BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perusahaan asuransi pada saat ini telah mengalami satu langkah
visioner dengan melahirkan satu terobosan yang mengakomodir masyarakat
muslim di Indonesia dalam wujud asuransi syariah. Di tengah existing industri
asuransi konvensional yang ada, lahir gerakan kuat dan penuh kesadaran
untuk membumikan asuransi berbasis sistem syariah.1
Sejarah dimulainya perindustrian Asuransi syariah di Indonesia secara
de fakto diawali dengan berdirinya PT. Syarikat Takaful Indonesia pada
tanggal 24 Februari 1994 atas prakarsa Tim Pembentukan Asuransi Takaful
Indonesia (TEPATI) yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia
Tbk, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta
beberapa pengusaha muslim Indonesia.
Meskipun awalnya pendirian perusahaan tersebut menimbulkan
kontradiksi pendapat tentang kehalalan atas usaha tersebut,2 yaitu disatu pihak
ada kalangan orang Islam beranggapan bahwa asuransi sama dengan
1
AM Saefuddin, 2011, Membumikan Ekonomi Islam, PT PPA Consultants, Jakarta, hlm.
255.
2
Masyarakat muslim Indonesia sejak dahulu kala sampai saat ini bahwa asuransi itu
bertentangan dengan takdir Allah SWT. Masuk asuransi, terutama asuransi jiwa berarti
menggadaikan jiwanya selain Allah. Pernyataan ini sebagian besar dari kalangan Nahdliyin,
mereka benar-benar alergi dengan asuransi karena menganggap berasuransi khususnya jiwa, akan
menghilangkan tawakal kepada Allah. Lihat Muhammad Syakir Sula, 2004, Asuransi Syariah
(Life and General): Konsep dan Sistem Operasional, Gema Insani, Jakarta, hlm. 92.
2
menentang qadha dan qadar atau bertentang dengan takdir.3 Namun di pihak
yang lain bagi sebagian umat Islam beranggapan bahwa setiap manusia juga
diperintahkan membuat perencanaan untuk menghadapi masa depan, yang
tentunya bertentangan dengan faham sebagian umat muslim yang sebelumnya
dijelaskan diatas yang menganggap bahwa kecelakaan, kemalangan, dan
kematian merupakan takdir Allah dan merupakan hal yang tidak dapat
ditolak.4
Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta‟awanu „ala al birr wa
al-taqwa (tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan taqwa) dan
al-ta’min (rasa aman).5Secara konsepsional asuransi syariah berasaskan
takaful,6yaitu perpaduan rasa tanggung jawab dengan persaudaraan antara
sesama peserta asuransi. Perbedaan secara khusus dari asuransi syariah ialah
bahwa semua peserta asuransi sudah mempunyai niat dalam bentuk
persetujuan untuk memberikan sumbangan keuangan sebagai derma
(tabarru‟) bila ada diantara peserta asuransi tertimpa musibah, seperti
kematian, kecelakaan dalam bentuk tabrakan, dan bencana lainnya. Upaya
mengantisipasi kemungkinan terjadinya resiko dalam kehidupan ekonomi
3
Alasan yang kontra terhadap asuransi adalah karena tidak adil karena mengandung unsur
maisyir, gharar, riba. Lihat Abdul Ghofur Anshori, 2007, Asuransi Syariah di Indonesia: Regulasi
dan Operasional di dalam Kerangka Hukum Positif di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hlm. 10.
4
Daniel Tagor Octaviano, 2013, Tinjauan Yurudis Implementasi Spin off Unit Syariah
Pda Perusahaan Asuransi PT. Manulife Insurance, Penulisan Hukum, Yogyakarta, hlm. 4.
5
Gemala Dewi, 2007, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah
di Indonesia, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, hlm.146.
6
Asuransi syariah harus disesuaikan dengan Prinsip-prinsip Syariah. Hal ini sudah diatur
dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan akad yang sesuai dengan Syariah adalah akad tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap),
barang haram, dan maksiat. Lihat Abdul Ghofur Ansori, 2008, Penerapan Prinsip Syariah: dalam
Lembaga Keuangan Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan, Pustaka Pelajar, Jakarta,
hlm. 44-45.
3
yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.
Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut dapat dilakukan
melalui asuransi.7
Ide pokok asuransi menurut hukum Islam adalah transaksi finansial
antara dua pihak dimana satu pihak memberikan keamanan finansial kepada
pihak lain dari sebuah resiko yang disepakati. Dalam sebuah polis asuransi,
pihak penanggung akan memberikan kompensasi atas kerugian atau kerusakan
yang terjadi, bila ada. Akan tetapi jika resiko tersebut tidak terjadi menurut
subyek yang dipertanggungkan (subject matter) polis dalam waktu yang
disepakati, si peserta yang diasuransikan berhak8 mendapatkan seluruh uang
yang dibayarkan (dalam polis asuransi jiwa) dan sebuah bonus (setelah
pengurangan atau pembiayaan 9 dalam polis umum) dari kontribusi yang
dibayarkan serta bagi untung dari kontribusi tersebut berdasarkan prinsip almudharabah.10
7
Abdul Manan, 2012, Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama, Kencana, Jakarta, hlm. 249.
