perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN BERBEBAN LINIER DAN NON LINIER TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT LENGAN DITINJAU DARI KEKUATAN OTOT LENGAN. (Studi Eksperimen pada Siswa Putra Ekstra Kulikuler SMP Negeri I Tulung, Kabupaten Klaten) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan Oleh : BAGUS KUNCORO A 120809104 PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN BERBEBAN LINIER DAN NON LINIER TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT LENGAN DITINJAU DARI KEKUATAN OTOT LENGAN. (Studi Eksperimen pada Siswa Putra Ekstra Kulikuler SMP Negeri I Tulung, Kabupaten Klaten) Disusun oleh: Bagus Kuncoro A.120809104 Telah Disetujui oleh Tim pembimbing Pada Tanggal : Dewan Pembimbing Jabatan Nama Pembimbing I Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd Pembimbing II Dr.dr. Muchsin Doewes, AIFO Tanda Tangan Tanggal _____________ ___________ _____________ ___________ Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO NIP. 1971805311976031001 ii commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN BERBEBAN LINIER DAN NON LINIER TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT LENGAN DITINJAU DARI KEKUATAN OTOT LENGAN. (Studi Eksperimen pada Siswa Putra Ekstra Kulikuler SMP Negeri I Tulung, Kabupaten Klaten) Disusun oleh: Bagus Kuncoro A.120809104 Telah disetujui oleh Tim Penguji Jabatan Nama Ketua Prof. Dr. Sugiyanto Sekretaris Dr. Kiyatno, dr, M.Or, AIFO Anggota Penguji Tanda Tangan Tanggal ____________ ___________ ____________ ___________ ____________ ___________ ____________ ___________ Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO Mengetahui Ketua Program Studi Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO Ilmu Keolahragaan NIP. 1971805311976031001 Direktur Program Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D Pascasarjana NIP. 19570820 198503 1 004 iii commit to user ___________ ________ ___________ perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini , saya : Nama : Bagus Kuncoro NIM : A. 120809104 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN BERBEBAN LINIER DAN NON LINIER TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT LENGAN DITINJAU DARI KEKUATAN OTOT LENGAN” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut. Surakarta, Yang membuat pernyataan Bagus Kuncoro iv commit to user perpustakaan.uns.ac.id MOTTO digilib.uns.ac.id Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. A-Mujadilah : 11) Belajarlah ilmu, karena mempelajari ilmu karena Allah adalah kebaikan dan menuntut ilmu adalah ibadah, pengkajiannya seperti tasbih, penyelidikannya seperti jihad, pengajarannya adalah sedekah dan pemberiannya kepada ahliyah adalah pendekatan diri kepada Allah. Ilmu adalah penghibur di kala kesepian, teman diwaktu menyendiri dan pentunjuk di kala senang dan susah. Ia adalah pembantu dan teman yang baik dan penerang jalan ke surga. (Mu’adz bin Jabal) Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah orang yang beruntung. Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi. Dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin adalah orang celaka. (Ali bin Abi Tholib) v commit to user perpustakaan.uns.ac.id PERSEMBAHAN digilib.uns.ac.id Karya ini dipersembahkan kepada : Bapak dan Ibunda yang terhormat sebagai tanda bukti atas nasehat, doa, cinta & kasih sayang yang tiada henti selama mendewasakan penulis Keluarga Rembang & Titin Hariyani tersayang yang mendukung dan selalu bisa membuatku tenang, percaya diri serta selalu bersemangat untuk terus mendorongku maju yang selalu menjadi inspirasiku juga membuatku bahagia untuk tidak menyerah dan terus berjuang. Adik ku Endah Pratiwi & Famili Teman-teman IOR angkatan 2009 Teman-teman alumni Penjaskes UNS angkatan 2005 Teman-teman asisten dosen atletik Teman-teman atlit Atletik UNS & Garuda Surakarta atas perhatian dan motivasinya yang selalu mendorongku untuk terus berkembang dan maju. Terima kasih semuanya. Mudah-mudahan persaudaraan ini abadi selamanya vi commit to user perpustakaan.uns.ac.id KATA PENGANTAR digilib.uns.ac.id Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasa mencurahkan berbagai macam ni'mat dan karuniaNya kepada kita semua. Atas inayah Allah jugalah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis sampaikan atas segala bimbingan, arahan dan nasehat kepada yang terhormat : 1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ketua dan sekretaris, Program Studi Ilmu Keolahragaan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan berbagai kemudahan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan. 4. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd dan Dr. dr. Muchsin Doewes, AIFO, sebagai pembimbing tesis yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. 5. Kepala SMP Negeri 1 Tulung yang telah memberikan izin dan menggunakan siswanya sebagai naracoba. vii commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6. Siswa Putra ekstrakulikuler olahraga kelas IX SMP Negeri I Tulung, Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2009/2010 yang telah bersedia sebagai sampel dalam penelitian. 7. Pembina, pelatih dan teman sejawat yang telah banyak pula memberikan masukan dan bantuan baik moril maupun materiil. 8. Bapak, Ibu, Adik tercinta yang telah memberikan perhatian dan dukungan moril maupun materiel sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan 9. Teman-teman Program Studi Ilmu Keolahragaan Pascasarjana UNS angkatan 2009, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga kebaikan budi, keikhlasan hati dan segala bentuk bantuan tersebut mendapat imbalan dari Allah SWT dan menjadi amal kebaikan yang tiada putusnya dan semoga tesis ini dapat bermanfaat. Surakarta, Bagus Kuncoro viii commit to user perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR ISI digilib.uns.ac.id Halaman JUDUL……… ... ............................................................................................. .. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI …………………………………….. iii HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………………….. iv MOTTO ………………………………………………..……………………. v HALAMAN PERSEMBAHAN ……… ......................................................... vi KATA PENGANTAR………………………………………………..………. vii DAFTAR ISI .... ............................................................................................. . ix DAFTAR TABEL ……… ............................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ……… .......................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xviii ABSTRAK ……… .......................................................................................... xix ABSTRACT ……… .......................................................................................... xxi BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 8 C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 9 D. Perumusan Masalah ............................................................................. 9 E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 10 F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 10 BAB II. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS .................................................. 11 ix commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id A. Kajian Teori ................................................................................... 11 1. Kondisi Fisik ……………………………… ........................... 11 a Pengertian Kondisi Fisik ……………………………… .... 11 b Sistem Energi ………………………………………. ......... 13 1) Penggunaan Energi pada Olahraga …………… 19 2) Pembentukan Sistem Energi ………………...... 22 a) Sistem ATP-PC atau Phosphagen ………………. 27 b) Glikolisis Anaerobik (Laktid Acid System) …….. 29 c) Sistem Aerobik atau Sistem Oksigen ………….. 32 (1) Glikolisis Aerobik …………….……………… 33 (2) Siklus Kreb’s …………….…………….…… 34 (3) Sistem Transport Elektron …………………… 36 c Perubahan Biomekanika Energi yang Terjadi pada Otot …………………………………………… 39 2. Power Otot Lengan .................................................................. 42 a. Hakekat Power Otot Lengan………………………… 42 b. Dosis Latihan dalam Meningkatkan Power ………… 45 c. Fungsi Power Otot Lengan …………....................... .. 45 1) Power Siklik ………………………................ 46 2) Power Asiklik ……………………………... 46 x commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. Metode Latihan Berbeban ……………………………………. ..... 48 a. Latihan Berbeban …………………………................. 51 b. Metode Linier ……………………………. ................. 80 c. Metode non Linier ………………………. .................. 84 4. Kekuatan Otot Lengan .................................................................... 88 a. Jenis Latihan Kekuatan……………………………. 90 b. Kekuatan Berdasarkan Tujuannya…………............ 95 c. Anatomi Lengan ……………..................................... 102 1) Sendi (articulation) …………….…………….… 103 2) Tulang (ossa) …………….…………….……… 105 3) Otot …………….…………….……………………. 107 B. Penelitian yang Relevan ........................................................................ 109 C. Kerangka Pemikiran.............................................................................. 110 D. Perumusan Hipotesis ............................................................................. 114 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 115 A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 115 B. Metode Penelitian ................................................................................ 116 C. Variabel Penelitian ............................................................................... 117 D. Definisi Operasional Variabel Penelitian………………………... 118 E. Populasi dan Sampel…….. .............................................................. 120 F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 121 G. Teknik Analisis Data ..................................................................... 123 xi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PERSEMBAHAN ................................ 129 A. Deskripsi Data ................................................................................... 129 B. Pengujian Prasarat Analisis ............................................................ 133 1. Uji Normalitas .............................................................................. 133 2. Uji Homogenitas .......................................................................... 134 C. Pengujian Hipotesis ........................................................................... 135 1. Pengujian Hipotesis I ................................................................... 138 2. Pengujian Hipotesis II .................................................................. 138 3. Pengujian Hipotesis III ................................................................ 139 D. Pembahasan Penelitian ...................................................................... 139 1. Perbandingan Pengaruh Latihan Berbaban Linier dan Non Linier .................................................................. 140 2. Perbandingan Antara Taraf Kekuatan Otot Lengan Tinggi dan Rendah ...................................................... 141 3. Interaksi Antara Metode Latihan dengan Tingkat Kekuatan Otot Lengan ................................................... 142 BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ..................................... 146 A. KESIMPULAN ................................................................................. 146 B. IMPLIKASI ....................................................................................... 146 C. SARAN ............................................................................................. 148 xii commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 150 LAMPIRAN xiii commit to user perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR TABEL digilib.uns.ac.id Tabel Halaman 1. Perkiraan Energi Yang Tersedia Dalam Tubuh Melalui ATP .................. 29 2. Karakteristik Umum Sistem Energi .......................................................... 38 3. Efek Latihan Perubahan Biokimia Dalam Otot ........................................ 40 4. Tanda-Tanda Gejala Kelelahan ……….................................................... 65 5. Tipe Kontraksi Otot .................................................................................. 91 6. Rancangan Penelitian Faktorial 2x2 ......................................................... 116 7. Ringkasan Anova 2 jalan .......................................................................... 125 8. Deskripsi Data Hasil Tes Power Otot Lengan Tiap Kelompok Berdasarkan Pengunaan Metode dan Tingkat Kekuatan Otot lengan ..... 9. 129 Nilai Peningkatan Power Otot Lengan Pada Masing-Masing Sel atau Kelompok Perlakuan ................................................................ 131 10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data ................................................... 133 11. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data ................................................ 135 12. Ringkasan Nilai Rata-rata Power Otot Lengan Berdasarkan Jenis Latihan dan Tingkat Kekuatan Otot ....................................................... 136 13. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Penggunaaan Metode Latihan (A1 dan A2) ................................................................................ 136 14. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Tingkat Kekuatan Otot Lengan (B1 dan B2) ......................................................................... 137 15. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Faktor ......................................... 137 16. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Analisis Varians . 137 xiv commit to user perpustakaan.uns.ac.id 17. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksi Faktor, digilib.uns.ac.id A dan B Terhadap Hasil Power otot lengan. ................................................ 143 xv commit to user perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR digilib.uns.ac.id 1. Gambar Halaman Metode Latihan Kesegaran Fisik……………………………………… 13 2. Energi Bagian Biologi……………………………………………….. 14 3. Pembentukan Enerigi…...…………………………………………….. 15 4. Hasil Pembentukan Energi………………………………………………………. 5. Katabolisme Bahan Makanan…..…………………………………… 19 6. Jalur Penggunaan Energi dan Klasifikasi Olahraga………………….. 22 7. Waktu Pulih ATP dan PC Dalam Otot……………………………… 26 8. Struktur Dari Posphocreatin……………………………………………28 9. Glikolisis Aerobik ……………………………………..…………. 15 31 10. Glikolisis Aerobik, Siklus Kreb’s, Transport Elektron……………… 33 11. Siklus Krebs ………………………………………………………… 36 12. Sistem Transport Elektron…………………………………………… 37 13. Respon Bagian Superkompensasi Dalam Sesi Latihan……………… 55 14. Komponen-Komponen Latihan……………………………………… 67 15. Penampilan Kesegaran Jasmani……………………………………………. 73 16. Hubungan Antara Umur dan Kekuatan Otot…………………………… 74 17. Variasi Latihan Push-ups……………………………………………… 77 18. Latihan pull ups………………………………………………………………. 78 19. Program Latihan Non linier ………………………………………… 85 20. Kekuatan Dari Kontraksi Otot Yang Bekerja Dengan Arah dan Besaran Tertentu …………………………………………………… 93 xvi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21. Kebutuhan Kekuatan Dalam Cabang-Cabang Olahraga Yang Berbeda …………………………………………… 95 22. Histogram Nilai Rata-Rata Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Power Otot Lengan Tiap-Tiap Kelompok Berdasarkan Jenis Latihan Berbeban dan Tingkat Kekuatan Otot ……………………………………….. 130 23. Histogram Nilai Rata-rata Peningkatan Power Otot Lengan dari Tiap Kelompok Berdasarkan Metode Latihan dan Tingkat Kekuatan Otot………………………………………….. 132 24. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Power Otot Lengan …………………………………………………………….. 143 xvii commit to user perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN digilib.uns.ac.id 1. Instrument Penelitian Tes Power Otot Lengan 2. Instrument Penelitian Tes Kekuatan Otot Lengan 3. Jadwal Tahapan Penelitian 4. Program Latihan Berbeban Melalui Metode Linier 5. Program Latihan Berbeban Melalui Metode non Linier 6. Petunjuk Pelaksanaan Program Latihan Berbeban 7. Data Hasil Tes Pengukuran Kekuatan Otot Lengan Pada Siswa Putra Ekstra Kulikuler Olahraga SMP N 1 Tulung Tahun ajaran 2010/2011 8. Kategori Kelompok Kekuatan Otot Lengan Pada Sampel 9. Rekap Data Klasifikasi Kekuatan Otot Lengan (KOL) dan Pembagian Kelompok Sel-sel. 10. Data Tes Awal Power Otot Lengan Pada Siswa Putra ekstra Kulikuler SMP N 1 Tulung Tahun Ajaran 2010/2011 11. Data Tes Akhir Power Otot Lengan Pada Pada Siswa Putra Ekstra Kulikuler SMP N 1 Tulung Tahun Ajaran 2010/2011 12. Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Power Otot Lengan, Klasifikasi Power Otot Lengan Beserta Pembagian Sampel ke Sel-Sel. 13. Rekapitulasi Data Tes Awal dan Tes Akhir Power Otot Lengan Pada Kelompok1 (Kelompok Latihan Berbeban Linier). 14. Rekapitulasi Data Tes Awal dan Tes Akhir Power Otot Lengan Pada Kelompok 2 (Kelompok Latihan Berbeban Non Linier). 15. Tabel Kerja Untuk Menghitung Reliabilitas Hasil Tes Kekuatan Otot Lengan. 16. Uji Normalitas Data Pada Kelompok Perlakuan Latihan Berbeban Kategori Kekuatan Otot Tungkai Tinggi. 17. Tabel Kerja Untuk Menghitung Nilai Homogenitas dan Analisis Varians 18. Uji Homogenitas Dengan Uji Bartlet 19. Analisis Varians 20. Uji Rata-Rata Rentang Newman Keuls 21. Dokumentasi xviii commit to user perpustakaan.uns.ac.id ABSTRAK digilib.uns.ac.id Bagus Kuncoro. A.120809104.Perbedaan Pengaruh Metode Latihan dan Kekuatan Terhadap Power Otot Lengan (Studi Eksperimen Latihan Berbeban linier dan non linier pada Siswa Putra Ekstra Kulikuler olahraga Kelas IX SMP Negeri I Tulung, Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2009/2010). Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. November 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:1) Perbedaan pengaruh antara metode latihan berbeban linier dengan non linier terhadap peningkatan power otot lengan. 2) Perbedaan peningkatan power otot lengan antara siswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dengan kekuatan otot lengan rendah. 3) Pengaruh interaksi antara metode latihan berbeban dan kekuatan terhadap peningkatan power otot lengan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2 x 2. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putra ekstrakulikuler olahraga kelas IX SMP Negeri I Tulung, Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2009/2010 berjumlah 50 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah 40 siswa yang diambil dengan teknik purposive Random Sampling. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel : variabel independent yakni metode latihan (latihan berbeban linier dan non linier), variabel atributif yakni kekuatan otot lengan serta variabel dependent yakni power otot lengan. Seluruh data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui tes dan pengukuran terhadap kekuatan otot lengan dengan menggunakan Expanding dynamometer serta power otot lengan dengan bola Medicine. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Varian (ANAVA) dua jalur yang dilanjutkan dengan uji Rentang Newman Keuls pada taraf signifikansi α = 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan berbeban linier dan non linier terhadap power otot lengan. 2) Ada perbedaan yang signifikan power otot tungkai antara siswa putra ekstrakulikuler olahraga Kelas IX yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dan xix commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id siswa putra ekstrakulikuler olahraga Kelas IX yang memiliki kekuatan otot lengan rendah. 3) Ada interaksi yang signifikan antara metode latihan dan tingkat kekuatan otot terhadap power otot lengan. Kelompok siswa putra ekstrakulikuler olahraga Kelas IX yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi lebih tepat jika dilatih dengan latihan berbeban linier, sedangkan kelompok siswa putra ekstrakulikuler olahraga Kelas IX yang memiliki kekuatan otot lengan rendah lebih baik jika dilatih dengan latihan berbeban non linier. xx commit to user perpustakaan.uns.ac.id ABSTRACT digilib.uns.ac.id Bagus Kuncoro. A.120809104. The Effect of Training Method and Strength on the Arm Muscle Power (An Experimental Study on Linier and Non Linier Weight Training in the Eleventh Years Male Students of Sport Extracuricular of SMP Negeri I Tulung, Klaten in Academic Year of 2009/2010). Thesis: Postgraduate Program of Surakarta. Sebelas Maret University. November 2010. This research was aimed at knowing: 1) The effect difference of linier and non linier weight training on the arm muscle power, 2) The effect difference on the arm muscle power between the students having higher strength of arm muscle and the lower ones, 3) Interaction between the training method and strenght on the arm muscle power. The applied method in this research was an experimental method using 2 x 2 factorial designs. The population of this research was the male students of Sport Extracuricular of SMP Negeri I Tulung, Klaten in Academic Year of 2009/2010) as many as 50 students. The sample of the research is 40 students taken using purposive Random Sampling. The variable of the research consists of three variables: independent is training method (linier and non linier weight training), attributive is strengthness of arm muscle, and dependent variable is arm muscle power. Entire needed data in this research was obtained through test and measurement on the arm muscle strength using arm dynamometer as well as the muscle power one using medicine ball test. The technique of analyzing data in this research is two-way Varian Analysis (ANAVA) followed by the Newman-Keul’s interval test at significance level of α = 0.05. The result shows that 1) There is significant effect difference of linier and non linier weight training on arm muscle power. 2) There is significant difference of arm muscle power between the students having higher strength and lower ones. 3) There is a significant interaction between the training method and the muscle strength level with on the result of arm muscle power. The group of eleventh male students having higher strength of arm muscle is more suitable to be coached using the linier weight training, while the group of students having lower strength of arm muscle is better to be coached using non linier weight training. Keyword: Linier and non linier weight training, strength, arm muscle power. xxi commit to user 1 perpustakaan.uns.ac.id BAB I digilib.uns.ac.id PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan salah satu kebutuhan hidup setiap manusia. Dengan kata lain olahraga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, bahkan olahraga merupakan salah satu program pemerintah dalam membangun bangsa Indonesia. Program pemerintah dalam bidang olahraga diantaranya mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga untuk memantapkan serta menanamkan kesadaran masyarakat akan manfaat olahraga, sehingga olahraga dirasakan sebagai kebutuhan dalam hidupnya. Manfaat dari kegiatan olahraga, diantanya meningkatkan kebugaran jasmani, menumbuhkan dan menjalin rasa persatuan antara daerah atau Negara, Serta dapat menjunjung tinggi nama baik bangsa Indonesia didunia internasional atas prestasi yang dicapainya. Olahraga prestasi sangatlah memerlukan sumbangsih proses kepelatihan dan program latihan yang tepat. Proses kepelatihan dalam olahraga merupakan faktor penentu bagaimana seorang pelatih sukses dalam menghantarkan atletnya mencapai prestasi puncak. Kebanyakan proses pelatihan hanya didasarkan atas pengalaman pelatih sebagai atlet, dimana seharusnya dalam perencanaan latihan sangat 1 commit to user 2 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id diperlukan pengetahuan yang cukup memadai tentang ilmu kepelatihan. Bagian terpenting salah satunya adalah bagaimana menetukan metode latihan dalam penyusunan program latihan yang tepat. Prestasi yang baik merupakan tujuan utama para pelatih dan atlet. Menentukan metode latihan yang sesuai dengan tujuan latihan dalam program latihan yang konstruktif dan sistematik bukanlah merupakan suatu pekerjaan mudah seperti yang dikira banyak orang. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan sebelum seorang pelatih menentukan metode latihan untuk cabang olahraga tertentu. Setiap program latihan harus selalu mencakup faktor kondisi fisik, teknik, taktik, psikis dan persiapan teori yang tepat pula. Sehingga pemilihan metode atau bentuk latihan pada unit latihan sesuai dengan kondisi fisik atlet dan efek latihan yang diinginkan. Kemampuan kondisi fisik atlet yang baik merupakan syarat mutlak untuk mencapai prestasi dalam cabang olahraga yang digelutinya. Dengan kondisi fisik yang baik banyak manfaat dan hasil positif yang diperolehnya. Dalam hal ini Sudjarwo (1995: 41 & 42) berpendapat, “Mempelajari teknik dalam cabang olahraga tertentu tidak mungkin dilakukan sebelum atlet memiliki kemampuan fisik yang menunjang gerakan tersebut. Taktik yang telah direncanakan dalam pertandingan tidak akan terlaksana tanpa didukung kemampuan teknik yang memadai. Dan secara mental seorang atlet yang memiliki kemampuan teknik akan lebih mantap dan optimis dalam pertandingan”. Kemampuan kondisi fisik yang baik memiliki keterkaitan erat dengan hasil prestasi yang akan dicapainya. Untuk mendukung penguasan teknik, taktik dan commit to user 3 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id meningkatkan mental seorang atlet, maka komponen-komponen kondisi fisik harus dilatih dan ditingkatkan secara maksimal. Berkaitan dengan komponen-komponen kondisi fisik tersebut diatas penelitian ini mengkaji dan meneliti Daya otot (muscular power) yang sering disebut dengan power dan kekuatan (streght). Berdasarkan jenisnya power diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu, power anggota gerak atas, batang tubuh dan power anggota gerak bawah. Dalam hal ini power yang akan dikaji dan diteliti adalah power anggota gerak atas khususnya power otot lengan. Begitu juaga menganai komponen kondisi fisik yang berkaitan dengan kekuatan akan mengkaji kekuatan otot lengan. Otot lengan sebagai salah satu komponen yang dapat menghasilkan gerakan, melalui kontraksinya membutuhkan suatu kekuatan untuk menghasilkan performace yang tinggi. Kerja otot lengan yang maksimal dapat meningkatkan kemampuan kerja seseorang yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi individu dalam berolahraga khususnya olahraga yang berdominan pada lengan. Performa otot lengan yang tinggi tersebut ditentukan oleh kekuatan dan power dari pada otot. Power merupakan salah satu komponen fisik yang dibutuhkan pada hampir semua cabang olahraga. Dalam kegiatan olahraga, power otot lengan dibutuhkan pada cabang olahraga yang melibatkan kerja otot-otot lengan secara maksimal dalam waktu singkat. Power sendiri merupakan aplikasi kombinasi antara kekuatan dan kecepatan yang dikerahkan dalam waktu singkat. Disamping power otot lengan, penelitian ini juga mengkaji tentang kekuatan otot lengan. Kekuatan otot lengan adalah kemampuan maksimal dari otot lengan untuk berkontraksi. Power dan commit to user 4 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kekuatan otot lengan dapat dilatih dan dikembangkan melalui beberapa cara atau metode latihan, salah satunya melalui latihan berbeban (weight training). Pada anakanak usia sekolah tingkat menengah umumnya tulang-tulangnya masih belum kuat dan masih dalam taraf pertumbuhan dan pekembangan. Sehingga latihan berbeban yang digunakan oleh anak usia dini hendaknya diperoleh kekuatan khusus melalui mengangkat tubuhnya sendiri agar tidak mengganggu pertumbuhan tubuh. “Pengembangan pada fase pertama dari latihan, samapai pada umur 15-16 tahun, tidak hanya untuk perkembangan kekuatan yang all round saja, tetapi harus diarahkan juga pada latihan kekuatan yang khusus”(Sadoso Sumosardjuno,1994: 28). Secara umum serabut otot manusia dikelompokkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan karakteristik dan biokimianya terbagi atas serabut otot cepat dan serabut otot lambat. Kedua serabut otot tersebut dikenel dengan nama slow twich muscle dan Fast twich muscle. Pada otot tipe slow-twich fiber (tipe1) dikenal serabut otot lambat pada sistem faal tubuh, otot ini memiliki ketahanan terhadap kelelahan tinggi sehingga otot tersebut relatif memiliki daya tahan yang lebih baik. Sedangkan otot tipe Fast-twich fiber (tipe 2) yang sering dikenal serabut otot cepat pada sistem faal tubuh, dan memiliki karakteristik ketahanan terhadap kelelahan rendah sehingga relatif lebih lemah. Otot-otot pada lengan tersebut dengan mudah mengalami peningkatan kekuatan otot bila diberikan latihan salah satunya latihan berbeban. Kekuatan, kecapatan bahkan power otot dapat ditingkatkan dengan melakukan suatu latihan weight training. Latihan weight training dapat dilakukan dengan menggunakan latihan mengangkat tubuhnya sediri, dimana dengan latihan ini commit to user 5 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dapat terjadi penambahan jumlah sarkomer dan serabut otot (filamen aktin dan miosin yang diperlukan dalam kontraksi otot), sehingga dengan terbentuknya serabut-serabut otot yang baru maka kekuatan otot akan meningkat. Latihan berbeban sendiri merupakan suatu latihan yang menggunakan beban berupa alat, beban temannya atau beban tubuhnya sendiri. Latihan berbeban adalah suatu cara menerapkan prosedur tertentu secara sistematis pada berbagai otot tubuh. Pada program latiham berbeban ini dalam pelaksanaannya menggunakan berat tubuhnya sediri yang dapat dimodifikasi atau palang tunggal yang telah dikombinasikan menjadi alat khusus untuk latihan berbeban (weight training). Latihan digunakan untuk meningkatkan power otot lengan harus ditujukan pada otot-otot lengan secara khusus dan terpusat. Bentuk gerakan yang digunakan dalam penelitian taraf fase anak umur 15 tahun ini adalah push-ups dan pull-ups. Bentuk latihan tersebut dipilih karena melibatkan otot-otot yang terdapat dalam power otot lengan bagian Biceps Bracialis yang merupakan otot penyokong power paling utama. Latihan ini merupakan latihan yang dinamik maka dapat meningkatkan tekanan intra muskuler dan menyebabkan peningkatan aliran darah, sehingga latihan ini tidak cepat menimbulkan kelelahan. Latihan pembebanan ada beberapa metode yang dapat digunakan diantaranya adalah metode pembebanan linier dan non linier. Pada latihan metode linier beban latihan ditingkatkan secara bertahap dan ditingkatkan secara terus-menerus hal ini sejalan dengan prinsip over loads. Sedangkan pembebanan non linier, yaitu suatu latihan dengan peningkatan beban latihan yang dilakukan secara bertahap, tetapi terdapat fase paningkatan dan commit to user 6 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id penurunan beban latihan. Dalam latihan ini bisa dilakukan dalam bentuk repetisi (pengulangan), set atau pun cirkuit training dalam setiap program latihan. Dalam penyusunan program latihan berbeban melalui metode linier maupun non linier perlu pengkajian tentang kontraksi otot, dosis latihan, yang meliputi beban latihan, jumlah set, irama, repetisi dan recovery nya. Karena unsur-unsur tersebutlah sangat berpengaruh dan menentukan tercapainya suatu tujuan latihan. Sebagai contoh untuk meningkatkan kekuatan otot, maka memerlukan beban yang berat dan repetisi yang sedikit, sebaliknya untuk daya tahan maka memerlukan beban yang ringan dengan repetisi yang banyak. Kedua metode tersebut diatas diperkirakan memiliki pengaruh terhadap power otot lengan. Namun untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dan membuktikan metode mana yang lebih baik antara latihan berbeban linier maupun non linier serta kekuatan otot lengan, maka perlu diadakan penelitian mengenai pengaruh metode latihan berbeban dan kekuatan terhadap power otot lengan. Struktur bentuk anatomis tubuh baik dari usia pemula maupun lanjut terdapat beberapa perbedaan. Selain perbedaan struktur antara orang yang sudah berusia dalam menerima program latihan secara penuh dan berusia pemula, juga ada perbedaan khusus dalam menerima program latihan. Dimana anak yang berusia pemula memiliki kekuatan otot yang kurang kuat bila dibanding dengan orang yang sudah berumur dan siap dalam menerima program latihan, maka dampak latihan juga dapat diduga berbeda. Secara teori kekuatan otot diperoleh dari prinsip latihan beban yang bersifat prinsip beban berlebih (over load), progressif dan dimulai otot besar ke otot kecil, prinsip pengaturan latihan, dan prinsip kekhususan. commit to user 7 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Salah satu perbedaan antar jenjang umur tersebut adalah masalah otot dan kondisi fisik. Kemampuan dan kesiapan untuk melakukan program latihan secara umum, spesifik dan lanjut bagi atlet pemula sangatlah diperhatikan. Pelatih ataupun guru dalam membina ekstrakulikuler cabang olahraga yang memerlukan otot lengan ini masih kurang tepat dalam memberikan porsi latihan terhadap anak didiknya. Seringkali anak akan menjadi bosan, tidak ada peningkatan bahkan cidera dalam mengikuti ekstrakulikuler setiap harinya. Dalam model latihan berbeban (weigh training) ini sangatlah berpengaruh kurang baik dalam pertumbuhan dan perkembangannya apabila salah dalam memberikan pogram latihan khususnya bagi usia pemula. Dipilih siswa putra SMP karena umur yang paling sesuai untuk pembentukan, persiapan dan mengembangkan dasar-dasar keterampilan untuk mencapai usia emasnya (GOLDEN AGE) yang mengingat puncak prestasi pada umumnya dapat dicapai sekitar umur 20 sampai 30 tahun. Pembinaan olahraga yang diterapkan pada peserta didik usia dini, proses latihannya harus tepat agar tidak terjadi drop out dikalangan usia muda. Menurut Sadoso Sumosardjuno (1994: 36) “Program latihan beban yang dimulai sebelum umur 17-18 tahun, harus dengan beban yang ringan saja”. Yang selanjutnya Menurut Yusuf Hadi Sasmita dan Aip Syarifudin (1992:61) “Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip olahraga, bahwa latihan teratur adalah latihan yang mulai dilakukan sejak usia muda akan dapat memacu organ-organ tubuhnya, sehingga nantinya akan dapat melakukan latihanlatihan secara teratur dengan takaran yang cukup setelah usia 14 tahun”. commit to user 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Berdasarkan latar belakang perlu diketahui bentuk metode latihan seperti apa yang tepat dan bermanfaat untuk meningkatkan power otot lengan pada siswa putra ekstrakulikuler, maka diangkat topik tersebut melalui suatu penelitian dengan judul “perbedaan pengaruh metode latihan berbeban linier dengan non linier terhadap power otot lengan ditinjau dari kekuatan otot lengan pada siswa putra ekstrakulikuler olahraga SMP Negeri I Tulung, Kabupaten Klaten”. B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang muncul permasalahan-permasalahan mengenai upaya peningkatan prestasi olahraga, diantaranya adalah penggunaan pemilihan metode latihan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan suatu latihan. Metode latihan berbeban melalui metode linier dan non linier, merupakan alternatif yang sering digunakan oleh pelatih dalam penyusunan program latihan untuk meningkatkan power otot lengan. Berkaitan dengan uraian tersebut diatas, permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap power otot lengan. 2. Latihan dapat dilakukan sejak usia dini atau masih dalam bangku sekolah. 3. Sejauh mana peranan metode latihan yang diterapkan terhadap hasil latihan. 4. Metode yang paling tepat yang dapat digunakan untuk meningkatkan power otot lengan. commit to user 9 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5. Kekuatan otot lengan dapat mempengaruhi baik tidaknya power yang dimiliki oleh seorang siswa. 6. Penerapan metode latihan berbeban dan kekuatan berpengaruh terhadap power otot lengan siswa putra smp ekstrakulikuler olahraga kelas IX SMP negeri I Tulung, kabupaten Klaten C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka masalah dalam penelitian ini terbatas pada: 1. Metode latihan yang tepat untuk meningkatkan power otot lengan. 2. Tinggi rendahnya kekuatan otot lengan dapat mempengaruhi otot lengan. 3. Pengaruh interaksi latihan berbeban dan tinggi rendahnya kekuatan terhadap power otot lengan pada siswa putra ekstrakulikuler olahraga kelas IX SMP negeri I Tulung, kabupaten Klaten. D. Perumusan Masalah Berdasarkan masalah yang telah diuraikan diatas maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah: 1. Adakah perbedaan pengaruh antara metode latihan berbeban linier dengan non linier terhadap peningkatan power otot lengan? 2. Adakah perbedaan peningkatan power otot lengan antara siswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dengan kekuatan otot lengan rendah? commit to user 10 perpustakaan.uns.ac.id 3. Adakah pengaruh interaksi antara metode latihan berbebandigilib.uns.ac.id dan kekuatan terhadap peningkatan power otot lengan? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui : 1. Perbedaan pengaruh antara metode latihan berbeban linier dengan non linier terhadap peningkatan power otot lengan. 2. Perbedaan peningkatan power otot lengan antara siswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dengan kekuatan otot lengan rendah. 3. Pengaruh interaksi antara metode latihan berbeban dan kekuatan terhadap peningkatan power otot lengan. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa yang dijadikan sampel penelitian dapat menembah pengetahuan dan wawasan akan manfaat latihan berbeban melalui metode linier dengan non linier dan kekuatan untuk meningkatkan power otot lengan. 2. Dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan referensi untuk program latihan bagi pelatih cabang olahraga. 3. Bagi peneliti dapat menembah wawasan tentang karya ilmiah untuk dikembangkan lebih lanjut. commit to user 11 perpustakaan.uns.ac.id BAB II digilib.uns.ac.id KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Kondisi Fisik a. Pengertian Kondisi Fisik Kondisi fisik merupakan satu kesatuan utuh dari komponen kesegaran jasmani yang harus dimiliki oleh seorang atlet apabila ingin berprestasi dalam setiap latihannya. Menurut Yosef Nosek ( 1982 : 18 – 19 ) “kondisi fisik dalam olahraga sebagai kemampuan penampilan dari seorang olahragawan”. Sedangkan menurut Mochamad Sajoto ( 1988 : 57 ) “kondisi fisik adalah satu kesatuan utuh dari komponen–komponen yang tidak dapat dipisahkan, baik peningkatannya, maupun pemeliharaannya”. Berdasarkan pendapat tersebut kondisi fisik dapat diartikan kemampuan penampilan dari seorang olahragawan dan merupakan satu-kesatuan utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan, baik peningkatannya, maupun pemeliharaannya. Sehingga dalam usaha peningkatan kondisi fisik, maka harus dikembangkan pula komponen-komponen tersebut. Adapun komponen-komponen kondisi fisik menurut M. Sajoto (1995: 8-11) yaitu: 1) Kekuatan (streght) 2) Daya tahan (endurance) a) Daya tahan umum (general endurance) b) Daya tahan otot (local endurance) 113 commit to user 12 perpustakaan.uns.ac.id 3) Daya otot (muscular power) digilib.uns.ac.id 4) Kecepatan (speed) 5) Kelenturan (flexibility) 6) Kelincahan (agility) 7) Koordinasi (coordination) 8) Keseimbangan (balance) 9) Ketepatan (accuracy) 10) Reaksi (reaction) Berkaitan komponen-komponen kondisi fisik tersebut diatas penelitian ini mengkaji dan meneliti Daya otot (muscular power) dan kekuatan (streght). Berdasarkan jenisnya power diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu, power anggota gerak atas, batang tubuh dan power anggota gerak bawah. power yang akan dikaji adalah power anggota gerak bawah yaitu power otot lengan sedangkan komponen kondisi fisik yang berkaitan dengan kekuatan akan mengkaji kekuatan otot lengan. Metode latihan fisik harus dilakukan secara sistematis dan terprogram dengan teratur, agar dapat mencapai hasil sesuai dengan harapan, pelaksanaan latihan harus berdasarkan pada metode latihan yang benar. Metode latihan merupakan landasan garis pedoman secara ilmiah dalam pelatihan yang harus dipegang teguh dalam melakukan latihan. Seorang pelatih harus mampu memilih metode latihan yang terbaik sesuai dengan karakteristik cabang olahraga yang dibinanya. Metode latihan yang dapat digunakan untuk menjaga kesegaran fisik, selengkapnya disajikan dalam gambar berikut: commit to user 13 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Fitness Component Strenght Plyometrics Circuit Training Weight Training Power Local Endurance Aerobic Capacity Anaerobic Capacity Continous Training Calisthenics Agility Speed Interval Training (sprint) Flexibility Skill (sport related) Gambar 1. Metode Latihan Kesegaran Fisik (Davis et al; 1989: 165). b. Sistem Energi Manusia dalam hidupnya memerlukan energi. Sedangkan manusia dalam hidupnya mengubah energi yang diperolehnya dari makanan untuk berbagai tujuan sepeti pemeliharaan sel dalam tubuh, reproduksi maupun latihan dalam olahraga. Manusia dalam melaksanakan program latihannya diperlukan kontraksi otot. Untuk dapat berkontraksi otot memerlukan energi. Energi ini diperoleh dari pemecahan Adenosine Triphosphate (ATP). ATP merupakan sumber enargi yang sewaktu-waktu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktivitas otot. ATP dapat diberikan kepada otot-otot didalam tubuh dapat melalui sistem anaerobik maupun aerobik. Oleh karena itu kebutuhan energi dapat dipenuhi melalui sistem rephosphorisasi. Adenosin triphosphate (ATP) adalah suatu nukleotida yang dalam biokimia dikenal sebagai satuan molekular pertukaran energi intraselular. ATP commit to user 14 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dapat digunakan untuk menyimpan dan mentranspor energi kimia dalam sel. ATP juga berperan penting dalam sintesis asam nukleat. Molekul ATP juga digunakan untuk menyimpan energi yang dihasilkan oleh reaksi yang terjadi didalam tubuh manusia dalam respirasi selularnya. Sedangakan ATP yang berada di luar sitoplasma atau di luar sel dapat berfungsi sebagai agen signaling yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan respon terhadap pengaruh dari perubahan lingkungan. Gambar 2. Enegi Bagian Biologi ( Fox’s, 1988: 18) Seluruh energi ditubuh berasal dari molekul yang tinggi energi yaitu Adenosin Triphosphate (ATP) yang tertimbung diotot. Selama fungsi tubuh bekerja maka hidrolisis ATP harus terus berjalan. Diantara sel tubuh, sel otot merupakan sel yang terbanyak menimbun ATP. ATP diotot, yang hanya cukup untuk aktifitas cepat dan berat selama 3-8 detik. Untuk aktifitas yang lebih lama otot memerlukan ATP melalui 3 sistem energi. Kinerja fisik memerlukan kombinasi dari ke 3 sistem energi, dimana kontribusinya tergantung dari intensitas dan lamanya kerja fisik yaitu sistem ATP-PC (system fosfagen), Sistem glikolisis anaerobik dan sistem aerobik. Tubuh beraktifitas seperti mesin yang bergerak sendiri (automobile) dengan mengubah energi kimia menjadi commit to user 15 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id enegi khusus yang digunakan untuk gerak (action). Menurut Soekarman (1987 : 23) Sistem fosfagen ini merupakan persediaan ATP yang dapat digunakan secara cepat oleh otot, yaitu untuk aktifitas otot yang berat untuk waktu 3 – 8 detik. Untuk olahraga lama diperlukan pembentukan ATP kembali lewat sistem lain. Gambar 3. Pembentukan Energi ( fox’s, 1998: 19) Dari hasil tersebut dapat disimpulkan: Gambar 4. Hasil Pembentukan Energi. commit to user 16 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Secara singkatnya ATP sendiri sebagai sumber energi yang siap pakai memungkinkan otot bekerja melalui tiga cara :Sistem ATP-PC : merupakan suatu kebutuhan melalui jangka pendek diserta dengan intensitas tinggi, Sistem LA : kegiatan intensif dalam jangka menengah, Sistem oksigen : kegiatan yang dilakukan melalui jangka lama dan intensitas rendah. Lebih lanjut mengenai penjabaran sistem energi Menurut fox & Bowers (1998: 48) sistem energi berdasarkan waktu penampilan olahraga secara umum dibedakan menjadi 4 (empat) bidang yaitu: a) Bidang 1, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan kurang dari 30 detik. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-PC. b) Bidang 2, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan antara 30 detik sampai 1 ½ menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-PC dan asam laktat. c) Bidang 3, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan antara 1 ½ menit sampai 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah asam laktat dan O2. d) Bidang 4, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan lebih dari 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah O2. Dalam fotosintesa energi cahaya diubah menjadi energi ikatan kimia. Energi ikatan kimia terkandung dalam ATP selanjutnya digunakan dalam kontraksi otot. Sedangkan energi ATP diubah oleh miosin menjadi energi mekanik. ATP merupakan senyawa kimia berenergi tinggi. ATP merupakan uraian dari hasil dari pada sumber energi. Sumber energi ini tidak dapat digunakan secara langsung tapi melalui proses metabolisme yaitu pemecahan zat gizi dari makanan. commit to user 17 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ATP terbentuk dari ADP + Pi + energi. Sedangkan PC terbentuk dari C + Pi + energi. Melalui proses fosforilasi yang dirangkaikan dengan proses oksidasi. Selanjutnya terbentuklan ATP yang terbentuk dialirkan ke reaksi biologis yang membutuhkan energi untuk hidrolisis menjadi ATP dan Pi sekaligus melepaskan energi yang dibutuhkan oleh proses biologis tersebut. Sehingga apabila proses ATP ini pecah menjadi ADP dan Pi maka sejumlah energi akan keluar dan seterusnya. Kepentingan senyawa fosfat dalam metabolisme antara tampaknyata ditemukan rincian kimiawi glikolisis dan peranan ATP, ADP dan Pi. ATP sendiri merupakan sarana untuk memindahkan radikal fosfat dalam kaitannya proses fosforilasi. Peran utama dalam melakukan kontraksi otot bahwa ATP dan keratin Fosfat dipecah salama kontraksi otot dan resintesis terhadap kedua senyawa ini bergantung pada pasokan energi dari proses oksidasi dalam otot tersebut. Sehingga ATP ini berfungsi sebagai penukar energi pada sel dengan memindah substansi dengan potensial energi yang lebih rendah ke energi yang lebih tinggi. Energi ini disimpan diotot dalam bentuk ATP. ATP adalah ikatan perantara yang mempunyai kemampuan istimewa untuk masuk kedalam berbagai reaksi dengan makanan untuk membebaskan energi dan reaksi yang berhubungan dengan berbagai mekanisme fisiologi untuk memberikan energi selam kerjanya. Karena itulah ATP serigkali disebut energi yang beredar (currency) dari tubuh yang dapat diperoleh dan digunakan berulang-ulang. Jumlah ATP dalam tubuh sangat terbatas dan biasanya setelah digunakan 2- 4 kontraksi akan habis jika tidak dipenuhi lagi. Pengisian kembali ATP commit to user 18 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dilakukan dengan bantuan CP (creatin phosphate) segera yang juga diletakkan dalam sel otot. Selama proses reaksi dengan CP ini, molekul-molekul tersebut ditambah lagi ke ADP yang berakibat kedalam ATP. Untuk kerja otot lebih lanjut, persediaan energi diperlukan. Energi dalam makanan yang dipakai diubah menjadi glukosa yang disimpan dalam otot dan menjadi glikogen. Dengan suatu reaksi kimia, glukosa diolah menjadi energi untuk mengisi kembali ATP yang telah habis digunakan. Kontraksi otot akan menentukan kemampuan kekutan yang ditimbulkannya, kekuatan ini bergantung pada besarnya penampang melintang pada serabut otot yang bersangkutan. Serabut otot yang membentuk otot inilah yang sangat berperan penting dalam pembentukan kekuatan, sedangkan besar kecilnya serabut otot ditentukan oleh miofibril yang membentuk serabut tersebut. Dalam ukuran penempang melintang manusia terutama yang melakukan aktifitas latihan akan mengalami perubahan kearah besar dalam hal ini disebut hipertropy. Hipertropy ini akan sangat berperan penting dalam kaitannya sebagai peningkatan kekuatan otot, sehingga dalam kaitan dengan hal tersebut bagi peserta didik maupun atlet agar dapar berprestasi setinggitingginya. Pada saat latihan tentunya kebutuhan akan energi dapat selalu terpenuhi serta dapat digunakan dalam berbagai aktifitas atau latihan dalam berbagai kegiatan dalam olahraga. Olahraga yang memerlukan daya ledak yang cukup banyak, sepereti saat menolak dalam lompat jauh atau saat memukul dalam olahraga tinju dan lain sebagainya. Dalam suatu metabolisme tubuh dalam commit to user 19 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pembentukan energi tidak hanya melalui karbohidrat saja melainkan juga dapat berupa asupan gizi dari protein dan lemak. Dimana ketiga sumber energi tersebut pada akhirnya menghasilkan ATP dalam proses fosforilasi oksidatif. Gambaran selengkapnya proses lintasan katabolisme dalam pencernaan dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 5. Katabolisme Bahan Makanan, (Robert K. Murray dkk, 1996: 164) 1) Penggunaan Energi Pada Olahraga Energi yang diperlukan oleh seorang atlet diperoleh dari sebuah makanmakanan utamanya yang mengandung gizi yang cukup tinggi. Terutama sekali commit to user 20 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id makanan yang mengandung akan karbohidrat yang akan diubah menjadi glikogen. Pada olahraga yang membutuhkan otot-otot berjenis lambat pengurakan akan persediaan glikogen lebih besar dibanding dengan olahraga yang membutuhkan otot-otot cepat. Berdasarkan hal ini Menurut pendapat Moeljono Wiryoseputro (1996 : 325) “ pada olahraga kontinyu pengurangan persediaan glikogen lebih besar dibanding dengan olahraga berkala”. Sehingga resintesis glikogen ini memerlukan waktu beberapa hari. Tetapi juga tergantung pada keadaan atlet pada saat melaksanakan beban latihan, Seperti olahraga berjangka lama dengan intensitas kecil dalam hal ini yang bekerja adalah otot jenis Slow twitch fibers lari jarak jauh dan olahraga berjangka berkala dengan intensitas cepat dalam hal ini yang bekerja adalah otot jenis fast twitch fibers. Selanjutnya Moeljono Wiryoseputro (1996 : 325) mengemukakan pendapat bahwa “ Sintesis glikogen dalam otot cepat memang lebih cepat dibandingkan dengan otot lambat. Kadar glikogen yang ditingkatkan pada waktu latihan dan diet sintesisnya juga dapat dipercepat.” ATP dapat dihasilkan melalui berbagai proses selular, namun seringnya dijumpai pada mitokondria melalui proses fosforilasi oksidatif dengan bantuan enzim pengkatalisis ATP sintetase dalam tubuh. Bahan bakar utama sintesis ATP adalah glukosa dan asam lemak . dalam proses ini diawali melalui proses glukosa dipecah menjadi piruvat di dalam sitosol . Dari satu molekul glukosa akan dihasilkan dua molekul. Tahap akhir dari sintesis ATP terjadi dalam mitokondria dan menghasilkan total 36 ATP. commit to user 21 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Atlet dalam melakukan latihannya diperlukan banyak energi. Energi – energi ini diperoleh dari makanan tetapi makanan tersebut tidak langsung diserap oleh tubuh untuk dijadikan energi dalam melakukan latihannya. Tetapi makanan tersebut haruslah diuraikan lagi menjadi senyawa – senyawa ATP. Perolehan ATP sebagai hasil dari proses pengubahan persenyawaan. Sehingga dihasilkanlah berupa ATP yang siap digunakan oleh tubuh untuk melakukan kegiatan dalam hal ini adalah latihan. pula makanan tersebut baru dapat diserap oleh tubuh setelah melalui proses-proses penguaraian makanan yang terjadi dalam tubuh dan hasil daripada pemrosesan tadi akan diubah menjadi ATP (Adenosine Triphosphate). Lebih lanjut Foss & Keteyian (1998: 19) menambahkan bahwa “Struktur ATP terdiri dari satu komponen yang sangat komplek yaitu adenosine dan tiga bagian lainnya yaitu kelompok-kelompok fosfat”. Jadi berdasarkan pendapat tersebut hubungan kedua fosfat yang terakhir, jika dilepas akan menghasilkan atau mengeluarkan energi tinggi. ATP dan Pi, maka sejumlah energi akan keluar. Hasil dari pemecahan ATP diperlukan sebagai energi mekanik untuk kontraksi otot, transport zat membran dan juga sebagai energi guna mensintesis zat kimia dalam tubuh. Selanjutnya menurut Foss & Keteyian (1998: 19) mengemukakan bahwa “Pemecahan satu mole ATP mengeluarkan energi ATP mengeluarkan energi sebesar 7-12 kilo kalori. Pada saat tubuh istirahat, energi yang dibutuhkan oleh otot sebanyak 1,3 kilo kalori dalam setiap menitnya. Dalam 1-2 menit kebutuhan energi, meningkat sampai 35 kcal/menit, maka kebutuhan ATP juga akan bertambah besar”. Sistem energi tersebut juga dapat dibagi berdasarkan penggunaan dalam setiap cabang olahraga. commit to user 22 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 6. Jalur Penggunaan Energi dan Klasifikasi Aktivitas Olahraga (Yusuf hadi Sasmita dan Aip Syarifudin 1992: 117) 2) Pembentukan Sistem Energi Berdasarkan sistem energinya ATP dihasilkan melalui dua cara yaitu melalui proses metabolisme aerobik dan anaerobik. Mengenai hal ini Foss & Keteyian (1998: 20-26) dalam bukunya bases of fitness berpendapat akan adanya 3 sistem metabolik yang dapat memproduksi ATP, yaitu: 1) Sistem ATP-PC (phosphagen). Dalam system ini resintesa ATP hanya berasal dari suatu persenyawaan Phosphocreatine (PC). Untuk kegiatan yang berat dan dalam waktu yang singkat. 