Peran Komunikasi Kepala Sekolah Dalam Penyelesaian Konflik Lini

advertisement
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KEPALA SEKOLAH DALAM
MENGELOLA TENAGA KEPENDIDIKAN
DI SMA PRIBADI 2 TANGERANG
Oleh
AHMAD QOSIM
NIM: 102018224123
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH (UIN)
JAKARTA
2009
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Efektivitas Komunikasi Kepala Sekolah Dalam
Mengelola Tenaga Kependidikan DI SMA PRIBADI 2 TANGERANG”,
diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada
tanggal 23 November 2009 dihadapan dewan penguji. Karena itu penulis berhak
memperoleh gelar Sarjana S1 (S. Pd. I) dalam bidang pendidikan Manajemen.
Jakarta, 25 November, 2009
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)
Tanggal
Drs. Rusdi Zakariya, M.Ed. M.Phil
NIP. 195605301985031
.............
Tanda Tangan
.....................
Sekertaris (Sekertaris Jurusan/Program Studi) Tanggal
TandaTangan
Drs. Mu’arif Syam. M.Pd
NIP.196507171994031005
Penguji I
..............
.....................
.............
.....................
............
.....................
Dra.Fadhilah Suralaga, M.Si
NIP. 195612231983032001
Penguji II
Drs. H. Nurrochim, MM
NIP. 050 046 643
Mengetahui :
Dekan,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA
NIP. 195710051987031003
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahawa skripsi yang
berjudul “EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KEPALA SEKOLAH DALAM
MENGELOLA
TENAGA
KEPENDIDIKAN
DI
SMA
PRIBADI
2
TANGERANG”, yang disusun oleh Ahmad Qosim Nomor Induk Mahasiswa:
102018224123, Jurusan Kependidikan Islam, Program Studi Manajemen
Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan adalah benar hasil karya ilmiah
sendiri dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Jakarta, 29 Juni 2009
Ahmad Qosim
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KEPALA
SEKOLAH DALAM MENGELOLA TENAGA KEPENDIDIKAN DI SMA
PRIBADI 2 TANGERANG”, yang disusun oleh Ahmad Qosim Nomor Induk
Mahasiswa: 102018224123, Jurusan Kependidikan Islam, Program Studi
Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan telah melalui
bimbingan dan dinyatakan syah sebagai karya ilmiah dan berhak untuk diujikan
pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang telah ditetapkan fakultas.
Jakarta, 25 Juni 2009
Yang Mengesahkan,
Dra. Yefnelty, Z. M.Pd
NIP. 150 209 382
Dra. Nurdelima Waruwu, M.Pd
NIP. 150 318 723
UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul
“EFEKTIVITAS
MENGELOLA
KOMUNIKASI
TENAGA
KEPALA
KEPENDIDIKAN
SEKOLAH
DI
SMA
DALAM
PRIBADI
2
TANGERANG” yang disusun oleh Ahmad Qosim NIM 10201 8224123 Program
Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
telah di uji kebenarannya oleh oleh dosen pembimbing skripsi pada tanggal 22
0ktober 2009.
Jakarta, 22 Oktober 2009
Dosen pembimbing skripsi,
Dra. Yefnelty Z. M.Pd
NIP. 150 209 382
Dra. Nurdelima Waruwu, M.Pd
NIP. 150 318 723
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................
7
C. Pembatasan Masalah .......................................................................
7
D. Perumusan Masalah ........................................................................
8
E. Kegunaan Penelitian .......................................................................
8
BAB II : KAJIAN TEORI ................................................................................
9
A. ORGANISASI ...............................................................................
9
1. Pengertian Organisasi................................................................
9
2. Bentuk-bentuk Organisasi ......................................................... 11
3. Struktur Organisasi ................................................................... 16
B. KONFLIK ...................................................................................... 19
1. Pengertian dan Klasifikasi Konflik…….. ................................. 19
2. Proses Terjadinya Konflik dan Sumber-sumber Konflik .......... 21
3. Konflik di dalam Kelompok ..................................................... 26
4. Cara Mengatasi Terjadinya Konflik
……………………………………………………………….
27
C. KOMUNIKASI.............................................................................. 20
1. Pengertian Komunikasi…….. ................................................... 33
2. Kemampuan dan Keterampilan dalam Komunikasi ................. 40
3. Bentuk Komunikasi................................................................... 44
4. Hambatan dalam komunikasi ..................................................
..................................................................................................
46
BAB III : METODE PENELITIAN .................................................................. 49
A. Tujuan Penelitian ............................................................................ 49
B. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 49
C. Variabel Penelitian .......................................................................... 50
D. Populasi dan Sampel ....................................................................... 50
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 50
F. Teknik Analisa dan Interpretasi Data .............................................. 52
G. Kisi-kisi Intrumen Penelitian .......................................................... 53
BAB IV : HASIL PENELITIAN ....................................................................... 54
Gambaran Objek Penelitian………………………………………………54
Deskripsi Data ................................................................................. 60
Analisis dan Interpretasi Data ......................................................... 60
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 89
A. ...............................................................................................K
esimpulan ........................................................................................ 89
B. ...............................................................................................S
aran ................................................................................................. 90
DAFTARA PUSTAKA ........................................................................................ 91
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang dinamis di dalam lingkungan sosialnya.
Agar dapat berkembang, manusia melakukan interaksi dengan sesamanya.
Hubungan yang baik diperoleh dari komunikasi yang baik pula. Oleh karena
itulah manusia melakukan komunikasi untuk mendapatkan hubungan atau
ikatan yang dapat meningkatkan kualitas kehidupannya.
Komunikasi adalah sendi dasar terjadinya sebuah interaksi sosial,
antara yang satu dengan yang lain saling tolong menolong, saling memberi
dan menerima, saling ketergantungan. Intinya bahwa dengan berkomunikasi
akan terjadi kesepahaman atau adanya saling pengertian antara satu dengan
yang lain. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Klinger yang
mengemukakan bahwa hubungan dengan orang lain ternyata mempengaruhi
kita”. 1
Kita menghabiskan sebagian besar jam di saat kita sadar dan bangun
untuk berkomunikasi. Seringkali komunikasi kita anggap sebagai sesuatu hal
yang lumrah dan biasa terjadi, sehingga tanpa disadari sebagian dari orang
kurang memperhatikan bagaimana seharusnya berkomunikasi dengan baik,
dan akibatnya seseorang seringkali mengalami kegagalan dalam berinteraksi
dengan sesamanya, yang pada akhirnya menimbulkan kesalahpahaman atau
salah pengertian antara satu dengan yang lain. Untuk itulah diperlukan cara,
strategi ataupun langkah yang dapat dilakukan oleh siapa pun untuk samasama menjadi seorang komunikator dan komunikan yang baik dalam proses
komunikasi.
Kita menyadari bahwa manusia adalah individu yang unik. Artinya,
setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan
1
Alo Liliweri, “Komunikasi Antar Pribadi”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991),
Cet. Ke-1, h. 45
lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan
yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik, baik konflik individual,
kelompok maupun konflik sosial. Sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya dalam berpandangan,
berpersepsi maupun dalam pengambilan keputusan. Dan konflik seperti dapat
terjadi di mana saja, tidak terkecuali di sekolah.
Pada dasarnya konflik merupakan proses batin yang diliputi
kegelisahan karena adanya pertentangan, atau dapat dikatakan sebagai
interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Di dalam organisasi,
konflik muncul dalam bentuk yang beranekaragam, dari perbedaan penafsiran
akan berbagai fakta yang ada, ketidaksesuaian dengan sasaran yang ingin
dicapai, keputusan yang tidak akomodatif, maupun pada arah dan intensitas
komunikasi yang dilakukan.
Sekolah merupakan salah satu bentuk dari organisasi yang di dalamnya
terdapat kumpulan individu-individu dengan karakter dan latar belakang yang
berbeda yang pada akhirnya akan melahirkan bentuk keanekaragaman
pandangan, pemikiran dan cara berkomunikasi, dengan sendirinya akan
menimbulkan sebuah konflik dalam kelompok tersebut.
Konflik dapat terjadi di dalam suatu kelompok maupun antar
kelompok dalam organisasi. Tidak jarang kita jumpai di dalam kelompok yang
sama terdapat polarisasi berupa konstelasi sika berbentuk “kita versus
mereka”, yaitu menggambarkan kelompok lain versus anggota kelompok
lainnya.
Umumnya pekerjaan individual maupun kelompok dalam organisasi
saling memiliki keterkaitan satu sama lain. Ketika suatu konflik muncul
berkaitan dengan pekerjaan masing-masing individu di dalam sebuah
organisasi, penyebabnya teridentifikasi oleh adanya komunikasi yang kurang
efektif. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan,
komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.
Komunikasi yang efektif sangat diperlukan demi pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan dan komunikasi yang baik semestinya dilakukan oleh
setiap individu, tidak terkecuali bagi seorang pimpinan atau leader dalam
sebuah organisasi termasuk sekolah.
Di dalam organisasi sekolah, seperti halnya yang terjadi di SMA
Pribadi 2 Tangerang, kepala sekolah sangat bergantung kepada ketrampilan
berkomunikasi mereka dalam memperoleh informasi yang diperlukan dalam
proses perumusan keputusan dan untuk mensosialisasikan hasil keputusan
tersebut kepada bawahannya dan pihak lain. Ketika seorang kepala sekolah
tidak memiliki kecakapan yang baik untuk menyampaikan informasi yang
tepat, relevan dan dapat dimengerti oleh bawahannya, tentunya hal tersebut
akan menimbulkan sebuah miss communication yang berujung pada
terciptanya sebuah konflik.
Selain itu, kepala sekolah cenderung untuk tidak memberitahukan
informasi tertentu pada bawahannya atau stafnya karena takut akan menyakiti
hati bawahannya atau staf. Alasan lain adalah bahwa pimpinan menganggap
bahwa informasi tersebut harus dilindungi, dan bukan untuk konsumsi
bawahannya atau staf karena bawahannya atau staf tidak akan mungkin
mengerti apa yang akan disampaikan. Demikian pula dengan bawahannya atau
staf, mereka sering tidak menyampaikan informasi tertentu kepada pimpinan
untuk
melindungi
dirinya
dari
tindakan
pemecatan
atau
tindakan
mendiskreditkan mereka berkaitan dengan fungsi dan kewenangan mereka di
sekolah. Pada hal mereka semestinya dapat menempatkan diri mereka ketika
melakukan komunikasi, baik dalam posisi komunikator maupun komunikan.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Saul W. Gellerman, yang
dikutip oleh Rochmulyati Hamzah bahwa “komunikator tidak hanya harus
mengetahui bagaimana mengatakan sesuatu, tetapi juga harus menerima apa
yang dikatakan oleh pendengarnya”. 2
Hal yang rentan terjadi adalah orang-orang dalam komunitas sekolah
cenderung jarang meninjau pekerjaan orang lain, atau keluar dari lingkungan
pekerjaan sendiri, seseroang seringkali dibatasi pada cara pandangnya sendiri.
2
Saul W. Gellerman, “Manajer dan Bawahannya”, (Jakarta: PT. Jaya Pirusa, 1983), Cet.
Ke-1, h. 66
Mereka tidak mencoba melihat dari sudut pandang orang lain. Kepala sekolah
sebagai pimpinan seringkali mengambil keputusan besar yang menyangkut
keputusan keuangan dan strategi operasional secara umum, seringkali tidak
mempertimbangkan detail pelaksanaan pekerjaan dan sudut pandang para
pekerjaan. Sebaliknya, para bawahannya atau staf, seringkali hanya melihat
suatu masalah dari sudut pandangnya sendiri (kepentingan individunya
semata, tanpa mencoba memahami sebuah situasi dari sudut pandang yang
berbeda). Sempitnya perspektif inilah yang sering menyebabkan konflik (tiap
orang hanya melihat dari sudut pandang sendiri, dan tidak mencoba
memahami orang lain).
Selain itu, paradigma yang berkembang dalam komunitas guru
mengindikasikan bahwa mereka seringkali hanya membatasi informasi yang
cocok dengan ekspektasi mereka. Jika, ternyata informasi yang disampaikan
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka mereka cenderung tidak
termotivasi untuk mendengarkan informasi yang disampaikan. Misalnya, jika
dalam rapat-rapat ternyata seringkali tanggapannya tidak diperhatikan, maka
mereka cenderung enggan menyatakan pendapat, karena ia beranggapan
percuma saja menyampaikan pendapat, karena biasanya juga tidak ada followup-nya. Demikian pula dengan pimpinan, yang sering mendengarkan pendapat
bawahannya atau staf yang dianggapnya tidak relevan dengan keputusan yang
akan diambil. Dalam hal ini waktu juga mempengaruhi keberhasilan dari
proses komunikasi. Permasalahan seperti ini muncul ketika masing-masing
pihak tidak memahami bagaimana cara mendapatkan perhatian dari pendengar
dan menarik perhatian yang cukup lama agar pesan yang disampaikan dapat
diterima dengan baik. Padahal ada beberapa langkah yang dapat dilakukan
untuk mendapatkan perhatian dari komunikan, hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Saul W. Gellerman, yang dikutip oleh Rochmulyati Hamzah
bahwa “cara yang paling baik untuk mendapatkan perhatian adalah dengan
memasukan agenda mental ke dalam pembicaraan, artinya mengadakan dialog
dua arah, saling berhadapan muka”. 3
Dengan demikian, komunikasi dirasakan sangat penting dalam segala
aspek kehidupan, tidak terkecuali di lembaga pendidikan. Menurut Suranto
AW, “komunikasi meningkatkan keharmonisan kerja dalam perkantoran.
Sebaliknya apabila komunikasi tidak efektif, maka koordinasi akan terganggu.
Akibatnya adalah disharmonisasi yang akan mengganggu proses pencapaian
target dan tujuan pendidikan”. 4
Salah satu kekuatan efektif dalam pengelolaan sekolah yang berperan
bertanggung jawab menghadapi perubahan adalah kepemimpinan Kepala
Sekolah, yaitu perilaku kepala sekolah yang mampu memprakarsai pemikiran
baru di dalam proses interaksi di lingkungan sekolah dengan melakukan
perubahan atau penyesuaian tujuan, sasaran, konfigurasi, prosedur, input,
proses atau output dari suatu sekolah sesuai dengan tuntutan perkembangan.
Kepala sekolah memegang peranan penting dalam perkembangan
sekolah. Oleh karena itu, ia harus memiliki jiwa kepemimpinan untuk
mengatur para guru, pegawai tata usaha dan pegawai sekolah lainnya dengan
bijak. Dengan kata lain, kepala sekolah tidak hanya mengatur para guru
melainkan juga ketatausahaan sekolah, siswa, hubungan sekolah dengan
masyarakat dan orang tua siswa. Tercapai tidaknya tujuan sekolah sepenuhnya
bergantung pada kebijakan (policy) yang diterapkan kepala sekolah terhadap
seluruh personil sekolah. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh
Siagian bahwa “seorang manajer berperan sebagai pimpinan kelompok perlu
memiliki rasa percaya yang besar pada kemampuannya sendiri”. 5 Ia tidak
perlu takut, bahwa ia akan kehilangan kewenangannya dalam mengendalikan
kelompoknnya.
3
4
Gellerman, Manajer dan Bawahannya..., h. 69
Suranto AW, Komunikasi Efektif untuk Mendukung Kinerja Perkantoran,
(http://www.uny.ac.id/home/artikel.php?m=&I=3&k=23), 9 Febuari 2007, h. 1
5
P. Sondang Siagian, Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan, (Jakarta: Haji
Masagung, 1990), Cet. Ke-2, h. 151
Sebagai
pemimpin,
kepala
sekolah
ingin
mengkomunikasikan
informasi dan ide-ide secara memuaskan; akan tetapi ia juga ingin
mengkomunikasikannya sedemikian rupa sehingga mencapai hasil yang
diinginkannya, misalnya menyakinkan, memotivasi ataupun mempengaruhi.
Seorang kepala sekolah diharapkan dapat memberikan motivasi dan
inspirasi kepada bawahannya. Oleh karena itu, cara kepala sekolah
menggunakan kata-katanya adalah penting karena penggunaan frasa-frasa
yang digunakan dalam komunikasinya mendatangkan dampak yang besar
terhadap para pendengarnya.
Dengan demikian, komunikasi yang ada di sekolah diharapkan akan
mampu memberikan pengaruh terhadap kinerja guru. Adanya komunikasi
yang sehat dan baik antara sub kerja yang satu dengan yang lain diharapkan
akan turut membantu perkembangan kinerja guru di sekolah. Dengan adanya
keterbukaan dan pengertian maka guru akan merasa lebih akrab dan dapat
dijadikan sebagai teman diskusi. Setiap individu dalam bekerja tidak hanya
menginginkan sekedar gaji dan prestasi, tetapi bekerja merupakan pemenuhan
kebutuhan akan interaksi sosial. Guru yang memiliki rekan kerja yang ramah
dan mendukung akan mengantarkan mereka pada hasil kerja yang baik pula.
Berdasarkan gambaran yang telah diuraikan di atas, penulis merasa
terdorong untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan yang ada
tersebut dengan judul “Efektivitas Komunikasi Kepala Sekolah dalam
Mengelola Tenaga Kependidikan di SMA PRIBADI 2 Tangerang”.
B. Identifikasi Masalah
Untuk mempermudah dan memperjelas pokok permasalahan dalam
skripsi ini, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Kurang cakapnya kepala sekolah dalam menciptakan hubungan kerja yang
harmonis dikalangan guru dan staf sehingga rasa kebersamaan untuk
mencapai tujuan bersama kurang terjalin.
2. Kecakapan kepala sekolah dalam merespon kritik dan saran yang
dilontarkan bawahannya kurang maksimal, sehingga krtitik yang mucul
hanya menjadi angin lalu.
3. Keterampilan kepala sekolah dalam berkomunikasi dengan bawahannya
kurang bagus, sehingga komunikasi yang terjadi cenderung searah dan
tidak memperoleh feed back.
4. Kemampuan kepala sekolah dalam menciptakan sikap saling terbuka dan
bekerja sama antara guru dan staf kurang efektiv, sehingga sikap tidak
transparan dan sifat individualisme lebih dominan tercipta.
C. Pembatasan Masalah
Untuk lebih memperjelas dan mempermudah pokok bahasan dalam
penelitian dan banyaknya permasalahan yang timbul dari uraian latar belakang
dan pengidentifikasian masalah, maka untuk mengarahkan penelitian ini perlu
diberi batasan, yaitu Terbatasnya kemampuan kepala sekolah dalam mengelola
tenaga kependidikan yang ada di sekolah sehingga rasa kebersamaan untuk
mencapai tujuan bersama kurang terjalin.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang penulis uraikan
di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah
usaha kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan di SMA
PRIBADI 2 Tangerang?
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diperoleh dari hasil pelaksanaan penelitian ini
adalah:
a. Penelitian ini diharapkan berguna bagi penulis dalam menambah wawasan,
pengalaman, dan pengetahuan tentang materi atau kajian yang dibahas.
b. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para kepala sekolah sebagai
masukan positif dalam menciptakan kondisi sekolah yang baik.
c. Penelitian ini diharapkan berguna bagi guru untuk memperbaiki
komunikasi yang baik antar sesama guru dan staf demi terciptanya
hubungan kerja yang baik dan harmonis.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. ORGANISASI 1. Pengertian Organisasi
Secara terminologi organisasi bisa berarti perkumpulan, susunan
atau aturan dari berbagai bagian. Dan jika kita tarik ke arah pengertian
organisasi dewasa ini, maka dia adalah suatu perkumpulan yang di
dalamnya terdapat beberapa orang yang bekerja sama dan memiliki tujuan
yang sama. Adapun orang yang berkecimpung di dalam sebuah organisasi
disebut organisatoris.
Organisasi oleh Katz dan Kahn sebagaimana di kutip oleh Arni
Muhamad adalah “sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi
dari lingkungannya dan merubah energi ini menjadi produk atau servis
dari sistem dan mengeluarkan produk atau sistem ini kepada
lingkungannya”. 6 Maksudnya bahwa organisasi adalah sebuah proses
dimana berkumpulnya satu atau lebih orang untuk mencapai sebuah tujuan
yang ingin dicapai. Proses inilah yang menghasilkan keluaran, dan dari
keluaran itu yang melaksanakan adalah manusia yang memiliki kualitas
yang baik.
Sedangkan organisasi menurut Schein adalah “suatu koordinasi
rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum
melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab”. 7 Schein juga mengatakan
bahwa organisasi mempunyai karakteristik tertentu yaitu mempunyai
stuktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain dan
6
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1989), h. 66
7
Arni, Komunikasi Organisasi…, h. 23
tergantung pada komunikasi manusia untuk mengkoordinasikan aktivitas
dalam organisasi tersebut.
Dengan
demikian,
organisasi
adalah
bentuk
formal
dari
sekelompok manusia dengan tujuan individualnya masing-masing (gaji,
kepuasan kerja, dll) yang bekerjasama dalam suatu proses tertentu untuk
mencapai tujuan bersama (tujuan organisasi). Agar tujuan organisasi dan
tujuan individu dapat tercapai secara selaras dan harmonis maka
diperlukan kerjasama dan usaha yang sungguh-sungguh dari kedua belah
pihak (pengurus organisasi dan anggota organisasi) untuk bersama-sama
berusaha saling memenuhi kewajiban masing-masing secara bertanggung
jawab, sehingga pada saat masing-masing mendapatkan haknya dapat
memenuhi rasa keadilan baik bagi anggota organisasi/pegawai maupun
bagi pengurus organisasi/pejabat yang berwenang.
Definisi lain tentang organisasi seperti yang diungkapkan oleh Tata
Sutabri yang mengatakan bahwa “kata organisasi mempunyai dua
pengertian umum”. 8 Pengertian yang pertama menandakan suatu lembaga
atau kelompok fungsional, seperti organisasi perusahaan, rumah sakit,
perwakilan pemerintah atau suatu perkumpulan olah raga. Pengertian
kedua berkenaan dengan proses pengorganisasian sebagai suatu cara
dalam kegiatan organisasi dialokasikan dan ditugaskan di antara para
anggotanya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa organisasi adalah sistem
hubungan terstruktur yang mengkoordinasikan usaha suatu kelompok
orang untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi juga merupakan suatu
bentuk sistem terbuka dari aktivitas yang dikoordinasi oleh dua orang atau
lebih untuk mencapai tujuan bersama.
