12 BAB II PERILAKU AGRESIF DAN BIMBINGAN PRIBADI A. Konsep Perilaku Agresif Terdapat banyak ahli psikologi sosial yang melakukan penelitian mengenai perilaku agresif. Perilaku agresif merupakan suatu perilaku yang dilakukan sebagai bentuk tindak balas dari permasalahan sebelumnya. Perilaku agresif dapat muncul dan dilakukan seseorang dengan motif beragam hingga berujung pada tindak kekerasan. Konsep perilaku agresif didasarkan kepada pengertian dasarnya yaitu agresi. Berdasarkan penelitiannya, Berkowitz (1993: 4) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan agresi adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental. Definisi yang dikemukakan oleh Berkowitz di atas tidak dapat diterima begitu saja, mengingat banyak juga peneliti lain yang menyatakan bahwa agresi tidak hanya merupakan tindakan menyakiti atau kekerasan saja, tetapi perilaku agresi ini dapat berupa pelanggaran hak-hak orang lain atau memaksakan kehendak. Buss (Berkowitz, 2003: 6) menyatakan bahwa agresi lebih tepat dianggap sebagai pengiriman stimulus berbahaya kepada orang lain. Karena Buss dipengaruhi oleh bias behavioristik pada konsep mentalistik, maka definisinya pun dianggap lemah karena melibatkan unsur subjektivitas seseorang dalam melakukan tindakan tersebut. Oleh karena itu, definisi Buss yang dikemukakan secara deskriptif ini tidak dapat mewakili pengertian perilaku agresi yang sesuai dengan kenyataannya di lapangan. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 13 Perilaku agresi dianggap sebagai perilaku yang salah. Hal ini didasarkan kepada asumsi peneliti yang menyatakan bahwa agresi sebagai pelanggaran norma sosial. Tetapi, Albert Bandura (Berkowitz, 2003: 7) sebagai psikolog sosialkepribadian, mengatakan bahwa kebanyakan dari kita menganggap bahwa suatu tindakan sebagai “agresi” apabila tidak dilakukan sesuai dengan peran secara umum yang seharusnya. Contohnya adalah seorang dokter bedah yang bekerja membedah seorang pasien. Dokter tersebut tidak dikatakan berperilaku agresi dikarenakan berada dalam peran umum yang diterima seluruh masyarakat. Perkembangan penjelasan mengenai agresi ini berujung pada konsep ilmiah yang dikemukakan oleh Baron (Berkowitz, 2003: 28) yang menyatakan bahwa agresi merupakan semua bentuk perilaku yang diarahkan kepada tujuan merugikan atau menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan seperti itu. Hal ini tidak menyangkut “paksaan”, “kesombongan” atau upaya menguasai, meskipun tindakan seperti itu seringkali disebut sebagai “perilaku agresif” dalam kehidupan sehari-hari, kecuali ada alasan yang kuat untuk menganggap orang itu memiliki keinginan kuat untuk menyakiti seseorang. Perilaku agresif juga tidak dapat dipandang sebagai perilaku yang bertentangan dengan aturan sosial, meskipun orang awam menganggap hal demikian merupakan “perilaku agresif” terutama apabila dianggap “salah”, karena justifikasi yang diberikan orang lain bersifat acak dan relatif. Berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi dari para tokoh dan peneliti mengenai perilaku agresif yaitu sebagai berikut. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 14 1. Definisi Perilaku Agresif Bahasan mengenai perilaku agresif berkaitan erat dengan agresi itu sendiri. Dalam psikologi dan ilmu sosial lainnya, pengertian agresi merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. Agresi dapat dilakukan secara verbal atau fisik. Pengrusakan barang dan perilaku destruktif lainnya juga termasuk dalam bentuk agresi (www.id.wikipedia.org, 2010). Agresi secara harfiah berarti “bergerak (pergi, melangkah) ke depan”, berasal dari kata “aggredi”, “ad gradi” (bahasa latin “gradus” berarti “langkah” dan “ad” berarti “ke depan”). Agresi dalam bahasa inggris adalah kata kerja intransitif yaitu “to aggress” yaitu artinya bergerak ke depan tanpa ragu dan takut. Dengan demikian, bahasan mengenai kecenderungan perilaku agresif tidak dapat dipisahkan dari pengertian agresi (Julianti, 2001). Berikut ini adalah beberapa pendapat dari para tokoh psikologi mengenai definisi agresi atau perilaku agresif. Freud menyatakan bahwa yang dimaksud dengan agresi adalah pernyataan kesadaran atau proyeksi dari naluri kematian atau Thanatos. Sedangkan Adler menyebutkan bahwa agresi merupakan perwujudan kemauan untuk berkuasa dan menguasai orang lain. Menurut pemahaman Murray, aggression adalah kebutuhan untuk menyerang, memperkosa atau melukai orang lain, meremehkan, merugikan, mengganggu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek, mencemooh atau menuduh secara jahat, menghukum berat, dan atau melakukan tindakan sadistis lainnya (Kartono, 2005: 15-16). Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 15 Menurut Moore (1968), perilaku agresif adalah tindak kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau terhadap objek-objek. Senada dengan definisi dari Moore di atas, Aronson (1972) pun mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan perilaku agresif adalah tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan maksud melukai atau mencelakakan individu lain dengan ataupun tanpa tujuan tertentu (Koswara, 1988: 5). Berkowitz (1969) menjelaskan bahwa perilaku agresif adalah segala bentuk perilaku secara fisik dan mental yang disengajakan dengan maksud untuk menyakiti dan merugikan orang lain. Jenis agresi digolongkan menjadi dua hal, yaitu: (1) Agresi Benci (hostile aggression) atau Agresi Impulsif (impulsive aggression) semata-mata dilakukan dengan maksud menyakiti orang lain atau sebagai ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Perilaku agresif dalam jenis yang pertama ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri yaitu untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan, bahkan kematian pada sasaran atau korban; sedangkan, (2) Agresi Instrumental (instrumental aggression) pada umumnya tidak disertai emosi. Perilaku agresif hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain selain penderitaan korbannya. Perbedaan kedua jenis agresi ini terletak pada tujuan yang mendasarinya. Jenis pertama semata-mata untuk melampiaskan emosi, sedangkan agresi yang kedua dilakukan untuk mencapai tujuan (Koswara, 1988: 5). Baron (1977) menyatakan bahwa perilaku agresif adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi Baron ini mencakup Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 16 empat faktor tingkah laku, tujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk membunuh), individu yang menjadi pelaku dan individu yang menjadi korban, dan ketidakinginan korban menerima tingkah laku pelaku (Koswara, 1988: 5). Perilaku