PERBANDINGAN FRAME SCAFFOLDING DAN MODULAR SCAFFOLDING DALAM SEGI BIAYA (Studi kasus: Pembangunan Box Underpass (BUP) Ciawi Tol BOCIMI Bogor) oleh : Tri Wijayanto1, Titik Penta Artiningsih2, Wiratna Tri Nugraha3 ABSTRAK Dalam pengecoran suatu pelat pada bangunan bertingkat, jalan dan jembatan, diperlukan penyangga yang kuat sebagai penahan bekisting pelat lantai. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kebutuhan perancah dan membandingkan efisiensi biaya perancah jenis frame scaffolding dan modular scaffolding pada proyek pembangunan box underpass (BUP) tol BOCIMI Bogor mengingat keduanya memiliki harga dan kapasitas yang berbeda. Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini dengan mendapatkan luasan pekerjaan pengecoran pelat yang nantinya sebagai area luasan scaffolding, lalu mendapatkan kapasitas scaffolding yang juga disesuaikan dengan pembebanan di lapangan dengan menggunakan aplikasi structure analysis program (SAP), dengan demikian dapat diketahui apakah scaffolding tersebut kuat atau perlu perkuatan untuk menahan beban di lapangan juga menghitung kekuatan balok penahan bekisting apakah kuat menahan beban dengan panjang bentang sesuai dengan jenis scaffolding. Lalu menghitung waktu pelaksanaan scaffolding dari hasil studi di lapangan. Kemudian dapat dibandingkan efisiensi dari kedua jenis scaffolding tersebut dalam segi biaya terkait waktu dan kekuatan scaffolding. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penggunaan modular scaffolding lebih murah yaitu sebesar Rp.300.730.680,00 (Tiga Ratus Juta Tujuh Ratus Tiga Puluh Ribu Enam Ratus Delapan Puluh Rupiah) sedangkan frame scaffolding adalah Rp.603.216.000,00 (Enam Ratus Tiga Juta Dua Ratus Enam Belas Ribu Rupiah) dan juga waktu pemasangan modular scaffolding adalah 51 dan frame scaffolding adalah 69 hari, sehingga dapat disimpulkan penggunaan modullar scaffolding lebih efisien.Kata Kunci: Perbandingan, Scaffolding, Perancah 1. PENDAHULUAN Seperti diketahui sekarang negara kita sedang giat melaksanakan pembangunan sarana prasarana dan infrastruktur seperti gedung-gedung bertingkat tinggi, perumahan, pembangunan industri, jalan dan lain sebagainya karena perkembangan dan pertumbuhan kebutuhan manusia di masa sekarang yang kebanyakan menggunakan beton bertulang sebagai material utamanya. Dalam merencanakan suatu kontruksi beton diperlukan perencanaan yang baik agar diperoleh beton yang baik dan memenuhi syarat, baik dari segi kualitas dan kuantitas. Namun yang perlu diperhatikan juga dalam perencanaan konstruksi beton adalah efisiensi dalam proses pengerjaan agar diperoleh hasil pekerjaan yang efisien, seperti dalam pemilihan perancah/scaffolding yang tepat dalam merencanakan konstruksi beton. Perancah, seperti frame scaffolding dan modular scaffolding adalah alat dalam pengerjaan konstruksi beton yang berguna untuk menunjang pelat atau balok sementara yang dibutuhkan bekisting untuk dapat menyalurkan beban dari beton yang dicor dan membentuk beton Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 1 sesuai rencana. Karena itulah pemilihan perancah dalam perencanaan konstruksi beton sangat penting mengingat sifat dan kapasitas perancah yang berbeda-beda. 2. DASAR TEORI 2.1. Pengertian Perancah Perancah merupakan suatu struktur sementara yang digunakan untuk menyangga manusia dan material dalam konstruksi atau perbaikan gedung dan bangunan besar lainnya. Perancah merupakan konstruksi sementara yang memungkinkan pelaksanaan konstruksi permanen setelahnya. Istilah “perancah” sering disamakan dengan “scaffolding” sejak zaman dahulu ketika mulai menggunakan kuda-kuda pada saat mendirikan pelat. Perancah sudah digunakan selama 5000 tahun, sejak manusia ingin membangun sesuatu yang lebih tinggi daripada yang dapat mereka capai. 