Adapun menurut Veitzal Rivai organisasi adalah wadah yang
memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak
8
Tata Sutabri, “Sistem Informasi Manajemen”, (Yogyakarta: Andi, 2005), h. 67
dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri. 9 Dan Menurut Arni
organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan
dan saling menukar pesan diantara anggotanya”. 10 Karena gejala
menciptakan dan menukar informasi ini berjalan terus menerus dan tidak
ada henti-hentinya maka dikatakan sebagai suatu proses. Dari uraian
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah pekerjaan
menggabungkan bagian-bagian yang terpisah sehingga masing-msing
mempunyai fungsi, tindakan, kantor atau hubungan tertentu.
2. Bentuk-bentuk Organisasi
Bentuk organisasi secara garis besar, terdiri atas dua tipe yaitu tipe
organik atau tipe perilaku dan tipe mekenistik atau tipe klasik”. 11
Tipe yang disebutkan pertama menitikberatkan pada koordinasi
semua tugas dan menekankan pada loyalitas setiap tenaga pelaksana. Tipe
ini memiliki ciri keterbukaan, berorientasi pada pemecahan masalah, cepat
menyesuaikan diri terhadap keadaan, bercorak kemasyarakatan, luwes dan
adanya hubungan informal. Sedangkan tipe organisasi mekanistik
mempunyai ciri tertutup, terprogram, rutin dalam tugas, statis, bersifat
teknis, kaku dan ketatnya hubungan secara formal. Perlu ditambahkan
bahwa tipe kedua tersebut memiliki perbedaan dalam mekanisme tugas
dan tanggung jawab setiap orang yang terlibat dalam organisasi.
Selain adanya tipe organik atau tipe perilaku, pakar psikologi dan
sosiologi menyoroti secara khusus kebaikan dan kelemahan tipe
mekanistik atau klasik. Menurut pandangan psikologis, tipe mekanistik
dapat menumbuhkan prestasi para pelaksana. Namun tipe ini cenderung
kurang mengembangkan kedewasaan mereka. Pandangan sosiologis
menyatakan bahwa tipe ini dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan,
9
Veitzal Rivai, “Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 188
10
Arni, Komunikasi Organisasi…, h. 68
11
Sudjana S., Manajemen Program untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia, (Bandung: Falah Production, 2004), Cet. Ke-3, h. 129
kelembagaan, dan pemerintahan yang sentralistis. Pengaruh tersebut sering
digunakan untuk menjaga stabilitas, kesatuan dan kelangsungan tugastugas yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam situasi yang kurang
menentu atau dalam keadaan yang cepat berubah, tipe organic atau
perilaku lebih tepat untuk digunakan.
Sejalan dengan pandangan filsafat menejemen, kedua tipe tersebut
perlu diterapkan dalam organisasi karena keduanya saling mempengaruhi
antara satu dengan yang lainnya. Organisasi yang pada umumnya
merupakan pengembangan tipe klasik, meliputi empat bentuk. Pada setiap
bentuk tersebut terdapat tiga jenis hubungan yaitu “tanggung jawab,
wewenang dan pekerjaan dari tiga unsur yang terlibat dalam organisasi”. 12
Menurut Flippo, bentuk-bentuk organisasi itu terdiri atas organisasi
lini, lini dan staf, fungsional, dan proyek.” 13 Bentuk ke empat yaitu proyek
oleh Siagian disebut juga “bentuk organisasi kepanitiaan”. 14
Keempat bentuk organisasi itu akan diuraikan dibawah ini:
a. Bentuk Organisasi lini
Bentuk organisasi lini timbul apabila hubungan antara tanggung
jawab, wewenang dan pekerjaan para pelaksana dilakukan dalam
hubungan satu arah. Melalui hubungan satu arah tersebut tugas-tugas
organisasi dijadikan acuan untuk menentukan kedudukan, jabatan,
bagian, dan unsur lainnya dalam organisasi.
Organisasi lini biasanya terdapat organisasi yang relatif
sederhana, jumlah tenaga terbatas, hubungan pimpinan dan yang
dipimpin bersifat langsung, tidak banyak membutuhkan spesialisasi,
setiap orang telah saling mengenal, tujuan yang akan dicapai
sederhana, fasilitas masih terbatas, hasil yang dicapai tidak beragam.
12
Sudjana S., Manajemen Program untuk Pendidikan Nonformal…, h. 130
13
Sudjana S., Manajemen Pendidikan Luar Sekolah, (Bandung: Nusantara Press-Yayasan
Islam Nusantara, 1992), Cet. Ke-2, h. 99
14
Sudjana, Manajemen Pendidikan Luar Sekolah…, h. 99
Kelebihan organisasi lini adalah dalam pembinaan disiplin kerja
loyalitas, kekompakan, proses pengambilan keputusan, dan efektivitas
kegiatan. Jumlah tenaga dalam organisasi ini terbatas sehingga disiplin
kerja dan loyalitas terhadap pimpinan dapat terbina dengan efektif.
Kekompakan staf relative mudah diwujudkan, pengambilan keputusan
oleh pimpinan relatif cepat.
Kelemahan organisasi lini adalah keterbatasan pelaksana untuk
mengembangkan diri, ketergantungan pada pihak lain, rendahnya
pemilikan bersama dan tujuan tidak bervariasi.
b. Bentuk Organisasi Lini dan Staf.
Bentuk organisasi lini dan staf diterapkan dalam kegiatan
organisasi besar dan kompleks. Keberagaman ditandai dengan adanya
perbedaan fungsi pimpinan dan staf baik ke bawah maupun ke
samping. Dalam bentuk ini fungsi staf terpisah dari fungsi pimpinan.
Pihak yang terlibat dalam organisasi dapat dibagi ke dalam dua
kelompok yaitu kelompok lini dan kelompok staf. 15 Kelompok lini
mempunyai kewajiban menunjang kelancaran pelaksanaan tugas
pokok organisasi seperti memberi nasihat, bantuan jasa dan masukan
lainnya kepada unit pelaksana tugas pokok. Ciri utama dalam
organisasi lini dan staf adalah adanya tugas pokok organisasi yang
dibantu oleh tugas penunjang.
Organisasi lini dan staf memiliki kelebihan yaitu adanya
kejelasan pembagian tugas antara lini dan staf sehingga dapat dihindari
kemungkinan tugas yang tumpang tindih, setiap orang dapat
mengembangkan bakat dan minatnya ke arah spesialisasi dengan
mamanfaatkan fasilitas dari tenaga ahli yang membantu tugas staf,
dengan menempatkan orang berdasarkan bakat, minat dan pengalaman
maka disiplin kerja dan moral mereka pada umumnya tinggi.
Kelemahan organisasi lini dan staf adalah kadang-kadang timbul
keraguan dan kekaburan pandangan para pelaksana tugas pokok
15
Sudjana S., Manajemen Program untuk Pendidikan Nonformal…, h. 133
terhadap perintah dan nasihat. Keraguan dan kekaburan tersebut timbul
karena mereka dihadapkan pada dua hubungan yaitu hubungan dengan
pemimpin dan hubungan dengan pimpinan staf. Keadaan ini akan lebih
parah lagi apabila perintah dari pimpinan lini tidak sejalan dengan
nasihat dari pimpinan staf. Namun organisasi lini dan staf masih
dianggap organisasi yang terbaik berhubungan dengan keluwesan
untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan baru dan perkembangan
situasi.
c. Bentuk Organisasi Fungsional
Bentuk organisasi fungsional dianggap penting apabila orangorang atau kelompok staf, sesuai dengan fungsi dan keahliannya, diberi
kekuasaan atau kewenangan untuk mengatur dan memerintah unit-unit
pelaksana tugas pokok organisasi.
Dalam bentuk organisasi fungsional, tenaga spesialis diberi
kekuasaan untuk menyampaikan perintah sesuai dengan bidangnya
kepada unit pelaksana tugas pokok. Hubungan hirarki atasan langsung
makin berkurang dan tanggung jawab tumbuh diberbagai pihak.
Organisasi fungsional memiliki keunggulan bahwa pola
koordinasi pada organisasi fungsional terhadap seseorang atau
kelompok yang melakukan tugas, disiplin kerja dan moralitas tinggi,
serta solidaritas, meningkat di antara orang-orang yang terlibat dalam
organisasi, dan penggunaan spesialisasi dilakukan sebaik mungkin.
Kelemahan organisasi fungsional adalah bahwa bentuk ini telah
terbiasa dilakukan, dan kecenderungan seseorang untuk lebih
mengutamakan fungsinya sendiri tanpa memandang sama pentingnya
dengan kehadiran dan keterkaitan dengan fungsi-fungsi lainnya.
d. Bentuk Organisasi Proyek
Bentuk organisasi proyek dimunculkan dengan maksud agar
ketiga bentuk organisasi di atas, yaitu organisasi lini, organisasi lini
dan staf, dan organisasi fungsional dapat menyeseuaikan diri dengan
kondisi dan situasi pekerjaan. Dengan menyesuaikan diri ini maka
efisiensi
dari
efektivitas
kerjanya
dapat
ditingkatkan
dengan
memperhatikan hubungan kemanusiaan. Bentuk organisasi proyek
pada dasarnya dikembangkan dari kegiatan-kegiatan organisasi.
Organisasi proyek biasanya mempunyai ciri-ciri: adanya tujuan
khusus yang harus dicapai, kebutuhan terhadap pentingnya organisasi
khusus untuk mencapai tujuan khusus, saling ketergantungan antara
satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya dalam pekerjaan yang
kompleks, perilaku kritis terhadap kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan dalam upaya mencapai tujuan.
Keunggulan organisasi proyek adalah memiliki tujuan yang
spesifik, terbatas dan jelas, waktunya pun terbatas sehingga kegiatan
dapat dilakukan secara efisien dan efektif, produktivitas, disiplin dan
moral kerja tinggi, dan hubungan langsung terjadi di antara para tenaga
pelaksana karena jumlah mereka terbatas dan berasal dari organisasi
induk yang sama.
Kelemahan organisasi proyek pada umumnya menyangkut
aspek psikologis para pelaksana. Rasa tidak senang biasanya timbul
pada diri anggota yang tidak diikutsertakan dalam proyek padahal
keahlian dan kedudukan mereka sama dengan yang dimiliki anggota
yang dilibatkan dalam proyek. Tidaklah mudah mengkordinasikan
tenaga-tenaga yang memiliki latar belakang yang berbeda, lebih-lebih
mereka terbiasa bekerja dengan suasana kerja yang berlainan dengan
organisasi proyek.
3. Struktur Organisasi
Struktur suatu organisasi menggambarkan bagaimana organisasi itu
mengatur dirinya sendiri, bagaimana mengatur hubungan antar orang dan
antar kelompok. Struktur adalah “pola interaksi yang ditetapkan dalam
suatu organisasi dan yang mengkoordinasikan teknologi dan manusia
dalam organisasi”. 16
Struktur suatu organisasi ada kaitannya dengan
tujuan, sebab struktur organisasi itu adalah cara organisasi itu mengatur
dirinya untuk bisa mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Struktur
organisasi adalah unit untuk setiap organisasi.
Setidaknya ada dua jenis struktur organisasi yaitu “struktur
organisasi formal dan non formal”. 17 Selanjutnya dapat dikatakan bahwa
struktur
suatu
organisasi
menspesifikasi
aktifitas-aktifitas
kerja.
Ditunjukkan pula olehnya bagaimana berbagai fungsi atau aktifitasaktifitas yang berbeda berkaitan satu sama lain. Hingga tingkat tertentu, ia
juga menunjukkan tingkat spesialisasi aktifitas-aktifitas pekerjaan. Juga
ditunjukkan olehnya, hierarki organisasi yang bersangkutan, struktur
otoritas, dan hubungan-hubungan atasan- bawahan (miles, 1980:7 dalam
Winardi).
Secara ringkas, dalam setiap pekerjaan akan muncul pembagian
kerja. Setiap pembagian kerja akan muncul koordinasi kerja dan setiap
koordinasi kerja akan timbul pembagian kekuasaan. Dengan demikian,
secara filosofis struktur orgaisasi tidak lain adalah 'cetak biru' atau
'kerangka bangunan' formal tentang pembagian kerja (division of work)
dan pembagian kekuasaan (division of authority) serta koordinasi kerja
yang memungkinkan terjadinya aliran informasi dan komunikasi yang
efisien dan proses pengambilan keputusan yang cepat. Struktur organisasi
menggambarkan pula pola hubungan antar pihak internal (eksekutif,
manajer dan pekerja) dan pola hubungan antara pihak internal dengan
pihak eksternal (para konstituen organisasi. Di dalam pola hubungan antar
pihak internal selalu disertai dengan munculnya hirarki organisasi. Oleh
karena itu hirarki organisasi seperti halnya pembagian kerja, merupakan
bagian dari struktur organisasi yang tidak bisa dihindarkan. Yang
barangkali harus disadari adalah hierarki harus dibedakan dengan birokrasi
16
17
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 408
Setiawan Hari Purnomo dan Zulkieflimansyah, ”Manajemen Strategi, Sebuah Konsep
Pengantar”, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1996), h. 106
karena keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Tidak selamanya
yang hierarkis selalu birokratis.
Struktur organisasi biasanya direflesikan ke dalam peta organisasi
(organization chart) yang secara visual digambarkan dalam bentuk kotak
dan garis. Richard Daft (1992, p.179 dalam http://organisasi.org/)
misalnya mengatakan bahwa organization chart merupakan representasi
yang kasat mata yang menggambarkan semua kegiatan dan proses
aktivitas yang terjadi didalam sebuah organisasi. Secara taksonomis peta
organisasi tersebut menggambarkan 3 hal pokok: (1) tingkat spesialisasi
atau kompleksitas organisasi, (2) tingkat formalisasi organisasi dan (3)
tingkat sentralisasi/desentralisasi organisasi. Spesialisasi atau kompleksitas
organisasi dibedakan lebih lanjut menjadi tiga bagian yakni: horizontal
differentiation,
vertical
differentiation
dan
spatial
differentiation.
Horizontal differentiation menjelaskan seberapa banyak pekerjaan harus
dilakukan oleh karyawan, tingkat kebutuhan akan profesi dan spesialisasi
karyawan, kebutuhan akan training dan pendidikan karyawan dalam
kaitannya dengan tugas dan pekerjaan yang harus dilaksanakannya dan
tingkat departementalisasi organisasi. Semakin banyak pekerjaan, profesi
dan spesialisasi, semakin banyak kebutuhan akan training khusus dan
semakin banyak departementalisasi maka akan semakin kompleks
organisasi tersebut.
Vertical differentiation berkaitan dengan banyaknya level/
tingkatan didalam organisasi. Semakin sedikit level organisasi maka
semakin lebar rentang kendali yang harus dijalankan seorang manajer.
Sebaliknya semakin banyak level organisasi semakin sempit rentang
kendalinya. Sedangkan spatial differentiation berkaitan dengan lokasi
organisasi. Semakin jauh jarak antar unit organisasi, departemen dan
orang-orang yang bekerja didalamnya, organisasi tersebut menjadi
semakin kompleks.
Formalisasi organisasi berkaitan dengan tingkat standarisasi
pekerjaan yakni sejauh mana aktivitas organisasi dikerjakan berdasarkan
regulasi, aturan dan prosedur kerja. Demikian juga formalisasi
menjelaskan sejauh mana rutinitas sebuah pekerjaan. Walhasil, ide dasar
formalisasi organisasi adalah sejauhmana sebuah pekerjaan bisa dikelola
dan dikendalikan. Sentralisasi/desentralisasi menjelaskan kepada kita pada
level mana keputusan organisasi akan diambil, siapa yang memiliki
otorisasi pengambilan keputusan, siapa yang memiliki kekuasaan dan pada
posisi mana keputusan akan dibuat
Struktur organisasi menggambarkan pola hubungan antar pihak
internal (eksekutif, manajer dan pekerja) dan pola hubungan antara pihak
internal dengan pihak eksternal (para konstituen organisasi). Di dalam pola
hubungan antar pihak internal selalu disertai dengan munculnya hirarki
organisasi. Dalam struktur organsisasi terdapat tiga hal pokok yaitu:
kompleksitas organisasi, formalisasi organisasi dan sentralisasi
Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit-unit
kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya
pembagian kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatankegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain
daripada itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi
pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan.
Struktur organisasi pada umumnya digambarkan dalam suatu
bagan yang disebut bagan organisasi. Bagan organisasi adalah suatu
gambar struktur organisasi yang formal, dimana dalam gambar tersebut
ada garis-garis (instruksi dan koordinasi) yang menunjukkan kewenangan
dan hubungan komunikasi formal yang tersusun secara hierarkis.
Dalam rangka analisis, struktur organisasi perlu dibagi dalam
unsur-unsurnya, yaitu:
1) Spesialisasi kegiatan-kegiatan
Spesialisasi kegiatan ini berkaitan dengan spesaialisasi, baik
tugas individu maupun tugas kelompok dalam organisasi (pembagian
kerja) dan mengelompokkan tugas-tugas tersebut ke dalam unit kerja
(departementasi)
2) Standarisasi kegiatan-kegiatan.
Standarisasi kegiatan-kegiatan ini berkaitan dengan standarisasi
tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja yang digunakan dalam
organisasi. Banyak sistem dan prosedur kerja, termasuk didalamnya
struktur organisasi dan bagan organisasi yang dikembangkan melalui
peraturan-peraturan
tentang
kegiatan-kegiatan
dan
hubungan-
hubungan kerja yang ada dalam organisasi.
3) Koordinasi kegiatan-kegiatan.
Koordinasi kegiatan ini berkaitan dengan pengintegrasian dan
penyelarasan fungsi-fungsi dan unit-unit dalam organisasi yang
berkaitan serta saling ketergantungan.
4) Sentralisasi dan desentralisasi.
Sentralisasi dan desentralisasi ini berkaitan dengan letak
pengambilan keputusan.
Dalam struktur organisasi yang disentralisasikan, pengambilan
keputusan
dilakukan
oleh
para
pimpinan
puncak
saja.
Dalam
desentralisasi, kekuasaan pengambilan keputusan didelegasikan kepada
individu-individu
pada
tingkat-tingkat
manajemen
menengah
dan
menengah bawah.
B. KONFLIK 1. Pengertian dan Klasifikasi Konflik
Pada dasarnya konflik merupakan proses batin yang diliputi
kegelisahan karena adanya pertentangan. Konflik juga dapat dikatakan
sebagai
interaksi
pertentangan
antara
dua
pihak
atau
lebih
anggota/kelompok yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka
harus membagi sumber daya yang terbatas disebabkan adanya perbedaan
dalam status, tujuan, nilai dan persepsi. Konflik dapat diartikan dengan
“perbedaan, pertentangan dan perselisihan”. 18
Di dalam organisasi, konflik muncul dalam bentuk yang beraneka
ragam, dari mulai perbedaan penafsiran akan berbagai fakta yang ada,
ketidak sesuaian dengan sasaran yang ingin dicapai, perbedaan karena
harapan yang telah ditetapkan. Selain itu, tingkatan konflik juga beraneka
ragam, mulai dari tindakan yang tidak menyenangkan dan kekerasan yang
menimbulkan gejolak, hingga tidak adanya persetujuan dalam bentuk yang
tidak mengandung keributan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
hal-hal yang dapat menimbulkan konflik adalah ketika terdapat
kesenjangan antara harapan dan kenyataan hingga pada tindakan-tindakan
yang tidak menyenangkan baik berupa tindakan kekerasan fisik maupun
pada kekerasan psikologis.
Untuk mengetahui seluk beluk konflik lebih dalam, kita dapat
mengetahuinya dengan memahami pandangan-pandangan konflik dari
sudut organisasi. Setidaknya ada tiga pandangan tentang konflik dalam
organisasi yaitu:
a. Pandangan Tradisional
Pandangan ini mengatakan bahwa “konflik itu pada dasarnya
jelek dan tidak perlu terjadi, bahkan harus dihindarkan dan paling tidak
perlu dibatasi”. 19 Dalam pandangan ini konflik terjadi akibat adanya
ketidak lancaran komunikasi dan tidak adanya kepercayaan, serta
ketidakterbukaan dari berbagai pihak yang saling berhubungan.
b. Pandangan Perilaku
Pandangan ini mengatakan bahwa konflik merupakan kejadian
yang dapat terjadi berulang kali dalam organisasi. Anggota-anggota
dalam organisasi adalah manusia-manusia biasa yang memiliki
keperluan dan kepentingan. Karena itu pandangan ini menyarankan
18
19
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 323
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 327
agar konflik diterima, karena tidak dapat dihilangkan, bahkan dapat
bermanfaat bagi kelompok yang bersangkutan.
c. Pandangan Interaktif
Pandangan ini merupakan pandangan yang paling mutakhir.
Karena pandangan ini mengatakan bahwa konflik bukan hanya
memberikan keuntungan bagi kelompok, melainkan juga merupakan
suatu keharusan agar kelompok yang bersangkutan dapat bekerja
secara efektif. Oleh karena itu pandangan ketiga ini bukan hanya
menerima adanya konflik, melainkan pula mendorong diadakannya
konflik meskipun dengan batasan-batasan tertentu yang cukup untuk
membuat kelompok tersebut tetap dapat bekerja, kritis dan kreatif.
Berangkat dari beberapa pandangan di atas, dapat dipahami bahwa
ada kalanya konflik merupakan bagian yang tidak diinginkan bagi sebuah
organisasi karena konflik cenderung dinilai negatif dan disamakan dengan
kekerasan, perusakan dan tidak rasional. Namun, ada pandangan yang
mengatakan bahwa konflik memang sangat diperlukan dalam sebuah
organisasi karena konflik bukan hanya memberikan keuntungan bagi
kelompok, melainkan juga merupakan suatu keharusan agar kelompok
yang bersangkutan dapat bekerja secara efektif. Oleh karenanya, dalam
pandangan ini menyatakan bahwa kelompok yang damai, harmonis,
tenang dan kooperatif sangat mudah menjadi statis, apatis dan tidak
bereaksi positif terhadap perlunya perubahan dan inovasi.
