Binatang Bertaring, Kalung Obat, Ringtone HP HUKUM MEMAKAN BINATANG BERTARING, MEMAKAI KALUNG UNTUK PENGOBATAN DAN MENGGUNAKAN SUARA ADZAN ATAU AYAT-AYAT ALQUR'AN UNTUK RINGTONE HANDPHONE Pertanyaan Dari: Warga Muhammadiyah, 08132333XXXX (disidangkan pada Jum'at, 27 Syawal 1430 H / 16 Oktober 2009) Pertanyaan: Assalamualaikum Wr. Wb. 1. Apakan binatang yang bertaring haram untuk dimakan? Apa dalilnya? 2. Apakah boleh memakai kalung untuk pengobatan seperti yang sekarang sedang musim? 3. Kalau ringtone di HP memakai suara adzan atau ayat-ayat al-Quran, apa hukumnya? Jawaban: 1. a. Terima kasih atas pertanyaan yang saudara sampaikan. Berikut ini jawaban dari kami: Binatang yang bertaring dalam syariat Islam haram untuk dimakan. Dalilnya adalah: Dalil yang spesifik adalah hadis Rasulullah saw: Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Rasulullah saw melarang (memakan) semua binatang buas yang bertaring, dan burung yang bercakar.” [HR. Muslim No. 3574, 3573, 3572, 3571, 3570 dan HR. al-Bukhari dengan lafal yang berbeda no 5101] Oleh ulama dijelaskan bahwa yang dimaksud hewan bertaring dalam hadis itu adalah hewan yang berbahaya bagi manusia ( ) seperti singa, macan, macan tutul dan serigala. Atau juga yang memakan daging ( ) seperti gajah dan kucing. Sebagian ulama ada juga yang mengharamkan keledai dan kera melalui hadis di atas karena keduanya memiliki taring. b. Dalil implisit berupa ayat al-Quran yang mengharamkan memakan binatang yang mati terbunuh karena dimakan binatang buas. Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya.” [QS. al-Maidah (5): 3] Binatang bertaring termasuk ke dalam binatang buas, sebagaimana dijelaskan dalam hadis di atas. Keharaman binatang bertaring bisa pula diambil dari keterangan al-Quran tentang haramnya binatang yang mati karena diterkam binatang buas, sekalipun pada dasarnya hewan tersebut halal, seperti kambing atau sapi. Di dalam binatang buas terdapat sifat yang ganas di mana mereka suka membunuh sesama. Dengan mengharamkan binatang buas, berarti Islam telah memberikan penghormatan pada manusia agar tidak memiliki sifat seperti binatang itu. Di samping itu pula, binatang buas dianggap kotor dan menjijikkan sehingga makanannya pun ikut diharamkan dalam syariat Islam. Dalam ayat al-Quran diterangkan bahwa yang diharamkan dalam Islam adalah barang-barang yang memang pada dasarnya kotor, jorok dan menjijikkan. Allah berfirman: Artinya: “(Allah) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” [QS. al-A‟raf (7): 157] Hanya saja, dari sekian jumlah hewan bertaring yang ada, Rasulullah saw mengkhususkan satu jenis hewan bertaring yang halal untuk dimakan, yaitu hyena. Hyena adalah binatang yang bentuknya menyerupai anjing atau serigala, yang banyak terdapat di benua Afrika dan kawasan Arabia. Kekhususan tersebut berdasarkan pada hadis Rasulullah saw: Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abi Ammar, ia berkata: Aku telah bertanya pada Jabir bin Abdullah tentang hyena. Ia menyuruhku untuk memakannya. Aku bertanya padanya: Apakah hyena termasuk hewan buruan, ia berkata: Ya. Aku bertanya padanya: Apakah kau mendengarnya dari Rasulullah saw? Ia menjawab: Ya. [HR. an-Nasai no 2787, 4249 dan Ibnu Majah, at-Tirmidzi ad-Daruquthni, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dengan lafal yang berbeda] Mengapa hyena dikhususkan dari hewan lainnya, adalah karena hyena termasuk ke dalam kategori hewan buruan (shaid). Disamping itu juga, oleh ulama dijelaskan bahwa kekhususan itu dikarenakan keseluruhan geraham hyena hanya satu tangkai, yang jika diumpakan seperti kaki kuda yang tidak berjeriji, sehingga ia tidak termasuk golongan hewan bertaring (Ibnu Taimiyah, Jilid 1, 484). Oleh sebab itu hyena bukan termasuk hewan bertaring yang haram dimakan. 2. Pertanyaan kedua, tentang memakai kalung untuk pengobatan. Sebenarnya masalah ini pernah dimuat dalam majalah SM No. 16 Tahun ke-94/ 16-31 Agustus 2009 dan SM No. SM No. 17 Tahun ke-94/ 1-15 September 2009. Silahkan anda rujuk ulang untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan anda. Namun demikian, sebagai tambahan dan penguat atas jawaban tersebut, kami sampaikan beberapa hal berikut. Memakai kalung, apapun kepentingannya dan jenis kalungnya, pada dasarnya hanya boleh untuk kaum wanita sebagai perhiasan, baik yang terbuat dari emas, perak, plastik atau yang lainnya. Jika laki-laki memakai kalung, maka ia termasuk yang dicela oleh Allah karena berpenampilan menyerupai wanita. Dalam hadis disebutkan: Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Rasulullah saw melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki.” [HR. al-Bukhari No. 5435] Disamping itu juga, memakai kalung bagi laki-laki bertentangan dengan fitrah kelelakiannya (ar-rujulah) dan mengandung unsur berlebih-lebihan (israf) dalam berpakaian. Allah berfirman: Artinya: “Dan janganlah kamu berlebih-lebihan karena Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” [QS. al-An„am (6): 141] Adapun menggunakan kalung bagi laki-laki untuk