakhir 7% sebetulnya yield 7,7% tetap menarik. Apalagi 8,82%. Terlebih lagi, acuan inflation risk 7% itu terbilang konservatif mengingat harga berbagai komoditas primer yang masih tertekan. Masalahnya, dengan BI rate 7,75% dan suku bunga deposito yang bebas pajak, obligasi negara kurang menarik bagi investor dana pensiun. Sehingga untuk dana pensiun, racikan alokasi asset bertumpu pada saham dan deposito. Mencermati yield obligasi negara lain seperti Thailand dan Malaysia yang hanya mengalami kenaikan terbatas, tentunya kita bertanya mengapa koreksi terhadap yield SUN kita mungkin terjadi. Parameter analisis regresi terutama angka arah (slope) nampaknya bisa memberikan penjelasan. Koefisien Indonesia yang relative paling besar (1,97) menandakan Indonesia paling sensitive terhadap gejolak T-bond. Hal berbeda terindikasi untuk India yang justru titik potong (intercept) paling besar. Namun dengan slope yang negatif, nampaknya prospek untuk India lebih baik ketimbang Indonesia seperti ditunjukkan oleh proyeksi yield obligasi negara yang terus menurun. Secara intuitif perbedaan intercept dan slope itu terkait dengan inflation and currency risk yang pada akhirnya ditentukan oleh kredibilitas kebijakan struktural pemerintah. Berharap “From Stability to Growth”, Tetap Berpandu SLIVE Tidak diragukan terpilihnya Presiden Jokowi dan pembentukan Kabinet Kerja membuka harapan untuk optimis. Semoga berbagai upaya menjaga kestabilan makroekonomi selama tahun 2013 dan 2014 membuahkan pertumbuhan lebih gegas pada tahun 2015. Namun sebagai investor yang rasional, kita harus realistis. Optimisme itu masih diselimuti awan keraguan mengingat dukungan politik DPR yang “sub-optimal” bila dibandingkan dengan yang dinikmati Perdana Menteri Modi di India. Policy Re-balancing, termasuk pemangkasan subsidi BBM dan transformasi industri yang menjauhi komoditas ekspor ekstraktif – bakal menghadapi tantangan dari politisi oposisi. Kinerja reformasi struktural Presiden Jokowi pada tahun pertama akan menjadi acuan. Keberhasilannya yang melebihi ekspektasi bakal mengantarkan Indonesia kepada peruntungan yang berkelanjutan. Terbuka peluang lembaga pemeringkat internasional mengganjar Indonesia dengan status investment grade. Presiden Jokowi dapat memulai dengan mempercepat realisasi berbagai proyek infrastrukur yang sudah direncanakan semasa administrasi Presiden SBY. Tantangan utama termasuk pembebasan lahan untuk infrastruktur publik, memberantas korupsi dan ekonomi biaya tinggi serta meningkatkan kemudahan melakukan bisnis bagi investor asing. Seperti tahun 2014, kami nilai pergerakan IHSG paling tidak selama semester pertama 2015 masih mengikuti panduan SLIVE (sentiment, liquidity, interest rate, valuation and earning). Faktor earning tetap menempati urutan paling akhir sejalan dengan perlambatan ekonomi yang masih membayangi ekonomi Indonesia. Berdasarkan pendekatan bottom-up untuk universe saham dalam kajian tim riset Bahana TCW, diduga pertumbuhan earning tahun depan berkisar 15%. The Magic of Seven 23 24 Secara eksternal, faktor sentiment yang positif terkait erat dengan yield T-bond yang relatif friendly hingga Fed mulai mengetatkan likuiditas. Sementara secara internal, ditopang oleh keberanian memangkas subsidi dan sikap BI yang ingin ahead the curve. Faktor liquidity tercermin pada arus masuk modal asing yang kini mendapat dukungan yen yang kembali sebagai sumber carry-trade currency. Walau asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 hanya sekitar 5%, namun secara internasional terbilang tinggi. The rising middle-income class tetap menjadi thema berinvestasi di Indonesia yang belum luntur sehingga tetap mendorong arus masuk modal asing. Bagi investor obligasi asing, nominal yield Indonesia bertenor 10 tahun yang sebesar 7,7% untuk rupiah dan 4% untuk dollar tetap menarik mengingat rasio debt to GDP hanya berkisar 26%. Demikian juga bagi investor equity asing bila mencermati GDP nominal growth Indonesia selama 10 tahun terakhir yang berkisar 15,2%. Kami cermati sektor ekonomi domestik seperti perdagangan, hotel, restoran, transportasi dan komunikasi memberikan risk-adjusted return tertinggi. Dalam artian mereka memberikan peluang pertumbuhan revenue yang lebih tinggi ketimbang GDP namun dengan volatilitas yang lebih rendah. Faktor interest rate mencerminkan orientasi kebijakan moneter BI yang berhati-hati. Tidak diharapkan untuk naik sehingga berisiko mengerem ekonomi lebih lanjut. Namun tidak diharapkan juga untuk turun sehingga berisiko merusak persepsi investor asing. Sementara untuk faktor valuasi, kita perlu membandingkan secara regional selain relatif terhadap potensi earning atau produktivitas modal. Tabel Bloomberg dibawah ini memuat perbandingan valuasi dikaitkan faktor risiko penggunaan sumber dana (debt to equity, DER) dan produktivitas modal (ROE). Boleh dibilang secara internasional, perusahaan di Indonesia under-leverage dengan DER terbilang paling rendah. Penggunaan utang tambahan dengan ongkos yang murah berpeluang pada batas tertentu bermanfaat memacu earning terutama bila pemerintah berhasil menurunkan biaya eksternalitas seperti penurunan biaya logistik dan ongkos hidup pekerja. Equity Valuation, Risk and Performance Bourse 12/2/14 PER2014 DER ROE YTDTRR1YTRR3Y SENSEX IN 28469.1818.14101.42 16.6434.4810.7222.08 SHCOMPCH 2763.55 PCOMPPH 7344.23 20.87 SET TH 1590.5616.86 80.88 12.62 22.47 -3.79 20.04 JCI 5175.7917.27 68.67 12.63 21.09 1.08 13.30 ID 11.35 154.00 77.30 13.69 30.60 14.26 24.69 -3.88 7.04 3.67 22.41 SPX US 2053.4417.11108.16 15.1511.1032.3720.70 NKY JN 17663.2219.41 73.47 8.34 8.4259.3729.30 FSSTI 3322.32 14.4570.0010.434.892.939.38 DAX GE 10000.1314.01150.69 10.36 4.6925.4818.17 SX5EEC 3252.0014.88245.85 6.68 4.6022.7316.53 HSI HK 23654.30 10.96 102.46 13.74 1.49 6.56 11.17 MXAPJ MULT469.20 13.13 106.0212.610.224.108.52 AS51AU 5281.2614.72158.60 11.32 -1.3321.9813.81 Source : Bloomberg PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Berdasarkan peraga diatas, kami menilai pergerakan IHSG akan mengikuti bursa regional. Boleh dibilang IHSG lebih murah ketimbang Filipina, sebanding dengan India dan Amerika Serikat, namun lebih mahal ketimbang China. Lalu bagaimana proyeksi IHSG untuk tahun 2015? Dengan kestabilan makroekonomi dan kepercayaan pada pemerintahan baru, kami menilai faktor “manfaat” dan “martabat” turut menopang IHSG. Faktor “martabat” terkait dengan pertumbuhan laba. Sementara “martabat” terkait tingkat kepercayaan investor terhadap Indonesia yang ditunjukkan oleh angka price-earning-ratio yang lebih tinggi. Terkait faktor “manfaat”, proyeksi earning tahun 2015 Bahana TCW yang sekitar 11,8% relatif bersesuaian dengan sejumlah statistik seperti ROE, rata-rata laju pertumbuhan GDP nominal growth selama tujuh tahun terakhir, dan total return IHSG selama tiga tahun terakhir (TRR3Y). Berbagai statistik ini mengindikasikan kinerja IHSG sejauh ini belum dapat dibilang eksesif sehingga memicu koreksi tajam. Seperti tahun 2014, peranan arus masuk modal asing akan terus menopang kinerja IHSG pada tahun 2015. Untuk menghindari over-valuation pada saham-saham yang sudah ada, kita tentu berharap ada emisi baru perusahaan publik. Bila arus masuk modal asing pada tahun 2015 bisa mencapai $6 milyar, maka ada peluang IHSG meningkat hingga 6140 atau tumbuh sekitar 18%. Kami nilai angka ini masih relatif selaras dengan fundamental ekonomi seperti dijelaskan diatas. Seperti yang sampaikan direktur marketing kami Rukmi Proborini pada Prolog, kita berharap semoga Presiden Jokowi – Presiden Indonesia ke-7, turut membawakan keajaiban cuan The Magic of Seven. Hebatnya kebijakan yang tidak populer tersebut langsung diumumkan sendiri oleh Presiden Jokowi. Beliau menegaskan kebijakan tersebut sebagai komitmen pemerintah untuk menata pos pengeluaran dari konsumtif menjadi lebih produktif sekaligus mencegah melebarnya ketimpangan kesejahteraan. The Magic of Seven 25 Bottom Up View Oleh: Soni Wibowo 26 Menulis Catatan Akhir Tahun (CAT) merupakan hal yang baru bagi tim research. Pada penulisan CAT sebelumnya Pak Budi Hikmat selalu memiliki banyak cerita yang dapat disampaikan kepada Investor. Tahun ini, kami dari tim reseach Bahana TCW berusaha untuk berkontribusi sedikit dalam penulisan CAT terutama berhubungan dengan asset kelas dan sektor rotasi. Sebelum kita membahas asset kelas dan sektor, ada baiknya saya menyampaikan apa yang akan menjadi trend besar sehingga berdampak pada asset kelas dan sektor rotasi. Pertama, penuaan populasi (ageing population) di negara maju dan Cina berdampak pada pengurangan aggregate demand. Konsumsi di negara maju dan Cina mengalami perlambatan. Gaya hidup orang yang semakin tua memiliki tendensi untuk berhemat karena mereka sadar bahwa pendapatan mereka tidak akan sebesar ketika mereka masih aktif bekerja sedangkan mereka biasanya berusaha mempertahankan gaya hidup. Tren jangka panjang inilah yang akan memicu perubahan secara terstuktur sehingga akan mempengaruhi perekonomian dunia (Michael Spence, 2001). Kedua, eknomi Eropa, Jepang, China dan sebagian negara berkembang (developing countries) yang merupakan lokomotif dunia selain Amerika masih mengalami perlambatan atau tidak ada pertumbuhan. Setiap Negara memiliki masalah pelik sendiri. Eropa contohnya masih belum dapat menyelesaikan masalah pengangguran, peraturan tenaga kerja yang kaku dan perbaikan kondisi perbankan dan tingkat hutang yang tinggi. Di lain pihak, Jepang mengalami anggaran deficit sejak kecelakaan reaktor nuklir fukushima harus mengenakan sales tax yang tinggi guna menutupi anggaran defisit. Sebagian besar anggaran deficit jepang digunakan untuk mengamankan kebutuhan energy dalam negerinya dengan mengimpor LNG dan batubara. Perlambatan ekonomi dunia dan tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia relative terhadap Negara lainnya, mengakibatkan capital inflows. Ketiga, dalam dua tahun terakhir harga komoditas cenderung turun termasuk harga minyak bumi yang baru beberapa bulan belakangan ini juga mengalami penurunan. Kita telah memasuki siklus penurunan (downturn cycle) untuk komoditas terutama energi Seperti yang diutarakan oleh Amos Bromhead senior energi analis dari the International Energy Agency (IEA). Sebagai Negara pengekspor komoditas, siklus penurunan mengakibatkan kurangnya nilai ekspor Indonesia sehingga mengakibatkan trade deficit. Penurunan harga komoditas juga menjaga inflasi pada level moderat bagi perekonomian Indonesia. Keempat, kompetisi antar Negara semakin tajam dimana setiap negara berusaha untuk lebih kompetitif mata uang mereka. Kita dapat melihat didunia bahwa setiap Negara berusaha melemahkan mata uang mereka dengan caranya masing masing. Jepang melakuakan Quantitative easing (QE) ala Amerika Serikat. Eropa melakukan QE dengan melakukan LTRO (Long Term Refinancing Operation) yaitu membantu likuiditas bank bank di Eropa dengan membeli asset yang tidak likuid. ECB (European Central Bank) juga berencana akan membeli obligasi negara Eropa. Cina menurunkan suku bunga mereka walaupun kita melihat resiko property buble terus terjadi. Bagaimana dengan Indonesia? Dengan kondisi trade deficit dan anggaran deficit, BI lebih memilih untuk rupiah relative lebih murah dibanding mata uang lainnya. Kelima, perubahan teknologi mempengaruhi cara kita hidup, berusaha dan berbisnis. konsumer merubah gaya hidup mereka dengan lebih menggunakan gadget dalam kehidupan sehari-hari. 10 tahun yang lalu kita tidak pernah terpikirkan berbelanja menggunakan telepon genggam. Saat ini hampir semua barang dapat kita beli melalui telepon genggam. Teknologi juga merubah cara kita menggunakan energi. Indonesia yang tadinya menggunakan minyak sebagai energi utama (hampir 90% ditahun 1980an). Saat ini penggunaan minyak bumi sebagai energi hanya sekitar PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 25%. Ke depan, Indonesia akan meningkatkan penggunaan LNG dan energi yang diperbaharui sebagai ketahanan energi. Hal ini akan berpengaruh besar bagi sektor energi. Semua faktor diatas memiliki dampak yang berbeda pada setiap asset kelas. Untuk instrument pasar uang, kami memiliki pendapat bahwa suku bunga tidak akan berubah banyak dan bunga deposito akan cenderung turun pada awal tahun 2015. Bank juga semakin marak menawarkan NCD (Negotiable Certificate of Deposit). Rata rata imbal hasil instrument pasar uang tahun 2015 akan berkisar sekitar 9.5% untuk deposito bank buku 4. Demikian pula dengan surat hutang Negara (SUN), kami yakin yield akan cenderung tetap turun hingga pertengahan tahun 2015 dimana saat ini 10YR SUN memiliki Yield sekitar 7.7%. Kami melihat Yield tersebut dapat turun hingga 7.5%. Pemerintah juga tidak akan mengeluarkan SUN sebanyak tahun 2014 sehingga tidak akan menimbulkan crowding out effect untuk perbankan. Obligasi korporate lebih menjanjikan untuk imbal hasilnya yang saat ini masih berada disekitar 10.5% untuk tenor 5 tahun. Obligasi dari sector multifinance dan perbankan akan tetap mendominasi penerbitan obligasi korporasi. Untuk investasi pada pasar saham, kami optimis bahwa tahun depan merupakan tahun yang baik bagi investor dimana ekspektasi imbal hasil dapat mencapai 14% dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5.5%, BI rate 7.75%, earning growth 15% dan PE market sebesar 14.8x. Berikut ini ulasan dari analis kami mengenai setiap sektornya. Infrastruktur: Konstruksi Analis kami, Lambok Tobing, percaya bahwa masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, yang merupakan proyek infrastruktur ambisius dari pemerintah adalah katalis utama perkembangan sektor infrastruktur ke depan. Megaproyek yang diestimasi akan menelan dana sebesar US$ 180 bn sampai dengan 2025, diharapkan dapat mempersiapkan infrastruktur penopang perekenomian Indonesia seperti waduk, jalan, pelabuhan, dan aiport. Dengan adanya pengalihan dana dari subsidi BBM sebesar Rp 86 triliun, anggaran belanja pemerintah untuk proyek-proyek infrastruktur dapat ditambah. Selain itu, implementasi land acquisition reform per 1 Januari 2015 akan membantu percepatan realisasi proyek. PT PP (Persero) Tbk, diharapkan akan menuai banyak order book dari realisasi mega proyek ini terutama dari proyek besar pada waduk dan pelabuhan. Infrastruktur: Telekomunikasi Di sisi lain Lambok berpendapat sektor telekomunikasi masih dihantui oleh kompetisi yang mengakibatkan penurunan profitabilitas karena operator tidak bisa melakukan optimisasi tarif data. Penurunan profitabilitas ini mengharuskan adanya konsolidasi industri untuk mengurangi kompetitor dan penjualan asset perusahaan untuk melunasi hutang dan pembiayaan belanja modal. Penurunan profitabilitas operator telekomunikasi dan tingginya pertumbuhan data di Indonesia berdampak positif terhadap penyedia jasa sewa tower di Indonesia. Masih besarnya potensi akusisi tower operator Indonesia terhadap independent tower operator akan menambah amunisi pertumbuhan industri. PT Tower Bersama Infrastructure, lewat transaksi pembelian Mitratel, anak perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia, memiliki kemampuan untuk bertumbuh lebih cepat daripada kompetitornya Automotif, Auto-part dan Transportasi Analis kami, Faradilla, berpendapat bahwa awal tahun 2015 masih belum menjadi tahun yang mendukung pertumbuhan dunia automotif dikarenakan tingginya perkiraan inflasi yang memicu kenaikan tingkat suku bunga. Rendahnya kemampuan daya beli pun mendorong perlambatan permintaan akan otomotif. Secara historis, keadaan tersebut akan ternormalisasi setelah 3 bulan, namun kami berpendapat saat ini akan berbeda karena semakin ketatnya tingkat kompetisi pada dunia automotif, adanya kenaikan pajak pada kepemilikan kendaraan bermotor, diterbitkannya sistem ERP dan aturan mengenai mobil yang memiliki maksimum umur 10 tahun di Jakarta, yang sampai saat ini masih belum diketahui dampaknya. The Magic of Seven 27 Ketidakpastian ini, lanjut Faradilla, akan membentuk tingkat valuasi yang menarik untuk mengakumulasi ASII pada tahun depan karena kami percaya dalam jangka panjang, rencana pembangunan infrastruktur dapat meningkatkan daya beli masayarakat Indonesia. Namun, kami masih berpandangan negatif pada usaha pembiayaan (multi-finance) dikarenakan tingginya kemungkinan NPL dan tekanan terhadap marjin. Selain itu, kami pun tertarik dengan perusahaan suku cadang yang berbasis pendapatan dolar seperti SMSM, namun risiko kompetisi masih menghantui GJTL dan AUTO. Kami juga masih menghindari perusahaan penyewaan mobil dan taksi dikarenakan adanya rencana pembangunan infrastruktur dan peraturan pemerintah DKI Jakarta yang dapat memberikan dampak negative pada bisnis ini. Farmasi dan Kesehatan 28 Disektor Farmasi dan kesehatan, Faradilla berpendapat bahwa pemerintah menargetkan 140 juta orang terdaftar di BPJS pada tahun 2019. Dengan target ini, diharapkan dapat menciptakan ekspektasi pertumbuhan hingga 69% rata-rata 5 tahun ke depan. Hal ini pun merupakan kesempatan yang menarik untuk meningkatkan pertumbuhan pendapatan. Namun, kami melihat masih adanya berbagai permasalahan dalam menjalankan sistem BPJS, khususnya pada proses verifikasi, panjangnya proses pembayaran kepada rumah sakit yang berpartisipasi, dan rendahnya marjin pada permintaan obat. Kami berpendapat bahwa nilai tukar rupiah akan stabil pada level saat ini dan hal ini memberikan sedikit ruang untuk pertumbuhan laba bersih di sektor farmasi. Menurut Faradilla kita perlu memberikan waktu lebih kepada BPJS dalam menjalankan sistemnya dan membuktikan bahwa BPJS dapat memberikan pengaruh yang positif pada industry farmasi. Selain itu, saham pada sector farmasi terus bergerak positif, namun realisasi pendapatan dan laba bersih masih belum terjadi. Hal ini mengakibatkan mahalnya saham-saham di sektor farmasi. Ke depan, kami melihat adanya potensi sentimen negative pada sector farmasi, namun kami percaya dalam jangka panjang, pertumbuhan sektor farmasi akan meningkat Media Faradilla berpendapat bahwa Kenaikan pada tingkat inflasi dan terjadinya pelemahan nilai tukar rupiah telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan dan penurunan profitabilitas pada perusahaan sektor konsumsi. Sejak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada bulan Juni 2013, daya beli masyarakat menurun sehingga tingkat pendapatan dan keuntungan perusahaan sektor konsumsi pun bergerak melambat. Walaupun pangsa pasar tetap bertumbuh, pada UNVR, sebagai pembeli slot iklan terbesar, pencetakan pertumbuhan harga slot iklan pada tahun 2013 lebih tinggi daripada peningkatan jumlah slot iklan. Advertising rate pada perusahaan media diperkirakan akan menghasilkan peningkatan sebesar 10-14% pada tahun 2015. Revisi penurunan pertumbuhan EPS tahun 2014-2015 diperkirakan akan terus berlanjut sesuai dengan keadaan pasar yang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan EPS sebesar 18-22% pada tahun 2014-2015. Faradilla menilai PE valuation bands masih terlihat menarik namun kami tidak memiliki insentif jangka pendek untuk berinvestasi pada industry tersebut. Kami pun masih cenderung untuk menunggu perkembangan konsumen ke depan, namun kami tetap berpandangan positif pada perkembangan satu tahun ke depan. Pilihan yang kami rekomendasikan adalah SCMA karena memiliki neraca yang kuat, streategy lebih tepat dan memberikan dividend yield lebih tinggi dibandingkan stasiun TV lainnya. Pakan Ternak Untuk sector pakan ternak, Faradilla berpendapat bahwa Indonesia sedang mengalami penurunan tingkat daya beli karena tingginya tekanan inflasi. Bisnis peternakan pun mengalami kelebihan penawaran yang disertai dengan tingginya tingkat volatilitas. Walaupun ayam merupakan daging yang mengandung protein dengan harga yang paling terjangkau per rupiah, harga ayam masih mengalami masalah keterjangkauan di tengah tingginya tingkat inflasi. Kondisi pasar saat ini pun telah memberikan tekanan pada sektor peternakan, sehingga sector ini pun menjadi tampak kurang menarik. Kami merekomendasikan CPIN yang didukung dengan kuatnya bisnis model dan rendahnya biaya dengan tingkat volatilitas yang tinggi pada bisnis DOC. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Bank Rizki Ardhi, analis kami, berpikir bahwa pemburukan tingkat likuiditas perbankan telah mereda, atau bahkan telah melewati masa terburuknya, yang didukung oleh tiga fakta: 1. Gap antara pertumbuhan pinjaman (12%) dan dana simpanan pihak ketiga (13%) telah tertutup pada September 2014 2. Spread dan NIM telah mencapai titik terendahnya (3.7% dan 4.2%). Bank juga sekarang lebih fokus untuk menjaga NIM 3. Bank Indonesia (BI) akan memperluas definisi LDR menjadi LFR. Beberapa bank akan menjadi lebih untung untuk mengambil wholesale funding yang lebih murah daripada berkompetisi mendapatkan deposito berjangka. 29 Chart 1: Deposit rate back to pre-US QE level, but lending rate is not, lead to lowest spread in the last 10-yr 18 9 8 13 7 6 8 5 Lending (L) Deposit (L) Aug-14 • Nov-13 • Feb-13 • May-12 • Aug-11 • Nov-10 • Feb-10 • May-09 • Aug-08 • Nov-07 • Feb-07 • May-06 • Aug-05 • Nov-04 • 3 Feb-04 • 4 3 Spread (L) Sources: IMF, Bloomberg, BTIM estimates Chart 2: A situation which was created partly by large gap between loan and deposit growth, but it is closed now 40% This is the first time since 2009 that loan is growing below deposit, at 12% and 13% respectively 30% 20% Deposit growth yoy Jun-14 • Dec-13 • Jun-13 • Dec-12 • Jun-12 • Dec-11 • Jun-11• Dec-10 • Jun-10 • Dec-09 • Jun-09 • Dec-08 • Jun-08 • 0% Dec-04 • 10% Loan growth yoy Sources: Bank Indonesia, BTIM estimates The Magic of Seven Dari segi kualitas aset, NPL akan didorong secara tidak langsung oleh inflasi, dimana efeknya lebih lemah dibandingkan kejadian tahun 2014 yang dibarengi oleh kenaikan bunga pinjaman. Dengan stabilnya tingkat likuiditas dan juga NIM, laba perbankan akan tumbuh di tahun 2015 melalui pertumbuhan pinjaman dan fee-based income. Pertumbuhannya mungkin akan terhambat sedikit oleh tingginya credit cost yang timbul dari gelombang NPL kedua. Dalam hal ini, bank besar akan berkinerja lebih baik melalui kualitas aset yang lebih baik yang dimilikinya. Kami memberikan rating overweight untuk sektor perbankan, dengan top pick: BBCA, BBNI, BBRI, dan BMRI. Properti 30 Ardhi berpendapat bahwa ada dua motivasi sebagai sumber dari demand atas pembelian properti, yaitu: (1) sebagai tempat tinggal, dan (2) sebagai penyimpanan kekayaan, dimana: • Demand dari motif pertama masih akan lemah di 2015, karena tingginya inflasi. Kabar baiknya adalah perbankan berencana akan menurunkan bunga KPR (25-50bps), dimana hal ini bisa membantu daya beli properti • Demand dari motif kedua akan membaik di 2015, sejalan dengan meningkatnya optimisme atas perekonomian. Tandanya sudah telihat dari jumlah permintaan dan take-up rate pada peluncuran proyek properti akhir-akhir ini dimana tingkat oversubscribe mencapai >100%. Meskipun begitu, pemintaan pada 1Q15 akan melambat karena pembeli ini biasanya menunda pembelian selama 3-4 bulan sejak kenaikan harga BBM Berdasarkan analisis permintaan diatas, Ardhi berpikir bahwa permintaan properti akan membaik secara relatif di 2015. Mengenai harga, properti merupakan aset riil dimana inflasi tinggi akan mendorong harga properti. Perusahaan properti telah mengkonfirmasi bahwa mereka akan menaikan harga jual minimal +10% di 2015. Pada situasi seperti ini, strategi terbaik bagi pengembang adalah dengan memperkenalkan produk baru untuk menciptakan demand baru. Ini merupakan basis pemikiran kami dalam memilih top pick: SMRA, PWON, BSDE, dan LPCK. Kami memberikan rating overweight untuk sektor properti. Perkebunan Di 6 bulan terakhir, menurut Ardhi, harga CPO turun karena banyaknya supply dari minyak nabati, terutama dari panen soybean dan rapeseed yang lebih besar daripada perkiraan. Secara rasional, petani di AS dan Amerika Selatan seharusnya akan memotong penanaman soybean di bulan April-May 2015 karena harga soybean telah mencapai harga break-even (US$11/bushel), maka harga minyak nabati, termasuk CPO, bisa membaik di 2015. Meskipun begitu, kita telah melihat dalam sejarah bahwa orang dapat menjadi tidak rasional untuk beberapa waktu, dan kemungkinan hal itu terjadi sekarang masih ada. Dikombinasikan dengan buruknya perkiraan harga minyak mentah, kami memberikan rating underweight untuk sektor perkebunan, dengan top pick: AALI dan LSIP, dua perusahaan yang bisa memberikan yield yang tinggi kepada investor. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 31 Untuk investasi pada pasar saham, kami optimis bahwa tahun depan merupakan tahun yang baik bagi investor dimana ekspektasi imbal hasil dapat mencapai 14% dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5.5%, BI rate 7.75%, earning growth 15% dan PE market sebesar 14.8x The Magic of Seven Market Timing Dalam Pembelian Reksa Dana Oleh: Roni Aprianto 32 “Kapan masuk? Kapan keluar?” Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan klasik yang selalu muncul pada saat saya memberikan market update secara berkala baik kepada investor retail maupun institusi, dan secara konsisten saya menjawab bahwa saya tidak pernah merekomendasikan market timing sebagai acuan untuk melakukan pembelian maupun penjualan Reksa Dana. 2 (Dua) teori utama dalam berinvestasi adalah Stay Invested dan Dollar Cost Averaging. Stay invested artinya tetap berinvestasi dalam instrumen investasi sesuai dengan profil risiko atau untuk investor reksa dana maka buy and hold dan disiplin melakukan dollar cost averaging atau senantiasa menambah jumlah investasi secara rutin dalam jumlah yang sama tanpa memperdulikan berapa NAV reksa dana. Tanggapan yang muncul umumnya mengamini rekomendasi saya, namun ada tanggapan lain yang cukup mengagetkan seperti “…Ah, anda bisa ngomong begitu karena reksa dana adalah bread and butter Perusahaan anda, tentu saja anda memberikan rekomendasi stay invested karena fee anda di-accrue harian kan?..” Tanggapan yang cukup valid walaupun sedikit bernada tendensius, kemudian saya terpicu untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai market timing. Bener nggak sih market timing itu beneran bisa lebih menguntungkan daripada sekedar buy and hold? Selanjutnya saya mengolah data untuk analisa tersebut, data yang saya amati adalah data IHSG untuk 10 (sepuluh) tahun terakhir. Untuk simplifikasi, analisa tersebut saya lakukan dengan data sampai dengan akhir Desember 2013. Hasilnya tertera pada tabel dibawah ini: Kinerja IHSG (annualized return) end 10 tahun yang berakhir pada 30 Desember 2013 IHSG IHSG tanpa 10 best days 1 Tahun 3 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 1.33%7.2% 28.5% 23% -46.9%-10.0%22.3% 21.8% IHSG tanpa 10 worst days 54.7%32.7%52.8%43.3% Data diatas menunjukkan bahwa strategi buy and hold yang dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun akan menghasilkan average annual return 23% per tahun, lalu bila dibandingkan dengan investor yang menerapkan strategi market timing yang kurang tepat dan kehilangan 10 best days IHSG atau hari yang memberikan return sangat baik (dari 10 tahun) akan mendapatkan average annual return 21.8% per tahun. Sebaliknya, apabila seorang investor berhasil ‘menghindari’ 10 worst days atau 10 hari terburuk IHSG dalam jangka waktu 10 tahun, maka investor tersebut akan mendapatkan average annual return sebesar 43.3% per tahun. Bila horizon investasi dipendekkan menjadi 1 (satu) tahun, maka seorang ‘perfect market timer’ yang dapat menghindari 10 hari terburuk akan mendapatkan return 54.7%, tapi bila yang terjadi sebaliknya maka investor tersebut mendapatkan return -46.9%, atau merugi luar biasa. Dari data diatas, market timing yang super jitu memang akan menghasilkan return yang sangat spektakular, namun upaya ‘menebak’ market secara sempurna juga hampir mustahil untuk dapat dilakukan secara konsisten. Sebaliknya dari data diatas, juga didapatkan bahwa market timing yang dilakukan pada horison investasi pendek berpotensi menimbulkan volatilitas luar biasa pada portofolio. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Kesimpulan: Market Timing hanya dapat bekerja dengan baik bila kita dapat menerapkan 2 (dua) golden rules, yaitu: 1. exit at the right time and 2. get back in at the right time. Walau terdengar sangat sederhana, namun penerapan rules diatas adalah sangat sulit dilakukan secara konsisten. Jadi, yakin masih mau market timing? Sell In May and Go Away Idiom di atas masih menjadi favorit para investor yang masih penasaran dengan konsep market timing, bila market timing secara sempurna tidak dapat diterapkan maka kisi-kisi yang berlaku universal d iatas untuk melepas kepemilikan investasi di bulan Mei tiap tahunnya dapat dilakukan secara teratur. Namun satu pertanyaan lagi akan timbul, apa benar sell in may and go away dapat diterapkan di pasar modal Indonesia? atau secara lebih spesifik, apakah bisa bila diterapkan secara disiplin dalam berinvestasi di Reksa Dana? Sejarah idiom ‘Sell in May and Go Away’ sendiri BUKAN berasal dari pasar modal Amerika, tapi berasal dari investor dan bandar judi pacuan kuda di London, Inggris. Idiom ini pertama kali didengungkan pada tahun 1930-an, jadi rule dari idiom ini adalah menyarankan investor untuk melakukan cash-out atau menjual seluruh kepemilikan investasi dan menyimpan pokok dan hasil investasi dalam bentuk tunai. Sebagai penggemar sejarah dan penikmat teori konspirasi, saya tergelitik untuk mengangkat teori sendiri akan kenapa idiom tersebut seakan jadi acuan untuk market timing dalam investasi. Ada teori yang mengatakan bahwa idiom Sell in May and Go Away adalah akal-akalan para bandar judi pacuan kuda saja, karena idiom lengkapnya adalah “Sell In May and Go Away; come back on St Leger’s day” atau kuras habis investasi anda di bulan Mei dan pasang duitnya untuk taruhan di St Leger’s day. Balap kuda di St Leger’s day sendiri selalu jatuh pada hari sabtu ke-2 di bulan September atau saat musim gugur di belahan bumi bagian utara. Lalu pertanyaan berikutnya adalah, kenapa idiom tersebut begitu populer di Wall Street? Ada teori yang mengatakan bahwa idiom itu sengaja dibikin ngetop karena kepentingan Dinas Pajak Amerika. Kenapa begitu? karena sesuai dengan peraturan dan kalender perpajakan Amerika, setelah deadline untuk individual tax returns yang jatuh pada tanggal 15 April tiap tahunnya. Keuntungan dari penjualan saham di bulan Mei adalah dikategorikan sebagai short-term gains sehingga alih-alih membayar 15% capital gains tax, maka investor akan dikenakan income tax rate yang kisarannya mencapai 35%. Dengan premis tersebut bila investor rutin melakukan Sell in May, sebenarnya siapa yang untung? Bagaimana dengan di Indonesia? apakah menerapkan strategi Sell in May and Go Away cukup efektif dalam investasi? Walau saya tidak terlalu merekomendasikan langkah ini, tapi for the sake of investing knowledge, kita bahas deh di lanjutan artikel ini. Pertama-tama ada baiknya kita melihat dulu heat map pergerakan IHSG selama 10 tahun terakhir, bulan apa yang bagus dan bulan apa jelek? bagus dan jelek memang relatif, tapi data tidak pernah bohong. Silahkan lihat bagan heat map dibawah ini: Pola Perubahan Bulanan IHSG Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 20054.52% 2.72%0.59%-4.68%5.69%3.14%5.34%-11.19%2.79%-1.21%2.85%6.02% 20065.99% -0.13%7.50%10.69%-9.18%-1.48%3.16% 5.89% 7.22% 3.13% 8.61%5.04% 2007-2.67%-0.93%5.17%9.19%4.26%2.64%9.79%-6.57%7.51%12.05%1.70%2.14% 2008 -4.32% 3.60% -10.09%-5.83% 6.07% -3.90% -1.90% -6.01%-15.39%-31.42% -1.21% 9.17% 2009 -1.68% -3.54%11.56%20.13%11.26%5.74%14.63%0.79% 5.38% -4.05% 2.03%4.91% 20103.02% -2.37%8.96% 6.98%-5.87%4.17% 5.34% 0.41%13.61%3.83% -2.86%4.88% 2011-7.95%1.79%6.00%3.83%0.45%1.34%6.23%-7.00%-7.62%6.81%-2.00%2.88% 20123.13% 1.10% 3.42% 1.44%-8.32%3.20% 4.72%-1.98%4.98% 2.06% -1.70%0.95% 20133.17% 7.68%3.03%1.88%0.69%-4.93%-4.33%-9.01%2.89% 4.51%-5.64%0.42% 20143.38% 4.56%3.20%1.51%1.11%-0.31%4.31%0.94%0.01%-0.93%1.19% Average 0.66% 1.45%3.93%4.51%0.62%0.96%4.73%-3.37%2.14%-0.52%0.30%4.04% The Magic of Seven 33 34 Warna hijau pada bagan diatas artinya return positif, sementara warna merah artinya return negatif. Bila bagan di atas dilihat sekilas (cukup dilihat sekilas saja, nggak usah lama-lama), Sell in May and Go Away sepertinya tidak terlalu cocok untuk diterapkan di Indonesia. Karena bulan Juni dan Juli dalam data IHSG 10 tahun terakhir lebih banyak warna hijaunya dibandingkan warna merahnya atau lebih banyak return positif daripada negatif. Artinya bila investor yang berinvestasi di Indonesia menerapkan strategi tersebut, maka investor akan kehilangan potensi keuntungan dari Summer Rally di bulan Juni dan Juli dan berpotensi terjebak dalam Summertime Sadness lalu gigit jari. Dari bagan heat map diatas pula dapat disimpulkan bahwa keluar di akhir Juli dan masuk lagi di awal September lebih menguntungkan daripada Sell in May and Go Away. Tapi apa iya seperti itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya iseng-iseng melakukan kalkulasi sederhana dengan menggunakan contoh salah satu reksa dana Bahana TCW yaitu Dana Ekuitas Prima (BTCWEPR IJ). Inception date Dana Ekuitas Prima (selanjutnya disingkat menjadi DEP) adalah Februari 2006, sehingga data yang saya gunakan adalah dari September 2006 hingga tahun 2014. Dengan asumsi subscribe ke Reksa Dana DEP secara disiplin pada awal September dan redeem pada akhir Juli di tahun berikutnya, maka hasilnya adalah sebagai berikut: Periode Dana Ekuitas Prima Awal September 2006 – Akhir Juli 2007 69.75% Awal September 2007 – Akhir Juli 2008 12.23% Awal September 2008 – Akhir Juli 2009 13.50% Awal September 2009 – Akhir Juli 2010 25.05% Awal September 2010 – Akhir Juli 2011 27.92% Awal September 2011 – Akhir Juli 2012 5.53% Awal September 2012 – Akhir Juli 2013 15.95% Awal September 2013 – Akhir Juli 2014 27.32% Dengan premis pada tabel di atas, bila seorang investor subscribe ke reksa dana DEP sebesar Rp 1 juta rupiah pada awal September 2006 dan melakukan redemption seluruhnya pada akhir Juli 2007, lalu memegang uang tunai sepanjang bulan Agustus. Kemudian pola yang sama diulangi kembali (subscribe sebesar pokok dan hasil investasi) pada tahun berikutnya hingga akhir Juli 2014 maka investor tersebut akan mendapatkan Rp 5.4 juta atau 440% dari nilai investasi awal, atau 23.4% per tahun bila dihitung secara Compounded Annual Growth Rate (CAGR). Bila seorang investor melakukan buy and hold atas reksa dana DEP dengan periode yang sama (subscribe di awal September 2006 lalu redeem di akhir Juli 2014) dan dengan investasi awal sama dengan scenario di atas sebesar Rp 1 juta, maka pada akhir Juli 2014 investor tersebut akan mendapatkan Rp3.7 juta atau 272% dari nilai investasi awal atau 17.9% per tahun bila dihitung secara CAGR. Bila diilustrasikan di dalam tabel, akan didapat hasil sebagai berikut: Cara Investasi Since Inception CAGR Timing Awal September – Akhir July 440% 23.4% Buy and Hold 272% 17.9% Dengan hasil perhitungan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa melakukan timing pembelian reksadana pada awal September dan redeem di akhir Juli tiap tahun akan memberikan hasil paling optimal daripada buy and hold. Namun demikian patut dicatat bahwa periode 8 (delapan) tahun yang digunakan sesuai usia reksa dana DEP adalah relatif sangat pendek dan mungkin saja mempengaruhi hasil perhitungan. Bila ditelaah lebih lanjut, strategi timing masuk awal September dan keluar akhir Juli sendiri adalah modifikasi dari strategi buy and hold tapi menghindari bulan Agustus, karena berdasarkan data harian untuk 10 tahun terakhir memang secara kebetulan hari-hari terburuk yang mencatatkan return negatif paling besar di IHSG seringkali terjadi di bulan Agustus. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Bila pembaca tertarik menjadikan fakta di atas sebagai acuan dalam membeli dan menjual Reksa Dana, maka perlu saya ingatkan bahwa kombinasi strategi Buy and Hold dan Average Dollar Cost Averaging masih akan tetap memberikan hasil yang paling optimal untuk jangka panjang walaupun menerapkan pendekatan market timing Buy in the early September and Sell in the end of July juga tidak ada salahnya untuk dipertimbangkan. Perdebatan mengenai strategi investasi untuk bagaimana mendapatkan ‘holy grail’ dalam menghasilkan return investasi yang baik pasti akan terus berlangsung seiring dengan berjalannya waktu, namun jangan lupa untuk selalu mengukur profil risiko dan mengetahui tujuan investasi sebelum memutuskan strategi investasi yang paling tepat. Salam Investasi 35 Ada teori yang mengatakan bahwa idiom Sell in May and Go Away adalah akalakalan para bandar judi pacuan kuda saja, karena idiom lengkapnya adalah “Sell In May and Go Away; come back on St Leger’s day” atau kuras habis investasi anda di bulan Mei dan pasang duitnya untuk taruhan di St Leger’s day. The Magic of Seven Tujuh Landasan Praktis Memilih Reksa Dana Oleh: Sidharta Suryametta Happiness equals reality minus expectations. - Tom Magliozzi 36 Seirama dengan tema “Magic of Seven” CAT 2014, di sini saya ingin berbagi 7 landasan praktis untuk memilih reksa dana (RD) yang cocok. Kata ‘cocok’ dan bukan ‘untung’ yang dipilih di sini karena hukum “High risk, high return. Low risk, low return” itu saya yakini berlaku. Saya sering berkelakar dengan para investor bahwa saya baru menemukan 2 kasus dimana terjadi anomali dari hukum di atas yakni low risk high return, dan high risk low return. Low risk high return saya temukan pada koruptor dimana mereka memiliki potensi keuntungan triliunan rupiah dengan risiko hanya dipenjarakan selama beberapa tahun yang mana sama sekali tidak sebanding dengan waktu yang dihabiskan sebagian besar orang membanting tulang puluhan tahun tanpa pernah memiliki bahkan 1% dari kekayaan para koruptor tersebut. Kontrasnya, high risk low return saya temukan pada maling ayam di mana potensi keuntungannya hanyalah seekor ayam tetapi menghadapi risiko kehilangan jiwa karena dipukuli massa apabila tertangkap. Pesan moralnya adalah, jika kita menginginkan return setinggi-tingginya kita harus siap dengan risiko yang tinggi pula. Alhasil, solusi investasi yang menawarkan cuan maksimal kemungkinan besar tidak cocok dengan selera risiko kebanyakan investor. Di lain pihak, ‘Cocok’ mengisyaratkan situasi dimana potensi imbal hasil & risiko RD sesuai dengan ekspektasi nasabah. Dengan memilih yang cocok, maka peluang ekspektasi investor terwujud menjadi kenyataan menjadi semakin besar. Pada kecocokanlah kebahagiaan akan ditemukan. Dengan berbagi tips memilih RD yang ‘cocok’, harapan saya tulisan ini dapat menjadi relevan untuk segala macam investor baik itu konservatif, moderat, ataupun agresif. Agar tidak terjebak dalam konsep dan teori, saya menyematkan studi kasus dari produk RD kami untuk membantu penjelasan sekaligus untuk promosi tentunya. Saya mohon maaf di depan apabila tulisan ini ‘pilih kasih’ dan memberikan perhatian lebih pada RD Saham. Satu alasan karena keterbatasan waktu. Alasan yang lebih jujur adalah karena saya tidak berinvestasi di kelas aset Obligasi. Maklum, anak muda masih bernafsu besar mencari cuan untuk membeli ‘seonggok’ properti. Alhasil buat saya, obligasi terasa hambar seperti chinese food tanpa micin. Tenggorokan tetap panas dalam tapi tidak gurih, volatilitas harus dienyam namun return tidak ‘nendang’. Pilih RD yang AUM-nya Besar atau Kecil? It's not the size of the dog in the fight, it's the size of the fight in the dog. - Mark Twain Ada pandangan yang menyarankan untuk hanya berinvestasi di RD dengan dana kelolaan (AUM) yang besar dan menghindari AUM yang kecil. Pandangan ini sangatlah beralasan karena AUM besar adalah bukti nyata RD itu berhasil memikat hati banyak investor untuk mempercayakan dananya. Namun fakta yang lebih sering saya temui, investor memilih yang besar dan mengabaikan yang kecil bukan karena isu kepercayaan. Yang kecil diabaikan, karena adanya kekhawatiran akan menjumpai kesulitan saat investor ingin exit di kemudian hari. Porsi redemption yang lebih besar secara persentase membuat investor khawatir akan menyebabkan NAB/unit RD terkoreksi dalam. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Sebelum melanjutkan pembahasan terkait besar kecilnya AUM, saya ingin menjelaskan setidaknya ada 3 faktor utama yang menjadi penyebab redemption dengan proporsi besar berpotensi berdampak negatif pada kinerja NAB/ unit. Faktor-faktor itu adalah: 1. Pasar yang tidak likuid. Ketika nilai perdagangan pasar sangat rendah seperti masa krisis, maka penjualan underlying asset RD (yakni saham) dapat menyebabkan nilai aset yang dijual karena instruksi redemption tertekan ke bawah. Akibatnya sudah pasti berdampak negatif pada kinerja NAB/unit. Pasca krisis Reksa Dana di tahun 2005, Manajer Investasi umumnya menambahkan klausul “Batas Maksimum Penjualan Kembali Unit Penyertaan” dalam prospektus RD. Dalam klausul ini, MI berhak membatasi jumlah redemption harian maks. 20% pada prospektus. Klausul ini sesungguhnya ditujukan untuk mencegah terulangnya kasus krisis RD yang disebabkan kondisi investor yang panik dan melakukan ‘rush-redemption’. Dalam kondisi pasar yang normal, investor bebas melakukan redemption dalam jumlah berapa pun sebagaimana akan kita lihat pada studi kasus nanti. 2. Nilai absolut redemption tergolong besar relatif terhadap nilai perdagangan harian bursa. Proporsi penjualan yang besar (contohnya 20%) dari RD dengan AUM Rp 200M, dampaknya akan berbeda dengan RD dengan AUM Rp 5T. Pada RD dengan AUM Rp 200M, nilai absolut redemption hanya Rp 40M. Angka itu tidaklah material jika dibandingkan dengan rata-rata nilai perdagangan harian bursa yang nilainya Rp 5T. Alhasil, aset tersebut dapat dijual tanpa terlalu mempengaruhi nilai aset yang dijual. Nilai Perdagangan Harian IHSG Jan - Nov 2014 16,000,000,000 14,000,000,000 12,000,000,000 10,000,000,000 8,000,000,000 6,000,000,000 4,000,000,000 2,000,000,000 Dec-13Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 May-14 Jun-14 Jul-14 Aug14 Sep-14 Oct-14 The Magic of Seven 37 Berbeda ceritanya dengan RD berukuran Rp 5T. Redemption sebesar 20% dari AUM atau senilai Rp 1T merupakan proporsi yang signifikan terhadap nilai perdagangan harian. Nilai aset yang tertekan sudah pasti berakibat pada kinerja NAB/unit. 3. Aset yang dipegang tidak likuid. 38 Dapat terjadi skenario dimana pasar relatif sehat (nilai perdagangannya besar) namun spesifik untuk aset yang dimiliki RD tersebut tingkat likuiditasnya tidak sebaik pasar. Saham-saham small-cap umumnya termasuk di sini. Dalam kondisi tersebut, redemption yang memaksa RD tersebut menjual aset tidak likuid akan berdampak pada kinerja NAB/unit. Agar lebih jelas, mari kita amati studi pada Dana Ekuitas Prima (DEP) yang mengalami redemption besar-besaran selama tahun 2014 pada peraga berikut. 1,200,000,000,000 135 130 1,000,000,000,000 125 800,000,000,000 120 115 600,000,000,000 110 400,000,000,000 105 200,000,000,000 100 95 - Dec-13Jan-14Feb-14 Mar-14Apr-14 May-14 Jun-14 Jul-14 Aug14 Sep-14Oct-14 Kinerja DEP (%) Kinerja IHSG (%) AUM (Rp) [RHS] Observasi kita kerucutkan pada periode Jul – Sep 2014 dimana redemption sangat besar dan dilakukan dalam waktu yang sangat singkat dikarenakan aksi sell on news para investor pasca-pemilu. Tanggal AUM (Rp) NAB/Unit IHSG Δ NAB (%) Δ NAB (Rp) 11-Jul-14 712,417,755,435 4,476 5,033 -1.59% -1.28% -13.01% -106,554,754,605 18-Jul-14 571,046,561,067 4,558 5,087 0.49% 0.31% -20.90% -150,889,435,971 23-Jul-14 415,776,283,574 4,569 5,093 0.19% 0.19% -26.98% -153,637,298,579 24-Jul-14 288,564,227,371 4,560 5,099 -0.19% 0.11% -30.60% -127,212,056,204 20-Aug-14 272,839,361,506 4,653 5,190 0.33% 0.48% -7.32% -21,557,514,441 28-Aug-14 248,687,923,436 4,643 5,184 0.64% 0.37% -8.16% -22,097,567,895 15-Sep-14 298,202,341,077 4,591 5,145 0.05% 0.02% 20.43% 50,587,407,024 19-Sep-14 266,181,168,289 4,641 5,228 0.49% 0.37% -11.23% -33,664,847,145 30-Sep-14 311,212,238,592 4,486 5,138 -0.07% -0.09% 19.36% 50,470,631,545 PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Kinerja DEP (%) Kinerja IHSG (%) Pengamatan di atas menunjukkan tidak adanya hubungan kuat antara besarnya proporsi redemption terhadap AUM dengan kinerja NAB/unit yang buruk pada DEP. Ini dapat dijelaskan dengan 3 faktor yang sudah dijelaskan sebelumnya yakni: 1. Pasar yang likuid. Saat ini pasar saham kita masih likuid dengan nilai perdagangan harian yang cukup sehat dan tidak dalam situasi krisis. 2. Nilai absolut redemption tergolong kecil relatif terhadap nilai perdagangan harian bursa. Meskipun secara prosentase terlihat besar, nilai redemption (Rp 20 - 150M)secara absolut relatif kecil dibandingkan dengan nilai perdagangan harian. 3. Aset yang dipegang likuid Portofolio yang dimiliki oleh DEP telah lulus berbagai macam saringan yang salah satunya adalah liquidity screening. Akibatnya, mayoritas aset DEP memiliki risiko likuiditas yang relatif kecil. Dapat disimpulkan bahwa kekhawatiran akan menjumpai kesulitan saat redemption pada RD dengan AUM yang kecil adalah pandangan yang kurang tepat. Studi di atas menunjukkan bahwa faktor utama yang berpotensi menyebabkan investor ‘nyangkut’ adalah kualitas likuiditas portofolio aset RD tersebut. Karena alasan inilah, investor sebaiknya tidak silau dengan kinerja RD yang cemerlang sampai-sampai lupa akan risiko likuiditas yang berpotensi timbul jika portofolio mencetak kinerja tersebut lewat aset-aset yang tidak likuid. Contoh kasus diatas juga menjadi bukti konkret bahwa kinerja DEP di 2014 tidak dicapai lewat aset-aset tidak likuid karena telah lulus ‘ujian’ redemption dengan nilai gemilang. Dari studi di atas dapat kita cermati juga bagaimana AUM yang kecil memungkinkan RD untuk lebih lincah dalam melakukan pembelian maupun penjualan aset-asetnya. Kelincahan ini akan sangat terlihat perbedaannya antara RD AUM Besar dengan AUM Kecil terutama ketika mereka harus menaikkan/menurunkan alokasi asetnya seiring dinamika pasar. Namun perlu diingat ada regulasi yang mengharuskan RD dilikuidasi apabila AUM-nya dibawah Rp. 25 miliar selama 90 hari bursa berturut-turut. Jadi RD dengan AUM yang terlalu kecil juga tidak disarankan karena investor terancam risiko terlikuidasi diluar kehendaknya. Karena itu, sebaiknya pilihlah RD dengan AUM minimal di atas Rp. 50 miliar. Untuk investor konservatif yang menyukai kepastian, saya sarankan untuk berinvestasi di RD dengan AUM besar. Mereka cenderung akan lebih puas dan tenang berinvestasi karena RD tersebut sudah memiliki reputasi menuai kepercayaan dari banyak investor. Akan tetapi, bagi investor yang lebih agresif dan tidak keberatan meluangkan sedikit waktu untuk mencermati perkembangan isi portofolio RD-nya saya sarankan untuk memilih RD dengan AUM kecil. Mereka cenderung akan lebih puas berinvestasi pada RD dengan AUM yang masih belum terlalu besar karena kelincahannya akan membuka potensi keuntungan yang lebih menarik. Jadi Anda lebih suka yang ‘besar’ apa yang ‘kecil’? Featured Products Dana Ekuitas Prima (DEP) adalah RD Saham (80-100% Saham, 0-20% Pasar Uang/Kas) oportunis yang mencari potensi pertumbuhan yang tinggi terutama pada saham-saham mid-cap melalui fundamental screening dan strategi rotasi sektor. DEP cocok untuk profil nasabah agresif. (Kinerja YTD +29.44% per 28 Nov) Pilih Manajer Investasi Asing atau Lokal? Talent wins games, but teamwork and intelligence wins championships. - Michael Jordan Sepanjang pengalaman saya memberikan market update, sangat jarang saya bertemu investor yang bertanya tentang perkembangan tim investasi yang mengelola dana mereka. Umumnya investor lebih asyik mencermati angka-angka kinerja RD kesayangannya. Padahal, kalau tim investasi yang mencetak kinerja historis itu sudah “pindah klub”, bukankah angka-angka itu menjadi tidak lagi relevan? The Magic of Seven 39 40 Ibarat memasak, meski mengikuti resep yang sama, memakai bahan baku yang serupa, jika dimasak oleh orang yang berbeda maka rasanya pun akan berbeda. Demikian pula pengelolaan portofolio, apabila terjadi pergantian ‘koki’ atau manajer portofolio misalnya, maka tentu saja perilaku maupun kinerja RD tersebut akan berbeda dibandingkan saat dikelola oleh manajer portofolio sebelumnya. Isu SDM ini padahal amat penting karena sifat industri Manajer Investasi jumlah SDM-nya sangat ‘minimalis’. Bahana TCW sendiri yang tergolong 5 besar di industri saja, orangnya hanya sekitar 50an orang. Jumlah SDM yang terbatas akhirnya menyebabkan aksi ‘saling-bajak’ menjadi lumrah di industri. Jadi jangan terkejut jika investor kerap menyaksikan orang yang sama bergonta-ganti ‘seragam klub’. Kali ini, saya akan menghadirkan studi kasus pada Bahana Dana Prima (BDP). BDP mengalami pergantian manajer portofolio di tahun 2013. Tongkat estafet pun beralih dari manajer portofolio sebelumnya, Pak Soni (kini Research Director), ke Marli yang sebelumnya adalah analis di Bahana TCW sejak 2007. Sebagai manajer portofolio BDP yang baru, Marli pun menghembuskan strategi baru pada BDP. Sebut saja terkait cara BDP mengelola risiko portofolionya. Dahulu, BDP mengelola risiko portofolionya agar mendekati risiko pasar dengan cara mendiversifikasikannya ke dalam 75-100 saham yang berbeda. Namun Marli berpendapat lain. Ia memilih untuk mengonsentrasikan portofolionya menjadi 35-50 saham. Dengan jumlah saham yang lebih sedikit, ia dapat memonitor perkembangan fundamental bisnis perusahaan maupun pergerakan saham yang dipegangnya dengan lebih cermat sehingga risiko portofolio akan terkelola dengan lebih baik. Di samping itu, menurutnya portofolio yang lebih ramping dan terkonsentrasi memungkinkan BDP untuk ‘lari lebih kencang’. Strategi baru BDP ini dinamakannya “Core-Satellite Investing”. Core portfolio akan ditujukan untuk menurunkan risiko portofolio menjadi setara dengan risiko pasar atau beta = 1. Sementara itu, ia akan menciptakan satellite portfolio yang berperan untuk menyumbangkan alpha atau imbal hasil di atas pasar. Dari ‘koki’ baru inilah, BDP ber-evolusi menjadi RD index+ dengan pendekatan yang berbeda dibanding RD Big-cap konvensional. Sebagaimana Marli meneruskan tongkat estafet Pak Soni, demikian pula Mba Erika (Head of Fixed Income) dan Mas Doni (Head of Equity) dahulu merupakan analis yang mendampingi Pak Soni. Di Bahana TCW, tim investasi kami bisa dikatakan sebagai salah satu tim yang paling solid dimana manajer portofolio dan analisnya dibina sendiri. Melalui regenerasi yang tak terputuslah, keahlian dan kompetensi di Bahana TCW dilestarikan dan dikembangkan. Kekompakan dan soliditas tim inilah yang menciptakan reliabilitas dan kepercayaan dari berbagai klien institusi maupun ritel selama lebih dari 20 tahun. Sebagaimana disampaikan di depan, tim di balik layar ini amat berperan di balik angka-angka kinerja itu. Manajer Investasi asing atau lokal tidaklah relevan. Yang penting adalah Manajer Investasi yang timnya kompeten dan ‘awet’, karena investasi esensinya adalah lari maraton dan bukan sprint. Featured Products Bahana Dana Prima (BDP) adalah RD Saham (80-100% Saham, 0-20% Pasar Uang/Kas) dengan strategi Core-Satellite Investing. Core dari portofolio BDP berisikan sejumlah saham big-cap yang terkonsentrasi untuk mencapai risiko setara dengan risiko pasar dan beberapa saham active satellite yang ditujukan untuk menghasilkan imbal hasil di atas pasar. BDP cocok untuk profil nasabah moderat-agresif sampai agresif. (Kinerja YTD +28.56% per 28 Nov) Pilih Kinerja Historis 1-bln, 3-bln, YTD, 1-thn, 3-thn, 5-thn, atau Sejak Pembentukan? Getting an audience is hard. Sustaining an audience is hard. It demands a consistency of thought, of purpose, and of action over a long period of time. - Bruce Springsteen Apabila Presiden RI ke-7 kerap mengucapkan dan menuntut kerja, kerja, kerja dari para menterinya, maka investor kerap mengucapkan dan menuntut kinerja, kinerja, kinerja dari para Manajer Investasi. Pertanyaan “(memang) returnnya berapa?” menjadi mantra yang pasti didengar ketika pertama kali memperkenalkan suatu RD kepada investor. Ini artinya untuk urusan cuan, investor pastinya sudah sangat ‘melek’. Umumnya ketika berbicara tentang kinerja, maka yang terlintas adalah seberapa tinggi imbal hasilnya. Rata-rata investor akan memilih RD yang secara historis berhasil membukukan kinerja yang tinggi dan menyingkirkan RD yang kinerjanya ‘lelet’. Sebagai orang marketing, saya paham betul trik yang sering digunakan ketika berbicara kinerja kepada investor. Apabila kinerja sejak awal tahun (YTD) yang paling cemerlang, kami akan menunjukkan PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 grafik YTD. Jika YTD buruk, maka kami tunjukkan kinerja 1-tahun. 1-tahun anjlok, kita panjangkan menjadi kinerja 3-tahun. 3-tahun sudah agak kendor, kinerja 5-tahun dibicarakan. 5-tahun sudah lemas, kinerja pamungkas since inception-lah yang dipertontonkan. Menceritakan bagaimana dana nasabah akan bertumbuh belasan sampai puluhan kali lipat jika sudah berinvestasi sejak awal RD ini terbentuk. Meski kata-kata mutiara “KINERJA MASA LALU TIDAK MENCERMINKAN KINERJA MASA DATANG” selalu terpampang pada brosur atau fact sheet RD, ‘obsesi’ investor pada kinerja historis tetap tumbuh subur. Padahal, semakin panjang rentang waktu yang digunakan untuk menghitung kinerja tersebut, semakin banyak pula faktor yang mungkin telah berubah. Di poin sebelumnya sempat disinggung betapa sangat mungkin tim investasi yang membukukan kinerja tersebut mungkin sudah berganti sehingga angka-angka kinerja itu tidak lagi terlalu relevan. 