2.2. Persyaratan Scaffolding Semua sistem perancah/scaffolding harus diperiksa oleh inspektur K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) sebelum digunakan di tempat kerja untuk memastikan kepatuhan dengan persyaratan keselamatan. Pemeriksaan harus dilakukan setiap minggu, dan dicatat hasil pemeriksaannya, menempatkan label (sistem penandaan) setiap perancah untuk mengidentifikasi perancah yang aman dan tidak aman. 2.3. Pemasangan dan Pembongkaran Scaffolding Menurut Fransiska (2015), syarat pemasangan scaffolding: a. Mendirikan dan membongkar scaffolding yang benar harus dilakukan hanya dengan disetujui scaffolders yang memiliki sertifikat yang sah b. Semua perancah harus dilengkapi dengan pegangan tangan untuk memastikan keamanan saat berada di ketinggian untuk mencegah personil jatuh. 2.4. Jenis Scaffolding Menurut Gunanusa Utama Fabricators (2010), ada beberapa jenis scaffolding yang saat ini banyak digunakan pada pekerjaan konstruksi bangunan, antara lain: a. Modular scaffold, adalah scaffolding yang seluruh perlengkapannya dibuat secara pabrikasi, termasuk rangka menyilang b. Frame scaffold, adalah rangka scaffolding yang dibuat secara pabrikasi, termasuk rangka menyilang dan perlengkapannya c. Independent scaffold, adalah scaffolding yang dilengkapi dengan tiang sebanyak dua atau lebih dihubungkan satu dengan yang lain secara melintang dan membujur d. Hanging scaffold, adalah independent scaffolding yang digantungkan pada salah satu struktur tetap dan tidak dapat diangkat dan diturunkan e. Mobile scaffold, adalah scaffolding yang berdiri sendiri dan dapat berpindah, dan dilengkapi roda pada bagian bawah tiang f. Single pole scaffold, adalah scaffolding yang terdiri dari tiang satu deret disambung dengan ledger, putlog diikat pada ledger dan diperkuat pada salah satu dinding struktur tetap atau bangunan g. Scaffolding overhead, adalah scaffolding yang dipasang di suatu ketinggian tertentu pada bagian luar suatu bangunan, sifatnya dibangun ke atas atau ke bawah, berdiri sendiri dengan bantuan batang penopang 2.5. Frame Scaffolding Perancah frame atau (frame scaffolding) adalah perancah yang sering ditemui pada proyek pembangunan gedung bertingkat pada umumnya, yaitu perancah rangka yang dibuat secara pabrikasi termasuk rangka menyilang dan perlengkapannya. Walupun dibuat di pabrik tetapi dapat dirangkai di lokasi pembanguan konstruksi karena terdiri dari beberapa komponen. Secara teoritis frame scaffolding memiliki kapasitas atau Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 2 mampu menahan beban 2500 kg setiap titik tiang pada framenya. Komponen-komponen yang ada dalam satu scaffolding adalah rangka main frame atau walk-thru frame, diagonal bracing atau cross brace, adjustable jack atau jack base, brace locking (pen), joint pin, catwalk atau deck atau platform, dan Uhead. Bentuk struktur frame scaffolding secara umum terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu: a. Frame 0.90 m (MF-1209) b. Frame 1.70 m (MF-1217) c. Frame 1.90 m (MF-1219) Gambar 2. Modular scaffolding Pada dasarnya komponen-komponen