BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian dan pembahasan pada bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat peneliti ambil adalah : Tata cara seorang suami untuk merujuk isterinya dapat dilakukan dengan dua cara yakni merujuk dengan cara melafadkan dan dengan cara menggauli. merujuk dengan cara melafadkan para ulama bersepakat mengesahkan rujuknya akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang tata cara rujuk dengan cara menggauli isteri yang tertalak raj’i ada yang mengesahkan sebagaimana pendapat imam Hambali, imam Hanafi dan imam Malik hanya saja imam Hanafi mensyaratkan adanya sahwat ketika hendak merujuk sehingga bila tidak ada sahwat maka meskipun terjadi hubungan suami isteri rujuk belum dianggap sah. Sedang imam Malik mensyaratkan adanya niat bagi suami yang hendak merujuk isterinya dan menghukumi haram bagi seseorang yang menggauli isterinya yang tertalak raj’i tanpa ada niat untuk merujuknya. Sedang alasan imam Hambali yang mengesahkan rujuk dengan perbuatan baik disertai niat atau tidak beralasan bahwa tidak dimungkinkan seseorang yang telah bercerai kemudian melakukan hubungan suami isteri tanpa ada niat untuk rujuk. Sedangkan imam Syafi’i dan Kompilasi Hukum Islam tidak memperbolehkan rujuk dengan cara menggauli isterinya yang tertalak raj’i. 75 76 Merujuk isteri yang tertalak raj’i harus dengan melafadkannya tidak dengan perbuatan. Rujuk boleh dilakukan oleh suami tanpa ada kerelaan dari pihak isteri sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Meski berbeda dengan Kompilasi Hukum Islam yang mensyaratkan adanya kerelaan dari pihak isteri. Sedangkan menghadirkan saksi dalam rujuk para ulama sepakat menghukumi sunah untuk menghadirkannya pada saat rujuk terjadi. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam menghadirkan saksi hukumnya adalah wajib. B. Saran-Saran 1. Diharapkan bagi umat muslim khususnya Indonesia lebih berhati-hatilah dalam berhukum agar kita tidak termasuk orang yang menyalahi aturan agama yakni dengan memperhatikan hukum-hukum yang telah ada di dalam al-Quran khususnya dalam masalah talak dan rujuk tanpa memandang sebelah mata aturan yang diberlakukan oleh pemerintah. 2. Kepada pemerintah diharapkan lebih tangkas untuk memberikan sosialisasi tentang hukum-hukum agama terutama hukum-hukum yang telah dijadikan hukum positif sehingga agar masyarakan faham dan memahami. 3. Kepada pemerintah khususnya lembaga yang menangani tentang permasalahan yang dasar hukumnya dari agama untuk tidak terlalu mempersulit dengan peraturan tambahan yang sifatnya administratif. 77 Sehingga aturan yang berlaku tidak jauh berbeda dengan dasar pengambilan hukumnya apalagi terkesan mempersulit. Meski hal tersebut bertujuan untuk baik. 4. bahwa maqashid as-syar’i yang tertinggi adalah hifdz ad-din (menjaga agama)