agresif menurut David O. Sars (1985) adalah setiap perilaku yang bertujuan menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin menyakiti orang lain dalam diri seseorang secara lisan atau tindakan fisik (www.nadhirin.blogspot.com, 2010). Dalam hal ini, jika menyakiti orang lain karena unsur ketidaksengajaan, maka perilaku tersebut bukan dikategorikan perilaku agresif. Rasa sakit akibat tindakan medis misalnya, walaupun sengaja dilakukan bukan termasuk agresi. Sebaliknya, niat menyakiti orang lain tetapi tidak berhasil, hal ini dapat dikatakan sebagai perilaku agresif. Ketika perilaku agresif ditinjau dari sisi niat, hal ini menjadi sesuatu yang mempunyai nilai subjektif. Artinya, unsur subjective judgement menjadi sangat dominan. Banyak perilaku agresif yang tidak ditujukan langsung pada sumber penyebabnya, hal ini disebut offensive aggression. Sebaliknya, perilaku agresif yang merupakan respon dari provokasi disebut disebut sebagai retaliatory aggression. Perilaku agresif yang berkaitan dengan niat adalah instrumental aggression yaitu perilaku yang digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lain. Perilaku agresif adalah tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan untuk menyakiti makhluk hidup lainnya yang ingin menghindari perlakuan semacam itu. Hal ini juga termasuk dalam agresi manusia yang dimaksud adalah siksaan yang Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 17 diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk kekerasan terhadap orang lain (Baron & Richardson, 1994; Berkowitz, 2003). Menurut Moore dan Fine (Koswara, 1998: 5) perilaku agresif adalah tingkah laku secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau objekobjek lain. Sedangkan, menurut Murray (Hall dan Lindzey, 1993), agresif didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya, agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain. Sedangkan menurut Abidin (2005) agresif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik yang pertama, agresif merupakan tingkah laku yang bersifat membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. Karakteristik yang kedua, agresif merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan orang lain atau dengan kata lain dilakukan dengan sengaja. Karakteristik yang ketiga, agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai korban secara fisik, tetapi juga secara psikis (psikologis), misalnya melalui kegiatan yang menghina atau menyalahkan (www.nadhirin.blogspot.com, 2009). Dari pemaparan beberapa definisi di atas, maka yang dimaksud dengan perilaku agresif adalah kecenderungan individu untuk melakukan tingkah laku verbal dan atau non-verbal yang bertujuan untuk menyakiti dan atau melukai orang lain yang disebabkan karena frustrasi yang mendalam dan rasa tidak aman yang terjadi pada diri individu. Adapun indikator dari perilaku agresif verbal antara Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 18 lain yaitu, berkata kasar dan tidak sopan, menemooh orang lain, membantah pendapat orang lain, melawan perintah orang lain, dan menghasud orang lain. Sedangkan indikator perilaku agresif non-verbal antara lain yaitu, melakukan perkelahian dan penganiayaan, menyerang secara fisik, berlaku kasar terhadap orang lain, tidak disiplin, melakukan pelanggaran peraturan, kecenderungan hedonis, merusak barang-barang dirumah dan barang orang lain, membuat keonaran, berlaku kejam, suka bertengkar dan menaruh rasa dendam kepada orang lain. Perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja pada saat ini merupakan suatu bentuk perilaku yang dapat menjadikan remaja tersebut disukai, disegani bahkan dibenci orang lain. Hal ini terjadi dikarenakan kecenderungan perilaku agresif remaja hampir semuanya berasumsi negatif. Secara selintas, memang remaja tidak dapat dipersalahkan jika melihat dari sudut pandang kebutuhan dia untuk beraktualisasi diri terhadap lingkungannya terlebih lingkungan teman sebayanya. Namun disisi lain, perilaku agresif sangat mengganggu stabilitas emosi remaja dan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, pemahaman yang keliru inilah yang harus diubah agar tidak menjadikan seorang remaja memiliki kecenderungan berperilaku agresif. Dalam kajian psikologi, agresi mengandung dua makna yaitu makna positif dan negatif (Syaiful Bahri, 1994; Julianti, 2001). Agresi dalam makna positif diartikan sebagai tindakan menyerang untuk mencapai keberhasilan walaupun ada tantangan atau kesulitan tanpa melukai atau mendatangkan penderitaan orang lain. Sedangkan agresi dalam makna negatif diartikan sebagai Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 19 perilaku menyerang untuk memperoleh atau mencapai keinginan dengan merusak atau melukai atau mendatangkan penderitaan bagi orang lain. Dalam perspektif ilmu sosial lainnya, pengertian agresi merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. Agresi dapat dilakukan secara verbal atau fisik. Perilaku yang secara tidak sengaja menyebabkan bahaya atau sakit bukan merupakan agresi. Pengrusakan barang dan perilaku destruktif lainnya juga termasuk dalam definisi agresi. Agresi tidak sama dengan ketegasan (www.id.wikipedia.org/agresi, 2010). 2. Faktor Penyebab Agresif Remaja Perilaku agresif yang ditonjolkan oleh remaja tidak serta-merta muncul begitu saja sebagaimana umumnya tingkah laku. Agresif bukanlah variabel yang muncul secara kebetulan, melainkan dapat muncul karena terdapat kondisi atau faktor tertentu yang mengarahan seseorang berperilaku agresif. Secara umum, faktor penyebab terjadinya perilaku agresif pada seseorang ada yang berasal dari dalam diri individu tersebut, ada pula yang disebabkan oleh faktor dari luar individu. Koeswara (1998: 82) mengemukakan bahwa terdapat dua faktor pemicu timbulnya perilaku agresif, yaitu faktor internal (frustrasi, stress dan deindividualisasi) dan faktor eksternal (kekuasaan/kepatuhan, efek senjata, provokasi, obat-obatan dan alkohol serta suhu udara). Penjabarannya adalah sebagai berikut: Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 20 a) Faktor Internal 1) Frustrasi Frustrasi merupakan sebuah situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai tujuan. Hal ini menjadi gagasan awal bagi para peneliti seperti DollardMiller dan para koleganya. Penelitian untuk menguji hipotesis frustrasiagresi terus dilanjutkan oleh beberapa ahli seperti Barker, Dembo dan Lewin (1941), Kulik dan Brown (1979), Worchel (1974), Buss (1963), Rule dan Percival (1971) dan Berkowitz (1969). Dari banyaknya penelitian mengenai faktor frustrasi menjadi pemicu tindakan agresi sangat terbukti karena sebagian besar peneliti agresi mempercayai validitas hipotesis frustrasi agresi dan menggunakan hipotesis yang bersumber pada psikoanalisis Freud sebagai salah satu uraian teoretis yang paling utama dalam memahami sebab-akibat kemunculan agresi. 