PAKET INFORMASI TERSELEKSI PERTANIAN Seri: Budidaya Nanas Paket Informasi Teknologi adalah salah satu layananan yang disediakan oleh PDII-LIPI bagi peminat informasi bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengenai topik tertentu. Paket Informasi Teknologi tentang “Perubahan Iklim” merupakan kumpulan informasi dari berbagai sumber, antara lain laporan penelitian, artikel makalah/jurnal ilmiah, makalah seminar/konferensi, paten dan dilengkapi pula dengan saran literatur yang dapat dipesan melalui PDII-LIPI apabila berminat memperoleh artikel lengkapnya. Berbagai informasi dalam paket ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mempelajari terumbu karang. Paket ini telah tersedia dalam bentuk digital atau CD ROM. Selain paket informasi, PDII-LIPI juga menyediakan jasa dokumentasi dan informasi lain, yaitu: (1) Penelusuran informasi dalam dan luar negeri, (2) Penyusunan indeks, abstrak dan tinjauan literatur, (3) Penggandaan dokumen, (4) Konsultasi bidang dokumentasi dan informasi, dan (5) Reprografi. DAFTAR ISI AKTIVITAS ENZIM BROMELIN DARI EKSTRAK KULIT NENAS (Anenas comosus) Kumaunang, Maureen Kamu, Vanda JURNAL ILMIAH SAINS, Vol. 11, No. 2, 2011 Abstrak: Limbah dalam jumlah yang cukup banyak selalu dihasilkan dalam industri pengolahan buah nenas. Umumnya limbah nenas yang berupa batang, daun, kulit, dan bonggol belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal telah diketahui bahwa daging, batang, dan bonggol nenas mengandung enzim bromelin. Bromelin tergolong kelompok enzim protease sulfhidril yang mampu menguraikan struktur molekul protein menjadi asam-asam amino. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi enzim bromelin serta menentukan kadar protein dan aktivitas enzim bromelin pada kulit nenas dengan substrat gelatin. Tahap penelitian meliputi penentuan kadar enzim bromelin dan penentuan aktivitas enzim bromelin pada kondisi optimumnya. Hasil isolasi enzim bromelin menunjukkan kadar protein tertinggi pada pengendapan dengan amonium sulfat 60%, yaitu sebesar 0,039% (b/b). Temperatur optimum enzim bromelin adalah 65oC dengan aktivitas sebesar 0,071 unit/menit. pH optimum yang diperoleh adalah 6,5 dengan aktivitas sebesar 0,0101 unit/menit. ANALISIS USAHATANI NENAS DAN PROSPEKTIF PETANI TERHADAP USAHATANI NENAS DI KECAMATAN KOTABUMI, LAMPUNG UTARA Umi Kalsum Jurnal ilmiah ESAI, Vol. 3, 2009 : 355-361 Abstract: Pineapple is a kind of horticulture products with high economic value which is prospective to develop in Lampung Province. The research was aimed at knowing the sum of profit gained by the farmers and the farmers perception about pineapple farming. The research was carried out in Kalicinta and Madukoro villages. The sample farmers were obtained through census that there were 20 farmers used as foliation. The research used analysis of balance sheet, and the result was presented descriptively. The research showed that the profit gained by the farmers was Rp 1.176.168.837,00 or Rp 3.385.632,80/bl/ha. The value of R/C was 1,994, - which meant that the farming was i Pilih/klik judul untuk melihat full text profitable. The 60% of the farmers believed that the pineapple farming is prospective due to the increasing domestic demands. APLIKASI ORGAN TANAMAN SEBAGAI SUMBER GIBERELLIN UNTUK MENGAKTIFKAN TUNAS DORMAN BATANG NENAS BAGIAN TENGAH Evawani Elita; Fetmi Silvina Sagu : Agricultural Science and Technology Journal, Vol. 6, No. 1, 2007: 6-9 Abstract: The research objective was to assay the plant organ extract that can be used to substitute the synthetic gibberellins acid for activation of bud dormant of pineapple stem. This research was conducted by using completely randomized design with 4 treatments and 4 replication. The treatments were GA3, kernel young maize, leave young maize, and green beans germination. The result of experiment shows that the plant organ extract could be used as substitution GA3. Using the young leave of maize shows that producing time of seedling was faster, the seedling was 107.55% higher and 97.74% more weight than GA3 treatment. DAFTAR ISI INVENTARISASI SERANGGA-SERANGGA PADA PERTANAMAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) MONOKULTUR DAN POLIKULTUR DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW Lumananw, Mariane K. Mamahit, Juliet E.M. Dien, Moulwy F.Manengkey, Guntur M.J. COCOS, Vol. 2, No. 3, 2013 Abstract: Pineapples are a fruit that grows on bushes with the scientific name Ananas comosus. They are native to Brazil (South America) and have been domesticated there since before Columbus’ advent. In the 16th century, Spaniards brought pineapples to the Philippines and the Malaysian Peninsula, then into Indonesia in the 17th century. This study aims to know the insects associated to monocultured and polycultured pineapples (A. comosus) and to know the dominant insects among said plants. This study is expected to inform about significant insects, both as pests as well as natural enemies, so it can be managed in pineapple planting systems and used in pineapple pest control. This study was done in the pineapple plantation village of Lobong and Mongkunai, regency of BolaangMongondow. Laboratory observations were done in the Weeds and Entomology laboratory of the Agriculture Faculty, University of Sam Ratulangi. Observation of insects on plant pineapples were calculated using the trap sinks. Insect observations showed that there are 6 insect orders founded to monocultured and polycultured pineapple plants, namely: Coleoptera Orders, Orthoptera Orders, Diptera Orders, Hymenoptera Orders, Collembola Orders and Lepidoptera Orders. Dominant insects in the monocultured and polycultured pineapple plantations are firstly from the Hymenoptera Order (Family of Formicidae), next from the Orthoptera Order (Family of Acrididae), third from the Coleoptera Order (Family of Scolytidae) and fourth from the Diptera Order (Familiy of Drosophilidae). KAJIAN PENGGUNAAN EDIBLE COATING DARI KITOSAN UNTUK MEMBUAT KERIPIK NENAS RENDAH LEMAK Yernisa; Fitry Tafzi Percikan: Pemberitaan Ilmiah Vol. 103, 2009: 113-117 Abstrak: Keripik merupakan makanan ringan yang tergolong jenis makanan crackers dan kandungan lemaknya tinggi. Kandungan minyak yang terserap pada keripik dapat merugikan produsen dan konsumen. Salah satu cara untuk menurunkan kandungan lemak pada keripik nenas adalah dengan melapisi permukaan buah nenas dengan suatu film yang dapat dimakan (edible coating). Salah satu bahan edible coating yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan adalah kitosan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penggunaan kitosan sebagai bahan edible coating untuk mengurangi penyerapan minyak pada pembuatan keripik nenas. Perlakuan yang dicobakan adalah konsentrasi keripik nenas yaitu 0; 1%, 1,5%, dan 2%. Terhadap keripik nenas yang dihasilkan dilakukan pengamatan terhadap rendemen, kadar air, kadar lemak, kadar abu, persen keutuhan, dan warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keripik nenas yang diberi kitosan menghasilkan rendamen dan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tldak diberi kitosan. Kitosan dapat mengurangi penyerapan minyak selama penggorengan sehingga kadar lemak keripik nenas yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak diberi kitosan. Akan tetapi, keripik nenas yang diberi kitosan berwarna lebih coklat dan lebih gelap dibandingkan dengan yang tidak diberi kitosan. OPTIMASI KETEBALAN IRISAN DAN METODE PENGERINGAN BUAH NANAS Padmawati Mangkuwisastra Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Vol. 7, No. 2, 2010: 60-68 Abstract: The aim of this research were to optimize the thickness of slices and the methods of dying pineapple fruit. The first optimization was conducted by blanching treatment. The second optimization used two variables : thickness of slices (6 mm, 4 mm, and 2 mm) and drying methods (solar hmnel dryer, open sun drying, and oven). The parameters used were : sensory test (color, aroma, taste, texiure, and overall) and moisture content. The results showed that the sensory test of the overall value of dried pineapple products are the most favored treatment slice thickness 4 mm with an oven drying method. DAFTAR ISI PEMBENTUKAN BENIH SINTETIK TANAMAN NENAS Roostika, Purnamaningsih, Supriati, Khumaida, dan Wattimena, GA3 J. Hort, Vol. 22, No. 4, 2012:316-326 Manitol dapat menggantikan aplikasi suhu rendah dalam penyimpanan kultur nenas yang terenkapsulasi. Mariska, Abstrak: Nenas merupakan tanaman buah tropis dan subtropis yang komersial. Kultivar Smooth Cayenne memiliki tipe dan jumlah propagul yang terbatas, sehingga diperlukan dukungan teknologi lainnya untuk produksi benih secara masal. Teknologi benih sintetik dapat diterapkan untuk produksi benih secara masal dan konservasi. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui pengaruh kombinasi auksin dan sitokinin terhadap morfogenesis eksplan nenas yang terenkapsulasi, mengetahui pengaruh interaksi antara suhu penyimpanan dengan konsentrasi paklobutrazol atau manitol terhadap pertumbuhan eksplan nenas yang terenkapsulasi dan masa simpan. Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Percobaan disusun secara faktorial dalam rancangan acak lengkap terdiri atas enkapsulasi eksplan, pertumbuhan minimal menggunakan paklobutrazol, atau manitol yang dikombinasikan dengan suhu penyimpanan. Enkapsulasi dilakukan terhadap batang semu dan basal daun menggunakan Na-alginat 3% yang berisi media MS dengan penambahan BA (0, 1, 2, dan 3 mg/l) yang dikombinasikan dengan NAA (0, 1, 2, dan 3 mg/l). Untuk memacu proses diferensiasi, basal daun diberi praperlakuan menggunakan media MS yang mengandung BA 0,5 mg/l dan NAA 0,5 mg/l sebelum dienkapsulasi dengan perlakuan BA dan NAA pada konsentrasi 0; 0,5; dan 1 mg/l. Pertumbuhan minimal dilakukan menggunakan paklobutrazol (0, 1, 2, dan 3 mg/l) atau manitol (0, 1, 2, 3, 4, dan 5%) pada suhu penyimpanan 15 dan 25 0 C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa basal daun nenas yang terenkapsulasi mampu berdiferensiasi setelah praperlakuan. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara konsentrasi paklobutrazol dengan suhu penyimpanan terhadap daya hidup dan daya tembus kapsul tunas nenas. Biakan tersebut hanya dapat disimpan selama 1 bulan. Interaksi yang nyata juga tidak dijumpai antara konsentrasi manitol dengan suhu penyimpanan terhadap daya hidup dan daya tembus kapsul embrio somatik nenas. Manitol 4% mampu memperpanjang masa simpan hingga 4 bulan. PEMBERIAN AIR KELAPA MUDA PADA MEDIA MURASHIGE AND SKOOG (MS) UNTUK PERTUMBUHAN EKSPLAN NENAS SECARA IN VITRO Fetmi Silvina; Murniati Sagu: Agricultural Science and Technology Journal, Vol. 6, No. 1, 2007 :25-28 Abstract: The aim of this study was to find out concentration of coconut oil which induce growth and development of bud pineapples crown. The treatments of this experience consisted of several concentrations of coconut oil, such as: K0 = without coconut oil, K1 = 25% of coconut oil, K2 = 50% of coconut oil, K3 = 75% of coconut oil. The result shows that treatment without giving coconut oil could accelerate the appearance of bud, producing the highest number of bud, and the highest percentage of growth. PEMBUATAN NATA DARI BUAH NANAS Ulpen Hiermy JumaI Teknosain, Vol. V, No. 2, 2008 Abstrak: - DAFTAR ISI PENDUGAAN JARAK GENETIC DAN HUBUNGAAN KEKERABATAN NANAS BERDSARKAN ANALISIS ISOZIM Hadiati, S Jurnal Hortikultura, Vol. 13, No. 2, 2003: 87-94 Abstrak: The objectives of this research were to determine genetic distance and genetic relationships among the pineapple accessions based on isozyme banding patterns.This research was conducted at Indonesian Fuit Research Institute from September to November 2001. Isozyme was analyzed using polyacrylamide gel electrophoresis with five enzymes (peroksidase, phosphoglucomutase, alcohol dehydrogenase, malate dehydrogenase, and shikimate dehydrogenase). The similarity based on Dice formula was used to determine genetic distance of 30 pineapple accessions. The results showed that the nearest genetic similarity (0.23) or the farthest genetic distance (0.77) was among accessions number of 16,18,24,28,31,22,2 (queen clones) accessions number of 10,33,35,44 (red clones) and accessions of 3,30,32,46 (green clones). The biggest genetic similarity (1.00) or the nearest genetis distance (0.00) was occured on the clones red, green, merah pagar, queen except for 11,17,7, and cayenne clone except for no. 4,37,38. The 30 pineapple accessions relationship was grouped into four genetic similarity 0.65, of red clone, merah pagar clone, queen clone, and cayenne clone. Parents having for genetic distance indicated wide genetic variability and high heterosis effect so that the hybridization give the big chance for getting superior quality. PENGARUH DOSIS ROOTONE-F TERHADAP PERTUMBUHAN CROWN TANAMAN NENAS (Ananas comosus) Jurnal FAPERTA: CEFARS, Vol. 1, No. 2, 2010 Abstract: Ananas crown can becomes as homogenous plant but longer age than slip and sucker. The result of research show that Rootone-F effect to plant high, amount of leaf, long and widh of leaf sigmificantly at 24 months age especially 100 mg and 200 mg doses treatment. With 400 mg doses show bad effect to plant growing and smaller then control. Key word : Rootone-F, growth regulator, crown, slip and sucher. PENGARUH KONSENTRASI BAP TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG NENAS (ANANAS COMOSUS L.) Sri Hadiati Agrin: Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian, Vol. 15, No. 2, 2011: 127-132 Abstrak: - PENGARUH PENAMBAHAN HIDROKOLOID TERHADAP MUTU SELAI NENAS RENDAH KALORI Elly Nurlaelyah, Shinta D. Sirait dan Dhiah Nuraini Warta IHP/J. of Agro-Based Industry, Vol. 17, No. 1-2, 2000, 42-49 Abstract: Most pineapple jam found in the market is high calorie food because it usually contains about 55 percent of sugar. For certain reasons such as obesity prevention and keeping healthy, jam can be diversified by reducing its sugar content. This research was aimed at finding out the effects of hydrocolloid addition on the quality of pineapple jam produced. Two kinds of hydrocolloid used i. e. low methoxyl pectin and carbox-y methyl cellulose (CMC). As much as 0.9 percent of the pectin or CMC was added into pineapple slurry to produce jam A (CMC) or jam C (low methoxyl pectin). A preference test was carried out to investigate 3 (three) different jams i. e. jam A, pineapple jam purchased from local market (jam B), and jam C. The result showed that jam C had the biggest average score of 3,75 in terms of colour, taste. and flavour. whereas jam B was the least acceptable by 20 panelists with an average score of 3,24. However after 3 months storage the quality of jam A was better thanjam C physico-chemicallyand microbiologically. The calorie content of every 100 g of jam A and jam C was 14,80 and 14,90 respectively. DAFTAR ISI PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN PADA JUS NENAS TERHADAP SHELF LIFE Husniati dan Eva Oktarina Buletin Hasil Penelitian Industri, Vol. 25, No. (1) 2012: 11-17 Abstrak: Kitosan adalah polisakarida dari deasetilasi senyawa kitin yang diperoleh dari limbah cangkang udang kelompok Crustaceae. Kitosan memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan pengawet alami, bekerja sebagai zat anti mikroba karena mengandung enzim lisosim dan aminopolisakarida. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kitosan dalam minuman jus nenas yang dianalisis dan· nilai cemaran bakteri sehingga fungsi dan efeknya dapat menentukan shelf life produk tersebut. Kitosan yang digunakan adalah kitosan T 345, dengan derajat deasetilasi (DD) 71% dan /arut dalam asam organik /emah, yang merupakan hasil penelitian dari Baristand Jndustri Bandar Lampung. Ada dua tahap pada penelitian ini yaitu tahap pendahuluan untuk penentuan konsentrasi kitosan secara bioassay dan tahap berikutnya, yaitu aplikasi konsentrasi kitosan dalam )us nenas. Hasil uji bioassay menunjukkan konsentrasi kitosan dengan daya hambat maksimal terhadap campuran bakteri adalah 0,05% b/v, dengan range 0,05-2,5% dan natrium benzoat 0,1%. Untuk aplikasi konsentrasi 0,05% b/v kitosan dalam jus nenas diamati Angka Lempeng Total (ALT) pada hari ke-1, 3, 5, 7, 9, dan 13. Basil pengamatan ALT diperoleh bahwa penambahan kitosan 0,05% blv dalam jus nenas melalui perlakuan pasteurisasi yang disimpan pada suhu ruang memberikan nilai ALT di bawah batas ambang cemaran mikroba (merujuk pada SN! 7388:2009) hingga 13 hari. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penambahan kitosan pada konsentrasi 0,05% b!v memberikan efek peningkatan shelf life pada jus nenas pasteurisasi lebih lama dari pada jus nenas tanpa pasteurisasi, jus tanpa penambahan kitosan, dan jus dengan penambahan natrium benzoat 0,1% tanpa pasteurisasi. PENGELOMPOKAN DAN JARAK GENETIK PLASMA NUTFAH NENAS BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI Hadiati, S.; S. Yuliati;Sukartini Jurnal Hortikultura, Vol. 19, No. 3, 2009: 264-274 Abstrak: - PENGEMBANGAN FORMULASI SIRUP BERBAHAN BAKU KULIT DAN BUAH NANAS (ANANAS COMOSUS L. MERR) Shanti Fitriani; Evi Sribudiani Sagu : Agricultural Science and Technology Journal, Vol. 8, No. 1, 2009: 34-39 Abstrak: - PENGGUNAAN PACLOBUTRAZOL DAN ABA DALAM PERBANYAKAN NENAS SIMADU MELALUI KULTUR IN VITRO Ragapadmi Purnamaningsih; Yati Supriati Berita Biologi, Vol. 9, No. 6, : 751-758 Abstract: Pineapple (Ananas comosus L. Merr.). represents an important crop in Subang. Somaclonal variation is one of the problem to develop pineapple; especially Simadu variety. Probability to conduct Simadu progeny from the mother plant is very low (5%). Its caused by chimeric of the somatic cells that form meristem. In vitro culture is the alternative method to solve the problem by using the meristem cells from Simadu fruit as explant. Unfortunately, genetic diversity has been observed in many species during tissue culture. This phenomenon is usually termed somaclonal variation. Many studies on pineapple demonstrated that some in vitro propagated materials differ from the source materials from which they are derived. To minimize genetic variability, the use of growth inhibitor such as paclobutazol and absisic acid hopefully would gave the important role in genetic stability. The aim of the research is to multiply Simadu pineapple by using tissue culture technique. In vitro shoot induce from crown of the Simadu fruit until get the sterile shoots. Combination of kinetin (0-5 ppm) with paclobutrazol ( 0-0.1 ppm) or ABA (0-1 ppm) was used in the multiplication stage. Result showed that there are no interaction between kinetin and paclobutrazol or ABA, but there is influence of the single factor. Kinetin increase leave number but decrease plant height and root number. Paclobutrazol increase shoot and leave number, but decrease plant height and root number. There is no influence of ABA to plant height shoot and root number but decreased leaves number. DAFTAR ISI PENGUSAHAAN DODOL NANAS DAN SELAI NANAS GORENG: SUATU PENDEKATAN STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN PENINGKATAN MUTU SARI BUAH NANAS DENGAN MEMANFAATAN SISTEM FILTRASI ALIRAN DEAD-END DARI MEMBRAN SELULOSA ASETAT Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan struktur biaya dan pendapatan produk dodol nenas dan selai nenas goreng yang dihasilkan oleh Agroindustri Tulimario sekaligus menganalisis perbedaan pendapatan kedua produk tersebut. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Untuk mengetahui struktur biaya dan pendapatan digunakan analisis pendapatan dan untuk menganalisis perbedaan pendapatan kedua produk digunakan alat analisis uji beda dua rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi dodol nenas per proses produksi lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi selai nenas goreng yaitu Rp 454.980,49 untuk dodol nenas dan Rp 959.966,22 untuk selai nanas goreng. Besarnya biaya produksi tiap produk dapat mempengaruhi besarnya pendapatan masing-masing produk. Meskipun biaya produksi yang dikeluarkan untuk memproduksi selai nenas goreng lebih besar daripada biaya produksi untuk dodol nenas, tetapi pendapatan yang diterima dan produk selai nenas goreng per proses produksi lebih besar daripada pendapatan untuk produk dodol nenas per proses produksi yaitu Rp283.158,78 untuk selai nenas goreng dan Rp240.519.51 untuk dodol nenas atau jika dipersentasekan maka pendapatan per proses produksi untuk produk selai nenas goreng lebih besar 17,73% daripada pendapatan per proses produksi untuk produk dodol nenas. Hasil uji t yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan pengusahaan dodol nenas dan selai nenas goreng. Abstrak: Fokus penelitian ini adalah penentuan teknologi pengolahan pangan alternatif dengan menggunakan membran selulosa asetat. Membran selulosa asetat telah digunakan untuk menyaring sari buah nanas. Teknik filtrasi sistem aliran dead-end telah digunakan untuk meningkatkan mutu sari buah nanas. Sistem filtasi dilakukan pada kondisi pengadukan, pemberian tekanan atau aplikasi alami dari gaya gravitasi bumi. Nilai fluks membran untuk semua proses perlakukan mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu filtrasi. Nilai fluks tertinggi didapat untuk proses dengan pengadukan 22 cm/s dan tekanan sebesar 1,021 x 10 pangkat 5 Pascal. Nilai rejeksi terbesar diperoleh untuk proses filtrasi tanpa perlakukan tekanan maupun pengadukan. Membran yang telah dipakai proses filtrasi mengalami peristiwa fouling. Hasil penyaringan dengan sistem filtrasi ini menunjukkan peningkatan kualitas, yaitu kehomogenan meningkat, kekeruhan menurun, total padatan terlarut, dan kekentalan menurun. Nilai persentase perubahan mutu sifat fisika tertinggi terjadi pada larutan hasil proses filtrasi tanpa perlakuan penekanan dan pengadukan (yaitu hanya gaya gravitasi). Selain itu, pada larutan hasil perlakukan ini mengalami perubahan nilai pH tidak besar sehingga memiliki mutu yang paling baik. Ernawati H.D. Percikan: Pemberitaan Ilmiah, Vol. 94, 2008: 87-92 Jajang Juansah; Kiagus Dahlan; Farida Huriati Makara. Seri Sains, Vol. 13, No. 1, 2009: 94-100 DAFTAR ISI PERTUMBUHAN PLANLET NENAS (ANANAS COMOSUS L. MERR.) VARIETAS SMOOTH CAYENNE HASIL KULTUR IN VITRO PADA BEBERAPA KONSENTRASI BAP DAN UMUR PLANTLET Ramadhani Dwi Santoso, Sobir Bul. Agrohorti, Vol. 1, No. 1, 2013:54-61 Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan sitokinin sintetik (6-benzylaminopurine/ BAP) pada dua kelompok plantlet nenas (Ananas comosus L.Merr.) yang dibedakan berdasarkan umur plantlet. Penelitian ini menggunakan Percobaan Faktorial dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan dua faktor, yaitu konsentrasi BAP (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 75 ppm) dan umur plantlet (52 hari dan 69 hari), dengan tiga ulangan. Data akan dianalisis menggunakan Uji Beda Nyata Jujur Tukey pada tingkat kesalahan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan BAP dengan konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini secara nyata menghambat pertumbuhan plantlet nenas pada empat peubah (jumlah daun, panjang daun, tinggi plantlet, dan diameter plantlet), sedangkan umur plantlet tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, kecuali pada peubah tinggi plantlet pada 8 dan 14 minggu setelah perlakuan. Interaksi antara faktor pemberian BAP dan pengelompokan umur menunjukkan pengaruh yang nyata untuk peubah tinggi plantlet dan jumlah daun. Untuk penelitian selanjutnya yang serupa, disarankan menggunakan konsentrasi sitokinin yang lebih rendah. REGENERASI TANAMAN NENAS (ANANAS COMUSUS (L.) MERR.) DARI TUNAS AKSILAR MAHKOTA BUAH Zulkarnain Agroland: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, Vol. 14, No. 1, 2007: 1-5 Abstract: This investigation was aimed at studying plantlet regeneration from axillary crown bud of pineapple cultured in vitro at various concentration of 2,4-D (0, 0.001, 0.01 and 0.1 ppm) and BA (0, 0.1, 1,0 and 10 ppm). Medium composition used was revised MS medium supplemented with vitamins, myo-inositol, 3% sucrose solidified with 0.8% Bacto agar at pH 5.8 ± 0.02 before being autoclaved under 1,06 kg cm-2 air pressure at temperature of 121 degree C for 15 minutes. Cultures were incubated at temperature of 25 ± 1 degree C under total dark condition for seven days prior to transfer to light condition at intensity of 50 umol m-2 s-2 and 16 hours photoperiod. The results indicated that all plant growth regulator combinations successfully regenerated adventitious shoots, except those with no plant growth regulator (control). An average of four roots, 1.3 cm long, were formed only on explants cultured on medium supplemented with 1.0 ppm 2,4-D alone. The plantlet growth were relatively uniform indicated by a non-significant difference on the average leaf number (P = 0.60). There was no significant callus proliferation found in this study. One hundred percent of plantlets survived acclimatization on Jiffy substrate at day/night temperature of 25/18 degree C, relative humidity of 80% and light intensity of 100 - 170 umol m-2 s-1 under natural photoperiod. REKOMENDASI PEMUPUKAN KALIUM UNTUK TANAMAN NENAS BERDASARKAN STATUS HARA TANAH La Ode Safuanl, Roedhy Poerwanto, Anas Dinurrohman Susila, dan Sobir J. Agron. lndonesia, Vol. 39, No. 1, 2011: 56-61 Abstract: - DAFTAR ISI SELEKSI HASIL PERSILANGAN ANTARA ‘QUEEN’ DAN ‘SMOOTH CAYENNE’ UNTUK PERBAIKAN HASIL DAN MUTU BUAH NENAS Nasution, Muhammad Arif Poerwanto; Roedhy, Surahman; Memen Koesoemaningtyas, Tri Jurnal Hortikultura Indonesia, Vol. 1, No. 1, 2010 Abstract: Hybridization program was started in PKBT IPB Bogor in 2003, entangles of 12 parental cultivars, consisting of five type Smooth Cayenne cultivars and seven type Queen cultivars. The cross yielded 195 genotypes with various different character combinations. The result of cluster analysis based on morphological characters showed that there were 33 groups of hybrid at the degree of genetic similarity of 50%. The result of principal component analysis indicated that, between yield component characters and result most importantly, were fruit weight, fruit diameter and fruit length which were main supporting character of variance in hybrid result of the crosses. Descriptive results of fruit yield and quality characters showed three to five classes with the highest number of individuals around the mean value for each character. Simak Baca secara fonetik Fruit weight, crown weight, fruit length, fruit diameter, flesh thickness, core diameter, total soluble solid (TSS), total acid, vitamin C, pH, plant height, and peduncle length, were characters controlled by nuclear genes. Key words : hybridization, variability, Smooth Cayenne, Queen, genotype STUDI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN NENAS (ANANAS COMOSUS L. MERR.) PADA KULTUR IN VITRO Lizawati Percikan: Pemberitaan Ilmiah, Vol. 108, 2010: 27-32 Abstrak: - AKTIVITAS ENZIM BROMELIN DARI EKSTRAK KULIT NENAS (Anenas comosus) Maureen Kumaunang1), Vanda Kamu1) 1) Program Studi Kimia FMIPA Universitas Sam Ratulangi, Manado [email protected] ABSTRAK Limbah dalam jumlah yang cukup banyak selalu dihasilkan dalam industri pengolahan buah nenas. Umumnya limbah nenas yang berupa batang, daun, kulit, dan bonggol belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal telah diketahui bahwa daging, batang, dan bonggol nenas mengandung enzim bromelin. Bromelin tergolong kelompok enzim protease sulfhidril yang mampu menguraikan struktur molekul protein menjadi asam-asam amino. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi enzim bromelin serta menentukan kadar protein dan aktivitas enzim bromelin pada kulit nenas dengan substrat gelatin. Tahap penelitian meliputi penentuan kadar enzim bromelin dan penentuan aktivitas enzim bromelin pada kondisi optimumnya. Hasil isolasi enzim bromelin menunjukkan kadar protein tertinggi pada pengendapan dengan amonium sulfat 60%, yaitu sebesar 0,039% (b/b). Temperatur optimum enzim bromelin adalah 65oC dengan aktivitas sebesar 0,071 unit/menit. pH optimum yang diperoleh adalah 6,5 dengan aktivitas sebesar 0,0101 unit/menit. Kata kunci: bromelin, gelatin, kulit nenas, pengendapan amonium sulfat, THE ACTIVITY OF BROMELAIN ENZYME ISOLATED FROM PINEAPPLE (Anenas comosus) FRUIT SKIN ABSTRACT The pineapple fruit processing industry always produce waste in the form of stems, leaves, fruit skin and tubers. The waste hasnot been optimally used. The fruit, stem, and tuber of pineapple, however, contains bromelain enzyme. Bromelain is classified as protease enzyme sulfhydryl groups that are able to break down the molecular structure of proteins into amino acids. The aim of this study was to isolate bromelain enzyme and determine the protein concentration and ezyme activity from pineapple bark against the gelatine substrate. This research consisted of determining the bromelain concentration and enzyme activity in the optimum condition. The result of bromelain isolation showed that the highest protein concentration was resulted from precipitation with 60% ammonium sulfate. i.e. 0,039% (w/w). The optimum temperature was 65oC with the activity of 0,071 units/min and the optimum pH obtained was 6,5 with the activity of 0,0101 units/min. Keywords: bromelain, gelatin, pineapple fruit skin, ammonium sulphate precipitation PENDAHULUAN Dalam industri pengolahan buah nenas, selalu meninggalkan limbah yang cukup banyak. Umumnya limbah nenas berupa batang, daun, kulit, dan bonggol, yang belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan hanya digunakan sebagai pakan ternak. Menurut Raina (2011), buah nenas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap, seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Menurut Whitaker (1991), nenas juga mengandung enzim bromelin, yaitu suatu enzim proteolitik yang dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis dari protein. Bagian-bagian tanaman nenas yang telah berhasil diekstraksi enzim bromelinnya adalah daging buah (Utami (2010) dan Gautam et al., (2010)), batang (Gautam et al., (2010)), dan bonggol (Sangi (1989)). Enzim bromelin memiliki banyak kegunaan. Bagi kesehatan manusia, enzim bromelin dapat mengurangi rasa sakit dan pembengkakan karena luka atau operasi, Kumaunang dan Kamu: Aktivitas Enzim Bromelin ……. 199 mengurangi radang sendi, menyembuhkan luka bakar, serta meningkatkan fungsi paruparu pada penderita infeksi saluran pernapasan. Selain itu ekstrak nenas yang bersumber dari batang, daging, bonggol, dan kulit yang telah digunakan dalam proses pengempukan daging (Utami, 2010). Informasi tentang kandungan enzim bromelin dalam daging buah nenas, batang, dan bonggol telah banyak dilaporkan. Namun informasi tentang keberadaan enzim bromelin dalam kulit nenas belum pernah dilaporkan. Sehingga, penelitian tentang isolasi dan karakterisasi enzim bromelin yang berasal dari kulit nenas perlu dilakukan.bagian penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. METODOLOGI PENELITIAN Bahan Buah nenas diperoleh dari Kabupaten Bolaang Mongondow, kemudian diambil kulitnya. Bahan-bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analysi. Prosedur Analisis Pembuatan Ekstrak Kasar Kulit Buah Nenas Kulit nenas yang digunakan adalah kulit nenas yang berasal dari buah nenas yang masih mengkal, ditandai dengan warna kulitnya hijau kekuningan. Kulit nenas dicuci dengan aquades, dipotong kecil-kecil dan ditimbang sebanyak 1.500 gram. Selanjutnya dihomogenisasi dengan menggunakan 200 mL larutan buffer natrium asetat (pH 6,5), dan disaring. Ekstrak kasar disentrifugasi selama 25 menit pada 3.500 rpm, dan disimpan pada 4 oC. Pengendapan dengan Amonium Sulfat Presipitasi ekstrak kasar enzim bromelin dilakukan dengan penambahan amonium sulfat sebanyak 10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 60%, sambil diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 45 menit, dan diinkubasi semalam pada 4 oC. Selanjutnya, disentrifugasi pada 3500 rpm selama 25 menit. Endapan yang dihasilkan dicuci dengan 10 mL buffer natrium asetat 0,1 M pada kisaran pH 6 - 6,5 (Gautam et al., 2010). Penentuan Kadar Protein Ekstrak Enzim Bromelin Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Bradford (Bradford, 1976). Absorbansi diukur pada λ 595 nm. Kadar protein ditentukan dengan membandingkan absorbansi ekstrak enzim bromelin dengan kurva standar gelatin. Penentuan Aktivitas Enzim Bromelin (Pakpakan, 2009) a. Penentuan Temperatur Optimum Sebanyak 0,5 mL gelatin ditambahkan dengan 0,5 mL buffer asetat dan 0,5 mL ekstrak enzim bromelin, kemudian diinkubasi selama 10 menit pada berbagai temperatur untuk menentukan temperatur optimum. Temperatur yang digunakan adalah 50 oC, 55 o C, 60 oC, 65 oC, 70 oC, 75 oC, dan 80 oC. Reaksi dihentikan dengan pemanasan pada air mendidih selama 10 menit. Absorbansi diukur pada λ 595 nm untk menentukan kadar protein. b. Penentuan pH optimum Sebanyak 0,5 mL gelatin ditambahkan dengan 0,5 mL buffer asetat dan 0,5 mL ekstrak enzim bromelin, kemudian diinkubasi selama 10 menit pada berbagai nilai pH pada temperatur optimum yang diperoleh. Variasi nilai pH yang digunakan adalah 5,0; 5,5; 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; 8,0. Reaksi dihentikan dengan pemanasan pada air mendidih selama 10 menit. Absorbansi diukur pada λ 595 nm. Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dibutuhkan untuk menghidrolisis substrat gelatin per satuan waktu pada kondisi percobaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Protein Enzim Penentuan kadar protein enzim bromelin dilakukan dengan menggunakan metode Bradford dan gelatin sebagai standar. Kadar protein enzim bromelin dalam amonium sulfat tertinggi pada penambahan amonium sulfat 60%, yaitu sebanyak 0,039 %. 200 Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No. 2, Oktober 2011 Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Enzim Bromelin Temperatur sangat erat berhubungan dengan energi aktivitas dan kestabilan enzim. Peningkatan temperatur dapat menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi dan secara bersamaan meningkatkan kecepatan inaktivasi enzim (Stauffer, 1989), kenaikan aktivitas pada temperatur 55 sampai dengan 65 0C. Gambar 1. Pengaruh temperatur terhadap aktivitas enzim bromelin Gambar 2. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim bromelin Gambar 1 menunjukkan temperatur optimum berada pada temperatur 65 0C dengan aktivitas 0,071 unit/menit, sedangkan pada temperatur 70 sampai dengan 80 0C terjadi penurunan aktivitas enzim. Harrach et al., (1998) menemukan temperatur optimum enzim bromelin adalah 65 oC. Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa pada temperatur 70 0C sampai 80 0C terjadi penurunan aktivitas enzim 0 dibandigkan aktivitas enzim pada 65 C, hal ini disebabkan karena terjadi denaturasi enzim dengan cepat pada rentang temperatur 70 sampai 80 0C. Kenaikan temperatur yang lebih tinggi dapat merusak struktur enzim sehingga fungsi kerja enzim dapat berkurang (Pakpahan, 2009). Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim Bromelin Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh pH medium. pH saat aktivitas enzim maksimum adalah pH optimum. Menurut Nielsen et al., (1999), pH optimum merupakan pH saat gugus pemberi dan penerima proton yang berperan penting pada sisi katalitik enzim atau pada sisi pengikat substrat berada dalam tingkat Kumaunang dan Kamu: Aktivitas Enzim Bromelin ……. 201 ionisasi yang diinginkan, sehingga substrat lebih mudah berinteraksi dengan sisi katalitik enzim. Grafik pengaruh pH terhadap aktivitas enzim dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan hasil penelitian ini, peningkatan aktivitas enzim mulai teramati dari pH 5,0 sampai pH optimum 6,5 yaitu sebesar 0,101 unit/menit (Gambar 2). Penurunan aktivitas enzim dari pH 7,0 sampai pH 8,0 terjadi karena lingkungan di sekitar sisi aktif enzim mengalami kekurangan jumlah proton. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa kulit nenas memiliki kandungan enzim bromelin, dengan aktivitas optimum diperoleh pada temperatur 65 oC sebesar 0,071 unit/menit dan pada pH 6,5 sebesar 0,101 unit/menit. DAFTAR PUSTAKA Bradford, M. M. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal Biochem 72 , 248-254. Gautam, S.S., Mishra, S., Dash, V., Amit, K. and Rath, G. 2010. Cooperative study or extraction, purification and estimation of bromelain from stem and fruit of pineapple plant. Thai J. Pharm., Sci. 34, 67-76. Harrach, T., K. Eckert., H. R. Maurer., I. Machleidt., W. Machleidt., and R. Nuck. 1998. Isolation and characterization of two forms of an acidic bromelain stem proteinase. J. Prot Chem. 17(4): 351-61. Nielsen, J. E., Beier, L., Otzen., D., Borchert, T. V., Frantzen, H. B., Andersen, K. V., Svendsen, A., (1999), Electrostatics in in the active site of an α-amylase, Eur. J. Biochem., 246, 816-824 Pakpahan, 2009. Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Protease Termofilik Dari Sumber Air Panas Sipoholon Tapanuli Utara Sumatera Utara. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Raina, M. H. 2011. Ensiklopedia Tanaman Obat Untuk Kesehatan. Absolut. Yogyakarta Sangi, M.S. 1989. Pemurnian Enzim Bromelin Dari Bonggol Nenas. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan UNSRAT, Manado. Stauffer, C.E., 1989. Enzyme Assays for Food Scientists. AVI, 30-30. Utami. 2010. Pengaruh Penambahan Ekstrak Buah Nenas (Anenas comosus L. Merr) Dan Waktu Pemasakan Yang Berbeda Terhadap Kualitas Daging Itik Afkir. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Whitaker, J. R. 1991. Principles Of Enzimology For The Food Sciences. Marcel Dekker Inc. New York. INVENTARISASI SERANGGA-SERANGGA PADA PERTANAMAN NENAS (Ananas comosus (L.) Merr.) MONOKULTUR DAN POLIKULTUR DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW (An Inventory Of Insects To Monocultured And Polycultured Pineapple (Ananas comosus(L.) Merr.) Plants In The Bolaang Mongondow Regency) Mariane K. Lumanaw1, Juliet E.M Mamahit 2, Moulwy F. Dien 2, Guntur M.J Manengkey2 ¹´² Program Studi Agroekoteknologi, Jurusan Hama & Penyakit Fakultas Pertanian,Universitas Sam Ratulangi, Jl. Kampus Unsrat Mando, 95515 Telp (0431) 846539 ABSTRACT Pineapples are a fruit that grows on bushes with the scientific name Ananas comosus. They are native to Brazil (South America) and have been domesticated there since before Columbus’ advent. In the 16th century, Spaniards brought pineapples to the Philippines and the Malaysian Peninsula, then into Indonesia in the 17th century. This study aims to know the insects associated to monocultured and polycultured pineapples (A. comosus) and to know the dominant insects among said plants. This study is expected to inform about significant insects, both as pests as well as natural enemies, so it can be managed in pineapple planting systems and used in pineapple pest control. This study was done in the pineapple plantation village of Lobong and Mongkunai, regency of BolaangMongondow. Laboratory observations were done in the Weeds and Entomology laboratory of the Agriculture Faculty, University of Sam Ratulangi. Observation of insects on plant pineapples were calculated using the trap sinks. Insect observations showed that there are 6 insect orders founded to monocultured and polycultured pineapple plants, namely: Coleoptera Orders, Orthoptera Orders, Diptera Orders, Hymenoptera Orders, Collembola Orders and Lepidoptera Orders. Dominant insects in the monocultured and polycultured pineapple plantations are firstly from the Hymenoptera Order (Family of Formicidae), next from the Orthoptera Order (Family of Acrididae), third from the Coleoptera Order (Family of Scolytidae) and fourth from the Diptera Order (Familiy of Drosophilidae). Key words : Pineapple Plant (Ananas comosus), Inventory of insects, Monocultured And Polycultured. ABSTRAK Nenas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nenas berasal dari Brazil (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi di sana sebelum masa Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-17. Penelitian ini bertujuan mengetahui seranggaserangga yang berasosiasi pada pertanaman nenas (A. comosus) monokultur dan polikultur serta mengetahui serangga-serangga yang mendominasi pada areal pertanaman nenas tersebut. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang serangga-serangga yang penting, baik yang berperan sebagai hama maupun musuh alami sehingga dapat dikelola dalam sistem pertanaman nenas yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pengendalian hama tanaman nenas. Penelitian dilaksanakan di sentra perkebunan nenas di desa Lobong dan Mongkunai Kabupaten Bolaang Mongondow. Penelitian laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Entomologi dan Hama Tanaman Fakultas Pertanian UNSRAT. Pengamatan serangga pada tanaman nenas dilakukan dengan menggunakan metode perangkap sumuran. Hasil penelitian menunjukan terdapat 6 Ordo serangga yang ditemukan pada pertanaman nenas monokultur dan polikultur yaitu: Ordo Coleoptera, Ordo Orthoptera, Ordo Diptera, Ordo Collembola dan Ordo Lepidoptera. Serangga-serangga yang mendominasi pada areal pertanaman nenas monokultur dan polikultur yaitu : pertama dari Ordo Hymenoptera (Famili Formicidae), kedua dari Ordo Orthoptera (Famili Acrididae), ketiga dari Ordo Coleoptera (Famili Scolytidae) dan keempat dari Ordo Diptera (Famili Drosophilidae). Kata kunci : Tanaman nenas (Ananas comosus), Inventarisasi Serangga-serangga, monokultur dan polikultur. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nenas merupakan tanaman buah Bagian utama yang bernilai ekonomi berupa semak yang memiliki nama ilmiah penting dari tanaman nenas adalah buahnya. Ananas comosus. Memiliki nama daerah Buah nenas merupakan buah yang sangat danas (Sunda) dan prospektif untuk dikembangkan. Buah nenas Nenas dalam neneh disebut selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi Spanyol berbagai macam makanan dan minuman menyebutnya pina. Nenas berasal dari seperti: selai, sirop dan lain-lain. Buah Brazil pineapple bahasa (Sumatera). dan Inggris orang-orang (Amerika yang telah nenas juga mengandung gizi cukup tinggi sebelum masa serta mengandung enzim bromelain (enzim Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol protease yang dapat menghidrolisa protein, membawa protease atau didomestikasi Semenanjung di nenas Selatan) sana ke Malaysia, Filipina masuk dan ke Indonesia pada abad ke-17. Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan dan meluas dikebunkan digunakan peptide), sehingga dapat untuk melunakkan daging (Rohrbach dkk., 2003). Buah nenas mengandung vitamin C di dan vitamin A (retinol) masing-masing lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah sebesar 24,0 miligram dan 39 miligram nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di dalam setiap 100 gram bahan. Penelitian daerah tropik dan subtropik (BAPPENAS terkini menunjukkan nenas sarat dengan 2000; Tohir 1981). antioksidan dan fitokimia yang berkhasiat mengatasi penuaan dini, wasir, kanker, serangan jantung dan penghalau stres (Teknoporo, 2000). layu nenas atau pineapple mealybug wilt associated virus (PMWaV) (Sether dkk., Tanaman nenas mempunyai banyak 2004). Identifikasi serangga hama manfaat terutama pada buahnya. Industri merupakan salah satu pengolahan Indonesia menghadapi serangga hama. Hubungan antar yang penyebab yang diperkirakan serta gejala dikembangkan, karena memiliki potensi suatu serangan pada tanaman perlu diadakan ekspor. Produksi buah nenas pada tahun penegasan, 2007 mencapai sebesar 2.237.858 ton (BPS, pengendalian dapat dilakukan dengan tepat. 2007). Pekerjaan ini biasanya didasarkan pada sifat menjadi buah nenas prioritas di tanaman Tanaman nenas merupakan komoditi pertanian unggulan di Kabupaten Bolaang morfologi prosedur dalam agar serangga langkah-langkah itu (Sastrodihadjo, 1984). Mongondow. Sentra produksi buah nenas Berdasarkan hal di atas mengingat terbesar terdapat di Kecamatan Passi Timur, pentingnya tanaman nenas maka informasi termasuk tentang serangga-serangga yang berasosiasi desa Lobong, Mongkunai, Poyuyanan dan Muntoi dapat di lihat dengan tanaman nenas hamparan tanaman nenas penelitian yang sangat menggiurkan. Hasil panen sebagian dijual ke pasar dan sebagian lagi dibeli oleh pedagang buah yang akan menjual kembali ke daerah lain (Anonim, 2009). Serangga-serangga yang berasosiasi dengan tanaman nenas salah satunya adalah kutu putih (Dysmicoccus brevipes Cockerell) yang bersimbion dengan semut. Semut dapat membantu keberhasilan hidup koloni kutu putih dengan cara memakan embun madu yang dihasilkan oleh kutu putih dan dapat melindungi kutu putih dari musuh alaminya. Kutu putih D. brevipes merupakan penular virus penyebab penyakit untuk perlu diadakan mengetahui jenis-jenis serangga pada tanaman nenas. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk serangga mengetahui yang pertanaman serangga- berasosiasi nenas (A. pada comosus) monokultur dan polikultur dengan menggunakan metode pithfall (perangkap sumuran). 2. Untuk mengetahui serangga- serangga yang mendominasi pada areal pertanaman nenas monokultur dan polikultur. sehingga 1.3. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang serangga-serangga yang penting, baik yang dapat dikelola dalam sistem pertanaman nenas yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pengendalian hama tanaman nenas. berperan sebagai hama maupun musuh alami II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian pertanaman nenas monokultur (kebun hanya Penelitian lapang dilaksanakan di ditanami nenas) yaitu di desa Mongkunai sentra perkebunan nenas di desa Lobong dan dan pertanaman nenas polikultur (kebun Mongkunai ditanami selain nenas dengan pertanaman Mongondow. Kabupaten Penelitian Bolaang laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Entomologi lainnya) yaitu di desa Lobong. b. Pengamatan Serangga dan Hama Tanaman Fakultas Pertanian Pengamatan serangga pada tanaman UNSRAT. Penelitian dilaksanakan selama nenas tiga bulan yaitu : bulan Juli sampai Oktober metode perangkap sumuran (pithfall) pada 2012. tanaman 3.2. Bahan dan Alat perangkap di kebun percobaan yaitu secara dilakukan dengan generatif. Cara menggunakan peletakkan Bahan dan alat yang digunakan antara diagonal kebun dan jumlah perangkap yang lain: pertanaman nenas, alkohol 70%, air diletakkan tiap kebun sebanyak sembilan sabun, gelas aqua, botol sampel, mikroskop, buah (Gambar 1). kotak koleksi, kertas label, termometer dan kamera serta buku kunci identifikasi Perangkap sumuran diletakan pada lahan pertanaman nenas yang memiliki dua serangga. sistem pertanaman yaitu monokultur dan 3.3. Metode Penelitian polikultur. a. Survei Lokasi digunakan adalah kemasan botol plastik Penelitian ini diawali dengan melakukan survei pada lokasi pengambilan sampel, yaitu daerah sentra nenas di Kabupaten Bolaang Mogondow. Pada sentra tanaman nenas dipilih dua lokasi yaitu: Perangkap sumuran yang (240 ml) yang berisi campuran alkohol 70% dan ditambahkan sedikit air sabun dengan ketinggian campuran setinggi ± 5 cm. Cara peletakkan perangkap sumuran adalah permukaan mulut perangkap diletakkan sejajar dengan permukaan tanah. Perangkap di hitung jumlahnya. Setiap jenis serangga sumuran tersebut dibiarkan selama dua hari. yang Pengambilan sampel serangga di lakukan mikroskop dan di identifikasi berdasarkan sebanyak buku kunci identifikasi serangga Borror 3 kali. Serangga yang ditemukan diamati di bawah terperangkap dimasukan dalam botol sampel dkk., (1992); Borror D.J dan R.E White dan dibawa ke laboratorium. Serangga yang (1970); Subyanto dan Sulthoni (1991). ditemukan dipisah-pisahkan sesuai jenis dan Ket. : Kebun percobaan Perangkap sumuran Gambar 1. Tata letak perangkap sumuran Entomologi dan Hama Tanaman Fakultas c. Identifikasi Serangga Serangga yang berukuran kecil yang ditemukan diawetkan dimasukkan dalam Pertanian UNSRAT. d. Parameter Pengamatan botol koleksi yang berisi alkohol 70 %. Hal-hal yang diamati dalam penelitian Serangga yang berukuran besar diawetkan ini yaitu : morfologi serangga antara lain: secara kering yaitu dimasukkan dalam kotak ukuran, warna, bentuk tubuh, jumlah sayap, koleksi kemudian serangga tersebut diberi bentuk sayap, bentuk antena dan bentuk label. dilakukan morfologi lainnya. Selama pengamatan di menggunakan mikroskop dan identifikasi lapang dilakukan pengamatan parameter dilakukan sampai tingkat Famili dengan lingkungan antara lain: kondisi cuaca serta menggunakan kunci identifikasi serangga. kondisi pertanaman. Identifikasi Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium serangga e. Analisis Data Data yang diperoleh dilakukan pada pertanaman nenas monokultur dan polikultur dengan rumus : tabulasi dan dihitung rata-rata populasi ∑ xi µ ꞊ ------------- n Keterangan : µ : Rata-rata populasi per jenis serangga xi : Jumlah serangga yang ditemukan per jenis serangga n : Banyaknya ulangan II. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Jenis-jenis Serangga pada Pertanaman Nenas Monokultur Coleoptera Hasil pengamatan dan identifikasi terhadap serangga-serangga yang ditemukan dilapang, diperoleh lima Ordo serangga yang berasosiasi pada pertanaman nenas monokultur di desa Mongkunai Kabupaten Bolaang Mongondow yaitu: Ordo (Famili Scolytidae dan Scarabaeidae); Ordo Orthoptera (Famili Gryllidae dan Acrididae); Ordo Diptera (Famili Drosophilidae dan Bombyliidae); Ordo Hymenoptera (Famili Formicidae); Ordo Lepidoptera (Famili Pyralidae) (Tabel 1). Tabel 1. Jenis-jenis serangga yang terperangkap pada perangkap sumuran (pith fall) pada pertanaman nenas monokultur di Desa Mongkunai Kabupaten Bolaang Mongondow. No Ordo 1. Coleoptera 2. Orthoptera 3. Diptera 4. 5. Hymenoptera Lepidoptera Famili Scolytidae Scarabaeidae Acrididae Gryllidae Drosophilidae Bombyliidae Formicidae Pyralidae Total serangga (ekor) 26 22 26 14 12 1 2098 1 2200 Rata -rata Serangga (ekor) 8,6 7,3 8,6 4,6 4,0 0,3 699,3 0,3 Tabel 1 menunjukkan terdapat lima Ordo yang Ordo memiliki ciri-ciri seperti: berukuran kecil Coleoptera terdiri dari 2 Famili yaitu : yang silindris, panjangnya 6-8 mm, biasanya Famili Scolytidae dan Scarabaeidae. Hasil berwarna cokelat atau hitam, larvanya menunjukkan Famili berbentuk C dan tidak bertungkai. Serangga Scolytidae (Gambar 2), ditemukan 26 ekor ini diduga bukan merupakan serangga hama serangga dengan rata-rata 8,6 ekor. Serangga pada ini berwarna merupakan hama yang hidup dalam kulit cokelat, berambut halus pada bagian tubuh, kayu pohon, biasanya tepat di permukaan berukuran kecil sekitar 1,17 cm panjangnya, kayu dan memakan jaringan floem yang serta kepalanya agak menunduk ke bawah berair. memiliki ditemukan bahwa yaitu: Menurut Borror dkk., (1992), serangga ini serangga ciri-ciri yaitu: nenas melainkan serangga ini 1,17 cm dan banyak ditemukan di pertanaman nenas. Gambar 2. Serangga Famili Scolytidae Famili Scarabaeidae (Gambar 3) juga cembung, bulat telur atau memanjang dan ditemukan pada pertanaman monokultur, bertubuh berat, dengan tarsi 5 ruas, sungut hasil 8-11 menunjukkan terdapat 22 ekor ruas, tibia depan kurang lebih serangga dengan rata-rata 7,3 ekor. Serangga membesar dengan pinggiran luar bergerigi ini memiliki ciri-ciri yaitu: berbentuk bulat, atau berlekuk, serangga ini merupakan hama berwarna hitam, panjangnya sekitar 1,27 cm yang memakan material-material tumbuh- serta pada bagian kepala terlihat bergerigi. tumbuhan seperti rumput-rumput, daun- Menurut Borror dkk., (1992), serangga ini daunan, buah dan bunga-bunga. memiliki ciri-ciri seperti: tubuhnya 1,27 cm Gambar 3. Serangga Famili Scarabaeidae Kemudian Ordo Orthoptera yang di kehitaman. Menurut Borror dkk., (1992) peroleh ditemukan 2 Famili yakni: dari serangga ini memiliki ciri-ciri seperti: Famili Acrididae dan Gryllidae. Hasil sungut biasanya lebih pendek dari pada penelitian dari tubuh, tarsi terdiri dari 3 ruas dan alat yang perteluran pendek, kebanyakan warnanya Famili menunjukkan Acrididae serangga (Gambar 4) ditemukan berjumlah 26 ekor serangga kelabu atau kecokelat-cokelatan. dengan (1970) rata-rata 8,6 ekor. Sesuai mengemukakan, pengamatan serangga ini memiliki ciri-ciri merupakan serangga yaitu: antena pendek, berwarna cokelat bersifat sebagai hama. Nolan serangga pemakan ini tanaman 6 cm Gambar 4. Serangga Famili Acrididae Famili Gryllidae (Gambar 5) sesuai dengan pengamatan yang dilakukan ditemukan 14 ekor serangga dengan rata-rata 4,6 ekor. Hasil penelitian menunjukkan serangga ini memiliki ciri-ciri yaitu: antena bawah agak tajam pada sisi-sisi tubuh, tarsi panjang yang halus berupa rambut serta terdiri dari 3 ruas. Sulthoni dkk., (1990) memiliki ovipositor yang panjang. Menurut mengemukakan, hampir Borror dkk., (1992), serangga ini memiliki maupun serangga ciri-ciri seperti: mempunyai sungut panjang, sebagai predator, beberapa juga sebagai alat perteluran biasanya seperti jarum atau hama silindris, sayap depan membengkok ke persemaian. nimfa tanaman semua terutama ini dewasa bertindak pada saat 7, 2 cm mm Gambar 5. Serangga Famili Gryllidae Tabel 1 juga menunjukkan terdapat memiliki rambut-rambut halus pada bagian Ordo Diptera yang terdiri dari 2 Famili tubuh. yaitu: serangga ini memiliki ciri-ciri seperti: Famili Bombyliidae. Drosophilidae Hasil dan pengamatan Menurut biasanya Borror warnanya dkk., (1992), kekuning-kuningan, menunjukkan bahwa serangga dari Ordo ukuran tubuh 3-4 mm serta mempunyai Drosophilidae (Gambar 6) ditemukan 12 bulu-bulu ekor serangga dengan rata-rata 4,0 ekor. merupakan hama pada buah-buah, beberapa Pengamatan ini jenis adalah bersifat ektoparasitik pada ulat- mempunyai ciri-ciri yaitu: panjang tubuh ulat atau bersifat pemangsa pada kutu dan berkisar 0,86 mm, berwarna kekuningan, homoptera kecil lainnya. menunjukkan serangga dekat mulut. Serangga ini 0,86 mm mm Gambar 6. Serangga Famili Drosophilidae Famili 7) karena mempunyai banyak rambut, tubuh ditemukan 1 ekor serangga dengan rata-rata kuat atau tegap, ukuran sedang sampai 0,3 ekor. Sesuai dengan pengamatan di besar, memiliki 3 ruas antena. Borror dkk., peroleh ciri-ciri dari serangga ini yaitu: pada (1992) menyatakan, serangga ini merupakan bagian tubuh berambut banyak, tubuhnya parasit pada serangga-serangga lain (Ordo agak Lepidoptera besar, Bombyliidae berwarna (Gambar hitam. Menurut dan Hymenoptera), juga Sulthoni dkk., (1990), serangga ini memiliki merupakan serangga yang bersifat pemangsa ciri-ciri seperti: hampir menyerupai lebah atau predator pada telur-telur belalang. 