8
Ide semacam ini bersandarkan pada fakta logis yang menyatakan bahwa kontrak asuransi
menurut hukum Islam dilaksanakan berdasarkan prinsip al-mudharabah (bagi hasil). Jika selama
dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian
dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan di awal perjanjian
(akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta
(tidak hangus). Lihat AM Saefuddin, 2011, Membumikan Ekonomi Islam, PT PPA Consultants,
Jakarta, hlm. 259.
9
Di sebabkan polis umum berlaku dalam waktu singkat, untuk memberikan layanan
asuransi yang adil bagi pihak penanggung, maka dia harus mamatok biaya pelayanan (bagi
manajemen atau perusahaan) termasuk prosentase uang yang dapat disumbangkan dari premi yang
dibayarkan menurut polis finansial perusahaan. Lihat Mohd. Ma’sum Billah, 2010, Applied
Takaful and Modern Insurance, Terjemah: Suparto, PT Ina Publikata, Jakarta, hlm. 30.
10
Al-mudharabah merupakan teknik pembiayaan bersama dalam hukum perniagaan Islam
dimana dua pihak atau lebih sepakat bahwa salah satu pihak akan menyediakan modal dan pihak
lain mungkin akan memberikan layanan atau keahlian dalam mengelola sebuah usaha dengan
memandang bagi untung dan rugi sesuai yang disepakati. Ibid.
4
Selanjutnya dalam operasional pengelolaan asuransi syariah yang
sebenarnya terjadi adalah saling bertanggungjawab, bantu-membantu dan
melindungi diantara para peserta asuransi. Asuransi syariah menawarkan
sistem bagi hasil (mudharabah) dan berbagi resiko.11 Selain itu pula
mekanisme pengelola dan peserta (premi) dibagi menjadi dua sistem, yaitu (a)
sistem yang mengandung unsur tabungan yang disebut sebagai dana investasi,
dan (b) sistem yang tidak mengandung unsur tabungan yang disebut dengan
dana tabarru‟. Letak perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi
konvensional adalah pada bagaimana resiko itu dikelola dan ditanggung, dan
bagaimana dana asuransi syariah dikelola.12 Dalam hal pengelolaan resiko
asuransi konvensional berupa transfer resiko dari peserta kepada perusahaan
asuransi (risk transfer). Sedangkan pada asuransi syariah menganut asas
tolong-menolong dengan membagi resiko diantara peserta asuransi jiwa (risk
sharing).
Perusahaan asuransi pada umumnya telah menetaskan asuransi
berbasis syariah sebagai bagian atau unit dalam tubuh perusahaannya, karena
asuransi syariah ialah memiliki produk unggulan yang tentunya berbeda
dengan asuransi konvensional, produk unit link (gabungan asuransi dengan
11
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola.Seandainya kerugian kerugian itu diakibatkan
karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut. Muhammad Syafi’I Antonio, 2001, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani,
Jakarta, hlm. 95.
12
Muhaimin Iqbal, 2005, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, Gema Insani Press,
Jakarta, hlm. 2.
5
investasi) menjadi trend. Produk yang ada pada Asuransi Syariah Takaful
pada setiap perusahaan memiliki produk unggulan yang berbeda sesuai
permintaan nasabah.
Di sisi lain, secara faktual untuk membangun suatu perusahaan
berbasis syariah membutuhkan modal yang cukup besar dengan sumber daya
manusia yang tepat pula. Demikian juga halnya dengan industri asuransi
syariah, ketika perusahaan didirikan membutuhkan sejumlah modal tertentu.
Modal yang dibutuhkan seseorang atau sekelompok individu dalam
membangun bisnis asuransi syariah tidaklah terbilang kecil. Menyikapi hal ini,
di jagat perasuransian, usaha asuransi syariah seringkali muncul dari
perusahaan asuransi konvensional yang kemudian membentuk program unit
syariah asuransi pada tubuh perusahaannya.
Pola ini diawali pada dunia perbankan dengan Kebijakan perbankan di
Indonesia sejak terbitnya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan, yang kemudian diperkuat dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998, tentang perubahan atas undang-undang nomo 7 tahun 1992 yang
menganut sistem perbankan ganda (dual banking sistem). Dual banking
maksudnya adalah terselenggaranya dua sistem perbankan (konvensional dan
syariah secara berdampingan) yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.13
Model dual banking sistem ini kemudian menjadi patron yang
diterapkan pada asuransi konvensional yang membuka cabang berprinsip
13
Khotibul Umam, 2009, Hukum Ekonomi Islam Dinamika dan Perkembangan di
Indonesia, Instan Lib, Yogyakarta, hlm. 15-16.
6
syariah karena untuk mendirikan perusahaan asuransi syariah tentunya
dibutuhkan modal yang cukup besar. Maka tidak jarang perusahaan asuransi
syariah
berawal dari satu unit dari perusahaan konvensional sebagai
induknya. Sebagai unit tersendiri, syariah menawarkan produk yang tentunya
berbeda dari asuransi konvensional dan berbasis pada ketentuan syariah.