2) Stres Para peneliti fisiologi mengemukakan definisi stres sebagai respon, reaksi atau adaptasi fisiologis terhadap stimulus eksternal atau perubahan lingkungan, sedangkan ahli psikologi dan sosiologi mendefinisikan stres bukan sebagai respon, melainkan sebagai stimulus. Engle (1953) mengemukakan definisi stres secara lebih lengkap yang meliputi sumbersumber stimulasi internal dan eksternal, yaitu menunjuk kepada segenap proses, baik yang bersumber pada kondisi-kondisi internal maupun Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 21 lingkungan eksternal yang menuntut penyesuaian atas organisme. Efek stres yang menjadi pemicu timbulnya perilaku agresif adalah dari segi efek behavioralnya. Contoh dari stres internal yaitu kegagalan ego dan tersinggungnya rasa harga diri, sedangkan stres eksternal seperti kejenuhan, ketidaknyamanan, pergeseran atau konflik nilai-nilai dan terisolasi. 3) Deindividualisasi Deindividualisasi adalah menyingkirkan atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat pada individu, yaitu identitas diri atau personalitas individu pelaku dan korban agresi. Contohnya adalah dehumanisasi dan eksploitasi yang dilakukan bangsa kulit putih terhadap bangsa kulit hitam (rasisme) di Afrika Selatan. b) Faktor Eksternal 1) Kekuasaan/kepatuhan Kekuasaan yang disalahgunakan akan menjadi pemicu timbulnya perilaku agresif. Penyalahgunaan kekuasaan akan berubah menjadi kekuatan yang memaksa (coercive). Contoh dari tindakan ini adalah seperti tindakan penyalahgunaan kekuasaan oleh Nero, Hittler dan Mussolini yang menggunakan agresi sebagai instrumen dalam memelihara kekuasaan dan mencapai tujuan yang diinginkan. 2) Efek senjata Senjata memainkan peranan dalam agresi tidak saja karena fungsinya mengefektifkan dan mengefisienkan pelaksanaan agresi, tetapi juga efek Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 22 kehadirannya. Seperti beredarnya secara luas senjata api di kalangan masyarakat umum, akan lebih berpotensi terhadap terjadinya perilaku agresif manusia. 3) Provokasi Penelitian Beck (1983) mencatat bahwa pembunuhan yang terjadi dilakukan sebagian besar pelaku yang mengenali korbannya, dengan kata lain korban pembunuhan adalah orang yang kenal dengan si pembunuh. Penelitian Moyer (1971) menyatakan bahwa dalam menghadapi provokasi yang mengancam, para pelaku agresi agaknya berpegang pada prinsip bahwa daripada diserang lebih baik mendahului menyerang, atau daripada dibunuh lebih baik membunuh. 4) Obat-obatan dan Alkohol Konsumsi obat-obatan dan alkohol yang berlebihan akan memicu timbulnya perilaku agresif dikarenakan kesadaran seseorang akan terganggu dan mengakibatkan masalah-masalah psikiatris dan neurologis tertentu. Contohnya adalah konsumsi obat-obatan dan alkohol secara tinggi akan menyebabkan tindak kriminalitas seperti penelitian yang dilakukan oleh Wolfgang dan Strohm (1956). Didapatkan prosentase sebanyak 65% dari data hasil penelitian yang menunjukkan tingginya tindak pembunuhan akibat mabuk dan konsumsi obat-obatan berlebih. 5) Suhu Udara Faktor ini dikatakan faktor terlemah dikarenakan pada awalnya hanya berupa dugaan dimana cuaca tidak berpengaruh terhadap munculnya Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 23 perilaku agresif. Tetapi berdasarkan hasil penelitian Baron dan Ransberger (1978) yang mencatat bahwa di sejumlah kota besar di Amerika Serikat pada musim panas, tingkat perilaku agresif meningkat terlebih tindak kriminalitasnya. Selain itu, menurut Davidoff (1991; www.nadhirin.blogspot.com, 2010) perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a) Faktor Biologis Terdapat beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu sebagai berikut. 1) Gen Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya. 2) Sistem Otak Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 24 orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi. 3) Kimia Darah Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu eksperimen ilmuwan menyuntikan hormon testosteropada tikus dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Sedangkan pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini. b) Faktor Lingkungan Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku agresif antara lain sebagai berikut. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 25 1) Kemiskinan Remaja yang besar dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan. Hal yang sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut terjadinya krisis ekonomi dan moneter menyebabkan pembengkakan kemiskinan yang semakin tidak terkendali. 2) Anoniomitas Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat inpersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identiras diri). Jika seseorang merasa anonim, ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak terikkat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati dengan orang lain. 3) Suhu udara yang panas Bila diperhatikan dengan seksama tawuran yang terjadi di Jakarta seringkali terjadi pada siang hari di terik panas matahari, tapi bila musim hujan relatif tidak ada peristiwa tersebut. Begitu juga dengan aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi tersebut juga menjadi sepi. c) Kesenjangan Generasi Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 26 semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi antara orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak. d) Amarah Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan akarena adanya kesalahan yang mungkin nyatanyata salah atau mungkin tidak. Pada saat amarah, ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresif. e) Peran belajar model kekerasan Model pahlawan-pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindak kekerasan. Hal bisa menjadikan penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hali ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresif. f) Frustrasi Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara merespon terhadap frustrasi. Remaja Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 27 miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang behubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresif. g) Proses pendisiplinan yang keliru Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan, 1988). Pendidikan disiplin seperti akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta kehilangan inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain. Saefi (2010) menyatakan bahwa perilaku agresif juga dianggap sebagai suatu gangguan perilaku bila memenuhi persayaratan sebagai berikut. 