41 Karena itulah, saya selalu memberikan bobot yang lebih berat pada kinerja YTD. Menurut saya itu rentang waktu paling relevan untuk dijadikan acuan ekspektasi ke depan. Lebih pendek dari itu seperti kinerja bulanan atau harian, tidak terlalu saya sarankan karena noise dari volatilitas pasar cukup besar. Akibatnya sulit bagi kita untuk menyimpulkan apakah RD itu perform sekadar karena hokhi atau karena skill. Kini, mari kita cermati sisi yang jarang diperhatikan ketika berbicara kinerja yakni terkait konsistensi. Ini tidak bisa langsung diamati oleh investor lewat fact sheet RD. Namun dengan sedikit usaha lebih maka investor dapat memperoleh gambaran tentang konsistensi dengan lebih jelas. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan memotong-motong. Membedah kinerja YTD RD tersebut menjadi kinerja kuartalan (Q1, Q2, Q3, Q4) kemudian dibandingkan dengan kinerja tolok ukurnya. Periode kuartalan dipakai karena laporan keuangan emiten terbit kuartalan. Akibatnya, manajer portofolio umumnya me-review portofolionya setidaknya setiap kuartal. Untuk memperjelas, saya akan hadirkan studi pada produk kami Dana Ekuitas Andalan. Kinerja Kuartalan DEA vs IHSG (Jan - Nov 2014) 15.6 16.0 14.0 11.6 12.0 10.0 8.0 5.3 6.0 4.0 2.3 5.7 2.7 2.2 2.0 - 0.2 1Q14 2Q14 IHSG 3Q14 4Q14 DANA EKUITAS ANDALAN The Magic of Seven 42 Dari peraga di atas dapat terlihat bagaimana DEA relatif mampu secara konsisten mengalahkan tolok ukurnya sepanjang tahun berjalan. Dengan memilah-milah kinerja menjadi kuartalan, investor dapat lebih jelas melihat apakah suatu RD dapat secara konsisten mengalahkan tolok ukurnya atau tidak. Di samping itu, dengan cara ini investor juga dapat mengungkap RD yang kinerjanya bersumber dari penggunaan ilmu hitam (aset-aset tidak likuid, aset repo) atau ilmu putih (banyak berdoa sehingga hokhi). Jika kinerja kuartalan RD tersebut tampak konsisten mengalahkan kinerja tolok ukur, maka investor dapat lebih yakin bahwa kinerja tersebut memang bersumber dari keahlian tim investasi. Konsistensi kini menjadi fokus tim investasi kami sehingga sejak tahun 2014 metode di atas diterapkan sebagai basis penentuan bonus manajer portofolio. Kini prestasi mereka tidak hanya diukur secara tahunan, tetapi secara kuartalan pun diperhitungkan. Metode ini bahkan dibawa to whole new level. Prestasi tidak lagi dinilai berdasarkan kemampuan manajer portofolio mengalahkan tolok ukur melainkan bagaimana kinerja mereka relatif terhadap RD lain yang sejenis di industri. Maka sejak awal tahun, dibuatlah dashboard sebagai berikut. Peraga di atas dapat secara visual memperlihatkan konsistensi kinerja RD kami. Apabila diibaratkan seperti kamar rawat inap, warna hijau artinya kamar kelas 1, kuning kamar kelas 2, merah kamar kelas 3, dan hitam tidak dapat kamar. Sasaran utama RD kami bukan lagi untuk menjadi kinerja ranking #1. Prioritasnya kini adalah untuk menjadi RD kelas 1 dan menjaga konsistensinya agar jangan sampai turun kelas terlalu jauh. Di Bahana TCW, kami terus berkembang seiring perkembangan keinginan nasabah kami. Kami juga meyakini bahwa hasil atau kinerja akan tercermin dalam jangka panjang apabila prosesnya dibenahi. Dengan proses yang semakin baik maka cepat atau lambat hasil pasti akan terlihat dalam bentuk kinerja yang unggul secara konsisten. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Perkembangan ini tentunya membuat tim investasi kami khususnya para manajer portofolio semakin ‘stres’ dan terpacu untuk semakin ‘kreatif’ mencari ide investasi yang lebih baik dibanding kompetitor. But then again, customer satisfaction is number one. Maka dari itu, investor sebaiknya jangan terlalu silau terhadap kinerja historis yang cemerlang dari suatu RD. Telaah dan amati konsistensinya dengan memilah-milah kinerjanya secara kuartalan untuk horizon pendek, atau tahunan untuk horizon yang lebih panjang. Dari sana konsistensi RD tersebut dapat diuji, sehingga investor dapat terhindar dari risiko di-PHP-in (Pemberi Harapan Palsu) kinerja historis. Featured Products Dana Ekuitas Andalan (DEA) adalah RD Saham (80-100% Saham, 0-20% Pasar Uang/Kas) yang ditujukan untuk menjawab kebutuhan investasi jangka menengah dan panjang dengan berinvestasi pada saham-saham LQ-45 dengan menerapkan strategi value investing dan momentum play. DEA cocok untuk profil nasabah moderat-agresif. (Kinerja YTD +27.53% per 28 Nov) Pilih RD Big-Cap, Mid-Cap, atau Small-Cap? “It’s easy to play any musical instrument: all you have to do is touch the right key at the right time and the instrument will play itself.” - Johann Sebastian Bach “Jadi untuk situasi pasar sekarang, bagusnya masuk RD yang mana yah?” adalah salah satu pertanyaan terfavorit investor di akhir sesi market update. Pertanyaan yang sangat valid tentunya, karena situasi pasar yang berbeda menuntut strategi yang berbeda pula. Dalam kesempatan seperti itu, biasa saya akan memberikan rekomendasi berdasarkan pembagian RD yang cukup populer yakni berdasarkan besaran kapitalisasi pasar (Market Capitalization). RD umumnya dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar yakni big-cap, mid-cap, dan small-cap. RD disebut sebagai RD big-cap jika portofolionya mayoritas terdiri dari saham-saham big-cap. Begitu pula untuk RD mid-cap, dan RD small-cap. Kapitalisasi pasar sendiri sederhananya adalah jumlah saham beredar dikalikan harga pasar saham tersebut. Seiring harga saham tersebut naik karena diincar para investor maka kapitalisasi pasar suatu saham akan terus berkembang. Istilah big-cap, mid-cap, dan small-cap amatlah unik karena walaupun merupakan jargon populer di industri namun tidak ada definisi baku maupun batasan-batas tegas untuk mereka. Ini amatlah wajar karena batasan-batasan ini akan terus berkembang seiring perkembangan kapitalisasi pasar saham negara itu. Alhasil, pengelompokkan ini sangat subjektif dan bisa berbeda-beda antar Manajer Investasi. Demi alasan kepraktisan pembahasan di tulisan ini, saya akan menggunakan pembagian dan penjabaran secara bebas sebagai berikut: Kategori Julukan Populer Kapitalisasi Pasar Karakteristik Big-cap Blue-Chip, Value Stocks, Saham Unggulan ≥ Rp. 50T Bisnisnya sudah mapan sehingga potensi pertumbuhannya lebih tertakar. Growth Stocks, Saham 2nd Liner ≥ Rp. 1T dan ≤ Rp. 50T Volatilitas rendah dikarenakan bisnis yang umumnya sudah mature sehingga cocok untuk mengurangi risiko (beta portofolio). Risiko likuiditas rendah karena saham ramai diperdagangkan secara konsisten. Mid-cap Bisnisnya memiliki banyak cerita terkait potensi pertumbuhannya sehingga potensi pertumbuhannya pun lebih tinggi dibanding big-cap. Volatilitas tinggi dikarenakan ekspektasi pelaku pasar yang kadang overshoot/undershoot sehingga cocok untuk mencari return di atas pasar. (alpha portofolio) Risiko likuiditas lebih tinggi karena saham umumnya baru ramai diperdagangkan ketika cerita pertumbuhannya sedang ‘hangat’. Small-cap Saham tidur, Saham 3rd Liner ≤ Rp. 1T Belum banyak pelaku pasar yang mengetahui cerita terkait potensi pertumbuhan bisnisnya sehingga investor yang mengetahui terlebih dahulu dapat memperoleh potensi keuntungan paling tinggi. (alpha portofolio) Volatilitas paling tinggi karena sering kali dijadikan saham gorengan. Risiko likuiditas paling tinggi karena saham jarang diperdagangkan. The Magic of Seven 43 Kembali agar tulisan ini tidak terjebak dalam diskusi teoretis dan konsep, saya akan menghadirkan satu studi dengan mengambil 3 sampel saham yang pernah menjadi primadona pada RD small-cap kami yakni Bahana Trailblazer Fund (BTF). Kategori Kapitalisasi Pasar Tingkat Imbal Hasil Volatilitas Likuiditas Mkt Cap Nov’07 Mkt Cap Nov’14 Imbal Hasil Total Rata-Rata Imbal Hasil Tahunan Δ Harga Harian Tertinggi Δ Harga Harian Terendah Beta Rata-Rata Volatilitas Tahunan Rata-Rata Perdagangan Harian Big-cap BBRI Rp 91T Rp 284T 250% 20% +19% -13% 1,29 11% Rp 198M Mid-cap WIKA Rp 3T Rp 18T 536% 30% +25% -21% 1,33 13% Rp 22M Small-cap LPCK Rp 425M Rp 7T 1486% 48% +35% -35% 1,49 23% Rp 9M Hasil di atas diolah berdasarkan data 7 tahun terakhir (28 Nov 2007 – 28 Nov 2014). Penghitungan imbal hasil sudah memperhitungkan dividen. Rata-rata imbal hasil tahunan diperoleh dari rata-rata imbal hasil bulanan yang disetahunkan sedangkan rata-rata volatilitas tahunan dari standar deviasi bulanan yang disetahunkan. Beta juga diperhitungkan dengan menggunakan data bulanan 7 tahun terakhir. Dari studi ini kita bisa melihat bagaimana saham LPCK yang dahulu merupakan saham small-cap memberikan imbal hasil paling tinggi selama 7 tahun terakhir baru kemudian diikuti oleh WIKA (mid-cap) dan BBRI (big-cap). Hukum “high risk high return, low risk low return” juga sangat kentara di mana kapitalisasi pasar yang semakin kecil mampu menawarkan potensi imbal hasil yang semakin tinggi namun juga akan dibayangi oleh semakin tingginya risiko volatilitas dan likuiditas. Untuk mengenal lebih akrab karakter masing-masing kategori saham ini, berikut saya cantumkan peraga yang menampilkan pergerakan harga dan nilai perdagangan harian ketiga saham di atas. Mid Cap Wijaya Karya Persero Tbk (WIKA) 1,400,000,000,000 3,000 1,200,000,000,000 2,500 1,000,000,000,000 2,000 800,000,000,000 8,000 1,500 600,000,000,000 6,000 1,000 400,000,000,000 4,000 500 200,000,000,000 2,000 150,000,000,000 6,000 100,000,000,000 4,000 Cerita infrastruktur jadi sorotan 250,000,000,000 200,000,000,000 150,000,000,000 100,000,000,000 Harga Saham Nilai Perdagangan Harian [LHS] Nov-14 • Nov-13 • Nov-12 • Nov-11 • Nov-10 • Nov-09 • - Nov-08 • Nov-14 • Nov-13 • Nov-12 • Nov-11 • Nilai Perdagangan Harian [LHS] 50,000,000,000 Nov-07 • 2,000 ] Nov-10 • [ Nov-09 • - Periode Saham tidur Nov-08 • 50,000,000,000 - Harga Saham - Nilai Perdagangan Harian [LHS] 10,000 Nov-14 • 8,000 LPCK masuk dalam portfolio BTF Nov-13 • 200,000,000,000 12,000 Saham selalu ramai diperdagangkan Nov-12 • 300,000,000,000 14,000 Nov-11 • 10,000 3,500 350,000,000,000 Nov-10 • 250,000,000,000 400,000,000,000 Nov-09 • 12,000 Nov-08 • 300,000,000,000 Big Cap Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BBRI) Nov-07 • Small Cap Lippo Cikarang Tbk (LPCK) Nov-07 • 44 Kode - Harga Saham Dari peraga di atas dapat terlihat bagaimana karakter small-cap umumnya memiliki periode saham tidur dimana saham sangat jarang diperdagangkan dan informasi mengenai saham tersebut belum banyak diketahui pelaku pasar. Karakter mid-cap terlihat bagaimana saham tersebut menjanjikan potensi pertumbuhan yang tinggi dan nilai perdagangan hariannya cenderung bergerak sejalan dengan perkembangan cerita potensi pertumbuhannya. Rendahnya volatilitas pergerakan harga dan tingginya tingkat likuiditas saham big-cap sebagaimana tertampak pada grafik di atas lah yang menyebabkan big-cap memiliki persepsi aman di mata investor. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Kembali ke pertanyaan “Jadi untuk situasi pasar sekarang, bagusnya masuk RD yang mana yah?”, pertama kita harus memiliki persepsi seperti apakah situasi pasar saat ini. Informasi ini dapat diperoleh melalui riset pribadi ataupun dari informasi yang disampaikan oleh Manajer Investasi saat market update. Apabila tren pasar sedang bearish atau dalam tren turun, investor sebaiknya masuk ke RD big-cap karena risiko likuiditas dan volatilitasnya lebih rendah dibanding mid-cap dan small-cap. RD big-cap ini juga cenderung akan rally lebih dulu apabila pasar mulai menunjukkan tanda-tanda rebound. Hal ini disebabkan ketika pasar mulai rebound, investor besar seperti investor asing hanya bisa membeli barang yang saat itu tersedia di pasar. Sebagaimana diperlihatkan peraga, saham big-cap-lah yang selalu tersedia dalam volume besar di pasaran. Jika tren bullish sudah cukup kuat ditandai sinyal konfirmasi dari tingginya nilai perdagangan harian dan dana asing yang masuk, maka itu adalah momen yang tepat untuk masuk ke RD mid-cap. Saham-saham mid-cap kadang disebut sebagai RD 2nd Liner karena memang saham-saham pertumbuhan ini cenderung akan lepas landas setelah mood investor sudah positif dan saham-saham big-cap sudah naik terlebih dahulu. Terakhir, apabila tren bull sudah cukup panjang dan economic outlook cukup kondusif itu adalah momen dimana pelaku pasar cenderung akan mulai melirik saham-saham small-cap. Saat-saat seperti ini adalah waktu yang pas untuk masuk ke RD small-cap. Inilah alasan mengapa investor dengan horizon investasi panjanglah yang kami rekomendasikan RD small-cap. RD small-cap umumnya membutuhkan waktu yang paling lama untuk menunjukkan kinerjanya. Namun ketika saham-saham small-cap tersebut mulai disorot oleh para pelaku pasar, itulah momen dimana investor akan menuai tanaman ‘kesabaran’nya berinvestasi di RD small-cap seperti Bahana Trailblazer Fund. RD big-cap, mid-cap, small-cap memiliki karakter yang berbeda-beda. Jadi kita harus berusaha untuk mengetahui termasuk ke dalam kategori apakah RD yang kita miliki sehingga kita dapat memperoleh imbal hasil yang optimal dengan menggunakan RD yang sesuai untuk setiap tren pasar. Featured Products Bahana Trailblazer Fund (BTF) adalah RD Saham (80-100% Saham, 0-20% Pasar Uang/Kas) high-conviction yang berfokus mencari imbal hasil di atas pasar dengan berinvestasi pada saham-saham small-cap dan mid-cap berdasarkan riset fundamental in-house dan penyaringan ketat algoritma Buffetology dan Piotroski. BTF cocok untuk profil nasabah agresif. (Kinerja YTD +27.60% per 28 Nov) Pilih Saham, Campuran, Pendapatan Tetap, atau Pasar Uang? An investment in knowledge pays the best interest. - Benjamin Franklin Ketika mengikuti kursus pelatihan WMI, saya ingat ada salah satu pengajar yang pernah bekerja di beberapa fund house kelas dunia berbagi pengalaman. Menurutnya, fund house berdasarkan investment philosophy dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar yakni Japanese Fund House, European Fund House, dan American Fund House. Kalau diibaratkan ilmu silat, ketiga jenis Manajer Investasi ini memiliki aliran yang berbeda-beda. Japanese House yakni MI yang berasal dari Jepang umumnya memiliki filosofi “Buying a country”. Artinya mereka meyakini bahwa di negara yang bertumbuh, sebagian besar perusahaan di dalamnya juga akan menikmati pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Maka dari itu, proses investasinya cenderung mengedepankan Top-Down analysis. Makro ekonomi memegang peranan yang sangat penting dalam penentuan investasi. Konsekuensinya, keputusan investasi cenderung behind the curve karena data-data makro umumnya adalah lagging indicator karena diterbitkan terlambat. Positifnya, analisis yang mendalam terhadap kondisi ekonomi negara dapat menghindarkannya dari risiko sistematik yang berdampak pada keseluruhan pasar dan bukan hanya industri atau saham tertentu saja. Kebalikan dari Japanese House, European House memiliki filosofi “Buying a company”. MI dari Eropa cenderung memiliki keyakinan bahwa di tengah situasi ekonomi yang baik bisa ditemukan perusahaan-perusahaan yang kinerjanya buruk. Begitu pula sebaliknya di ekonomi yang buruk sekalipun bisa diketemukan perusahaan-perusahaan yang kinerjanya bagus. Maka dari itu European House ini cenderung mengedepankan Bottom-Up Analysis dimana analisis terhadap emiten dilakukan sangat cermat dimana analisis makro ekonomi menjadi latarnya. Konsekuensinya, berbeda dengan Japanese House, European House umumnya lebih rentan terhadap risiko sistematik karena cenderung menaruh keyakinan berlebih terhadap industri atau saham tertentu. Positifnya, analisis yang sangat cermat dan mendalam di level sektor dan emiten memungkinkannya untuk lebih sigap menyikapi dinamika pasar. The Magic of Seven 45 1,140 100% 90% 1,120 80% 1,100 70% 60% Rata-rata komposisi Portfolio 76% Obligasi + 24% Deposito 50% 1,080 Rata-rata komposisi Portfolio 6% Obligasi + 94% Deposito 1,060 40% 30% 1,040 20% 1,020 Porsi Obligasi (%) Porsi Deposito (%) Feb-13 • Dec-12 • Oct-12 • Aug-12 • Jun-12 • Apr-12 • Feb-12 • Dec-11 • Oct-11 • Aug-11 • Jun-11 • Apr-11 • Feb-11 • Dec-10 • Oct-10 • Aug-10 • Jun-10 • Apr-10 • Feb-10 • Dec-09 • Oct-09 • 0% Aug-09 • 10% Jun-09 • 46 Yang paling ideal menurut pembicara itu adalah kelompok terakhir yakni American House yang mengombinasikan kedua pendekatan Top-Down dan Bottom-Up dalam proses investasinya. Saya sendiri tidak kapabel memverifikasi pernyataan pengajar itu untuk konteks European fund house dan Japanese house. Akan tetapi karena proses investasi Bahana TCW berkiblat ke TCW, salah satu American fund house terkemuka, maka saya bisa memverifikasi bahwa memang demikianlah yang dilakukan oleh tim investasi kami. Top-Down Approach ibaratnya tersimbol dalam sosok Pak Budi sebagai Chief Economist dan Bottom-Up Approach oleh Pak Soni selaku Research Director. Mensinergikan dua pendekatan ini, bukanlah perkara mudah sebagaimana yang saya alami ketika menghadiri quarterly strategic meeting di Bahana TCW. At worst, diskusi berlangsung ketat dan kesimpulan sukar ditarik karena view secara makro bertentangan dengan view secara mikro. Misalnya, view secara makro bullish dan menyarankan untuk meningkatkan alokasi kelas aset saham. Akan tetapi, para analis dari dapur riset memberikan rekomendasi underweight pada mayoritas saham dikarenakan fundamental yang kurang mendukung di level emiten. Alhasil, jumlah saham yang tersedia untuk dikonstruksi menjadi portofolio tidak memadai untuk membuat fund manager menjadi bullish. Ibarat nafsu besar, tenaga kurang. Namun, jika sinergi tercapai, sebagaimana yang terjadi pada 4Q2013 strategic meeting dimana saat itu Pak Budi memiliki bullish view bertentangan dengan konsensus yang saat itu masih dalam posisi wait and see. Saat itu, pandangan dari tim riset yang dikepalai Pak Soni pun bullish. Kesimpulan kuat yang telah lulus uji analisis komprehensif Top-Down dan Bottom-Up, membuat tim investasi kami mantap melakukan asset call yang berani sebagaimana yang dilakukan pada RD Pasar Uang kami Bahana Dana Likuid (BDL). Sepanjang tahun 2013 dapat kita cermati pada peraga berikut bagaimana komposisi portofolio BDL mayoritas didominasi kelas aset obligasi. Namun menjelang penghujung 2013, kami memiliki keyakinan bahwa kenaikan suku bunga sudah mencapai puncaknya tetapi lingkungan suku bunga depositio tetap bertengger tinggi dikarenakan isu crowding-out effect. Oleh karenanya, BDL pun segera banting setir melepas mayoritas obligasi dan berinvestasi di aset deposito. 1,000 NAB/unit [RHS] Kegesitan dan ketepatan melakukan perubahan aset alokasi inilah yang mengantarkan BDL kini menjadi RD Pasar Uang dengan performa terbaik seindustri selama tahun 2014. Bisa dilihat bagaimana pentingnya keyakinan kita terhadap prospek masing-masing kelas aset menjadi penting. Demikian pula dalam pemilihan kelas aset RD. Dengan memiliki pengetahuan mengenai prospek masing-masing kelas aset, maka kita akan lebih mantap ketika kita berinvestasi karena kita melangkah dengan penuh keyakinan. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Featured Products Bahana Dana Likuid (BDL) adalah RD Pasar Uang (100% Pasar Uang/Kas) yang memberikan solusi manajemen likuiditas jangka pendek bagi para investor dengan tetap memberikan imbal hasil yang optimal melalui penempatan pada instrumen pasar uang seperti deposito. BDL cocok untuk profil nasabah konservatif. (Kinerja YTD +8.26% per 28 Nov) Pilih Strategi Tematik atau Konvensional? However many holy words you read, however many you speak, what good will they do you If you do not act on upon them? 47 - Buddha Seiring berkembangnya industri RD, penawaran solusi investasi pun semakin beragam. Setiap RD memiliki nama, strategi, dan tema investasi yang beragam. Dalam menyikapi hal ini, ada baiknya di sini kita mengikuti pepatah bijak “Don’t judge the book by its cover”. Sebagai investor, kita harus cerdik untuk memastikan apakah RD tersebut benar-benar menjalankan strategi atau tema yang dipromosikannya. Karena apabila tidak, maka investor dapat terjerumus ke dalam rasa aman yang semu. Investor akan meyakini bahwa dirinya telah melakukan diversifikasi dengan membagi portofolio ke dalam berbagai jenis RD seperti big-cap, mid-cap, tema infrastruktur, tema konsumer, high conviction, dsb. namun pada kenyataannya portofolio yang dimiliki sebenarnya menjalani strategi investasi yang tidak jauh berbeda. Akhirnya, ekspektasi nasabah untuk mendiversifikasi risikonya tidak tercapai. Cerita yang menarik untuk dibahas adalah pengalaman di 2013 dimana mayoritas RD Saham merugi karena berbagai isu yang menerpa Indonesia. Baik itu isu global seperti pengurangan stimulus ekonomi AS maupun isu domestik seperti defisit neraca berjalan, inflasi yang tinggi, suku bunga yang tinggi, dan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Berbagai isu global dan domestik inilah yang menyebaban IHSG kita ditutup -0,98% di 2013. Namun nyatanya investor sebenarnya tetap bisa meraup keuntungan apabila investor mendiversifikasikan portofolionya ke RD bertemakan infrastruktur sebagaimana tampak pada peraga berikut. 135 130 125 120 115 110 105 100 Indeks Sektor Infrastruktur (JAKINFRA) Oct-14 • Sep-14 • Aug-14 • Jul-14 • Jun-14 • May-14 • apr-14 • Mar-14 • Feb-14 • Jan-14 • Dec-13 • Nov-13 • Oct-13 • Sep-13 • Aug-13 • Jul-13 • Jun-13 • May-13 • apr-13 • Mar-13 • Feb-13 • Jan-13 • 90 Dec-12 • 95 IHSG The Magic of Seven Terlihat dalam peraga bagaimana ketika negara Indonesia ‘dihukum’ oleh asing karena defisit neraca berjalan yang melebar, maka sektor infrastruktur yang merupakan ‘obatnya’ Indonesialah yang diapresiasi oleh pelaku pasar. Kontras dengan IHSG yang ditutup -0,98%, sektor infrastruktur ditutup +2,5%. Patut diselidiki lebih lanjut apabila RD yang mengklaim dirinya sebagai RD Tematik Infrastruktur mengalami kerugian yang dalam. Di Bahana TCW sendiri, kami tidak pernah ‘main-main’ terkait strategi maupun tema investasi yang kami ajukan. Sebagai contoh kasus, kami memiliki RD Tematik Infrastruktur yang sudah diluncurkan sejak tahun 1997 bernama Bahana Dana Infrastruktur (BDI). Mandat investasinya tegas dimana BDI tidak diizinkan untuk berinvestasi di saham-saham ‘mainstream’ seperti sektor perbankan dan barang konsumen. Keputusan untuk mengeliminasi dua sektor besar tersebut ditujukan semata-mata untuk memastikan tim investasi kami disiplin fokus berinvestasi sesuai mandatnya dan tidak menjadi oportunis. Disiplin dalam mengeksekusi strategi yang sudah dicanangkan membuahkan hasil yang manis di tahun 2013 sebagaimana terlihat pada peraga berikut. 48 125 120 115 110 105 BDI Oct-14 • Sep-14 • Aug-14 • Jul-14 • Jun-14 • May-14 • apr-14 • Mar-14 • Feb-14 • Dec-13 • Nov-13 • Oct-13 • Sep-13 • Aug-13 • Rupiah Melemah Sektor B. Konsumen kena Imbas Jul-13 • Jun-13 • May-13 • apr-13 • Mar-13 • Jan-13 • 90 Dec-12 • 95 Feb-13 • QE Tapering, Asing Check-out Suku Bunga Naik Sektor Perbankan Anjlok Jan-14 • 100 IHSG Kesetiaannya pada sektor infrastruktur membuat BDI meraih kinerja positif dari saham sektor infrastruktur. Mandat yang tegas menghindarkannya dari kerugian dalam karena isu QE Tapering yang memicu investor asing meninggalkan Indonesia dan naiknya interest rate yang membuat saham-saham big-cap seperti sektor perbankan anjlok. Di samping itu, BDI juga terselamatkan dari dampak rupiah melemah yang mengakibatkan sektor barang konsumen terkena imbas negatif karena berbahan baku impor. Demikianlah alasan mengapa BDI mampu membukukan kinerja positif +2.9% di tahun 2013 di tengah rontoknya RD Saham dan dianugrahkan penghargaan dari Bloomberg dan APRDI sebagai “The Best Thematic Fund” di tahun 2014. Tema yang menarik, strategi investasi yang canggih, tak ada artinya apabila tidak disertai disiplin dan integritas untuk mengeksekusinya. Maka dari itu, prinsip “Don’t judge the book by its cover” nampaknya masih dapat kita pakai dalam mencari solusi investasi yang cocok. Featured Products Bahana Dana Infrastruktur (BDI) adalah RD Campuran Tematik (50-79% Saham, 10-40% Obligasi, 0-15% Pasar Uang/Kas) dengan fokus investasi di sektor infrastruktur yang merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia. BDI cocok untuk profil nasabah moderat sampai moderat-agresif. (Kinerja YTD +18.99% per 28 Nov) PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Pilih Investasi di Indonesia atau Luar Negeri? Orang yang rugi adalah orang yang pesimis terhadap Indonesia. - Budi Hikmat Ini salah satu dari banyak ungkapan Pak Budi yang melekat di benak saya selama mendampingi beliau memberikan market update bagi para investor. Nampaknya pernyataan Pak Budi memang benar apabila kita amati peraga di bawah ini yang memperlihatkan kinerja IHSG selama 20 tahun terakhir. Imbal Hasil Tahunan IHSG 1994-2013 (Ex. Dividend) 49 100% 80% 60% Asian Financial Crisis 40% US QE Tapering 20% 10% -20% Global Financial Crisis -40% Dot Com Bubble Tequila Crisis -600% 1994 199519961997 199819992000 200120022003 2004 2005200620072008 2009201020112012 2013 Dapat kita cermati bagaimana 13 dari 20 tahun terakhir, Indonesia menikmati bull market. Namun apabila dianalisis lebih dalam, kita akan menemukan bahwa tahun-tahun dimana IHSG negatif itu disebabkan oleh isu global yang mana bukanlah problem spesifik negara kita. Jika kita mengeluarkan tahun-tahun negatif IHSG yang disebabkan oleh isu global, maka kita dapati bahwa IHSG memiliki probabilitas 87% untuk memberikan kinerja tahunan yang positif selama 20 tahun terakhir! IHSG akan melipatgandakan uang kita sampai 8x lipat apabila kita sudah berinvestasi sejak 20 tahun yang lalu. Namun apa jadinya bila kita berinvetasi di negara lain, sebut saja di Jepang yang merupakan negara maju dengan ukuran ekonomi yang cukup besar. Hasilnya, selama 20 tahun uang kita praktis tidak berkembang dan malah menelan kerugian sebesar -6.5% sebagaimana tampak pada peraga berikut. 800 700 600 500 400 300 200 100 - 1993 19941995 1996 199719981999 2000 20012002 2003 20042005 2006 20072008 2009 2010201120122013 NIKKEI IHSG The Magic of Seven 50 Indonesia mampu memberikan imbal hasil yang fantastis sejak 20 tahun terakhir karena yang melimpahnya potensi pertumbuhan ekonomi. Kontras dengan Jepang yang mengalami paceklik pertumbuhan. Dengan demikian, selama kita meyakini Indonesia akan bertumbuh ke depan maka kita tidak perlu terlalu khawatir berinvestasi di RD karena kita berada di negara yang tepat. Jadi, memang tidak salah apabila Pak Budi mengatakan “Orang yang rugi adalah orang yang pesimis terhadap Indonesia.” Menyambut pemerintah baru yang diharapkan akan mereformasi ekonomi Indonesia, kami pun menciptakan RD Saham yang dirancang untuk mengkapitalisasi multi-year bull cycle Indonesia yakni Bahana Primavera 99. Kata “Primavera” sendiri secara harfiah berarti musim semi. Ini senada dengan optimisme angin perubahan yang dihembuskan oleh Presiden RI ke-7. Bahana Primavera 99 ini diciptakan dengan prinsip optimalisasi maksimum. Optimalisasi dimulai dari aset alokasi yang ditargetkan untuk selalu di angka 95-99%. Ini dilandasi keyakinan bull cycle yang akan dialami oleh Indonesia ke depan akan jauh lebih banyak dibanding bear cycle sehingga RD yang paling lama berada di dalam pasar yang akan memiliki peluang untuk meraup keuntungan paling tinggi. Dalam hal diversifikasi pun, Primavera melakukan optimalisasi sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Benjamin Graham, The father of Value Investing sekaligus Guru Warren Buffett. Menurut Graham, diversifikasi itu harus cukup namun tidak berlebihan. Ia juga menambahkan dalam bukunya The Intelligent Investor, bahwa diversifikasi portofolio yang optimal berkisar pada minimum 10 dan maksimum 30 saham. Hal yang dikemukakan Graham pada tahun 1949 dalam bukunya tersebut ternyata senada dengan riset akademis yang dilakukan 38 tahun sesudahnya oleh Meir Statman yang dimuat dalam Journal of Financial Analysis. Dalam publikasi tersebut, ditemukan bahwa dengan 20 saham risiko portofolio sudah berkurang ke sekitar 20%. Penambahan jumlah saham dari 20 sampai 1000 berikutnya hanya akan mengurangi risiko portofolio sekitar 0,8%! Mengombinasikan panduan dari praktisi kawakan dengan riset ilmiah maka diputuskanlah bahwa portofolio Primavera 99 hanya akan dikonstruksi dengan 27 saham saja setiap saat. Hal ini ditujukan agar manajer portofolio memiliki disiplin yang tinggi dan daftar prioritas yang jelas. Setiap kali manajer portofolio memutuskan untuk menambah 1 saham baru, maka ia harus mengeluarkan 1 saham lama. Dengan demikian, saham-saham yang tergabung dalam konstruksi Primavera 99 akan selalu tersaring sebagai saham-saham terunggul menurut tim investasi Bahana TCW. Untuk mengompensasi sedikitnya porsi kas, maka Primavera 99 akan menjaga likuiditasnya melalui komposisi yang cukup besar pada 9 saham value stocks yang likuid. 