2) Sistem Glykolysis Anaerobik atau asam laktat. Sistem ini menyediakan ATP dari pemecahan glukosa atau glikogen. Untuk kegiatan yang berat dalam waktu atau berjangka sedang. commit to user 23 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3) Sistem aerobik atau sistem oksigen. Sistem ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian pertama merupakan penyelesaian dari oksidasi karbohidrat dan bagian kedua merupakan penyelesaian dari oksidasi lemak. Kedua sistem ini perjalanan terakhir oksidasi melalui siklus kreb’s. untuk kegiatan yang ringan dan berjangka waktu panjang. Dari pendapat tersebut diatas hendaknya seorang pelatih tahu akan seberapa besar kebutuhan atlet akan oksigen dalam porsi latihannya. Sehingga dalam penyusunan program ketiga sistem dalam alat unbtuk penghasil enegi (sistem ATP-PC, sistem ATP-PC + LA, dan sistem aerobik) tersebut hendaknya bisa dijadikan dasar dalam penyusunan program latihan dalam cabang olahraga yang ditekuninya. Program latihan yang efektif ditandai oleh metode latihan yang tterbaik untuk mengembangkan sistem energi yang diperlukan. Sumber energi yang diperlukan dengan mudah dan tepat dapat dianalisa, berdasarkan waktu yang diperlukan dalam aktivitasnya, sebagai contoh kebutuhan energi untuk pelari jarak pendek, tentunya sumber energi yang diperlukan adalah ATP-PC dan LA mencapai 98%, LA-O2 = 2%. Berdasarkan pendapat fox & Bowers (1998: 48) mengenai sistem energi dalam sedikit pembahasan diatas, lebih lanjut akan diulas mengenai ATP yang dihasilkan melalui sistem aerobik sampai anaerobik. Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap ketersediaan oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber energi sehingga juga akan bergantung terhadap kerja optimal dari organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat berjalan dengan sempurna. commit to user 24 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Proses metabolisme energi secara aerobik juga dikatakan merupakan proses yang bersih karena selain akan menghasilkan energi dalam bentuk ATP, proses tersebut hanya akan menghasilkan produk samping atau ampasnya dari proses tersebut dapat berupa karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Aktivitas anaerobik merupakan aktivitas dengan intensitas tinggi yang membutuhkan energi secara cepat dalam waktu yang singkat namun tidak dapat dilakukan secara kontinu untuk durasi waktu yang lama karena proses metabolisme energi secara anaerobik dapat menghasilkan ATP dengan laju yang lebih cepat jika dibandingkan dengan metabolisme energi secara aerobik. Sehingga untuk gerakan-gerakan dalam olahraga yang membutuhkan tenaga yang besar dalam waktu yang singkat, proses metabolisme energi secara anaerobik dapat menyediakan ATP dengan cepat namun hanya untuk waktu yang terbatas yaitu hanya sekitar ±90 detik. Walaupun prosesnya dapat berjalan secara cepat, namun metabolisme energi secara anaerobik ini hanya menghasilkan molekul ATP yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan metabolisme energi secara aerobik. Dengan selisih perbandingan yang dihasilkan dari pada ATP itu sendiri adalah anaerob menghasilkan 2 ATP sedangkan dalam proses aerob menghasilkan 36 ATP per 1 molekul glukosa. Melalui pengertian tersebut dapat diambil perbandingan antara anaerobik dan aerobik yaitu 2 : 36 ATP dalam setiap 1 molekul glukosanya. Adapun produk samping yang dihasilkan berupa asam laktat yang apabila terakumulasi dapat menghambat kontraksi otot dan menyebabkan rasa nyeri pada otot. Hal inilah yang menyebabkan mengapa gerakan-gerakan bertenaga saat berolahraga tidak commit to user 25 perpustakaan.uns.ac.id dapat dilakukan secara kontinyu dalam waktu yang panjang dan digilib.uns.ac.id harus diselingi dengan interval istirahat. Sehingga faktor penting dalam timbulnya kelelahan ini disebabkan oleh terkumpulnya asam laktat yang ada didalam otot sehingga dalam hal ini harus digeser secara sempurna. Maka apabila seorang atlet mengalami kelelahan dapat mengeser laktat tersebut melalui istirahat aktif dan istirahat pasif. Istirahat aktif yaitu istirahat yang dilakukan melalui gerak secara pelan-pelan atau relaksasi, istirahat pasif ini dapat dilakukan melalui jogging jalan dan sebagainya. Sedangkan istirahat pasif yaitu istirahat yang tidak dilaksanakan melalui gerak tubuh secara aktif, istirahat pasif ini dapat dilaksanakan melalui duduk, terlentang dan lain sebagainya. Menurut Soekarman (1987: 41) menyatakan bahwa: “Apabila kadar asam laktat itu tinggi, maka sel-sel akan bertambah asam dan fungsinya akan terganggu. Dalam waktu pulih asal inilah terjadi perubahan-perubahan dari asam laktat supaya keasaman kembali ke normal”. Penggantian cadangan energi akan berkurang atau habis pada saat acction yaitu ATP dan PC serta glikogen yang terdapat didalam otot serta hati. Selain itu pula lemak juga akan berkurang tetapi lemak memiliki keunikan tersendiri yaitu tidak dapat pulih kembali Karena lemak tidak diganti langsung pada waktu pulih kembali. Sedangka pada ATP dan PC didalam otot dalam waktu antara 2-3 menit akan pulih kembali melalui proses resintesis. commit to user 26 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 7. Waktu Pulih ATP dan PC Dalam Otot (Moeljono Wiryoseputro dan Slamet Suherman,1996: 324) 1. Oksidasi Asam Laktat Asam laktat dapat digunakan sebagai sumber untuk metabolism aerobik dengan cara mengubah asam laktat menjadi piruvat dan piruvat masuk kedalam siklus dari kreb sehingga dihasilkan H2O dan CO2. 2. Pembentukan glukosa atau glikogen dari asam laktat. Resintesis glikogen dalam hati maupun otot itu berjalan perlahan dibanding dengan penurunan kadar asam laktat 3. Pembuangan asam laktat lewat keringat dan kencing Hanya sedikit saja jumlah asam laktat yang dibuang melewati keringat maupun kencing. Selain itu, asam laktat yang diserap oleh darah merupakan penyebab asidosis metabolik yang menyertai olahraga berat. Contoh dari kegiatan/jenis olahraga yang memiliki aktivitas anaerobik dominan adalah lari cepat (sprint), push-up, body building, gimnastik atau commit to user 27 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id juga loncat jauh. Dalam beberapa jenis olahraga beregu atau juga individual akan terdapat pula gerakan-gerakan/aktivitas sepeti meloncat, mengoper, melempar, menendang bola, memukul bola atau juga mengejar bola dengan cepat yang bersifat anaerobik. Oleh sebab itu maka beberapa cabang olahraga seperti sepak bola, bola basket atau juga tenis lapangan disebutkan bahwa cabang olahraga ini merupakan kegiatan olahraga fisik dengan kombinasi antara aktivitas aerobik dan aktivitas anaerobik. Yang masingmasing tergantung dari intensitas kerjalah yang menentukan dari pada sistem energi tersebut. Dalam hal ini kaitanya dengan sistem energi lebih dominan kearah manakah cabang olahraga tersebut yaitu ATP, ATP-PC, LA, atau oksigen. Inti dari semua proses metabolisme energi di dalam tubuh adalah untuk menresintesis molekul ATP dimana prosesnya akan dapat berjalan secara aerobik maupun anearobik. a) Sistem ATP-PC atau phosphagen ATP-PC sering disebut pula sistem phospagen. Untuk dapat melakukan kontraksi otot maka diperlukan energi. Energi sendiri dipenuhi melalui berbagai sistem, salah satunya energy dipenuhi oleh ATP. Dalam pelayanan memperoleh ATP ini salah satunya melalui sistem anaerobik. Sehingga dalam pelaksanaan resintesis tidak melibatkan mitokondria. ATP sering disimpan didalam otot, dan apabila terurai akan menghasilkan suatu energi yang sangat tinggi. Selain menghasilkan suatu ATP yang langsung digunakan untuk gerak, ATP juga akan dipakai lagi untuk resintesis lagi sehingga menghasilkan ATP commit to user 28 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id yang siap digunakan sebagai energi dalam setiap aktifitasnya. Dalam hal ini fosfagen sangatlah kecil. Berdasarkan pendapat Moeljono Suryoseputro (1996 : 319) menyatakan “ Cadangan ATP dan fosfokreatin (keduanya disebut fosfagen), ternyata sangat kecil. Dalam hal ini penggunaan fosfagen bukannya mengandalkan jumlahnya tetapi kecepatannya dalam mensuplai sumber energi.” Pada pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa creatin merupakan jenis asam amino yang tersimpam di dalam otot sebagai sumber energi. Di dalam otot, bentuk creatine yang sudah ter-fosforilasi yaitu phosphocreatine (PCr) akan mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme energi secara anaerobik di dalam otot untuk menghasilkan ATP. Sehingga gambaran mengenai phosphocreatine dan menghasilakan energi yang tinggi dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 8. Struktur Dari Posphocreatine ( PC) (fox’s, 1998: 21) Selanjutnya Fox (1998: 20) mengemukakan bahwa “ persediaan PC dalam otot sekitar 15-17 milimol/kg otot atau untuk seluruh tubuh commit to user 29 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id berkisar 4,5 kcal – 5,1 kcal. Jumlah tersebut dapat ditingkatkan dengan latihan yang cepat dan benar”. Gambaran selengkapnya mengenai persediaan PC dalam otot disajikan pada table berikut : Tabel 1. Perkiraan Energi Tersedia Dalam Tubuh Melalui Sistem ATP ATP PC TOTAL PHOSPHAGEN (ATP + PC) 1) Muscular concentration a. mmol-kg otot -1 15-17 19-23 120-180 450-510 570-690 0,04-0,06 0,15-0,17 0,19-0,23 1,2-1,8 4,5-5,1 5,7-6,9 b. mmol total otot 4-6 mass 2) penggunaan energi a) Kcal-kg otot-1 b) Kcal total muscle mass b) Glikolisis Anaerobik (Laktid Acid System) Pada tingkat sistem energi menggunakan lactid acid ini masih dalam tahap anaerobik karena belum sepenuhnya menggunakan atau memerlukan oksigen secara khusus. Misalnya dalam lari 200m, 400m. ATP merupakan sumber energi yang sewaktu-waktu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk bergeraknya atau kontraksinya otot. ATP tersebut disimpan oleh otot dalam jumlah yang sangat terbatas dan commit to user 30 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id hanyalah memberikan energi digunakan untuk resintesa beberapa molekul ATP saja. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Moeijono Wiryoseputro (1996 : 459) “Bila simpanan ATP dan PC menyusut maka energy untuk jangka pendek berikutnya diperoleh dari metabolisme an-aerobik glikogen. Dalam system an-aerobik yang kedua tersebut, glikogen dipecah menjadi lactic acid ( asam laktat ). ATP untuk suatu kegiatan dengan intensitas tinggi berlangsung sampai 3 menit dapat dipenuhi oleh sistem LA” Sehingga kemampuan sistem anaerobik dalam dalam pemecahan glikolisis yang tidak menggunakan oksigen maka hasil akhir akan dihasilkan berupa asam laktat dan berlangsung maksimal sampai 3 menit. Akan tetapi asam laktat dalam proses tersebut akan tertimbun dalam otot serta darah sehingga yang di dapat dari gerak tersubut adalah gejala kelelahan. Perjalanan laktat lain yang utama adalah perubahan menjadi glukosa oleh proses glukoneogenesis. Laktat yang dihasilkan oleh otot rangka dan jaringan lain diserap oleh hati dan diubah menjadi glukosa. Daur laktat antara otot dan hati disebut siklus Cori. Sehingga asam laktat ini apabila tertimbun dalam otot atau darah dalam jumlah yang sangat tinggi akan menyebabkan kelelahan otot yang sangat kontemporer. Menurut Yusuf Hadi Sasmita (1996 : mengemukakan adapun ciri-ciri asam laktat adalah sebagai berikut: commit to user 114) 31 perpustakaan.uns.ac.id 1. Terjadinya kelelahan karena tertimbunnya asam laktatdigilib.uns.ac.id 2. Tidak membutuhkan oksigen 3. Hanya menggunakan karbohidrat 4. Memberikan energi untuk resintesis beberapa molekul ATP. Dari pendapat ahli tersebut di atas hendaknya para pelatih dapat mengerti sistem tubuh yang terjadi pada diri atlet tersebut, bila mana seorang pelatih memberi takaran latihan yang dominan ke sistem laktat maka diperhitungkan juga jeda istirahat dan sumber energi yang dimakan oleh atlet itu sendiri. Karena cirri dari system laktat salah satunya terdapat tidak membutuhkan oksigen dan hanya menggunakan karbohidrat saja. Proses glikolisis anaerobik tersebut digambarkan oleh foss & Keteyian (1998: 28) sebagai berikut: Gambar 9. Glikolisis Aerobik (kanan) Dari gambar tersebut diatas, dapat dikemukakan rangkaian reaksi kimia yang sederhana dalam proses glikolisis anareobik, yaitu: commit to user 32 perpustakaan.uns.ac.id memberikan energi digunakan untuk resintesa beberapadigilib.uns.ac.id molekul ATP saja. c) Sistem Aerobik atau Sistem Oksigen Reaksi aerobik pada tingkan yang ketiga ini dalam Proses metabolisme sumber energi ini akan berjalan dengan kehadiran oksigen (O2). Dalam sistem ini terjadi didalam otot dan didalam alat khusus yang berupa mitokondria. dalam proses aerob menghasilkan 36 ATP per 1 molekul glukosa, sehingga jumlah yang diproduksi berupa ATP dalam proses aerobik ini lebih besar produksinya dari pada dalam sistem anaerobik. Reaksi dalam sistem ini sangatlah rumit dan proses metabolisme energi secara aerobik selain akan menghasilkan energi, proses tersebut juga akan menghasilkan produk akhir yang berupa karbondioksida (CO2) dan air (H2O). selain itu pula aktivitas aerobik ini sangatlah bergantung terhadap ketersediaan oksigen dalam membantu proses pembakaran sumber energi jadi dalam proses yang melibatkan proses respirasi sangatlah optimalkan kerja dari organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat berjalan dengan sempurna. Proses ini lebih lanjut dapat dilihat pada gambar berikut: commit to user 33 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 10. Siklus Glykolisis Aerobik, Siklus Kreb’s, Transport Elektron. Foss & Keteyian (1998: 30) Menurut Soekarman (1987: 24) “sistem aerobik dapat berlangsung dalam tiga reaksi, yaitu glycolisis aerobic, siklus kreb’s dan transport electron”. (1) Glikolisis Aerobik Glikolisis merupakan pola dasar pada jalur metabolisme. Pada reaksi glikolisis aerobik ini oksigen sangatlah berperan penting. Kalau oksigen diberikan maka proses aerob terjadi kembali dan glikogen kembali muncul sementara laktat menghilang, namun jika kontraksi otot berlangsung dalam keadaan aerob laktat tidak akan menumpuk dan piruvat menjadi produk utama glikolisis. Yang selanjutnya piruvat sendiri akan dioksidasi menjadi CO2 dan H2O (air). Karena begitu penting reaksi glikolisis commit to user 34 perpustakaan.uns.ac.idaerobik ini sehingga dalam proses pembentukan digilib.uns.ac.id ATP yang melibatkan peran oksigen dalam proses mengubah asam laktat menjadi asam piruvat setelah ATP tersebut diresintesis. “glikolisis adalah pembentukan netto dua –p yang terjadi karena pembentukan laktat dari satu molekul glukosa yang menghasilkan dalam dua reaksi yang dikatalisis masingmasingoleh enzim fosfogliserat kinase dan piruvat kinase”. (Andri Hartono, 1997 : 118) Reaksi glikolisis aerobik terjadi reaksi sebagai berikut : Glukosa + 2 ADP + 2fosfat dengan energi ------- > 2 asam piruvat + 2 ATP + 4H Sehingga reaksi dalam glikolisis merupakan lintasan utama pemakaian glukosa. Dan dalam proses ini sangatlah melibatkan beberapa enzim yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam reaksi glikolisis aerobik ini. Seperti yang dikemukakan Andri Hartono (1997 : 182) bahwa: “glukosa memasuki lintasan glikolisis melalui fosforilasi menjadi glukosa 6-fosfat. Proses ini dilangsungkan oleh enzim heksokinase. Namun demikian, dalam sel parenkim hati dan sel pulau langerhans pankreas, fungsi tersebut dilaksanakan oleh enzim glukoginase, yang aktivitasnya dalam hati dapat dipicu serta dipengaruhi oleh perubahan setatus gizi”. (2) Siklus Kreb’s Siklus kreb’s adalah tahapan selanjutnya dari respirasi seluler. Dalam hal ini siklus krebs ada kaitan langsung dengan respirasi. Respirasi sendiri merupakan suatu proses pembebasan commit to user 35 perpustakaan.uns.ac.idenergi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui digilib.uns.ac.id proses kimia dengan menggunakan oksigen. Dari respirasi akan dihasilkan energi kimia ATP untak kegiatan atau aktifitas fisik. Dalam hal ini dalam siklus krebs merupakan salah satu sumber ion hidrogen dan elektron diperlukan untuk membuat ATP dari sistem transpor elektron tan kehidupan, seperti sintesis (anabolisme), gerak, pertumbuhan. Energi yang dibawa oleh ATP digunakan untuk bermacammacam fungsi sel seperti pergerakan, pengangkutan, energi dan sebagainya. Untuk menjalankan siklus kreb’s, diperlukan beberapa molekul selain enzim, yaitu pyruvate, yang dihasilkan dari proses glycolysis dari glukosa dan beberapa molekul pengangkut elektron. Menurut Soekarman (1987: 25) “Setelah masuk mitokohondria, pemecahan glukosa selanjutnya adalah memecah 2 macam piruvat dengan pertolongan koenzim A + 2 CO2 + 4H. selanjutnya asetilkoenzim A Selanjutnya Acetyl CoA ini masuk ke dalam siklus Kreb’s atau citric acid cycle atau Tricarboxylicacid cycle.” Tetapi dalam hal ini oksidasi yang terdapat asam lemak sangatlah menghalangi oksidasi karbohidrat, sehingga mengurangi dari pada cadangan karbohidrat. Mengenai rangkaian dan proses yang terjadi dalam siklus kreb’s, selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut ini: commit to user 36 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 11. Siklus Krebs (Foss & Keteyian, 1998: 30) (3) Sistem Transport Elektron Pernapasan adalah proses penting yang membawa oksigen ke dalam tubuh untuk pengiriman ke sel untuk berpartisipasi dalam respirasi selular. Dalam suatu reaksi di dalam mitokhondria adalah serangkaian reaksi hingga terjadi H2O disebut dengan istilah transport elektron atau rantai respiratori. Dari daur Krebs akan keluar elektron dan ion H+ yang dibawa sebagai NADH2 (NADH + H + 1elektron) dan FADH2, sehingga di dalam mitokondria (dengan adanya siklus Krebs yang dilanjutkan dengan oksidasi melalui sistem pengangkutan elektron) akan terbentuk air dan CO2. commit to user 37 perpustakaan.uns.ac.idkombinasi elektron oksigen kemudian bereaksi dengan digilib.uns.ac.id dua ion hidrogen untuk membentuk air, peran dari pada oksigen adalah sebagai respirasi selular yang sangat substansial karena bertanggung jawab menghilangkan elektron dari sistem tersebut. Gambar 18. Sistem Transport Elektron (foss & Keteyian, 1998: 31) Jika oksigen tidak tersedia, elektron tidak dapat melewati antara koenzim, energi di elektron tidak dapat dibebaskan, pompa proton tidak dapat ditentukan, dan ATP tidak dapat diproduksi. Produk sampingan respirasi tersebut pada akhirnya dibuang ke luar tubuh melalui melalui paru-paru pada peristiwa pernafasan manusia. Dimana ion-ion hidrogen dan elektron masuk ke dalam sistem transport electron memiliki tingkat sedikit lebih tinggi dari FADH2, NADH menyediakan tiga molekul ATP sedangkan commit to user 38 perpustakaan.uns.ac.idFADH2 hanya menyediakan dua molekul ATP. Intidigilib.uns.ac.id reaksi adalah sebagai berikut : 4 H+ + 4e- +O2 ---------- > 2H2O Berdasarkan kesimpulan diatas bahwa system penyediaaan energi dapatlah disimpulkan sebagai berikut. Fox (1988: 22) dalam table berikut: Tabel 2. Karakteristik Umum Sistem Energi System ATP-PC Sistem Lactid Acid Sistem Oksigen Anaerobik (tanpa oksigen) Anarobik Aerobik (oksigen) Sangat cepet Cepat Bahan bakar kimia: PC Bahan Lambat bakar Bahan makanan: glikogen bakar makanan: Glikogen dan protein Produksi ATP sangat terbatas Produksi ATP Produksi terbatas ATP tidak terbatas Penyimpanan/penimbunan di otot Dengan Dengan terbatas memproduksi, memproduksi Lactid Acid tidak melelahkan menyebabkan kelelahan otot Menggunakan aktifitas lari cepat Menggunakan atau berbagai power yang tinggi, aktivitas lama aktivitasnya pendek lama menit commit to user Menggunakan dengan daya tahan atau antara 1-3 aktivitas dengan durasi panjang 39 perpustakaan.uns.ac.id c. Perubahan Biokimia Energi yang Terjadi Pada Otot digilib.uns.ac.id Dalam kaitannya dengan sistem penyediaan energi yang telah diuraikan, kebenyakan aktivitas fisik atau olahraga menggunakan secara kombinasi. Aktivitas fisik dalam waktu singkat dan eksplosif sebagian besar diperoleh dari sistem anaerobic (ATP-PC dan LA), sedangkan aktivitas fisik dalam waktu yang lama energinya dicukupi dari system aerobik. Ciri-ciri dari sistem tersebut di atas, merupakan dasar yang perlu dimengerti dalam penyusunan program latihan untuk berbagai cabang olahraga. Pengetahuan mengenai persediaan energi dan penggunaannya serta energi predominan beberapa cabang olahraga itu penting dalam pembinaan fisik para atlet. Selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan dan menetapkan macam atau metode latihan yang paling tepat untuk meningkatkan sistem energi predominan tersebut. Atlet tidak dapat melakukan aktifitas olahraga yang didalaminya secara terus menerus. Pada suatu saat otot-otot atlet ini tidak mampu berkontraksi. Salah satu penyebab ketidak mampuan otot berkontraksi disebabkan oleh gangguan mekanisme kontraksi yang tidak dapat mengeluarkan tenaga serta tempat bertemu syaraf dan otot tidak dapat menghantarkan impuls dari syaraf motor ke otot. Sebaliknya dengan hal tersebut yang terjadi pada otot-otot yang disebabkan oleh adanya latihan ada beberapa perubahan biokimiawi yaitu sebagai berikut, commit to user 40 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel perubahan-perubahan biokimiawi didalam otot yang dihasilkan oleh pelatihan seperti dirangkum dalam table dihalaman berikut ini : Tabel 3. Efek Latihan Perubahan Biokimia Dalam Otot, (Junusul Hairi 2004: 5.13) Perubahan Aerobik Meningkatnya kandungan myoglobin. Meningkatnya oksidasi glikogen meningkatnya jumlah dan ukuran mitochondria meningkatnya aktivitas enzim-enzim siklus krebs dan system transport elektron. Meningkatnya simpanan glikogen otot Meningkatnya oksidasi lemak Meningkatnya simpanan triglesirida otot Meningkatnya ketersediaan lemak sebagai bahan bakar Meningkatnya aktivitas enzim-enzim yang terlibat aktivitas, transportasi Perubahan Anaerobik Meningkatnya kapasitas sistem ATPPC Meningkatnya simpanan ATP dan PC otot Meningkatnya aktivitas enzim-enzim yang memecahkan dan membentuk ATP Meningkatnya kapasitas glikolitik Meningkatnya aktivitas enzim-enzim glikolitik Perubahan Relatif