Akan tetapi meningkatnya pertumbuhan asurasni syariah, serta dilema
akan kebutuhan pengadaan modal yang cukup besar, akhirnya menghasilkan
jalan tengah yang berujung pada penetasan unit syariah pada tubuh perusahaan
asuransi. Dengan seiring berjalannya waktu, sekalipun memiliki tujuan yang
sama untuk bisnis, asuransi syariah memiliki kekhususan tersendiri
sebagaimana telah diuraikan diatas, sehingga membuat kedudukannya saat ini
banyak mengalami transformasi. Transformasi yang terjadi pada unit-unit
syariah pada perusahaan asuransi yang paling mendasar ialah dengan pola spin
off. Sebuah perusahaan termasuk juga didalamnya perusahaan asuransi, dapat
membuat sebuah perusahaan independen dari bagian yang sudah ada
perusahaan dengan menjual atau mendistribusikan saham baru dalam apa yang
disebut spin off.
Keputusan Menkeu No. 268/KMK.06/2002 tanggal 7 November 2002,
memberi peluang bagi perusahaan asuransi konvensional untuk menjalankan
usaha berbasis syariah melalui 3 (tiga) alternatif pendirian yaitu:
1. Konversi langsung secara penuh dari asuransi konvensional ke asuransi
syariah dengan mengubah akad dan menghilangkan unsur maysir, gharar
dan riba; atau
7
2. Membentuk langsung lembaga asuransi syariah; atau
3. Membuka kantor cabang asuransi syariah/divisi asuransi syariah.
Berikut ini beberapa perusahaan yang menjalankan asuransi syariah:14
Perusahaan Asuransi
Tahun
Keterangan
Asuransi Takaful Keluarga
1994
Asuransi Syariah
Asuransi Takaful Umum
1995
Asuransi Syariah
Asuransi Syariah Mubarakah
2001
Konversi Penuh
MAA Asuransi Jiwa
2001
Divisi Syariah
Asih Great Eastern
2001
Divisi Syariah
Tri Pakarta
2002
Divisi Syariah
AJB Bumiputera 1912
2002
Divisi Syariah
BRIngin Jiwa Sejahtera
2002
Divisi Syariah
Asuransi Jasa Indonesia
2002
Divisi Syariah
Perusahaan Perasuransian yang membuka cabang berbasis syariah di
Indonesia pada tahun 2008 sudah ada 3 perusahaan yang full asuransi syariah,
32 cabang asuransi syariah, dan 3 cabang reasuransi syariah. 15Perusahan
Perasuransian yang membuka cabang berbasis syariah dalam bentuk devisi
dihimbau melakukan spin off.
14
Wawancara dengan Bapak Hariyanto AAAI-J Direktur AJB Bumiputera Syariah
Cabang Yogayakarta, Jln. Kol. Soegiyono No. 69 Lt. 2 Yogyakarta (Sebagai Kepala Cabang
Asuransi AJB Bumiputera Syariah Cabang Yogyakarta.
15
Andri Soemitro, 2012, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana Prenada Media
Grup, Jakarta, hlm. 285.
8
Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank
(IKNB) Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengusulkan agar
aturan spin off asuransi syariah dibuat lebih ketat lagi, sehingga saat total asset
unit asuransi syariah telah mencapai 50% agar wajib lepas dari perusahaan
induknya. Dikatakan juga untuk unit usaha syariah yang belum mencapai total
asset sebesar 50% agar diberikan waktu dan kesempatan untuk berkembang. 16
Hal ini juga diatur didalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian pada Pasal 87 ayat (1) menjelaskan bahwa:
Dalam hal Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi memiliki unit
syariah dengan nilai Dana Tabarru' dan dana investasi peserta telah mencapai
paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai Dana Asuransi, Dana
Tabarru', dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya atau 10
(sepuluh) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini, Perusahaan
Asuransi atau perusahaan reasuransi tersebut wajib melakukan pemisahan unit
syariah tersebut menjadi Perusahaan Asuransi Syariah atau perusahaan
reasuransi syariah.
Pemisahan unit atau yang biasa disebut dengan spin off adalah bentuk
komitmen industri asuransi untuk mengembangkan ekspansi industri syariah
agar semakin efektif dan efesien. Lalu kemudian muncul ke permukaan
masalah terkait pengaturan hukum yang melibatkan berbagai pihak hingga
terjadi pemisahan unit atau spin off tersebut, sedangkan sebenarnya unit
syariah tersebut berawal dari satu tubuh perusahaan yang sama sehingga
tentunya akan menimbulkan permasalahan atas implementasi spin off tersebut.
16
2015.
http://www.jurnalhukum.com/penggolongan-badan-hukum/. Di akses tgl 23 November
9
Senada dengan apa yang disampaikan Yetty Rochyatini 17, Head Unit
Syariah Manulife, bahwa tiga tahun masa spin off ditawar hingga lima tahun
sehingga terkumpul modal yang telah mencukupi. Hal tersebut dikarenakan
pengalaman dari industri lokal yang digunakan merger sebagai jalan pintas
yang kemudian digunakan oleh perusahaan joint venture.
