PERTANIAN

advertisement
PAKET INFORMASI TERSELEKSI
PERTANIAN
Seri: Budidaya Nanas
Paket Informasi Teknologi adalah salah satu
layananan yang disediakan oleh PDII-LIPI bagi
peminat informasi bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) mengenai topik tertentu. Paket
Informasi Teknologi tentang “Perubahan Iklim”
merupakan kumpulan informasi dari berbagai
sumber, antara lain laporan penelitian, artikel
makalah/jurnal ilmiah, makalah seminar/konferensi,
paten dan dilengkapi pula dengan saran literatur
yang dapat dipesan melalui PDII-LIPI apabila
berminat memperoleh artikel lengkapnya. Berbagai
informasi dalam paket ini diharapkan dapat
membantu masyarakat untuk mempelajari terumbu
karang. Paket ini telah tersedia dalam bentuk digital
atau CD ROM.
Selain paket informasi, PDII-LIPI juga menyediakan
jasa dokumentasi dan informasi lain, yaitu: (1)
Penelusuran informasi dalam dan luar negeri, (2)
Penyusunan indeks, abstrak dan tinjauan literatur,
(3) Penggandaan dokumen, (4) Konsultasi bidang
dokumentasi dan informasi, dan (5) Reprografi.
DAFTAR ISI
AKTIVITAS ENZIM BROMELIN DARI
EKSTRAK KULIT NENAS (Anenas comosus)
Kumaunang, Maureen Kamu, Vanda
JURNAL ILMIAH SAINS, Vol. 11, No. 2, 2011
Abstrak:
Limbah dalam jumlah yang cukup banyak selalu
dihasilkan dalam industri pengolahan buah nenas.
Umumnya limbah nenas yang berupa batang, daun,
kulit, dan bonggol belum dimanfaatkan secara
optimal. Padahal telah diketahui bahwa daging,
batang, dan bonggol nenas mengandung enzim
bromelin. Bromelin tergolong kelompok enzim
protease sulfhidril yang mampu menguraikan
struktur molekul protein menjadi asam-asam
amino. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi
enzim bromelin serta menentukan kadar protein dan
aktivitas enzim bromelin pada kulit nenas dengan
substrat gelatin. Tahap penelitian meliputi penentuan
kadar enzim bromelin dan penentuan aktivitas enzim
bromelin pada kondisi optimumnya. Hasil isolasi
enzim bromelin menunjukkan kadar protein tertinggi
pada pengendapan dengan amonium sulfat 60%, yaitu
sebesar 0,039% (b/b). Temperatur optimum enzim
bromelin adalah 65oC dengan aktivitas sebesar 0,071
unit/menit. pH optimum yang diperoleh adalah 6,5
dengan aktivitas sebesar 0,0101 unit/menit.
ANALISIS USAHATANI NENAS DAN
PROSPEKTIF PETANI TERHADAP
USAHATANI NENAS DI KECAMATAN
KOTABUMI, LAMPUNG UTARA
Umi Kalsum
Jurnal ilmiah ESAI, Vol. 3, 2009 : 355-361
Abstract:
Pineapple is a kind of horticulture products with
high economic value which is prospective to develop
in Lampung Province. The research was aimed at
knowing the sum of profit gained by the farmers and
the farmers perception about pineapple farming. The
research was carried out in Kalicinta and Madukoro
villages. The sample farmers were obtained through
census that there were 20 farmers used as foliation.
The research used analysis of balance sheet, and
the result was presented descriptively. The research
showed that the profit gained by the farmers was Rp
1.176.168.837,00 or Rp 3.385.632,80/bl/ha. The value
of R/C was 1,994, - which meant that the farming was
i
Pilih/klik judul
untuk melihat full text
profitable. The 60% of the farmers believed that the
pineapple farming is prospective due to the increasing
domestic demands.
APLIKASI ORGAN TANAMAN SEBAGAI
SUMBER GIBERELLIN UNTUK
MENGAKTIFKAN TUNAS DORMAN
BATANG NENAS BAGIAN TENGAH
Evawani Elita; Fetmi Silvina
Sagu : Agricultural Science and Technology Journal,
Vol. 6, No. 1, 2007: 6-9
Abstract:
The research objective was to assay the plant organ
extract that can be used to substitute the synthetic
gibberellins acid for activation of bud dormant of
pineapple stem. This research was conducted by using
completely randomized design with 4 treatments
and 4 replication. The treatments were GA3, kernel
young maize, leave young maize, and green beans
germination. The result of experiment shows that the
plant organ extract could be used as substitution GA3.
Using the young leave of maize shows that producing
time of seedling was faster, the seedling was 107.55%
higher and 97.74% more weight than GA3 treatment.
DAFTAR ISI
INVENTARISASI SERANGGA-SERANGGA
PADA PERTANAMAN NENAS (Ananas
comosus (L.) Merr.) MONOKULTUR DAN
POLIKULTUR DI KABUPATEN BOLAANG
MONGONDOW
Lumananw, Mariane K. Mamahit, Juliet E.M.
Dien, Moulwy F.Manengkey, Guntur M.J.
COCOS, Vol. 2, No. 3, 2013
Abstract:
Pineapples are a fruit that grows on bushes with the
scientific name Ananas comosus. They are native to
Brazil (South America) and have been domesticated
there since before Columbus’ advent. In the 16th
century, Spaniards brought pineapples to the
Philippines and the Malaysian Peninsula, then into
Indonesia in the 17th century. This study aims to
know the insects associated to monocultured and
polycultured pineapples (A. comosus) and to know
the dominant insects among said plants. This study is
expected to inform about significant insects, both as
pests as well as natural enemies, so it can be managed
in pineapple planting systems and used in pineapple
pest control. This study was done in the pineapple
plantation village of Lobong and Mongkunai, regency
of BolaangMongondow. Laboratory observations were
done in the Weeds and Entomology laboratory of
the Agriculture Faculty, University of Sam Ratulangi.
Observation of insects on plant pineapples were
calculated using the trap sinks. Insect observations
showed that there are 6 insect orders founded to
monocultured and polycultured pineapple plants,
namely: Coleoptera Orders, Orthoptera Orders,
Diptera Orders, Hymenoptera Orders, Collembola
Orders and Lepidoptera Orders. Dominant insects
in the monocultured and polycultured pineapple
plantations are firstly from the Hymenoptera Order
(Family of Formicidae), next from the Orthoptera
Order (Family of Acrididae), third from the Coleoptera
Order (Family of Scolytidae) and fourth from the
Diptera Order (Familiy of Drosophilidae).
KAJIAN PENGGUNAAN EDIBLE COATING
DARI KITOSAN UNTUK MEMBUAT
KERIPIK NENAS RENDAH LEMAK
Yernisa; Fitry Tafzi
Percikan: Pemberitaan Ilmiah Vol. 103, 2009: 113-117
Abstrak:
Keripik merupakan makanan ringan yang tergolong
jenis makanan crackers dan kandungan lemaknya
tinggi. Kandungan minyak yang terserap pada keripik
dapat merugikan produsen dan konsumen. Salah
satu cara untuk menurunkan kandungan lemak pada
keripik nenas adalah dengan melapisi permukaan
buah nenas dengan suatu film yang dapat dimakan
(edible coating). Salah satu bahan edible coating yang
mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan adalah
kitosan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari
pengaruh penggunaan kitosan sebagai bahan edible
coating untuk mengurangi penyerapan minyak pada
pembuatan keripik nenas. Perlakuan yang dicobakan
adalah konsentrasi keripik nenas yaitu 0; 1%, 1,5%,
dan 2%. Terhadap keripik nenas yang dihasilkan
dilakukan pengamatan terhadap rendemen, kadar
air, kadar lemak, kadar abu, persen keutuhan, dan
warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keripik
nenas yang diberi kitosan menghasilkan rendamen
dan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang tldak diberi kitosan. Kitosan dapat mengurangi
penyerapan minyak selama penggorengan sehingga
kadar lemak keripik nenas yang dihasilkan lebih rendah
dibandingkan dengan yang tidak diberi kitosan. Akan
tetapi, keripik nenas yang diberi kitosan berwarna
lebih coklat dan lebih gelap dibandingkan dengan yang
tidak diberi kitosan.
OPTIMASI KETEBALAN IRISAN DAN
METODE PENGERINGAN BUAH NANAS
Padmawati Mangkuwisastra
Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Vol. 7,
No. 2, 2010: 60-68
Abstract:
The aim of this research were to optimize the thickness
of slices and the methods of dying pineapple fruit.
The first optimization was conducted by blanching
treatment. The second optimization used two variables
: thickness of slices (6 mm, 4 mm, and 2 mm) and
drying methods (solar hmnel dryer, open sun drying,
and oven). The parameters used were : sensory test
(color, aroma, taste, texiure, and overall) and moisture
content. The results showed that the sensory test of
the overall value of dried pineapple products are the
most favored treatment slice thickness 4 mm with an
oven drying method.
DAFTAR ISI
PEMBENTUKAN BENIH SINTETIK
TANAMAN NENAS
Roostika,
Purnamaningsih,
Supriati,
Khumaida, dan Wattimena, GA3
J. Hort, Vol. 22, No. 4, 2012:316-326
Manitol dapat menggantikan aplikasi suhu rendah
dalam penyimpanan kultur nenas yang terenkapsulasi.
Mariska,
Abstrak:
Nenas merupakan tanaman buah tropis dan subtropis
yang komersial. Kultivar Smooth Cayenne memiliki tipe
dan jumlah propagul yang terbatas, sehingga diperlukan
dukungan teknologi lainnya untuk produksi benih
secara masal. Teknologi benih sintetik dapat diterapkan
untuk produksi benih secara masal dan konservasi.
Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui pengaruh
kombinasi auksin dan sitokinin terhadap morfogenesis
eksplan nenas yang terenkapsulasi, mengetahui
pengaruh interaksi antara suhu penyimpanan dengan
konsentrasi paklobutrazol atau manitol terhadap
pertumbuhan eksplan nenas yang terenkapsulasi dan
masa simpan. Penelitian dilaksanakan dari Bulan April
sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Kultur
Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Percobaan
disusun secara faktorial dalam rancangan acak lengkap
terdiri atas enkapsulasi eksplan, pertumbuhan
minimal menggunakan paklobutrazol, atau manitol
yang dikombinasikan dengan suhu penyimpanan.
Enkapsulasi dilakukan terhadap batang semu dan
basal daun menggunakan Na-alginat 3% yang berisi
media MS dengan penambahan BA (0, 1, 2, dan 3
mg/l) yang dikombinasikan dengan NAA (0, 1, 2, dan
3 mg/l). Untuk memacu proses diferensiasi, basal
daun diberi praperlakuan menggunakan media MS
yang mengandung BA 0,5 mg/l dan NAA 0,5 mg/l
sebelum dienkapsulasi dengan perlakuan BA dan NAA
pada konsentrasi 0; 0,5; dan 1 mg/l. Pertumbuhan
minimal dilakukan menggunakan paklobutrazol
(0, 1, 2, dan 3 mg/l) atau manitol (0, 1, 2, 3, 4, dan
5%) pada suhu penyimpanan 15 dan 25 0 C. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa basal daun nenas
yang terenkapsulasi mampu berdiferensiasi setelah
praperlakuan. Tidak terdapat interaksi yang nyata
antara konsentrasi paklobutrazol dengan suhu
penyimpanan terhadap daya hidup dan daya tembus
kapsul tunas nenas. Biakan tersebut hanya dapat
disimpan selama 1 bulan. Interaksi yang nyata juga
tidak dijumpai antara konsentrasi manitol dengan
suhu penyimpanan terhadap daya hidup dan daya
tembus kapsul embrio somatik nenas. Manitol 4%
mampu memperpanjang masa simpan hingga 4 bulan.
PEMBERIAN AIR KELAPA MUDA PADA
MEDIA MURASHIGE AND SKOOG (MS)
UNTUK PERTUMBUHAN EKSPLAN NENAS
SECARA IN VITRO
Fetmi Silvina; Murniati
Sagu: Agricultural Science and Technology Journal, Vol.
6, No. 1, 2007 :25-28
Abstract:
The aim of this study was to find out concentration
of coconut oil which induce growth and development
of bud pineapples crown. The treatments of this
experience consisted of several concentrations of
coconut oil, such as: K0 = without coconut oil, K1 = 25%
of coconut oil, K2 = 50% of coconut oil, K3 = 75% of
coconut oil. The result shows that treatment without
giving coconut oil could accelerate the appearance of
bud, producing the highest number of bud, and the
highest percentage of growth.
PEMBUATAN NATA DARI BUAH NANAS
Ulpen Hiermy
JumaI Teknosain, Vol. V, No. 2, 2008
Abstrak: -
DAFTAR ISI
PENDUGAAN JARAK GENETIC DAN
HUBUNGAAN KEKERABATAN NANAS
BERDSARKAN ANALISIS ISOZIM
Hadiati, S
Jurnal Hortikultura, Vol. 13, No. 2, 2003: 87-94
Abstrak:
The objectives of this research were to determine
genetic distance and genetic relationships among
the pineapple accessions based on isozyme banding
patterns.This research was conducted at Indonesian
Fuit Research Institute from September to November
2001. Isozyme was analyzed using polyacrylamide
gel electrophoresis with five enzymes (peroksidase,
phosphoglucomutase, alcohol dehydrogenase, malate
dehydrogenase, and shikimate dehydrogenase).
The similarity based on Dice formula was used to
determine genetic distance of 30 pineapple accessions.
The results showed that the nearest genetic similarity
(0.23) or the farthest genetic distance (0.77) was
among accessions number of 16,18,24,28,31,22,2
(queen clones) accessions number of 10,33,35,44 (red
clones) and accessions of 3,30,32,46 (green clones).
The biggest genetic similarity (1.00) or the nearest
genetis distance (0.00) was occured on the clones red,
green, merah pagar, queen except for 11,17,7, and
cayenne clone except for no. 4,37,38. The 30 pineapple
accessions relationship was grouped into four genetic
similarity 0.65, of red clone, merah pagar clone, queen
clone, and cayenne clone. Parents having for genetic
distance indicated wide genetic variability and high
heterosis effect so that the hybridization give the big
chance for getting superior quality.
PENGARUH DOSIS ROOTONE-F
TERHADAP PERTUMBUHAN CROWN
TANAMAN NENAS (Ananas comosus)
Jurnal FAPERTA: CEFARS, Vol. 1, No. 2, 2010
Abstract:
Ananas crown can becomes as homogenous plant but
longer age than slip and sucker. The result of research
show that Rootone-F effect to plant high, amount of
leaf, long and widh of leaf sigmificantly at 24 months
age especially 100 mg and 200 mg doses treatment.
With 400 mg doses show bad effect to plant growing
and smaller then control. Key word : Rootone-F,
growth regulator, crown, slip and sucher.
PENGARUH KONSENTRASI BAP
TERHADAP PERTUMBUHAN STEK
BATANG NENAS (ANANAS COMOSUS L.)
Sri Hadiati
Agrin: Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian, Vol.
15, No. 2, 2011: 127-132
Abstrak: -
PENGARUH PENAMBAHAN
HIDROKOLOID TERHADAP MUTU SELAI
NENAS RENDAH KALORI
Elly Nurlaelyah, Shinta D. Sirait dan Dhiah Nuraini
Warta IHP/J. of Agro-Based Industry, Vol. 17, No. 1-2,
2000, 42-49
Abstract:
Most pineapple jam found in the market is high calorie
food because it usually contains about 55 percent of
sugar. For certain reasons such as obesity prevention
and keeping healthy, jam can be diversified by reducing
its sugar content. This research was aimed at finding
out the effects of hydrocolloid addition on the quality
of pineapple jam produced. Two kinds of hydrocolloid
used i. e. low methoxyl pectin and carbox-y methyl
cellulose (CMC). As much as 0.9 percent of the pectin
or CMC was added into pineapple slurry to produce jam
A (CMC) or jam C (low methoxyl pectin). A preference
test was carried out to investigate 3 (three) different
jams i. e. jam A, pineapple jam purchased from local
market (jam B), and jam C. The result showed that
jam C had the biggest average score of 3,75 in terms
of colour, taste. and flavour. whereas jam B was the
least acceptable by 20 panelists with an average score
of 3,24. However after 3 months storage the quality
of jam A was better thanjam C physico-chemicallyand
microbiologically. The calorie content of every 100 g
of jam A and jam C was 14,80 and 14,90 respectively.
DAFTAR ISI
PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN
PADA JUS NENAS TERHADAP SHELF LIFE
Husniati dan Eva Oktarina
Buletin Hasil Penelitian Industri, Vol. 25, No. (1) 2012:
11-17
Abstrak:
Kitosan adalah polisakarida dari deasetilasi senyawa
kitin yang diperoleh dari limbah cangkang udang
kelompok Crustaceae. Kitosan memiliki potensi
untuk dijadikan sebagai bahan pengawet alami,
bekerja sebagai zat anti mikroba karena mengandung
enzim lisosim dan aminopolisakarida. Penelitian ini
mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan kitosan dalam minuman jus nenas yang
dianalisis dan· nilai cemaran bakteri sehingga fungsi
dan efeknya dapat menentukan shelf life produk
tersebut. Kitosan yang digunakan adalah kitosan T 345,
dengan derajat deasetilasi (DD) 71% dan /arut dalam
asam organik /emah, yang merupakan hasil penelitian
dari Baristand Jndustri Bandar Lampung. Ada dua
tahap pada penelitian ini yaitu tahap pendahuluan
untuk penentuan konsentrasi kitosan secara bioassay
dan tahap berikutnya, yaitu aplikasi konsentrasi kitosan
dalam )us nenas. Hasil uji bioassay menunjukkan
konsentrasi kitosan dengan daya hambat maksimal
terhadap campuran bakteri adalah 0,05% b/v, dengan
range 0,05-2,5% dan natrium benzoat 0,1%. Untuk
aplikasi konsentrasi 0,05% b/v kitosan dalam jus nenas
diamati Angka Lempeng Total (ALT) pada hari ke-1, 3,
5, 7, 9, dan 13. Basil pengamatan ALT diperoleh bahwa
penambahan kitosan 0,05% blv dalam jus nenas melalui
perlakuan pasteurisasi yang disimpan pada suhu ruang
memberikan nilai ALT di bawah batas ambang cemaran
mikroba (merujuk pada SN! 7388:2009) hingga 13 hari.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penambahan
kitosan pada konsentrasi 0,05% b!v memberikan efek
peningkatan shelf life pada jus nenas pasteurisasi lebih
lama dari pada jus nenas tanpa pasteurisasi, jus tanpa
penambahan kitosan, dan jus dengan penambahan
natrium benzoat 0,1% tanpa pasteurisasi.
PENGELOMPOKAN DAN JARAK GENETIK
PLASMA NUTFAH NENAS BERDASARKAN
KARAKTER MORFOLOGI
Hadiati, S.; S. Yuliati;Sukartini
Jurnal Hortikultura, Vol. 19, No. 3, 2009: 264-274
Abstrak: -
PENGEMBANGAN FORMULASI SIRUP
BERBAHAN BAKU KULIT DAN BUAH
NANAS (ANANAS COMOSUS L. MERR)
Shanti Fitriani; Evi Sribudiani
Sagu : Agricultural Science and Technology Journal,
Vol. 8, No. 1, 2009: 34-39
Abstrak: -
PENGGUNAAN PACLOBUTRAZOL DAN
ABA DALAM PERBANYAKAN NENAS
SIMADU MELALUI KULTUR IN VITRO
Ragapadmi Purnamaningsih; Yati Supriati
Berita Biologi, Vol. 9, No. 6, : 751-758
Abstract:
Pineapple (Ananas comosus L. Merr.). represents an
important crop in Subang. Somaclonal variation is
one of the problem to develop pineapple; especially
Simadu variety. Probability to conduct Simadu progeny
from the mother plant is very low (5%). Its caused by
chimeric of the somatic cells that form meristem. In
vitro culture is the alternative method to solve the
problem by using the meristem cells from Simadu fruit
as explant. Unfortunately, genetic diversity has been
observed in many species during tissue culture. This
phenomenon is usually termed somaclonal variation.
Many studies on pineapple demonstrated that some
in vitro propagated materials differ from the source
materials from which they are derived. To minimize
genetic variability, the use of growth inhibitor such
as paclobutazol and absisic acid hopefully would gave
the important role in genetic stability. The aim of the
research is to multiply Simadu pineapple by using
tissue culture technique. In vitro shoot induce from
crown of the Simadu fruit until get the sterile shoots.
Combination of kinetin (0-5 ppm) with paclobutrazol
( 0-0.1 ppm) or ABA (0-1 ppm) was used in the
multiplication stage. Result showed that there are
no interaction between kinetin and paclobutrazol or
ABA, but there is influence of the single factor. Kinetin
increase leave number but decrease plant height and
root number. Paclobutrazol increase shoot and leave
number, but decrease plant height and root number.
There is no influence of ABA to plant height shoot and
root number but decreased leaves number.
DAFTAR ISI
PENGUSAHAAN DODOL NANAS
DAN SELAI NANAS GORENG: SUATU
PENDEKATAN STRUKTUR BIAYA DAN
PENDAPATAN
PENINGKATAN MUTU SARI BUAH NANAS
DENGAN MEMANFAATAN SISTEM
FILTRASI ALIRAN DEAD-END DARI
MEMBRAN SELULOSA ASETAT
Abstrak:
Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan
membandingkan struktur biaya dan pendapatan
produk dodol nenas dan selai nenas goreng yang
dihasilkan oleh Agroindustri Tulimario sekaligus
menganalisis perbedaan pendapatan kedua produk
tersebut. Metode analisis data yang digunakan adalah
metode deskriptif kuantitatif. Untuk mengetahui
struktur biaya dan pendapatan digunakan analisis
pendapatan dan untuk menganalisis perbedaan
pendapatan kedua produk digunakan alat analisis
uji beda dua rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi
dodol nenas per proses produksi lebih kecil daripada
biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi selai nenas
goreng yaitu Rp 454.980,49 untuk dodol nenas dan Rp
959.966,22 untuk selai nanas goreng. Besarnya biaya
produksi tiap produk dapat mempengaruhi besarnya
pendapatan masing-masing produk. Meskipun biaya
produksi yang dikeluarkan untuk memproduksi selai
nenas goreng lebih besar daripada biaya produksi
untuk dodol nenas, tetapi pendapatan yang diterima
dan produk selai nenas goreng per proses produksi
lebih besar daripada pendapatan untuk produk dodol
nenas per proses produksi yaitu Rp283.158,78 untuk
selai nenas goreng dan Rp240.519.51 untuk dodol
nenas atau jika dipersentasekan maka pendapatan
per proses produksi untuk produk selai nenas goreng
lebih besar 17,73% daripada pendapatan per proses
produksi untuk produk dodol nenas. Hasil uji t yang
dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara pendapatan
pengusahaan dodol nenas dan selai nenas goreng.
Abstrak:
Fokus penelitian ini adalah penentuan teknologi
pengolahan pangan alternatif dengan menggunakan
membran selulosa asetat. Membran selulosa asetat
telah digunakan untuk menyaring sari buah nanas.
Teknik filtrasi sistem aliran dead-end telah digunakan
untuk meningkatkan mutu sari buah nanas. Sistem
filtasi dilakukan pada kondisi pengadukan, pemberian
tekanan atau aplikasi alami dari gaya gravitasi bumi.
Nilai fluks membran untuk semua proses perlakukan
mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu
filtrasi. Nilai fluks tertinggi didapat untuk proses dengan
pengadukan 22 cm/s dan tekanan sebesar 1,021 x 10
pangkat 5 Pascal. Nilai rejeksi terbesar diperoleh untuk
proses filtrasi tanpa perlakukan tekanan maupun
pengadukan. Membran yang telah dipakai proses
filtrasi mengalami peristiwa fouling. Hasil penyaringan
dengan sistem filtrasi ini menunjukkan peningkatan
kualitas, yaitu kehomogenan meningkat, kekeruhan
menurun, total padatan terlarut, dan kekentalan
menurun. Nilai persentase perubahan mutu sifat fisika
tertinggi terjadi pada larutan hasil proses filtrasi tanpa
perlakuan penekanan dan pengadukan (yaitu hanya
gaya gravitasi). Selain itu, pada larutan hasil perlakukan
ini mengalami perubahan nilai pH tidak besar sehingga
memiliki mutu yang paling baik.
Ernawati H.D.
Percikan: Pemberitaan Ilmiah, Vol. 94, 2008: 87-92
Jajang Juansah; Kiagus Dahlan; Farida Huriati
Makara. Seri Sains, Vol. 13, No. 1, 2009: 94-100
DAFTAR ISI
PERTUMBUHAN PLANLET NENAS
(ANANAS COMOSUS L. MERR.) VARIETAS
SMOOTH CAYENNE HASIL KULTUR IN
VITRO PADA BEBERAPA KONSENTRASI
BAP DAN UMUR PLANTLET
Ramadhani Dwi Santoso, Sobir
Bul. Agrohorti, Vol. 1, No. 1, 2013:54-61
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
perlakuan sitokinin sintetik (6-benzylaminopurine/
BAP) pada dua kelompok plantlet nenas (Ananas
comosus L.Merr.) yang dibedakan berdasarkan umur
plantlet. Penelitian ini menggunakan Percobaan
Faktorial dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
dengan dua faktor, yaitu konsentrasi BAP (0 ppm, 25
ppm, 50 ppm, dan 75 ppm) dan umur plantlet (52 hari
dan 69 hari), dengan tiga ulangan. Data akan dianalisis
menggunakan Uji Beda Nyata Jujur Tukey pada tingkat
kesalahan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan BAP dengan konsentrasi yang digunakan
dalam penelitian ini secara nyata menghambat
pertumbuhan plantlet nenas pada empat peubah
(jumlah daun, panjang daun, tinggi plantlet, dan
diameter plantlet), sedangkan umur plantlet tidak
menunjukkan pengaruh yang nyata, kecuali pada
peubah tinggi plantlet pada 8 dan 14 minggu setelah
perlakuan. Interaksi antara faktor pemberian BAP dan
pengelompokan umur menunjukkan pengaruh yang
nyata untuk peubah tinggi plantlet dan jumlah daun.
Untuk penelitian selanjutnya yang serupa, disarankan
menggunakan konsentrasi sitokinin yang lebih rendah.
REGENERASI TANAMAN NENAS (ANANAS
COMUSUS (L.) MERR.) DARI TUNAS
AKSILAR MAHKOTA BUAH
Zulkarnain
Agroland: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, Vol. 14, No. 1,
2007: 1-5
Abstract:
This investigation was aimed at studying plantlet
regeneration from axillary crown bud of pineapple
cultured in vitro at various concentration of 2,4-D
(0, 0.001, 0.01 and 0.1 ppm) and BA (0, 0.1, 1,0 and
10 ppm). Medium composition used was revised MS
medium supplemented with vitamins, myo-inositol,
3% sucrose solidified with 0.8% Bacto agar at pH 5.8
± 0.02 before being autoclaved under 1,06 kg cm-2
air pressure at temperature of 121 degree C for 15
minutes. Cultures were incubated at temperature of
25 ± 1 degree C under total dark condition for seven
days prior to transfer to light condition at intensity of
50 umol m-2 s-2 and 16 hours photoperiod. The results
indicated that all plant growth regulator combinations
successfully regenerated adventitious shoots, except
those with no plant growth regulator (control). An
average of four roots, 1.3 cm long, were formed only on
explants cultured on medium supplemented with 1.0
ppm 2,4-D alone. The plantlet growth were relatively
uniform indicated by a non-significant difference on
the average leaf number (P = 0.60). There was no
significant callus proliferation found in this study. One
hundred percent of plantlets survived acclimatization
on Jiffy substrate at day/night temperature of 25/18
degree C, relative humidity of 80% and light intensity
of 100 - 170 umol m-2 s-1 under natural photoperiod.
REKOMENDASI PEMUPUKAN KALIUM
UNTUK TANAMAN NENAS BERDASARKAN
STATUS HARA TANAH
La Ode Safuanl, Roedhy Poerwanto, Anas Dinurrohman
Susila, dan Sobir
J. Agron. lndonesia, Vol. 39, No. 1, 2011: 56-61
Abstract: -
DAFTAR ISI
SELEKSI HASIL PERSILANGAN ANTARA
‘QUEEN’ DAN ‘SMOOTH CAYENNE’
UNTUK PERBAIKAN HASIL DAN MUTU
BUAH NENAS
Nasution, Muhammad Arif Poerwanto; Roedhy,
Surahman; Memen Koesoemaningtyas, Tri
Jurnal Hortikultura Indonesia, Vol. 1, No. 1, 2010
Abstract:
Hybridization program was started in PKBT IPB Bogor
in 2003, entangles of 12 parental cultivars, consisting
of five type Smooth Cayenne cultivars and seven type
Queen cultivars. The cross yielded 195 genotypes
with various different character combinations. The
result of cluster analysis based on morphological
characters showed that there were 33 groups of
hybrid at the degree of genetic similarity of 50%. The
result of principal component analysis indicated that,
between yield component characters and result most
importantly, were fruit weight, fruit diameter and
fruit length which were main supporting character of
variance in hybrid result of the crosses. Descriptive
results of fruit yield and quality characters showed
three to five classes with the highest number of
individuals around the mean value for each character.
Simak Baca secara fonetik Fruit weight, crown
weight, fruit length, fruit diameter, flesh thickness,
core diameter, total soluble solid (TSS), total acid,
vitamin C, pH, plant height, and peduncle length, were
characters controlled by nuclear genes. Key words :
hybridization, variability, Smooth Cayenne, Queen,
genotype
STUDI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN
NENAS (ANANAS COMOSUS L. MERR.)
PADA KULTUR IN VITRO
Lizawati
Percikan: Pemberitaan Ilmiah, Vol. 108, 2010: 27-32
Abstrak: -
AKTIVITAS ENZIM BROMELIN DARI EKSTRAK
KULIT NENAS (Anenas comosus)
Maureen Kumaunang1), Vanda Kamu1)
1)
Program Studi Kimia FMIPA Universitas Sam Ratulangi, Manado
[email protected]
ABSTRAK
Limbah dalam jumlah yang cukup banyak selalu dihasilkan dalam industri pengolahan buah
nenas. Umumnya limbah nenas yang berupa batang, daun, kulit, dan bonggol belum dimanfaatkan
secara optimal. Padahal telah diketahui bahwa daging, batang, dan bonggol nenas mengandung
enzim bromelin. Bromelin tergolong kelompok enzim protease sulfhidril yang mampu
menguraikan struktur molekul protein menjadi asam-asam amino. Penelitian ini bertujuan untuk
mengisolasi enzim bromelin serta menentukan kadar protein dan aktivitas enzim bromelin pada
kulit nenas dengan substrat gelatin. Tahap penelitian meliputi penentuan kadar enzim bromelin
dan penentuan aktivitas enzim bromelin pada kondisi optimumnya. Hasil isolasi enzim bromelin
menunjukkan kadar protein tertinggi pada pengendapan dengan amonium sulfat 60%, yaitu
sebesar 0,039% (b/b). Temperatur optimum enzim bromelin adalah 65oC dengan aktivitas sebesar
0,071 unit/menit. pH optimum yang diperoleh adalah 6,5 dengan aktivitas sebesar 0,0101
unit/menit.
Kata kunci: bromelin, gelatin, kulit nenas, pengendapan amonium sulfat,
THE ACTIVITY OF BROMELAIN ENZYME ISOLATED FROM
PINEAPPLE (Anenas comosus) FRUIT SKIN
ABSTRACT
The pineapple fruit processing industry always produce waste in the form of stems, leaves, fruit
skin and tubers. The waste hasnot been optimally used. The fruit, stem, and tuber of pineapple,
however, contains bromelain enzyme. Bromelain is classified as protease enzyme sulfhydryl
groups that are able to break down the molecular structure of proteins into amino acids. The aim
of this study was to isolate bromelain enzyme and determine the protein concentration and ezyme
activity from pineapple bark against the gelatine substrate. This research consisted of determining
the bromelain concentration and enzyme activity in the optimum condition. The result of
bromelain isolation showed that the highest protein concentration was resulted from precipitation
with 60% ammonium sulfate. i.e. 0,039% (w/w). The optimum temperature was 65oC with the
activity of 0,071 units/min and the optimum pH obtained was 6,5 with the activity of 0,0101
units/min.
Keywords: bromelain, gelatin, pineapple fruit skin, ammonium sulphate precipitation
PENDAHULUAN
Dalam industri pengolahan buah
nenas, selalu meninggalkan limbah yang
cukup banyak. Umumnya limbah nenas
berupa batang, daun, kulit, dan bonggol, yang
belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan
hanya digunakan sebagai pakan ternak.
Menurut Raina (2011), buah nenas
mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap,
seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral,
dan vitamin. Menurut Whitaker (1991), nenas
juga mengandung enzim bromelin, yaitu
suatu enzim proteolitik yang dapat
mengkatalisis reaksi hidrolisis dari protein.
Bagian-bagian tanaman nenas yang telah
berhasil diekstraksi enzim bromelinnya
adalah daging buah (Utami (2010) dan
Gautam et al., (2010)), batang (Gautam et al.,
(2010)), dan bonggol (Sangi (1989)).
Enzim bromelin memiliki banyak
kegunaan. Bagi kesehatan manusia, enzim
bromelin dapat mengurangi rasa sakit dan
pembengkakan karena luka atau operasi,
Kumaunang dan Kamu: Aktivitas Enzim Bromelin ……. 199
mengurangi radang sendi, menyembuhkan
luka bakar, serta meningkatkan fungsi paruparu pada penderita infeksi saluran
pernapasan. Selain itu ekstrak nenas yang
bersumber dari batang, daging, bonggol, dan
kulit yang telah digunakan dalam proses
pengempukan daging (Utami, 2010).
Informasi tentang kandungan enzim bromelin
dalam daging buah nenas, batang, dan
bonggol telah banyak dilaporkan. Namun
informasi tentang keberadaan enzim bromelin
dalam kulit nenas belum pernah dilaporkan.
Sehingga, penelitian tentang isolasi dan
karakterisasi enzim bromelin yang berasal
dari kulit nenas perlu dilakukan.bagian
penting dalam kehidupan masyarakat
Indonesia.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan
Buah nenas diperoleh dari Kabupaten
Bolaang Mongondow, kemudian diambil
kulitnya. Bahan-bahan kimia yang digunakan
berkualitas pro analysi.
Prosedur Analisis
Pembuatan Ekstrak Kasar Kulit Buah
Nenas
Kulit nenas yang digunakan adalah
kulit nenas yang berasal dari buah nenas
yang masih mengkal, ditandai dengan warna
kulitnya hijau kekuningan. Kulit nenas dicuci
dengan aquades, dipotong kecil-kecil dan
ditimbang sebanyak 1.500 gram. Selanjutnya
dihomogenisasi dengan menggunakan 200
mL larutan buffer natrium asetat (pH 6,5),
dan disaring. Ekstrak kasar disentrifugasi
selama 25 menit pada 3.500 rpm, dan
disimpan pada 4 oC.
Pengendapan dengan Amonium Sulfat
Presipitasi ekstrak kasar enzim
bromelin dilakukan dengan penambahan
amonium sulfat sebanyak 10%, 20%, 30%,
40%, 50% dan 60%, sambil diaduk
menggunakan pengaduk magnet selama 45
menit, dan diinkubasi semalam pada 4 oC.
Selanjutnya, disentrifugasi pada 3500 rpm
selama 25 menit. Endapan yang dihasilkan
dicuci dengan 10 mL buffer natrium asetat
0,1 M pada kisaran pH 6 - 6,5 (Gautam et al.,
2010).
Penentuan Kadar Protein Ekstrak Enzim
Bromelin
Penentuan kadar protein dilakukan
dengan menggunakan metode Bradford
(Bradford, 1976). Absorbansi diukur pada λ
595 nm. Kadar protein ditentukan dengan
membandingkan absorbansi ekstrak enzim
bromelin dengan kurva standar gelatin.
Penentuan Aktivitas Enzim Bromelin
(Pakpakan, 2009)
a. Penentuan Temperatur Optimum
Sebanyak 0,5 mL gelatin ditambahkan
dengan 0,5 mL buffer asetat dan 0,5 mL
ekstrak enzim bromelin, kemudian diinkubasi
selama 10 menit pada berbagai temperatur
untuk menentukan temperatur optimum.
Temperatur yang digunakan adalah 50 oC, 55
o
C, 60 oC, 65 oC, 70 oC, 75 oC, dan 80 oC.
Reaksi dihentikan dengan pemanasan pada
air mendidih selama 10 menit. Absorbansi
diukur pada λ 595 nm untk menentukan kadar
protein.
b. Penentuan pH optimum
Sebanyak
0,5
mL
gelatin
ditambahkan dengan 0,5 mL buffer asetat dan
0,5 mL ekstrak enzim bromelin, kemudian
diinkubasi selama 10 menit pada berbagai
nilai pH pada temperatur optimum yang
diperoleh. Variasi nilai pH yang digunakan
adalah 5,0; 5,5; 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; 8,0. Reaksi
dihentikan dengan pemanasan pada air
mendidih selama 10 menit. Absorbansi
diukur pada λ 595 nm.
Satu
unit
aktivitas
enzim
didefinisikan sebagai jumlah enzim yang
dibutuhkan untuk menghidrolisis substrat
gelatin per satuan waktu pada kondisi
percobaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Protein Enzim
Penentuan kadar protein enzim
bromelin dilakukan dengan menggunakan
metode Bradford dan gelatin sebagai standar.
Kadar protein enzim bromelin dalam
amonium sulfat tertinggi pada penambahan
amonium sulfat 60%, yaitu sebanyak 0,039
%.
200 Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No. 2, Oktober 2011
Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas
Enzim Bromelin
Temperatur sangat erat berhubungan
dengan energi aktivitas dan kestabilan enzim.
Peningkatan temperatur dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan reaksi dan secara
bersamaan
meningkatkan
kecepatan
inaktivasi enzim (Stauffer, 1989), kenaikan
aktivitas pada temperatur 55 sampai dengan
65 0C.
Gambar 1. Pengaruh temperatur terhadap aktivitas enzim bromelin
Gambar 2. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim bromelin
Gambar 1 menunjukkan temperatur
optimum berada pada temperatur 65 0C
dengan aktivitas 0,071 unit/menit, sedangkan
pada temperatur 70 sampai dengan 80 0C
terjadi penurunan aktivitas enzim. Harrach et
al., (1998) menemukan temperatur optimum
enzim bromelin adalah 65 oC.
Berdasarkan Gambar 1, terlihat
bahwa pada temperatur 70 0C sampai 80 0C
terjadi
penurunan
aktivitas
enzim
0
dibandigkan aktivitas enzim pada 65 C, hal
ini disebabkan karena terjadi denaturasi
enzim dengan cepat pada rentang temperatur
70 sampai 80 0C.
Kenaikan temperatur yang lebih tinggi dapat
merusak struktur enzim sehingga fungsi kerja
enzim dapat berkurang (Pakpahan, 2009).
Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
Bromelin
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi
oleh pH medium. pH saat aktivitas enzim
maksimum adalah pH optimum.
Menurut Nielsen et al., (1999), pH
optimum merupakan pH saat gugus pemberi
dan penerima proton yang berperan penting
pada sisi katalitik enzim atau pada sisi
pengikat substrat berada dalam tingkat
Kumaunang dan Kamu: Aktivitas Enzim Bromelin ……. 201
ionisasi yang diinginkan, sehingga substrat
lebih mudah berinteraksi dengan sisi katalitik
enzim. Grafik pengaruh pH terhadap aktivitas
enzim dapat dilihat pada Gambar 2.
Berdasarkan hasil penelitian ini,
peningkatan aktivitas enzim mulai teramati
dari pH 5,0 sampai pH optimum 6,5 yaitu
sebesar 0,101 unit/menit (Gambar 2).
Penurunan aktivitas enzim dari pH 7,0
sampai pH 8,0 terjadi karena lingkungan di
sekitar sisi aktif enzim mengalami
kekurangan jumlah proton.
KESIMPULAN
Berdasarkan
penelitian,
dapat
disimpulkan bahwa kulit nenas memiliki
kandungan enzim bromelin, dengan aktivitas
optimum diperoleh pada temperatur 65 oC
sebesar 0,071 unit/menit dan pada pH 6,5
sebesar 0,101 unit/menit.
DAFTAR PUSTAKA
Bradford, M. M. 1976. A rapid and sensitive
method for the quantitation of
microgram quantities of protein utilizing
the principle of protein-dye binding.
Anal Biochem 72 , 248-254.
Gautam, S.S., Mishra, S., Dash, V., Amit, K.
and Rath, G. 2010. Cooperative study or
extraction, purification and estimation of
bromelain from stem and fruit of
pineapple plant. Thai J. Pharm., Sci. 34,
67-76.
Harrach, T., K. Eckert., H. R. Maurer., I.
Machleidt., W. Machleidt., and R. Nuck.
1998. Isolation and characterization of
two forms of an acidic bromelain stem
proteinase. J. Prot Chem. 17(4): 351-61.
Nielsen, J. E., Beier, L., Otzen., D., Borchert,
T. V., Frantzen, H. B., Andersen, K. V.,
Svendsen, A., (1999), Electrostatics in in
the active site of an α-amylase, Eur. J.
Biochem., 246, 816-824
Pakpahan, 2009. Isolasi Bakteri dan Uji
Aktivitas Protease Termofilik Dari
Sumber Air Panas Sipoholon Tapanuli
Utara Sumatera Utara. [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana
Universitas
Sumatera
Utara. Medan.
Raina, M. H. 2011. Ensiklopedia Tanaman
Obat Untuk Kesehatan. Absolut.
Yogyakarta
Sangi, M.S. 1989. Pemurnian Enzim
Bromelin Dari Bonggol Nenas. Laporan
Penelitian
Fakultas
Peternakan
UNSRAT, Manado.
Stauffer, C.E., 1989. Enzyme Assays for Food
Scientists. AVI, 30-30.
Utami.
2010. Pengaruh Penambahan
Ekstrak Buah Nenas (Anenas comosus
L. Merr) Dan Waktu Pemasakan Yang
Berbeda Terhadap Kualitas Daging Itik
Afkir. Skripsi. Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Whitaker, J. R. 1991. Principles Of
Enzimology For The Food Sciences.
Marcel Dekker Inc. New York.
INVENTARISASI SERANGGA-SERANGGA PADA PERTANAMAN NENAS
(Ananas comosus (L.) Merr.) MONOKULTUR DAN POLIKULTUR DI
KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW
(An Inventory Of Insects To Monocultured And Polycultured Pineapple (Ananas
comosus(L.) Merr.) Plants In The Bolaang Mongondow Regency)
Mariane K. Lumanaw1, Juliet E.M Mamahit 2, Moulwy F. Dien 2, Guntur M.J Manengkey2
¹´² Program Studi Agroekoteknologi, Jurusan Hama & Penyakit Fakultas Pertanian,Universitas Sam Ratulangi, Jl. Kampus
Unsrat Mando, 95515 Telp (0431) 846539
ABSTRACT
Pineapples are a fruit that grows on bushes with the scientific name Ananas comosus. They are
native to Brazil (South America) and have been domesticated there since before Columbus’
advent. In the 16th century, Spaniards brought pineapples to the Philippines and the Malaysian
Peninsula, then into Indonesia in the 17th century. This study aims to know the insects associated
to monocultured and polycultured pineapples (A. comosus) and to know the dominant insects
among said plants. This study is expected to inform about significant insects, both as pests as
well as natural enemies, so it can be managed in pineapple planting systems and used in
pineapple pest control. This study was done in the pineapple plantation village of Lobong and
Mongkunai, regency of BolaangMongondow. Laboratory observations were done in the Weeds
and Entomology laboratory of the Agriculture Faculty, University of Sam Ratulangi.
Observation of insects on plant pineapples were calculated using the trap sinks. Insect
observations showed that there are 6 insect orders founded to monocultured and polycultured
pineapple plants, namely: Coleoptera Orders, Orthoptera Orders, Diptera Orders, Hymenoptera
Orders, Collembola Orders and Lepidoptera Orders. Dominant insects in the monocultured and
polycultured pineapple plantations are firstly from the Hymenoptera Order (Family of
Formicidae), next from the Orthoptera Order (Family of Acrididae), third from the Coleoptera
Order (Family of Scolytidae) and fourth from the Diptera Order (Familiy of Drosophilidae).
Key words : Pineapple Plant (Ananas comosus), Inventory of insects, Monocultured And
Polycultured.
ABSTRAK
Nenas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus.
Nenas berasal dari Brazil (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi di sana sebelum masa
Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ke Filipina dan Semenanjung
Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-17. Penelitian ini bertujuan mengetahui seranggaserangga yang berasosiasi pada pertanaman nenas (A. comosus) monokultur dan polikultur serta
mengetahui serangga-serangga yang mendominasi pada areal pertanaman nenas tersebut.
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang serangga-serangga
yang penting, baik yang berperan sebagai hama maupun musuh alami sehingga dapat dikelola
dalam sistem pertanaman nenas yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pengendalian hama
tanaman nenas. Penelitian dilaksanakan di sentra perkebunan nenas di desa Lobong dan
Mongkunai Kabupaten Bolaang Mongondow. Penelitian laboratorium dilaksanakan di
Laboratorium Entomologi dan Hama Tanaman Fakultas Pertanian UNSRAT. Pengamatan
serangga pada tanaman nenas dilakukan dengan menggunakan metode perangkap sumuran. Hasil
penelitian menunjukan terdapat 6 Ordo serangga yang ditemukan pada pertanaman nenas
monokultur dan polikultur yaitu: Ordo Coleoptera, Ordo Orthoptera, Ordo Diptera, Ordo
Collembola dan Ordo Lepidoptera. Serangga-serangga yang mendominasi pada areal pertanaman
nenas monokultur dan polikultur yaitu : pertama dari Ordo Hymenoptera (Famili Formicidae),
kedua dari Ordo Orthoptera (Famili Acrididae), ketiga dari Ordo Coleoptera (Famili Scolytidae)
dan keempat dari Ordo Diptera (Famili Drosophilidae).
Kata kunci : Tanaman nenas (Ananas comosus), Inventarisasi Serangga-serangga, monokultur
dan polikultur.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nenas
merupakan
tanaman
buah
Bagian utama yang bernilai ekonomi
berupa semak yang memiliki nama ilmiah
penting dari tanaman nenas adalah buahnya.
Ananas comosus. Memiliki nama daerah
Buah nenas merupakan buah yang sangat
danas
(Sunda) dan
prospektif untuk dikembangkan. Buah nenas
Nenas
dalam
neneh
disebut
selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi
Spanyol
berbagai macam makanan dan minuman
menyebutnya pina. Nenas berasal dari
seperti: selai, sirop dan lain-lain. Buah
Brazil
pineapple
bahasa
(Sumatera).
dan
Inggris
orang-orang
(Amerika
yang
telah
nenas juga mengandung gizi cukup tinggi
sebelum
masa
serta mengandung enzim bromelain (enzim
Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol
protease yang dapat menghidrolisa protein,
membawa
protease atau
didomestikasi
Semenanjung
di
nenas
Selatan)
sana
ke
Malaysia,
Filipina
masuk
dan
ke
Indonesia pada abad ke-17. Di Indonesia
pada mulanya hanya sebagai tanaman
pekarangan dan meluas dikebunkan
digunakan
peptide), sehingga dapat
untuk
melunakkan
daging
(Rohrbach dkk., 2003).
Buah nenas mengandung vitamin C
di
dan vitamin A (retinol) masing-masing
lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah
sebesar 24,0 miligram dan 39 miligram
nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di
dalam setiap 100 gram bahan. Penelitian
daerah tropik dan subtropik (BAPPENAS
terkini menunjukkan nenas sarat dengan
2000; Tohir 1981).
antioksidan dan fitokimia yang berkhasiat
mengatasi penuaan dini, wasir, kanker,
serangan
jantung
dan
penghalau stres
(Teknoporo, 2000).
layu nenas atau pineapple mealybug wilt
associated virus (PMWaV) (Sether dkk.,
Tanaman nenas mempunyai banyak
2004).
Identifikasi
serangga
hama
manfaat terutama pada buahnya. Industri
merupakan salah satu
pengolahan
Indonesia
menghadapi serangga hama. Hubungan antar
yang
penyebab yang diperkirakan serta gejala
dikembangkan, karena memiliki potensi
suatu serangan pada tanaman perlu diadakan
ekspor. Produksi buah nenas pada tahun
penegasan,
2007 mencapai sebesar 2.237.858 ton (BPS,
pengendalian dapat dilakukan dengan tepat.
2007).
Pekerjaan ini biasanya didasarkan pada sifat
menjadi
buah
nenas
prioritas
di
tanaman
Tanaman nenas merupakan komoditi
pertanian unggulan di Kabupaten Bolaang
morfologi
prosedur dalam
agar
serangga
langkah-langkah
itu
(Sastrodihadjo,
1984).
Mongondow. Sentra produksi buah nenas
Berdasarkan hal di atas mengingat
terbesar terdapat di Kecamatan Passi Timur,
pentingnya tanaman nenas maka informasi
termasuk
tentang serangga-serangga yang berasosiasi
desa
Lobong,
Mongkunai,
Poyuyanan dan Muntoi dapat di lihat
dengan tanaman nenas
hamparan tanaman nenas
penelitian
yang sangat
menggiurkan. Hasil panen sebagian dijual ke
pasar dan sebagian lagi dibeli oleh pedagang
buah yang akan menjual kembali ke daerah
lain (Anonim, 2009).
Serangga-serangga yang berasosiasi
dengan tanaman nenas salah satunya adalah
kutu
putih
(Dysmicoccus
brevipes
Cockerell) yang bersimbion dengan semut.
Semut dapat membantu keberhasilan hidup
koloni kutu putih dengan cara memakan
embun madu yang dihasilkan oleh kutu
putih dan dapat melindungi kutu putih dari
musuh alaminya. Kutu putih D. brevipes
merupakan penular virus penyebab penyakit
untuk
perlu diadakan
mengetahui
jenis-jenis
serangga pada tanaman nenas.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk
serangga
mengetahui
yang
pertanaman
serangga-
berasosiasi
nenas
(A.
pada
comosus)
monokultur dan polikultur dengan
menggunakan
metode
pithfall
(perangkap sumuran).
2. Untuk
mengetahui
serangga-
serangga yang mendominasi pada
areal pertanaman nenas monokultur
dan polikultur.
sehingga
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan
dapat
memberikan
informasi
tentang
serangga-serangga yang penting, baik yang
dapat
dikelola
dalam
sistem
pertanaman nenas yang dapat dimanfaatkan
dalam upaya pengendalian hama tanaman
nenas.
berperan sebagai hama maupun musuh alami
II. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
pertanaman nenas monokultur (kebun hanya
Penelitian lapang dilaksanakan di
ditanami nenas) yaitu di desa Mongkunai
sentra perkebunan nenas di desa Lobong dan
dan pertanaman nenas polikultur (kebun
Mongkunai
ditanami selain nenas dengan pertanaman
Mongondow.
Kabupaten
Penelitian
Bolaang
laboratorium
dilaksanakan di Laboratorium Entomologi
lainnya) yaitu di desa Lobong.
b. Pengamatan Serangga
dan Hama Tanaman Fakultas Pertanian
Pengamatan serangga pada tanaman
UNSRAT. Penelitian dilaksanakan selama
nenas
tiga bulan yaitu : bulan Juli sampai Oktober
metode perangkap sumuran (pithfall) pada
2012.
tanaman
3.2. Bahan dan Alat
perangkap di kebun percobaan yaitu secara
dilakukan
dengan
generatif.
Cara
menggunakan
peletakkan
Bahan dan alat yang digunakan antara
diagonal kebun dan jumlah perangkap yang
lain: pertanaman nenas, alkohol 70%, air
diletakkan tiap kebun sebanyak sembilan
sabun, gelas aqua, botol sampel, mikroskop,
buah (Gambar 1).
kotak koleksi, kertas label, termometer dan
kamera
serta
buku
kunci
identifikasi
Perangkap sumuran diletakan pada
lahan pertanaman nenas yang memiliki dua
serangga.
sistem pertanaman yaitu monokultur dan
3.3. Metode Penelitian
polikultur.
a. Survei Lokasi
digunakan adalah kemasan botol plastik
Penelitian
ini
diawali
dengan
melakukan survei pada lokasi pengambilan
sampel, yaitu daerah sentra nenas di
Kabupaten Bolaang Mogondow. Pada sentra
tanaman nenas dipilih dua
lokasi yaitu:
Perangkap
sumuran
yang
(240 ml) yang berisi campuran alkohol 70%
dan ditambahkan sedikit air sabun dengan
ketinggian campuran setinggi ± 5 cm. Cara
peletakkan
perangkap
sumuran
adalah
permukaan mulut perangkap diletakkan
sejajar dengan permukaan tanah. Perangkap
di hitung jumlahnya. Setiap jenis serangga
sumuran tersebut dibiarkan selama dua hari.
yang
Pengambilan sampel serangga di lakukan
mikroskop dan di identifikasi berdasarkan
sebanyak
buku kunci identifikasi serangga Borror
3
kali.
Serangga
yang
ditemukan
diamati
di
bawah
terperangkap dimasukan dalam botol sampel
dkk., (1992);
Borror D.J dan R.E White
dan dibawa ke laboratorium. Serangga yang
(1970); Subyanto dan Sulthoni (1991).
ditemukan dipisah-pisahkan sesuai jenis dan
Ket. :
Kebun percobaan
Perangkap sumuran
Gambar 1. Tata letak perangkap sumuran
Entomologi dan Hama Tanaman Fakultas
c. Identifikasi Serangga
Serangga yang berukuran kecil yang
ditemukan diawetkan dimasukkan dalam
Pertanian UNSRAT.
d. Parameter Pengamatan
botol koleksi yang berisi alkohol 70 %.
Hal-hal yang diamati dalam penelitian
Serangga yang berukuran besar diawetkan
ini yaitu : morfologi serangga antara lain:
secara kering yaitu dimasukkan dalam kotak
ukuran, warna, bentuk tubuh, jumlah sayap,
koleksi kemudian serangga tersebut diberi
bentuk sayap, bentuk antena dan bentuk
label.
dilakukan
morfologi lainnya. Selama pengamatan di
menggunakan mikroskop dan identifikasi
lapang dilakukan pengamatan parameter
dilakukan sampai tingkat Famili dengan
lingkungan antara lain: kondisi cuaca serta
menggunakan kunci identifikasi serangga.
kondisi pertanaman.
Identifikasi
Identifikasi
serangga
dilakukan
di
Laboratorium
serangga
e. Analisis Data
Data
yang
diperoleh
dilakukan
pada
pertanaman
nenas
monokultur dan polikultur dengan rumus :
tabulasi dan dihitung rata-rata populasi
∑ xi
µ ꞊ -------------
n
Keterangan : µ : Rata-rata populasi per jenis serangga
xi : Jumlah serangga yang ditemukan per jenis serangga
n : Banyaknya ulangan
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Jenis-jenis Serangga pada
Pertanaman Nenas Monokultur
Coleoptera
Hasil pengamatan dan identifikasi
terhadap serangga-serangga yang ditemukan
dilapang, diperoleh lima Ordo serangga
yang berasosiasi pada pertanaman nenas
monokultur di desa Mongkunai Kabupaten
Bolaang
Mongondow
yaitu:
Ordo
(Famili
Scolytidae
dan
Scarabaeidae); Ordo Orthoptera (Famili
Gryllidae dan Acrididae); Ordo Diptera
(Famili Drosophilidae dan Bombyliidae);
Ordo Hymenoptera (Famili Formicidae);
Ordo Lepidoptera (Famili Pyralidae) (Tabel
1).
Tabel 1. Jenis-jenis serangga yang terperangkap pada perangkap sumuran (pith fall) pada
pertanaman nenas monokultur di Desa Mongkunai Kabupaten Bolaang Mongondow.
No
Ordo
1.
Coleoptera
2.
Orthoptera
3.
Diptera
4.
5.
Hymenoptera
Lepidoptera
Famili
Scolytidae
Scarabaeidae
Acrididae
Gryllidae
Drosophilidae
Bombyliidae
Formicidae
Pyralidae
Total serangga
(ekor)
26
22
26
14
12
1
2098
1
2200
Rata -rata
Serangga (ekor)
8,6
7,3
8,6
4,6
4,0
0,3
699,3
0,3
Tabel 1 menunjukkan terdapat lima
Ordo
yang
Ordo
memiliki ciri-ciri seperti: berukuran kecil
Coleoptera terdiri dari 2 Famili yaitu :
yang silindris, panjangnya 6-8 mm, biasanya
Famili Scolytidae dan Scarabaeidae. Hasil
berwarna cokelat atau hitam, larvanya
menunjukkan
Famili
berbentuk C dan tidak bertungkai. Serangga
Scolytidae (Gambar 2), ditemukan 26 ekor
ini diduga bukan merupakan serangga hama
serangga dengan rata-rata 8,6 ekor. Serangga
pada
ini
berwarna
merupakan hama yang hidup dalam kulit
cokelat, berambut halus pada bagian tubuh,
kayu pohon, biasanya tepat di permukaan
berukuran kecil sekitar 1,17 cm panjangnya,
kayu dan memakan jaringan floem yang
serta kepalanya agak menunduk ke bawah
berair.
memiliki
ditemukan
bahwa
yaitu:
Menurut Borror dkk., (1992), serangga ini
serangga
ciri-ciri
yaitu:
nenas
melainkan
serangga
ini
1,17 cm
dan banyak ditemukan di pertanaman nenas.
Gambar 2. Serangga Famili Scolytidae
Famili Scarabaeidae (Gambar 3) juga
cembung, bulat telur atau memanjang dan
ditemukan pada pertanaman monokultur,
bertubuh berat, dengan tarsi 5 ruas, sungut
hasil
8-11
menunjukkan
terdapat
22
ekor
ruas,
tibia
depan
kurang
lebih
serangga dengan rata-rata 7,3 ekor. Serangga
membesar dengan pinggiran luar bergerigi
ini memiliki ciri-ciri yaitu: berbentuk bulat,
atau berlekuk, serangga ini merupakan hama
berwarna hitam, panjangnya sekitar 1,27 cm
yang memakan material-material tumbuh-
serta pada bagian kepala terlihat bergerigi.
tumbuhan seperti rumput-rumput, daun-
Menurut Borror dkk., (1992), serangga ini
daunan, buah dan bunga-bunga.
memiliki
ciri-ciri
seperti:
tubuhnya
1,27 cm
Gambar 3. Serangga Famili Scarabaeidae
Kemudian Ordo Orthoptera yang di
kehitaman. Menurut Borror dkk., (1992)
peroleh ditemukan 2 Famili yakni: dari
serangga ini memiliki ciri-ciri seperti:
Famili Acrididae dan Gryllidae. Hasil
sungut biasanya lebih pendek dari pada
penelitian
dari
tubuh, tarsi terdiri dari 3 ruas dan alat
yang
perteluran pendek, kebanyakan warnanya
Famili
menunjukkan
Acrididae
serangga
(Gambar
4)
ditemukan berjumlah 26 ekor serangga
kelabu atau kecokelat-cokelatan.
dengan
(1970)
rata-rata
8,6
ekor.
Sesuai
mengemukakan,
pengamatan serangga ini memiliki ciri-ciri
merupakan
serangga
yaitu: antena pendek, berwarna cokelat
bersifat sebagai hama.
Nolan
serangga
pemakan
ini
tanaman
6 cm
Gambar 4. Serangga Famili Acrididae
Famili Gryllidae (Gambar 5) sesuai
dengan
pengamatan
yang
dilakukan
ditemukan 14 ekor serangga dengan rata-rata
4,6 ekor. Hasil penelitian menunjukkan
serangga ini memiliki ciri-ciri yaitu: antena
bawah agak tajam pada sisi-sisi tubuh, tarsi
panjang yang halus berupa rambut serta
terdiri dari 3 ruas. Sulthoni dkk., (1990)
memiliki ovipositor yang panjang. Menurut
mengemukakan,
hampir
Borror dkk., (1992), serangga ini memiliki
maupun
serangga
ciri-ciri seperti: mempunyai sungut panjang,
sebagai predator, beberapa juga sebagai
alat perteluran biasanya seperti jarum atau
hama
silindris, sayap depan membengkok ke
persemaian.
nimfa
tanaman
semua
terutama
ini
dewasa
bertindak
pada
saat
7, 2 cm
mm
Gambar 5. Serangga Famili Gryllidae
Tabel 1 juga menunjukkan terdapat
memiliki rambut-rambut halus pada bagian
Ordo Diptera yang terdiri dari 2 Famili
tubuh.
yaitu:
serangga ini memiliki ciri-ciri seperti:
Famili
Bombyliidae.
Drosophilidae
Hasil
dan
pengamatan
Menurut
biasanya
Borror
warnanya
dkk.,
(1992),
kekuning-kuningan,
menunjukkan bahwa serangga dari Ordo
ukuran tubuh 3-4 mm serta mempunyai
Drosophilidae (Gambar 6) ditemukan 12
bulu-bulu
ekor serangga dengan rata-rata 4,0 ekor.
merupakan hama pada buah-buah, beberapa
Pengamatan
ini
jenis adalah bersifat ektoparasitik pada ulat-
mempunyai ciri-ciri yaitu: panjang tubuh
ulat atau bersifat pemangsa pada kutu dan
berkisar 0,86 mm, berwarna kekuningan,
homoptera kecil lainnya.
menunjukkan
serangga
dekat
mulut.
Serangga
ini
0,86 mm
mm
Gambar 6. Serangga Famili Drosophilidae
Famili
7)
karena mempunyai banyak rambut, tubuh
ditemukan 1 ekor serangga dengan rata-rata
kuat atau tegap, ukuran sedang sampai
0,3 ekor. Sesuai dengan pengamatan di
besar, memiliki 3 ruas antena. Borror dkk.,
peroleh ciri-ciri dari serangga ini yaitu: pada
(1992) menyatakan, serangga ini merupakan
bagian tubuh berambut banyak, tubuhnya
parasit pada serangga-serangga lain (Ordo
agak
Lepidoptera
besar,
Bombyliidae
berwarna
(Gambar
hitam.
Menurut
dan
Hymenoptera),
juga
Sulthoni dkk., (1990), serangga ini memiliki
merupakan serangga yang bersifat pemangsa
ciri-ciri seperti: hampir menyerupai lebah
atau predator pada telur-telur belalang.
1,23 cm
Gambar 7. Serangga Famili Bombyliidae
Anggota Ordo Hymenoptera; Famili
Formicidae
(Gambar
8)
pada
tinggi dari serangga-serangga lainnya, dapat
saat
di lihat pada tabel 1 ditemukan 2098 ekor
pengambilan sampel memiliki populasi yang
dengan rata-rata 699,3 ekor serangga. Sesuai
dengan pengamatan ditemukan ciri-ciri dari
agak segiempat pada pandangan lateral,
serangga
merah
sungut-sungut biasanya bersiku. Serangga
kecokelatan, bentuk dari kecil sampai besar
ini merupakan predator pada serangga-
dan panjang serangga ini mulai dari 1,21 cm.
serangga lainnya serta merupakan hama
Menurut Borror dkk., (1992), serangga ini
pada tanaman, beberapa memakan jamur
memiliki ciri-ciri seperti: antena terdiri dari
dan
13 ruas atau kurang, ruas metasoma pertama
tumbuhan.
ini
yaitu:
berwarna
banyak
makan
cairan
tumbuh-
kadang-kadang terdiri dari 2 ruas, pronotum
1,21 cm
Gambar 8. Serangga Famili Formicidae
Ordo Lepidoptera juga ditemukan saat
larva, abdomen terdiri dari 3-6 segmen,
pengambilan sampel yakni dari Famili
terdapat 10 prolegs, sedangkan gills terdapat
Pyralidae (stadia larva) (Gambar 9), terdapat
pada torax dan abdomen. Soemawinata
1 ekor serangga dengan rata-rata 0,3 ekor.
(1992) menyatakan, serangga ini merupakan
Hasil pengamatan menunjukkan serangga ini
hama karena hampir semua larva sebagai
memiliki
tubuh
pemakan tanaman, baik daun, batang, bunga
panjang sekitar 1,21 cm, terdapat rambut-
maupun pucuk. Beberapa spesies sebagai
rambut pada seluruh bagian tubuh larva dan
penggerek batang dan buah.
ciri-ciri
yaitu:
ukuran
berwarna hitam. Menurut Salam (2001),
serangga ini memiliki ciri-ciri seperti:
terdapat rambut-rambut pada bagian tubuh
1,21 cm
Gambar 9. Serangga Famili Pyralidae
4.2. Jenis-jenis Serangga pada
Pertanaman Nenas Polikultur
Scarabaeidae, Cicindelidae, Chrysomelidae,
Dari hasil pengamatan dan identifikasi
terhadap serangga-serangga yang ditemukan
dilapang, diperoleh enam Ordo serangga
yang berasosiasi pada pertanaman nenas
polikultur di Desa Lobong Kabupaten
Bolaang
Mongondow
yaitu:
Ordo
Coleoptera (Famili Scolytidae,
Alleculidae
dan
Mordellidae);
Ordo
Orthoptera (Famili Acrididae, Gryllidae dan
Blattidae);
Ordo
Drosophilidae,
Diptera
(Famili
Bombyliidae
dan
Tachinidae); Ordo Hymenoptera (Famili
Formicidae);
Ordo
Colembolla;
Ordo
Lepidoptera (Famili Pyralidae) (Tabel 2).
Tabel 2. Jenis-jenis serangga yang terperangkap pada perangkap sumuran (pithfall) pada
pertanaman nenas polikultur di Desa Lobong Kabupaten Bolaang Mongondow
No
Ordo
Famili
1.
Coleoptera
2.
Orthoptera
3.
Diptera
4.
5.
Hymenoptera
Colembolla
Scolytidae
Scarabaeidae
Cicindelidae
Chrysomelidae
Alleculidae
Mordellidae
Acrididae
Gryllidae
Blattidae
Drosophilidae
Bombyliidae
Tachinidae
Formicidae
-
Total serangga Rata-rata serangga
(ekor)
(ekor)
31
12
1
2
2
1
33
10
1
20
6
7
2343
2
10,3
4,0
0,3
0,7
0,7
0,3
11,0
3,3
0,3
6,6
2,0
2,3
781,0
0,7
6.
Lepidoptera
Pyralidae
3
2474
1,0
Tabel 2 dapat dilihat terdapat enam
dalam ukuran dan warna tapi umumnya
Ordo serangga yang ditemukan yaitu: Ordo
berwarna cokelat tua kehitaman, antena
Coleoptera yang terdiri dari enam Famili
membentuk benjolan gada panjang 8-11 ruas
(Famili
serta
Scolytidae,
Scarabaeidae,
mempunyai
tanduk
pada
dkk.,
(1992),
Cicindelidae, Chrysomelidae, Alleculidae
kepala/pronotum.
dan Mordellidae). Famili Scolytidae yang
menyatakan serangga ini merupakan hama
ditemukan terdapat 31 ekor serangga dengan
yang memakan material-material tumbuh-
rata-rata 10,3 ekor serangga. Serangga ini
tumbuhan seperti rumput-rumput, daun-
memiliki ciri-ciri yaitu: berwarna cokelat,
daunan, buah dan bunga-bunga. Sedangkan
berambut
menurut Sulthoni dkk., (1990), serangga ini
halus
pada
bagian
tubuh,
Borror
berukuran kecil sekitar 1,17 cm panjangnya,
merupakan
serta kepalanya agak membungkuk ke
(Kelapa, Kakao dan sagu).
hama
pada
tanaman
keras
bawah (Gambar 2) dan banyak ditemukan di
Famili Cicindelidae (Gambar 10) pada
pertanaman nenas. Serangga ini bukan
saat pengambilan sampel juga di temukan
merupakan hama pada tanaman nenas
terdapat 1 ekor serangga dengan rata-rata 0,3
melainkan serangga ini merupakan hama
ekor. Serangga ini memiliki ciri-ciri yaitu:
yang hidup dalam kulit kayu pohon,
antena panjang, tubuh berukuran sekitar 1,48
biasanya pada di permukaan kayu dan
cm, berwarna hitam, mempunyai pola warna
memakan jaringan floem yang berair (Borror
putih pada bagian tubuh dan kepalanya lebih
dkk., 1992).
besar dari protoraks. Menurut Sulthoni dkk.,
Untuk Famili Scarabaeidae terdapat 12
(1990), serangga ini memiliki ciri-ciri
ekor dengan rata-rata 4,0 ekor serangga.
seperti: kepala selebar atau lebih lebar dari
Serangga
yakni:
pronotum,
hitam,
dibandingkan sayap depan, tungkai panjang
berbentuk
ini
memiliki
bulat,
ciri-ciri
berwarna
pronotum
lebih
sempit
panjangnya sekitar 1,27 cm (Gambar 3).
dan
Menurut Sulthoni dkk., (1990), serangga ini
kecokelat-cokelatan/hitam/hijau dan sering
memiliki ciri-ciri seperti: tubuh kokoh, oval
bercorak warna-warni.
atau memanjang, elitra tidak kasar, beragam
ramping,
warna
tubuh
metalik
1,48 cm
Gambar 10. Serangga Famili Cicindelidae
Borror
menyatakan,
berwarna hitam dan mengkilat. Menurut
serangga ini bersifat sebagai pemangsa atau
Borror dkk., (1992), serangga ini memiliki
predator dari serangga-serangga kecil yang
ciri-ciri
di tangkap dengan mandibel-mandibelnya
bentuknya bulat telur, ujung abdomen
yang berbentuk sabit yang panjang dan
biasanya tertutup elitra, tarsi terdiri dari 5
apabila
dapat
ruas, antena pendek kurang dari setengah
memberikan satu gigitan yang menyakitkan.
panjang tubuh. Serangga ini merupakan
di
dkk.,
(1992)
pegang
seringkali
seperti:
tubuh
kecil
(pendek),
Chrysomelidae
hama yang sangat penting pada tanaman
(Gambar 11) yang ditemukan terdapat 2
perkebunan. Daun-daun tumbuhan yang
ekor serangga dengan rata-rata 0,6 ekor
terserang hama ini kelihatan seperti adanya
serangga. Hasil menunjukkan serangga ini
tembakan/tusukan kecil pada lembaran daun,
memiliki ciri-ciri yaitu: panjang tubuh
sedangkan untuk larva biasanya makan akar-
berukuran kecil sekitar 0,95 mm, berwarna
akar tumbuhan yang sama.
Serangga
cokelat,
Famili
berbentuk
bulat
telur,
sayap
0,95 mm
Gambar 11. Serangga Famili Chrysomelidae
Serangga Famili Alleculidae (Gambar
memiliki ciri-ciri seperti: tubuhnya bulat
12) yang ditemukan, terdapat 2 ekor
telur
serangga dengan rata-rata 0,6 ekor. Sesuai
kecokelat-cokelatan atau hitam dengan suatu
dengan pengamatan serangga ini memiliki
penampilan yang agak mengkilat akibat dari
ciri-ciri yaitu: tubuhnya berwarna hitam,
rambut-rambut pada tubuh. Serangga ini
panjang tubuh sekitar 1,73 cm, memiliki
terdapat pada bunga, jamur dan di bawah
rambut
kulit-kulit
pada
bagian
tubuhnya,
antena
memanjang,
kayu
panjang dan tungkainya berwarna cokelat.
larvanya
hidup
Menurut Borror dkk., (1992), serangga ini
membusuk.
1,73 cm
Gambar 12. Serangga Famili Alleculidae
biasanya
yang
di
mati
dalam
berwarna
sedangkan
kayu
yang
Anggota
Ordo
Coleoptera
pada
membengkok
ke
bawah,
abdomen
pertanaman polikultur, ditemukan juga dari
meruncing di bagian ujung, berwarna hitam,
Famili Mordellidae (Gambar 13) berjumlah
tubuhnya tertutup oleh rambut-rambut yang
1 ekor dengan rata-rata 0,3 ekor serangga.
padat, beberapa dari serangga ini adalah
Hasil pengamatan menunjukkan serangga ini
bersifat pemangsa, kumbang ini dapat
memiliki ciri-ciri yaitu: berwarna hitam,
ditemukan pada bunga-bunga, aktif terbang
kepalanya menunduk ke bawah, memiliki
cepat bila di ganggu, sedangkan larva hidup
antena pendek. Menurut Borror dkk., (1992),
di dalam kayu yang membusuk dan di dalam
serangga ini memiliki ciri-ciri seperti:
lekuk-lekuk tumbuhan.
berpunggung
bongkok,
kepalanya
1,22 cm
Gambar 13. Serangga Famili Mordellidae
Ordo Orthoptera yang ditemukan pada
serangga ini ditemukan di daerah berumput,
pertanaman polikultur terdapat 3 Famili
daerah kering, pepohonan, padi, tembakau,
diantaranya dari Famili Acrididae, Gryllidae
jagung dan tebu.
dan Blattidae. Hasil penelitian menunjukkan
Famili Gryllidae (Gambar 5) yang
serangga dari Famili Acrididae (Gambar 4),
ditemukan, terdapat
yang ditemukan berjumlah 33 ekor serangga
dengan rata-rata 3,3 ekor. Pengamatan
dengan
Sesuai
menunjukkan serangga ini memiliki ciri-ciri
pengamatan serangga ini memiliki ciri-ciri
yaitu: antena panjang yang halus berupa
sama yang ditemukan pada pertanaman
rambut serta memiliki ovipositor yang
monokultur
pendek,
panjang, sama seperti yang di temukan pada
berwarna cokelat kehitaman, ovipositor
pertanaman monokultur. Famili Blattidae
pendek. Menurut Sulthoni dkk., (1990),
(Gambar
rata-rata
yaitu:
11,0
ekor.
antenanya
14)
10 ekor serangga
juga
ditemukan
saat
pengambilan
sampel
pada
pertanaman
atau cokelat tua, serangga ini tersebar di
polikultur, terdapat 1 ekor dengan rata-rata
berbagai tempat seperti di rumah, dapur,
0,3 ekor yang ditemukan. Sesuai dengan
gudang, kebun, pertanaman atau tempat-
pengamatan serangga ini memiliki ciri-ciri
tempat yang kotor, lembab dan banyak
yaitu: berwarna cokelat, pada tungkainya
sampah (sisa-sisa makanan). Beberapa jenis
terdapat bulu-bulu tajam serta terdapat
bertindak
bintik-bintik bulat kecil pada bagian sayap.
makanan yang disimpan di rumah-rumah
Menurut Sulthoni dkk., (1990), serangga ini
(gula, beras, kopra, dll), yang hidup di kebun
memiliki ciri-ciri seperti: tubuh pipih, oval,
atau pertanaman akan memakan bahan-
kepala tersembunyi di bawah pronotum,
bahan
pronotum dan sayap licin, berwarna cokelat
(dekomposer).
sebagai
organik
hama
yang
pada
telah
bahan
mati
1,75 cm
Gambar 14. Serangga Famili Blattidae
Hasil Pengamatan pada pertanaman
bulu-bulu halus pada bagian tubuh. Untuk
terdapat
Famili Bombyliidae (Gambar 7), ditemukan
Diptera
(Famili
6 ekor serangga dengan rata-rata 2,0 ekor.
Bombyliidae
dan
Sesuai dengan pengamatan terdapat ciri-ciri
Tachinidae). Serangga Famili Drosophilidae
dari serangga ini yaitu: pada bagian tubuh
(Gambar 6) yang ditemukan terdapat 20
berbulu banyak, tubuhnya agak besar,
ekor serangga dengan rata-rata 6,6 ekor.
berwarna
Dapat di lihat serangga ini mempunyai ciri-
pertanaman monokultur. Menurut Borror
ciri sama yang ditemukan pada pertanaman
dkk., (1992), serangga ini menyerupai lebah
monokultur yaitu: panjang tubuhnya sekitar
karena berbulu lebat pada bagian tubuh.
0,86 mm, berwarna kekuningan, memiliki
Hasil
polikultur
serangga
juga
dari
Drosophilidae,
menunjukkan
Ordo
hitam
pengamatan
sama
seperti
menunjukkan
pada
Famili
Tachinidae (Gambar 15) yang ditemukan
abdomen biasanya dengan rambut abu-
terdapat 7 ekor serangga dengan rata-rata 2,3
abu/hitam, antena terdiri dari 3 ruas,
ekor. Serangga ini memiliki ciri-ciri yaitu:
sebagian besar hampir seperti lalat rumah
tubuhnya berwarna hitam, mata berwarna
tetapi lebih besar, serangga ini merupakan
merah, mempunyai rambut-rambut pada
parasit
bagian tubuh. Menurut Borror dkk., (1992),
misalnya pada larva Lepidoptera, Hemiptera
serangga ini memiliki ciri-ciri seperti:
dan Orthoptera.
pada
serangga-serangga
lain,
1,04 cm
Gambar 15. Serangga Famili Tachinidae
Hasil pengamatan pada pertanaman
Pada saat pengambilan sampel di
Ordo
pertanaman polikultur ditemukan juga Ordo
Hymenoptera yaitu : Famili Formicidae
Collembola dan Ordo Lepidoptera; Famili
(Gambar
pada pertanaman
Pyrallidae. Untuk Ordo Collembola terdapat
monokultur Famili Formicidae memiliki
2 ekor serangga dengan rata-rata 0,6 ekor.
populasi yang tinggi dari serangga-serangga
Hasil pengamatan menunjukkan serangga ini
lainnya, dapat di lihat pada tabel 2
memiliki ciri-ciri yaitu : memiliki ukuran
ditemukan 2343 ekor serangga dengan rata-
tubuh yang kecil, memanjang, mempunyai
rata 781 ekor. Serangga yang ditemukan ini
antena yang terdiri dari empat ruas serta
memiliki ciri-ciri yang sama seperti pada
memiliki ekor. Menurut Sulthoni dkk.,
pertanaman monokultur yaitu: berwarna
(1990), serangga ini memiliki ciri-ciri
merah kecokelatan, bentuk dari kecil sampai
seperti: ruas tubuh nampak berdekatan satu
besar dan panjang serangga ini mulai dari
sama lain, tubuh kecil umumnya berwarna
0,90 mm.
hitam, tidak bersayap, antena terdiri atas 4
polikultur
ditemukan
8). Seperti
juga
ruas, mempunyai ekor seperti pegas yang
memiliki prolegs yang terletak pada bagian
dapat digunakan untuk melompat. Anonim
tengah dari segmen-segmen, bersisik atau
(2000) menyatakan, Ordo Collembola sering
menyusut.
dijumpai di dalam tanah, di bawah serasah,
4.3. Dominasi Serangga pada
Pertanaman Nenas Monokultur dan
Polikultur
di bawah kulit kayu yang lapuk, dalam
bahan organik yang membusuk dan pada
permukaan
air.
Kebanyakan
Ordo
Collembola sebagai pemakan bahan organik
dan pemakan cendawan dan jarang sebagai
hama. Sedangkan untuk Ordo Lepidoptera;
Famili Pyralidae yang ditemukan pada
pertanaman polikultur berjumlah 3 ekor
serangga dalam bentuk larva dengan ratarata 1 ekor. Larva yang ditemukan memiliki
ciri-ciri yang sama seperti pada pertanaman
monokultur. Menurut Stehr (1987) dan
Hillsenhoff (1991), serangga ini memiliki
ciri-ciri seperti: larva berukuran panjang,
Rata-rata populasi serangga (ekor)
protoraks berwarna cokelat kehitaman, larva
900
800
700
Hasil pada Tabel 1 dan Tabel 2
menunjukkan serangga paling dominan yang
berasosiasi
pada
pertanaman
monokultur dan polikultur yaitu serangga
Famili Formicidae dari Ordo Hymenoptera.
Serangga yang mendominasi pertanaman
nenas pada urutan yang kedua dan ketiga
adalah dari Famili Acrididae (Orthoptera)
dan
Famili
sedangkan
Scolytidae
untuk
Famili
pertanaman nenas monokultur dan polikultur
(Gambar 16).
781
500
400
300
200
11
8.6 10.3
Acrididae
Scolytidae
8.6
Formicidae
Pertanaman Monokultur
Drosophilidae
serangga-serangga yang mendominasi pada
600
0
(Coleoptera)
(Diptera) menempati urutan keempat dari
699.3
100
nenas
4
6.6
Drosophilidae
Pertanaman Polikultur
Gambar 16. Dominasi serangga pada pertanaman nenas monokultur dan
polikultur
Gambar di atas menunjukkan rata-rata
pertumbuhan populasi serangga yaitu suplai
serangga paling dominan yang berasosiasi
makanan dalam jumlah yang cukup.
pada pertanaman nenas monokultur dan
Anggota Ordo Orthoptera ditemukan 3
polikultur yaitu serangga Famili Formicidae
Famili
dari Ordo Hymenoptera dengan rata-rata
sampel, baik pada pertanaman monokultur
699,3
maupun polikultur. Dari ketiga Famili
ekor
serangga
monokultur)
dan
781
(pertanaman
ekor
serangga
(pertanaman polikultur).
tersebut
keseluruhan
pengambilan
tersebut Famili Acrididae yaitu serangga
belalang yang banyak ditemukan. Dapat
Serangga-serangga
Formicidae
dari
dari
Famili
mendominasi
di
dilihat
pada
gambar
di
atas
untuk
pertanaman monokultur rata-rata 8,6 ekor
pertanaman nenas karena serangga ini
serangga
ditemukan
pengambilan
polikultur rata-rata 11,0 ekor serangga. Ini
sampel dengan menggunakan perangkap
dikarenakan pada saat pengamatan di lokasi
sumuran. Tingginya populasi semut di lokasi
pengambilan sampel, serangga belalang ini
penelitian ini disebabkan semut hidup
mempunyai cukup banyak makanan salah
berkoloni dan selalu berjalan di permukaan
satunya adalah serangga ini memakan daun-
tanah untuk menuju sarang yang berada di
daun dari tanaman nenas.
disetiap
lokasi
tanaman nenas atau sekitar pertanaman
Ordo
sedangkan
untuk
Coleoptera
pertanaman
pada
saat
nenas. Hal inilah yang menyebabkan pada
pengambilan sampel pertama sampai ketiga
penelitian ini semut dapat dengan mudah
ditemukan 6 Famili dan yang banyak masuk
terjebak
dalam perangkap sumuran dari Famili
ke dalam perangkap sumuran.
Selain itu adanya faktor makanan yang
Scolytidae
tersedia
serangga pada pertanaman monokultur dan
cukup
banyak
sehingga
dengan
rata-rata
8,6
ekor
menyebabkan semut dapat dengan cepat
10,3
melangsungkan
perkembangbiakannya.
polikultur. Sesuai dengan pengamatan di
Sunjaya (1970) menyatakan banyaknya
lokasi penelitian, serangga ini banyak
makanan yang tersedia untuk serangga
ditemukan pada perangkap sumuran dekat
merupakan
pepohonan.
mempengaruhi
faktor
penting
kepadapatan
yang
ekor
serangga
pada
pertanaman
populasi
Serangga dari Ordo Diptera ditemukan
serangga. Salah satu syarat yang mutlak bagi
3 Famili dari keseluruhan pengambilan
sampel, salah satunya Famili Drosophilidae.
mempengaruhi kehidupan serangga adalah
Dengan rata-rata 4,0 ekor serangga pada
faktor fisis, biotis dan makanan.
pertanaman
serangga
monokultur
pada
dan
6,6
pertanaman
ekor
polikultur.
Data
yang
menunjukkan
terjadi
diperoleh
juga
perbedaan
jumlah
Serangga ini menempati urutan ke empat
serangga pada saat pengambilan sampel
dari serangga-serangga yang mendominasi
pertama, kedua dan ketiga. Ini disebabkan
pada
faktor
pertanaman
nenas,
dikarenakan
keadaan
cuaca.
Pada
saat
serangga ini pada saat pengamatan di lokasi
pengambilan
penelitian lebih tertarik berada pada bagian
serangga yang didapatkan lebih banyak
buah tanaman nenas sehingga tidak banyak
dibandingkan pada pengambilan sampel
yang masuk ke dalam perangkap sumuran.
kedua dan ketiga yang sedikit, hal ini
Serangga-serangga
pertama
jumlah
jumlah
dipengaruhi oleh turunnya hujan. Adler
kali
(2007), menyatakan bahwa cuaca sangat
pengambilan sampel seperti dari Famili
berpengaruh terhadap diversitas serangga,
Gryllidae,
(Orthoptera);
seperti halnya juga suhu (Hartley dan Jones,
(Diptera);
2003). Pada saat cuaca hujan, serangga-
Scarabaeidae
serangga akan berlindung dari air hujan,
Cicindelidae, Chrysomelidae, Alleculidae,
apabila sayap serangga basah maka serangga
Mordellidae
Ordo
tidak dapat terbang dengan mudah, sehingga
Colembolla. Ini disebabkan karena pengaruh
mengakibatkan lebih mudah di mangsa oleh
dari faktor lingkungan misalnya faktor fisis
predator.
populasinya
rendah
selama
Blattidae
Bombyliidae,
Pyralidae
maupun
yang
sampel
Tachinidae
(Lepidoptera);
(Coleoptera)
faktor-faktor
3
serta
yang
Hasil penelitian juga diperoleh jumlah
dan
serangga yang ditemukan pada setiap Famili
perkembangan dari serangga-serangga pada
bervariasi jumlahnya. Jumlah serangga yang
tanaman
ditemukan rata-rata berkisar 1-781 ekor
mempengaruhi
nenas
lainnya
pertumbuhan
sehingga
tidak
dapat
beradaptasi dengan baik. Menurut Sunjaya
serangga.
(1970), kehidupan serangga sangat erat
ditemukan pada pertanaman monokultur
hubungannya dengan keadaan lingkungan
jumlahnya
lebih
sedikit,
dibandingkan
dimana ia hidup. Selanjutnya dikatakan juga
serangga-serangga
pada
pertanaman
bahwa
polikultur yang banyak, juga ditemukan
faktor
lingkungan
juga
turut
Serangga-serangga
yang
serangga dari Famili yang berbeda-beda
(bervariasi). Hal ini disebabkan karena pada
jeruk yang dapat menjadi tanaman inang
pertanaman
terdapat
dari serangga-serangga yang berada di
tanaman lain selain tanaman nenas seperti :
sekitar (lokasi) pertanaman nenas polikultur.
nenas
polikultur
tanaman kelapa, langsat, sirsak, pepaya, dan
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
pertanaman nenas monokultur dan
5.1. Kesimpulan
1. Terdapat 6 Ordo serangga yang
berasosiasi pada pertanaman nenas
monokultur dan polikultur yaitu:
Ordo Coleoptera (Famili Scolytidae,
Scarabaiedae,Cicindelidae,Chrysome
lidae,Alleculidae,Mordellidae); Ordo
Orthoptera
(Famili
Acrididae,
Gryllidae, Blattidae); Ordo Diptera
(Famili Drosophilidae, Bombyliidae,
Tachinidae);
(Famili
Collembola;
Ordo
Hymenoptera
Formicidae);
Ordo
(Famili Pyralidae).
2. Serangga-serangga yang
mendominasi pada areal
Ordo
Lepidoptera
polikultur yaitu : pertama dari Ordo
Hymenoptera (Famili Formicidae),
kedua dari Ordo Orthoptera (Famili
Acrididae),
ketiga
dari
Ordo
Coleoptera (Famili Scolytidae) dan
keempat dari Ordo Diptera (Famili
Drosophilidae).
5.2. Saran
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut
mengenai perkembangan serangga-serangga
pada tanaman nenas agar dapat diketahui
spesies dari serangga-serangga tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adler, P. B., J.M. Levine. 2007. Contrasting
Relationships Between Precipitation
and Species Richness in Space and
Time. Oikos 116: 221-232.
Anonim.
2000.
PERTANIAN.
Cipta. Jakarta.
ENTOMOLOGI
Penerbit Rineka
______. 2009. Nenas Dan Keunikannya Di
Totabuan.
http://totabuanmadani.
wordpress.com. Di akses tanggal 1
Juni 2012.
Badan
Pusat Statistik. 2007. Pertanian
Buah. http://.bps.go.id/up . Di akses
tanggal 9 Mei 2012.
BAPPENAS. 2000. Nanas. F:\NANAS.htm.
Di akses tanggal 12 Mei 2012
Batholomew DP, Paull RE and Rohrbach
KG. 2003. The Pineapple : Botany,
Production and Uses. University of
Hawaii at Minoa Honolulu USA.
CABI Publishing.
Borror D. J., C.A. Ttriplehorn, dan . N.F.
Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran
Serangga.
Edisi
keenam.
(Terjemahan)
Gadjah
Mada
University Press. Yogyakarta.
Hartley, S. E., T. H. Jones. 2003. Plant
diversity and Insect Herbivores:
Effects of Environmental Change in
Contrasting Model Systema. Oikos
101: 6-17.
Hillsenhoff, W. L. 1991. Diversity and
Classification
of
insect
and
Collembola
in
Ecology
and
Classification of North American
Fresh Water Invertabrates. Edited by
J. H. Thorp and
Nolan, T. 1970. The Insect of Australia.
Commonwealth
Scientific
and
Industrial Research Organization.
Melbourne University Press.
Salam C.F. 2001. Inventarisasi seranggaserangga Air di Aliran Sungai
Molmoi
Kecamatan
Likupang
Kabupaten
Minahasa.
Fakultas
Pertanian (UNSRAT).
Sastrodihardjo. 1984. Pengantar Entomologi
Terapan. ITB. Bandung.
Sether, D.M., M.J. Melzer, J.L. Busto, F. Zee
and J.S. Hu, 2004. Diversity of
pineapple mealybug wilt asosiated
viruses
in pineapple.Phytop
94(6):1031.
Soemawinata, A.T. 1992. Diktat Entomologi
Tumbuhan. Life Inter University
Center.
Bogor
Agriculture
University.
Stehr, F. W. 1987. Immature Insect. Printed
in the United States of Ammerica.
Sulthoni, A. Dan Subyanto. 1990. Kunci
Determinasi Serangga (Program
Nasional
Pelatihan
dan
Pengembangan Pengendalian Hama
Terpadu) Penerbit Kanisius.
Sunjaya, P.I. 1970. Dasar-Dasar Ekologi
Serangga. Bagian Ilmu Hama
Tanaman Pertanian IPB Bogor.
Teknoporo. 2000. Dalam Eni Noor Aeni
Kutu
Putih
(Hemiptera
:
Pseudococcidae
Pada
Tanaman
Nenas (Ananas comosus (Linn)
Merr.) Di Desa Bunihayu Kecamatan
Jalangcagak, Kabupaten Subang.
Tohir KA. 1981. Pedoman Bercocok
Tanam Pohon Buah-Buahan.
Jakarta Pradnya Paramita.
J. Hort. Vol. 22 No. 4, 2012
J. Hort. 22(4):316-326, 2012
Pembentukan Benih Sintetik Tanaman Nenas
2)
Roostika, I1), Purnamaningsih, R1), Supriati, Y1), Mariska, I1), Khumaida, N2), dan Wattimena, GA3)
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111
Dep. Agronomi dan Hortikultura, Fak. Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jl. Meranti No.1, Kampus IPB, Dramaga, Bogor 16680
3)
Profesor Emeritus pada Dep. Agronomi dan Hortikultura, Fak. Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Jl. Meranti No.1, Kampus IPB, Dramaga, Bogor 16680
Naskah diterima tanggal 23 Juli 2012 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 15 Oktober 2012
1)
ABSTRAK. Nenas merupakan tanaman buah tropis dan subtropis yang komersial. Kultivar Smooth Cayenne memiliki tipe dan jumlah
propagul yang terbatas, sehingga diperlukan dukungan teknologi lainnya untuk produksi benih secara masal. Teknologi benih sintetik
dapat diterapkan untuk produksi benih secara masal dan konservasi. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui pengaruh kombinasi
auksin dan sitokinin terhadap morfogenesis eksplan nenas yang terenkapsulasi, mengetahui pengaruh interaksi antara suhu penyimpanan
dengan konsentrasi paklobutrazol atau manitol terhadap pertumbuhan eksplan nenas yang terenkapsulasi dan masa simpan. Penelitian
dilaksanakan dari Bulan April sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan
Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Percobaan disusun secara
faktorial dalam rancangan acak lengkap terdiri atas enkapsulasi eksplan, pertumbuhan minimal menggunakan paklobutrazol, atau
manitol yang dikombinasikan dengan suhu penyimpanan. Enkapsulasi dilakukan terhadap batang semu dan basal daun menggunakan
Na-alginat 3% yang berisi media MS dengan penambahan BA (0, 1, 2, dan 3 mg/l) yang dikombinasikan dengan NAA (0, 1, 2, dan
3 mg/l). Untuk memacu proses diferensiasi, basal daun diberi praperlakuan menggunakan media MS yang mengandung BA 0,5 mg/l
dan NAA 0,5 mg/l sebelum dienkapsulasi dengan perlakuan BA dan NAA pada konsentrasi 0; 0,5; dan 1 mg/l. Pertumbuhan minimal
dilakukan menggunakan paklobutrazol (0, 1, 2, dan 3 mg/l) atau manitol (0, 1, 2, 3, 4, dan 5%) pada suhu penyimpanan 15 dan 25 0C.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa basal daun nenas yang terenkapsulasi mampu berdiferensiasi setelah praperlakuan. Tidak terdapat
interaksi yang nyata antara konsentrasi paklobutrazol dengan suhu penyimpanan terhadap daya hidup dan daya tembus kapsul tunas
nenas. Biakan tersebut hanya dapat disimpan selama 1 bulan. Interaksi yang nyata juga tidak dijumpai antara konsentrasi manitol
dengan suhu penyimpanan terhadap daya hidup dan daya tembus kapsul embrio somatik nenas. Manitol 4% mampu memperpanjang
masa simpan hingga 4 bulan. Manitol dapat menggantikan aplikasi suhu rendah dalam penyimpanan kultur nenas yang terenkapsulasi.
Katakunci: Benih sintetik; Pertumbuhan minimal; Paklobutrazol; Manitol; Ananas comosus
ABSTRACT. Roostika, I, Purnamaningsih, R, Supriati, Y, Mariska, I, Khumaida, N, and Wattimena, GA 2012. Artificial
Seed Formation of Pineapple. Pineapple is a commercial tropical and subtropical fruit crop. Smooth Cayenne cultivar has limited
type and number of propagules so that it should be supported by the other technology to produce plenty seedlings. Artificial seed
can be applied for seed production and conservation. The objectives of the study were to know the effect of combination treatments
between auxin and cytokinin to the morphogenesis of encapsulated pineapple cultures, to know the effect of paclobutrazol,
mannitol, and temperature of storage to the growth of encapsulated pineapple cultures. The experiment was conducted from April to
December 2011 at Tissue Culture Laboratory, Researchers Group of Cell and Tissue of Biology, Indonesian Center for Agricultural
Biotechnology and Genetic Resources Research and Development, Bogor. Factorial of a completey randomized design was used.
The study consisted of encapsulation, minimal growth by using paclobutrazol or mannitol combined with storage temperature.
Encapsulation was conducted by using 3% Na-alginat containing of MS medium with addition of BA (0, 1, 2, and 3 mg/l) combined
with NAA (0, 1, 2, and 3 mg/l). To promote differentiation, leaf bases were pre-cultured on MS media containing BA and NAA at
concentration of 0.5 mg/l respectively prior to encapsulated by BA and NAA (0; 0.5; and 1 mg/l). Minimal growth was conducted
by using paclobutrazol (0, 1, 2, and 3 mg/l), or mannitol (0, 1, 2, 3, 4, and 5%), and combined with storage temperature (15 and 25
0
C). The results showed that encapsulated leaf bases of pineapple could differentiate after pre-treatment. There was no interaction
between paclobutrazol and temperature to the survival rate and emergence rate of the encapsulated cultures. The encapsulated
shoots could be stored for 1 months. There was also no interaction between mannitol and temperature to the survival rate and
emergence rate of the encapsulated cultures. By using somatic embryos and 4% mannitol, the storage period could be prolonged
for 4 months. Mannitol could substitute the use of low temperature in the conservation of encapsulated pineapple cultures.
Keywords: Artificial seed; Minimal growth; Paclobutrazol; Mannitol; Ananas comosus
Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan
tanaman penting di daerah tropis dan subtropis.
Berdasarkan data produksi buah-buahan, nenas
menempati peringkat keempat setelah pisang, mangga,
dan jeruk (Badan Pusat Statistik 2009). Untuk
peningkatan produksi penanaman bibit nenas sebanyak
40.000 tanaman/ha perlu diarahkan menjadi 100.000
tanaman/ha (Suminar 2010), sehingga jumlah bibit
yang diperlukan juga meningkat.
316
Pada umumnya tanaman nenas diperbanyak
secara vegetatif. Menurut Coppens d’Eckenbrugge
Leal (2003), organ vegetatif nenas terdiri dari
crown (mahkota), sucker (tunas yang berasal dari
ketiak daun), butt atau stump (tanaman utuh setelah
pemanenan), hapas (tunas yang diproduksi pada bagian
dasar tangkai buah), ratoon (tunas yang muncul dari
bagian batang yang tertimbun di dalam tanah), dan slip
(tunas yang timbul dari tangkai buah pada bagian persis
Roostika, et al.: Pembentukan Benih Sintetik
Tanaman Nenas ...
di bawah buah atau yang tumbuh di sekitar mahkota).
Pada kultivar Smooth Cayenne, tipe organ vegetatif
tersebut hanya berupa mahkota, sucker, atau ratoon
dan jumlahnya sangat terbatas.
Teknologi benih sintetik merupakan teknologi yang
sangat prospektif dikembangkan untuk perbanyakan
bibit dan konservasi (Rai et al. 2009). Benih sintetik
didefinisikan sebagai embrio somatik yang berada di
dalam mantel (kapsul), sehingga sifatnya mirip dengan
benih zigotik (Redenbaugh 1992). Mantel tersebut
berperan sebagai endosperma yang mengandung
sumber karbon, nutrisi, dan zat pengatur tumbuh (ZPT).
Dewasa ini, definisi benih sintetik dikembangkan lebih
lanjut karena eksplan yang digunakan tidak terbatas
pada embrio somatik melainkan juga tunas terminal,
tunas aksilar, nodus, dan jaringan meristematik lainnya.
Teknik konservasi in vitro dapat dibedakan menjadi
tiga macam yaitu (1) penyimpanan pada media tumbuh,
(2) penyimpanan secara pertumbuhan minimal, dan
(3) penyimpanan secara kriopreservasi (Mariska et al.
1996, Leunufna 2004). Teknik pertumbuhan minimal
disarankan diterapkan untuk koleksi aktif (working
collection atau active collection), sedangkan teknik
kriopreservasi diterapkan untuk koleksi dasar (base
collection) (Withers 1985).
Pada teknik penyimpanan dengan media tumbuh,
tidak diperlukan penambahan zat penghambat tumbuh.
Penyimpanan dengan cara tersebut, memerlukan
tindakan subkultur yang frekuentif, sehingga kurang
menghemat tenaga, waktu, dan biaya serta berisiko
terhadap kontaminasi (Mariska et al. 1996). Selain
itu, subkultur yang frekuentif juga berisiko terhadap
timbulnya keragaman somaklonal (Eeuwens et al.
2002).
Pada teknik pertumbuhan minimal, beberapa
modifikasi media dan lingkungan dapat diterapkan,
antara lain penurunan temperatur lingkungan dan
intensitas cahaya (Hu & Wang 1983, Withers
1985, Keller et al. 2006), penggunaan regulator
osmotik seperti sukrosa dan manitol (Withers 1985,
Bessembinder et al. 1993), penurunan konsentrasi
beberapa faktor esensial seperti pengenceran media
(Desbrunais et al. 1992), serta penggunaan retardan
seperti paklobutrazol, cycocel, dan ancymidol (Withers
1985). Dengan penerapan teknik pertumbuhan
minimal, maka biakan dapat disimpan dalam jangka
menengah (bulanan hingga tahunan).
Di Indonesia, teknik pertumbuhan minimal tanaman
nenas belum pernah dilaporkan. Di mancanegara,
dilaporkan bahwa teknik enkapsulasi tunas in vitro
mampu menyimpan biakan nenas selama 1,5 bulan
melalui aplikasi suhu 80C menggunakan media MS
tanpa zat penghambat tumbuh (Gangopadhyay et
al. 2005). Penyimpanan pada suhu sangat rendah
memerlukan energi listrik yang biayanya cukup
besar, sehingga diperlukan metode lain yang mampu
menghambat pertumbuhan agar dapat menghemat
biaya dan biakan dapat disimpan dalam waktu
yang lebih lama tanpa menurunkan daya regenerasi
pascapenyimpanan.
Secara umum, penelitian ditujukan untuk
pembentukan benih sintetik dan penyimpanan
eksplan nenas dengan metode pertumbuhan mininal
untuk menghambat perkecambahan dini. Secara
khusus, tujuan penelitian ialah: (1) mengetahui
pengaruh kombinasi auksin dan sitokinin terhadap
morfogenesis eksplan nenas yang terenkapsulasi, (2)
mengetahui pengaruh konsentrasi paklobutrazol dan
suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan tunas nenas
yang terenkapsulasi, dan (3) mengetahui pengaruh
konsentrasi manitol dan suhu penyimpanan terhadap
pertumbuhan embrio somatik nenas yang terenkapsulasi.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah: (1)
eksplan nenas yang terenkapsulasi akan mengalami
morfogenesis pada media yang mengadung auksin
dan sitokinin, (2) terdapat interaksi yang nyata antara
perlakuan paklobutrazol dan suhu penyimpanan
terhadap penghambatan pertumbuhan eksplan nenas
yang terenkapsulasi, dan (3) terdapat interaksi yang
nyata antara perlakuan manitol dan suhu penyimpanan
terhadap penghambatan pertumbuhan eksplan nenas
yang terenkapsulasi dan lama penyimpanan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai
dengan Desember 2011 di Laboratorium Kultur
Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Percobaan
disusun secara faktorial dalam rancangan acak lengkap
terdiri atas enkapsulasi eksplan, pertumbuhan minimal
menggunakan paklobutrazol, atau manitol yang
dikombinasikan dengan suhu penyimpanan. Sumber
bahan tanaman yang digunakan adalah tunas in vitro
tanaman nenas Smooth Cayenne yang berasal dari
Subang, Jawa Barat. Tunas in vitro tersebut dipelihara
pada media MS dengan penambahan benzyl adenine
(BA) 0,5 mg/l dan kinetin (Kn) 1 mg/l. Inkubasi
dilakukan di ruang kultur dengan suhu 250C dan
pencahayaan 800–1000 lux dengan fotoperiodisitas 16
jam. Penelitian dibagi atas tiga tahap percobaan, yaitu
(1) enkapsulasi eksplan, (2) pertumbuhan minimal
menggunakan paklobutrazol, dan (3) pertumbuhan
minimal menggunakan manitol.
317
J. Hort. Vol. 22 No. 4, 2012
Enkapsulasi Eksplan
Eksplan yang digunakan ialah basal daun dan
batang semu (core). Eksplan dienkapsulasi dengan
natrium alginat (Na-alginat) 3% yang berisi media
MS dengan penambahan BA (0, 1, 2, dan 3 mg/l)
yang dikombinasikan dengan naphthalene acetic acid
(NAA) pada konsentrasi 0, 1, 2, dan 3 mg/l. Proses
enkapsulasi dilakukan dengan metode tetes ke dalam
larutan CaCl2.2H2O 100 mM dan direndam selama
15 menit dengan penggojokan hingga membentuk
gel atau kapsul. Setiap perlakuan diulang sebanyak
dua kali (botol) dan setiap botol terdiri atas 10 kapsul.
Kapsul-kapsul tersebut direndam dalam akuades
steril dengan volume 25 ml. Inkubasi dilakukan pada
suhu 250C, fotoperiodisitas 16 jam terang dengan
intensitas 800–1000 lux. Respons yang diamati ialah
persentase biakan yang hidup dan persentase biakan
yang menembus kapsul. Untuk memacu proses
diferensiasi eksplan basal daun, maka pada tahap
selanjutnya diterapkan pra-perlakuan menggunakan
media MS yang mengandung BA 0,5 mg/l dan NAA
0,5 mg/l sebelum enkapsulasi menggunakan media
yang mengadung BA dan NAA pada konsentrasi 0;
0,5; dan 1 mg/l.
Pertumbuhan Minimal Menggunakan
Paklobutrazol
Eksplan yang digunakan ialah tunas in vitro
berukuran kecil (tinggi sekitar 2 cm). Beberapa
daun tua dibuang dan disisakan daun muda sekitar 5
helai. Pucuk dan pangkal dipangkas sedemikian rupa
sehingga diperoleh eksplan dengan ukuran kurang
dari 0,5 cm. Percobaan disusun secara faktorial
dalam lingkungan rancangan acak lengkap. Faktor
pertama ialah konsentrasi paklobutrazol (0, 1, 2, dan
3 mg/l) Roostika & Sunarlim (2001) dan Roostika et
al. (2009). Faktor kedua ialah suhu penyimpanan 25
0
C dalam ruang kultur dan suhu 150C dalam growth
chamber. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat
kali (botol) dan setiap botol terdiri atas 10 kapsul.
Eksplan dienkapsulasi dengan Na-alginat 3% yang
berisi media MS dengan penambahan BA 1 mg/l dan
indole butyric acid (IBA) 0,5 mg/l dengan penambahan
1-[4-chlorophenyl]-4,4-dimethyl-2-[1,2,4-triazol-1yl] pentan-3-ol (paklobutrazol). Proses enkapsulasi
dilakukan dengan metode tetes ke dalam larutan
CaCl2.2H2O 100 mM dan direndam selama 15 menit
dengan penggojokan hingga membentuk kapsul.
Inkubasi pada suhu 150C dilakukan di dalam growth
chamber dan inkubasi pada suhu 250C dilakukan di
ruang kultur dengan fotoperiodisitas 16 jam terang
dengan intensitas 800–1000 lux. Respons yang
318
diamati ialah persentase daya hidup, persentase daya
regenerasi, dan persentase biakan yang menembus
kapsul. Biakan yang masih bertahan hidup kemudian
dipindah ke media MS padat yang mengandung
BA 0,5 mg/l dan Kn 1 mg/l untuk pemulihan dan
regenerasi, kemudian diamati persentase biakan yang
hidup dan persentase biakan yang beregenerasi, jumlah
tunas, dan jumlah daun.
Pertumbuhan Minimal Menggunakan Manitol
Eksplan yang digunakan ialah embrio somatik
prematur. Induksi kalus dilakukan menggunakan
eksplan berupa basal daun dan media yang mengandung
4-amino-3,5,6-trichloropicolinic acid (pikloram) pada
konsentrasi 21 µM dengan penambahan thidiazuron
(TDZ) 9 µM. Inkubasi dilakukan pada suhu 250C
dalam keadaan gelap selama 3 minggu. Setelah itu,
daun diisolasi dan dipotong pada bagian basalnya.
Selanjutnya eksplan ditanam pada media yang sama
dan diinkubasi pada kondisi gelap. Kalus disubkultur
pada media Bac yang diperkaya dengan senyawa
N-organik (glutamin 1 mg/l, kasein hidrolisat 500 mg/l,
arginin 120 mg/l, dan glisin 2 mg/l) dan diinkubasi pada
kondisi terang (800–1000 lux) selama 16 jam. Kalus
embriogenik dipindahkan ke media MS dengan Kn 1
mg/l. Embrio somatik yang belum membuka daunnya
(kurang dari 0,5 cm) digunakan sebagai eksplan untuk
dienkapsulasi.
Percobaan disusun secara faktorial dalam
lingkungan rancangan acak lengkap. Faktor pertama
ialah konsentrasi manitol (0, 1, 2, 3, 4, dan 5%),
sedangkan faktor kedua ialah suhu penyimpanan (15
dan 250C). Setiap perlakuan diulang sebanyak empat
kali (botol) dan setiap botol terdiri atas 10 kapsul.
Eksplan dienkapsulasi dengan Na-alginat 3% yang
berisi media MS yang mengandung BA 1 mg/l dan
IBA 0,5 mg/l dengan penambahan manitol. Proses
enkapsulasi dilakukan dengan metode tetes ke dalam
larutan CaCl2.2H2O 100 mM dan direndam selama 15
menit dengan penggojokan hingga membentuk kapsul.
Inkubasi pada suhu 150C dilakukan di dalam growth
chamber dan inkubasi pada suhu 250C dilakukan di
ruang kultur dengan fotoperiodisitas 16 jam terang
dengan intensitas 800–1000 lux. Respons yang
diamati ialah persentase daya hidup, persentase daya
regenerasi, dan persentase biakan yang menembus
kapsul. Biakan yang masih bertahan hidup kemudian
dipindah ke media MS padat yang mengandung BA 0,5
mg/l dan Kn 1 mg/l untuk pemulihan dan regenerasi.
Respons yang diamati ialah persentase biakan yang
hidup dan biakan yang menembus kapsul serta jumlah
tunas dan jumlah daun.
Roostika, et al.: Pembentukan Benih Sintetik
Tanaman Nenas ...
HASIL DAN PEMBAHASAN
Enkapsulasi Eksplan
Berdasarkan hasil percobaan sebelumnya diketahui
bahwa basal daun nenas memberikan respons yang
baik pada media padat dan cair. Pada tahap ini
dapat diketahui apakah respons yang sama juga
diperoleh ketika eksplan dienkapsulasi dengan
kapsul alginat untuk pembentukan benih sintetik dan
penyimpanannya secara pertumbuhan minimal. Oleh
karena itu, digunakan eksplan berupa basal daun dan
sebagai pembandingnya digunakan batang semu.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa basal daun
tidak menunjukkan respons pertumbuhan walaupun
kapsul alginat mengandung sitokinin dan auksin.
Setelah 1 bulan, semua eksplan basal daun mengalami
pencoklatan. Sebaliknya, batang semu mampu
beregenerasi membentuk tunas dengan persentase
mencapai 60% (Gambar 1 dan 2). Diduga eksplan
basal daun mengalami hambatan dalam proses
respirasi atau sel-sel meristematis pada area basal daun
tersebut menerima tekanan mekanis yang cukup kuat
dalam kapsul alginat sehingga tidak mampu bertahan
hidup dan tumbuh lebih lanjut, hingga akhirnya mati.
Sebaliknya, batang semu mempunyai kemampuan
tumbuh yang lebih baik karena mengandung mata
tunas aksilar yang secara struktural lebih terorganisir
dibandingkan dengan sel-sel meristematis pada area
basal daun. Namun demikian, tunas-tunas yang tumbuh
dari batang semu tersebut terlalu cepat menembus
kapsul (dalam waktu 1 bulan), sehingga eksplan ini
kurang ideal digunakan dalam pembentukan benih
sintetik karena periode simpannya sangat singkat.
Selain itu, jumlah batang semu lebih terbatas,
sehingga memerlukan bahan tanaman induk yang lebih
banyak.
Untuk menginduksi diferensiasi sel-sel pada area
basal daun, perlu adanya praperlakuan basal daun
sebelum enkapsulasi untuk memberi peluang bagi selsel di daerah basal mengalami diferensiasi. Oleh karena
itu, dilakukan praperlakuan basal daun menggunakan
media terbaik untuk menginduksi pembentukan nodul
berdasarkan hasil penelitian pada tahap sebelumnya.
Pada tahap ini, pembentukan nodul lebih dikehendaki
daripada pembentukan tunas supaya biakan tidak terlalu
cepat menembus kapsul karena penelitian ini diarahkan
untuk konservasi in vitro.
Hasil praperlakuan terhadap 650 helai basal daun
menunjukkan bahwa lebih dari 50% eksplan memberikan
respons dan didominasi dengan pembentukan nodul
lebih dari 30% (Gambar 3). Basal yang mengandung
nodul tersebut kemudian digunakan dalam enkapsulasi
karena lebih ideal daripada basal daun yang mengandung
akar atau tunas. Hasil enkapsulasi basal daun yang
mengandung nodul tersebut menunjukkan bahwa
eksplan memiliki respons yang rendah, di mana akar
lebih mudah terbentuk daripada tunas dengan persentase
masing-masing sebesar 30 dan 5% (Gambar 4). Selain
60
Eksplan yang tumbuh
(Explant that growth), %
50
40
30
20
10
0
MS
N1
N2
N3
B1
B1N1 B1N2 B1N3
B2
B2N1 B2N2 B2N3
B3
B3N1 B3N2 B3N1
ZPT (PGR), mg/l
Gambar 1. Pengaruh BA dan NAA terhadap pertumbuhan eksplan batang semu nenas kultivar Smooth
Cayenne yang terenkapsulasi, 1 bulan masa inkubasi (Effect of BA and NAA to the growth of
encapsulated core explants of pineapple cultivar Smooth Cayenne, 1 month incubation period) MS
= tanpa ZPT (without plant growth regulator) (PGR), N1 = NAA 1 mg/l, N2 = NAA 2 mg/l, N3
= NAA 3 mg/l, B1 = BA 1 mg/l, B1N1 = BA 1 mg/l + NAA 1 mg/l, B1N2 = BA 1 mg/l + NAA 2
mg/l, B1N3 = BA 1 mg/l + NAA 3 mg/l, B2 = BA 2 mg/l, B2N1 = BA 2 mg/l + NAA 1 mg/l, B2N2
= BA 2 mg/l + NAA 2 mg/l, B2N3 = BA 2 mg/l + NAA 3 mg/l, B3 = BA 3 mg/l, B3N1 = BA 3 mg/l
+ NAA 1 mg/l, B3N2 = BA 3 mg/l + NAA 2 mg/l, dan B3N3 = BA 3 mg/l + NAA 3 mg/l
319
J. Hort. Vol. 22 No. 4, 2012
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
(F)
(G)
(H)
(I)
(J)
(K)
(L)
(M)
(N)
(O)
(P)
Gambar 2. Keragaan eksplan batang semu nenas kultivar Smooth Cayenne yang terenkapsulasi (1 bulan
masa inkubasi) (Performance of encapsulated core explants of pineapple cultivar Smooth Cayenne,
1 month incubation period): (A) kontrol (check), (B) NAA 1 mg/l, (C) NAA 2 mg/l, (D) NAA 3
mg/l, (E) BA 1 mg/l, (F) BA 1 mg/l + NAA 1 mg/l, (G) BA 1 mg/l + NAA 2 mg/l, (H) BA 1 mg/l +
NAA 3 mg/l, (I) BA 2 mg/l, (J) BA 2 mg/l + NAA 1 mg/l, (K) BA 2 mg/l + NAA 2 mg/l, (L) BA 2
mg/l + NAA 3 mg/l, (M) BA 3 mg/l, (N) BA 3 mg/l + NAA 1 mg/l, (O) BA 3 mg/l + NAA 2 mg/l,
dan (P) BA 3 mg/l + NAA 3 mg/l
Planlet
(Plantlet)
Akar
(Root)
Nodul
(Nodule)
Tidak berespons
(Not response)
0
10
20
30
40
50
60
ZPT (PGR), mg/l
Gambar 3. Pengaruh praperlakuan eksplan dengan BA 0,5 mg/l dan NAA 0,5 mg/l terhadap pembentukan
planlet, akar, dan nodul nenas kultivar Smooth Cayenne, 2 bulan periode inkubasi (data diperoleh
dari total 650 eksplan basal daun) (Effect of pre-treatment of explants to the formation of plantlet,
root, and nodule of pineapple cultivar Smooth Cayenne, 2 months incubation period (data was
collected from totally 650 leaf base explants)
320
Roostika, et al.: Pembentukan Benih Sintetik
Tanaman Nenas ...
Hijau
(Green)
Akar
(Root)
Tunas
(Shoot)
Respons eksplan
(Response of explant), %
100
80
60
40
20
0
B0N0
B0,5N0
B0,5N0,5
B1N0
B1N1
ZPT (PGR) mg/l
Gambar 4. Pengaruh kombinasi BA dan NAA terhadap respons eksplan basal daun nenas kultivar Smooth
Cayenne yang terenkapsulasi (Effect of combination of BA and NAA to the response of leaf base
explants of pineapple cultivar Smooth Cayenne)
berpengaruh nyata terhadap daya hidup biakan, baik
pada periode simpan 1 bulan maupun 3 bulan, namun
berpengaruh nyata terhadap daya tembus biakan nenas
pada periode 1 bulan simpan, sedangkan pada periode
simpan berikutnya (3 bulan) tidak berpengaruh nyata
(Gambar 5). Walaupun biakan dapat bertahan hidup
hingga periode simpan 3 bulan, namun sebagian
besar biakan menembus kapsul (Tabel 1), sehingga
penyimpanan tidak layak untuk dilanjutkan. Biakan
yang disimpan pada suhu rendah (150C) mempunyai
daya tembus yang lebih rendah (37%) daripada biakan
yang disimpan pada suhu 250C (63%). Menurut Taiz
& Zeiger (2003), kecepatan respirasi menurun pada
suhu rendah, begitu pula dengan proses sintesis dan
konsumsi adenosine triphosphate (ATP), sehingga
dalam kondisi demikian, maka pertumbuhan biakan
juga terhambat.
Sebagaimana pengaruh suhu penyimpanan,
paklobutrazol juga memberikan pengaruh yang
nyata terhadap pertumbuhan biakan, hanya pada
periode simpan 1 bulan. Dalam hal ini, pemberian
paklobutrazol menghambat pertumbuhan biakan
itu, warna daun eksplan memudar dan diikuti dengan
menurunnya daya hidup, hingga mengalami kematian.
Dengan demikian, disimpulkan bahwa eksplan basal
daun yang mengandung nodul (hasil praperlakuan
selama 2 bulan) masih belum layak digunakan dalam
pembentukan benih sintetik melalui teknik enkapsulasi,
sehingga perlu digunakan jenis eksplan lainnya,
misalnya tunas.
Pertumbuhan Minimal Menggunakan
Paklobutrazol
Setelah diketahui bahwa eksplan basal daun
bernodul masih kurang sesuai untuk dienkapsulasi,
maka pada tahap ini digunakan eksplan berupa tunas
in vitro dengan ukuran kurang dari 0,5 cm. Hasil
percobaan menunjukkan tidak terdapat interaksi
yang nyata antara suhu inkubasi dengan konsentrasi
paklobutrazol terhadap daya tembus eksplan pada
umur simpan 1 bulan. Daya tembus eksplan pada umur
simpan 1 bulan tersebut dipengaruhi secara nyata oleh
faktor tunggal, yaitu konsentrasi paklobutrazol atau
suhu penyimpanan (Tabel 1). Suhu penyimpanan tidak
Tabel 1. Pengaruh suhu penyimpanan dan paklobutrazol terhadap pertumbuhan biakan tunas nenas kultivar Smooth Cayenne yang terenkapsulasi (Effect of temperature and paclobutrazol to the growth
of encapsulated shoots of pineapple Smooth Cayenne cultivar)
Perlakuan (Treatments)
Suhu
(Temperature), 0C
15
25
Paklobutrazol
(Paclobutrazol), mg/l
0
1
2
3
Daya hidup (Survival rate), %
1 bulan (1 month)
3 bulan (3 months)
Daya tembus (Emergence rate), %
1 bulan (1 month)
3 bulan (3 months)
100 a
100 a
48 a
45 a
37 a
63 b
78 a
76 a
100 a
100 a
100 a
100 a
43 a
63 a
55 a
20 a
74 a
46 b
41 b
36 b
94 a
83 a
72 a
66 a
321
J. Hort. Vol. 22 No. 4, 2012
Daya hidup
(Survival rate)
Daya regenerasi
(Regeneration rate)
50
40
30
%
20
10
0
P0
P1
P3
P2
P0
P1
15oC
P2
P3
P2
P3
25oC
Suhu penyimpanan dan paklobutrazol
(Storage temperature and paclobutrazol), mg/l
1 bulan
(1 Month)
5 bulan
(5 Months)
Jumlah tunas
(Shoot number)
18
12
6
0
P0
P1
P2
15oC
P3
P0
P1
Suhu penyimpanan dan paklobutrazol
(Storage temperature and paclobutrazol), mg/l
25oC
Gambar 5. Daya hidup, daya regenerasi, dan jumlah tunas nenas kultivar Smooth Cayenne pada tahap
pemulihan pascapenyimpanan dengan paklobutrazol (Survival rate, regeneration rate, and number
of shoot of encapsulated shoots of pineapple cultivar Smooth Cayenne during recovery step after
preservation by paclobutrazol)
sehingga persentase biakan yang menembus kapsul
lebih rendah daripada biakan yang ditumbuhkan pada
media tanpa pemberian paklobutrazol. Menurut Arteca
(1996), senyawa paklobutrazol merupakan retardan
kelompok triazol yang mereduksi pertumbuhan biakan
dengan cara menghambat oksidasi kauren, kaurenol,
dan kaurenal yang dikatalisis oleh kauren oksidase
pada biosintesis giberelin. Giberelin merupakan ZPT
yang berpengaruh secara fisiologis pada pembentukan
meristem subapikal, sehingga penghambatannya dapat
menyebabkan tanaman menjadi roset.
Pada periode simpan berikutnya (3 bulan),
paklobutrazol tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap daya tembus dan daya hidup biakan
(Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari
paklobutrazol tersebut berlangsung dalam waktu yang
sangat singkat. Pengaruh retardan yang cukup lama
322
dapat teramati pada ubi jalar (Roostika & Sunarlim
2001, Sunarlim & Roostika 2003), gembili (Sunarlim
et al. 2004), pule, pulasari, daun dewa (Lestari &
Mariska 1997), serta purwoceng (Roostika et al.
2009) dengan ciri-ciri visual terbentuknya biakan
roset atau pemendekan ruas, sehingga biakan dapat
disimpan dalam waktu yang cukup lama (12-18 bulan).
Walaupun demikian, tidak semua biakan memberikan
ciri-ciri visual tersebut, seperti yang terjadi pada biakan
kentang hitam (Roostika et al. 2005). Kurangnya
efek penghambatan pertumbuhan biakan nenas
kemungkinan disebabkan oleh rendahnya konsentrasi
paklobutrazol atau jenis retardan yang digunakan
dalam penelitian ini kurang sesuai.
Pada tahap pemulihan dan regenerasi pascapenyimpanan, daya hidup dan daya regenerasi biakan
pada perlakuan suhu 25 0C lebih tinggi daripada
Roostika, et al.: Pembentukan Benih Sintetik
Tanaman Nenas ...
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
(F)
(G)
(H)
Gambar 6. Keragaan tunas nenas kultivar Smooth Cayenne yang terenkapsulasi dalam media yang
mengandung paklobutrazol dan disimpan pada suhu yang berbeda (Performance of encapsulated
shoots of pineapple cultivar Smooth Cayenne treated by paclobutrazol and temperature): (A) kontrol
(check) pada suhu 15 0C, (B) paklobutrazol 1 mg/l suhu 15 0C, (C) paklobutrazol 2 mg/l suhu 15
0
C, (D) paklobutrazol 3 mg/l suhu 15 0C, (E) tanpa paklobutrazol suhu 25 0C, (F) paklobutrazol
1 mg/l suhu 25 0C, (G) paklobutrazol 2 mg/l suhu 25 0C, dan (H) paklobutrazol 3 mg/l suhu 250C
biakan pada perlakuan suhu 150C. Perlakuan tanpa
paklobutrazol dan suhu 150C menghasilkan daya
regenerasi yang tertinggi setelah 1 bulan masa
pemulihan (Gambar 5). Pada masa pemulihan 5
bulan, pertumbuhan biakan dari perlakuan suhu 150C
jauh lebih pesat daripada biakan yang berasal dari
perlakuan suhu 250C, di mana paklobutrazol 1 mg/l dan
suhu 150C menghasilkan jumlah tunas yang tertinggi
(Gambar 5). Secara visual, biakan yang berasal
dari perlakuan paklobutrazol lebih tegar daripada
biakan yang tidak diberi perlakuan paklobutrazol
(Gambar 6). Hal ini menunjukkan pengaruh positif
dari paklobutrazol yang dapat memacu pertumbuhan
biakan. Secara fisiologis, retardan dilaporkan dapat
mendukung terbentuknya klorofil sehingga kultur
tampak lebih tegar (Cathey 1975, Bessembinder et
al. 1993). Arteca (1996) mengatakan bahwa selain
memblokir biosintesis giberelin, paklobutrazol juga
dapat mereduksi absisic acid (ABA), etilen, dan
indole-3-acetic acid (IAA), serta dapat meningkatkan
kandungan sitokinin. Banyaknya klorofil yang
terbentuk dapat meningkatkan efisiensi fotosintesis
sehingga pertumbuhan kultur menjadi lebih tegar
dan terpacu. Secara umum dapat dikatakan bahwa
penggunaan paklobutrazol 1 mg/l merupakan
perlakuan terbaik dibandingkan perlakuan lainnya.
Perlakuan tersebut sebaiknya diaplikasikan untuk
penyimpanan kapsul tunas nenas dalam jangka
waktu yang pendek (1 bulan) atau untuk keperluan
transportasi benih sintetik dalam jarak dekat.
Pertumbuhan Minimal dengan Manitol
Jika paklobutrazol menghambat pertumbuhan
melalui pemblokiran biosintesis giberelin (Arteca
1996), manitol merupakan gula alkohol yang berdifusi
di bagian ekstraseluler namun tidak dapat memasuki
sel (Taiz & Zeiger 2003), sehingga berfungsi sebagai
regulator osmotik. Penggunaan regulator osmotik
terbukti dapat menyimpan biakan ubi jalar selama
10 bulan (Roostika et al. 2001), biakan kentang
hitam selama 3 bulan (Roostika et al. 2005), biakan
purwoceng selama 7 bulan (Roostika et al. 2008), dan
biakan jeruk besar selama 5 bulan (Dewi et al. 2010).
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat
interaksi yang nyata antara suhu penyimpanan dengan
konsentrasi manitol terhadap daya tembus biakan.
Daya tembus biakan tersebut sangat rendah hingga
akhir periode simpan (5 bulan). Hal ini menunjukkan
bahwa manitol mampu menekan pertumbuhan embrio
somatik nenas dalam kondisi terenkapsulasi dengan
Na-alginat 3%. Data tersebut perlu didukung dengan
data daya hidup biakan, sehingga dapat ditentukan
perlakuan yang terbaik untuk penyimpanan (Tabel 2).
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat
interaksi yang nyata antara suhu penyimpanan dengan
konsentrasi manitol terhadap daya hidup biakan.
Dalam hal ini, pertumbuhan embrio somatik nenas
yang terenkapsulasi dengan Na-alginat 3% dipengaruhi
secara nyata oleh faktor tunggal yang diuji, yaitu suhu
penyimpanan atau konsentrasi manitol. Pada periode
323
J. Hort. Vol. 22 No. 4, 2012
Tabel 2. Pengaruh suhu penyimpanan dan manitol terhadap daya tembus biakan nenas kultivar Smooth
Cayenne yang terenkapsulasi (Effect of temperature and mannitol to the emergence rate of encapsulated pineapple cultures cultivar Smooth Cayenne)
Perlakuan
(Treatments)
Manitol, %
(Mannitol)
0
1
2
3
4
5
Suhu, 0C
(Temperature)
15
25
1 bulan (1 month)
Daya tembus (Emergence rate), %
2 bulan (2 months)
3 bulan (3 months)
4 bulan (4 months)
3
1
5
6
13
0
3
1
5
6
13
0
0,6 a
7,7 b
3
3
10
11
23
8
0,6 a
7,7 b
4,3 a
13,7 a
5 bulan (5 months)
8
3
20
26
25
8
9
12
25
29
32
9
6,9 a
19,8 a
10,6 a
25,1 b
Tabel 3. Pengaruh suhu penyimpanan dan manitol terhadap daya hidup biakan nenas kultivar Smooth
Cayenne yang terenkapsulasi (Effect of temperature and mannitol to the survival rate of encapsulated
pineapple cultures cultivar Smooth Cayenne)
Perlakuan
(Treatments)
Manitol, %
(Mannitol)
0
1
2
3
4
5
Suhu, 0C
(Temperature)
15
25
1 bulan (1 month)
Daya hidup (Survival rate), %
2 bulan (2 months)
3 bulan (3 months)
4 bulan (4 months)
81 ab
72 a
92 b
91 b
87 b
72 a
79 a
57 a
79 a
80 a
80 a
64 a
59 a
56 a
78 a
66 a
72 a
43 a
54 a
48 a
51 a
40 a
53 a
18 a
22 a
8a
17 a
14 a
33 a
8a
80 a
83 a
72 a
73 a
64 a
58 a
49 a
38 a
3a
27 b
(A)
(D)
5 bulan (5 months)
(B)
(E)
(C)
(F)
(G)
Gambar 7. Penampilan tunas nenas kultivar Smooth Cayenne (1 bulan masa pemulihan) pascapenyimpanan
dengan paklobutrazol (Performance of encapsulated shoots of pineapple cultivar Smooth Cayenne
(1 month of recovery period) post-preservation with paclobutrazol): (A) kontrol suhu 15oC, (B)
paklobutrazol 1 mg/l suhu 15oC, (C) paklobutrazol 2 mg/l suhu 15oC, (D) kontrol suhu 25oC, (E)
paklobutrazol 1 mg/l suhu 25oC, (F) paklobutrazol 2 mg/l suhu 25oC, dan (G) paklobutrazol 3
mg/l suhu 25oC
324
Roostika, et al.: Pembentukan Benih Sintetik
Tanaman Nenas ...
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
(F)
(G)
(H)
(I)
(J)
(K)
(L)
25oC
15oC
Gambar 8. Keragaan kapsul embrio somatik nenas kultivar Smooth Cayenne (4 bulan periode simpan)
dari perlakuan manitol dan suhu penyimpanan (Performance of encapsulated somatic embryos of
pineapple cultivar Smooth Cayenne (4 months storage period) treated by mannitol and temperature):
(A dan G) manitol 0%, (B dan H) manitol 1%, (C dan I) manitol 2%, (D dan J) manitol 3%, (E
dan K) manitol 4%, dan (F dan L) manitol 5%
simpan 1 bulan, konsentrasi manitol berpengaruh nyata
terhadap daya hidup biakan. Konsentrasi manitol 2,
3, dan 4% justru meningkatkan daya hidup biakan,
namun pengaruh tersebut tidak berbeda nyata dengan
bertambahnya periode simpan hingga 5 bulan (Tabel
3). Dari tabel tersebut tampak bahwa daya hidup biakan
menurun drastis dari periode simpan 4 bulan ke periode
simpan 5 bulan. Manitol merupakan osmoregulator
yang dapat meningkatkan tekanan osmotik media
sehingga nutrisi mengalir secara perlahan ke dalam
jaringan. Konsentrasi manitol yang sangat tinggi
dapat menyebabkan tekanan osmotik yang sangat
tinggi pula, sehingga menyebabkan seolah-olah nutrisi
tidak tersedia dan memungkinkan terjadinya dehidrasi
jaringan. Oleh karena itu, biakan yang disimpan dengan
manitol pada konsentrasi yang tinggi tidak dapat
bertahan hidup lebih lanjut. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa biakan nenas yang terenkapsulasi
dengan Na-alginat 3% sebaiknya disimpan dengan
manitol 4% tidak lebih dari 4 bulan.
Berbeda dengan pengaruh manitol, suhu
penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata hanya
pada 5 bulan periode penyimpanan (Tabel 3), dengan
daya hidup yang sangat rendah (3 dan 27%) yang
ditandai dengan banyaknya biakan yang mencoklat
(Gambar 7). Kecepatan respirasi menurun pada
suhu rendah, begitu pula dengan proses sintesis ATP,
sehingga dalam kondisi tersebut pertumbuhan biakan
sangat terhambat dan berakibat pada kematian (Taiz
& Zeiger 2003). Oleh karena itu, penyimpanan dengan
penurunan suhu tidak disarankan untuk dilakukan.
Selain daya hidup yang sangat rendah, penyimpanan
dengan penurunan suhu memerlukan energi listrik
dengan biaya yang lebih tinggi dibandingkan
menggunakan manitol.
Penurunan suhu (2–10 0C) telah diterapkan pada
beberapa macam tanaman, seperti kentang, bawang,
dan mentha dengan periode simpan 12 hingga 18
bulan (Keller et al. 2006). Namun demikian, pada
penelitian ini penurunan suhu penyimpanan hingga
325
J. Hort. Vol. 22 No. 4, 2012
15 0C tidak mampu mempertahankan daya hidup
dan memperpanjang masa simpan biakan nenas.
Sebaliknya penggunaan manitol lebih baik daripada
penurunan suhu penyimpanan. Hasil penelitian ini
lebih baik daripada hasil penelitian sebelumnya yang
dilaporkan oleh Gangopadhyay et al. (2004) yang
hanya mampu menyimpan kapsul nenas selama 1,5
bulan pada suhu 80C.
KESIMPULAN
1. Basal daun nenas yang terenkapsulasi mampu
berdiferensiasi setelah praperlakuan.
2. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara
konsentrasi paklobutrazol dengan suhu
penyimpanan terhadap daya hidup dan daya tembus
kapsul tunas nenas. Biakan tersebut hanya dapat
disimpan selama 1 bulan.
3. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara
konsentrasi manitol dan suhu penyimpanan
terhadap daya hidup dan daya tembus kapsul
embrio somatik nenas.
4. Penggunaan manitol 4% dapat memperpanjang
masa simpan hingga 4 bulan. Penurunan suhu
penyimpanan tidak disarankan karena terbukti tidak
mampu memperpanjang masa simpan biakan nenas
dan memerlukan energi listrik serta biaya yang
lebih tinggi.
PUSTAKA
1. Arteca, RN 1996, Plant Growth Substances, Chapman and
Hall, New York.
2. Bessembinder, JJE, Staritsky, G & Zandvoort, EA 1993,
‘Longterm in vitro storage of Colocasia esculenta under
minimal growth conditions’, Plant Cell Tiss. Org. Cult., vol.
33, pp. 121-27.
3. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 2009, Produksi
buah-buahan di Indonesia, Jakarta.
4. Coppens d’Eeckenbrugge, GBPS & Leal, F 2003, ‘Morphology,
anatomy, and taxonomy’, in Bartholomew, DP, Paull, RE,
Rohrbach, KE (eds.), The pineapple botany: Production and
Uses, CABI Publishing, Wallingford, pp. 13-32.
5. Cathey, HM 1975, ‘Comparative plant growth-retarding
activities of ancymidol with ACPC, phosfon, chlormequat, and
SADH on ornamental plant species’, HortSci., vol. 10, no. 3,
pp. 204-15.
6. Desbrunais, AB, Noirot, M & Charrier, A 1992, ‘Slow growth
in vitro conservation of coffee (Coffea spp.)’, Plant Cell Tiss.
Org. Cult., vol. 31, pp. 105-10.
7. Dewi, IS, Jawak, G, Roostika, I, Sabda, M, Purwoko, BS & Adil
WH 2010, ‘Konservasi in vitro tanaman jeruk besar (Citrus
maxima (Burn.) Merr.) kultivar Srinyonya menggunakan
osmotikum dan retardan’, J. Agrobiogen, vol. 6, no. 2, pp.
84-90.
8. Eeuwens, CJ, Lord, S, Donough, CR, Rao, V, Vallejo, G &
Nelson, S 2002, ‘Effects of tissue culture conditions during
embryoid multiplication on the incidence of mantled flowering
in clonally propagated oil palm’, Plant Cell Tiss. Org. Cult.,
vol.70, pp. 311-23.
326
9. Gangopadhyay, G, Bandyopadhyay, T, Poddar, R,
Gangopadhyay, SB & Mukherjee, KK 2005, ‘Encapsulation
of micro shoots in alginate beads for temporary storage’, Curr.
Res., vol. 88, no. 6, pp. 972-77.
10. Hu, CY & Wang, PJ 1983, ‘Meristem, shoot tip, and bud
culture’, in Evans, DA, Sharp, WR, Amiroto, PV, Yamada, Y
(eds.), Handbook of plant cell culture Vol. I. Techniques for
propagation and breeding, McMilan Publishing, New York,
pp. 177-227.
11. Keller, ERJ, Senula, A, Leunufna, S & Grube, M 2006,
‘Slow growth storage and cryopreservation-tools to facilitate
germplasm maintenance of vegetatively propagated crops in
living plant collections’, Int. J. Refr., vol. 29, pp. 411-17.
12. Lestari, EG & Mariska, I 1997, ‘Kultur in vitro sebagai metode
pelestarian tumbuhan obat langka’, Bul. Plasma Nutfah, vol.
2, no. 1, hlm. 1-8.
13. Leunufna, S 2004, ‘Improvement of the in vitro, maintenance
and cryopreservation of yams (Dioscorea spp.), Dissertation
Martin-Luther–Universitat Halle-Wittenberg, Berlin.
14. Mariska, I, Suwarno & Damardjati, DS 1996, ‘Pengembangan
konservasi in vitro sebagai salah satu bentuk pelestarian plasma
nutfah di dalam bank gen’, Seminar Penyusunan Konsep
Pelestarian Ex Situ Plasma Nutfah Pertanian, Bogor, 18
Desember.
15. Rai, MK, Asthana P, Singh ,SK, Jaiswal, VS & Jaiswal, U
2009, ‘The encapsulation technology in fruit plants – A review’,
Biotech Adv., vol. 27, pp. 671-79.
16. Redenbaugh, K 1992, Synseeds: Application of synthetic seeds
to crop improvement, CRC Press, London, pp. 481.
17. Roostika, I & Sunarlim, N 2001, ‘Penyimpanan in vitro tunas
ubi jalar dengan penggunaan paclobutrazol dan ancymidol’,
J. Penel. Pertanian, vol. 20, no. 3, pp. 48-56.
18. Roostika, I, Sunarlim, N & Arief, VN 2005, ‘Penyimpanan
kentang hitam (Coleus tuberosus) secara kultur in vitro’,
J.Hort., vol. 15, no. 1, pp. 46-52.
19. Roostika, I, Purnamaningsih, R & Arief, VN 2008, ‘Pengaruh
sumber karbon dan kondisi inkubasi terhadap pertumbuhan
kultur in vitro purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.)’,
AgroBiogen, vol. 4, no. 2, pp. 65-9.
20. Roostika, I & Purnamaningsih, R & Darwati, I 2009,
‘Penyimpanan in vitro tanaman purwoceng (Pimpinella
pruatjan Molk.) melalui aplikasi pengenceran media dan
paklobutrazol’, J. Littri, vol. 15, no. 2, pp. 84-90.
21. Suminar, E 2010, ‘Induksi keragaman genetik dengan mutagen
sinar gamma pada nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) secara in
vitro’, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
22. Sunarlim, N, Roostika I & Arief VN 2004, ‘Penyimpanan
in vitro gembili melalui pertumbuhan minimal’, Prosiding
Seminar Kinerja Penelitian Mendukung Agribisnis Kacangkacangan dan Umbi-umbian, BALITKABI, Malang, hlm.
267-75.
23. Sunarlim, N & Roostika I 2003, ‘Penggunaan zat penghambat
tumbuh dan regulator osmotik manitol dalam penyimpanan
ubi-ubian secara kultur jaringan’, Prosiding Seminar Teknologi
Inovatif Agribisnis Kacang-kacangan dan Umbi-umbian untuk
Mendukung Ketahan Pangan, BALITKABI, Malang, hlm.
83-91
24. Taiz, L & Zeiger E 2003, Plant physiology-on line 3rd ed.
Sunderland: Sinauer Associates. doi:10.1093/aob/mcg079.
25. Withers, LA 1985, ‘Cryopreservation and storage of
germplasm’, in Dixon, DA (ed.) Plant Cell Culture, IRL Press,
Washington, pp. 169-90.
PENGARUH DOSIS ROOTONE-F TERHADAP
PERTUMBUHAN CROWN TANAMAN NENAS (Ananas comosus)
Oleh : Dawud Ardisela
Abstract
Ananas crown can becomes as homogenous plant but longer age than slip and sucker. The
result of research show that Rootone-F effect to plant high, amount of leaf, long and widh of
leaf sigmificantly at 24 months age especially 100 mg and 200 mg doses treatment. With 400
mg doses show bad effect to plant growing and smaller then control.
Key word : Rootone-F, growth regulator, crown, slip and sucher.
I. PENDAHULUAN
Salah satu komoditas buah-buahan tropika yang potensial dikembangkan adalah nenas
(Ananas comosus) karena dalam budidaya dan pemeliharaan tanaman ini cukup mudah. Bila
tanaman ini dikembangkan dapat menjadi aset nasional yang dapat meningkatkan ekspor non
migas, meningkatkan gizi masyarakat, meningkatkan pendapatan petani dan suatu alternatif
diversifikasi usaha, penyerapan tenaga kerja dan dapat menumbuhkan iklim usaha di pedesaan
serta pemanfaatan tanah pekarangan dan lahan kering.
Buah nenas di pasaran dijual sebagai buah segar dan bahan baku pengalengan buahbuahan. Secara normal dari setiap tanaman dapat diperoleh dua hasil panen dan proses ini
berlangsung sekitar 32 – 36 bulan. Setelah panen atau pengambilan hasil pertama, tanaman itu
dipangkas sehingga yang tinggal adalah tunas yang baru. Tunas baru ini tumbuh sebagai
tanaman baru yang dapat menghasilkan buah lagi sebagai “Ratoon crop”.
Bahan bibit tanaman nenas menggunakan 3 bagian yaitu; puncak/mahkota (crown),
cangkokan (slip) dan bagian tunas yang telah tumbuh sebagai anakan persis di atas tanah
(sucker).
Tanaman yang berasal dari bibit crown hasilnya atau umurnya lebih lama, tapi
pertumbuhannya agak merata. Tanamanyang berasal dari slip tanaman berdaun banyak tapi
kematangannya tidak merata. Demikian juga yang berasal dari sucker tanaman berdaun banyak
dan tidak merata kematangannya, tapi sukar sekali dalam penanamannya.
Mahkota buah atau crown oleh pedagang pengecer dan konsumen biasa dibuang begitu
saja sebagai sampah tidak digunakan sebagai bibit, pertimbanganya sukar tumbuhnya dan bila
tumbuhpun akan berumur lebih panjang dari tanaman yang berasal dari bibit slip dan sucker.
Pemanfaatan mahkota buah sebenarnya berpotensi besar tetapi perlu usaha-usaha untuk
mempercepat pertumbuhan yaitu dengan pemberian unsure hara makro cukup, unsur mikro dan
ko-faktor yang sesuai, pupuk organik untuk memperbaiki kesuburan tanahnya, pemberian ZPT
baik melalui daun ataupun bagian bibitnya.
Dalam percobaan ini digunakan perlakuan
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
48
pemberian Rootone-F berbagai dosis yang dapat mempercepat pertumbuhan akar crown.
Rootone-F adalah ZPT campuran berupa bubuk berwarna putih yang siap pakai dan digunakan
sebagai pasta yang ditempelkan pada bagian tanaman yang akan dirangsang pertumbuhan
akarnya.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmanakah pengaruh dosis ZPT
Rootone-F yang beredar di pasaran terhadap rangsangan pertumbuhan akar stek dari crown
tanaman nenas (Ananas comosus).
Hipotetis yang diajukan adalah sebagai berikut :
a. Pemberian Rootone-F akan merangsang pertumbuhan akar crown nenas
b. Dengan dosis Rootone-F tertentu akan menghasilkan pengakaran yang lebih tinggi
c. Dengan pemberian Rootone-F akan terjadi pertumbuhan yang lebih seragam.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertelaan Tanaman Nenas
Nenas atau nanas, kadang-kadang di sebut danas (Jawa) dan ganas (Sunda) nama
botaninya adalah Ananas Comosus. Buah nenas dapat dikonsumsi dalam bentuk buah segar
setelah dikupas kulitnya dan dibersihkan dari duri-durinya atau dalam bentuk buah-buahan
kaleng. Sebelum dimakan buah dicuci terlebih dahulu dan diberi garam, karena ada rasa getir
dan cairannya kadang kala menusuk perut terutama bagi yang berpenyakit sakit lambung
(maag).
Potensi pengembangan tanaman buah-buahan tropika seperti nenas ini sebenarnya
cukup besar hanya belum dikelola secara professional, terbukti dari produksi total dunia
sebanyak 7 830 000 ton per tahun didominasi oleh Negara Thailand (2 000 000 ton), Brazil (572
000 ton), Philipina (479 000 ton), Meksiko (455 000 ton), Pantai Gading (315 000 ton),
Malaysia (206 000 ton) dan sisanya adalah diproduksi Negara lain termasuk Indonesia
(Kartasapoetra, 1988).
Bagi pertumbuhannya tanaman nenas menghendaki temperature antara 25 0C sampai
dengan 30 0C dan menghendaki tanah dataran rendah di daerah tropic dengan curah hujan lebih
dari 760 mm per tahun, kecuali irigasinya memungkinkan. Tanaman ini dapat tumbuh pada
setiap tipe tanah yang drainasenya baik dan agak masam dengan pH antara 5.9 sampai 6.5.
Suatu rotasi tanaman harus dilakukan sekitar beberapa tahun sebelum tanaman nenas ditanam
kembali pada tanah yang sama, seandainya rotasi tanaman ini tidak dilaksanakan, gangguan
terhadap tanaman dari nematode-nematoda akan merupakan persoalan yang serius. Hanya
mungkin untuk menanam nenas pada tanah yang sama dengan memperoleh hasil yang
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
49
memuaskan apabila tanahnya itu difumigasi terlebih dahulu, yang tujuannya untuk
pemberantasan nematode tersebut.
2.2. Budidaya Tanaman Nenas
Setelah tanah yang akan digunakan sebagai lahan perkebunan dibersihkan dari segala
tanaman yang tumbuh di atasnya, dilakukan pencangkulan sedalam 45 cm atau sedalam
mungkin sesuai dengan kemampuan buruh tani. Rumput-rumputan dan gulma yang dikeluarkan
dari tempat tumbuhnya diberantas dengan herbisida. Pencangkulan ulang perlu dilakukan agar
tanah menjadi rata, halus dan remah. Selanjutnya tanah diberi insektisida untuk memberantas
semut pembawa hama lembut yang dilaksanakan dengan mencampurkan insektisida pada tanah
dengan kedalaman 7.5 cm.
Pemberian mulsa jangan dari sampah rumput dan gulma karena akan berakibat tidak
baik. Sebelum penanaman dilakukan pemberian mulsa plastik hitam agar rumput dan gulma
dapat tertekan pertumbuhannya serta dapat mempertahankan temperatur dan kelembaban tanah.
Penanaman nenas baik pada awal musim penghujan. Sebagai bahan bibit ada tiga
bagian tanaman nenas yaitu; puncak atau mahkota buah (Crown), cangkokan (slip) dan bagian
tunah nenas yang telah tumbuh di samping (sucker). Crown adalah bagian puncak buah yang
ditumbuhi tunas daun yang lebat. Jika bagian ini dipakai bibit maka agak lama diperoleh hasil
tapi pertumbuhannya seragam. Slip (bagian yang dapat dicangkok) adalah tunas yang tumbuh
pada tangkai buah, terletak berdekatan sekali dengan bagian bawah buah, biasanya tumbuh
dengan berdaun lebat hanya kematangan hasilnya tidak merata. Sucker adalah tunas yang
tumbuh pada bagian batang, pertumbuhan selanjutnya tampak berdaun banyak dan hasilnya
agak tinggi akan tetapi kematangannya tidak merata dan dalam peneanaman cukup sukar.
Untuk itu perlu berbagai pertimbangan dalam memilih bahan bibit nenas yang akan
ditanam, karena umur nenas cukup panjang sampai berbuah antara 32 bulan sampai dengan 38
bulan. Untuk perkebunan besar sebaiknya yang ditanam adalah crown karena pertumbuhan dan
pembuahannya seragam dan kelak pemanenannya dapat dilakukan secara serempak.
Bagian-bagian tanaman yang dipersiapkan untuk bibit jangan sampai ditahan
berminggu-minggu apalagi terkena sinar matahari maka dapat merusak bahan bibit tersebut dan
kalau bahan ini kering, maka banyak daun yang layu dan tingkat pertumbuhannya menurun
bahkan akan mati.
Sebelum penanaman dimulai, celupkan bibit itu dalam larutan pestisida selama 5 menit
agar terbebas dari hama lembut. Sebelum bibit ditanamkan pada lubang terlebih dahulu diberi
pupuk dan selanjutnya tanaman ditanam dengan kedalaman 8 cm dari permukaan tanah.
Dalam melakukan penanam dipilih menurut ketentuan jarak tanam di bawah ini :
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
50
a. Pada lahan yang system irigasinya baik, bentuklah jajaran ganda terpisah selebar 60 cm,
jarak diantara tanaman 30 cm dan jarak diantara jajaran ganda yang satu dengan lainnya 80
cm. Dengan system jarak tanam ini dapat ditanam 47 600 tanaman per hektar. Perkiraan
hasilnya 100 – 120 ton per hektar (hasil panenan pertama dan panen ratoon), jika
pengelolaannya dilakukan dengan baik.
b. Pada lahan yang biasanya diairi oleh air hujan, bentuk pula jajaran ganda terpisah selebar 60
cm, jarak antar tanaman 30 cm sedangkan jarak antar jajaran ganda yang satu dengan
lainnya 90 cm. Dengan sistem ini dapat ditanam 44 400 tanaman per hektar dengan hasil
100 ton per hektar.
Sebelum ditanam terlebih dahulu setiap lubang tanam dipupuk NPK sebanyak 600 kg
per hektar. Pemupukan urea atau ZA 500 kg per hektar diberikan pada waktu 6 bulan setelah
penanaman, 3 bulan setelah panenan pertama dan 6 bulan setelah panenan pertama.
2.3. Pemungutan Hasil
Buah tanaman nenas diusahakan agar terlindung terik sinar matahari, karena dapat
merusak buah.
Usahakan dalam keadaan sejuk dengan cara melakukan penyiraman dan
memberikan lapisan penutup di atas buah nenas tersebut misalnya jerami dan sebagainya.
Dengan perlakuan demikian kerusakan buah dapat dicegah.
Pemanenan pertama umumnya dilakukan setelah tanaman nenas berumur 18 – 24 bulan,
pada waktu itu buah nenas telah menguning pada bagian pangkalnya dan ini berarti telah
mencapai kematangan. Pada waktu pemungutan hasil sebaiknya digunakan pisau yang tajam.
Nenas untuk ekspor tangkai dipotong sekitar 3 – 4 cm dari pangkal buah, buang daunnya yang
tidak perlu agar buah tampak sehat dan segar. Sedangkan bagi tujuan penjualan ke pabrik
pengalengan makanan, pemotongan dapat dilakukan dengan bebas, asal tidak sampai merusak
buah. Selanjutnya pada waktu pengangkutan buah ke pabrik usahakan pemuatannya ke dalam
truk atau lori jangan dengan cara melempar karena buah yang memar akan cepat rusak dan
busuk.
Demi untuk pertumbuhan tanaman selanjutnya, setelah panenan dapat terlaksana
dengan baik, potong daun dan tunas yang terdapat pada tangkai buah (slip). Yang harus
ditinggalkan hanya tunas pada batang dasar (sucker) yang sehat dan kuat. Jadi bukan tunas pada
batang dasar yang muncul dari bawah permukaan tanah, melainkan yang muncul pada batang
dasar di atas permukaan tanah.
Dengan cara di atas maka tunas yang terdapat pada batang dasar akan tumbuh sebagai
tanaman baru dan ternyata setelah kurang lebih 14 bulan hasilnya dapat dipungut kembali.
Hasil ini disebut hasil ratoon (ratoon crop).
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
51
2.4. Hama dan Penyakit pada Tanaman Nenas
Pertumbuhan tanaman nenas sampai pada pemungutan hasil yang pertama dan yang
kedua ternyata tidak luput dari serangan hama dan penyakit tanaman.
Hama dan penyakit yang dapat menyerang tanaman nenas adalah sebagai berikut :
a. Dysmicocus brevipes adalah kutu yang menyerang akar, pangkal daun dan sekeliling
buah
b. Meloidocyne sp adalah nematode perusak akar
c. Bercak Daun (Leaf spots) berwarna coklat
d. Kepucatan Tanaman (watery) karena kelebihan N
e. Kelebihan Mahkota buah.karena kelebihan N dan curah hujan tinggi
f.
Penyakit kelayuan (Wilt dieses) diakibatkan serangan virus
2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Crown
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan crown tanaman nenas umumnya terdiri dari
factor dalam (genetic) dan factor luar (lingkungan ). Faktor dalam adalah keterangan genetika
dari pohon induk asal crown yang di dalamnya mengandung banyak dan jenis hara makro dan
mikro, ko-faktor, zat pengatur tumbuh alami dan kemampuan crown itu untuk bahan
perbanyakan tanaman. Faktor luar (lingkungan) baik lingkungan fisik seperti temperature,
kelembaban, aerasi, altitude, latitude, iklim/musim/cuaca, kandungan bahan organic, hara
makro, hara mikro serta ZPT sintetis yang diberikan seperti pada percobaan ini adalah RootoneF.
Crown adalah tunas dari mahkota buah kelihatannya secara fisiologis sulit untuk
berakar dan kurang baik bila dibandingkan dengan dari slip dan sucker. Kandungan ZPT pun
mungkin komposisi atau campuran antara auksin, gibberelin dan sitokinin tidak seimbang.
Faktor kandungan karbohidrat yang terkandung dalam crown mungkin banyak terserap
dalam buahnya demikian juga factor daun mempengaruhi karena karbohidratnya untuk
pertumbuhan daun ke atas, terbukti kalau tanaman itu diberi pupuk yang banyak pada saat
tanaman itu berbuah maka akan tumbuh crown lebih dari satu. Crown merupakan produk fase
generatif sehingga dalam pertumbuhan fase vegetatif akan sukar. Keberhasilan pertumbuhan
stek crown tanaman nenas adalah keberhasilan dalam menumbuhkan akar adventif dan untuk itu
ratio aptimum dapat meningkatkan peranan ZPT dalam proses pembentukan akar. Crown yang
mempunyai C/N ratio yang tinggi lebih mudah membentuk akar dengan catatan N tidak terlalu
rendah. Unsur K pula diberikan agar transportasi pati ke dasar stek lancer dan juga dapat
menjadi turgor sel-selnya. Unsur B dapat mempengaruhi proses pembentukan akar dan stek
selanjutnya apalasi kalau diberi ZPT maka peran B akan meningkat. Selain itu, perlu
diperhatikan pula zat inhibitor yang fungsinya menghambat pertumbuhan akar perlu dihilangkan
dan senyawa-senyawa lain seperti fenolik yang menghalangi pertumbuhan akan adventif pada
stek crown nenas.
Hormon tumbuh ada yang alami yang terdapat dalam crown ada yang diberikan secara
sintetis. Akan tetapi hormon sintetis mempunyai efek sama dengan alami yang tergantung
kepada jenis dan dosisnya. Dosis atau konsentrasi yang sedikit saja ZPT dapat mempengaruhi
atau memberi efek yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hormon
bekerja dalam dosis yang optimum tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, sedikit
banyaknya itu tergantung kita memberikannya.
Pemberian ZPT sebenarnya bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan akar, sehingga
tanaman menjadi seragam karena tumbuh bersamaan dengan kualitas pertumbuhan/habitus yang
relatif sama. Tanaman yang mudah dalam membentuk akar hanya dengan pemberian yang
sedikit saja dari ZPT akan cepat tumbuh dan akan seragam pertumbuhannya.
Sedangkan
tanaman yang sukar tumbuh akarnya maka dengan dosis ZPT yang tinggi baru bias tumbuh.
Dengan demikian maka dalam percobaan ini menggunakan dosis yang tinggi yaitu Rootone-F
dengan dosis 100 mg/stum, 200 mg/stum, 300 mg/stum dan 400 mg/stum.
Faktor lingkungan yang perlu diperhatikan adalah media tumbuh dengan syarat-syarat
antara lain; dapat dijadikan tempat berdirinya tanaman, mengandung unsure hara makro dan
mikro yang cukup, mempunyai aerasi yang baik, dapat menyimpan air, mengandung senyawa
organic yang tinggi, steril dari bibit hama dan penyakit serta harganya cukup murah dan mudah
didapat.
Suhu penyemaian perlu diperhatikan karena biasanya suhu di sekitar daerah perakaran
cukup tinggi maka perlu pemberian penyiraman atau keadaan yang senantiasa lembab untuk
menanggulangi panas yang dikeluarkan oleh daerah perakaran.
Faktor hama dan penyakit sangat krusial sekali pada penyetekan crown nenas karena
tanaman itu dalam keadaan luka dan sakit mudah sekali diserang kutu lembut, semut, bakteri
dan jamur fatogen. Untuk itu sebelum ditanam dicelupkan dulu dengan insektisida Diazinon
dan atau pemberian Aldrin pada tanah atau lubang yang akan ditanami nenas.
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
53
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UNISMA Bekasi yang
berada pada ketinggian kurang lebih 25 m di atas permukaan laut. Berada 60 LS dan 1060 BT.
Rata-rata bersuhu antara 26.3 – 31.2 0C, kelembaban udara antara 75% - 98% dengan rata-rata
curah hujan 1 844 mm per tahun dan 95 hari hujan. Menurut Schmidt-Ferguson termasuk Tipe
C2 karena mempuyai nilai Q = 48% dengan bulan basah 7.18 dan bulan kering 2.45.
Secara fisiografis Bekasi termasuk dataran rendah Jakarta yang mempunyai morfologi
satuan perbukitan rendah bergelombang dan satuan dataran rendah.
Bahan induk yang
membentuk tanah adalah batu liat, batu pasir dan debu yang merupakan hasil lapukan batuan
breksi dan konglomersi yang tererosi dan terendapkan. Bahan induk ini hasil proses aluviasi
sungai yang ada di sekitar lakasi.
Waktu percobaan dilaksanakan sejak pertengahan Maret 1991 sampai dengan
pertengahan Maret 1993.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah lahan persemaian ukuran 4 m x 3.5 m, pupuk
kandang, Diazinon dan bibit crown asal Pasar Baru Bekasi sebanyak 30 buah serta ZPT
Rootone-F.
Alat-alat yang digunakan adalah garpu/cangkul, meteran, pisau, gelas ukur, tali raffia,
ember, timbangan dan sebagainya.
3.3. Prosedur Pelaksanaan
Bedengan berukuran 4 m x 3.5 m dibagi menjadi dua bagian masing-masing sebagai
ulangan atau kelompok. Masing-masing kelompok dibagi menjadi 5 buah guluda untuk 5
perlakuan. Jarak antar guludan 60 cm dan jarak antara tanaman dalam satu guludan 30 cm.
Media persemaian dari tanah dengan sebelumnya diberi pupuk kandang secukupnya dan
diberi insektisida agar steril dari hama dan penyakit.
Bahan crown dibersihkan dari kotoran dan daun yang layu/mati kemudian dicelupkan
pada insektisida. Selanjutnya di bawahnya diberi perlakuan sesuai dengan yang direncanakan
yaitu dosis Rootone-F 0 mg/stum (tanpa Rootone-F), 100 mg/stum, 200 mg/stum,
300
mg/stum, 400 mg/stum dan 500 mg/stum.
Penanaman dalam satu kelompok dilakukan bersamaan.
Selanjutnya dilakukan
pemeliharaan selama pertanaman yaitu penyiangan, penyiraman dan pemberantasan hama dan
penyakit.
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
54
Peubah-peubah yang diamati adalah daya tumbuh, tinggi tanaman, jumlah daun,
panjang dan lebar daun pada umur 2 bulan dan 24 bulan (2 tahun).
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari dua
kelompok sebagai ulangan dan lima perlakuan yaitu pemberian ZPT Rootone-F dengan dosis 0
mg/stum (R0), 100 mg/stum (R1), 200 mg/stum (R2), 300 mg/stum (R3) dan 400 mg/stum
(R4).
Model Rancangannya adalah sebagai berikut :
Y ij
=
U + Ki + Dj
+ E ij
Keterangan :
Y ij
= Hasil Pengamatan

= Nilai Tengah Umum
Ki
= Tambahan karena pengaruh kelompok ke-i
Dj
= Tambahan karena pengaruh perlakuan ke-j
 ij
= Pengaruh galat percobaan
BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Daya Tumbuh Crown Nenas
Pengamatan terhadap bibit crown tanaman nenas yang tumbuh dilakukan pada waktu
umur 2 bulan yang diharapkan saat itu sudah tumbuh akar adventif. Kemudian Prosentase Daya
Tumbuh ditransformasikan dengan nilai Arcsin dan hasilnya tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 memperlihatkan bahwa dosis Rootone-F kurang berpengaruh pada daya tumbuh
crown nenas terbukti dengan tanpa pemberian Rootone-F (R0) masih menunjukkan daya
tumbuh yang cukup tinggi rata-rata 72.4 yang lebih tinggi dari pada perlakuan 200 mg/stum
(R2), 300 mg/stum (R3) dan 400 mg/stum (R4) sebesar 62.2. Selanjutnya besarnya pengaruh
dosis Rootone-F terhadap daya tumbuh crown nenas terlihat pada Anava atau uji F pada Tabel
2.
Tabel 1. Daya Tumbuh Crown Nenas (Umur 2 bulan)
Perlakuan
Kelompok I
Kelompok II
R0
90.0
54.8
R1
90.0
90.0
R2
90.0
35.2
R3
35.2
90.0
R4
90.0
35.2
Total
395.2
305.2
To t a l
144.8
180.0
125.2
125.2
125.2
700.4
Rata-rata
72.4
90.0
62.6
62.6
62.6
70.0
Tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh dosis Rootone-F terhadap daya tumbuh crown
nenas kecil sekali terbukti dengan harga F hitung perlakuan 0.26 jauh lebih kecil dari pada F
table dengan taraf kepercayaan 95% yaitu 6.39. Walaupun demikian dengan perlakuan 100
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
55
mg/stum (R1) menunjukkan daya tumbuh yang tertinggi adalah sebesar 90.0. Hal ini mungkin
diakibatkan bahwa sebenarnya crown dapat dijadikan bibit dan dengan pemberian sedikit saja
Rootone-F merangsang pertumbuhan akar adventif.
Pemberian terlalu banyak justru akan
menurunkan atau menghambat pertumbuhan akar crown tersebut.
Tabel 2. Analisis Sidik Ragam
Nenas (Umur 2 bulan)
Sumber
Derajat Bebas
Keragaman
(db)
FK
1
Kelompok
1
Perlakuan
4
Galat
4
Total
10
Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Daya Tumbuh Crown
Jumlah
Kuadrat (JK)
49067.22304
810
1138.09216
4308.9152
6257.00736
Kuadrat
Tengah (KT)
810
284.52304
1077.2288
-
F hitung
F tabel
0.75
0.26
-
7.71
6.39
-
4.2. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Tinggi Tanam Crown Nenas
Pengamatan terhadap tinggi tanaman dilakukan pada waktu umur 2 bulan dan 24 bulan
setelah tanam. Tinggi tanaman nenas diukur dari permukaan tanah sampai dengan daun yang
tertinggi. Hasil pengamatan tinggi tanaman nenas pada umur 2 bulan tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Tinggi Tanaman Nenas Umur 2 bulan (mm)
Perlakuan
Kelompok I
Kelompok II
R0
267.3
258.0
R1
297.7
292.3
R2
257.7
270.0
R3
240.0
253.7
R4
216.0
260.0
Total
1278.7
1334.0
To t a l
525.3
590.0
527.7
493.7
476.0
2612.7
Rata-rata
262.65
295.00
263.85
246.85
238.00
261.27
Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman nenas pada umur 2 bulan adalah
26,1 cm. Perlakuan 100 mg/stum menunjukkan tinggi tanaman yang paling besar yaitu 29,5 cm
dan makin tinggi dosis makin rendah tinggi tanamannya dan yang paling rendah adalah dengan
perlakuan 400 mg/stum yaitu 23,8 cm.
Besarnya pengaruh dosis Rootone-F terhadap tinggi tanaman pada umur 2 bulan terlihat
analisis sidik ragamnya tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Tinggi Tanaman Nenas
Dari Tabel 4 diketahui bahwa nilai F hitung perlakuan cukup tinggi yaitu 4.26 walaupun
masih lebih kecil dari pada F tabel 6.39.
Hasil pengamatan tinggi tanaman nenas pada umur 24 bulan tertera pada Tabel 5.
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Total
Tabel 5. Tinggi Tanaman Nenas Umur 24 bulan (mm)
Kelompok I
Kelompok II
To t a l
640
590
1230
700
730
1430
680
730
1410
770
780
1550
560
550
1110
3350
3380
67300
Rata-rata
615
715
705
775
555
673
Tinggi tanaman rata-rata waktu umur 24 bulan adalah 67,3 cm, yang paling besar
adalah dengan perlakuan dosis 300 mg/stum yaitu 77,5 cm dan yang paling rendah adalah
dengan perlakuan 400 mg/stum yaitu 55.5 cm.
Besarnya pengaruh dosis Rootone-F terhadap tinggi tanaman pada umur 24 bulan
terlihat analisis sidik ragamnya tertera pada Tabel 6.
Tabel 6. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Tinggi Tanaman Nenas
(Umur 24 bulan)
Sumber
Derajat Bebas
Jumlah
Kuadrat
F hitung
F table
Keragaman
(db)
Kuadrat (JK) Tengah (KT)
FK
1
4529290
Kelompok
1
90
90
0.1216
7.71
Perlakuan
4
60960
15240
20.5946**
6.39
Galat
4
2960
740
Total
10
4593300
Dari Tabel 6 diketahui bahwa nilai F hitung perlakuan sebesar 20.59 jauh lebih besar dari
pada F table 6.39 artinya secara bersama-sama perlakuan dosis Rootone-F sangat berpengaruh
terhadap tinggi tanaman pada umur 24 bulan, tapi ada kecenderungan kalau kelebihan dosis
tidak baik.
4.3. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Panjang Daun Tanaman Nenas
Tabel 7. Panjang Daun Tanaman Nenas Umur 2 bulan (mm)
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Total
Kelompok I
230.7
270.7
220.3
163.0
139.0
1023.7
Kelompok II
153.5
221.3
230.0
178.7
217.0
1000.0
To t a l
384.2
492.0
450.3
341.7
356.0
2024.2
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
Rata-rata
192.1
246.0
225.2
170.9
178.0
202.4
57
Pengaruh dosis Rootone-F terhadap panjang daun nenas pada umur 2 bulan tertera pada
Tabel 7 dan analisis sidik ragamnya pada Tabel 8. Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata
panjang daun pada umur 2 bulan adalah 20,24 cm. Perlakuan 100 mg/stum menunjukkan
panjang daun yang paling besar yaitu 24.6 cm dan yang paling kecil adalah dengan perlakaun
300 mg/stum 17.09 cm yang lebih rendah dari tanpa perlakuan Rootone-F.
Kurangnya pengaruh Rootone-F terhadap panjang daun pada umur 2 bulan dapat dilihat
dari kecilnya harga F hitung yaitu 1.12 yang jauh lebih kecil dari F table 6.30 seperti yang
tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Panjang Daun Tanaman
Nenas (Umur 2 bulan)
Sumber
Keragaman
FK
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total
Derajat Bebas
(db)
1
1
4
4
10
Jumlah
Kuadrat (JK)
409738.564
53.824
8230.746
7358.566
15643.136
Kuadrat
Tengah (KT)
53.824
2057.6865
1830.6415
-
F hitung
F tabel
0.03
1.12
-
7.71
6.39
-
Pengaruh dosis Rootone-F terhadap panjang daun nenas pada umur 24 bulan tertera
pada Tabel 9 dan analisis sidik ragamnya pada Tabel 10. Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa
rata-rata panjang daun pada umur 24 bulan adalah 49.6 cm.
Perlakuan 100 mg/stum
menunjukkan panjang daun yang paling besar yaitu 57.5 cm dan yang paling kecil adalah
dengan perlakaun 400 mg/stum yaitu 40.5 cm yang lebih rendah dari tanpa perlakuan RootoneF.
Tabel 9. Panjang Daun Tanaman Nenas Umur 24 bulan (mm)
Perlakuan
Kelompok I
Kelompok II
R0
480
430
R1
580
570
R2
500
560
R3
510
520
R4
410
400
Total
2480
2480
To t a l
910
1150
1060
1030
810
4960
Rata-rata
455
575
530
515
405
496
Hasil uji F pada analisis sidik Tabel 10 menunjukkan bahwa Rootone-F berpengaruh
nyata sekali terhadap panjang daun terlihat harga F hitung 11.08 lebih tinggi dari pada F table
6.39. Kelompok disini tidak berpengaruh atau F hitung bernilai nol karena rata-rata kelompok
sama yaitu 24.8 cm. Adanya variasi nilai pengamatan banyak dipengaruhi oleh perlakuan dosis
Rootone-F.
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
58
Tabel 10. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Panjang Daun Tanaman
Nenas (Umur 24 bulan)
Sumber
Derajat Bebas
Jumlah
Kuadrat
F hitung
F tabel
Keragaman
(db)
Kuadrat (JK) Tengah (KT)
FK
1
2460160
Kelompok
1
0
0
0
7.71
Perlakuan
4
35440
8860
11.08**
6.39
Galat
4
3200
800
Total
10
2498800
4.4. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Lebar Daun Tanaman Nenas
Tabel 11. Panjang Daun Tanaman Nenas Umur 2 bulan (mm)
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Total
Kelompok I
21.3
18.7
20.7
17.0
15.3
93.0
Kelompok II
15.5
19.3
20.0
18.7
20.0
93.5
To t a l
36.8
38.0
40.7
35.7
35.3
186.5
Rata-rata
18.40
19.00
20.35
17.85
17.65
18.65
Pengaruh dosis Rootone-F terhadap Lebar daun nenas pada umur 2 bulan tertera pada
Tabel 11 dan analisis sidik ragamnya pada Tabel 12. Dari Tabel 11 menunjukkan bahwa ratarata lebar daun pada umur 2 bulan adalah 18.65 mm. Perlakuan 200 mg/stum menunjukkan
lebar daun yang paling besar yaitu 20.35 mm dan yang paling kecil adalah dengan perlakaun
400 mg/stum 17.65 mm yang lebih rendah dari tanpa perlakuan Rootone-F.
Kurangnya pengaruh Rootone-F terhadap lebar daun pada umur 2 bulan dapat dilihat
dari kecilnya harga F hitung yaitu 0.317 yang jauh lebih kecil dari F table 6.39 seperti yang
tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Lebar Daun Tanaman
Nenas (Umur 2 bulan)
Sumber
Keragaman
FK
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total
Derajat Bebas
(db)
1
1
4
4
10
Jumlah
Kuadrat (JK)
3478.225
0.025
9.43
29.710
39.165
Kuadrat
Tengah (KT)
0.025
2.3575
7.4275
-
F hitung
F tabel
0.003
0.317
-
7.71
6.39
-
Pengaruh dosis Rootone-F terhadap lebar daun nenas pada umur 24 bulan tertera pada
Tabel 13 dan analisis sidik ragamnya pada Tabel 14. Dari Tabel 13 menunjukkan bahwa ratarata lebar daun pada umur 24 bulan adalah 37 mm. Perlakuan 100 mg/stum menunjukkan lebar
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
59
daun yang paling besar yaitu 45 mm dan yang paling kecil adalah dengan perlakaun 300 dan
400 mg/stum yaitu 30 mm yang lebih rendah dari tanpa perlakuan Rootone-F.
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Total
Tabel 13. Lebar Daun Tanaman Nenas Umur 24 bulan (mm)
Kelompok I
Kelompok II
To t a l
40
30
70
50
40
90
45
40
85
30
30
60
30
30
60
195
170
365
Rata-rata
35
45
43
30
30
37
Tabel 14. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Lebar Daun Tanaman
Nenas (Umur 24 bulan)
Sumber
Derajat Bebas
Jumlah
Kuadrat
F hitung
F tabel
Keragaman
(db)
Kuadrat (JK) Tengah (KT)
FK
1
13322.5
Kelompok
1
62.5
62.5
5
7.71
Perlakuan
4
390
97.5
7.8*
6.39
Galat
4
50
12.5
Total
10
13825
Hasil uji F pada analisis sidik Tabel 14 menunjukkan bahwa Rootone-F berpengaruh
nyata terhadap lebar daun terlihat harga F hitung 7.8 lebih tinggi dari pada F tabel 6.39.
Kelompok disini sedidit berpengaruh karena F hitung bernilai 5 lebih rendah dari F tabel 7.71.
Adanya variasi nilai pengamatan cukup banyak dipengaruhi oleh perlakuan dosis Rootone-F.
4.4. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Jumlah Daun Tanaman Nenas
Pengaruh dosis Rootone-F terhadap jumlah daun nenas pada umur 2 bulan tertera pada
Tabel 15 dan analisis sidik ragamnya pada Tabel 16. Dari Tabel 15 menunjukkan bahwa ratarata jumlah daun pada umur 2 bulan adalah 10.13. Dengan tanpa Perlakuan menunjukkan
jumlah daun yang paling besar yaitu 10.65 dan yang paling kecil adalah dengan perlakaun 200
mg/stum yaitu 10.00.
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Total
Tabel 15. Jumlah Daun Tanaman Nenas Umur 2 bulan
Kelompok I
Kelompok II
To t a l
10.3
11.0
21.3
9.7
11.3
21.0
10.0
10.0
20.0
10.0
10.7
20.7
10.3
8.0
18.3
50.3
51.0
101.3
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
Rata-rata
10.65
10.50
10.00
10.35
10.13
10.13
60
Tabel 16. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Jumlah Daun Tanaman
Nenas (Umur 2 bulan)
Sumber
Keragaman
FK
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total
Derajat Bebas
(db)
1
1
4
4
10
Jumlah
Kuadrat (JK)
1026.169
0.049
2.866
4.366
7.281
Kuadrat
Tengah (KT)
0.049
0.7165
1.0915
-
F hitung
F tabel
0.045
0.656
-
7.71
6.39
-
Kurangnya pengaruh Rootone-F terhadap jumlah daun pada umur 2 bulan dapat dilihat
dari kecilnya harga F hitung yaitu 0.656 yang jauh lebih kecil dari F table 6.39 seperti yang
tertera pada Tabel 16.
Pengaruh dosis Rootone-F terhadap lumlah daun nenas pada umur 24 bulan tertera
pada Tabel 17 dan analisis sidik ragamnya pada Tabel 18. Dari Tabel 17 menunjukkan bahwa
rata-rata jumlah daun pada umur 24 bulan adalah 27.1 . Perlakuan 100 mg/stum menunjukkan
jumlah daun yang paling besar yaitu 32.5 dan yang paling kecil adalah dengan perlakaun 400
mg/stum yaitu 20.5 yang lebih rendah dari tanpa perlakuan Rootone-F.
Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
Total
Tabel 17. Jumlah Daun Tanaman Nenas Umur 24 bulan
Kelompok I
Kelompok II
To t a l
30
24
54
35
30
65
30
30
60
25
26
51
20
21
41
140
131
271
Rata-rata
27.0
32.5
30.0
25.5
20.5
27.1
Hasil uji F pada analisis sidik Tabel 18 menunjukkan bahwa Rootone-F berpengaruh
nyata terhadap jumlah daun terlihat harga F hitung 7.154 lebih tinggi dari pada F tabel 6.39.
Kelompok disini sedidit sekali berpengaruh karena F hitung bernilai 1.385 lebih rendah dari F
tabel 7.71. Adanya variasi nilai pengamatan cukup banyak dipengaruhi oleh perlakuan dosis
Rootone-F.
Tabel 18. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Jumlah Daun Tanaman
Nenas (Umur 24 bulan)
Sumber
Derajat Bebas
Jumlah
Kuadrat
F hitung
F table
Keragaman
(db)
Kuadrat (JK) Tengah (KT)
FK
1
7344.1
Kelompok
1
8.1
8.1
1.385
7.71
Perlakuan
4
167.4
41.85
7.154*
6.39
Galat
4
23.4
5.85
Total
10
7543
-
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Dosis Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh, tinggi tanaman, jumlah
daun, panjang dan lebar daun crown buah nenas pada waktu umur 2 bulan,
hanya
perlakuan R1 (100 mg/stum) menunjukkan hasil yang paling tinggi dibandingkan dengan
kontrol R0 (tanpa perlakuan Rootone-F) dan perlakuan dosis yang lebih tinggi yaitu R2
(200 mg/stum), R3 (300 mg/stum) dan R4 (400 mg/stum).
2. Dosis Rootone-F berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan
lebar daun crown buah nenas pada waktu umur 24 bulan (2 tahun) dan terutama perlakuan
R1 (100 mg/stum) dan R2 (200 mg/stum) menunjukkan hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol R0 (tanpa perlakuan Rootone-F). Perlakuan dosis yang paling
kecil pertumbuhannya adalah perlakuan dengan dosis tinggi yaitu R4 (400 mg/stum).
3. Disarankan Crown yang biasa dibuang sebagai sampah ternyata bisa dijadikan bibit
tanaman nenas terlebih bila diberi perlakuan perangsang akar Rootone-F dosis 100 – 200
mg/stum, maka akan menghasilkan tanaman cepat dan seragam tumbuhnya.
4. Bibit nenas yang berasal dari crown umurnya lebih panjang bila dibandingkan dengan slip
dan sucker terbukti sampai penelitian 2 tahun tanaman nenas belum berbuah, tetapi
menunjukkan keseragaman dalam habitusnya diharapkan masa pembuahannya berlangsung
serempak.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z.
Bandung.
1983.
Dasar-dasar Pengetahuan Tentng Zat Pengatur Tumbuh.
Angkasa,
Deptan. 1989. Pidato Menteri Pertanian RI. Jakarta.
Dwidjoseputro, D. 1988. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia, Jakarta.
Harjadi, S.S. 1979. Pengantar Agronomi. Gramedia, Jakarta.
Harran, S. 1980. Dasar Fisiologi Tumbuhan. IPB, Bogor.
Kartosaputro. 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropik. Bina
Jakarta.
Aksara,
Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tunbuh Tanaman. Yasaguna.
Tim Peneliti UNISMA. 1992. Konsep Pengembangan Pola Usahatani pada Lahan
Kurang
Produktif di Kec. Sukatani, Tambelang dan Cabangbungin. LPP –BAPPEDA
Kabupaten Bekasi.
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010
62
PENGARUH PENAMBAHAN KITOS AN PADA JUS NENAS
TERHADAPSHELFLIFE
(The Effect of Chitosan Addition in Pinneapple Juice Toward Shelf Life)
Husniati* dan Eva Oktarina
Balai Riset clan Standardisasi lndustri Bandar Lampung
n. By Pass Soekarno Hatta Km.1 Rajabasa Bandar Lampung
*E-mail : [email protected]
Artikel masuk: 2 Maret 2012; Artikel diterima: 3 April 2012
ABSTRAK. Kitosan adalah polisakarida dari deasetilasi senyawa kitin yang diperoleh
dari limbah cangkang udang kelompok Crustaceae. Kitosan memiliki potensi untuk
dijadikan sebagai bahan pengawet alami, bekerja sebagai zat anti mikroba karena
mengandung enzim lisosim dan aminopolisakarida. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk
mengetahui pengaruh penambahan kitosan dalam minuman jus nenas yang dianalisis dan·
nilai cemaran bakteri sehingga fungsi dan efeknya dapat menentukan shelf life produk
tersebut. Kitosan yang digunakan adalah kitosan T 345, dengan derajat deasetilasi (DD)
71% dan /arut dalam asam organik /emah, yang merupakan hasil penelitian dari
Baristand Jndustri Bandar Lampung. Ada dua tahap pada penelitian ini yaitu tahap
pendahuluan untuk penentuan konsentrasi kitosan secara bioassay dan tahap berikutnya,
yaitu aplikasi konsentrasi kitosan dalam )us nenas. Hasil uji bioassay menunjukkan
konsentrasi kitosan dengan daya hambat maksimal terhadap campuran bakteri adalah
0,05% b/v, dengan range 0,05-2,5% dan natrium benzoat 0,1%. Untuk aplikasi konsentrasi
0,05% b/v kitosan dalam jus nenas diamati Angka Lempeng Total (ALT) pada hari ke- 1 3,
5, 7, 9, dan 13. Basil pengamatan ALT diperoleh bahwa penambahan kitosan 0,05% blv
dalam jus nenas melalui perlakuan pasteurisasi yang disimpan pada suhu ruang
memberikan nilai ALT di bawah batas ambang cemaran mikroba (merujuk pada SN!
7388:2009) hingga 13 hari. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penambahan kitosan
pada konsentrasi 0,05% b!v memberikan efek peningkatan shelf life pada jus nenas
pasteurisasi lebih lama dari pada jus nenas tanpa pasteurisasi, jus tanpa penambahan
kitosan, dan jus dengan penambahan natrium benzoat 0,1% tanpa pasteurisasi.
,
Kata kunci : ALT, cangkang udang kelompok Crustaceae, jus 11enas, kitosan, shelf-life
ABSTRACT. Chitosan is a polysaccharide compound of chitin deacetylation obtained
from shrimp shell waste groups of Crustaceans. Chitosan has the potential to serve as a
natural preservative, works as an anti-microbial because they contain lysozyme and
ectiveness of chitosan as a
amino-polysaccharide. T his study has the objective to see the eff
preservative pineapple juice by analyzing Total Plate Count (TPC) and vitamin C, that can
extend the shelf life of these products. Chitosan used was chitosan T. 345 with DD 71%
and soluble in weak organic acid solutions, which was the result of researched from
Baristand Industry Bandar Lampung. T hese researched has two steps, first was the
bioassay to determined concentration of chitosan and second was the application of
chitosan in pineapple juice. Bioassay test results indicated that the maximal inhibitory
power spectrum of a chitosan at concentrations up to 0.05% w Iv chitosan compared to
other concentrations (0.05-2.5%), as well as control of 0.1% benzoic acid. On the basis of
these preliminary experiments, the concentration of 0. 05% chitosan applied in the
manufacture of juice. Observations made on days I, 3, 5, 7, 9 and 13. Microbial
contamination threshold refers to the extent of microbial contamination according to SN!
Jfasi{<Penefitian Irufustri
11
o/o{ume 25, :No. 1, }f.prif2012
:3_88:2009. TPC observations obtained that the addition of 0.05% chitosan in pasteurized
JU�ce stored at �o�m t��pera�ure gives until I 3 day shelf life s better than chitosan juice
wlt:out pas�eurz�mg, 1uice without the addition of chitosan, and juice with the addition of
.
pasteurization.
0.1% benzozc aczd without
Keywords: Chitosan, Crustaceans shrimp shell, pineapple juice, TPC, shelf-life
1.
aktivitas biologi sebagai antimikroba (No,
PENDAHULUAN
dkk., 2007; Rabea, dkk., 2003).
Jus nenas adalah salah satu minuman
masyarakat
Kitosan adalah polimer berikatan P-
oleh
dikonsumsi
yang
populer
buah
(2-amino-2-deoxy-Dglucosamin
Njumlah
sedikit
dan
glucose)
1,4
dunia berasal dari tanaman
buah nenas tropis. Minuman ini digemari
C
vitamin
mengandung
karena
dan
beberapa mineral, sebagai komponen yang
terpenting
eksoskleton
nutrisi oleh temperatur yang ekstrim, lama
waktu
atau
penyimpanan,
telab
dilakukan untuk memperlambat kerusakan
life
oligosakarida
alami
arthropoda
serta
insekta.
organik terbanyak, kedua setelah selulosa
(Yen, 2007; Zhong dan Xia, 2008).
yang
bahan makanan dan memperpanjang
(poly-N­
Sehingga, menjadikan kitosan komponen
kontaminasi
penelitian
Banyak
mikroba.
kitin
dari
komponen utama dari dinding sel fungi dan
kehilangan
seperti
penyimpanan
deasetilasi
terbentuk
yang tak dapat dicema, yang merupakan
Umumnya, jus buah memiliki keterbatasan
dalam
yang
acetylglucosamine ),
kesehatan.
makanan
bagi
acetylglucosamine
shelf
produk melalui penambahan bahan
sebagai
yang mempunyai sifat
tertentu
pengawet. Menurut Buckle, dkk.
(1987)
bahan pengawet berfungsi menghambat,
memperlambat, menutupi atau menahan
proses
pembusukan,
pengasaman
atau
Penggunaan kitosan sebagai bahan
dekomposisi, yang ditambahkan ke dalam
bahan makanan atau minuman.
bahan
Jenis-jenis
pengawet
pengawet
biomaterial
yang
makanan yang akan diawetkan. Dengan
kata lain bahan pengawet dapat efektif
�
pengawet
tambahan
ditambahkan ke dalam
.
.
rrunuman nngan, dan
penggunaan
produk buah '
life
1992)
dari
bahan
Siaka,
2009).
Pilihan
ini
adalah
pengawet
pengawet
alami
lain
kitosan
karena
Jfasi{<Penelitian In.dustri
mempunyai
tujuan
produk tersebut. Sisi pengkajian dari
yang secara alami terdapat dalam jus nenas
untuk
�
dalam
ini
efek kitosan terhadap bakteri pembusuk
dapat memberikan al rgi
bagi pemakainya (Rohadi, 20002
aktivitas
penelitian ini ditinjau lebih dahulu dari
(Anonim,
�003). Pen�gunaan natrium benzoat yang
tldak sesua1 aturan yaitu melebihi O 1 %
(Winamo,
mempunyai
untuk mengetahui pengaruh penambahan
salad dressing,
komersial
(2007)
kitosan dalam minuman jus nenas sehingga
fungsi dan efeknya dapat menentukan shelf
sebagian besar disiapkan secara sintetis
untuk
dkk.
Penelitian
biasanya
yang
kitosan
antimik.roba terhadap bakteri lebih baik
dari pada fungi.
bahan
adalah
mengingat
anti mikroba oleh Tsai, dkk. (2002) dalam
No,
mengawetkan makanan tertentu namun
ti ak efektif untuk jenis makanan yang
lam.
benzoat
baru
pengembangan
mempunyai sifat nontoxic, biocompatible,
dan biodegradable. Potensi kitosan sebagai
ditambahkan ditentukan berdasarkan sifat
Natrium
merupakan
selanjutnya
konsentrasi
k.itosan
tersebut diaplikasikan ke dalam minuman
jus nenas dan dianalisis dari nilai cemaran
bakterinya
sebagai
sesuai
perubahan
waktu
pengamatan, pH, dan vitamin C.
mempunyai
12
o/o{ume 25, No.
1, }f.pri{2012
2.
METODOLOGI
2.1
Alat dan Baban
mineral, dan dipotong kecil), gula rafinasi,
dan air mineral dengan perbandingan l :2:3
dalam juicer. 100 mL air jus nenas (filtrat
yang ditampung) dikemas dalam botol kaca
dan diberi perlakuan penambahan 0,05 g
kitosan dan pasteurisasi kering selama 5
menit pada suhu 80 °C disebut sampel 129.
Sampel berikutnya disiapkan dari 100 mL
jus nenas dengan penambahan kitosan 0,05
g dan tanpa pasteurisasi disebut sampel
424.
Kontrol
positif
menggunakan
perlakuan penambahan 0,1 g natrium
benzoat ke dalam 100 mL jus nenas dan
dipasteurisasi disebut sampel 586 dan
tanpa pasteurisasi disebut sampel 157.
Kontrol negatif menggunakan perlakuan
tanpa penambahan kitosan dan natrium
benzoat dan dipasteurisasi disebut sampel
361 dan tanpa pasteurisasi disebut sampel
248. Hanya untuk perlakuan pasteurisasi,
botol jus nenas didinginkan mendadak
dalam air es selama 2 menit sedangkan jus
tanpa perlakuan tidak. Seluruh perlakuan
sampel dalam triplet dan jus nenas
disimpan pada suhu kamar untuk segera
diamati ALT-nya pada hari ke l , 3, 5, 7, 9,
dan 13.
Bahan uji bioassay adalah Nutrient
Agar (Difeo), akuades, bufer pepton
(Prodia), NaCl (Merck), dan campura�
bakteri yang didapat dari jus nanas alarru
yang telah dibusukkan selama 7 hari.
Bahan jus nenas : buah nenas
Palembang (Ananas comosus) yang dibeli
dari pasar tradisional Bandar Lampung,
Indonesia, air mineral (AQUA), gula
rafinasi (Gulaku), kitosan dari cangkang
udang (T 345 Hasil Penelitian Baristand
Lampung, DD 71%, kadar air 7 ,39%, kadar
abu 0,10%, dan kadar nitrogen total
74,55%), natrium benzoat (Cap Kupu­
kupu), starch (Merck) dan lodin (Merck).
Perlengkapan alat yang digunakan
adalah cawan petri (CSM), pipet mikro
(BIOHTIP Oyj), penangas air (water bath)
(Stuart Sciencetific), autoklaf (Sturdy),
laminar air flow (ESCO), inkubator
(Memmert), oven (Memmert), pH meter
(HACH), juicer (Philips), timbangan
analitik (Denver Instrument) dan peralatan
gelas.
2.2
2.3
Prosedur Penelitian
'
2.3.1 Pengukuran cemaran mikroba (ALT)
2.2.1 Bioassay
ALT dihitung berdasarkan metode
modifikasi Lay (1994: 47), yaitu untuk
mengetahui jumlah bakteri pada suatu
produk dengan mengencerkan sampel
secara bertingkat dengan buffer pepton dan
menginokulasikannya
pada
medium
Nutrient Agar (NA). Jurnlah koloni yang
hidup pada cawan dengan kisaran 25-250,
digunakan dalam kisaran perhitungan,
dengan rumus :
L Jumlah Koloni
Jumlah CFU/ml
[(nlxl) + (n2xO,l)] x 10n
Suspensi bakteri didapat dengan cara
menginokulasi satu ose jus nanas yang
telah berusia lebih dari 7 hari ke dalam
medium NA, dan diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 35 °C. Biakan lalu dipindahkan
ke dalam NaCl 0,9% agar homogen, dan
diusapkan pada medium NA. Disc cakra�
yang telah dicelupkan pada berbaga�
macam konsentrasi kitosan, diletakkan d1
atas medium NA tersebut. Disc cakram
diamati selama 16-24 jam pada suhu 35 °C
untuJc diamati dan diukur zona bening yang
dihasilkannya (Kirby Bauer dalam Lay
1994).
=
Ket: n
Tingkat pcngenceran pertama
n l= Jumlah cawan petri
pada
pengenceran pertama
n2 =Jumlah
cawan petri
pada
pengenceran kedua
=
2.2.2 Pembuatan Jus
Jus nenas dibuat dari buah nenas
(yang telah dikupas, dicuci dengan air
Jfasil<Penefitian lnaustri
Pengamatan
13
1/o{ume 25, Wo. 1, }tpri{2012
2.3.2 Pengukuran pH
mikroorganisme
Menurut
Sebanyak 20 ml dari sampel diukur
mempunyai
pH-nya dengan menggunakan pH meter
sifat
meningkatnya
(HACH), pada suhu ruang dengan agitasi
oleh
suspensi
kitosan.
(1994),
kitosan
Sekiguchi
antimikroba
solubilitas
karena
dan
densitas
muatan. Zat antimikroba adalah senyawa
yang konstan. pH menunjukkan logaritma
yang dapat membunuh atau menghambat
negatif dari konsentrasi ion hidrogen pada
pertumbuhan
sampeJ tersebut
wilayah
mikroorganisme.
jemih
juga
Luas
berkaitan
dengan
kecepatan berdifusi kitosan dalam medium.
2.3.3 Pengukuran vitamin C
Mekanisme kerja antimikroba dari
Analisa kuantitatif vitamin C dalam
kitosan
sampel dilakukan dengan menggunakan
dalam
metode titrasi iodimetri (titrasi langsung).
oleh
bahwa
Hal ini berdasarkan bahwa sifat vitamin C
dapat bereaksi dengan iodin. Sebanyak 10
Sudharshan,
dkk.,
(1992)
dkk., ( 1999) dijelaskan
Shahidi,
interaksi
antara
muatan
positif
kitosan dan muatan negatif dari membran
sel
ml sampel ditambahkan indikator kanji
mikroorganisme
membuat
lisisnya
protein dan bagian intraselular lainnya dari
sebanyak 2 ml dan dititrasi dengan iodin
0,01 N.
sel.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
mRNA dan protein. Kitosan juga berperan
3.1
Analisis Cemaran Mikroba Dalam
sebagai
dan
chelating
mengikat
logam
produksi
racun
agent
yang
dapat
sehingga
menghambat
serta
pertumbuhan
Shahidi, dkk., 1999).
Gambar
3
menunjukkan inaktifasi
dari kitosan terhadap campuran bakteri
kitosan yang diperlukan untuk menginak­
pembusuk dalam jus nenas setelah inkubasi
tifasi/menghambat pertumbuhan campuran
24
bakteri setelah diinkubasi dalam medium
NA selama 48 jam pada suhu 35 °C.
menunjukkan
DNA
mikroorganisme (Cuero, dkk., 1991 dalam
pada suhu kamar
selama hari ke-1, 3, 5, 7, 9, dan 13
ditentukan setelah diobservasi konsentrasi
2
dengan
memasuki inti se] dan mengganggu sintesis
Analisis cemaran mikroba dari jus
Gambar
kitosan
inhibisi sintesis mRNA terjadi saat kitosan
Jus Nanas
selama penyimpanan
Ikatan
jam
dan
pH
6,8 yang dinyatakan
sebagai diameter zona bening.
hasil
Haili wa• be•lna
penentuan pendahuluan dan diperoleh luas
wilayah zona bening yang merupakan zona
hambatan
pertumbuhan
bakteri
-
11.S
�
I.,,.
!
dari
i
berbagai konsentrasi kitosan.
!
1.a
..,
leli
...
...
l.6
Koos. 0,15%
Gambar 3.
Hasil pengukuran diameter zona
bening.
Kons.0,20%
Berdasarkan
konsentrasi
Gambar
3.
di
0,05% dari kitosan
atas,
T 345
dipilih karena merupakan konsentrasi yang
Gambar 2.
Uji
Bioassay
kitosan
pada
menghasilkan sensitifitas terbesar dalam
berbagai konsentrasi
Hasil
zona
penghambatan
J{asi[<Penefitian
bening
uji pendahuluan ini. Konsentrasi kitosan ini
selanjutnya digunakan dalam pembuatan
merupakan
jus
pertumbuhan
nenas
dan
diamati
pengaruh
penambahannya terhadap shelflife.
14
'J/o{ume 25, !No.
1,)lpril2012
Tabel 1. Data
nenas
Total
Kode
BARIKE-1
HARI KE-3
HARi KE-5
HARJKE-7
HARIKE-9
HARI KE-13
Sampel
Jumlah koloni
Jumlab koloni
Jumlah koloni
Jumlah koloni
Jumlah kolonl
Jumlah koloni
129
l.96E+o3
2.90E+o3
6.30E+o3
6.00E+02
l.OOE+o3
8.40E---03
-
-
424
2.79E+05
l.44E+07
l.20E+o7
-
586
O.OOE+OO
3.30E+o2
5.30E+02
5.60E+o2
l.93E+03
9.19E+o3
8.20E+06
-
-
-
-
-
-
-
157
6.00E+o5
5.45E+o4
361
l.87E+o6
8.60E+o5
3.80E+07
-
248
l.78E+o6
9.90E+o7
I.OJ E+08
-
Pengaruh penambahan kitosan dalam
natrium benzoat maupun kitosan memiliki
jus nenas diamati cemaran mikrobanya
keasaman (sampel 248) lebih rendah dari
dengan metode
ALT. Hasil penghitungan
pada jus dengan pcnambahan kitosan dan
cemaran rnikroba yang dinyatakan sebagai
nilai
dari
ALT
enam
jus
natrium
nenas
benzoat
dengan
perlakuan
pasteurisasi (seperti sampel 129 dan 586).
diperlihatkan pada Tabel l . Hasil uji untuk
Ada
sampel kode 424, 157, 361 dan 248, pada
terhadap lamanya penyimpanan jus pada
kecenderungan
penurunan
pH
hari ke-1 telah melebihi ambang batas
4
x 10
koloni/ml
masing-masing
cemaran bakteri, yaitu l
kitosan dan natrium benzoat dalam jus
(SNI 7388:2009). Jus yang telah melebihi
(sampel 129 dan 586) yang dipersiapkan
batas ambang cemaran bakteri menurut
melalui pasteurisasi dapat mempertahankan
ALT
keasaman jus, terlihat selama hari ke-9 pH
SNI,
tidak
dilanjutkan
penentuan
berikutnya.
perlakuan.
Kehadiran
relatif tetap.
Sampel kode
129 dan 586 masih
pH Ju• at-us
berada di bawah ambang batas cemaran
bakteri hingga hari ke-13. Sampel yang
dipasteurisasi
tahan
lebih
lama
dibandingkan
sampel
yang
tidak
mematikan
sehingga
karena
mikroorganisme
mencegah
CHMke..J
patogen
kerusakan
mikroorganisme
=�==:
i. ,,
dipasteurisasi. Pasteurisasi bertujuan untuk
sampcl
dan
enz1m
....
..._..
(Buckle, dkk, 1987).
Garnbar 3.
3.2
Hasil pengukuran pH
Pengukuran pH
3.3
Jumlah
pertambahan
Pengukuran Vitamin
C
koloni
Gambar 4 menunjukkan bahwa kadar
mikroorganisme diiringi dengan kenaikan
Fermentasi
vitamin C pada jus yang dipasteurisasi
jus
yang
(sampel 129, 586, dan 361) terlihat lebih
mengandung glukosa menghasilkan produk
rendah dibandingkan dengan yang tidak
keasaman
mikroba
akhir
(pH
rendah).
dalam
media
asam.
ada
dipasteurisasi (sampel 424, 157, dan 248).
peningkatan jumlah
Vitamin C mcrupakan vitamin yang mudah
Dengan
kecenderungan bila
kata
lain
mikroba diiringi dengan penurunan pH.
teroksidasi,
Gambar 3. menunjukkan nilai pH jus untuk
menurunkan kadar vitamin C. Vitamin C
beberapa perlakuan sampel sepanjang masa
dari
pengamatan dari hari
nanas
JfasilCl'enelitian Intfustri.
bahan
yang
pasteurisasi
yang
(sampel
diberi
diberi
129)
dapat
kitosan­
dengan
natrium
jus
benzoat­
dipasteurisasi (sampel 586), terlihat bahwa
Jus pada hari-1 yang dibuat tanpa
tanpa
nanas
dipasteurisasi
ke-1 hingga hari
ke-9.
pasteurisasi dan
jus
proses
pemberian kitosan dapat mempertahankan
pengawet
15
'T/o[ume 25, 1Vo. 1, Jlpri[2012
kadar asam askorbat yang lebih tinggi dari
Partikel
Kitosan
pada jus nanas dengan natrium benzoat.
Dari
Limbah
dengan
Tripoli
Fosfat
Cangkang
Udang
Sesuai dengan Rodrigo,
dkk. dalam Diana,
(Crustaceae)
dkk.
kandungan
Bahan Memperpanjang ShelfLife Produk
(2009),
askorbat
bahwa
akan
mengalami
asam
penurunan
Buah
dan
Segar
dan
selama penyimpanan terutama pada suhu
Nomor
penyimpanan yang tinggi dan penggunaan
BPKIMI/03/ 2011.
Aplikasinya
Buah
Kontrak
Sebagai
Kaleng
dengan
12/SPKIRISTEK/
kitosan dibawah konsentrasi 1 g/L tidak
akan terlalu
mempengaruhi
DAFTAR PUSTAKA
kadar asam
askorbat.
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H.
dan
14()
aHorik•I
1•00
1
0 tt..b-S
Catherine,
>
juices
B.R.
enriched
Optimisation
129
4!4
S86
U7
lt'I
shelf-life.
"Z48
Food
KESIMPULAN
memberikan
pengaruh
Lay,
hari masih di bawah ambang batas cemaran
bakteri
SNJ
penambahan
7388:2009,
kitosan
yaitu
dalam
pada
extending
the
Innovative
Food
and
Emerging
additives
and
E
numbers.
B.W.
1994.
Analisis mikroba di
laboratorium. Jakarta. PT Raja
W., dan Xu, Z. 2007. Applications
disiapkan melalui proses pasteurisasi.
of chitosan for improvement of
quality and shelf life of foods : A
SARAN
review. Journal of Food Science.
Penelitian
ini
dapat
penggunaan
72 (5) : 87-100.
memberikan
kitosan
pada
Rabea, E.I., Mohamed E.T.B., Christians
konsentrasi 0,05% b/v ke dalam minuman
V.S., Guy S., dan Walter S. 2003.
dapat digunakan sebagai bahan pengawet
perannya
serupa
Chitosan as Antimicrobial Agent: IZl
dengan
Applications and Mode of Action.
penambahan natrium benzoat 0, 1 % b/v.
Biomacromolecules, 2003, 4 (6),
pp 1457-1465
UCAPAN TERIMA KASIH
Shahidi, F., Janak K.V.A., dan You-jin J.
Penulis mengucapkan terima kasih
atas
chitosan:
No, H.K., Meyers, S.P., Prinyawiwatkul,
suhu ruang ( ±_27 °C ) dan jus nenas
yang
with
Orange
Grafindo Persada.
konsentrasi
0,05% b/v dengan penyimpanan produk di
bahwa
for
2009.
15 Juni 2009.
dapat
memperpanjang shelf life produk hingga 13
alami
P.A.
http://dermnetnz.org/reactions/e­
numbers. html. Diakses Tanggal.
Penambahan kitosan dalam jus nenas
saran
Ilmu
Science
Technologies. 10: 590-600.
Gambar 4. Kadar Vitamin C (ppm)
5.
1987.
Hari,
Diana, A.B.M., Daniel, R., Barat, J.M. dan
ali.tt.3
tlO
4.
M.
Penerj:
Jakarta. UI Press.
120
"'
Wootton.
pangan.
dukungan
dana
penelitian
1999. Food applications of chittin
dari
and
chitosans.
Kementrian Riset dan Teknologi melalui
Trends in Food
Science and technology. IO : 37-
Penelitian Pembuatan .Kitosan dan Nano
51.
Program Kegiatan
Insentif
Jfasi{<Penefitian Irufustri
PK.PP
2011
16
'Vo{ume 25, J{o.
1,}lpri[2012
Yen, M.
Sekiguchi, S. 1994. Molecular Weight
Dependency of Antimicrobial
Activity by Chitosan Oligomers In
: Nishinari, K., Doi, E. Editors.
Food Hydrocolloids : Structures,
Properties, and Function. 71 -76.
T. dan Mau, J.L. 2007. Physico­
of
chemical
characterization
fungal chitosan from shiitake
stipes. Swiss Society of Food Sci.
and Techno. Pub. by Elsevier L td
LWT 40: 472-479.
.
New York. Plenom Press.
Zhong,
Siaka, I.M. 2009. Analisis Bahan Pengawet
Benzoat pada Saos Tomat yang
beredar
di
Wilayah
Kota
Denpasar. J.Kimia ISSN 1 9079850. 3 (2) : 87-92.
Q.P. dan Xia, W.S. 2008.
Physicochemical Properties of
Edible and Preservative Film from
Chitosan/Cassava Starch/Gelatin
Blend Plasticized with Glycerol.
Food Technol. 46(3) : 262-269.
Winamo, F.G. 1 992. Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta. Gramedia.
'}{asi{Peneutian Industri
17
'V'o{ume 25, 7fo. 1,}tpri{2012
Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013)
Pertumbuhan Planlet Nenas (Ananas comosus L. Merr.) Varietas Smooth Cayenne Hasil Kultur In
Vitro pada Beberapa Konsentrasi BAP dan Umur Plantlet
Growth of Smooth Cayenne Pineapple (Ananas comosus L. Merr.) Plantlets from In Vitro Cultured in
some BAP Concentrations and Age Grouping
Ramadhani Dwi Santoso, Sobir*
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
(Bogor Agricultural University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia
Telp.&Faks. 62-251-8629353 e-mail [email protected]
ABSTRACT
The aim of this research is to study the effects of synthetic cytokinin (6-benzylaminopurine/BAP)
treatments on two groups of pineapple (Ananas comosus L.Merr.) plantlets differentiated by plantlet ages. The
research used the Factorial Experiment on Randomized Complete Block Design with two factors, which are BAP
concentrations (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, and 75 ppm) and plantlet division by age grouping (52 days and 69
days), with three replications. It was then followed by Tukey’s Honestly Significant Difference Test at error level of
5%. The results show that BAP treatments with the concentration used in this research significantly inhibits
the growth of pineapple plantlets observed on four variables (number of leaves, leave length, plantlet height, and
plantlet diameter), while age grouping treatments didn’t show any significant effects, except on the plantlet height
at 8 and 14 weeks after treatment. There are also treatment-related interactions which significantly affects the
number of leaves and plantlet height. It was then suggested that lower concentrations of cytokinin are required if
similar research is to be conducted in the future.
Keywords : pineapple, post-acclimatization, propagation, 6-benzylaminopurine
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan sitokinin sintetik (6-benzylaminopurine/
BAP) pada dua kelompok plantlet nenas (Ananas comosus L.Merr.) yang dibedakan berdasarkan umur plantlet.
Penelitian ini menggunakan Percobaan Faktorial dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan dua
faktor, yaitu konsentrasi BAP (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 75 ppm) dan umur plantlet (52 hari dan 69 hari),
dengan tiga ulangan. Data akan dianalisis menggunakan Uji Beda Nyata Jujur Tukey pada tingkat kesalahan
5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan BAP dengan konsentrasi yang digunakan dalam penelitian
ini secara nyata menghambat pertumbuhan plantlet nenas pada empat peubah (jumlah daun, panjang daun,
tinggi plantlet, dan diameter plantlet), sedangkan umur plantlet tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, kecuali
pada peubah tinggi plantlet pada 8 dan 14 minggu setelah perlakuan. Interaksi antara faktor pemberian BAP dan
pengelompokan umur menunjukkan pengaruh yang nyata untuk peubah tinggi plantlet dan jumlah daun. Untuk
penelitian selanjutnya yang serupa, disarankan menggunakan konsentrasi sitokinin yang lebih rendah.
Kata kunci: nanas, pasca-aklimatisasi, propagasi, 6-benzylaminopurine
PENDAHULUAN
Perbanyakan bibit merupakan tahapan yang
penting dalam pengembangan varietas baru. Varietas
* Penulis untuk korespondensi. e-mail: [email protected]
54
baru yang telah dikembangkan dari penelitian para
ahli dapat dirasakan manfaatnya apabila diperbanyak
dan didistribusikan kepada masyarakat. Varietas baru
tersebut harus diperbanyak sedemikian rupa sehingga
mampu memenuhi tiga syarat, yaitu kualitas prima,
harga yang bersaing, dan ketersediaan yang konsisten,
Ramadhani Dwi Santoso dan Sobir
Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013)
dalam arti produk dapat tersedia tepat waktu dan
jumlahnya sesuai dengan yang diinginkan. Ketiga
syarat tersebut memungkinkan untuk dicapai apabila
produksi dilakukan dalam skala komersial.
Bahan tanam untuk produksi benih nenas
varietas baru yang dikembangkan, tersedia hanya
dalam jumlah yang terbatas, padahal produksi nenas
dalam skala komersial membutuhkan bahan tanam
29,000 hingga 86,000 tanaman per hektar (Hepton,
2003). Kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi
dengan metode perbanyakan konvensional, karena
membutuhkan waktu yang lama dan jumlah bahan
tanam yang dihasilkan juga sedikit.
Kultur jaringan merupakan metode untuk
menghasilkan plantlet nenas yang bebas penyakit,
seragam, dengan jumlah yang besar dan dalam waktu
singkat (Khan et al., 2004). Penerapan teknologi
kultur jaringan di banyak negara berkembang, masih
menemui kendala yang disebabkan oleh tingginya
biaya yang diperlukan untuk penerapan teknologi
tersebut (Savangikar, 2004). Hal tersebut berimbas
kepada tingginya harga plantlet hasil kultur jaringan.
Perbanyakan konvensional terhadap bahan
tanam kultur jaringan merupakan alternatif yang dapat
dijadikan solusi untuk masalah tersebut Perusahaanperusahaan di beberapa negara maju memperlakukan
tanaman hasil kultur jaringan sebagai material tanam
super elite yang diperbanyak sebanyak dua sampai tiga
kali sebelum didistribusikan kepada petani, sehingga
harga plantlet di tingkat petani dapat bersaing dengan
harga bibit biasa. (Ahloowalia, 2004).
Penelitian ini merupakan upaya untuk
mengamati pengaruh pemberian sitokinin buatan (6benzylaminopurine, BAP) terhadap plantlet nenas
hasil kultur jaringan. Sitokinin, menurut Ashari (1995)
merupakan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang berperan
dalam proses pembelahan sel, pembentukan organ,
dan pembentukan mata tunas pada tumbuhan.
Pemberian sitokinin diharapkan dapat memicu
pertumbuhan tunas pada plantlet, sehingga perbanyakan
plantlet nenas secara vegetatif dapat dilaksanakan
lebih awal, bahkan sebelum plantlet tumbuh menjadi
tanaman dewasa. Pengaruh sitokinin terhadap
pertumbuhan vegetatif plantlet nenas juga dipelajari
melalui pengamatan terhadap variabel pertumbuhan
vegetatif, sehingga kelayakan metode yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dipertimbangkan untuk
penelitian selanjutnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
pengaruh pemberian berbagai konsentrasi BAP pada
dua kelompok umur plantlet terhadap pertumbuhan
plantlet nenas (Ananas comosus L. Merr) hasil kultur
in vitro.
Pertumbuhan Plantlet Nenas......
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di rumah plastik
Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah Tropika IPB, Pasir
Kuda Bogor, pada bulan Februari hingga Mei 2011.
Bahan tanam yang digunakan adalah
plantlet nenas varietas Smooth Cayenne yang telah
melewati proses hardening dan sedang dalam proses
pertumbuhan di pembibitan sebelum ditanam di
lapang. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah
6-benzylaminopurine (BAP) dalam bentuk serbuk.
Bahan lain yang digunakan adalah NaOH sebagai
pelarut BAP. Media tanam yang digunakan adalah
arang sekam.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah percobaan faktorial dalam Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Terdapat dua
faktor yang diujikan, yaitu taraf konsentrasi BAP
dan umur plantlet. Perlakuan BAP diterapkan dalam
empat taraf konsentrasi, yaitu 0 ppm (C0), 25 ppm
(C1), 50 ppm (C2), dan 75 ppm (C3), sedangkan umur
diuji dalam dua taraf, yaitu 52 hari (U1) dan 69 hari
(U2) sejak aklimatisasi selesai dilakukan.
Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali
sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Satu unit
percobaan terdiri atas 50 plantlet nenas, dengan sampel
pengamatan setiap unitnya berjumlah 10 plantlet,
sehingga jumlah plantlet yang diamati adalah sebanyak
240 plantlet. Hasil pengamatan yang diperoleh
dianalisis dengan sidik ragam, dan dilanjutkan dengan
uji beda nyata jujur Tukey (Tukey’s Honestly Significant
Difference Test) apabila hasil menunjukkan nilai yang
berbeda nyata. Taraf kesalahan yang digunakan untuk
uji BNJ adalah 5%.
Tabel 1. Kode perlakuan beserta konsentrasi BAP
dan umur plantlet nenas yang diujikan
Kode Perlakuan
C0U1 (kontrol)
C0U2 (kontrol)
C1U1
C2U1
C3U1
C1U2
C2U2
C3U2
Konsentrasi
BAP (ppm)
0
0
25
50
75
25
50
75
Umur Plantlet
(hari)
52
69
52
52
52
69
69
69
55
Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013)
Bak tanam berukuran 13 m x 1 m dibuat
menggunakan batu bata yang disusun di lantai
rumah plastik. Media tanam arang sekam kemudian
diisikan ke dalam bak tanam secara merata. Larutan
BAP disiapkan dengan konsentrasi 25 ppm, 50 ppm,
dan 75 ppm. Volume larutan BAP adalah sebanyak
2 liter untuk setiap konsentrasinya. Aplikasi BAP
dilakukan dengan merendam plantlet nenas ke dalam
larutan BAP selama 30 menit. Plantlet kemudian
dikeringanginkan, lalu ditanam pada bak tanam
dengan jarak tanam 5 cm x 5 cm. Aplikasi dilakukan
pada tanggal 31 Januari 2011 pukul 19.00 WIB
Perawatan plantlet terdiri atas pemupukan
dan pengendalian gulma dan organisme pengganggu
tanaman (OPT). Pemupukan dilakukan dengan
penyemprotan pupuk NPK 20:20:20, konsentrasi
larutan 1 ppm dan dengan volume semprot 2 L.
Pemupukan dilakukan pada 2, 6, 10, dan 14
minggu setelah aplikasi (MSA), mengikuti aturan
pemakaian pada kemasan pupuk (4 minggu sekali).
Pengendalian gulma dan OPT dilakukan apabila
dibutuhkan.
Aspek-aspek yang diamati beserta teknik
pengamatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Jumlah daun, dihitung dari banyaknya daun yang
ada pada setiap ruas. Daun yang dihitung hanya
yang sudah terbuka sempurna.
2. Panjang daun, diukur dari pangkal hingga ujung
daun terpanjang.
3. Tinggi plantlet, diukur dari permukaan tanah sampai
ujung daun terpanjang pada tanaman.
4. Diameter tajuk tanaman, diukur berdasarkan garis
tengah tanaman dari ujung daun terluar melewati
titik tumbuh tanaman.
Pengamatan untuk semua variabel dilakukan setiap
dua minggu sekali pada 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, dan 16
MSA.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan secara visual,
diketahui bahwa pemberian BAP menekan
pertumbuhan plantlet nenas. pada 1-3 MSA, di mana
plantlet menunjukkan gejala keracunan dan mengalami
kematian. Kematian plantlet terbanyak ditemukan pada
kelompok dengan perlakuan C3U1, sebesar 15% dari
keseluruhan kelompok perlakuan.
Gejala keracunan pada seluruh plantlet yang
diberi BAP mulai berkurang pada 4 MSA, akan tetapi
keragaan plantlet yang diberi BAP tidak sebaik kontrol
(BAP 0 ppm). Kondisi tersebut berlangsung hingga
16 MSA. Pertumbuhan yang terhambat menunjukkan
bahwa konsentrasi sitokinin di dalam jaringan terlalu
56
tinggi, di mana hal tersebut menghambat pertumbuhan
akar, sehingga pertumbuhan plantlet juga menjadi
terhambat (Ashari, 1995).
Mullins (1967) dalam penelitiannya mengenai
pengaruh BAP terhadap pertumbuhan stek batang
anggur mengemukakan bahwa BAP bersifat toksik
pada konsentrasi diatas 20 mg L-1. Efek toksik yang
ditimbulkan pada stek batang anggur adalah penurunan
nilai pecah mata tunas (bud burst) dan kematian tunas
dalam tahap perpanjangan (elongation). Agustina
(2005) dalam penelitiannya mengenai pengaruh BAP
terhadap pertumbuhan vegetatif plantlet nenas kultivar
Queen di lapangan juga menyatakan bahwa semakin
tinggi konsentrasi BAP yang digunakan, ukuran
tanaman menjadi lebih kecil akibat terhambatnya
pertumbuhan tanaman. Konsentrasi optimum BAP
untuk pertumbuhan tanaman adalah 0.5-1 mg L-1.
Terdapat perubahan warna pada daun plantlet
yang diberi perlakuan BAP, berupa timbulnya garis
merah di sekitar garis tengah daun. Perubahan tersebut
tidak terjadi pada semua plantlet yang diberikan
perlakuan, tetapi hanya terdapat pada sebagian kecil
plantlet C3U2. Gejala serupa sebelumnya ditemukan
oleh Mullins (1967). Stek batang anggur yang
ditumbuhkan dalam media yang mengandung 10
mg/l atau lebih BAP, daunnya berwarna merah-hijau,
sedangkan daun pada stek yang ditumbuhkan dalam
media air berwarna hijau normal. Agustina (2005) juga
menemukan bahwa terdapat variasi pada tanaman
yang diberi BAP dalam konsentrasi tinggi (2 dan 4
mg L-1). Salah satu jenis variasi tersebut adalah berupa
variegasi pada warna daun. Semakin tinggi konsentrasi
BAP yang diberikan, maka kemungkinan munculnya
keragaman atau variasi semakin tinggi.
Terdapat cekaman lingkungan berupa
kelembaban tinggi yang dialami kelompok plantlet
C1U2, yang disebabkan oleh dekatnya lokasi penanaman
dengan sumber air. Akibatnya kelompok plantlet
tersebut mengalami penghambatan pertumbuhan yang
signifikan, yang diketahui dari nilai rataan semua
variabel pengamatan yang paling rendah dibandingkan
dengan kelompok plantlet yang lain. Kelembaban yang
tinggi mengakibatkan proses pertukaran gas di dalam
media terganggu, kadar CO2 dalam media meningkat,
sementara kadar O2 menurun. Hal ini mengakibatkan
akar tanaman kekurangan oksigen dan pertumbuhan
tanaman menjadi terhambat (Malézieux et al., 2003).
Aplikasi BAP dalam penelitian ini tidak
memicu pembentukan tunas. Hal ini disebabkan oleh
konsentrasi yang terlalu tinggi, umur plantlet yang
terlalu muda, atau keduanya. Hanya satu plantlet
yang menumbuhkan tunas baru dari 240 plantlet yang
dijadikan tanaman sampel. Tunas baru tersebut diamati
Ramadhani Dwi Santoso dan Sobir
Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013)
pada 4 MSA hingga akhir periode pengamatan. Tunas
tersebut diketahui memiliki tinggi sekitar 1-1.50 cm
pada akhir periode pengamatan.
Tidak terjadinya pembentukan tunas tersebut
pada penelitian ini disebabkan oleh konsentrasi
sitokinin yang terlalu tinggi (25, 50, dan 75 ppm).
Konsentrasi sitokinin yang tinggi pada tanaman
menghambat pertumbuhan akar, sehingga tanaman
tidak dapat menyerap nutrisi dari media dengan baik.
Penyerapan nutrisi yang tidak baik dapat menghambat
pertumbuhan, dan apabila dikaitkan dengan kemampuan
plantlet yang terbatas untuk menyediakan energi
melalui fotosintesis, maka hal ini dapat menjelaskan
mengapa plantlet tidak menghasilkan tunas walaupun
diberikan tambahan sitokinin.
Jumlah Daun
Pengamatan
jumlah
daun
dilakukan
untuk setiap daun baru yang tumbuh. Sidik ragam
menunjukkan bahwa pemberian BAP berpengaruh
sangat nyata, kecuali pada 6 MSA, di mana perlakuan
tersebut berpengaruh nyata. Pengelompokan umur
plantlet tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
daun selama periode pengamatan. Interaksi antar dua
faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap
nilai rataan jumlah daun, kecuali pada 6 MSA, di
mana interaksi berpengaruh nyata.
Jumlah daun mengalami peningkatan seiring
pertumbuhan helai-helai daun baru selama periode
pengamatan (Gambar 1). Plantlet kontrol memiliki
jumlah daun berbeda nyata dibandingkan dengan
Tabel 2 . Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan
terhadap jumlah daun plantlet nenas pada 216 MSA
MSA
2
4
6
8
10
12
14
16
Konsentrasi Umur Interaksi
Koefisien
(C)
(U)
CxU
keragaman (%)
**
tn
tn
12.45
**
tn
tn
8.53
*
tn
*
7.45
**
tn
tn
7.63
**
tn
tn
7.06
**
tn
tn
5.30
**
tn
tn
6.28
**
tn
tn
6.25
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda nyata pada
taraf 1%, tn tidak berbeda nyata
Pertumbuhan Plantlet Nenas......
Gambar 1. Grafik jumlah daun plantlet nenas
pada beberapa konsentrasi BAP pada 216 MSA
plantlet yang diberi perlakuan pada 2, 8, 14 dan 16
MSA.
Pengaruh interaksi dapat dilihat pada Tabel 3.
Interaksi pada 6 MSA menghasilkan nilai rataan jumlah
daun yang berbeda untuk kedua kelompok umur plantlet
yang diujikan. Perlakuan BAP memberikan hasil yang
berbeda nyata di antara semua taraf konsentrasi pada
12 MSA, kecuali pada plantlet dengan perlakuan BAP
75 ppm, di mana jumlah daunnya tidak berbeda nyata
dengan 50 ppm.
Nilai rataan jumlah daun tertinggi pada
16 MSA dihasilkan oleh plantlet kontrol, yaitu sebesar
12.37 helai, dan nilai rataan terendah dihasilkan
kelompok plantlet dengan taraf konsentrasi 25
ppm, yaitu sebesar 10.08 helai.
Tabel 3. Rataan jumlah daun plantlet nenas pada
beberapa taraf konsentrasi BAP pada 2, 6,
12 dan16 MSA
Konsentrasi
Jumlah Daun (helai)
2 MSA
6 MSA
U1
U2
12
MSA
16
MSA
0 ppm
8.72a* 7.47a* 7.42a
10.97a 12.37a
25 ppm
5.91b
7.03a
5.98c
8.82c
10.08b
50 ppm
5.95b
6.46a
7.26ab 9.78b
10.92b
75 ppm
4.99b
6.86a
6.16bc 9.00bc 10.30b
Keterangan : U1 umur plantlet 52 hari
U2 umur plantlet 69 hari
* Huruf yang sama di belakang angka pada kolom
yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf
5%
57
Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013)
Tabel 4. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan
terhadap panjang daun plantlet nenas pada 216 MSA
MSA
Konsentrasi
(C)
2
4
6
8
10
12
14
16
**
**
**
**
**
**
**
**
Umur Interaksi
(U)
(C x U)
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
tn
**
*
tn
tn
*
Koefisien
keragaman
(%)
7.34
6.72
6.37
6.32
6.49
6.85
6.85
5.66
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda nyata
pada taraf 1%, tn tidak berbeda nyata
Panjang Daun
Perlakuan BAP diketahui memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap panjang daun.
Pengelompokan plantlet berdasarkan umur tidak
berpengaruh nyata terhadap panjang daun plantlet
selama periode pengamatan. Interaksi antara
pengelompokan plantlet berdasarkan umur dan
pemberian BAP memberikan pengaruh nyata pada 4,
10, dan 16 MSA. Interaksi tersebut berpengaruh sangat
nyata pada 8 MSA, sedangkan pada 2, 6, dan 12-14
MSA, interaksi tersebut tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai rataan panjang daun.
Panjang daun plantlet kontrol cenderung tetap
selama periode pengamatan (Gambar 2). Plantlet yang
diberi BAP mengalami penurunan nilai rataan panjang
daun selama periode tersebut. Hal ini menunjukkan
pemberian BAP dalam konsentrasi tinggi berpengaruh
Gambar 2. Grafik panjang daun plantlet nenas pada
beberapa konsentrasi BAP pada 2-16
MSA
negatif terhadap nilai rataan panjang daun maksimal
plantlet nenas, sejalan dengan pernyataan Mullins
(1967) dan Agustina (2005) mengenai penghambatan
pertumbuhan tanaman akibat perlakuan BAP. Nilai
pengaruh tersebut bisa terlihat pada Tabel 5, di mana
nilai rataan jumlah daun pada plantlet yang diberikan
perlakuan BAP cenderung lebih rendah pada 8 hingga
16 MSA dibandingkan pada 2 MSA.
Taraf BAP 25 ppm pada 2 MSA menghasilkan
nilai rataan lebih tinggi dibandingkan dengan 2 taraf
lainnya. Nilai rataan panjang daun dipengaruhi oleh
interaksi antara konsentrasi BAP dan umur plantlet.
Interaksi tersebut memberikan pengaruh yang berbeda
pada dua kelompok umur pada 8, 10, dan 16 MSA.
Diketahui bahwa pada 16 MSA plantlet kontrol
dengan umur plantlet 69 hari memiliki nilai rataan
panjang daun terbesar (9.22 cm), sedangkan plantlet
yang diberi perlakuan konsentrasi BAP 25 ppm dengan
umur plantlet 69 hari memiliki nilai rataan panjang
daun terkecil (6.57 cm).
Tabel 5. Rataan panjang daun plantlet nenas pada beberapa taraf konsentrasi BAP pada 2, 8, 10, dan 16 MSA
Konsentrasi
2 MSA
0 ppm
25 ppm
50 ppm
75 ppm
8.73a*
8.53a
8.00ab
7.27b
Panjang Daun (cm)
8 MSA
10 MSA
U1
U2
U1
U2
8.46a
8.76a
8.64a
9.08a
7.84ab
5.65c
7.52ab
6.45c
7.25b
7.79ab
7.10b
7.73b
7.49ab
6.89b
7.41ab
6.89bc
16 MSA
U1
8.40a
7.34b
7.30b
7.15b
U2
9.22a
6.57c
7.88b
6.83c
Keterangan : U1 umur plantlet 52 hari, U2 umur plantlet 69 hari, huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama
menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%
58
Ramadhani Dwi Santoso dan Sobir
Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013)
Tabel 6.
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh
perlakuan terhadap tinggi plantlet nenas
pada 2-16 MSA
MSA Konsentrasi
(C)
2
4
6
8
10
12
14
16
**
*
*
**
**
**
**
**
Umur
(U)
Interaksi
(C xU)
tn
tn
tn
*
tn
tn
*
tn
tn
tn
*
tn
*
*
*
*
Koefisien
keragaman
(%)
8.39
7.35
6.97
5.66
6.39
6.12
7.22
5.58
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda nyata
pada taraf 1%, tn tidak berbeda nyata
Tinggi Plantlet
Sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian
BAP pada plantlet mempengaruhi tinggi plantlet secara
sangat nyata pada 2 dan 8-16 MSA, sedangkan pada 4
hingga 6 MSA, perlakuan BAP mempengaruhi tinggi
plantlet secara nyata. Pengelompokan berdasarkan
umur plantlet tidak berpengaruh nyata terhadap
tinggi plantlet, kecuali pada 8 dan 14 MSA, di mana
hal tersebut berpengaruh nyata. Terdapat interaksi
antara pengelompokan umur plantlet dan perlakuan
konsentrasi BAP terhadap tinggi plantlet. Diketahui
interaksi tersebut mempengaruhi tinggi plantlet
secara nyata selama periode pengamatan, kecuali pada
2,4 dan 8 MSA.
Tinggi plantlet cenderung tetap selama
periode pengamatan. Hal ini disebabkan tinggi plantlet
diukur mengikuti panjang daun terpanjang, sehingga
nilainya cenderung mengikuti nilai variabel panjang
Gambar 3. Grafik tinggi plantlet nenas pada beberapa
konsentrasi BAP pada 2-16 MSA
daun. Plantlet dengan perlakuan BAP memiliki ukuran
tinggi berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol.
Hal ini secara konsisten terlihat mulai periode 2 hingga
16 MSA.
Pemberian BAP memberikan pengaruh
negatif terhadap nilai rataan tinggi tanaman. Hal ini
dapat dilihat dari nilai rataan yang menurun, misal
di antara 2, 10, dan 16 MSA (Tabel 7). Konsentrasi
perlakuan 25 ppm menghasilkan nilai rataan lebih tinggi
dibandingkan 2 konsentrasi lainnya pada 2 MSA.
Interaksi antara konsentrasi BAP dan pengelompokan
berdasarkan umur plantlet memberikan pengaruh yang
berbeda pada dua kelompok umur yang diujikan.
Kelompok plantlet yang memiliki ukuran tinggi
plantlet terbesar pada 16 MSA adalah kontrol dengan
usia plantlet 69 hari (8.03 cm), sedangkan plantlet
dengan perlakuan konsentrasi BAP 25 ppm dan umur
plantlet 69 hari memiliki nilai ukuran panjang daun
terkecil (5.81 cm).
Diameter Tajuk
Rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa
Tabel 7. Rataan tinggi plantlet nenas pada beberapa taraf konsentrasi BAP pada 2, 6, 10, dan 16 MSA
Konsentrasi
2 MSA
0 ppm
25 ppm
50 ppm
7.9a
7.12ab
6.95ab
Tinggi Plantlet (cm)
6 MSA
10 MSA
U1
U2
U1
U2
7.47a*
7.42a
7.37a
7.59a
7.03a
6.08c
6.75ab
5.67c
6.46a
7.26ab
6.33b
6.81ab
16 MSA
U1
7.40a
6.37b
6.30b
U2
8.03a
5.81c
7.07b
Keterangan : U1 umur plantlet 52 hari, U2 umur plantlet 69 hari, huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama
menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%
Pertumbuhan Plantlet Nenas......
59
Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013)
Tabel 8 . Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan
terhadap diameter tajuk pada 2-16 MSA
MSA
Konsentrasi
(C)
Umur
(U)
Interaksi
(C x U)
**
*
**
**
**
**
**
**
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
*
*
tn
*
**
tn
tn
2
4
6
8
10
12
14
16
Keterangan :
Koefisien
keragaman
(%)
8.53
12.06
7.81
7.5
6.92
6.74
6.93
7.6
Gambar 4. Grafik Perubahan Diameter Tajuk (cm)
dengan Berbagai Konsentrasi BAP pada 216 MSA
* berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda nyata
pada taraf 1%, tn tidak berbeda nyata
Tabel 9. Rataan diameter tajuk plantlet nenas pada beberapa taraf konsentrasi BAP pada 2, 6, 10, dan 16 MSA
Konsentrasi
2 MSA
0 ppm
25 ppm
50 ppm
75 ppm
14.1a
12.7ab
10.93b
11.23b
Diameter Tajuk (cm)
6 MSA
10 MSA
U1
U2
U1
U2
13.45a
13.83a
13.84a
13.52a
11.58ab
11.99a
10.74b
12.26ab
13.43a
11.68a
13.36a
11.27b
10.5b
12.74a
10.36b
11.75ab
16 MSA
U1
14.24a
10.49b
12.65a
10.32b
U2
12.51a
9.34c
10.76b
9.84bc
Keterangan : U1 umur plantlet 52 hari, U2 umur plantlet 69 hari, huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama
menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%
pemberian BAP memberikan pengaruh sangat nyata
terhadap diameter tajuk, kecuali pada 4 MSA, di mana
perlakuan BAP berpengaruh nyata. Pengelompokan
berdasarkan umur plantlet tidak berpengaruh nyata
pada 2 - 16 MSA. Interaksi yang terjadi antara faktor
perlakuan BAP pengelompokan berdasarkan umur
plantlet memberikan pengaruh nyata pada 2-6 dan 10
MSA, sedangkan pada 12 MSA berpengaruh sangat
nyata. Interaksi tidak berpengaruh nyata terhadap
diameter tajuk plantlet pada 14 hingga 16 MSA.
Nilai rataan diameter tajuk menurun seiring
periode pengamatan (Gambar 4). Nilai tersebut
dipengaruhi nilai rataan panjang daun, sehingga
ketika panjang daun mengalami penurunan, nilai
rataan diameter tajuk juga menurun. Perlakuan BAP
memberikan pengaruh negatif terhadap diameter tajuk
plantlet. Hal ini terlihat dari nilai rataan yang berbeda
nyata antara plantlet kontrol dan plantlet yang diberi
perlakuan. Penurunan nilai rataan diameter tajuk juga
60
dialami oleh plantlet kontrol. Hal ini disebabkan oleh
persaingan antar plantlet dalam hal sarana tumbuh.
Plantlet yang diberi BAP memiliki nilai rataan
hasil berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol.