Serabut Otot Cepat dan Lambat Meningkatnya kapasitas aerobik yang sama pada kedua tipe serabut otot. Meningkatnya kapasitas glikolitik yang lebih besar pada serabut otot cepat Hypertrophy yang selektif, serabut otot cepat sprint training, serabut otot lambat endurance training. Tidak terjadi interkonversi antar serabut otot. commit to user 41 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Perubahan kardiorespiratori (sistematik) merupakan efek dari pada latihan tersebut yang didalamnya terdapat pula pengaruh-pengaruh terhadap sistem transport oksigen. Menurut junusul Hairy (2004: 5.19) “Dalam sistem transport oksigen berbagai unsur atau komponen terlibat antara lain Sirkulatori, respiratori dan faktor-faktor level jaringan, semuanya bekerja bersama - sama untuk satu tujuan, yaitu untuk mencapaikan oksigen ke otot – otot yang sedang bekerja”. kemampuan jantung dan paru-paru untuk mengangkut oksigen yang banyak sangat penting, selain itu diperlukan juga otot-otot yang mampu bekerja yang berfungsi sebagai alat gerak aktif . Apabila jaringan tidak dapat mensuplai oksigen ke dalam otot maka otot kurang dapat sempurna dalam melakukan gerak sebagai mana fungsinya. Menurut moeljono Wiryoseputro (1996 : 323) beberapa faktor yang berperan dari mekanisme kontraksi dalam kelelahan ini ialah : 1) Berkurangnya cadangan ATP dan PC. 2) Penumpukan asam laktat 3) Berkurangnya cadangan Glikogen. Berkurangnya cadangan ATP dan PC karena ATP merupakan sumber energi yang dimiliki tubuh berfungsi sebagai kontraksi otot, sedangkan fungsi dai PC sendiri langsung digunakan untuk menggantikannya. Dalam pengurasan ATP terlihat jelas pada latihan dalam kategori berat. Sehingga kelelahan ini terjadi sebagai akibat dari kemunduran ATP didaerah Miofibril serta terjadi kemunduran pengeluaran energi pada waktu pengurangan ATP ke ADP. commit to user 42 perpustakaan.uns.ac.id a 2. Power Otot Lengan digilib.uns.ac.id Hakekat Power Otot Lengan Power otot lengan pada dasarnya adalah kemempuan otot atau sekelompok otot melakukan kerja secara eksplosif. Power merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang terdiri unsur kekuatan dan kecepatan. Unsur kekuatan dan kecepatan tersebut dilakukan dalam waktu yang cepat dan singkat. Manusia dalam hal kecepatan merupakan bawaan sejak lahir dan dapat berubah sedikit saja melalui proses latihan. Pengertian daripada power sendiri adalah Mulyono BA (2010: 59) “power adalah kemampuan untuk mengerahkan kekuatan denganmaksimum dalam jangka waktu yang minim. Angkat besi adalah contoh penggunaan power”. Power atau sering kali disebut daya ledak merupakan hasil akhir dari suatu kekuatan atau force X kecepatan atau velocity (P = F x T). Apa bila pengertian power tersebut dipadukan dengan waktu, maka menurut Yunusul Hairi (2004 : 2.5) dihasilkan rumusan sebagai berikut, “Power = (daya x jarak / waktu)” sehingga daya atau force maksimum otot atau pun sekelompok otot yang dapat dihasilkan itulah yang dinamakan dengan kekuatan (streng). Penggunaan power sering kali digunakan dalam berbagai nomor-nomor atletik (lari, lempar, lompat), angkat besi, smesh bola voli, dan lain sebagainya yang memerlukan gerakan yang bersifat eksplosif power. Andi Suhendro (2002 : 4.5) eksplosif power (kekuatan daya ledak adalah) adalah kemampuan otot atau sekelompok ototuntuk mengatasi tahanan beban dengan kecepatan yang sangat tinggi dalam suatu gerakan yang utuh, misalnya gerakan melompat” sehingga peran dari commit to user 43 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id eksplosif power sangatlah penting dalam mengerahkan tenaga dan kecapatan secara serempauk dan simultan. Power dihasilkan oleh unsur kekuatan dan kecepatan. Dalam kerjanya kekuatan dan kecapatan tersebut haruslah dipadukan secara eksplosif dengan bekerja secara cepat serta bersama-sama dalam waktu yang sangat singkat. Namun jika dari salah satu unsur tersebut kurang atau tidak baik, maka power yang akan dihasilkan juga kurang atau sangatlah tidaklah baik. Menurut Suharno HP (1993: 59-60) faktorfaktor penentu baik tidaknya power adalah: 1) Banyak sedikitnya macam fibril otot putih (phasic) dari atlet. 2) Kekuatan dan kecepatan otot. Rumus P = F x V P =power F = force (kekuatan) V = velocity 3) Waktu rangsangan maksimal, misalnya waktu rangsang 15 detik, power akan lebih baik dibandingkan dengan waktu rangsangan selama 34 detik. 4) Koordinasi gerakan yang harmonis antara kekuatan dan kecepatan. 5) Tergantung banyak sedikitnya zat kimia dalam otot yaitu Adenosine Tri Phospat (ATP). 6) Penguasaan teknik gerak yang benar Pendapat tersebut menunjukkan yang mempengaruhi power selain faktor kekuatan dan kecepatan terdapat juga banyak sedikitnya fibril otot putih, waktu rangsangan, koordinasi gerakan serta zat kimia dalam otot. Oleh karena itu dalam peningkatan power maka faktor-faktor tersebut harus dimiliki oleh atlet dan dilatih secara sistematis dan kontinyu. Dalam hal ini kaitannya dengan cabang olahraga yang memerlukan daya ledak power otot lengan untuk melakukan gerakan-gerakan tersebut perlu mengarahkan kekuatan secara maksimum dan dilakukan dalam waktu commit to user 44 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id yang singkat (kecepatan) dari pada otot-otot lengan tersebut, serta dikerjakan secara dinamis dan eksplosif pada saat kontraksi otot lengan tersebut. Daya ledak otot perlu dilatih untuk memperoleh kekuatan dan kecepatan salah satunya melalui weight training. Daya ledak otot atau explosive power menurut Suharno HP (1993 : 59) adalah; “kemampuan otot atlet untuk mengatasi tahanan beban dengan kekuatan dan kecepatan maksimal dalam suatu gerak yang utuh”. Sehingga dapat dinyatakan bahwa daya ledak otot adalah hasil perkalian antara kekuatan dan kecepatan. Jadi dalam hal ini apabila dikaitkan power otot lengan adalah kemampuan otot-otot di daerah lengan untuk mengerahkan kekuatan maksimum dalam waktu yang sangat cepat dan maksimal. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa power otot lengan sangatlah besar peranannya dalam penerapan teknik di dalam permainan maupun perlombaan. Karena dengan adanya power otot lengan tersebut dalam suatu permainan atau perlombaan akan lebih merasa yakin akan dapat menghasilkan dan bisa mengalahkan lawannya dan memenanginya. Kegunaan eksplosif power menurut Suharno HP (1993 : 59) adalah 1. Untuk mencapai prestasi maksimal. 2. Dapat mengembangkan teknik bertanding dengan tempo cepat dan gerak mendadak. 3. Memantapkan mental bertanding atlet 4. Simpanan tenaga anaerobik cukup besar Kontribusi dan peran penting dari otot lengan terhadap tercapainya suatu prestasi dalam cabang olahraga utama yang sering digunakan dalam daya ledak otot lengan digunakan pada gerakan menolak, melempar, memukul, menangkis dan lain sebagainya yang menggukan power otot lengan secara eksplosif. commit to user 45 perpustakaan.uns.ac.id b Dosis Latihan dalam Meningkatkan Power digilib.uns.ac.id Power merupakan hasil kali antara kecepatan dan kekuatan, dalam suatu kontraksi otot yang sangat cepat. Kecepatan merupakan bersifat bawaan atau keturunan sehingga apabila dilatih hanya menghasilkan peningkatan yang sangat sedikit. Sedangkan kekuatan merupakan pokok dari suatu latihan dan apabila kekuatan ini dilatih secara maksimal sehingga akan berpengaruh terhadap hasil dari pada power itu sendiri. Menurut Yunusul Hairy (2004: 4.5) power hanya terdiri dari dua komponen : kekuatan dan kecepatan. Kecepatan lebih kepada kualitas yang dibawa sejak lahir, yang dapat berubah sedikit saja dengan melakukan pelatihan. Jadi power dapat meningkat hanya tergantung kepada penambahan kekuatan otot. Seorang pelatih hendaknya dalam menyusun program latihan disusun, direncakan dan dilaksanakan dengan baik oleh atletnya. Dalam suatu program latihan dosis merupakan hal pokok yang sangat berperan dalam meningkatkan power otot lengan ini. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam latihan untuk meningkatkan power otot lengan ini tidak dapat terlepas dari jumlah beban, repetisi dalam setiap setnya, recovery juga frekuensi dan lamanya dalam melakukan suatu latihan menurut Nossek (1982 : 80) sebagai berikut “ beban latihan 50 % - 70 % dari maksimal, repetisi 6-10, set 4-6 dan istirahat antar set 3-5 menit dan irama angkat cepat. Dalam pemberian beban hendaknya tidak terlalu ringan dan tidak terlalu berat sehingga seorang atlet dapat masuk pada ambang rangsang dari pada latihan tersebut. c Fungsi Power Otot Lengan Dalam Cabang Olahraga Dalam setiap cabang olahraga seorang atlet sering kali menggunakan Power otot tungkai dalam melaksanakan suatu pelaksanaannya. Sehingga power otot commit to user 46 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tungkai memiliki fungsi yang sangat dominan dalam kontribusinya. Dalam pengerahan power pada setiap masing-masing cabang olahraga tentunya berbada satu sama yang lainnya. Seberapa besar keterlibatan power ini tergantung pada cabang olahraga. Power otot lengan yang dikeluarkan oleh seorang petinju tentunya berbeda dengan power yang dikeluarkan oleh seorang karate walaupun sama-sama mengeluarkan pewer otot lengan. Power pada dasar dan jenisnya dibedakan menjadi dua macam, Bompa (1990: 285) mengemukakan bahwa “ power dibedakan dalam dua bentuk yakni power asiklik dan power siklik”. Dalam suatu cabang olahraga power siklik dan asiklik dapat dikenali dalam suatu peran dan penggunaannya. Power dari pada pembebanan jenis ini dapat dilihat dari jenis serta keterampilan gerak dalam suatu latihan yang dilakukannya. Dalam kegiatan olahraga power asiklik dan siklik dapat dikenali dari perannya pada suatu cabang olahraga yang ditekuninya. 1) Power Siklik Power Siklik sering kali digunakan pada suatu kegiatan dimana dalam kegiatan olahraga tersebut dalam pelaksanaannya didasarkan pada kegiatan motorik yang dilakukan secara berulang-ulang dimana frekuensi serta amplitudo merupakan produk dari siklik. Power siklik merupakan istilah yang sering melekat pada atributif gerak fisik yang diulang-ulang dalam waktu yang sangat lama dan bersifat terususmenerus (continue). Gerakan ini identik dengan gerakan majunya tubuh seseorang dalam perpindahan tempatnya. Sehingga dalam pergerakan tersebut tidak hanya dilaksanakan sekali bahkan berkali-kali dan dalam commit to user 47 perpustakaan.uns.ac.id pelaksaannya dilaksanakan secara utuh dan dilaksanakandigilib.uns.ac.id dalam bentuk yang sama mulai dari bentuk gerakan awal sampai gerakan akhir. Contoh dalam kegiatan olahraga tersebut dapat berupa lari, renang, jalan dan lain sebagainya. 2) Power Asiklik Power asiklik merupakan istilah yang sering melekat pada atributif gerak fisik yang dilihat dari struktur dan fungsi keterampilan gerak dalam olahraga serta memiliki tiga struktur fase. Dalam power asiklik terdapat fase persiapan, fase utama dan fase akhir itulah yang membedakan dengan gerakan power siklik. Dalam power asiklik ini merupakan kebalikan dari pada power siklik dimaa dalam pelaksanaannya dilaksanakan secara berubah tanpa adanya kemiripan antara garakan awal sampai gerakan akhir serta ditandai oleh kecepatan kontraksi otot secara maksimal dan gerakannya dilakukan secara eksplosif. Contoh dalam cabang olahraga yang membutuhkan power asiklik adalah gerakan-gerakan nomor lempar maupun lompat pada atletik, gerakan smash dalam bola voli, gerakan menangkis pada karate dan lain sebagainya. Misalkan dalam hal ini pada keterampilan tolak peluru ada bagian-bagiannya mulai dari awalan, saat memutar, dan pada waktu melaksanakan tolakan. Hal ini lah yang mendasari gerakan asiklik yang pada gerakan awal sampai akhir tidak sama bentuk gerakanya. commit to user 48 perpustakaan.uns.ac.id 3. Metode Latihan Berbeban digilib.uns.ac.id Program pengkondisian dalam olahraga merupakan kegiatan pelatihan dalam membentuk fisik sebagai dasar untuk menunjang pencapaian prestasi disetiap cabang olahraga yang dilatihkan. Program pengkondisian merupakan suatu program yang dilaksanakan pada masa persiapan umum dan khusus yang tujuannya selain untuk membentuk fisik dasar, juga untuk mengatasi cidera pada saat berlatih atau pun dalam masa latihan. Hal ini dilakukan sangat perlu dilakukan. Selain itu pula latihan fisik dapat digunakan sebagai alat untuk memperkuat otot-otot dan sistem kardiovaskular, mengasah atletis keterampilan, penurunan berat badan atau pemeliharaan dan untuk kesenangan. Sehingga latihan fisik ini sangatlah mempunyai peranan yang sangat penting baik untuk peningkatan prestasi yang sering digunakan bagi olahragawan dalam hal ini atlet maupun untuk meningkatkan derajat kesegaran jasmani dan kesehatan bagi manusia pada umumnya. Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur dan terukur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan utama dalam olahraga prestasi adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotorik ke standart yang paling tinggi, atau dalam arti fisiologis atlet berusaha mencapai tujuan perbaikan system organism dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau penampilan olahraganya. Berkaitan dengan latihan A. Hamidsyah Noer (1996: 6) menyatakan, “Latihan suatu proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara continuae commit to user 49 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan”. Hal senada dikemukakan Yusuf Adi Sasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 145) bahwa, “latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya”. Sedangkan Nossek (1982: 10) menyatakan bahwa “Training is a process or, expressed in other words, a period of time lasting several years, until the sportsman achives a high standart of performance” latihan adalah suatu proses atau dinyatakan dengan kata lain, periode waktu yang berlangsung sampai atlit tersebut mencapai standart penampilan tertinggi. Berdasarkan pengertian latihan yang diungkapkan para ahli tersebut pada prinsipnya mempunyai pengertian yang hampir sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa, latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan continuae, dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin meningkat. Dalam pelaksanaan latihan dapat dilakukan dengan berbagai metode kontinyu, metode interval, metode bagian bahkan metode keseluruhan dan lain sebagainya. Dan apabila latihan ini dilakukan secara sistematis dan continuae dimaksudkan agar dalam latihan ini, otot tidak kembali ke bentuk semula dikerenakan terlalu lama otot untuk menerima recovery, tetapi perlu juga memperhatikan tingkat kelelahan pada tingkat frekuensi latihan pada atlet tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Harsono (1988: 135) “dalam keadaan normal, kelelahan yang timbul akan dapat diatasi dalam waktu antara 12 sampai dengan 24 jam “. Berkaitan dengan lamanya latihan belum ada jawaban yang pasti mengenai durasi tersebut jadi dalam pemberian durasi commit to user 50 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id latihan disesuaikan dengan kondisi serta keadaan dari pada atlet tersebut. latihan juga tidak dapat terlepas dari kondisi yang dimiliki atlet itu sendiri. Menurut cholik dalam bukunya Andi Suhendro (2002 : 2.18) ada beberapa indikator sebagai kriteria mengidentifikasi dan menyeleksi bibit atlet berbakat, yaitu: 1. Kesehatan 2. Antropometri 3. Kemampuan Fisik 4. Psikologis 5. Keturunan (herydity) 6. Maturitas. Seadangkan menurut Lutan dalam bukuna Andi Suhendro (2002: 2.18) tiga aspek yang perlu dites sebagai criteria pengidentifikasi bakat: 1. Kapasitas Motorik 2. Kapasitas Psikologis 3. Biomotorik Sehingga untuk mencapai prestasi yang maksimal atlet dan pelatih selain melakukan latihan yang intensif dan terprogram juga dibutuhkan suatu kondisi atlet yang baik pula. Dalam hal ini juga tidak dapat terlepas dari adanya kualitas-kualitas fisik yang dihasilkan dalam artian untuk melakukan gerakangerakan yang bervariasi dan memperoleh kemampuan fisik yang maksimum sehingga harus berdasarkan pada kombinasi kualitas-kualitas fisik yang dilatih dengan mana suatu kualitas fisik tertentu labih mendominasi dalam kaitanya melaksanakan cabang olahraga tertentu. commit to user 51 perpustakaan.uns.ac.id a. Latihan Berbeban digilib.uns.ac.id Latihan berbeban atau weight training merupakan salah satu bentuk latihan fisik yang dalam pelaksanaannya dapat menggunakan bantuan tubuhnya sendiri bahkan tubuh dari temannya atau alat lain yang berupa besi yang dapat digunakan sebagai beban dalam melaksanakan suatu program latihan dalam memberikan efek terhadap otot rangka dan memberikan perubahan secara morfologis dan fisiologis sehingga dapat membentuk serta meningkatkan ketahanan dan kekuatan otot. Selain itu pula dalam melakukan sutu program pembebanan hendaknya seorang pelatih juga harus memegang kendali dari pada prinsip-prinsip latihan berbaban. Menurut Edward L. FOX dalam bukunya M. Sajoto (1988 : 115-116) menyatakan bahwa program latihan berbeban hendaknya berpedoman pada empat prinsip yang cukup mendasar, yaitu: Prinsip penambahan beban berlebih atau overload Prinsip peningkatan beban terus menerus Prinsip urutan pengaturan suatu latihan Prinsip kekhususan program latihan Latihan berbeban ini pada prinsipnya merupakan suatu program yang membantu manusia dalam memperbaiki atau meningkatkan kondisi fisik seseorang. Dalam latihan berbeban yang tujuannya meningkatkan kondisi fisik seseorang ini salah satunya dalam bentuk latihan dalam pengembangan kecepatan, kekuatan serta power otot lengan serta daya tahan tubuh. Kekuatan, kecepatan dan daya tahan serta keterampilan merupakan suatu kondisi fisik manusia yang secara kualitas fisik pada manusia yang tidak dapat dipisahkan commit to user 52 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id satu persatu. Kesimpulan dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa program latihan berbeban dapat menghasilakan komponen fisik, seperti kekuatan, kecepatan daya tahan serta power otot lengan secara positif. Weight training Menurut Thomas R. Baechle (2003: XVII) adalah “ latihan-latihan yang dilakukan terhadap penghalangan untuk meningkatkan kualitas dari otot-otot yang dilatih pada seseorang yang berlatih untuk meningkatkan kebugaran”. Sedangkan menurut Harsono (1988: 185) weight training adalah latihan-latihan yang sistematis dimana beban hanya dipakai sebagai alat untuk menambah kekuatan otot guna mencapai tujuan tertentu, seperti misalnya memperbaiki kondisi fisik, kesehatan kekuatan, prestasi dalam suatu cabang olahraga , dan lain sebagainya. 1) Prinsip-Prinsip Latihan Berbeban Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur dan terukur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan latihan maka harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar disertai pemberian program latihan yang tepat pula. Menurut Sudjarwo (1995: 21) bahwa, “prinsip-prinsip latihan digunakan agar pemberian dosis latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet”. Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan dalam menyusun program latihan yang terorganisir dengan baik dan tepat. Agar tujuan latihan dapat dicapai secara optimal dan benar, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat pula. Menurut Sudjarwo (1995: 21- commit to user 53 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23) prinsip-prinsip latihan diantaranya: “(1) Prinsip individu, (2) Prinsip penambahan beban, (3) prinsip interval, (4) Prinsip latihan sepanjang tahun”. Sedangkan prinsip-prinsip latihan yang lain menurut Bompa (1990: 29) sebagai berikut: “(1) Prinsip Beban-Lebih (overload), (2) Prinsip Perkembangan Multilateral, (3) Prinsip Intensitas Latihan, (4) Prinsip Kualitas Latihan, (5) Prinsip Berpikir Positif, (6) Variasi Dalam Latihan, (7) Prinsip Individualisasi, (8) Penetapan Sasaran (goal setting), (9) Prinsip Perbaikan Kesalahan.” Prinsip-prinsip latihan tersebut sangatlah penting untuk diperhatikan dalam latihan. Prinsip-prinsip latihan yang harus diperhatikan meliputi prinsip individu, prinsip penambahan beban, prinsip interval, prinsip penekanan beban (stress), prinsip makanan baik dan, prinsip latihan sepanjang tahun. Tujuan latihan dapat tercapai dengan baik, jika prinsip-prinsip latihan tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar. Berdasarkan pendapat para ahli diatas tentang prinsip-prinsip latihan tersebut apabila dikaitkan atau dihubungkan dengan metode dirumuskan sebagai berikut: a) Prisip peningkatan beban sedikit demi sedikit b) Prinsip pembebanan yang bervariasi dengan pergantian beban dan istirahat secara sistematis c) Prinsip adaptasi (penyesuaian) beban terhadap standar kemampuan. Latihan yang dilakukan dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan jika dilaksanakan dengan berdasarkan prinsip-prinsip latihan yang di berikan oleh pelatih dengan baik dan benar. commit to user 54 perpustakaan.uns.ac.id a) Prinsip Beban Lebih (over load) digilib.uns.ac.id Latihan olahraga merupakan suatu latihan yang dipersiapkan oleh pelatih agar atletnya dapat mempersiapkan diri dalam permainan maupun perlombaan, selain itu pula yang diharapkan pelatih agar kapasitas kerja paru dan jantung kedalam kemampuan yang lebih baik. Dalam hal itu pula pelatih harus mengetahui bahwa atletnya dapat dalam latihan dapat mencapai zona training atau harus di atas ambang rangsang latihan. Hal ini dikemukakan oleh Yusuf Hadi sasmita dan Aip Syarifudin (1992: 131) “Atlet harus berusaha berlatih dengan beban yang lebih berat dari pada yang mampu dilakukan saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada diatas ambang rangsang. Kalau beban latihan terlalu ringan (di bawah ambang rangsang), walaupun latihan sampai lelah, berulangulang dan dengan waktu yang lama, peningkatan prestasi tidak akan mungkin tercapai” Tubuh manusia memiliki sifat adaptasi terhadap setiap perlakuan yang kenakan terhadapnya, termasuk juga beban latihan. Bila tubuh dengan tingkat kebugaran tertentu di berikan beban latihan dengan tingkat intensitas yang ditetapkan maka tubuh akan mengadaptasi dengan rangkaian proses sebagai berikut: proses awal setelah pembebanan adalah kelelahan dan memerlukan istirahat. Hal ini menurut Yusuf Hadi Sasmita dan Aip Syarifudin (1992: 131) ”Sistem faal tubuh membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan rangsang-rangsang (adaptasi). Adaptasi adalah penyesuaian fungsi dan struktur organism atlet akibat beban latihan yang diberikan oleh pelatih”. Setelah beristirahat dengan kurun waktu tertentu maka tubuh akan kembali bugar namun dengan tingkat kebugaran yang commit to user 55 perpustakaan.uns.ac.id lebih baik dari sebelumnya. Peningkatan kebugaran melaluidigilib.uns.ac.id adaptasi dari hukum overload ini disebut dengan overkompensasi. Hal ini senada dengan pendapat Andi Suhendro ( 2002 : 3.10-3.11) “upaya meningkatkan prestasi atlet dalam olahraga dapat dilakukan dengan memberikan beban kerja lebih berat di atas ambang olahraga kepekaaannya (thereshold of sensitivity). Latihan yang dilakukan dengan beban yang terlalu ringan dan tidak ditambah bebannya, maka berapa lama pun atlet berlatih dengan latihan yang berulang-ulang, prestasi atlet tersebuttidak akan meningkat”. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi grafik over load yang menghasilkan superkompensasi serta sesi latihan pembebanannya. Gambar 13. Respon Bagian Superkompensasi Dalam Sesi Latihan (Bompa, 2009: 8) commit to user 56 perpustakaan.uns.ac.id Dalam hal ini harus diperhatikan pula bahwa siapadigilib.uns.ac.id yang dilatih, berapa umurnya apa jenis kelaminnya. Dalam latihan juga harus jelas pula porsi latihan pembebanan, repetisi, jumlah set dan intensitas latihan yang diberikan. Pembebanan yang lebih berat akan merangsang otot untuk lebih kuat dalam hal power maupun kekuatan. Tetapi harus pula ditekankan bahwa latihan berbeban juga tidak boleh berlebihan atau terlalu berat. Apabila terlalu berat akan tidak baik terhadap hasil latihan bahkan bukan kemampuan fisik yang didapat tetapi sebaliknya kemungkinan yang akan berdampak adalah tejadi penurunan fisik bahkan berpengaruh pula pada cidera tubuh Kekuatan otot bahkan power otot sangat efektif ditingkatkan ketika otot atau keseluruhan otot dilatih pada beban yang lebih. Latihan melalui beban yang terlalu ringan dikerjakan oleh otot hanya menghasilkan kerja otot yang biasa, tetapi sebaliknya penggunaan beban berlebih akan menyebabkan terjadinya proses adaptasi fisiologis yang akan mengarahkan pada peningkatan kekuatan otot. Tetapi dalam hal ini tidak boleh melebihi batas dari pada zona training. Apabila melebihi zona training menyebabkan kemampuan untuk proses bernafas akan mengalami kesulitan bahkan mengarah ke kematian organ tubuh. Menurut Yusuf Hadi sasmita dan Aip Syarifudin (1992: 131) “Meskipun beban latihan harus berat, beban tersebut harus masih berada dalam batas-batas kemampuan atlet untuk mengatasinya. Kalau bebannya terlalu berat, maka perkembangan pun tidak mungkin karena tubuh tidak commit to user 57 perpustakaan.uns.ac.id akan dapat memberikan reaksi terhadap latihan yangdigilib.uns.ac.id terlalu berat tersebut. Hal ini juga bias mengakibatkan cidera atau overtraining”. Pendapat tersebut diatas menunjukkan bahwa prinsip beban berlebih untuk meningkatkan kemampuan tubuh dan peningkatan otot atau grup otot. Jadi dalam hal ini perlu ditekankan pada prinsip beban berlebih atau over principle sehingga kemampuan tubuh akan meningkat. Apabila kemampuan tubuh dapat meningkat, dan proses fisiologinya mengarah pada fase peningkatan otot akan menghasilkan prestasi yang lebih baik pula. Sebaliknya dengan hal tersebut apabila dalam memberikan porsi latihan terlalu berat terhadap beban latihan, hal ini akan mengakibatkan overtraining dan dapat mengarah ke dalam cidera tubuh atlet itu sendiri. b) Prinsip latihan penggunaan beban secara progresif Prinsip latihan hendaknya dilakukan secara progresif dalam artian peningkatan beban latihan tersebut dilakukan secara teratur, terukur dan bertahap yang kian hari meningkat jumlah pembebanannya secara terus menerus, hal ini dapat berpengaruh pula terhadap sistem kerja serabutserabut otot. Dalam memberikan porsi pembebanan dalam latihan berat ini tidak boleh diberikan secara terus menerus agar tidak terjadi cidera. Menurut Hamidsyah Noer (1996: 115) “ Perlu diingat bahwa beban latihan berat yang diberikan secara terus-menerus, justru akan menghentikan kenaikan prestasi. Jadi sebaiknya setelah dua atau tiga kali latihan, beban baru ditingkatkan.” Karena hal ini juga berpengaruh kurang baik tehadap serabut otot apabila peningkatannya dalam pembebanan kurang tepat. Sifat lain serabut otot secara umum dapat dipengaruhi oleh rangsangan dan commit to user 58 perpustakaan.uns.ac.id latihan secara progresif. Perubahan yang biasa terjadi akibatdigilib.uns.ac.id latihan yang progresif adalah peningkatan kapasitas oksidasi masing-masing serabut otot. Perubahan yang lain dari pada latihan yang dilakukan secara progresif adalah bertambah besarnya serabut otot, bertambah banyaknya kapiler yang aktif, bertambah banyaknya mitokondria dalam serabut otot, dan perubahan komposisi kimiawi. Bertambah besarnya otot akibat latihan yang progresif disebabkan bertambahnya protein otot yaitu aktin dan myosin otot. Sedangkan jumlah serabut ototnya tetap. Walaupun latihan yang progresif dapat menyebabkan perubahan pada otot, satu hal yang tidak dapat dirubah adalah komposisi serabut otot yang cepat dirubah menjadi serabut otot yang lambat atau sebaliknya yaitu serabut otot yang lambat dirubah menjadi serabut otot yang cepat. Prinsip progresif atau peningkatan beban secara bertahap akan berhubungan dan mempengaruhi perkembangan penampilan anak atau atlit. Yang perlu diperhatikan dari seorang pelatih atau instruktur adalah peningkatan beban tersebut harus dilakukan secara bertahap dan hatihati sesuai denagn kemampuan individu karena akan berdampak pada sistem dan fungsi tubuh lainnya, sejalan mengenai hal tersebut menurut Hamidsyah Noer (1996: 115) “Penambahan kenaikan beban latihan dilakukan tahap demi tahap secara teratur dan ajeg. Perlu diingat bahwa beban latihan berat yang diberikan secara terus menerus justru akan menghentikan kenaikan prestasi jadi sebaiknya setelah dua atau tiga kali latihan baru ditingkatkan”. Perubahan pada diri atlet akan berubah secara linier atau meningkat hanyalah mungkin apabila pelatih memberikan porsi latihan secara intensif commit to user 59 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dan berkesinambungan. Menurut Yusuf Hadi Sasmita dan Aip Syarifudin (1992: 135) Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlet dilatih atau berlatih melalui suatu program latihan yang intensif. Dimana pelatih secara progresif menambah beban kerja, jumlah pengulangan gerakan (repetition), serta kadar intensitas dari repetisi tersebut. Pembebanan yang diberikan dalam latihan tidak boleh mendadak terlalu berat atau tergesa-gesa karena sejak otot diberikan beban yang melebihi kemampuannya maka otot akan mengalami adaptasi fisiologis dimana akan proses peningkatan otot. Bila proses adaptasi ini dapat dicapai, maka kerja otot yang terjadi melebihi kemampuannya sehingga akan tidak lagi overload. Dengan alasan tersebut maka program latihan berbeban harus juga didasari prinsip progresifitas beban yang diberikan dan agar adaptasi dapat dicapai dengan baik harus pula diselingi melalui masa pemulihan (recovery) dan pemulihan latihan yang cukup pula. Penambahan beban yang meningkat tersebut dapat diberikan atau menambah jumlah pengulangannya (repetisi), jumlah set dalam latihan atau intensitas latihannya. Dalam hal ini pelatih harus tepat dalam memberikan porsi latihan kepada atletnya, jangan sampai beban yang diberikan terlalu ringan atau bahkan terlalu berat. Apabila terlalu berat salah satunya akan menyebabkan cidera dan sebaliknya apabila terlalu ringan proses latihannya kurang baik karena atlet belum memasuki zona taining yang diharapkan. commit to user 60 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Keuntungan yang diperoleh dari pada peningkatan beban secara progresif adalah otot-otot tidak akan merasa sakit atau tidak berdampak pada cidera serta adaptasi otot dapat tercapai. Selain itu pula dalam peningkatan harus teratur sedikit demi sedikit agar tubuh dapat menyesuaikan dengan beban yang diberikan. Kenaikan beban harus sedikit demi sedikit menurut Suharno (1993: 14) “ hal ini penting agar tidak terjadi over training dan proses adaptasi atlet terhadap beban latihan akan terjamin keteraturannya” c) Prinsip latihan yang teratur Latihan yang dilakukan biasanya dilakukan secara teratur apabila tidak teratur berdampak pada cidera atlet dan apabila terlalu lama pada masa recovery maka otot akan kembali normal. Sehingga latihan harus teratur dan terukur dalam arti serentetan latihan tersebut harus diselingi istirahat dan latihan yang cukup. Dalam hal ini harus jelas pula konsep-konsep yang dibuat pelatih yaitu berupa program latihan dengan mengingat periode-periode latihan. Program latihan beban harus diatur sedemikian rupa sehingga beban yang diberikan harus kepada otot-otot yang besar terlebih dahulu baru kepada otot-otot kecil. Alasan sesuai dengan pola gerak normal manusia bahwa otot-otot kecil lebih cepat mengalami kelelahan dari pada otot-otot besar. Hal ini berkaitan dengan pembuatan program latihan agar latihan dapat berjalan secara teratur dan terukur maka haruslah pula ditentukan dosis beban latihannya. Pada dasarnya pembebanan latihan tersebut bersifat individual dalam arti berbeda antara satu orang dengan orang yang lainnya. commit to user 61 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Selain itu pula pemberian latihan beban harus dimulai dari otot besar diikuti otot-otot kecil. Pengaturan latihan beban juga harus memperhatikan pemberian beban terhadap otot yang ingin dibentuk. Diupayakan agar tidak memberikan latihan yang sama secara berurut bagi otot-otot yang sama. Sehingga otot yang dilatih memiliki kesempatan recovery sebelum di berikan latihan lebih lanjut. d) Prinsip kekhususan. Pada dasarnya dalam olahraga memerlukan program-program latihan yang khusus terutama pada cabang-cabang atau bahkan nomor-nomor olahraga. Pada prinsipnya beban latihan diberikan kepada atlet sesuai dengan kebutuhan terhadap bidang olahraga yang ingin dicapainya. Selain itu pula perlu diperhatikan juga umur, jenis kelamin, bentuk tubuh, atau bahkan mental yang dimiliki oleh seorang atlet. Sehingga pengertian kekhususan atau spesialisasi di sini sudah menjurus pada cabang atau bahkan nomor dalam pertandingan dan perlombaan dalam olahraga. Menurut Andi Suhendro (2002: 3.17) “Spesialisasi setiap cabang olahraga berbeda-beda dan memerlukan latihan khusus. Spesialisasi bukan merupakan proses yang multilateral, tetapi merupakan sesuatu yang kompleks, yang didasari oleh perkembangan menyeluruh”. Selain itu pula dalam pembebanan ditekankan kepada pelatih agar Latihan beban tidak hanya dapat kepada kelompok otot, akan tetapi latihan beban dapat juga diberikan kepada otot-otot yang bekerja secara spesifik. Dalam hal ini pemberian latihan beban juga harus memperhatikan olahraga commit to user 62 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id yang dominan dilakukan. Sehingga latihan beban yang diberikan dapat disesuaikan dengan gerakan yang sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuninya. Melalui kondisi atlet tersebut dalam cabang olahraga hendaknya pelatih dapat membentuk olahraga apa yang cocok dalam nomor-nomor atau cabang-cabang olahraga yang sesuai, selain itu pula atlet yang diasuhnya untuk dapat berprestasi secara maksimal. Dalam variabel penelitian ini terdapat sebuah variabel mengenai siswa putra SMP sehingga kaitannya dengan penelitian ini merupakan latihan dasar atau latihan tahap pemula. Dalam pemberian beban latihan bagi para pemula hendaknya ditekankan yang ringan-ringan dalam pembebanan. Dalam pembinaannya harus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dan dimulai sejak anak dalam usia sekolah dimana usia mereka masih dalam tergolong muda. Menurut Yusuf Hadi Sasmita dan Aip Syarifudin (1992:61) “Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip olahraga, bahwa latihan teratur adalah latihan yang mulai dilakukan sejak usia muda akan dapat memacu organ-organ tubuhnya, sehingga nantinya akan dapat melakukan latihanlatihan secara teratur dengan takaran yang cukup setelah usia 14 tahun”. Latihan sangat penting diterapkan pada anak – anak terutama anak usia dalam usia yang dipersiapkan dalam masa depannya. Tetapi dalam kondisi fisik perlu diingat pula tentang bagaimana penerapannya terhadap anak yang masih dikatakan pemula ini. Sifat dasar dari pada latihan sendiri adalah pengulangan dalam latihan tersebut sehingga dihasilkan sesuatu yang diharapkan yaitu berupa efek-efek pada sistem otot dan sitem organ pada commit to user 63 perpustakaan.uns.ac.id anak tersebut. Karena kondisi fisik ini merupakan salah satu digilib.uns.ac.id bisa dikatakan sebagai prasyarat yang sangat diperlukan dalam setiap usaha peningkatan seorang anak yang bisa dikatakan dalam tahap pemula bahkan seorang atlet. Kondisi fisik sendiri merupakan landasan sebagai titik tolak suatu awalan olahraga prestasi yang mengarah ke prestasi yang akan diraih secara maksimal. 2) Bentuk Latihan Berbeban Dalam suatu latihan bentuk berbeban agar diperoleh hasil yang maksimum tidak terjadi pengulangan pada daerah yang sama maka kebanyakan pelatih mengkombinasikan dengan gerakan-gerakan yang lain. Yunusul Hairi (2004 : 4.13) “program training juga harus disusun agar dua macam latihan yang melibatkan otot yang sama tidak dilakukan secara berturut-turut begitu juga dua otot yang berlawanan tidak boleh melakukan latihan yang berturut-turut hal ini dilakukan untuk menjamin waktu recovery yang cukup setelah setiap gerakan mengangkat atau mendorong bahkan menarik.” Dari pendapat tersebut diatas jelas bawa bentuk-bentuk latihan tidak hanya satu jenis saja tetapi dalam hal ini ada beberapa jenis yang digunakan. Karena dalam melaksanakan latihan berbeban pada atlet usia dini atau anak yang masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan yang optimal maka ditekan kan melalui berbeban dengan mengangkat tubuh sendiri atau tubuh temannya. Bentuk-bentuk latihan tersebut dapatlah berupa push-ups, back-up, pull-ups, squatras, dan lain sebagainya. Dalam latihan berbeban baik menggunakan beban berupa beban atau pun beban lain perlu diperhatikan pula mengenai suatu takaran beban latihan (dosis commit to user 64 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id latihan) yang akan diberikan kepada seorang atlet. Menurut Menurut Hamidsyah Noer ( 1996: 117-118) Untuk menyusun dan menentukan dosis latihan seorang atlet, haruslah diketahui terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut a. Fisik atlet : - Umur atlet - jenis kelamin - Susunan fisiologis dan Anatomis b. Kemampuan Berlatih : - kemampuan melakukan latihan - lamanya berlatih - Pengalaman yang dimiliki c. Mental : - Semangat dan disiplin berlatih - kematangan Juara Menurut pendapat ahli diatas perlu diketahui dari pada pemberian porsi latihan yaitu mengenai fisik atlet, kemampuan berlatih dan mental. Setelah data menengenai kondisi atlet yang akan dilatih diketahui oleh seorang pelatih , berulah seorang pelatih menetukan seberapa besar dan seberapa tepat porsi latihan yang tepat yang akan diberikan. Didalam pemberian porsi dalam suatu program latihan berbeban berat beban yang akan diangkat oleh setiap individu tidak sama, melainkan beban yang akan diberikan sesuai dengan kemampuan individu masing-masing sehingga tidak menimbulkan kelelahan yang berarti (overtraining). Tanda-tanda kelelahan terjadi secara fisik dan psikis, Menurut Suharto (2000: 36-37) Tanda-tanda gejala/keadaan kelelahan (overtraining) commit to user 65 perpustakaan.uns.ac.id Tabel 4. Tanda-Tanda Gejala Kelelahan digilib.uns.ac.id Tanda-tanda fisik bila terjadi kelelahan : Denyut jantung istirahat meningkat Penurunan berat badan cepat Penurunan nafsu makan Kelelahan otot yang berlebihan atau pegal Sering demam, infeksi, atau reaksi alergi Gangguan tidur Menurunnya motivasi untuk berlatih Tanda-tanda psikis bila terjadi kelelahan Mudah marah Suasana hati yang berubah-ubah Hilangnya konsentrasi Hilangnya kepercayaan diri 3) Penyusunan Progaram Latihan Berbeban. Program pengkondisian dalam berbeban merupakan kegiatan pelatihan dalam bentuk fisik sebagai dasar untuk menunjang dalam pencapaian peningkatan kekuatan otot yang dilatih. Latihan berbeban sendiri merupakan latihan yang menyita tenaga yang sangat berat, oleh karena itu agar pengaruh atau efek yang diharapkan dari latihan dapat efektif maka latihan harus dilakukan secara hati-hati dan sesuai dengan petunjuk atau ketentuan dalam pelaksanaan program dan prinsip-prinsip latihan berbeban itu sendiri. Latihan fisik yang berupa latihan berbeban pada atlet usia pemula dalam penyusunan program latihan bukan pekerjaan yang sangat mudah. Dalam latihan commit to user 66 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id beban superkompensasi merupakan tujuan utama. Superkompensasi tersebut menurut Hamidsyah Noer (1996: 109) adalah suatu proses kenaikan kemampuan jasmani atlet setelah mengikuti latihan. Karena atlet yang memiliki usia yang masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan, sehingga tidak dapat terlepas dari adanya prinsip-prinsip latian dalam memberikan porsi latihannya. Prinsip-prinsip latihan tersebutlah yang nantinya akan mempengaruhi pembutan program latihan yaitu mengenai jumlah beban, repetisi, set, recovery, lamanya latihan dan lain sebagainya. Dalam memberikan suatu latihan hendaknya beban diberikan tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan. Dimana dalam pemberian beban dan peningkatan beban tersebut disesuaikan dengan masing-masing individual. Sehingga pemberian peningkatan beban pada anak usia dini akan jelas berapa jumlah beban dan berapa hari jumlah peningkatan tersebut harus ditamabahkan. Super kompensasi inilah yang diinginkan dalam hasil latihan berbeban oleh seorang pelatih dan atlet. Menurut Hamidsyah Noer (1996: 109) beban latihan yang diberikan secara maksimal terus menerus tidak akan menimbulkan super kompensasi. Oleh karena itu seorang pelatih harus berusaha a. Meningkatkan super kompensasi semaksimal mungkin sampai batas kemampuan bakat atlet. b. Memberikan beban latihan yang dapat memberikan rangsangan secara tepat, teratur dan ajeg. c. Menjaga agar super kompensasi tidak menurun yang mengakibatkan turunnya prestasi. Keseluruhan dari program latihan tersebut akan mempengaruhi hasil yang diperoleh dari pada latihan yang sudah dilaksanakan. Program latihan berbeban tersebut haruslah diselingi istirahat dalam setiap jeda latihannya. commit to user 67 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sehingga otot-otot tersebut yang berkontraksi dalam melaksanakan latihan akan kembali pulih dan siap melaksanakan set yang berikutnya (recovery). Agar atlet dalam melaksanakan latihan dan pulih setiap set maupun pengulangannya dapat pula latihan berbeban ini menggunakan sistem latihan interval training. Interval training menurut Sajoto (1988: 156) adalah “suatu sistem latihan yang diselingi oleh interval-interval yang berupa masa-masa istirahat.” Agar dapat berjalan secara sistematis setiap bentuk dari latihan dapat berbentuk pos-pos kegiatan latihan. Missal pos 1 push up, pos 2 back up, pos 3 puul up dan sebagainya, sehingga dalam pemrograman latihan berbeban ini diperoleh hasil yang maksimal melalui bentuk-bentuk kegiatan latihan yang sitematis. Sedangkan menurut Bompa dalam Andi Suhendro (2002 : 3.22) mengemukakan komponen penting yang harus ada didalam suatu latihan meliputi: (1) volume latihan, (2) intensitas latihan, (3) density atau kekerapan latihan dan (4) kompleksitas latihan. Gambar 14. Komponen-Komponen Latihan ,Suhendro (2002 : 3.22) Selanjutnya menurut Harsono(1988: 157) Ada beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam menyusun interval training, yaitu: a. Lamanya latihan commit to user 68 perpustakaan.uns.ac.id b. Beban (intensitas) latihan. digilib.uns.ac.id c. Ulangan (repetition) melakukan latihan d. Masa istirahat (recovery interval) setelah setiap repetisi latihan. Sedangkan menurut Sajoto (1988 : 117-119) latihan hendaknya memperhatikan diantaranya adalah “ 1) jumlah beban 2) repetisi dan set 3) frekuensi dan lama latihan”. Faktor-faktor inilah yang menjadi dasar pembuatan program pada latihan berbeban, berupa penentuan dari jumlah berat (load), jumlah ulangan (repetition), jumlah rangkaian (set) peningkatan jumlah atau beban latihan, dan waktu istirahat yang di peroleh otot atau sering kali disebut waktu istirahat otot (recovery). (1) Beban Latihan Beban merupakan salah satu takaran dan porsi dalam setiap latihan berbebanya. Dalam pemrograman dan pembinaannya atlet yang belum siap melaksanakan program berbeban dalam jumlah yang sangat berat hendaknya jumlah beban dapat diberikan melalalui mengangkat tubuhnya sendiri. Sehingga jumlah beban keseluruhan tersebut hanyalah berpusat pada tubuh anak itu sendiri. Berkaitan dengan jumlah beban yang harus diberikan dalam latihan power, Nossek (1982 : 57) mengemukakan bahwa “untuk meningkatkan kekuatan kecepatan bebannya adalah 30% - 50% dari beban maksimum”. Dalam latihan pembebanan ini beban tidak boleh terlalu ringan maupun terlalu berat karena akan mempengaruhi kecepatan sehingga arahan transfer dari kekuatan ke power dapat terjadi secara sempurna. Menurut Harsono (1988: 200) “beban adalah demikian rupa sehingga masih memungkinkan atlet untuk mengangkat beban dengan cepat”. Karena yang digunakan berat badannya sendiri maka commit to user 69 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id siswa atau atlet tersebut hendaknya melakukannya dengan cepat dan sekuat mungkin. Tujuan dalam meningkatkan power juga harus diperhatikan pula mengenai kegunaan dalam peningkatan power tersebut. Sehingga patokan jumlah beban yang ditentukan dapat terprogram dengan tepat. Dalam hal ini menurut Bompa (1990 : 285) bahwa “untuk latihan dengan tujuan meningkatkan daya ledak pada jenis olahraga yang bersifat cyclic seperti sprint, olahraga team, dengan pembebanan 30% 50 % dari beban maksimal, sedangkan untuk jenis olahraga yang bersifat acyclic seperti lompat, lempar, angkat berat dengan pembebanan 50% - 80% dari beban maksimal, jumlah ulangan antara 5-10 kali dilakukan secara dinamik”. Beban yang diberikan kepada atlet yang masih muda serta beban awal yang akan diberikan agar dapat mengerahkan kemampuan maksimal tentunya setiap individu berbeda-beda. Agar diketahui seberapa besar kemampuan individu-individu tersebut dalam meloakukan latihan maka dilakukanlah tes kemampuan pada tiap-tiap sampel. Tes yang dilakukan adalah dengan melakukan latihan mengangkat tubuh sekut-kuatnya dengan gerakan yang benar dan tidak terlalu cepat gerakannya maupun terlalu lambat dengan gerakannya. Maka diperolehlah kemampuan mengangkat dalam mengangkat beban yang berupa tubuh setiap individu tersebut. Sehingga dalam suatu latihan maka akan digunakan dalam penelitian ini adalah 50%-75% dari beban maksimal yang dilakukan oleh para individu tersebut. (2) Repetisi dan Set Repetisi adalah ulangan keseluruhan dalam seatu latihan dalam hal ini adalah mengangkat tubuh tiap individu. Sedangkan set adalah kumpulan dari commit to user 70 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pada set yang berupa rangkaian kegiatan suatu latihan. Dalam melakukan latihan berbeban suatu repetisi dan set merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dalam pemrogramannya. Sebagai contoh latihan berbeban dalam bentuk push-up dilakukan sebanyak 3 set dan setiap set nya terdapat 10 repetisi maksudnya adalah melakukan push-up sebanyak 10 kali dalam pengulangannya dilanjutkan istirahat dan melakukan lagi dalam jumlah 3 set atau rangkaiannya. Dalam menentukan jumlah set atau repetisi oleh setiap individu, seorang pelatih hendaknya mengetahui tujuan dari pada latihan tersebut, apakah untuk kekuatan, kecepatan ataukah power. Sehingga tujuan latihan tersebut dapatlah tercapai dengan tepat atas dasar pemrograman dan latihan yang tepat pula. Latihan untuk meningkatkan kecepatan menurut Nossek (1982 : 81) adalah dengan intensitas 30 -50 %, repetisi 6-12, antara 4-6 set, dengan istirahat 2-5 menit, dengan irama cepat dan eksplosif”. Sedangkan menurut Sajoto (1995: 34) latihan dengan beban dapat dilakukan dengan “10-12 repetisi untuk 3-4 set”. Dalam melakukan latihan berbeban perlu diperhatikan juga waktu istirahatnya atau intervalnya. Karena waktu istirahat atau interval ini akan mempengaruhi otot untuk melakukan pemulihan (recovery) otot sehingga dapat mengangkat secara maksimal pada set yang berikutnya.Sedangkan dalam menentukan masa istirahat antara dua rangkaian latihan tersebut Lebih spesifik lagi Harsono (1988: 198) menyatakan bahwa latihan power dengan weight training dilakukan dengan “ waktu istirahat 3 samapai 5 menit”. Prinsip latihan berbeban juga diperhatikan pula salah satunya peningkatan beban sedikit demi sedikit menurut Suharno (1993 : 14) “ peningkatan beban latihan jangan dilakukan setiap kali latihan , commit to user 71 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sebaiknya du atau tiga kali latihan baru dinaikkan. Bagi si atlet masalah ini sangat penting, karena ada kesempatan untuk beradaptasi” Berdasarkan pendapat yang disampaikan para ahli di atas, maka dalam penelitian ini untuk meningkatkan power otot lengan dapat dilakukan dengan jumlah repetisi dalam setiap setnya sebanyak 10 kali, dan dilakukan dalam rangkaian sebanyak 3-4 set, dengan pemulihan yang berupa istirahat antar set 35 menit, dan beban latihan ditingkatkan setelah 3-4 kali dalam setiap latihannya. (3) Frekuansi dan Lamanya Latihan. Dalam latihan hendaknya dilakukan secara terprogram sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan dapat dilakukan secara intensif. Maka diperlukan suatu frekuansi serta lamanya yang diperlukan dalam latihannya. Frekuensi merupakan keseluruhan dari jumlah yang dilakukan tiap minggunya. Lama latihan adalah lama waktu keseluruhan yang diperlukan dalam melatih setiap individunya hingga terjadi perubahan yang signifikan. Menurut Sadoso Sumosardjuno (1994: 29) menyatakan bahwa “secara teratur diadakan sepanjang tahun dengan jarak waktu 6-8 minggu untuk mengukur kemajuan dan penyesuaian beban latihan”. Pendapat senada dikemukakan oleh E.L. Fox dalam M. Sajoto (1988: 119) mengemukakan bahwa “program latihan dilaksanakan 4 kali setiap minggu, selama 6 minggu cukup efektif. Namun rupa-rupanya para pelatih cenderung melaksanakan program 3 kali setiap minggu untuk menghindari terjadinya kelelahan kronik. Dengan latihan yang dilakukan adalah selam 6 minggu atau lebih baik”. Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulakan bahwa latihan sebaiknya commit to user 72 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dapatdilakukan tiga kali dalam seminggu, misalkan senin, rabu dan jumat yang diselingi satu hari, yang berfungsi sebagai masa untuk recovery sehingga pada latihan berikutnya otot siap untuk menerima latihan kembali. Selain itu pula harus diketahui pelu seberapa atlet melakukan jeda latihan agar tidak terjadi cidera pada tubuhnya dan sel-sel otot dapat tumbuh lebih besar dan kuat. Melalui istirahat yang cukup maka diperolehlah perkembangan power yang maksimal. Menurut pendapat Harsono (1988: 194) “ Istirahat antara dua session latihan sedikitnya adalah 48 jam, dan sebaiknya tidak lebih dari 96 jam”. Lamanya watu yang diperlukan dalam latihan disebut duration setiap sesi latihan, lebih lanjut Andi Suhendro (2002: 3.35) menyatakan bahwa “ lamanya waktu latihan yang dilakukan selama melakukan latihan dalam training zone ± 45 menit - 120 menit”. Lamanya latihan yaitu waktu yang diperlukan untuk melatih setiap sesi tersebut hendaknya selalu di perhatikan tingkat kelelahan dari pada anak itu sendiri. Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh para ahli di atas maka dalam memberikan program latihan mengenai frekuensi dan lamanya latihan harus terprogram dalam setiap latihannya dan dilakukan secara intensif. Sehingga dalam penelitian ini akan dapat diketahui perubahan yang signifikan dan akan memperoleh pengaruh dalam peningkatan kondisi fisik yang nyata. Dalam penelitian ini latihan dilakukan 3 kali seminggu yaitu pada hari Selasa, Kamis, dan Sabtu mulai pukul 14.00 sampai selesai, secara teratur selama 6 minggu atau 18 kali pertemuan. commit to user 73 perpustakaan.uns.ac.id 4) Jenis latihan berbeban yang digunakan. digilib.uns.ac.id Latihan berbeban melalui berat badannya sendiri merupakan salah satu bentuk latihan yang digunakan untuk meningkatkan power otot lengan. Dalam melakukan latihan berbeban hendaknya melihat berapa umur yang akan melakukan latihan dalam pembebanan tersebut, karena apabila anak yang akan malakukan pembebanan masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan akan merusak otot dan tulang dalam masa pertumbuhannya. Menurut Sugiyanto dan Sujarwo (1993: 163) “latihan kekuatan pada anak dengan beban yang dilakukan dengan kontraksi isometriks dapat berpengaruh negatif terhadap perkembangan skeletal, sistem jaringan pengikat, dan persendian-persendian menjadi lemah. Hal ini dapat terjadi karena ligamen kapsular menjadi lemah sebagai akibat gerakangerakan menahan beban yang kemungkinan memberikan rentangan sendi secara maksimal.” Pada masa adolosensi ini anak memiliki kemampuan dalam meningkatkan kesegaran jasmani sangat tinggi utamanya bagi anak laki-laki. Gambar 15. Penampilan Kesegaran Jasmani Anak Laki-Laki dan Perempuan,(Sugiyanto, 1998: 190). commit to user 74 perpustakaan.uns.ac.id Dari grafik kesegaran jasmani tersebut diatas dapatlahdigilib.uns.ac.id berpengaruh langsung terhadap tingkat kekutan dari pada latihan berbeban melalui berat badannya sendiri pada anak laki-laki. Hubungan antara kekuatan otot dan umur dapat dilihat pada grafik berikut: . Gambar 16. Hubungan Anatara Umur (Tahun) Dengan Kekuatan Otot (%) (Sugiyanto, 1998: 190). Berdasarkan pengertian kurva diatas bahwa anak yang masih dalam taraf pertumbuhan hendaknya diberikan bentuk latihan yang sesuai agar tidak mengganggu dalam pertumbuhannya. Bentuk latihan dalam meningkatkan power otot lengan sangatlah bervariasi dan banyak jenis dan macamnya. Latihan berbeban tersebut dapat menggunakan bantuan palang tunggal dan dapat juga menggunakan berat badannya sendiri atau berat orang lain. Latihan berbeban harus dilaksanakan dengan benar karena akan mempertinggi derajat kemampuan fisik secara kesuluruhan yang sangat dibutuhkan oleh atlet. Bentuk latihan berbeban yang digunakan oleh anak yang masih dalam pertumbuhan dan perkembangannya hendaknya menggunakan beban yang ringan atau dapat menggunakan berat badannya sendiri. Bentuk latihan berbeban untuk meningkatkan power otot lengan tentunya melibatkan kelompok otot-otot lengan commit to user 75 perpustakaan.uns.ac.id secara khusus maupun keseluruhan dan gerakannya pun tidak jauhdigilib.uns.ac.id dari otot-otot yang dilatihnya, diantaranya dapat menggunakan push-ups dan pull-ups. Sehingga kedua bentuk latihan berbeban yang menggunakan berat badannya sendiri tersebut digunakan sebagai bentuk dan jenis latihan dalam penelitian. Latihan berbeban melalui model push-ups adalah latihan yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan, power dan daya tahan pada otot-otot lengan dan otot-otot bahu yang pelaksanaannya tanpa menggunakan bantuan alat. Latihan berbeban melalui model pull-ups adalah latihan yang menggunakan alat berupa palang tunggal yang digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kekuatan otot lengan dan otot bahu. Latihan ini dilakukan dengan gerakan menekuk dan meluruskan lengan dan mengerahkan kekuatan disertai dengan kecepatan otot secara penuh. (1) Pelaksanaan latihan push-ups Push ups selain sebagai sarana untuk mengukur kekuatan dan daya tahan otot lengan dan bahu dapat juaga digunakan sebagai sarana untuk latihan. latihan ini dalam pelaksanaannya dengan mendorong bahu dan lengan. Pelaksanaan latihan push ups dapat digambarkan sebagai berikut: (a) Sikap awal: Badan telungkup sehingga muka menghadap pada lantai, kaki yang digunakan sebagai tumpuan melebar serta rileks dan tangan commit to user 76 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id menopang bahu tidak terlalu lebar dan tidak terlalu sempit dan jari-jari menghadap lurus kedepan. (b) Gerakannya: Tarik nafas secara pelan-pelan sebelum mengangkat tubuh, angkat tubuh dengan menggunakan kekuatan pada bahu. Selama tubuh berada diatas pertahankan agar punggung Anda agar tetap stabil, usahakan jangan sampai menahan nafas. (c) Beban latihan: Latihan push ups dilakukan dengan beban latihan 50%-75% dari beban maksimal, dengan 3-4 set, istirahat 3-5 menit dengan gerakan cepat. Bentuk modifikasi yang dimodifikasi melalui push ups dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 17. Variasi latihan push-ups Sadoso Sumosardjuno (1994: 47) commit to user 77 perpustakaan.uns.ac.id (2) Pelaksanaan latihan pull-ups digilib.uns.ac.id Latihan pull-ups sama halnya dengan latihan push up, tetapi dalam pelaksanaannya membutuhkan alat yang berupa palang tunggal. Latihan pull ups dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan, daya tahan bahkan power. latihan ini dalam pelaksanaannya dengan menggantung sampai mengangkat tubuhnya samapi berada diatas palang. Pelaksanaan latihan pull ups dapat digambarkan sebagai berikut: (a) Sikap awal: Pelaksaannya dapat diawali melalui menggantung pada palang tunggal dengan pandangan kearah depan dengan lengan dan kaki lurus serta kaki tidak menyentuh lantai. (b) Gerakan: Gerakan ini dapat dilakukan dengan mengangkat tubuhnya samapai kepala berada diatas palang yang kemudian setelah beberapa saat diatas maka turunkan tubuhnya keposisi awal. Dalam pelaksaannya tidak boleh menahan nafas sehingga gerakan ini menjadi lebih rileks. (c) Beban latihan Latihan pull-ups ini dilakukan dengan beban latihan 50%-75% dari beban maksimal, dengan 3-4 set, istirahat 3-5 menit dengan gerakan cepat. Bentuk latihan pull ups dapat dilihat pada gambar berikut: commit to user 78 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gambar 18. Latihan pull ups , Andi Suhendro (2002: 2.48) 5) Pengaruh Latihan Berbeban Latihan berbeban merupakan model latihan latihan dengan mengangkat beban yang bertujuan khusus terhadap sekelompok otot yang dilatih. Misalnya untuk meningkatkan kemampuan power otot lengan, maka individu tersebut haruslah mengikuti program latihan dalam hal ini latihan berbeban yang telah disusun oleh seorang pelatih atau instruktur dengan tujuan untuk melatih sekelompok otot yang menunjang gerakan power otot lengan. Latihan berbeban atau pembebanan pada sekelompok otot lengan sering kali ditandai melalui gerakan-gerakan yang melawan beban yang dilakukan secara terus-menerus khususnya pada otot lengan sehingga otot-otot yang diberikan pembebanan tersebut akan beradaptasi umtuk memperoleh hasil berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dicapai. Misalnya: kekuatan, kecepata, daya tahan, power, dan lain sebagainya. Tujuan dari pada pembebanan secara khusus adalah untuk meningkatkan gerakan dan efisiensi gerak pada sekelompok otot serta memperoleh memperoleh hasil yang superkompensasi sehingga pada commit to user 79 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id akhirnya diperoleh kekuatan karena pembesaran otot dan kecepatan secara optimal dan meningkatkan sestem peredaran darah serta meningkatkan volume dan berat jantung. Pendapat senada juga diungkapkan Moeljono. W dan Slamet. S (1996: 445) “Otot-otot akan menjadi kuat, tulang dan urat-urat membesar dan kokoh, alat peredaran darah dan pernafasan makin efisian dan terdapat sedikit lemak dalam kesatuan badan”. Melatih kekuatan merupakan bagian dalam mengembangkan power secara keseluruhan. Meningkatnya power adalah perpaduan hasil kali antara kekuatan dan kecepatan, sehingga apabila ingin meningkatkan power maka selain latihan kecepatan juga dilatih latihan kekuatan, ataupun dapat dilatih secara bersama-sama dalam suatu bentuk latihan berbeban. Keuntungan yang didapat setelah latihan berbeban diantaranya: kerja jantung dapat lebih baik dan efisian, memberikan semangat dan motivasi yang melakukan sehingga apabila dalam melakukannya secara benar dan sistematis maka akan diperoleh hasil yang positif salah satunya superkompensasi. Serta peningkatan kekuatan otot lengan yang cukup besar dengan adanya beban tambahan dari luar tersebut. Kelemahan dari latihan berbeban ini diantaranya: sering kali menimbulkan resiko cidera yang berkelanjutan, menimbulkan kejenuhan apabila tidak dilakukan secara sistematis dalam peningkatannya serta gerakan dari kecepatan terabaikan karena dalam pemberian beban terlalu berat. Namun dalam latihan berbeban menggunakan mengangkat tubuhnya sendiri pada anak usia dini ini mampu digunakan dalam meningkatkan power otot lengan. commit to user 80 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Metode latihan berbeban sendiri sangatlah banyak, tentunya seorang pelatih ataupun atlet dapat menggunakan salah satu bahkan mengkombinasikan metode-metode latihan tersebut ke dalam program latihan. Latihan berbeban yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode latihan berbeban linier dan non linier. Metode latihan berbeban fisik harus dilakukan secara sistematis dan terprogram secara teratur, agar dapat mencapai hasil sesuai dengan harapan, pelaksanaan latihan harus berdasarkan pada metode latihan yang benar. Metode latihan merupakan landasan garis pedoman secara ilmiah dalam pelatihan yang harus dipegang teguh dalam melakukan latihan. Seorang pelatih harus mampu memilih metode latihan yang terbaik sesuai dengan karakteristik cabang olahraga yang dibinanya. Metode latihan berbeban sendiri sangatlah banyak, tentunya seorang pelatih ataupun atlet dapat menggunakan salah satu bahkan mengkombinasikan metode-metode latihan tersebut ke dalam program latihan. Latihan berbeban yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode latihan berbeban linier dan non linier. b. Metode linier Pada latihan cabang olahraga banyak sekali pelatih memberikan latihan berbeban menggunakan metode latihan linier. Metode ini seringkali dikenal dengan progressive resistance Exercise. Latihan berbeban linier merupakan bentuk latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan commit to user 81 perpustakaan.uns.ac.id kekuatan, daya tahan, power dan lain sebagainya. Metode digilib.uns.ac.id ini digunakan oleh pelatih kebanyakan karena dapat digunakan mempercepat peningkatan kondisi fisik tubuh secara cepat, misalnya program latihan jangka pendek atau pun jangka menengah. Latihan berbeban dengan pembebanan linier yaitu suatu metode latihan berbeban dimana beban latihan ditingkatkan secara bertahap dan dalam peningkatannya tersebut dilakukan secara terus menerus tanpa adanya pengurangan beban. Peningkatan beban latihan linier ini dilakukan setelah tiga sampai empat kali latihan (pertemuan) yang didasarkan pada peningkatan dimana peningkatan tersebut dilakukan secara progresif dan bersifat terus menerus serta berdasarkan pada prinsip pembebanan yang overload. Latihan berbeban dengan latihan pembebanan melalui metode pendekatan linier kurang memberikan kesempatan kepada setiap atlet atau siswa dalam melakukan regenerasi atau pemulihan kerja otot tubuh utamanya pada sistem faalnya, karena tidak adanya pemberian interval atau recovery dalam setiap frekuensi dalam setiap latihannya. Bagi siswa yang utamanya atlet, dalam pembebanan linier sering digunakan oleh pelatih dalam meningkatkan prestasi bagi atlet karena program dalam pembebanan tersebut dilakukan dalam jangka pendek atau pun menengah. Pembebanan linier sangatlah memberatkan dalam pelaksanaannya utamanya bagi pemula dan anak-anak yang masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan. Sehingga dalam pembebanan tersebut melalui beban yang ringan-ringan atau berat badannya sendiri. commit to user 82 perpustakaan.uns.ac.id Jumlah pembebanan (porsi) dalam latihan berbebandigilib.uns.ac.id linier dalam peningkatannya bersifat progresif dan terus menerus maka dalam pembuatan program latihan harus tepat pula. Dari penjabaran tersebut dapatlah diungkapkan pengertian secara sederhana bahwa latihan berbeban linier adalah suatu metode latihan berbeban yang cara pemberian porsi beban dalam penyajian perlakuan atau treatment selalu meningkat baik dilihat dari lamanya latihan, beban (intensitas) latihan, ulangan (repetition) melakukan latihan, masa istirahat (recovery interval) setelah pemberian perlakuan pada latihan berbeban tersebut. Pembebanan program latihan pada anak usia dini hendaknya memperhatikan: jumlah beban, repetisi, set, frekuensi dan lama latihan. Dalam uraian diatas juga telah diungkapkan pula mengenai porsi latihan berbeban maka dalam porsi latihan berbeban malalui metode linier dapat disimpulkan sebagai berikut: Jumlah beban dalam mengangkat tubuh setiap repetisi. 50%-75% dari beban maksimal yang dilakukan oleh para individu. Dan dilakukan peningkatan beban setiap 3-4 kali pertemuan secara terus menerus Set. Dilakukan dalam rangkaian sebanyak 3-4 set, istirahat antar set 3-5 menit, dan beban latihan ditingkatkan setelah 3-4 kali dalam setiap latihannya secara terus menerus. commit to user 83 perpustakaan.uns.ac.id Frekuansi dan lamanya latihan. digilib.uns.ac.id Latihan dilakukan 3 kali seminggu yaitu pada hari Selasa, Kamis, dan Sabtu mulai pukul 14.00 sampai selesai, secara teratur selama 6 minggu atau 18 kali pertemuan. Sehingga porsi dalam pemberian beban selalu meningkat secara progresif dan terus menerus. Latihan berbeban linier ini sangatlah membawa dampak atau akibat yang bersifat positif maupun negatif, diantaranya: 1) Dampak positif yang ditimbulkan dari latihan berbeban linier a) Apabila seorang siswa yang sudah terbiasa dengan kerja berat dalam latihannya maka akan diperoleh adaptasi yang sangat cepat. b) Melalui pembebanan yang selalu meningkat dalam sistem kardiovaskuler, anatomi, maupun faal tubuhnya akan menjadi pembiasaan yang baik. c) Merupakan suatu rangsangan dalam memotivasi siswa atau atlet bahkan pelatih yang melakukan tantangan dalam pembebanan tersebut karena dalam peningkatannya tersebut secara terus menerus. 2) Dampak negatif yang ditimbulkan dari latihan berbeban linier a) Dikawatirkan sering dan cepat terjadi cidera pada tubuh baik pada bagian tertentu atau menyeluruh pada tulang, sendi bahkan fungsi faal sebelum selesainya program latihan. commit to user 84 perpustakaan.uns.ac.id b) Dalam pembebanan yang selalu meningkat secara digilib.uns.ac.id terus menerus ini sering kali siswa merasa kurang mampu dalam melakukannya, utamanya bagi mereka yang kurang kuat dalam sistem perototan. c. Metode Nonlinier Latihan berbeban non linier merupakan latihan beban yang digunakan oleh pelatih kebanyakan pada setiap cabang olahraga. Seperti halnya metode linier, metode ini dapat pula digunakan untuk meningkatkan kekuatan, daya tahan, power dan lain sebagainya dalam pembebanannya. Metode latihan berbeban ini sering kali disebut dengan the step type approach atau sistem tangga karena grafik dalam gambarnya berbentuk seperti tangga. Latihan berbeban melalui metode non linier merupakan suatu latihan berbeban dimana dalam peningkatannya dilakukan secara bertahap dan sistematis tetapi terdapat fase peningkatan dan penurunan beban latihan secara terukur dan teratur. Seperti halnya dalam program latihan berbeban melalui metode latihan linier, latihan non linier dalam pembebanan setelah tiga kali ditingkatkan kemudian setelah itu dilanjutkan satu persiapan dalam penurunan beban sehingga dalam fase penurunan beban ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan otot untuk melakukan istirahat atau regenarasi. Dalam latihan non linier menurut Bompa (1990: 31) menyatakan bahwa “ada satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain latihan overload, yaitu dengan memakai sistem yang disebut step tipe approach commit to user 85 perpustakaan.uns.ac.id atau sistem tangga”. Dalam sistem tangga tersebut terdapatdigilib.uns.ac.id garis vertikal dan garis horizontal dalam grafiknya. Setiap garis vertikal menunjukkan perubahan beban dalam setiap kenaikan atau penurunan beban yang diberikan, sedangkan setiap garis horizontal adalah tahap penyesuaian diri pada siswa atau atlet dalam adaptasi terhadap beban yang telah dilaksanakan tersebut pada latihan yang baru dinaikkan atau diturunkan. Gambar 19. Program Latihan Non Linier. Bompa (2009: 27) Berdasarkan gambar tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa beban latihan pada beban 3 anak tangga (cycle) beban pertama, kedua dan ketiga ditingkatkan secara bertahap dan terus menerus. Pada anak tangga (cycle) ke commit to user 86 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4 beban diturunkan secara terukur. Beban tersebut diturunkan karena merupakan tahap unloading phase, yang dimaksudkan dalam penurunan beban tersebut untuk memberikan kesempatan kepada seluruh tubuh atau bagian tubuh untuk melakukan regenerasi atau pemulihan, sehingga proses regenerasi sel tubuh dapat terjamin secara sitematis. Adaptasi dalam latihan pembebanan non linier bagi pemula atau pun anak-anak, sangatlah tidak terlalu memberatkan dalam latihan karena terdapat masa-masa istirahat dari pada fungsi faal tubuh, otot, maupun sendi pada tubuh. Selain berpengaruh terhadap sistem kardiovaskuler latihan berbeban ini juga menghindari serta mengurangi terjadinya kemungkinan adanya cidera, overtraining dan kelelahan yang berlebihan. Latihan berbeban melalui metode latihan non linier adalah suatu program latihan dimana cara pemberian perlakuan terhadap siswa atau atlet pembebanannya bervariasi sifatnya dalam peningkatan dan pengurangan beban latihan. latihan berbeban non linier dalam pemberian jumlah repetisi atau pengulangan dalam setiap setnya tidak selalu naik terus tetapi kadang juga diturunkan dengan tujuan memberikan kesempatan organ tubuh untuk beristirahat (recovery). pembebanan hendaknya memperhatikan: jumlah beban, repetisi, set, frekuensi dan lama latihan. Jumlah beban. Jumlah beban dalam mengangkat tubuh setiap repetisi. 50%-75% dari beban maksimal yang dilakukan oleh para individu. Penerapan commit to user 87 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perlakuan ini dilakukan peningkatan beban setiap 3-4 kali pertemuan dan dilakukan pula penurunan beban secara terukur dan sitematis. Set Dilakukan dalam rangkaian sebanyak 3-4 set, istirahat antar set 3-5 menit, dan beban latihan ditingkatkan setelah 3-4 kali dalam setiap latihan kadang juga diberi penurunan beban secara terukur pula. Frekuansi dan lamanya latihan. Latihan dilakukan 3 kali seminggu yaitu pada hari Selasa, Kamis, dan Sabtu mulai pukul 14.00 sampai selesai, secara teratur selama 6 minggu atau 18 kali pertemuan Dalam latihan berbeban melalui metode non linier akan memiliki dampak positif dan negatif. 1) Dampak positif yang ditimbulkan dari latihan berbeban non linier. a) Dalam latihan berbeban secara bervariasi dalam pembebanannya dimana setiap tangga meningkat dan terkadang setiap tangga terjadi penurunan secara sistematis dan terukur akan menjadi suatu pembiasaan (adaptasi) yang baik dalam sistem fungsi faal tubuh, kemampuan anatomis serta sistem kardiovaskulernya dalam melakukan regenerasi atau recovery. b) Kerena dalam pembebanan bervariasi dimana ada peningkatan dan pengurangan dalam pembebanannya tidak menimbulkan kejenuhan pada siswa atau atlet yang melakukan. commit to user 88 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id c) Melalui pembebanan nonlinier dapat mempersiapkan lebih cepat kembali dan dapat merangsang dalam fungsi tubuh untuk melakukan latihan berikutnya. 2) Dampak negatif yang ditimbulkan dari latihan berbeban non linier a) Dalam latihan berbeban melalui metode bervariasi akan dikhawatirkan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memperoleh hasil yang maksimal. b) Hanya dapat digunakan pada program latihan jangka menengah dan jangka panjang. c) Kurang memberikan suatu tantangan karena seringnya pengurangan beban, sehingga motivasi atlet untuk mencoba lebih berat lagi menjadi berkurang. Dari batasan apa yang disampaikan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa suatu latihan berbeban melalui metode linier dan non linier dapat meningkatkan power otot lengan dan merupakan salah satu program latihan yang tepat dalam program pembentukan power otot lengan yang optimal, tetapi situasi dan kondisi yang tepat baik yang berasal dari faktor dalam maupun faktor luar dari siswa atau atlet yang melakukan perlu diperhatikan dan disesuaikan. 3. Kekutan Otot Lengan Kekuatan merupakan unsur kondisi fisik yang berkaitan langsung dengan kesehatan dan kesegaran jasmani manusia. Suatu kegiatan manusia dalam gerak commit to user 89 perpustakaan.uns.ac.id dan mengontraksikan otot memerlukan suatu kekuatan. Dalamdigilib.uns.ac.id mengerahkan suatu kekuatan tidak dapat terlepas dari adanya tenaga, sehingga tenaga tersebutlah yang akan mengubah keadaan gerak atau bentuk dari suatu gerakan. Kekuatan sangatlah diperlukan atlet dalam berbagai cabang bahkan nomor dalam suatu pertandingan. Pengertian kekuatan Menurut Imam Hidayat (1997: 84) adalah “gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi otot atau gaya yang minimbulkan gerak mekanis”. Sedangkan menurut Suharno HP (1993: 39) pengertian kekuatan adalah “kemampuan otot untuk dapat mengatasi tahanan/ beban, menahan atau memindahkan beban dalam menjalankan aktivitas olahraga”. Dari pengertian tersebut bahwa kekuatan merupakan kemampuan otot agar dapat minimbulkan kontraksi dimana kontraksi sendiri merupakan suatu bentuk dari tegangan atau pengerahan yang dihasilkan oleh serabut-serabut otot sehingga menghasilkan suatu kekuatan otot. Menurut Mulyono BA (2010: 56) Pengertian kekuatan otot adalah “kemampuan otot menggerakkan kekuatan”. Mempertahankan tingkat kekuatan otot lengan sangatlah penting karena kekuatan merupakan sarat utama dalam menyokong suatu power. Kekuatan otot dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, juga dipengaruhi beberapa faktor lain seperti faktor biomekanika, neuromuscular, metabolisme, dan psikologis. Kekuatan memiliki peran yang sangat penting terutama bagi atlet dalam kaitannya pembinaan dalam cabang olahraga karena dapat melindungi atlet dari cidera dan membantu memperkuat stabilitas sendi-sendi dan otot-otot dalam tubuh dari pada atlet tersebut. Kekuatan yang dimiliki oleh manusia dapat commit to user 90 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bersifat bawaan atau pula dapat dilatih. Menurut Suharno HP (1993: 39) ada beberapa faktor penentu baik tidaknya kekuatan yaitu diantaranya: 1. Besar kecilnya potongan melintang otot (potongan morphologis yang tergantung pada proses hipertrofi otot) 2. Jumlah fibril otot yang turut bekerja dalam melawan beban, makin banyak fibril ototyang bekerja berarti kekuatan bertambah besar. 3. Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, makin besar skelet makin besar kekuatan. a. Jenis Latihan Kekuatan Dalam latihan kekuatan cara yang paling popular adalah latihan berbeban (weight training) atau sering disebut dengan latihan tahanan (resistence exercises). Latihan tersebut sangat efektif dalam peningkatan power otot lengan. Menurut Yusuf Hadi Sasmita (1996 : 108) “latihan tahanan adalah latihan dimana seorang atlet harus mengangkat, mendorong atau menarik suatu beban baik itu beban atlet sendiri maupun bobot lain dari luar (exsternal resistence)”. Latihan menggunakan bobot dari luar dapat mengunakan metode latihan yang melalui isometrik, isotonik dan isokenetik. Dilihat dari bentuk latihan tersebut juga ada kelebihan dan kelemahannya tersendiri. Penerapan dalam latihan berbeban atau weight training dapat dilaksanakan dalam gerakan otot yang sifatnya secara statis (isometrik) maupun dinamis (isotonik) bahkan bisa dilakukan dalam bentuk isokenetik. Sehingga dalam latihan berbeban tipe kontraksi otot dapat digambarkan sebagai berikut: commit to user 91 perpustakaan.uns.ac.id Tabel 5. Tipe Kontraksi Otot (Yasunul Hairy, 2004: 4.26) digilib.uns.ac.id Tipe Kontraksi Definisi Isotonik, dinamik Otot memendek dengan berbagai macam atau konsentrik tegangan ketika mengangkat beban konstan Isometrik atau Tegangan mengembang tetapi tidak terjadi statik perubahan panjang otot Isokenetik Tegangan dikembangakan oleh otot ketika memendek pada kecepatan konstan dengan ruang gerak maksimal Dalam hal ini isotonik merupakan bentuk atau jenis dari pembebanan. Dalam latihan isometik tidak tampak adanya pemanjangan atau pemendekan otot (iso = tetap, Metrik = Jarak) sehingga dalam latihan isometrik tidak ada suatu jarak yang ditempuh atau bersifat statis. Menurut Thomas R. baechle (2003: XIV) latihan isometrik adalah “Sejenis aktivitas otot dimana otot tidak memendek, karena pegangan-pegangan tulang letaknya sudah terikatdan tetap atau kekuatan-kekuatanyang berfungsi untuk menunjang otot dilawan oleh tenaga yang sama besarnya atau lebih besar dari kekuatan yang ditimbulkan untuk memendekkan otot”. Dalam melatih kekuatan maupun power otot lengan selain menggunakan isometrik juga dapat menggunakan pembebanan yang bersifat isotonik. Dalam suatu gerakan isotonik akan terjadi suatu gerakan tubuh karena disebabkan oleh perubahan memanjang atau memendeknya suatu otot, dimana kontraksi otot ini bersifat dinamis. Pengartian latihan isotonik sindiri adalah: commit to user 92 perpustakaan.uns.ac.id “menunjukkan suatu gejala yang dinamis dimana ototdigilib.uns.ac.id menimbulkan jumlah tenaga yang sama seluruh gerakan. Kondisi yang demikian jarang atau hampir tidak pernah terjadi pada manusia sewaktu melakukan latihan. Karena itu, telah diusulkan agar istilah itu tidak dipergunakan pada manusia yang melakukan latihan. Akan tetapi, secara sembarangan istilah tersebut digunakan untuk menerangkan latihan beban dengan beban bebas dan latihan beban dengan menggunakan mesin” (Thomas R. baechle 2003: XIV). Dalam hal ini kaitanya dengan latihan isotonik dapat dilakukan dengan latihan weigh training atau latihan berbeban. Latihan berbeban ada suatu perubahan sikap gerakan–gerakan dari anggota-anggota tubuh yang disebabkan memanjang atau memendeknya otot atau muscle dari tubuh, sehingga terjadi gerakan-gerakan yang sifatnya berkontraksi secara dinamis. Dari kedua bentuk latihan antara isometrik dan isotonik tersebut sama-sama dapat digunakan untuk latihan kekuatan sehingga memiliki kelebihan maupun kekurangan, akan tetapi latihan isometrik memliki suatu keuntungan yang lebih baik. Menurut Yusuf Hadi Sasmita (1996 : 108) keuntungan bentuk latihan isotonik dibanding latihan isometrik adalah: 1. Ruang geraknya lebih luas, hal mana menjamin tetap terlatihnya fleksibilitas. 