pada modular scaffolding sama seperti pada frame scaffolding tetapi tidak menggunakan frame pada perancah utamanya melainkan menggunakan batang vertikal, horizontal, dan diagonal brace yang disatukan atau dikaitkan dengan ringlock dan clamp. Gambar 1. Frame scaffolding 2.6. Modular Scaffolding Modular scaffolding adalah scaffolding yang seluruh perlengkapannya dibuat melalui pabrikasi, termasuk rangka yang menyilang atau biasa juga disebut ringlock scaffolding. Modular scaffolding yaitu perancah dengan bahan utama batang atau pipa yang disusun dengan pengikat ringlock atau clamp sehingga mempermudah pemasangan dan lebih kokoh. Dengan diameter dan ketebalan pipa yang lebih besar dari frame scaffolding membuat modular scaffolding memiliki kapasitas yang lebih besar dari frame scaffolding, yaitu mampu menahan beban hingga 6000 kg per titik atau batang vertikal tiap susunannya. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data Data Primer Data primer didapat dengan cara melakukan pengamatan di lapangan, yaitu pelaksanaan proyek pembuatan box underpass Ciawi. Data jenis dan dimensi perancah yang digunakan yaitu frame scaffolding dengan dimensi lebar 120 cm dan tinggi 193 cm Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kontraktor pelaksana, meliputi data penawaran dari tiap perusahaan penyewaan perancah yang diajukan ke kontraktor dan gambar teknis pada lokasi pekerjaan box underpass. 3.2. Metode Analisis Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dalam suatu perhitungan untuk memperoleh hasil studi yang dilakukan. Adapun langkah-langkah analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Menentukan luasan lokasi pekerjaan Luasan yang diperoleh adalah luasan permukaan pelat pada box underpass Ciawi yang mana luasan tersebut akan Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 3 digunakan untuk menghitung volume pengecoran pelat box underpass. 2. Menentukan jenis scaffolding yang digunakan Pada proyek ini untuk menentukan jenis scaffolding yang digunakan yaitu dengan meninjau luasan permukaan pelat yang nantinya akan dilaksanakan pengecoran dengan cara mencari berat jenis dari tiap bahan kemudian dikalikan dengan volume pengecoran. Dari situ dapat disimpulkan jenis scaffolding yang cocok untuk digunakan pada proyek ini. 3. Menghitung pembebanan material dan bekisting Data beban yang ditahan oleh scaffolding atau data teknis material didapat dari berat jenis material tersebut. Untuk mendapatkan beban bekisting tentunya harus menghitung jarak balok pembagi pada bekisting yang berkaitan dengan jumlah balok pembagi. yaitu: ο³ο½ Harga dari tiap scaffolding baik frame scaffolding dan modular scaffolding tentunya memiliki harga yang berbeda. Data tersebut didapat dari perusahaan yang mengajukan penawaran/borongan scaffolding kepada proyek Bocimi. 7. Membuat kebutuhan biaya scaffolding Untuk mendapatkan efisiensi harga yaitu dengan cara membuat kebutuhan biaya untuk scaffolding dari jenis frame scaffolding dan modular scaffolding. Sehingga dapat dievaluasi dari kedua jenis scaffolding mana yang lebih efisien dalam segi harga untuk proyek pembangunan box underpass Ciawi Bocimi Bogor. 3.3. Diagram Alir Analisis Data M maks [MPa] ............ 1 Wx dimana: σ : tegangan lentur kayu Mmax : momen lentur yang terjadi Wx : momen perlawanan dari penampang 4. Menghitung jarak balok penyangga pada bekisting Sama halnya dengan balok pembagi, balok penyangga pun harus dihitung karena berhubungan langsung dengan U-head pada scaffolding yang berkaitan dengan jarak tiap batang atau frame scaffolding. 