Salah satu perusahaan asuransi syariah yang ingin melakukan spin off
adalah Asuransi AJB Bumiputera Syariah yang sudah lama berdiri sekitar 13
tahun yang lalu yaitu pada tahun 2002. Direktur Utama Asuransi Jiwa
Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cholil Hasan memiliki misi melakukan
pemisahan atau spin off sejak hampir 10 tahun yang lalu, akan tetapi belum
terwujud dan menargetkan pemisahan (spin off) ditahun 2014.18
Fenomena yang terjadi, masyarakat menilai terhadap AJB Bumiputera
Syariah tidak semuanya positif, dan beberapa nasabah merasa ada sesuatu
yang tidak tepat dalam pelaksanaannya. Masyarakat merasa bahwa ada
sesuatu yang salah dalam upaya menjamin resiko tersebut. Banyak nasabah
yang tidak mengetahui hukum asuransi tersebut secara persis menurut Islam,
tetapi dapat merasakannya sebagai praktik yang salah. Ketidaknyamanan
terutuma mereka rasakan pada adanya unsur untung-untungan dalam asuransi
(konvensional). Seseorang yang baru membayar cicilan premi asuransi selama
tiga bulan misalnya, dengan jumlah uang yang telah dibayarkan sebesar Rp.
17
Daniel Tagor Octaviano, 2013, Tinjauan Yurudis Implementasi Spin off Unit Syariah
Pada Perusahaan Asuransi PT. Manulife Insurance, Penulisan Hukum, Yogyakarta, hlm. 4.
18
https://www.ipotnews.com/m/article.php?jdl=Bumiputera_Yakin__Spin_off__Divisi_S
yariah_Terealisasi_Awal_2014&level2=&level3=&level4=topnews&id=2267802&urlImage=
diakses pada tanggal 27 oktober 2015 jam 09.36.
10
500.000,- (lima ratus ribu rupiah), bisa saja kemudian mendapatkan untung
besar, jika atas kejadian tertentu kemudian berhak mengajukan klaim asuransi
sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Praktik seperti ini
cenderung mengadopsi pola gambling, permainan judi yang untung-untungan.
Jika sedang mujur bisa dapat untung besar, sebaliknya orang bisa saja telah
membayar sejumlah uang sesuai dengan premi asuransi dalam jangka waktu
yang demikian panjang, namun kemudian tidak berhak mengajukan klaim,
sehingga orang tersebut dirugikan. Jadi unsur maisir (untung-untungan), garar
(ketidakpastian) begitu mengganggu kenyamanan para nasabah. Ditambah lagi
dengan riba, ketika dana dari nasabah kemudian diinvestasikan dengan tingkat
bunga tertentu, dan bisa diperparah lagi kalau kemudian pemanfaatannya
adalah untuk usaha yang tidak halal.
Para pelaku bisnis asuaransi kemudian menangkap keinginan yang
sangat kuat dari masyarakat untuk melakukan transaksi dalam asuransi yang
bernuansa syariah. Pimpinan Lembaga Asuransi AJB Bumiputera Syariah
menjelaskan perbedaan yang mendasar pada asuransi ini yang berawal dari
perbedaan prinsip pada akadnya. Akad pada asuransi konvensional bersifat
tabaduli dan mu‟awadhah, sementara pada asuransi syariah akadnya adalah
takaful (tolong-menolong) antara para nasabah, pihak asuransi syariah dalam
hal ini lebih kepada fungsi koordinasi. Asuransi syariah bertindak sebagai
kordinator bagi semua nasabah yang saling tolong-menolong dalam
menghadapi resiko tertentu.
11
Industri asuransi syariah sebenarnya merupakan usaha yang sangat
menjanjikan. Akan tetapi terdapat beberapa kendala yang menghalangi
perkembangannya secara optimal. Kendala
yang sangat menggangu
diantaranya adalah tidak diperolehnya simpati dari yang dalam istilah pelaku
bisnis asuransi syariah disebut sebagai, “kaum loyalis” yang melihat asuransi
syariah di Bumiputera belum sepenuhnya syar’i. Hal ini mengandung
sejumlah pertanyaan di dalam masyarakat. Pokok pertanyaan Masyarakat
apakah sudah terpenuhi syarat bagi keabsahan akad jaminan serta syarat dalam
akad jaminan menurut prinsip syariah. Divisi syariah yang ada di AJB
Bumiputera syariah bagi mereka masih abu-abu dan meragukan karena masih
mencampuradukkan antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah,
karena status lembaga asuransi syariahnya baru bersifat divisional belum
bernaung di bawah bendera sendiri. sehingga calon nasabah yang begitu
antusias namun mengurungkan niatnya menjadi nasabah karena status
lembaga tersebut.
Kemudian mereka menginginkan spint off sepenuhnya seperti yang
terjadi antara Bank Syariah Mandiri dengan Bank Mandiri yang masingmasing berjalan dengan manajemen sendiri yang terpisah antara satu sama
lain. Langkah Bank Syariah Mandiri ini akan diikuti oleh Bank BNI Syariah.
Direktur AJB Bumiputera Syariah Cabang Yogyakarta berharap hal ini akan
juga diikuti oleh AJB Bumiputera Syariah. Pemisahan yang tegas seperti ini
tentu akan memberi keyakinan bagi para “kaum loyalis” untuk merasa mantap
menjadi nasabah asuransi di AJB Bumiputera Syariah. Calon nasabah dengan
12
karakter seperti ini tidak ingin sebatas penggunaan label syariah tapi dengan
praktik yang tidak 100 % sesuai prinsip syariah.