18 saham sisanya akan diinvestasikan ke dalam growth stocks yang akan berfungsi untuk mencari imbal hasil lebih. Anatomi portofolionya dapat lebih jelas terlihat pada peraga berikut. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Jakarta Composite Index Market Cap (in Trillion IDR) Growth Investing Mkt Cap < Rp 50T IDR Performance Role Dep + BTF Top Stocks 2x9 counters 2,173 2,512 Value Investing Mkt Cap > Rp 50T IDR Liquidity Role Dep + DEA Top Stocks 9 counters 51 > 50 Trillion IDR (16 Stocks) > 50 Trillion IDR (487 Stocks) Saham-saham yang akan menyusun portofolio Primavera 99 sendiri merupakan saham-saham yang sudah melewati saringan dari semua RD saham Bahana TCW. Value Stocks akan disaring dari top stocks yang ada dalam portofolio RD saham big-cap kami yakni Bahana Dana Prima dan Dana Ekuitas Andalan, masing-masing menerapkan strategi core-satellite investing dan value investing. Sama halnya, growth stocks akan disaring dari top stocks portofolio RD saham mid-cap dan small-cap kami yakni Dana Ekuitas Prima dan Bahana Trailblazer Fund, masing-masing menggunakan strategi sector rotation & GARP serta Algoritma Buffettology & Piotroski. Dapat terlihat pada peraga di atas bagaimana Primavera 99 ini merupakan hasil sintesis dari beragam strategi investasi yang digunakan seluruh RD Bahana TCW. Pengelolaan reksa dana ini pun akan dilakukan oleh tim manajer portofolio saham yang terdiri dari Doni Firdaus dan Marli Sanjaya. Perilaku Primavera 99 saat bull market diharapkan akan lebih unggul dalam mengkapitalisasi cerita pertumbuhan Indonesia dikarenakan aset alokasi saham yang selalu tinggi. Pada saat bear market, RD ini diharapkan akan terhindar dari fear trap dan akan tetap disiplin untuk mengakumulasi saham-saham bagus di harga diskon karena optimis bahwa siklus tersebut sementara, Primavera 99 ini dirancang untuk dapat menjawab kebutuhan investasi jangka panjang maupun jangka pendek. Dalam jangka panjang, RD ini diharapkan akan perform lebih baik karena 99% dana investor berada di kelas aset saham setiap saat. Investor dapat pula menggunakannya untuk kebutuhan investasi jangka pendek misalnya untuk tancap gas saat market rebound. The Magic of Seven Kinerja Sejak Pembentukan Bahana Primavera 99 7.00% 6.12% 6.00% 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 52 1.00% 0.00% -1.00% -0.98% -2.00% Bahana Primavera 99 IHSG Sejak peluncurannya tanggal 5 Sep sampai 03 Des, Primavera 99 sudah outperform benchmark-nya +7.1%. Bagi investor atau partner yang tertarik tentu dapat menghubungi tim pemasaran kami terkait produk ini. Sebagai penutup tulisan ini, untuk ketiga kalinya saya akan mengutip perkataan Pak Budi untuk kita renungi bersama, “Orang yang rugi adalah orang yang pesimis terhadap Indonesia.” Selamat berinvestasi! Featured Products Bahana Primavera 99 (P99) adalah RD Saham (80-100% Saham, 0-20% Pasar Uang/Kas) yang dirancang untuk mengkapitalisasi pertumbuhan jangka panjang ekonomi Indonesia paling optimal. Dengan alokasi saham 95-99% dan diversifikasi optimal melalui 9 value stocks dan 18 growth stocks terbaik setiap saat, P99 diharapkan dapat memberikan imbal hasil maksimal. P99 cocok untuk profil nasabah agresif. (Kinerja since inception 05 Sep - 03 Des +6.12%) PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 53 Sebagai investor, kita harus cerdik untuk memastikan apakah RD tersebut benar-benar menjalankan strategi atau tema yang dipromosikannya. Karena apabila tidak, maka investor dapat terjerumus ke dalam rasa aman yang semu. The Magic of Seven Mengapa Perlu Berinvestasi? Oleh: Pande Putu S. Govinda (Sasha) Being rich is not based on how much you can earn, but how much you can save Saya meyakini bahwa investasi pada hakikatnya menanam keberuntungan. Kata “menanam” menekankan pada proses, sedangkan “keberuntungan” mengacu kepada hasil. Keberuntungan sendiri dapat diartikan sebagai peningkatan daya beli sepanjang waktu. Sehingga untuk menjaga keberuntungan, investor harus mewaspadai tiga jenis risiko: Credit risk, inflation risk dan liquidity risk. Memang credit risk menabung terbilang minim. Sebab pada batas tertentu dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Namun, seperti terlihat pada peraga dibawah ini, menabung belum mengamankan diri terhadap gerusan inflasi. Apalagi bila dibandingkan dengan laju inflasi makanan yang lebih pesat ketimbang inflasi umum. Dengan kata lain, menabung tidak menjamin keberuntungan. Deposito & Tabungan vs Inflasi 200 190 180 170 160 150 140 130 120 Inflasi Umum Deposito Apr-14 • Jun-14 • Feb-14 • Oct-13 • Dec-13 • Aug-13 • Apr-13 • Jun-13 • Feb-12 • Oct-12 • Dec-12 • Aug-12 • Apr-12 • Jun-12 • Feb-12 • Oct-11 • Inflasi Pendidikan Dec-11 • Aug-11 • Apr-11 • Jun-11 • Feb-11 • Oct-10 • Dec-10 • Aug-10 • Apr-10 • Inflasi Makanan Jun-10 • Feb-10 • Oct-09 • Dec-09 • Aug-09 • Apr-09 • Jun-09 • Feb-09 • Oct-08 • Dec-08 • Aug-08 • Apr-08 • Jun-08 • Feb-08 • Oct-07 • 100 Dec-07 • 110 Aug-07 • 54 Tabungan Saya menghitung selama tujuh tahun terakhir, inflasi umum meningkat sebesar 49%. Bahkan inflasi makanan jauh meningkat sebesar 88% dan inflasi pendidikan meningkat sebesar 33%. Sedangkan pertumbuhan deposito dan tabungan masih jauh dibawah peningkatan inflasi. Inilah yang disebut dengan “inflation risk”. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Berdasarkan statistik diatas, patut disayangkan bahwa masih begitu banyak penduduk Indonesia yang belum sadar untuk berinvestasi. Hal ini terlihat dari jumlah investor di pasar modal Bursa Efek Indonesia yang masih sangat minim. Dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini berkisar 250 juta jiwa, investor pasar modal di Indonesia baru mencapai sekitar 400.000 jiwa atau kurang dari 0.2% penduduk. Jumlah investor reksa dana pun masih minim sekitar 180.000 orang atau kurang dari 0.1% penduduk1. Bahana TCW Investment Management berusaha untuk mengambil peran serta dalam mengedukasi masyarakat dalam berinvestasi benar. Untuk tujuan tersebut kami telah memiliki platform investasi reksa dana online. Platform ini ditujukan untuk investor individu dimana investor dapat mengakses instrumen investasi reksa dana dengan cepat dan mudah. Platform reksa dana online tersebut adalah SINAR yang merupakan kependekan dari kata “BerinvestaSI beNAR”. Pada edisi Catatan Akhir Tahun “The Magic of Seven” kami ingin berbagi pengalaman dalam berinvestasi terutama bagi investor individual dengan mengurai 7 trik dalam Berinvestasi Benar. 7 Trik Berinvestasi Benar Trik 1. Tetapkan Tujuan Investasi Terlebih Dahulu Apa impian yang ingin diraih dengan berinvestasi? Pertanyaan ini begitu penting untuk dijawab sebelum memulai sebuah perencanaan investasi. Bisa saja seorang investor yang telah memulai berinvestasi tanpa terlebih dahulu menentukan tujuan. Memiliki tujuan berinvestasi yang jelas akan memperkuat kesadaran investor untuk menerapkan strategi terbaik dalam mencapai target investasi yang diharapkan. Sebagian investor mungkin memiliki rencana untuk membeli property seperti rumah, tanah, dan apartemen. Sebagian lain menabung untuk persiapan naik haji atau berwisata ke luar negeri. Sementara yang lain berinvestasi untuk mempersiapkan masa pensiun atau mempersiapkan dana pendidikan anak dimasa depan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Investor juga perlu memperkirakan jangka waktu yang dibutuhkan. Untuk memudahkan, kita dapat membuat tabel dengan membagi tujuan investasi berdasarkan kategori jangka waktu investasinya.Sebagai contoh: kategori investasi jangka pendek (1-3 tahun) yaitu wisata ke luar negeri, membeli mobil, persiapan pernikahan. Kategori investasi jangka menengah (3-5 tahun) seperti persiapan naik haji, dana pendidikan anak. Kategori investasi jangka panjang yaitu dana pensiun dan property. Trik 2. Mulai investasi lebih awal lebih baik Pada konsep time value of money dinyatakan bahwa nilai sejumlah uang saat ini lebih tinggi daripada nilai sejumlah uang yang sama di masa depan. Hal ini karena sejumlah uang saat ini memiliki potensi untuk mendapatkan interest. Secara tidak langsung hal ini menunjukkan bahwa memulai investasi lebih awal lebih baik. Sebagai contoh ada 3 individu yaitu Anin, Bian, dan Cita. Masing-masing berinvestasi Rp 100.000 per bulan atau Rp 1.200.000 per tahun. Anin mulai berinvestasi sejak usia 17 tahun selama 5 tahun berturut-turut. Bian berinvestasi pada jumlah yang sama selama 8 tahun berturut-turut, namun memulainya pada usia 25 tahun. Cita berusia 35 tahun saat memulai berinvestasi dan ia berinvestasi secara rutin hingga umur 65 tahun. Dengan asumsi tingkat imbal hasil investasi adalah 10% per tahun, maka hasilnya sangat berbeda ketika mereka sama-sama berusia 65 tahun. Berdasarkan data jumlah Sub Rekening Efek di C-BEST dan APRDI 1 The Magic of Seven 55 Perkembangan hasil investasi mereka setiap tahunnya tergambar pada tabel dibawah ini: 56 PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Pada usia 65 tahun, Anin menghasilkan nilai investasi yang paling besar. Anin menanam modal Rp 27.6 juta lebih kecil daripada Cita namun mendapatkan keberuntungan Rp 290 juta lebih besar daripada Cita. Secara sederhana ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa menanam keberuntungan lebih awal lebih baik. Trik 3. Evaluasi pengeluaran yang bisa dihemat Memulai investasi tidak harus dalam jumlah besar. Calon investor dapat menemukan pos-pos pengeluaran kecil yang bisa dihemat untuk dialokasikan ke investasi. Sebagai contoh, setiap pagi sebelum bekerja, Dona membeli Cofee Latte favoritnya ukuran Tall seharga Rp 30.000. Selama 1 bulan pengeluarannya untuk minum kopi menjadi Rp 900.000. Dalam 1 tahun menjadi Rp 10,8 juta dan seterusnya. Coffee Latte ukuran Tall (Rp) 1 hari 30,000 1 bulan 900,000 1 tahun 10,800,000 5 tahun 54,000,000 10 tahun 108,000,000 Seandainya pengeluaran Rp 900.000/bulan tersebut diinvestasikan setiap bulannya, maka uang Dona bisa menjadi berlipat-lipat. Sebagai ilustrasi lihatlah tabel dibawah ini: Financial Calculator: Investasi per Bulan Rp 900.000 Ilustrasi Reksa Dana Pasar Uang Reksa Dana Campuran Asumsi Imbal Hasil (p.a)* 5.60% 10.75% 1 tahun 11,081,558 11,348,340 5 tahun 62,151,749 71,092,179 7 tahun 92,299,283 112,028,709 10 tahun 144,333,038 192,491,352 30 tahun 837,892,758 2,390,563,363 (dalam Rp) Reksa Dana Saham 15.90% 11,622,870 81,707,091 137,296,601 261,700,455 7,694,673,545 * Asumsi imbal hasil Reksa Dana Pasar Uang merupakan rata-rata historis inflasi inti 10 tahun terakhir. Asumsi imbal hasil Reksa Dana Saham mencerminkan rata-rata pertumbuhan ekonomi (PDB) Indonesia 10 tahun terakhir yang diasumsikan bahwa pertumbuhan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia akan mengacu pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.Asumsi imbal hasil Reksa Dana Campuran sesuai dengan komposisi alokasi aset Reksa Dana Campuran terdiri dari 50% asumsi imbal hasil Reksa Dana Saham + 50% asumsi imbal hasil Reksa Dana Pasar Uang.Asumsi-asumsitersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi Indonesia Tabel diatas menunjukkan perkembangan nilai investasi pada tiga jenis reksa dana yaitu reksa dana pasar uang, reksa dana campuran, dan reksa dana saham. Masing-masing memiliki asumsi imbal hasil yang berbeda-beda. Bila Dona adalah pribadi yang nyaman dengan resiko rendah, ia dapat menginvestasikan pengeluarannya pada reksa dana pasar uang. Dengan asumsi imbal hasil Reksa Dana Pasar Uang adalah 5.6% per tahun maka dalam 10 tahun jumlahnya berkembang menjadi Rp 144 juta. Hasilnya akan lebih besar jika ia menempatkan investasinya pada reksa dana saham. Reksa dana saham umumnya memiliki imbal hasil yang relatif lebih tinggi dari pada reksa dana campuran dan reksa dana pasar uang. Dengan asumsi imbal hasil sebesar 15.9% per tahun pada reska dana saham, maka dalam 10 tahun hasilnya dapat berkembang mencapai Rp 261 juta. Dengan mengalokasikan pengeluaran kecil yang bisa dihemat, investor dapat mengembangkan dananya sesuai dengan target dan profil resiko. The Magic of Seven 57 