5. Menghitung jarak efisien tiap batang atau frame Jarak tiap batang atau frame pada scaffolding adalah yang menentukan efisiensi dari scaffolding tersebut yangmana berkaitan dengan jumlah scaffolding tersebut. Dan harus sesuai dengan jarak balok pembagi agar pembagian jarak dapat sama rata. 6. Mendapatkan penawaran harga Gambar 3. Diagram alir analisis 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Ruang Lingkup Proyek Nama Proyek: Pembangunan Jalan Tol Ruas Ciawi – Sukabumi Seksi 1 (Ruas Ciawi – Cigombong/Lido) Paket 1 CiawiCiherang Pondok Sta (-0+750) – (4+850) Lokasi Proyek: Ruas Ciawi – Cigombong (Sta. 1+322) Jawa Barat 4.2. Studi Kasus Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 4 Berdasarkan bangunan yang menjadi tinjauan yaitu box underpass Ciawi adalah proses pembangunan pelat bagian atas underpass sebagai jalan tol BOCIMI. Jarak Balok Pembagi 5/7 ππππ₯ → π ππ₯ = 360 ππ⁄ππ π = Dari gambar teknis dapat dihitung luasan permukaan pelat box underpass, yaitu: Panjang : 73,5 m Lebar : 22,5 m (keseluruhan) Mencari L Balok pembagi berdasar rumus lendutan: πΌ = 1 π₯ π π₯ β2 12 = 0.08333 π₯ 100 π₯ 5.832 = 48.6 ππ2 πΈ = 60000 ππ⁄ππ π = 3.327 π = Gambar 4. 0.540 = 60000 ππ⁄ππ 4.3. Analisa Perancah Data yang diperlukan untuk perbandingan adalah analisa tentang beban yang diterima perancah, susunan dari masingmasing perancah, baik modular scaffolding maupun frame scaffolding, dan juga susunan bekisting, karena kedua perancah tersebut memiliki jarak yang berbeda sehingga susunan bekisting juga berbeda yang tentunya berpengaruh terhadap berat bekisting yang diterima. Karena itu harus dihitung terlebih dahulu pembebanan bekisting. Adapun data kayu yang digunakan untuk bekisting adalah sebagai berikut: Tebal multipleks : 1,8 cm Kelas kuat :V Tegangan lentur : 360 kg/cm2 Modulus elastisitas : 60000 kg/cm2 Lebar tinjauan : 100 cm Tegangan geser : 58,65 kg/cm2 ππ’ = 1,2 π·πΏ + 1,6 πΏ = 3.327 5 π π₯ πΏ4 π₯ 384 πΈπ₯πΌ πΏ4 16.136 = 605218808 πΏ4 = 605218818 16.635 = 36382255 πΏπππ₯ = 77.664 = 25 ππ diambil Maka untuk balok pembagi pada bekisting didapat jarak yaitu 25 cm tiap balok. Pada perencanaan bekisting digunakan jarak balok pembagi yang sama, baik pada frame scaffolding maupun modular scaffolding, karena menopang pembebanan yang sama yaitu pelat beton bertulang setebal 100 cm ππ⁄ ππ = 332.70 ππ⁄ππ2 = 0.333 π‘⁄π2 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak Balok penyangga 6/12 Multiplex tebal 1,8mm Balok pembagi 5/7 Gambar 5. Jarak antar balok pada bekisting 5 Analisa Frame Scaffolding Pada frame scaffolding yang akan dibandingkan di lapangan memiliki susunan sebagai berikut, 193 cm pemba gi 5/7 Tabel 2. Tabel Input Beban pada SAP berat sendiri beban beton hidup & peralatan berat 2400 kg/m3 modulus young 200000 MPa fc’ 24 MPa poisson ratio 0,3 Dari hasil uji coba tersebut, susunan frame scaffolding menunjukan bahwa batang vertical tersebut tidak kuat menahan beban dengan menunjukkan indikator batang berwarna merah. 120 cm 180 cm pemba pemba gi 5/7 Gambar 6. Susunan gi 5/7 frame scaffolding yang digunakan Karena tiap perancah memiliki susunan yang berbeda, sehingga dapat dipastikan jarak balok penyangga pun akan berbeda. Material baja yang digunakan pada scaffolding jenis ini, dari data yang didapat dari PT. Multitech Konstruksi Utama adalah menggunakan pipa diameter 41,2 mm dan ketebalan 2,0 mm dengan mutu 240 MPa Frame scaffolding pada dasarnya memiliki susunan seperti pada Gambar 6 dengan jarak 1,8 m x 1,2 m dan tinggi 1,93 m. Dengan susunan tersebut maka didapat ukuran yang nantinya digunakan sebagai input untuk uji coba atau rekayasa kekuatan scaffolding terhadap beban yang diterima pada saat pelaksanaan. Gambar 7. Input data material frame scaffolding pada SAP Berdasarkan hasil input seperti Gambar 7, didapat hasil seperti terlihat pada Gambar 8, sehingga diperlukan perkuatan pada susunan scaffolding dengan merapatkan jarak tiang vertikal dari yang semula digeser sejauh setengah bentang dari batang tersebut, atau dengan kata lain menggabungkan 2 susunan scaffolding menjadi satu. Uji coba tersebut dapat dilakukkan dengan menggunakan aplikasi SAP untuk mengetahui apakah susunan tersebut mampu menahan beban pelaksanaan pengecoran atau perlu perubahan susunan. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 6 Dari hasil ujicoba tersebut susunan scaffolding juga berubah sehingga jarak bekisting mengikuti susunan frame scaffolding yang telah dimodifikasi. Jarak balok penyangga 6/12 Jenis kayu : meranti Kelas kuat : II Tegangan lentur : 725 kg/cm2 Modulus elastisitas : 100000 kg/cm2 Gambar 8. Hasil uji coba kekuatan susunan frame scaffolding Dengan susunan seperti Gambar 9, maka beban yang diterima oleh batang vertikal menjadi lebih ringan karena terdistribusi oleh jarak batang yang lebih rapat. Gambar 10. Susunan frame scaffoding yang digunakan Berdasarkan bangunan yang menjadi tinjauan yaitu box underpass Ciawi yaitu adalah proses pembangunan pelat bagian atas underpass seperti pada gambar 4.2. maka dapat diketahui luasan permukaan pelat yang akan dilaksanakan pengecoran. Gambar 11. Susunan frame scaffolding potongan melintang Gambar 9. Hasil uji coba kekuatan dua susunan frame scaffolding Setelah diuji coba lagi dengan SAP, indikator menunjukkan pada batang vertikal berwarna biru muda dan kuning berarti batang tersebut aman menerima beban pelaksanaan. Dapat disimpulkan bahwa frame scaffolding menggunakan susunan dengan jarak antar batang vertical 90 x 60 cm, seperti pada gambar 4.6. aman menerima beban. Gambar 12. Susunan frame scaffolding potongan memanjang Dari gambar tersebut dapat diuji coba rangkaian scaffolding dengan menggunakan bantuan CAD seperti pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 7 gambar 8. dan 9. Didapat perhitungan jumlah volume kebutuhan frame scaffolding sebagai berikut: Setelah mendapatkan jumlah volume kebutuhan frame scaffolding maka dapat dicari jumlah harga untuk perancah frame scaffolding. scaffolding namun rangka utamanya tidak berupa frame melainkan berupa susunan batang vertikal, horizontal (ledger), dan bracing. Modular scaffolding memiliki banyak jenis ukuran namun yang akan dipakai untuk perbandingan ini digunakan modular scaffolding dengani susunan seperti gambar berikut: Harga yang digunakan adalah harga sewa, dari CV. Mitra Usaha Sejati tahun 2016. Kemudian dapat diketahui total harga yang diperlukan untuk sewa frame scaffolding per bulan adalah Rp 201.072.000,00 (dua ratus satu juta tujuh puluh dua ribu). Waktu pemasangan frame scaffolding: waktu masang tiap susunan: 5 menit (dari interview lapangan) jumlah: 1240 rangkaian jam kerja/hari: 8 jam 5 menit x 1240 rangkai ο½ 103 jam 60 menit t1 ο½ 103 jam : 8 jam / hari ο½ 13 hari Gambar 