Informasi yang beredar di kalangan praktisi asuransi syariah ini, spin
off akan dilakukan pada tahun 2015. Informasi itu mereka dapatkan dari mulut
ke mulut dalam berbagai acara yang mereka imuti, semisal seminar, lokakarya
dan sebagainya. Namun mereka juga tidak mengetahui akurasi informasi
tersebut. Hanya saja mereka berharap spin off dimaksud akan benar-benar
dilakukan. Mereka berkeyakinan bahwa spin off akan membawa manfaat.
Sistem yang ada selama ini membuat perhatian manajemen tidak fokus karena
menjalankan dua sistem yang berbeda secara prinsipil dalam satu waktu yang
sama.
Dengan kondisi yang ada saat ini saja, AJB Buniputera Syaraiah
Cabang Yoyakarta terhitung sebagai lembaga asuransi yang berprestasi.
Berada pada peringkat 2 secara nasional dengan perolehan incomerata-rata
sebesar Rp.930.000.000,- (Sembilan ratus tiga puluh juta) setiap bulan. Tentu
ada variasi perolehan perbulannya yang sangat bergantung pada kondisi pasar,
namun angka rata-rata tersebut termasuk cukup tinggi. Perkembangannya
terbilang bagus, mencapai 13 % pertahun.
Asuransi Bumiputera 1912 ini menganut sistem kepemilikan dan
kepengurusan yang unik yaitu bentuk badan usaha “mutual” atau usaha
bersama mempunyai pengertian sebagai kegiatan usaha yang dimiliki oleh
peserta asuransi jiwa itu sendiri dimana semua pemegang polis adalah pemilik
13
perusahaan dan mempercayakan wakil-wakil mereka di Badan Perwakilan
Anggota untuk mengawasi jalannya perusahaan.
Bahwa AJB Bumiputera 1912 sudah berdiri dan sudah ada/eksis
jauh sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian. Bahwa sebelum diberlakukannya UU Nomor
2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, AJB Bumiputera 1912 yang
didirikan awalnya bernama Onderlinge Levensverzekering Maatschapij
Persatoean Goeroe-goeroe Hindia Belanda disingkat dengan O.L Mij.
PGHB dengan akta Notaris De Hondt yang berkedudukan di Yogyakarta
dan sah menurut hukum sejak berdirinya sebagai bentuk usaha untuk
melakukan perbuatan hukum perdata berdasarkan Pasal 10 keputusan
Kerajaan Belanda tanggal 28 Maret 1870 Nomor 2 Stb 64 sesuai Surat
Sekretaris Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 06-041915.
Berdasarkan deskripsi di atas, penelitian yang akan dilakukan dalam
bentuk tesisini diberi judul “TINJAUAN YURIDIS KETENTUAN
HUKUM YANG MENGATUR TENTANG PERSIAPAN SPIN OFF
(STUDY
KASUS
KEWAJIBAN
SPIN
OFF
ASURANSI
JIWA
BERSAMA BUMIPUTERA SYARIAH CABANG YOGYAKARTA).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana persiapan pemisahan atau spin off AJB Bumiputera Syariah
Cabang Yogyakarta yang berbentuk badan hukum usaha bersama?
14
2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam persiapan menuju spin off
Asuransi AJB Bumiputera Syariah Cabang Yogyakarta?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan Rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk:
a. Mengetahui bagaimana persiapan pemisahan/spin off AJB Bumiputera
Syariah Cabang Yogyakarta.
b. Mengetahui Apa yang menjadi kendala-kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan spin off Asuransi AJB Bumiputera Syariah Cabang
Yogyakarta.
Kegunaan Penelitian
a. Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan jawaban konkrit atas
permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini, disamping itu hasil
penelitian.
b. Secara ilmiah, penelitian ini diharapkan akan berguna sebagai sumbangan
pemikiran bagi pengembangan hukum bisnis syari’ah, khususnya
mengenai konsep-konsep syari’ah terutama dalam usaha menumbuhkan
sistem Asuransi syari’ah di Indonesia.
D. Keaslian Penelitian
Setelah melakukan penelusuran melalui perpustakaan dan internet,
penelitian belum menemukan penelitian lain dengan permasalahan seperti
15
yang tertuang dalam tesis ini. Akan tetapi telah ada penelitian yang
mempunyai tema yang berdekatan, yakni penelitian tesis yang dilakukan oleh
Antonius Priya Utama19 (Mahasiswa Magister Manajemen Jurusan Ilmu-ilmu
Sosial, 2001) yang berjudul “Rencana Spin Off dan Privatisasi PT Pupuk
Kaltim: Mencari Strategic Fit Holding PT Pusri dan PT Pupuk Kaltim”.
Rumusan masalahnya adalah apakah pembentuk Holding PT Pusri cukup
efektif dan perlu dipertahankan? Apakah strategi pemerintah mengizinkan PT
Pupuk Kaltim melakukan spin off dan melakukan privatisasi sudah tepat?