Trik 4. Rumus “4,3,2,1” Selain mengevaluasi pengeluaran yang bisa dihemat, investor juga perlu mengalokasikan sebagian porsi pendapatan untuk berinvestasi. Contoh sederhana, investor dapat membagi porsi pendapatan dengan rumus “4,3,2,1”. Konsepnya adalah 40% porsi untuk konsumsi memenuhi kebutuhan sehari-hari, 30% untuk investasi, 20% untuk hiburan, dan 10% untuk zakat/ sumbangan. Sebaiknya investasi dijadikan alokasi utama ketika menerima pendapatan bulanan, bukan lagi menjadi sisa dari pendapatan setelah dikurangi konsumsi. Trik 5. Pilih instrumen investasi yang sesuai dengan profil resiko 58 Bagi investor yang konservatif dan masih belum familiar dengan instumen investasi, dapat memulai dengan reksa dana pasar uang. Bagi pemula, ini adalah awal yang baik sebagai salah satu alternatif pilihan menyimpan uang. Reksa Dana Pasar Uang adalah jenis reksa dana dengan resiko relatif rendah pada instrumen pasar uang seperti kas dan/atau setara kas atau obligasi dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Kelebihan berinvestasi di reksa dana adalah imbal hasil-nya sudah final terhadap pajak. Reksa dana pasar uang bersifat likuid dan dapat dicairkan dengan cepat tanpa penalti, sedangkan deposito umumnya tidak bisa diambil kapan saja dan dapat dikenakan pinalti jika dicairkan sebelum jatuh tempo. Nominal investasi awal pun cukup terjangkau yaitu min. Rp 100 ribu, sedangkan pada penempatan deposito biasanya membutuhkan dana tertentu yang cukup besar. Imbal hasil Reksa dana pasar uang mampu mengalahkan tabungan dan deposito. Sebagai contoh secara Year to Date hingga 28 November 2014, reksa dana pasar uang “Bahana Dana Likuid” memiliki imbal hasil sebesar 8.26% atau 9.02% untuk 1 tahun. Imbal hasil ini sudah net pajak ke investor. Sementara itu, suku bunga tabungan umumnya sebesar 1.5%-2.5% per tahun dan suku bunga deposito sebesar 7.75% per tahun dimana suku bunga tersebut belum dipotong pajak 20%. Reksa Dana menghimpun dana dari banyak investor. Dengan total dana kelolaan yang cukup besar, reksa dana memiliki daya tawar yang lebih baik. Bagi investor dengan profil resiko moderat dan agresif, dapat dipertimbangkan instrumen reksa dana campuran dan reksa dana saham. Seandainya seorang investor berinvestasi RP 1 juta 7 tahun lalu pada beberapa instrument investasi, berikut ini adalah ilustrasi hasilnya dengan menggunakan data historis: Investasi Rp 1 juta 7 tahun lalu Mengalahkan inflasi 3,000,000 2,398,157 2,500,000 2,145,701 1,904,589 2,000,000 1,321,795 1,500,000 1,000,000 1,056,873 Tidak Berinvestasi Tabungan 1,498,303 1,000,000 500,000 - Deposito Inflasi Emas RD CAMPURAN (BDI) RD SAHAM (DEP) *Asumsi: perhitungan diatas berdasarkan data historis Agustus 2014 – Juli 2014. Kinerja RD Campuran menggunakan kinerja Bahana Dana Inftasruktur. Kinerja RD Saham menggunakan kinerja Dana Ekuitas Prima. Sumber data dari Bahana TCW, CEIC Data, dan Bloomberg. Disclaimer: Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Bila seorang tersebut tidak berinvestasi maka jumlah uangnya akan tetap Rp 1 juta saat ini. Jumlah uang tetap namun nilainya berkurang karena gerusan inflasi. Begitu pula jika pada 7 tahun lalu, sejumlah uang tersebut disimpan pada tabungan atau deposito tentu tidak mampu mengalahkan inflasi yang meningkat hampir 50%. Hasilnya berbeda jika investor menaruh dana Rp 1 juta 7 tahun lalu pada reksa dana campuran maupun reksa dana saham. Kinerja reksa dana campuran menggunakan data historis Reksa Dana Bahana Dana Infrastruktur yang tumbuh 214%. Sementara reksa dana saham menggunakan data historis Reksa Dana Dana Ekuitas Prima yang tumbuh 239% selama 7 tahun. Melihat fenomena tersebut, berinvestasi di reksa dana dapat diandalkan untuk mengalahkan inflasi. Hal yang perlu diingat para investor bahwa semua instrumen investasi mengandung resiko. Oleh karena itu penting untuk mengevaluasi profil resiko investor sebelum memulai berinvestasi. Trik 6. Gunakan teknologi, manfaatkan investasi berkala 59 Seiring dengan kemajuan teknologi, investor dapat menggunakan fasilitas pembelian reksa dana secara berkala yang dihubungkan dengan fasilitas auto debet rekening bank. Ini adalah strategi untuk membuat perencanaan keuangan secara otomatis. Dengan fasilitas ini, Investor dapat menghemat waktu dan membiarkan teknologi bekerja. Sesungguhnya dalam investasi tidak perlu kedisiplinan, hanya perlu sedikit pemanfaatan teknologi. Terkait berinvestasi secara berkala, apa bedanya dengan berinvestasi secara langsung atau lumpsum? Sebagai ilustrasi, grafik dibawah ini menunjukkan perbedaan investasi berkala dengan investasi secara lumpsum. Diasumsikan seorang investor berinvestasi secara rutin sebesar Rp 1 juta/bulan selama 7 tahun. Hal ini dibandingkan dengan investor yang berinvestasi secara Lumpsum Rp 84 juta diawal investasi. Berkala vs Lumpsun * (dalam Rupiah) 157,115,649 180,000,000 139,218,551 160,500,000 124,546,318 140,000,000 133,877,541 120,500,000 100,000,000 84,000,000 80,000,000 60,000,000 40,000,000 20,000,000 - Tiak investasi 1jt/bln di RD Saham 84jt di RD Saham 1jt/bln di RD Campuran 84jt di RD Campuran *Sumber data: Bloomberg. Berdasarkan data historis NAV Bulanan November 2007 – Oktober 2014 Kinerja RD Saham menggunakan kinerja RD Dana Ekuitas Prima, sedangkan kinerja RD Campuran menggunakan kinerja RD Bahana Dana Infrastruktur. Disclaimer: Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja masa depan. Investor yang langsung menanamkan dana Rp 84 juta pada reksa dana saham Dana Ekuitas Prima, setelah 7 tahun nilainya berkembang menjadi Rp 157 juta atau meningkat sebesar 87%. Jika diinvestasikan pada reksa dana campuran, maka nilai investasinya akan meningkat 59% menjadi Rp 133 juta. Imbal hasil ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar pada saat awal investasi. Oleh sebab itu, investor harus jeli dalam melakukan market timing. Bagaimana jika tidak memiliki dana awal yang cukup besar di awal investasi? Investor dapat mencoba berinvestasi secara berkala misalnya Rp 1 juta setiap bulannya. Sebagai contoh 7 tahun yang lalu, seorang Invesor berinvestasi secara berkala Rp 1 juta setiap bulannya. Jika ia menempatkan pada reksa dana saham maka nilai investasinya saat ini berkembang menjadi Rp 139 juta (meningkat 65%). Bila ia berinvestasi pada reksa dana campuran maka nilai investasinya saat ini berkembang 48% menjadi Rp 124 juta. The Magic of Seven Konsep investasi berkala sesuai dengan strategi dollar cost averaging. Seorang investor tidak perlu timing the market karena perkiraan market timing tidak selalu tepat. Dengan investasi berkala, seorang investor dapat lebih mudah melakukan perencanaan keuangan dalam jangka panjang. Selain itu kelebihan dari investasi berkala adalah kemampuannya untuk meredam fluktuasi pasar. Grafik di bawah ini menggambarkan perbedaan perkembangan investasi secara berkala dengan investasi secara langsung (lumpsum). Meredam Fluktuasi dengan Investasi Berkala 180,000,000 Lumpsum 160,500,000 140,000,000 120,500,000 Berkala 100,000,000 80,000,000 60,000,000 40,000,000 1jt/bln di RD Saham 84jt di RD Saham 1jt/bln di RD Campuran 84jt di RD Campuran Aug-13 • Feb-13 • May-13 • Aug-13 • Nov-13 • Feb-13 • May-13 • Aug-12 • Nov-12 • Feb-12 • May-12 • Aug-11 • Nov-11 • Feb-11 • May-11 • Aug-10 • Nov-10 • Feb-10 • May-10 • Aug-09 • Nov-09 • Feb-09 • May-09 • Aug-08 • Nov-08 • Feb-08 • - May-08 • 20,000,000 Nov-07 • 60 *Sumber data: Bloomberg. Berdasarkan data historis NAV Bulanan November 2007 – Oktober 2014 Kinerja RD Saham menggunakan kinerja RD Dana Ekuitas Prima, sedangkan kinerja RD Campuran menggunakan kinerja RD Bahana Dana Infrastruktur. Pada grafik investasi Lumpsum terlihat ada koreksi yang cukup dalam pada kuartal 3 tahun 2008 akibat krisis keuangan global yang dipicu oleh krisis subprime mortgage di U.S. Pasar saham Indonesia tentu tidak luput dari peristiwa ini. Memang dampak subprime mortgage Amerika Serikat di Indonesia tidak sebesar dampak pada negara-negara lain. Hal ini karena adanya peraturan BI yang tidak memungkinkan perbankan membeli surat utang berperingkat rendah (subprime-mortgage) sehingga perbankan dan korporasi Indonesia cukup steril dari instrumen tersebut. Namun pada saat itu terjadi kepanikan dan net sell asing yang cukup tinggi pada pasar saham. Selain itu juga terjadi pelepasan kepemilikan SUN dan SBI di pasar obligasi yang sangat besar. Alhasil investor lokal pun juga ikut melakukan aksi jual sehingga tekanan terhadap pasar saham dan obligasi tidak terhindari. Koreksi ini mempengaruhi kinerja reksa dana saham dan reksa dana campuran. Jika pada November 2007, seorang investor berinvestasi pada reksa dana saham maka dalam periode satu tahun kinerja investasinya turun menjadi sekitar 58%. Namun apabila Ia melakukan investasi secara rutin setiap bulannya maka Ia dapat terhidar dari fluktuasi tajam ini. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Trik 7. Pantau kinerja investasi Trik terakhir dalam berinvestasi benar adalah pantau kinerja instrumen investasi. Seorang investor perlu mengetahui sejauh mana dana investasi telah memenuhi target dan tujuan yang telah ditentukan di awal. Saat ini sudah banyak perusahaan asset management yang menyediakan laporan online yang dapat diakses setiap saat melalui website maupun aplikasi. Para investor SINAR dapat selalu memantau hasil investasi setiap saat kapan pun dimana pun pada website www.sinar.bahanatcw.com. Selamat Berinvestasi Benar! 61 Bagi investor yang konservatif dan masih belum familiar dengan instumen investasi, dapat memulai dengan reksa dana pasar uang. Bagi pemula, ini adalah awal yang baik sebagai salah satu alternatif pilihan menyimpan uang The Magic of Seven Bahana on Fire Standing at the crossroads, where the future meets the past Oh can´t you feel, there´s magic in the air We´re noble knights and mighty men, with the power to assay 62 Faithful and true, let our deeds show you the way Glorious, we live and we die Our courage will unite In our hands we hold the future, carry on In our hearts, eternally, we keep the flame burning - Hammerfall, Keep the Flame Burning Berinvestasi memang seperti menanam pohon. Butuh waktu sebelum hasilnya dapat dipetik. Selain daya tahan kesabaran, hasil yang lebih baik hanya dapat diharapkan melalui keberanian dan kecermatan melakukan perubahan strategis. Demikian yang kami lakukan beberapa tahun terakhir melalui perombakan organisasi, penguatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, penerapan teknologi informasi dan menegakkan disiplin monitoring pengelolaan investasi. Melengkapi quarterly strategic meeting, setiap Senin pagi saya memimpin rapat evaluasi kinerja portfolio bersama seluruh fund manager, direktur riset Pak Soni, dan ekonom Pak Budi serta beberapa senior staff marketing. Kinerja fund manager dievaluasi secara ketat dengan tidak lagi membandingkan dengan acuan seperti IHSG, melainkan langsung dengan kompetitor. Selain mendiskusikan berbagai faktor penggerak pasar, pada rapat tersebut diputuskan strategi tactical asset allocation dan pilihan perusahaan. PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 Disiplin proses investasi ini kami budayakan untuk mencapai tujuan kinerja pengelolaan dana yang dapat masuk didalam kuartil teratas secara konsisten selama periode tertentu seperti year-to-date, year-on-year dan akhir triwulan. Alhamdulillah, berbagai ikhtiar yang kami tempuh membuahkan hasil. Kami bersyukur secara umum kinerja pengelolaan investasi baik melalui reksadana maupun discretionary account terbilang memuaskan. Bahkan reksadana pasar uang kami, Bahana Dana Likuid, terlihat memberikan kinerja yang paling tinggi di industri. Kami berbahagia ketika Sidharta Suryametta mengungkapkan penghargaan salah satu bank distributor bahwa dengan kinerja dan pelayanan yang memuaskan “Bahana on fire!” Tentunya tidak ada tempat dan waktu untuk berpuas diri. Tantangan bakal semakin berat, terutama mengantisipasi berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean mulai tahun 2015. Persaingan bakal semakin sengit. Walaupun terbilang paling penting, medan tantangan tidak hanya terkait kinerja pengelolaan dana, tetapi pada ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas agar terus memberikan solusi dan layanan investasi terbaik. Sebagai pihak yang mendapat amanah untuk memimpin Bahana TCW, saya berkewajiban, seperti petikan lirik diatas, untuk memastikan bahwa api semangat harus terus menyala. Publikasi Catatan Akhir Tahun ini mengungkap sebagian komitmen kami untuk berpartisipasi didalam membangun masyarakat berinvestasi di Indonesia. Kami berharap beragam informasi yang dimuat di dalam publikasi membantu investor agar well-informed mengenai perkembangan ekonomi terkini sekaligus lebih mengenal beragam personal Bahana TCW yang memiliki “nyala api” untuk senantiasa menjadi mitra berinvestasi terpercaya. Atas nama PT Bahana TCW Investment Management, kami mengucapkan selamat merayakan Natal dan Tahun Baru 2015. 63 Salam Edward Lubis Presiden Director The Magic of Seven 64 2009 2008 2011 LIFE CYCLE INVESTING CATATAN AKHIR TAHUN 2013 illustration inspired by Life of PI the movie from FOX 2012 2013 PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014 2010 2012 66 Graha CIMB Niaga 21st Floor Jl. Jendral Sudirman, Kav. 58, Jakarta 12190, Indonesia p. (62-21) 250 5277 | f. (62-21) 250 5279 e. [email protected] www.bahana.co.id PT Bahana TCW Investment Management CATATAN AKHIR TAHUN 2014