1,23 cm Gambar 7. Serangga Famili Bombyliidae Anggota Ordo Hymenoptera; Famili Formicidae (Gambar 8) pada tinggi dari serangga-serangga lainnya, dapat saat di lihat pada tabel 1 ditemukan 2098 ekor pengambilan sampel memiliki populasi yang dengan rata-rata 699,3 ekor serangga. Sesuai dengan pengamatan ditemukan ciri-ciri dari agak segiempat pada pandangan lateral, serangga merah sungut-sungut biasanya bersiku. Serangga kecokelatan, bentuk dari kecil sampai besar ini merupakan predator pada serangga- dan panjang serangga ini mulai dari 1,21 cm. serangga lainnya serta merupakan hama Menurut Borror dkk., (1992), serangga ini pada tanaman, beberapa memakan jamur memiliki ciri-ciri seperti: antena terdiri dari dan 13 ruas atau kurang, ruas metasoma pertama tumbuhan. ini yaitu: berwarna banyak makan cairan tumbuh- kadang-kadang terdiri dari 2 ruas, pronotum 1,21 cm Gambar 8. Serangga Famili Formicidae Ordo Lepidoptera juga ditemukan saat larva, abdomen terdiri dari 3-6 segmen, pengambilan sampel yakni dari Famili terdapat 10 prolegs, sedangkan gills terdapat Pyralidae (stadia larva) (Gambar 9), terdapat pada torax dan abdomen. Soemawinata 1 ekor serangga dengan rata-rata 0,3 ekor. (1992) menyatakan, serangga ini merupakan Hasil pengamatan menunjukkan serangga ini hama karena hampir semua larva sebagai memiliki tubuh pemakan tanaman, baik daun, batang, bunga panjang sekitar 1,21 cm, terdapat rambut- maupun pucuk. Beberapa spesies sebagai rambut pada seluruh bagian tubuh larva dan penggerek batang dan buah. ciri-ciri yaitu: ukuran berwarna hitam. Menurut Salam (2001), serangga ini memiliki ciri-ciri seperti: terdapat rambut-rambut pada bagian tubuh 1,21 cm Gambar 9. Serangga Famili Pyralidae 4.2. Jenis-jenis Serangga pada Pertanaman Nenas Polikultur Scarabaeidae, Cicindelidae, Chrysomelidae, Dari hasil pengamatan dan identifikasi terhadap serangga-serangga yang ditemukan dilapang, diperoleh enam Ordo serangga yang berasosiasi pada pertanaman nenas polikultur di Desa Lobong Kabupaten Bolaang Mongondow yaitu: Ordo Coleoptera (Famili Scolytidae, Alleculidae dan Mordellidae); Ordo Orthoptera (Famili Acrididae, Gryllidae dan Blattidae); Ordo Drosophilidae, Diptera (Famili Bombyliidae dan Tachinidae); Ordo Hymenoptera (Famili Formicidae); Ordo Colembolla; Ordo Lepidoptera (Famili Pyralidae) (Tabel 2). Tabel 2. Jenis-jenis serangga yang terperangkap pada perangkap sumuran (pithfall) pada pertanaman nenas polikultur di Desa Lobong Kabupaten Bolaang Mongondow No Ordo Famili 1. Coleoptera 2. Orthoptera 3. Diptera 4. 5. Hymenoptera Colembolla Scolytidae Scarabaeidae Cicindelidae Chrysomelidae Alleculidae Mordellidae Acrididae Gryllidae Blattidae Drosophilidae Bombyliidae Tachinidae Formicidae - Total serangga Rata-rata serangga (ekor) (ekor) 31 12 1 2 2 1 33 10 1 20 6 7 2343 2 10,3 4,0 0,3 0,7 0,7 0,3 11,0 3,3 0,3 6,6 2,0 2,3 781,0 0,7 6. Lepidoptera Pyralidae 3 2474 1,0 Tabel 2 dapat dilihat terdapat enam dalam ukuran dan warna tapi umumnya Ordo serangga yang ditemukan yaitu: Ordo berwarna cokelat tua kehitaman, antena Coleoptera yang terdiri dari enam Famili membentuk benjolan gada panjang 8-11 ruas (Famili serta Scolytidae, Scarabaeidae, mempunyai tanduk pada dkk., (1992), Cicindelidae, Chrysomelidae, Alleculidae kepala/pronotum. dan Mordellidae). Famili Scolytidae yang menyatakan serangga ini merupakan hama ditemukan terdapat 31 ekor serangga dengan yang memakan material-material tumbuh- rata-rata 10,3 ekor serangga. Serangga ini tumbuhan seperti rumput-rumput, daun- memiliki ciri-ciri yaitu: berwarna cokelat, daunan, buah dan bunga-bunga. Sedangkan berambut menurut Sulthoni dkk., (1990), serangga ini halus pada bagian tubuh, Borror berukuran kecil sekitar 1,17 cm panjangnya, merupakan serta kepalanya agak membungkuk ke (Kelapa, Kakao dan sagu). hama pada tanaman keras bawah (Gambar 2) dan banyak ditemukan di Famili Cicindelidae (Gambar 10) pada pertanaman nenas. Serangga ini bukan saat pengambilan sampel juga di temukan merupakan hama pada tanaman nenas terdapat 1 ekor serangga dengan rata-rata 0,3 melainkan serangga ini merupakan hama ekor. Serangga ini memiliki ciri-ciri yaitu: yang hidup dalam kulit kayu pohon, antena panjang, tubuh berukuran sekitar 1,48 biasanya pada di permukaan kayu dan cm, berwarna hitam, mempunyai pola warna memakan jaringan floem yang berair (Borror putih pada bagian tubuh dan kepalanya lebih dkk., 1992). besar dari protoraks. Menurut Sulthoni dkk., Untuk Famili Scarabaeidae terdapat 12 (1990), serangga ini memiliki ciri-ciri ekor dengan rata-rata 4,0 ekor serangga. seperti: kepala selebar atau lebih lebar dari Serangga yakni: pronotum, hitam, dibandingkan sayap depan, tungkai panjang berbentuk ini memiliki bulat, ciri-ciri berwarna pronotum lebih sempit panjangnya sekitar 1,27 cm (Gambar 3). dan Menurut Sulthoni dkk., (1990), serangga ini kecokelat-cokelatan/hitam/hijau dan sering memiliki ciri-ciri seperti: tubuh kokoh, oval bercorak warna-warni. atau memanjang, elitra tidak kasar, beragam ramping, warna tubuh metalik 1,48 cm Gambar 10. Serangga Famili Cicindelidae Borror menyatakan, berwarna hitam dan mengkilat. Menurut serangga ini bersifat sebagai pemangsa atau Borror dkk., (1992), serangga ini memiliki predator dari serangga-serangga kecil yang ciri-ciri di tangkap dengan mandibel-mandibelnya bentuknya bulat telur, ujung abdomen yang berbentuk sabit yang panjang dan biasanya tertutup elitra, tarsi terdiri dari 5 apabila dapat ruas, antena pendek kurang dari setengah memberikan satu gigitan yang menyakitkan. panjang tubuh. Serangga ini merupakan di dkk., (1992) pegang seringkali seperti: tubuh kecil (pendek), Chrysomelidae hama yang sangat penting pada tanaman (Gambar 11) yang ditemukan terdapat 2 perkebunan. Daun-daun tumbuhan yang ekor serangga dengan rata-rata 0,6 ekor terserang hama ini kelihatan seperti adanya serangga. Hasil menunjukkan serangga ini tembakan/tusukan kecil pada lembaran daun, memiliki ciri-ciri yaitu: panjang tubuh sedangkan untuk larva biasanya makan akar- berukuran kecil sekitar 0,95 mm, berwarna akar tumbuhan yang sama. Serangga cokelat, Famili berbentuk bulat telur, sayap 0,95 mm Gambar 11. Serangga Famili Chrysomelidae Serangga Famili Alleculidae (Gambar memiliki ciri-ciri seperti: tubuhnya bulat 12) yang ditemukan, terdapat 2 ekor telur serangga dengan rata-rata 0,6 ekor. Sesuai kecokelat-cokelatan atau hitam dengan suatu dengan pengamatan serangga ini memiliki penampilan yang agak mengkilat akibat dari ciri-ciri yaitu: tubuhnya berwarna hitam, rambut-rambut pada tubuh. Serangga ini panjang tubuh sekitar 1,73 cm, memiliki terdapat pada bunga, jamur dan di bawah rambut kulit-kulit pada bagian tubuhnya, antena memanjang, kayu panjang dan tungkainya berwarna cokelat. larvanya hidup Menurut Borror dkk., (1992), serangga ini membusuk. 1,73 cm Gambar 12. Serangga Famili Alleculidae biasanya yang di mati dalam berwarna sedangkan kayu yang Anggota Ordo Coleoptera pada membengkok ke bawah, abdomen pertanaman polikultur, ditemukan juga dari meruncing di bagian ujung, berwarna hitam, Famili Mordellidae (Gambar 13) berjumlah tubuhnya tertutup oleh rambut-rambut yang 1 ekor dengan rata-rata 0,3 ekor serangga. padat, beberapa dari serangga ini adalah Hasil pengamatan menunjukkan serangga ini bersifat pemangsa, kumbang ini dapat memiliki ciri-ciri yaitu: berwarna hitam, ditemukan pada bunga-bunga, aktif terbang kepalanya menunduk ke bawah, memiliki cepat bila di ganggu, sedangkan larva hidup antena pendek. Menurut Borror dkk., (1992), di dalam kayu yang membusuk dan di dalam serangga ini memiliki ciri-ciri seperti: lekuk-lekuk tumbuhan. berpunggung bongkok, kepalanya 1,22 cm Gambar 13. Serangga Famili Mordellidae Ordo Orthoptera yang ditemukan pada serangga ini ditemukan di daerah berumput, pertanaman polikultur terdapat 3 Famili daerah kering, pepohonan, padi, tembakau, diantaranya dari Famili Acrididae, Gryllidae jagung dan tebu. dan Blattidae. Hasil penelitian menunjukkan Famili Gryllidae (Gambar 5) yang serangga dari Famili Acrididae (Gambar 4), ditemukan, terdapat yang ditemukan berjumlah 33 ekor serangga dengan rata-rata 3,3 ekor. Pengamatan dengan Sesuai menunjukkan serangga ini memiliki ciri-ciri pengamatan serangga ini memiliki ciri-ciri yaitu: antena panjang yang halus berupa sama yang ditemukan pada pertanaman rambut serta memiliki ovipositor yang monokultur pendek, panjang, sama seperti yang di temukan pada berwarna cokelat kehitaman, ovipositor pertanaman monokultur. Famili Blattidae pendek. Menurut Sulthoni dkk., (1990), (Gambar rata-rata yaitu: 11,0 ekor. antenanya 14) 10 ekor serangga juga ditemukan saat pengambilan sampel pada pertanaman atau cokelat tua, serangga ini tersebar di polikultur, terdapat 1 ekor dengan rata-rata berbagai tempat seperti di rumah, dapur, 0,3 ekor yang ditemukan. Sesuai dengan gudang, kebun, pertanaman atau tempat- pengamatan serangga ini memiliki ciri-ciri tempat yang kotor, lembab dan banyak yaitu: berwarna cokelat, pada tungkainya sampah (sisa-sisa makanan). Beberapa jenis terdapat bulu-bulu tajam serta terdapat bertindak bintik-bintik bulat kecil pada bagian sayap. makanan yang disimpan di rumah-rumah Menurut Sulthoni dkk., (1990), serangga ini (gula, beras, kopra, dll), yang hidup di kebun memiliki ciri-ciri seperti: tubuh pipih, oval, atau pertanaman akan memakan bahan- kepala tersembunyi di bawah pronotum, bahan pronotum dan sayap licin, berwarna cokelat (dekomposer). sebagai organik hama yang pada telah bahan mati 1,75 cm Gambar 14. Serangga Famili Blattidae Hasil Pengamatan pada pertanaman bulu-bulu halus pada bagian tubuh. Untuk terdapat Famili Bombyliidae (Gambar 7), ditemukan Diptera (Famili 6 ekor serangga dengan rata-rata 2,0 ekor. Bombyliidae dan Sesuai dengan pengamatan terdapat ciri-ciri Tachinidae). Serangga Famili Drosophilidae dari serangga ini yaitu: pada bagian tubuh (Gambar 6) yang ditemukan terdapat 20 berbulu banyak, tubuhnya agak besar, ekor serangga dengan rata-rata 6,6 ekor. berwarna Dapat di lihat serangga ini mempunyai ciri- pertanaman monokultur. Menurut Borror ciri sama yang ditemukan pada pertanaman dkk., (1992), serangga ini menyerupai lebah monokultur yaitu: panjang tubuhnya sekitar karena berbulu lebat pada bagian tubuh. 0,86 mm, berwarna kekuningan, memiliki Hasil polikultur serangga juga dari Drosophilidae, menunjukkan Ordo hitam pengamatan sama seperti menunjukkan pada Famili Tachinidae (Gambar 15) yang ditemukan abdomen biasanya dengan rambut abu- terdapat 7 ekor serangga dengan rata-rata 2,3 abu/hitam, antena terdiri dari 3 ruas, ekor. Serangga ini memiliki ciri-ciri yaitu: sebagian besar hampir seperti lalat rumah tubuhnya berwarna hitam, mata berwarna tetapi lebih besar, serangga ini merupakan merah, mempunyai rambut-rambut pada parasit bagian tubuh. Menurut Borror dkk., (1992), misalnya pada larva Lepidoptera, Hemiptera serangga ini memiliki ciri-ciri seperti: dan Orthoptera. pada serangga-serangga lain, 1,04 cm Gambar 15. Serangga Famili Tachinidae Hasil pengamatan pada pertanaman Pada saat pengambilan sampel di Ordo pertanaman polikultur ditemukan juga Ordo Hymenoptera yaitu : Famili Formicidae Collembola dan Ordo Lepidoptera; Famili (Gambar pada pertanaman Pyrallidae. Untuk Ordo Collembola terdapat monokultur Famili Formicidae memiliki 2 ekor serangga dengan rata-rata 0,6 ekor. populasi yang tinggi dari serangga-serangga Hasil pengamatan menunjukkan serangga ini lainnya, dapat di lihat pada tabel 2 memiliki ciri-ciri yaitu : memiliki ukuran ditemukan 2343 ekor serangga dengan rata- tubuh yang kecil, memanjang, mempunyai rata 781 ekor. Serangga yang ditemukan ini antena yang terdiri dari empat ruas serta memiliki ciri-ciri yang sama seperti pada memiliki ekor. Menurut Sulthoni dkk., pertanaman monokultur yaitu: berwarna (1990), serangga ini memiliki ciri-ciri merah kecokelatan, bentuk dari kecil sampai seperti: ruas tubuh nampak berdekatan satu besar dan panjang serangga ini mulai dari sama lain, tubuh kecil umumnya berwarna 0,90 mm. hitam, tidak bersayap, antena terdiri atas 4 polikultur ditemukan 8). Seperti juga ruas, mempunyai ekor seperti pegas yang memiliki prolegs yang terletak pada bagian dapat digunakan untuk melompat. Anonim tengah dari segmen-segmen, bersisik atau (2000) menyatakan, Ordo Collembola sering menyusut. dijumpai di dalam tanah, di bawah serasah, 4.3. Dominasi Serangga pada Pertanaman Nenas Monokultur dan Polikultur di bawah kulit kayu yang lapuk, dalam bahan organik yang membusuk dan pada permukaan air. Kebanyakan Ordo Collembola sebagai pemakan bahan organik dan pemakan cendawan dan jarang sebagai hama. Sedangkan untuk Ordo Lepidoptera; Famili Pyralidae yang ditemukan pada pertanaman polikultur berjumlah 3 ekor serangga dalam bentuk larva dengan ratarata 1 ekor. Larva yang ditemukan memiliki ciri-ciri yang sama seperti pada pertanaman monokultur. Menurut Stehr (1987) dan Hillsenhoff (1991), serangga ini memiliki ciri-ciri seperti: larva berukuran panjang, Rata-rata populasi serangga (ekor) protoraks berwarna cokelat kehitaman, larva 900 800 700 Hasil pada Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan serangga paling dominan yang berasosiasi pada pertanaman monokultur dan polikultur yaitu serangga Famili Formicidae dari Ordo Hymenoptera. Serangga yang mendominasi pertanaman nenas pada urutan yang kedua dan ketiga adalah dari Famili Acrididae (Orthoptera) dan Famili sedangkan Scolytidae untuk Famili pertanaman nenas monokultur dan polikultur (Gambar 16). 781 500 400 300 200 11 8.6 10.3 Acrididae Scolytidae 8.6 Formicidae Pertanaman Monokultur Drosophilidae serangga-serangga yang mendominasi pada 600 0 (Coleoptera) (Diptera) menempati urutan keempat dari 699.3 100 nenas 4 6.6 Drosophilidae Pertanaman Polikultur Gambar 16. Dominasi serangga pada pertanaman nenas monokultur dan polikultur Gambar di atas menunjukkan rata-rata pertumbuhan populasi serangga yaitu suplai serangga paling dominan yang berasosiasi makanan dalam jumlah yang cukup. pada pertanaman nenas monokultur dan Anggota Ordo Orthoptera ditemukan 3 polikultur yaitu serangga Famili Formicidae Famili dari Ordo Hymenoptera dengan rata-rata sampel, baik pada pertanaman monokultur 699,3 maupun polikultur. Dari ketiga Famili ekor serangga monokultur) dan 781 (pertanaman ekor serangga (pertanaman polikultur). tersebut keseluruhan pengambilan tersebut Famili Acrididae yaitu serangga belalang yang banyak ditemukan. Dapat Serangga-serangga Formicidae dari dari Famili mendominasi di dilihat pada gambar di atas untuk pertanaman monokultur rata-rata 8,6 ekor pertanaman nenas karena serangga ini serangga ditemukan pengambilan polikultur rata-rata 11,0 ekor serangga. Ini sampel dengan menggunakan perangkap dikarenakan pada saat pengamatan di lokasi sumuran. Tingginya populasi semut di lokasi pengambilan sampel, serangga belalang ini penelitian ini disebabkan semut hidup mempunyai cukup banyak makanan salah berkoloni dan selalu berjalan di permukaan satunya adalah serangga ini memakan daun- tanah untuk menuju sarang yang berada di daun dari tanaman nenas. disetiap lokasi tanaman nenas atau sekitar pertanaman Ordo sedangkan untuk Coleoptera pertanaman pada saat nenas. Hal inilah yang menyebabkan pada pengambilan sampel pertama sampai ketiga penelitian ini semut dapat dengan mudah ditemukan 6 Famili dan yang banyak masuk terjebak dalam perangkap sumuran dari Famili ke dalam perangkap sumuran. Selain itu adanya faktor makanan yang Scolytidae tersedia serangga pada pertanaman monokultur dan cukup banyak sehingga dengan rata-rata 8,6 ekor menyebabkan semut dapat dengan cepat 10,3 melangsungkan perkembangbiakannya. polikultur. Sesuai dengan pengamatan di Sunjaya (1970) menyatakan banyaknya lokasi penelitian, serangga ini banyak makanan yang tersedia untuk serangga ditemukan pada perangkap sumuran dekat merupakan pepohonan. mempengaruhi faktor penting kepadapatan yang ekor serangga pada pertanaman populasi Serangga dari Ordo Diptera ditemukan serangga. Salah satu syarat yang mutlak bagi 3 Famili dari keseluruhan pengambilan sampel, salah satunya Famili Drosophilidae. mempengaruhi kehidupan serangga adalah Dengan rata-rata 4,0 ekor serangga pada faktor fisis, biotis dan makanan. pertanaman serangga monokultur pada dan 6,6 pertanaman ekor polikultur. Data yang menunjukkan terjadi diperoleh juga perbedaan jumlah Serangga ini menempati urutan ke empat serangga pada saat pengambilan sampel dari serangga-serangga yang mendominasi pertama, kedua dan ketiga. Ini disebabkan pada faktor pertanaman nenas, dikarenakan keadaan cuaca. Pada saat serangga ini pada saat pengamatan di lokasi pengambilan penelitian lebih tertarik berada pada bagian serangga yang didapatkan lebih banyak buah tanaman nenas sehingga tidak banyak dibandingkan pada pengambilan sampel yang masuk ke dalam perangkap sumuran. kedua dan ketiga yang sedikit, hal ini Serangga-serangga pertama jumlah jumlah dipengaruhi oleh turunnya hujan. Adler kali (2007), menyatakan bahwa cuaca sangat pengambilan sampel seperti dari Famili berpengaruh terhadap diversitas serangga, Gryllidae, (Orthoptera); seperti halnya juga suhu (Hartley dan Jones, (Diptera); 2003). Pada saat cuaca hujan, serangga- Scarabaeidae serangga akan berlindung dari air hujan, Cicindelidae, Chrysomelidae, Alleculidae, apabila sayap serangga basah maka serangga Mordellidae Ordo tidak dapat terbang dengan mudah, sehingga Colembolla. Ini disebabkan karena pengaruh mengakibatkan lebih mudah di mangsa oleh dari faktor lingkungan misalnya faktor fisis predator. populasinya rendah selama Blattidae Bombyliidae, Pyralidae maupun yang sampel Tachinidae (Lepidoptera); (Coleoptera) faktor-faktor 3 serta yang Hasil penelitian juga diperoleh jumlah dan serangga yang ditemukan pada setiap Famili perkembangan dari serangga-serangga pada bervariasi jumlahnya. Jumlah serangga yang tanaman ditemukan rata-rata berkisar 1-781 ekor mempengaruhi nenas lainnya pertumbuhan sehingga tidak dapat beradaptasi dengan baik. Menurut Sunjaya serangga. (1970), kehidupan serangga sangat erat ditemukan pada pertanaman monokultur hubungannya dengan keadaan lingkungan jumlahnya lebih sedikit, dibandingkan dimana ia hidup. Selanjutnya dikatakan juga serangga-serangga pada pertanaman bahwa polikultur yang banyak, juga ditemukan faktor lingkungan juga turut Serangga-serangga yang serangga dari Famili yang berbeda-beda (bervariasi). Hal ini disebabkan karena pada jeruk yang dapat menjadi tanaman inang pertanaman terdapat dari serangga-serangga yang berada di tanaman lain selain tanaman nenas seperti : sekitar (lokasi) pertanaman nenas polikultur. nenas polikultur tanaman kelapa, langsat, sirsak, pepaya, dan IV. KESIMPULAN DAN SARAN pertanaman nenas monokultur dan 5.1. Kesimpulan 1. Terdapat 6 Ordo serangga yang berasosiasi pada pertanaman nenas monokultur dan polikultur yaitu: Ordo Coleoptera (Famili Scolytidae, Scarabaiedae,Cicindelidae,Chrysome lidae,Alleculidae,Mordellidae); Ordo Orthoptera (Famili Acrididae, Gryllidae, Blattidae); Ordo Diptera (Famili Drosophilidae, Bombyliidae, Tachinidae); (Famili Collembola; Ordo Hymenoptera Formicidae); Ordo (Famili Pyralidae). 2. Serangga-serangga yang mendominasi pada areal Ordo Lepidoptera polikultur yaitu : pertama dari Ordo Hymenoptera (Famili Formicidae), kedua dari Ordo Orthoptera (Famili Acrididae), ketiga dari Ordo Coleoptera (Famili Scolytidae) dan keempat dari Ordo Diptera (Famili Drosophilidae). 5.2. Saran Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai perkembangan serangga-serangga pada tanaman nenas agar dapat diketahui spesies dari serangga-serangga tersebut. DAFTAR PUSTAKA Adler, P. B., J.M. Levine. 2007. Contrasting Relationships Between Precipitation and Species Richness in Space and Time. Oikos 116: 221-232. Anonim. 2000. PERTANIAN. Cipta. Jakarta. ENTOMOLOGI Penerbit Rineka ______. 2009. Nenas Dan Keunikannya Di Totabuan. http://totabuanmadani. wordpress.com. Di akses tanggal 1 Juni 2012. Badan Pusat Statistik. 2007. Pertanian Buah. http://.bps.go.id/up . Di akses tanggal 9 Mei 2012. BAPPENAS. 2000. Nanas. F:\NANAS.htm. Di akses tanggal 12 Mei 2012 Batholomew DP, Paull RE and Rohrbach KG. 2003. The Pineapple : Botany, Production and Uses. University of Hawaii at Minoa Honolulu USA. CABI Publishing. Borror D. J., C.A. Ttriplehorn, dan . N.F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi keenam. (Terjemahan) Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hartley, S. E., T. H. Jones. 2003. Plant diversity and Insect Herbivores: Effects of Environmental Change in Contrasting Model Systema. Oikos 101: 6-17. Hillsenhoff, W. L. 1991. Diversity and Classification of insect and Collembola in Ecology and Classification of North American Fresh Water Invertabrates. Edited by J. H. Thorp and Nolan, T. 1970. The Insect of Australia. Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization. Melbourne University Press. Salam C.F. 2001. Inventarisasi seranggaserangga Air di Aliran Sungai Molmoi Kecamatan Likupang Kabupaten Minahasa. Fakultas Pertanian (UNSRAT). Sastrodihardjo. 1984. Pengantar Entomologi Terapan. ITB. Bandung. Sether, D.M., M.J. Melzer, J.L. Busto, F. Zee and J.S. Hu, 2004. Diversity of pineapple mealybug wilt asosiated viruses in pineapple.Phytop 94(6):1031. Soemawinata, A.T. 1992. Diktat Entomologi Tumbuhan. Life Inter University Center. Bogor Agriculture University. Stehr, F. W. 1987. Immature Insect. Printed in the United States of Ammerica. Sulthoni, A. Dan Subyanto. 1990. Kunci Determinasi Serangga (Program Nasional Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu) Penerbit Kanisius. Sunjaya, P.I. 1970. Dasar-Dasar Ekologi Serangga. Bagian Ilmu Hama Tanaman Pertanian IPB Bogor. Teknoporo. 2000. Dalam Eni Noor Aeni Kutu Putih (Hemiptera : Pseudococcidae Pada Tanaman Nenas (Ananas comosus (Linn) Merr.) Di Desa Bunihayu Kecamatan Jalangcagak, Kabupaten Subang. Tohir KA. 1981. Pedoman Bercocok Tanam Pohon Buah-Buahan. Jakarta Pradnya Paramita. J. Hort. Vol. 22 No. 4, 2012 J. Hort. 22(4):316-326, 2012 Pembentukan Benih Sintetik Tanaman Nenas 2) Roostika, I1), Purnamaningsih, R1), Supriati, Y1), Mariska, I1), Khumaida, N2), dan Wattimena, GA3) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111 Dep. Agronomi dan Hortikultura, Fak. Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jl. Meranti No.1, Kampus IPB, Dramaga, Bogor 16680 3) Profesor Emeritus pada Dep. Agronomi dan Hortikultura, Fak. Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti No.1, Kampus IPB, Dramaga, Bogor 16680 Naskah diterima tanggal 23 Juli 2012 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 15 Oktober 2012 1) ABSTRAK. Nenas merupakan tanaman buah tropis dan subtropis yang komersial. Kultivar Smooth Cayenne memiliki tipe dan jumlah propagul yang terbatas, sehingga diperlukan dukungan teknologi lainnya untuk produksi benih secara masal. Teknologi benih sintetik dapat diterapkan untuk produksi benih secara masal dan konservasi. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui pengaruh kombinasi auksin dan sitokinin terhadap morfogenesis eksplan nenas yang terenkapsulasi, mengetahui pengaruh interaksi antara suhu penyimpanan dengan konsentrasi paklobutrazol atau manitol terhadap pertumbuhan eksplan nenas yang terenkapsulasi dan masa simpan. Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Percobaan disusun secara faktorial dalam rancangan acak lengkap terdiri atas enkapsulasi eksplan, pertumbuhan minimal menggunakan paklobutrazol, atau manitol yang dikombinasikan dengan suhu penyimpanan. Enkapsulasi dilakukan terhadap batang semu dan basal daun menggunakan Na-alginat 3% yang berisi media MS dengan penambahan BA (0, 1, 2, dan 3 mg/l) yang dikombinasikan dengan NAA (0, 1, 2, dan 3 mg/l). Untuk memacu proses diferensiasi, basal daun diberi praperlakuan menggunakan media MS yang mengandung BA 0,5 mg/l dan NAA 0,5 mg/l sebelum dienkapsulasi dengan perlakuan BA dan NAA pada konsentrasi 0; 0,5; dan 1 mg/l. Pertumbuhan minimal dilakukan menggunakan paklobutrazol (0, 1, 2, dan 3 mg/l) atau manitol (0, 1, 2, 3, 4, dan 5%) pada suhu penyimpanan 15 dan 25 0C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa basal daun nenas yang terenkapsulasi mampu berdiferensiasi setelah praperlakuan. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara konsentrasi paklobutrazol dengan suhu penyimpanan terhadap daya hidup dan daya tembus kapsul tunas nenas. Biakan tersebut hanya dapat disimpan selama 1 bulan. Interaksi yang nyata juga tidak dijumpai antara konsentrasi manitol dengan suhu penyimpanan terhadap daya hidup dan daya tembus kapsul embrio somatik nenas. Manitol 4% mampu memperpanjang masa simpan hingga 4 bulan. Manitol dapat menggantikan aplikasi suhu rendah dalam penyimpanan kultur nenas yang terenkapsulasi. Katakunci: Benih sintetik; Pertumbuhan minimal; Paklobutrazol; Manitol; Ananas comosus ABSTRACT. Roostika, I, Purnamaningsih, R, Supriati, Y, Mariska, I, Khumaida, N, and Wattimena, GA 2012. Artificial Seed Formation of Pineapple. Pineapple is a commercial tropical and subtropical fruit crop. Smooth Cayenne cultivar has limited type and number of propagules so that it should be supported by the other technology to produce plenty seedlings. Artificial seed can be applied for seed production and conservation. The objectives of the study were to know the effect of combination treatments between auxin and cytokinin to the morphogenesis of encapsulated pineapple cultures, to know the effect of paclobutrazol, mannitol, and temperature of storage to the growth of encapsulated pineapple cultures. The experiment was conducted from April to December 2011 at Tissue Culture Laboratory, Researchers Group of Cell and Tissue of Biology, Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development, Bogor. Factorial of a completey randomized design was used. The study consisted of encapsulation, minimal growth by using paclobutrazol or mannitol combined with storage temperature. Encapsulation was conducted by using 3% Na-alginat containing of MS medium with addition of BA (0, 1, 2, and 3 mg/l) combined with NAA (0, 1, 2, and 3 mg/l). To promote differentiation, leaf bases were pre-cultured on MS media containing BA and NAA at concentration of 0.5 mg/l respectively prior to encapsulated by BA and NAA (0; 0.5; and 1 mg/l). Minimal growth was conducted by using paclobutrazol (0, 1, 2, and 3 mg/l), or mannitol (0, 1, 2, 3, 4, and 5%), and combined with storage temperature (15 and 25 0 C). The results showed that encapsulated leaf bases of pineapple could differentiate after pre-treatment. There was no interaction between paclobutrazol and temperature to the survival rate and emergence rate of the encapsulated cultures. The encapsulated shoots could be stored for 1 months. There was also no interaction between mannitol and temperature to the survival rate and emergence rate of the encapsulated cultures. By using somatic embryos and 4% mannitol, the storage period could be prolonged for 4 months. Mannitol could substitute the use of low temperature in the conservation of encapsulated pineapple cultures. Keywords: Artificial seed; Minimal growth; Paclobutrazol; Mannitol; Ananas comosus Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan tanaman penting di daerah tropis dan subtropis. Berdasarkan data produksi buah-buahan, nenas menempati peringkat keempat setelah pisang, mangga, dan jeruk (Badan Pusat Statistik 2009). Untuk peningkatan produksi penanaman bibit nenas sebanyak 40.000 tanaman/ha perlu diarahkan menjadi 100.000 tanaman/ha (Suminar 2010), sehingga jumlah bibit yang diperlukan juga meningkat. 