1) Bentuk perilaku luar biasa, bukan hanya berbeda sedikit dari perilaku yang biasa. Misalnya, memukul itu termasuk perilaku yang biasa, tetapi bila setiap kali ungkapan tidak setuju dinyatakan dengan memukul, maka perilaku tersebut dapat diindikasikan sebagai perilaku agresif. Atau, bila memukulnya menggunakan alat yang tidak wajar, misalnya memukul dengan menggunakan tempat minum. 2) Masalah ini bersifat kronis, artinya perilaku ini bersifat menetap, terusmenerus, tidak menghilang dengan sendirinya. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 28 3) Perilaku tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan norma sosial atau budaya. 3. Karakteristik Perilaku Agresif Perilaku agresif sangat bervariasi, bisa dikatakan dimulai dari tindakan yang rendah seperti mencaci-maki sampai pada yang berat atau tataran membunuh. Berdasarkan latar belakang pemikiran, para ahli termasuk Scheneiders (Mauboi, 1987; Julianti, 2001) menggolongkan agresi ini berdasarkan verbal dan non-verbalnya, diantaranya sebagai berikut: a) Menonjolkan dan memberanikan diri (self-asertion), seperti: menyombongkan diri dan memojokkan orang lain; b) Menuntut yang bukan milik/haknya (possession), seperti: merampas barang orang lain lalu menyembunyikannya; c) Mengganggu (teasing), seperti: mengejek orang lain dengan kata-kata yang sangat menyakitkan, menyembunyikan barang, menyakiti orang lain; d) Mendominasi atau menguasai (dominance), seperti: tidak mau ditentang, menguasai atau merajai orang lain; e) Menggertak (bulliying), seperti: memandang orang lain dengan benci, marah dendam, menggertak orang yang lebih lemah; f) Permusuhan yang terbuka (open-hostility) atau attack, seperti menyerang, mencakar, berkelahi, kata-kata kasar, dan caci maki; Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 29 g) Berlaku kejam dan suka merusak (violence & destructioni), seperti: menentang disiplin, melukai orang secara fisik, merusak barang milik orang; h) Menaruh rasa dendam (revenge), seperti: sinis, mencibir dengan kata-kata kasar; dan i) Brutal dan bertindak sadis (brutality & sadistic fury), seperti: melukai orang lain hingga parah dan mengeluarkan kata-kata kotor dan sadis (Julianti, 2001). Berdasarkan keragaman perilaku agresif remaja, maka secara terperinci terdapat pula ragam lain seperti yang dikemukakan oleh Sear. et. al. (Syaiful Bahri, 1994; Julianti, 2001) yang mengelompokkan perilaku agresif atas dasar pertimbangan sosial sebagai berikut: a) Agresi anti-sosial, yaitu kecenderungan seseorang untuk bertindak dengan maksud melukai orang lain baik secara fisik maupun non-fisik yang menurut norma sosial bertentangan, seperti: tawuran antar pelajar; b) Agresi pro-sosial, yaitu kecenderungan tindakan agresi yang sebenarnya diatur oleh norma sosial, seperti: seorang polisi melakukan penyerangan untuk membasmi kejahatan; c) Agresi yang disetujui (sanctioned aggression), yaitu kecenderungan tindakan agresi yang tidak diterima oleh norma sosial tapi masih berada dalam batas yang wajar, seperti: seorang wanita menyerang untuk mempertahankan dirinya. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 30 Selanjutnya, Mark A. Stewart (Syaiful Bahri, 1994; Julianti, 2001) lebih spesifik menjelaskan agresi dalam tataran anti-sosial dan membaginya ke dalam empat kelompok, yaitu: a) Aggressiveness, yaitu kecenderungan untuk bertindak atau berperilaku yang memiliki sifat keagresifan yang tampak dalam bentuk perkelahian dengan teman sebaya, secara fisik menyerang orang dewasa atau orang lain, berlaku kasar terhadap orang tua, guru dan dewasa lainnya dan daya saing yang ekstrim; b) Non-Compliance (ketidakrelaan), yaitu kecenderungan berperilaku yang menunjukkan adanya keinginan untuk menentang atau tidak mengikuti aturan, tidak disiplin, melawan apa yang ditanyakan dan suka keluyuran hingga larut malam; c) Destructiveness, yaitu kecenderungan bertindak yang bertujuan untuk merusak. Tindakan semacam ini akan tampak dalam bentuk kecenderungan untuk membuat keonaran, merusak barang yang ada di rumah atau milik orang lain; d) Hostility, yaitu kecenderungan bertindak yang menunjukkan permusuhan yang tampak dalam bentuk kecenderungan suka bertengkar dengan teman atau orang lain, berlaku kejam terhadap orang lain dan menaruh rasa dendam. Masykouri (2005; Arya: 2010) mengemukakan karakteristik perilaku agresif remaja sebagai berikut. a) Perilaku agresif dapat bersifat verbal maupun nonverbal Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 31 Bersifat verbal biasanya lebih tergantung pada situasional bersifat nonverbal yakni perilaku agresif yang merupakan respons dari keadaan frustasi, takut atau marah dengan cara mencoba menyakiti orang lain. Bentuk-bentuk perilaku agresif ini yang paling tampak adalah memukul, berkelahi, mengejek, berteriak, tidak mau mengikuti perintah atau permintaan, menangis atau merusak. Anak yang menunjukan perilaku ini biasanya kita anggap sebagai pengganggu atau pembuat onar. Sebenarnya, anak yang tidak mengalami masalah emosi atu perilaku juga menampilkan perilaku seperti yang disebutkan diatas, tetapi tidak sesering atau seimpulsif anak yang memiliki masalah emosi atau perilaku. Anak dengan perilaku agresif biasanya mendapatkan masalah tambahan seperti tidak terima oleh teman-temannya (dimusuhi, dijauhi, tidak diajak bermain) dan dianggap sebagai pembuat masalah oleh guru. Perilaku agresif semacam itu biasanya diperkuat dengan didapatkan penguatan dari lingkungan berupa status, dianggap hebat oleh teman sebaya, atau didapatkannya sesuatu yang diinginkan, termasuk melihat temannya menangis saat dipukul olehnya. b) Perilaku agresif merupakan bagian dari perilaku antisosial Perilaku anti sosial sendiri mencakup berbagai tindakan seperti tindakan agresif, ancaman secara verbal terhadap orang lain, perkelahian, perusakan hak milik, pencurian, suka merusak (vandalis), kebohongan, pembakaran, kabur dari rumah, pembunuhan dan lain-lain. Menurut buku panduan diagnostik (dalam Masykouri, 2005: 12.4) untuk gangguan mental, Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 32 seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku antisosial (termasuk agresif) bila tiga di antara daftar perilaku khusus berikut terdapat dalam seseorang secara bersama-sama paling tidak selama enam bulan. Perilaku tersebut sebagi berikut (www.belajarpsikologi.com, 2010). 