Tujuan penelitian untuk mengevaluasi strategic fit, bagi pemerintah, Holding
PT Pusri dan PT Pupuk Kaltim dalam rangka meningkatkan daya saing
industri pupuk nasional dengan pasokan serta distribusi pupuk dalam negeri
tetap terjamin. Hasil penelitian yang dia temui adalah: ada sebelas sumber
daya dan kemampuan yang memberikan keunggulan bersaing berkelanjutan,
yaitu: kualifikasi karyawan yang handal.
Penelitian mengenai spin off bukan dalam konteks perbankan pernah
dilakukan oleh Yose Rizal20 (Mahasiswa Program Studi Magister Hukum
Bidang Hukum Bisnis, 2005) yang berjudul “Spin off Menurut Ketentuan
Hukum yang Mengatur Tentang Perusahaan (Studi Kasus Tuntutan Spin off
PT. Semen Padang (Persero) Terhadap PT. Semen Gresik (Persero)”Tbk”).
Fokus penelitian tersebut adalah memahami ketentuan hukum yang
19
Antonius Priya Utama, 2001, Rencana Spin Off dan Privatisasi PT Pupuk Kaltim:
Mencari Strategic Fit Holding PT Pusri dan PT Pupuk Kaltim, Tesis Magister Manajemen Jurusan
Ilmu-ilmu Sosial, Yogyakarta.
20
Yose Rizal, 2005, Spin Off Menurut Ketentuan Hukum yang Mengatur Tentang
Perusahaan (Studi Kasus Tuntutan Spin-off PT. Semen Padang (Persero) Terhadap PT. Semen
Gresik (Persero)”Tbk”), Tesis Magister Hukum Bidang Hukum Bisnis, Yogyakarta.
16
melatarbelakangi tuntutan spin off, mekanisme yang dapat dilakukan menurut
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perusahaan dalam
proses spin off, dan mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan spin off PT. Semen Padang (Persero) dari PT. Semen Gresik
(Persero) “Tbk”.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Lucia Dessy Kristyorini
(Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Magister Manajemen
Jurusan Ilmu-ilmu Sosial, 2006). Di dalam tesisnya penulis melihat bahwa
penelitian yang dia lakukan adalah menganalisis keadaan PT Timah pasca spin
off pada kinerja perusahaan tersebut. Data diambil melalui observasi langsung
ke perusahaan, dan juga dari proses wawancara dengan pihak manajemen.
Analisis dilakukan dengan melihat kondisi industri, analisis keuangan, analisis
strategi dengan menggunakan five forcedan blindspot analisis, dan melihat
peluang PT. Timah pasca spin off.
Hasil dari analisisnya adalah bahwa PT Timah terlalu terburu-buru
dalam melakukan proses spin off, sehingga ada beberapa anak perusahaan
yang belum mampu berdiri sendiri. Diversifikasi yang diambil perusahaan
belum mampu untuk membuahkan laba maksimal bagi perusahaan, kerena
pendapatan beberapa anak perusahaan masih dari pasar internal. Selain itu
perusahaan juga terlalu percaya diri menyebut dirinya sebagai perusahaan
multikomoditas dan perusahaan timah terintegrasi, sehingga terlena dalam
keadaan tersebut sementara bisnis utama yaitu timah mulai jenuh.Factor
17
eksternal yang sangat mempengaruhi adalah munculnya para tambang illegal
dan private smelter yang mengambil pangsa pasar Perusahaan.
Lucia memberikan solusi alternative yang bisa ditempuh perusahaan
adalah dengan merangkul tambang illegal tersebut dan memberikan
kompensasi pembayaran, melakukan efisiensi pada produk-produknya yang
cenderung memasuki fase maturity dan melakukan kerjasama eksplorasi
dengan mitra luar.
Penelitian yang dilakukan yang telah dilakukan oleh Bambang
Purwanto (Mahasiswa Magister Kenotariatan, 2007) focus pada masalah
keabsahan Akta Persetujuan Penjualan Saham Perseroan yang tidak
ditandatangani oleh pemegang saham minoritas; keabsahan pelaksanaan jual
beli saham dalam RUPS yang dihadiri dan dilakukan dihadapan notates; dan
perlindungan hukum bagi pemegang saham minorotas dalam pelaksanaan jual
beli saham di hadapan notaris.
Khotibul Umam21 (Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta, 2009). “Perlindungan Hukum Bagi Pihak
berkepentingan atas akusisi dan konversi PT. Bank Jasa Arta Serta
pemisahan (Spin-off) Unit Usaha Syariah Oleh PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) “Tbk”. Permasalahan yang diangkat adalah mengenai: (1)
Pelaksanaan akuisisi dan konversi terhadap PT. Bank Jasa Arta oleh PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) “Tbk”; (2) Pelaksanaan Pemisahan (Spin off) Unit
21
Khotibul Umam, 2009, Perlindungan Hukum Bagi Pihak berkepentingan atas akusisi
dan konversi PT. Bank Jasa Arta Serta pemisahan (Spin-off) Unit Usaha Syariah Oleh PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) “Tbk, Tesis Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
18
Usaha Syariah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) “Tbk”; dan (3)
Perlindungan hukum bagi pihak berkepentingan dengan adanya corporate
action
dimaksud.