2. Proses Terjadinya Konflik dan Sumber-sumber Konflik
a. Proses Terjadinya Konflik
Konflik
juga
memiliki
tahapan-tahapan
tertentu
yang
mengantarkan pada terjadinya sebuah konflik. Tahap-tahap dalam
proses terjadinya konflik tersebut adalah sebagai berikut:
1) Timbulnya Ketidakcocokan
Tahap pertama dalam konflik adalah terjadinya kondisikondisi yang mengakibatkan timbulnya konflik. Kondisi ini tidak
harus benar-benar menimbulkan konflik, akan tetapi sebuah
prasarat agar sebuah konflik timbul. Kondisi-kondisi yang dapat
menimbulkan konflik tersebut dikelompokan ke dalam tiga hal
sebagai berikut:
a) Komunikasi, lemahnya komunikasi dan adanya hambatanhambatan dalam komunikasi
b) Struktur, konflik ini diakibatkan oleh struktur organisasi dan
relatif terpisah dari individu yang menduduki peran di dalam
struktur tersebut.
c) Individu yang bersangkutan, yaitu faktor-faktor yang berkaitan
dengan sistem nilai-nilai yang bersangkutan dengan individu
yang terlibat di dalam konflik. Jenis-jenis kepribadian tertentu
seperti otoriter atau dogmatis atau yang menampakan harga diri
yang rendah (low self-sistem) bahkan sangat potensial untuk
mengarah pada konflik.
Tahapan ketidakcocokan ini memberikan peluang terbesar
pada terjadinya sebuah konflik. Komunikasi yang tidak efektif,
peran dan kewenangan individu di dalam struktur organisasi
hingga masalah perbedaan karakter mewarnai proses tahapan ini.
2) Tahap Kognisi dan Personalisasi
Jika pada butir pertama kondisi-kondisi tersebut secara
negatif mempengaruhi suatu hal yang menjadi perhatian salah-satu
pihak, maka potensi untuk terjadinya oposisi atau ketidakcocokan
menjadi tampak pada tahap kedua.
3) Tahap Niatan
Tahap ini menunjukan keputusan-keputusan yang akan
diambil oleh pihak-pihak yang bertikai, pada tahap ini konflik
mulai dirasakan. Berbagai cara yang dapat dan akan dilakukan
dalam niatan ini adalah kompetensi, bekerjasama, menghindar,
mengalah ataupun melakukan kompromi.
4) Tahap Perilaku
Pada tahap inilah yang sering dianggap adanya konflik
karena pada tahap ini konflik milai ditampakan, karena perilaku
pihak-pihak yang bertikai mulai dapat dilihat oleh orang yang tidak
terlibat secara langsung. Dan dalam tahap ini pula niatan-niatan
yang tertera dalam butir tiga mulai ditunjukan.
5) Tahap akibat konflik
Pada tahap ini konflik diakhiri dengan baik melalui cara
resolusi dengan paksaan. Hasilnya bisa jadi baik (fungsional) atau
tidak baik (disfungsional), yaitu akan mengarah pada peningkatan
efektifitas organisasi yang bersangkutan atau menimbulkan konflik
baru yang mungkin lebih berbahaya dari konflik sebelumnya.
Berangkat dari uraian di atas mengenai tahap-tahap dari proses
terjadinya konflik dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa umumnya
konflik juga memiliki sebuah proses hingga konflik tersebut memang
benar-benar terjadi.
b. Sumber-sumber Konflik
Sumber-sumber konflik dapat dibagi menjadi 5 bagian, yaitu:
1) Biososial
2) Kepribadian dan interaksi
3) Struktural
4) Budaya dan ideologi
5) Konvergensi 20
Para pakar manajemen menempatkan frustasi-agresi sebagai
sumber
konflik.
Berdasarkan
pendekatan
ini
frustasi
sering
menghasilkan agresi yang mengarah pada terjadinya konflik. Frustasi
juga dihasilkan dari kecenderungan ekspektasi pencapaian yang lebih
cepat dari apa yang seharusnya.
20
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 164-165
Kepribadian yang dimaksud termasuk di dalamnya kepribadian
yang abrasif (suka menghasut), gangguan psikologi, kemiskinan,
keterampilan
interpersonal,
kejengkelan,
persaingan
(rivalitas),
perbedaan gaya interaksi, ketidaksederajatan hubungan.
Banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi.
Kekuasaan, status dan kelas merupakan hal-hal yang berpotensi
menjadi konflik seperti tentang HAM, gender dan sebagainya.
c. Akibat-akibat Terjadinya Konflik
Akibat yang ditimbulkan oleh konflik adalah ada dua hal yang
pokok yaitu akibat yang bersifat positif atau menguntungkan, dan yang
bersifat negatif atu merugikan.
1) Akibat-akibat yang bersifat positif dari adanya konflik adalah:
Apabila
memperoleh
konflik
keuntungan
dikelola
seperti
dengan
baik
menimbulkan
maka
akan
kemampuan
mengoreksi diri sendiri, dengan adanya konflik maka hal ini akan
dirasakan oleh pihak lain.
Di dalam bukunya Rivai menyebutkan ada enam cara
pandang terhadap konflik, yaitu sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
Permasalahan yang ada menjadi terbuka dan jelas.
Memperbaiki kualitas pemecahan masalah.
Meningkatkan keterlibatan para anggota.
Memberikan kesempatan berkomunikasi secara
spontan.
e) Menciptakan pertumbuhan dan penguatan hubungan.
f) Meningkatkan produktivitas. 21
Apa yang diungkapkan oleh Rivai mengenai implikasi
positif dari terjadinya sebuah konflik mengisyaratkan bahwa tidak
sepenuhnya konflik memiliki nilai yang negatif bagi sebuah
organisasi. Konflik juga dapat memberikan stimulus kepada
individu dalam organisasi untuk lebih kreatif dan inovatif serta
21
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 327
terus mengembangkan diri demi terciptanya kematangan individu
dalam bekerja hingga proses pengambilan keputusan.
2) Akibat-akibat yang bersifat negatif dari adanya konflik
adalah:
Meskipun konflik banyak memberikan keuntungan, akan
tetapi konflik yang diawali dengan ketidak puasan yang dapat
menimbulkan segi negatif seperti persaingan yang tidak terkendali
dapat menghancurkan kelompok atau menimbulkan kekacauan dan
kebingungan, dapat merubah pimpinan kelompok dari partisipatif
ke otoriter.
Soleh Soemirat dalam bukunya menjelaskan akibat konflik
yang bersifat negatif antara lain:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Penghamburan tenaga.
Menurunkan semangat kerja.
Memilah-milahkan kelompok dan anggota.
Mempertajam perbedaan.
Mengurangi prodiktivitas
Menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan. 22
Mengenai dampak yang dihasilkan oleh sebuah konflik
seperti yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa konflik
dapat menghambat terciptanya kerja sama yang baik antara
individu yang satu dengan yang lain, hingga pada penciptaan
tindakan-tindakan yang merugikan orang lain dalam sebuah
organisasi.
3. Konflik di dalam kelompok
Di dalam kehidupan berorganisasi, konflik tidak hanya timbul antar
kelompok, melainkan pula di dalam kelompok yang sama. Tidak jarang
kita jumpai didalam kelompok yang sama terdapat polarisasi berupa
22
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 327
konstelasi sikap berbentuk “kita versus mereka”, yaitu mengambarkan
kelompok lain versus anggota kelompok lainnya.
Konflik terjadi antara dua atau lebih anggota kelompok merupakan
suatu hal yang paling umum terjadi dalam organisasi. Konflik dalam suatu
kelompok selanjutnya dapat diperinci lagi menjadi: konflik peranan,
konflik dalam pemecahan persoalan dan konflik interaksi.
Konflik peranan (role conflict) terjadi bila seseorang melakukan
berbagai macam peranan dan dapat pula terjadi karena adanya tekanan
yang datang dari luar diri seseorang, misalnya dari orang yang ada
kaitannya hierarki atau bahkan dari orang luar sama sekali. Konflik
peranan juga bisa terjadi akibat functional conflict (konflik fungsional),
hierarchical conflict (konflik hierarkis) dan similiarity of functions
conflict.
Terjadinya konflik fungsional terutama akibat adanya berbagai
macam sub-sistem dalam organisasi. Sebagaimana diketahui bahwa setiap
sub-sistem memiliki fungsi tertentu dalam suatu organisasi cenderung
melahirkan norma kelompok (norma hubungan social, norma kerja, dan
norma kekuasaan) dan membentuk sistem nilai tertentu. Baik norma
kelompok maupun sistem nilai ditandai pula dengan dinamika
perkembangan tertentu. Kita ketahui bahwa para anggota kelompok selalu
merasa
mempertahankan
norma
dan
nilai
kelompoknya.
Dalam
memelihara norma dan nilai itu mereka selalu berusaha mendapatkan
pegawai yang dianggap mau menyesuaikan diri dengan norma dan nilai
kelompok. Untuk itu kelompok cenderung lebih banyak melihat organisasi
dari pandangan ke dalam saja. Hal ini selanjutnya akan menimbulkan
kecenderungan untuk selalu mempertahankan ‘status quo’. Lemahnya
proses sosialisasi yang diberikan kepada pegawai baru sesungguhnya
merupakan salah satu akibat pandangan ini.
Konflik dalam pemecahan persoalan juga sangat umum timbul
dalam suatu kelompok atau organisasi kerja. Konflik ini terjadi apabila
beberapa orang mempunyai pandangan berbeda tentang bagaimana cara
memecahkan suatu persoalan. Sangatlah umum apabila para anggota
kelompok mempunyai perbedaan pendapat tentang rumusan suatu
persoalan, atau mempunyai tingkat pengetahuan yang berbeda tentang
informasi yang relevan dengan persoalan yang bersangkutan. Juga
mungkin terdapat perbedaan mengenai faktanya tentang tujuan yang harus
dicapai oleh suatu kelompok, mengenai metode pancapaiannya ataupun
tentang sistem nilai para anggota yang akan dijadikan landasan bagi
pemecahan suatu persoalan.
Konflik fungsional juga sering muncul akibat ‘task or goal
incompatibility’ atau karena adanya ketidakcocokan tugas atau tujuan yang
harus dicapai. Schmidt dan Kochan mengemukakan bahwa “persepsi
mengenai adanya ketidakcocokan tugas atau tujuan yang harus dicapai
merupakan pendahulu bagi terciptanya konflik”. 23
4. Cara Mengatasi Terjadinya Konflik
Wheten dan Kameron mengatakan bahwa mengatasi konflik
merupakan salah satu dari sembilah keahlian yang harus dimiliki manajer.
Hal ini sangat beralasan karena konflik merupakan hal yang bisa terjadi
dalam
suatu
organisasi.
Apabila
manajer
menghadapinya
bukan
menciptakannya maka cara-cara berikut ini dapat dilakukan.
a. Dengan melakukan kompromi atau negosiasi
Melalui cara ini manajer mencoba menyelesaikan konflik
melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak
yang bersangkutan. Menurut Viethzal Rivai negoisasi adalah “tindakan
yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik dapat
dilakukan oleh orang-orang yang berkonflik secara bersama-sama
tanpa melibatkan pihak ketiga”. 24
Bentuk-bentuk kompromi meliputi pemisahan (separation),
dimana pihak-pihak yang bertentangan dipisahkan sampai mereka
23
Adam Ibrahim Indrawijaya, “Perilaku Organisasi”, (Bandung: Sinar Baru Offset
Bandung, 1996), Cet. Ke- 3, h. 174
24
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 169
mencapai persetujuan. Arbitrasi (perwasitan), dimana pihak ketiga
(biasanya manajer) diminta memberi pendapat. Kembali peraturanperaturan yang berlaku, jika terjadi kemacetan maka dikembalikan
pada ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku menyetujui bahwa
peraturan-peraturan
yang
memutuskan
penyelesaian
konflik.
Penyuapan (bribing), salah satu pihak menerima kompensasi dalam
pertukaran untuk tercapainya penyelesaian konflik. Dari sekian banyak
metode yang ditawarkan diatas (pemisahan, arbitrasi, kembali
keperaturan yang berlaku, penyuapan) tidak satupun metode-metode
tersebut dapat memuaskan sepenuhnya pihak-pihak yang bertentangan
maupun menghasilkan penyelesaian yang kreatif.
Agar cara ini berhasil, beberapa teknik yang dapat dilakukan
antara lain adalah sebagai berikut :
1) Satu pihak menyatakan akan menarik diri dari negosiasi tersebut
apabila usulannya tidak dikabulkan.
2) Dengan menyatakan bahwa titik impasnya masih jauh dibawah
yang diusulkan. Teknik ini disebut dengan istilah teknik bohong
besar (big lie technique).
3) Mengutamakan positif frame, yaitu memfokuskan pada keuntungan
potensial yang dapat dicapai dari perundingan tersebut dan hasilhasil yang dapat dicapainya.
Berangkat dari apa yang dikemukakan di atas, dapat penulis
ambil kesimpulan bahwa negoisasi merupakan bagian dari cara
pemecahan sebuah konflik dengan menghadirkan kedua pihak yang
berseteru untuk mencapai sebuah kesepakatan dan kesepahaman
bersama. Dalam hal ini, seorang manajer dituntut untuk menggunakan
kemampuannya melakukan keterampilannya dalam menyelesaikan
sebuah konflik di dalam organisasi. Manajer dapat memposisikan
dirinya sebagai seorang mediator terhadap kedua pihak yang berseteru
dan manajer juga semestinya bersikap objektif dalam menyelesaikan
konflik yang ada. Namun, tidak kesemuanya dari konflik yang dapat
teratasi dengan menggunakan cara ini. Akan tetapi, cara ini dapat
berhasil jika komunikasi yang efektif benar-benar tercipta dalam
proses tersebut.
b. Dengan melakukan konfrontasi diantara pihak-pihak yang
terlibat atau pemecahan masalah integratif.
Dengan metode ini, konflik antar kelompok diubah menjadi
situasi pemecahan masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui
teknik-teknik pemecahan masalah secara bersama, pihak-pihak yang
bertentangan mencoba memecahkan masalah yang timbul diantara
mereka. Di samping penekanan konflik atau pencarian kompromi,
pihak-pihak secara terbuka mencoba menemukan penyelesaian yang
dapat diterima semua pihak. Dalam hal ini manajer perlu mendorong
bawahannya bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, melakukan
pertukaran landasan secara bebas, dan menekankan usaha-usaha
pencarian penyelesaian yang optimal, agar tercapainya penyelesaian
yang integratif.
Pengendalian konflik memiliki karakteristik sendiri-sendiri,
sehingga pemimpin diharapkan dapat menggunakan cara dan gaya
yang digunakan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi serta
isu-isu yang ada di balik konflik tersebut.
Pendekatan berikut ini dapat digunakan sebagai kontribusi
peran kepemimpinan dalam mengendalikan/menyelesaikan konflik:
1) sanggup menyampaikan pokok masalah penyebab
timbulnya konflik
2) mau mengakui adanya kesalahan
3) bersedia melatih diri untuk mendengarkan dan mempelajari
perbedaan
4) sanggup mengajukan usul dan nasihat
5) meminimalisasi ketidakcocokan 25
25
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 175
Konflik tidak dapat terselesaikan jika permasalahan pokoknya
terisolasi. Konflik sangat tergantung pada konteks dan setiap pihak
terkait seharusnya memahami konteks tersebut. Permasalahan menjadi
jelas jika tidak berdasarkan asumsi melainkan jika disampaikan dalam
pernyataan pasti.
Pendekatan dengan konfrontasi dalam menyelesaikan konflik
biasanya justru mengarahkan orang untuk membentuk kubu. Untuk itu,
bicarakan
pokok
permasalahan,
bukan
siapa
yang
menjadi
penyebabnya.
Pada umumnya kemauan mendengarkan sesuatu dibarengi
dengan keinginan untuk memberi tanggapan. Seharusnya kedua belah
pihak dapat saling mendengarkan sehingga permasalahan yang
dihadapi menjadi jelas.
Ajukan usul baru yang didasari tujuan kedua belah pihak dan
dapat mengakomodasi keduanya. Tawarkan juga kesediaan untuk
selalu dapat membantu perwujudan rencana-rencana tersebut.
Mencari jalan tengah di antara kedua belah pihak yang sering
berbeda pendangan dan pendapat. Fokuslah pada persamaan dengan
mempertimbangkan perbedaan yang sifatnya tidak mendasar.
c. Dengan menggunakan jasa pihak ketiga
Meskipun pihak-pihak yang bertikai berupaya menyelesaikan
konflik yang timbul, kadang-kadang mereka menemui jalan yang
buntu. Dalam kondisi yang seperti ini, bantuan pihak ketiga sering
digunakan, baik sebagai penengah, wasit, mediator atau bahkan
tingkatan manajemen yang lebih tinggi. Dua hal yang lebih sering
digunakan adalah dengan mediator atau arbitrase. Mediator akan
bertidak untuk mengarahkan agar kedua belah pihak secara sukarela
melakukan persetujuan, dan ia tidak memiliki kekuasaan formal yang
dapat dipaksakan kepada piahak-pihak yang bertikai karena peran
utamanya adalah sebagai fasilitator. Sementara itu dalam arbitrase
wasitnya diberi wewenang untuk memaksakan atau setidak-tidaknya
merekomendasikan hal-hal tertentu dalam perjanjian. “Pihak ketiga ini
bisa dipilih oleh pihak-pihak yang berkonflik atau perwakilan dari
luar”. 26
Seorang mediator senantiasa harus dapat mengarahkan pada
penyelesaian konflik yang disepakati bersama oleh kedua pihak yang
bertentangan. Mediator juga dituntut untuk objektif dan netral, tidak
pada posisi hakim yang memvonis siapa yang benar dan siapa yang
salah. Hal yang lebih penting adalah seorang mediator harus memiliki
keyakinan bahwa solusi yang dihasilkan dapat disepakati dan
dilaksanakan oleh kedua pihak yang berseteru.
d. Menetapkan atau menciptakan tujuan bersama
Apabila konflik terjadi antara unit, departemen, divisi atau
kelompok kerja, maka salah satu cara menurut hasil penelitian
dianggap berhasil adalah dengan cara menetapkan atau menciptakan
tujuan bersama, yaitu tujuan yang sama-sama ingin dicapai oleh pihakpihak yang bertikai atau tujuan organisasi secara menyeluruh.
Dasar pemikirannya adalah dengan menekankan tujuan yang
sama-sama hendak dicapai, maka hambatan-hambatan yang ada
dimereka dapat diperlemah dan kemungkinan untuk kerja sama,
bukannya konflik, lebih dapat dilaksanakan.
e. Dengan memfokuskan pada dua dimensi, yaitu kerja sama dan
dominasi
Cara mengatasi sebuah konflik dengan memfokuskan pada dua
dimensi yang berupa kerja sama atau dominasi terhadap pihak lain
menurut Anies S. M. Basalamah ada beberapa ancang-ancang yaitu:
pemaksaan, menghindar, kompromi dan mengalah.
26
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 170
Pemaksaan (forcing) atau kompetisi (competing). Cara ini
digunakan apabila salah satu pihak berusaha untuk memuaskan
kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan pihak lain.
Bagi yang menggunakannya maka akan terasa bebas tanpa terbebani,
akan tetapi pihak lain mungkin akan terasa dikalahkan atau bahkan
dipermalukan.
Kolaborasi
(collaboration)
atau
pemecahan
masalah
(problem solving), dengan cara ini pihak-pihak yang bertikai
menyelesaikan persoalan yang timbul secara bersama dan melakukan
kerja sama dalam mencari cara-cara yang akan menguntungkan
masing-masing pihak atau sama-sama menang (win-win solution).
Menghindar (avoiding), dengan cara ini salah satu pihak
menyadari adanya konflik tetapi menarik diri atau menganggap tidak
terjadi apa-apa, yang mungkin dilakukan agar tidak menimbulkan
permusuhan. Melakukan (compromising), apabila pihak-pihak yang
bertikai mengurangi tuntutan guna mencapai persetujuan bersama,
maka mereka telah melakukan kompromi, dengan cara ini tidak ada
pihak yang merasa menang atau kalah karena masing-masing pihak
mengalah dengan mengurangi tuntutan masing-masing.
Mengalah (accommodating), cara ini kebalikan dari cara
pertama, yaitu salah satu pihak berusaha memuaskan kepentingan
pihak lainnya melebihi kepentingan sendiri, cara ini biasanya
dilakukan agar hubungan tetap terpelihara sehingga salah satu
berkorban untuk menyenangkan pihak lain.
f. Menggunakan ancang-ancang yang lebih kontekstual.
Dalam hal ini seperti meningkatkan sumber daya, menjelaskan
mengenai peran yang harus diperankan oleh individu, merancang
kembali pekerjaan yang ada (job redesign), menyusun kembali alur
kerja dan alur komunikasi dan sebagainya.
g. Menggunakan ancang-ancang psko-sosial
Dalam hal ini seperti mengembangkan keahlian pengolahan
untuk kelompok (interpersonal/group process skill), menggunakan
gaya kepemimpinan yang partisipatif, dukungan manajemen terhadap
proses-proses antar individu atau kelompok, dan sebagainya.
C. KOMUNIKASI 1. Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi (bahasa inggris; communication) mempunyai
banyak arti. Asal katanya (etimologi), istilah komunikasi berasal dari
bahasa latin, yaitu communis, yang berarti sama (common). Dari kata
communis berubah menjadi kata kerja communicare, yang berarti
menyebarkan
atau
memberitahukan.
Jadi
menurut
asal
katanya,
komunikasi berarti “menyebarkan atau memberitahukan informasi kepada
pihak lain guna mendapatkan pengertian yang sama”. 27
Apa yang dikemukakan di atas sama seperti yang dikatakan oleh
Vietzal Rivai bahwa “Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian
informasi atau pengiriman kepada penerima informasi”.28 Dengan
demikian penerima informasi harus memahami isi informasi yang
diterimanya, sebaliknya apabila receiver tidak memahami informasi yang
diberikan oleh sender, berarti tidak terjadi komunikasi efektif yang pada
akhirnya dapat menimbulkan suatu konflik. Menurut Hovland, Janis dan
Kelley “Komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang
biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain”. 29
Jadi dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang
27
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.153
28
Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi..., h. 350
29
Arni, Komunikasi Organisasi…, h. 2
komunikator kepada komunikan atau pengirim pesan dari satu pihak
kepada pihak lain untuk mendapatkan saling pengertian.