316 Pada umumnya tanaman nenas diperbanyak secara vegetatif. Menurut Coppens d’Eckenbrugge Leal (2003), organ vegetatif nenas terdiri dari crown (mahkota), sucker (tunas yang berasal dari ketiak daun), butt atau stump (tanaman utuh setelah pemanenan), hapas (tunas yang diproduksi pada bagian dasar tangkai buah), ratoon (tunas yang muncul dari bagian batang yang tertimbun di dalam tanah), dan slip (tunas yang timbul dari tangkai buah pada bagian persis Roostika, et al.: Pembentukan Benih Sintetik Tanaman Nenas ... di bawah buah atau yang tumbuh di sekitar mahkota). Pada kultivar Smooth Cayenne, tipe organ vegetatif tersebut hanya berupa mahkota, sucker, atau ratoon dan jumlahnya sangat terbatas. Teknologi benih sintetik merupakan teknologi yang sangat prospektif dikembangkan untuk perbanyakan bibit dan konservasi (Rai et al. 2009). Benih sintetik didefinisikan sebagai embrio somatik yang berada di dalam mantel (kapsul), sehingga sifatnya mirip dengan benih zigotik (Redenbaugh 1992). Mantel tersebut berperan sebagai endosperma yang mengandung sumber karbon, nutrisi, dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Dewasa ini, definisi benih sintetik dikembangkan lebih lanjut karena eksplan yang digunakan tidak terbatas pada embrio somatik melainkan juga tunas terminal, tunas aksilar, nodus, dan jaringan meristematik lainnya. Teknik konservasi in vitro dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu (1) penyimpanan pada media tumbuh, (2) penyimpanan secara pertumbuhan minimal, dan (3) penyimpanan secara kriopreservasi (Mariska et al. 1996, Leunufna 2004). Teknik pertumbuhan minimal disarankan diterapkan untuk koleksi aktif (working collection atau active collection), sedangkan teknik kriopreservasi diterapkan untuk koleksi dasar (base collection) (Withers 1985). Pada teknik penyimpanan dengan media tumbuh, tidak diperlukan penambahan zat penghambat tumbuh. Penyimpanan dengan cara tersebut, memerlukan tindakan subkultur yang frekuentif, sehingga kurang menghemat tenaga, waktu, dan biaya serta berisiko terhadap kontaminasi (Mariska et al. 1996). Selain itu, subkultur yang frekuentif juga berisiko terhadap timbulnya keragaman somaklonal (Eeuwens et al. 2002). Pada teknik pertumbuhan minimal, beberapa modifikasi media dan lingkungan dapat diterapkan, antara lain penurunan temperatur lingkungan dan intensitas cahaya (Hu & Wang 1983, Withers 1985, Keller et al. 2006), penggunaan regulator osmotik seperti sukrosa dan manitol (Withers 1985, Bessembinder et al. 1993), penurunan konsentrasi beberapa faktor esensial seperti pengenceran media (Desbrunais et al. 1992), serta penggunaan retardan seperti paklobutrazol, cycocel, dan ancymidol (Withers 1985). Dengan penerapan teknik pertumbuhan minimal, maka biakan dapat disimpan dalam jangka menengah (bulanan hingga tahunan). Di Indonesia, teknik pertumbuhan minimal tanaman nenas belum pernah dilaporkan. Di mancanegara, dilaporkan bahwa teknik enkapsulasi tunas in vitro mampu menyimpan biakan nenas selama 1,5 bulan melalui aplikasi suhu 80C menggunakan media MS tanpa zat penghambat tumbuh (Gangopadhyay et al. 2005). Penyimpanan pada suhu sangat rendah memerlukan energi listrik yang biayanya cukup besar, sehingga diperlukan metode lain yang mampu menghambat pertumbuhan agar dapat menghemat biaya dan biakan dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama tanpa menurunkan daya regenerasi pascapenyimpanan. Secara umum, penelitian ditujukan untuk pembentukan benih sintetik dan penyimpanan eksplan nenas dengan metode pertumbuhan mininal untuk menghambat perkecambahan dini. Secara khusus, tujuan penelitian ialah: (1) mengetahui pengaruh kombinasi auksin dan sitokinin terhadap morfogenesis eksplan nenas yang terenkapsulasi, (2) mengetahui pengaruh konsentrasi paklobutrazol dan suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan tunas nenas yang terenkapsulasi, dan (3) mengetahui pengaruh konsentrasi manitol dan suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan embrio somatik nenas yang terenkapsulasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah: (1) eksplan nenas yang terenkapsulasi akan mengalami morfogenesis pada media yang mengadung auksin dan sitokinin, (2) terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan paklobutrazol dan suhu penyimpanan terhadap penghambatan pertumbuhan eksplan nenas yang terenkapsulasi, dan (3) terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan manitol dan suhu penyimpanan terhadap penghambatan pertumbuhan eksplan nenas yang terenkapsulasi dan lama penyimpanan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Percobaan disusun secara faktorial dalam rancangan acak lengkap terdiri atas enkapsulasi eksplan, pertumbuhan minimal menggunakan paklobutrazol, atau manitol yang dikombinasikan dengan suhu penyimpanan. Sumber bahan tanaman yang digunakan adalah tunas in vitro tanaman nenas Smooth Cayenne yang berasal dari Subang, Jawa Barat. Tunas in vitro tersebut dipelihara pada media MS dengan penambahan benzyl adenine (BA) 0,5 mg/l dan kinetin (Kn) 1 mg/l. Inkubasi dilakukan di ruang kultur dengan suhu 250C dan pencahayaan 800–1000 lux dengan fotoperiodisitas 16 jam. Penelitian dibagi atas tiga tahap percobaan, yaitu (1) enkapsulasi eksplan, (2) pertumbuhan minimal menggunakan paklobutrazol, dan (3) pertumbuhan minimal menggunakan manitol. 317 J. Hort. Vol. 22 No. 4, 2012 Enkapsulasi Eksplan Eksplan yang digunakan ialah basal daun dan batang semu (core). Eksplan dienkapsulasi dengan natrium alginat (Na-alginat) 3% yang berisi media MS dengan penambahan BA (0, 1, 2, dan 3 mg/l) yang dikombinasikan dengan naphthalene acetic acid (NAA) pada konsentrasi 0, 1, 2, dan 3 mg/l. Proses enkapsulasi dilakukan dengan metode tetes ke dalam larutan CaCl2.2H2O 100 mM dan direndam selama 15 menit dengan penggojokan hingga membentuk gel atau kapsul. Setiap perlakuan diulang sebanyak dua kali (botol) dan setiap botol terdiri atas 10 kapsul. Kapsul-kapsul tersebut direndam dalam akuades steril dengan volume 25 ml. Inkubasi dilakukan pada suhu 250C, fotoperiodisitas 16 jam terang dengan intensitas 800–1000 lux. Respons yang diamati ialah persentase biakan yang hidup dan persentase biakan yang menembus kapsul. Untuk memacu proses diferensiasi eksplan basal daun, maka pada tahap selanjutnya diterapkan pra-perlakuan menggunakan media MS yang mengandung BA 0,5 mg/l dan NAA 0,5 mg/l sebelum enkapsulasi menggunakan media yang mengadung BA dan NAA pada konsentrasi 0; 0,5; dan 1 mg/l. Pertumbuhan Minimal Menggunakan Paklobutrazol Eksplan yang digunakan ialah tunas in vitro berukuran kecil (tinggi sekitar 2 cm). Beberapa daun tua dibuang dan disisakan daun muda sekitar 5 helai. Pucuk dan pangkal dipangkas sedemikian rupa sehingga diperoleh eksplan dengan ukuran kurang dari 0,5 cm. Percobaan disusun secara faktorial dalam lingkungan rancangan acak lengkap. Faktor pertama ialah konsentrasi paklobutrazol (0, 1, 2, dan 3 mg/l) Roostika & Sunarlim (2001) dan Roostika et al. (2009). Faktor kedua ialah suhu penyimpanan 25 0 C dalam ruang kultur dan suhu 150C dalam growth chamber. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali (botol) dan setiap botol terdiri atas 10 kapsul. Eksplan dienkapsulasi dengan Na-alginat 3% yang berisi media MS dengan penambahan BA 1 mg/l dan indole butyric acid (IBA) 0,5 mg/l dengan penambahan 1-[4-chlorophenyl]-4,4-dimethyl-2-[1,2,4-triazol-1yl] pentan-3-ol (paklobutrazol). Proses enkapsulasi dilakukan dengan metode tetes ke dalam larutan CaCl2.2H2O 100 mM dan direndam selama 15 menit dengan penggojokan hingga membentuk kapsul. Inkubasi pada suhu 150C dilakukan di dalam growth chamber dan inkubasi pada suhu 250C dilakukan di ruang kultur dengan fotoperiodisitas 16 jam terang dengan intensitas 800–1000 lux. Respons yang 318 diamati ialah persentase daya hidup, persentase daya regenerasi, dan persentase biakan yang menembus kapsul. Biakan yang masih bertahan hidup kemudian dipindah ke media MS padat yang mengandung BA 0,5 mg/l dan Kn 1 mg/l untuk pemulihan dan regenerasi, kemudian diamati persentase biakan yang hidup dan persentase biakan yang beregenerasi, jumlah tunas, dan jumlah daun. Pertumbuhan Minimal Menggunakan Manitol Eksplan yang digunakan ialah embrio somatik prematur. Induksi kalus dilakukan menggunakan eksplan berupa basal daun dan media yang mengandung 4-amino-3,5,6-trichloropicolinic acid (pikloram) pada konsentrasi 21 µM dengan penambahan thidiazuron (TDZ) 9 µM. Inkubasi dilakukan pada suhu 250C dalam keadaan gelap selama 3 minggu. Setelah itu, daun diisolasi dan dipotong pada bagian basalnya. Selanjutnya eksplan ditanam pada media yang sama dan diinkubasi pada kondisi gelap. Kalus disubkultur pada media Bac yang diperkaya dengan senyawa N-organik (glutamin 1 mg/l, kasein hidrolisat 500 mg/l, arginin 120 mg/l, dan glisin 2 mg/l) dan diinkubasi pada kondisi terang (800–1000 lux) selama 16 jam. Kalus embriogenik dipindahkan ke media MS dengan Kn 1 mg/l. Embrio somatik yang belum membuka daunnya (kurang dari 0,5 cm) digunakan sebagai eksplan untuk dienkapsulasi. Percobaan disusun secara faktorial dalam lingkungan rancangan acak lengkap. Faktor pertama ialah konsentrasi manitol (0, 1, 2, 3, 4, dan 5%), sedangkan faktor kedua ialah suhu penyimpanan (15 dan 250C). Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali (botol) dan setiap botol terdiri atas 10 kapsul. Eksplan dienkapsulasi dengan Na-alginat 3% yang berisi media MS yang mengandung BA 1 mg/l dan IBA 0,5 mg/l dengan penambahan manitol. Proses enkapsulasi dilakukan dengan metode tetes ke dalam larutan CaCl2.2H2O 100 mM dan direndam selama 15 menit dengan penggojokan hingga membentuk kapsul. Inkubasi pada suhu 150C dilakukan di dalam growth chamber dan inkubasi pada suhu 250C dilakukan di ruang kultur dengan fotoperiodisitas 16 jam terang dengan intensitas 800–1000 lux. Respons yang diamati ialah persentase daya hidup, persentase daya regenerasi, dan persentase biakan yang menembus kapsul. Biakan yang masih bertahan hidup kemudian dipindah ke media MS padat yang mengandung BA 0,5 mg/l dan Kn 1 mg/l untuk pemulihan dan regenerasi. Respons yang diamati ialah persentase biakan yang hidup dan biakan yang menembus kapsul serta jumlah tunas dan jumlah daun. Roostika, et al.: Pembentukan Benih Sintetik Tanaman Nenas ... HASIL DAN PEMBAHASAN Enkapsulasi Eksplan Berdasarkan hasil percobaan sebelumnya diketahui bahwa basal daun nenas memberikan respons yang baik pada media padat dan cair. Pada tahap ini dapat diketahui apakah respons yang sama juga diperoleh ketika eksplan dienkapsulasi dengan kapsul alginat untuk pembentukan benih sintetik dan penyimpanannya secara pertumbuhan minimal. Oleh karena itu, digunakan eksplan berupa basal daun dan sebagai pembandingnya digunakan batang semu. Hasil percobaan menunjukkan bahwa basal daun tidak menunjukkan respons pertumbuhan walaupun kapsul alginat mengandung sitokinin dan auksin. Setelah 1 bulan, semua eksplan basal daun mengalami pencoklatan. Sebaliknya, batang semu mampu beregenerasi membentuk tunas dengan persentase mencapai 60% (Gambar 1 dan 2). Diduga eksplan basal daun mengalami hambatan dalam proses respirasi atau sel-sel meristematis pada area basal daun tersebut menerima tekanan mekanis yang cukup kuat dalam kapsul alginat sehingga tidak mampu bertahan hidup dan tumbuh lebih lanjut, hingga akhirnya mati. Sebaliknya, batang semu mempunyai kemampuan tumbuh yang lebih baik karena mengandung mata tunas aksilar yang secara struktural lebih terorganisir dibandingkan dengan sel-sel meristematis pada area basal daun. Namun demikian, tunas-tunas yang tumbuh dari batang semu tersebut terlalu cepat menembus kapsul (dalam waktu 1 bulan), sehingga eksplan ini kurang ideal digunakan dalam pembentukan benih sintetik karena periode simpannya sangat singkat. Selain itu, jumlah batang semu lebih terbatas, sehingga memerlukan bahan tanaman induk yang lebih banyak. Untuk menginduksi diferensiasi sel-sel pada area basal daun, perlu adanya praperlakuan basal daun sebelum enkapsulasi untuk memberi peluang bagi selsel di daerah basal mengalami diferensiasi. Oleh karena itu, dilakukan praperlakuan basal daun menggunakan media terbaik untuk menginduksi pembentukan nodul berdasarkan hasil penelitian pada tahap sebelumnya. Pada tahap ini, pembentukan nodul lebih dikehendaki daripada pembentukan tunas supaya biakan tidak terlalu cepat menembus kapsul karena penelitian ini diarahkan untuk konservasi in vitro. Hasil praperlakuan terhadap 650 helai basal daun menunjukkan bahwa lebih dari 50% eksplan memberikan respons dan didominasi dengan pembentukan nodul lebih dari 30% (Gambar 3). Basal yang mengandung nodul tersebut kemudian digunakan dalam enkapsulasi karena lebih ideal daripada basal daun yang mengandung akar atau tunas. Hasil enkapsulasi basal daun yang mengandung nodul tersebut menunjukkan bahwa eksplan memiliki respons yang rendah, di mana akar lebih mudah terbentuk daripada tunas dengan persentase masing-masing sebesar 30 dan 5% (Gambar 4). Selain 60 Eksplan yang tumbuh (Explant that growth), % 50 40 30 20 10 0 MS N1 N2 N3 B1 B1N1 B1N2 B1N3 B2 B2N1 B2N2 B2N3 B3 B3N1 B3N2 B3N1 ZPT (PGR), mg/l Gambar 1. Pengaruh BA dan NAA terhadap pertumbuhan eksplan batang semu nenas kultivar Smooth Cayenne yang terenkapsulasi, 1 bulan masa inkubasi (Effect of BA and NAA to the growth of encapsulated core explants of pineapple cultivar Smooth Cayenne, 1 month incubation period) MS = tanpa ZPT (without plant growth regulator) (PGR), N1 = NAA 1 mg/l, N2 = NAA 2 mg/l, N3 = NAA 3 mg/l, B1 = BA 1 mg/l, B1N1 = BA 1 mg/l + NAA 1 mg/l, B1N2 = BA 1 mg/l + NAA 2 mg/l, B1N3 = BA 1 mg/l + NAA 3 mg/l, B2 = BA 2 mg/l, B2N1 = BA 2 mg/l + NAA 1 mg/l, B2N2 = BA 2 mg/l + NAA 2 mg/l, B2N3 = BA 2 mg/l + NAA 3 mg/l, B3 = BA 3 mg/l, B3N1 = BA 3 mg/l + NAA 1 mg/l, B3N2 = BA 3 mg/l + NAA 2 mg/l, dan B3N3 = BA 3 mg/l + NAA 3 mg/l 319 J. Hort. Vol. 22 No. 4, 2012 (A) (B) (C) (D) (E) (F) (G) (H) (I) (J) (K) (L) (M) (N) (O) (P) Gambar 2. Keragaan eksplan batang semu nenas kultivar Smooth Cayenne yang terenkapsulasi (1 bulan masa inkubasi) (Performance of encapsulated core explants of pineapple cultivar Smooth Cayenne, 1 month incubation period): (A) kontrol (check), (B) NAA 1 mg/l, (C) NAA 2 mg/l, (D) NAA 3 mg/l, (E) BA 1 mg/l, (F) BA 1 mg/l + NAA 1 mg/l, (G) BA 1 mg/l + NAA 2 mg/l, (H) BA 1 mg/l + NAA 3 mg/l, (I) BA 2 mg/l, (J) BA 2 mg/l + NAA 1 mg/l, (K) BA 2 mg/l + NAA 2 mg/l, (L) BA 2 mg/l + NAA 3 mg/l, (M) BA 3 mg/l, (N) BA 3 mg/l + NAA 1 mg/l, (O) BA 3 mg/l + NAA 2 mg/l, dan (P) BA 3 mg/l + NAA 3 mg/l Planlet (Plantlet) Akar (Root) Nodul (Nodule) Tidak berespons (Not response) 0 10 20 30 40 50 60 ZPT (PGR), mg/l Gambar 3. Pengaruh praperlakuan eksplan dengan BA 0,5 mg/l dan NAA 0,5 mg/l terhadap pembentukan planlet, akar, dan nodul nenas kultivar Smooth Cayenne, 2 bulan periode inkubasi (data diperoleh dari total 650 eksplan basal daun) (Effect of pre-treatment of explants to the formation of plantlet, root, and nodule of pineapple cultivar Smooth Cayenne, 2 months incubation period (data was collected from totally 650 leaf base explants) 320 Roostika, et al.: Pembentukan Benih Sintetik Tanaman Nenas ... Hijau (Green) Akar (Root) Tunas (Shoot) Respons eksplan (Response of explant), % 100 80 60 40 20 0 B0N0 B0,5N0 B0,5N0,5 B1N0 B1N1 ZPT (PGR) mg/l Gambar 4. Pengaruh kombinasi BA dan NAA terhadap respons eksplan basal daun nenas kultivar Smooth Cayenne yang terenkapsulasi (Effect of combination of BA and NAA to the response of leaf base explants of pineapple cultivar Smooth Cayenne) berpengaruh nyata terhadap daya hidup biakan, baik pada periode simpan 1 bulan maupun 3 bulan, namun berpengaruh nyata terhadap daya tembus biakan nenas pada periode 1 bulan simpan, sedangkan pada periode simpan berikutnya (3 bulan) tidak berpengaruh nyata (Gambar 5). Walaupun biakan dapat bertahan hidup hingga periode simpan 3 bulan, namun sebagian besar biakan menembus kapsul (Tabel 1), sehingga penyimpanan tidak layak untuk dilanjutkan. Biakan yang disimpan pada suhu rendah (150C) mempunyai daya tembus yang lebih rendah (37%) daripada biakan yang disimpan pada suhu 250C (63%). Menurut Taiz & Zeiger (2003), kecepatan respirasi menurun pada suhu rendah, begitu pula dengan proses sintesis dan konsumsi adenosine triphosphate (ATP), sehingga dalam kondisi demikian, maka pertumbuhan biakan juga terhambat. Sebagaimana pengaruh suhu penyimpanan, paklobutrazol juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan biakan, hanya pada periode simpan 1 bulan. Dalam hal ini, pemberian paklobutrazol menghambat pertumbuhan biakan itu, warna daun eksplan memudar dan diikuti dengan menurunnya daya hidup, hingga mengalami kematian. Dengan demikian, disimpulkan bahwa eksplan basal daun yang mengandung nodul (hasil praperlakuan selama 2 bulan) masih belum layak digunakan dalam pembentukan benih sintetik melalui teknik enkapsulasi, sehingga perlu digunakan jenis eksplan lainnya, misalnya tunas. Pertumbuhan Minimal Menggunakan Paklobutrazol Setelah diketahui bahwa eksplan basal daun bernodul masih kurang sesuai untuk dienkapsulasi, maka pada tahap ini digunakan eksplan berupa tunas in vitro dengan ukuran kurang dari 0,5 cm. Hasil percobaan menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata antara suhu inkubasi dengan konsentrasi paklobutrazol terhadap daya tembus eksplan pada umur simpan 1 bulan. Daya tembus eksplan pada umur simpan 1 bulan tersebut dipengaruhi secara nyata oleh faktor tunggal, yaitu konsentrasi paklobutrazol atau suhu penyimpanan (Tabel 1). Suhu penyimpanan tidak Tabel 1. Pengaruh suhu penyimpanan dan paklobutrazol terhadap pertumbuhan biakan tunas nenas kultivar Smooth Cayenne yang terenkapsulasi (Effect of temperature and paclobutrazol to the growth of encapsulated shoots of pineapple Smooth Cayenne cultivar) Perlakuan (Treatments) Suhu (Temperature), 0C 15 25 Paklobutrazol (Paclobutrazol), mg/l 0 1 2 3 Daya hidup (Survival rate), % 1 bulan (1 month) 3 bulan (3 months) Daya tembus (Emergence rate), % 1 bulan (1 month) 3 bulan (3 months) 100 a 100 a 48 a 45 a 37 a 63 b 78 a 76 a 100 a 100 a 100 a 100 a 43 a 63 a 55 a 20 a 74 a 46 b 41 b 36 b 94 a 83 a 72 a 66 a 321 J. Hort. Vol. 22 No. 4, 2012 Daya hidup (Survival rate) Daya regenerasi (Regeneration rate) 50 40 30 % 20 10 0 P0 P1 P3 P2 P0 P1 15oC P2 P3 P2 P3 25oC Suhu penyimpanan dan paklobutrazol (Storage temperature and paclobutrazol), mg/l 1 bulan (1 Month) 5 bulan (5 Months) Jumlah tunas (Shoot number) 18 12 6 0 P0 P1 P2 15oC P3 P0 P1 Suhu penyimpanan dan paklobutrazol (Storage temperature and paclobutrazol), mg/l 25oC Gambar 5. Daya hidup, daya regenerasi, dan jumlah tunas nenas kultivar Smooth Cayenne pada tahap pemulihan pascapenyimpanan dengan paklobutrazol (Survival rate, regeneration rate, and number of shoot of encapsulated shoots of pineapple cultivar Smooth Cayenne during recovery step after preservation by paclobutrazol) sehingga persentase biakan yang menembus kapsul lebih rendah daripada biakan yang ditumbuhkan pada media tanpa pemberian paklobutrazol. Menurut Arteca (1996), senyawa paklobutrazol merupakan retardan kelompok triazol yang mereduksi pertumbuhan biakan dengan cara menghambat oksidasi kauren, kaurenol, dan kaurenal yang dikatalisis oleh kauren oksidase pada biosintesis giberelin. Giberelin merupakan ZPT yang berpengaruh secara fisiologis pada pembentukan meristem subapikal, sehingga penghambatannya dapat menyebabkan tanaman menjadi roset. Pada periode simpan berikutnya (3 bulan), paklobutrazol tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya tembus dan daya hidup biakan (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari paklobutrazol tersebut berlangsung dalam waktu yang sangat singkat. Pengaruh retardan yang cukup lama 322 dapat teramati pada ubi jalar (Roostika & Sunarlim 2001, Sunarlim & Roostika 2003), gembili (Sunarlim et al. 2004), pule, pulasari, daun dewa (Lestari & Mariska 1997), serta purwoceng (Roostika et al. 2009) dengan ciri-ciri visual terbentuknya biakan roset atau pemendekan ruas, sehingga biakan dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama (12-18 bulan). Walaupun demikian, tidak semua biakan memberikan ciri-ciri visual tersebut, seperti yang terjadi pada biakan kentang hitam (Roostika et al. 2005). Kurangnya efek penghambatan pertumbuhan biakan nenas kemungkinan disebabkan oleh rendahnya konsentrasi paklobutrazol atau jenis retardan yang digunakan dalam penelitian ini kurang sesuai. Pada tahap pemulihan dan regenerasi pascapenyimpanan, daya hidup dan daya regenerasi biakan pada perlakuan suhu 25 0C lebih tinggi daripada Roostika, et al.: Pembentukan Benih Sintetik Tanaman Nenas ... (A) (B) (C) (D) (E) (F) (G) (H) Gambar 6. Keragaan tunas nenas kultivar Smooth Cayenne yang terenkapsulasi dalam media yang mengandung paklobutrazol dan disimpan pada suhu yang berbeda (Performance of encapsulated shoots of pineapple cultivar Smooth Cayenne treated by paclobutrazol and temperature): (A) kontrol (check) pada suhu 15 0C, (B) paklobutrazol 1 mg/l suhu 15 0C, (C) paklobutrazol 2 mg/l suhu 15 0 C, (D) paklobutrazol 3 mg/l suhu 15 0C, (E) tanpa paklobutrazol suhu 25 0C, (F) paklobutrazol 1 mg/l suhu 25 0C, (G) paklobutrazol 2 mg/l suhu 25 0C, dan (H) paklobutrazol 3 mg/l suhu 250C biakan pada perlakuan suhu 150C. Perlakuan tanpa paklobutrazol dan suhu 150C menghasilkan daya regenerasi yang tertinggi setelah 1 bulan masa pemulihan (Gambar 5). Pada masa pemulihan 5 bulan, pertumbuhan biakan dari perlakuan suhu 150C jauh lebih pesat daripada biakan yang berasal dari perlakuan suhu 250C, di mana paklobutrazol 1 mg/l dan suhu 150C menghasilkan jumlah tunas yang tertinggi (Gambar 5). Secara visual, biakan yang berasal dari perlakuan paklobutrazol lebih tegar daripada biakan yang tidak diberi perlakuan paklobutrazol (Gambar 6). Hal ini menunjukkan pengaruh positif dari paklobutrazol yang dapat memacu pertumbuhan biakan. Secara fisiologis, retardan dilaporkan dapat mendukung terbentuknya klorofil sehingga kultur tampak lebih tegar (Cathey 1975, Bessembinder et al. 1993). Arteca (1996) mengatakan bahwa selain memblokir biosintesis giberelin, paklobutrazol juga dapat mereduksi absisic acid (ABA), etilen, dan indole-3-acetic acid (IAA), serta dapat meningkatkan kandungan sitokinin. Banyaknya klorofil yang terbentuk dapat meningkatkan efisiensi fotosintesis sehingga pertumbuhan kultur menjadi lebih tegar dan terpacu. Secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan paklobutrazol 1 mg/l merupakan perlakuan terbaik dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan tersebut sebaiknya diaplikasikan untuk penyimpanan kapsul tunas nenas dalam jangka waktu yang pendek (1 bulan) atau untuk keperluan transportasi benih sintetik dalam jarak dekat. Pertumbuhan Minimal dengan Manitol Jika paklobutrazol menghambat pertumbuhan melalui pemblokiran biosintesis giberelin (Arteca 1996), manitol merupakan gula alkohol yang berdifusi di bagian ekstraseluler namun tidak dapat memasuki sel (Taiz & Zeiger 2003), sehingga berfungsi sebagai regulator osmotik. Penggunaan regulator osmotik terbukti dapat menyimpan biakan ubi jalar selama 10 bulan (Roostika et al. 2001), biakan kentang hitam selama 3 bulan (Roostika et al. 2005), biakan purwoceng selama 7 bulan (Roostika et al. 2008), dan biakan jeruk besar selama 5 bulan (Dewi et al. 2010). Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata antara suhu penyimpanan dengan konsentrasi manitol terhadap daya tembus biakan. Daya tembus biakan tersebut sangat rendah hingga akhir periode simpan (5 bulan). Hal ini menunjukkan bahwa manitol mampu menekan pertumbuhan embrio somatik nenas dalam kondisi terenkapsulasi dengan Na-alginat 3%. Data tersebut perlu didukung dengan data daya hidup biakan, sehingga dapat ditentukan perlakuan yang terbaik untuk penyimpanan (Tabel 2). Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata antara suhu penyimpanan dengan konsentrasi manitol terhadap daya hidup biakan. Dalam hal ini, pertumbuhan embrio somatik nenas yang terenkapsulasi dengan Na-alginat 3% dipengaruhi secara nyata oleh faktor tunggal yang diuji, yaitu suhu penyimpanan atau konsentrasi manitol. Pada periode 323 J. Hort. Vol. 22 No. 4, 2012 Tabel 2. Pengaruh suhu penyimpanan dan manitol terhadap daya tembus biakan nenas kultivar Smooth Cayenne yang terenkapsulasi (Effect of temperature and mannitol to the emergence rate of encapsulated pineapple cultures cultivar Smooth Cayenne) Perlakuan (Treatments) Manitol, % (Mannitol) 0 1 2 3 4 5 Suhu, 0C (Temperature) 15 25 1 bulan (1 month) Daya tembus (Emergence rate), % 2 bulan (2 months) 3 bulan (3 months) 4 bulan (4 months) 3 1 5 6 13 0 3 1 5 6 13 0 0,6 a 7,7 b 3 3 10 11 23 8 0,6 a 7,7 b 4,3 a 13,7 a 5 bulan (5 months) 8 3 20 26 25 8 9 12 25 29 32 9 6,9 a 19,8 a 10,6 a 25,1 b Tabel 3. Pengaruh suhu penyimpanan dan manitol terhadap daya hidup biakan nenas kultivar Smooth Cayenne yang terenkapsulasi (Effect of temperature and mannitol to the survival rate of encapsulated pineapple cultures cultivar Smooth Cayenne) Perlakuan (Treatments) Manitol, % (Mannitol) 0 1 2 3 4 5 Suhu, 0C (Temperature) 15 25 1 bulan (1 month) Daya hidup (Survival rate), % 2 bulan (2 months) 3 bulan (3 months) 4 bulan (4 months) 81 ab 72 a 92 b 91 b 87 b 72 a 79 a 57 a 79 a 80 a 80 a 64 a 59 a 56 a 78 a 66 a 72 a 43 a 54 a 48 a 51 a 40 a 53 a 18 a 22 a 8a 17 a 14 a 33 a 8a 80 a 83 a 72 a 73 a 64 a 58 a 49 a 38 a 3a 27 b (A) (D) 5 bulan (5 months) (B) (E) (C) (F) (G) Gambar 7. Penampilan tunas nenas kultivar Smooth Cayenne (1 bulan masa pemulihan) pascapenyimpanan dengan paklobutrazol (Performance of encapsulated shoots of pineapple cultivar Smooth Cayenne (1 month of recovery period) post-preservation with paclobutrazol): (A) kontrol suhu 15oC, (B) paklobutrazol 1 mg/l suhu 15oC, (C) paklobutrazol 2 mg/l suhu 15oC, (D) kontrol suhu 25oC, (E) paklobutrazol 1 mg/l suhu 25oC, (F) paklobutrazol 2 mg/l suhu 25oC, dan (G) paklobutrazol 3 mg/l suhu 25oC 324 Roostika, et al.: Pembentukan Benih Sintetik Tanaman Nenas ... (A) (B) (C) (D) (E) (F) (G) (H) (I) (J) (K) (L) 25oC 15oC Gambar 8. Keragaan kapsul embrio somatik nenas kultivar Smooth Cayenne (4 bulan periode simpan) dari perlakuan manitol dan suhu penyimpanan (Performance of encapsulated somatic embryos of pineapple cultivar Smooth Cayenne (4 months storage period) treated by mannitol and temperature): (A dan G) manitol 0%, (B dan H) manitol 1%, (C dan I) manitol 2%, (D dan J) manitol 3%, (E dan K) manitol 4%, dan (F dan L) manitol 5% simpan 1 bulan, konsentrasi manitol berpengaruh nyata terhadap daya hidup biakan. Konsentrasi manitol 2, 3, dan 4% justru meningkatkan daya hidup biakan, namun pengaruh tersebut tidak berbeda nyata dengan bertambahnya periode simpan hingga 5 bulan (Tabel 3). Dari tabel tersebut tampak bahwa daya hidup biakan menurun drastis dari periode simpan 4 bulan ke periode simpan 5 bulan. Manitol merupakan osmoregulator yang dapat meningkatkan tekanan osmotik media sehingga nutrisi mengalir secara perlahan ke dalam jaringan. Konsentrasi manitol yang sangat tinggi dapat menyebabkan tekanan osmotik yang sangat tinggi pula, sehingga menyebabkan seolah-olah nutrisi tidak tersedia dan memungkinkan terjadinya dehidrasi jaringan. Oleh karena itu, biakan yang disimpan dengan manitol pada konsentrasi yang tinggi tidak dapat bertahan hidup lebih lanjut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa biakan nenas yang terenkapsulasi dengan Na-alginat 3% sebaiknya disimpan dengan manitol 4% tidak lebih dari 4 bulan. Berbeda dengan pengaruh manitol, suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata hanya pada 5 bulan periode penyimpanan (Tabel 3), dengan daya hidup yang sangat rendah (3 dan 27%) yang ditandai dengan banyaknya biakan yang mencoklat (Gambar 7). Kecepatan respirasi menurun pada suhu rendah, begitu pula dengan proses sintesis ATP, sehingga dalam kondisi tersebut pertumbuhan biakan sangat terhambat dan berakibat pada kematian (Taiz & Zeiger 2003). Oleh karena itu, penyimpanan dengan penurunan suhu tidak disarankan untuk dilakukan. Selain daya hidup yang sangat rendah, penyimpanan dengan penurunan suhu memerlukan energi listrik dengan biaya yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan manitol. Penurunan suhu (2–10 0C) telah diterapkan pada beberapa macam tanaman, seperti kentang, bawang, dan mentha dengan periode simpan 12 hingga 18 bulan (Keller et al. 2006). Namun demikian, pada penelitian ini penurunan suhu penyimpanan hingga 325 J. Hort. Vol. 22 No. 4, 2012 15 0C tidak mampu mempertahankan daya hidup dan memperpanjang masa simpan biakan nenas. Sebaliknya penggunaan manitol lebih baik daripada penurunan suhu penyimpanan. Hasil penelitian ini lebih baik daripada hasil penelitian sebelumnya yang dilaporkan oleh Gangopadhyay et al. (2004) yang hanya mampu menyimpan kapsul nenas selama 1,5 bulan pada suhu 80C. KESIMPULAN 1. Basal daun nenas yang terenkapsulasi mampu berdiferensiasi setelah praperlakuan. 2. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara konsentrasi paklobutrazol dengan suhu penyimpanan terhadap daya hidup dan daya tembus kapsul tunas nenas. Biakan tersebut hanya dapat disimpan selama 1 bulan. 3. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara konsentrasi manitol dan suhu penyimpanan terhadap daya hidup dan daya tembus kapsul embrio somatik nenas. 4. Penggunaan manitol 4% dapat memperpanjang masa simpan hingga 4 bulan. Penurunan suhu penyimpanan tidak disarankan karena terbukti tidak mampu memperpanjang masa simpan biakan nenas dan memerlukan energi listrik serta biaya yang lebih tinggi. PUSTAKA 1. Arteca, RN 1996, Plant Growth Substances, Chapman and Hall, New York. 2. Bessembinder, JJE, Staritsky, G & Zandvoort, EA 1993, ‘Longterm in vitro storage of Colocasia esculenta under minimal growth conditions’, Plant Cell Tiss. Org. Cult., vol. 33, pp. 121-27. 3. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 2009, Produksi buah-buahan di Indonesia, Jakarta. 4. Coppens d’Eeckenbrugge, GBPS & Leal, F 2003, ‘Morphology, anatomy, and taxonomy’, in Bartholomew, DP, Paull, RE, Rohrbach, KE (eds.), The pineapple botany: Production and Uses, CABI Publishing, Wallingford, pp. 13-32. 5. Cathey, HM 1975, ‘Comparative plant growth-retarding activities of ancymidol with ACPC, phosfon, chlormequat, and SADH on ornamental plant species’, HortSci., vol. 10, no. 3, pp. 204-15. 6. Desbrunais, AB, Noirot, M & Charrier, A 1992, ‘Slow growth in vitro conservation of coffee (Coffea spp.)’, Plant Cell Tiss. Org. Cult., vol. 31, pp. 105-10. 7. Dewi, IS, Jawak, G, Roostika, I, Sabda, M, Purwoko, BS & Adil WH 2010, ‘Konservasi in vitro tanaman jeruk besar (Citrus maxima (Burn.) Merr.) kultivar Srinyonya menggunakan osmotikum dan retardan’, J. Agrobiogen, vol. 6, no. 2, pp. 84-90. 8. Eeuwens, CJ, Lord, S, Donough, CR, Rao, V, Vallejo, G & Nelson, S 2002, ‘Effects of tissue culture conditions during embryoid multiplication on the incidence of mantled flowering in clonally propagated oil palm’, Plant Cell Tiss. Org. Cult., vol.70, pp. 311-23. 326 9. Gangopadhyay, G, Bandyopadhyay, T, Poddar, R, Gangopadhyay, SB & Mukherjee, KK 2005, ‘Encapsulation of micro shoots in alginate beads for temporary storage’, Curr. Res., vol. 88, no. 6, pp. 972-77. 10. Hu, CY & Wang, PJ 1983, ‘Meristem, shoot tip, and bud culture’, in Evans, DA, Sharp, WR, Amiroto, PV, Yamada, Y (eds.), Handbook of plant cell culture Vol. I. Techniques for propagation and breeding, McMilan Publishing, New York, pp. 177-227. 11. Keller, ERJ, Senula, A, Leunufna, S & Grube, M 2006, ‘Slow growth storage and cryopreservation-tools to facilitate germplasm maintenance of vegetatively propagated crops in living plant collections’, Int. J. Refr., vol. 29, pp. 411-17. 12. Lestari, EG & Mariska, I 1997, ‘Kultur in vitro sebagai metode pelestarian tumbuhan obat langka’, Bul. Plasma Nutfah, vol. 2, no. 1, hlm. 1-8. 13. Leunufna, S 2004, ‘Improvement of the in vitro, maintenance and cryopreservation of yams (Dioscorea spp.), Dissertation Martin-Luther–Universitat Halle-Wittenberg, Berlin. 14. Mariska, I, Suwarno & Damardjati, DS 1996, ‘Pengembangan konservasi in vitro sebagai salah satu bentuk pelestarian plasma nutfah di dalam bank gen’, Seminar Penyusunan Konsep Pelestarian Ex Situ Plasma Nutfah Pertanian, Bogor, 18 Desember. 15. Rai, MK, Asthana P, Singh ,SK, Jaiswal, VS & Jaiswal, U 2009, ‘The encapsulation technology in fruit plants – A review’, Biotech Adv., vol. 27, pp. 671-79. 16. Redenbaugh, K 1992, Synseeds: Application of synthetic seeds to crop improvement, CRC Press, London, pp. 481. 17. Roostika, I & Sunarlim, N 2001, ‘Penyimpanan in vitro tunas ubi jalar dengan penggunaan paclobutrazol dan ancymidol’, J. Penel. Pertanian, vol. 20, no. 3, pp. 48-56. 18. Roostika, I, Sunarlim, N & Arief, VN 2005, ‘Penyimpanan kentang hitam (Coleus tuberosus) secara kultur in vitro’, J.Hort., vol. 15, no. 1, pp. 46-52. 19. Roostika, I, Purnamaningsih, R & Arief, VN 2008, ‘Pengaruh sumber karbon dan kondisi inkubasi terhadap pertumbuhan kultur in vitro purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.)’, AgroBiogen, vol. 4, no. 2, pp. 65-9. 20. Roostika, I & Purnamaningsih, R & Darwati, I 2009, ‘Penyimpanan in vitro tanaman purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) melalui aplikasi pengenceran media dan paklobutrazol’, J. Littri, vol. 15, no. 2, pp. 84-90. 21. Suminar, E 2010, ‘Induksi keragaman genetik dengan mutagen sinar gamma pada nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) secara in vitro’, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 22. Sunarlim, N, Roostika I & Arief VN 2004, ‘Penyimpanan in vitro gembili melalui pertumbuhan minimal’, Prosiding Seminar Kinerja Penelitian Mendukung Agribisnis Kacangkacangan dan Umbi-umbian, BALITKABI, Malang, hlm. 267-75. 23. Sunarlim, N & Roostika I 2003, ‘Penggunaan zat penghambat tumbuh dan regulator osmotik manitol dalam penyimpanan ubi-ubian secara kultur jaringan’, Prosiding Seminar Teknologi Inovatif Agribisnis Kacang-kacangan dan Umbi-umbian untuk Mendukung Ketahan Pangan, BALITKABI, Malang, hlm. 83-91 24. Taiz, L & Zeiger E 2003, Plant physiology-on line 3rd ed. Sunderland: Sinauer Associates. doi:10.1093/aob/mcg079. 25. Withers, LA 1985, ‘Cryopreservation and storage of germplasm’, in Dixon, DA (ed.) Plant Cell Culture, IRL Press, Washington, pp. 169-90. PENGARUH DOSIS ROOTONE-F TERHADAP PERTUMBUHAN CROWN TANAMAN NENAS (Ananas comosus) Oleh : Dawud Ardisela Abstract Ananas crown can becomes as homogenous plant but longer age than slip and sucker. The result of research show that Rootone-F effect to plant high, amount of leaf, long and widh of leaf sigmificantly at 24 months age especially 100 mg and 200 mg doses treatment. With 400 mg doses show bad effect to plant growing and smaller then control. Key word : Rootone-F, growth regulator, crown, slip and sucher. I. PENDAHULUAN Salah satu komoditas buah-buahan tropika yang potensial dikembangkan adalah nenas (Ananas comosus) karena dalam budidaya dan pemeliharaan tanaman ini cukup mudah. Bila tanaman ini dikembangkan dapat menjadi aset nasional yang dapat meningkatkan ekspor non migas, meningkatkan gizi masyarakat, meningkatkan pendapatan petani dan suatu alternatif diversifikasi usaha, penyerapan tenaga kerja dan dapat menumbuhkan iklim usaha di pedesaan serta pemanfaatan tanah pekarangan dan lahan kering. Buah nenas di pasaran dijual sebagai buah segar dan bahan baku pengalengan buahbuahan. Secara normal dari setiap tanaman dapat diperoleh dua hasil panen dan proses ini berlangsung sekitar 32 – 36 bulan. Setelah panen atau pengambilan hasil pertama, tanaman itu dipangkas sehingga yang tinggal adalah tunas yang baru. Tunas baru ini tumbuh sebagai tanaman baru yang dapat menghasilkan buah lagi sebagai “Ratoon crop”. Bahan bibit tanaman nenas menggunakan 3 bagian yaitu; puncak/mahkota (crown), cangkokan (slip) dan bagian tunas yang telah tumbuh sebagai anakan persis di atas tanah (sucker). Tanaman yang berasal dari bibit crown hasilnya atau umurnya lebih lama, tapi pertumbuhannya agak merata. Tanamanyang berasal dari slip tanaman berdaun banyak tapi kematangannya tidak merata. Demikian juga yang berasal dari sucker tanaman berdaun banyak dan tidak merata kematangannya, tapi sukar sekali dalam penanamannya. Mahkota buah atau crown oleh pedagang pengecer dan konsumen biasa dibuang begitu saja sebagai sampah tidak digunakan sebagai bibit, pertimbanganya sukar tumbuhnya dan bila tumbuhpun akan berumur lebih panjang dari tanaman yang berasal dari bibit slip dan sucker. Pemanfaatan mahkota buah sebenarnya berpotensi besar tetapi perlu usaha-usaha untuk mempercepat pertumbuhan yaitu dengan pemberian unsure hara makro cukup, unsur mikro dan ko-faktor yang sesuai, pupuk organik untuk memperbaiki kesuburan tanahnya, pemberian ZPT baik melalui daun ataupun bagian bibitnya. Dalam percobaan ini digunakan perlakuan CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 48 pemberian Rootone-F berbagai dosis yang dapat mempercepat pertumbuhan akar crown. Rootone-F adalah ZPT campuran berupa bubuk berwarna putih yang siap pakai dan digunakan sebagai pasta yang ditempelkan pada bagian tanaman yang akan dirangsang pertumbuhan akarnya. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmanakah pengaruh dosis ZPT Rootone-F yang beredar di pasaran terhadap rangsangan pertumbuhan akar stek dari crown tanaman nenas (Ananas comosus). Hipotetis yang diajukan adalah sebagai berikut : a. Pemberian Rootone-F akan merangsang pertumbuhan akar crown nenas b. Dengan dosis Rootone-F tertentu akan menghasilkan pengakaran yang lebih tinggi c. Dengan pemberian Rootone-F akan terjadi pertumbuhan yang lebih seragam. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertelaan Tanaman Nenas Nenas atau nanas, kadang-kadang di sebut danas (Jawa) dan ganas (Sunda) nama botaninya adalah Ananas Comosus. Buah nenas dapat dikonsumsi dalam bentuk buah segar setelah dikupas kulitnya dan dibersihkan dari duri-durinya atau dalam bentuk buah-buahan kaleng. Sebelum dimakan buah dicuci terlebih dahulu dan diberi garam, karena ada rasa getir dan cairannya kadang kala menusuk perut terutama bagi yang berpenyakit sakit lambung (maag). Potensi pengembangan tanaman buah-buahan tropika seperti nenas ini sebenarnya cukup besar hanya belum dikelola secara professional, terbukti dari produksi total dunia sebanyak 7 830 000 ton per tahun didominasi oleh Negara Thailand (2 000 000 ton), Brazil (572 000 ton), Philipina (479 000 ton), Meksiko (455 000 ton), Pantai Gading (315 000 ton), Malaysia (206 000 ton) dan sisanya adalah diproduksi Negara lain termasuk Indonesia (Kartasapoetra, 1988). Bagi pertumbuhannya tanaman nenas menghendaki temperature antara 25 0C sampai dengan 30 0C dan menghendaki tanah dataran rendah di daerah tropic dengan curah hujan lebih dari 760 mm per tahun, kecuali irigasinya memungkinkan. Tanaman ini dapat tumbuh pada setiap tipe tanah yang drainasenya baik dan agak masam dengan pH antara 5.9 sampai 6.5. Suatu rotasi tanaman harus dilakukan sekitar beberapa tahun sebelum tanaman nenas ditanam kembali pada tanah yang sama, seandainya rotasi tanaman ini tidak dilaksanakan, gangguan terhadap tanaman dari nematode-nematoda akan merupakan persoalan yang serius. Hanya mungkin untuk menanam nenas pada tanah yang sama dengan memperoleh hasil yang CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 49 memuaskan apabila tanahnya itu difumigasi terlebih dahulu, yang tujuannya untuk pemberantasan nematode tersebut. 2.2. Budidaya Tanaman Nenas Setelah tanah yang akan digunakan sebagai lahan perkebunan dibersihkan dari segala tanaman yang tumbuh di atasnya, dilakukan pencangkulan sedalam 45 cm atau sedalam mungkin sesuai dengan kemampuan buruh tani. Rumput-rumputan dan gulma yang dikeluarkan dari tempat tumbuhnya diberantas dengan herbisida. Pencangkulan ulang perlu dilakukan agar tanah menjadi rata, halus dan remah. Selanjutnya tanah diberi insektisida untuk memberantas semut pembawa hama lembut yang dilaksanakan dengan mencampurkan insektisida pada tanah dengan kedalaman 7.5 cm. Pemberian mulsa jangan dari sampah rumput dan gulma karena akan berakibat tidak baik. Sebelum penanaman dilakukan pemberian mulsa plastik hitam agar rumput dan gulma dapat tertekan pertumbuhannya serta dapat mempertahankan temperatur dan kelembaban tanah. Penanaman nenas baik pada awal musim penghujan. Sebagai bahan bibit ada tiga bagian tanaman nenas yaitu; puncak atau mahkota buah (Crown), cangkokan (slip) dan bagian tunah nenas yang telah tumbuh di samping (sucker). Crown adalah bagian puncak buah yang ditumbuhi tunas daun yang lebat. Jika bagian ini dipakai bibit maka agak lama diperoleh hasil tapi pertumbuhannya seragam. Slip (bagian yang dapat dicangkok) adalah tunas yang tumbuh pada tangkai buah, terletak berdekatan sekali dengan bagian bawah buah, biasanya tumbuh dengan berdaun lebat hanya kematangan hasilnya tidak merata. Sucker adalah tunas yang tumbuh pada bagian batang, pertumbuhan selanjutnya tampak berdaun banyak dan hasilnya agak tinggi akan tetapi kematangannya tidak merata dan dalam peneanaman cukup sukar. Untuk itu perlu berbagai pertimbangan dalam memilih bahan bibit nenas yang akan ditanam, karena umur nenas cukup panjang sampai berbuah antara 32 bulan sampai dengan 38 bulan. Untuk perkebunan besar sebaiknya yang ditanam adalah crown karena pertumbuhan dan pembuahannya seragam dan kelak pemanenannya dapat dilakukan secara serempak. Bagian-bagian tanaman yang dipersiapkan untuk bibit jangan sampai ditahan berminggu-minggu apalagi terkena sinar matahari maka dapat merusak bahan bibit tersebut dan kalau bahan ini kering, maka banyak daun yang layu dan tingkat pertumbuhannya menurun bahkan akan mati. Sebelum penanaman dimulai, celupkan bibit itu dalam larutan pestisida selama 5 menit agar terbebas dari hama lembut. Sebelum bibit ditanamkan pada lubang terlebih dahulu diberi pupuk dan selanjutnya tanaman ditanam dengan kedalaman 8 cm dari permukaan tanah. Dalam melakukan penanam dipilih menurut ketentuan jarak tanam di bawah ini : CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 50 a. Pada lahan yang system irigasinya baik, bentuklah jajaran ganda terpisah selebar 60 cm, jarak diantara tanaman 30 cm dan jarak diantara jajaran ganda yang satu dengan lainnya 80 cm. Dengan system jarak tanam ini dapat ditanam 47 600 tanaman per hektar. Perkiraan hasilnya 100 – 120 ton per hektar (hasil panenan pertama dan panen ratoon), jika pengelolaannya dilakukan dengan baik. b. Pada lahan yang biasanya diairi oleh air hujan, bentuk pula jajaran ganda terpisah selebar 60 cm, jarak antar tanaman 30 cm sedangkan jarak antar jajaran ganda yang satu dengan lainnya 90 cm. Dengan sistem ini dapat ditanam 44 400 tanaman per hektar dengan hasil 100 ton per hektar. Sebelum ditanam terlebih dahulu setiap lubang tanam dipupuk NPK sebanyak 600 kg per hektar. Pemupukan urea atau ZA 500 kg per hektar diberikan pada waktu 6 bulan setelah penanaman, 3 bulan setelah panenan pertama dan 6 bulan setelah panenan pertama. 2.3. Pemungutan Hasil Buah tanaman nenas diusahakan agar terlindung terik sinar matahari, karena dapat merusak buah. Usahakan dalam keadaan sejuk dengan cara melakukan penyiraman dan memberikan lapisan penutup di atas buah nenas tersebut misalnya jerami dan sebagainya. Dengan perlakuan demikian kerusakan buah dapat dicegah. Pemanenan pertama umumnya dilakukan setelah tanaman nenas berumur 18 – 24 bulan, pada waktu itu buah nenas telah menguning pada bagian pangkalnya dan ini berarti telah mencapai kematangan. Pada waktu pemungutan hasil sebaiknya digunakan pisau yang tajam. Nenas untuk ekspor tangkai dipotong sekitar 3 – 4 cm dari pangkal buah, buang daunnya yang tidak perlu agar buah tampak sehat dan segar. Sedangkan bagi tujuan penjualan ke pabrik pengalengan makanan, pemotongan dapat dilakukan dengan bebas, asal tidak sampai merusak buah. Selanjutnya pada waktu pengangkutan buah ke pabrik usahakan pemuatannya ke dalam truk atau lori jangan dengan cara melempar karena buah yang memar akan cepat rusak dan busuk. Demi untuk pertumbuhan tanaman selanjutnya, setelah panenan dapat terlaksana dengan baik, potong daun dan tunas yang terdapat pada tangkai buah (slip). Yang harus ditinggalkan hanya tunas pada batang dasar (sucker) yang sehat dan kuat. Jadi bukan tunas pada batang dasar yang muncul dari bawah permukaan tanah, melainkan yang muncul pada batang dasar di atas permukaan tanah. Dengan cara di atas maka tunas yang terdapat pada batang dasar akan tumbuh sebagai tanaman baru dan ternyata setelah kurang lebih 14 bulan hasilnya dapat dipungut kembali. Hasil ini disebut hasil ratoon (ratoon crop). CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 51 2.4. Hama dan Penyakit pada Tanaman Nenas Pertumbuhan tanaman nenas sampai pada pemungutan hasil yang pertama dan yang kedua ternyata tidak luput dari serangan hama dan penyakit tanaman. Hama dan penyakit yang dapat menyerang tanaman nenas adalah sebagai berikut : a. Dysmicocus brevipes adalah kutu yang menyerang akar, pangkal daun dan sekeliling buah b. Meloidocyne sp adalah nematode perusak akar c. Bercak Daun (Leaf spots) berwarna coklat d. Kepucatan Tanaman (watery) karena kelebihan N e. Kelebihan Mahkota buah.karena kelebihan N dan curah hujan tinggi f. Penyakit kelayuan (Wilt dieses) diakibatkan serangan virus 2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Crown Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan crown tanaman nenas umumnya terdiri dari factor dalam (genetic) dan factor luar (lingkungan ). Faktor dalam adalah keterangan genetika dari pohon induk asal crown yang di dalamnya mengandung banyak dan jenis hara makro dan mikro, ko-faktor, zat pengatur tumbuh alami dan kemampuan crown itu untuk bahan perbanyakan tanaman. Faktor luar (lingkungan) baik lingkungan fisik seperti temperature, kelembaban, aerasi, altitude, latitude, iklim/musim/cuaca, kandungan bahan organic, hara makro, hara mikro serta ZPT sintetis yang diberikan seperti pada percobaan ini adalah RootoneF. Crown adalah tunas dari mahkota buah kelihatannya secara fisiologis sulit untuk berakar dan kurang baik bila dibandingkan dengan dari slip dan sucker. Kandungan ZPT pun mungkin komposisi atau campuran antara auksin, gibberelin dan sitokinin tidak seimbang. Faktor kandungan karbohidrat yang terkandung dalam crown mungkin banyak terserap dalam buahnya demikian juga factor daun mempengaruhi karena karbohidratnya untuk pertumbuhan daun ke atas, terbukti kalau tanaman itu diberi pupuk yang banyak pada saat tanaman itu berbuah maka akan tumbuh crown lebih dari satu. Crown merupakan produk fase generatif sehingga dalam pertumbuhan fase vegetatif akan sukar. Keberhasilan pertumbuhan stek crown tanaman nenas adalah keberhasilan dalam menumbuhkan akar adventif dan untuk itu ratio aptimum dapat meningkatkan peranan ZPT dalam proses pembentukan akar. Crown yang mempunyai C/N ratio yang tinggi lebih mudah membentuk akar dengan catatan N tidak terlalu rendah. Unsur K pula diberikan agar transportasi pati ke dasar stek lancer dan juga dapat menjadi turgor sel-selnya. Unsur B dapat mempengaruhi proses pembentukan akar dan stek selanjutnya apalasi kalau diberi ZPT maka peran B akan meningkat. Selain itu, perlu diperhatikan pula zat inhibitor yang fungsinya menghambat pertumbuhan akar perlu dihilangkan dan senyawa-senyawa lain seperti fenolik yang menghalangi pertumbuhan akan adventif pada stek crown nenas. Hormon tumbuh ada yang alami yang terdapat dalam crown ada yang diberikan secara sintetis. Akan tetapi hormon sintetis mempunyai efek sama dengan alami yang tergantung kepada jenis dan dosisnya. Dosis atau konsentrasi yang sedikit saja ZPT dapat mempengaruhi atau memberi efek yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hormon bekerja dalam dosis yang optimum tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, sedikit banyaknya itu tergantung kita memberikannya. Pemberian ZPT sebenarnya bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan akar, sehingga tanaman menjadi seragam karena tumbuh bersamaan dengan kualitas pertumbuhan/habitus yang relatif sama. Tanaman yang mudah dalam membentuk akar hanya dengan pemberian yang sedikit saja dari ZPT akan cepat tumbuh dan akan seragam pertumbuhannya. Sedangkan tanaman yang sukar tumbuh akarnya maka dengan dosis ZPT yang tinggi baru bias tumbuh. Dengan demikian maka dalam percobaan ini menggunakan dosis yang tinggi yaitu Rootone-F dengan dosis 100 mg/stum, 200 mg/stum, 300 mg/stum dan 400 mg/stum. Faktor lingkungan yang perlu diperhatikan adalah media tumbuh dengan syarat-syarat antara lain; dapat dijadikan tempat berdirinya tanaman, mengandung unsure hara makro dan mikro yang cukup, mempunyai aerasi yang baik, dapat menyimpan air, mengandung senyawa organic yang tinggi, steril dari bibit hama dan penyakit serta harganya cukup murah dan mudah didapat. Suhu penyemaian perlu diperhatikan karena biasanya suhu di sekitar daerah perakaran cukup tinggi maka perlu pemberian penyiraman atau keadaan yang senantiasa lembab untuk menanggulangi panas yang dikeluarkan oleh daerah perakaran. Faktor hama dan penyakit sangat krusial sekali pada penyetekan crown nenas karena tanaman itu dalam keadaan luka dan sakit mudah sekali diserang kutu lembut, semut, bakteri dan jamur fatogen. Untuk itu sebelum ditanam dicelupkan dulu dengan insektisida Diazinon dan atau pemberian Aldrin pada tanah atau lubang yang akan ditanami nenas. CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 53 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UNISMA Bekasi yang berada pada ketinggian kurang lebih 25 m di atas permukaan laut. Berada 60 LS dan 1060 BT. Rata-rata bersuhu antara 26.3 – 31.2 0C, kelembaban udara antara 75% - 98% dengan rata-rata curah hujan 1 844 mm per tahun dan 95 hari hujan. Menurut Schmidt-Ferguson termasuk Tipe C2 karena mempuyai nilai Q = 48% dengan bulan basah 7.18 dan bulan kering 2.45. Secara fisiografis Bekasi termasuk dataran rendah Jakarta yang mempunyai morfologi satuan perbukitan rendah bergelombang dan satuan dataran rendah. Bahan induk yang membentuk tanah adalah batu liat, batu pasir dan debu yang merupakan hasil lapukan batuan breksi dan konglomersi yang tererosi dan terendapkan. Bahan induk ini hasil proses aluviasi sungai yang ada di sekitar lakasi. Waktu percobaan dilaksanakan sejak pertengahan Maret 1991 sampai dengan pertengahan Maret 1993. 3.2. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah lahan persemaian ukuran 4 m x 3.5 m, pupuk kandang, Diazinon dan bibit crown asal Pasar Baru Bekasi sebanyak 30 buah serta ZPT Rootone-F. Alat-alat yang digunakan adalah garpu/cangkul, meteran, pisau, gelas ukur, tali raffia, ember, timbangan dan sebagainya. 3.3. Prosedur Pelaksanaan Bedengan berukuran 4 m x 3.5 m dibagi menjadi dua bagian masing-masing sebagai ulangan atau kelompok. Masing-masing kelompok dibagi menjadi 5 buah guluda untuk 5 perlakuan. Jarak antar guludan 60 cm dan jarak antara tanaman dalam satu guludan 30 cm. Media persemaian dari tanah dengan sebelumnya diberi pupuk kandang secukupnya dan diberi insektisida agar steril dari hama dan penyakit. Bahan crown dibersihkan dari kotoran dan daun yang layu/mati kemudian dicelupkan pada insektisida. Selanjutnya di bawahnya diberi perlakuan sesuai dengan yang direncanakan yaitu dosis Rootone-F 0 mg/stum (tanpa Rootone-F), 100 mg/stum, 200 mg/stum, 300 mg/stum, 400 mg/stum dan 500 mg/stum. Penanaman dalam satu kelompok dilakukan bersamaan. Selanjutnya dilakukan pemeliharaan selama pertanaman yaitu penyiangan, penyiraman dan pemberantasan hama dan penyakit. CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 54 Peubah-peubah yang diamati adalah daya tumbuh, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun pada umur 2 bulan dan 24 bulan (2 tahun). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari dua kelompok sebagai ulangan dan lima perlakuan yaitu pemberian ZPT Rootone-F dengan dosis 0 mg/stum (R0), 100 mg/stum (R1), 200 mg/stum (R2), 300 mg/stum (R3) dan 400 mg/stum (R4). Model Rancangannya adalah sebagai berikut : Y ij = U + Ki + Dj + E ij Keterangan : Y ij = Hasil Pengamatan = Nilai Tengah Umum Ki = Tambahan karena pengaruh kelompok ke-i Dj = Tambahan karena pengaruh perlakuan ke-j ij = Pengaruh galat percobaan BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Daya Tumbuh Crown Nenas Pengamatan terhadap bibit crown tanaman nenas yang tumbuh dilakukan pada waktu umur 2 bulan yang diharapkan saat itu sudah tumbuh akar adventif. Kemudian Prosentase Daya Tumbuh ditransformasikan dengan nilai Arcsin dan hasilnya tertera pada Tabel 1. Tabel 1 memperlihatkan bahwa dosis Rootone-F kurang berpengaruh pada daya tumbuh crown nenas terbukti dengan tanpa pemberian Rootone-F (R0) masih menunjukkan daya tumbuh yang cukup tinggi rata-rata 72.4 yang lebih tinggi dari pada perlakuan 200 mg/stum (R2), 300 mg/stum (R3) dan 400 mg/stum (R4) sebesar 62.2. Selanjutnya besarnya pengaruh dosis Rootone-F terhadap daya tumbuh crown nenas terlihat pada Anava atau uji F pada Tabel 2. Tabel 1. Daya Tumbuh Crown Nenas (Umur 2 bulan) Perlakuan Kelompok I Kelompok II R0 90.0 54.8 R1 90.0 90.0 R2 90.0 35.2 R3 35.2 90.0 R4 90.0 35.2 Total 395.2 305.2 To t a l 144.8 180.0 125.2 125.2 125.2 700.4 Rata-rata 72.4 90.0 62.6 62.6 62.6 70.0 Tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh dosis Rootone-F terhadap daya tumbuh crown nenas kecil sekali terbukti dengan harga F hitung perlakuan 0.26 jauh lebih kecil dari pada F table dengan taraf kepercayaan 95% yaitu 6.39. Walaupun demikian dengan perlakuan 100 CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 55 mg/stum (R1) menunjukkan daya tumbuh yang tertinggi adalah sebesar 90.0. Hal ini mungkin diakibatkan bahwa sebenarnya crown dapat dijadikan bibit dan dengan pemberian sedikit saja Rootone-F merangsang pertumbuhan akar adventif. Pemberian terlalu banyak justru akan menurunkan atau menghambat pertumbuhan akar crown tersebut. Tabel 2. Analisis Sidik Ragam Nenas (Umur 2 bulan) Sumber Derajat Bebas Keragaman (db) FK 1 Kelompok 1 Perlakuan 4 Galat 4 Total 10 Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Daya Tumbuh Crown Jumlah Kuadrat (JK) 49067.22304 810 1138.09216 4308.9152 6257.00736 Kuadrat Tengah (KT) 810 284.52304 1077.2288 - F hitung F tabel 0.75 0.26 - 7.71 6.39 - 4.2. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Tinggi Tanam Crown Nenas Pengamatan terhadap tinggi tanaman dilakukan pada waktu umur 2 bulan dan 24 bulan setelah tanam. Tinggi tanaman nenas diukur dari permukaan tanah sampai dengan daun yang tertinggi. Hasil pengamatan tinggi tanaman nenas pada umur 2 bulan tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Tinggi Tanaman Nenas Umur 2 bulan (mm) Perlakuan Kelompok I Kelompok II R0 267.3 258.0 R1 297.7 292.3 R2 257.7 270.0 R3 240.0 253.7 R4 216.0 260.0 Total 1278.7 1334.0 To t a l 525.3 590.0 527.7 493.7 476.0 2612.7 Rata-rata 262.65 295.00 263.85 246.85 238.00 261.27 Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman nenas pada umur 2 bulan adalah 26,1 cm. Perlakuan 100 mg/stum menunjukkan tinggi tanaman yang paling besar yaitu 29,5 cm dan makin tinggi dosis makin rendah tinggi tanamannya dan yang paling rendah adalah dengan perlakuan 400 mg/stum yaitu 23,8 cm. Besarnya pengaruh dosis Rootone-F terhadap tinggi tanaman pada umur 2 bulan terlihat analisis sidik ragamnya tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Tinggi Tanaman Nenas Dari Tabel 4 diketahui bahwa nilai F hitung perlakuan cukup tinggi yaitu 4.26 walaupun masih lebih kecil dari pada F tabel 6.39. Hasil pengamatan tinggi tanaman nenas pada umur 24 bulan tertera pada Tabel 5. Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 Total Tabel 5. Tinggi Tanaman Nenas Umur 24 bulan (mm) Kelompok I Kelompok II To t a l 640 590 1230 700 730 1430 680 730 1410 770 780 1550 560 550 1110 3350 3380 67300 Rata-rata 615 715 705 775 555 673 Tinggi tanaman rata-rata waktu umur 24 bulan adalah 67,3 cm, yang paling besar adalah dengan perlakuan dosis 300 mg/stum yaitu 77,5 cm dan yang paling rendah adalah dengan perlakuan 400 mg/stum yaitu 55.5 cm. Besarnya pengaruh dosis Rootone-F terhadap tinggi tanaman pada umur 24 bulan terlihat analisis sidik ragamnya tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Tinggi Tanaman Nenas (Umur 24 bulan) Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat F hitung F table Keragaman (db) Kuadrat (JK) Tengah (KT) FK 1 4529290 Kelompok 1 90 90 0.1216 7.71 Perlakuan 4 60960 15240 20.5946** 6.39 Galat 4 2960 740 Total 10 4593300 Dari Tabel 6 diketahui bahwa nilai F hitung perlakuan sebesar 20.59 jauh lebih besar dari pada F table 6.39 artinya secara bersama-sama perlakuan dosis Rootone-F sangat berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada umur 24 bulan, tapi ada kecenderungan kalau kelebihan dosis tidak baik. 4.3. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Panjang Daun Tanaman Nenas Tabel 7. Panjang Daun Tanaman Nenas Umur 2 bulan (mm) Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 Total Kelompok I 230.7 270.7 220.3 163.0 139.0 1023.7 Kelompok II 153.5 221.3 230.0 178.7 217.0 1000.0 To t a l 384.2 492.0 450.3 341.7 356.0 2024.2 CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 Rata-rata 192.1 246.0 225.2 170.9 178.0 202.4 57 Pengaruh dosis Rootone-F terhadap panjang daun nenas pada umur 2 bulan tertera pada Tabel 7 dan analisis sidik ragamnya pada Tabel 8. Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata panjang daun pada umur 2 bulan adalah 20,24 cm. Perlakuan 100 mg/stum menunjukkan panjang daun yang paling besar yaitu 24.6 cm dan yang paling kecil adalah dengan perlakaun 300 mg/stum 17.09 cm yang lebih rendah dari tanpa perlakuan Rootone-F. Kurangnya pengaruh Rootone-F terhadap panjang daun pada umur 2 bulan dapat dilihat dari kecilnya harga F hitung yaitu 1.12 yang jauh lebih kecil dari F table 6.30 seperti yang tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Panjang Daun Tanaman Nenas (Umur 2 bulan) Sumber Keragaman FK Kelompok Perlakuan Galat Total Derajat Bebas (db) 1 1 4 4 10 Jumlah Kuadrat (JK) 409738.564 53.824 8230.746 7358.566 15643.136 Kuadrat Tengah (KT) 53.824 2057.6865 1830.6415 - F hitung F tabel 0.03 1.12 - 7.71 6.39 - Pengaruh dosis Rootone-F terhadap panjang daun nenas pada umur 24 bulan tertera pada Tabel 9 dan analisis sidik ragamnya pada Tabel 10. Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata panjang daun pada umur 24 bulan adalah 49.6 cm. Perlakuan 100 mg/stum menunjukkan panjang daun yang paling besar yaitu 57.5 cm dan yang paling kecil adalah dengan perlakaun 400 mg/stum yaitu 40.5 cm yang lebih rendah dari tanpa perlakuan RootoneF. Tabel 9. Panjang Daun Tanaman Nenas Umur 24 bulan (mm) Perlakuan Kelompok I Kelompok II R0 480 430 R1 580 570 R2 500 560 R3 510 520 R4 410 400 Total 2480 2480 To t a l 910 1150 1060 1030 810 4960 Rata-rata 455 575 530 515 405 496 Hasil uji F pada analisis sidik Tabel 10 menunjukkan bahwa Rootone-F berpengaruh nyata sekali terhadap panjang daun terlihat harga F hitung 11.08 lebih tinggi dari pada F table 6.39. Kelompok disini tidak berpengaruh atau F hitung bernilai nol karena rata-rata kelompok sama yaitu 24.8 cm. Adanya variasi nilai pengamatan banyak dipengaruhi oleh perlakuan dosis Rootone-F. CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 58 Tabel 10. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Panjang Daun Tanaman Nenas (Umur 24 bulan) Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat F hitung F tabel Keragaman (db) Kuadrat (JK) Tengah (KT) FK 1 2460160 Kelompok 1 0 0 0 7.71 Perlakuan 4 35440 8860 11.08** 6.39 Galat 4 3200 800 Total 10 2498800 4.4. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Lebar Daun Tanaman Nenas Tabel 11. Panjang Daun Tanaman Nenas Umur 2 bulan (mm) Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 Total Kelompok I 21.3 18.7 20.7 17.0 15.3 93.0 Kelompok II 15.5 19.3 20.0 18.7 20.0 93.5 To t a l 36.8 38.0 40.7 35.7 35.3 186.5 Rata-rata 18.40 19.00 20.35 17.85 17.65 18.65 Pengaruh dosis Rootone-F terhadap Lebar daun nenas pada umur 2 bulan tertera pada Tabel 11 dan analisis sidik ragamnya pada Tabel 12. Dari Tabel 11 menunjukkan bahwa ratarata lebar daun pada umur 2 bulan adalah 18.65 mm. Perlakuan 200 mg/stum menunjukkan lebar daun yang paling besar yaitu 20.35 mm dan yang paling kecil adalah dengan perlakaun 400 mg/stum 17.65 mm yang lebih rendah dari tanpa perlakuan Rootone-F. Kurangnya pengaruh Rootone-F terhadap lebar daun pada umur 2 bulan dapat dilihat dari kecilnya harga F hitung yaitu 0.317 yang jauh lebih kecil dari F table 6.39 seperti yang tertera pada Tabel 12. Tabel 12. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Lebar Daun Tanaman Nenas (Umur 2 bulan) Sumber Keragaman FK Kelompok Perlakuan Galat Total Derajat Bebas (db) 1 1 4 4 10 Jumlah Kuadrat (JK) 3478.225 0.025 9.43 29.710 39.165 Kuadrat Tengah (KT) 0.025 2.3575 7.4275 - F hitung F tabel 0.003 0.317 - 7.71 6.39 - Pengaruh dosis Rootone-F terhadap lebar daun nenas pada umur 24 bulan tertera pada Tabel 13 dan analisis sidik ragamnya pada Tabel 14. Dari Tabel 13 menunjukkan bahwa ratarata lebar daun pada umur 24 bulan adalah 37 mm. Perlakuan 100 mg/stum menunjukkan lebar CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 59 daun yang paling besar yaitu 45 mm dan yang paling kecil adalah dengan perlakaun 300 dan 400 mg/stum yaitu 30 mm yang lebih rendah dari tanpa perlakuan Rootone-F. Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 Total Tabel 13. Lebar Daun Tanaman Nenas Umur 24 bulan (mm) Kelompok I Kelompok II To t a l 40 30 70 50 40 90 45 40 85 30 30 60 30 30 60 195 170 365 Rata-rata 35 45 43 30 30 37 Tabel 14. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Lebar Daun Tanaman Nenas (Umur 24 bulan) Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat F hitung F tabel Keragaman (db) Kuadrat (JK) Tengah (KT) FK 1 13322.5 Kelompok 1 62.5 62.5 5 7.71 Perlakuan 4 390 97.5 7.8* 6.39 Galat 4 50 12.5 Total 10 13825 Hasil uji F pada analisis sidik Tabel 14 menunjukkan bahwa Rootone-F berpengaruh nyata terhadap lebar daun terlihat harga F hitung 7.8 lebih tinggi dari pada F tabel 6.39. Kelompok disini sedidit berpengaruh karena F hitung bernilai 5 lebih rendah dari F tabel 7.71. Adanya variasi nilai pengamatan cukup banyak dipengaruhi oleh perlakuan dosis Rootone-F. 4.4. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Jumlah Daun Tanaman Nenas Pengaruh dosis Rootone-F terhadap jumlah daun nenas pada umur 2 bulan tertera pada Tabel 15 dan analisis sidik ragamnya pada Tabel 16. Dari Tabel 15 menunjukkan bahwa ratarata jumlah daun pada umur 2 bulan adalah 10.13. Dengan tanpa Perlakuan menunjukkan jumlah daun yang paling besar yaitu 10.65 dan yang paling kecil adalah dengan perlakaun 200 mg/stum yaitu 10.00. Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 Total Tabel 15. Jumlah Daun Tanaman Nenas Umur 2 bulan Kelompok I Kelompok II To t a l 10.3 11.0 21.3 9.7 11.3 21.0 10.0 10.0 20.0 10.0 10.7 20.7 10.3 8.0 18.3 50.3 51.0 101.3 CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 Rata-rata 10.65 10.50 10.00 10.35 10.13 10.13 60 Tabel 16. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Jumlah Daun Tanaman Nenas (Umur 2 bulan) Sumber Keragaman FK Kelompok Perlakuan Galat Total Derajat Bebas (db) 1 1 4 4 10 Jumlah Kuadrat (JK) 1026.169 0.049 2.866 4.366 7.281 Kuadrat Tengah (KT) 0.049 0.7165 1.0915 - F hitung F tabel 0.045 0.656 - 7.71 6.39 - Kurangnya pengaruh Rootone-F terhadap jumlah daun pada umur 2 bulan dapat dilihat dari kecilnya harga F hitung yaitu 0.656 yang jauh lebih kecil dari F table 6.39 seperti yang tertera pada Tabel 16. Pengaruh dosis Rootone-F terhadap lumlah daun nenas pada umur 24 bulan tertera pada Tabel 17 dan analisis sidik ragamnya pada Tabel 18. Dari Tabel 17 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah daun pada umur 24 bulan adalah 27.1 . Perlakuan 100 mg/stum menunjukkan jumlah daun yang paling besar yaitu 32.5 dan yang paling kecil adalah dengan perlakaun 400 mg/stum yaitu 20.5 yang lebih rendah dari tanpa perlakuan Rootone-F. Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 Total Tabel 17. Jumlah Daun Tanaman Nenas Umur 24 bulan Kelompok I Kelompok II To t a l 30 24 54 35 30 65 30 30 60 25 26 51 20 21 41 140 131 271 Rata-rata 27.0 32.5 30.0 25.5 20.5 27.1 Hasil uji F pada analisis sidik Tabel 18 menunjukkan bahwa Rootone-F berpengaruh nyata terhadap jumlah daun terlihat harga F hitung 7.154 lebih tinggi dari pada F tabel 6.39. Kelompok disini sedidit sekali berpengaruh karena F hitung bernilai 1.385 lebih rendah dari F tabel 7.71. Adanya variasi nilai pengamatan cukup banyak dipengaruhi oleh perlakuan dosis Rootone-F. Tabel 18. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Jumlah Daun Tanaman Nenas (Umur 24 bulan) Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat F hitung F table Keragaman (db) Kuadrat (JK) Tengah (KT) FK 1 7344.1 Kelompok 1 8.1 8.1 1.385 7.71 Perlakuan 4 167.4 41.85 7.154* 6.39 Galat 4 23.4 5.85 Total 10 7543 - CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 61 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Dosis Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun crown buah nenas pada waktu umur 2 bulan, hanya perlakuan R1 (100 mg/stum) menunjukkan hasil yang paling tinggi dibandingkan dengan kontrol R0 (tanpa perlakuan Rootone-F) dan perlakuan dosis yang lebih tinggi yaitu R2 (200 mg/stum), R3 (300 mg/stum) dan R4 (400 mg/stum). 2. Dosis Rootone-F berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun crown buah nenas pada waktu umur 24 bulan (2 tahun) dan terutama perlakuan R1 (100 mg/stum) dan R2 (200 mg/stum) menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol R0 (tanpa perlakuan Rootone-F). Perlakuan dosis yang paling kecil pertumbuhannya adalah perlakuan dengan dosis tinggi yaitu R4 (400 mg/stum). 3. Disarankan Crown yang biasa dibuang sebagai sampah ternyata bisa dijadikan bibit tanaman nenas terlebih bila diberi perlakuan perangsang akar Rootone-F dosis 100 – 200 mg/stum, maka akan menghasilkan tanaman cepat dan seragam tumbuhnya. 4. Bibit nenas yang berasal dari crown umurnya lebih panjang bila dibandingkan dengan slip dan sucker terbukti sampai penelitian 2 tahun tanaman nenas belum berbuah, tetapi menunjukkan keseragaman dalam habitusnya diharapkan masa pembuahannya berlangsung serempak. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. Bandung. 1983. Dasar-dasar Pengetahuan Tentng Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Deptan. 1989. Pidato Menteri Pertanian RI. Jakarta. Dwidjoseputro, D. 1988. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia, Jakarta. Harjadi, S.S. 1979. Pengantar Agronomi. Gramedia, Jakarta. Harran, S. 1980. Dasar Fisiologi Tumbuhan. IPB, Bogor. Kartosaputro. 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropik. Bina Jakarta. Aksara, Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tunbuh Tanaman. Yasaguna. Tim Peneliti UNISMA. 1992. Konsep Pengembangan Pola Usahatani pada Lahan Kurang Produktif di Kec. Sukatani, Tambelang dan Cabangbungin. LPP –BAPPEDA Kabupaten Bekasi. CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 62 PENGARUH PENAMBAHAN KITOS AN PADA JUS NENAS TERHADAPSHELFLIFE (The Effect of Chitosan Addition in Pinneapple Juice Toward Shelf Life) Husniati* dan Eva Oktarina Balai Riset clan Standardisasi lndustri Bandar Lampung n. By Pass Soekarno Hatta Km.1 Rajabasa Bandar Lampung *E-mail : [email protected] Artikel masuk: 2 Maret 2012; Artikel diterima: 3 April 2012 ABSTRAK. Kitosan adalah polisakarida dari deasetilasi senyawa kitin yang diperoleh dari limbah cangkang udang kelompok Crustaceae. Kitosan memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan pengawet alami, bekerja sebagai zat anti mikroba karena mengandung enzim lisosim dan aminopolisakarida. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kitosan dalam minuman jus nenas yang dianalisis dan· nilai cemaran bakteri sehingga fungsi dan efeknya dapat menentukan shelf life produk tersebut. Kitosan yang digunakan adalah kitosan T 345, dengan derajat deasetilasi (DD) 71% dan /arut dalam asam organik /emah, yang merupakan hasil penelitian dari Baristand Jndustri Bandar Lampung. Ada dua tahap pada penelitian ini yaitu tahap pendahuluan untuk penentuan konsentrasi kitosan secara bioassay dan tahap berikutnya, yaitu aplikasi konsentrasi kitosan dalam )us nenas. Hasil uji bioassay menunjukkan konsentrasi kitosan dengan daya hambat maksimal terhadap campuran bakteri adalah 0,05% b/v, dengan range 0,05-2,5% dan natrium benzoat 0,1%. Untuk aplikasi konsentrasi 0,05% b/v kitosan dalam jus nenas diamati Angka Lempeng Total (ALT) pada hari ke- 1 3, 5, 7, 9, dan 13. Basil pengamatan ALT diperoleh bahwa penambahan kitosan 0,05% blv dalam jus nenas melalui perlakuan pasteurisasi yang disimpan pada suhu ruang memberikan nilai ALT di bawah batas ambang cemaran mikroba (merujuk pada SN! 7388:2009) hingga 13 hari. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penambahan kitosan pada konsentrasi 0,05% b!v memberikan efek peningkatan shelf life pada jus nenas pasteurisasi lebih lama dari pada jus nenas tanpa pasteurisasi, jus tanpa penambahan kitosan, dan jus dengan penambahan natrium benzoat 0,1% tanpa pasteurisasi. , Kata kunci : ALT, cangkang udang kelompok Crustaceae, jus 11enas, kitosan, shelf-life ABSTRACT. Chitosan is a polysaccharide compound of chitin deacetylation obtained from shrimp shell waste groups of Crustaceans. Chitosan has the potential to serve as a natural preservative, works as an anti-microbial because they contain lysozyme and ectiveness of chitosan as a amino-polysaccharide. T his study has the objective to see the eff preservative pineapple juice by analyzing Total Plate Count (TPC) and vitamin C, that can extend the shelf life of these products. Chitosan used was chitosan T. 345 with DD 71% and soluble in weak organic acid solutions, which was the result of researched from Baristand Industry Bandar Lampung. T hese researched has two steps, first was the bioassay to determined concentration of chitosan and second was the application of chitosan in pineapple juice. Bioassay test results indicated that the maximal inhibitory power spectrum of a chitosan at concentrations up to 0.05% w Iv chitosan compared to other concentrations (0.05-2.5%), as well as control of 0.1% benzoic acid. On the basis of these preliminary experiments, the concentration of 0. 05% chitosan applied in the manufacture of juice. Observations made on days I, 3, 5, 7, 9 and 13. Microbial contamination threshold refers to the extent of microbial contamination according to SN! Jfasi{<Penefitian Irufustri 11 o/o{ume 25, :No. 1, }f.prif2012 :3_88:2009. TPC observations obtained that the addition of 0.05% chitosan in pasteurized JU�ce stored at �o�m t��pera�ure gives until I 3 day shelf life s better than chitosan juice wlt:out pas�eurz�mg, 1uice without the addition of chitosan, and juice with the addition of . pasteurization. 0.1% benzozc aczd without Keywords: Chitosan, Crustaceans shrimp shell, pineapple juice, TPC, shelf-life 1. aktivitas biologi sebagai antimikroba (No, PENDAHULUAN dkk., 2007; Rabea, dkk., 2003). Jus nenas adalah salah satu minuman masyarakat Kitosan adalah polimer berikatan P- oleh dikonsumsi yang populer buah (2-amino-2-deoxy-Dglucosamin Njumlah sedikit dan glucose) 1,4 dunia berasal dari tanaman buah nenas tropis. Minuman ini digemari C vitamin mengandung karena dan beberapa mineral, sebagai komponen yang terpenting eksoskleton nutrisi oleh temperatur yang ekstrim, lama waktu atau penyimpanan, telab dilakukan untuk memperlambat kerusakan life oligosakarida alami arthropoda serta insekta. organik terbanyak, kedua setelah selulosa (Yen, 2007; Zhong dan Xia, 2008). yang bahan makanan dan memperpanjang (poly-N­ Sehingga, menjadikan kitosan komponen kontaminasi penelitian Banyak mikroba. kitin dari komponen utama dari dinding sel fungi dan kehilangan seperti penyimpanan deasetilasi terbentuk yang tak dapat dicema, yang merupakan Umumnya, jus buah memiliki keterbatasan dalam yang acetylglucosamine ), kesehatan. makanan bagi acetylglucosamine shelf produk melalui penambahan bahan sebagai yang mempunyai sifat tertentu pengawet. Menurut Buckle, dkk. (1987) bahan pengawet berfungsi menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan proses pembusukan, pengasaman atau Penggunaan kitosan sebagai bahan dekomposisi, yang ditambahkan ke dalam bahan makanan atau minuman. bahan Jenis-jenis pengawet pengawet biomaterial yang makanan yang akan diawetkan. Dengan kata lain bahan pengawet dapat efektif � pengawet tambahan ditambahkan ke dalam . . rrunuman nngan, dan penggunaan produk buah ' life 1992) dari bahan Siaka, 2009). Pilihan ini adalah pengawet pengawet alami lain kitosan karena Jfasi{<Penelitian In.dustri mempunyai tujuan produk tersebut. Sisi pengkajian dari yang secara alami terdapat dalam jus nenas untuk � dalam ini efek kitosan terhadap bakteri pembusuk dapat memberikan al rgi bagi pemakainya (Rohadi, 20002 aktivitas penelitian ini ditinjau lebih dahulu dari (Anonim, �003). Pen�gunaan natrium benzoat yang tldak sesua1 aturan yaitu melebihi O 1 % (Winamo, mempunyai untuk mengetahui pengaruh penambahan salad dressing, komersial (2007) kitosan dalam minuman jus nenas sehingga fungsi dan efeknya dapat menentukan shelf sebagian besar disiapkan secara sintetis untuk dkk. Penelitian biasanya yang kitosan antimik.roba terhadap bakteri lebih baik dari pada fungi. bahan adalah mengingat anti mikroba oleh Tsai, dkk. (2002) dalam No, mengawetkan makanan tertentu namun ti ak efektif untuk jenis makanan yang lam. benzoat baru pengembangan mempunyai sifat nontoxic, biocompatible, dan biodegradable. Potensi kitosan sebagai ditambahkan ditentukan berdasarkan sifat Natrium merupakan selanjutnya konsentrasi k.itosan tersebut diaplikasikan ke dalam minuman jus nenas dan dianalisis dari nilai cemaran bakterinya sebagai sesuai perubahan waktu pengamatan, pH, dan vitamin C. mempunyai 12 o/o{ume 25, No. 1, }f.pri{2012 2. METODOLOGI 2.1 Alat dan Baban mineral, dan dipotong kecil), gula rafinasi, dan air mineral dengan perbandingan l :2:3 dalam juicer. 100 mL air jus nenas (filtrat yang ditampung) dikemas dalam botol kaca dan diberi perlakuan penambahan 0,05 g kitosan dan pasteurisasi kering selama 5 menit pada suhu 80 °C disebut sampel 129. Sampel berikutnya disiapkan dari 100 mL jus nenas dengan penambahan kitosan 0,05 g dan tanpa pasteurisasi disebut sampel 424. Kontrol positif menggunakan perlakuan penambahan 0,1 g natrium benzoat ke dalam 100 mL jus nenas dan dipasteurisasi disebut sampel 586 dan tanpa pasteurisasi disebut sampel 157. Kontrol negatif menggunakan perlakuan tanpa penambahan kitosan dan natrium benzoat dan dipasteurisasi disebut sampel 361 dan tanpa pasteurisasi disebut sampel 248. Hanya untuk perlakuan pasteurisasi, botol jus nenas didinginkan mendadak dalam air es selama 2 menit sedangkan jus tanpa perlakuan tidak. Seluruh perlakuan sampel dalam triplet dan jus nenas disimpan pada suhu kamar untuk segera diamati ALT-nya pada hari ke l , 3, 5, 7, 9, dan 13. Bahan uji bioassay adalah Nutrient Agar (Difeo), akuades, bufer pepton (Prodia), NaCl (Merck), dan campura� bakteri yang didapat dari jus nanas alarru yang telah dibusukkan selama 7 hari. Bahan jus nenas : buah nenas Palembang (Ananas comosus) yang dibeli dari pasar tradisional Bandar Lampung, Indonesia, air mineral (AQUA), gula rafinasi (Gulaku), kitosan dari cangkang udang (T 345 Hasil Penelitian Baristand Lampung, DD 71%, kadar air 7 ,39%, kadar abu 0,10%, dan kadar nitrogen total 74,55%), natrium benzoat (Cap Kupu­ kupu), starch (Merck) dan lodin (Merck). Perlengkapan alat yang digunakan adalah cawan petri (CSM), pipet mikro (BIOHTIP Oyj), penangas air (water bath) (Stuart Sciencetific), autoklaf (Sturdy), laminar air flow (ESCO), inkubator (Memmert), oven (Memmert), pH meter (HACH), juicer (Philips), timbangan analitik (Denver Instrument) dan peralatan gelas. 2.2 2.3 Prosedur Penelitian ' 2.3.1 Pengukuran cemaran mikroba (ALT) 2.2.1 Bioassay ALT dihitung berdasarkan metode modifikasi Lay (1994: 47), yaitu untuk mengetahui jumlah bakteri pada suatu produk dengan mengencerkan sampel secara bertingkat dengan buffer pepton dan menginokulasikannya pada medium Nutrient Agar (NA). Jurnlah koloni yang hidup pada cawan dengan kisaran 25-250, digunakan dalam kisaran perhitungan, dengan rumus : L Jumlah Koloni Jumlah CFU/ml [(nlxl) + (n2xO,l)] x 10n Suspensi bakteri didapat dengan cara menginokulasi satu ose jus nanas yang telah berusia lebih dari 7 hari ke dalam medium NA, dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 °C. Biakan lalu dipindahkan ke dalam NaCl 0,9% agar homogen, dan diusapkan pada medium NA. Disc cakra� yang telah dicelupkan pada berbaga� macam konsentrasi kitosan, diletakkan d1 atas medium NA tersebut. Disc cakram diamati selama 16-24 jam pada suhu 35 °C untuJc diamati dan diukur zona bening yang dihasilkannya (Kirby Bauer dalam Lay 1994). = Ket: n Tingkat pcngenceran pertama n l= Jumlah cawan petri pada pengenceran pertama n2 =Jumlah cawan petri pada pengenceran kedua = 2.2.2 Pembuatan Jus Jus nenas dibuat dari buah nenas (yang telah dikupas, dicuci dengan air Jfasil<Penefitian lnaustri Pengamatan 13 1/o{ume 25, Wo. 1, }tpri{2012 2.3.2 Pengukuran pH mikroorganisme Menurut Sebanyak 20 ml dari sampel diukur mempunyai pH-nya dengan menggunakan pH meter sifat meningkatnya (HACH), pada suhu ruang dengan agitasi oleh suspensi kitosan. (1994), kitosan Sekiguchi antimikroba solubilitas karena dan densitas muatan. Zat antimikroba adalah senyawa yang konstan. pH menunjukkan logaritma yang dapat membunuh atau menghambat negatif dari konsentrasi ion hidrogen pada pertumbuhan sampeJ tersebut wilayah mikroorganisme. jemih juga Luas berkaitan dengan kecepatan berdifusi kitosan dalam medium. 2.3.3 Pengukuran vitamin C Mekanisme kerja antimikroba dari Analisa kuantitatif vitamin C dalam kitosan sampel dilakukan dengan menggunakan dalam metode titrasi iodimetri (titrasi langsung). oleh bahwa Hal ini berdasarkan bahwa sifat vitamin C dapat bereaksi dengan iodin. Sebanyak 10 Sudharshan, dkk., (1992) dkk., ( 1999) dijelaskan Shahidi, interaksi antara muatan positif kitosan dan muatan negatif dari membran sel ml sampel ditambahkan indikator kanji mikroorganisme membuat lisisnya protein dan bagian intraselular lainnya dari sebanyak 2 ml dan dititrasi dengan iodin 0,01 N. sel. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN mRNA dan protein. Kitosan juga berperan 3.1 Analisis Cemaran Mikroba Dalam sebagai dan chelating mengikat logam produksi racun agent yang dapat sehingga menghambat serta pertumbuhan Shahidi, dkk., 1999). Gambar 3 menunjukkan inaktifasi dari kitosan terhadap campuran bakteri kitosan yang diperlukan untuk menginak­ pembusuk dalam jus nenas setelah inkubasi tifasi/menghambat pertumbuhan campuran 24 bakteri setelah diinkubasi dalam medium NA selama 48 jam pada suhu 35 °C. menunjukkan DNA mikroorganisme (Cuero, dkk., 1991 dalam pada suhu kamar selama hari ke-1, 3, 5, 7, 9, dan 13 ditentukan setelah diobservasi konsentrasi 2 dengan memasuki inti se] dan mengganggu sintesis Analisis cemaran mikroba dari jus Gambar kitosan inhibisi sintesis mRNA terjadi saat kitosan Jus Nanas selama penyimpanan Ikatan jam dan pH 6,8 yang dinyatakan sebagai diameter zona bening. hasil Haili wa• be•lna penentuan pendahuluan dan diperoleh luas wilayah zona bening yang merupakan zona hambatan pertumbuhan bakteri - 11.S � I.,,. ! dari i berbagai konsentrasi kitosan. ! 1.a .., leli ... ... l.6 Koos. 0,15% Gambar 3. Hasil pengukuran diameter zona bening. Kons.0,20% Berdasarkan konsentrasi Gambar 3. di 0,05% dari kitosan atas, T 345 dipilih karena merupakan konsentrasi yang Gambar 2. Uji Bioassay kitosan pada menghasilkan sensitifitas terbesar dalam berbagai konsentrasi Hasil zona penghambatan J{asi[<Penefitian bening uji pendahuluan ini. Konsentrasi kitosan ini selanjutnya digunakan dalam pembuatan merupakan jus pertumbuhan nenas dan diamati pengaruh penambahannya terhadap shelflife. 14 'J/o{ume 25, !No. 1,)lpril2012 Tabel 1. Data nenas Total Kode BARIKE-1 HARI KE-3 HARi KE-5 HARJKE-7 HARIKE-9 HARI KE-13 Sampel Jumlah koloni Jumlab koloni Jumlah koloni Jumlah koloni Jumlah kolonl Jumlah koloni 129 l.96E+o3 2.90E+o3 6.30E+o3 6.00E+02 l.OOE+o3 8.40E---03 - - 424 2.79E+05 l.44E+07 l.20E+o7 - 586 O.OOE+OO 3.30E+o2 5.30E+02 5.60E+o2 l.93E+03 9.19E+o3 8.20E+06 - - - - - - - 157 6.00E+o5 5.45E+o4 361 l.87E+o6 8.60E+o5 3.80E+07 - 248 l.78E+o6 9.90E+o7 I.OJ E+08 - Pengaruh penambahan kitosan dalam natrium benzoat maupun kitosan memiliki jus nenas diamati cemaran mikrobanya keasaman (sampel 248) lebih rendah dari dengan metode ALT. Hasil penghitungan pada jus dengan pcnambahan kitosan dan cemaran rnikroba yang dinyatakan sebagai nilai dari ALT enam jus natrium nenas benzoat dengan perlakuan pasteurisasi (seperti sampel 129 dan 586). diperlihatkan pada Tabel l . Hasil uji untuk Ada sampel kode 424, 157, 361 dan 248, pada terhadap lamanya penyimpanan jus pada kecenderungan penurunan pH hari ke-1 telah melebihi ambang batas 4 x 10 koloni/ml masing-masing cemaran bakteri, yaitu l kitosan dan natrium benzoat dalam jus (SNI 7388:2009). Jus yang telah melebihi (sampel 129 dan 586) yang dipersiapkan batas ambang cemaran bakteri menurut melalui pasteurisasi dapat mempertahankan ALT keasaman jus, terlihat selama hari ke-9 pH SNI, tidak dilanjutkan penentuan berikutnya. perlakuan. Kehadiran relatif tetap. Sampel kode 129 dan 586 masih pH Ju• at-us berada di bawah ambang batas cemaran bakteri hingga hari ke-13. Sampel yang dipasteurisasi tahan lebih lama dibandingkan sampel yang tidak mematikan sehingga karena mikroorganisme mencegah CHMke..J patogen kerusakan mikroorganisme =�==: i. ,, dipasteurisasi. Pasteurisasi bertujuan untuk sampcl dan enz1m .... ..._.. (Buckle, dkk, 1987). Garnbar 3. 3.2 Hasil pengukuran pH Pengukuran pH 3.3 Jumlah pertambahan Pengukuran Vitamin C koloni Gambar 4 menunjukkan bahwa kadar mikroorganisme diiringi dengan kenaikan Fermentasi vitamin C pada jus yang dipasteurisasi jus yang (sampel 129, 586, dan 361) terlihat lebih mengandung glukosa menghasilkan produk rendah dibandingkan dengan yang tidak keasaman mikroba akhir (pH rendah). dalam media asam. ada dipasteurisasi (sampel 424, 157, dan 248). peningkatan jumlah Vitamin C mcrupakan vitamin yang mudah Dengan kecenderungan bila kata lain mikroba diiringi dengan penurunan pH. teroksidasi, Gambar 3. menunjukkan nilai pH jus untuk menurunkan kadar vitamin C. Vitamin C beberapa perlakuan sampel sepanjang masa dari pengamatan dari hari nanas JfasilCl'enelitian Intfustri. bahan yang pasteurisasi yang (sampel diberi diberi 129) dapat kitosan­ dengan natrium jus benzoat­ dipasteurisasi (sampel 586), terlihat bahwa Jus pada hari-1 yang dibuat tanpa tanpa nanas dipasteurisasi ke-1 hingga hari ke-9. pasteurisasi dan jus proses pemberian kitosan dapat mempertahankan pengawet 15 'T/o[ume 25, 1Vo. 1, Jlpri[2012 kadar asam askorbat yang lebih tinggi dari Partikel Kitosan pada jus nanas dengan natrium benzoat. Dari Limbah dengan Tripoli Fosfat Cangkang Udang Sesuai dengan Rodrigo, dkk. dalam Diana, (Crustaceae) dkk. kandungan Bahan Memperpanjang ShelfLife Produk (2009), askorbat bahwa akan mengalami asam penurunan Buah dan Segar dan selama penyimpanan terutama pada suhu Nomor penyimpanan yang tinggi dan penggunaan BPKIMI/03/ 2011. Aplikasinya Buah Kontrak Sebagai Kaleng dengan 12/SPKIRISTEK/ kitosan dibawah konsentrasi 1 g/L tidak akan terlalu mempengaruhi DAFTAR PUSTAKA kadar asam askorbat. Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H. dan 14() aHorik•I 1•00 1 0 tt..b-S Catherine, > juices B.R. enriched Optimisation 129 4!4 S86 U7 lt'I shelf-life. "Z48 Food KESIMPULAN memberikan pengaruh Lay, hari masih di bawah ambang batas cemaran bakteri SNJ penambahan 7388:2009, kitosan yaitu dalam pada extending the Innovative Food and Emerging additives and E numbers. B.W. 1994. Analisis mikroba di laboratorium. Jakarta. PT Raja W., dan Xu, Z. 2007. Applications disiapkan melalui proses pasteurisasi. of chitosan for improvement of quality and shelf life of foods : A SARAN review. Journal of Food Science. Penelitian ini dapat penggunaan 72 (5) : 87-100. memberikan kitosan pada Rabea, E.I., Mohamed E.T.B., Christians konsentrasi 0,05% b/v ke dalam minuman V.S., Guy S., dan Walter S. 2003. dapat digunakan sebagai bahan pengawet perannya serupa Chitosan as Antimicrobial Agent: IZl dengan Applications and Mode of Action. penambahan natrium benzoat 0, 1 % b/v. Biomacromolecules, 2003, 4 (6), pp 1457-1465 UCAPAN TERIMA KASIH Shahidi, F., Janak K.V.A., dan You-jin J. Penulis mengucapkan terima kasih atas chitosan: No, H.K., Meyers, S.P., Prinyawiwatkul, suhu ruang ( ±_27 °C ) dan jus nenas yang with Orange Grafindo Persada. konsentrasi 0,05% b/v dengan penyimpanan produk di bahwa for 2009. 15 Juni 2009. dapat memperpanjang shelf life produk hingga 13 alami P.A. http://dermnetnz.org/reactions/e­ numbers. html. Diakses Tanggal. Penambahan kitosan dalam jus nenas saran Ilmu Science Technologies. 10: 590-600. Gambar 4. Kadar Vitamin C (ppm) 5. 1987. Hari, Diana, A.B.M., Daniel, R., Barat, J.M. dan ali.tt.3 tlO 4. M. Penerj: Jakarta. UI Press. 120 "' Wootton. pangan. dukungan dana penelitian 1999. Food applications of chittin dari and chitosans. Kementrian Riset dan Teknologi melalui Trends in Food Science and technology. IO : 37- Penelitian Pembuatan .Kitosan dan Nano 51. Program Kegiatan Insentif Jfasi{<Penefitian Irufustri PK.PP 2011 16 'Vo{ume 25, J{o. 1,}lpri[2012 Yen, M. Sekiguchi, S. 1994. Molecular Weight Dependency of Antimicrobial Activity by Chitosan Oligomers In : Nishinari, K., Doi, E. Editors. Food Hydrocolloids : Structures, Properties, and Function. 71 -76. T. dan Mau, J.L. 2007. Physico­ of chemical characterization fungal chitosan from shiitake stipes. Swiss Society of Food Sci. and Techno. Pub. by Elsevier L td LWT 40: 472-479. . New York. Plenom Press. Zhong, Siaka, I.M. 2009. Analisis Bahan Pengawet Benzoat pada Saos Tomat yang beredar di Wilayah Kota Denpasar. J.Kimia ISSN 1 9079850. 3 (2) : 87-92. Q.P. dan Xia, W.S. 2008. Physicochemical Properties of Edible and Preservative Film from Chitosan/Cassava Starch/Gelatin Blend Plasticized with Glycerol. Food Technol. 46(3) : 262-269. Winamo, F.G. 1 992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia. '}{asi{Peneutian Industri 17 'V'o{ume 25, 7fo. 1,}tpri{2012 Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013) Pertumbuhan Planlet Nenas (Ananas comosus L. Merr.) Varietas Smooth Cayenne Hasil Kultur In Vitro pada Beberapa Konsentrasi BAP dan Umur Plantlet Growth of Smooth Cayenne Pineapple (Ananas comosus L. Merr.) Plantlets from In Vitro Cultured in some BAP Concentrations and Age Grouping Ramadhani Dwi Santoso, Sobir* Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Bogor Agricultural University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia Telp.&Faks. 62-251-8629353 e-mail [email protected] ABSTRACT The aim of this research is to study the effects of synthetic cytokinin (6-benzylaminopurine/BAP) treatments on two groups of pineapple (Ananas comosus L.Merr.) plantlets differentiated by plantlet ages. The research used the Factorial Experiment on Randomized Complete Block Design with two factors, which are BAP concentrations (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, and 75 ppm) and plantlet division by age grouping (52 days and 69 days), with three replications. It was then followed by Tukey’s Honestly Significant Difference Test at error level of 5%. The results show that BAP treatments with the concentration used in this research significantly inhibits the growth of pineapple plantlets observed on four variables (number of leaves, leave length, plantlet height, and plantlet diameter), while age grouping treatments didn’t show any significant effects, except on the plantlet height at 8 and 14 weeks after treatment. There are also treatment-related interactions which significantly affects the number of leaves and plantlet height. It was then suggested that lower concentrations of cytokinin are required if similar research is to be conducted in the future. Keywords : pineapple, post-acclimatization, propagation, 6-benzylaminopurine ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan sitokinin sintetik (6-benzylaminopurine/ BAP) pada dua kelompok plantlet nenas (Ananas comosus L.Merr.) yang dibedakan berdasarkan umur plantlet. Penelitian ini menggunakan Percobaan Faktorial dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan dua faktor, yaitu konsentrasi BAP (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 75 ppm) dan umur plantlet (52 hari dan 69 hari), dengan tiga ulangan. Data akan dianalisis menggunakan Uji Beda Nyata Jujur Tukey pada tingkat kesalahan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan BAP dengan konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini secara nyata menghambat pertumbuhan plantlet nenas pada empat peubah (jumlah daun, panjang daun, tinggi plantlet, dan diameter plantlet), sedangkan umur plantlet tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, kecuali pada peubah tinggi plantlet pada 8 dan 14 minggu setelah perlakuan. Interaksi antara faktor pemberian BAP dan pengelompokan umur menunjukkan pengaruh yang nyata untuk peubah tinggi plantlet dan jumlah daun. Untuk penelitian selanjutnya yang serupa, disarankan menggunakan konsentrasi sitokinin yang lebih rendah. Kata kunci: nanas, pasca-aklimatisasi, propagasi, 6-benzylaminopurine PENDAHULUAN Perbanyakan bibit merupakan tahapan yang penting dalam pengembangan varietas baru. Varietas * Penulis untuk korespondensi. e-mail: [email protected] 54 baru yang telah dikembangkan dari penelitian para ahli dapat dirasakan manfaatnya apabila diperbanyak dan didistribusikan kepada masyarakat. Varietas baru tersebut harus diperbanyak sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi tiga syarat, yaitu kualitas prima, harga yang bersaing, dan ketersediaan yang konsisten, Ramadhani Dwi Santoso dan Sobir Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013) dalam arti produk dapat tersedia tepat waktu dan jumlahnya sesuai dengan yang diinginkan. Ketiga syarat tersebut memungkinkan untuk dicapai apabila produksi dilakukan dalam skala komersial. Bahan tanam untuk produksi benih nenas varietas baru yang dikembangkan, tersedia hanya dalam jumlah yang terbatas, padahal produksi nenas dalam skala komersial membutuhkan bahan tanam 29,000 hingga 86,000 tanaman per hektar (Hepton, 2003). Kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi dengan metode perbanyakan konvensional, karena membutuhkan waktu yang lama dan jumlah bahan tanam yang dihasilkan juga sedikit. Kultur jaringan merupakan metode untuk menghasilkan plantlet nenas yang bebas penyakit, seragam, dengan jumlah yang besar dan dalam waktu singkat (Khan et al., 2004). Penerapan teknologi kultur jaringan di banyak negara berkembang, masih menemui kendala yang disebabkan oleh tingginya biaya yang diperlukan untuk penerapan teknologi tersebut (Savangikar, 2004). Hal tersebut berimbas kepada tingginya harga plantlet hasil kultur jaringan. Perbanyakan konvensional terhadap bahan tanam kultur jaringan merupakan alternatif yang dapat dijadikan solusi untuk masalah tersebut Perusahaanperusahaan di beberapa negara maju memperlakukan tanaman hasil kultur jaringan sebagai material tanam super elite yang diperbanyak sebanyak dua sampai tiga kali sebelum didistribusikan kepada petani, sehingga harga plantlet di tingkat petani dapat bersaing dengan harga bibit biasa. (Ahloowalia, 2004). Penelitian ini merupakan upaya untuk mengamati pengaruh pemberian sitokinin buatan (6benzylaminopurine, BAP) terhadap plantlet nenas hasil kultur jaringan. Sitokinin, menurut Ashari (1995) merupakan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang berperan dalam proses pembelahan sel, pembentukan organ, dan pembentukan mata tunas pada tumbuhan. Pemberian sitokinin diharapkan dapat memicu pertumbuhan tunas pada plantlet, sehingga perbanyakan plantlet nenas secara vegetatif dapat dilaksanakan lebih awal, bahkan sebelum plantlet tumbuh menjadi tanaman dewasa. Pengaruh sitokinin terhadap pertumbuhan vegetatif plantlet nenas juga dipelajari melalui pengamatan terhadap variabel pertumbuhan vegetatif, sehingga kelayakan metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian berbagai konsentrasi BAP pada dua kelompok umur plantlet terhadap pertumbuhan plantlet nenas (Ananas comosus L. Merr) hasil kultur in vitro. Pertumbuhan Plantlet Nenas...... BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di rumah plastik Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah Tropika IPB, Pasir Kuda Bogor, pada bulan Februari hingga Mei 2011. Bahan tanam yang digunakan adalah plantlet nenas varietas Smooth Cayenne yang telah melewati proses hardening dan sedang dalam proses pertumbuhan di pembibitan sebelum ditanam di lapang. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah 6-benzylaminopurine (BAP) dalam bentuk serbuk. Bahan lain yang digunakan adalah NaOH sebagai pelarut BAP. Media tanam yang digunakan adalah arang sekam. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan faktorial dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Terdapat dua faktor yang diujikan, yaitu taraf konsentrasi BAP dan umur plantlet. Perlakuan BAP diterapkan dalam empat taraf konsentrasi, yaitu 0 ppm (C0), 25 ppm (C1), 50 ppm (C2), dan 75 ppm (C3), sedangkan umur diuji dalam dua taraf, yaitu 52 hari (U1) dan 69 hari (U2) sejak aklimatisasi selesai dilakukan. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Satu unit percobaan terdiri atas 50 plantlet nenas, dengan sampel pengamatan setiap unitnya berjumlah 10 plantlet, sehingga jumlah plantlet yang diamati adalah sebanyak 240 plantlet. Hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, dan dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur Tukey (Tukey’s Honestly Significant Difference Test) apabila hasil menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Taraf kesalahan yang digunakan untuk uji BNJ adalah 5%. Tabel 1. Kode perlakuan beserta konsentrasi BAP dan umur plantlet nenas yang diujikan Kode Perlakuan C0U1 (kontrol) C0U2 (kontrol) C1U1 C2U1 C3U1 C1U2 C2U2 C3U2 Konsentrasi BAP (ppm) 0 0 25 50 75 25 50 75 Umur Plantlet (hari) 52 69 52 52 52 69 69 69 55 Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013) Bak tanam berukuran 13 m x 1 m dibuat menggunakan batu bata yang disusun di lantai rumah plastik. Media tanam arang sekam kemudian diisikan ke dalam bak tanam secara merata. Larutan BAP disiapkan dengan konsentrasi 25 ppm, 50 ppm, dan 75 ppm. Volume larutan BAP adalah sebanyak 2 liter untuk setiap konsentrasinya. Aplikasi BAP dilakukan dengan merendam plantlet nenas ke dalam larutan BAP selama 30 menit. Plantlet kemudian dikeringanginkan, lalu ditanam pada bak tanam dengan jarak tanam 5 cm x 5 cm. Aplikasi dilakukan pada tanggal 31 Januari 2011 pukul 19.00 WIB Perawatan plantlet terdiri atas pemupukan dan pengendalian gulma dan organisme pengganggu tanaman (OPT). Pemupukan dilakukan dengan penyemprotan pupuk NPK 20:20:20, konsentrasi larutan 1 ppm dan dengan volume semprot 2 L. Pemupukan dilakukan pada 2, 6, 10, dan 14 minggu setelah aplikasi (MSA), mengikuti aturan pemakaian pada kemasan pupuk (4 minggu sekali). Pengendalian gulma dan OPT dilakukan apabila dibutuhkan. Aspek-aspek yang diamati beserta teknik pengamatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Jumlah daun, dihitung dari banyaknya daun yang ada pada setiap ruas. Daun yang dihitung hanya yang sudah terbuka sempurna. 2. Panjang daun, diukur dari pangkal hingga ujung daun terpanjang. 3. Tinggi plantlet, diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun terpanjang pada tanaman. 4. Diameter tajuk tanaman, diukur berdasarkan garis tengah tanaman dari ujung daun terluar melewati titik tumbuh tanaman. Pengamatan untuk semua variabel dilakukan setiap dua minggu sekali pada 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, dan 16 MSA. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan secara visual, diketahui bahwa pemberian BAP menekan pertumbuhan plantlet nenas. pada 1-3 MSA, di mana plantlet menunjukkan gejala keracunan dan mengalami kematian. Kematian plantlet terbanyak ditemukan pada kelompok dengan perlakuan C3U1, sebesar 15% dari keseluruhan kelompok perlakuan. Gejala keracunan pada seluruh plantlet yang diberi BAP mulai berkurang pada 4 MSA, akan tetapi keragaan plantlet yang diberi BAP tidak sebaik kontrol (BAP 0 ppm). Kondisi tersebut berlangsung hingga 16 MSA. Pertumbuhan yang terhambat menunjukkan bahwa konsentrasi sitokinin di dalam jaringan terlalu 56 tinggi, di mana hal tersebut menghambat pertumbuhan akar, sehingga pertumbuhan plantlet juga menjadi terhambat (Ashari, 1995). Mullins (1967) dalam penelitiannya mengenai pengaruh BAP terhadap pertumbuhan stek batang anggur mengemukakan bahwa BAP bersifat toksik pada konsentrasi diatas 20 mg L-1. Efek toksik yang ditimbulkan pada stek batang anggur adalah penurunan nilai pecah mata tunas (bud burst) dan kematian tunas dalam tahap perpanjangan (elongation). Agustina (2005) dalam penelitiannya mengenai pengaruh BAP terhadap pertumbuhan vegetatif plantlet nenas kultivar Queen di lapangan juga menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi BAP yang digunakan, ukuran tanaman menjadi lebih kecil akibat terhambatnya pertumbuhan tanaman. Konsentrasi optimum BAP untuk pertumbuhan tanaman adalah 0.5-1 mg L-1. Terdapat perubahan warna pada daun plantlet yang diberi perlakuan BAP, berupa timbulnya garis merah di sekitar garis tengah daun. Perubahan tersebut tidak terjadi pada semua plantlet yang diberikan perlakuan, tetapi hanya terdapat pada sebagian kecil plantlet C3U2. Gejala serupa sebelumnya ditemukan oleh Mullins (1967). Stek batang anggur yang ditumbuhkan dalam media yang mengandung 10 mg/l atau lebih BAP, daunnya berwarna merah-hijau, sedangkan daun pada stek yang ditumbuhkan dalam media air berwarna hijau normal. Agustina (2005) juga menemukan bahwa terdapat variasi pada tanaman yang diberi BAP dalam konsentrasi tinggi (2 dan 4 mg L-1). Salah satu jenis variasi tersebut adalah berupa variegasi pada warna daun. Semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan, maka kemungkinan munculnya keragaman atau variasi semakin tinggi. Terdapat cekaman lingkungan berupa kelembaban tinggi yang dialami kelompok plantlet C1U2, yang disebabkan oleh dekatnya lokasi penanaman dengan sumber air. Akibatnya kelompok plantlet tersebut mengalami penghambatan pertumbuhan yang signifikan, yang diketahui dari nilai rataan semua variabel pengamatan yang paling rendah dibandingkan dengan kelompok plantlet yang lain. Kelembaban yang tinggi mengakibatkan proses pertukaran gas di dalam media terganggu, kadar CO2 dalam media meningkat, sementara kadar O2 menurun. Hal ini mengakibatkan akar tanaman kekurangan oksigen dan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Malézieux et al., 2003). Aplikasi BAP dalam penelitian ini tidak memicu pembentukan tunas. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi yang terlalu tinggi, umur plantlet yang terlalu muda, atau keduanya. Hanya satu plantlet yang menumbuhkan tunas baru dari 240 plantlet yang dijadikan tanaman sampel. Tunas baru tersebut diamati Ramadhani Dwi Santoso dan Sobir Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013) pada 4 MSA hingga akhir periode pengamatan. Tunas tersebut diketahui memiliki tinggi sekitar 1-1.50 cm pada akhir periode pengamatan. Tidak terjadinya pembentukan tunas tersebut pada penelitian ini disebabkan oleh konsentrasi sitokinin yang terlalu tinggi (25, 50, dan 75 ppm). Konsentrasi sitokinin yang tinggi pada tanaman menghambat pertumbuhan akar, sehingga tanaman tidak dapat menyerap nutrisi dari media dengan baik. Penyerapan nutrisi yang tidak baik dapat menghambat pertumbuhan, dan apabila dikaitkan dengan kemampuan plantlet yang terbatas untuk menyediakan energi melalui fotosintesis, maka hal ini dapat menjelaskan mengapa plantlet tidak menghasilkan tunas walaupun diberikan tambahan sitokinin. Jumlah Daun Pengamatan jumlah daun dilakukan untuk setiap daun baru yang tumbuh. Sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian BAP berpengaruh sangat nyata, kecuali pada 6 MSA, di mana perlakuan tersebut berpengaruh nyata. Pengelompokan umur plantlet tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun selama periode pengamatan. Interaksi antar dua faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rataan jumlah daun, kecuali pada 6 MSA, di mana interaksi berpengaruh nyata. Jumlah daun mengalami peningkatan seiring pertumbuhan helai-helai daun baru selama periode pengamatan (Gambar 1). Plantlet kontrol memiliki jumlah daun berbeda nyata dibandingkan dengan Tabel 2 . Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun plantlet nenas pada 216 MSA MSA 2 4 6 8 10 12 14 16 Konsentrasi Umur Interaksi Koefisien (C) (U) CxU keragaman (%) ** tn tn 12.45 ** tn tn 8.53 * tn * 7.45 ** tn tn 7.63 ** tn tn 7.06 ** tn tn 5.30 ** tn tn 6.28 ** tn tn 6.25 Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda nyata pada taraf 1%, tn tidak berbeda nyata Pertumbuhan Plantlet Nenas...... Gambar 1. Grafik jumlah daun plantlet nenas pada beberapa konsentrasi BAP pada 216 MSA plantlet yang diberi perlakuan pada 2, 8, 14 dan 16 MSA. Pengaruh interaksi dapat dilihat pada Tabel 3. Interaksi pada 6 MSA menghasilkan nilai rataan jumlah daun yang berbeda untuk kedua kelompok umur plantlet yang diujikan. Perlakuan BAP memberikan hasil yang berbeda nyata di antara semua taraf konsentrasi pada 12 MSA, kecuali pada plantlet dengan perlakuan BAP 75 ppm, di mana jumlah daunnya tidak berbeda nyata dengan 50 ppm. Nilai rataan jumlah daun tertinggi pada 16 MSA dihasilkan oleh plantlet kontrol, yaitu sebesar 12.37 helai, dan nilai rataan terendah dihasilkan kelompok plantlet dengan taraf konsentrasi 25 ppm, yaitu sebesar 10.08 helai. Tabel 3. Rataan jumlah daun plantlet nenas pada beberapa taraf konsentrasi BAP pada 2, 6, 12 dan16 MSA Konsentrasi Jumlah Daun (helai) 2 MSA 6 MSA U1 U2 12 MSA 16 MSA 0 ppm 8.72a* 7.47a* 7.42a 10.97a 12.37a 25 ppm 5.91b 7.03a 5.98c 8.82c 10.08b 50 ppm 5.95b 6.46a 7.26ab 9.78b 10.92b 75 ppm 4.99b 6.86a 6.16bc 9.00bc 10.30b Keterangan : U1 umur plantlet 52 hari U2 umur plantlet 69 hari * Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5% 57 Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013) Tabel 4. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang daun plantlet nenas pada 216 MSA MSA Konsentrasi (C) 2 4 6 8 10 12 14 16 ** ** ** ** ** ** ** ** Umur Interaksi (U) (C x U) tn tn tn tn tn tn tn tn tn * tn ** * tn tn * Koefisien keragaman (%) 7.34 6.72 6.37 6.32 6.49 6.85 6.85 5.66 Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda nyata pada taraf 1%, tn tidak berbeda nyata Panjang Daun Perlakuan BAP diketahui memberikan pengaruh sangat nyata terhadap panjang daun. Pengelompokan plantlet berdasarkan umur tidak berpengaruh nyata terhadap panjang daun plantlet selama periode pengamatan. Interaksi antara pengelompokan plantlet berdasarkan umur dan pemberian BAP memberikan pengaruh nyata pada 4, 10, dan 16 MSA. Interaksi tersebut berpengaruh sangat nyata pada 8 MSA, sedangkan pada 2, 6, dan 12-14 MSA, interaksi tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rataan panjang daun. Panjang daun plantlet kontrol cenderung tetap selama periode pengamatan (Gambar 2). Plantlet yang diberi BAP mengalami penurunan nilai rataan panjang daun selama periode tersebut. Hal ini menunjukkan pemberian BAP dalam konsentrasi tinggi berpengaruh Gambar 2. Grafik panjang daun plantlet nenas pada beberapa konsentrasi BAP pada 2-16 MSA negatif terhadap nilai rataan panjang daun maksimal plantlet nenas, sejalan dengan pernyataan Mullins (1967) dan Agustina (2005) mengenai penghambatan pertumbuhan tanaman akibat perlakuan BAP. Nilai pengaruh tersebut bisa terlihat pada Tabel 5, di mana nilai rataan jumlah daun pada plantlet yang diberikan perlakuan BAP cenderung lebih rendah pada 8 hingga 16 MSA dibandingkan pada 2 MSA. Taraf BAP 25 ppm pada 2 MSA menghasilkan nilai rataan lebih tinggi dibandingkan dengan 2 taraf lainnya. Nilai rataan panjang daun dipengaruhi oleh interaksi antara konsentrasi BAP dan umur plantlet. Interaksi tersebut memberikan pengaruh yang berbeda pada dua kelompok umur pada 8, 10, dan 16 MSA. Diketahui bahwa pada 16 MSA plantlet kontrol dengan umur plantlet 69 hari memiliki nilai rataan panjang daun terbesar (9.22 cm), sedangkan plantlet yang diberi perlakuan konsentrasi BAP 25 ppm dengan umur plantlet 69 hari memiliki nilai rataan panjang daun terkecil (6.57 cm). Tabel 5. Rataan panjang daun plantlet nenas pada beberapa taraf konsentrasi BAP pada 2, 8, 10, dan 16 MSA Konsentrasi 2 MSA 0 ppm 25 ppm 50 ppm 75 ppm 8.73a* 8.53a 8.00ab 7.27b Panjang Daun (cm) 8 MSA 10 MSA U1 U2 U1 U2 8.46a 8.76a 8.64a 9.08a 7.84ab 5.65c 7.52ab 6.45c 7.25b 7.79ab 7.10b 7.73b 7.49ab 6.89b 7.41ab 6.89bc 16 MSA U1 8.40a 7.34b 7.30b 7.15b U2 9.22a 6.57c 7.88b 6.83c Keterangan : U1 umur plantlet 52 hari, U2 umur plantlet 69 hari, huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5% 58 Ramadhani Dwi Santoso dan Sobir Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013) Tabel 6. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap tinggi plantlet nenas pada 2-16 MSA MSA Konsentrasi (C) 2 4 6 8 10 12 14 16 ** * * ** ** ** ** ** Umur (U) Interaksi (C xU) tn tn tn * tn tn * tn tn tn * tn * * * * Koefisien keragaman (%) 8.39 7.35 6.97 5.66 6.39 6.12 7.22 5.58 Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda nyata pada taraf 1%, tn tidak berbeda nyata Tinggi Plantlet Sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian BAP pada plantlet mempengaruhi tinggi plantlet secara sangat nyata pada 2 dan 8-16 MSA, sedangkan pada 4 hingga 6 MSA, perlakuan BAP mempengaruhi tinggi plantlet secara nyata. Pengelompokan berdasarkan umur plantlet tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi plantlet, kecuali pada 8 dan 14 MSA, di mana hal tersebut berpengaruh nyata. Terdapat interaksi antara pengelompokan umur plantlet dan perlakuan konsentrasi BAP terhadap tinggi plantlet. Diketahui interaksi tersebut mempengaruhi tinggi plantlet secara nyata selama periode pengamatan, kecuali pada 2,4 dan 8 MSA. Tinggi plantlet cenderung tetap selama periode pengamatan. Hal ini disebabkan tinggi plantlet diukur mengikuti panjang daun terpanjang, sehingga nilainya cenderung mengikuti nilai variabel panjang Gambar 3. Grafik tinggi plantlet nenas pada beberapa konsentrasi BAP pada 2-16 MSA daun. Plantlet dengan perlakuan BAP memiliki ukuran tinggi berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Hal ini secara konsisten terlihat mulai periode 2 hingga 16 MSA. Pemberian BAP memberikan pengaruh negatif terhadap nilai rataan tinggi tanaman. Hal ini dapat dilihat dari nilai rataan yang menurun, misal di antara 2, 10, dan 16 MSA (Tabel 7). Konsentrasi perlakuan 25 ppm menghasilkan nilai rataan lebih tinggi dibandingkan 2 konsentrasi lainnya pada 2 MSA. Interaksi antara konsentrasi BAP dan pengelompokan berdasarkan umur plantlet memberikan pengaruh yang berbeda pada dua kelompok umur yang diujikan. Kelompok plantlet yang memiliki ukuran tinggi plantlet terbesar pada 16 MSA adalah kontrol dengan usia plantlet 69 hari (8.03 cm), sedangkan plantlet dengan perlakuan konsentrasi BAP 25 ppm dan umur plantlet 69 hari memiliki nilai ukuran panjang daun terkecil (5.81 cm). Diameter Tajuk Rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa Tabel 7. Rataan tinggi plantlet nenas pada beberapa taraf konsentrasi BAP pada 2, 6, 10, dan 16 MSA Konsentrasi 2 MSA 0 ppm 25 ppm 50 ppm 7.9a 7.12ab 6.95ab Tinggi Plantlet (cm) 6 MSA 10 MSA U1 U2 U1 U2 7.47a* 7.42a 7.37a 7.59a 7.03a 6.08c 6.75ab 5.67c 6.46a 7.26ab 6.33b 6.81ab 16 MSA U1 7.40a 6.37b 6.30b U2 8.03a 5.81c 7.07b Keterangan : U1 umur plantlet 52 hari, U2 umur plantlet 69 hari, huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5% Pertumbuhan Plantlet Nenas...... 59 Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013) Tabel 8 . Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap diameter tajuk pada 2-16 MSA MSA Konsentrasi (C) Umur (U) Interaksi (C x U) ** * ** ** ** ** ** ** tn tn tn tn tn tn tn tn * * * tn * ** tn tn 2 4 6 8 10 12 14 16 Keterangan : Koefisien keragaman (%) 8.53 12.06 7.81 7.5 6.92 6.74 6.93 7.6 Gambar 4. Grafik Perubahan Diameter Tajuk (cm) dengan Berbagai Konsentrasi BAP pada 216 MSA * berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda nyata pada taraf 1%, tn tidak berbeda nyata Tabel 9. Rataan diameter tajuk plantlet nenas pada beberapa taraf konsentrasi BAP pada 2, 6, 10, dan 16 MSA Konsentrasi 2 MSA 0 ppm 25 ppm 50 ppm 75 ppm 14.1a 12.7ab 10.93b 11.23b Diameter Tajuk (cm) 6 MSA 10 MSA U1 U2 U1 U2 13.45a 13.83a 13.84a 13.52a 11.58ab 11.99a 10.74b 12.26ab 13.43a 11.68a 13.36a 11.27b 10.5b 12.74a 10.36b 11.75ab 16 MSA U1 14.24a 10.49b 12.65a 10.32b U2 12.51a 9.34c 10.76b 9.84bc Keterangan : U1 umur plantlet 52 hari, U2 umur plantlet 69 hari, huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5% pemberian BAP memberikan pengaruh sangat nyata terhadap diameter tajuk, kecuali pada 4 MSA, di mana perlakuan BAP berpengaruh nyata. Pengelompokan berdasarkan umur plantlet tidak berpengaruh nyata pada 2 - 16 MSA. Interaksi yang terjadi antara faktor perlakuan BAP pengelompokan berdasarkan umur plantlet memberikan pengaruh nyata pada 2-6 dan 10 MSA, sedangkan pada 12 MSA berpengaruh sangat nyata. Interaksi tidak berpengaruh nyata terhadap diameter tajuk plantlet pada 14 hingga 16 MSA. Nilai rataan diameter tajuk menurun seiring periode pengamatan (Gambar 4). Nilai tersebut dipengaruhi nilai rataan panjang daun, sehingga ketika panjang daun mengalami penurunan, nilai rataan diameter tajuk juga menurun. Perlakuan BAP memberikan pengaruh negatif terhadap diameter tajuk plantlet. Hal ini terlihat dari nilai rataan yang berbeda nyata antara plantlet kontrol dan plantlet yang diberi perlakuan. Penurunan nilai rataan diameter tajuk juga 60 dialami oleh plantlet kontrol. Hal ini disebabkan oleh persaingan antar plantlet dalam hal sarana tumbuh. Plantlet yang diberi BAP memiliki nilai rataan hasil berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Interaksi antara dua faktor perlakuan memberikan pengaruh berbeda pada dua kelompok umur yang diujikan pada 2, 6, dan 10 MSA. Diketahui bahwa pada 16 MSA plantlet kontrol menghasilkan nilai rataan tertinggi untuk variabel diameter tajuk (12.61 cm), sedangkan perlakuan konsentrasi BAP 25 ppm menghasilkan nilai rataan terendah (8.70 cm) pada akhir periode pengamatan. KESIMPULAN Pemberian BAP dalam konsentrasi 25 ppm, 50 ppm, dan 75 ppm menekan pertumbuhan plantlet nenas. Perlakuan BAP berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel yang diamati. Tidak terdapat Ramadhani Dwi Santoso dan Sobir Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013) nilai yang berbeda nyata pada pertumbuhan vegetatif di antara dua kelompok plantlet yang dibagi berdasarkan umur (52 hari dan 69 hari), kecuali pada tinggi plantlet pada 8 dan 14 MSA. Interaksi antara faktor pemberian BAP dan pengelompokan umur berpengaruh nyata untuk variabel tinggi plantlet dan jumlah daun, sedangkan untuk jumlah daun dan diameter tajuk tidak berpengaruh nyata. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Pusat Kajian Buah Tropika (PKHT) IPB yang mendukung pelaksanaan penelitian ini. Ahloowalia, B.S. 2004. Integration of Technology from Lab to Land. Low Cost Options for Tissue Culture Technology in Developing Countries. Prosiding International Atomic Energy Agency (IAEA). Vienna. Hal 87-89. Ashari, S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hepton, A. 2003. Cultural system. p. 109-142. In Bartholomew, D.P., R.E. Paull, K.G. Rohrbach (Eds.). The Pineapple: Botany, Production and Uses. CABI Publishing. New York. DAFTAR PUSTAKA Khan, S., A. Nasib, B.A. Saeed. 2004. Employment of in vitro technology for large scale multiplication of pineapples (Ananas comosos). Pak. J. Bot. 36(3): 611- 615. Agustina, G.G.R. 2005. Studi pertumbuhan vegetatif tanaman nanas (Ananas comosus L. Merr) kultivar Queen hasil kultur in vitro. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41 hal. Malézieux, E., F. Côte, D.P. Bartholomew. 2003. Crop environment, plant growth and physiology. p. 69-107. In Bartholomew, D.P., R.E. Paull, K.G. Rohrbach (Eds.). The Pineapple: Botany, Production and Uses. CABI Publishing. New York. Pertumbuhan Plantlet Nenas...... 61 J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010. Seleksi Hasil Persilangan antara ‘Queen’ dan ‘Smooth Cayenne’ untuk Perbaikan Hasil dan Mutu Buah Nenas Selection of ‘Queen’x ‘Smooth Cayenne’ Hybrids for Yield and Fruit Quality Improvement Muhammad Arif Nasution1*, Roedhy Poerwanto2, Sobir2, Memen Surahman2 dan Trikoesoemaningtyas2 Diterima 21 Oktober 2009/Disetujui 24 Februari 2010 ABSTRACT Hybridization program was started in PKBT IPB Bogor in 2003, entangles of 12 parental cultivars, consisting of five type Smooth Cayenne cultivars and seven type Queen cultivars. The cross yielded 195 genotypes with various different character combinations. The result of cluster analysis based on morphological characters showed that there were 33 groups of hybrid at the degree of genetic similarity of 50%. The result of principal component analysis indicated that, between yield component characters and result most importantly, were fruit weight, fruit diameter and fruit length which were main supporting character of variance in hybrid result of the crosses. Descriptive results of fruit yield and quality characters showed three to five classes with the highest number of individuals around the mean value for each character. Fruit weight, crown weight, fruit length, fruit diameter, flesh thickness, core diameter, total soluble solid (TSS), total acid, vitamin C, pH, plant height, and peduncle length, were characters controlled by nuclear genes. Key words : hybridization, variability, Smooth Cayenne, Queen, genotype PENDAHULUAN Kultivar nenas adalah heterosigos. Hibridisasi antar kultivar nenas biasanya menghasilkan genotipe-genotipe sekelompok yang memiliki spektrum luas dan benih fertil. Persilangan buatan antara genotipe nenas dari kelompok nenas yang berbeda bertujuan untuk menghasilkan nenas unggul (Chank, 2006). Populasi segregasi F1 menghasilkan suatu sumber unggul dari rekombinan-rekombinan gen untuk seleksi klon baru dan individu-individu superior. Pertimbangan penting di dalam hibridisasi adalah pemilihan tetua, arah persilangan, waktu persilangan dan ukuran populasi hibrida yang pantas. Seleksi diperlukan untuk memperoleh genotipe unggul yang diperbanyak secara vegetatif sehingga diperoleh klon yang unggul. Nenas yang paling banyak ditanam adalah nenas Smooth Cayenne, digunakan sebagai tetua dalam rangka memperbaiki kualitas dan ketahanan terhadap hama penyakit (Leal dan Coppens, 1996). Menurut Chank et al. (2003) „Smooth Cayenne‟ atau „Cayenne Lisse‟ merupakan kultivar utama nenas dunia. Bentuk buah simestris berukuran medium (1.5-2.5 kg), tangkai buah kuat dan pendek, warna buah ketika masak kuning merata dari dasar sampai ke ujung. Di Indonesia, salah satu nenas yang banyak ditanam adalah nenas Subang dari jenis Smooth Cayenne yang memiliki buah dengan kadar air yang tinggi, berukuran besar, mata buah agak datar, rasanya agak masam dan berbentuk silindris, sehingga mudah dalam proses pengalengan (Rukmana, 1996). Namun nenas yang demikian kurang baik untuk dijadikan sebagai nenas segar (buah meja) karena kadar air tinggi, sehingga perbaikan karakter pada nenas Subang perlu dilakukan. Sejak tahun 2003, program persilangan buatan telah dilaksanakan oleh Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB antara genotipe nenas Subang (Smooth Cayenne) dengan nenas Bogor (Queen). Persilangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kultivarkultivar komersil (Nasution et al., 2006). Cabral et al. (2005), mencatat untuk mendapatkan kultivar nenas komersil proses seleksi yang diprioritaskan adalah daun tidak berduri, panjang tangkai buah tidak lebih 30 cm, buah silindris dengan bobot antara 1.0 hingga 2.5 kg, padatan terlarut total (PTT) lebih dari 13 oBrix, asam tertitrasi total antara 5.5 hingga 13.0 meq/100 ml dan resisten terhadap Fusarium subglitinans. Chank dan Lee (1991) menambahkan bahwa di Malaysia nenas segar memiliki kriteria bobot buah 1.0-1.2 kg. diameter hati 25-28 mm, PTT 15.0-16.8 (%), kandungan asam 0.49-0.75 (%), dan tidak berduri. Sementara nenas kalengan memiliki kriteria bobot buah 1.0-1.2 kg, diameter empulur 1025 mm, TSS 11.7-16.7 oBrix, kandungan asam 1 Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas 45. Jalan Urip Sumoharjo Km.4 Makassar.90245 Tel/Fax (0411) 452901/(0411) 424568 HP 081241503849 Email: [email protected] (*Penulis untuk korespondensi) 2 Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Jl.Meranti Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 10 J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010. 0.46-0.75 (%) dan daun tidak berduri. Leal dan Coppens (1996) menjelaskan beberapa karakter nenas yang hendak dimuliakan, yaitu untuk buah segar, kriteria karakter yang diinginkan adalah memiliki satu atau dua tunas akar yang tumbuh dan cepat berproduksi, mahkota berukuran kecil, tidak memiliki tunas batang atau sangat kecil, penampilan tanaman tegak dan seragam, daun tidak berduri, tangkai buah pendek-kuat dan memiliki diameter sedang, ukuran buah kecil hingga sedang, bentuk buah silindris, dan kulit buah menarik berwarna kuning atau merah terang, mata agak besar merata, daging buah tidak berbiji dengan kematangan seragam, tektur daging buah padat tidak berserat dengan core (hati) yang sempit, dan resisten terhadap nematoda, serangga, penyakit jamur dan bakteri serta penyakit fisiologis. Untuk buah kalengan, kriteria karakter yang dikehendaki adalah mahkota berukuran besar, ukuran buah sedang hingga besar, bentuk buah selindris dan tidak cepat busuk, penampilan kulit buah tidak penting, dan mata buah tidak terlalu dalam. Program persilangan lainnya, seleksi diantara hibrida-hibrida hasil persilangan antara Smooth Cayenne dengan Queen perlu dilakukan untuk mendapatkan hibrida rekombinan unggul. Sejauh ini telah dilakukan evaluasi terhadap hasil persilangan untuk mendapatkan tanaman normal, dengan membuang tanaman dengan karakter ukuran buah sangat kecil, bentuk buah tidak beraturan, tangkai buah panjang, PTT rendah, dan karakter-karakter cacat lainnya. Sifat ketidakserasian sendiri (selfincompatibility) dari tanaman nenas menyebabkan tanaman ini menyerbuk silang. Bunga nenas bisanya steril sendiri dan buah berkembang menjadi buah parthenokarpik (Py et al. 1987). Berdasarkan sifat ini maka perbanyakan nenas biasanya dilakukan secara vegetatif, karena tidak menghasilkan biji. Menurut Sanewski (2007), biji yang dihasilkan melalui penyerbukan sendiri lambat berkecambah dengan vigor rendah, bibit muda rapuh, dan terjadi inbreeding depression. Pada tanaman menyerbuk silang, agar hibridisasi berhasil sesuai dengan harapan, perlu dilakukan pemilihan tetua yang memiliki potensi genetik yang diinginkan. Pemilihan tetua ini sangat tergantung pada tanaman yang akan ditangani dan karakter yang menjadi fokus perhatian (kualitatif atau kuantitatif). Keberhasilan dalam program hibridisasi disebabkan karena pemilihan tetua yang tepat. Informasi yang diperlukan untuk menentukan tetua yang tepat adalah keragaman genetik dan pola pewarisan karakter-karakter yang diinginkan. Selain itu pada tanaman nenas (menyerbuk silang) dapat dimanfaatkan efek heterosis dari persilangan yang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk perbaikan hasil dan mutu buah melalui seleksi terhadap populasi F1 hasil persilangan dan analisis pengaruh tetua betina terhadap karakter-karakter utama. BAHAN DAN METODE Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Pasir Kuda, PKBT, IPB Bogor yang memiliki ketinggian 260 m di atas permukaan laut (dpl). Percobaan dilaksanakan mulai Januari 2005 sampai Desember 2007. Sebanyak 195 genotipe tanaman F1 nenas hasil persilangan berbagai aksesi nenas dari jenis Smooth Cayenne dengan Queen ditanam tanpa rancangan percobaan. Penanaman dilakukan di lapangan, dengan prosedur budidaya standar. Sementara bahan yang digunakan dalam pengujian maternal ialah tetua Queen (JBBMQH6) dan Smooth Cayenne (JBSMSC3), masing-masing dipilih lima tanaman. Tetua yang digunakan berasal dari koleksi nenas plasma nutfah kebun percobaan PKBT IPB. Peubah yang diamati meliputi 21 peubah kualitatif (morfologi) dan 12 peubah kuantitatif (agronomi). Pengamatan data morfologi dideskripsikan dengan skoring berdasarkan pedoman “Descriptors for Pineapple” diterbitkan oleh International Board for Plant Genetic Resources (IBPGR, 1991). Sedangkan peubah kuantitatif (agronomi) yang diamati, yaitu : tinggi tanaman (cm), panjang tangkai buah (cm), diameter tangkai buah (cm), jumlah spiral, diameter buah (cm), panjang buah (cm), diameter empulur (cm), tebal daging buah (cm), bobot mahkota (gram), bobot buah (gram), kedalaman mata (cm), nilai padatan terlarut total = PTT (obrix), asam tertitrasi total (%), dan kadar vitamin C (mg/100 g sampel). Untuk data morfologi dilakukan Analisis Similaritas dan Analisis Komponen Utama. Analisis Similaritas diolah menggunakan prosedur SIMQUAL (Similarity for Qualitative Data) pada program NTSYS-pc versi 2.02 dan dihitung berdasarkan berdasarkan rumus Nei dan Li (1979). Analisis tiga komponen utama dilakukan dengan mengekstrak 3 eigenvectors dari 3 eigenvalues utama yang memberikan tingkat keragaman paling tinggi melalui prosedur analisis Ordination dalam program NTSYS-pc versi 2.02. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel akar ciri dan vektor ciri. Pengujian pengaruh maternal, dilakukan terhadap dan resiprokalnya untuk populasi F1 Muhammad Arif Nasution, Roedhy Poerwanto, Sobir, Memen Surahman dan Trikoesoemaningtyas 11 J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010. mengetahui pengaruh tetua betina terhadap karakterkarakter utama nenas. Ada atau tidaknya pengaruh maternal yang mengendalikan karakter utama dengan membandingkan nilai tengah F1 dan F1R dengan uji t menurut Steel dan Torrie (1989), pada taraf 5%. Jika uji t memberikan hasil ada perbedaan nilai tengah F1 dan F1R disimpulkan ada pengaruh maternal, sebaliknya bila uji t tidak berbeda disimpulkan tidak ada pengaruh maternal. Prosedur uji t dan kehomogenan ragam menggunakan fasilitas SAS ver. 6.12. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap 195 genotipe F1 hasil persilangan berdasarkan 21 karakter morfologi menunjukkan derajat kemiripan genetik berkisar antara 0.00-0.90. Hasil analisis cluster berdasarkan derajat kemiripan 50% diperoleh 33 kelompok hibrida. Hasil kisaran variasi koefisien derajat kemiripan komponen pertumbuhan, yaitu antara 0.03-0.73, dan komponen hasil antara 0.01-0.35. Secara visual, variasi yang terlihat jelas pada bagian vegetatif adalah duduk daun, warna daun, distribusi duri pada daun dan bentuk daun. Pada karakter generatif yang mudah terlihat secara visual adalah warna kelopak bunga (sepal), bentuk permukaan buah, dan bentuk mahkota. Pengamatan karakter komponen hasil dan kualitas hasil (agronomi) dilakukan setelah buah masing-masing populasi dipanen. Panen buah dilakukan dengan cara memilih buah nenas yang telah menunjukkan tanda-tanda sudah siap dipanen, dengan ciri tertentu (Pantastico, 1997; Rukmana, 1996). Gambaran yang lebih baik dari hubungan antara peubah-peubah diberikan oleh hasil analisis komponen utama (AKU). Lima faktor dengan nilai akar ciri lebih dari 1 dapat menerangkan keragaman sebesar 63.9% (Tabel 1). Dalam analisis data untuk mengelompokkan 195 hibrida hasil persilangan yang dipelajari, digunakan lima komponen utama. Komponen pertama menjelaskan keragaman 25.3%, kedua 11.8%, ketiga 10.6%, keempat 8.3%, dan kelima 8.0% data karakter kualitatif dari nenas. Komponen utama pertama dihubungkan dengan hasil (bobot buah) dan komponen hasil (diameter buah dan panjang buah). Komponen kedua dihubungkan dengan bobot mahkota, jumlah spiral, diameter hati, dan total asam tertitrasi. Komponen ketiga dihubungkan dengan tinggi tanaman, panjang tangkai buah, dan pH. Komponen empat dihubungkan dengan diameter tangkai buah, tebal daging buah dan PTT. Komponen kelima dihubungkan dengan kandungan vitamin C. Tabel 1. Nilai akar ciri komponen utama berdasarkan Analisis Komponen Utama Komponen PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 Nilai akar ciri 3.5381 1.6460 1.4889 1.1619 1.1155 0.9656 Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa di antara karakter-karakter komponen hasil dan hasil yang paling penting adalah diameter buah, panjang buah dan bobot buah, yang merupakan karakter pendukung utama keragaman dalam hibrida hasil persilangan. Adanya korelasi dari ketiga karakter ini memungkinkan untuk dilakukan seleksi secara lebih efisien. Namun jika seleksi dilakukan secara simultan dengan kualitas buah perlu dipertimbangkan tujuan seleksi. Jika tujuan seleksi untuk nenas segar maka kualitas buah yang menjadi perhatian utama adalah PTT. Sebaliknya jika untuk tujuan buah kalengan, Proporsi 0.253 0.118 0.106 0.083 0.080 0.069 Komulatif 0.253 0.370 0.476 0.559 0.639 0.708 maka panjang buah dan jumlah spiral merupakan syarat utama yang perlu dipertimbangkan dalam seleksi. Hasil karakterisasi melalui analisis deskriptif terhadap 195 hibrida F1 hasil persilangan disajikan pada Tabel 2. Bobot buah populasi F1 hasil persilangan nenas berkisar antara 100-2880 g. Frekuensi dominan kelas bobot buah adalah berkisar 1000-15000 g yang meliputi 78 genotipe atau 40%. Kelas ini sesuai untuk buah segar. Kelas bobot buah yang ideal untuk kalengan, yaitu berkisar 1500-2000 g mencakup 33 genotipe. Menurut Chank dan Lee (1991) nenas ideal untuk kalengan Seleksi Hasil Persilangan….. 12 J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010. berkisar 1500-2000 g, sedangkan nenas yang berukuran kecil hanya untuk buah segar. Bobot buah dapat mencapai kelas bobot buah tertinggi lebih dari 2500 g mencakup 3 nomor tanaman, yaitu 18/06, 06/02 dan 12/19, ketiga nomor ini masing-masing merupakan hasil persilangan JBSMSC2 x JBSMSC1, JBBMQH6 x JBSMSC1 dan JBSMSC4 x LNPCBP. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga pasangan tetua persilangan ini dapat meningkatkan hasil. Bobot buah hasil persilangan antara Primavera x Perola mencapai 2134.5 g (Cabral et al., 2005). Tabel 2 . Klasifikasi dan jumlah tanaman pada beberapa karakter utama nenas F1 hasil persilangan 47 76 36 18 18 <5 5 - 10 10 - 15 15 - 20 > 20 1 82 90 18 4 < 9.5 9.5 - 11.5 11.5 - 13.5 13.5 - 15.5 >15.5 25 87 72 8 3 Panjang buah (cm) Kelas Jumlah hibrida < 100 100 - 200 200 - 300 300 - 400 > 400 Kelas Jumlah hibrida 12 62 78 33 10 Kelas Diameter buah (cm) Jumlah hibrida <500 500 - 1000 1000 - 1500 1500 - 2000 > 2000 Kelas Jumlah spiral Jumlah hibrida Kelas Bobot mahkota (g) Jumlah hibrida Bobot buah (g) < 10 10 - 15 15 - 20 > 20 16 95 74 10 Tabel 2. (Lanjutan) 7 24 42 54 30 < 1.0 1.0 - 3.0 3.0 - 5.0 > 5.0 5 77 100 12 Frekuensi bobot mahkota terberat dalam kisaran 100-200 g yang diwakili 76 genotipe. Untuk karakter ini yang ideal adalah yang memiliki bobot mahkota dengan bobot kecil. Terdapat 47 genotipe atau 25% yang memiliki bobot mahkota di bawah 100 g. Hampir semua pasangan persilangan memiliki progeni dengan mahkota buah kecil. Ini menunjukkan semua pasangan persilangan mampu mereduksi bobot mahkota. Buah nenas yang mempunyai bobot mahkota kecil berasal dari nenas dengan mahkota tunggal. Beberapa tanaman F1 hasil persilangan menunjukkan mahkota ganda (multiple crown). Ada beberapa pendapat terbentuknya mahkota ganda. Mahkota ganda merupakan abnormalitas yang terjadi karena kesalahan kontrol transisi filotaksi, yaitu 5/13 untuk daun ke 8/21 untuk buah, dan kembali lagi Kelas < 15 15 - 30 30 - 45 45 - 60 > 60 10 60 61 34 31 Padatan terlarut total (oC) Kelas Jumlah hibrida < 1.5 1.5 - 2.0 2.0 - 2.5 2.5 - 3.0 > 3.0 Kelas Vitamin C (mg 100 g-1 sampel) Jumlah hibrida 14 81 89 11 Kelas Asam tertitrasi total (%) Jumlah hibrida <3 3-4 4-5 >5 Diameter hati (cm) Jumlah hibrida Kelas Jumlah hibrida Tebal daging buah (cm) < 10 10 - 15 15 - 20 > 20 5 65 95 29 ke 5/13 pada mahkota (Collins, 1968). Mahkota ganda dapat terbentuk karena peningkatan pemberian pupuk dan jarak tanam lebar (Williams, 1975) dan disebabkan oleh besarnya hati (Leal and Coppens, 1996). Untuk menguji pendapat di atas, perlu dilakukan pengamatan terhadap pewarisan karakter melalui uji stabilitas, dengan menanam kembali nenas yang memiliki karakter mahkota ganda dan nenas dengan karakter tunggul. Diameter buah hasil persilangan ini pada umumnya berkisar 11.5-13.5 cm, mencakup 72 hibrida atau 47%, sedangkan diameter buah di atas 13.5 cm berjumlah 11 hibrida. Sementara panjang buah didominasi oleh kelas 10-15 cm, beranggotakan 95 hibrida atau 49%, sedangkan panjang buah di atas >15 cm berjumlah 10 hibrida. Standar kebutuhan diameter buah Muhammad Arif Nasution, Roedhy Poerwanto, Sobir, Memen Surahman dan Trikoesoemaningtyas 13 J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010. untuk buah olahan dan nenas kaleng dibagi ke dalam empat kelas (grade), yaitu: Kelas I >12.50 cm; Kelas II, 10.00-12.50; Kelas III, 9.77-9.99; dan Kelas IV, 7.50-9.76. Standar panjang buah nenas, ialah Kelas I >13.75 cm; Kelas II, 12.50-13.75; Kelas III, 11.25-12.49; dan Kelas IV, 10.00-11.24 (Soedibyo, (1992). Standar perdagangan nenas segar di Indonesia membutuhkan ukuran diameter di atas 9.5 cm. Berdasarkan ukuran ini, terlihat bahwa terdapat 170 hibrida atau 75% yang memenuhi syarat sebagai buah segar. Buah yang mempunyai daging tebal sangat disukai oleh konsumen. Berdasarkan distribusi frekuensi yang dibuat diperoleh empat kelas. Kelas dengan kisaran antara 3-4 cm dan 4-5 cm masing-masing mencakup 81 dan 89 tanaman. Salah satu syarat untuk buah nenas olahan adalah ukuran hati (core) kecil (Py et al. 1987). Hibrida yang memiliki diameter hati dominan adalah kisaran 2.5-3.0 cm mencakup 54 hibrida, diikuti hibrida kisaran 2.0-2.5 cm dengan 42 hibrida. Biasanya diameter tangkai buah berhubungan dengan diameter hati. Sangat diharapkan apabila ada diameter tangkai buah yang lebar tetapi diameter hati sempit. Bila pada saat pembungaan air berlebihan, maka buah yang dihasilkan akan mempunyai hati yang besar (Williams, 1975). Kandungan asam juga menentukan kualitas buah, terutama untuk buah nenas yang dikonsumsi segar. Walaupun kandungan gula tinggi, kandungan asam yang tinggi, maka rasa buah kurang manis. Menurut Soedibyo (1992), persyaratan nenas untuk konsumsi segar harus mempunyai kandungan asam 0.5-0.6%, ternyata kandungan asam F1 hasil persilangan pada umumnya masih melewati standar yaitu : antara 1.0-3.0% dan 3.0-5.0% yang mencakup 77 dan 100 hibrida. Sebagai perbandingan, Nenas Delika Subang dan Mahkota Bogor yang merupakan dua varietas unggul yang dihasilkan oleh PKBT IPB, masing-masing mengandung total asam tertitrasi 6.93% dan 11.70%. Terdapat empat nomor hibrida F1 hasil persilangan yang memiliki kadar vitamin C tinggi, yaitu di atas 100 mg 100 g-1 daging buah. Keempat nenas tersebut, yaitu nomor 14/04, 10/04, 04/25 dan 18/03. Dengan demikian keempat hibrida tersebut mempunyai prospek yang cukup baik untuk agroindustri kimia sebagai pemasok vitamin C. Pada tanaman mangga kadar vitamin C tertinggi diperoleh berkisar 95-100 mg g-1 daging sampel (Rebin et al., 2002). Mutu buah nenas antara lain ditentukan oleh kandungan gula (PTT). Dari hasil pengamatan terhadap F1 hasil persilangan diperoleh bahwa kisaran 10-15 oBrix dan 15-20 o Brix merupakan kisaran dominan dengan masing-masing mencakup 65 dan 95 hibrida. Chank (1991), menghasilkan PTT sebesar 14.316.8 oBrix pada siklus 1 dan mendapatkan nilai PTT sampai 20 oBrix pada tanaman ratoon. Berdasarkan Uji-t yang dilakukan menurut Singh dan Chaudhary (1979) (Tabel 3) menunjukkan bahwa „p-value‟ lebih besar dari p-value=0.05 untuk semua karakter yang diamati kecuali diameter tangkai daun. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai antara populasi F1 dan dengan populasi F1R untuk semua karakter yang diamati, kecuali diameter tangkai buah. Berarti tidak ada gen di luar inti yang mempengaruhi pewarisan sifat dari karakter-karakter tersebut. Semuanya dikendalikan oleh gen-gen yang berada di dalam inti. Seleksi Hasil Persilangan….. 14 J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010. Tabel 3. Uji pengaruh maternal populasi F1 dan F1R untuk beberapa karakter utama nenas No. Peubah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Bobot buah Bobot mahkota Panjang buah Diameter buah Tebal daging buah Diameter empulur Padatan terlarut total Total asam Kadar vitamin C pH Tinggi tanaman Panjang tangkai buah Diameter tangkai buah F1 1146.43 ± 78.48 214.17 ± 35.72 14.27 ± 0.58 11.36 ± 0.35 3.98 ± 0.11 2.70 ± 0.12 18.45 ± 0.43 3.12 ± 0.26 38.76 ± 2.60 3.88 ± 0.11 68.57 + 3.40 20.90 ± 0.70 2.51 ± 0.09 Populasi F1R 1048.81 ± 67.79 185.60 ± 31.26 14.96 ± 0.53 11.23 ± 0.24 3.93 ± 0.10 2.92 ± 0.14 18.99 ± 0.53 3.83 ± 0.33 35.34 ± 3.10 3.90 ± 0.10 68.95 ± 1.90 20.88 ± 1.04 2.94 ± 0.10 p-value 0.29 tn 0.48 tn 0.32 tn 0.74 tn 0.74 tn 0.25 tn 0.44 tn 0.13 tn 0.38 tn 0.90 tn 0.11 tn 0.99 tn 0.00** KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA Populasi F1 hasil persilangan Smooth Cayenne dengan Queen memiliki variabilitas fenotipik yang cukup luas, sehingga menyediakan bahan yang cukup luas untuk seleksi. Berdasarkan analisis multivariat diperoleh bahwa panjang buah, diameter buah dan jumlah spiral dapat dijadikan kriteria seleksi untuk mendapatkan nenas dengan bobot buah tinggi. Hasil deskriptif terhadap karakter hasil dan mutu buah menunjukkan tiga sampai lima kelas dengan jumlah individu terbanyak pada setiap karakter ada di sekitar nilai tengah. Hasil pengujian pengaruh maternal menunjukkan bahwa bobot buah, bobot mahkota, panjang buah, diameter buah, tebal daging buah, diameter empulur, PTT, total asam tertittrasi, kadar vitamin C, pH, tinggi tanaman, dan panjang tangkai buah merupakan karakterkarakter yang dikendalikan oleh gen-gen yang berada di dalam inti sel. Cabral, J.R.S., A.P. de Matos, G. Coppens d‟Eeckenbrugge. 2005. Variation for main quantitative traits in the seedling dan vegetative cycles of the EMBRAPA pineapple hybridization program. In AR Martinez. Proc. IVth ISHS on Pineapple Acta Hort 666. Veracruz, Mexico. Hal. 8392. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kantor Kementerian Riset dan Teknologi melalui program RUSNAS Pengembangan Buah-buah Unggulan Indonesia di Pusat Kajian BuahBuahan Tropika (PKBT), LPPM-IPB atas bantuan dana dan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian ini. Chank, Y.K. 2006. Hybridization and selection in pineapple improvement: the experience in Malaysia. In PH Joubert. Proceeding V International Pineapple Symposium. ISHS Acta Horticulturae 702. Vol 1. Port Alfred, South Africa. Chank, Y.K., H.K. Lee. 1991. Potential pineapple selections for fresh fruit and canning. Prosiding Simposium Buahbuahan Kebangsaan. Fruit Research Division. MARDI. Malaysia, hal. 282-286 Chank, Y.K., G. Coppens d‟Eeckenbrugge, G.M. Sanewski. 2003. Breeding and variety improvement. In DP Bartholomew, RE Paull, KG Rohrbach (Eds.). The Pineapple : Botany, Production and Uses. CAB. International. Collins, J.L. 1968. The Pineapple, Botany, Cultivation and Utilization. London: Leonard Hill. Muhammad Arif Nasution, Roedhy Poerwanto, Sobir, Memen Surahman, dan Trikoesoemaningtyas 15 J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010. [IBPGR] International Board for Plant Genetic Resources. 1991. Descriptors for Pineapple. Rome. 33p. Leal, F., E.G. Coppens d‟. 1996. Pineapple. In J. Janick, J.N Moore, Editor. Fruit Breeding, Volume I. Tree and Tropical Fuits. John Wiley & Sons. Inc. Nasution, MA., R. Poerwanto, Sobir, M. Surahman, Trikoesoemaningtyas. 2006. Keragaman karakter morfologi nenas (Ananas comosus L. Merr.) persilangan. Makalah disampaikan pada Seminar Perhorti. Jakarta. Bulan Nopember. Nei ,M., W. Li. 1979. Mathematical model for studying genetic variation in term of restriction endonuclease. USA: Proc. Natl. Acad.Sci 767:5269-5273. Pantastico, E.R. 1997. Fisiologi Pasca Panen. Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Py, C., J.J. Lacoeville, C. Teisson. 1987. The Pineapple, Cultivation and Uses. G.P. Maisonneuve et Larose, Paris, France. Rebin, S.P., S. Hosni, A.R. Effendy. 2002. Evaluasi dan seleksi varietas mangga koleksi di Cukurgondang untuk karakter unggul mutu buah dan efesiensi lahan. J.Hort. Vol.12 No.1: 1-10. Rukmana R. 1996. Nenas Budidaya Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. dan Sanewski, G.M. 2007. Skin russeting in the pineapple variety 73-50. Pineapple News. Issue No.14 Newsletter of the Pineapple Working Goups, International Society for Horticultural Science. Singh, R.K., B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetics Analysis. New Delhi:Kalyani Publishers. Soedibyo, M.T. 1992. Pengaruh umur petik buah nenas Subang terhadap mutu. Jurnal Hortikultura 2(2):36-42. Steel, R.G.D., J.H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta:Penerbit PT. Gramedia. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics, A Biometrical Approach. Williams, C.N. 1975. Pineapple. In The Agronomy of Major Tropical Crops. Ford University Press. Kuala Lumpur. Hal. 3848. Seleksi Hasil Persilangan….. 16