13. Susunan modular scaffolding yang digunakan t1 ο½ Waktu pemasangan bekisting ± 100 m2/hari (dari interview lapangan): t2 ο½ 1477,35 m 2 ο½ 15 hari 100 m 2 / hari Pembongkaran memakan waktu yang sama dengan waktu pemasangan, sehingga waktu penyewaan menjadi: waktu pasang scaffolding = 13 hari waktu pasang bekisting = 15 hari waktu pengerasan beton = 28 hari waktu bongkar scaffolding dan bekisting = 13 hari Total 69 hari, sehingga waktu penyewaan menjadi tiga bulan karena sistem sewa per 30 hari, dan harga keseluruhan menjadi Rp. 603.216.000 (dnam ratus tiga juta dua ratus enam belas ribu rupiah). Analisa Modular Scaffolding Pada dasarnya modular scaffolding memiliki susunan mirip dengan frame Material baja yang digunakan pada scaffolding jenis ini, dari data yang didapat dari Better Industry System Scaffolding and Wire Mesh adalah menggunakan pipa diameter 48,3 mm dan ketebalan 3,25 mm dengan mutu digunakan 240 MPa. Susunan modular scaffolding seperti pada gambar 13 menunjukkan scaffolding yang digunakan memiliki susunan berukuran 150cm x 150cm x 150 cm. namun untuk batang vertical memiliki panjang 300cm. Seperti pada frame scaffolding perlu dilakukan uji coba menggunakan aplikasi SAP untuk mengetahui kekuatan scaffolding tersebut menahan beban yang diterima. Setelah diuji coba lagi dengan SAP, menunjukan bahwa batang vertical tersebut kuat menahan beban dengan menunjukkan indikator batang berwarna biru muda dan hijau. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 8 Gambar 14. Input data material modular scaffolding pada SAP Gambar 16. Susunan modular scaffolding potongan melintang . Gambar 17. Susunan modular scaffolding potongan memanjang Gambar 15. Hasil uji coba kekuatan susunan modular scaffolding Dapat disimpulkan bahwa modular scaffolding menggunakan susunan dengan jarak antar batang vertical 100 x 100 x 150 cm, seperti pada gambar 15. aman menerima beban. Jarak bekisting antar scaffolding berubah sehingga perlu dihitung kembali jarak balok penyangga pada bekisting dengan ukuran seperti susunan modular scaffolding. Berdasarkan bangunan yang menjadi tinjauan yaitu box underpass Ciawi yaitu adalah proses pembangunan pelat bagian atas underpass seperti pada gambar 15. maka dapat diketahui luasan permukaan pelat yang akan dilaksanakan pengecoran. Dari gambar tersebut dapat diuji coba rangkaian scaffolding dengan menggunakan bantuan CAD seperti pada gambar 16. dan 17. didapat perhitungan jumlah volume kebutuhan modular scaffolding Setelah mendapatkan jumlah volume kebutuhan modular scaffolding maka dapat dihitung jumlah harga untuk perancah modular scaffolding Harga yang digunakan adalah harga sewa, dari NIKKEN LEASE KOGYO CO;,LTD tahun 2016. Kemudian dapat diketahui total harga yang diperlukan untuk sewa frame scaffolding per bulan adalah Rp. 150.365.340,- (seratus lima puluh juta tiga ratus enam puluh lima ribu tiga ratus empat puluh rupiah). Waktu pemasngan modular scaffolding: waktu masang tiap susunan: 3 menit (dari interview lapangan) jumlah: 693 rangkaian jam kerja/hari: 8 jam 3 menit x 693 rangkai ο½ 34 jam 60 menit t1 ο½ 34 jam : 8 jam / hari ο½ 5 hari t1 ο½ Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 9 Waktu pemasangan bekisting ± 100 m2/hari (dari interview lapangan): t2 ο½ 1477,35 m 2 ο½ 15 hari 100 m 2 / hari 5. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisa maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ditinjau dari segi kekuatan, menggunakan SAP, maka frame scaffolding rencana tidak kuat menahan beban karena menunjukkan indikator berwarna merah sehingga perlu ditambah perkuatan setiap rangkaiannya dengan menyatukan dua susunan, sedangkan untuk modular scaffolding tidak perlu penambahan. 2. Dari perhitungan jumlah harga yang disesuaikan dengan perhitungan kekuatan, maka penggunaan modular scaffolding membutuhkan biaya sebesar Rp. 300.730.680,00 sedangkan frame scaffolding membutuhkan biaya sebesar Rp.603.216.000,00, maka dapat disimpulkan dari segi biaya sewa harga modular scaffolding lebih murah dibandingkan dengan frame scaffolding. Pembongkaran memakan waktu yang sama dengan waktu pemasangan, sehingga waktu penyewaan menjadi: waktu pasang scaffolding = 5 hari waktu pasang bekisting = 15 hari waktu pengerasan beton = 28 hari waktu bongkar scaffolding dan bekisting = 5 hari Total 53 hari, sehingga waktu penyewaan menjadi dua bulan karena sistem sewa per 30 hari, dan harga keseluruhan menjadi Rp. 300.730.680 (tiga ratus juta tujuh ratus tiga puluh ribu enam ratus delapan puluh rupiah). 4.4. Perbandingan frame scaffolding dan modular scaffolding Kedua jenis scaffolding ini memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda, seperti jika dibandingkan dari segi kekuatan antara frame scaffolding dan modular scaffolding keduanya memiliki kapasitas kekuatan yang berbeda, yaitu kapasitas frame scaffolding lebih kecil dari modular scaffolding. Pada pelaksanaan di lapangan, yaitu pada proyek box underpass Ciawi, karena beban pelaksanaan cukup berat sehingga penggunaan frame scaffolding harus ditambah untuk mendistribusi beban, sedangkan untuk modular scaffolding tidak perlu. Jika dibandingkan dalam segi waktu, dari hasil observasi dan interview lapangan untuk modular scaffolding membutuhkan waktu 3 menit untuk waktu pemasangan, demikian juga untuk pembongkaran setiap satu rangkaian scaffolding, sedangkan frame scaffolding membutuhkan waktu 5 menit untuk pemasangan juga pembongkaran setiap satu rangkaianya. 3. Dalam segi waktu, pemakaian frame scaffolding membuthkan waktu 69 hari sedangkan modular scaffolding membuthkan waktu 53 hari. Maka dapat disimpulkan dari segi waktu, biaya sewa modular scaffolding lebih murah dibandingkan dengan frame scaffolding. PUSTAKA: 1. Dewobroto, W, 20013, Komputer Rekayasa Struktur Dengan SAP2000, Dapur Buku, Bandung. 2. Fifthasctyadi Dy, A, 2003, Perbandingan Sistem Sewa dan Sistem Beli Pada Penggunaan Scaffolding, Skripsi, Universitas Pakuan, Bogor. 3. Fransiska, 2015, Analisis dan Desain / Perencanaan Struktur Scaffolding Sebagai Alat Penyokong Bekisting Beton, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan. 4. http://web.ipb.ac.id/~lbp/kulon/di ktat/1.pdf, diunduh pada 15 Mei 2016 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 10 5. http://www.pionart.pl/en/aktualno sci.php?news=592&wid=53 diunduh pada 15 Mei 2016 6. Pwee Hong, Tjoa, 1994, Konstruksi Kayu, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. 7. Setiawan A, 2008, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD edisi kedua, Erlangga, Jakarta. PENULIS 1. Tri Wijayanto., ST. Alumni (2016) Program Studi Teknik Sipil Universitas Pakuan Bogor. 2. Dr. Ir. Titik Penta Artiningsih,, MT. Pembimbing I/Staf Dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor. 3. Ir. Wiratna Tri Nugraha., MT. Pembimbing II/Staf Dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik - Unpak 11