1) Mencuri tanpa menyerang korban lebih dari satu kali 2) Kabur dari rumah semalam paling tidak dua kali selama tinggal di rumah orang tua 3) Sering berbohong 4) Dengan sengaja melakukan pembakaran 5) Sering bolos sekolah 6) Memasuki rumah, kantor, mobil, orang lain tanpa izin 7) Merusak milik orang lain dengan sengaja 8) Menyiksa binatang 9) Menggunakan senjata lebih dari satu kali dalam perkelahian 10) Sering memulai berkelahi 11) Mencuri dengan menyerang korban 12) Menyiksa orang lain Meskipun dari ciri-ciri tersebut tampaknya sangat jarang dilakukan anak usia sekolah, namun sebagai orang tua khususnya pendidik, perlu mewaspadai agar perilaku-perilaku tersebut jangan sampai muncul ketika anak beranjak remaja atau masa perkembangan remaja. Jadi, seorang pendidik perlu jeli untuk mengenali gejala perilaku yang tidak umum pada Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 33 anak didiknya sedini mungkin, sehingga kasus tersebut dapat ditangani lebih awal. 4. Kecenderungan Perilaku Agresif Remaja Perkembangan individu akan terus berkembang sesuai dengan tingkat usia dan tugas perkembangannya. Proses perkembangan individu dimulai dari masa konsepsi yaitu suatu proses dimana sel sperma bertemu dan membuahi sel telur dalam rahim seorang wanita. Proses ini terus berlanjut sampai individu tersebut dilahirkan ke dunia dan berakhir pada saat individu mengalami kematian atau disebut perkembangan sepanjang hayat (life span human development). Perkembangan individu yang baik dan optimal ditandai dengan tercapainya tugastugas-tugas perkembangan sesuai dengan tingkat perkembangannya dari mulai masa bayi sampai dengan masa tua (Hurlock, 1990: 10). Dalam perkembangannya, individu dihadapkan kepada berbagai faktor yang sedikit banyaknya mempengaruhi arah perkembangannya. Selain faktor internal dalam diri individu itu sendiri, faktor eksternal lebih banyak mempengaruhi laju perkembangannya yaitu lingkungan sekitar individu. Pada saat individu menginjak rentang usia remaja, banyak hal yang sangat mempengaruhi perkembangannya sehingga memunculkan suatu perilaku yang mencerminkan apakah remaja tersebut memiliki perkembangan sehat yang ditandai dengan ketercapaian tugas perkembangan yang baik, atau remaja yang gagal dalam perkembangannya. Santrock (1996) menjelaskan bahwa pada masa Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 34 remaja yang dikatakan sangat rentan inilah, seorang remaja akan mendapatkan masa terbaik atau masa terburuk dalam perkembangannya. Kompleksitas permasalahan dialami oleh seluruh remaja dalam rentang perkembangannya. Diantara permasalahan yang dominan dihadapi remaja adalah permasalahan yang bersifat pribadi. Hal ini disebabkan karena remaja berada dalam masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa sehingga sebagian menganggap bahwa permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan melalui bantuan yang dapat diminta dari orang sekitar. Disisi lain, remaja juga menganggap dirinya telah mandiri dan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri namun nyatanya masih belum mampu. Hurlock (1990: 207) menyatakan bahwa periode perkembangan masa remaja ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) masa remaja merupakan masa yang sangat penting; (2) masa remaja sebagai masa peralihan; (3) masa remaja sebagai masa perubahan; (4) masa remaja sebagai usia bermasalah; (5) masa remaja sebagai masa mencari identitas; (6) masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan; (7) masa remaja sebagai masa yang tidak realistik; dan (8) masa remaja sebagai usia ambang dewasa. Soejono Soekanto (1994) mengemukakan bahwa kecenderungan perilaku agresif yang dilakukan para remaja disebabkan karena adanya tantangan atau halangan yang mengakibatkan gangguan-gangguan pada keinginan-keinginan remaja. Kecenderungan perilaku agresif dapat juga muncul dikarenakan perasaan iri hati, marah, merasa dipermainkan, dan karena pembangkangan terhadap kemauan (Julianti, 2001: 22). Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 35 Adapun kecenderungan perilaku agresif yang terjadi pada siswa di sekolah, selain faktor internal dan faktor eksternal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, juga dapat disebabkan bahwa siswa yang tengah memasuki masa remaja itu sedang berada pada fase perkembangan yang penuh gejolak. Remaja pun merasakan adanya konflik, keadaan emosi yang goncang serta perilaku yang masih labil. Maka secara potensi, tentu seorang remaja akan lebih cenderung melakukan perilaku agresif. B. Bimbingan Pribadi 1. Konsep dasar Bimbingan Pribadi Pendidikan berfungsi menyiapkan para peserta didik untuk kehidupannya pada masa sekarang dan yang akan datang. Dalam perjalanannya, pendidikan senantiasa tidak terlepas dari bidang bimbingan dan konseling. Sukmadinata (2007: 5) menjelaskan secara lugas mengenai tujuan layanan bimbingan dan konseling yang secara umum diarahkan kepada tiga sasaran, yaitu pengembangan dan pemecahan masalah dalam aspek sosial dan pribadi, pendidikan dan pembelajaran, serta pengembangan karir. Aspek sosial dan pribadi berkenaan dengan pemahaman dan pengembangan karakteristik, potensi dan kecakapankecakapan yang dimilikinya, baik dalam segi intelektual, sosial, fisik-motorik maupun afektif-emosional. Aspek pendidikan dan pembelajaran berkenaan dengan perencanaan dan upaya-upaya penyesuaian diri dalam berbagai kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dan aspek pengembangan karir menyangkut perencanaan dan persiapan-persiapan untuk memasuki dunia kerja. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 36 Berkenaan dengan penjelasan mengenai hubungan antara bimbingan dan pendidikan di atas, Rochman Natawidjaja (1990, dalam Suherman dkk, 2008: 9) memberikan penjelasan sebagai berikut: “ …bimbingan dan konseling memiliki fungsi dan posisi kunci dalam pendidikan di sekolah, yaitu sebagai pendamping fungsi utama sekolah dalam bidang pengajaran dan perkembangan intelektual siswa dalam menangani ihwal sisi sosial pribadi siswa,,,” Bidang bimbingan dan konseling merupakan satu komponen utama dari keseluruhan proses pendidikan. Sukmadinata (2007: 4) menyatakan bahwa bimbingan dan konseling merupakan bidang layanan kepada peserta didik (student service). Layanan yang dilaksanakan adalah untuk membantu mengoptimalkan perkembangan seluruh perserta didik, sesuai dengan prinsip bimbingan yaitu bimbingan untuk semua (guidance for all). Tanpa bimbingan dan konseling, proses pembelajaran akan membantu perkembangan para peserta didik hanya dalam segi intelektual saja, sedangkan dengan adanya peran bimbingan dan konseling diharapkan perkembangannya akan mencapai tingkat optimal. Dalam