Interaksi antara dua faktor perlakuan memberikan
pengaruh berbeda pada dua kelompok umur yang
diujikan pada 2, 6, dan 10 MSA. Diketahui bahwa
pada 16 MSA plantlet kontrol menghasilkan nilai
rataan tertinggi untuk variabel diameter tajuk (12.61
cm), sedangkan perlakuan konsentrasi BAP 25 ppm
menghasilkan nilai rataan terendah (8.70 cm) pada
akhir periode pengamatan.
KESIMPULAN
Pemberian BAP dalam konsentrasi 25 ppm,
50 ppm, dan 75 ppm menekan pertumbuhan plantlet
nenas. Perlakuan BAP berpengaruh sangat nyata
terhadap semua variabel yang diamati. Tidak terdapat
Ramadhani Dwi Santoso dan Sobir
Bul. Agrohorti 1 (1) : 54 - 61 (2013)
nilai yang berbeda nyata pada pertumbuhan vegetatif di
antara dua kelompok plantlet yang dibagi berdasarkan
umur (52 hari dan 69 hari), kecuali pada tinggi plantlet
pada 8 dan 14 MSA. Interaksi antara faktor pemberian
BAP dan pengelompokan umur berpengaruh nyata
untuk variabel tinggi plantlet dan jumlah daun,
sedangkan untuk jumlah daun dan diameter tajuk tidak
berpengaruh nyata.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada
Pusat Kajian Buah Tropika (PKHT) IPB yang
mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Ahloowalia, B.S. 2004. Integration of Technology
from Lab to Land. Low Cost Options for
Tissue Culture Technology in Developing
Countries. Prosiding International Atomic
Energy Agency (IAEA). Vienna. Hal 87-89.
Ashari, S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Hepton, A. 2003. Cultural system. p. 109-142. In
Bartholomew, D.P., R.E. Paull, K.G. Rohrbach
(Eds.). The Pineapple: Botany, Production and
Uses. CABI Publishing. New York.
DAFTAR PUSTAKA
Khan, S., A. Nasib, B.A. Saeed. 2004. Employment of in
vitro technology for large scale multiplication
of pineapples (Ananas comosos). Pak. J. Bot.
36(3): 611- 615.
Agustina, G.G.R. 2005. Studi pertumbuhan vegetatif
tanaman nanas (Ananas comosus L. Merr)
kultivar Queen hasil kultur in vitro. Skripsi.
Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41
hal.
Malézieux, E., F. Côte, D.P. Bartholomew. 2003. Crop
environment, plant growth and physiology.
p. 69-107. In Bartholomew, D.P., R.E. Paull,
K.G. Rohrbach (Eds.). The Pineapple: Botany,
Production and Uses. CABI Publishing. New
York.
Pertumbuhan Plantlet Nenas......
61
J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010.
Seleksi Hasil Persilangan antara ‘Queen’ dan ‘Smooth
Cayenne’ untuk Perbaikan Hasil dan Mutu Buah Nenas
Selection of ‘Queen’x ‘Smooth Cayenne’ Hybrids for Yield and Fruit Quality Improvement
Muhammad Arif Nasution1*, Roedhy Poerwanto2, Sobir2, Memen Surahman2 dan
Trikoesoemaningtyas2
Diterima 21 Oktober 2009/Disetujui 24 Februari 2010
ABSTRACT
Hybridization program was started in PKBT IPB Bogor in 2003, entangles of 12 parental cultivars,
consisting of five type Smooth Cayenne cultivars and seven type Queen cultivars. The cross yielded 195
genotypes with various different character combinations. The result of cluster analysis based on
morphological characters showed that there were 33 groups of hybrid at the degree of genetic similarity
of 50%. The result of principal component analysis indicated that, between yield component characters
and result most importantly, were fruit weight, fruit diameter and fruit length which were main
supporting character of variance in hybrid result of the crosses. Descriptive results of fruit yield and
quality characters showed three to five classes with the highest number of individuals around the mean
value for each character. Fruit weight, crown weight, fruit length, fruit diameter, flesh thickness, core
diameter, total soluble solid (TSS), total acid, vitamin C, pH, plant height, and peduncle length, were
characters controlled by nuclear genes.
Key words : hybridization, variability, Smooth Cayenne, Queen, genotype
PENDAHULUAN
Kultivar nenas adalah heterosigos. Hibridisasi
antar kultivar nenas biasanya menghasilkan
genotipe-genotipe sekelompok yang memiliki
spektrum luas dan benih fertil. Persilangan buatan
antara genotipe nenas dari kelompok nenas yang
berbeda bertujuan untuk menghasilkan nenas unggul
(Chank, 2006). Populasi segregasi F1 menghasilkan
suatu sumber unggul dari rekombinan-rekombinan
gen untuk seleksi klon baru dan individu-individu
superior. Pertimbangan penting di dalam hibridisasi
adalah pemilihan tetua, arah persilangan, waktu
persilangan dan ukuran populasi hibrida yang pantas.
Seleksi diperlukan untuk memperoleh genotipe
unggul yang diperbanyak secara vegetatif sehingga
diperoleh klon yang unggul.
Nenas yang paling banyak ditanam adalah
nenas Smooth Cayenne, digunakan sebagai tetua
dalam rangka memperbaiki kualitas dan ketahanan
terhadap hama penyakit (Leal dan Coppens, 1996).
Menurut Chank et al. (2003) „Smooth Cayenne‟ atau
„Cayenne Lisse‟ merupakan kultivar utama nenas
dunia. Bentuk buah simestris berukuran medium
(1.5-2.5 kg), tangkai buah kuat dan pendek, warna
buah ketika masak kuning merata dari dasar sampai
ke ujung.
Di Indonesia, salah satu nenas yang banyak
ditanam adalah nenas Subang dari jenis Smooth
Cayenne yang memiliki buah dengan kadar air yang
tinggi, berukuran besar, mata buah agak datar,
rasanya agak masam dan berbentuk silindris,
sehingga mudah dalam proses pengalengan
(Rukmana, 1996). Namun nenas yang demikian
kurang baik untuk dijadikan sebagai nenas segar
(buah meja) karena kadar air tinggi, sehingga
perbaikan karakter pada nenas Subang perlu
dilakukan.
Sejak tahun 2003, program persilangan buatan
telah dilaksanakan oleh Pusat Kajian Buah-Buahan
Tropika IPB antara genotipe nenas Subang (Smooth
Cayenne) dengan nenas Bogor (Queen). Persilangan
dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kultivarkultivar komersil (Nasution et al., 2006). Cabral et
al. (2005), mencatat untuk mendapatkan kultivar
nenas komersil proses seleksi yang diprioritaskan
adalah daun tidak berduri, panjang tangkai buah
tidak lebih 30 cm, buah silindris dengan bobot antara
1.0 hingga 2.5 kg, padatan terlarut total (PTT) lebih
dari 13 oBrix, asam tertitrasi total antara 5.5 hingga
13.0 meq/100 ml dan resisten terhadap Fusarium
subglitinans. Chank dan Lee (1991) menambahkan
bahwa di Malaysia nenas segar memiliki kriteria
bobot buah 1.0-1.2 kg. diameter hati 25-28 mm, PTT
15.0-16.8 (%), kandungan asam 0.49-0.75 (%), dan
tidak berduri. Sementara nenas kalengan memiliki
kriteria bobot buah 1.0-1.2 kg, diameter empulur 1025 mm, TSS 11.7-16.7 oBrix, kandungan asam
1
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas 45. Jalan Urip Sumoharjo Km.4 Makassar.90245
Tel/Fax (0411) 452901/(0411) 424568 HP 081241503849 Email: [email protected]
(*Penulis untuk korespondensi)
2
Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Jl.Meranti Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680
10
J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010.
0.46-0.75 (%) dan daun tidak berduri. Leal dan
Coppens (1996) menjelaskan beberapa karakter
nenas yang hendak dimuliakan, yaitu untuk buah
segar, kriteria karakter yang diinginkan adalah
memiliki satu atau dua tunas akar yang tumbuh dan
cepat berproduksi, mahkota berukuran kecil, tidak
memiliki tunas batang atau sangat kecil, penampilan
tanaman tegak dan seragam, daun tidak berduri,
tangkai buah pendek-kuat dan memiliki diameter
sedang, ukuran buah kecil hingga sedang, bentuk
buah silindris, dan kulit buah menarik berwarna
kuning atau merah terang, mata agak besar merata,
daging buah tidak berbiji dengan kematangan
seragam, tektur daging buah padat tidak berserat
dengan core (hati) yang sempit, dan resisten terhadap
nematoda, serangga, penyakit jamur dan bakteri serta
penyakit fisiologis. Untuk buah kalengan, kriteria
karakter yang dikehendaki adalah mahkota
berukuran besar, ukuran buah sedang hingga besar,
bentuk buah selindris dan tidak cepat busuk,
penampilan kulit buah tidak penting, dan mata buah
tidak terlalu dalam.
Program persilangan lainnya, seleksi diantara
hibrida-hibrida hasil persilangan antara Smooth
Cayenne dengan Queen perlu dilakukan untuk
mendapatkan hibrida rekombinan unggul. Sejauh ini
telah dilakukan evaluasi terhadap hasil persilangan
untuk mendapatkan tanaman normal, dengan
membuang tanaman dengan karakter ukuran buah
sangat kecil, bentuk buah tidak beraturan, tangkai
buah panjang, PTT rendah, dan karakter-karakter
cacat lainnya.
Sifat
ketidakserasian
sendiri
(selfincompatibility) dari tanaman nenas menyebabkan
tanaman ini menyerbuk silang. Bunga nenas bisanya
steril sendiri dan buah berkembang menjadi buah
parthenokarpik (Py et al. 1987). Berdasarkan sifat
ini maka perbanyakan nenas biasanya dilakukan
secara vegetatif, karena tidak menghasilkan biji.
Menurut Sanewski (2007), biji yang dihasilkan
melalui penyerbukan sendiri lambat berkecambah
dengan vigor rendah, bibit muda rapuh, dan terjadi
inbreeding depression.
Pada tanaman menyerbuk silang, agar
hibridisasi berhasil sesuai dengan harapan, perlu
dilakukan pemilihan tetua yang memiliki potensi
genetik yang diinginkan. Pemilihan tetua ini sangat
tergantung pada tanaman yang akan ditangani dan
karakter yang menjadi fokus perhatian (kualitatif
atau kuantitatif). Keberhasilan dalam program
hibridisasi disebabkan karena pemilihan tetua yang
tepat. Informasi yang diperlukan untuk menentukan
tetua yang tepat adalah keragaman genetik dan pola
pewarisan karakter-karakter yang diinginkan. Selain
itu pada tanaman nenas (menyerbuk silang) dapat
dimanfaatkan efek heterosis dari persilangan yang
dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk perbaikan hasil
dan mutu buah melalui seleksi terhadap populasi F1
hasil persilangan dan analisis pengaruh tetua betina
terhadap karakter-karakter utama.
BAHAN DAN METODE
Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Pasir
Kuda, PKBT, IPB Bogor yang memiliki ketinggian
260 m di atas permukaan laut (dpl). Percobaan
dilaksanakan mulai Januari 2005 sampai Desember
2007.
Sebanyak 195 genotipe tanaman F1 nenas hasil
persilangan berbagai aksesi nenas dari jenis Smooth
Cayenne dengan Queen ditanam tanpa rancangan
percobaan. Penanaman dilakukan di lapangan,
dengan prosedur budidaya standar. Sementara bahan
yang digunakan dalam pengujian maternal ialah
tetua Queen (JBBMQH6) dan Smooth Cayenne
(JBSMSC3), masing-masing dipilih lima tanaman.
Tetua yang digunakan berasal dari koleksi nenas
plasma nutfah kebun percobaan PKBT IPB.
Peubah yang diamati meliputi 21 peubah
kualitatif (morfologi) dan 12 peubah kuantitatif
(agronomi). Pengamatan data morfologi dideskripsikan dengan skoring berdasarkan pedoman
“Descriptors for Pineapple” diterbitkan oleh
International Board for Plant Genetic Resources
(IBPGR, 1991). Sedangkan peubah kuantitatif
(agronomi) yang diamati, yaitu : tinggi tanaman
(cm), panjang tangkai buah (cm), diameter tangkai
buah (cm), jumlah spiral, diameter buah (cm),
panjang buah (cm), diameter empulur (cm), tebal
daging buah (cm), bobot mahkota (gram), bobot
buah (gram), kedalaman mata (cm), nilai padatan
terlarut total = PTT (obrix), asam tertitrasi total (%),
dan kadar vitamin C (mg/100 g sampel).
Untuk data morfologi dilakukan Analisis
Similaritas dan Analisis Komponen Utama. Analisis
Similaritas
diolah
menggunakan
prosedur
SIMQUAL (Similarity for Qualitative Data) pada
program NTSYS-pc versi 2.02 dan dihitung
berdasarkan berdasarkan rumus Nei dan Li (1979).
Analisis tiga komponen utama dilakukan dengan
mengekstrak 3 eigenvectors dari 3 eigenvalues
utama yang memberikan tingkat keragaman paling
tinggi melalui prosedur analisis Ordination dalam
program NTSYS-pc versi 2.02. Hasil analisis
disajikan dalam bentuk tabel akar ciri dan vektor ciri.
Pengujian pengaruh maternal, dilakukan terhadap
dan
resiprokalnya
untuk
populasi
F1
Muhammad Arif Nasution, Roedhy Poerwanto, Sobir, Memen Surahman dan Trikoesoemaningtyas
11
J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010.
mengetahui pengaruh tetua betina terhadap karakterkarakter utama nenas. Ada atau tidaknya pengaruh
maternal yang mengendalikan karakter utama
dengan membandingkan nilai tengah F1 dan F1R
dengan uji t menurut Steel dan Torrie (1989), pada
taraf 5%. Jika uji t memberikan hasil ada perbedaan
nilai tengah F1 dan F1R disimpulkan ada pengaruh
maternal, sebaliknya bila uji t tidak berbeda
disimpulkan tidak ada pengaruh maternal. Prosedur
uji t dan kehomogenan ragam menggunakan fasilitas
SAS ver. 6.12.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan terhadap 195 genotipe F1
hasil persilangan berdasarkan 21 karakter morfologi
menunjukkan derajat kemiripan genetik berkisar
antara 0.00-0.90. Hasil analisis cluster berdasarkan
derajat kemiripan 50% diperoleh 33 kelompok
hibrida. Hasil kisaran variasi koefisien derajat
kemiripan komponen pertumbuhan, yaitu antara
0.03-0.73, dan komponen hasil antara 0.01-0.35.
Secara visual, variasi yang terlihat jelas pada
bagian vegetatif adalah duduk daun, warna daun,
distribusi duri pada daun dan bentuk daun. Pada
karakter generatif yang mudah terlihat secara visual
adalah warna kelopak bunga (sepal), bentuk
permukaan buah, dan bentuk mahkota.
Pengamatan karakter komponen hasil dan
kualitas hasil (agronomi) dilakukan setelah buah
masing-masing populasi dipanen. Panen buah
dilakukan dengan cara memilih buah nenas yang
telah menunjukkan tanda-tanda sudah siap dipanen,
dengan ciri tertentu (Pantastico, 1997; Rukmana,
1996).
Gambaran yang lebih baik dari hubungan
antara peubah-peubah diberikan oleh hasil analisis
komponen utama (AKU). Lima faktor dengan nilai
akar ciri lebih dari 1 dapat menerangkan keragaman
sebesar 63.9% (Tabel 1). Dalam analisis data untuk
mengelompokkan 195 hibrida hasil persilangan yang
dipelajari, digunakan lima komponen utama.
Komponen pertama menjelaskan keragaman 25.3%,
kedua 11.8%, ketiga 10.6%, keempat 8.3%, dan
kelima 8.0% data karakter kualitatif dari nenas.
Komponen utama pertama dihubungkan dengan
hasil (bobot buah) dan komponen hasil (diameter
buah dan panjang buah). Komponen kedua
dihubungkan dengan bobot mahkota, jumlah spiral,
diameter hati, dan total asam tertitrasi. Komponen
ketiga dihubungkan dengan tinggi tanaman, panjang
tangkai buah, dan pH. Komponen empat
dihubungkan dengan diameter tangkai buah, tebal
daging buah dan PTT. Komponen kelima
dihubungkan dengan kandungan vitamin C.
Tabel 1. Nilai akar ciri komponen utama berdasarkan Analisis Komponen Utama
Komponen
PC1
PC2
PC3
PC4
PC5
PC6
Nilai akar ciri
3.5381
1.6460
1.4889
1.1619
1.1155
0.9656
Hasil
analisis
komponen
utama
menunjukkan bahwa di antara karakter-karakter
komponen hasil dan hasil yang paling penting
adalah diameter buah, panjang buah dan bobot
buah, yang merupakan karakter pendukung
utama keragaman dalam hibrida hasil
persilangan. Adanya korelasi dari ketiga karakter
ini memungkinkan untuk dilakukan seleksi
secara lebih efisien. Namun jika seleksi
dilakukan secara simultan dengan kualitas buah
perlu dipertimbangkan tujuan seleksi. Jika tujuan
seleksi untuk nenas segar maka kualitas buah
yang menjadi perhatian utama adalah PTT.
Sebaliknya jika untuk tujuan buah kalengan,
Proporsi
0.253
0.118
0.106
0.083
0.080
0.069
Komulatif
0.253
0.370
0.476
0.559
0.639
0.708
maka panjang buah dan jumlah spiral merupakan
syarat utama yang perlu dipertimbangkan dalam
seleksi.
Hasil
karakterisasi
melalui
analisis
deskriptif terhadap 195 hibrida F1 hasil persilangan disajikan pada Tabel 2. Bobot buah
populasi F1 hasil persilangan nenas berkisar
antara 100-2880 g. Frekuensi dominan kelas
bobot buah adalah berkisar 1000-15000 g yang
meliputi 78 genotipe atau 40%. Kelas ini sesuai
untuk buah segar. Kelas bobot buah yang ideal
untuk kalengan, yaitu berkisar 1500-2000 g
mencakup 33 genotipe. Menurut Chank dan Lee
(1991)
nenas
ideal
untuk
kalengan
Seleksi Hasil Persilangan…..
12
J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010.
berkisar 1500-2000 g, sedangkan nenas yang
berukuran kecil hanya untuk buah segar. Bobot
buah dapat mencapai kelas bobot buah tertinggi
lebih dari 2500 g mencakup 3 nomor tanaman,
yaitu 18/06, 06/02 dan 12/19, ketiga nomor ini
masing-masing merupakan hasil persilangan
JBSMSC2 x JBSMSC1, JBBMQH6 x JBSMSC1
dan JBSMSC4 x LNPCBP.
Hal ini menunjukkan bahwa ketiga
pasangan tetua persilangan ini dapat meningkatkan hasil. Bobot buah hasil persilangan
antara Primavera x Perola mencapai 2134.5 g
(Cabral et al., 2005).
Tabel 2 . Klasifikasi dan jumlah tanaman pada beberapa karakter utama nenas F1 hasil persilangan
47
76
36
18
18
<5
5 - 10
10 - 15
15 - 20
> 20
1
82
90
18
4
< 9.5
9.5 - 11.5
11.5 - 13.5
13.5 - 15.5
>15.5
25
87
72
8
3
Panjang buah
(cm)
Kelas
Jumlah
hibrida
< 100
100 - 200
200 - 300
300 - 400
> 400
Kelas
Jumlah
hibrida
12
62
78
33
10
Kelas
Diameter buah
(cm)
Jumlah
hibrida
<500
500 - 1000
1000 - 1500
1500 - 2000
> 2000
Kelas
Jumlah spiral
Jumlah
hibrida
Kelas
Bobot mahkota
(g)
Jumlah
hibrida
Bobot buah
(g)
< 10
10 - 15
15 - 20
> 20
16
95
74
10
Tabel 2. (Lanjutan)
7
24
42
54
30
< 1.0
1.0 - 3.0
3.0 - 5.0
> 5.0
5
77
100
12
Frekuensi bobot mahkota terberat dalam
kisaran 100-200 g yang diwakili 76 genotipe.
Untuk karakter ini yang ideal adalah yang
memiliki bobot mahkota dengan bobot kecil.
Terdapat 47 genotipe atau 25% yang memiliki
bobot mahkota di bawah 100 g. Hampir semua
pasangan persilangan memiliki progeni dengan
mahkota buah kecil. Ini menunjukkan semua
pasangan persilangan mampu mereduksi bobot
mahkota. Buah nenas yang mempunyai bobot
mahkota kecil berasal dari nenas dengan
mahkota tunggal. Beberapa tanaman F1 hasil
persilangan menunjukkan mahkota ganda
(multiple crown). Ada beberapa pendapat
terbentuknya mahkota ganda. Mahkota ganda
merupakan abnormalitas yang terjadi karena
kesalahan kontrol transisi filotaksi, yaitu 5/13
untuk daun ke 8/21 untuk buah, dan kembali lagi
Kelas
< 15
15 - 30
30 - 45
45 - 60
> 60
10
60
61
34
31
Padatan terlarut
total (oC)
Kelas
Jumlah
hibrida
< 1.5
1.5 - 2.0
2.0 - 2.5
2.5 - 3.0
> 3.0
Kelas
Vitamin C
(mg 100 g-1 sampel)
Jumlah
hibrida
14
81
89
11
Kelas
Asam tertitrasi
total (%)
Jumlah
hibrida
<3
3-4
4-5
>5
Diameter hati
(cm)
Jumlah
hibrida
Kelas
Jumlah
hibrida
Tebal daging buah
(cm)
< 10
10 - 15
15 - 20
> 20
5
65
95
29
ke 5/13 pada mahkota (Collins, 1968). Mahkota
ganda
dapat terbentuk karena peningkatan
pemberian pupuk dan jarak tanam lebar
(Williams, 1975) dan disebabkan oleh besarnya
hati (Leal and Coppens, 1996). Untuk menguji
pendapat di atas, perlu dilakukan pengamatan
terhadap pewarisan karakter melalui uji
stabilitas, dengan menanam kembali nenas yang
memiliki karakter mahkota ganda dan nenas
dengan karakter tunggul.
Diameter buah hasil persilangan ini pada
umumnya berkisar 11.5-13.5 cm, mencakup 72
hibrida atau 47%, sedangkan diameter buah di
atas 13.5 cm berjumlah 11 hibrida. Sementara
panjang buah didominasi oleh kelas 10-15 cm,
beranggotakan 95 hibrida atau 49%, sedangkan
panjang buah di atas >15 cm berjumlah 10
hibrida. Standar kebutuhan diameter buah
Muhammad Arif Nasution, Roedhy Poerwanto, Sobir, Memen Surahman dan Trikoesoemaningtyas
13
J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010.
untuk buah olahan dan nenas kaleng dibagi ke
dalam empat kelas (grade), yaitu: Kelas I
>12.50 cm; Kelas II, 10.00-12.50; Kelas III,
9.77-9.99; dan Kelas IV, 7.50-9.76. Standar
panjang buah nenas, ialah Kelas I >13.75 cm;
Kelas II, 12.50-13.75; Kelas III, 11.25-12.49;
dan Kelas IV, 10.00-11.24 (Soedibyo, (1992).
Standar perdagangan nenas segar di Indonesia
membutuhkan ukuran diameter di atas 9.5 cm.
Berdasarkan ukuran ini, terlihat bahwa terdapat
170 hibrida atau 75% yang memenuhi syarat
sebagai buah segar.
Buah yang mempunyai daging tebal sangat
disukai oleh konsumen. Berdasarkan distribusi
frekuensi yang dibuat diperoleh empat kelas.
Kelas dengan kisaran antara 3-4 cm dan 4-5 cm
masing-masing mencakup 81 dan 89 tanaman.
Salah satu syarat untuk buah nenas olahan
adalah ukuran hati (core) kecil (Py et al. 1987).
Hibrida yang memiliki diameter hati dominan
adalah kisaran 2.5-3.0 cm mencakup 54 hibrida,
diikuti hibrida kisaran 2.0-2.5 cm dengan 42
hibrida. Biasanya diameter tangkai buah
berhubungan dengan diameter hati. Sangat
diharapkan apabila ada diameter tangkai buah
yang lebar tetapi diameter hati sempit. Bila pada
saat pembungaan air berlebihan, maka buah yang
dihasilkan akan mempunyai hati yang besar
(Williams, 1975).
Kandungan asam juga menentukan kualitas
buah, terutama untuk buah nenas yang
dikonsumsi segar. Walaupun kandungan gula
tinggi, kandungan asam yang tinggi, maka rasa
buah kurang manis. Menurut Soedibyo (1992),
persyaratan nenas untuk konsumsi segar harus
mempunyai kandungan asam 0.5-0.6%, ternyata
kandungan asam F1 hasil persilangan pada
umumnya masih melewati standar yaitu :
antara 1.0-3.0% dan 3.0-5.0% yang mencakup 77
dan 100 hibrida. Sebagai perbandingan, Nenas
Delika Subang dan Mahkota Bogor yang
merupakan dua varietas unggul yang dihasilkan
oleh PKBT IPB, masing-masing mengandung
total asam tertitrasi 6.93% dan 11.70%.
Terdapat empat nomor hibrida F1 hasil
persilangan yang memiliki kadar vitamin C
tinggi, yaitu di atas 100 mg 100 g-1 daging buah.
Keempat nenas tersebut, yaitu nomor 14/04,
10/04, 04/25 dan 18/03. Dengan demikian keempat hibrida tersebut mempunyai prospek yang
cukup baik untuk agroindustri kimia sebagai
pemasok vitamin C. Pada tanaman mangga kadar
vitamin C tertinggi diperoleh berkisar 95-100 mg
g-1 daging sampel (Rebin et al., 2002).
Mutu buah nenas antara lain ditentukan
oleh kandungan gula (PTT). Dari hasil
pengamatan terhadap F1 hasil persilangan
diperoleh bahwa kisaran 10-15 oBrix dan 15-20
o
Brix merupakan kisaran dominan dengan
masing-masing mencakup 65 dan 95 hibrida.
Chank (1991), menghasilkan PTT sebesar 14.316.8 oBrix pada siklus 1 dan mendapatkan nilai
PTT sampai 20 oBrix pada tanaman ratoon.
Berdasarkan Uji-t yang dilakukan menurut
Singh dan Chaudhary (1979) (Tabel 3)
menunjukkan bahwa „p-value‟ lebih besar dari
p-value=0.05 untuk semua karakter yang diamati
kecuali diameter tangkai daun.
Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai
antara populasi F1 dan dengan populasi F1R untuk
semua karakter yang diamati, kecuali diameter
tangkai buah. Berarti tidak ada gen di luar inti
yang mempengaruhi pewarisan sifat dari
karakter-karakter
tersebut.
Semuanya
dikendalikan oleh gen-gen yang berada di dalam
inti.
Seleksi Hasil Persilangan…..
14
J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010.
Tabel 3. Uji pengaruh maternal populasi F1 dan F1R untuk beberapa karakter utama nenas
No.
Peubah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Bobot buah
Bobot mahkota
Panjang buah
Diameter buah
Tebal daging buah
Diameter empulur
Padatan terlarut total
Total asam
Kadar vitamin C
pH
Tinggi tanaman
Panjang tangkai buah
Diameter tangkai buah
F1
1146.43 ± 78.48
214.17 ± 35.72
14.27 ± 0.58
11.36 ± 0.35
3.98 ± 0.11
2.70 ± 0.12
18.45 ± 0.43
3.12 ± 0.26
38.76 ± 2.60
3.88 ± 0.11
68.57 + 3.40
20.90 ± 0.70
2.51 ± 0.09
Populasi
F1R
1048.81 ± 67.79
185.60 ± 31.26
14.96 ± 0.53
11.23 ± 0.24
3.93 ± 0.10
2.92 ± 0.14
18.99 ± 0.53
3.83 ± 0.33
35.34 ± 3.10
3.90 ± 0.10
68.95 ± 1.90
20.88 ± 1.04
2.94 ± 0.10
p-value
0.29 tn
0.48 tn
0.32 tn
0.74 tn
0.74 tn
0.25 tn
0.44 tn
0.13 tn
0.38 tn
0.90 tn
0.11 tn
0.99 tn
0.00**
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Populasi F1 hasil persilangan Smooth
Cayenne dengan Queen memiliki variabilitas
fenotipik
yang
cukup
luas,
sehingga
menyediakan bahan yang cukup luas untuk
seleksi.
Berdasarkan
analisis
multivariat
diperoleh bahwa panjang buah, diameter buah
dan jumlah spiral dapat dijadikan kriteria seleksi
untuk mendapatkan nenas dengan bobot buah
tinggi.
Hasil deskriptif terhadap karakter hasil dan
mutu buah menunjukkan tiga sampai lima kelas
dengan jumlah individu terbanyak pada setiap
karakter ada di sekitar nilai tengah.
Hasil pengujian pengaruh maternal
menunjukkan bahwa bobot
buah, bobot
mahkota, panjang buah, diameter buah, tebal
daging buah, diameter empulur, PTT, total asam
tertittrasi, kadar vitamin C, pH, tinggi tanaman,
dan panjang tangkai buah merupakan karakterkarakter yang dikendalikan oleh gen-gen yang
berada di dalam inti sel.
Cabral, J.R.S., A.P. de Matos, G. Coppens
d‟Eeckenbrugge. 2005. Variation for main
quantitative traits in the seedling dan
vegetative cycles of the EMBRAPA
pineapple hybridization program. In AR
Martinez. Proc. IVth ISHS on Pineapple
Acta Hort 666. Veracruz, Mexico. Hal. 8392.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Kantor Kementerian Riset dan Teknologi melalui
program RUSNAS Pengembangan Buah-buah
Unggulan Indonesia di Pusat Kajian BuahBuahan Tropika (PKBT), LPPM-IPB atas
bantuan dana dan fasilitas dalam pelaksanaan
penelitian ini.
Chank, Y.K. 2006. Hybridization and selection
in pineapple improvement: the experience
in Malaysia. In PH Joubert. Proceeding V
International Pineapple Symposium. ISHS
Acta Horticulturae 702. Vol 1. Port Alfred,
South Africa.
Chank, Y.K., H.K. Lee. 1991. Potential
pineapple selections for fresh fruit and
canning. Prosiding Simposium Buahbuahan Kebangsaan. Fruit Research
Division. MARDI. Malaysia, hal. 282-286
Chank, Y.K., G. Coppens d‟Eeckenbrugge, G.M.
Sanewski. 2003. Breeding and variety
improvement. In DP Bartholomew, RE
Paull, KG Rohrbach (Eds.). The Pineapple :
Botany, Production and Uses.
CAB.
International.
Collins, J.L. 1968. The Pineapple, Botany,
Cultivation and Utilization. London:
Leonard Hill.
Muhammad Arif Nasution, Roedhy Poerwanto, Sobir, Memen Surahman, dan Trikoesoemaningtyas
15
J. Hort. Indonesia 1(1):10-16. April 2010.
[IBPGR] International Board for Plant Genetic
Resources. 1991. Descriptors for Pineapple.
Rome. 33p.
Leal, F., E.G. Coppens d‟. 1996. Pineapple. In
J. Janick, J.N Moore, Editor. Fruit
Breeding, Volume I. Tree and Tropical
Fuits. John Wiley & Sons. Inc.
Nasution, MA., R. Poerwanto, Sobir, M.
Surahman, Trikoesoemaningtyas. 2006.
Keragaman karakter morfologi nenas
(Ananas comosus L. Merr.) persilangan.
Makalah
disampaikan pada Seminar
Perhorti. Jakarta. Bulan Nopember.
Nei ,M., W. Li. 1979. Mathematical model for
studying genetic variation in term of
restriction endonuclease. USA: Proc. Natl.
Acad.Sci 767:5269-5273.
Pantastico, E.R. 1997. Fisiologi Pasca Panen.
Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan
dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Py, C., J.J. Lacoeville, C. Teisson. 1987. The
Pineapple, Cultivation and Uses. G.P.
Maisonneuve et Larose, Paris, France.
Rebin, S.P., S. Hosni, A.R. Effendy. 2002.
Evaluasi dan seleksi varietas mangga
koleksi di Cukurgondang untuk karakter
unggul mutu buah dan efesiensi lahan.
J.Hort. Vol.12 No.1: 1-10.
Rukmana R. 1996. Nenas Budidaya
Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta.
dan
Sanewski, G.M. 2007. Skin russeting in the
pineapple variety 73-50. Pineapple News.
Issue No.14 Newsletter of the Pineapple
Working Goups, International Society for
Horticultural Science.
Singh, R.K., B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical
Methods in Quantitative Genetics Analysis.
New Delhi:Kalyani Publishers.
Soedibyo, M.T. 1992. Pengaruh umur petik
buah nenas Subang terhadap mutu. Jurnal
Hortikultura 2(2):36-42.
Steel, R.G.D., J.H. Torrie. 1989. Prinsip dan
Prosedur Statistika suatu Pendekatan
Biometrik. Jakarta:Penerbit PT. Gramedia.
Terjemahan
dari:
Principles
and
Procedures of Statistics, A Biometrical
Approach.
Williams, C.N. 1975. Pineapple. In The
Agronomy of Major Tropical Crops. Ford
University Press. Kuala Lumpur. Hal. 3848.
Seleksi Hasil Persilangan…..
16
Download