BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses dimensional yang mencakup segala aspek dan kebijakan yang komprehensif baik ekonomi maupun non ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi penting untuk menentukan sasaran pembangunan yang akan dilakukan, supaya dapat menuju sebuah keberhasilan pembangunan ekonomi (Suryana, 2000:6). Pembangunan ekonomi di Indonesia ditujukan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan mengatasi berbagai permasalahan sosial ekonomi yang biasa terjadi di masyarakat Indonesia. Salah satu indikator yang dapat menunjukkan keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat melalui laju pertumbuhan ekonominya. Berkaitan dengan hal tersebut, setiap daerah mempunyai target angka laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi di dalam perencanaan pembangunan daerahnya. Namun dengan terus dilakukannya suatu pembangunan, ketimpangan dalam hal distribusi pendapatan menjadi lingkaran masalah yang mengancam dan sulit untuk diatasi. Dalam proses pembangunan perlu memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh setiap daerah, karena setiap daerah memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaan dalam hal pembangunan tersebut timbul karena dipengaruhi oleh adanya perbedaan potensi sumber daya yang dimilikinya seperti sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan serta 1 2 sumber daya sosial (Sjafrizal, 2008:105). Dalam proses pembangunan tersebut ada daerah yang memiliki potensi yang melimpah sumber daya alamnya tetapi masih kurang sumber daya manusianya, namun ada juga daerah yang sebaliknya kurang dalam hal sumber daya alam tetapi tercukupi dalam hal sumber daya manusianya yang baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Keadaan ini yang menjadi penyebab perbedaan dalam perkembangan suatu pembangunan yang mengakibatkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan kesejahteraan di setiap masingmasing daerah. Masalah ketimpangan dalam hal distribusi pendapatan atau kesenjangan ekonomi merupakan masalah besar di beberapa Negara, tidak terkecuali di Indonesia. Dari Gambar 1.1 di bawah dapat dilihat bahwa ketimpangan pendapatan tidak hanya terjadi pada negara berkembang saja, tetapi negara maju juga menghadapinya. Gambar 1.1 Gambaran Kondisi Kesenjangan Pendapatan di Beberapa Negara pada Tahun 2012 Sumber: Bappenas, 2014 3 Data menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi tidak diikuti dengan penurunan kesenjangan ekonomi dimana porsi terbesar “kue” nasional dinikmati oleh 20% penduduk berpendapatan tinggi dan 40% penduduk berpendapatan menengah. Hal ini ditinjau dari koefisien gini yang terus meningkat periode 2005-2013. Dalam kurun waktu 20052007 memperlihatkan bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,85% dengan koefisien gini sebesar 0,35. Namun di tahun 2011-2013 dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi yaitu 6,1% kesenjangan ekonominya pun juga semakin tinggi, yang ditunjukkan dengan nilai rasio gini sebesar 0,41. Peningkatan pertumbuhan ekonomi diikuti dengan meningkatnya kesenjangan distribusi pendapatan di Indonesia, lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.2 di bawah ini. Gambar 1.2 Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi diikuti dengan Meningkatnya Kesenjangan Distribusi Pendapatan di Indonesia Sumber: BPS, dalam Biro Analisis dan Penganggaran APBN Ketimpangan distribusi pendapatan di suatu daerah akan menimbulkan permasalahan tersendiri, apalagi jika ditemukan bahwa ketimpangan pendapatan antar daerah dinilai tinggi. Adanya ketimpangan yang tinggi akan membawa dampak yang buruk bagi kestabilan ekonomi 4 daerah. Sehingga upaya dalam hal mencegah tingginya suatu ketimpangan harus dilakukan. Akan tetapi, upaya dalam hal mengurangi ketimpangan pada daerah tidaklah mudah, terutama yang disebabkan oleh trade off antara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2003:240). Simon Kuznets menemukan fenomena hubungan antara tingkat kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita yang berbentuk U terbalik, yang menyatakan bahwa pada awal tahap pertumbuhan, distribusi pendapatan atau kesejahteraan cenderung memburuk. Namun pada tahap berikutnya, distribusi pendapatan tersebut akan membaik seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita. Dengan menggunakan kerangka Lewis, yaitu model dua sektor dapat dijelaskan mengapa pada awal tahap pembangunan perekonomian hanya terpusat pada sektor modern. Pada tahap ini, lapangan kerjanya terbatas, namun tingkat upah dan produktivitasnya terhitung tinggi. Adanya kesenjangan pendapatan antara sektor modern dan sektor tradisional yang pada awalnya akan semakin melebar dalam waktu yang singkat, namun nantinya akan menyempit kembali. Ketimpangan dalam sektor modern relatif lebih tinggi daripada yang terjadi di sektor tradisional. (Arsyad, 2010:292-293). Dengan adanya keadaan seperti di atas, pemerintah Republik Indonesia telah memberikan antisipasi dengan dikeluarkannya Undangundang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional” perencanaan di dalam Undang-undang pembangunan nasional tersebut maupun menyatakan bahwa pembangunan daerah merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berjalan 5 secara beriringan sesuai dengan pola tertentu berdasarkan hasil yang telah ditelaah secara cermat terhadap keadaan dan kondisi yang ada. Pembangunan yang sifatnya menyeluruh dan berjalan secara tuntas perlu digalakan, agar terciptanya pembangunan yang optimal. Adanya pembangunan yang sifatnya menyeluruh, pemerintah memberlakukan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Atas dasar itu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah sehingga memberikan peluang kepada daerah agar leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah (Bratakusumah dan Dadang, 2002: 3233). Tetapi dengan adanya perkembangan, Undang-undang tersebut tidak berlaku lagi, karena tidak sesuai dengan perubahan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti. Yang kemudian ditetapkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang “Pemerintahan Daerah. Masalah ketimpangan distribusi pendapatan antar daerah atau wilayah juga terjadi di Kabupaten Wonogiri. Kabupaten Wonogiri merupakan salah Subosukowonosraten satu Kabupaten Provinsi Jawa yang masuk Tengah yang dalam kawasan memiliki laju pertumbuhan ekonomi cukup lambat dibandingkan Kabupaten/ Kota di 6 kawasan Subosukowonosraten. Padahal jika dilihat dari luas wilayah di Kawasan Subosukowonosraten, Kabupaten Wonogiri memiliki luas wilayah yang terluas nomor dua. Disamping itu, menurut Peraturan Bupati Wonogiri No. 15 tentang RPJMD Wonogiri tahun 2011-2015 dari sisi wilayah Kabupaten Wonogiri memiliki pengaruh besar terhadap tata ruang wilayah sekitarnya yang terdiri dari kawasan koridor perbatasan pawonsari, kawasan koridor perbatasan subosukowonosraten, kawasan koridor perbatasan karismapawirogo dan kawasan koridor pantai selatan. Dari hal tersebut, seharusnya Kabupaten Wonogiri memiliki tantangan untuk melakukan suatu pembangunan yang mencapai sebuah keberhasilan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi yang dapat diukur dengan PDRB serta pendapatan perkapita sebagai indikator kesejahteraan penduduk suatu daerah. Nilai PDRB dan pendapatan perkapita secara agregat menunjukkan kemampuan setiap kecamatan dalam menghasilkan pendapatan kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di wilayah kecamatan tersebut. Kemampuan tiap kecamatan dalam menghasilkan pendapatan berbeda-beda, yang dikarenakan perbedaan sumber daya yang dimiliki. Berikut nilai pendapatan perkapita yang dihasilkan oleh tiap-tiap Kecamatan di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009-2013 yang terdapat pada table 1.1. 7 Tabel 1.1 PDRB Perkapita atas Dasar Harga Konstan 2000 Tiap Kecamatan di Kabupaten Wonogiri Tahun 2009-2013 (Rupiah) KECAMATAN Pracimantoro Paranggupito Giritontro Giriwoyo Batuwarno Karangtengah Tirtomoyo Nguntoronadi Baturetno Eromoko Wuryantoro Manyaran Selogiri Wonogiri Ngadirojo Sidoharjo Jatiroto Kismantoro Purwantoro Bulukerto Puhpelem Slogohimo Jatisrono Jatipurno Girimarto 2009 2.258.626 3.194.319 2.289.286 2.346.258 2.913.757 3.934.361 2.086.856 2.570.435 2.299.118 2.502.408 2.940.199 2.839.824 1.638.762 3.367.729 3.284.518 2.457.321 1.763.807 1.972.886 1.843.906 2.170.009 2.826.539 1.646.393 1.940.080 1.664.340 1.918.920 PDRB PERKAPITA 2010 2011 2012 2.295.693 3.131.859 3.366.582 3.203.413 4.360.441 4.511.712 2.356.858 3.420.881 3.597.677 2.375.605 3.528.415 3.762.037 2.949.298 4.109.188 4.306.075 3.901.980 4.815.649 4.985.682 2.156.943 2.965.681 3.158.484 2.582.372 3.579.245 3.814.305 2.391.995 3.296.134 3.491.621 2.483.011 3.423.957 3.619.183 2.986.773 4.133.685 4.355.690 2.885.336 4.016.820 4.243.866 1.682.245 2.745.691 2.930.797 3.496.589 4.675.149 5.024.577 3.292.477 4.502.708 4.729.434 2.458.064 3.319.889 3.514.301 1.783.048 2.502.574 2.664.921 1.981.213 2.636.290 2.767.269 1.861.210 2.620.655 2.772.419 2.225.196 3.145.317 3.300.553 2.861.993 3.760.013 4.030.062 1.683.629 2.349.962 2.462.620 2.017.769 2.818.689 3.003.074 1.682.688 2.588.387 2.728.773 1.929.902 2.885.134 3.035.257 2013 3.430.800 4.707.357 3.714.274 3.808.577 4.374.283 5.133.757 3.237.417 3.855.835 3.634.600 3.732.192 4.459.123 4.453.835 3.040.443 5.245.339 4.878.873 3.623.883 2.720.066 2.829.597 2.900.680 3.376.568 4.121.222 2.518.117 3.109.279 2.778.594 3.104.778 Sumber: BPS Wonogiri, PDRB Se-Kecamatan Kabupaten Wonogiri, 20092013 Nilai PDRB perkapita Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009-2013 pada tabel di atas menunjukkan kecamatan yang paling mendominasi adalah kecamatan Wonogiri, yang mana nilai PDRB perkapitanya selalu jauh lebih tinggi dibandingkan kecamatan lain. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Wonogiri merupakan pusat kegiatan perekonomian dan pusat pemerintahan di Kabupaten Wonogiri, sehingga nilai PDRB Perkapitanya paling tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Di samping itu, implikasi dari 8 perbedaan tingkat pendapatan perkapita tiap kecamatan ini adalah terjadinya perbedaan tingkat kesejahteraan antar kecamatan di Kabupaten Wonogiri. Secara fenomena, dapat diketahui bahwa tiap-tiap Kecamatan di Kabupaten Wonogiri mempunyai perbedaan PDRB perkapita yang cukup tinggi. Hal tersebut menarik untuk dilakukan penelitian dengan sasaran klasifikasi wilayah antar kecamatan dan tingkat disparitas/ ketimpangan distribusi pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini berusaha untuk menganalisis klasifikasi wilayah dan ketimpangan distribusi pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009-2013. Bermula dari latar belakang tersebut, akan dilakukan suatu penelitian yang berjudul “Analisis Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan antar Kecamatan di Kabupaten Wonogiri” B. Rumusan Masalah Berdasarkanlatar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pola dan struktur pertumbuhan ekonomi berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita antar Kecamatan di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009-2013? 2. Berapakah besar ketimpangan distribusi pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009-2013? 9 3. Bagaimana hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan Kecamatan di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009-2013? 4. Bagaimana hubungan antara hasil uji tipologi klassen dan infrastruktur pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Wonogiri? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui gambaran pola dan struktur pertumbuhan ekonomi berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita antar Kecamatan di Kabupaten Wonogiri tahun 2009-2013. 2. Untuk mengetahui tingkat ketimpangan distribusi pendapatan antar Kecamatan di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009-2013. 3. Untuk menguji hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan antar Kecamatan di Kabupaten Wonogiri. 4. Untuk menguji hubungan hasil uji tipologi klassen dan infrastruktur pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Wonogiri. D. Manfaat Penelitian Disusunnya judul tersebut, diharapkan dapat diperoleh manfaat bagi pemerintah, akademisi, dan masyarakat umum yakni sebagai berikut: 10 1. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan alternatif dalam pengambilan kebijakan dan dapat memberikan masukan informasi kepada Pemerintah Kabupaten Wonogiri dalam upaya meningkatkan kemampuan, kreativitas yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi daerah dan ketimpangan distribusi pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Wonogiri. 2. Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum dan bahan studi pustaka tentang pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan antar Kecamatan di Kabupaten Wonogiri. 3. Masyarakat Umum Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan lebih dalam mengenai potensi masing-masing daerah tiap Kecamatan di Kabupaten Wonogiri.