Penelitian mengenai Perlindungan hukum bagi pihak
berkepentingan atas akuisisi dan konversi dan konversi PT. Bank Jasa Arta
serta pemisahan (Spin off) unit usaha syariah oleh PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) ”Tbk” merupakan penelitian yuridis normative, yaitu penelitian yang
didasarkan pada penelitian kepustakaan (library research) guna memperoleh
data sekunder di bidang hukum. Guna melengkapi data yang diperoleh dari
kepustakaan, maka dilakukan penelitian lapangan (field research).Penelitian
ini dilaksanakan di Jakarta, yakni pada pada PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) “Tbk” dan Bank Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
pelaksanaan akuisisi dan konversi PT. Bank Jasa Arta telah terselesaikan,
yakni dengan mendasarkan pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan terbatas dan secara khusus mendasarkan pada Undangundang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan dan Undang-undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan syariah, berikut peraturan pelaksanaannya.
Sementara pelaksanaan pemisahan (spin off) unit Usaha Syariah dari PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) “Tbk” hingga saat ini belum selesai, karena
peraturan operasionalnya belum ada. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa perlindungan hukum bagi pihak berkepentingan sudah dan akan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
19
Penelitian yang dilakukan oleh Nuria Puspitasari22 (Mahasiswa
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta program Studi Ekonomi Pembangunan
Bidang Ilmu-ilmu Sosial, 2009) yang berjudul “Penilaian Usaha BNI Syariah
Pada Saat Spin Off Pertanggal 31 Desember 2008”. Tujuan penelitian yang
dia lakukan adalah mengestimasi nilai perusahaan BNI Syariah pada saat spin
off 31 Desember 2008. Metode yang digunakan adalah Discounted Cash Flow,
pendekatan data pasar, dan pendekatan asset/neraca. Data yang digunakan
adalah laporan keuangan BNI Syariah dari tahun 2004 s/d tahun 2008.
Elemen-elemen dari Discounted Cash Flow terdiri atas analisa
penjualan atau pendapatan, proyeksi data laporan keuangan dan estimasi
tingkat diskonto. Penilaian dengan pendekatan data pasar merupakan
perbandingan beberapa indicator kunci dari perusahaan sejenis. Penilaian
dengan pendekatan asset/neraca terdiri ats revaluasi tangible dan intangible
asset serta estimasi excess earning.
Metode yang digunakan pertama mendapatkan nilai perusahaan BNI
Syariah berkisar antara Rp 13.911.164.493.604,-, Rp 13.929.131.169,- dan Rp
11.240.220.325.286,-, sedangkan penilaian dengan pendekatan data pasar
sebesar
Rp
12.068.152.000.000,-
dan
penilaian
dengan
pendekatan
asset/neraca sebesar Rp 11. 946.436.383.225,- dengan demikian nilai dari
ketiga metode tersebut adalah sebesar Rp 12.514.032.663.664,-. Nilai sebesar
Rp 12.514.032.663.664,- tersebut menunjukkan indikasi masa depan BNI
22
Nuria Puspitasari, 2009, Penilaian Usaha BNI Syariah Pada Saat Spin Off Pertanggal
31 Desember 2008, Tesis Program Studi Ekonomi Pembangunan Bidang Ilmu-ilmu Sosial,
Yogyakarta.
20
Syariah yang sangat baik, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
investor dan masukan bagi BNI Syariah.
Penelitian mengenai Spin-off yang dilakukan oleh Dona Marita23
(Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2011 Magister Program
Studi Ilmu Hukum Kelompok Hukum Bisnis) yang berjudul “Privatisasi
BUMN Serta Penerapan Aspek Hukum Spin-off (Study Kasus PT. Semen
Padang)”.Penelitian ini merumuskan rumusan masalah yaitu mengetahui
apakah privatisasi PT. Semen Padang dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas serta mengurangi konflik kepentingan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau sebaliknya. Untuk mengetahui
bagaimana penerapan aspek hukum (spin off) dalam mengatasi tuntutan
daerah dan masyarakat Padang. Metode yang digunakan adalah yuridis
normatif dengan meneliti berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Hasil penelitiannya adalah permasalah spin off yang diajukan oleh
pemerintah daerah Padang dan masyarakatnya terhadap PT. Semen Padang
dari PT. Semen Gresik, pada dasarnya adalah bermuara adanya isu
penguasaan kartel Internasional semen oleh CEMEX dan ketidakadilan
(unfair) tidak transparan atau adanya dugaan/nuansa korupsi. Kolusi dan
nepotisme (KKN) dalam proses akuisisi PT. Semen Padang dan privatisasi PT.
Semen Gresik. Hal ini memberikan alasan kuat bahwa secara hukum spin off
PT. Semen Padang dari PT, Semen Gresik dapat dilaksanakan, berdasarkan
23
Dona Marita, 2011, Privatisasi BUMN Serta Penerapan Aspek Hukum Spin-off (Study
Kasus PT. Semen Padang, Tesis Magister Program Studi Ilmu Hukum Kelompok Hukum Bisnis,
Yogyakarta.
21
Pasal 55 Undang-undang Perseroan Terbatas (Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007). Oleh karenanya adanya upaya/tuntutan spin off tidak menyalahi
prosedur hukum dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum perseroan
dan peraturan perundangan lainnya.