Organisasi oleh Katz dan Kahn diartikan, “Sebagai suatu sistem
terbuka yang menerima energi dari lingkungannya dan mengubah energi
ini menjadi produk atau servis dari sistem dan mengeluarkan produk atau
sistem ini kepada lingkungan”. 30 Maksudnya bahwa organisasi adalah
sebuah proses dimana berkumpulnya satu atau lebih orang untuk mencapai
sebuah tujuan yang ingin dicapai. Proses inilah yang menghasilkan
keluaran, dan dari keluaran itu yang melaksanakan adalah manusia yang
memiliki kualitas yang baik.
Menurut Zelko dan Dance “Komunikasi organisasi adalah suatu
sistem yang saling tergantung mencakup komunikasi internal dan
eksternal”. 31 Dengan kata lain komunikasi organisasi adalah proses
menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan
yang saling tergantung satu sama lain secara timbal balik dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Suranto Aw, komunikasi dikatakan efektif apabila dalam
suatu
proses
komunikasi
itu,
pesan
yang
disampaikan
seorang
komunikator dapat diterima dan dimengerti oleh komunikan, persis seperti
yang
dikehendaki
oleh
komunikator.
Dengan
demikian,
dalam
“komunikasi itu komunikator berhasil menyampaikan pesan yang
dimaksudkannya,
sedang
komunikan
berhasil
menerima
dan
memahaminya”. 32
Efektifnya sebuah komunikasi adalah jika pesan yang dikirim
memberikan pengaruh terhadap komunikan, artinya bahwa informasi yang
disampaikan dapat diterima dengan baik sehingga menimbulkan respon
30
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 66
31
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 66
32
Suranto Aw, Komunikasi Efektif untuk Mendukung Kinerja Perkantoran,
www.uny.ac.id, 9 Febuari 2007, h. 2
atau umpan balik dari penerimanya. Seperti contohnya; adanya tindakan,
hubungan yang makin baik dan pengaruh pada sikap.
Menurut Suranto AW, ada beberapa indikator komunikasi efektif,
ialah:
a. Pemahaman
kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana
dimaksudkan oleh komunikator. Tujuan dari komunikasi adalah
terjadinya pengertian bersama, dan untuk sampai pada tujuan itu, maka
seorang komunikator maupun komunikan harus sama-sama saling
mengerti
fungsinya
masing-masing.
Komunikator
mampu
menyampaikan pesan sedangkan komunikan mampu menerima pesan
yang disampaikan oleh komunikator.
b. Kesenangan
Yakni
apabila
proses
komunikasi
itu
selain
berhasil
menyampaikan informasi, juga dapat berlangsung dalam suasana yang
menyenangkan ke dua belah pihak. Suasana yang lebih rilex dan
menyenangkan akan lebih enak untuk berinteraksi bila dibandingkan
dengan suasana yang tegang. Karena komunikasi bersifat fleksibel.
Dengan adanya suasana semacam itu, maka akan timbul kesan yang
menarik.
c. Pengaruh pada sikap
Tujuan berkomunikasi adalah untuk mempengaruhi sikap. Jika
dengan berkomunikasi dengan orang lain, kemudian terjadi perubahan
pada perilakunya, maka komunikasi yang terjadi adalah efektif, dan
jika tidak ada perubahan pada sikap seseorang, maka komunikasi
tersebut tidaklah efektif.
d. Hubungan yang makin baik
Bahwa dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak
sengaja meningkatkan kadar hubungan interpersonal. Seringkali jika
orang telah memiliki persepsi yang sama, kemiripan karakter, cocok,
dengan sendirinya hubungan akan terjadi dengan baik.
e. Tindakan
Komunikasi akan efektif jika kedua belah pihak setelah
berkomunikasi terdapat adanya sebuah tindakan.
Alexis Tan mengemukakan bahwa perlu ada daya tarik dengan
similarity (kesamaan), familiarity (keakraban) dan proximity (kesukaan.
Seseorang biasanya akan cenderung lebih tertarik dengan orang lain
karena memiliki factor kesamaan (sama hobi, sama sifat), keakraban
(keluarga, teman karib), dan kesukaan. Dengan kondisi seperti itu orang
tidak merasa sungkan untuk berbicara, yakni menceritakan masalah
hidupnya secara jujur tanpa adanya kecanggungan berkomunikasi dintara
kedunya. Jika sudah demikian, maka antara satu dengan yang lainnya akan
saling mempengaruhi dan dengan sendirinya komunikasi akan berlangsung
secara efektif.
Komunikasi efektif menuntut kepekaan seseorang dalam situasi
dan kondisi yang ada, bahkan telah banyak kegagalan organisasi dikaitkan
dengan komunikasi yang buruk. Masalah yang paling sulit dalam
komunikasi adalah bagaimana cara mendapatkan perhatian dari para
pendengar untuk memastikan bahwa mereka mendengarkan. Menurut
Suranto bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan
tepat, dapat dimengerti dan dapat diterima komunikan”. 33
1) Kontak Mata
Kontak mata adalah hal yang harus dilakukan dalam
berkomunikasi. Orang akan merasa diperhatikan ketika orang yang
berbicara saling bertatap mata. Ini dapat diartikan bahwa mata bisa
dijadikan
sebagai
media
untk
memperjelas
informasi
yang
disampaikan. Dengan melihat mata orang akan merasa bahwa dirinya
tidak diabaikan.
33
Suranto, Komunikasi Efektif untuk Mendukung Kinerja Perkantoran...., h. 3
2) Ekspresi Wajah
Arti dari sebuah ekspresi adalah mencoba mengungkapkan atau
ingin memberi tahu sesuatu hal dengan tanpa berbicara, akan tetapi
orang mengerti. Dalam komunikasi ekspresi wajah sangat menentukan
jelas tidaknya suatu pesan. Dengan ekspresi mengangguk, ini
menandakan bahwa orang tersebut mengerti. Dengan tersenyum, ini
berarti orang sedang bergembira. Dengan mengacungkan jari telunjuk
ke atas ini berarti ungkapan untuk mempertegas. Untuk itu dengan
adanya ekpresi wajah ini pesan yang disampaikan oleh komunikator
akan mampu meyakinkan komunikan untuk memahami isi pesan.
3) Postur Tubuh
Setiap gerak-gerik tubuh bisa menjadikan sebuah tambahan
dalam berkomunikasi secara efektif. Kondisi atau keadaan tubuh bisa
menimbulkan penilaian seseorang ketika pertama kali bertemu, seperti
halnya ungkapan “kesan bertama begitu menggoda”. Misalkan, postur
badan yang lebih besar dengan postur badan orang yang lebih kecil,
bila sama-sama dipandang postur yang lebih besar akan lebih enak
dipandang serta menimbulkan kesan perkasa, kuat dan lebih dihormati.
4) Selera Berbusana
Busana
atau
bisa
dibilang
penampilan
mencerminkan
kepribadian seseorang. Contoh; orang berpenampilan menarik, bersih,
rapi, seseorang akan mengambil kesimpulan bahwa dia orang baik,
padahal bisa jadi dia adalah seorang koruptor. Akan tetapi beda dengan
penampilan acak-acakan, apa-adanya, celana sobek-sobek, maka orang
akan memandang bahwa dia seorang preman, padahal bisa jadi dia
adalah anak teater. Dari contoh yang diuraikan tersebut, menandakan
bahwa begitu berartinya busana dalam menimbulkan sebuah kesan.
Dengan berbusana yang menarik orang akan lebih tertarik, sehingga
pesan yang disampaikan akan mudah untuk diterima.
Adapun komunikasi bisa disebut efektif jika suara pesan:
a) Diterima oleh pendengar yang dimaksud.
b) Diinterpretasikan dengan cara yang pada dasarnya sama
oleh penerima dan si penerima.
c) Diingat dalam jangka waktu yang cukup lama, dan
d) Digunakan jika timbul keadaaan yang tepat. 34
Keempat dari unsur ini penting sekali, dan jika salah satu tidak
ada, maka komunikasi tidaklah efektif. Dengan demikian, komunikasi
hanya akan efektif jika memberikan pengaruh bagi perilaku.
Menurut Seiler, “ada empat prinsip dasar komunikasi yaitu
suatu proses, suatu sistemik, interaksi dan transaksi, dimaksudkan atau
tidak dimaksudkan”. 35
a) Komunikasi adalah suatu proses.
Komunikasi
merupakan
“cuaca
yang
terjadi
dari
bermacam-macam variable yang kompleks dan terus berubah”.36
Komunikasi juga melibatkan suatu variasi saling berhubungan
yang kompleks yang tidak pernah ada duplikat dalam cara yang
sama persis yaitu: saling hubungan di antara orang, lingkungan
keterampilan, sikap, status, pengalaman, dan perasaan, semuanya
menentukan komunikasi yang terjadi pada suatu waktu tertentu.
Bila dilihat sepintas lalu suatu komunikasi mungkin tidak
berarti, tetapi bila dipandang sebagai suatu proses, maka
kepentingannya sangat besar. Misalnya: suatu komunikasi yang
hanya terdiri dari satu perkataan akan dapat memperlihatkan suatu
perubahan. Perubahan itu mungkin terjadi secara langsung atau
tidak, berarti atau tidak berarti, tetapi semuanya itu terjadi sebagai
hasil dari proses komunikasi.
34
Saul W. Gellerman, Manajer Dan Bawahan, (Jakarta:PT. Pustaka Binaman Pressindo,
1983) cet.1, h. 66-67
35
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 19
36
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 19
b) Komunikasi adalah sistem
Komunikasi terdiri dari beberapa komponen dan masingmasing komponen tersebut mempunyai tugasnya masing-masing.
Tugas dari masing komponen itu berhubungan satu sama lain untuk
menghasilkan suatu komunikasi. Misalnya pengirim mempunyai
peranan untuk menentukan apa informasi atau apa arti yang akan
dikomunikasi. Setelah tahu apa arti atau informasi yang akan
dikirimkan, informasi tersebut perlu diubah ke dalam kode atau
sandi-sandi tertentu sesuai dengan aturannya sehingga berupa suatu
pesan. Jadi komponen pesan ada kaitannya dengan komponen
pengirim. Bila pengirim tidak benar menyandikan arti yang akan
dikirim maka terjadilah pesan itu kurang tepat. Kurang tepatnya
pesan yang akan dikirimkan akan mempengaruhi komponen
penerima dalam menginterpretasikan isi pesan sehingga si
penerima
mungkin
juga
akan
salah
dalam
menginterpretasikannya. 37 Kaitan komponen pesan dengan saluran
misalnya bila pesan yang disampaikan dengan lisan maka
gelombang suara adalah sebagai saluran dan ini juga akan
berkaiatan dengan si penerima dalam mengikuti pesan yang harus
menggunakan pendengarannya dalam menerima pesan tersebut.
Begitulah, antara satu komponen dengan komponen yang lain
saling berkaitan dan bila terdapat gangguan pada satu komponen
akan berpengaruh pada proses komunikasi secara keseluruhan.
c) Komunikasi bersifat interaksi dan transaksi
Yang dimaksud dengan istilah “interkasi adalah saling
bertukar komunikasi”. 38 Misalnya seseorang berbicara kepada
temannya
mengenai
sesuatu,
kemudian
temannya
yang
mendengarkan memberikan reaksi atau komentar terhadap apa
37
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 20
38
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 20
yang sedang dibicarakan itu. Begitu selanjutnya berlangsung secara
teratur ibarat orang yang bermain melempar bola. Seorang
melemparkan yang lainnya menangkap kemudian yang menangkap
melemparkan kembali kepada si pelempar pertama.
Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi yang kita lakukan
tidak seteratur itu prosesnya. Banyak dalam percakapan tatap muka
kita terlibat dalam proses pengiriman pesan secara simultan tidak
terpisah seperti pada contoh di atas. Dalam keadaan demikian
komunikasi tersebut bersifat transaksi. Samabil menyandikan pesan
kita juga menginterpretasikan pesan yang kita terima. Sambil guru
menyampaikan informasi kepada murid atau sedang menjelaskan
pengajaran muridpun menyampaikan pesan kepada guru dalam
bermacam-macam bentuk. Jadi komunikasi yang terjadi antara
manusia dapat berupa interaksi dan transaksi.
d) Komunikasi dapat terjadi disengaja maupun tidak disengaja
Komunikasi
yang
ideal
terjadi
apabila
“seseorang
bermaksud mengirim pesan tertentu terhadap orang lain yang ia
inginkan untuk menerimanya”. 39 Tetapi itu belumlah merupakan
jaminan bahwa pesan itu akan efektif, karena tergantung kepada
faktor lain yang juga ikut berpengaruh kepada proses komunikasi.
Kadang-kadang ada juga pesan yang sengaja dikirimkan kepada
orang yang dimaksudkan tetapi sengaja tidak diterima oleh orang
itu
2. Kemampuan dan keterampilan dalam berkomunikasi
Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi antara satu
individu dengan individu yang lain, untuk itu dari masing-masing individu
39
Arni, Komunikasi Organisasi..., h. 21
diharapkan memiliki kamampuan serta keterampilan yang dibutuhkan
dalam proses komunikasi.
a. Kemampuan dalam menyampaikan pesan
Untuk
dapat
mempengaruhi
komunikan
secara
efektif,
penyampaian pesan perlu memperhatikan langkah-langkah:
1) Attention (perhatian) Artinya bahwa pesannya harus
dirancang dan disampaikan sede-mikian rupa sehingga
dapat menumbuhkan perhatian dari komunikan. Misalnya
seorang pimpinan memulai dahulu dengan mengajak
berbincang-bincang secara santai dengan karyawan,
tersenyum, menanyakan kesehatan, dan sebagainya sebagai
cara untuk me-narik perhatian.
2) Need (kebutuhan) Artinya bahwa komunikator kemudian
berusaha meyakinkan komunikan bahwa pesan yang disam
paikan itu penting bagi komunikan.
3) Satisfaction (pemuasan), dalam
hal ini komunikator
memberikan bukti bahwa yang di-sampaikan adalah benar.
4) Visualization (visualisasi) komunikator memberikan buktibukti lebih konkret sehingga komunikan bisa turut
menyaksikan.
5) Action (tindakan), komunikator mendorong agar
komunikan bertindak positif yaitu melaksanakan pesan dari
komunikator tersebut. 40
Kunci utama dari komunikasi adalah dari seorang komunikator.
Untuk itu calon komunikator dituntut untuk mampu menyampaikan
pesan sesuai dengan keinginan komunikan, artinya bahwa dalam
proses komunikasi dibutuhkan adanya sikap manghargai orang lain,
serta ikut dalam suasana yang sedang dialami orang lain (empati),
sehingga dengan adanya sikap semacam itu proses komunikasi akan
lebih mudah tercapai.
b. Kemampuan dalam menerima pesan (mendengarkan)
Seringkali bahwa sesuatu yang diungkapkan tidak selalu
dimengerti oleh orang lain, bahkan bisa menimbulkan sebuah
40
Suranto, Komunikasi Efektif untuk Mendukung Kinerja Perkantoran...., h. 3
kesalahpahaman untuk itulah agar informasi dapat diterima dengan
baik sehingga menimbulkan umpan balik perlu memperhatikan hal-hal
berikut ini:
Mendengarkan terdiri dari sejumlah dimensi-dimensi:
1)
2)
3)
4)
Sepenuhnya memperhatikan pengirim pesan
Mendengarkan secara aktif berita/informasi yang disampaikan
Bila perlu mintalah penegasan atau pengulangan
Tetap bekerja sama dengan pengirim. 41
c. Kemampuan dalam memberikan umpan balik
Umpan balik sangat penting dalam komunikasi, karena
seseorang bisa mengetahui informasi atau pesan yang telah
disampaikan itu sampai sesuai dengan keinginan komunikator.
Menurut Masyhuri HP dalam buku Asas-asas Komunikasi, bahwa
umpan balik adalah informasi tentang keberhasilan penerima dalam
menangkap pesan yang disampaikan oleh sumber sebagai kontrol
efektivitas tindakan komunikator dan untuk pedoman bagi tindakan
selanjutnya. 42 Dengan demikian ukuran dari efektivitas komunikasi
adalah dengan adanya umpan balik, yakni pemberian tanggapan
terhadap komunikator.
Adapun respon atau tanggapan dari komunikasi dibedakan
sebagai berikut:
1) Respon langsung (direct respon), ialah respon yang
diberikan langsung oleh pihak komunikan tidak
memerlukan jangka waktu yang relatif lama.
2) Respon tidak langsung (indirect respon) ialah respon yang
memerlukan jangka waktu. Dalam hal ini respon yang
diberikan oleh pihak komunikan tertunda beberapa saat.
3) Respon yang kurang dimengerti (zero respon), ialah respon
yang tidak dapat dimengerti oleh pihak komunikator.
4) Respon yang dapat dimengerti (positive respon), ialah
respon yang diberikan oleh pihak komunikan dapat
41
Ron Ludlow dan Fergus Panton, Komunikasi Efektif, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya,
2006), Cet.Ke-1, h. 17
42
Masyhuri HP, Asas-asas Komunikasi, (IKIP Semarang Press, 1991), Cet.1, h.50
dimengerti oleh pihak komunikator dengan pihak
komunikan terdapat saling pengertian.
5) Respon yang bersifat netral, ialah respon pihak komunikan
yang tidak memberikan dukungan ataupun menentangnya.
6) Respon yang berifat negatif, ialah respon yang diberikan
oleh pihak komunikan tidak memberikan dukungan kepada
pihak komunikator. 43
Gambar 1. Proses Komunikasi
Gannguan
Umpan depan
pesan
sumber
encoding
saluran
decoding
penerima
Umpan balik
Sumber: Daw B. Curtis–James J. Floyd–Jerry L Winsor, Komunikasi Bisnis dan Professional, 1999), h. 7
Umpan balik adalah “setiap pesan verbal atau non verbal yang
dikirimkan kembali kepada sumber yang berhubungan dengan pesan
sumber”. 44 Jadi komunikasi akan lebih efektif jika memberikan
pengaruh bagi penerimanya, yakni adanya timbal balik.
d. Keterampilan dalam berkomunikasi
Menurut Masyhuri HP, agar komunikasi dapat berjalan dengan
lancar, semua pihak yang berkomunikasi harus memiliki keterampilan
dalam berfikir. Di samping itu sumber harus memiliki keterampilan
menjadi pesan, ialah mengubah gagasan atau pesan menjadi lambanglambang, sedang penerima harus memiliki keterampilan membuka
sandi, ialah menterjemahkan lambang-lambang tersebut, agar pesan
yang terkandung dalam lambang-lambang itu dapat dipahami. 45
Untuk mendukung agar komunikasi lebih baik, maka
diperlukan
Kemampuan
43
44
adanya
keterampilan
berkomunikasi
dari
masing-masing
individu.
dapat
ditingkatkan
dengan
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.155
Daw B. Curtis–James J. Floyd–Jerry L Winsor, Komunikasi Bisnis dan Professional,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), Cet.Ke-3, h. 7
45
Masyhuri, Asas-asas Komunikasi..., h.24
“mengembangkan suatu atmosfer komunikasi yang positif demi
keberhasilan pada masa mendatang”. 46
3. Bentuk-bentuk Komunikasi
Para penulis telah mengelompokkan komunikasi ke dalam
beberapa bentuk. Komunikasi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam
bentuk-bentuk sebagai berikut:
a. Komunikasi Lisan
“Komunikasi lisan adalah komunikasi yang hanya melalui lisan
saja dan tidak tertulis. Komunikasi lisan dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu komunikasi lisan secara langsung dan komunikasi lisan
secara tidak langsung”. 47 Komuniaksi lisan secara langsung bisa
berarti, bahwa komunikasi yang terjadi secara langsung yakni melalui
tatap muka, seperti halnya orang berceramah, orang berpidato,
berorasi. Sedangkan komunikasi lisan tidak langsung berarti terjadi
komunikasi tanpa adanya tatap muka, seperti halnya orang berbicara
ditelepon.
b. Komunikasi Tertulis
“Komunikasi tertulis atau tercetak adalah komunikasi dengan
mempergunakan rangkaian kata-kata atau kalimat, kode-kode (yang
mengandung arti), yang tertulis atau tercetak yang dapat dimengerti
oleh pihak lain”. 48 Jadi kesimpulannya kedua komunikasi ini lebih
kepada
komunikasi
satu
arah,
dimana
komunikator
hanya
menyampaikan pesan yang ada. Untuk komunikasi ini dirasa kurang
efektif karena penyampaian pesan dari komunikator belum tentu bisa
dipahami oleh komunikan. Ketika komunikator memberi informasi, dia
46
Curtis–Floyd–Winsor, Komunikasi Bisnis dan Professional…, h. 7
47
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.160
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h. 161
48
tidak memahami apakah yang diberi informasi sudah mengerti atau
belum akan informasi yang telah disampaikan
c. Komunikasi Non Verbal
“Komunikasi
non
verbal
adalah
komunikasi
yang
menggunakan bahasa badan atau tubuh, seperti gerakan tangan, jari,
mata, kepala, dan lain-lain”. 49 Komunikasi ini melalui berbagai isyarat
atau signal non-verbal. Media yang dipergunakan ialah ekspresi, gerak
isyarat, gerak dan posisi badan, yang disebut bahasa badan yang
menyatakan sikap dan perasaan seseorang. Misalkan seorang manajer
menampakkan wajah yang masam ketika bawahannya mengajukan
pendapat, dan bisa jadi bawahan tersebut menafsirkan muka masam itu
sebagai penolakan, padahal bisa jadi manajer tersebut lagi sakit gigi.
Adapun jenis komunikasi adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi formal
Komunikasi formal adalah “komunikasi yang terjadi di antara
para anggota organisasi, yang secara tegas diatur dan telah ditentukan
dalaam struktur organisasi”. 50 Komunikasi formal berhubungan erat
dengan proses penyelenggaraan kerja dan bersumber dari perintahperintah resmi, sehingga komunikasi formal memiliki sanksi resmi.
Komunikasi formal dapat berlangsung dari atas ke bawah, dari
bawah ke atas dan secara horizontal. Dengan demikian saluran media
komunikasi formal dapat mempergunakan semua media yang
dipergunakan oleh komunikasi ke atas, ke bawah dan horizontal.