kepentingan pengobatan, maka hukumnya boleh karena termasuk dari kondisi darurat yang pada dasarnya tidak diinginkan terjadi. Sedangkan bagi wanita boleh sesuai dengan hukum asalnya. Dalam kaedah fikih disebutkan: Artinya: “Keadaan darurat membolehkan perbuatan yang terlarang.” Dalil dari kaedah ini adalah firman Allah swt: Artinya: “Barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. al-Baqarah (2): 173] Dalam ayat lain disebutkan: Artinya: “Allah menginginkan padamu kemudahan dan tidak menginginkan padamu kesulitan.” [QS. al-Baqarah (2): 185] Berdasarkan penjelasan di atas, dibolehkan memakai kalung untuk pengobatan dengan syarat disertai adanya keyakinan bahwa yang menyembuhkan penyakit bukanlah kalung tersebut, melainkan Allah swt. Disamping itu, tidak boleh memakai kalung lalu menganggapnya sebagai jimat, karena hal tersebut merupakan perbuatan syirik yang dilarang tegas oleh agama Islam. 3. Menggunakan suara adzan atau lantunan ayat-ayat al-Quran sebagai ringtone (nada dering) pada Hand Phone (HP) termasuk dalam perkara muamalah duniawiyah yang hukum asalnya adalah diperbolehkan. Sebuah kaidah fikih menyebutkan: Artinya: “Hukum asal segala sesuatu adalah boleh, sepanjang belum ditemukan dalil yang menunjukkan ketidakbolehan hal tersebut.” Menggunakan lantunan ayat al-Quran atau suara adzan sebagai ringtone HP adalah perbuatan yang tidak dilarang dan sekaligus tidak diperintahkan secara tegas oleh agama Islam. Perbuatan itu dinilai baik dan bermanfaat jika diniatkan untuk menampakkan syiar Islam, mengagungkan dan mengingatkan asma Allah, dan menunjukkan jati diri sebagai Muslim. Dalam al-Quran, Allah menyebutkan bahwa salah satu ciri ulul albab adalah orang yang menyebut dan mengingat Allah dalam keadaaan berdiri, duduk dan berbaring. Tentang ulul albab Allah berfirman: Artinya: “(yaitu) Orang-orang yang selalu mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan dalam keadaan berbaring.” [QS. Ali Imran (3): 191] Allah bahkan mengaitkan orang yang jarang sekali mengingat-Nya dalam kesehariannya sebagai orang yang munafik. Allah berfirman: Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali” (An-Nisa : 142). Tentang mengagungkan syiar Islam, Allah memujinya dengan mengatakan bahwa hal itu termasuk dari ketakwaan seseorang. Dalam al-Quran Allah berfirman: Artinya: “Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” [QS. al-Haj (22): 32] Dengan niat-niat yang baik seperti di atas, penggunaan lantunan ayat al-Quran dan suara adzan sebagai ringtone HP menjadi boleh (mubah), bahkan dianjurkan (mustahab). Karena hal itu bisa menjadi salah satu wasilah bagi kita untuk lebih menambahkan ketebalan iman kita. Dalam al-Quran, Allah memuji orang yang apabila mendengar ayat al-Quran hatinya bergetar, imannya bertambah dan sikap tawakal mereka semakin kental. Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal.” [QS. alAnfal (8): 2] Namun, kebolehan menggunakan lantunan ayat al-Quran dan suara adzan sebagai ringtone HP itu harus mengindahkan beberapa etika dan aturan yang dibuat dalam Islam. Di antaranya adalah menjaga agar HP itu tidak berdering di tempat-tempat kotor seperti kamar mandi, dengan tidak dibawa ke kamar mandi, dimatikan atau diformat silent. Hal itu karena ayat al-Quran hanya pantas dan boleh dibaca, didengarkan di tempat-tempat yang bersih. Kita bisa mengambil pelajaran dari apa yang dilakukan Nabi saw sebagaimana termuat dalam hadis berikut: Artinya: “Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Adalah Rasulullah saw apabila masuk kamar kecil ia melepaskan cincinnya”. [HR. at-Tirmizi No. 1668, disahihkan oleh al-Mundziri dan yang lainnya seperti tertulis di kitab at-Talkhis al-Habir] Nabi saw menanggalkan cincinnya ketika masuk ke kamar mandi adalah karena pada cincin tersebut beliau mengukir lafal “Allah”. Keterangan ini didapatkan dari hadis lain yang diriwayatkan oleh al-Bukhari: Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, ia berkata: Rasulullah saw pernah membuat cincin dari perak. Pada mulanya cincin itu ada di tangannya, kemudian berpindah ke Abu Bakar, kemudian berpindah ke Umar, kemudian berpindah ke Usman, kemudian cincin terjatuh ke sumur Aris. Ukiran cincin itu adalah tulisan “Muhammad Rasulullah” [HR. al-Bukhari No. 5424] Hal lain yang harus diperhatikan adalah hendaknya penggunaan suara adzan sebagai ringtone tidak mengecoh waktu salat yang sebenarnya sehingga orang yang mendengar ringtone tersebut menyangka adzan tersebut adalah adzan untuk waktu salat. Contoh yang paling mungkin terjadi adalah di bulan Ramadan. Pada sore hari menjelang maghrib, suara adzan adalah suara yang ditunggu-ditunggu sebagai tanda berbuka puasa. Telinga kita biasanya sensitif dengan suara adzan. Oleh karena itu penggunaan ringtone adzan harus benar-benar diperhatikan supaya tidak menipu orang yang sedang menunggu waktu berbuka. Wallahu a’lam bish-shawab. *M-Rf) Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah E-mail: [email protected] dan [email protected] http://www.fatwatarjih.com