Penelitian yang lebih mendekati adalah penelitian yang dilakukan oleh
Daniel Tigor Octaviano24 (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas gadjah
Mada Yogyakarta, 2013) yang berjudul “Tinjauan Yuridis Implementasi Spin
Off Unit Syariah Pada Perusahaan Asuransi PT. Manulife Insurance”,
rumusan masalah yang dia gunakan adalah: (1) Bagaimana Ketentuan spin off
dalam Asuransi Syariah?. (2) Bagaimanakah Implementasi Spin Off unit
asuransi syariah pada PT. Manulife Insurance?. (3) Bagaimanakah kendala
atau hambatan yang terjadi pada implementasi spin off unit asuransi syariah
pada PT. Manulife Insurance?. Metode yang digunakan adalah penelitian
lapangan (field research). Dengan menjaring langsung data lapangan yang
berlokasikan di PT. Manulife Insurance. Sifat penelitian ini adalah deskriptifanalitis. Hasil penelitian yang ditemukannya bahwa PT. Manulife Insurance
telah sampai pada tahap pemisahan antara perusahaan asuransi konvensional
dengan unit usaha syariah. Bersasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39
Tahun 2008 Pasal 6C Angka 1 apabila initial capital telah mencapai Rp
50.000.000.000,00 (Lima puluh miliar rupiah) maka perusahaan wajib
melakukan spin off, dan hal tersebut dilakukan oleh para direksi maupun
24
Daniel Tigor Octaviano, 2013, Tinjauan Yuridis Implementasi Spin Off Unit Syariah
Pada Perusahaan Asuransi PT. Manulife Insurance, Penulisan Ilmiah Program Ilmu Hukum
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
22
dewan komisaris dalam RUPS, serta atas sepengetahuan Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia hingga dikeluarkannya surat rekomendasi.
Pemisahan pada unit asuransi syariah dilakukan melalui dua tahap besar yaitu
melalui pemisahan internal dan eksternal. Pemisahan internal telah terjadi
sesaat kesepakatan melakukan pemisahan disetujui dengan pembagian suku
modal investasi dan neraca keuangan serta struktur organisasi yang terpisah
dari asuransi konvensional. Selanjutnya proses pemisahan eksternal pendirian
PT Manulife Syariah dimulai dengan pembuatan akta pendirian PT melalui
Notaris, dilanjutkan dengan pengajuan nama PT, lalu tahap berikutnya
memasuki pembuatan Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP),
Permohonan Nomor wajib Pajak menjadi tahapan keempat, hingga pada
akhirnya pengajuan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: KEP107/KM.10/2009 tertanggal 13 Mei 2009. Adapun proses tersebut dijalani PT.
Manulife Insurance sebagai tindakan hukum atas pemisahan unit usaha
asuransi syariah perusahaan tesebut.
Dari beberapa penelitian yang diulas di atas terlihat dengan jelas
bahwa penelitian ini bukan sekedar merupakan pengulangan, tetapi penelitian
yang memiliki fokus pembahasan yang berbeda dari penelitian-penelitian
sebelumnya. Peneliti mengarahkan perhatian kepada aspek hukum yang
mengatur tentang ketentuan Spin Off di bidang usaha perasuransian kemudian
bagaimana kemungkinan pelaksanaannya terhadap salah satu perusahaan
asuransi yang dituntut untuk segera melakukan Spin Off, yaitu Perusahaan
Asuransi Jiwa Bumiputera (AJB) cabang Yogyakarta. Dapat disimak bahwa
23
Penelitian terdahulu memotret spin off dari sektor perbankan dengan
menggunakan sample Bank yang sudah berlebelkan syariah. Kemudian
peneliti menjumpai penelitian lainnya yang membahas disektor yang berbeda,
seperti disektor Perindustrian yang mengkaji spin off PT Semen Padang, PT
Pupuk Kaltim. Penelitian yang lebih mendekati yaitu penelitian spin off
dibidang asuransi yang dilakukan oleh Daniel Tagor Octaviano. Disamping
perbedaan lokasi penelitian yang tentu saja akan memperlihatkan kekhasan
tertentu sebab masing-masing memiliki dinamika tersendiri baik secara
kelembagaan maupun pelaksanaan spin off dimaksud, perbedaan utama
terletak kepada proses yang sedang berlangsung pada lembaga yang dikaji.
Daniel berfokus pada implementasi sedangkan penelitian ini masih pada tahap
persiapan menuju spin off.
Dari paparan diatas, menurut hasil pengamatan penulis, setelah
dilakukan survey atau penelusuran kepustakaan dari berbagai literatur dan
hasil karya yang ada, penelitian mengenai “TINJAUAN YURIDIS
KETENTUAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG PERSIAPAN
SPIN OFF (STUDY KASUS KEWAJIBAN SPIN OFF ASURANSI
JIWA
BERSAMA
BUMIPUTERA
SYARIAH
CABANG
YOGYAKARTA)” belum pernah dilakukan sebelumnya, kecuali berbagai
literatur dan tulisan yang dijadikan sebagai sumber rujukan yang terkait
dengan masalah yang diteliti.
Download