Saluran media yang dipergunakan bermacam-macam, misalnya
perintah (lisan maupun tulisan), laporan, konferensi, saran, keluhan,
surat tugas, memo/nota dan sebagainya.
b. Komunikasi informal,
49
Amirullah Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, (Yogyakarta: PT Graha Ilmu,
2004), ed. 2, h.286
50
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h. 167
Komunikasi informal adalah “komunikasi yang terjadi dalam
suatu organisasi tetapi tidak direncanakan dan tidak ditentukan dalam
struktur organisasi”. 51 Komunikasi informal bersifat tidak resmi dan
terjadi melalui informasi dari mulut ke mulut sehingga di dalamnya
terdapat keterangan-keterangan yang tidak resmi dan kurang objektif
kebenarannya.
4. Hambatan-hambatan dalam Komunikasi
Komunikasi dalam prosesnya, ada saja beberapa hal yang
merintangi atau menghambat tercapainya tujuan dari proses komunikasi.
Hambatan atau rintangan dalam komunikasi bisa berasal dari pribadi
komunikan dan komunikator, lingkungan dan lain sebagainya. Ig
Wursanto mengemukakan tiga hambatan komunikasi dalam organisasi
yaitu hambatan teknis, hambatan semantic dan hambatan perilaku” 52
Adapun kendala-kendala komunikasi dapat digolongkan ke dalam
tiga kelompok:
a) Kendala-kendala dalam penerimaan
1) Rangsangan dari lingkungan
2) Sikap dan nilai-nilai dari penerima
3) Kebutuhan dan harapan penerima
b) Kendala-kendala dalam pemahaman:
1) Bahasa, masalah semantik
2) Kemampuan penerima untuk mendengar dan menerima,
khususnya berita-berita yang mengancam konsep dirinya
3) Panjang komuniaksi
4) Perbedaan status
c) Kendala dalam penyambutan:
1) Praduga
2) Konflik pribadi antara pengirim dan penerima.
Ig. Wursanto hambatan dalam komunikasi adalah:
a) Hambatan yang bersifat teknis
51
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h. 167
52
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h. 171
1. Kurangnya sarana dan prasarana yang diperlukan dalam
proses komunikasi.
2. Penguasaan teknik dan metode berkomunikasi yang tidak
sesuai.
3. Kondisi fisik yang tidak memungkinkan terjadinya proses
komuniakasi. 53
b) Hambatan semantik
“Semantik dapat diartikan sebagai suatu studi tentang
pengertian dapat diungkapkan melalui bahasa, baik bahasa
lisan (melalui ucapan, bahasa badan) maupun bahasa tertulis”.54
Maksud dengan hambatan semantik ini adalah kesalahan dalam
penafsiran, salah dalam pemberian pengertian bahasa dalam
menyampaikan pesan dalam proses komunikasi.
c) Hambatan perilaku
1. Pandangan yang bersifat apriori,
2. Prasangka yang didasarkan pada emosi,
3. Suasana otoriter,
4. Ketidakmauan untuk berubah, dan
5. Sifat yang egosentris. 55
Dari berbagai pendapat mengenai hambatan, kesulitan dalam
komunikasi maka dapatlah kita simpulkan bahwa yang menjadi
penghambat dalam proses komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi dua
faktor, yaitu:
(1) Faktor eksternal
a. Kondisi
lingkungan
sekitar
yang
menghambat
jalannya
komunikasi, contohnya kebisingan, tempatnya terlalu panas atau
dingin dan lain sebagainya.
53
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.171
54
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.175
55
Wursanto, Dasar-dasar Ilmu Organisasi..., h.176
b. Hambatan organisasional, diantaranya struktur organisasi yang
mulai berubah, tugas dan wewenang pemimpin atau manajer yang
mulai memudar dan ketidakjelasan tugas, serta profesionalisasi dan
spesifikasi pekerjaan yang.
(2) Faktor internal
a. Bahasa yang digunakan oleh komunikan dan komunikator
bertentangan
b. Latar belakang serta ruang lingkup pengalaman dan dasar
pengetahuan yang berbeda satu sama lain pun dapat menghambat
proses komunikasi yang pada akhirnya akan mempertahankan
pendapatnya sendiri-sendiri.
c. Pendengaran lemah.
Hambatan-hambatan seperti inilah yang nantinya akan
menjadikan tujuan komunikasi tidak terarah dan simpang siur.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah:
1. Untuk mengetahui kinerja kepala sekolah dalam menciptakan komunikasi
yang efektif pada masyarakat sekolah demi terciptanya kerja sama yang
baik dalam mewujudkan tujuan sekolah.
2. Untuk mengetahui langkah strategis yang dilakukan kepala sekolah dalam
menciptakan keharmonisan dalam lingkungan kerja di sekolah.
3. Untuk mengetahui usaha yang dilakukan kepala sekolah dalam
meminimalisir konflik yang terjadi dikalangan guru dan staf sekolah.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Lokasi yang dijadikan penelitian adalah SMA Pribadi 2 Tangerang
yang beralamat di Jl. Kavling Pemda I. No. 5 Tangerang.
2. Waktu penelitian
Proses penelitian ini dilaksanakan secara bertahap dimulai dari
perencanaan, persiapan dan penentuan alat pengumpulan data penelitian
yang dilanjutkan dengan pengumpulan data lapangan sebagai kegiatan inti
penelitian dan rentang waktu yang dibutuhkan selama 3 (tiga) bulan, mulai
pada bulan Maret sampai dengan Mei 2009.
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian. Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel,
yaitu:
1) Variabel Peran Kepala Sekolah, variabel ini menduduki posisi sebagai
variabel bebas (independent) yakni yang memberi pengaruh terhadap hasil.
Variabel ini disimbolkan dengan huruf X.
2) Variabel Konflik Guru dan Staf, variabel ini menduduki posisi sebagai
variabel terikat (dependent) yakni hasil sebagai pengaruh variabel
independen. Variabel ini disimbolkan dengan huruf Y.
D. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini, penulis mengambil populasi guru SMA Pribadi 2
Tangerang tahun pelajaran 2008/2009 yang berjumlah 23 orang guru dan
pegawai Tata Usaha yang berjumlah 4 orang. Mengingat populasinya kurang
dari 100 orang, maka sampel yang penulis ambil adalah sama dengan jumlah
keseluruhan dari populasi yang ada yaitu 27 orang.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah:
1. Observasi
Dalam penelitian ini penulis melakukan observasi di SMA Pribadi
2 Tangerang.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih
secara langsung. Penulis melakukan wawancara terhadap Kepala Sekolah
dan guru IPS yang ada di sekolah tersebut. Wawancara yang dilakukan
oleh peneliti adalah untuk memperoleh data yang lebih mendalam dan
untuk mengetahui langsung strategi guru yang bersangkutan dalam
pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
3. Angket
Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden
baik secara langsung maupun tidak langsung. Angket ini disebarkan
kepada guru dan staff di SMA Pribadi 2 Tangerang untuk memperoleh
informasi mengenai peran kepala sekolah dalam penyelesaian konflik guru
dan staf.
Angket dibuat dengan model likert yang mempunyai empat opsi
jawaban yang berjumlah genap ini dimaksudkan untuk menghindari
kecenderungan responden bersikap ragu-ragu dan tidak mempunyai
jawaban yang jelas.
4. Studi Kepustakaan
Untuk memberikan hasil yang maksimal dalam penelitian ini,
peneliti juga menggunakan dan membaca literatur-literatur baik berupa
buku-buku, majalah, surat kabar, dan media internet sebagai pencari data
yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian.
5. Studi dokumentasi
Dokumentasi ini bertujuan untuk memperoleh data yang tidak bisa
dikejar dengan observasi, maupun interview, melainkan diperoleh dengan
data tertulis. Peneliti mencari data tentang kinerja guru dalam hal
administrasi seperti membuat persiapan mengajar, mendokumentasikan
peristiwa yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung dan strategi
yang diterapkan guru dalam proses pembelajaran yang berlangsung di
kelas.
F. Tehnik Analisa dan Interpretasi Data
Setelah data yang diperlukan terkumpul, langkah selanjutnya adalah
menganalisa data. Menganalisa data merupakan suatu cara yang digunakan
untuk menguraikan data yang diperoleh agar dapat dipahami bukan hanya oleh
orang yang meneliti, tetapi juga orang lain yang ingin menegetahui hasil
penelitian.
Untuk menganalisa data dalam penelitian ini, penulis melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing
Dalam menganilsa data, yang pertama kali harus dilakukan adalah
editing. Pada tahap ini dialakukan pengecekan terhadap pengisian angket.
Setiap angket diteliti satu persatu mengenai kelengkapan, kejelasan dan
kebenaran
pengisian
angket
tersebut
agar
terhindar
dari
kesalahan/kekeliruan dalam mendapatkan informasi sehingga dapat
diperoleh data yang akurat.
2. Skoring
Skoring merupakan tahap pemberian skor terhadap butir-butir
pertanyaan yang terdapat dalam angket. Dalam setiap pertanyaan dalam
angket terdapat (4) lima pilihan jawaban selalu, sering, kadang-kadang,
dan tidak pernah, yang harus dipilih oleh responden. Maka penulis
memberikan nilai 4 untuk jawaban selalu, nilai 3 untuk jawaban sering,
nilai 2 untuk jawaban kadang-kadang, dan nilai 1 untuk jawaban tidak
pernah.
3. Tabulating
Bertujuan untuk mendapatkan gambaran frekuensi dalam setiap
aitem yang penulis kemukakan. Untuk itu dibuatlah suatu table yang
mempunyai kolom setiap bagian angket sehingga terlihat jawaban yang
satu dengan yang lain.
4. Presentase
Setiap data perlu dipresentasekan setelah ditabulasikan dalam
jumlah frekuensi jawaban responden untuk setiap alternatif jawaban.
Adapun rumus yang digunakan dalam persentase adalah:
P = f__ x 100 %
N
Keterangan :
P = Persentase
F = Frekuensi
N = Jumlah Responden
100 % adalah nilai tetap.
G. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Table 1
No
1
Variabel
Dimensi
3.
2
menyampaikan
dalam 1. Mampu
pesan
2. Menerima
pesan
atau
mendengar
3. Memberikan umpan balik
(feedback)
skill
atau
Dukungan
terhadap 4. Memiliki
keterampilan
komunikasi.
berkomunikasi.
Keberhasilan
dalam 5. Peran dan fungsi dalam
berkomunikasi
berkomunikasi.
menjalin
Kondisi personal guru 1. Kemampuan
hubungan yang baik dengan
dan staf.
guru dan staf sekolah
Kematangan individu 2. Kemampuan berkomunikasi
yang baik dengan sesama
dalam berkomunikasi
Kebersamaan dalam 3. Kemampuan bekerja secara
Profesional
pencapaain tujuan
4. Kesamaan visi dan misi di
sekolah.
5. Kemampuan bekerja sama
dengan baik
Peran Kepala 1. Kematangan
berkomunikasi
Sekolah
perspektif
komunikasi
2.
Konflik Guru 1.
dan Staf
2.
3.
Indikator
No Item
Jml
1, 2, 3, 4, 5
6, 7
8, 9 10, 11
20
12, 13, 14, 15
16, 17, 18,
19, 20
21, 29, 30, 36
27, 35, 37, 40
22, 23, 24,
25, 28, 39
32, 33, 26,
31, 34, 38,
20
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. GAMBARAN OBJEK PENELITIAN
1. Sejarah
SMA Pribadi 2 Tangerang berdiri pada tahun 1996 yang dipelopori
oleh Koesnen, BA dan Ir. Sugirin dan Yayasan, atas dasar permintaan dari
guru-guru SMA I Tangerang, SMA Pribadi I dan SMP Pribadi dengan
tujuan untuk mengisi waktu luang pada siang hari dan menambah
pendapatan guru-guru tersebut.
Pada tahun pertama yaitu tahun ajaran 1996-1997, SMA Pribadi
mendapat siswa sebanyak 97 siswa yang dibagi menjadi 3 kelas. Tahun
kedua (1997-1998) siswanya berjumlah 120 siswa yang dibagi menjadi 4
kelas. Pada tahun ketiga berdiri (1998-1999) siswa yang diterima di SMA
Pribadi 2 adalah 135 siswa yang dibagi menjadi 4 kelas. Pada tahun ketiga
dilakukan ujian pertama kali dengan menginduk pada SMAN 5 Tangerang
dan siswanya lulus 100 %. Hingga saat ini SMA Pribadi 2 mengalami
perkembangan yang cukup pesat.
Prestasi yang pernah diraih adalah :
a. Juara I lomba Tenis Meja Tingkat Provinsi pada tahun 1999.
b. Juara Nasional Tenis Meja pada tahun 2000.
c. Juara II lomba Sepak Bola Tingkat sekolah se-Kota Tangerang.
d. Juara I Band Tingkat SEJABODETABEK tahun 2004.
e. Juara I Seni Tingkat SEJABODETABEK tahun 2008.
2. Tujuan
Sejalan dengan pendidikan, maka beberapa tujuan yang menjadi
prioritas SMA PRIBADI 2 Tangerang adalah :
a. Sekolah dapat mmelayani masyarakat dengan maksimal
b. Memiliki sarana dan prasarana laboratorium yang memadai sehingga
proses belajar mengajar lebih efektif dan efisien.
c. Semangat belajar siswa lebih giat dan rajin sehingga prestasi
meningkat.
d. Siswa mampu menggunakan komputer dan memanfaatkannya untuk
kegiatan belajar dan berkomunikasi melalui jaringan internet.
e. Meningkatkan rata-rata nilai ujian nasional minimal 6,0 untuk semua
mata pelajaran yang diujikan
f. Siswa dapat naik tingkat/kelas dan lulus dengan nilai standar dari
pemerintah.
g. Memiliki unggulan lomba TIK yang mampu menjadi finalis di tingkat
Kota Tangerang dan Parovinsi Banten.
h. Mencetak siswa alumni yang berkualitas tinggi, sehingga mampu
bersaing dan dapat mengembangkannya di masyarakat.
3. Visi dan Misi
Visi SMA PRIBADI 2 Tangerang adalah “Unggul dalam
Pelayanan dan Ilmu Pengetahuan serta Teknologi Untuk Menghadapi Era
Globalisasi Tanpa Meninggalkan Kaidah Budaya Bangsa”.
Untuk mencapai visi tersebut, SMA PRIBADI 2 Tangerang
menjabarkan misinya sebagai berikut:
a. Menumbuhkan semangat untuk melakukan perubahan dan pantang
menyerah setiap upaya meningkatkan semua aspek yang dicapai baik
di bidang akademik maupun non akademik.
b. Mampu membaca setiap perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan
informatika pada era globalisasi, sehingga mampu mengatasi segala
tantangan serta meningkatkan rasa percaya diri untuk berdaya guna
dan berhasil guna.
c. Menciptkan suasana masyarakat sekolah yang nyaman, sehat dan
harmonis serta layanan yang simpatik sehingga terbentuk kondisi
keluarga besar yang saling asah, asih dan asuh.
d. Memupuk rasa persatuan dan kesatuan serta mengembangkan sikap
saling menghormati sesama, mampu memecahkan segala persoalan
dan tetap mempertahankan nilai logika, etika, estetika dan praktika.
e. Menghasilkan siswa yang berprestasi tinggi dan mampu bersaing di
dunia kerja dan diterima di Perguruan Tinggi Negeri terkemuka.
4. Keadaan Guru dan Karyawan
Posisi guru dalam dunia pendidikan memiliki tugas dan kewajiban yang cukup berat, atau ditangannya
kekuasaan penyelenggaraan pendidikan ditentukan maju mundurnya suatu sekolah tergantung pada tanggung
jawab dan profesionalisme para guru.
Jumlah guru yang terdapat di SMA Pribadi 2 Tangerang adalah sebanyak 22 orang guru, yang terdiri 5 orang
guru tetap Yayasan, 13 orang guru tidak tetap yang berstatus PNS dan 4 orang guru tidak tetap. Adapun jumlah
karyawan di SMA Pribadi 2 Tangerang sebanyak 5 orang, yang terdiri dari 3 orang sebagai karyawan
administrasi tata usaha dan 1 orang pustaka, dan 1 orang pembantu umum. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
56
Tabel 2
Keadaan Guru
No.
Nama
1.
2.
3.
4.
5
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Ir. Sugirin
Adyunarwan, S. Pd. Kim
Saino S, BA.
Dra. Wuryati
Supono, S. Pd.
Drs. Mulyono
Khairul Saleh, S. Pd.
Upik Nurjenah, S. Pd
Udin Mahmudin, S. Pd.
Tasiman, S. Pd.
Drs. M. Arif R.
Murni R. S. Pd.
Unggul P, S.Komp.
Rury Prihatin, S.Pd. I
Aida Fitriyah, S. Pd.
Mira Melani, S.S
Alberta Sri P, S. Spd.
Sri Ika Kartika, S. Pd.
Sp. Puguh Utomo, S. Sn
N. Tiwi Kartiwi, S. Pd.
Drs. Iwan Suhara
Rina Istianawati, M. Pd.
Meidar Suhartini
56
Jenjang
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
D3
Pendidikan
Jurusan
Tahun
Geografi
1991
Kimia
2005
Ekonomi
1977
Sosiologi
1990
PKn
1991
Fisika
1989
Ekonomi
2002
B. Inggris
2001
Penjas
2004
B. Inggris
1991
Sosiologi
1993
MTK
2001
Komputer
2005
PAI
2006
B. Indonesia
2002
B. Jepang
2002
B. Indonesia
1997
MTK
2002
Kesenian
2001
Sejarah
2007
IPA
1990
Biologi
2004
Perhotelan
1991
Status
GTY
GTY
GTT PNS
GTT
GTT PNS
GTT PNS
GTT PNS
GTT PNS
GTY
GTT PNS
GTY
GTT PNS
GTT
GTY
GTT PNS
GTT
GTT PNS
GTT
GTT PNS
GTT PNS
GTT PNS
GTT PNS
PTY
Arsip/Dokumen (Guru dan Staf Pegawai ) SMA Pribadi 2 Tangerang
Mengajar
Geografi
Kimia
Eko/Akun
Sosiologi
PKn
Fisika
Eko/Akun
B. Inggris
Penjas
B. Inggris
Budi P.
MTK
TI&K
PAI
B. Indonesia
B. Jepang
B. Indonesia
MTK
Pend. Seni
Sejarah
Lab. IPA
Biologi
Bendahara
24.
25.
26.
27.
Saniah
Suharsono
Aris Kusnendar
Sudimin
SMEA
SMA
SMA
SMP
-
1992
1993
1998
1993
PTY
PTT
PTT
PTT
TU
TU
Pustaka
Pembantu umum
5. Keadaan Siswa
Siswa merupakan potensi yang harus dimanfaatkan oleh guru dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang
efektif dengan demikian keberadaan murid merupakan faktor yang sangat penting dalam proses belajar
mengajar disamping eksistensi guru.
Siswa yang berada di SMA Pribadi 2 Tangerang pada tahun pelajaran 2008-2009 dengan jumlah keseluruhan
adalah sebanyak 237 orang siswa. Yang terdiri dari kelas X sebanyak 2 kelas dengan berjumlah 50 orang siswa,
kelas XI sebanyak 3 kelas berjumlah 83 orang siswa dan kelas XII sebanyak 3 kelas berjumlah 104. Untuk
keterangan lebih lanjut, dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 57
Tabel 3
Keadaan siswa
No
1
2
3
Kelas
X
XI
XII
Jumlah
Laki-laki
23
50
54
127
Perempuan
27
33
50
110
Jumlah
50
83
104
237
6. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang di miliki di SMP N 1 Pamulang cukup
mendukung atas kelancaran dalam proses pendidikan. Dengan adanya
sarana dan prasarana yang memadai amat mempengaruhi tingkat kemajuan
dan mutu akan pendidikan. Untuk melihat lebih jauh mengenai rincian
keadaan sarana dan prasarana yang terdapat di SMA Pribadi 2 Tangerang,
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.58
Tabel 4
Keadaan siswa
57
58
No
Sarana
Jumlah
Kondisi
01
Ruang Belajar
36 Ruang
Baik
02
Ruang Guru
1 Ruang
Baik
03
Ruang Kepala Sekolah
1 Ruang
Baik
04
Ruang Perpustakaan
1 Ruang
Baik
Arsip/Dokumen (Siswa dan siswi ) SMA Pribadi 2 Tangerang
Arsip/Dokumen (Saran dan Prasarana ) SMA Pribadi 2 Tangerang
05
Lapangan olah raga
1 Ruang
Baik
06
Laboratorium Komputer
1 Ruang
Baik
07
Laboratorium Fisika
1 Ruang
Baik
08
Ruang Osis
1 Ruang
Baik
09
Ruang UKS
1 Ruang
Baik
10
Gudang
1 Ruang
Baik
11
Ruang Ibadah / Mushallah
1 Ruang
Baik
12
Kantin
1 Ruang
Baik
13
Dapur
1 Ruang
Baik
14
Ruang BP
1 Ruang
Baik
15
Ruang BP3
1 Ruang
Baik
16
Ruang TU
1 Ruang
Baik
17
Ruang Data
1 Ruang
Baik
18
Toilet
18 Ruang
Baik
7. Struktur organisasi
Dalam suatu lembaga pendidikan struktur organisasi itu sangat
penting peranannya. Struktur organisasi sekolah merupakan gerak langkah
yang diatur secara kontrol disipliner agar dapat bekerja sama dengan baik,
dan dengan penempatan personil yang sesuai dengan keahliannya dalam
struktur organisasi yang merupakan faktor penting untuk menentukan
tingkat keberhasilan program kerja sama organisasi. Berikut struktur
organisasi di SMA PRIBADI 2 Tangerang. 59
Struktur Organisai SMA Pribadi 2 Tangerang Kepala Sekolah
Komite Sekolah
59
Diagram Struktur Organisasi SMA Pribadi 2 Tangerang
Waka. Kurikulum
Waka. Kesiswaan
Tata Usaha
Waka. Sarana
Waka. Kurikulum
Keterangan :
: Garis Komando
: Garis konsultasi
B. DESKRIPSI DATA
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan mengenai peran kepala
sekolah dalam penyelesaian konflik guru dan staf ditinjau dari perspektif
komunikasi di SMA PRIBADI 2 Tangerang, dapat diperoleh data dan
informasi dengan cara melakukan wawancara dengan kepala sekolah;
melakukan observasi untuk mengetahui informasi mengenai lingkungan
sekolah, serta penyebaran angket yang diberikan kepada guru dan staf sekolah
sebagai responden dalam penelitian ini.