pelaksanaannya, bimbingan dan konseling dilakukan dengan pendekatan yang menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personel sekolah yang memiliki orientasi sebagai perkembangan dan preventif. Yusuf (2006: 4) menjelaskan bahwa pendekatan ini terintegrasi dalam proses pendidikan di sekolah secara keseluruhan dalam upaya membantu siswa agar dapat mengembangkan dan mewujudkan potensi dirinya secara penuh. Dalam pelaksanaan sebuah bimbingan diperlukan suatu tujuan. Secara umum, tujuan pemberian layanan bimbingan kepada para peserta didik diantaranya sebagai berikut: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 37 perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; dan (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan, masyarakat dan lingkungan kerjanya (Yusuf & Nurikhsan, 2005: 13). Sedangkan secara khusus, layanan bimbingan memiliki tujuan untuk membantu peserta didik agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangannya yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar (akademik), dan karir. Nurikhsan dan Sudianto (2005: 12) menambahkan ragam/bidang bimbingan yang diklasifikasikan menurut permasalahan yang dialami peserta didik di sekolah, yaitu (1) Bimbingan Belajar, (2) Bimbingan Sosial-Pribadi, (3) Bimbingan Karir, dan (4) Bimbingan Keluarga. Senada dengan pernyataan di atas, menurut Yusuf (2006: 37) pembagian ragam bimbingan yang ditilik dari aspek potensi dan arah perkembangan siswa, diklasifikasikan menjadi empat ragam, yaitu (1) Bimbingan Akademik, (2) Bimbingan Sosial-Pribadi, (3) Bimbingan Karir, dan (4) Bimbingan Keluarga. Melihat pernyataan dari ketiga para ahli di atas, jelas bahwa bimbingan sosial-pribadi merupakan bagian integral dari layanan bimbingan secara keseluruhan yang divisualisasikan melalui bagan sebagai berikut. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 38 Bimbingan Akademik (Belajar) Ragam Layanan Bimbingan Bimbingan Sosial-Pribadi Bimbingan Karir Perubahan Perilaku Siswa Bimbingan Keluarga Bagan 2.1 Ragam Layanan Bimbingan Selanjutnya, secara umum terdapat empat bidang layanan bimbingan di sekolah, yaitu: (1) Bidang Layanan Pribadi; (2) Bidang Layanan Sosial; (3) Bidang Layanan Akademik/Belajar; dan (4) Bidang Layanan Karir. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengertian bimbingan pribadi. 2. Definisi Bimbingan Pribadi Bimbingan pribadi merupakan salah satu dari ragam kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Bimbingan pribadi dilaksanakan atas dasar kebutuhan siswa dalam upaya menyelesaikan beragam permasalahan pribadi yang dirasakan. Berikut ini akan dijelaskan pengertian bimbingan pribadi menurut para ahli. Winkel (1997: 142) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan bimbingan pribadi adalah suatu kegiatan bantuan yang dilakukan dalam menghadapi keadaan batin konseli dan mengatasi berbagai permasalahan yang Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 39 bersifat pribadi, seperti segi kerohanian, perawatan jasmani, manajemen waktu, pemenuhan kebutuhan pribadi, dan perasaan diri. Nurikhsan (2002: 20) menjelaskan bahwa bimbingan pribadi merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah pribadinya, seperti masalah pergaulan, penyelesaian konflik dan penyesuaian diri. Bimbingan ini diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta mengembangkan keterampilan-keterampilan pribadi yang tepat. Sukmadinata (2007 : 12) juga menjelaskan bahwa bimbingan pribadi juga merupakan bimbingan yang memfasilitasi individu dalam perkembangan pribadinya baik terhadap masalah yang berasal dari diri pribadi, maupun dari perubahan lingkungan yang berada disekitarnya. Di dalam blognya, Beccary (2008) juga menerangkan bahwa bimbingan pribadi merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dalam hal memecahkan masalah-masalah yang sangat kompleks dan bersifat rahasia/pribadi sekali misalnya, masalah keluarga, persahabatan, cita-cita, dan sebagainya. Selain itu, Beccary pun menjelaskan bahwa bimbingan pribadi adalah bimbingan yang diberikan pada individu dalam menghadapi pergumulan dalam batinnya sendiri, dalam mengatur diri, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, pengaturan nafsu seksual, dan sebagainya (www.bimbinganpribadi.wordpress.com, 2010). Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka yang dimaksud dengan bimbingan pribadi yaitu upaya bantuan yang dilakukan oleh Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 40 guru pembimbing untuk memfasilitasi perkembangan individu dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi dan permasalahannya sehingga terciptanya lingkungan pribadi yang kondusif, pemahaman diri yang positif, dan keterampilan pribadi yang baik. 3. Karakteristik Bimbingan Pribadi. Menurut Surya (2009: 2) bimbingan pribadi memiliki karakteristik tersendiri yang harus diwujudkan ke dalam lima kompetensi yang harus dicapai, yaitu sebagai berikut: a. Bimbingan pribadi untuk mencapai kompetensi pemantauan sikap dan kebiasaan bermoral; b. Bimbingan pribadi untuk mencapai kompetensi pengenalan kekuatan dan kelemahan diri; c. Bimbingan pribadi untuk mencapai kompetensi pemahaman kekuatan dan kelemahan diri; d. Bimbingan pribadi untuk mencapai kompetensi pemahaman bakat dan minat pribadi; dan e. Bimbingan pribadi untuk mencapai kompetensi pengenalan dan pemahaman hidup sehat. Sukardi (2008: 54) menambahkan bahwa karakteristik bimbingan meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 41 b. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun peranannya di masa depan. c. Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangnnya mellaui kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif. d. Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya. e. Pemantapan kemampuan mengambil keputusan f. Pemantapan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya. g. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik secara rohaniah maupun jasmaniah. Lebih khususnya mengenai pelaksanaan bimbingan pribadi di SMA, Nurikhsan dan Sudianto (2005: 11) menjelaskan karakteristik bimbingan pribadi sebagai berikut: a. Bimbingan berhubungan dengan sikap dan perilaku indidvidu (siswa), maka perlu diingat bahwa sikap dan perilaku individu tersebut terbentuk dari segala aspek kepribadian yang unik dan rumit. b. Perlu dikenal dan dipahami perbedaan individu (siswa) yang akan dibimbing, agar dapat memberikan bimbingan yang tepat sesuai dengan apa yang dibutuhkannya. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 42 c. Bimbingan merupakan proses membantu siswa agar dapat membantu dirinya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. d. Bimbingan dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu (siswa) yang akan dibimbing. e. Program bimbingan pribadi di SMA harus sesuai dengan program SMA yang bersangkutan. f. Pelaksanaan bimbingan harus dipimpin oleh seseorang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan dapat menggunakan sumber-sumber yang relevan yang berada di luar SMA. Dari beberapa penjelasan para ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik bimbingan pribadi di SMA lebih menitikberatkan kepada aspek kepribadian yang unik sesuai dengan tingkat perkembangan siswa SMA, pemberian bimbingan yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa SMA dan ketercapaian kompetensi bimbingan sebagai indikator keberhasilan bimbingan pribadi yang dilaksanakan. 4. Prinsip Bimbingan Pribadi Dalam melaksanakan proses bimbingan, seorang guru pembimbing harus memperhatikan prinsip-prinsip bimbingan. Nurikhsan (2002: 13) memaparkan secara rinci mengenai prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut: a. Bimbingan adalah suatu proses membantu individu agar mereka dapat membantu dirinya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 43 b. Bimbingan hendaknya bertitik tolak (berfokus) pada individu yang dibimbing. c. Bimbingan diarahkan pada individu yang memiliki karakteristik tersendiri. Oleh karena itu, pemahaman keragaman dan kemampuan individu yang dibimbing sangat diperlukan dalam pelaksanaan bimbingan. d. Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh tim pembimbing di lingkungan lembaga pendidikan, hendaknya diserahkan kepada ahli atau lembaga lain yang berwenang memecahkannya (reveral). e. Bimbingan dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang akan dibimbing. f. Bimbingan harus luwes dan fleksibel, sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat. g. Program bimbingan di lingkungan lembaga pendidikan tertentu harus sesuai dengan program pendidikan pada lembaga yang bersangkutan. h. Pelaksanaan program bimbingan hendaknya dikelola oleh orang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dengan bekerjasama dan menggunakan sumber-sumber yang relevan yang berada di dalam maupun di luar lembaga penyelengara pendidikan. i. Pelaksanaan program bimbingan hendaknya dievaluasi untuk mengetahui hasil dan pelaksanaan program. Senada dengan prinsip-prinsip di atas, Biasco (dalam Yusuf dan Nurikhsan, 2005: 20) mengidentifikasi lima prinsip bimbingan, yaitu sebagai berikut. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 44 a. Bimbingan, baik sebagai konsep maupun proses merupakan bagian integral program pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, bimbingan dirancang untuk melayani semua siswa. b. Program bimbingan akan berlangsung dengan efektif apabila ada upaya kerjasama antarpersonel sekolah, juga dibantu oleh personel dari luar sekolah, seperti orangtua siswa atau para spesialis. c. Layanan bimbingan didasarkan kepada asumsi bahwa individu memiliki peluang yang lebih baik untuk berkembang melalui pemberian bantuan yang terencana. d. Bimbingan berasumsi bahwa individu, termasuk anak-anak memiliki hak untuk menentukan sendiri dalam melakukan pilihan. Pengalaman dalam melakukan pilihan sendiri tersebut berkontribusi kepada perkembangan rasa tanggung jawabnya. e. Bimbingan ditujukan kepada perkembangan pribadi setiap siswa, baik menyangkut aspek akademik, sosial, pribadi maupun vokasional. Secara lebih rinci, Yusuf (2006: 47) menjelaskan bahwa dalam menjalankan suatu bimbingan pribadi diperlukan prinsip-prinsip bimbingan sebagai pondasi atau landasan pelaksanaan bimbingan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain sebagai berikut. a. Bimbingan pribadi diperuntukkan bagi setiap individu. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan pribadi diberikan kepada semua individu atau peserta didik, baik yang tidak bermasalah ataupun yang bermasalah, laki-laki atau perempuan, baik anak-anak, ataupun dewasa. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 45 b. Bimbingan pribadi bersifat individualisasi. Setiap individu bersifat unik. Dan melalui bimbingan, individu dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. c. Bimbingan pribadi menekankan hal yang positif. Dalam kenyataannya, masih ada individu yang memiliki persepsi negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai cara yang menekan aspirasi. Sebenarnya bimbingan merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri. d. Bimbingan merupakan usaha bersama, yaitu bahwa bimbingan bukan hanya tanggung jawab seorang guru pembimbing saja, melainkan menjadi tugas dan tanggung jawab bersama antar seluruh komponen sekolah, yaitu guru bidang studi dan kepala sekolah yang senantiasa terlibat dalam proses bimbingan. e. Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan pribadi. Bimbingan diarahkan untuk membantu individu agar dapat melakukan pilihan dan pengambilan keputusan. Kehidupan individu diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi individu untuk mempertimbangkan, menyesuaikan dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. f. Bimbingan pribadi berlangsung dalam berbagai seting kehidupan. Pemberian layanan bimbingan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat secara luas. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 46 5. Tujuan Bimbingan Pribadi Pelaksanaan suatu bimbingan tidak terlepas dari tujuan yang harus dicapai setelah terlaksananya kegiatan bimbingan tersebut. Tujuan bimbingan yang tercapai dapat dijadikan indikator keberhasilan sebuah proses bimbingan. Berikut ini adalah pemaparan mengenai pentingnya suatu tujuan bimbingan, baik secara umum maupun tujuan bimbingan secara khusus. Tujuan pemberian layanan bimbingan secara umum ialah agar siswa dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; dan (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja (Yusuf, 2006: 41). Tujuan bimbingan yang telah ditetapkan dari awal perlu pencapaian yang senantiasa harus dipersiapkan. Maka, upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk: (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya; (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungan sekitarnya; (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut; (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri; (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat; (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 47 tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimiliki siswa secara tepat dan teratur serta optimal (Nurikhsan dan Yusuf, 2005: 13). Selain tujuan bimbingan secara umum di atas, Nurikhsan dan Yusuf (2005: 14) mengemukakan tujuan bimbingan secara khusus berdasarkan pengembangan aspek pribadi adalah sebagai berikut: 1. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, teman sebaya, sekolah, tempat kerja, maupun masyrakat pada umumnya. 2. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan menghargai serta memelihara hak dan kewajiban masing-masing. 3. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. 4. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif. 5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain, menghormati dan menghargai orang lain, serta tidak melecehkan martabat dan harga dirinya. 6. Memiliki kemampuan melakukan pilihan secara sehat. 7. Memiliki rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalm bentuk komitmen terhadap tugas dan kewajibannya. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 48 8. Memiliki kemampuan berinteraksi dengan orang lain (human relationship) yang diwujudkan dengan menjalin hubungan kekerabatan yang harmonis. 9. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan suatu konflik, baik yang bersifat internal maupun eksternal. 10. Memiliki kemampuan pengambilan keputusan secara efektif. 6. Bidang Layanan Bimbingan Pribadi Layanan bimbingan pribadi diarahkan kepada pencapaian individu yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serat ragam permasalahan yang dialami individu (Nurihsan dan Yusuf, 2005: 11). Layanan bimbingan pribadi diarahkan agar siswa dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat mengembangkan perilaku efektif serta keterampilan-keterampilan hidupnya yang mengacu pada tugas-tugas perkembangannya (Nurihsan dan Yusuf, 2005:27). Adapun layanan bimbingan pribadi yang dapat diberikan kepada siswa antara lain: 1. Layanan konseling individual. Layanan ini diberikan kepada seluruh siswa, baik yang mengalami permasalahan, maupun yang tidak mengalami permasalahan. 2. Layanan konseling kelompok. Layanan ini dilakukan dengan metode diskusi dan tanya jawab atas permasalahan yang dialami siswa dan mendiskusikan alternatif pemecahannya. 3. Layanan bimbingan kelompok. Layanan ini dilakukan melalui metode diskusi, dengan mengemukakan beberapa cerita konflik moral atau dilema moral kepada siswa. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 49 4. Layanan bimbingan klasikal. Layanan ini merupakan layanan pemberian informasi yang dapat disampaikan melalui metode ceramah, diskusi. 7. Program Bimbingan Pribadi Program bimbingan dan konseling sekolah merupakan serangkaian kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang terencana, terorganisasi, dan terorganisasi selama periode tertentu. Suatu program bimbingan dapat disusun dengan berdasarkan kepada suatu kerangka berpikir tertentu yang pengelolaannya disesuaikan dengan pola dasar yang dipegang dalam mengatur seluruh kegiatan bimbingan (Winkel, 1997: 119). Program bimbingan pribadi merupakan bagian dari program bimbingan dan konseling. Program bimbingan pribadi adalah rangkaian kegiatan yang dirancang dan disusun berdasarkan hasil kebutuhan siswa dari implementasi strategi layanan bimbingan dan konseling yaitu dalam hal ini adalah perilaku agresif siswa. Program bimbingan pribadi dirancang untuk dapat digunakan oleh guru bimbingan dan konseling dalam membantu siswa mereduksi perilaku agresifnya. Melalui program ini, siswa dapat mengevaluasi diri dan menjaga perilaku sehariharinya agar tidak melakukan tindakan-tindakan diluar kendali aturan sosial dan hati nuraninya. Struktur program bimbingan dan konseling yang dikembangkan pada program bimbingan pribadi adalah sebagai berikut: (1) Rasionalisasi, (2) Perumusan Kebutuhan, (3) Perumusan Tujuan program, (4) Perumusan komponen Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 50 layanan, (5) Pengembangan tema dan bahasan, (6) media dan alat pendukung yang digunakan, serta (7) tahapan program yang terdiri dari empat sesi yaitu need assessment, penyusunan program berdasarkan profil siswa, evaluasi dan tindak lanjut (Syamsu Yusuf, 2006: 68). C. Hasil Penelitian Terdahulu Adapun beberapa penelitian terdahulu mengenai bimbingan pribadi dan perilaku agresif siswa antara lain : 1. Hasil penelitian Ingeu Katrin Julianti di SMA Negeri 20 Bandung (Julianti, 2001: 58) menunjukkan tingkat kecenderungan perilaku agresif siswa SMA yaitu: a) 12,41% siswa berkeinginan untuk melakukan agresi secara fisik terhadap orang lain; b) 34,35% siswa berkeinginan untuk menentang peraturan dan pendapat orang lain; c) 16,93% siswa berkeinginan untuk merusak barang dan suasana; dan d) 36,31% siswa berkeinginan untuk menunjukkan permusuhan terhadap orang lain. 2. Hasil penelitian E. Koswara dalam bukunya yang berjudul “Agresi Manusia” (1988) menyatakan bahwa perilaku agresi manusia tidak akan bisa dikikis habis, maka upaya untuk penelitian lebih lanjut terhadap masalah agresi ini harus terus diupayakan dengan metode-metode yang lebih baik. Beliau beranggapan bahwa disiplin ilmu psikologi telah memusatkan perhatian kepada masalah tingkah laku manusia, khususnya lebih berusaha memahami sumber dan kondisi pencetus kemunculan pelilaku agresif berikut pencarian cara-cara pencegahannya. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu 51 3. Albert Bandura (1973) sebagai ahli dari psikologi sosial menyatakan bahwa pembahasan mengenai perilaku agresif ini telah banyak didokumentasikan dalam riset psikologi. Sebagian dari perilaku agresif malah dibenarkan secara sosial karena hal tersebut merupakan cara yang ampuh untuk meraih keuntungan dari lingkungan. Jenis perilaku agresif inilah yang dipelajari secara intensif oleh Bandura. 4. Penelitian Leonardo Berkowitz dalam bukunya yang berjudul “Agression: Its Causes, Consequences, and Control” (1993) meyatakan bahwa tingkat perilaku agresif pada pertengahan tahun 1980 sangat tinggi. Menurut National Coalition on Television Violence di Amerika Serikat, rata-rata warga Amerika sebelum mencapai usia 18 tahun telah melihat 32.000 pembunuhan dan 40.000 usaha pembunuhan di TV saja. Dari data tersebut, diperkirakan rata-rata 5-6 tindak kekerasan dilakukan dalam kurun waktu per jam. Berdasarkan penelitian Berkowitz, mengasumsikan bahwa dengan meningkatnya pemahaman tentang psikologi manusia, dapat membantu menekan agresi manusia. Apabila kita mengetahui lebih banyak tentang faktor penyebab, pengaruh dan akibat dari perilaku agresif, maka kita dapat berbuat banyak untuk menguranginya. Hilman Aliy Mandar, 2012 Program Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah Atas Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu