Oleh : PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN BERBEBAN
LINIER
DAN NON LINIER TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT
LENGAN DITINJAU DARI KEKUATAN OTOT LENGAN.
(Studi Eksperimen pada Siswa Putra Ekstra Kulikuler SMP
Negeri I Tulung, Kabupaten Klaten)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Ilmu Keolahragaan
Oleh :
BAGUS KUNCORO
A 120809104
PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
i
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN BERBEBAN
LINIER
DAN NON LINIER TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT
LENGAN DITINJAU DARI KEKUATAN OTOT LENGAN.
(Studi Eksperimen pada Siswa Putra Ekstra Kulikuler SMP
Negeri I Tulung, Kabupaten Klaten)
Disusun oleh:
Bagus Kuncoro
A.120809104
Telah Disetujui oleh Tim pembimbing
Pada Tanggal :
Dewan Pembimbing
Jabatan
Nama
Pembimbing I
Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd
Pembimbing II
Dr.dr. Muchsin Doewes, AIFO
Tanda Tangan
Tanggal
_____________
___________
_____________
___________
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan
Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO
NIP. 1971805311976031001
ii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN BERBEBAN
LINIER
DAN NON LINIER TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT
LENGAN DITINJAU DARI KEKUATAN OTOT LENGAN.
(Studi Eksperimen pada Siswa Putra Ekstra Kulikuler SMP Negeri I Tulung,
Kabupaten Klaten)
Disusun oleh:
Bagus Kuncoro
A.120809104
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan
Nama
Ketua
Prof. Dr. Sugiyanto
Sekretaris
Dr. Kiyatno, dr, M.Or, AIFO
Anggota Penguji
Tanda Tangan
Tanggal
____________
___________
____________
___________
____________
___________
____________
___________
Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd
Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO
Mengetahui
Ketua Program Studi
Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO
Ilmu Keolahragaan
NIP. 1971805311976031001
Direktur Program
Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D
Pascasarjana
NIP. 19570820 198503 1 004
iii
commit to user
___________
________
___________
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini , saya :
Nama
: Bagus Kuncoro
NIM
: A. 120809104
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “PERBEDAAN
PENGARUH METODE LATIHAN BERBEBAN LINIER DAN NON LINIER
TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT LENGAN DITINJAU DARI
KEKUATAN OTOT LENGAN” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal
yang bukan karya saya dalam tesis ini, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam
daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta,
Yang membuat pernyataan
Bagus Kuncoro
iv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
MOTTO
digilib.uns.ac.id
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
(QS. A-Mujadilah : 11)
Belajarlah ilmu, karena mempelajari ilmu karena Allah adalah kebaikan dan
menuntut ilmu adalah ibadah, pengkajiannya seperti tasbih, penyelidikannya seperti
jihad, pengajarannya adalah sedekah dan pemberiannya kepada ahliyah
adalah pendekatan diri kepada Allah.
Ilmu adalah penghibur di kala kesepian, teman diwaktu menyendiri
dan pentunjuk di kala senang dan susah. Ia adalah pembantu dan
teman yang baik dan penerang jalan ke surga.
(Mu’adz bin Jabal)
Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah orang yang beruntung. Bila
hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi. Dan jika hari ini lebih jelek
dari kemarin adalah orang celaka.
(Ali bin Abi Tholib)
v
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
digilib.uns.ac.id
Karya ini dipersembahkan kepada :
Bapak dan Ibunda yang terhormat sebagai tanda bukti atas nasehat, doa,
cinta & kasih sayang yang tiada henti selama mendewasakan penulis
Keluarga Rembang & Titin Hariyani tersayang yang mendukung dan
selalu bisa membuatku tenang, percaya diri
serta selalu bersemangat untuk terus mendorongku maju
yang selalu menjadi inspirasiku juga membuatku bahagia
untuk tidak menyerah dan terus berjuang.
Adik ku Endah Pratiwi & Famili
Teman-teman IOR angkatan 2009
Teman-teman alumni Penjaskes UNS angkatan 2005
Teman-teman asisten dosen atletik
Teman-teman atlit Atletik UNS & Garuda Surakarta
atas perhatian dan motivasinya
yang selalu mendorongku untuk terus berkembang dan maju.
Terima kasih semuanya.
Mudah-mudahan persaudaraan ini abadi selamanya
vi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
digilib.uns.ac.id
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasa
mencurahkan berbagai macam ni'mat dan karuniaNya kepada kita semua. Atas inayah
Allah jugalah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini tepat
pada waktunya.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang
tulus, penulis sampaikan atas segala bimbingan, arahan dan nasehat kepada yang
terhormat :
1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
kesempatan
kepada
penulis
untuk
mengikuti
pendidikan
Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Direktur Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketua dan sekretaris, Program Studi Ilmu Keolahragaan Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan berbagai
kemudahan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan.
4. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd dan Dr. dr. Muchsin Doewes,
AIFO, sebagai pembimbing tesis yang telah banyak memberikan bimbingan,
pengarahan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat
pada waktunya.
5. Kepala SMP Negeri 1 Tulung yang telah memberikan izin dan menggunakan
siswanya sebagai naracoba.
vii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Siswa Putra ekstrakulikuler olahraga kelas IX SMP Negeri
I Tulung,
Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2009/2010 yang telah bersedia sebagai
sampel dalam penelitian.
7. Pembina, pelatih dan teman sejawat yang telah banyak pula memberikan
masukan dan bantuan baik moril maupun materiil.
8. Bapak, Ibu, Adik tercinta yang telah memberikan perhatian dan dukungan
moril maupun materiel sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan
9. Teman-teman Program Studi Ilmu Keolahragaan Pascasarjana UNS angkatan
2009, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga kebaikan budi, keikhlasan hati dan segala bentuk bantuan tersebut
mendapat imbalan dari Allah SWT dan menjadi amal kebaikan yang tiada putusnya
dan semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Surakarta,
Bagus Kuncoro
viii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR ISI
digilib.uns.ac.id
Halaman
JUDUL……… ... ............................................................................................. ..
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ……………………………………..
iii
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………………….. iv
MOTTO ………………………………………………..…………………….
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ……… .........................................................
vi
KATA PENGANTAR………………………………………………..……….
vii
DAFTAR ISI .... ............................................................................................. .
ix
DAFTAR TABEL ……… ...............................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ……… ..........................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xviii
ABSTRAK ……… ..........................................................................................
xix
ABSTRACT ……… ..........................................................................................
xxi
BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................
8
C. Pembatasan Masalah ............................................................................
9
D. Perumusan Masalah .............................................................................
9
E. Tujuan Penelitian .................................................................................
10
F. Manfaat Penelitian ...............................................................................
10
BAB II. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS ..................................................
11
ix
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Kajian Teori ...................................................................................
11
1. Kondisi Fisik ……………………………… ...........................
11
a Pengertian Kondisi Fisik ……………………………… ....
11
b Sistem Energi ………………………………………. .........
13
1) Penggunaan Energi pada Olahraga ……………
19
2) Pembentukan Sistem Energi ………………......
22
a) Sistem ATP-PC atau Phosphagen ……………….
27
b) Glikolisis Anaerobik (Laktid Acid System) ……..
29
c) Sistem Aerobik atau Sistem Oksigen …………..
32
(1) Glikolisis Aerobik …………….……………… 33
(2) Siklus Kreb’s …………….…………….……
34
(3) Sistem Transport Elektron …………………… 36
c Perubahan Biomekanika Energi yang Terjadi
pada Otot ……………………………………………
39
2. Power Otot Lengan ..................................................................
42
a. Hakekat Power Otot Lengan…………………………
42
b. Dosis Latihan dalam Meningkatkan Power …………
45
c. Fungsi Power Otot Lengan …………....................... ..
45
1) Power Siklik ………………………................
46
2) Power Asiklik ……………………………...
46
x
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Metode Latihan Berbeban …………………………………….
..... 48
a. Latihan Berbeban ………………………….................
51
b. Metode Linier ……………………………. .................
80
c. Metode non Linier ………………………. ..................
84
4. Kekuatan Otot Lengan .................................................................... 88
a. Jenis Latihan Kekuatan…………………………….
90
b. Kekuatan Berdasarkan Tujuannya…………............
95
c. Anatomi Lengan …………….....................................
102
1) Sendi (articulation) …………….…………….…
103
2) Tulang (ossa) …………….…………….………
105
3) Otot …………….…………….…………………….
107
B. Penelitian yang Relevan ........................................................................ 109
C. Kerangka Pemikiran.............................................................................. 110
D. Perumusan Hipotesis ............................................................................. 114
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 115
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................
115
B. Metode Penelitian ................................................................................ 116
C. Variabel Penelitian ............................................................................... 117
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian………………………...
118
E. Populasi dan Sampel…….. ..............................................................
120
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................
121
G. Teknik Analisis Data .....................................................................
123
xi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PERSEMBAHAN ................................
129
A. Deskripsi Data ................................................................................... 129
B. Pengujian Prasarat Analisis ............................................................ 133
1. Uji Normalitas .............................................................................. 133
2. Uji Homogenitas .......................................................................... 134
C. Pengujian Hipotesis ........................................................................... 135
1. Pengujian Hipotesis I ................................................................... 138
2. Pengujian Hipotesis II .................................................................. 138
3. Pengujian Hipotesis III ................................................................ 139
D. Pembahasan Penelitian ...................................................................... 139
1. Perbandingan Pengaruh Latihan Berbaban
Linier dan Non Linier .................................................................. 140
2. Perbandingan Antara Taraf Kekuatan Otot
Lengan Tinggi dan Rendah ...................................................... 141
3. Interaksi Antara Metode Latihan dengan
Tingkat Kekuatan Otot Lengan ................................................... 142
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ..................................... 146
A. KESIMPULAN ................................................................................. 146
B. IMPLIKASI ....................................................................................... 146
C. SARAN ............................................................................................. 148
xii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 150
LAMPIRAN
xiii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
digilib.uns.ac.id
Tabel Halaman
1.
Perkiraan Energi Yang Tersedia Dalam Tubuh Melalui ATP ..................
29
2.
Karakteristik Umum Sistem Energi ..........................................................
38
3.
Efek Latihan Perubahan Biokimia Dalam Otot ........................................
40
4.
Tanda-Tanda Gejala Kelelahan ………....................................................
65
5.
Tipe Kontraksi Otot ..................................................................................
91
6.
Rancangan Penelitian Faktorial 2x2 ......................................................... 116
7.
Ringkasan Anova 2 jalan .......................................................................... 125
8.
Deskripsi Data Hasil Tes Power Otot Lengan Tiap Kelompok
Berdasarkan Pengunaan Metode dan Tingkat Kekuatan Otot lengan .....
9.
129
Nilai Peningkatan Power Otot Lengan Pada Masing-Masing
Sel atau Kelompok Perlakuan ................................................................ 131
10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data ................................................... 133
11. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data ................................................ 135
12. Ringkasan Nilai Rata-rata Power Otot Lengan Berdasarkan Jenis
Latihan dan Tingkat Kekuatan Otot ....................................................... 136
13. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Penggunaaan Metode
Latihan (A1 dan A2) ................................................................................ 136
14. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Tingkat Kekuatan
Otot Lengan (B1 dan B2) ......................................................................... 137
15. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Faktor ......................................... 137
16. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Analisis Varians . 137
xiv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksi Faktor,
digilib.uns.ac.id
A dan B Terhadap Hasil Power otot lengan. ................................................ 143
xv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
digilib.uns.ac.id
1.
Gambar Halaman
Metode Latihan Kesegaran Fisik……………………………………… 13
2.
Energi Bagian Biologi……………………………………………….. 14
3.
Pembentukan Enerigi…...…………………………………………….. 15
4.
Hasil Pembentukan Energi……………………………………………………….
5.
Katabolisme Bahan Makanan…..…………………………………… 19
6.
Jalur Penggunaan Energi dan Klasifikasi Olahraga………………….. 22
7.
Waktu Pulih ATP dan PC Dalam Otot……………………………… 26
8.
Struktur Dari Posphocreatin……………………………………………28
9.
Glikolisis Aerobik ……………………………………..………….
15
31
10. Glikolisis Aerobik, Siklus Kreb’s, Transport Elektron……………… 33
11. Siklus Krebs ………………………………………………………… 36
12. Sistem Transport Elektron…………………………………………… 37
13. Respon Bagian Superkompensasi Dalam Sesi Latihan……………… 55
14. Komponen-Komponen Latihan……………………………………… 67
15. Penampilan Kesegaran Jasmani……………………………………………. 73
16. Hubungan Antara Umur dan Kekuatan Otot…………………………… 74
17. Variasi Latihan Push-ups……………………………………………… 77
18. Latihan pull ups………………………………………………………………. 78
19. Program Latihan Non linier ………………………………………… 85
20. Kekuatan Dari Kontraksi Otot Yang Bekerja Dengan Arah dan
Besaran Tertentu …………………………………………………… 93
xvi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21. Kebutuhan Kekuatan Dalam Cabang-Cabang
Olahraga Yang Berbeda …………………………………………… 95
22. Histogram Nilai Rata-Rata Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Power
Otot Lengan Tiap-Tiap Kelompok Berdasarkan Jenis Latihan Berbeban
dan Tingkat Kekuatan Otot ………………………………………..
130
23. Histogram Nilai Rata-rata Peningkatan Power Otot Lengan dari Tiap
Kelompok Berdasarkan Metode Latihan
dan Tingkat Kekuatan Otot…………………………………………..
132
24. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Power
Otot Lengan …………………………………………………………….. 143
xvii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
digilib.uns.ac.id
1.
Instrument Penelitian Tes Power Otot Lengan
2.
Instrument Penelitian Tes Kekuatan Otot Lengan
3.
Jadwal Tahapan Penelitian
4.
Program Latihan Berbeban Melalui Metode Linier
5.
Program Latihan Berbeban Melalui Metode non Linier
6.
Petunjuk Pelaksanaan Program Latihan Berbeban
7.
Data Hasil Tes Pengukuran Kekuatan Otot Lengan Pada Siswa Putra Ekstra Kulikuler
Olahraga SMP N 1 Tulung Tahun ajaran 2010/2011
8.
Kategori Kelompok Kekuatan Otot Lengan Pada Sampel
9.
Rekap Data Klasifikasi Kekuatan Otot Lengan (KOL) dan Pembagian Kelompok
Sel-sel.
10. Data Tes Awal Power Otot Lengan Pada Siswa Putra ekstra Kulikuler SMP N 1
Tulung Tahun Ajaran 2010/2011
11. Data Tes Akhir Power Otot Lengan Pada Pada Siswa Putra Ekstra Kulikuler
SMP N 1 Tulung Tahun Ajaran 2010/2011
12. Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Power Otot Lengan, Klasifikasi
Power Otot Lengan Beserta Pembagian Sampel ke Sel-Sel.
13. Rekapitulasi Data Tes Awal dan Tes Akhir Power Otot Lengan Pada Kelompok1
(Kelompok Latihan Berbeban Linier).
14. Rekapitulasi Data Tes Awal dan Tes Akhir Power Otot Lengan Pada Kelompok
2 (Kelompok Latihan Berbeban Non Linier).
15. Tabel Kerja Untuk Menghitung Reliabilitas Hasil Tes Kekuatan Otot Lengan.
16. Uji Normalitas Data Pada Kelompok Perlakuan Latihan Berbeban Kategori
Kekuatan Otot Tungkai Tinggi.
17. Tabel Kerja Untuk Menghitung Nilai Homogenitas dan Analisis Varians
18. Uji Homogenitas Dengan Uji Bartlet
19. Analisis Varians
20. Uji Rata-Rata Rentang Newman Keuls
21. Dokumentasi
xviii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
ABSTRAK
digilib.uns.ac.id
Bagus Kuncoro. A.120809104.Perbedaan Pengaruh Metode Latihan dan
Kekuatan Terhadap Power Otot Lengan (Studi Eksperimen Latihan Berbeban linier
dan non linier pada Siswa Putra Ekstra Kulikuler olahraga Kelas IX SMP Negeri I
Tulung, Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2009/2010). Tesis: Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta. November 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:1) Perbedaan pengaruh antara
metode latihan berbeban linier dengan non linier terhadap peningkatan power otot
lengan. 2) Perbedaan peningkatan power otot lengan antara siswa yang memiliki
kekuatan otot lengan tinggi dengan kekuatan otot lengan rendah. 3) Pengaruh
interaksi antara metode latihan berbeban dan kekuatan terhadap peningkatan power
otot lengan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
dengan rancangan faktorial 2 x 2. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putra
ekstrakulikuler olahraga kelas IX SMP Negeri I Tulung, Kabupaten Klaten Tahun
Ajaran 2009/2010 berjumlah 50 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah 40 siswa
yang diambil dengan teknik purposive Random Sampling. Variabel dalam penelitian
ini terdiri dari tiga variabel : variabel independent yakni metode latihan (latihan
berbeban linier dan non linier), variabel atributif yakni kekuatan otot lengan serta
variabel dependent yakni power otot lengan. Seluruh data yang diperlukan dalam
penelitian ini diperoleh melalui tes dan pengukuran terhadap kekuatan otot lengan
dengan menggunakan Expanding dynamometer serta power otot lengan dengan bola
Medicine. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis
Varian (ANAVA) dua jalur yang dilanjutkan dengan uji Rentang Newman Keuls pada
taraf signifikansi α = 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Ada perbedaan pengaruh yang
signifikan antara latihan berbeban linier dan non linier terhadap power otot lengan.
2)
Ada perbedaan yang signifikan power otot tungkai antara siswa putra
ekstrakulikuler olahraga Kelas IX yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dan
xix
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
siswa putra ekstrakulikuler olahraga Kelas IX yang memiliki kekuatan
otot lengan
rendah. 3) Ada interaksi yang signifikan antara metode latihan dan tingkat kekuatan
otot terhadap power otot lengan. Kelompok siswa putra ekstrakulikuler olahraga
Kelas IX yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi lebih tepat jika dilatih dengan
latihan berbeban linier, sedangkan kelompok siswa putra ekstrakulikuler olahraga
Kelas IX yang memiliki kekuatan otot lengan rendah lebih baik jika dilatih dengan
latihan berbeban non linier.
xx
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
ABSTRACT
digilib.uns.ac.id
Bagus Kuncoro. A.120809104. The Effect of Training Method and Strength on
the Arm Muscle Power (An Experimental Study on Linier and Non Linier Weight
Training in the Eleventh Years Male Students of Sport Extracuricular of SMP Negeri
I Tulung, Klaten in Academic Year of 2009/2010). Thesis: Postgraduate Program of
Surakarta. Sebelas Maret University. November 2010.
This research was aimed at knowing: 1) The effect difference of linier and
non linier weight training on the arm muscle power, 2) The effect difference on the
arm muscle power between the students having higher strength of arm muscle and the
lower ones, 3) Interaction between the training method and strenght on the arm
muscle power.
The applied method in this research was an experimental method using 2 x
2 factorial designs. The population of this research was the male students of Sport
Extracuricular of SMP Negeri I Tulung, Klaten in Academic Year of 2009/2010) as
many as 50 students. The sample of the research is 40 students taken using purposive
Random Sampling. The variable of the research consists of three variables:
independent is training method (linier and non linier weight training), attributive is
strengthness of arm muscle, and dependent variable is arm muscle power. Entire
needed data in this research was obtained through test and measurement on the arm
muscle strength using arm dynamometer as well as the muscle power one using
medicine ball test. The technique of analyzing data in this research is two-way Varian
Analysis (ANAVA) followed by the Newman-Keul’s interval test at significance
level of α = 0.05.
The result shows that 1) There is significant effect difference of linier and non
linier weight training on arm muscle power. 2) There is significant difference of arm
muscle power between the students having higher strength and lower ones. 3) There
is a significant interaction between the training method and the muscle strength level
with on the result of arm muscle power. The group of eleventh male students having
higher strength of arm muscle is more suitable to be coached using the linier weight
training, while the group of students having lower strength of arm muscle is better to
be coached using non linier weight training.
Keyword: Linier and non linier weight training, strength, arm muscle power.
xxi
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I
digilib.uns.ac.id
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Olahraga merupakan salah satu kebutuhan hidup setiap manusia. Dengan kata
lain olahraga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
manusia, bahkan olahraga merupakan salah satu program pemerintah dalam
membangun bangsa Indonesia. Program pemerintah dalam bidang olahraga
diantaranya mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga untuk
memantapkan serta menanamkan kesadaran masyarakat akan manfaat olahraga,
sehingga olahraga dirasakan sebagai kebutuhan dalam hidupnya. Manfaat dari
kegiatan olahraga, diantanya meningkatkan kebugaran jasmani, menumbuhkan dan
menjalin rasa persatuan antara daerah atau Negara, Serta dapat menjunjung tinggi
nama baik bangsa Indonesia didunia internasional atas prestasi yang dicapainya.
Olahraga prestasi sangatlah memerlukan sumbangsih proses kepelatihan dan
program latihan yang tepat. Proses kepelatihan dalam olahraga merupakan faktor
penentu bagaimana seorang pelatih sukses dalam menghantarkan atletnya mencapai
prestasi puncak. Kebanyakan proses pelatihan hanya didasarkan atas pengalaman
pelatih sebagai atlet, dimana seharusnya dalam perencanaan latihan sangat
1
commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diperlukan pengetahuan yang cukup memadai tentang ilmu kepelatihan.
Bagian
terpenting salah satunya adalah bagaimana menetukan metode latihan dalam
penyusunan program latihan yang tepat.
Prestasi yang baik merupakan tujuan utama para pelatih dan atlet.
Menentukan metode latihan yang sesuai dengan tujuan latihan dalam program latihan
yang konstruktif dan sistematik bukanlah merupakan suatu pekerjaan mudah seperti
yang dikira banyak orang. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan sebelum seorang
pelatih menentukan metode latihan untuk cabang olahraga tertentu. Setiap program
latihan harus selalu mencakup faktor kondisi fisik, teknik, taktik, psikis dan
persiapan teori yang tepat pula. Sehingga pemilihan metode atau bentuk latihan pada
unit latihan sesuai dengan kondisi fisik atlet dan efek latihan yang diinginkan.
Kemampuan kondisi fisik atlet yang baik merupakan syarat mutlak untuk
mencapai prestasi dalam cabang olahraga yang digelutinya. Dengan kondisi fisik
yang baik banyak manfaat dan hasil positif yang diperolehnya. Dalam hal ini
Sudjarwo (1995: 41 & 42) berpendapat,
“Mempelajari teknik dalam cabang olahraga tertentu tidak mungkin
dilakukan sebelum atlet memiliki kemampuan fisik yang menunjang
gerakan tersebut. Taktik yang telah direncanakan dalam pertandingan tidak
akan terlaksana tanpa didukung kemampuan teknik yang memadai. Dan
secara mental seorang atlet yang memiliki kemampuan teknik akan lebih
mantap dan optimis dalam pertandingan”.
Kemampuan kondisi fisik yang baik memiliki keterkaitan erat dengan hasil
prestasi yang akan dicapainya. Untuk mendukung penguasan teknik, taktik dan
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meningkatkan mental seorang atlet, maka komponen-komponen kondisi
fisik harus
dilatih dan ditingkatkan secara maksimal.
Berkaitan dengan komponen-komponen kondisi fisik tersebut diatas
penelitian ini mengkaji dan meneliti
Daya otot (muscular power) yang sering
disebut dengan power dan kekuatan (streght). Berdasarkan jenisnya power
diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu, power anggota gerak atas, batang tubuh
dan power anggota gerak bawah. Dalam hal ini power yang akan dikaji dan diteliti
adalah power anggota gerak atas khususnya power otot lengan. Begitu juaga
menganai komponen kondisi fisik yang berkaitan dengan kekuatan akan mengkaji
kekuatan otot lengan.
Otot lengan sebagai salah satu komponen yang dapat menghasilkan gerakan,
melalui kontraksinya membutuhkan suatu kekuatan untuk menghasilkan performace
yang tinggi. Kerja otot lengan yang maksimal dapat meningkatkan kemampuan
kerja seseorang yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi individu dalam
berolahraga khususnya olahraga yang berdominan pada lengan. Performa otot lengan
yang tinggi tersebut ditentukan oleh kekuatan dan power dari pada otot.
Power merupakan salah satu komponen fisik yang dibutuhkan pada hampir
semua cabang olahraga. Dalam kegiatan olahraga, power otot lengan dibutuhkan
pada cabang olahraga yang melibatkan kerja otot-otot lengan secara maksimal dalam
waktu singkat. Power sendiri merupakan aplikasi kombinasi antara kekuatan dan
kecepatan yang dikerahkan dalam waktu singkat. Disamping power otot lengan,
penelitian ini juga mengkaji tentang kekuatan otot lengan. Kekuatan otot lengan
adalah kemampuan maksimal dari otot
lengan untuk berkontraksi. Power dan
commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kekuatan otot lengan dapat dilatih dan dikembangkan melalui beberapa
cara atau
metode latihan, salah satunya melalui latihan berbeban (weight training). Pada anakanak usia sekolah tingkat menengah umumnya tulang-tulangnya masih belum kuat
dan masih dalam taraf pertumbuhan dan pekembangan. Sehingga latihan berbeban
yang digunakan oleh anak usia dini hendaknya diperoleh kekuatan khusus melalui
mengangkat tubuhnya sendiri agar tidak mengganggu pertumbuhan tubuh.
“Pengembangan pada fase pertama dari latihan, samapai pada umur 15-16 tahun,
tidak hanya untuk perkembangan kekuatan yang all round saja, tetapi harus
diarahkan juga pada latihan kekuatan yang khusus”(Sadoso Sumosardjuno,1994: 28).
Secara umum serabut otot manusia dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok berdasarkan karakteristik dan biokimianya terbagi atas serabut otot cepat
dan serabut otot lambat. Kedua serabut otot tersebut dikenel dengan nama slow
twich muscle dan Fast twich muscle. Pada otot tipe slow-twich fiber (tipe1) dikenal
serabut otot lambat pada sistem faal tubuh, otot ini memiliki ketahanan terhadap
kelelahan tinggi sehingga otot tersebut relatif memiliki daya tahan yang lebih baik.
Sedangkan otot tipe Fast-twich fiber (tipe 2) yang sering dikenal serabut otot cepat
pada sistem faal tubuh, dan memiliki karakteristik ketahanan terhadap kelelahan
rendah sehingga relatif lebih lemah. Otot-otot pada lengan tersebut dengan mudah
mengalami peningkatan kekuatan otot bila diberikan latihan salah satunya latihan
berbeban.
Kekuatan, kecapatan bahkan power otot dapat ditingkatkan dengan
melakukan suatu latihan weight training. Latihan weight training dapat dilakukan
dengan menggunakan latihan mengangkat tubuhnya sediri, dimana dengan latihan ini
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapat terjadi penambahan jumlah sarkomer dan serabut otot (filamen
aktin dan
miosin yang diperlukan dalam kontraksi otot), sehingga dengan terbentuknya
serabut-serabut otot yang baru maka kekuatan otot akan meningkat. Latihan
berbeban sendiri merupakan suatu latihan yang menggunakan beban berupa alat,
beban temannya atau beban tubuhnya sendiri. Latihan berbeban adalah suatu cara
menerapkan prosedur tertentu secara sistematis pada berbagai otot tubuh. Pada
program latiham berbeban ini dalam pelaksanaannya menggunakan berat tubuhnya
sediri yang dapat dimodifikasi atau palang tunggal yang telah dikombinasikan
menjadi alat khusus untuk latihan berbeban (weight training).
Latihan digunakan untuk meningkatkan power otot lengan harus ditujukan
pada otot-otot lengan secara khusus dan terpusat. Bentuk gerakan yang digunakan
dalam penelitian taraf fase anak umur 15 tahun ini adalah push-ups dan pull-ups.
Bentuk latihan tersebut dipilih karena melibatkan otot-otot yang terdapat dalam
power otot lengan bagian Biceps Bracialis yang merupakan otot penyokong power
paling utama. Latihan ini merupakan latihan yang dinamik maka dapat meningkatkan
tekanan intra muskuler dan menyebabkan peningkatan aliran darah, sehingga latihan
ini tidak cepat menimbulkan kelelahan. Latihan pembebanan ada beberapa metode
yang dapat digunakan diantaranya adalah metode pembebanan linier dan non linier.
Pada latihan metode linier beban latihan ditingkatkan secara bertahap dan
ditingkatkan secara terus-menerus hal ini sejalan dengan prinsip over loads.
Sedangkan pembebanan non linier, yaitu suatu latihan dengan peningkatan beban
latihan yang dilakukan secara bertahap, tetapi terdapat fase paningkatan dan
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penurunan beban latihan. Dalam latihan ini bisa dilakukan dalam bentuk
repetisi
(pengulangan), set atau pun cirkuit training dalam setiap program latihan.
Dalam penyusunan program latihan berbeban melalui metode linier maupun
non linier perlu pengkajian tentang kontraksi otot, dosis latihan, yang meliputi beban
latihan, jumlah set, irama, repetisi dan recovery nya. Karena unsur-unsur tersebutlah
sangat berpengaruh dan menentukan tercapainya suatu tujuan latihan. Sebagai contoh
untuk meningkatkan kekuatan otot, maka memerlukan beban yang berat dan repetisi
yang sedikit, sebaliknya untuk daya tahan maka memerlukan beban yang ringan
dengan repetisi yang banyak. Kedua metode tersebut diatas diperkirakan memiliki
pengaruh terhadap power otot lengan. Namun untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh dan membuktikan metode mana yang lebih baik antara latihan berbeban
linier maupun non linier serta kekuatan otot lengan, maka perlu diadakan penelitian
mengenai pengaruh metode latihan berbeban dan kekuatan terhadap power otot
lengan.
Struktur bentuk anatomis tubuh baik dari usia pemula maupun lanjut terdapat
beberapa perbedaan. Selain perbedaan struktur antara orang yang sudah berusia
dalam menerima program latihan secara penuh dan berusia pemula, juga ada
perbedaan khusus dalam menerima program latihan. Dimana anak yang berusia
pemula memiliki kekuatan otot yang kurang kuat bila dibanding dengan orang yang
sudah berumur dan siap dalam menerima program latihan, maka dampak latihan juga
dapat diduga berbeda. Secara teori kekuatan otot diperoleh dari prinsip latihan beban
yang bersifat prinsip beban berlebih (over load), progressif dan dimulai otot besar ke
otot kecil, prinsip pengaturan latihan, dan prinsip kekhususan.
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Salah satu perbedaan antar jenjang umur tersebut adalah masalah
otot dan
kondisi fisik. Kemampuan dan kesiapan untuk melakukan program latihan secara
umum, spesifik dan lanjut bagi atlet pemula sangatlah diperhatikan. Pelatih ataupun
guru dalam membina ekstrakulikuler cabang olahraga yang memerlukan otot lengan
ini masih kurang tepat dalam memberikan porsi latihan terhadap anak didiknya.
Seringkali anak akan menjadi bosan, tidak ada peningkatan bahkan cidera dalam
mengikuti ekstrakulikuler setiap harinya. Dalam model latihan berbeban (weigh
training) ini sangatlah berpengaruh kurang baik dalam pertumbuhan dan
perkembangannya apabila salah dalam memberikan pogram latihan khususnya bagi
usia pemula. Dipilih siswa putra SMP karena umur yang paling sesuai untuk
pembentukan, persiapan dan mengembangkan dasar-dasar keterampilan untuk
mencapai usia emasnya (GOLDEN AGE) yang mengingat puncak prestasi pada
umumnya dapat dicapai sekitar umur 20 sampai 30 tahun. Pembinaan olahraga yang
diterapkan pada peserta didik usia dini, proses latihannya harus tepat agar tidak
terjadi drop out dikalangan usia muda. Menurut Sadoso Sumosardjuno (1994: 36)
“Program latihan beban yang dimulai sebelum umur 17-18 tahun, harus dengan
beban yang ringan saja”.
Yang selanjutnya Menurut Yusuf Hadi Sasmita dan Aip Syarifudin (1992:61)
“Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip olahraga, bahwa latihan teratur
adalah latihan yang mulai dilakukan sejak usia muda akan dapat memacu
organ-organ tubuhnya, sehingga nantinya akan dapat melakukan latihanlatihan secara teratur dengan takaran yang cukup setelah usia 14 tahun”.
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan latar belakang perlu diketahui bentuk metode latihan
seperti apa
yang tepat dan bermanfaat untuk meningkatkan power otot lengan pada siswa putra
ekstrakulikuler, maka diangkat topik tersebut melalui suatu penelitian dengan judul
“perbedaan pengaruh metode latihan berbeban linier dengan non linier terhadap
power otot lengan ditinjau dari kekuatan otot lengan pada siswa putra ekstrakulikuler
olahraga SMP Negeri I Tulung, Kabupaten Klaten”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang muncul permasalahan-permasalahan mengenai
upaya peningkatan prestasi olahraga, diantaranya adalah penggunaan pemilihan
metode latihan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai
tujuan suatu latihan. Metode latihan berbeban melalui metode linier dan non linier,
merupakan alternatif yang sering digunakan oleh pelatih dalam penyusunan program
latihan untuk meningkatkan power otot lengan.
Berkaitan dengan uraian tersebut diatas, permasalahan dalam penelitian ini
dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap power otot lengan.
2. Latihan dapat dilakukan sejak usia dini atau masih dalam bangku sekolah.
3. Sejauh mana peranan metode latihan yang diterapkan terhadap hasil
latihan.
4. Metode yang paling tepat yang dapat digunakan untuk meningkatkan
power otot lengan.
commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Kekuatan otot lengan dapat mempengaruhi baik tidaknya
power yang
dimiliki oleh seorang siswa.
6. Penerapan metode latihan berbeban dan kekuatan berpengaruh terhadap
power otot lengan siswa putra smp ekstrakulikuler olahraga kelas IX SMP
negeri I Tulung, kabupaten Klaten
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah
diuraikan diatas, maka masalah dalam penelitian ini terbatas pada:
1. Metode latihan yang tepat untuk meningkatkan power otot lengan.
2. Tinggi rendahnya kekuatan otot lengan dapat mempengaruhi otot lengan.
3. Pengaruh interaksi latihan berbeban dan tinggi rendahnya kekuatan
terhadap power otot lengan pada siswa putra ekstrakulikuler olahraga
kelas IX SMP negeri I Tulung, kabupaten Klaten.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan diatas maka perumusan masalah
yang akan diteliti adalah:
1. Adakah perbedaan pengaruh antara metode latihan berbeban linier dengan
non linier terhadap peningkatan power otot lengan?
2. Adakah perbedaan peningkatan power otot lengan antara siswa yang
memiliki kekuatan otot lengan tinggi dengan kekuatan otot lengan
rendah?
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
3. Adakah pengaruh interaksi antara metode latihan berbebandigilib.uns.ac.id
dan kekuatan
terhadap peningkatan power otot lengan?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
permasalahan
yang
dikemukakan
maka
penelitian
ini
mempunyai tujuan untuk mengetahui :
1. Perbedaan pengaruh antara metode latihan berbeban linier dengan non
linier terhadap peningkatan power otot lengan.
2. Perbedaan peningkatan power otot lengan antara siswa yang memiliki
kekuatan otot lengan tinggi dengan kekuatan otot lengan rendah.
3. Pengaruh interaksi antara metode latihan berbeban dan kekuatan terhadap
peningkatan power otot lengan.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi siswa yang dijadikan sampel penelitian dapat menembah
pengetahuan dan wawasan akan manfaat latihan berbeban melalui metode
linier dengan non linier dan kekuatan untuk meningkatkan power otot
lengan.
2. Dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan referensi untuk program
latihan bagi pelatih cabang olahraga.
3. Bagi peneliti dapat menembah wawasan tentang karya ilmiah untuk
dikembangkan lebih lanjut.
commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II
digilib.uns.ac.id
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1.
Kondisi Fisik
a. Pengertian Kondisi Fisik
Kondisi fisik merupakan satu kesatuan utuh dari komponen kesegaran
jasmani yang harus dimiliki oleh seorang atlet apabila ingin berprestasi dalam setiap
latihannya. Menurut Yosef Nosek ( 1982 : 18 – 19 ) “kondisi fisik dalam olahraga
sebagai kemampuan penampilan dari seorang olahragawan”. Sedangkan menurut
Mochamad Sajoto ( 1988 : 57 )
“kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari
komponen–komponen yang tidak dapat dipisahkan, baik peningkatannya, maupun
pemeliharaannya”.
Berdasarkan pendapat tersebut kondisi fisik dapat diartikan kemampuan
penampilan dari seorang olahragawan dan merupakan satu-kesatuan utuh dari
komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan, baik peningkatannya, maupun
pemeliharaannya. Sehingga dalam usaha peningkatan kondisi fisik, maka harus
dikembangkan pula komponen-komponen tersebut. Adapun komponen-komponen
kondisi fisik menurut M. Sajoto (1995: 8-11) yaitu:
1) Kekuatan (streght)
2) Daya tahan (endurance)
a) Daya tahan umum (general endurance)
b) Daya tahan otot (local endurance)
113 commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
3) Daya otot (muscular power)
digilib.uns.ac.id
4) Kecepatan (speed)
5) Kelenturan (flexibility)
6) Kelincahan (agility)
7) Koordinasi (coordination)
8) Keseimbangan (balance)
9) Ketepatan (accuracy)
10) Reaksi (reaction)
Berkaitan komponen-komponen kondisi fisik tersebut diatas penelitian
ini mengkaji dan meneliti Daya otot (muscular power) dan kekuatan (streght).
Berdasarkan jenisnya power diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu, power
anggota gerak atas, batang tubuh dan power anggota gerak bawah. power yang
akan dikaji adalah power anggota gerak bawah yaitu power otot lengan
sedangkan komponen
kondisi fisik
yang berkaitan dengan kekuatan akan
mengkaji kekuatan otot lengan. Metode latihan fisik harus dilakukan secara
sistematis dan terprogram dengan teratur, agar dapat mencapai hasil sesuai
dengan harapan, pelaksanaan latihan harus berdasarkan pada metode latihan
yang benar. Metode latihan merupakan landasan garis pedoman secara ilmiah
dalam pelatihan yang harus dipegang teguh dalam melakukan latihan. Seorang
pelatih harus mampu memilih metode latihan yang terbaik sesuai dengan
karakteristik cabang olahraga yang dibinanya. Metode latihan yang dapat
digunakan untuk menjaga kesegaran fisik, selengkapnya disajikan dalam gambar
berikut:
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Fitness Component
Strenght
Plyometrics
Circuit Training
Weight Training
Power
Local Endurance
Aerobic Capacity
Anaerobic Capacity
Continous Training
Calisthenics
Agility
Speed
Interval Training
(sprint)
Flexibility
Skill (sport related)
Gambar 1. Metode Latihan Kesegaran Fisik
(Davis et al; 1989: 165).
b. Sistem Energi
Manusia dalam hidupnya memerlukan energi. Sedangkan manusia dalam
hidupnya mengubah energi yang diperolehnya dari makanan untuk berbagai
tujuan sepeti pemeliharaan sel dalam tubuh, reproduksi maupun latihan dalam
olahraga. Manusia dalam melaksanakan program latihannya diperlukan
kontraksi otot. Untuk dapat berkontraksi otot memerlukan energi. Energi ini
diperoleh dari pemecahan Adenosine Triphosphate (ATP).
ATP merupakan
sumber enargi yang sewaktu-waktu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk
aktivitas otot. ATP dapat diberikan kepada otot-otot didalam tubuh dapat melalui
sistem anaerobik maupun aerobik. Oleh karena itu kebutuhan energi dapat
dipenuhi melalui sistem rephosphorisasi.
Adenosin triphosphate (ATP) adalah suatu nukleotida yang dalam
biokimia dikenal sebagai satuan molekular pertukaran energi intraselular. ATP
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapat digunakan untuk menyimpan dan mentranspor energi kimia
dalam sel.
ATP juga berperan penting dalam sintesis asam nukleat. Molekul ATP juga
digunakan untuk menyimpan energi yang dihasilkan oleh reaksi yang terjadi
didalam tubuh manusia dalam respirasi selularnya. Sedangakan
ATP yang
berada di luar sitoplasma atau di luar sel dapat berfungsi sebagai agen signaling
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan respon terhadap pengaruh dari
perubahan lingkungan.
Gambar 2. Enegi Bagian Biologi ( Fox’s, 1988: 18)
Seluruh energi ditubuh berasal dari molekul yang tinggi energi yaitu
Adenosin Triphosphate (ATP) yang tertimbung diotot. Selama fungsi tubuh
bekerja maka hidrolisis ATP harus terus berjalan. Diantara sel tubuh, sel otot
merupakan sel yang terbanyak menimbun ATP. ATP diotot, yang hanya cukup
untuk aktifitas cepat dan berat selama 3-8 detik. Untuk aktifitas yang lebih lama
otot memerlukan ATP melalui 3 sistem energi. Kinerja fisik memerlukan
kombinasi dari ke 3 sistem energi, dimana kontribusinya tergantung dari
intensitas dan lamanya kerja fisik yaitu sistem ATP-PC (system fosfagen),
Sistem glikolisis anaerobik dan sistem aerobik. Tubuh beraktifitas seperti mesin
yang bergerak sendiri (automobile) dengan mengubah energi kimia menjadi
commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
enegi khusus yang digunakan untuk gerak (action). Menurut Soekarman
(1987 :
23) Sistem fosfagen ini merupakan persediaan ATP yang dapat digunakan secara
cepat oleh otot, yaitu untuk aktifitas otot yang berat untuk waktu 3 – 8 detik.
Untuk olahraga lama diperlukan pembentukan ATP kembali lewat sistem lain.
Gambar 3. Pembentukan Energi ( fox’s, 1998: 19)
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan:
Gambar 4. Hasil Pembentukan Energi.
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara singkatnya ATP sendiri sebagai sumber energi yang
siap pakai
memungkinkan otot bekerja melalui tiga cara :Sistem ATP-PC : merupakan
suatu kebutuhan melalui jangka pendek diserta dengan intensitas tinggi, Sistem
LA : kegiatan intensif dalam jangka menengah, Sistem oksigen : kegiatan yang
dilakukan melalui jangka lama dan intensitas rendah.
Lebih lanjut mengenai penjabaran sistem energi Menurut fox & Bowers
(1998: 48) sistem energi berdasarkan waktu penampilan olahraga secara umum
dibedakan menjadi 4 (empat) bidang yaitu:
a) Bidang 1, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan kurang dari
30 detik. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-PC.
b) Bidang 2, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan antara 30
detik sampai 1 ½ menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-PC
dan asam laktat.
c) Bidang 3, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan antara 1 ½
menit sampai 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah asam laktat
dan O2.
d) Bidang 4, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan lebih dari 3
menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah O2.
Dalam fotosintesa energi cahaya diubah menjadi energi ikatan kimia.
Energi ikatan kimia terkandung dalam ATP selanjutnya digunakan dalam
kontraksi otot. Sedangkan energi ATP diubah oleh miosin menjadi energi
mekanik. ATP merupakan senyawa kimia berenergi tinggi. ATP merupakan
uraian dari hasil dari pada sumber energi. Sumber energi ini tidak dapat
digunakan secara langsung tapi melalui proses metabolisme yaitu pemecahan zat
gizi dari makanan.
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ATP terbentuk dari ADP + Pi + energi. Sedangkan PC terbentuk
dari C +
Pi + energi. Melalui proses fosforilasi yang dirangkaikan dengan proses
oksidasi. Selanjutnya terbentuklan ATP yang terbentuk dialirkan ke reaksi
biologis yang membutuhkan energi untuk hidrolisis menjadi ATP dan Pi
sekaligus melepaskan energi yang dibutuhkan oleh proses biologis tersebut.
Sehingga apabila proses ATP ini pecah menjadi ADP dan Pi maka sejumlah
energi akan keluar dan seterusnya.
Kepentingan senyawa fosfat dalam metabolisme antara tampaknyata
ditemukan rincian kimiawi glikolisis dan peranan ATP, ADP dan Pi. ATP
sendiri merupakan sarana untuk memindahkan radikal fosfat dalam kaitannya
proses fosforilasi. Peran utama dalam melakukan kontraksi otot bahwa ATP dan
keratin Fosfat dipecah salama kontraksi otot dan resintesis terhadap kedua
senyawa ini bergantung pada pasokan energi dari proses oksidasi dalam otot
tersebut. Sehingga ATP ini berfungsi sebagai penukar energi pada sel dengan
memindah substansi dengan potensial energi yang lebih rendah ke energi yang
lebih tinggi. Energi ini disimpan diotot dalam bentuk ATP. ATP adalah ikatan
perantara yang mempunyai kemampuan istimewa untuk masuk
kedalam
berbagai reaksi dengan makanan untuk membebaskan energi dan reaksi yang
berhubungan dengan berbagai mekanisme fisiologi untuk memberikan energi
selam kerjanya. Karena itulah ATP serigkali disebut energi yang beredar
(currency) dari tubuh yang dapat diperoleh dan digunakan berulang-ulang.
Jumlah ATP dalam tubuh sangat terbatas dan biasanya setelah digunakan
2- 4 kontraksi akan habis jika tidak dipenuhi lagi. Pengisian kembali ATP
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dilakukan dengan bantuan CP (creatin phosphate) segera yang juga
diletakkan
dalam sel otot. Selama proses reaksi dengan CP ini, molekul-molekul tersebut
ditambah lagi ke ADP yang berakibat kedalam ATP.
Untuk kerja otot lebih lanjut, persediaan energi diperlukan. Energi dalam
makanan yang dipakai diubah menjadi glukosa yang disimpan dalam otot dan
menjadi glikogen. Dengan suatu reaksi kimia, glukosa diolah menjadi energi
untuk mengisi kembali ATP yang telah habis digunakan.
Kontraksi
otot
akan
menentukan
kemampuan
kekutan
yang
ditimbulkannya, kekuatan ini bergantung pada besarnya penampang melintang
pada serabut otot yang bersangkutan. Serabut otot yang membentuk otot inilah
yang sangat berperan penting dalam pembentukan kekuatan, sedangkan besar
kecilnya serabut otot ditentukan oleh miofibril yang membentuk serabut
tersebut. Dalam ukuran penempang melintang manusia terutama yang
melakukan aktifitas latihan akan mengalami perubahan kearah besar dalam hal
ini disebut hipertropy. Hipertropy ini akan sangat berperan penting dalam
kaitannya sebagai peningkatan kekuatan otot, sehingga dalam kaitan dengan hal
tersebut bagi peserta didik maupun atlet agar dapar berprestasi setinggitingginya.
Pada saat latihan tentunya kebutuhan akan energi dapat selalu terpenuhi
serta dapat digunakan dalam berbagai aktifitas atau latihan dalam berbagai
kegiatan dalam olahraga. Olahraga yang memerlukan daya ledak yang cukup
banyak, sepereti saat menolak dalam lompat jauh atau saat memukul dalam
olahraga tinju dan lain sebagainya. Dalam suatu metabolisme tubuh dalam
commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembentukan energi tidak hanya melalui karbohidrat saja melainkan
juga dapat
berupa asupan gizi dari protein dan lemak. Dimana ketiga sumber energi
tersebut pada akhirnya menghasilkan ATP dalam proses fosforilasi oksidatif.
Gambaran selengkapnya proses lintasan katabolisme dalam pencernaan dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5. Katabolisme Bahan Makanan, (Robert K. Murray dkk, 1996: 164)
1) Penggunaan Energi Pada Olahraga
Energi yang diperlukan oleh seorang atlet diperoleh dari sebuah makanmakanan utamanya yang mengandung gizi yang cukup tinggi. Terutama sekali
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
makanan yang mengandung akan karbohidrat yang akan diubah
menjadi
glikogen. Pada olahraga yang membutuhkan otot-otot berjenis lambat
pengurakan akan persediaan glikogen lebih besar dibanding dengan olahraga
yang membutuhkan otot-otot cepat. Berdasarkan hal ini Menurut pendapat
Moeljono Wiryoseputro (1996 : 325) “ pada olahraga kontinyu pengurangan
persediaan glikogen lebih besar dibanding dengan olahraga berkala”. Sehingga
resintesis glikogen ini memerlukan waktu beberapa hari. Tetapi juga tergantung
pada keadaan atlet pada saat melaksanakan beban latihan, Seperti olahraga
berjangka lama dengan intensitas kecil dalam hal ini yang bekerja adalah otot
jenis Slow twitch fibers lari jarak jauh dan olahraga berjangka berkala dengan
intensitas cepat dalam hal ini yang bekerja adalah otot jenis fast twitch fibers.
Selanjutnya Moeljono Wiryoseputro (1996 : 325)
mengemukakan
pendapat bahwa “ Sintesis glikogen dalam otot cepat memang lebih cepat
dibandingkan dengan otot lambat. Kadar glikogen yang ditingkatkan pada waktu
latihan dan diet sintesisnya juga dapat dipercepat.”
ATP dapat dihasilkan melalui berbagai proses selular, namun seringnya
dijumpai pada mitokondria melalui proses fosforilasi oksidatif dengan bantuan
enzim pengkatalisis ATP sintetase dalam tubuh. Bahan bakar utama sintesis
ATP adalah glukosa dan asam lemak . dalam proses ini diawali melalui proses
glukosa dipecah menjadi piruvat di dalam sitosol . Dari satu molekul glukosa
akan dihasilkan dua molekul. Tahap akhir dari sintesis ATP terjadi dalam
mitokondria dan menghasilkan total 36 ATP.
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Atlet dalam melakukan latihannya diperlukan banyak energi.
Energi –
energi ini diperoleh dari makanan tetapi makanan tersebut tidak langsung
diserap oleh tubuh untuk dijadikan energi dalam melakukan latihannya. Tetapi
makanan tersebut haruslah diuraikan lagi menjadi senyawa – senyawa ATP.
Perolehan ATP sebagai hasil dari proses pengubahan persenyawaan. Sehingga
dihasilkanlah berupa ATP yang siap digunakan oleh tubuh untuk melakukan
kegiatan dalam hal ini adalah latihan. pula makanan tersebut baru dapat diserap
oleh tubuh setelah melalui proses-proses penguaraian makanan yang terjadi
dalam tubuh dan hasil daripada pemrosesan tadi akan diubah menjadi ATP
(Adenosine Triphosphate). Lebih lanjut Foss & Keteyian (1998: 19)
menambahkan bahwa “Struktur ATP terdiri dari satu komponen yang sangat
komplek yaitu adenosine dan tiga bagian lainnya yaitu kelompok-kelompok
fosfat”. Jadi berdasarkan pendapat tersebut hubungan kedua fosfat yang terakhir,
jika dilepas akan menghasilkan atau mengeluarkan energi tinggi. ATP dan Pi,
maka sejumlah energi akan keluar. Hasil dari pemecahan ATP diperlukan
sebagai energi mekanik untuk kontraksi otot, transport zat membran dan juga
sebagai energi guna mensintesis zat kimia dalam tubuh.
Selanjutnya menurut Foss & Keteyian (1998: 19) mengemukakan bahwa
“Pemecahan satu mole ATP mengeluarkan energi ATP mengeluarkan
energi sebesar 7-12 kilo kalori. Pada saat tubuh istirahat, energi yang
dibutuhkan oleh otot sebanyak 1,3 kilo kalori dalam setiap menitnya. Dalam
1-2 menit kebutuhan energi, meningkat sampai 35 kcal/menit, maka
kebutuhan ATP juga akan bertambah besar”.
Sistem energi tersebut juga dapat dibagi berdasarkan penggunaan dalam
setiap cabang olahraga.
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 6. Jalur Penggunaan Energi dan Klasifikasi Aktivitas Olahraga
(Yusuf hadi Sasmita dan Aip Syarifudin 1992: 117)
2) Pembentukan Sistem Energi
Berdasarkan sistem energinya ATP dihasilkan melalui dua cara yaitu
melalui proses metabolisme aerobik dan anaerobik. Mengenai hal ini Foss &
Keteyian (1998: 20-26) dalam bukunya bases of fitness berpendapat akan adanya
3 sistem metabolik yang dapat memproduksi ATP, yaitu:
1) Sistem ATP-PC (phosphagen). Dalam system ini resintesa ATP hanya
berasal dari suatu persenyawaan Phosphocreatine (PC). Untuk kegiatan yang
berat dan dalam waktu yang singkat.
2) Sistem Glykolysis Anaerobik atau asam laktat. Sistem ini menyediakan ATP
dari pemecahan glukosa atau glikogen. Untuk kegiatan yang berat dalam
waktu atau berjangka sedang.
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Sistem aerobik atau sistem oksigen. Sistem ini terdiri dari dua
bagian yaitu
bagian pertama merupakan penyelesaian dari oksidasi karbohidrat dan
bagian kedua merupakan penyelesaian dari oksidasi lemak. Kedua sistem ini
perjalanan terakhir oksidasi melalui siklus kreb’s. untuk kegiatan yang
ringan dan berjangka waktu panjang.
Dari
pendapat tersebut diatas hendaknya seorang pelatih tahu akan
seberapa besar kebutuhan atlet akan oksigen dalam porsi latihannya. Sehingga
dalam penyusunan program ketiga sistem dalam alat unbtuk penghasil enegi
(sistem ATP-PC, sistem ATP-PC + LA, dan sistem aerobik) tersebut hendaknya
bisa dijadikan dasar dalam penyusunan program latihan dalam cabang olahraga
yang ditekuninya.
Program latihan yang efektif ditandai oleh metode latihan yang tterbaik
untuk mengembangkan sistem energi yang diperlukan. Sumber energi yang
diperlukan dengan mudah dan tepat dapat dianalisa, berdasarkan waktu yang
diperlukan dalam aktivitasnya, sebagai contoh kebutuhan energi untuk pelari
jarak pendek, tentunya sumber energi yang diperlukan adalah ATP-PC dan LA
mencapai 98%, LA-O2 = 2%. Berdasarkan pendapat fox & Bowers (1998: 48)
mengenai sistem energi dalam sedikit pembahasan diatas, lebih lanjut akan
diulas mengenai ATP yang dihasilkan melalui sistem aerobik sampai anaerobik.
Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap
ketersediaan oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber energi
sehingga juga akan bergantung terhadap kerja optimal dari organ-organ tubuh
seperti jantung, paru-paru dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut
oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat berjalan dengan sempurna.
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Proses metabolisme energi secara aerobik juga dikatakan merupakan
proses
yang bersih karena selain akan menghasilkan energi dalam bentuk ATP, proses
tersebut hanya akan menghasilkan produk samping atau ampasnya dari proses
tersebut dapat berupa karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Aktivitas anaerobik merupakan aktivitas dengan intensitas tinggi yang
membutuhkan energi secara cepat dalam waktu yang singkat namun tidak dapat
dilakukan secara kontinu untuk durasi waktu yang lama karena proses
metabolisme energi secara anaerobik dapat menghasilkan ATP dengan laju yang
lebih cepat jika dibandingkan dengan metabolisme energi secara aerobik.
Sehingga untuk gerakan-gerakan dalam olahraga yang membutuhkan tenaga
yang besar dalam waktu yang singkat, proses metabolisme energi secara
anaerobik dapat menyediakan ATP dengan cepat namun hanya untuk waktu
yang terbatas yaitu hanya sekitar ±90 detik. Walaupun prosesnya dapat berjalan
secara cepat, namun metabolisme energi secara anaerobik ini hanya
menghasilkan molekul ATP yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan
metabolisme energi secara aerobik. Dengan selisih perbandingan yang
dihasilkan dari pada ATP itu sendiri adalah anaerob menghasilkan 2 ATP
sedangkan dalam proses aerob menghasilkan 36 ATP per 1 molekul glukosa.
Melalui pengertian tersebut dapat diambil perbandingan antara anaerobik dan
aerobik yaitu 2 : 36 ATP dalam setiap 1 molekul glukosanya. Adapun produk
samping yang dihasilkan berupa asam laktat yang apabila terakumulasi dapat
menghambat kontraksi otot dan menyebabkan rasa nyeri pada otot. Hal inilah
yang menyebabkan mengapa gerakan-gerakan bertenaga saat berolahraga tidak
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
dapat dilakukan secara kontinyu dalam waktu yang panjang dan digilib.uns.ac.id
harus diselingi
dengan interval istirahat. Sehingga faktor penting dalam timbulnya kelelahan ini
disebabkan oleh terkumpulnya asam laktat yang ada didalam otot sehingga
dalam hal ini harus digeser secara sempurna. Maka apabila seorang atlet
mengalami kelelahan dapat mengeser laktat tersebut melalui istirahat aktif dan
istirahat pasif. Istirahat aktif yaitu istirahat yang dilakukan melalui gerak secara
pelan-pelan atau relaksasi, istirahat pasif ini dapat dilakukan melalui jogging
jalan dan sebagainya. Sedangkan istirahat pasif
yaitu istirahat yang tidak
dilaksanakan melalui gerak tubuh secara aktif, istirahat pasif ini dapat
dilaksanakan melalui duduk, terlentang dan lain sebagainya.
Menurut Soekarman (1987: 41) menyatakan bahwa: “Apabila kadar asam
laktat itu tinggi, maka sel-sel akan bertambah asam dan fungsinya akan
terganggu. Dalam waktu pulih asal inilah terjadi perubahan-perubahan dari asam
laktat supaya keasaman kembali ke normal”. Penggantian cadangan energi akan
berkurang atau habis pada saat acction yaitu ATP dan PC serta glikogen yang
terdapat didalam otot serta hati. Selain itu pula lemak juga akan berkurang tetapi
lemak memiliki keunikan tersendiri yaitu tidak dapat pulih kembali Karena
lemak tidak diganti langsung pada waktu pulih kembali. Sedangka pada ATP
dan PC didalam otot dalam waktu antara 2-3 menit akan pulih kembali melalui
proses resintesis.
commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 7. Waktu Pulih ATP dan PC Dalam Otot (Moeljono
Wiryoseputro dan Slamet Suherman,1996: 324)
1. Oksidasi Asam Laktat
Asam laktat dapat digunakan sebagai sumber untuk metabolism
aerobik dengan cara mengubah asam laktat menjadi piruvat dan piruvat
masuk kedalam siklus dari kreb sehingga dihasilkan H2O dan CO2.
2. Pembentukan glukosa atau glikogen dari asam laktat.
Resintesis glikogen dalam hati maupun otot itu berjalan perlahan
dibanding dengan penurunan kadar asam laktat
3. Pembuangan asam laktat lewat keringat dan kencing
Hanya sedikit saja jumlah asam laktat yang dibuang melewati
keringat maupun kencing. Selain itu, asam laktat yang diserap oleh darah
merupakan penyebab asidosis metabolik yang menyertai olahraga berat.
Contoh dari kegiatan/jenis olahraga yang memiliki aktivitas anaerobik
dominan adalah lari cepat (sprint), push-up, body building, gimnastik atau
commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
juga loncat jauh. Dalam beberapa jenis olahraga beregu atau juga
individual
akan terdapat pula gerakan-gerakan/aktivitas sepeti meloncat, mengoper,
melempar, menendang bola, memukul bola atau juga mengejar bola dengan
cepat yang bersifat anaerobik. Oleh sebab itu maka beberapa cabang
olahraga seperti sepak bola, bola basket atau juga tenis lapangan disebutkan
bahwa cabang olahraga ini merupakan kegiatan olahraga fisik dengan
kombinasi antara aktivitas aerobik dan aktivitas anaerobik. Yang masingmasing tergantung dari intensitas kerjalah yang menentukan dari pada
sistem energi tersebut. Dalam hal ini kaitanya dengan sistem energi lebih
dominan kearah manakah cabang olahraga tersebut yaitu ATP, ATP-PC,
LA, atau oksigen. Inti dari semua proses metabolisme energi di dalam tubuh
adalah untuk menresintesis molekul ATP dimana prosesnya akan dapat
berjalan secara aerobik maupun anearobik.
a) Sistem ATP-PC atau phosphagen
ATP-PC sering disebut pula sistem phospagen. Untuk dapat
melakukan kontraksi otot maka diperlukan energi. Energi sendiri
dipenuhi melalui berbagai sistem, salah satunya energy dipenuhi oleh
ATP. Dalam pelayanan memperoleh ATP ini salah satunya melalui
sistem anaerobik. Sehingga dalam pelaksanaan resintesis tidak
melibatkan mitokondria. ATP sering disimpan didalam otot, dan apabila
terurai akan menghasilkan suatu energi yang sangat tinggi. Selain
menghasilkan suatu ATP yang langsung digunakan untuk gerak, ATP
juga akan dipakai lagi untuk resintesis lagi sehingga menghasilkan ATP
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang siap digunakan sebagai energi dalam setiap aktifitasnya.
Dalam
hal ini fosfagen sangatlah kecil. Berdasarkan pendapat Moeljono
Suryoseputro (1996 : 319) menyatakan “ Cadangan ATP dan
fosfokreatin (keduanya disebut fosfagen), ternyata sangat kecil. Dalam
hal ini penggunaan fosfagen bukannya mengandalkan jumlahnya tetapi
kecepatannya dalam mensuplai sumber energi.” Pada pengertian
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa creatin
merupakan jenis
asam amino yang tersimpam di dalam otot sebagai sumber energi. Di
dalam
otot,
bentuk
creatine
yang
sudah
ter-fosforilasi
yaitu
phosphocreatine (PCr) akan mempunyai peranan penting dalam proses
metabolisme energi secara anaerobik di dalam otot untuk menghasilkan
ATP.
Sehingga
gambaran
mengenai
phosphocreatine
dan
menghasilakan energi yang tinggi dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 8. Struktur Dari Posphocreatine ( PC) (fox’s, 1998: 21)
Selanjutnya Fox (1998: 20) mengemukakan bahwa “ persediaan
PC dalam otot sekitar 15-17 milimol/kg otot atau untuk seluruh tubuh
commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berkisar 4,5 kcal – 5,1 kcal. Jumlah tersebut dapat ditingkatkan
dengan
latihan yang cepat dan benar”. Gambaran selengkapnya mengenai
persediaan PC dalam otot disajikan pada table berikut :
Tabel 1. Perkiraan Energi Tersedia Dalam Tubuh Melalui Sistem ATP
ATP
PC
TOTAL
PHOSPHAGEN
(ATP + PC)
1) Muscular
concentration
a. mmol-kg otot -1
15-17
19-23
120-180
450-510
570-690
0,04-0,06
0,15-0,17
0,19-0,23
1,2-1,8
4,5-5,1
5,7-6,9
b. mmol total otot 4-6
mass
2) penggunaan
energi
a) Kcal-kg otot-1
b) Kcal
total
muscle mass
b) Glikolisis Anaerobik (Laktid Acid System)
Pada tingkat sistem energi menggunakan lactid acid ini masih
dalam tahap anaerobik karena belum sepenuhnya menggunakan atau
memerlukan oksigen secara khusus. Misalnya dalam lari 200m, 400m.
ATP merupakan sumber energi yang sewaktu-waktu harus dapat
memenuhi kebutuhan untuk bergeraknya atau kontraksinya otot. ATP
tersebut disimpan oleh otot dalam jumlah yang sangat terbatas dan
commit to user
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hanyalah memberikan energi digunakan untuk resintesa
beberapa
molekul ATP saja.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Moeijono
Wiryoseputro (1996 : 459)
“Bila simpanan ATP dan PC menyusut maka energy untuk jangka
pendek berikutnya diperoleh dari metabolisme an-aerobik glikogen.
Dalam system an-aerobik yang kedua tersebut, glikogen dipecah
menjadi lactic acid ( asam laktat ). ATP untuk suatu kegiatan dengan
intensitas tinggi berlangsung sampai 3 menit dapat dipenuhi oleh
sistem LA”
Sehingga
kemampuan
sistem
anaerobik
dalam
dalam
pemecahan glikolisis yang tidak menggunakan oksigen maka hasil akhir
akan dihasilkan berupa asam laktat dan berlangsung maksimal sampai 3
menit. Akan tetapi asam laktat dalam proses tersebut akan tertimbun
dalam otot serta darah sehingga yang di dapat dari gerak tersubut adalah
gejala kelelahan. Perjalanan laktat lain yang utama adalah perubahan
menjadi glukosa oleh proses glukoneogenesis. Laktat yang dihasilkan
oleh otot rangka dan jaringan lain diserap oleh hati dan diubah menjadi
glukosa. Daur laktat antara otot dan hati disebut siklus Cori. Sehingga
asam laktat ini apabila tertimbun dalam otot atau darah dalam jumlah
yang sangat tinggi akan menyebabkan kelelahan otot yang sangat
kontemporer.
Menurut
Yusuf
Hadi
Sasmita
(1996
:
mengemukakan adapun ciri-ciri asam laktat adalah sebagai berikut:
commit to user
114)
31
perpustakaan.uns.ac.id
1. Terjadinya kelelahan karena tertimbunnya asam laktatdigilib.uns.ac.id
2. Tidak membutuhkan oksigen
3. Hanya menggunakan karbohidrat
4. Memberikan energi untuk resintesis beberapa molekul ATP.
Dari pendapat ahli tersebut di atas hendaknya para pelatih dapat
mengerti sistem tubuh yang terjadi pada diri atlet tersebut, bila mana
seorang pelatih memberi takaran latihan yang dominan ke sistem laktat
maka diperhitungkan juga jeda istirahat dan sumber energi yang
dimakan oleh atlet itu sendiri. Karena cirri dari system laktat salah
satunya terdapat tidak membutuhkan oksigen dan hanya menggunakan
karbohidrat saja.
Proses glikolisis anaerobik tersebut digambarkan oleh foss &
Keteyian (1998: 28) sebagai berikut:
Gambar 9. Glikolisis Aerobik (kanan)
Dari gambar tersebut diatas, dapat dikemukakan rangkaian
reaksi kimia yang sederhana dalam proses glikolisis anareobik, yaitu:
commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan energi digunakan untuk resintesa beberapadigilib.uns.ac.id
molekul ATP
saja.
c) Sistem Aerobik atau Sistem Oksigen
Reaksi aerobik pada tingkan yang ketiga ini dalam Proses
metabolisme sumber energi ini akan berjalan dengan kehadiran oksigen
(O2). Dalam sistem ini terjadi didalam otot dan didalam alat khusus
yang berupa mitokondria. dalam proses aerob menghasilkan 36 ATP
per 1 molekul glukosa, sehingga jumlah yang diproduksi berupa ATP
dalam proses aerobik ini lebih besar produksinya dari pada dalam
sistem anaerobik. Reaksi dalam sistem ini sangatlah rumit dan proses
metabolisme energi secara aerobik selain akan menghasilkan energi,
proses tersebut juga akan menghasilkan produk akhir yang berupa
karbondioksida (CO2) dan air (H2O). selain itu pula aktivitas aerobik
ini sangatlah bergantung terhadap ketersediaan oksigen dalam
membantu proses pembakaran sumber energi jadi dalam proses yang
melibatkan proses respirasi sangatlah optimalkan kerja dari organ-organ
tubuh seperti jantung, paru-paru dan juga pembuluh darah untuk dapat
mengangkut oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat
berjalan dengan sempurna. Proses ini lebih lanjut dapat dilihat pada
gambar berikut:
commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 10. Siklus Glykolisis Aerobik, Siklus Kreb’s, Transport
Elektron. Foss & Keteyian (1998: 30)
Menurut Soekarman (1987: 24) “sistem aerobik dapat
berlangsung dalam tiga reaksi, yaitu glycolisis aerobic, siklus kreb’s
dan transport electron”.
(1)
Glikolisis Aerobik
Glikolisis merupakan pola dasar pada jalur metabolisme.
Pada reaksi glikolisis aerobik ini oksigen sangatlah berperan
penting. Kalau oksigen diberikan maka proses aerob terjadi
kembali
dan
glikogen
kembali
muncul
sementara
laktat
menghilang, namun jika kontraksi otot berlangsung dalam keadaan
aerob laktat tidak akan menumpuk dan piruvat menjadi produk
utama glikolisis. Yang selanjutnya piruvat sendiri akan dioksidasi
menjadi CO2 dan H2O (air). Karena begitu penting reaksi glikolisis
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.idaerobik ini sehingga dalam proses pembentukan
digilib.uns.ac.id
ATP yang
melibatkan peran oksigen dalam proses mengubah asam laktat
menjadi asam piruvat setelah ATP tersebut diresintesis.
“glikolisis adalah pembentukan netto dua –p yang terjadi karena
pembentukan
laktat
dari
satu
molekul
glukosa
yang
menghasilkan dalam dua reaksi yang dikatalisis masingmasingoleh enzim fosfogliserat kinase dan piruvat kinase”.
(Andri Hartono, 1997 : 118)
Reaksi glikolisis aerobik terjadi reaksi sebagai berikut :
Glukosa + 2 ADP + 2fosfat dengan energi ------- > 2 asam
piruvat + 2 ATP + 4H
Sehingga reaksi dalam glikolisis merupakan lintasan utama
pemakaian glukosa. Dan dalam proses ini sangatlah melibatkan
beberapa enzim yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung
dalam reaksi glikolisis aerobik ini.
Seperti yang dikemukakan
Andri Hartono (1997 : 182) bahwa:
“glukosa memasuki lintasan glikolisis melalui fosforilasi
menjadi glukosa 6-fosfat. Proses ini dilangsungkan oleh enzim
heksokinase. Namun demikian, dalam sel parenkim hati dan sel
pulau langerhans pankreas, fungsi tersebut dilaksanakan oleh
enzim glukoginase, yang aktivitasnya dalam hati dapat dipicu
serta dipengaruhi oleh perubahan setatus gizi”.
(2)
Siklus Kreb’s
Siklus kreb’s adalah tahapan selanjutnya dari respirasi
seluler. Dalam hal ini siklus krebs ada kaitan langsung dengan
respirasi. Respirasi sendiri merupakan suatu proses pembebasan
commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.idenergi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui
digilib.uns.ac.id
proses
kimia dengan menggunakan oksigen. Dari respirasi akan dihasilkan
energi kimia ATP untak kegiatan atau aktifitas fisik. Dalam hal ini
dalam siklus krebs merupakan salah satu sumber ion hidrogen dan
elektron diperlukan untuk membuat ATP dari sistem transpor
elektron tan kehidupan, seperti sintesis (anabolisme), gerak,
pertumbuhan.
Energi yang dibawa oleh ATP digunakan untuk bermacammacam fungsi sel seperti pergerakan, pengangkutan, energi dan
sebagainya. Untuk menjalankan siklus kreb’s, diperlukan beberapa
molekul selain enzim, yaitu pyruvate, yang dihasilkan dari proses
glycolysis dari glukosa dan beberapa molekul pengangkut elektron.
Menurut Soekarman (1987: 25) “Setelah masuk mitokohondria,
pemecahan glukosa selanjutnya adalah memecah 2 macam piruvat
dengan pertolongan koenzim A + 2 CO2 + 4H. selanjutnya
asetilkoenzim A Selanjutnya Acetyl CoA ini masuk ke dalam
siklus Kreb’s atau citric acid cycle atau Tricarboxylicacid cycle.”
Tetapi dalam hal ini oksidasi yang terdapat asam lemak sangatlah
menghalangi oksidasi karbohidrat, sehingga mengurangi dari pada
cadangan karbohidrat. Mengenai rangkaian dan proses yang terjadi
dalam siklus kreb’s, selengkapnya dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 11. Siklus Krebs (Foss & Keteyian, 1998: 30)
(3)
Sistem Transport Elektron
Pernapasan adalah proses penting yang membawa oksigen
ke dalam tubuh untuk pengiriman ke sel untuk berpartisipasi dalam
respirasi selular. Dalam suatu reaksi di dalam mitokhondria adalah
serangkaian reaksi hingga terjadi H2O disebut dengan istilah
transport elektron atau rantai respiratori. Dari daur Krebs akan
keluar elektron dan ion H+ yang dibawa sebagai NADH2 (NADH
+ H + 1elektron) dan FADH2, sehingga di dalam mitokondria
(dengan adanya siklus Krebs yang dilanjutkan dengan oksidasi
melalui sistem pengangkutan elektron) akan terbentuk air dan CO2.
commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.idkombinasi elektron oksigen kemudian bereaksi dengan
digilib.uns.ac.id
dua ion
hidrogen untuk membentuk air, peran dari pada oksigen adalah
sebagai
respirasi
selular
yang
sangat
substansial
karena
bertanggung jawab menghilangkan elektron dari sistem tersebut.
Gambar 18. Sistem Transport Elektron (foss & Keteyian, 1998: 31)
Jika oksigen tidak tersedia, elektron tidak dapat melewati
antara koenzim, energi di elektron tidak dapat dibebaskan, pompa
proton tidak dapat ditentukan, dan ATP tidak dapat diproduksi.
Produk sampingan respirasi tersebut pada akhirnya dibuang ke luar
tubuh melalui melalui paru-paru pada peristiwa pernafasan
manusia. Dimana ion-ion hidrogen dan elektron masuk ke dalam
sistem transport electron memiliki tingkat sedikit lebih tinggi dari
FADH2, NADH menyediakan tiga molekul ATP sedangkan
commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.idFADH2 hanya menyediakan dua molekul ATP. Intidigilib.uns.ac.id
reaksi adalah
sebagai berikut : 4 H+ + 4e- +O2 ---------- > 2H2O
Berdasarkan kesimpulan diatas bahwa system penyediaaan
energi dapatlah disimpulkan sebagai berikut. Fox (1988: 22) dalam
table berikut:
Tabel 2. Karakteristik Umum Sistem Energi
System ATP-PC
Sistem Lactid Acid
Sistem Oksigen
Anaerobik (tanpa oksigen)
Anarobik
Aerobik
(oksigen)
Sangat cepet
Cepat
Bahan bakar kimia: PC
Bahan
Lambat
bakar Bahan
makanan: glikogen
bakar
makanan:
Glikogen
dan
protein
Produksi ATP sangat terbatas
Produksi
ATP Produksi
terbatas
ATP
tidak terbatas
Penyimpanan/penimbunan di otot Dengan
Dengan
terbatas
memproduksi,
memproduksi
Lactid
Acid tidak melelahkan
menyebabkan
kelelahan otot
Menggunakan aktifitas lari cepat Menggunakan
atau berbagai power yang tinggi, aktivitas
lama aktivitasnya pendek
lama
menit
commit to user
Menggunakan
dengan daya tahan atau
antara
1-3 aktivitas dengan
durasi panjang
39
perpustakaan.uns.ac.id
c. Perubahan Biokimia Energi yang Terjadi Pada Otot
digilib.uns.ac.id
Dalam kaitannya dengan sistem penyediaan energi yang telah diuraikan,
kebenyakan aktivitas fisik atau olahraga menggunakan secara kombinasi.
Aktivitas fisik dalam waktu singkat dan eksplosif sebagian besar diperoleh dari
sistem anaerobic (ATP-PC dan LA), sedangkan aktivitas fisik dalam waktu yang
lama energinya dicukupi dari system aerobik. Ciri-ciri dari sistem tersebut di
atas, merupakan dasar yang perlu dimengerti dalam penyusunan program latihan
untuk berbagai cabang olahraga.
Pengetahuan mengenai persediaan energi dan penggunaannya serta
energi predominan beberapa cabang olahraga itu penting dalam pembinaan fisik
para atlet. Selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan dan
menetapkan macam atau metode latihan yang paling tepat untuk meningkatkan
sistem energi predominan tersebut.
Atlet tidak dapat melakukan aktifitas olahraga yang didalaminya secara
terus menerus. Pada suatu saat otot-otot atlet ini tidak mampu berkontraksi.
Salah satu penyebab ketidak mampuan otot berkontraksi disebabkan oleh
gangguan mekanisme kontraksi yang tidak dapat mengeluarkan tenaga serta
tempat bertemu syaraf dan otot tidak dapat menghantarkan impuls dari syaraf
motor ke otot. Sebaliknya dengan hal tersebut yang terjadi pada otot-otot yang
disebabkan oleh adanya latihan ada beberapa perubahan biokimiawi yaitu
sebagai berikut,
commit to user
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel perubahan-perubahan biokimiawi didalam otot yang
dihasilkan
oleh pelatihan seperti dirangkum dalam table dihalaman berikut ini :
Tabel 3. Efek Latihan Perubahan Biokimia Dalam Otot, (Junusul Hairi 2004: 5.13)
Perubahan Aerobik
Meningkatnya kandungan myoglobin. Meningkatnya oksidasi
glikogen meningkatnya jumlah dan ukuran mitochondria meningkatnya
aktivitas enzim-enzim siklus krebs dan system transport elektron.
Meningkatnya simpanan glikogen otot
Meningkatnya oksidasi lemak
Meningkatnya simpanan triglesirida otot
Meningkatnya ketersediaan lemak sebagai bahan bakar
Meningkatnya aktivitas enzim-enzim yang terlibat aktivitas,
transportasi
Perubahan Anaerobik
Meningkatnya kapasitas sistem ATPPC
Meningkatnya simpanan ATP dan PC otot
Meningkatnya aktivitas enzim-enzim yang memecahkan dan membentuk
ATP
Meningkatnya kapasitas glikolitik
Meningkatnya aktivitas enzim-enzim glikolitik
Perubahan Relatif Serabut Otot Cepat dan Lambat
Meningkatnya kapasitas aerobik yang sama pada kedua tipe serabut otot.
Meningkatnya kapasitas glikolitik yang lebih besar pada serabut otot
cepat
Hypertrophy yang selektif, serabut otot cepat sprint training, serabut otot
lambat endurance training.
Tidak terjadi interkonversi antar serabut otot.
commit to user
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perubahan kardiorespiratori (sistematik) merupakan efek
dari pada
latihan tersebut yang didalamnya terdapat pula pengaruh-pengaruh terhadap
sistem transport oksigen.
Menurut junusul Hairy (2004: 5.19) “Dalam sistem transport oksigen
berbagai unsur atau komponen terlibat antara lain Sirkulatori, respiratori dan
faktor-faktor level jaringan, semuanya bekerja bersama - sama untuk satu tujuan,
yaitu untuk mencapaikan oksigen ke otot – otot yang sedang bekerja”.
kemampuan jantung dan paru-paru untuk mengangkut oksigen yang
banyak sangat penting, selain itu diperlukan juga otot-otot yang mampu bekerja
yang berfungsi sebagai alat gerak aktif . Apabila jaringan tidak dapat mensuplai
oksigen ke dalam otot maka otot kurang dapat sempurna dalam melakukan gerak
sebagai mana fungsinya.
Menurut moeljono Wiryoseputro (1996 : 323) beberapa faktor yang
berperan dari mekanisme kontraksi dalam kelelahan ini ialah :
1) Berkurangnya cadangan ATP dan PC.
2) Penumpukan asam laktat
3) Berkurangnya cadangan Glikogen.
Berkurangnya cadangan ATP dan PC karena ATP merupakan sumber
energi yang dimiliki tubuh berfungsi sebagai kontraksi otot, sedangkan fungsi
dai PC sendiri langsung digunakan untuk menggantikannya. Dalam pengurasan
ATP terlihat jelas pada latihan dalam kategori berat. Sehingga kelelahan ini
terjadi sebagai akibat dari kemunduran ATP didaerah Miofibril serta terjadi
kemunduran pengeluaran energi pada waktu pengurangan ATP ke ADP.
commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id
a
2.
Power Otot Lengan
digilib.uns.ac.id
Hakekat Power Otot Lengan
Power otot lengan pada dasarnya adalah kemempuan otot atau sekelompok
otot melakukan kerja secara eksplosif. Power merupakan salah satu komponen
kondisi fisik yang terdiri unsur kekuatan dan kecepatan. Unsur kekuatan dan
kecepatan tersebut dilakukan dalam waktu yang cepat dan singkat. Manusia dalam
hal kecepatan merupakan bawaan sejak lahir dan dapat berubah sedikit saja melalui
proses latihan. Pengertian daripada power sendiri adalah Mulyono BA (2010: 59)
“power adalah kemampuan untuk mengerahkan kekuatan denganmaksimum dalam
jangka waktu yang minim. Angkat besi adalah contoh penggunaan power”. Power
atau sering kali disebut daya ledak merupakan hasil akhir dari suatu kekuatan atau
force X kecepatan atau velocity (P = F x T). Apa bila pengertian power tersebut
dipadukan dengan waktu, maka menurut Yunusul Hairi (2004 : 2.5) dihasilkan
rumusan sebagai berikut, “Power = (daya x jarak / waktu)” sehingga daya atau force
maksimum otot atau pun sekelompok otot yang dapat dihasilkan itulah yang
dinamakan dengan kekuatan (streng).
Penggunaan power sering kali digunakan dalam berbagai nomor-nomor
atletik (lari, lempar, lompat), angkat besi, smesh bola voli, dan lain sebagainya yang
memerlukan gerakan yang bersifat eksplosif power. Andi Suhendro (2002 : 4.5)
eksplosif power (kekuatan daya ledak adalah) adalah kemampuan otot atau
sekelompok ototuntuk mengatasi tahanan beban dengan kecepatan yang sangat tinggi
dalam suatu gerakan yang utuh, misalnya gerakan melompat” sehingga peran dari
commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
eksplosif power sangatlah penting dalam mengerahkan tenaga dan kecapatan
secara
serempauk dan simultan.
Power dihasilkan oleh unsur kekuatan dan kecepatan. Dalam kerjanya
kekuatan dan kecapatan tersebut haruslah dipadukan secara eksplosif dengan bekerja
secara cepat serta bersama-sama dalam waktu yang sangat singkat. Namun jika dari
salah satu unsur tersebut kurang atau tidak baik, maka power yang akan dihasilkan
juga kurang atau sangatlah tidaklah baik. Menurut Suharno HP (1993: 59-60) faktorfaktor penentu baik tidaknya power adalah:
1) Banyak sedikitnya macam fibril otot putih (phasic) dari atlet.
2) Kekuatan dan kecepatan otot. Rumus P = F x V
P =power F = force (kekuatan) V = velocity
3) Waktu rangsangan maksimal, misalnya waktu rangsang 15 detik,
power akan lebih baik dibandingkan dengan waktu rangsangan
selama 34 detik.
4) Koordinasi gerakan yang harmonis antara kekuatan dan
kecepatan.
5) Tergantung banyak sedikitnya zat kimia dalam otot yaitu
Adenosine Tri Phospat (ATP).
6) Penguasaan teknik gerak yang benar
Pendapat tersebut menunjukkan yang mempengaruhi power selain faktor
kekuatan dan kecepatan terdapat juga banyak sedikitnya fibril otot putih, waktu
rangsangan, koordinasi gerakan serta zat kimia dalam otot. Oleh karena itu dalam
peningkatan power maka faktor-faktor tersebut harus dimiliki oleh atlet dan dilatih
secara sistematis dan kontinyu. Dalam hal ini kaitannya dengan cabang olahraga
yang memerlukan daya ledak power otot lengan untuk melakukan gerakan-gerakan
tersebut perlu mengarahkan kekuatan secara maksimum dan dilakukan dalam waktu
commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang singkat (kecepatan) dari pada otot-otot lengan tersebut, serta dikerjakan
secara
dinamis dan eksplosif pada saat kontraksi otot lengan tersebut.
Daya ledak otot perlu dilatih untuk memperoleh kekuatan dan kecepatan
salah satunya melalui weight training. Daya ledak otot atau explosive power menurut
Suharno HP (1993 : 59) adalah; “kemampuan otot atlet untuk mengatasi tahanan
beban dengan kekuatan dan kecepatan maksimal dalam suatu gerak yang utuh”.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa daya ledak otot adalah hasil perkalian antara
kekuatan dan kecepatan. Jadi dalam hal ini apabila dikaitkan power otot lengan
adalah kemampuan otot-otot di daerah lengan untuk mengerahkan kekuatan
maksimum dalam waktu yang sangat cepat dan maksimal. Berdasarkan uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa power otot lengan sangatlah besar peranannya dalam
penerapan teknik di dalam permainan maupun perlombaan. Karena dengan adanya
power otot lengan tersebut dalam suatu permainan atau perlombaan akan lebih
merasa yakin akan dapat menghasilkan dan bisa mengalahkan lawannya dan
memenanginya. Kegunaan eksplosif power menurut Suharno HP (1993 : 59) adalah
1. Untuk mencapai prestasi maksimal.
2. Dapat mengembangkan teknik bertanding dengan tempo cepat
dan gerak mendadak.
3. Memantapkan mental bertanding atlet
4. Simpanan tenaga anaerobik cukup besar
Kontribusi dan peran penting dari otot lengan terhadap tercapainya suatu
prestasi dalam cabang olahraga utama yang sering digunakan dalam daya ledak otot
lengan digunakan pada gerakan menolak, melempar, memukul, menangkis dan lain
sebagainya yang menggukan power otot lengan secara eksplosif.
commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
b Dosis Latihan dalam Meningkatkan Power
digilib.uns.ac.id
Power merupakan hasil kali antara kecepatan dan kekuatan, dalam suatu
kontraksi otot yang sangat cepat. Kecepatan merupakan bersifat bawaan atau
keturunan sehingga apabila dilatih hanya menghasilkan peningkatan yang sangat
sedikit. Sedangkan kekuatan merupakan pokok dari suatu latihan dan apabila
kekuatan ini dilatih secara maksimal sehingga akan berpengaruh terhadap hasil dari
pada power itu sendiri. Menurut Yunusul Hairy (2004: 4.5) power hanya terdiri dari
dua komponen : kekuatan dan kecepatan. Kecepatan lebih kepada kualitas yang
dibawa sejak lahir, yang dapat berubah sedikit saja dengan melakukan pelatihan. Jadi
power dapat meningkat hanya tergantung kepada penambahan kekuatan otot.
Seorang pelatih hendaknya dalam menyusun program latihan disusun,
direncakan dan dilaksanakan dengan baik oleh atletnya. Dalam suatu program latihan
dosis merupakan hal pokok yang sangat berperan dalam meningkatkan power otot
lengan ini. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam latihan untuk meningkatkan
power otot lengan ini tidak dapat terlepas dari jumlah beban, repetisi dalam setiap
setnya, recovery juga frekuensi dan lamanya dalam melakukan suatu latihan menurut
Nossek (1982 : 80) sebagai berikut “ beban latihan 50 % - 70 % dari maksimal,
repetisi 6-10, set 4-6 dan istirahat antar set 3-5 menit dan irama angkat cepat. Dalam
pemberian beban hendaknya tidak terlalu ringan dan tidak terlalu berat sehingga
seorang atlet dapat masuk pada ambang rangsang dari pada latihan tersebut.
c
Fungsi Power Otot Lengan Dalam Cabang Olahraga
Dalam setiap cabang olahraga seorang atlet sering kali menggunakan Power
otot tungkai dalam melaksanakan suatu pelaksanaannya. Sehingga power otot
commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tungkai memiliki fungsi yang sangat dominan dalam kontribusinya.
Dalam
pengerahan power pada setiap masing-masing cabang olahraga tentunya berbada satu
sama yang lainnya. Seberapa besar keterlibatan power ini tergantung pada cabang
olahraga. Power otot lengan yang dikeluarkan oleh seorang petinju tentunya berbeda
dengan power yang dikeluarkan oleh seorang karate walaupun sama-sama
mengeluarkan pewer otot lengan.
Power pada dasar dan jenisnya dibedakan menjadi dua macam, Bompa
(1990: 285) mengemukakan bahwa “ power dibedakan dalam dua bentuk yakni
power asiklik dan power siklik”. Dalam suatu cabang olahraga power siklik dan
asiklik dapat dikenali dalam suatu peran dan penggunaannya. Power dari pada
pembebanan jenis ini dapat dilihat dari jenis serta keterampilan gerak dalam suatu
latihan yang dilakukannya. Dalam kegiatan olahraga power asiklik dan siklik dapat
dikenali dari perannya pada suatu cabang olahraga yang ditekuninya.
1) Power Siklik
Power Siklik sering kali digunakan pada suatu kegiatan dimana
dalam kegiatan olahraga tersebut dalam pelaksanaannya didasarkan pada
kegiatan motorik yang dilakukan secara berulang-ulang dimana
frekuensi serta amplitudo merupakan produk dari siklik. Power siklik
merupakan istilah yang sering melekat pada atributif gerak fisik yang
diulang-ulang dalam waktu yang sangat lama dan bersifat terususmenerus (continue). Gerakan ini identik dengan gerakan majunya tubuh
seseorang dalam perpindahan tempatnya. Sehingga dalam pergerakan
tersebut tidak hanya dilaksanakan sekali bahkan berkali-kali dan dalam
commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
pelaksaannya dilaksanakan secara utuh dan dilaksanakandigilib.uns.ac.id
dalam bentuk
yang sama mulai dari bentuk gerakan awal sampai gerakan akhir. Contoh
dalam kegiatan olahraga tersebut dapat berupa lari, renang, jalan dan lain
sebagainya.
2) Power Asiklik
Power asiklik merupakan istilah yang sering melekat pada
atributif gerak fisik yang dilihat dari struktur dan fungsi keterampilan
gerak dalam olahraga serta memiliki tiga struktur fase. Dalam power
asiklik terdapat fase persiapan, fase utama dan fase akhir itulah yang
membedakan dengan gerakan power siklik. Dalam power asiklik ini
merupakan
kebalikan
dari
pada
power
siklik
dimaa
dalam
pelaksanaannya dilaksanakan secara berubah tanpa adanya kemiripan
antara garakan awal sampai gerakan akhir serta ditandai oleh kecepatan
kontraksi otot secara maksimal dan gerakannya dilakukan secara
eksplosif. Contoh dalam cabang olahraga yang membutuhkan power
asiklik adalah gerakan-gerakan nomor lempar maupun lompat pada
atletik, gerakan smash dalam bola voli, gerakan menangkis pada karate
dan lain sebagainya. Misalkan dalam hal ini pada keterampilan tolak
peluru ada bagian-bagiannya mulai dari awalan, saat memutar, dan pada
waktu melaksanakan tolakan. Hal ini lah yang mendasari gerakan asiklik
yang pada gerakan awal sampai akhir tidak sama bentuk gerakanya.
commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
3. Metode Latihan Berbeban
digilib.uns.ac.id
Program pengkondisian dalam olahraga merupakan kegiatan pelatihan
dalam membentuk fisik sebagai dasar untuk menunjang pencapaian prestasi
disetiap cabang olahraga yang dilatihkan. Program pengkondisian merupakan
suatu program yang dilaksanakan pada masa persiapan umum dan khusus yang
tujuannya selain untuk membentuk fisik dasar, juga untuk mengatasi cidera pada
saat berlatih atau pun dalam masa latihan. Hal ini dilakukan sangat perlu
dilakukan. Selain itu pula latihan fisik dapat digunakan sebagai alat untuk
memperkuat otot-otot dan sistem kardiovaskular, mengasah atletis keterampilan,
penurunan berat badan atau pemeliharaan dan untuk kesenangan. Sehingga
latihan fisik ini sangatlah mempunyai peranan yang sangat penting baik untuk
peningkatan prestasi yang sering digunakan bagi olahragawan dalam hal ini atlet
maupun untuk meningkatkan derajat kesegaran jasmani dan kesehatan bagi
manusia pada umumnya.
Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur dan
terukur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan utama dalam
olahraga prestasi adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotorik ke
standart yang paling tinggi, atau dalam arti fisiologis atlet berusaha mencapai
tujuan perbaikan system organism dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi
atau penampilan olahraganya. Berkaitan dengan latihan A. Hamidsyah Noer
(1996: 6) menyatakan, “Latihan suatu proses yang sistematis dan kontinyu dari
berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara continuae
commit to user
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai
tujuan”.
Hal senada dikemukakan Yusuf Adi Sasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 145)
bahwa, “latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan
berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan serta
intensitas latihannya”. Sedangkan Nossek (1982: 10) menyatakan bahwa
“Training is a process or, expressed in other words, a period of time lasting
several years, until the sportsman achives a high standart of performance”
latihan adalah suatu proses atau dinyatakan dengan kata lain, periode waktu
yang berlangsung sampai atlit tersebut mencapai standart penampilan tertinggi.
Berdasarkan pengertian latihan yang diungkapkan para ahli tersebut pada
prinsipnya mempunyai pengertian yang hampir sama, sehingga dapat
disimpulkan bahwa, latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang
sistematis dan continuae, dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan
yang semakin meningkat. Dalam pelaksanaan latihan dapat dilakukan dengan
berbagai metode kontinyu, metode interval, metode bagian bahkan metode
keseluruhan dan lain sebagainya. Dan apabila latihan ini dilakukan secara
sistematis dan continuae dimaksudkan agar dalam latihan ini, otot tidak kembali
ke bentuk semula dikerenakan terlalu lama otot untuk menerima recovery, tetapi
perlu juga memperhatikan tingkat kelelahan pada tingkat frekuensi latihan pada
atlet tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Harsono (1988: 135) “dalam
keadaan normal, kelelahan yang timbul akan dapat diatasi dalam waktu antara
12 sampai dengan 24 jam “. Berkaitan dengan lamanya latihan belum ada
jawaban yang pasti mengenai durasi tersebut jadi dalam pemberian durasi
commit to user
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
latihan disesuaikan dengan kondisi serta keadaan dari pada atlet tersebut.
latihan
juga tidak dapat terlepas dari kondisi yang dimiliki atlet itu sendiri. Menurut
cholik dalam bukunya Andi Suhendro (2002 : 2.18) ada beberapa indikator
sebagai kriteria mengidentifikasi dan menyeleksi bibit atlet berbakat, yaitu:
1. Kesehatan
2. Antropometri
3. Kemampuan Fisik
4. Psikologis
5. Keturunan (herydity)
6. Maturitas.
Seadangkan menurut Lutan dalam bukuna Andi Suhendro (2002: 2.18) tiga
aspek yang perlu dites sebagai criteria pengidentifikasi bakat:
1. Kapasitas Motorik
2. Kapasitas Psikologis
3. Biomotorik
Sehingga untuk mencapai prestasi yang maksimal atlet dan pelatih
selain melakukan latihan yang intensif dan terprogram juga dibutuhkan suatu
kondisi atlet yang baik pula. Dalam hal ini juga tidak dapat terlepas dari adanya
kualitas-kualitas fisik yang dihasilkan dalam artian untuk melakukan gerakangerakan yang bervariasi dan memperoleh kemampuan fisik yang maksimum
sehingga harus berdasarkan pada kombinasi kualitas-kualitas fisik yang dilatih
dengan mana suatu kualitas fisik tertentu labih mendominasi dalam kaitanya
melaksanakan cabang olahraga tertentu.
commit to user
51
perpustakaan.uns.ac.id
a. Latihan Berbeban
digilib.uns.ac.id
Latihan berbeban atau weight training merupakan salah satu bentuk
latihan fisik yang dalam pelaksanaannya dapat menggunakan bantuan tubuhnya
sendiri bahkan tubuh dari temannya atau alat lain yang berupa besi yang dapat
digunakan sebagai beban dalam melaksanakan suatu program latihan dalam
memberikan efek terhadap otot rangka dan memberikan perubahan secara
morfologis dan fisiologis sehingga dapat membentuk serta meningkatkan
ketahanan dan kekuatan otot.
Selain itu pula dalam melakukan sutu program pembebanan hendaknya
seorang pelatih juga harus memegang kendali dari pada prinsip-prinsip latihan
berbaban. Menurut Edward L. FOX dalam bukunya M. Sajoto (1988 : 115-116)
menyatakan bahwa program latihan berbeban hendaknya berpedoman pada
empat prinsip yang cukup mendasar, yaitu:
Prinsip penambahan beban berlebih atau overload
Prinsip peningkatan beban terus menerus
Prinsip urutan pengaturan suatu latihan
Prinsip kekhususan program latihan
Latihan berbeban ini pada prinsipnya merupakan suatu program yang
membantu manusia dalam memperbaiki atau meningkatkan kondisi fisik
seseorang. Dalam latihan berbeban yang tujuannya meningkatkan kondisi fisik
seseorang ini salah satunya dalam
bentuk latihan dalam pengembangan
kecepatan, kekuatan serta power otot lengan serta daya tahan tubuh. Kekuatan,
kecepatan dan daya tahan serta keterampilan merupakan suatu kondisi fisik
manusia yang secara kualitas fisik pada manusia yang tidak dapat dipisahkan
commit to user
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
satu persatu. Kesimpulan dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa
program latihan berbeban dapat menghasilakan komponen fisik, seperti
kekuatan, kecepatan daya tahan serta power otot lengan secara positif. Weight
training Menurut Thomas R. Baechle (2003: XVII) adalah “ latihan-latihan yang
dilakukan terhadap penghalangan untuk meningkatkan kualitas dari otot-otot
yang dilatih pada seseorang yang berlatih untuk meningkatkan kebugaran”.
Sedangkan menurut Harsono (1988: 185) weight training adalah latihan-latihan
yang sistematis dimana beban hanya dipakai sebagai alat untuk menambah
kekuatan otot guna mencapai tujuan tertentu, seperti misalnya memperbaiki
kondisi fisik, kesehatan kekuatan, prestasi dalam suatu cabang olahraga , dan
lain sebagainya.
1) Prinsip-Prinsip Latihan Berbeban
Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur dan
terukur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan
latihan maka harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar disertai
pemberian program latihan yang tepat pula. Menurut Sudjarwo (1995: 21)
bahwa, “prinsip-prinsip latihan digunakan agar pemberian dosis latihan dapat
dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet”.
Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan
dalam menyusun program latihan yang terorganisir dengan baik dan tepat. Agar
tujuan latihan dapat dicapai secara optimal dan benar, hendaknya diterapkan
prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat pula. Menurut Sudjarwo (1995: 21-
commit to user
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23) prinsip-prinsip latihan diantaranya: “(1) Prinsip individu,
(2) Prinsip
penambahan beban, (3) prinsip interval, (4) Prinsip latihan sepanjang tahun”.
Sedangkan prinsip-prinsip latihan yang lain menurut Bompa (1990: 29) sebagai
berikut:
“(1) Prinsip Beban-Lebih (overload), (2) Prinsip Perkembangan Multilateral,
(3) Prinsip Intensitas Latihan, (4) Prinsip Kualitas Latihan, (5) Prinsip
Berpikir Positif, (6) Variasi Dalam Latihan, (7) Prinsip Individualisasi, (8)
Penetapan Sasaran (goal setting), (9) Prinsip Perbaikan Kesalahan.”
Prinsip-prinsip latihan tersebut sangatlah penting untuk diperhatikan
dalam latihan. Prinsip-prinsip latihan yang harus diperhatikan meliputi prinsip
individu, prinsip penambahan beban, prinsip interval, prinsip penekanan beban
(stress), prinsip makanan baik dan, prinsip latihan sepanjang tahun. Tujuan
latihan dapat tercapai dengan baik, jika prinsip-prinsip latihan tersebut
dilaksanakan dengan baik dan benar.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas tentang prinsip-prinsip latihan
tersebut apabila dikaitkan atau dihubungkan dengan metode dirumuskan sebagai
berikut:
a) Prisip peningkatan beban sedikit demi sedikit
b) Prinsip pembebanan yang bervariasi dengan pergantian beban dan istirahat
secara sistematis
c) Prinsip adaptasi (penyesuaian) beban terhadap standar kemampuan.
Latihan yang dilakukan dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan jika
dilaksanakan dengan berdasarkan prinsip-prinsip latihan yang di berikan oleh
pelatih dengan baik dan benar.
commit to user
54
perpustakaan.uns.ac.id
a) Prinsip Beban Lebih (over load)
digilib.uns.ac.id
Latihan olahraga merupakan suatu latihan yang dipersiapkan oleh
pelatih agar atletnya dapat mempersiapkan diri dalam permainan maupun
perlombaan, selain itu pula yang diharapkan pelatih agar kapasitas kerja
paru dan jantung kedalam kemampuan yang lebih baik. Dalam hal itu pula
pelatih harus mengetahui bahwa atletnya dapat dalam latihan dapat
mencapai zona training atau harus di atas ambang rangsang latihan. Hal ini
dikemukakan oleh Yusuf Hadi sasmita dan Aip Syarifudin (1992: 131)
“Atlet harus berusaha berlatih dengan beban yang lebih berat dari pada
yang mampu dilakukan saat itu, artinya berlatih dengan beban yang
berada diatas ambang rangsang. Kalau beban latihan terlalu ringan (di
bawah ambang rangsang), walaupun latihan sampai lelah, berulangulang dan dengan waktu yang lama, peningkatan prestasi tidak akan
mungkin tercapai”
Tubuh manusia memiliki sifat adaptasi terhadap setiap perlakuan
yang kenakan terhadapnya, termasuk juga beban latihan. Bila tubuh dengan
tingkat kebugaran tertentu di berikan beban latihan dengan tingkat intensitas
yang ditetapkan maka tubuh akan mengadaptasi dengan rangkaian proses
sebagai berikut: proses awal setelah pembebanan adalah kelelahan dan
memerlukan istirahat. Hal ini menurut Yusuf Hadi Sasmita dan Aip
Syarifudin (1992: 131) ”Sistem faal tubuh membutuhkan waktu untuk
menyesuaikan diri dengan rangsang-rangsang (adaptasi). Adaptasi adalah
penyesuaian fungsi dan struktur organism atlet akibat beban latihan yang
diberikan oleh pelatih”. Setelah beristirahat dengan kurun waktu tertentu
maka tubuh akan kembali bugar namun dengan tingkat kebugaran yang
commit to user
55
perpustakaan.uns.ac.id
lebih baik dari sebelumnya. Peningkatan kebugaran melaluidigilib.uns.ac.id
adaptasi dari
hukum overload ini disebut dengan overkompensasi. Hal ini senada dengan
pendapat Andi Suhendro ( 2002 : 3.10-3.11)
“upaya meningkatkan prestasi atlet dalam olahraga dapat dilakukan
dengan memberikan beban kerja lebih berat di atas ambang olahraga
kepekaaannya (thereshold of sensitivity). Latihan yang dilakukan dengan
beban yang terlalu ringan dan tidak ditambah bebannya, maka berapa
lama pun atlet berlatih dengan latihan yang berulang-ulang, prestasi atlet
tersebuttidak akan meningkat”.
Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi grafik over load yang
menghasilkan superkompensasi serta sesi latihan pembebanannya.
Gambar 13. Respon Bagian Superkompensasi Dalam Sesi Latihan
(Bompa, 2009: 8)
commit to user
56
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam hal ini harus diperhatikan pula bahwa siapadigilib.uns.ac.id
yang dilatih,
berapa umurnya apa jenis kelaminnya. Dalam latihan juga harus jelas pula
porsi latihan pembebanan, repetisi, jumlah set dan intensitas latihan yang
diberikan. Pembebanan yang lebih berat akan merangsang otot untuk lebih
kuat dalam hal power maupun kekuatan. Tetapi harus pula ditekankan
bahwa latihan berbeban juga tidak boleh berlebihan atau terlalu berat.
Apabila terlalu berat akan tidak baik terhadap hasil latihan bahkan bukan
kemampuan fisik yang didapat tetapi sebaliknya kemungkinan yang akan
berdampak adalah tejadi penurunan fisik bahkan berpengaruh pula pada
cidera tubuh
Kekuatan otot bahkan power otot sangat efektif ditingkatkan ketika
otot atau keseluruhan otot dilatih pada beban yang lebih. Latihan melalui
beban yang terlalu ringan dikerjakan oleh otot hanya menghasilkan kerja
otot yang biasa, tetapi sebaliknya penggunaan beban berlebih akan
menyebabkan terjadinya proses adaptasi fisiologis yang akan mengarahkan
pada peningkatan kekuatan otot. Tetapi dalam hal ini tidak boleh melebihi
batas dari pada zona training. Apabila melebihi zona training menyebabkan
kemampuan untuk proses bernafas akan mengalami kesulitan bahkan
mengarah ke kematian organ tubuh. Menurut Yusuf Hadi sasmita dan Aip
Syarifudin (1992: 131)
“Meskipun beban latihan harus berat, beban tersebut harus masih berada
dalam batas-batas kemampuan atlet untuk mengatasinya. Kalau bebannya
terlalu berat, maka perkembangan pun tidak mungkin karena tubuh tidak
commit to user
57
perpustakaan.uns.ac.id
akan dapat memberikan reaksi terhadap latihan yangdigilib.uns.ac.id
terlalu berat
tersebut. Hal ini juga bias mengakibatkan cidera atau overtraining”.
Pendapat tersebut diatas menunjukkan bahwa prinsip beban berlebih
untuk meningkatkan kemampuan tubuh dan peningkatan otot atau grup otot.
Jadi dalam hal ini perlu ditekankan pada prinsip beban berlebih atau over
principle sehingga kemampuan tubuh akan meningkat. Apabila kemampuan
tubuh dapat meningkat, dan proses fisiologinya mengarah pada fase
peningkatan otot akan menghasilkan prestasi yang lebih baik pula.
Sebaliknya dengan hal tersebut apabila dalam memberikan porsi latihan
terlalu berat terhadap beban latihan, hal ini akan mengakibatkan
overtraining dan dapat mengarah ke dalam cidera tubuh atlet itu sendiri.
b) Prinsip latihan penggunaan beban secara progresif
Prinsip latihan hendaknya dilakukan secara progresif dalam artian
peningkatan beban latihan tersebut dilakukan secara teratur, terukur dan
bertahap yang kian hari meningkat jumlah pembebanannya secara terus
menerus, hal ini dapat berpengaruh pula terhadap sistem kerja serabutserabut otot. Dalam memberikan porsi pembebanan dalam latihan berat ini
tidak boleh diberikan secara terus menerus agar tidak terjadi cidera.
Menurut Hamidsyah Noer (1996: 115) “ Perlu diingat bahwa beban latihan
berat yang diberikan secara terus-menerus, justru akan menghentikan
kenaikan prestasi. Jadi sebaiknya setelah dua atau tiga kali latihan, beban
baru ditingkatkan.” Karena hal ini juga berpengaruh kurang baik tehadap
serabut otot apabila peningkatannya dalam pembebanan kurang tepat. Sifat
lain serabut otot secara umum dapat dipengaruhi oleh rangsangan dan
commit to user
58
perpustakaan.uns.ac.id
latihan secara progresif. Perubahan yang biasa terjadi akibatdigilib.uns.ac.id
latihan yang
progresif adalah peningkatan kapasitas oksidasi masing-masing serabut otot.
Perubahan yang lain dari pada latihan yang dilakukan secara progresif
adalah bertambah besarnya serabut otot, bertambah banyaknya kapiler yang
aktif, bertambah banyaknya mitokondria dalam serabut otot, dan perubahan
komposisi kimiawi. Bertambah besarnya otot akibat latihan yang progresif
disebabkan bertambahnya protein otot yaitu aktin dan myosin otot.
Sedangkan jumlah serabut ototnya tetap. Walaupun latihan yang progresif
dapat menyebabkan perubahan pada otot, satu hal yang tidak dapat dirubah
adalah komposisi serabut otot yang cepat dirubah menjadi serabut otot yang
lambat atau sebaliknya yaitu serabut otot yang lambat dirubah menjadi
serabut otot yang cepat. Prinsip progresif atau peningkatan beban secara
bertahap akan berhubungan dan mempengaruhi perkembangan penampilan
anak atau atlit. Yang perlu diperhatikan dari seorang pelatih atau instruktur
adalah peningkatan beban tersebut harus dilakukan secara bertahap dan hatihati sesuai denagn kemampuan individu karena akan berdampak pada
sistem dan fungsi tubuh lainnya, sejalan mengenai hal tersebut menurut
Hamidsyah Noer (1996: 115)
“Penambahan kenaikan beban latihan dilakukan tahap demi tahap secara
teratur dan ajeg. Perlu diingat bahwa beban latihan berat yang diberikan
secara terus menerus justru akan menghentikan kenaikan prestasi jadi
sebaiknya setelah dua atau tiga kali latihan baru ditingkatkan”.
Perubahan pada diri atlet akan berubah secara linier atau meningkat
hanyalah mungkin apabila pelatih memberikan porsi latihan secara intensif
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan berkesinambungan. Menurut Yusuf Hadi Sasmita dan Aip
Syarifudin
(1992: 135) Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah
mungkin apabila atlet dilatih atau berlatih melalui suatu program latihan
yang intensif. Dimana pelatih secara progresif menambah beban kerja,
jumlah pengulangan gerakan (repetition), serta kadar intensitas dari repetisi
tersebut.
Pembebanan yang diberikan dalam latihan tidak boleh mendadak
terlalu berat atau tergesa-gesa karena sejak otot diberikan beban yang
melebihi kemampuannya maka otot akan mengalami adaptasi fisiologis
dimana akan proses peningkatan otot. Bila proses adaptasi ini dapat dicapai,
maka kerja otot yang terjadi melebihi kemampuannya sehingga akan tidak
lagi overload. Dengan alasan tersebut maka program latihan berbeban harus
juga didasari prinsip progresifitas beban yang diberikan dan agar adaptasi
dapat dicapai dengan baik harus pula diselingi melalui masa pemulihan
(recovery) dan pemulihan latihan yang cukup pula. Penambahan beban yang
meningkat tersebut dapat diberikan atau menambah jumlah pengulangannya
(repetisi), jumlah set dalam latihan atau intensitas latihannya. Dalam hal ini
pelatih harus tepat dalam memberikan porsi latihan kepada atletnya, jangan
sampai beban yang diberikan terlalu ringan atau bahkan terlalu berat.
Apabila terlalu berat salah satunya akan menyebabkan cidera dan sebaliknya
apabila terlalu ringan proses latihannya kurang baik karena atlet belum
memasuki zona taining yang diharapkan.
commit to user
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keuntungan yang diperoleh dari pada peningkatan beban secara
progresif
adalah otot-otot tidak akan merasa sakit atau tidak berdampak pada cidera serta
adaptasi otot dapat tercapai. Selain itu pula dalam peningkatan harus teratur
sedikit demi sedikit agar tubuh dapat menyesuaikan dengan beban yang
diberikan. Kenaikan beban harus sedikit demi sedikit menurut Suharno (1993:
14) “ hal ini penting agar tidak terjadi over training dan proses adaptasi atlet
terhadap beban latihan akan terjamin keteraturannya”
c) Prinsip latihan yang teratur
Latihan yang dilakukan biasanya dilakukan secara teratur apabila
tidak teratur berdampak pada cidera atlet dan apabila terlalu lama pada masa
recovery maka otot akan kembali normal.
Sehingga latihan harus teratur dan terukur dalam arti serentetan
latihan tersebut harus diselingi istirahat dan latihan yang cukup. Dalam hal
ini harus jelas pula konsep-konsep yang dibuat pelatih yaitu berupa program
latihan dengan mengingat periode-periode latihan.
Program latihan beban harus diatur sedemikian rupa sehingga beban
yang diberikan harus kepada otot-otot yang besar terlebih dahulu baru
kepada otot-otot kecil. Alasan sesuai dengan pola gerak normal manusia
bahwa otot-otot kecil lebih cepat mengalami kelelahan dari pada otot-otot
besar. Hal ini berkaitan dengan pembuatan program latihan agar latihan
dapat berjalan secara teratur dan terukur maka haruslah pula ditentukan
dosis beban latihannya. Pada dasarnya pembebanan latihan tersebut bersifat
individual dalam arti berbeda antara satu orang dengan orang yang lainnya.
commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selain itu pula pemberian latihan beban harus dimulai dari otot
besar diikuti
otot-otot kecil. Pengaturan latihan beban juga harus memperhatikan
pemberian beban terhadap otot yang ingin dibentuk. Diupayakan agar tidak
memberikan latihan yang sama secara berurut bagi otot-otot yang sama.
Sehingga otot yang dilatih memiliki kesempatan recovery sebelum di
berikan latihan lebih lanjut.
d) Prinsip kekhususan.
Pada dasarnya dalam olahraga memerlukan program-program latihan
yang khusus terutama pada cabang-cabang atau bahkan nomor-nomor
olahraga. Pada prinsipnya beban latihan diberikan kepada atlet sesuai
dengan kebutuhan terhadap bidang olahraga yang ingin dicapainya. Selain
itu pula perlu diperhatikan juga umur, jenis kelamin, bentuk tubuh, atau
bahkan mental yang dimiliki oleh seorang atlet. Sehingga pengertian
kekhususan atau spesialisasi di sini sudah menjurus pada cabang atau
bahkan nomor dalam pertandingan dan perlombaan dalam olahraga.
Menurut Andi Suhendro (2002: 3.17) “Spesialisasi setiap cabang olahraga
berbeda-beda
dan
memerlukan
latihan
khusus.
Spesialisasi
bukan
merupakan proses yang multilateral, tetapi merupakan sesuatu yang
kompleks, yang didasari oleh perkembangan menyeluruh”.
Selain itu pula dalam pembebanan ditekankan kepada pelatih agar
Latihan beban tidak hanya dapat kepada kelompok otot, akan tetapi latihan
beban dapat juga diberikan kepada otot-otot yang bekerja secara spesifik.
Dalam hal ini pemberian latihan beban juga harus memperhatikan olahraga
commit to user
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang dominan dilakukan. Sehingga latihan beban yang diberikan
dapat
disesuaikan dengan gerakan yang sesuai dengan cabang olahraga yang
ditekuninya. Melalui kondisi atlet tersebut dalam cabang olahraga
hendaknya pelatih dapat membentuk olahraga apa yang cocok dalam
nomor-nomor atau cabang-cabang olahraga yang sesuai, selain itu pula atlet
yang diasuhnya untuk dapat berprestasi secara maksimal.
Dalam variabel penelitian ini terdapat sebuah variabel mengenai
siswa putra SMP sehingga kaitannya dengan penelitian ini merupakan
latihan dasar atau latihan tahap pemula. Dalam pemberian beban latihan
bagi para pemula hendaknya ditekankan yang ringan-ringan dalam
pembebanan. Dalam pembinaannya harus dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan dan dimulai sejak anak dalam usia sekolah dimana usia
mereka masih dalam tergolong muda. Menurut Yusuf Hadi Sasmita dan Aip
Syarifudin (1992:61)
“Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip olahraga, bahwa latihan teratur
adalah latihan yang mulai dilakukan sejak usia muda akan dapat memacu
organ-organ tubuhnya, sehingga nantinya akan dapat melakukan latihanlatihan secara teratur dengan takaran yang cukup setelah usia 14 tahun”.
Latihan sangat penting diterapkan pada anak – anak terutama anak
usia dalam usia yang dipersiapkan dalam masa depannya. Tetapi dalam
kondisi fisik perlu diingat pula tentang bagaimana penerapannya terhadap
anak yang masih dikatakan pemula ini. Sifat dasar dari pada latihan sendiri
adalah pengulangan dalam latihan tersebut sehingga dihasilkan sesuatu yang
diharapkan yaitu berupa efek-efek pada sistem otot dan sitem organ pada
commit to user
63
perpustakaan.uns.ac.id
anak tersebut. Karena kondisi fisik ini merupakan salah satu digilib.uns.ac.id
bisa dikatakan
sebagai prasyarat yang sangat diperlukan dalam setiap usaha peningkatan
seorang anak yang bisa dikatakan dalam tahap pemula bahkan seorang atlet.
Kondisi fisik sendiri merupakan landasan sebagai titik tolak suatu awalan
olahraga prestasi yang mengarah ke prestasi yang akan diraih secara
maksimal.
2) Bentuk Latihan Berbeban
Dalam suatu latihan bentuk berbeban agar diperoleh hasil yang
maksimum tidak terjadi pengulangan pada daerah yang sama maka kebanyakan
pelatih mengkombinasikan dengan gerakan-gerakan yang lain. Yunusul Hairi
(2004 : 4.13) “program training juga harus disusun agar dua macam latihan yang
melibatkan otot yang sama tidak dilakukan secara berturut-turut begitu juga dua
otot yang berlawanan tidak boleh melakukan latihan yang berturut-turut hal ini
dilakukan untuk menjamin waktu recovery yang cukup setelah setiap gerakan
mengangkat atau mendorong bahkan menarik.” Dari pendapat tersebut diatas
jelas bawa bentuk-bentuk latihan tidak hanya satu jenis saja tetapi dalam hal ini
ada beberapa jenis yang digunakan. Karena dalam melaksanakan latihan
berbeban pada atlet usia dini atau anak yang masih dalam taraf pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal maka ditekan kan melalui berbeban dengan
mengangkat tubuh sendiri atau tubuh temannya. Bentuk-bentuk latihan tersebut
dapatlah berupa push-ups, back-up, pull-ups, squatras, dan lain sebagainya.
Dalam latihan berbeban baik menggunakan beban berupa beban atau pun
beban lain perlu diperhatikan pula mengenai suatu takaran beban latihan (dosis
commit to user
64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
latihan) yang akan diberikan kepada seorang atlet. Menurut Menurut
Hamidsyah
Noer ( 1996: 117-118) Untuk menyusun dan menentukan dosis latihan seorang
atlet, haruslah diketahui terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut
a. Fisik atlet :
- Umur atlet
- jenis kelamin
- Susunan fisiologis dan Anatomis
b. Kemampuan Berlatih :
- kemampuan melakukan latihan
- lamanya berlatih
- Pengalaman yang dimiliki
c. Mental :
- Semangat dan disiplin berlatih
- kematangan Juara
Menurut pendapat ahli diatas perlu diketahui dari pada pemberian porsi
latihan yaitu mengenai fisik atlet, kemampuan berlatih dan mental. Setelah data
menengenai kondisi atlet yang akan dilatih diketahui oleh seorang pelatih ,
berulah seorang pelatih menetukan seberapa besar dan seberapa tepat porsi
latihan yang tepat yang akan diberikan. Didalam pemberian porsi dalam suatu
program latihan berbeban berat beban yang akan diangkat oleh setiap individu
tidak sama, melainkan beban yang akan diberikan sesuai dengan kemampuan
individu masing-masing sehingga tidak menimbulkan kelelahan yang berarti
(overtraining). Tanda-tanda kelelahan terjadi secara fisik dan psikis,
Menurut Suharto (2000: 36-37) Tanda-tanda gejala/keadaan kelelahan
(overtraining)
commit to user
65
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4. Tanda-Tanda Gejala Kelelahan
digilib.uns.ac.id
Tanda-tanda fisik bila terjadi kelelahan :

Denyut jantung istirahat meningkat

Penurunan berat badan cepat

Penurunan nafsu makan

Kelelahan otot yang berlebihan atau pegal

Sering demam, infeksi, atau reaksi alergi

Gangguan tidur

Menurunnya motivasi untuk berlatih
Tanda-tanda psikis bila terjadi kelelahan

Mudah marah

Suasana hati yang berubah-ubah

Hilangnya konsentrasi

Hilangnya kepercayaan diri
3) Penyusunan Progaram Latihan Berbeban.
Program pengkondisian dalam berbeban merupakan kegiatan pelatihan
dalam bentuk fisik sebagai dasar untuk menunjang dalam pencapaian
peningkatan kekuatan otot yang dilatih. Latihan berbeban sendiri merupakan
latihan yang menyita tenaga yang sangat berat, oleh karena itu agar pengaruh
atau efek yang diharapkan dari latihan dapat efektif maka latihan harus
dilakukan secara hati-hati dan sesuai dengan petunjuk atau ketentuan dalam
pelaksanaan program dan prinsip-prinsip latihan berbeban itu sendiri.
Latihan fisik yang berupa latihan berbeban pada atlet usia pemula dalam
penyusunan program latihan bukan pekerjaan yang sangat mudah. Dalam latihan
commit to user
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
beban superkompensasi merupakan tujuan utama. Superkompensasi
tersebut
menurut Hamidsyah Noer (1996: 109) adalah suatu proses kenaikan kemampuan
jasmani atlet setelah mengikuti latihan. Karena atlet yang memiliki usia yang
masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan, sehingga tidak dapat
terlepas dari adanya prinsip-prinsip latian dalam memberikan porsi latihannya.
Prinsip-prinsip latihan tersebutlah yang nantinya akan mempengaruhi pembutan
program latihan yaitu mengenai jumlah beban, repetisi, set, recovery, lamanya
latihan dan lain sebagainya. Dalam memberikan suatu latihan hendaknya beban
diberikan tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan. Dimana dalam pemberian
beban dan peningkatan beban tersebut disesuaikan dengan masing-masing
individual. Sehingga pemberian peningkatan beban pada anak usia dini akan
jelas berapa jumlah beban dan berapa hari jumlah peningkatan tersebut harus
ditamabahkan. Super kompensasi inilah yang diinginkan dalam hasil latihan
berbeban oleh seorang pelatih dan atlet. Menurut Hamidsyah Noer (1996: 109)
beban latihan yang diberikan secara maksimal terus menerus tidak akan
menimbulkan super kompensasi. Oleh karena itu seorang pelatih harus berusaha
a. Meningkatkan super kompensasi semaksimal mungkin sampai batas
kemampuan bakat atlet.
b. Memberikan beban latihan yang dapat memberikan rangsangan secara tepat,
teratur dan ajeg.
c. Menjaga agar super kompensasi tidak menurun yang mengakibatkan
turunnya prestasi.
Keseluruhan dari program latihan tersebut akan mempengaruhi hasil
yang diperoleh dari pada latihan yang sudah dilaksanakan. Program latihan
berbeban tersebut haruslah diselingi istirahat dalam setiap jeda latihannya.
commit to user
67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sehingga otot-otot tersebut yang berkontraksi dalam melaksanakan
latihan akan
kembali pulih dan siap melaksanakan set yang berikutnya (recovery). Agar atlet
dalam melaksanakan latihan dan pulih setiap set maupun pengulangannya dapat
pula latihan berbeban ini menggunakan sistem latihan interval training. Interval
training menurut Sajoto (1988: 156) adalah “suatu sistem latihan yang diselingi
oleh interval-interval yang berupa masa-masa istirahat.” Agar dapat berjalan
secara sistematis setiap bentuk dari latihan dapat berbentuk pos-pos kegiatan
latihan. Missal pos 1 push up, pos 2 back up, pos 3 puul up dan sebagainya,
sehingga dalam pemrograman latihan berbeban ini diperoleh hasil yang
maksimal melalui bentuk-bentuk kegiatan latihan yang sitematis. Sedangkan
menurut Bompa dalam Andi Suhendro (2002 : 3.22) mengemukakan komponen
penting yang harus ada didalam suatu latihan meliputi: (1) volume latihan, (2)
intensitas latihan, (3) density atau kekerapan latihan dan (4) kompleksitas
latihan.
Gambar 14. Komponen-Komponen Latihan ,Suhendro (2002 : 3.22)
Selanjutnya menurut Harsono(1988: 157) Ada beberapa faktor yang
harus dipenuhi dalam menyusun interval training, yaitu:
a. Lamanya latihan
commit to user
68
perpustakaan.uns.ac.id
b. Beban (intensitas) latihan.
digilib.uns.ac.id
c. Ulangan (repetition) melakukan latihan
d. Masa istirahat (recovery interval) setelah setiap repetisi latihan.
Sedangkan menurut Sajoto (1988 : 117-119) latihan hendaknya
memperhatikan diantaranya adalah “ 1) jumlah beban 2) repetisi dan set 3)
frekuensi dan lama latihan”. Faktor-faktor inilah yang menjadi dasar pembuatan
program pada latihan berbeban, berupa penentuan dari jumlah berat (load),
jumlah ulangan (repetition), jumlah rangkaian (set) peningkatan jumlah atau
beban latihan, dan waktu istirahat yang di peroleh otot atau sering kali disebut
waktu istirahat otot (recovery).
(1) Beban Latihan
Beban merupakan salah satu takaran dan porsi dalam setiap latihan
berbebanya. Dalam pemrograman dan pembinaannya atlet yang belum siap
melaksanakan program berbeban dalam jumlah yang sangat berat hendaknya
jumlah beban dapat diberikan melalalui mengangkat tubuhnya sendiri. Sehingga
jumlah beban keseluruhan tersebut hanyalah berpusat pada tubuh anak itu
sendiri. Berkaitan dengan jumlah beban yang harus diberikan dalam latihan
power, Nossek (1982 : 57) mengemukakan bahwa “untuk meningkatkan
kekuatan kecepatan bebannya adalah 30% - 50% dari beban maksimum”. Dalam
latihan pembebanan ini beban tidak boleh terlalu ringan maupun terlalu berat
karena akan mempengaruhi kecepatan sehingga arahan transfer dari kekuatan ke
power dapat terjadi secara sempurna. Menurut Harsono (1988: 200) “beban
adalah demikian rupa sehingga masih memungkinkan atlet untuk mengangkat
beban dengan cepat”. Karena yang digunakan berat badannya sendiri maka
commit to user
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
siswa atau atlet tersebut hendaknya melakukannya dengan cepat
dan sekuat
mungkin. Tujuan dalam meningkatkan power juga harus diperhatikan pula
mengenai kegunaan dalam peningkatan power tersebut. Sehingga patokan
jumlah beban yang ditentukan dapat terprogram dengan tepat. Dalam hal ini
menurut Bompa (1990 : 285) bahwa
“untuk latihan dengan tujuan meningkatkan daya ledak pada jenis olahraga
yang bersifat cyclic seperti sprint, olahraga team, dengan pembebanan 30% 50 % dari beban maksimal, sedangkan untuk jenis olahraga yang bersifat
acyclic seperti lompat, lempar, angkat berat dengan pembebanan 50% - 80%
dari beban maksimal, jumlah ulangan antara 5-10 kali dilakukan secara
dinamik”.
Beban yang diberikan kepada atlet yang masih muda serta beban awal
yang akan diberikan agar dapat mengerahkan kemampuan maksimal tentunya
setiap individu berbeda-beda. Agar diketahui seberapa besar kemampuan
individu-individu tersebut dalam meloakukan latihan maka dilakukanlah tes
kemampuan pada tiap-tiap sampel. Tes yang dilakukan adalah dengan
melakukan latihan mengangkat tubuh sekut-kuatnya dengan gerakan yang benar
dan tidak terlalu cepat gerakannya maupun terlalu lambat dengan gerakannya.
Maka diperolehlah kemampuan mengangkat dalam mengangkat beban yang
berupa tubuh setiap individu tersebut. Sehingga dalam suatu latihan maka akan
digunakan dalam penelitian ini adalah 50%-75% dari beban maksimal yang
dilakukan oleh para individu tersebut.
(2) Repetisi dan Set
Repetisi adalah ulangan keseluruhan dalam seatu latihan dalam hal ini
adalah mengangkat tubuh tiap individu. Sedangkan set adalah kumpulan dari
commit to user
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada set yang berupa rangkaian kegiatan suatu latihan. Dalam melakukan
latihan
berbeban suatu repetisi dan set merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
terpisahkan dalam pemrogramannya. Sebagai contoh latihan berbeban dalam
bentuk push-up dilakukan sebanyak 3 set dan setiap set nya terdapat 10 repetisi
maksudnya adalah melakukan push-up sebanyak 10 kali dalam pengulangannya
dilanjutkan istirahat dan melakukan lagi dalam jumlah 3 set atau rangkaiannya.
Dalam menentukan jumlah set atau repetisi oleh setiap individu, seorang pelatih
hendaknya mengetahui tujuan dari pada latihan tersebut, apakah untuk kekuatan,
kecepatan ataukah power. Sehingga tujuan latihan tersebut dapatlah tercapai
dengan tepat atas dasar pemrograman dan latihan yang tepat pula.
Latihan untuk meningkatkan kecepatan menurut Nossek (1982 : 81)
adalah dengan intensitas 30 -50 %, repetisi 6-12, antara 4-6 set, dengan istirahat
2-5 menit, dengan irama cepat dan eksplosif”. Sedangkan menurut Sajoto (1995:
34) latihan dengan beban dapat dilakukan dengan “10-12 repetisi untuk 3-4 set”.
Dalam melakukan latihan berbeban perlu diperhatikan juga waktu istirahatnya
atau intervalnya. Karena waktu istirahat atau interval ini akan mempengaruhi
otot untuk melakukan pemulihan (recovery) otot sehingga dapat mengangkat
secara maksimal pada set yang berikutnya.Sedangkan dalam menentukan masa
istirahat antara dua rangkaian latihan tersebut Lebih spesifik lagi Harsono (1988:
198) menyatakan bahwa latihan power dengan weight training dilakukan dengan
“ waktu istirahat 3 samapai 5 menit”. Prinsip latihan berbeban juga diperhatikan
pula salah satunya peningkatan beban sedikit demi sedikit menurut Suharno
(1993 : 14) “ peningkatan beban latihan jangan dilakukan setiap kali latihan ,
commit to user
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebaiknya du atau tiga kali latihan baru dinaikkan. Bagi si atlet
masalah ini
sangat penting, karena ada kesempatan untuk beradaptasi”
Berdasarkan pendapat yang disampaikan para ahli di atas, maka dalam
penelitian ini untuk meningkatkan power otot lengan dapat dilakukan dengan
jumlah repetisi dalam setiap setnya sebanyak 10 kali, dan dilakukan dalam
rangkaian sebanyak 3-4 set, dengan pemulihan yang berupa istirahat antar set 35 menit, dan beban latihan ditingkatkan setelah 3-4 kali dalam setiap latihannya.
(3) Frekuansi dan Lamanya Latihan.
Dalam latihan hendaknya dilakukan secara terprogram sehingga dalam
pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan dapat dilakukan secara intensif.
Maka diperlukan suatu frekuansi serta lamanya yang diperlukan dalam
latihannya. Frekuensi merupakan keseluruhan dari jumlah yang dilakukan tiap
minggunya. Lama latihan adalah lama waktu keseluruhan yang diperlukan
dalam melatih setiap individunya hingga terjadi perubahan yang signifikan.
Menurut Sadoso Sumosardjuno (1994: 29) menyatakan bahwa “secara
teratur diadakan sepanjang tahun dengan jarak waktu 6-8 minggu untuk
mengukur kemajuan dan penyesuaian beban latihan”. Pendapat senada
dikemukakan oleh E.L. Fox dalam M. Sajoto (1988: 119)
mengemukakan
bahwa “program latihan dilaksanakan 4 kali setiap minggu, selama 6 minggu
cukup efektif. Namun rupa-rupanya para pelatih cenderung melaksanakan
program 3 kali setiap minggu untuk menghindari terjadinya kelelahan kronik.
Dengan latihan yang dilakukan adalah selam 6 minggu atau lebih baik”. Dari
pendapat para ahli diatas dapat disimpulakan bahwa latihan sebaiknya
commit to user
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapatdilakukan tiga kali dalam seminggu, misalkan senin, rabu dan
jumat yang
diselingi satu hari, yang berfungsi sebagai masa untuk recovery sehingga pada
latihan berikutnya otot siap untuk menerima latihan kembali. Selain itu pula
harus diketahui pelu seberapa atlet melakukan jeda latihan agar tidak terjadi
cidera pada tubuhnya dan sel-sel otot dapat tumbuh lebih besar dan kuat. Melalui
istirahat yang cukup maka diperolehlah perkembangan power yang maksimal.
Menurut pendapat Harsono (1988: 194) “ Istirahat antara dua session latihan
sedikitnya adalah 48 jam, dan sebaiknya tidak lebih dari 96 jam”.
Lamanya watu yang diperlukan dalam latihan disebut duration setiap sesi
latihan, lebih lanjut Andi Suhendro (2002: 3.35) menyatakan bahwa “ lamanya
waktu latihan yang dilakukan selama melakukan latihan dalam training zone ±
45 menit - 120 menit”. Lamanya latihan yaitu waktu yang diperlukan untuk
melatih setiap sesi tersebut hendaknya selalu di perhatikan tingkat kelelahan dari
pada anak itu sendiri.
Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh para ahli di atas maka
dalam memberikan program latihan mengenai frekuensi dan lamanya latihan
harus terprogram dalam setiap latihannya dan dilakukan secara intensif.
Sehingga dalam penelitian ini akan dapat diketahui perubahan yang signifikan
dan akan memperoleh pengaruh dalam peningkatan kondisi fisik yang nyata.
Dalam penelitian ini latihan dilakukan 3 kali seminggu yaitu pada hari Selasa,
Kamis, dan Sabtu mulai pukul 14.00 sampai selesai, secara teratur selama 6
minggu atau 18 kali pertemuan.
commit to user
73
perpustakaan.uns.ac.id
4) Jenis latihan berbeban yang digunakan.
digilib.uns.ac.id
Latihan berbeban melalui berat badannya sendiri merupakan salah satu
bentuk latihan yang digunakan untuk meningkatkan power otot lengan. Dalam
melakukan latihan berbeban hendaknya melihat berapa umur yang akan
melakukan latihan dalam pembebanan tersebut, karena apabila anak yang akan
malakukan pembebanan masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan
akan merusak otot dan tulang dalam masa pertumbuhannya. Menurut Sugiyanto
dan Sujarwo (1993: 163)
“latihan kekuatan pada anak dengan beban yang dilakukan dengan kontraksi
isometriks dapat berpengaruh negatif terhadap perkembangan skeletal,
sistem jaringan pengikat, dan persendian-persendian menjadi lemah. Hal ini
dapat terjadi karena ligamen kapsular menjadi lemah sebagai akibat gerakangerakan menahan beban yang kemungkinan memberikan rentangan sendi
secara maksimal.”
Pada
masa
adolosensi
ini
anak
memiliki
kemampuan
dalam
meningkatkan kesegaran jasmani sangat tinggi utamanya bagi anak laki-laki.
Gambar 15. Penampilan Kesegaran Jasmani Anak Laki-Laki dan
Perempuan,(Sugiyanto, 1998: 190).
commit to user
74
perpustakaan.uns.ac.id
Dari grafik kesegaran jasmani tersebut diatas dapatlahdigilib.uns.ac.id
berpengaruh
langsung terhadap tingkat kekutan dari pada latihan berbeban melalui berat
badannya sendiri pada anak laki-laki. Hubungan antara kekuatan otot dan umur
dapat dilihat pada grafik berikut:
.
Gambar 16. Hubungan Anatara Umur (Tahun) Dengan Kekuatan Otot
(%) (Sugiyanto, 1998: 190).
Berdasarkan pengertian kurva diatas bahwa anak yang masih dalam taraf
pertumbuhan hendaknya diberikan bentuk latihan yang sesuai agar tidak
mengganggu dalam pertumbuhannya. Bentuk latihan dalam meningkatkan
power otot lengan sangatlah bervariasi dan banyak jenis dan macamnya. Latihan
berbeban tersebut dapat menggunakan bantuan palang tunggal dan dapat juga
menggunakan berat badannya sendiri atau berat orang lain. Latihan berbeban
harus dilaksanakan dengan benar karena akan mempertinggi derajat kemampuan
fisik secara kesuluruhan yang sangat dibutuhkan oleh atlet. Bentuk latihan
berbeban yang digunakan oleh anak yang masih dalam pertumbuhan dan
perkembangannya hendaknya menggunakan beban yang ringan atau dapat
menggunakan berat badannya sendiri. Bentuk latihan berbeban untuk
meningkatkan power otot lengan tentunya melibatkan kelompok otot-otot lengan
commit to user
75
perpustakaan.uns.ac.id
secara khusus maupun keseluruhan dan gerakannya pun tidak jauhdigilib.uns.ac.id
dari otot-otot
yang dilatihnya, diantaranya dapat menggunakan push-ups dan pull-ups.
Sehingga kedua bentuk latihan berbeban yang menggunakan berat badannya
sendiri tersebut digunakan sebagai bentuk dan jenis latihan dalam penelitian.
Latihan berbeban melalui model push-ups adalah latihan yang digunakan
untuk meningkatkan kekuatan, power dan daya tahan pada otot-otot lengan dan
otot-otot bahu yang pelaksanaannya tanpa menggunakan bantuan alat.
Latihan berbeban melalui model pull-ups adalah latihan yang
menggunakan alat berupa palang tunggal yang digunakan sebagai sarana untuk
meningkatkan kekuatan otot lengan dan otot bahu.
Latihan ini dilakukan dengan gerakan menekuk dan meluruskan lengan
dan mengerahkan kekuatan disertai dengan kecepatan otot secara penuh.
(1) Pelaksanaan latihan push-ups
Push ups selain sebagai sarana untuk mengukur kekuatan dan daya
tahan otot lengan dan bahu dapat juaga digunakan sebagai sarana untuk
latihan. latihan ini dalam pelaksanaannya dengan mendorong bahu dan
lengan.
Pelaksanaan latihan push ups dapat digambarkan sebagai berikut:
(a) Sikap awal:
Badan telungkup sehingga muka menghadap pada lantai, kaki
yang digunakan sebagai tumpuan melebar serta rileks dan tangan
commit to user
76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menopang bahu tidak terlalu lebar dan tidak terlalu sempit
dan jari-jari
menghadap lurus kedepan.
(b) Gerakannya:
Tarik nafas secara pelan-pelan sebelum mengangkat tubuh,
angkat tubuh dengan menggunakan kekuatan pada bahu. Selama tubuh
berada diatas pertahankan agar punggung Anda agar tetap stabil,
usahakan jangan sampai menahan nafas.
(c) Beban latihan:
Latihan push ups dilakukan dengan beban latihan 50%-75% dari
beban maksimal, dengan 3-4 set, istirahat 3-5 menit dengan gerakan
cepat.
Bentuk modifikasi yang dimodifikasi melalui push ups dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 17. Variasi latihan push-ups Sadoso Sumosardjuno (1994: 47)
commit to user
77
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Pelaksanaan latihan pull-ups
digilib.uns.ac.id
Latihan pull-ups sama halnya dengan latihan push up, tetapi dalam
pelaksanaannya membutuhkan alat yang berupa palang tunggal. Latihan pull
ups dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan, daya tahan bahkan
power. latihan ini dalam pelaksanaannya dengan menggantung sampai
mengangkat tubuhnya samapi berada diatas palang.
Pelaksanaan latihan pull ups dapat digambarkan sebagai berikut:
(a) Sikap awal:
Pelaksaannya dapat diawali melalui menggantung pada palang
tunggal dengan pandangan kearah depan dengan lengan dan kaki lurus
serta kaki tidak menyentuh lantai.
(b) Gerakan:
Gerakan ini dapat dilakukan dengan mengangkat tubuhnya
samapai kepala berada diatas palang yang kemudian setelah beberapa
saat diatas maka turunkan tubuhnya keposisi awal. Dalam pelaksaannya
tidak boleh menahan nafas sehingga gerakan ini menjadi lebih rileks.
(c) Beban latihan
Latihan pull-ups ini dilakukan dengan beban latihan 50%-75%
dari beban maksimal, dengan 3-4 set, istirahat 3-5 menit dengan
gerakan cepat.
Bentuk latihan pull ups dapat dilihat pada gambar berikut:
commit to user
78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 18. Latihan pull ups , Andi Suhendro (2002: 2.48)
5) Pengaruh Latihan Berbeban
Latihan berbeban merupakan model latihan latihan dengan mengangkat
beban yang bertujuan khusus terhadap sekelompok otot yang dilatih. Misalnya
untuk meningkatkan kemampuan power otot lengan, maka individu tersebut
haruslah mengikuti program latihan dalam hal ini latihan berbeban yang telah
disusun oleh seorang pelatih atau instruktur dengan tujuan untuk melatih
sekelompok otot yang menunjang gerakan power otot lengan.
Latihan berbeban atau pembebanan pada sekelompok otot lengan sering
kali ditandai melalui gerakan-gerakan yang melawan beban yang dilakukan
secara terus-menerus khususnya pada otot lengan sehingga otot-otot yang
diberikan pembebanan tersebut akan
beradaptasi umtuk memperoleh hasil
berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dicapai. Misalnya: kekuatan, kecepata,
daya tahan, power, dan lain sebagainya. Tujuan dari pada pembebanan secara
khusus adalah untuk meningkatkan gerakan dan efisiensi gerak pada sekelompok
otot serta memperoleh memperoleh hasil yang superkompensasi sehingga pada
commit to user
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
akhirnya diperoleh kekuatan karena pembesaran otot dan kecepatan
secara
optimal dan meningkatkan sestem peredaran darah serta meningkatkan volume
dan berat jantung. Pendapat senada juga diungkapkan Moeljono. W dan Slamet.
S (1996: 445) “Otot-otot akan menjadi kuat, tulang dan urat-urat membesar dan
kokoh, alat peredaran darah dan pernafasan makin efisian dan terdapat sedikit
lemak dalam kesatuan badan”.
Melatih kekuatan merupakan bagian dalam mengembangkan power
secara keseluruhan. Meningkatnya power adalah perpaduan hasil kali antara
kekuatan dan kecepatan, sehingga apabila ingin meningkatkan power maka
selain latihan kecepatan juga dilatih latihan kekuatan, ataupun dapat dilatih
secara bersama-sama dalam suatu bentuk latihan berbeban.
Keuntungan yang didapat setelah latihan berbeban diantaranya: kerja
jantung dapat lebih baik dan efisian, memberikan semangat dan motivasi yang
melakukan sehingga apabila dalam melakukannya secara benar dan sistematis
maka akan diperoleh hasil yang positif salah satunya superkompensasi. Serta
peningkatan kekuatan otot lengan yang cukup besar dengan adanya beban
tambahan dari luar tersebut.
Kelemahan
dari
latihan
berbeban
ini
diantaranya:
sering
kali
menimbulkan resiko cidera yang berkelanjutan, menimbulkan kejenuhan apabila
tidak dilakukan secara sistematis dalam peningkatannya serta gerakan dari
kecepatan terabaikan karena dalam pemberian beban terlalu berat. Namun dalam
latihan berbeban menggunakan mengangkat tubuhnya sendiri pada anak usia
dini ini mampu digunakan dalam meningkatkan power otot lengan.
commit to user
80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Metode latihan berbeban sendiri sangatlah banyak, tentunya
seorang
pelatih ataupun atlet dapat menggunakan salah satu bahkan mengkombinasikan
metode-metode latihan tersebut ke dalam program latihan. Latihan berbeban
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode latihan berbeban linier dan
non linier.
Metode latihan berbeban fisik harus dilakukan secara sistematis dan
terprogram secara teratur, agar dapat mencapai hasil sesuai dengan harapan,
pelaksanaan latihan harus berdasarkan pada metode latihan yang benar. Metode
latihan merupakan landasan garis pedoman secara ilmiah dalam pelatihan yang
harus dipegang teguh dalam melakukan latihan. Seorang pelatih harus mampu
memilih metode latihan yang terbaik sesuai dengan karakteristik cabang
olahraga yang dibinanya.
Metode latihan berbeban sendiri sangatlah banyak, tentunya seorang
pelatih ataupun atlet dapat menggunakan salah satu bahkan mengkombinasikan
metode-metode latihan tersebut ke dalam program latihan. Latihan berbeban
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode latihan berbeban linier dan
non linier.
b. Metode linier
Pada latihan cabang olahraga banyak sekali pelatih memberikan
latihan berbeban menggunakan metode latihan linier. Metode ini seringkali
dikenal dengan progressive resistance Exercise. Latihan berbeban linier
merupakan bentuk latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
commit to user
81
perpustakaan.uns.ac.id
kekuatan, daya tahan, power dan lain sebagainya. Metode digilib.uns.ac.id
ini digunakan
oleh pelatih kebanyakan karena dapat digunakan mempercepat peningkatan
kondisi fisik tubuh secara cepat, misalnya program latihan jangka pendek
atau pun jangka menengah. Latihan berbeban dengan pembebanan linier
yaitu suatu metode latihan berbeban dimana beban latihan ditingkatkan
secara bertahap dan dalam peningkatannya tersebut dilakukan secara terus
menerus tanpa adanya pengurangan beban. Peningkatan beban latihan linier
ini dilakukan setelah tiga sampai empat kali latihan (pertemuan) yang
didasarkan pada peningkatan dimana peningkatan tersebut dilakukan secara
progresif dan bersifat terus menerus serta berdasarkan pada prinsip
pembebanan yang overload.
Latihan berbeban dengan latihan pembebanan melalui metode
pendekatan linier kurang memberikan kesempatan kepada setiap atlet atau
siswa dalam melakukan regenerasi atau pemulihan kerja otot tubuh
utamanya pada sistem faalnya, karena tidak adanya pemberian interval atau
recovery dalam setiap frekuensi dalam setiap latihannya. Bagi siswa yang
utamanya atlet, dalam pembebanan linier sering digunakan oleh pelatih
dalam meningkatkan prestasi bagi atlet karena program dalam pembebanan
tersebut dilakukan dalam jangka pendek atau pun menengah. Pembebanan
linier sangatlah memberatkan dalam pelaksanaannya utamanya bagi pemula
dan anak-anak yang masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan.
Sehingga dalam pembebanan tersebut melalui beban yang ringan-ringan
atau berat badannya sendiri.
commit to user
82
perpustakaan.uns.ac.id
Jumlah pembebanan (porsi) dalam latihan berbebandigilib.uns.ac.id
linier dalam
peningkatannya bersifat progresif dan terus menerus maka dalam pembuatan
program latihan harus tepat pula.
Dari penjabaran tersebut dapatlah diungkapkan pengertian secara
sederhana bahwa latihan berbeban linier adalah suatu metode latihan
berbeban yang cara pemberian porsi beban dalam penyajian perlakuan atau
treatment
selalu meningkat baik dilihat dari lamanya latihan, beban
(intensitas) latihan, ulangan (repetition) melakukan latihan, masa istirahat
(recovery interval) setelah pemberian perlakuan pada latihan berbeban
tersebut.
Pembebanan program latihan pada anak usia dini hendaknya
memperhatikan: jumlah beban, repetisi, set, frekuensi dan lama latihan.
Dalam uraian diatas juga telah diungkapkan pula mengenai porsi latihan
berbeban maka dalam porsi latihan berbeban malalui metode linier dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Jumlah beban dalam mengangkat tubuh setiap repetisi.
50%-75% dari beban maksimal yang dilakukan oleh para individu.
Dan dilakukan peningkatan beban setiap 3-4 kali pertemuan secara terus
menerus
Set.
Dilakukan dalam rangkaian sebanyak 3-4 set, istirahat antar set 3-5
menit, dan beban latihan ditingkatkan setelah 3-4 kali dalam setiap
latihannya secara terus menerus.
commit to user
83
perpustakaan.uns.ac.id
Frekuansi dan lamanya latihan.
digilib.uns.ac.id
Latihan dilakukan 3 kali seminggu yaitu pada hari Selasa, Kamis,
dan Sabtu mulai pukul 14.00 sampai selesai, secara teratur selama 6 minggu
atau 18 kali pertemuan.
Sehingga porsi dalam pemberian beban selalu meningkat secara
progresif dan terus menerus. Latihan berbeban linier ini sangatlah
membawa dampak atau akibat yang bersifat positif maupun negatif,
diantaranya:
1) Dampak positif yang ditimbulkan dari latihan berbeban linier
a) Apabila seorang siswa yang sudah terbiasa dengan kerja berat
dalam latihannya maka akan diperoleh adaptasi yang sangat
cepat.
b) Melalui pembebanan yang selalu meningkat dalam sistem
kardiovaskuler, anatomi, maupun faal tubuhnya akan menjadi
pembiasaan yang baik.
c) Merupakan suatu rangsangan dalam memotivasi siswa atau atlet
bahkan pelatih yang melakukan tantangan dalam pembebanan
tersebut karena dalam peningkatannya tersebut secara terus
menerus.
2) Dampak negatif yang ditimbulkan dari latihan berbeban linier
a) Dikawatirkan sering dan cepat terjadi cidera pada tubuh baik
pada bagian tertentu atau menyeluruh pada tulang, sendi bahkan
fungsi faal sebelum selesainya program latihan.
commit to user
84
perpustakaan.uns.ac.id
b) Dalam pembebanan yang selalu meningkat secara digilib.uns.ac.id
terus menerus
ini sering kali siswa merasa kurang mampu dalam
melakukannya, utamanya bagi mereka yang kurang kuat dalam
sistem perototan.
c. Metode Nonlinier
Latihan berbeban non linier merupakan latihan beban yang
digunakan oleh pelatih kebanyakan pada setiap cabang olahraga. Seperti
halnya metode linier, metode ini dapat pula digunakan untuk meningkatkan
kekuatan, daya tahan, power dan lain sebagainya dalam pembebanannya.
Metode latihan berbeban ini sering kali disebut dengan the step type
approach atau sistem tangga karena grafik dalam gambarnya berbentuk
seperti tangga. Latihan berbeban melalui metode non linier merupakan suatu
latihan berbeban dimana dalam peningkatannya dilakukan secara bertahap
dan sistematis tetapi terdapat fase peningkatan dan penurunan beban latihan
secara terukur dan teratur. Seperti halnya dalam program latihan berbeban
melalui metode latihan linier, latihan non linier dalam pembebanan setelah
tiga kali ditingkatkan kemudian setelah itu dilanjutkan satu persiapan dalam
penurunan beban sehingga dalam fase penurunan beban ini dimaksudkan
untuk memberikan kesempatan otot untuk melakukan istirahat atau
regenarasi. Dalam latihan non linier menurut Bompa (1990: 31) menyatakan
bahwa “ada satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain latihan
overload, yaitu dengan memakai sistem yang disebut step tipe approach
commit to user
85
perpustakaan.uns.ac.id
atau sistem tangga”. Dalam sistem tangga tersebut terdapatdigilib.uns.ac.id
garis vertikal
dan garis horizontal dalam grafiknya. Setiap garis vertikal menunjukkan
perubahan beban dalam setiap kenaikan atau penurunan beban yang
diberikan, sedangkan setiap garis horizontal adalah tahap penyesuaian diri
pada siswa atau atlet
dalam adaptasi terhadap
beban yang telah
dilaksanakan tersebut pada latihan yang baru dinaikkan atau diturunkan.
Gambar 19. Program Latihan Non Linier. Bompa (2009: 27)
Berdasarkan gambar tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa beban
latihan pada beban 3 anak tangga (cycle) beban pertama, kedua dan ketiga
ditingkatkan secara bertahap dan terus menerus. Pada anak tangga (cycle) ke
commit to user
86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 beban diturunkan secara terukur. Beban tersebut diturunkan
karena
merupakan tahap unloading phase, yang dimaksudkan dalam penurunan
beban tersebut untuk memberikan kesempatan kepada seluruh tubuh atau
bagian tubuh untuk melakukan regenerasi atau pemulihan, sehingga proses
regenerasi sel tubuh dapat terjamin secara sitematis.
Adaptasi dalam latihan pembebanan non linier bagi pemula atau pun
anak-anak, sangatlah tidak terlalu memberatkan dalam latihan karena
terdapat masa-masa istirahat dari pada fungsi faal tubuh, otot, maupun sendi
pada tubuh. Selain berpengaruh terhadap sistem kardiovaskuler latihan
berbeban ini juga menghindari serta mengurangi terjadinya kemungkinan
adanya cidera, overtraining dan kelelahan yang berlebihan.
Latihan berbeban melalui metode latihan non linier adalah suatu
program latihan dimana cara pemberian perlakuan terhadap siswa atau atlet
pembebanannya bervariasi sifatnya dalam peningkatan dan pengurangan
beban latihan. latihan berbeban non linier dalam pemberian jumlah repetisi
atau pengulangan dalam setiap setnya tidak selalu naik terus tetapi kadang
juga diturunkan dengan tujuan memberikan kesempatan organ tubuh untuk
beristirahat (recovery). pembebanan
hendaknya memperhatikan: jumlah
beban, repetisi, set, frekuensi dan lama latihan.
Jumlah beban.
Jumlah beban dalam mengangkat tubuh setiap repetisi. 50%-75%
dari beban maksimal yang dilakukan oleh para individu. Penerapan
commit to user
87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perlakuan ini dilakukan peningkatan beban setiap 3-4 kali pertemuan
dan
dilakukan pula penurunan beban secara terukur dan sitematis.
Set
Dilakukan dalam rangkaian sebanyak 3-4 set, istirahat antar set 3-5
menit, dan beban latihan ditingkatkan setelah 3-4 kali dalam setiap latihan
kadang juga diberi penurunan beban secara terukur pula.
Frekuansi dan lamanya latihan.
Latihan dilakukan 3 kali seminggu yaitu pada hari Selasa, Kamis,
dan Sabtu mulai pukul 14.00 sampai selesai, secara teratur selama 6 minggu
atau 18 kali pertemuan
Dalam latihan berbeban melalui metode non linier akan memiliki
dampak positif dan negatif.
1) Dampak positif yang ditimbulkan dari latihan berbeban non linier.
a) Dalam latihan berbeban secara bervariasi dalam pembebanannya
dimana setiap tangga meningkat dan terkadang setiap tangga terjadi
penurunan secara sistematis dan terukur akan menjadi suatu
pembiasaan (adaptasi) yang baik dalam sistem fungsi faal tubuh,
kemampuan anatomis serta sistem kardiovaskulernya dalam
melakukan regenerasi atau recovery.
b) Kerena dalam pembebanan bervariasi dimana ada peningkatan dan
pengurangan dalam pembebanannya tidak menimbulkan kejenuhan
pada siswa atau atlet yang melakukan.
commit to user
88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c) Melalui pembebanan nonlinier dapat mempersiapkan lebih
cepat
kembali dan dapat merangsang dalam fungsi tubuh untuk melakukan
latihan berikutnya.
2) Dampak negatif yang ditimbulkan dari latihan berbeban non linier
a) Dalam latihan berbeban melalui metode bervariasi akan dikhawatirkan
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memperoleh hasil yang
maksimal.
b) Hanya dapat digunakan pada program latihan jangka menengah dan
jangka panjang.
c) Kurang memberikan suatu tantangan karena seringnya pengurangan
beban, sehingga motivasi atlet untuk mencoba lebih berat lagi menjadi
berkurang.
Dari batasan apa yang disampaikan oleh para ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa suatu latihan berbeban melalui metode linier dan non linier
dapat meningkatkan power otot lengan dan merupakan salah satu program
latihan yang tepat dalam program pembentukan power otot lengan yang optimal,
tetapi situasi dan kondisi yang tepat baik yang berasal dari faktor dalam maupun
faktor luar dari siswa atau atlet yang melakukan perlu diperhatikan dan
disesuaikan.
3. Kekutan Otot Lengan
Kekuatan merupakan unsur kondisi fisik yang berkaitan langsung dengan
kesehatan dan kesegaran jasmani manusia. Suatu kegiatan manusia dalam gerak
commit to user
89
perpustakaan.uns.ac.id
dan mengontraksikan otot memerlukan suatu kekuatan. Dalamdigilib.uns.ac.id
mengerahkan
suatu kekuatan tidak dapat terlepas dari adanya tenaga, sehingga tenaga
tersebutlah yang akan mengubah keadaan gerak atau bentuk dari suatu gerakan.
Kekuatan sangatlah diperlukan atlet dalam berbagai cabang bahkan nomor
dalam suatu pertandingan. Pengertian kekuatan Menurut Imam Hidayat (1997:
84)
adalah “gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi otot atau gaya yang
minimbulkan gerak mekanis”. Sedangkan menurut Suharno HP (1993: 39)
pengertian kekuatan adalah “kemampuan otot untuk dapat mengatasi tahanan/
beban, menahan atau memindahkan beban dalam menjalankan aktivitas
olahraga”. Dari pengertian tersebut bahwa kekuatan merupakan kemampuan otot
agar dapat minimbulkan kontraksi dimana kontraksi sendiri merupakan suatu
bentuk dari tegangan atau pengerahan yang dihasilkan oleh serabut-serabut otot
sehingga menghasilkan suatu kekuatan otot. Menurut Mulyono BA (2010: 56)
Pengertian kekuatan otot adalah “kemampuan otot menggerakkan kekuatan”.
Mempertahankan tingkat kekuatan otot lengan sangatlah penting karena
kekuatan merupakan sarat utama dalam menyokong suatu power. Kekuatan otot
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, juga dipengaruhi beberapa faktor lain
seperti faktor biomekanika, neuromuscular, metabolisme, dan psikologis.
Kekuatan memiliki peran yang sangat penting terutama bagi atlet dalam
kaitannya pembinaan dalam cabang olahraga karena dapat melindungi atlet dari
cidera dan membantu memperkuat stabilitas sendi-sendi dan otot-otot dalam
tubuh dari pada atlet tersebut. Kekuatan yang dimiliki oleh manusia dapat
commit to user
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bersifat bawaan atau pula dapat dilatih. Menurut Suharno HP (1993:
39) ada
beberapa faktor penentu baik tidaknya kekuatan yaitu diantaranya:
1. Besar kecilnya potongan melintang otot (potongan morphologis yang
tergantung pada proses hipertrofi otot)
2. Jumlah fibril otot yang turut bekerja dalam melawan beban, makin
banyak fibril ototyang bekerja berarti kekuatan bertambah besar.
3. Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, makin besar skelet makin
besar kekuatan.
a. Jenis Latihan Kekuatan
Dalam latihan kekuatan cara yang paling popular adalah latihan
berbeban (weight training) atau sering disebut dengan latihan tahanan
(resistence exercises). Latihan tersebut sangat efektif dalam peningkatan
power otot lengan. Menurut Yusuf Hadi Sasmita (1996 : 108) “latihan
tahanan adalah latihan dimana seorang atlet harus mengangkat,
mendorong atau menarik suatu beban baik itu beban atlet sendiri maupun
bobot lain dari luar (exsternal resistence)”. Latihan menggunakan bobot
dari luar dapat mengunakan metode latihan yang melalui isometrik,
isotonik dan isokenetik. Dilihat dari bentuk latihan tersebut juga ada
kelebihan dan kelemahannya tersendiri. Penerapan dalam latihan
berbeban atau weight training dapat dilaksanakan dalam gerakan otot
yang sifatnya secara statis (isometrik) maupun dinamis (isotonik) bahkan
bisa dilakukan dalam bentuk isokenetik. Sehingga dalam latihan berbeban
tipe kontraksi otot dapat digambarkan sebagai berikut:
commit to user
91
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 5. Tipe Kontraksi Otot (Yasunul Hairy, 2004: 4.26) digilib.uns.ac.id
Tipe Kontraksi
Definisi
Isotonik, dinamik
Otot memendek dengan berbagai macam
atau konsentrik
tegangan ketika mengangkat beban konstan
Isometrik atau
Tegangan mengembang tetapi tidak terjadi
statik
perubahan panjang otot
Isokenetik
Tegangan dikembangakan oleh otot ketika
memendek pada kecepatan konstan dengan
ruang gerak maksimal
Dalam hal ini isotonik merupakan bentuk atau jenis dari
pembebanan. Dalam latihan isometik tidak tampak adanya pemanjangan
atau pemendekan otot (iso = tetap, Metrik = Jarak) sehingga dalam
latihan isometrik tidak ada suatu jarak yang ditempuh atau bersifat statis.
Menurut Thomas R. baechle (2003: XIV) latihan isometrik adalah
“Sejenis aktivitas otot dimana otot tidak memendek, karena
pegangan-pegangan tulang letaknya sudah terikatdan tetap atau
kekuatan-kekuatanyang berfungsi untuk menunjang otot dilawan
oleh tenaga yang sama besarnya atau lebih besar dari kekuatan yang
ditimbulkan untuk memendekkan otot”.
Dalam melatih kekuatan maupun power otot lengan selain
menggunakan isometrik juga dapat menggunakan pembebanan yang
bersifat isotonik. Dalam suatu gerakan isotonik akan terjadi suatu gerakan
tubuh karena disebabkan oleh perubahan memanjang atau memendeknya
suatu otot, dimana kontraksi otot ini bersifat dinamis. Pengartian latihan
isotonik sindiri adalah:
commit to user
92
perpustakaan.uns.ac.id
“menunjukkan suatu gejala yang dinamis dimana ototdigilib.uns.ac.id
menimbulkan
jumlah tenaga yang sama seluruh gerakan. Kondisi yang demikian
jarang atau hampir tidak pernah terjadi pada manusia sewaktu
melakukan latihan. Karena itu, telah diusulkan agar istilah itu tidak
dipergunakan pada manusia yang melakukan latihan. Akan tetapi,
secara sembarangan istilah tersebut digunakan untuk menerangkan
latihan beban dengan beban bebas dan latihan beban dengan
menggunakan mesin” (Thomas R. baechle 2003: XIV).
Dalam hal ini kaitanya dengan latihan isotonik dapat dilakukan
dengan latihan weigh training atau latihan berbeban. Latihan berbeban
ada suatu perubahan sikap gerakan–gerakan dari anggota-anggota tubuh
yang disebabkan memanjang atau memendeknya otot atau muscle dari
tubuh, sehingga terjadi gerakan-gerakan yang sifatnya berkontraksi
secara dinamis. Dari kedua bentuk latihan antara isometrik dan isotonik
tersebut sama-sama dapat digunakan untuk latihan kekuatan sehingga
memiliki kelebihan maupun kekurangan, akan tetapi latihan isometrik
memliki suatu keuntungan yang lebih baik. Menurut Yusuf Hadi Sasmita
(1996 : 108) keuntungan bentuk latihan isotonik dibanding latihan
isometrik adalah:
1. Ruang geraknya lebih luas, hal mana menjamin tetap terlatihnya
fleksibilitas.
2. Perbaikan daya tahan bersamaan dengan perkembangan kekuatan.
3. Lebih memberikan kepuasan dalam mengatasi bobot yang ditahan,
dan sedikit demi sedikit bertambah.
4. Lebih memberikan kepuasandalam menggerakkan bagian-bagian
tubuhterhadap suatu beban
commit to user
93
perpustakaan.uns.ac.id
5. Gerakan-gerakannya lebih menjamin fungsi peredarandigilib.uns.ac.id
zat-zat dalam
alat tubuh kita.
Otot merupakan alat gerak aktif dan dalam gerak tersebut tidak
bisa terlepas dari adanya kontraksi. Kontraksi sendiri dibedakan menjadi
dua macam yaitu kontraksi konsentrik dan kontraksi ekstrensik. Dimana
pengertian Kontraksi konsentrik adalah otot dalam bekerja berkontraksi
secara memendek atau Kontraksi otot dimana kedua ujung/perlekatan
otot (origo-insertio) saling mendekat atau otot dalam keadaan memendek.
Sebaliknya dengan kontraksi eksentrik adalah otot dalam bekerja akan
memanjang atau Kontraksi otot dimana kedua ujung dalam hal ini
perlekatan otot antara origo dan insersio saling menjauh, atau otot dalam
keadaan memanjang. Menurut Imam Hidayat (1997: 84) “otot selalu
terdiri dari empal otot (vector) dan urat otot (tendo), urat otot
menghubungkan empal otot tersebut kepada bagian-bagian skelet”
Gambar 20. Kekutan (k) Dari Kontraksi Otot Yang Bekerja
Dengan Arah dan Besaran Tertentu( Imam Hidayat,1997: 85)
commit to user
94
perpustakaan.uns.ac.id Dalam latihan berbeban (weight training) yang digilib.uns.ac.id
arahannya ke
kekuatan yang sifatnya mengarah kehal yang bersifat khusus, maka
pelatih harus tepat pula dalam memberikan suatu latihan. Missal dalam
pemberian latihan berbeban pada cabang olahraga angkat besi hendaknya
berbeda dengan cabang olahraga marathon. Nossek (1982: 66) kekuatan
yang bersifat khusus dikaitkan dengan disiplin pada cabang olahraga
yang tepat berkenaan dengan kebutuhan sebagai berikut:
- Bagian-bagian otot yang ambil bagian dalam gerakan ( kaki atau
tangan merentang, otot-otot yang berhubungan dengan perut
- Besarnya kekuatan yang diterapkan ( sebagai contoh : kekuatan
maksimum)
- Dinamika gerakan (kekuatan kecepatan, kekuatan eksplosif dsb)
- Jumlah pengulangan/ percobaan atau durasi kontraksi otot (sebagai
contoh : ketahanan kekuatan.
Dalam latihan kekuatan hal yang paling penting adalah
menyusun program latihan secara tepat sehingga para pelatih hendaknya
harus memperhatikan prinsip-prinsip program latihan berbeban secara
menyeluruh. Prinsip-prinsip tersebut sebagai tolakan pelatih dalam
pengembangan atlet atau anak didiknya. Menurut Fox (1984) dalam
bukunya Andi Suhendro (2002 : 4.10) mengungkapkan program latihan
berbeban hendaknya berpedoman pada empet prinsip yang cukup
mendasar, yaitu:
1. Prinsip penambahan beban berlebih, atau overload
2. Prinsip peningkatan beban secara bertahap (progresif)
3. Prinsip urutan pengaturan latihan
commit to user
95
perpustakaan.uns.ac.id
4. Prinsip kekhususan
digilib.uns.ac.id
Kekuatan pada prinsipnya mempunyai pengertan gabungan dari
beberapa kondisi fisik seseorang. Kekuatan tidak dapat disebut sebagai
kekuatan murni karena kekuatan sendiri berpadu dengan kondisi fisik
yang lain dalam pelaksanaannya. Sehingga dalam pelaksanaan cabang
olahraga pada prinsipnya memadukan atau mengkombinasikan gerakan
yang berupa kekuatan dengan kondisi fisik yang lain dan dihasilkan
gerakan yang diinginkan. Berikut disajikan pula mengenai gambaran
kebutuhan kekuatan dalam cabang – cabang olahraga yang berbeda:
Gambar 21. Kebutuhan Kekuatan Dalam Cabang-Cabang
Olahraga Yang Berbeda ( Yosef Nossek, 1982 : 66)
b. Kekuatan Berdasarkan Tujuannya
Menurut penggunaan dan tujuannya kekuatan berbeda-beda,
sehingga kekuatan tidak dapat berdiri sendiri. Menurut Herre yang
commit to user
96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dikutip Yosef Nossek (1982 : 67) Kekuatan dengan menunjuk
pada
tujuan-tujuan latihan kondisioning yang khusus, kekutan dibagi menjadi
menjadi tiga :
- Kekuatan maksimum
- Kekuatan kecepatan
- Ketahanan kekuatan
1) Kekuatan maksimum
Kekuatan maksimum sering kali digunakan dalam event atau
perlombaan yang secara umum hampir mendekati kekuatan secara
maksimum dalam pelaksanaannya bahkan juga dapat digunakan
sebagai sarana dalam program latihan secara keseluruhan. Sebagai
contoh dalam suatu perlombaan lempar lembing, lempar martil
maupun
tolak
peluruserng
kali
atlet
dalam
pelaksaannya
mengerahkan kemampuannya dalam mengerahkan kekuatan otot
secara maksimum. Menurut Nossek (1982 : 68) “kekuatan
maksimum adalah kekuatan yang tinggi yang mungkin yang dapat
dihasilkan oleh otot-otot pada suatu saat”. Para pelatih juga sering
memberikan program latihan kepada atletnya untuk melaksanakan
program latihan secara maksimum dalam mengerahkan suatu otot
tersebut, tetapi perlu diingat bahwa suatu kekuatan maksimum juga
dipengaruhi oleh jenis-jenis dan tipe dari pada serabut otot yang
dimiliki oleh atlet tersebut.
commit to user
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam penerapan atlet pemula dalam kaitanya
mengenai
belum dibolehkan seorang atlet dalam mengagkat beban maka
pelatih
kebanyakan
dalam
memberikan
porsi
latihan
ini
menggunakan berat badan yang dimiliki oleh atlet sendiri seperti,
push-up, back-up, atau pun squatras. Tetapi apabila seorang atlet
tersebut sudah memenuhi umur dalam diperbolehkan mengangkat
beban maka metode yang paling cepat melalui weight training dalam
melatih kekuatan maksimalnya dengan beban dan intensitas yang
sangat tinggi (sangat berat) dan pengulangannya sangat sedikit. atlet
dalam melaksanakan suatu program yang diberi suatu pembebanan
yang sifatnya sangat maksimum maka otot akan beradaptasi
sehingga tidak menimbulkan suatu Hipertrophy atau penambahan
masa otot. Tetapi apabila suatu daerah tersebut dilatih dalam taraf
pada daerah intensitas latihan maka akan diperoleh penambahan
massa otot atau sering disebut intensitas latihan. Dimana suatu
intensitas latihan tersebut berkisar antara 70-80% dan dilakukan
dalam batas-batas yang tidak terlalu cepat maupun lambat selain
itupula
juga
dilihat
sebarapa
meampunya
otot
dalam
pengulangannya. Menurut Nossek (1982 : 68)” kondisi hypertrophy
yang terbaik diciptakan pada beban maksimum 70 - 80%, 8 - 12 kali
pengulangan tiap set. Pada langkah kerja yang pelan dan lancar.”
commit to user
98
perpustakaan.uns.ac.id
2) Kekuatan kecepatan
digilib.uns.ac.id
Kekuatan dan kecepatan dalam istilah lain disebut power.
Kekuatan kecepatan sering kali digunakan dalam nomor-nomor
lompat dalam atletik. Dimana suatu keperpaduan kekuatan dan
kecepatan ini bekerja secara bersama-sama dan bersifat simultan.
“Kekuatan kecepatan atau sering disebut dengan power, kekuatan
kecepatan sendiri adalah gerakan – gerakan kekuatan kecepatan
dilakukan
melawan
perlawanan
dengan
akselerasi-akselerasi
dibawah maksimum” menurut Nossek (1982 : 70). Lebih lanjut
mengenai pokok bahasan kekuatan kecepatan akan dibahas lebih
lanjut dan dalam pada pokok bahasan pada variabel power berikut.
Tetapi pelatih sering kali mengabaikan model-model berbeban yang
ada hubungannya dengan faktor usia yang mana pelatih hanya akan
mengejar target dalam berprestasinya atlet tersebut. Sehinga atlet
pemula yang belum cukup umur dalam melaksanakan latihan
berbeban dipaksa dalam mengangkat beban. Hubungannya dengan
tulang dan otot akan mempengaruhi dalam pertumbuhan tulang
dimana pertumbuhan tulang tersebut akan terhambat selain itu juga
terjadi perubahan struktur tulang berupa tulang akan menjadi lebih
Padat.
3) Ketahanan kekuatan
Kekuatan ketahanan ini orang sering menyebutnya dengan
daya tahan kekuatan. Pada daya tahan kekuatan sendiri menunjuk
commit to user
99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada lamanya waktu dan lamanya pengulangan secara
simultan
dalam melawan beban tersebut. Dalam pengembangan latihan daya
tahan kekuatan dapat digunakan berbagai metode yang pada
dasarnya menggunakan beban dengan intensitas yang sedikit dan
pengulangannya banyak. Menurut Herre yang dikutip oleh Nossek
(1982 : 72) mendefinisikan ” ketahanan kekuatan sebagai suatu
perlawanan
melawan
kelelahan
organism
selama
permainan
kekuatan berlangsung lama.” Dalam memberikan porsi latihan
ketahanan kekuatan ini dalam suatu kecepatan juga sangat
berpengaruh. Misalkan dalam cabang olahraga atletik nomor lari 200
meter dan 400 meter, renang,dll ini sangat memerlukan apa yang
disebut dengan ketahanan kekuatan dan kecepatan. Ciri khas dari
ketahanan kekuatan adalah menggunakan pengulangan yang tinggi
baik dalam latihan maupun perlombaannya. Yang selanjutnya
Nosek (1982: 72) mendefinisikan “Langkah bersifat sedang dan
beban antara 20 – 50 % dari beban maksimum. Jumlah pengulangan
dapat dihitung dalam prosentase ( 60 % dari semua pengulangan
yang mungkin atau dalam angka 30 – 120 pengulangan per menit.”
Dalam hal ini mengenai ketahanan kekuatan pada langkah kerja yang
lama. Kekuatan ketahanan juga dipengaruhi bagaimana jenis-jenis
dari pada serabut otot yang dimiliki oleh seorang atlet tersebut. Pada
tipe serabut II A dan B (fast twitch fiber) memiliki kemampuan
untuk menghasilkan berupa sejumlah tegangan yang kuat tetapi
commit to user
100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sangat cepat sekali mengalami kelelahan/fatigue. Menurut
Thomas
R. Baechle dan Barney R. Groves (2003: XII)
Fast twitch fiber adalah sejenis otot tulang rangka yang sangat
tinggi penggunaannya selama aktivitas-aktivitas otot yang meledak
(membutuhkan tenaga besar) misalnya, Lari cepat Tolak peluru, dan
pertandingan beban). Jenis otot putih.
Lain halnya dengan Tipe I (slow twitch fiber) menghasilkan
sedikit tegangan dan dilakukan lebih lambat dibanding dengan tipe
serabut II tetapi lebih tahan terhadap kelelahan (fatigue). Menurut
Thomas R. Baechle dan Barney R. Groves (2003: XVI)
slow twitch fiber adalah
sejenis otot tulang rangka yang
kemampuan untuk berkontraksi secara berkali-kali tanpa menjadi
lelah. Jenis serat otot ini sangat banyak dipergunakan dalam
pertandingan-pertandingan lari jarak jauh, renang dan balap
sepeda. Serat otot merah.
Dalam meningkatkan kekuatan dalam latihan pelatih harus
ingat akan prisip over load yaitu prinsip beban berlebih. Sehingga
latihan kekuatan ini harus dilakukan sedemikian rupa hingga atlet
mengeluarkan tenaga yang maksimal atau hampir maksimal dalam
menahan beban tersebut, sehingga perkembangan otot lebih terjamin.
Selain itu pula faktor – faktor dari pada latihan masih ada faktor lain
yang turut menentukan baik tidaknya kekuatan otot. Hamidsyah
Noer (1996 : 136) faktor-faktor lain yang turut menentukan baik atau
tidaknya kekuatan seorang atlet diantaranya :
commit to user
101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Tergantung dari besar kecilnya fibril otot (proses-hypertropy)
dan tergantung pula atas banyaknya fibril otot yang ikut serta
dalam melawan beban, serta tonus otot.
b. Tergantung dari rangka bentuk tubuh. Makin besar rangka tubuh
makin baik.
c. Faktor umur juga ikut mentukan. Bagi atlet yang berusia tua
tentu saja faktor kekuatannya pun akan berkurang.
d. Pengaruh psikis dari dalam maupun luar.
Sehingga dapat disimpulkan dari pengertian- pengartian diatas,
latihan yang cocok untuk mengembangkan kekuatan lengan melalui
jalan latihan – latihan tahanan (resistance – exercise). Latihan –
latihan tahanan dapat dilakukan dengan mengangkat, mendorong,
menahan, dan menarik suatu beban tahanan. Hasil dari suatu latihan
akan berpengaruh terhadap tulang, sendi atau pun tendon. Perubahan
lain yang terjadi dalam tubuh yang deperoleh melalui latihan
kekuatan juga akan berpengaruh kedalam perubahan jantung paru
seseorang. Menurut Soekarman (1987: 86) perubahan lain tersebut
adalah:
a. Tulang. Perubahan tulang tergantung dari intensitas latihan.
b. Tendon dan Ligamen. Terdapat juga kenaikan dari tendon dan
ligament. Di samping itu juga terdapat penebalan ligament
maupun tendon.
c. Tulang rawan dan persendian. Terdapat tulang rawan di
persendian-persendian.
d. Terdapat penurunan tekanan diastole maupun sistole dan ini
sangat penting untuk mencegah timbulnya gangguan jantung
peredaran darah.
commit to user
102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Kadar HDL (high Density Lipoprotein) meningkat,
sedangkan
kadar LDL (low Density Lipoprotein) menurun. Peningkatan
LDL merupakan pencegahan terhadap timbulnya kelainan
jantung koroner.
c) Anatomi lengan.
Dalam olahraga bidang anatomi memiliki hubungan erat dengan
Olahraga seperti halnya bidang-bidang kesehatan yang lain sepeti gizi olahraga,
cidera olahraga, atau pun faal olahraga. Sehingga olahraga sendiri merupakan
kemampuan yang melibatkan gerak atau anggota tubuh. Gerak tersebut haruslah
yang teratur dan terencana dalam setiap pemberian program latihan. Untuk itu
memelihara gerak dan meningkatkan kemampuan gerak sangatlah penting,
dalam hal ini diperlukan suatu kerja otot dan kemampuan tulang yang
bersinggunagan. Bila mana otot atau tulang tersebut dapat bekerja dengan baik
maka akan memperoleh hasil yang maksimal pula.
Sehingga seorang pelatih atau atlet dituntut pula memahami pengertianpengertian atau istilah dalam anatomi tubuh. Anatomi dan olahraga merupakan
dua cabang yang tidak dapat dipisahkan dalam melaksanakannya. Karena
olahraga sendiri melakukan apa yang disebut dengan gerak tubuh. Tidak ada
olahraga yang tidak bergerak, dalam arti semua olahraga haruslah bergerak.
Sehingga ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi tubuh inilah tidak
bisa lepas dari adanya program latihan. Selain tulang dan otot sendi juga
memiliki peran penting dalam bergerak. Karena sendi merupakan tempat
bertemunya dua atau lebih tulang, walaupun ada beberapa sendi yang tidak
commit to user
103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bergerak yaitu pada sutura tulang tengkorak selain itu ada juga sendi
yang dapat
bergerak namun hanya sedikit dan ada pula yang bergerak dengan leluasa.
1) Sendi (articulatio)
Sendi merupakaan salah satu anggota tubuh yang menyebabkan anggota
tubuh kita dapat bergerak ke segala arah. Sendi tersebut merupakan
pembentukan oleh dua ujung tulang (Artticulatio Simplex) dan dapat pula lebih
dari dua ujung tulang (Articulatio Composita). Sendi ini sangatlah berperan
penting dalam melakukan latihan olahraga. Dalam pengelompokannya sendi
dalam tubuh manusia dibagi menjadi beberapa macam extremitas. Salah satu
pembagian tersebut berdasarkan atas region-regio superior atau bagian atas dan
inferior atau bagian bawah. Dalam anggota tubuh bagian lengan sendiri yang
berfungsi sebagai alat penelitian ini dikatagorikan sebagai extremitas superior.
Menurut kemungkinan geraknya persendian dapat diklasifikasikan menjadi :
Synarthrosis, Amphiarthrosis, Diarthrosis.
Ada bebarapa articulatio yang ada pada tubuh kita terutama daerah pada
lengan. Menurut pendapat yang dikemukakan (Richard S. Snell 2006 :420)
“extremitas superior dapat dibagi menjadi bahu ( hubungan antara bahu dan
lengan atas), lengan atas, siku, lengan bawah, region carpalis dan tangan”.
Kemudian masing-masing pengelompokan pada jenis articulatio pada extremitas
superior menjadi lebih spesifik lagi. Maka menurut pendapat yang dikemukakan
Satimin Hadiwidjaja (2003: 39) articulations dalam extremitas superior
dikelompokkan menjadi 11 articulationes seperti tersebut dibawah ini:
commit to user
104
perpustakaan.uns.ac.id
1. Articulation sternoclavicularis
digilib.uns.ac.id
2. Articulation acromioclavicularis
3. Articulation humeri
4. Articulation cubiti dan articulation radioulnaris proximalis
5. Articulation radioulnaris distalis
6. Articulation radiocarpea
7. Articulation intercarpea
8. Articulation carpometacarpea
9. Articulation intermetacarpea
10. Articulation metacarpophalangea
11. Articulation interphalangea
Masing-masing sendi ini saling berhubungan satu sama lainnya, sehingga
dapat menimbulkan gerak-gerak tubuh. Dalam olahraga sendiri tidak bisa
terlepas dengan adanya gerak tubuh, sehingga diperlukanlah kerja sendi secara
maksimal. Menurut pendapat yang dikemukakan Richard S. Snell 2006 :3)
”Tempat pertemuan dua atau lebih tulang disebut sendi. Beberapa sendi
tidak bergerak (sutura tulang tengkorak), berapa sendi hanya dapat bergerak
sedikit (articulation tibiofibularis superior) dan beberapa sendi dapat
bergerak dengan bebas (articulation humeri)”.
Dari pendapat yang dikemukana tersebut sendi merupakan salah satu alat
yang berperan penting dalam proses gerak. Gerak sendiri merupakan alat yang
berpengaruh pada proses latihan. Sehingga melalui sendi tersebut seseorang
leluasa melakukan gerak-gerak seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi, abduksi,
adduksi, rotasi dan lain sebagainya. Karena pada region articulatio humeri ini
merupakan yang memiliki banyak keleluasaan pergerakan yang terjadi pada
bebarapa bidang hal ini akan cepat sekali memperoleh hasil yang maksimal
dalam melakukan latihan berbeban. Extremitas superior seringkali dianggap
commit to user
105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai pengungkit bersendi banyak yang dapat bergerak bebas
pada tubuh
melalui articulation humeri. Pada ujung distal daripada extremitas superior
terdapat organ yang penting dalam perannya sebagai alat untuk melakukan
program latihan berbeban ini yaitu tangan. Ada beberapa fungsi penting dari
pada tangan itu sendiri yang bergantung pada fungsi pollex yang seperti penjepit,
yang memungkinkan seseorang mencengkram benda diantara pollex dan index.
2) Tulang (ossa)
Dalam olahraga yang membutuhkan gerak, tulang memiliki peran yang
sangat penting. Tulang memiliki tugas atau fungsi yang sangat banyak dan
penting yaitu sebagai alat penyangga tubuh, alat gerak pasif, menentukan bentuk
tubuh, tempat cadangan mineral organik dan juga berfungsi memberikan
dukungan kepada jaringan lunak tubuh yaitu sebagai tempat melekatnya otot,
ligament dan facia. Menurut Soedarminto dan Soeparman (1994: 14) tulang
berfungsi:
1. Menegakkan tubuh.
2. Menentukan bentuk tubuh.
3. Melindungi alat-alat yang lebih penting dan halus.
4. Merupakan tempat perlekatan otot-otot.
5. Sebagai alat gerak pasif.
6. Tempat membuat sel-sel darah merah (erythrosyt)
Dalam anatomi sendiri, lengan adalah salah satu anggota badan atas
(extremitas superior). Ekstremitas atas terdiri dari tiga mekanisme diantaranya
daerah korset bahu, siku dan pergelangan tangan.
commit to user
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tulang-tulang tersebut kebanyakan sangatlah keras karena
disebabkan
oleh garam-garam mineral yang terkandung didalamnya. Kalsium karbonat dan
kalsium posfat merupakan bagian terbesar dari mineral organik yang membentuk
kira-kira dua pertiga dari beratnya tulang, yang sepertiga adalah mineral-mineral
organik.
Dalam hal ini lengan merupakan masuk pada dimensi Sceleton
Extremitas Cranialis (superior) Liberae. Sceleton Extremitas Cranialis
(superior) Liberae merupakan rangka anggota atas bebas. Rangka ini terdiri dari
brachium, antebrachium, dan manus atau tangan. Pada pembegian lebih spesifik
yaitu skeleton Brachium, skeleton ini hanya terdiri dari satu tulang, yaitu os
humerus (merupakan tulang panjang dan merupakan tulang lengan atas).
Skeleton antebrachium sekeleton ini dibentuk oleh dua tulang yang jalannya
sejajar, yaitu Os Ulna dan Os Radius. Skeleton mani yaitu pada daerah tulang
(Manus) dibagi menjadi tiga daerah : Ossa Carpi yaitu tulang-tulang
pergelangan tangan, Ossa Metacarpi yaitu Tulang-tulang telapak tangan, dan
Phalanges digitorum manus yaitu jari-jari tangan. Dalam melakukan
pembebanan tulang-tulang tersebutlah yang sangat berperan, karena dalam
waktu melakukan latihan berbeban tulang-tulang tersebut berfungsi sebagai alat
gerak pasif. Dalam aktifitas fisik apabila salah satu mengalami cidera serius
maka akan diperoleh hasil yang kurang maksimal. Sebaliknya apabila tulangtulang dalam kondisi yang baik maka akan dihasilkan hasil yang positif pula.
Sehingga dalam melakukan program latihan hendaknya atlet dan pelatih harus
commit to user
107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melaksanakan program pada batas yang sewajarnya, agar mengurangi
terjadinya
cidera-cidera khusus pada waktu melakukan latihan.
3) Otot
Olahraga sangatlah membutuhkan gerak. Otot berperan penting dalam
melaksanakan suatu gerak karena sifat dari otot adalah alat gerak aktif. Selain itu
otot dapat menimbulkan gerak pada suatu rangka. Lengan merupakan salah satu
anggota gerak atas pada tubuh manusia. Lengan sendiri merupakan bagian
anggota gerak yang terdiri dari pangkal lengan sampai ujung jari tangan. Dalam
suatu lengan ada berbagai macam otot yang melapisi tulang-tulang pada lengan.
Dalam suatu otot skelet terdapatlah dua perlekatan atau lebih. Menurut pendapat
yang dikemukakan (Richard S. Snell 2006 :11)
Semua pergerakan merupakan hasil kerja koordinasi banyak otot.
Sebuah otot dapat bekerja melalui empat cara berikut:
(a) Penggerak Utama : sebuah otot adalah penggerak utama apabila otot tersebut
merupakan otot utama atau anggota kelompok otot utama yang bertanggung
jawab untuk pergerakan tertentu.
(b) Antagonis : setiap otot yang kerjanya berlawanan dari penggerak utama.
(c) Fkksator : otot ini merupakan otot yang berkontraksisecara isometrik,
(contohnya, kontraksi yang meningkatkan tonus otot tetapi tidak
menimbulkan pergerakan) untuk menstabilkan origo otot penggerak utama
sehingga dapat bekerja secara efisien.
(d) Sinergis : pada banyak tempat dalam tubuh, otot penggerak utama
melewatibeberapa sendi sebelum otot itu mencapai sendi tempat pergerakan
utama terjadi.
Dalam satu lengan terdapat banyak jenis otot. Tetapi dalam pemberian
latihan hendaknya dimulai otot yang besar kemudian mengerah ke otot yang
commit to user
108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kecil. Dalam hal ini lengan merupakan suatu extremitas superior
dimana
letaknya diantara anggota tubuh merupakan bagian atas. Menurut pendapat
Satimin Hadiwidjaja (2003: 80) musculi diekstremitas superior dikelompokkan:
Musculi antara extremitas dengan columna vertebralis
Musculi antara extremitas dengan anterolateral thorax
Musculi dibahu
Musculi di brachium
Musculi di antebrachium
Musculi di manus.
Otot juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan energi. Pada mulanya
Otot-otot memerlukan energi untuk berkontraksi. Energi ini disimpan diotot
dalam bentuk ATP. ATP adalah ikatan perantara yang mempunyai kemampuan
istimewa untuk masuk
kedalam berbagai reaksi dengan makanan untuk
membebaskan energi dan reaksi yang berhubungan dengan berbagai mekanisme
fisiologi untuk memberikan energi selam kerjanya. Karena itulah ATP serigkali
disebut energi yang beredar (currency) dari tubuh yang dapat diperoleh dan
digunakan berulang-ulang. Sehingga otot dalam malakukan kontraksi saat
latihan sangat membutuhkan energi.
Dalam sutu kontraksi otot dan pembentukan energi ada keterkaitan yang
sangat erat. Dimana kontraksi otot terjadi suatu peristiwa pemecahan ATP
menjadi ADP dan energi. Otot-otot ini akan melakukan kontraksi apabila
melakukan aktifitas fisik. Terjadinya kontraksi otot bilamana suatu komponen
aktin dan miosin terpacu, sehingga filament aktin akan tertarik kearah filament
miosin. Dimulai dalam suatu rangsangan yang menuju ke sel otot. Sel otot
menerima rangsang melalui saraf maka ion-ion kalsium terlepas dari
commit to user
109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
reticulumsarcoplasma.sehingga protein dari pada myosin memecah
ATP
menjadi ADP dan energi.
Dalam suatu otot apabila dilatih dapat menimbulkan suatu kekuatan dan
kecepatan bahkan pula power. Dalam melakukan suatu program latihan
pembebanan untuk penguatan otot hendaknya ditingkatkan sedikit demi sedikit
secara sistematis akan tercapailah suatu potensi kebutuhan maksimal dalam
waktu singkat.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian berkaitan dengan latihan berbeban (weight Training) untuk
meningkatkan power otot lengan sangat sedikit, akan tetapi penelitian yang berkaitan
pembebanan linier dan non linier untuk meningkatkan lari 100 meter sangat banyak.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh R. Bambang Sutar Wismono
(2006) menyatakan bahwa latihan melalui metode pembebanan linier dan non linier
sangatlah berpengaruh terhadap hasil prestasi lari 100 meter. Metode latihan
pembebanan non linier memiliki pengaruh lebih baik dari pada pembebanan linier
terhadap prestasi lari 100 meter. Ini dibuktikan bahwa mean dari metode non linier
sebesar 15,22 sedangkan mean dari metode linier sebesar 16,48 sehingga dapat
disimpulakan bahwa metode non linier lebih cepat prestasi lari 100 meter dibanding
dengan metode linier.
commit to user
110
perpustakaan.uns.ac.id
C. Kerangka Pemikiran
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan diatas,sehingga dapatlah
dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut:
1. Perbedaan Pengaruh antara Metode Latihan Berbeban Linier dengan Non
linier terhadap peningkatan Power otot Lengan.
Latihan berbeban merupakan metode latihan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan power otot lengan. Power merupakan hasil kali antara kekuatan
dan kecepatan. Apabila keduanya dari kekutan dan kecepatan dilatih akan
menghasilkan power yang maksimal. Berdasarkan metodenya latihan berberban
dibagi menjadi latihan berbeban linier dan non linier.
Metode linier seringkali disebut dengan progressive resistance Exercise.
Latihan berbeban linier merupakan bentuk latihan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kekuatan, kecepatan bahkan power otot lengan. Metode linier ini
dalam peningkatan pembebanannya dilakukan secara terus menerus tanpa ada
pengurangan beban sedikitpun selama periode waktu tertentu. Metode latihan
melalui berbeban linier memiliki keuntungan salah satunya motivasi dari siswa
semakin tinggi dan penerapan yang dilakuakan sangatlah sederhana karena
pembebanan tersebut hanyalah bertambah terus-menerus secara progresif.
.
Kelemahan dari berbeban linier adalah dikawatirkan seringkali terjadi cidera.
Namun demikian dengan menerapkan dosis dari latihan sesuai ketentuan, tidak
mengherankan power akan meningkat.
commit to user
111
perpustakaan.uns.ac.id
Metode non linier merupakan latihan yang cocok untuk digilib.uns.ac.id
meningkatkan
kemampuan power otot lengan. Metode latihan berbeban ini sering kali disebut
dengan the step type approach atau sistem tangga. Metode non linier merupakan
suatu latihan berbeban dimana dalam peningkatannya dilakukan secara bertahap
dan sistematis tetapi terdapat fase peningkatan dan penurunan beban latihan
secara terukur dan teratur. Keuntungan dari latihan non linier salah satunya
Melalui pembebanan nonlinier dapat mempersiapkan lebih cepat kembali dan
merangsang dalam fungsi tubuh untuk latihan berikutnya. Kelemahannya
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memperoleh hasil yang maksimal. Namun
demikian jika latihan dilakukan secara sistematis, maka kelemahan dapat diperkecil.
Dari uraian tersebut ada kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode
berbeban, maka diduga bahwa antara metode latihan berbeban linier dan non linier
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap power otot lengan. Sehingga ada
perbedaan pengaruh antara metode latihan berbeban linier dan non linier terhadap
power otot lengan yang diterapkan pada siswa.
2. Perbedaan power otot lengan yang memiliki kekuatan otot tinggi dan
rendah.
Dalam berbagai olahraga peran power sangat dibutuhkan. Dalam
meningkatkan power hendaknya unsur kecepatan kontraksi dan kekuatan harus
dilatih secara menyeluruh. Kekuatan yang dimiliki setiap orang tidak semua
sama, ada yang rendah dan tinggi. Mengingat selain kecepatan juga ada
kekuatan yang merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang dominan dalam
commit to user
112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
power. Sehingga tinggi rendahnya kekuatan sangatlah berpengaruh
terhadap
power otot lengan.
Kekuatan otot tinggi akan berpengaruh dalam peningkatan power yang
signifikan dalam setiap latihannya. Oleh karena itu jika seseorang menginginkan
power yang sangat tinggi hendaknya didukungoleh kekuatan yang tinggi dan
kecepatan pula. Karena power merupakan hasil kali antara kekuatan dan
kecepatan. Latihan anatara kekutana dan kecepatan tersebut dapat dilaksanakan
secara berdampingan atau dapat juga dalam satu periode latihan.
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa perbedaan dari tinggi rendah
kekuatan otot tungkai akan berpengaruh berbeda terhadap power otot lengan.
Sehingga diduga ada perbedaan pengaruh power otot lengan antara siswa yang
memiliki kekutan otot lengan tinggi dan kekuatan otot lengan rendah.
3. Interaksi antara Metode Latihan dan Kekuatan terhadap Power Otot
Lengan.
Explosive power merupakan kemampuan otot yang dimiliki seseorang
untuk mengatasi suatu kecepatan dalam intensitas yang sangat tinggi dipadu
dengan kecepatan dalam satu gerakan yang bersamaan.
Latihan ekplosif power dapat dilatih melalui latihan kekutan yang
berintensitas tinggi bersamaan dengan kecepatan agar dapat tercapai hasil
maksimal. Latihan yang dapat digunakan dalam meningkatkan power
diantaranya melalui metode linier dan non linier. Latihan berbeban metode linier
akan meningkatkan sistem kardiovaskuler maupun faal tubuhnya, sedangkan
commit to user
113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
metode non linier dapat mempersiapkan lebih cepat kembali dan
merangsang
dalam fungsi tubuh untuk melakukan latihan berikutnya.
Metode latihan melalui pembebanan linier dan non linier sering kali dapat
dilaksanakan secara bersama-sama atau juga dapat dilatih secara bergantian.
Sehingga kedua macam metode ini dapat digunakan untuk meningkatkan power
otot lengan. Dalam latihan berbeban ada dampak positif yang diperoleh salah
satunya dapat meningkatkan kondisi fisik seperti kekuatan dalam waktu yang
relatif cepat. Latihan berbeban juga memiliki perubahan yang sifatnya nyata
bahwa memiliki dampak akan mengurangi kecepatan apabila dalam pemberian
dosis terlalu berat dan tidak dilaksanakan dalam gerakan yang cepat.
Melalui apa yang menjadi kelemahan dan kekurangan tersebut hendaknya
keinginan atlet untuk mencapai hasil yang terbaik dapat diatasi sedemikian
rupa. Sehingga diperoleh hasil yang maksimal dan tidak menimbulkan cidera
yang berarti.
Kekuatan merupakan salah satu unsur yang dapat meningkatkan power.
dalam eksplosif power awalnya melatih kekuatan kemudian beralih menjadi
gerakan yang semakin dipercepat melalui pengurangan beban. Semakin lama
pembebanan tersebut ditambah dan kecepatannya tidak dikurangi. Agar
pembentukan yang arahannya ke power tetap terjaga.
Dari uraian tersebut diatas, dapat diduga bahwa metode latihan dan
kekuatan akan memberikan pengaruh terhadap power otot. lengan. Sehingga
diduga ada interaksi antara metode latihan berbeban dan kekuatan terhadap
power otot lengan pada siswa tersebut.
commit to user
114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan,
dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh antara metode latihan berbeban linier dan non linier
terhadap power otot lengan.
2. Ada perbedaan power otot lengan antara siswa yang memiliki kekuatan otot
lengan rendah dan kekuatan otot lengan tinggi.
3. Ada pengaruh interaksi antara metode latihan berbeban dan kekuatan
terhadap power otot lengan.
commit to user
115
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
digilib.uns.ac.id
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lapangan SMP Negeri I Tulung Jalan
Jatinom-Boyolali desa Kembang Sari, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten,
Jawa Tengah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama satu setengah bulan (enam minggu)
dimulai bulan september sampai dengan bulan oktober dengan frekuensi
pertemuan tiga kali dalam seminggu yaitu hari Selasa, Kamis, Sabtu. Penentuan
waktu latihan dengan frekuensi tiga kali seminggu tersebut dimaksudkan agar
melalui latihan tiga hari dalam setiap minggunya terjadi peningkatan kualitas
dari fisik anak tersebut dan otot tidak kembali normal serta dapat memberikan
kesempatan bagi tubuh agar dapat beradaptasi terhadap beban yang diterima.
Pertemuan dilaksanakan diluar jam sekolah yaitu pada sore hari pukul
14.00 WIB sampai selesai. Dengan tujuan agar tidak menggangu proses belajar
mengajar pada siswa. Secara keseluruhan kegiatan perlakuan berlangsung
selama 18 kali pertemuan. Uraian terperinci mengenai perencanaan waktu
penelitian tersebut selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
115
commit to user
116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Metode Penelitian
Jenis atau metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2x2. Metode eksperimen dipilih
untuk mengetahui gejala-gejala tertentu melalui perlakuan yang dikenakan
terhadap sampel percobaan. Pengaruh yang ditimbulkan dari perlakuan atau
treatment yang dikenakan pada sampel penelitian, diobservasi selama
berlangsungnya eksperimen. Menurut pendapat Sugiyanto (1995 : 30)
memaparkan bahwa
“rancangan faktorial adalah rancangan dimana bisa dimasukkan dua variabel
atau lebih untuk dimanipulasi secara simultan. Dengan rancangan ini bisa diteliti
pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependen, dan juga
pengaruh interaksi antara variabel-variabel independen”.
Dalam desain faktorial, dua atau lebih variabel dimanipulasi secara
simultan untuk mengetahui pengaruh masing-masing terhadap variabel terikat,
disamping pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh interaksi antar variabel.
Adapun rancangan faktorial penelitian tersebut dapat digambarkan dalam
matriks tabel sebagai berikut:
Tabel 6. Rancangan Penelitian Faktorial 2x2.
Metode Latihan Berbeban
(b)
Latihan berbeban (b)
Latihan Berbeban Model
Linier (b1)
Latihan Berbeban
Model Non Linier (b2)
Tinggi (a1)
a1b1
a1b2
Rendah (a2)
a2b1
a2b2
Kekuatan (a)
commit to user
117
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan:
digilib.uns.ac.id
a1b1 : kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi yang dilatih dengan
latihan berbeban menggunakan model linier.
a1b2 : kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi yang dilatih dengan
latihan berbeban menggunakan model non linier.
a2b1 : kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot lengan rendah yang dilatih
dengan latihan berbeban menggunakan model linier.
a2b2 : kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot lengan rendah yang dilatih
dengan latihan berbeban menggunakan model non linier.
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas (independent) dan satu
variabel terikat (dependent) dengan perincian variabel sebagai berikut :
1. Variabel bebas (independent) yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lainnya
variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Variabel manipulatif, yang terdiri dari dua perlakuan yaitu:
1) Latihan Berbeban Model Linier
2) Latihan Berbeban Model Non Linier
b. Variabel atributif yang dikendali yaitu Kekuatan, merupakan variabel yang
melekat pada sampel dan menjadi sifat dari sampel tersebut yang yang
dibedakan menjadi dua yaitu kekuatan tinggi dan kekuatan rendah.
2. Variabel terikat (dependent) yaitu variabel yang dipengaruhi variabel lain.
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah power otot lengan.
commit to user
118
perpustakaan.uns.ac.id D. Definisi Operasional Variabel Penelitian
digilib.uns.ac.id
Untuk memberikan penefsiran yang sama terhadap variabel-variabel
dalam penelitian, maka perlu dijelaskan definisi dari variabel sebagai berikut :
1. Variabel bebas (independent) yaitu suatu variabel dimana variabel ini
mempengaruhi variabel yang lainnya.
a. Variabel manipulatif (perbuatan), yang terdiri dari:
1) Metode latihan berbeban linier
Latihan melalui pembebanan linier adalah metode latihan berbeban
dimana beban latihan ditingkatkan secara bertahap dan dalam
peningkatannya tersebut dilakukan secara terus menerus tanpa
adanya pengurangan beban. Sesuai dengan tujuan penelitian pada
metode latihan berbeban linier, salah satunya untuk meningkatkan
power otot lengan. Jenis pembebanan yang digunakan oleh siswa
usia sekolah menengah melalui model mengangkat tubuhnya
sendiri yang berupa Push ups dan Pull ups. Latihan pull ups dan
push ups merupakan sarana
berbeban yang dilakukan dengan
gerakan menekuk dan meluruskan lengan secara dinamis. Metode
latihan berbeban linier dalam penelitian ini menggunakan
pengukuran nominal, dimana dalam pengukuran tersebut tidak bisa
dibedakan tingkatannya.
2) Metode latihan berbeban non linier
commit to user
119
perpustakaan.uns.ac.idLatihan berbeban melalui metode non linier merupakan
digilib.uns.ac.id
suatu
latihan berbeban dimana peningkatannya dilakukan secara bertahap
dan sistematis tetapi terdapat fase peningkatan dan penurunan
beban secara terukur dan teratur. Latihan ini dapat digunakan untuk
meningkatkan power otot lengan. Latihan pull ups dan push ups
merupakan sarana berbeban dimana dalam melakukannya melalui
gerakan menekuk dan meluruskan lengan. Metode latihan berbeban
non linier dalam penelitian ini menggunakan pengukuran nominal
(tidak bisa dibedakan tingkatannya).
b. Variabel atributif, meruapakan variabel yang melekat pada diri
sampel. Variabel atributif ini adalah kekuatan. Kekuatan dibedakan
menjadi kekuatan rendah dan tinggi, untuk mengetahui kekutan
maksimal yang dikerahkan oleh otot lengan tersebut maka diukur
dengan spanding dynamometer. Dilakukan tiga kali dan diambil hasil
terbaik. Pengukuran ini menggunakan ordinal (tingkatan).
2. Variabel terikat (dependent), yaitu suatu variabel yang dipengaruhi oleh
variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah power otot
lengan. Definisi power otot lengan adalah kemampuan otot lengan untuk
mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu sesingkat. Maka diukur
dengan Bola medicine. Penelitian dalam pengukuran ini menggunakan
skala dimana hasilnya terdapat perbedaan yang jelas antara setiap sampel
dalam penelitian dan perlakuannya. Tes tersebut dilakukan tiga kali dalam
commit to user
120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pelaksanaan pengukuran terhadap siswa dan diambil
hasil yang
terbaik dalam setiap ulangannya.
E. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putra yang mengikuti
ekstrakulikuler olahraga SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun
pelajaran 2010/2011 berjumlah 50 siswa
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa putra yang mengikuti
ekstrakulikuler disetiap cabang olahraga di SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten
Klaten tahun pelajaran 2010/2011. Besar jumlah sampel tersebut 40 orang
diperoleh dengan teknik purposive random sampling, yaitu dari sejumlah
populasi yang ada, untuk menjadi sampel harus memenuhi ketentuan-ketentuan
sesuai dengan tujuan penelitian.
Adapun ketentuan-ketentuan dalam tujuan penelitian tersebut adalah,
sebagai berikut:
a. Berjenis kelamin laki-laki.
b. Berminat untuk mengikuti latihan beban.
c. Sehat jasmani dan rokhani.
d. Tidak melakukan aktivitas atau latihan fisik lain yang terprogram.
e. Bersedia menjadi sampel penelitian dan mengikuti program latihan yang telah
direncanakan.
commit to user
121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Seluruh populasi penelitian selanjutnya dilakukan pengukuran
terhadap
kekuatan maksimal otot lengan, dengan tujuan untuk mengetahui mahasiswa
yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dan kekuatan otot lengan rendah
kemudian dirangking. Dari hasil rangking tersebut diambil 40 orang. Dengan
cara (yaitu siswa yang berada pada rangking 1 sampai 20 teratas sebagai sampel
dengan kekuatan otot lengan tinggi dan siswa yang berada pada rangking 31
sampai 50 sebagai sampel kekuatan otot lengan rendah). Selanjutnya sampel
yang berada pada rangking 21 sampai 30 dihilangkan. Agar terdapat perbedaan
dan jenjang yang jelas antara siswa yang memiliki kekuatan otot lengan rendah
dan kekuatan otot lengan yang tinggi.
Kemudian kedua kelompok yang sudah terbentuk dari setiap kelompok,
selanjutnya dengan cara undian (random) ditentukan menjadi kelompok yang
mendapat perlakuan metode latihan berbeban linier
dan non linier untuk
kemudian dibentuk menjadi 4 kelompok latihan yang masing-masing jumlahnya
10 tiap selnya.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kekuatan otot lengan
dan data power otot lengan. Data kekuatan otot lengan digunakan untuk menentukan
atau membagi kelompok eksperimen, sedangkan data power otot lengan untuk
mengetahui peningkatan power otot lengan sebagai akibat dari perlakuan yang
diberikan dalam model latihan berbeban linier dan latihan berbeban non linier.
commit to user
122
perpustakaan.uns.ac.id
Seluruh data yang diberikan dalam penelitian ini seperti yangdigilib.uns.ac.id
dikemukakan
tersebut diatas, diperoleh melalui tes dan pengukuran terhadap kekuatan dan power
otot lengan dengan menggunakan:
1. Tes kekuatan otot lengan
Dilakukan dengan tes kekuatan otot lengan dengan menggunakan alat
Expanding Dynamometer.
2. Tes kemampuan power otot lengan
Dilakukan dengan tes kemampuan power otot lengan Tolak Bola Medisin
(Two Hand Medicine Ball Put) dari (Johnson & Nelson,1986) yang dikutip oleh
Mulyono B (2008: 60-61). Petunjuk pelaksanaan masing-masing tes terlampir.
dari Johnson, B.L. & Nelson, J.K. (1986:210) untuk mengumpulkan data power
otot lengan. Tes tersebut dilaksanakan 2 kali yaitu tes awal sebelum perlakuan
dan tes akhir setelah diberi perlakuan.
3. Mencari Reliabilitas Tes
Sebelum data hasil penelitian dianalisis terlebih dahulu data harus dicari
reliabilitasnya, untuk mengetahui keajagan dari tes yang bersangkutan. Untuk
mencari besarnya koefisien reliabilita data dalam penelitian ini dengan
menggunakan rumus Analisis Varian satu jalan dari Mulyono B (2008: 44)
sebagai berikut :
R =
MS
M SW
MSA
A
commit to user
123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hasil penghitungan korelasi di atas, kemudian dimasukkan
ke dalam
rumus Reliabilita dari spearman Brown sebagai berikut :
r =
2.rY1Y2
1  rY1Y2
G. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat analisis dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji
homogenitas. Adapun langkah masing-masing uji prasyarat tersebut sebagai
berikut:
a. Uji Normalitas (Metode Lilliefors)
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel
penelitian ini berasal dari populasi yang normal atau tidak.
Langkah-langkah :
1) Pengamatan X1, X2, X3, ….. Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, …..
Zn, dengan menggunakan rumus :
Zi = {Xi – X } / SD, dengan X dan SD berturut-turut merupakan ratarata dan simpangan baku.
2) Data dari sampel tersebut kemudian diurutkan dari skor terendah sampai
skor tertinggi.
3) Untuk tiap bilangan baku ini dan dengan menggunakan daftar distribusi
normal baku kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi).
commit to user
124
perpustakaan.uns.ac.id
4) Menghitung perbandingan antara nomor subyek I dengan digilib.uns.ac.id
subyek n yaitu
: S(Zi) = i/n.
5) Mencari selisih antara F(Zi) – S(Zi), dan ditentukan harga mutlaknya.
6) Menentukan harga terbesar dari harga mutlak diambil sebagai Lo.
Rumusnya : Lo = | F(Zi) – S(Zi) | maksimum.
Kriteria :
Lo < Ltab : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Lo > Ltab: Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas (Metode Bartlett)
Uji Homogenitas dilakukan dengan Uji Bartlett. Langkah-langkah
pengujiannya sebagai berikut :
1. Membuat tabel perhitungan yang terdiri dari kolom-kolom kelompok
sample : dk (n-1), 1/dk, Sdi2, dan (dk) log Sdi2.
2. Menghitung varians gabungan dari semua sample.
n  1 Sd
Rumusnya :
SD2 =
B = Log
Sd i2 n  1

2
i 1
n  1
3. Menghitung X2
Rumusnya : X2 = (Ln) B-(n-1) Log Sdi 1 ……. (2)
Dengan (Ln 10) = 2,3026
Hasilnya (X2 hitung) kemudian dibandingkan dengan (X2 tabel), pada
taraf signifikansi  = 0,05 dan dk (n-1).
4. Apabila X2 hitung < X2 tabel, maka Ho diterima.
commit to user
125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Artinya varians sampel bersifat homogen. Sebaliknya apabila
X2 hitung
> X2 tabel, maka Ho ditolak. Artinya varians sampel bersifat tidak
homogen.
2. Analisis Data
a. ANOVA Dua Jalan Untuk Rancangan Faktorial 2 x 2
1) Metode AB Untuk Perhitungan ANOVA Dua Faktor
Tabel 2. Ringkasan ANOVA untuk Eksperimen faktorial 2 x 2
Sumber
dk
JK
RJK
Fo
1
Ry
R
A
a-1
Ay
A
A/E
B
b-1
By
B
B/E
AB
(a-1) (b-1)
ABy
AB
AB/E
Kekeliruan
ab(n-1)
Ey
E
Variasi
Rata-rata
perlakuan
Keterangan :
A = Taraf faktorial A
N = Jumlah sampel
B = Taraf faktorial B
Langkah-langkah perhitungan :
a)
Y
2
a

i 1
b
 Yij2
j 1
commit to user
126
perpustakaan.uns.ac.ida
digilib.uns.ac.id
b
 
b) R y 
i 1
abn
c) Jab =
d) Ay =
j 1
  J ij2   R y
a
b
i 1
j 1
 Ai2 / bn   R y
a
i 1
 Bi2 / an  R y
b
e) By =
j 1
f) Aby = Jab – Ay - By
g) Ey = Y2 – Ry – Ay – (By + ABy)
2) Kriteria Pengujian Hipotesis
Jika F > F (1 - ) (V1 – V2), maka hipotesis nol ditolak.
Jika F < F (1 - ) (V1 – V2), maka hipotesis nol diterima dengan : dk
pembilang Vi (K – 1) dan dk penyebut V2 = (n1 + ……… nk – k)  = taraf
signifikan untuk pengujian hipotesis.
Keterangan :
Y2 : Jumlah kuadrat data
Ry
: Rata-rata peningkatan karena perlakuan
Ay
: Jumlah peningkatan pada kelompok berdasarkan power otot lengan
dengan metode latihan berbeban melalui metode linier dan non linier
By
: Jumlah peningkatan berdasarkan kekuatan otot lengan.
Aby : Selisih antara jumlah peningkatan data keseluruhan dan jumlah
peningkatan kelompok perlakuan dan kekuatan otot lengan.
commit to user
127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jab : Selisih jumlah kuadrat data dan rata-rata peningkatan perlakuan.
b. Uji Rentang Newman – Keuls setelah ANOVA
Menurut Sudjana (1994:36) langkah-langkah untuk melakukan uji
Newman – Keuls adalah sebagai berikut :
1. Susun k buah rata-rata perlakuan menurut urutan nilainya dari yang
terkecil sampai keoada yang terbesar.
2. Dari rangkaian ANOVA, diambil harga RJK disertai dk-nya.
3. Hitung kekeliruan buku rata-rata untuk setiap perlakuan dengan rumus :
Sy 
RJK E Kekeliruan
RJK (Kekeliruan) juga didapat dari hasil
N
rangkuman ANOVA.
4. Tentukan taraf signifikan , lalu gunakan daftar rentang student. Untuk
uji Newman – Keuls, diambil V = dk dari RJK (Kekeliruan) dan P = 2, 3
…, k. Harga-harga yang didapat dari bagian daftar sebanyak (k-1) untuk
V dan P supaya dicatat.
5. Kalikan harga-harga yang didapat di titik …… di atas masing-masing Sy
dengan jalan demikian diperoleh apa yang dinamakan rentang signifikan
terkecil (RST).
6. Bandingkan selisih rata-rata terkecil dengan RST untuk mencari P-k
selisih rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil kedua dengan RST untuk P
= (k-1), dan seterusnya. Demikian halnya perbandingan selisih rata-rata
terbesar kedua rata-rata terkecil dengan RTS untuk P = (k-1), selisih ratarata terbesar kedua dan selisih rata-rata terkecil kedua dengan RST untuk
commit to user
128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
P = (k-2), dan seterusnya. Dengan jalan begitu semua akan
ada ½ K (k –
1) pasangan yang harus dibandingkan. Jika selisih-selisih yang didapat
lebih besar dari pada RST-nya masing-masing maka disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata perlakuan.
3. Hipotesa Statistik
Hipotesa 1
Hipotesa 2
Hipotesa 3
H0 = 
A1 >  A2
HA = 
A1 <  A2
H0 = 
B1 >  B2
HA = 
B1 <  B2
H0 = Interaksi
AxB = 0
HA = Interaksi
AxB ≠ 0
Keterangan :

= Nilai rata-rata
A1
= Metode latihan berbeban dengan medel berbeban metode linier
A2
= Metode latihan berbeban dengan model berbeban metode non linier
B1
= kekutan otot tinggi
B2
= kekuatan otot rendah.
commit to user
129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini disajikan mengenai hasil penelitian beserta interpretasinya.
Penyajian hasil penelitian adalah berdasarkan analisis statistik yang telah dilakukan
pada tes awal dan tes akhir hasil power otot lengan. Berturut-turut berikut disajikan
mengenai deskripsi data, uji persyaratan analisis data, pengujian hipotesis dan
pembahasan hasil penelitian.
A. Deskripsi Data
Deskripsi hasil analisis data hasil tes power otot lengan yang dilakukan sesuai
dengan kelompok yang dibandingkan disajikan sebagai berikut:
Tabel 8. Deskripsi Data Hasil Tes Power Otot lengan Tiap Kelompok Berdasarkan
Pengunaan Metode dan Tingkat Kekuatan Otot lengan
Perlakuan
latihan berbeban
Tingkat
Kekuatan
Otot lengan
Statistik
Hasil
Tes
Awal
Jumlah
Tinggi
Metode Linier
Rerata
SD
Jumlah
Rendah
Rerata
SD
Jumlah
Tinggi
Metode
Non Linier
Rerata
SD
Jumlah
Rendah
Rerata
SD
129
commit to user
39,41
3,94
0,118
37.0
3.702
0.167
39.6
3.957
0.210
36.8
3.677
0.204
Hasil
Tes
Akhir
44,52
4,45
0,104
40.0
4.003
0.125
42.7
4.269
0.192
40.2
4.017
0.217
Peningkatan
5,11
0,51
0,099
3.01
0.301
0.131
3.1
0.312
0.092
3.4
0.340
0.108
130
perpustakaan.uns.ac.id
Masing-masing sel (kelompok perlakuan) memiliki peningkatandigilib.uns.ac.id
yang berbeda.
Nilai rata-rata peningkatan power otot lengan yang dicapai pada tiap-tiap kelompok
perlakuan disajikan dalam bentuk tabel histogram. Gambaran menyeluruh dari nilai
rata-rata power otot lengan yang diperoleh, dapat dibuat histogram perbandingan
nilai-nilai sebagai berikut:
Gambar 21. Histogram Nilai Rata-Rata Hasil Tes Awal dan Tes Akhir
Power Otot Lengan Tiap-Tiap Kelompok Berdasarkan Jenis
Latihan Berbeban dan Tingkat Kekuatan Otot
BL
= Kelompok latihan berbeban linier
BN
= Kelompok latihan berbeban Non linier
KOL T = Kelompok kekuatan otot lengan tinggi
KOL R = Kelompok kekuatan otot lengan rendah
commit to user
131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari hasil analisis data yang telah dilakukan ternyata masing-masing
sel atau
kelompok perlakuan, memiliki peningkatan nilai power otot lengan yang berbeda.
Nilai peningkatan power otot lengan masing-masing sel (kelompok perlakuan) dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 9. Nilai Peningkatan Power Otot lengan Pada Masing-Masing
Sel atau Kelompok Perlakuan.
No
Kelompok Perlakuan (Sel)
1
A1 B1 (KP1)
2
A1 B2 (KP2)
3
A2 B1 (KP3)
4
A2 B2 (KP4)
Nilai Peningkatan Power Otot
lengan
5.11
3.01
3.1
3.4
Keterangan :
KP1
= Kelompok latihan berbeban linier dengan tingkat kekuatan otot lengan
tinggi
KP2
= Kelompok latihan berbeban linier dengan tingkat kekuatan otot lengan
rendah
KP3
= Kelompok latihan berbeban non linier dengan tingkat
kekuatan otot
lengan tinggi
KP4
= Kelompok latihan berbeban non linier dengan tingkat
lengan rendah
commit to user
kekuatan otot
132
perpustakaan.uns.ac.id
Selanjutnya gambaran mengenai nilai peningkatan power lengandigilib.uns.ac.id
pada masingmasing kelompok berdasarkan tingkat pembebanan dan tingkat kekuatan otot lengan
dapat dilihat pada tabel histogram berikut:
Gambar 22. Histogram Nilai Rata-rata Peningkatan Power Otot Lengan
dari Tiap Kelompok Berdasarkan Metode Latihan dan
Tingkat Kekuatan Otot
Kelompok siswa yang mendapat latihan berbeban Linier dan non linier
memiliki peningkatan power otot lengan yang berbeda. Jika antara kelompok siswa
ekstrakulikuler olahraga yang mendapat latihan berbeban Linier dan non linier
dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga
yang mendapat perlakuan berbeban linier memiliki peningkatan hasil power otot
commit to user
133
perpustakaan.uns.ac.id
lengan, lebih tinggi dari pada kelompok siswa ekstrakulikuler digilib.uns.ac.id
olahraga yang
mendapat latihan berbeban non linier yaitu sebesar 5,11.
Perbedaan tingkat kekuatan otot lengan berpengaruh pada peningkatan power
otot lengan. Jika antara kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki
kekuatan otot lengan tinggi dan rendah dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa
kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi
memiliki peningkatan hasil power otot lengan yang lebih tinggi dari pada kelompok
mahasiswa yang memiliki kekuatan otot lengan rendah yaitu sebesar 5,11.
B. Pengujian Persyaratan Analisis
1. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu perlu diuji distribusi
kenormalannya. Uji normalitas data penelitian ini menggunakan metode
Lilliefors. Selanjutnya hasil uji normalitas data yang telah dilakukan pada tiap
kelompok adalah sebagai berikut:
Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data
Kelompok
Perlakuan
N
M
SD
KP1
10
0,510
0,099
KP2
10
0.301
0.131
0.0985
KP3
10
0.312
0.092
0.1207
KP4
10
0.340
0.108
0.1443
Lhitung
0.1398
commit to user
Ltabel 5%
0.258
0.258
0.258
0.258
Kesimpulan
Berdistribusi
Normal
Berdistribusi
Normal
Berdistribusi
Normal
Berdistribusi
Normal
134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari hasil uji normalitas yang telah dilakukan pada KP1 diperoleh nilai Lo
= 0.1398 , ternyata nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada taraf
signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data
pada KP1 termasuk berdistribusi normal. Selanjutnya dari hasil uji normalitas
yang dilakukan pada KP2 diperoleh nilai Lo = 0. 0985, yang ternyata lebih kecil
dari angka batas penolakan hipotesis nol menggunakan signifikansi 5% yaitu
0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP2 termasuk
berdistribusi normal. Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada KP3 diperoleh
nilai Lo = 0.1207. Di mana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan
menggunakan signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa data pada KP3 termasuk berdistribusi normal. Dan selanjutnya dari hasil
uji normalitas yang dilakukan pada KP4 diperoleh nilai Lo = 0.1443, ternyata
nilai yang diperoleh juga lebih kecil dari angka batas penolakan hipotesis nol
menggunakan signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa data pada KP4 juga termasuk berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk menguji kesamaan varians antara
kelompok 1 dengan kelompok 2. Uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan uji Bartlet. Hasil uji homogenitas data antara kelompok 1
dan kelompok 2, selengkapnya disajikan dalam tabel berikut:
commit to user
135
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data
∑
Kelompok
4
Ni
SD2gab
χ2o
χ2tabel
Kesimpulan
5%
10
0.012555556 0.956079255
7.81
Varians
homogeny
Dari hasil uji homogenitas diperoleh nilai χ2o = 0,956. Sedangkan dengan
K - 1 = 4 – 1 = 3, angka χ2 tabel 5% = 7,81, yang ternyata bahwa nilai χ2o = 0.956
lebih kecil dari χ2tabel 5% = 7.81. Sehingga dari hasil uji homogenitas tersebut dapat
disimpulkan bahwa antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain dalam
penelitian ini memiliki varians yang homogen.
C. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan berdasarkan hasil analisis data dan
interprestasi analisis varians. Uji rentang Newman-Keuls ditempuh sebagai langkahlangkah untuk melakukan uji rata-rata setelah Anava. Berkenaan dengan hasil analisis
varians dan uji rentang Newman-Keuls, ada beberapa hipotesis yang harus diuji.
Urutan pengujian disesuaikan dengan urutan hipotesis yang telah dirumuskan pada
bab II sebelumnya. Hasil analisis data, yang diperlukan untuk pengujian hipotesis
adalah sebagai berikut:
commit to user
136
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 12. Ringkasan Nilai Rata-rata Power Otot Lengan Berdasarkan
Jenis Latihan dan Tingkat Kekuatan Otot
A1
Variabel
Rerata Power
Otot lengan
Hasil tes awal
Hasil tes akhir
A2
B1
B2
B1
B2
39.41
37.0
39.6
36.8
44.52
40.0
42.7
40.2
5.11
3.01
3.1
3.4
Peningkatan
Keterangan :
A1
= Latihan berbeban linier.
A2
= Latihan berbeban non linier.
B1
= Kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga
yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi
B2
= Kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga
yang memiliki kekuatan otot lengan rendah
Tabel 13. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Penggunaaan
Metode Latihan (A1 dan A2)
Sumber
Variasi
dk
A
1
Kekeliruan
36
JK
RJK
0,0764
1,0764
0,4233
0,012
commit to user
Fo
89,7004
Ft
4.11
137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 14. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Tingkat
Kekuatan Otot Lengan (B1 dan B2)
Sumber
Variasi
Dk
B
1
Kekeliruan
36
JK
RJK
0,0348
1,0348
0,4233
Ft
Fo
86,23000
4.11
0,012
Tabel 15. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Faktor
Sumber
Variasi
dk
JK
RJK
Ft
Fo
Rata-rata
Perlakuan
1
5,3582
6,3582
A
1
0,0764
1,0764
89,7004
B
1
0,0348
1,0348
86,2300
AB
1
0,17725
1,17725
98,1042
Kekeliruan
36
0,4233
0,012
sTotal
40
0,0700
4.11
Tabel 16. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Analisis Varians
KP
Rerata
A1B1
0.511
A2B2
0.340
A1B2
0.312
A2B1
0.301
A1B1
A2B2
A1B2
0.511
0.340
0.312
-
0.171
-
A2B1
0.301
0.199
0.210
*
0.0035
0.028
0.039
*
0.0042
-
0.011
*
0.0046
-
commit to user
RST
138
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan ;
digilib.uns.ac.id
Yang bertanda * berarti signifikan pada   0,05.
Untuk mengetahui pengaruh metode latihan antar kelompok perlakuan
digunakan data tes awal dan tes akhir power otot lengan, sedangkan untuk
mengetahui perbedaan peningkatan masing-masing kelompok digunakan selisih data
tes awal dan tes akhir, yaitu nilai peningkatan antar kelompok perlakuan.
Berdasarkan hasil analisis data tersebut di atas, dapat dilakukan pengujian hipotesis
sebagai berikut:
1. Pengujian Hipotesis I
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan berbeban linier
memiliki peningkatan yang berbeda dengan latihan berbeban non linier. Hal ini
dibuktikan dari nilai Fhitung = 89,7004 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa
nol (H0) ditolak. Yang berarti bahwa latihan linier memiliki peningkatan yang
berbeda dengan latihan non linier dapat diterima kebenarannya. Dari analisis
lanjutan diperoleh bahwa ternyata latihan linier memiliki peningkatan yang lebih
baik dari pada latihan non linier, dengan rata-rata peningkatan masing-masing
yaitu 0.412 dan 0,321.
2. Pengujian Hipotesis II
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki
kekuatan otot lengan tinggi memiliki peningkatan hasil power otot lengan yang
commit to user
139
perpustakaan.uns.ac.id
berbeda dengan siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki digilib.uns.ac.id
kekuatan otot
lengan rendah. Hal ini dibuktikan dari nilai Fhitung = 86,23000 > Ftabel = 4.11.
Dengan demikian hipotesa nol (H0) ditolak. Yang berarti bahwa siswa
ekstrakulikuler olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi memiliki
peningkatan hasil power otot lengan yang berbeda dengan siswa ekstrakulikuler
olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan rendah dapat diterima
kebenarannya.
Dari analisis lanjutan diperoleh bahwa ternyata siswa ekstrakulikuler
olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi memiliki peningkatan hasil
power otot tungkai yang lebih baik dari pada siswa ekstrakulikuler olahraga yang
memiliki kekuatan otot lengan rendah, dengan rata-rata peningkatan masingmasing yaitu 0,4 dan 0,3.
3. Pengujian Hipotesis III
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara latihan
berbeban linier dan tingkat kekuatan otot sangat bermakna. Karena Fhitung =
98,1042 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol ditolak. Terdapat interaksi
yang signifikan antara jenis latihan yang diterapkan terhadap power otot lengan
dan tingkat kekuatan otot lengan.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian ini memberikan penafsiran yang lebih lanjut
mengenai hasil-hasil analisis data yang telah dikemukakan. Berdasarkan pengujian
hipotesis telah menghasilkan dua kelompok kesimpulan analisis yaitu :
commit to user
140
perpustakaan.uns.ac.id
(a) ada perbedaan pengaruh yang bermakna antara faktor-faktor utamadigilib.uns.ac.id
penelitian, (b)
ada interaksi yang bermakna antara faktor-faktor utama dalam bentuk interaksi dua
faktor. Selanjutnya kelompok kesimpulan analisis dapat dipaparkan lebih lanjut
sebagai berikut:
1. Perbandingan Pengaruh Latihan Berbeban Linier dan Berbeban Non linier
Berdasarkan pengujian hipotesis pertama ternyata ada perbedaan
pengaruh yang nyata antara kelompok siswa ekstrakulikuler yang mendapatkan
latihan berbeban linier dan kelompok siswa ekstrakulikuler yang mendapatkan
latihan berbeban non linier terhadap power otot lengan. Pada kelompok siswa
ekstrakulikuler yang mendapat latihan berebeban linier mempunyai peningkatan
power otot lengan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa
ekstrakulikuler olahraga yang mendapat latihan berbeban non linier.
Latihan linier lebih cepat memungkinkan peningkatan power dikarenakan
dalam penelitian ini hanya berlangsung 1,5 bulan. Pada latihan berbeban linier ini
otot-otot dituntut untuk bekerja melawan beban yang dilakukan peningkatan
secara berulang-ulang dan terus-menerus dengan pemberian baban secara
prograsif. Latihan berbeban linier dan non linier yang terapkan berupa gerakan
mengangkat tubuhnya sendiri, hanya saja yang membedakan waktu yang
diperlukan dalam penelitian sangatlah singkat. Latihan berbeban linier dapat
mengembangkan kecepatan dan kekuatan secara terpadu. Kecepatan dan
kekuatan gerak yang terpadu dalam satu gerakan sangatlah meningkatkan
kemampuan daya ledak (power).
commit to user
141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Power otot lengan merupakan kemampuan otot atau sekelompok
otot
lengan untuk mengatasi tahanan beban atau dengan kecepatan tinggi dalam satu
gerakan yang utuh secara eksplosif. Faktor utama power otot adalah kekuatan dan
kecepatan. Power otot dapat ditingkatkan dan dikembangkan melalui latihan fisik
yaitu dengan meningkatkan unsur kekuatan dan unsur kecepatan secara bersamasama. Oleh karena itulah latihan berbeban linier memiliki hasil yang lebih baik
dibandingkan latihan berbeban non linier dalam meningkatkan power otot lengan.
Latihan berbeban linier merupakan latihan yang sangat efektif
untuk
mengembangkan power otot dalam waktu yang sangat pendek.
Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan
bahwa perbandingan rata-rata peningkatan persentase hasil power otot lengan
yang dihasilkan oleh latihan linier lebih tinggi 5,11 dari pada power otot lengan
yang dihasilkan dengan latihan non linier.
2. Perbandingan Antara Taraf Kekuatan Otot lengan Tinggi dan Rendah
Berdasarkan pengujian hipotesis ke dua ternyata ada perbedaan pengaruh
yang nyata antara kelompok siswa ekstrakulikuler dengan kekuatan otot lengan
tinggi dan kekuatan otot lengan rendah terhadap power otot lengan. Pada
kelompok siswa ekstrakulikuler dengan kekuatan otot lengan tinggi mempunyai
peningkatan power otot lengan lebih tinggi dibanding kelompok siswa
ekstrakulikuler dengan kekuatan otot lengan rendah. Pada kelompok siswa
ekstrakulikuler kekuatan otot lengan tinggi memiliki potensi yang lebih tinggi
dari pada siswa ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan rendah.
commit to user
142
perpustakaan.uns.ac.id
Kekuatan otot merupakan modalitas untuk melakukan latihan. digilib.uns.ac.id
Kekuatan otot
yang baik menunjang kesiapan siswa ekstrakulikuler untuk melakukan latihan
khususnya yang bertujuan untuk meningkatkan power.
Kekuatan merupakan unsur dasar pembentuk power otot. Siswa
ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi, lebih memungkinkan
memiliki power otot lengan yang lebih baik. Makin tinggi tingkat kekuatan otot
lengan yang dimiliki siswa ekstrakulikuler, maka makin besar pula potensi power
otot yang dimungkinkan dapat dicapai. Oleh karena itulah siswa ekstrakulikuler
yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi memiliki peningkatan power otot
lengan yang lebih baik, dari pada siswa ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan
otot lengan rendah.
Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan
bahwa perbandingan rata-rata peningkatan hasil power otot lengan pada siswa
ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi 5,11 yang lebih tinggi
dari pada kelompok siswa ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan
rendah.
3. Interaksi Antara Metode Latihan dengan Tingkat Kekuatan Otot Lengan
Dari tabel 10 ringkasan hasil analisis varian dua faktor, nampak bahwa
faktor-faktor utama penelitian dalam bentuk dua faktor menunjukkan interaksi
yang nyata. Untuk kepentingan pengujian bentuk interaksi AB terbentuklah tabel
dibawah ini.
commit to user
143
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 17. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksidigilib.uns.ac.id
Faktor,
A dan B Terhadap Hasil Power otot lengan.
Faktor
A = Metode latihan berbeban linier
Taraf
B = Kekuatan
otot lengan
A1
A2
Rerata
A1 – A2
B1
0.511
0.301
0.406
0,210
B2
0.312
0.340
0.326
-0,028
Rerata
0.412
0.321
0.366
B1 – B2
0,199
-0,039
0,091
Interaksi antara dua faktor penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:
commit to user
144
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ss
Gambar 21. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan
Power Otot Lengan
Keterangan :
: A1 = Latihan berbeban linier
: A2 = Latihan berbeban non linier.
: B1 = Kekuatan otot lengan tinggi
: B2 = Kekuatan otot lengan rendah
Atas dasar gambar tersebut di atas, dapat diketahui bahwa bentuk garis
perubahan besarnya nilai hasil power otot lengan adalah tidak sejajar dan
bersilangan. Garis perubahan peningkatan power otot lengan antar kelompok
memiliki suatu titik pertemuan atau persilangan. Antara jenis latihan berbeban
(metode latihan berbeban) untuk meningkatkan power otot lengan dan tingkat
kekuatan otot lengan memiliki titik persilangan. Ini berarti bahwa terdapat
interaksi yang signifikan diantara keduanya. Gambar tersebut menunjukkan
bahwa kekuatan otot berpengaruh terhadap hasil latihan.
commit to user
145
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil penelitian yang dicapai, ternyata siswa digilib.uns.ac.id
ekstrakulikuler
yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi memiliki peningkatan power otot
lengan yang besar jika dilatih dengan latihan berbeban linier. Siswa
ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan rendah dengan latihan
berbeban melalui metode non linier, memiliki peningkatan power otot lengan
yang lebih baik dibandingkan siswa ekstrakulikuler dengan kekuatan otot lengan
tinggi dan mendapat perlakuan latihan berbeban menggunakan metode linier.
Keefektifan metode latihan yang diterapkan untuk meningkatkan power otot
lengan tersebut, dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kekuatan otot lengan yang
dimiliki oleh siswa ekstrakulikuler olahraga.
commit to user
146
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V
digilib.uns.ac.id
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan berbeban linier dan non
linier terhadap power otot lengan.
2. Ada perbedaan yang signifikan power otot lengan antara siswa ekstra kulikuler
yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dengan yang memiliki kekuatan otot
lengan rendah.
3. Ada interaksi yang signifikan antara latihan berbeban dan tingkat kekuatan otot
terhadap hasil power otot lengan. Bagi kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga
yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi, lebih baik jika dilatih dengan latihan
berbeban linier dan bagi kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki
kekuatan otot lengan rendah, lebih tepat jika mendapat latihan berbeban non
linier.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini ternyata penerapan metode
latihan berbeban yang tepat akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
146
commit to user
147
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hasil latihan. Latihan berbeban melalui metode linier dan non linier
serta tingkat
kekuatan otot lengan merupakan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap power
otot lengan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap variabel memiliki implikasi baik
secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Atas dasar kesimpulan yang telah
diambil tersebut, maka dapat dikemukakan implikasinya sebagai berikut:
Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa latihan berbeban linier
ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap
power otot lengan. Hasil
penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, oleh karena itu pengajar,
pelatih dan pembina olahraga dapat menerapkan hasil penelitian ini dalam melatih
siswa ekstrakulikuler olahraga atau atletnya serta memanfaatkan prasarana dan sarana
yang tersedia. Dengan memperhatikan kelebihan dan keefektifan dari latihan
berbeban linier dan non linier, maka latihan ini dapat digunakan sebagai solusi dan
variasi bagi pengajar maupun pelatih dalam upaya meningkatkan power otot lengan.
Berkenaan dengan penerapan kedua metode latihan yang dapat digunakan
untuk meningkatkan power otot lengan, masih ada faktor lain yang berpengaruh
terhadap power otot yaitu kekuatan otot lengan. Hasilnya menunjukkkan bahwa ada
perbedaan peningkatan power otot lengan yang sangat signifikan antara kelompok
yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dan kekuatan otot lengan rendah. Hal ini
mengisyaratkan kepada pengajar, pelatih atau pembina olahraga, bahwa dalam upaya
meningkatkan power otot lengan hendaknya faktor kekuatan otot yang dimiliki oleh
siswa ekstrakulikuler olahraga atau atlet harus diperhatikan. Hal ini menunjukkan
bahwa suatu metode latihan berbeban belum tentu sesuai atau cocok bagi semua
kelompok, oleh karena itu seorang pengajar, pelatih atau pembina olahraga harus
pandai-pandai memilih metode yang tepat dan efektif bagi siswa ekstrakulikuler
olahraga atau atletnya serta memperhatikan pula variabel atributifnya.
commit to user
148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hasil penelitian ini secara praktis dapat digunakan sebagai
acuan bagi
pengajar, pelatih dan pembina olahraga untuk dapat memberikan pengalaman yang
berharga kepada siswa ekstrakulikuler olahraga atau atlet, sehingga secara aktif dapat
memanfaatkan latihan berbeban linier dan non linier untuk meningkatkan power otot
lengan pada khususnya dan prestasi olahraga pada umumnya.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka kepada pengajar, pelatih dan pembina
olahraga, diberikan saran-saran sebagai berikut:
1. pengajar, pelatih dan pembina olahraga: Latihan berbeban linier memiliki
pengaruh yang lebih baik dalam meningkatkan power otot lengan, sebaiknya
memilih latihan berbeban linier apa bila latihannya dalam waktu pendek dalam
latihan, dalam upaya meningkatkan power otot lengan pada siswa ekstrakulikuler
olahraga atau atletnya.
2. Pembina ekstrakulikuler olahraga: Dalam upaya meningkatkan power otot
lengan, kelompokkanlah siswa ekstrakulikuler olahraga atau atlet yang memiliki
kekuatan otot lengan tinggi dan yang memiliki kekuatan otot rendah bagi yang
memiliki kekuatan otot tinggi, latihan fisik dengan metode latihan berbeban linier
dan yang memiliki kekuatan otot rendah menggunakan latihan berbeban non
linier.
3. Pelatih: Disarankan merancang program latihan yang tepat dan terencana sesuai
cabang olahraga masing-masing, mengingat kebutuhan power setiap cabang
olahraga berbeda-beda dan belum tentu suatu metode latihan itu sesuai atau cocok
commit to user
149
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bagi semua kelompok dan sebaiknya pelatih atau pembina olahraga
apabila ingin
meningkatkan power otot lengan hendaknya melatih kekuatan otot lengan terlebih
dahulu, baru kemudian melatih kecepatannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
digilib.uns.ac.id
Andi Suhendro. 2002. Dasar-Dasar Kepelatihan. Jakarta: Universitas Terbuka
Baechle R. Thomas dan Groves R. Barney. 2003. Latihan Beban. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Bompa, O. T. 1990. Theory And Methodology Of Training The Key To Atletic
Performance. Dubuque, Lowa: Kendal/Hunt
___________. 1994. Power Training for Sport. Plyometrics for Maximum Power
Development. Canada : Ontario.
. 2004. Periodization Theory And Methodology of Training. Dubuque,
Lowa: Kendal/Hunt
___________. 2009. periodization. Canada : Ontario.
Davis. D., Kimmet, T., and Auty, M. 1989. Physical Education: Theory and
Praktice. South Melbourne : The Macmillan Company of Australia.Ltd.
Foss, M.L., Keteyian, S.J. 1998. Fox’s Physiological Basis for Exercise and Sport.
Boston: WCB. Mc Graw-Hill Companies.
Fox, E.L. 1988. Sport Physiology. Ohio: Sounders College Publishing.
Fox, E.L., Bowers, RW. 1998. Sport Physiology. Philadelphia: WB. Sounders
Company.
Fox, E.L. Bowers, Rw. Foss, ML. 1984. Sports Physiology. Philadelpia: WB.
Sounders Company.
Hamidsyah Noer. 1996. Kepelatihan Dasar. Jakarta: Universitas terbuka.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-aspek psikologis Dalam Coaching.
Jakarta:
Ditjendikti
Imam Hidayat. 1997. Biomekanika. Bandung: IKIP Bandung Press
Johnson B.L and Nelson J.K. 1974. Practical Measurement For Evaluation in
Physical Education, Miieapolis, Minnesota: Burgess Publishing Company.
Junusul Hairy. 2008. Dasar-Dasar Kesehatan Olahraga. Jakarta: Universitas
Terbuka.
. 2004. Dasar-Dasar Kesehatan Olahraga. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Mirkin, Gabe dan Hoffman, Marshall. 1984. Kesehatan Olahraga (Edisi terjemahan
oleh petrus lukmanto dan Henny lukmanto). Jakarta: Grafidian Jaya.
Mochamad Sajoto. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Jakarta:
Ditjendikti
Moeljono Wiryoseputro dan Slamet Suherman. 1996. Kesehatan Olahraga. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Mulyono, B. A., 2008. Tes dan Pengukuran dalam pendidikan jasmani Olahraga.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
. 2010. Tes dan Pengukuran dalam pendidikan jasmani Olahraga.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
Murray Robert. K, Granner Darly. K, Mayes Peter. A, Rodwell Victor. W. 1996.
Biokimia Happer. (Edisi terjemahan oleh Andri Hartono). Jakarta:
Kedokteran.
Nossek. Y. 1982. General Theory of Training. Lagos: Pan African Press LTD
Nurhasan . 2004. Penilaian Pembelajaran Penjaskes. Jakarta: Universitas Terbuka.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
R. Bambang Sutar Wismono. 2006. “Perbedaan Pengaruh Metodedigilib.uns.ac.id
Latihan dan
Motivasi Terhadap Prestasi Lari 100 Meter (Studi Eksperimen Metode
Latihan Ultra Short Sprint Pembebanan Linier dan Non Linier pada Siswa
Kelas I SMP Negeri 2 Andong Boyolali Tahun Pelajaran 2005/2006). Tesis
Program Studi Ilmu Keolahragaan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tidak dipublikasikan.
Sadoso sumosardjuno. 1994. Pengetahuan Praktis kesehatan Dalam Olahraga 2.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Satimin Hadiwidjaja. 2003. Anatomi Extremitas superior. Surakarta: Sebelas Maret
University press
Snell, Richard S. 2000. Clinical Anatomy For Medical Students. (Edisi terjemahan
oleh Liliana Sugiharto). Jakarta: Kedokteran.
Soekarman. 1987. Dasar-Olahraga Untuk Pembina Pelatih dan Atlet. Jakarta: Inti
idayu press
Soedarminto dan Soeparman. 1994. Kinesiologi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sudjarwo, 1995. Ilmu Kepelatihan I. Surakarta : Sebelas Maret University Press.
Sugiyanto. 1995. Metodologi Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka
Sugiyanto. 1988. Perkembangan dan Belajar Motorik. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sugiyanto dan Sudjarwo. 1993. Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta:
Universitas Terbuka
Suharno HP. 1993. Metodologi Pelatihan. Yogyakarta: Andi Offset
Suharto. 2000. Pedoman dan Modul Pelatihan kesehatan Olahraga Bagi Pelatih dan
Olahragawan Pelajar. Jakarta: Ditjendikti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Sudjana. 1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
digilib.uns.ac.id
Toho Cholik M dan Rusli Lutan. 2001. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Bandung: Maulana.
Thomas, J.P., Nelson, J.K. 1986. Practical Measurements for Evaluation In Physical
Education. Fourth Edition. New York. Collier Macmillan Publiser.
Widaninggar, Suharto, Soekaptiadi Soekarno, Surdjadji dan Jintan Hutapea. 2002.
Ketahuilah Tingkat Kesegaran Jasmani anda. Jakarta: Depdiknas
Yusuf Hadisasmita . 1996. Kepelatihan Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifudin. 1992. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta:
Senayan
commit to user
Download