Angket penelitian terdiri dari 40 item soal, 20 item berkaitan dengan
peran kepala sekolah dan 20 item mengenai konflik lini dan staf. Adapun
sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 27 orang, semuanya
diambil keseluruhan populasi yang ada yaitu 22 orang guru dan 5 orang staf
sekolah.
C. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
1. Peran Kepala Sekolah
Tabel 5
Dalam Menyampaikan Informasi,
Kepala Sekolah Melakukan Pendekatan Secara Langsung Dengan Para Guru
No
1.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
9
13
5
0
27
%
33,3
48,1
18,5
0
100
Berdasarkan tabel di atas, jawaban responden dalam menanggapi
pendekatan yang dilakukan kepala sekolah dalam menyampaikan informasi
kepada bawahannya cukup varian. Hal ini terlihat dari responden yang
menjawab selalu sebesar 33,3 %, sering 48,1 %, Kadang-kadang 18,5 % dan
Tidak pernah 0 % dari keseluruhan 100 %. Dengan demikian dapat penulis
simpulkan bahwa kepala sekolah cenderung menggunakan pendekatan secara
langsung dalam menyampaikan informasi kepada bawahannya. Hal ini
didasarkan pada jawaban responden yang menjawab sering sebesar 33,3 %,
Namun, ada sebagian responden yang menyatakan bahwa kepala sekolah tidak
serta merta menggunakan pendekatan secara langsung kepada bawahannya
dalam menyampaikan informasi yang didasarkan pada jawaban responden
yang menjawab kadang-kadang sebesar 18,51 %. Untuk itu, apa yang telah
dilakukan kepala sekolah merupakan upaya untuk melakukan komunikasi
yang baik dengan bawahannya.
Tabel 6
Setiap Ada Informasi Yang Baru,
Kepala Sekolah Langsung Menyampaikan Kepada Guru dan Stafnya
No
2.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
9
12
6
0
27
%
33,3
44,4
22,2
0
100
Berdasarkan tabel di atas, jawaban responden dalam menanggapi sikap
kepala sekolah dalam menyampaikan informasi baru kepada guru dan staf
begitu variatif. Hal ini terlihat dari responden yang menjawab selalu sebesar
33,3 %, sering 44,4 %, Kadang-kadang 22,2 % dan Tidak pernah 0 % dari
keseluruhan 100 %. Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa ketika
ada informasi baru berkaitan dengan sekolah, kepala sekolah cenderung untuk
menyampaikannya kepada bawahannya. Hal ini didasarkan pada jawaban
responden yang menjawab sering sebesar 33,3 %, Namun, ada sebagian
responden yang menyatakan bahwa kepala sekolah tidak serta merta
menyampaikan informasi baru yang diperolehnya kepada guru dan staf,
jawaban ini didasarkan pada jawaban responden yang menjawab kadangkadang sebesar 22,2 %. Oleh karena itu, apa yang telah dilakukan kepala
sekolah tersebut sudah cukup baik, meskipun ada anggapan bahwa kepala
sekolah tidak sepenuhnya menyampaikan informasi baru kepada bawahannya.
Tabel 7
Kepala Sekolah Memberikan Informasi
Yang Berhubungan Dengan Tugas-Tugas Guru Dan Stafnya.
No
3.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
3
18
6
0
27
%
11,1
66,6
22,2
0
100
Mengenai upaya kepala sekolah dalam memberikan informasi yang
berkaitan dengan tugas guru dan stafnya dapat dilihat dari jawaban responden
pada tabel di atas. responden yang menjawab selalu sebesar 11,1 %, sering
66,6 %, Kadang-kadang 22,2 % dan Tidak pernah 0 % dari keseluruhan 100
%. Dari jawaban responden tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa intensitas
kepala sekolah dalam memberikan informasi yang berhubungan dengan tugastugas para bawahannya sangat besar. Hal ini didasarkan pada jawaban sering
sebesar 66,6 %. Namun, pada sisi yang lain kepala sekolah juga terkadang
tidak
menyampaikan
informasi
yang
berkaitan
dengan
tugas-tugas
bawahannya. Hal ini juga cukup besar dilakukan oleh kepala sekolah, yang
didasarkan pada jawaban responden kadang-kadang sebesar 22,2 %. Dengan
demikian, kepala sekolah dalam hal ini dapat dikatakan berhasil menjalankan
kewajibannya yaitu menyampaikan informasi yang berkaitan dengan tugastugas para bawahannya.
Tabel 8
Kepala Sekolah Menyampaikan Informasi Mengenai Kegiatan Yang Harus
Diikuti Guru Untuk Meningkatkan Kompetensi (Penataran, Seminar, Lokakarya)
No
4.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
7
12
8
0
27
%
25,9
44,4
29,6
0
100
Mengenai upaya kepala sekolah dalam menyampaikan informasi
mengenai
kegiatan
yang
harus
diikuti
guru
untuk
meningkatkan
kompetensinya dapat dilihat dari jawaban respondel pada tabel di atas.
Responden yang menjawab selalu sebesar 25,9 %, sering 44,4 %, Kadangkadang 29,6 % dan Tidak pernah 0 % dari keseluruhan 100 %. Dari jawaban
responden tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa tanggapan responden atas
sikap kepala sekolah dalam menyampaikan informasi mengenai kegiatan yang
harus diikuti oleh guru dalam upaya peningkatan kompetensi mereka cukup
variatif dengan intensitas jawaban yang tidak terpaut besar. Apa yang
dilakukan kepala sekolah sudah cukup baik. Hal ini didasarkan pada jawaban
responden yang menyatakan selalu dan sering, yaitu sebesar 25,9 % dan 44,4
%. Namun, pada sisi yang lain ada sebagian orang dari komunitas guru yang
merasa bahwa kepala sekolah tidak serta merta menyampaikan informasi yang
berkaitan dengan usaha peningkatan kompetensi mereka. Hal ini didasarkan
pada 29,6 % yang menjawab kadang-kadang.
Tabel 9
Informasi Mengenai Kebijakan Yang Diterima Oleh Guru Terdapat
Ketidakpastian, Sehingga Menimbulkan Persepsi Yang Berlainan
No
5.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
6
8
9
4
27
%
22,2
29,6
33,3
14,8
100
Mengenai perbedaan persepsi yang disebabkan oleh ketidakpastian
informasi mengenai kebijakan yang diterima oleh guru, dapat dilihat dari
jawaban responden pada tabel di atas. Responden yang menjawab selalu
sebesar 22,2 %, sering 29,6 %, Kadang-kadang 33,3 % dan Tidak pernah 14,8
% dari keseluruhan 100 %. Berdasarkan jawaban-jawaban responden tersebut,
terlihat bahwa ruang bagi terjadinya perbedaan persepsi pada komunitas guru
begitu
besar.
Hal
ini
didasarkan
pada
intensitas
jawaban
yang
mengindikasikan kecenderungan terjadinya perbedaan persepsi sangat besar
yaitu selalu 22,2 % dan sering 29,6 %. Pada sisi yang lain hanya 14,8 % dari
jawaban responden yang menyatakan bahwa perbedaan persepsi mengenai
informasi yang berkaitan dengan kebijakan yang diterima guru kadang-kadang
terjadi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang
dilakukan kepala sekolah dalam mensosialisasikan kebijakan kepada guru
seringkali menimbulkan pemahaman yang berbeda.
Tabel 10
Informasi Yang Diberikan Guru Mudah Dimengerti Oleh Kepala Sekolah
No
6.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
4
9
14
0
27
%
14,8
33,3
51,8
0
100
Berdasarkan tabel di atas, jawaban Hal ini terlihat dari responden yang
menjawab selalu sebesar 14,8 %, sering 33,3 %, Kadang-kadang 51,8 % dan
Tidak pernah 0 % dari keseluruhan 100 %. Berangkat dari jawaban responden
di atas, dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar informasi yang
disampaikan guru kadang-kadang mudah dimengerti oleh kepala sekolah.
Mengenai kepala sekolah selalu dan sering langsung mengerti terhadap
informasi yang disampaikan guru kepadanya hanya berkisar 14,8 % dan 33,
3%. Dengan demikian dapat dipahami bahwa komunikasi yang dilakukan guru
bisa dikatakan kurang sempurna sehingga pesan yang ingin disampaikan
kurang dapat diterima dengan baik.
Tabel 11
Kepala Sekolah Terbuka Dalam Menerima Saran Dan Kritik
Sejauh Itu Membangun dan Bermanfaat Bagi Sekolah
No
7.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
7
14
6
0
27
%
25,9
51,8
22,2
0
100
Berdasarkan tabel di atas, jawaban responden dalam menanggapi sikap
kepala sekolah yang terbuka terhadap saran dan kritik yang dilontarkan
bawahannya dapat dilihat pada tabel di atas. Berangkat dari jawaban
responden di atas menunjukkan bahwa kepala sekolah dalam hal ini cenderung
terbuka untuk menerima saran dan kritik yang dilontarkan bawahannya sejauh
itu membangun dan bermanfaat bagi perkembangan sekolah. Hal ini terlihat
dari responden yang menjawab selalu sebesar 25,9 %, sering 51,8 %. Namun
demikian, ada anggapan juga bahwa kepala sekolah tidak serta merta
menerima saran dan kritik dari bawahannya. Hal ini didasarkan pada jawaban
respnden yang menjawab kadang-kadang sebesar 22,2 %. Kesimpulannya
adalah kepala sekolah dalam hal ini terbuka terhadap kritik dan masukan yang
dilontarkan oleh bawahannya.
Tabel 12
Kepala Sekolah Cepat Tanggap Setiap Kali Ada Masukan Dari Guru
No
Alternatif Jawaban
F
%
8.
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
5
7
15
0
27
18,5
25,9
55,5
0
100
Berdasarkan tabel di atas, jawaban responden dalam menanggapi
respon kepala sekolah terhadap masukan yang dilontarkan oleh guru cukup
variatif. Hal ini terlihat dari responden yang menjawab selalu sebesar18,5 %,
sering 25,9 %, Kadang-kadang 55,5 % dan Tidak pernah 0 % dari keseluruhan
100 %. Berangkat dari beragam jawaban responden di atas sebagian besar
guru beranggapan bahwa kepala sekolah terkadang menjadi seorang yang
cepat tanggap terhadap masukan yang dilontarkan oleh mereka.
Hal ini
didasarkan pada jwaban responden yang menjawab kadang-kadang sebesar
55,5 %. Untuk anggapan bahwa kepala sekolah memiliki respon yang besar
dalam menanggapi masukan yang dikemukakan guru hanya sebesar 25,9 %
dan 18,5 %. Dengan demikian, dalam hal ini kepala sekolah dapat
dikategorikan
sebagai
pemimpin
yang
terbuka
dalam
proses
kepemimpinannya dan apa yang dilakukan adalah cukup ideal untuk
menciptakan sebuah kepemimpinan yang demokratis.
Tabel 13
Jika Guru Melakukan Kesalahan, Kepala Sekolah Langsung Menegur
No
9.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
11
12
4
0
27
%
40,7
44,4
14,8
0
100
Berdasarkan tabel di atas, jawaban responden dalam menanggapi sikap
kepala sekolah yang menegur bawahannya ketika mereka membuat kesalahan
cenderung sama. responden yang menjawab selalu sebesar 40,7 %, sering 44,4
%, Kadang-kadang 14,8 % dan Tidak pernah 0 % dari keseluruhan 100 %.
Melihat jawaban responden di atas, hampir seluruh guru beranggapan bahwa
kepala cenderung untuk menegur ketika mereka melakukan kesalahan. Hal ini
didasarkan pada jawaban responden yang menjawan selalu sebesar 40,7 % dan
sering 44,4 %. Hanya sebagian guru yang menggap bahwa kepala sekolah
jarang menegur mereka, yaitu sebesar 14,8 % yang menjawab kadang-kadang.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah memiliki respon
yang baik serta kepedulian yang cukup tinggi dengan menegur ketika mereka
membuat sebuah kesalahan.
Tabel 14
Kepala Sekolah Membantu Memecahkan Masalah
Ketika Saya Menemukan Kesulitan Dalam Tugas
No
10.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
3
15
9
0
27
%
11,1
55,5
33,3
0
100
Berdasarkan tabel di atas, jawaban responden dalam menanggapi sikap
kepala sekolah yang membantu guru ketika mereka menemukan kesulitan
dalam menjalan tugas cukup signifikan. Hal ini terlihat dari jawaban
responden yang menjawab selalu sebesar 11,1 %, sering 55,5 %, Kadangkadang 33,3 % dan Tidak pernah 0 % dari keseluruhan 100 %. Berangkat dari
jawaban responden di atas, sebagian besar guru beranggapan bahwa mereka
merasa dibantu oleh kepala sekolah ketika mereka menemukan kesulitan
dalam menjalankan tugas mereka di sekolah. Hal ini didasarkan pada jawaban
selalu sebesar 11,1 % dan sering 55,5 %. Hanya sebesar 33,3 % dari jawaban
responden yang menyatakan kepala sekolah terkadang membantu mereka
ketika mereka menemukan kesulitan dalam menjalankan tugas. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini kepala sekolah mampu
menjalankan fungsinya dengan baik dan guru pun merasa terbantu oleh kepala
sekolah ketika mereka menemukan kesulitan dalam menjalankan tugas
mereka.
Tabel 15
Jika Ada Isu-Isu Yang Berkembang Di Antara Guru dan Bersifat Merugikan,
Kepala Sekolah Cepat Menanggapinya Dengan Cara Bijaksana
No
11.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
3
9
15
0
27
%
11,1
33,3
55,5
0
100
Jawaban responden dalam menanggapi apakah kepala sekolah
merespon ketika ada isu-isu yang dapat merugikan sekolah dengan cara yang
bijak cukup beragam. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang menjawab
selalu sebesar 11,1 %, sering 33,3 %, Kadang-kadang 55,5 % dan Tidak
pernah 0 % dari keseluruhan 100 %. Berangkat dari jawaban di atas,cukup
besar guru menggap bahwa kepala sekolah bijaksana dalam merespon isu-isu
yang berkembang dikalangan guru dan anggapan ini sebesar 11,1 % dan 33,3
%. Namun, hampir sebagian besar dari responden menyatakan bahwa kepala
sekolah tidak selalu menanggapi isu-isu yang berkembang dengan cepat dan
bijaksana. Hal ini didasarkan pada jawaban responden yang menjawab
kadang-kadang sebesar 55,5 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kepala sekolah tidak selamanya menanggapi isu-isu yang berkembang di
kalangan guru. Hal ini berarti respon sekolah terhadap isu-isu dapat dikatakan
kurang besar.
Tabel 16
Kepala Sekolah Dalam Menyampaikan Informasi Kepada Guru
Menggunakan Surat, Memo, dan Telepon
No
12.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
7
6
6
8
27
%
25,9
22,2
22,2
29,6
100
Mengenai cara yang digunakan kepala sekolah dalam menyampaikan
informasi kepada guru, jawaban responden cukup variatif. Hal ini terlihat dari
responden yang menjawab selalu sebesar 25,9 %, sering 22,2 %, Kadangkadang 22,2 % dan Tidak pernah 29,9 % dari keseluruhan 100 %. Berdasarkan
jawaban responden tersebut, tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan
mengenai tanggapan responden perihal cara yang digunakan kepala sekolah
dalam menyampaikan informasi kepada bawahannya. Namun demikian,
sebagian besar guru menyatakan bahwa kepala sekolah cenderung
menggunakan surat, memo, dan telepon dalam menyampaikan informasiinformasi kepada bawahannya, selain berkomunikasi secara langsung.
Tabel 17
Kepala Sekolah Dalam Menyampaikan Informasi
Lebih Banyak Menggunakan Komunikasi Lisan
No
13.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
8
13
6
0
27
%
29,6
48,1
22,2
0
100
Mengenai cara yang digunakan kepala sekolah dalam menyampaikan
informasi kepada guru, jawaban responden cukup variatif. Hal ini terlihat dari
responden yang menjawab selalu sebesar 29,6 %, sering 48,1 %, Kadangkadang 22,2 % dan Tidak pernah 0 % dari keseluruhan 100 %. Berdasarkan
jawaban responden mengenai cara yang digunakan kepala sekolah dalam
menyampaikan
informasi
kepada
bawahannya,
sebagian
besar
guru
menyatakan bahwa kepala sekolah cenderung menggunakan komunikasi lisan
dalam menyampaikan informasi-informasi kepada bawahannya. Namun ada
beberapa guru yang beranggapan bahwa kepala sekolah tidak mesti
menggunakan komunikasi lisan dalam menyampaiikan informasi kepada
bawahannya.
Tabel 18
Kepala Sekolah Menggunakan Berbagai Media
Dalam Berkomunikasi Dengan Bawahannya
No
14.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
F
6
7
8
%
22,2
25,9
29,6
d. Tidak Pernah
Jumlah
6
27
22,2
100
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa jawaban responden
mengenai upaya kepala sekolah untuk melakasanakan komunikasi yang baik
dengan bawahannya dengan menggunakan berbagai media, tidak memiliki
perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang
menjawab selalu sebesar 22,2 %, sering 25,9 %, Kadang-kadang 29,6 % dan
Tidak pernah 22,2 %, dari keseluruhan 100 %. Pada dasarnya kepala sekolah
menggunakan
berbagai
media
untuk
mendukung
komunikasi
yang
dilakukannya terhadap bawahannya. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan
selalu sebesar 22,2 % dan sering 25,9 %,dari jawaban responden. Namun, ada
sebagian guru yang beranggapan bahwa kepala sekolah tidak serta merta
menggunakan berbagai media untuk menunjang komunikasi dengan
bawahannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah
dalam berkomunikasi dengan bawahannya menggunakan berbagai media
untuk melancarkan penyampaian pesan atau informasi. Hal ini dilakukan
sebagai upaya menciptakan komunikasi yang baik antara pimpinan dan
bawahan.
Tabel 19
Kepala Sekolah Mengadakan Rapat/Dialog dengan Guru
Ketika Terjadi Permasalahan Di Sekolah
No
15.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
4
9
14
0
27
%
14,8
33,3
51,8
0
100
Mengenai usaha yang dilakukan kepala sekolah dalam memecahkan
permasalahan yang terjadi di sekolah melalui dialog/rapat dengan guru,
tanggapan responden cukup beragam. Hal ini terlihat dari jawaban responden
yang menjawab selalu sebesar 14,8 %, sering 33,3 %, Kadang-kadang 51,8 %
dan Tidak pernah 0 %, dari keseluruhan 100 %. Sebagian besar guru
berpandangan bahwa kepala sekolah tidak selalu menyelesaikan permasalahan
yang terjadi di sekolah melalui rapat/dialog dengan para guru. Hal ini
didasarkan pada responden yang menjawab kadang-kadang sebesar 51,8 %.
Namun pada dasarnya kepala sekolah sering dan selalu menggunakan
dialog/rapat dalam penyelesaian masalah yang ada di sekolah. Dengan
demikan, apa yang dilakukan oleh kepala sekolah merupakan upaya untuk
membangun komunikasi positif dengan bawahannya.
Tabel 20
Kepala Sekolah Menjadi Mediator Komunikasi Untuk Menyalurkan Ide-Ide Saya
No
16.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
6
8
9
4
27
%
22,2
29,6
33,3
14,8
100
Mananggapi jawaban respon atas peran kepala sekolah sebagai
mediator komunikasi atas penyaluran ide-ide bawahannya cukup variatif. 33,3
% guru menyatakan bahwa kepala sekolah kadang-kadang menjadi mediator
untuk menyulurkan ide-ide meraka. 29,6 % dan 22,2 % guru menyatakan
bahwa ide-ide mereka banyak tersalurkan oleh kepala sekolah. Namun, 14,8
guru menyatakan bahwa kepala sekolah sama sekali tidak dapat menjadi
penyalur ide-ide mereka. Berdasarkan jawaban responden tersebut di atas,
dapat digarisbawahi bahwa kepala sekolah sedianya dapat menjadi mediator
komunikasi bagi penyaluran ide/pendapat bawahannya untuk memajukan
sekolah. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh kepala sekolah
menunjukkan perilaku positif dalam membangun keutuhan komunikasi
dengan bawahannya.
Tabel 21
Komunikasi Yang Baik Dengan Kepala Sekolah
Menimbulkan Semangat Kerja Yang Tinggi
No
17.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
6
7
8
6
27
%
22,2
25,9
29,6
22,2
100
Menanggapi pola hubungan komunikasi antara kepala sekolah dengan
bawahannya yang berimplikasi positif pada terciptanya semangat kerja yang
tinggi bagi para guru dan staf, jawaban responden cukup variatif. Hal ini
terlihat dari jawaban responden yang menjawab selalu sebesar 22,2 %, sering
25,9 %, kadang-kadang 29,6 % dan tidak pernah 22,2 %. Pada dasarnya guru
menyatakan bahwa kepala sekolah dapat berperan sebagai mediator
penyaluran ide-ide meraka sebagai sumbangsih pemikiran meraka untuk
memajukan sekolah. Hal ini didasarkan pada jawaban respon yang menjawab
selalu sebesar 22,2 % dan sering 25,9 %. Namun, sebagian guru menyatakan
bahwa kepala sekolah tidak pernah dapat menjadi menjadi mediator
penyaluran ide-ide meraka dan ini sebesar 22,2 %. Dengan demikian,
kecenderungan
yang
ada
bahwa
kepala
sekolah
senantiasa
dapat
memposisikan diri sebagai mediator komunikasi atas penyaluran ide-ide yang
dikemukakan oleh guru. Apa yang dilakukan kepala sekolah dalam hal ini
menunjukkan bahwa seyogyanya aspirasi guru dan staf dapat tersalurkan
melalui komunikasi yang dibangun di atasnya, agar segala kebijakan dan
ketentuan yang dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan oleh seluruh
komponen yang ada di sekolah.
Tabel 22
Kepala Sekolah Memberikan Perhatian Terhadap Para Guru
No
18.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
6
7
8
6
27
%
22,2
25,9
29,6
22,2
100
Menanggapi sikap kepala sekolah dalam memberikan perhatian kepada
guru, jawaban responden cukup variatif. Hal ini terlihat dari jawaban
responden yang menjawab selalu sebesar 22,2 %, sering 25,9 %, kadangkadang 29,6 % dan tidak pernah 22,2 %. Pada hakikatnya guru menyatakan
bahwa kepala sekolah perhatian kepada mereka. Hal ini didasarkan pada
jawaban responden yang menjawab selalu sebesar 22,2 % dan sering 25,9 %.
Namun, 22,2 % dari jawaban responden yang menyatakan bahwa kepala
sekolah sama sekali tidak perhatian kepada guru. Entah apa yang menjadi
landasan guru menyatakan hal tersebut. Pada sisi yang lain sebesar 29,6 %
responden yang menyatakan bahwa hanya kadang-kadang memperhatikan
guru. Melihat variatifnya jawaban responden menanggapi sikap kepala
sekolah terhadap guru, penulis menggaris bawahi bahwa terdapat dinamika
pandangan tentang kepemimpinan kepala sekolah. Masing-masing guru
memiliki pandangan dan persepsi yang berbeda dan dapat pula sama dengan
yang lainnya menanggapi apa yang dilakukan kepala sekolah kepada mereka.
Tabel 23
Agar Komunikasi Tetap Terjalin Baik,
Kepala Sekolah Melakukan Tukar Pendapat (Sharing) Dengan Para Guru
No
19.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
3
9
15
0
27
%
11,1
33,3
55,5
0
100
Mengenai tanggapan responden atas usaha yang dilakukan kepala
sekolah dalam menciptakan terjalinnya komunikasi yang baik dengan
bawahannya, dapat dilihat pada tebel di atas. Responden yang menyatakan
selalu sebesar 11,1 %, sering 33,3 %, kadang-kadang 55,5 % dan tidak pernah
0 %. Berdasarkan jawaban responden tersebut, dapat dipahami bahwa
kecenderungan pandangan yang ada adalah kepala sekolah terkadang
melalukan tukar pendapat untuk menjaga keberlangsungan komunikasi yang
baik dengan para guru. Pandangan ini didasarkan pada jawaban responden
yang menjawab kadang-kadang sebesar 55,5 %. Namun, sebagian guru
menyatakan bahwa kepala sekolah selalu dan sering melakukan tukar
pendapat untuk menjaga keberlangsungan komunikasi yang baik dengan
mereka. Hal ini didasarkan pada jawaban selalu sebesar 11,1 % dan sering
33,3 %. Dengan demikan dapat dipahami bahwa apa yang dilakukan kepala
sekolah menghasilkan manfaat positif dalam membangun dan menciptakan
komunikasi yang baik dengan bawahannya.
Tabel 24
Meskipun Berbeda Prinsip Atau Pandangan dengan Kepala Sekolah,
Saya Tetap Mengutamakan Tujuan Sekolah
No
20.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
11
12
4
0
27
%
40,7
44,4
14,8
0
100
Berdasarkan tabel di atas, jawaban responden dalam menanggapi sikap
kepala sekolah yang menegur bawahannya ketika mereka membuat kesalahan
cenderung sama. responden yang menjawab selalu sebesar 40,7 %, sering 44,4
%, Kadang-kadang 14,8 % dan Tidak pernah 0 % dari keseluruhan 100 %.
Melihat jawaban responden tersebut, dapat digarisbawahi bahwa sebagian
besar dari guru dan staf sekolah memiliki prinsip yang utuh untuk bekerja
dengan sebaik-baiknya tanpa memperdulikan bagaimana komunikasi dengan
pimpinanan mereka. Hal ini didasarkan pada jawaban selalu sebesar 40,7 %
dan sering 44,4 %. Namun, sebagian kecil yang berpandangan bahwa ketika
prinsip dan pandangan meraka berbeda dengan kepala sekolah, mereka tidak
serta merta mengutamakan tujuan sekolah. Dengan demikian, apa yang
dilakukan oleh sebagian besar guru dan staf mencerminkan pribadi yang utuh
dalam bekerja dan tidak banyak bergantung pada orang lain.
2. Konflik Lini dan Staf
Tabel 25
Saya Dapat Berhubungan Baik Dengan Teman Se-Profesi Di Sekolah
No
21.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
16
7
4
0
27
%
59,2
25,9
14,8
0
100
Berdasarkan tabel di atas, responden yang menjawab selalu sebesar
59,2 %, sering 25,9 %, Kadang-kadang 14, 8 % dan Tidak pernah 0 % dari
keseluruhan 100 %. Jawaban responden di atas menunjukkan bahwa sebagian
besar responden menyatakan dapat menjalin hubungan yang baik dengan
teman se-profesi mereka di sekolah. Hal ini didasarkan pada jawaban
responden yang menjawab selalu sebesar 59,2 % dan sering 25,9 %. Hanya
sebesar 14,8 % dari responden yang menyatakan mereka kadang-kadang.
Dengan
demikian
dapat
dipahami
bahwa
masing-masing
individu
menginginkan untuk memiliki komunikasi yang baik dengan orang lain yang
ada di sekolah. Permalahan ada sebagian orang yang tidak selama dapat
menjalin hubungan yang baik dengan sesamanya, dapat dilatarbelakangi oleh
dinamika pandangan, pemikiran dan perasaan mereka dengan orang lain.
Tabel 26
Sikap Keterbukaan Terjalin Dengan Baik dalam Komunitas Guru Di Sekolah
No
22.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
7
6
6
8
27
%
25,9
22,2
22,2
29,6
100
Berdasarkan tabel di atas, responden yang menjawab selalu sebesar
25,9 %, sering 22,2 %, Kadang-kadang 22,2 % dan Tidak pernah 29,9 % dari
keseluruhan 100 %. Berdasarkan jawaban responden tersebut, tidak terdapat
perbedaan yang cukup signifikan mengenai tanggapan responden perihal
pandangan tentang terjalinnya sikap terbuka masing-masing individu dalam
komunitas guru di sekolah. Namun demikian, sebagian besar guru menyatakan
bahwa mereka cenderung untuk bersikap terbuka dengan yang lainnya sebagi
usaha menciptakan hubungan yang harmonis. Pada sisi yang lain, memang ada
sebagian guru yang mungkin tidak biasa atau tidak ingin terbuka dengan orang
lain dalam komunitas guru di sekoalh, terlepas dengan alasan apapun mereka
seperti itu. Hal yang harus dipahami adalah sikap keterbukaan dapat
meminimalisir terjadinya konflik hubungan atau kepentingan.
Tabel 27
Sikap Saling Menghormati dan Menghargai Terjaga dengan Baik
Oleh Komunitas Guru dan Staf Di Sekolah
No
23.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
Mengenai
tanggapan
responden
F
15
8
4
0
27
atas
%
55,5
29,6
14,8
0
100
terjaganya
sikap
saling
menghormati dan mengahargai orang lain di sekolah, dapat dilihat pada tebel
di atas. Responden yang menyatakan selalu sebesar 55,5 %, sering 29,6 %,
kadang-kadang 14,8 % dan tidak pernah 0 %. Berdasarkan jawaban responden
tersebut, dapat dipahami bahwa kecenderungan pandangan yang ada adalah
guru dan staf senantiasa dapat menjaga sikap saling menghormati dan
mengahargai orang lain di sekolah. Pandangan ini didasarkan pada jawaban
responden yang selalu sebesar 55,5 % dan sering 29,6 %. Namun, ada
sebagian responden yang menyatakan terkadang dapat menjaga sikap saling
menghormati dan mengahargai orang lain sekolah. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa individu-individu yang ada menginginkan terciptanya
perilaku saling menghargai dan menghormati dalam komunitas guru di
sekolah karena dengan bersikap demikian hubungan kerja menjadi lebih baik.
Tabel 28
Ketika Permasalahan Terjadi Dalam Komunitas Guru,
Kami Cepat Menyelesaikannya
No
24.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
8
13
6
0
27
%
29,6
48,1
22,2
0
100
Berdasarkan tabel di atas, responden yang menjawab selalu sebesar
29,6 %, sering 48,1 %, Kadang-kadang 22,2 % dan Tidak pernah 0 % dari
keseluruhan 100 %. Jawaban responden di atas menunjukkan bahwa sebagian
besar responden menyatakan ketika permasalahan terjadi mereka cepat
menyelesaikannya. Hal ini didasarkan pada jawaban responden yang
menjawab selalu sebesar 29,6 %, sering 48,1 %. Hanya sebesar 22,2 % dari
responden yang menyatakan kadang ketika permasalahan terjadi mereka cepat
menyelesaikannya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa masing-masing
individu berusahan untuk menjaga terciptanya hubungan yang harmonis
dengan sesamanya. Permasalahan ada sebagian orang yang tidak selama dapat
dapat menjunjung tinggi sikap profesionalitas dalam bekerja, dapat
dilatarbelakangi oleh dinamika pandangan, pemikiran dan karakter individual
mereka.
Tabel 29
Perbedaan Karakteristik Individu Tidak Menjadi Hambatan
dalam Menciptakan Hubungan Kerja yang Harmonis
No
25.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
9
13
5
0
27
%
33,3
48,1
18,5
0
100
Mengenai tanggapan responden atas kemapuan mereka untuk
menciptakan hubungan yang harmonis dengan sesama dengan tidak
menghiraukan adanya perbedaan karakteristik individual dapat dilihat pada
tebel di atas. Responden yang menyatakan selalu sebesar 33,3 %, sering 48,1
%, kadang-kadang 18,5 % dan tidak pernah 0 %. Berdasarkan jawaban
responden tersebut, dapat dipahami bahwa kecenderungan pandangan yang
ada adalah guru dan staf senantiasa ingin menciptakan hubungan yang
harmonis tanpa menghiraukan adanya perbedaan karakteristik individual
mereka. Pandangan ini didasarkan pada jawaban responden yang menyatakan
selalu sebesar 33,3 %, sering 48,1 %. Namun, ada sebagian responden yang
menemukan kesulitan dalam menciptakan hubungan yang harmonis
dikarenakan perbedaan karakteristik individual mereka dengan orang lain.
Kesimpulannya adalah sebagian besar individu dapat menciptakan hubungan
yang harmonis terhadap sesama dengan tidak melihat adanya perbedaan
karakteristik individual.
Tabel 30
Komunikasi Yang Baik Dapat Saya Terapkan
dalam Menjalankan Aktivitas Di Sekolah
No
26.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
11
12
4
0
27
%
40,7
44,4
14,8
0
100
Berdasarkan tabel di atas, responden yang menjawab selalu sebesar
40,7 %, sering 44,4 %, Kadang-kadang 14,8 % dan Tidak pernah 0 % dari
keseluruhan 100 %. Jawaban responden di atas menunjukkan bahwa sebagian
besar responden menyatakan dapat menerapkan komunikasi yang baik dalam
menjalankan aktivitas di sekolah. Hal ini didasarkan pada jawaban responden
yang menjawab selalu sebesar 40,7 %, sering 44,4 %. Hanya sebesar 14,8 %
dari responden yang menyatakan mereka terkadang dapat menerapkan
komunikasi yang baik dalam menjalankan aktivitas di sekolah. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa masing-masing individu dapat dapat bekerja
secara bersama-sama. Permasalahan ada sebagian orang yang tidak selama
dapat dapat menjunjung tinggi sikap profesionalitas dalam bekerja, dapat
dilatarbelakangi oleh dinamika pandangan, pemikiran dan karakter individual
mereka.
Tabel 31
Tukar Pendapat Kami Lakukan Untuk Memperkaya Wawasan dan Pengetahuan
Saya
No
27.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
10
12
5
0
27
%
37,7
44,4
18,5
0
100
Mengenai tanggapan responden atas usaha yang mereka untuk
memperkaya wawasan dan pengetahuan mereka melalui media tukar pendapat,
dapat dilihat pada tebel di atas. Responden yang menyatakan selalu sebesar
37,7 %, sering 44,4 %, kadang-kadang 18,5 % dan tidak pernah 0 %.
Berdasarkan jawaban responden tersebut, dapat dipahami bahwa mereka
cenderungan untuk melakukan tukar pendapat dalam usaha memperkaya
wawasan dan pengetahuan mereka. Pandangan ini didasarkan pada jawaban
responden yang menyatakan selalu sebesar 37,7 %, sering 44,4 %. Namun, ada
sebagian responden yang hanya kadang-kadang melakukan tukar pendapat
dalam usaha memperkaya wawasan dan pengetahuan mereka. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa salah satu cara yang digunakan oleh
masing-masing dalam menambah wawasan dan pengetahuan mereka adalah
dengan melakukan tukar pendapat dalam hal yang berhubungan dengan
kinerja mereka dan perbaikan proses pembelajaran di sekolah.
Tabel 32
Saya Berusaha Untuk Berinteraksi Dengan Baik dalam Komunitas Guru Di
Sekolah
No
28.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
13
14
0
0
27
%
48,1
51,8
0
0
100
Berdasarkan tabel di atas, responden yang menjawab selalu sebesar
48,1 %, sering 51,8 %, Kadang-kadang 0 % dan Tidak pernah 0 % dari
keseluruhan 100 %. Jawaban responden di atas menunjukkan bahwa sebagian
besar responden menyatakan bahwa mereka senantiasa menginginkan sebuah
interaksi yang baik. Hal ini didasarkan pada jawaban responden yang
menjawab 48,1 %, sering 51,8 %. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
interaksi yang baik dalam kerangka komunikasi yang utuh senantiasa
dibutuhkan mereka. Dengan interaksi yang baik tentunya akan dihasilkan
hubungan kerja yang harmonis.
Tabel 33
Tugas dan Kewengan Saya Di Sekolah
Tidak Tumpang Tindih Dengan Tugas Guru Dan Staf Lainnya
No
29.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
13
14
0
0
27
%
48,1
51,8
0
0
100
Mengenai tanggapan responden atas sinergitas tugas dan kewenangan
yang dimiliki guru dan staf di sekolah dapat dilihat pada tebel di atas.
Responden yang menyatakan selalu sebesar 48,1 %, sering 51,8 %, kadangkadang 0 % dan tidak pernah 0 %. Berdasarkan jawaban responden tersebut,
dapat dipahami bahwa kecenderungan pandangan yang ada adalah guru dan
staf memiliki tugas dan kewenangan jelas dalam bekerja dan tidak ada
tumpang tindih dalam tugas dan kewenangan mereka di sekolah. Pandangan
ini didasarkan pada jawaban responden yang selalu sebesar 48,1 % dan sering
51,8 %. Dengan demikan dapat dipahami bahwa apa yang dilakukan kepala
sekolah menghasilkan manfaat positif dalam membangun dan menciptakan
komunikasi yang baik dengan bawahannya. Dengan kata lain, kepala sekolah
dapat menempatkan posisi dan kewenangan pada individu-individu yang tepat.
Tabel 34
Dalam Bekerja Saya Tidak Banyak Tergantung Dengan Orang Lain
No
Alternatif Jawaban
F
%
30.
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
7
15
5
0
27
25,9
55,5
18,5
0
100
Mengenai tanggapan responden atas kemapuan mereka untuk
menjalankan pekerjaan mereka sendiri dan tidak benyak bergantung dengan
orang lain dapat dilihat pada tebel di atas. Responden yang menyatakan selalu
sebesar 25,9 %, sering 55,5 %, kadang-kadang 18,5 % dan tidak pernah 0 %.
Berdasarkan
jawaban
responden
tersebut,
dapat
dipahami
bahwa
kecenderungan pandangan yang ada adalah guru dan staf dapat bekerja sendiri
tanpa banyak bergantung kepada orang lain. Pandangan ini didasarkan pada
jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 25,9 %, sering 55, %.
Namun, ada sebagian responden yang tidak serta merta mengerjakan
pekerjaannya sendiri dan terkadang mereka banyak bergantung kepada orang
lain. Dengan demikan, masing-masing individu memiliki keyakinan dan
keterampilan sendiri untuk menjalankan apa yang menjadi tugas mereka di
sekolah, meskipun tidak semua individu dapat melakukan itu mengingat
pekerjaan mereka berkaitan dengan pekerjaan orang lain.
Tabel 35
Saya Memiliki Spesialisasi Yang Jelas dalam Organisasi Sekolah
No
31.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
15
8
4
0
27
%
55,5
29,6
14,8
0
100
Mengenai tanggapan responden atas kejelasan spesialisasi mereka
dalam organisasi sekolah dapat dilihat pada tebel di atas. Responden yang
menyatakan selalu sebesar 55,5 %, sering 29,6 %, kadang-kadang 14,8 % dan
tidak pernah 0 %. Berdasarkan jawaban responden tersebut, dapat dipahami
bahwa kecenderungan pandangan yang ada adalah guru dan staf memiliki
spesialisasi yang jelas dalam organisisasi sekolah. Pandangan ini didasarkan
pada jawaban responden yang selalu sebesar 55,5 % dan sering 29,6 %.
Namun, ada sebagian responden yang menyatakan spesialisasi mereka dalam
organisasi sekolah terkadang jelas dan tidak. Melihat kecenderungan jawaban
responden di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi sekolah dapat
menempatkan
individu-individu
yang
ada
di
dalamnya
berdasarkan
spesialisasi yang mereka miliki.
Tabel 36
Saya Memiliki Peran Yang Jelas dalam Melaksankan Semua Aktivitas Di Sekolah
No
32.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
10
12
5
0
27
%
37
44,4
18,5
0
100
Mengenai tanggapan responden atas kejelasan peran mereka dalam
menjalankan semua aktivitas di sekolah dapat dilihat pada tebel di atas.
Responden yang menyatakan selalu sebesar 37 %, sering 44,4 %, kadangkadang 18,5 % dan tidak pernah 0 %. Berdasarkan jawaban responden
tersebut, dapat dipahami bahwa kecenderungan pandangan yang ada adalah
guru dan staf memiliki spesialisasi yang jelas dalam organisisasi sekolah.
Pandangan ini didasarkan pada jawaban responden yang selalu selalu sebesar
37 % dan sering 44,4 %. Namun, ada sebagian responden yang menyatakan
spesialisasi mereka dalam organisasi sekolah terkadang jelas dan tidak.
Melihat kecenderungan jawaban responden di atas dapat disimpulkan bahwa
masing-masing individu dapat menjalankan peran mereka di sekolah.
Tabel 37
Saya Dapat Menjaga dan Mengikuti Norma-Norma Yang Berlaku
dalam Komunitas Sekolah
No
33.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
F
16
%
59,2
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
9
2
0
27
33,3
7,4
0
100
Berdasarkan tabel di atas, responden yang menjawab selalu sebesar
59,2 %, sering 33,3 %, Kadang-kadang 7,4 % dan Tidak pernah 0 % dari
keseluruhan 100 %. Jawaban responden di atas menunjukkan bahwa sebagian
besar responden menyatakan dapat menjaga norma/aturan yang berlaku dalam
komunitas mereka di sekolah. Hal ini didasarkan pada jawaban responden
yang menjawab selalu sebesar 59,2 %, sering 33,3 %. Hanya sebesar 7,4 %
dari responden yang menyatakan mereka terkadang dapat mengikuti
aturan/norma yang berlaku. Dengan demikian dapat dipahami bahwa masingmasing individu menginginkan untuk menjaga kebersamaan agar lebih utuh
dengan mematuhi aturan main yang ada. Permalahan ada sebagian orang yang
tidak selama dapat mengikuti aturan main yang berlaku, dapat dilatarbelakangi
oleh dinamika pandangan, pemikiran dan perasaan mereka dengan orang lain
yang ada dalam komunitas mereka. Tentunya hal yang demikian dapat
memancing
timbulnya
permasalahan
karena
tindakan
yang
tidak
mengindahkan aturan/norma yang berlaku.
Tabel 38
Saya Menjunjung Tinggi Sikap Profesionalitas Dalam Bekerja
No
34.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
11
12
4
0
27
%
40,7
44,4
14,8
0
100
Berdasarkan tabel di atas, responden yang menjawab selalu sebesar
40,7 %, sering 44,4 %, Kadang-kadang 14,8 % dan Tidak pernah 0 % dari
keseluruhan 100 %. Jawaban responden di atas menunjukkan bahwa sebagian
besar responden menyatakan dapat menjunjung tinggi sikap profesionalitas
dalam bekerja. Hal ini didasarkan pada jawaban responden yang menjawab
selalu sebesar 40,7 %, sering 44,4 %. Hanya sebesar 14,8 % dari responden
yang menyatakan mereka terkadang dapat menjunjung tinggi sikap
profesionalitas dalam bekerja. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
masing-masing individu dapat menjunjung tinggi sikap profesionalitas dalam
bekerja. Permasalahan ada sebagian orang yang tidak selama dapat dapat
menjunjung tinggi sikap profesionalitas dalam bekerja, dapat dilatarbelakangi
oleh dinamika pandangan, pemikiran dan perasaan mereka dengan orang lain
yang ada dalam komunitas mereka.
Tabel 39
Saya dan Guru Lainnya Memiliki Kekompakan Yang Baik
dalam Usaha Memajukan Sekolah
No
35.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
6
8
9
4
27
%
22,2
29,6
33,3
14,8
100
Mananggapi jawaban respon atas terciptanya kekompakan kerja dalam
memajukan dapat dilihat pada tabel di atas. 22,2 % guru menyatakan selalu
dan 29,6 % menyatakan sering memiliki kekompakan dengan guru lainnya
dalam usaha memajukan sekolah. 33,3 % guru menyatakan bahwa kadang
memiliki kekompakan dengan guru lainnya dalam usaha memajukan sekolah.
Namun, 14,8 guru menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak dapat
memiliki kekompakan dengan guru lainnya dalam usaha memajukan sekolah.
Berdasarkan jawaban responden tersebut di atas, dapat digarisbawahi bahwa
dinamika atas sikap yang ditunjukkan oleh individu menunjukkan bahwa
mereka sulit untuk membangun pemahan yang sama dan mereka terkesan
bekerja sendiri-sindiri dalam memajukan sekolah. Padahal kekompakan dalam
sebuah organisasi sangat dibutuhkan.
Tabel 40
Saya Memiliki Kesamaan Visi Dengan Guru Yang Lainnya
dalam Memajukan Sekolah
No
36.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
3
18
6
0
27
%
11,1
66,6
22,2
0
100
Mananggapi jawaban respon atas terciptanya kesamaan visi dalam
memajukan dapat dilihat pada tabel di atas. 11,1 % guru menyatakan selalu
dan 66,6 % menyatakan sering memiliki kesamaan visi dengan guru lainnya
dalam usaha memajukan sekolah. 22,2 % guru menyatakan bahwa kadang
memiliki kesamaan visi dengan guru lainnya dalam usaha memajukan sekolah.
Sebuah pernyataan yang berbeda dengan masalah sebelumnya yaitu
kekompakan. Mereka cenderung memiliki kesamaan visi untuk memajukan
sekolah, meskipun cenderung tidak kompak. Dua sisi yang berlainan, namun
benar-benar terjadi. Semestinya ada hal yang dapat menjembatani semua itu
agar terjadi sinergitas antara kesamaan visi dengan kekompakan yang mereka
bangun dalam usaha memajukan sekolah.
Tabel 41
Saya Dapat Menciptakan Tujuan Secara Bersama-Sama Dengan Guru Lainnya
Untuk Memajukan Sekolah
No
37.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
8
13
6
0
27
%
29,6
48,1
22,2
0
100
Berdasarkan tabel di atas, responden yang menjawab selalu sebesar
29,6 %, sering 48,1 %, Kadang-kadang 22,2 % dan Tidak pernah 0 % dari
keseluruhan 100 %. Jawaban responden di atas menunjukkan bahwa sebagian
besar responden menyatakan mereka dapat menciptakan tujuan bersama untuk
memajukan sekolah. Hal ini didasarkan pada jawaban responden yang
menjawab selalu sebesar 29,6 %, sering 48,1 %. Hanya sebesar 14,8 % dari
responden yang menyatakan mereka terkadang dapat dapat menciptakan
tujuan bersama untuk memajukan sekolah. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa masing-masing individu dapat dapat menciptakan tujuan bersama untuk
memajukan sekolah. Permasalahan ada sebagian orang yang tidak selama
dapat dapat menjunjung tinggi sikap profesionalitas dalam bekerja, dapat
dilatarbelakangi oleh dinamika pandangan, pemikiran dan perasaan mereka
dengan orang lain yang ada dalam komunitas mereka.
Tabel 42
Sikap Mendominasi Di dalam Komunitas Guru Tidak Terdapat Pada Diri Saya
No
38.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
8
13
5
0
27
%
29,6
48,1
18,5
0
100
Berdasarkan tabel di atas, responden yang menjawab selalu sebesar
29,6 %, sering 48,1 %, Kadang-kadang 18,5 % dan Tidak pernah 0 % dari
keseluruhan 100 %. Jawaban responden di atas menunjukkan bahwa sebagian
besar responden menyatakan tidak memiliki sikap untuk mendominasi orang
lain dalam organisasi sekolah. Hal ini didasarkan pada jawaban responden
yang menjawab selalu sebesar 29,6 %, sering 48,1 %, Hanya sebesar 14,8 %
dari responden yang menyatakan mereka terkadang memiliki sikap untuk
mendominasi orang lain di sekolah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
masing-masing
individu
dapat
dapat
bekerja
secara
bersama-sama.
Permasalahan ada sebagian orang yang tidak selama dapat dapat menjunjung
tinggi sikap profesionalitas dalam bekerja, dapat dilatarbelakangi oleh
dinamika pandangan, pemikiran dan karakter individual mereka. Namun, hal
yang harus digarisbawahi adalah sikap mendominasi orang lain dapat
memunculkan terjadinya sebuah konflik.
Tabel 43
Latar Belakang dan Perbedaan Karakteristik Invidual Tidak Menghambat Saya
Dalam Bekerja Sama Dengan Komunitas Sekolah
No
39.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Jumlah
F
7
6
6
8
27
%
25,9
22,2
22,2
29,6
100
Berdasarkan tabel di atas, responden yang menjawab selalu sebesar
25,9 %, sering 22,2 %, Kadang-kadang 22,2 % dan Tidak pernah 29,6 % dari
keseluruhan 100 %. Jawaban responden di atas menunjukkan bahwa sebagian
besar responden menyatakan bahwa perbedaan karakterisktik individual dan
latar belakang tidak menghambat mereka dalam menciptakan kerja sama
dengan sesama komunitas di sekolah. Hal ini didasarkan pada jawaban
responden yang menjawab selalu sebesar 25,9 %, sering 22,2 %. Hanya
sebesar 22,2 % dari responden yang menyatakan kadang perbedaan
karakterisktik individual dan latar belakang tidak menghambat mereka dalam
menciptakan kerja sama dengan sesama komunitas di sekolah. Namun, 29,6 %
responden menyatakan mereka merasa kesulitan untuk membangun kerja sama
dengan orang lain dengan adanya perbedaan karakterisktik individual dan latar
belakang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap individu
berusaha untuk membangun kerja sama yang baik dengan mengesampingkan
adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam diri mereka demi terlaksananya
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Tabel 44
Saya Membuka Diri Untuk Menerima Kritik dan Saran Demi Perbaikan Kinerja
No
40.
Alternatif Jawaban
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
F
13
14
0
0
%
48,1
51,8
0
0
Jumlah
27
100
Berdasarkan tabel di atas, responden yang menjawab selalu sebesar
48,1 %, sering 51,8 %, Kadang-kadang 0 % dan Tidak pernah 0 % dari
keseluruhan 100 %. Jawaban responden di atas menunjukkan bahwa sebagian
besar responden menyatakan bahwa mereka sangat membuka diri untuk
menerima kritik dan saran dari orang lain demi perbaikan kerja mereka. Hal
ini didasarkan pada jawaban responden yang menjawab 48,1 %, sering 51,8
%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap individu yang ada
senantiasa haus dengan kritik dan saran yang tentunya bersifat kontruktif demi
perbaikan kinerja meraka. Dengan kata lain, sikap keterbukaan yang dimiliki
oleh mereka merupaka upaya untuk membangun hubungan yang harmonis di
antara sesama dan untuk menjaga keberlangsungan pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan bersama.
3. Rekapitulasi
No
Dimensi
Item
1
2
3
4
5
4. Kematangan dalam berkomunikasi
6
7
8
9
10
11
12
13 5. Dukungan terhadap komunikasi
14
15
Selalu
Sering
Kadang
9
9
3
7
6
4
7
5
11
3
3
7
8
6
4
13
12
18
12
8
9
14
7
12
15
9
6
13
7
9
5
6
6
8
9
14
6
15
4
9
15
6
6
8
14
Tidak
Pernah
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
8
0
6
0
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
6. Keberhasilan dalam berkomunikasi.
4. Kondisi personal guru dan staf.
5. Kematangan
individu
berkomunikasi
dalam
6. Kebersamaan dalam pencapaian
tujuan
Jumlah (1080)
No
Dimensi
Item
1
2
3
4
5
7. Kematangan dalam berkomunikasi
6
7
8
9
10
11
12
13 8. Dukungan terhadap komunikasi
14
15
6
6
6
3
11
16
7
15
8
9
11
10
13
13
7
15
10
16
11
6
3
8
8
7
13
330
8
7
7
9
12
7
6
8
13
13
12
12
14
14
15
8
12
9
12
8
18
13
13
6
14
434
9
8
8
15
4
4
6
4
6
5
4
5
0
0
5
4
5
2
4
9
6
6
6
6
0
262
Selalu
Sering
Kadang
9
9
3
7
6
4
7
5
11
3
3
7
8
6
4
13
12
18
12
8
9
14
7
12
15
9
6
13
7
9
5
6
6
8
9
14
6
15
4
9
15
6
6
8
14
4
6
6
0
0
0
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
8
0
54
Tidak
Pernah
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
8
0
6
0
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
9. Keberhasilan dalam berkomunikasi.
7. Kondisi personal guru dan staf.
8. Kematangan
individu
berkomunikasi
9. Kebersamaan
tujuan
dalam
Jumlah (1080)
Prosentase (27 %)
dalam
pencapain
6
6
6
3
11
16
7
15
8
9
11
10
13
13
7
15
10
16
11
6
3
8
8
7
13
330
8,25
8
7
7
9
12
7
6
8
13
13
12
12
14
14
15
8
12
9
12
8
18
13
13
6
14
434
10,85
9
8
8
15
4
4
6
4
6
5
4
5
0
0
5
4
5
2
4
9
6
6
6
6
0
262
6,55
4
6
6
0
0
0
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
8
0
54
1,35
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan maka penulis
dapat mengambil kesimpulan:
1. Peran kepala sekolah di SMA PRIBADI 2 Tangerang dalam mengelola
tenaga sudah cukup baik. Hal ini tidak terlepas dari keterampilan yang di
miliki oleh kepala sekolah dalam berkomunikasi dengan bawahannya.
Permasalahan yang terjadi dapat terselesaikan dengan cara kekeluargaan
dan membangun komunikasi yang baik di antara guru dan staf.
2. Umumnya guru dan staf SMA PRIBADI 2 menginginkan terciptanya
hubungan kerja yang baik terhadap sesamanya. Namun tidak menafikan
bahwa perbedaan latar belakang, pandangan dalam mengemukakan dan
menerima pendapat seringkali memicu terjadinya konflik di antara mereka.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan saran
sebagai berikut:
1. Hendaknya kepala sekolah mempertahankan apa yang sudah dicapainya
dalam membangun komunikasi yang efektif dengan bawahannya agar
hubungan yang harmonis antara atasan dan bawahan senantiasa terjaga.
2. Hendaknya kepala sekolah dapat menciptakan sikap keterbukaan bagi
bawahannya dalam menerima dan menyampaikan informasi berkaitan
dengan kerja dan kinerja bawahannya.
3. Hendaknya para guru dan staf dapat lebih meningkatkan lagi komunikasi
di antara mereka agar hubungan yang harmonis tetap terjaga.
4. Hendaknya guru dan staf dapat saling terbuka dalam menyampaikan dan
menerima informasi yang diberikan masing-masing pihak agar pesan yang
disampaikan
benar-benar
kesalahpahaman.
utuh
diterima
dan
tidak
menimbulkan
DAFTAR PUSTAKA
Basalamah S. M., Anis, Mengatasi Gejolak Dalam Organisasi, (Depok, Usaha
Kami. 1997), Cet, ke-1
Buchori, Mochtar, Ilmu Pendidikan dan Praktek Pendidikan dalam Renungan,
Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1994, Cet.1
Budiyono, Amirullah Haris, Pengantar Manajemen, Yogyakarta: PT Graha Ilmu,
2004, ed.2
Curtis, Daw B., et.al., Komunikasi Bisnis dan Professional, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1999, cet.3
Effendy, Onong Uchajana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002, cet. 13
Gellerman, Saul W., Manajer Dan Bawahan, Jakarta:PT. Pustaka Binaman
Pressindo, 1983, cet.1
Hadi, Amirul dan Budiyono, Haris, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung
: Pustaka Setia, 1998).
Handoko, T. Hani, Manajemen, Yogyakarta: BPFE , 1995 , Ed. 2
Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi, Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1989
N.K., Roestiyah, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta: Bina Aksara, 1989,
Cet 3, h.4
Nawawi, Hadari, Administrasi Pendidikan, Jakarta : Pt. Gunung Agung, 1996,
Cet. Ke-1
Nurdin, Muhammad, Kiat Menjadi Guru Professional, Yogyakarta: Prisma Sofie,
2004, Cet. Ke-1
Nurdin, Syarifuddin, Guru Professional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta:
Ciputat Press, 2003, Cet. Ke-2
Prijosaksono,
Aribowo
dan Sembel,
www.sinarharapan.co.id, 2002
Roy,
Komunikasi
yang
Efektif,
Purwadarminta, WJS., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000, Cet. Ke-15
Robbins, James G. dan Janes, Barbara S., Komuniaksi Yang Efektif, Untuk
Pemimpin, Pejabat Dan Usahawan, Jakarya: CV. Pedoman Ilmu
Jaya,1986, cet.3
Sahertian, Piet, Profil Pendidikan Professional, Yogyakarta: Andi Offset, 1994,
Cet. Ke-3
Salim, Peter, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern
English Press, 1991, Cet. Ke-1
Sentoso, Jimmy, Komunikasi Efektif dalam Tim, www.sinarharapan.co.id, 2003
Sisdiknas, UU., Tentang Guru dan Dosen, UU. RI. No. 14 Tahun 2005
Subroto, Suryo, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta. 1997, Cet. Ke-1
Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2000, cet.10, Edisi ke-1
Syadily, Hasan, Ensiklopi, Jakarta: Ichtiar Baruvan Hocve, Jilid 2
Widjaja, A. W., Ilmu Komunikasi: Pengantar Studi, Jakarta: Bina Aksara, 1988,
Cet. Ke-1
Wursanto, Ig., Dasar-dasar Ilmu Organisasi, Yogyakarta; Andi, 2003, Ed. 1
ReksoHadiprojo, Sukanto dan Handoko, T. Hani, Organisasi Perusahahan, Teori,
Struktur, dan Perilaku (Yogyakarta: BPFE, 1995).
Lampiran 1.1
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
Angket ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh atas peran kepala
sekolah dalam penyelesaian konflik lini dan staf dari sudut komunikasi. Data dari
angket ini akan digunakan sebagai data penelitian dalam rangka menyusun skripsi.
Oleh karena itu, diharapkan kepada para responden untuk memberikan jawaban
yang jujur agar peneliti dapat memberikan gambaran objektif tentang objek yang
diteliti.
I. Identitas Responden
a. Mata pelajaran yang dipegang
:
b. Pendidikan terakhir
:
II. Petunjuk pengisian
Bacalah pernyataan-pernyataan di bawah ini dan berilah tanda ceklist (√ )
pada kolom jawaban sesuai dengan pendapat anda. Alternatif jawaban yang
disediakan adalah sebagai berikut:
a. SL
: Selalu
b. S
: Sering
c. KK
: Kadang-kadang
d. TP
: Tidak Pernah
Jika membatalkan jawaban, silakan jawaban yang dibatalkan diberi tanda (X),
kemudian diberi tanda ceklist (√ ) pada jawaban yang dimaksud.
Variabel (X) Peran Kepala Sekolah (komunikasi) No Pernyataan 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Dalam menyampaikan informasi, kepala sekolah melakukan
pendekatan secara langsung dengan para guru.
Setiap ada informasi yang baru, kepala sekolah langsung
menyampaikan kepada guru dan stafnya.
Kepala sekolah memberikan informasi yang berhubungan dengan
tugas-tugas guru dan stafnya.
Kepala sekolah menyampaikan informasi mengenai kegiatan yang
harus diikuti guru untuk meningkatkan kompetensi (penataran,
seminar, lokakarya, dll.)
Kadang informasi mengenai kebijakan yang diterima oleh guru
terdapat ketidakpastian, sehingga menimbulkan persepsi yang
berlainan.
Informasi yang diberikan guru mudah dimengerti oleh kepala
sekolah.
Kepala sekolah terbuka dalam menerima saran dan kritik sejauh itu
membangun dan bermanfaat bagi sekolah.
Kepala sekolah cepat tanggap setiap kali ada masukan dari guru.
Jika guru melakukan kesalahan, kepala sekolah langsung menegur.
Kepala sekolah membantu memecahkan masalah ketika saya
menemukan kesulitan dalam tugas.
Jika ada isu-isu yang berkembang di antara guru dan bersifat
merugikan sekolah, kepala sekolah cepat menanggapinya dengan
cara bijaksana.
Kepala sekolah dalam menyampaikan informasi kepada guru,
menggunakan surat, memo, dan telepon.
Kepala sekolah dalam menyampaikan informasi lebih banyak
menggunakan komunikasi lisan.
Kepala sekolah menyediakan kotak saran untuk para guru sebagai
sarana komunikasi tidak langsung.
Jika ada permasalahan atau isu yang timbul, kepala sekolah
mengadakan rapat atau dialog dengan para guru sebagai sarana
komunikasi secara langsung,.
Kepala sekolah menjadi mediator komunikasi untuk menyalurkan
ide-ide saya.
Komunikasi saya dengan kepala sekolah menimbulkan semangat
kerja yang tinggi.
SL
S KK TP 18.
19.
20.
Kepala sekolah selalu memberikan perhatian terhadap para guru.
Agar komunikasi tetap terjalin baik, kepala sekolah melakukan
tukar pendapat (sharing) dengan para guru.
Meskipun berbeda prinsip atau pandangan dengan kepala sekolah,
saya tetap mengutamakan tujuan sekolah.
Konflik Guru dan Staf No
Pernyataan 21.
Saya dapat berhubungan baik dengan teman se profesi di sekolah
22.
Tugas dan kewengan saya di sekolah tidak tumpang tindih dengan
tugas guru dan staf lainnya
23.
Dalam bekerja saya tidak banyak tergantung dengan orang lain
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
Saya memiliki spesialisasi yang jelas dalam organisasi sekolah
Saya memiliki peran yang jelas dalam melaksankan semua
aktivitas di sekolah
Saya dapat menjaga dan mengikuti norma-norma yang berlaku
dalam kelompok komunitas sekolah
Perbedaan karakteristik individu tidak menjadi hambatan dalam
menciptakan hubungan kerja yang harmonis
Saya menjunjung tinggi sikap profesionalitas dalam bekerja
Sikap keterbukaan terjalin dengan baik dalam komunitas guru di
sekolah
Sikap saling menghormati dan menghargai terjaga dengan baik
oleh komunitas guru dan staf di sekolah
Saya dan guru lainnya memiliki kekompakan yang baik dalam
usaha memajukan sekolah
Saya memiliki kesamaan visi dengan guru yang lainnya dalam
memajukan sekolah
Saya dapat menciptakan tujuan secara bersama-sama dengan guru
yang lainnya untuk memajukan sekolah
Sikap mendominasi di dalam komunitas guru tidak terdapat pada
diri saya
Komunikasi yang baik dapat saya terapkan dalam menjalankan
aktivitas di sekolah
Ketika permasalahan terjadi dalam komunitas guru, kami cepat
menyelesaikannya
Tukar pendapat kami lakukan untuk memperkaya wawasan dan
pengetahuan saya
Latar belakang dan perbedaan karakteristik invidual tidak
menghambat saya dalam bekerja sama dengan komunitas sekolah
Saya membuka diri untuk menerima kritik dan saran demi
SL
S K T
K P 40.
perbaikan kinerja
Saya berusaha untuk berinteraksi dengan baik dalam komunitas
guru di sekolah
DAFTAR ISIAN OBSERVASI
I. Lingkungan Sekolah
1. Ideantitas Sekolah
a. Nama Sekolah
: SMA PRIBADI 2 TANGERANG
b. Alamat Sekolah
: Jl. Kav. Pemda I No. 5
c. Status Sekolah
: Swasta
d. Waktu Belajar
1) Masuk
: 13.00 WIB
2) Istirahat
: 15.45 WIB
3) Keluar
: 17.40 WIB
2. Keadaan Bangunan Sekolah dan Ruang
a. Bangunan Gedung
: 5 unit
b. Keadaan Bangunan
: Permanen
c. Lokasi
: Strategis
1) Keadaan Ruangan
a) Kelas
: 9 Ruang
b) Kantor
: 1 Ruang
c) Perpustakaan
: 1 Ruang
d) Lap Olah Raga
: 1 Ruang
e) Lab. Komputer
: 1 Ruang
f) Lab. Kimia/IPA
: 1 Ruang
g) Gudang
: 1 Ruang
h) Musholah
: 1 Ruang
i) Kantin
: 1 Ruang
j) Ruang KM/WC guru
: 2 Ruang
k) Ruang KM/WC siswa
: 2 Ruang
l) Ruang OSIS
: 1 Ruang
m) Ruang UKS
: 1 Ruang
n) Ruang BP
: 1 Ruang
o) Ruang TU
: 1 Ruang
p) Ruang Guru
: 1 Ruang
q) Ruang Media
: 1 Ruang
r) Dapur
:1 Ruang
II. Personalia Sekolah
1. Nama Kepala Sekolah
: Koesnen, BA.
2. Wakil Kepala Sekolah
a. Bidang Kesiswaan
: Tasiman, S. Pd.
b. Bidang Kurikulum
: Ir. Sugirin
c. Bidang Sarana dan prasarana
: Saino, BA.
d. Bidang Humas
: Adyunarwan, S. Pd.Kim.
3. Keadaan Guru
a. Guru tetap
: 5 Orang ( 4 lk +1 pr)
b. Guru Tidak Tetap
: 14 Orang (6 lk + 8 pr)
4. Keadaan Pegawai
a. Pegawai Administrasi
: 3 Orang (1 lk + 2 pr)
b. Office Boy
: 1 Orang (1 lk)
c. Security
: - orang
III. Keadaan Murid
1. Kelas X
: 50 Orang (23 lk + 27 pr)
2. Kelas XI
: 83 Orang ( 50 lk +33 pr)
3. Kelas XII
: 104 Orang ( 190 lk+ 198 pr)
IV. Sarana dan Teknik Pengajaran
1. Kurikulum yang dipakai
: KTSP 2006
2. Alat Bantu belajar mengajar
a. Ruang Media
b. Buku panduan
c. Buku ajar
V. Tata Tertib Sekolah
1. Bentuk Tata Tertib untuk murid
: Tertulis
2. Bentuk Tata Tertib untuk guru
: Tertulis
3. Bentuk Tata Tertib Untuk Pegawai
: Tertulis
VI. Kegiatan Ekstrakurikuler
1. Paskibra
2. Foot sall dan sepak bola
3. Sepak bola
4. Rohis
VII. Bimbingan dan Penyuluhan
1. Sistem BP
: Individual dan kelompok
2. Pelaksanaa
: Guru BP
3. Waktu danTempat
: 13.00 s/d 17.30 di Ruang BP
VIII. Supervisi Pendidikan
1. Supervisi pendidikan dilakukan dikelas oleh guru yang bersangkutan
2. Yang melakasanakan supervisi adalah kepala sekolah atau wakil kepala
sekolah bidang kurikulum dan Dinas Pendidikan
3. Supervisi dilakukan 1x dalam 1 tahun
Tangerang, 15 April 2009
Kepala SMA PRIBADI 2 Tangerang
KOESNEN, BA
NIP. 130 609 387
SURAT KETERANGAN
Nomor : ………………
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: KOESNEN, BA
NIP
: 130 609 387
Jabatan
: Kepala Sekolah
Unit kerja
: SMA PRIBADI 2 Tangerang
Dengan ini menerangkan bahwa saudara :
Nama
: AHMAD QOSIM
NIM
: 102018224123
Jurusan
: KI-Manajemen Pendidikan
Fakultas
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Telah melaksanakan tugas penelitian di SMA PRIBADI 2 Tangerang pada tanggal
15 April s/d 17 Juni 2009.
Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, agar dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Tangerang, 17 Juni 2009
Kepala SMA PRIBADI 2 Tangerang
KOESNEN, BA
NIP. 130 609 387
Download