2. Perbaikan daya tahan bersamaan dengan perkembangan kekuatan. 3. Lebih memberikan kepuasan dalam mengatasi bobot yang ditahan, dan sedikit demi sedikit bertambah. 4. Lebih memberikan kepuasandalam menggerakkan bagian-bagian tubuhterhadap suatu beban commit to user 93 perpustakaan.uns.ac.id 5. Gerakan-gerakannya lebih menjamin fungsi peredarandigilib.uns.ac.id zat-zat dalam alat tubuh kita. Otot merupakan alat gerak aktif dan dalam gerak tersebut tidak bisa terlepas dari adanya kontraksi. Kontraksi sendiri dibedakan menjadi dua macam yaitu kontraksi konsentrik dan kontraksi ekstrensik. Dimana pengertian Kontraksi konsentrik adalah otot dalam bekerja berkontraksi secara memendek atau Kontraksi otot dimana kedua ujung/perlekatan otot (origo-insertio) saling mendekat atau otot dalam keadaan memendek. Sebaliknya dengan kontraksi eksentrik adalah otot dalam bekerja akan memanjang atau Kontraksi otot dimana kedua ujung dalam hal ini perlekatan otot antara origo dan insersio saling menjauh, atau otot dalam keadaan memanjang. Menurut Imam Hidayat (1997: 84) “otot selalu terdiri dari empal otot (vector) dan urat otot (tendo), urat otot menghubungkan empal otot tersebut kepada bagian-bagian skelet” Gambar 20. Kekutan (k) Dari Kontraksi Otot Yang Bekerja Dengan Arah dan Besaran Tertentu( Imam Hidayat,1997: 85) commit to user 94 perpustakaan.uns.ac.id Dalam latihan berbeban (weight training) yang digilib.uns.ac.id arahannya ke kekuatan yang sifatnya mengarah kehal yang bersifat khusus, maka pelatih harus tepat pula dalam memberikan suatu latihan. Missal dalam pemberian latihan berbeban pada cabang olahraga angkat besi hendaknya berbeda dengan cabang olahraga marathon. Nossek (1982: 66) kekuatan yang bersifat khusus dikaitkan dengan disiplin pada cabang olahraga yang tepat berkenaan dengan kebutuhan sebagai berikut: - Bagian-bagian otot yang ambil bagian dalam gerakan ( kaki atau tangan merentang, otot-otot yang berhubungan dengan perut - Besarnya kekuatan yang diterapkan ( sebagai contoh : kekuatan maksimum) - Dinamika gerakan (kekuatan kecepatan, kekuatan eksplosif dsb) - Jumlah pengulangan/ percobaan atau durasi kontraksi otot (sebagai contoh : ketahanan kekuatan. Dalam latihan kekuatan hal yang paling penting adalah menyusun program latihan secara tepat sehingga para pelatih hendaknya harus memperhatikan prinsip-prinsip program latihan berbeban secara menyeluruh. Prinsip-prinsip tersebut sebagai tolakan pelatih dalam pengembangan atlet atau anak didiknya. Menurut Fox (1984) dalam bukunya Andi Suhendro (2002 : 4.10) mengungkapkan program latihan berbeban hendaknya berpedoman pada empet prinsip yang cukup mendasar, yaitu: 1. Prinsip penambahan beban berlebih, atau overload 2. Prinsip peningkatan beban secara bertahap (progresif) 3. Prinsip urutan pengaturan latihan commit to user 95 perpustakaan.uns.ac.id 4. Prinsip kekhususan digilib.uns.ac.id Kekuatan pada prinsipnya mempunyai pengertan gabungan dari beberapa kondisi fisik seseorang. Kekuatan tidak dapat disebut sebagai kekuatan murni karena kekuatan sendiri berpadu dengan kondisi fisik yang lain dalam pelaksanaannya. Sehingga dalam pelaksanaan cabang olahraga pada prinsipnya memadukan atau mengkombinasikan gerakan yang berupa kekuatan dengan kondisi fisik yang lain dan dihasilkan gerakan yang diinginkan. Berikut disajikan pula mengenai gambaran kebutuhan kekuatan dalam cabang – cabang olahraga yang berbeda: Gambar 21. Kebutuhan Kekuatan Dalam Cabang-Cabang Olahraga Yang Berbeda ( Yosef Nossek, 1982 : 66) b. Kekuatan Berdasarkan Tujuannya Menurut penggunaan dan tujuannya kekuatan berbeda-beda, sehingga kekuatan tidak dapat berdiri sendiri. Menurut Herre yang commit to user 96 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dikutip Yosef Nossek (1982 : 67) Kekuatan dengan menunjuk pada tujuan-tujuan latihan kondisioning yang khusus, kekutan dibagi menjadi menjadi tiga : - Kekuatan maksimum - Kekuatan kecepatan - Ketahanan kekuatan 1) Kekuatan maksimum Kekuatan maksimum sering kali digunakan dalam event atau perlombaan yang secara umum hampir mendekati kekuatan secara maksimum dalam pelaksanaannya bahkan juga dapat digunakan sebagai sarana dalam program latihan secara keseluruhan. Sebagai contoh dalam suatu perlombaan lempar lembing, lempar martil maupun tolak peluruserng kali atlet dalam pelaksaannya mengerahkan kemampuannya dalam mengerahkan kekuatan otot secara maksimum. Menurut Nossek (1982 : 68) “kekuatan maksimum adalah kekuatan yang tinggi yang mungkin yang dapat dihasilkan oleh otot-otot pada suatu saat”. Para pelatih juga sering memberikan program latihan kepada atletnya untuk melaksanakan program latihan secara maksimum dalam mengerahkan suatu otot tersebut, tetapi perlu diingat bahwa suatu kekuatan maksimum juga dipengaruhi oleh jenis-jenis dan tipe dari pada serabut otot yang dimiliki oleh atlet tersebut. commit to user 97 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Dalam penerapan atlet pemula dalam kaitanya mengenai belum dibolehkan seorang atlet dalam mengagkat beban maka pelatih kebanyakan dalam memberikan porsi latihan ini menggunakan berat badan yang dimiliki oleh atlet sendiri seperti, push-up, back-up, atau pun squatras. Tetapi apabila seorang atlet tersebut sudah memenuhi umur dalam diperbolehkan mengangkat beban maka metode yang paling cepat melalui weight training dalam melatih kekuatan maksimalnya dengan beban dan intensitas yang sangat tinggi (sangat berat) dan pengulangannya sangat sedikit. atlet dalam melaksanakan suatu program yang diberi suatu pembebanan yang sifatnya sangat maksimum maka otot akan beradaptasi sehingga tidak menimbulkan suatu Hipertrophy atau penambahan masa otot. Tetapi apabila suatu daerah tersebut dilatih dalam taraf pada daerah intensitas latihan maka akan diperoleh penambahan massa otot atau sering disebut intensitas latihan. Dimana suatu intensitas latihan tersebut berkisar antara 70-80% dan dilakukan dalam batas-batas yang tidak terlalu cepat maupun lambat selain itupula juga dilihat sebarapa meampunya otot dalam pengulangannya. Menurut Nossek (1982 : 68)” kondisi hypertrophy yang terbaik diciptakan pada beban maksimum 70 - 80%, 8 - 12 kali pengulangan tiap set. Pada langkah kerja yang pelan dan lancar.” commit to user 98 perpustakaan.uns.ac.id 2) Kekuatan kecepatan digilib.uns.ac.id Kekuatan dan kecepatan dalam istilah lain disebut power. Kekuatan kecepatan sering kali digunakan dalam nomor-nomor lompat dalam atletik. Dimana suatu keperpaduan kekuatan dan kecepatan ini bekerja secara bersama-sama dan bersifat simultan. “Kekuatan kecepatan atau sering disebut dengan power, kekuatan kecepatan sendiri adalah gerakan – gerakan kekuatan kecepatan dilakukan melawan perlawanan dengan akselerasi-akselerasi dibawah maksimum” menurut Nossek (1982 : 70). Lebih lanjut mengenai pokok bahasan kekuatan kecepatan akan dibahas lebih lanjut dan dalam pada pokok bahasan pada variabel power berikut. Tetapi pelatih sering kali mengabaikan model-model berbeban yang ada hubungannya dengan faktor usia yang mana pelatih hanya akan mengejar target dalam berprestasinya atlet tersebut. Sehinga atlet pemula yang belum cukup umur dalam melaksanakan latihan berbeban dipaksa dalam mengangkat beban. Hubungannya dengan tulang dan otot akan mempengaruhi dalam pertumbuhan tulang dimana pertumbuhan tulang tersebut akan terhambat selain itu juga terjadi perubahan struktur tulang berupa tulang akan menjadi lebih Padat. 3) Ketahanan kekuatan Kekuatan ketahanan ini orang sering menyebutnya dengan daya tahan kekuatan. Pada daya tahan kekuatan sendiri menunjuk commit to user 99 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pada lamanya waktu dan lamanya pengulangan secara simultan dalam melawan beban tersebut. Dalam pengembangan latihan daya tahan kekuatan dapat digunakan berbagai metode yang pada dasarnya menggunakan beban dengan intensitas yang sedikit dan pengulangannya banyak. Menurut Herre yang dikutip oleh Nossek (1982 : 72) mendefinisikan ” ketahanan kekuatan sebagai suatu perlawanan melawan kelelahan organism selama permainan kekuatan berlangsung lama.” Dalam memberikan porsi latihan ketahanan kekuatan ini dalam suatu kecepatan juga sangat berpengaruh. Misalkan dalam cabang olahraga atletik nomor lari 200 meter dan 400 meter, renang,dll ini sangat memerlukan apa yang disebut dengan ketahanan kekuatan dan kecepatan. Ciri khas dari ketahanan kekuatan adalah menggunakan pengulangan yang tinggi baik dalam latihan maupun perlombaannya. Yang selanjutnya Nosek (1982: 72) mendefinisikan “Langkah bersifat sedang dan beban antara 20 – 50 % dari beban maksimum. Jumlah pengulangan dapat dihitung dalam prosentase ( 60 % dari semua pengulangan yang mungkin atau dalam angka 30 – 120 pengulangan per menit.” Dalam hal ini mengenai ketahanan kekuatan pada langkah kerja yang lama. Kekuatan ketahanan juga dipengaruhi bagaimana jenis-jenis dari pada serabut otot yang dimiliki oleh seorang atlet tersebut. Pada tipe serabut II A dan B (fast twitch fiber) memiliki kemampuan untuk menghasilkan berupa sejumlah tegangan yang kuat tetapi commit to user 100 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sangat cepat sekali mengalami kelelahan/fatigue. Menurut Thomas R. Baechle dan Barney R. Groves (2003: XII) Fast twitch fiber adalah sejenis otot tulang rangka yang sangat tinggi penggunaannya selama aktivitas-aktivitas otot yang meledak (membutuhkan tenaga besar) misalnya, Lari cepat Tolak peluru, dan pertandingan beban). Jenis otot putih. Lain halnya dengan Tipe I (slow twitch fiber) menghasilkan sedikit tegangan dan dilakukan lebih lambat dibanding dengan tipe serabut II tetapi lebih tahan terhadap kelelahan (fatigue). Menurut Thomas R. Baechle dan Barney R. Groves (2003: XVI) slow twitch fiber adalah sejenis otot tulang rangka yang kemampuan untuk berkontraksi secara berkali-kali tanpa menjadi lelah. Jenis serat otot ini sangat banyak dipergunakan dalam pertandingan-pertandingan lari jarak jauh, renang dan balap sepeda. Serat otot merah. Dalam meningkatkan kekuatan dalam latihan pelatih harus ingat akan prisip over load yaitu prinsip beban berlebih. Sehingga latihan kekuatan ini harus dilakukan sedemikian rupa hingga atlet mengeluarkan tenaga yang maksimal atau hampir maksimal dalam menahan beban tersebut, sehingga perkembangan otot lebih terjamin. Selain itu pula faktor – faktor dari pada latihan masih ada faktor lain yang turut menentukan baik tidaknya kekuatan otot. Hamidsyah Noer (1996 : 136) faktor-faktor lain yang turut menentukan baik atau tidaknya kekuatan seorang atlet diantaranya : commit to user 101 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id a. Tergantung dari besar kecilnya fibril otot (proses-hypertropy) dan tergantung pula atas banyaknya fibril otot yang ikut serta dalam melawan beban, serta tonus otot. b. Tergantung dari rangka bentuk tubuh. Makin besar rangka tubuh makin baik. c. Faktor umur juga ikut mentukan. Bagi atlet yang berusia tua tentu saja faktor kekuatannya pun akan berkurang. d. Pengaruh psikis dari dalam maupun luar. Sehingga dapat disimpulkan dari pengertian- pengartian diatas, latihan yang cocok untuk mengembangkan kekuatan lengan melalui jalan latihan – latihan tahanan (resistance – exercise). Latihan – latihan tahanan dapat dilakukan dengan mengangkat, mendorong, menahan, dan menarik suatu beban tahanan. Hasil dari suatu latihan akan berpengaruh terhadap tulang, sendi atau pun tendon. Perubahan lain yang terjadi dalam tubuh yang deperoleh melalui latihan kekuatan juga akan berpengaruh kedalam perubahan jantung paru seseorang. Menurut Soekarman (1987: 86) perubahan lain tersebut adalah: a. Tulang. Perubahan tulang tergantung dari intensitas latihan. b. Tendon dan Ligamen. Terdapat juga kenaikan dari tendon dan ligament. Di samping itu juga terdapat penebalan ligament maupun tendon. c. Tulang rawan dan persendian. Terdapat tulang rawan di persendian-persendian. d. Terdapat penurunan tekanan diastole maupun sistole dan ini sangat penting untuk mencegah timbulnya gangguan jantung peredaran darah. commit to user 102 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id e. Kadar HDL (high Density Lipoprotein) meningkat, sedangkan kadar LDL (low Density Lipoprotein) menurun. Peningkatan LDL merupakan pencegahan terhadap timbulnya kelainan jantung koroner. c) Anatomi lengan. Dalam olahraga bidang anatomi memiliki hubungan erat dengan Olahraga seperti halnya bidang-bidang kesehatan yang lain sepeti gizi olahraga, cidera olahraga, atau pun faal olahraga. Sehingga olahraga sendiri merupakan kemampuan yang melibatkan gerak atau anggota tubuh. Gerak tersebut haruslah yang teratur dan terencana dalam setiap pemberian program latihan. Untuk itu memelihara gerak dan meningkatkan kemampuan gerak sangatlah penting, dalam hal ini diperlukan suatu kerja otot dan kemampuan tulang yang bersinggunagan. Bila mana otot atau tulang tersebut dapat bekerja dengan baik maka akan memperoleh hasil yang maksimal pula. Sehingga seorang pelatih atau atlet dituntut pula memahami pengertianpengertian atau istilah dalam anatomi tubuh. Anatomi dan olahraga merupakan dua cabang yang tidak dapat dipisahkan dalam melaksanakannya. Karena olahraga sendiri melakukan apa yang disebut dengan gerak tubuh. Tidak ada olahraga yang tidak bergerak, dalam arti semua olahraga haruslah bergerak. Sehingga ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi tubuh inilah tidak bisa lepas dari adanya program latihan. Selain tulang dan otot sendi juga memiliki peran penting dalam bergerak. Karena sendi merupakan tempat bertemunya dua atau lebih tulang, walaupun ada beberapa sendi yang tidak commit to user 103 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bergerak yaitu pada sutura tulang tengkorak selain itu ada juga sendi yang dapat bergerak namun hanya sedikit dan ada pula yang bergerak dengan leluasa. 1) Sendi (articulatio) Sendi merupakaan salah satu anggota tubuh yang menyebabkan anggota tubuh kita dapat bergerak ke segala arah. Sendi tersebut merupakan pembentukan oleh dua ujung tulang (Artticulatio Simplex) dan dapat pula lebih dari dua ujung tulang (Articulatio Composita). Sendi ini sangatlah berperan penting dalam melakukan latihan olahraga. Dalam pengelompokannya sendi dalam tubuh manusia dibagi menjadi beberapa macam extremitas. Salah satu pembagian tersebut berdasarkan atas region-regio superior atau bagian atas dan inferior atau bagian bawah. Dalam anggota tubuh bagian lengan sendiri yang berfungsi sebagai alat penelitian ini dikatagorikan sebagai extremitas superior. Menurut kemungkinan geraknya persendian dapat diklasifikasikan menjadi : Synarthrosis, Amphiarthrosis, Diarthrosis. Ada bebarapa articulatio yang ada pada tubuh kita terutama daerah pada lengan. Menurut pendapat yang dikemukakan (Richard S. Snell 2006 :420) “extremitas superior dapat dibagi menjadi bahu ( hubungan antara bahu dan lengan atas), lengan atas, siku, lengan bawah, region carpalis dan tangan”. Kemudian masing-masing pengelompokan pada jenis articulatio pada extremitas superior menjadi lebih spesifik lagi. Maka menurut pendapat yang dikemukakan Satimin Hadiwidjaja (2003: 39) articulations dalam extremitas superior dikelompokkan menjadi 11 articulationes seperti tersebut dibawah ini: commit to user 104 perpustakaan.uns.ac.id 1. Articulation sternoclavicularis digilib.uns.ac.id 2. Articulation acromioclavicularis 3. Articulation humeri 4. Articulation cubiti dan articulation radioulnaris proximalis 5. Articulation radioulnaris distalis 6. Articulation radiocarpea 7. Articulation intercarpea 8. Articulation carpometacarpea 9. Articulation intermetacarpea 10. Articulation metacarpophalangea 11. Articulation interphalangea Masing-masing sendi ini saling berhubungan satu sama lainnya, sehingga dapat menimbulkan gerak-gerak tubuh. Dalam olahraga sendiri tidak bisa terlepas dengan adanya gerak tubuh, sehingga diperlukanlah kerja sendi secara maksimal. Menurut pendapat yang dikemukakan Richard S. Snell 2006 :3) ”Tempat pertemuan dua atau lebih tulang disebut sendi. Beberapa sendi tidak bergerak (sutura tulang tengkorak), berapa sendi hanya dapat bergerak sedikit (articulation tibiofibularis superior) dan beberapa sendi dapat bergerak dengan bebas (articulation humeri)”. Dari pendapat yang dikemukana tersebut sendi merupakan salah satu alat yang berperan penting dalam proses gerak. Gerak sendiri merupakan alat yang berpengaruh pada proses latihan. Sehingga melalui sendi tersebut seseorang leluasa melakukan gerak-gerak seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi, abduksi, adduksi, rotasi dan lain sebagainya. Karena pada region articulatio humeri ini merupakan yang memiliki banyak keleluasaan pergerakan yang terjadi pada bebarapa bidang hal ini akan cepat sekali memperoleh hasil yang maksimal dalam melakukan latihan berbeban. Extremitas superior seringkali dianggap commit to user 105 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sebagai pengungkit bersendi banyak yang dapat bergerak bebas pada tubuh melalui articulation humeri. Pada ujung distal daripada extremitas superior terdapat organ yang penting dalam perannya sebagai alat untuk melakukan program latihan berbeban ini yaitu tangan. Ada beberapa fungsi penting dari pada tangan itu sendiri yang bergantung pada fungsi pollex yang seperti penjepit, yang memungkinkan seseorang mencengkram benda diantara pollex dan index. 2) Tulang (ossa) Dalam olahraga yang membutuhkan gerak, tulang memiliki peran yang sangat penting. Tulang memiliki tugas atau fungsi yang sangat banyak dan penting yaitu sebagai alat penyangga tubuh, alat gerak pasif, menentukan bentuk tubuh, tempat cadangan mineral organik dan juga berfungsi memberikan dukungan kepada jaringan lunak tubuh yaitu sebagai tempat melekatnya otot, ligament dan facia. Menurut Soedarminto dan Soeparman (1994: 14) tulang berfungsi: 1. Menegakkan tubuh. 2. Menentukan bentuk tubuh. 3. Melindungi alat-alat yang lebih penting dan halus. 4. Merupakan tempat perlekatan otot-otot. 5. Sebagai alat gerak pasif. 6. Tempat membuat sel-sel darah merah (erythrosyt) Dalam anatomi sendiri, lengan adalah salah satu anggota badan atas (extremitas superior). Ekstremitas atas terdiri dari tiga mekanisme diantaranya daerah korset bahu, siku dan pergelangan tangan. commit to user 106 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tulang-tulang tersebut kebanyakan sangatlah keras karena disebabkan oleh garam-garam mineral yang terkandung didalamnya. Kalsium karbonat dan kalsium posfat merupakan bagian terbesar dari mineral organik yang membentuk kira-kira dua pertiga dari beratnya tulang, yang sepertiga adalah mineral-mineral organik. Dalam hal ini lengan merupakan masuk pada dimensi Sceleton Extremitas Cranialis (superior) Liberae. Sceleton Extremitas Cranialis (superior) Liberae merupakan rangka anggota atas bebas. Rangka ini terdiri dari brachium, antebrachium, dan manus atau tangan. Pada pembegian lebih spesifik yaitu skeleton Brachium, skeleton ini hanya terdiri dari satu tulang, yaitu os humerus (merupakan tulang panjang dan merupakan tulang lengan atas). Skeleton antebrachium sekeleton ini dibentuk oleh dua tulang yang jalannya sejajar, yaitu Os Ulna dan Os Radius. Skeleton mani yaitu pada daerah tulang (Manus) dibagi menjadi tiga daerah : Ossa Carpi yaitu tulang-tulang pergelangan tangan, Ossa Metacarpi yaitu Tulang-tulang telapak tangan, dan Phalanges digitorum manus yaitu jari-jari tangan. Dalam melakukan pembebanan tulang-tulang tersebutlah yang sangat berperan, karena dalam waktu melakukan latihan berbeban tulang-tulang tersebut berfungsi sebagai alat gerak pasif. Dalam aktifitas fisik apabila salah satu mengalami cidera serius maka akan diperoleh hasil yang kurang maksimal. Sebaliknya apabila tulangtulang dalam kondisi yang baik maka akan dihasilkan hasil yang positif pula. Sehingga dalam melakukan program latihan hendaknya atlet dan pelatih harus commit to user 107 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id melaksanakan program pada batas yang sewajarnya, agar mengurangi terjadinya cidera-cidera khusus pada waktu melakukan latihan. 3) Otot Olahraga sangatlah membutuhkan gerak. Otot berperan penting dalam melaksanakan suatu gerak karena sifat dari otot adalah alat gerak aktif. Selain itu otot dapat menimbulkan gerak pada suatu rangka. Lengan merupakan salah satu anggota gerak atas pada tubuh manusia. Lengan sendiri merupakan bagian anggota gerak yang terdiri dari pangkal lengan sampai ujung jari tangan. Dalam suatu lengan ada berbagai macam otot yang melapisi tulang-tulang pada lengan. Dalam suatu otot skelet terdapatlah dua perlekatan atau lebih. Menurut pendapat yang dikemukakan (Richard S. Snell 2006 :11) Semua pergerakan merupakan hasil kerja koordinasi banyak otot. Sebuah otot dapat bekerja melalui empat cara berikut: (a) Penggerak Utama : sebuah otot adalah penggerak utama apabila otot tersebut merupakan otot utama atau anggota kelompok otot utama yang bertanggung jawab untuk pergerakan tertentu. (b) Antagonis : setiap otot yang kerjanya berlawanan dari penggerak utama. (c) Fkksator : otot ini merupakan otot yang berkontraksisecara isometrik, (contohnya, kontraksi yang meningkatkan tonus otot tetapi tidak menimbulkan pergerakan) untuk menstabilkan origo otot penggerak utama sehingga dapat bekerja secara efisien. (d) Sinergis : pada banyak tempat dalam tubuh, otot penggerak utama melewatibeberapa sendi sebelum otot itu mencapai sendi tempat pergerakan utama terjadi. Dalam satu lengan terdapat banyak jenis otot. Tetapi dalam pemberian latihan hendaknya dimulai otot yang besar kemudian mengerah ke otot yang commit to user 108 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kecil. Dalam hal ini lengan merupakan suatu extremitas superior dimana letaknya diantara anggota tubuh merupakan bagian atas. Menurut pendapat Satimin Hadiwidjaja (2003: 80) musculi diekstremitas superior dikelompokkan: Musculi antara extremitas dengan columna vertebralis Musculi antara extremitas dengan anterolateral thorax Musculi dibahu Musculi di brachium Musculi di antebrachium Musculi di manus. Otot juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan energi. Pada mulanya Otot-otot memerlukan energi untuk berkontraksi. Energi ini disimpan diotot dalam bentuk ATP. ATP adalah ikatan perantara yang mempunyai kemampuan istimewa untuk masuk kedalam berbagai reaksi dengan makanan untuk membebaskan energi dan reaksi yang berhubungan dengan berbagai mekanisme fisiologi untuk memberikan energi selam kerjanya. Karena itulah ATP serigkali disebut energi yang beredar (currency) dari tubuh yang dapat diperoleh dan digunakan berulang-ulang. Sehingga otot dalam malakukan kontraksi saat latihan sangat membutuhkan energi. Dalam sutu kontraksi otot dan pembentukan energi ada keterkaitan yang sangat erat. Dimana kontraksi otot terjadi suatu peristiwa pemecahan ATP menjadi ADP dan energi. Otot-otot ini akan melakukan kontraksi apabila melakukan aktifitas fisik. Terjadinya kontraksi otot bilamana suatu komponen aktin dan miosin terpacu, sehingga filament aktin akan tertarik kearah filament miosin. Dimulai dalam suatu rangsangan yang menuju ke sel otot. Sel otot menerima rangsang melalui saraf maka ion-ion kalsium terlepas dari commit to user 109 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id reticulumsarcoplasma.sehingga protein dari pada myosin memecah ATP menjadi ADP dan energi. Dalam suatu otot apabila dilatih dapat menimbulkan suatu kekuatan dan kecepatan bahkan pula power. Dalam melakukan suatu program latihan pembebanan untuk penguatan otot hendaknya ditingkatkan sedikit demi sedikit secara sistematis akan tercapailah suatu potensi kebutuhan maksimal dalam waktu singkat. B. Penelitian yang Relevan Penelitian berkaitan dengan latihan berbeban (weight Training) untuk meningkatkan power otot lengan sangat sedikit, akan tetapi penelitian yang berkaitan pembebanan linier dan non linier untuk meningkatkan lari 100 meter sangat banyak. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh R. Bambang Sutar Wismono (2006) menyatakan bahwa latihan melalui metode pembebanan linier dan non linier sangatlah berpengaruh terhadap hasil prestasi lari 100 meter. Metode latihan pembebanan non linier memiliki pengaruh lebih baik dari pada pembebanan linier terhadap prestasi lari 100 meter. Ini dibuktikan bahwa mean dari metode non linier sebesar 15,22 sedangkan mean dari metode linier sebesar 16,48 sehingga dapat disimpulakan bahwa metode non linier lebih cepat prestasi lari 100 meter dibanding dengan metode linier. commit to user 110 perpustakaan.uns.ac.id C. Kerangka Pemikiran digilib.uns.ac.id Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan diatas,sehingga dapatlah dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut: 1. Perbedaan Pengaruh antara Metode Latihan Berbeban Linier dengan Non linier terhadap peningkatan Power otot Lengan. Latihan berbeban merupakan metode latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan power otot lengan. Power merupakan hasil kali antara kekuatan dan kecepatan. Apabila keduanya dari kekutan dan kecepatan dilatih akan menghasilkan power yang maksimal. Berdasarkan metodenya latihan berberban dibagi menjadi latihan berbeban linier dan non linier. Metode linier seringkali disebut dengan progressive resistance Exercise. Latihan berbeban linier merupakan bentuk latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan, kecepatan bahkan power otot lengan. Metode linier ini dalam peningkatan pembebanannya dilakukan secara terus menerus tanpa ada pengurangan beban sedikitpun selama periode waktu tertentu. Metode latihan melalui berbeban linier memiliki keuntungan salah satunya motivasi dari siswa semakin tinggi dan penerapan yang dilakuakan sangatlah sederhana karena pembebanan tersebut hanyalah bertambah terus-menerus secara progresif. . Kelemahan dari berbeban linier adalah dikawatirkan seringkali terjadi cidera. Namun demikian dengan menerapkan dosis dari latihan sesuai ketentuan, tidak mengherankan power akan meningkat. commit to user 111 perpustakaan.uns.ac.id Metode non linier merupakan latihan yang cocok untuk digilib.uns.ac.id meningkatkan kemampuan power otot lengan. Metode latihan berbeban ini sering kali disebut dengan the step type approach atau sistem tangga. Metode non linier merupakan suatu latihan berbeban dimana dalam peningkatannya dilakukan secara bertahap dan sistematis tetapi terdapat fase peningkatan dan penurunan beban latihan secara terukur dan teratur. Keuntungan dari latihan non linier salah satunya Melalui pembebanan nonlinier dapat mempersiapkan lebih cepat kembali dan merangsang dalam fungsi tubuh untuk latihan berikutnya. Kelemahannya membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memperoleh hasil yang maksimal. Namun demikian jika latihan dilakukan secara sistematis, maka kelemahan dapat diperkecil. Dari uraian tersebut ada kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode berbeban, maka diduga bahwa antara metode latihan berbeban linier dan non linier memberikan pengaruh yang berbeda terhadap power otot lengan. Sehingga ada perbedaan pengaruh antara metode latihan berbeban linier dan non linier terhadap power otot lengan yang diterapkan pada siswa. 2. Perbedaan power otot lengan yang memiliki kekuatan otot tinggi dan rendah. Dalam berbagai olahraga peran power sangat dibutuhkan. Dalam meningkatkan power hendaknya unsur kecepatan kontraksi dan kekuatan harus dilatih secara menyeluruh. Kekuatan yang dimiliki setiap orang tidak semua sama, ada yang rendah dan tinggi. Mengingat selain kecepatan juga ada kekuatan yang merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang dominan dalam commit to user 112 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id power. Sehingga tinggi rendahnya kekuatan sangatlah berpengaruh terhadap power otot lengan. Kekuatan otot tinggi akan berpengaruh dalam peningkatan power yang signifikan dalam setiap latihannya. Oleh karena itu jika seseorang menginginkan power yang sangat tinggi hendaknya didukungoleh kekuatan yang tinggi dan kecepatan pula. Karena power merupakan hasil kali antara kekuatan dan kecepatan. Latihan anatara kekutana dan kecepatan tersebut dapat dilaksanakan secara berdampingan atau dapat juga dalam satu periode latihan. Dari uraian diatas disimpulkan bahwa perbedaan dari tinggi rendah kekuatan otot tungkai akan berpengaruh berbeda terhadap power otot lengan. Sehingga diduga ada perbedaan pengaruh power otot lengan antara siswa yang memiliki kekutan otot lengan tinggi dan kekuatan otot lengan rendah. 3. Interaksi antara Metode Latihan dan Kekuatan terhadap Power Otot Lengan. Explosive power merupakan kemampuan otot yang dimiliki seseorang untuk mengatasi suatu kecepatan dalam intensitas yang sangat tinggi dipadu dengan kecepatan dalam satu gerakan yang bersamaan. Latihan ekplosif power dapat dilatih melalui latihan kekutan yang berintensitas tinggi bersamaan dengan kecepatan agar dapat tercapai hasil maksimal. Latihan yang dapat digunakan dalam meningkatkan power diantaranya melalui metode linier dan non linier. Latihan berbeban metode linier akan meningkatkan sistem kardiovaskuler maupun faal tubuhnya, sedangkan commit to user 113 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id metode non linier dapat mempersiapkan lebih cepat kembali dan merangsang dalam fungsi tubuh untuk melakukan latihan berikutnya. Metode latihan melalui pembebanan linier dan non linier sering kali dapat dilaksanakan secara bersama-sama atau juga dapat dilatih secara bergantian. Sehingga kedua macam metode ini dapat digunakan untuk meningkatkan power otot lengan. Dalam latihan berbeban ada dampak positif yang diperoleh salah satunya dapat meningkatkan kondisi fisik seperti kekuatan dalam waktu yang relatif cepat. Latihan berbeban juga memiliki perubahan yang sifatnya nyata bahwa memiliki dampak akan mengurangi kecepatan apabila dalam pemberian dosis terlalu berat dan tidak dilaksanakan dalam gerakan yang cepat. Melalui apa yang menjadi kelemahan dan kekurangan tersebut hendaknya keinginan atlet untuk mencapai hasil yang terbaik dapat diatasi sedemikian rupa. Sehingga diperoleh hasil yang maksimal dan tidak menimbulkan cidera yang berarti. Kekuatan merupakan salah satu unsur yang dapat meningkatkan power. dalam eksplosif power awalnya melatih kekuatan kemudian beralih menjadi gerakan yang semakin dipercepat melalui pengurangan beban. Semakin lama pembebanan tersebut ditambah dan kecepatannya tidak dikurangi. Agar pembentukan yang arahannya ke power tetap terjaga. Dari uraian tersebut diatas, dapat diduga bahwa metode latihan dan kekuatan akan memberikan pengaruh terhadap power otot. lengan. Sehingga diduga ada interaksi antara metode latihan berbeban dan kekuatan terhadap power otot lengan pada siswa tersebut. commit to user 114 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id D. Perumusan Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh antara metode latihan berbeban linier dan non linier terhadap power otot lengan. 2. Ada perbedaan power otot lengan antara siswa yang memiliki kekuatan otot lengan rendah dan kekuatan otot lengan tinggi. 3. Ada pengaruh interaksi antara metode latihan berbeban dan kekuatan terhadap power otot lengan. commit to user 115 perpustakaan.uns.ac.id BAB III digilib.uns.ac.id METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lapangan SMP Negeri I Tulung Jalan Jatinom-Boyolali desa Kembang Sari, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu setengah bulan (enam minggu) dimulai bulan september sampai dengan bulan oktober dengan frekuensi pertemuan tiga kali dalam seminggu yaitu hari Selasa, Kamis, Sabtu. Penentuan waktu latihan dengan frekuensi tiga kali seminggu tersebut dimaksudkan agar melalui latihan tiga hari dalam setiap minggunya terjadi peningkatan kualitas dari fisik anak tersebut dan otot tidak kembali normal serta dapat memberikan kesempatan bagi tubuh agar dapat beradaptasi terhadap beban yang diterima. Pertemuan dilaksanakan diluar jam sekolah yaitu pada sore hari pukul 14.00 WIB sampai selesai. Dengan tujuan agar tidak menggangu proses belajar mengajar pada siswa. Secara keseluruhan kegiatan perlakuan berlangsung selama 18 kali pertemuan. Uraian terperinci mengenai perencanaan waktu penelitian tersebut selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. 115 commit to user 116 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id B. Metode Penelitian Jenis atau metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2x2. Metode eksperimen dipilih untuk mengetahui gejala-gejala tertentu melalui perlakuan yang dikenakan terhadap sampel percobaan. Pengaruh yang ditimbulkan dari perlakuan atau treatment yang dikenakan pada sampel penelitian, diobservasi selama berlangsungnya eksperimen. Menurut pendapat Sugiyanto (1995 : 30) memaparkan bahwa “rancangan faktorial adalah rancangan dimana bisa dimasukkan dua variabel atau lebih untuk dimanipulasi secara simultan. Dengan rancangan ini bisa diteliti pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependen, dan juga pengaruh interaksi antara variabel-variabel independen”. Dalam desain faktorial, dua atau lebih variabel dimanipulasi secara simultan untuk mengetahui pengaruh masing-masing terhadap variabel terikat, disamping pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh interaksi antar variabel. Adapun rancangan faktorial penelitian tersebut dapat digambarkan dalam matriks tabel sebagai berikut: Tabel 6. Rancangan Penelitian Faktorial 2x2. Metode Latihan Berbeban (b) Latihan berbeban (b) Latihan Berbeban Model Linier (b1) Latihan Berbeban Model Non Linier (b2) Tinggi (a1) a1b1 a1b2 Rendah (a2) a2b1 a2b2 Kekuatan (a) commit to user 117 perpustakaan.uns.ac.id Keterangan: digilib.uns.ac.id a1b1 : kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi yang dilatih dengan latihan berbeban menggunakan model linier. a1b2 : kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi yang dilatih dengan latihan berbeban menggunakan model non linier. a2b1 : kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot lengan rendah yang dilatih dengan latihan berbeban menggunakan model linier. a2b2 : kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot lengan rendah yang dilatih dengan latihan berbeban menggunakan model non linier. C. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas (independent) dan satu variabel terikat (dependent) dengan perincian variabel sebagai berikut : 1. Variabel bebas (independent) yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lainnya variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari: a. Variabel manipulatif, yang terdiri dari dua perlakuan yaitu: 1) Latihan Berbeban Model Linier 2) Latihan Berbeban Model Non Linier b. Variabel atributif yang dikendali yaitu Kekuatan, merupakan variabel yang melekat pada sampel dan menjadi sifat dari sampel tersebut yang yang dibedakan menjadi dua yaitu kekuatan tinggi dan kekuatan rendah. 2. Variabel terikat (dependent) yaitu variabel yang dipengaruhi variabel lain. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah power otot lengan. commit to user 118 perpustakaan.uns.ac.id D. Definisi Operasional Variabel Penelitian digilib.uns.ac.id Untuk memberikan penefsiran yang sama terhadap variabel-variabel dalam penelitian, maka perlu dijelaskan definisi dari variabel sebagai berikut : 1. Variabel bebas (independent) yaitu suatu variabel dimana variabel ini mempengaruhi variabel yang lainnya. a. Variabel manipulatif (perbuatan), yang terdiri dari: 1) Metode latihan berbeban linier Latihan melalui pembebanan linier adalah metode latihan berbeban dimana beban latihan ditingkatkan secara bertahap dan dalam peningkatannya tersebut dilakukan secara terus menerus tanpa adanya pengurangan beban. Sesuai dengan tujuan penelitian pada metode latihan berbeban linier, salah satunya untuk meningkatkan power otot lengan. Jenis pembebanan yang digunakan oleh siswa usia sekolah menengah melalui model mengangkat tubuhnya sendiri yang berupa Push ups dan Pull ups. Latihan pull ups dan push ups merupakan sarana berbeban yang dilakukan dengan gerakan menekuk dan meluruskan lengan secara dinamis. Metode latihan berbeban linier dalam penelitian ini menggunakan pengukuran nominal, dimana dalam pengukuran tersebut tidak bisa dibedakan tingkatannya. 2) Metode latihan berbeban non linier commit to user 119 perpustakaan.uns.ac.idLatihan berbeban melalui metode non linier merupakan digilib.uns.ac.id suatu latihan berbeban dimana peningkatannya dilakukan secara bertahap dan sistematis tetapi terdapat fase peningkatan dan penurunan beban secara terukur dan teratur. Latihan ini dapat digunakan untuk meningkatkan power otot lengan. Latihan pull ups dan push ups merupakan sarana berbeban dimana dalam melakukannya melalui gerakan menekuk dan meluruskan lengan. Metode latihan berbeban non linier dalam penelitian ini menggunakan pengukuran nominal (tidak bisa dibedakan tingkatannya). b. Variabel atributif, meruapakan variabel yang melekat pada diri sampel. Variabel atributif ini adalah kekuatan. Kekuatan dibedakan menjadi kekuatan rendah dan tinggi, untuk mengetahui kekutan maksimal yang dikerahkan oleh otot lengan tersebut maka diukur dengan spanding dynamometer. Dilakukan tiga kali dan diambil hasil terbaik. Pengukuran ini menggunakan ordinal (tingkatan). 2. Variabel terikat (dependent), yaitu suatu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah power otot lengan. Definisi power otot lengan adalah kemampuan otot lengan untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu sesingkat. Maka diukur dengan Bola medicine. Penelitian dalam pengukuran ini menggunakan skala dimana hasilnya terdapat perbedaan yang jelas antara setiap sampel dalam penelitian dan perlakuannya. Tes tersebut dilakukan tiga kali dalam commit to user 120 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pelaksanaan pengukuran terhadap siswa dan diambil hasil yang terbaik dalam setiap ulangannya. E. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putra yang mengikuti ekstrakulikuler olahraga SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2010/2011 berjumlah 50 siswa 2. Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah siswa putra yang mengikuti ekstrakulikuler disetiap cabang olahraga di SMP Negeri 1 Tulung Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2010/2011. Besar jumlah sampel tersebut 40 orang diperoleh dengan teknik purposive random sampling, yaitu dari sejumlah populasi yang ada, untuk menjadi sampel harus memenuhi ketentuan-ketentuan sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun ketentuan-ketentuan dalam tujuan penelitian tersebut adalah, sebagai berikut: a. Berjenis kelamin laki-laki. b. Berminat untuk mengikuti latihan beban. c. Sehat jasmani dan rokhani. d. Tidak melakukan aktivitas atau latihan fisik lain yang terprogram. e. Bersedia menjadi sampel penelitian dan mengikuti program latihan yang telah direncanakan. commit to user 121 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Seluruh populasi penelitian selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap kekuatan maksimal otot lengan, dengan tujuan untuk mengetahui mahasiswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dan kekuatan otot lengan rendah kemudian dirangking. Dari hasil rangking tersebut diambil 40 orang. Dengan cara (yaitu siswa yang berada pada rangking 1 sampai 20 teratas sebagai sampel dengan kekuatan otot lengan tinggi dan siswa yang berada pada rangking 31 sampai 50 sebagai sampel kekuatan otot lengan rendah). Selanjutnya sampel yang berada pada rangking 21 sampai 30 dihilangkan. Agar terdapat perbedaan dan jenjang yang jelas antara siswa yang memiliki kekuatan otot lengan rendah dan kekuatan otot lengan yang tinggi. Kemudian kedua kelompok yang sudah terbentuk dari setiap kelompok, selanjutnya dengan cara undian (random) ditentukan menjadi kelompok yang mendapat perlakuan metode latihan berbeban linier dan non linier untuk kemudian dibentuk menjadi 4 kelompok latihan yang masing-masing jumlahnya 10 tiap selnya. F. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kekuatan otot lengan dan data power otot lengan. Data kekuatan otot lengan digunakan untuk menentukan atau membagi kelompok eksperimen, sedangkan data power otot lengan untuk mengetahui peningkatan power otot lengan sebagai akibat dari perlakuan yang diberikan dalam model latihan berbeban linier dan latihan berbeban non linier. commit to user 122 perpustakaan.uns.ac.id Seluruh data yang diberikan dalam penelitian ini seperti yangdigilib.uns.ac.id dikemukakan tersebut diatas, diperoleh melalui tes dan pengukuran terhadap kekuatan dan power otot lengan dengan menggunakan: 1. Tes kekuatan otot lengan Dilakukan dengan tes kekuatan otot lengan dengan menggunakan alat Expanding Dynamometer. 2. Tes kemampuan power otot lengan Dilakukan dengan tes kemampuan power otot lengan Tolak Bola Medisin (Two Hand Medicine Ball Put) dari (Johnson & Nelson,1986) yang dikutip oleh Mulyono B (2008: 60-61). Petunjuk pelaksanaan masing-masing tes terlampir. dari Johnson, B.L. & Nelson, J.K. (1986:210) untuk mengumpulkan data power otot lengan. Tes tersebut dilaksanakan 2 kali yaitu tes awal sebelum perlakuan dan tes akhir setelah diberi perlakuan. 3. Mencari Reliabilitas Tes Sebelum data hasil penelitian dianalisis terlebih dahulu data harus dicari reliabilitasnya, untuk mengetahui keajagan dari tes yang bersangkutan. Untuk mencari besarnya koefisien reliabilita data dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus Analisis Varian satu jalan dari Mulyono B (2008: 44) sebagai berikut : R = MS M SW MSA A commit to user 123 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hasil penghitungan korelasi di atas, kemudian dimasukkan ke dalam rumus Reliabilita dari spearman Brown sebagai berikut : r = 2.rY1Y2 1 rY1Y2 G. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat Analisis Uji prasyarat analisis dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Adapun langkah masing-masing uji prasyarat tersebut sebagai berikut: a. Uji Normalitas (Metode Lilliefors) Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini berasal dari populasi yang normal atau tidak. Langkah-langkah : 1) Pengamatan X1, X2, X3, ….. Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ….. Zn, dengan menggunakan rumus : Zi = {Xi – X } / SD, dengan X dan SD berturut-turut merupakan ratarata dan simpangan baku. 2) Data dari sampel tersebut kemudian diurutkan dari skor terendah sampai skor tertinggi. 3) Untuk tiap bilangan baku ini dan dengan menggunakan daftar distribusi normal baku kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi). commit to user 124 perpustakaan.uns.ac.id 4) Menghitung perbandingan antara nomor subyek I dengan digilib.uns.ac.id subyek n yaitu : S(Zi) = i/n. 5) Mencari selisih antara F(Zi) – S(Zi), dan ditentukan harga mutlaknya. 6) Menentukan harga terbesar dari harga mutlak diambil sebagai Lo. Rumusnya : Lo = | F(Zi) – S(Zi) | maksimum. Kriteria : Lo < Ltab : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Lo > Ltab: Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas (Metode Bartlett) Uji Homogenitas dilakukan dengan Uji Bartlett. Langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : 1. Membuat tabel perhitungan yang terdiri dari kolom-kolom kelompok sample : dk (n-1), 1/dk, Sdi2, dan (dk) log Sdi2. 2. Menghitung varians gabungan dari semua sample. n 1 Sd Rumusnya : SD2 = B = Log Sd i2 n 1 2 i 1 n 1 3. Menghitung X2 Rumusnya : X2 = (Ln) B-(n-1) Log Sdi 1 ……. (2) Dengan (Ln 10) = 2,3026 Hasilnya (X2 hitung) kemudian dibandingkan dengan (X2 tabel), pada taraf signifikansi = 0,05 dan dk (n-1). 4. Apabila X2 hitung < X2 tabel, maka Ho diterima. commit to user 125 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Artinya varians sampel bersifat homogen. Sebaliknya apabila X2 hitung > X2 tabel, maka Ho ditolak. Artinya varians sampel bersifat tidak homogen. 2. Analisis Data a. ANOVA Dua Jalan Untuk Rancangan Faktorial 2 x 2 1) Metode AB Untuk Perhitungan ANOVA Dua Faktor Tabel 2. Ringkasan ANOVA untuk Eksperimen faktorial 2 x 2 Sumber dk JK RJK Fo 1 Ry R A a-1 Ay A A/E B b-1 By B B/E AB (a-1) (b-1) ABy AB AB/E Kekeliruan ab(n-1) Ey E Variasi Rata-rata perlakuan Keterangan : A = Taraf faktorial A N = Jumlah sampel B = Taraf faktorial B Langkah-langkah perhitungan : a) Y 2 a i 1 b Yij2 j 1 commit to user 126 perpustakaan.uns.ac.ida digilib.uns.ac.id b b) R y i 1 abn c) Jab = d) Ay = j 1 J ij2 R y a b i 1 j 1 Ai2 / bn R y a i 1 Bi2 / an R y b e) By = j 1 f) Aby = Jab – Ay - By g) Ey = Y2 – Ry – Ay – (By + ABy) 2) Kriteria Pengujian Hipotesis Jika F > F (1 - ) (V1 – V2), maka hipotesis nol ditolak. Jika F < F (1 - ) (V1 – V2), maka hipotesis nol diterima dengan : dk pembilang Vi (K – 1) dan dk penyebut V2 = (n1 + ……… nk – k) = taraf signifikan untuk pengujian hipotesis. Keterangan : Y2 : Jumlah kuadrat data Ry : Rata-rata peningkatan karena perlakuan Ay : Jumlah peningkatan pada kelompok berdasarkan power otot lengan dengan metode latihan berbeban melalui metode linier dan non linier By : Jumlah peningkatan berdasarkan kekuatan otot lengan. Aby : Selisih antara jumlah peningkatan data keseluruhan dan jumlah peningkatan kelompok perlakuan dan kekuatan otot lengan. commit to user 127 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Jab : Selisih jumlah kuadrat data dan rata-rata peningkatan perlakuan. b. Uji Rentang Newman – Keuls setelah ANOVA Menurut Sudjana (1994:36) langkah-langkah untuk melakukan uji Newman – Keuls adalah sebagai berikut : 1. Susun k buah rata-rata perlakuan menurut urutan nilainya dari yang terkecil sampai keoada yang terbesar. 2. Dari rangkaian ANOVA, diambil harga RJK disertai dk-nya. 3. Hitung kekeliruan buku rata-rata untuk setiap perlakuan dengan rumus : Sy RJK E Kekeliruan RJK (Kekeliruan) juga didapat dari hasil N rangkuman ANOVA. 4. Tentukan taraf signifikan , lalu gunakan daftar rentang student. Untuk uji Newman – Keuls, diambil V = dk dari RJK (Kekeliruan) dan P = 2, 3 …, k. Harga-harga yang didapat dari bagian daftar sebanyak (k-1) untuk V dan P supaya dicatat. 5. Kalikan harga-harga yang didapat di titik …… di atas masing-masing Sy dengan jalan demikian diperoleh apa yang dinamakan rentang signifikan terkecil (RST). 6. Bandingkan selisih rata-rata terkecil dengan RST untuk mencari P-k selisih rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil kedua dengan RST untuk P = (k-1), dan seterusnya. Demikian halnya perbandingan selisih rata-rata terbesar kedua rata-rata terkecil dengan RTS untuk P = (k-1), selisih ratarata terbesar kedua dan selisih rata-rata terkecil kedua dengan RST untuk commit to user 128 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id P = (k-2), dan seterusnya. Dengan jalan begitu semua akan ada ½ K (k – 1) pasangan yang harus dibandingkan. Jika selisih-selisih yang didapat lebih besar dari pada RST-nya masing-masing maka disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata perlakuan. 3. Hipotesa Statistik Hipotesa 1 Hipotesa 2 Hipotesa 3 H0 = A1 > A2 HA = A1 < A2 H0 = B1 > B2 HA = B1 < B2 H0 = Interaksi AxB = 0 HA = Interaksi AxB ≠ 0 Keterangan : = Nilai rata-rata A1 = Metode latihan berbeban dengan medel berbeban metode linier A2 = Metode latihan berbeban dengan model berbeban metode non linier B1 = kekutan otot tinggi B2 = kekuatan otot rendah. commit to user 129 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini disajikan mengenai hasil penelitian beserta interpretasinya. Penyajian hasil penelitian adalah berdasarkan analisis statistik yang telah dilakukan pada tes awal dan tes akhir hasil power otot lengan. Berturut-turut berikut disajikan mengenai deskripsi data, uji persyaratan analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian. A. Deskripsi Data Deskripsi hasil analisis data hasil tes power otot lengan yang dilakukan sesuai dengan kelompok yang dibandingkan disajikan sebagai berikut: Tabel 8. Deskripsi Data Hasil Tes Power Otot lengan Tiap Kelompok Berdasarkan Pengunaan Metode dan Tingkat Kekuatan Otot lengan Perlakuan latihan berbeban Tingkat Kekuatan Otot lengan Statistik Hasil Tes Awal Jumlah Tinggi Metode Linier Rerata SD Jumlah Rendah Rerata SD Jumlah Tinggi Metode Non Linier Rerata SD Jumlah Rendah Rerata SD 129 commit to user 39,41 3,94 0,118 37.0 3.702 0.167 39.6 3.957 0.210 36.8 3.677 0.204 Hasil Tes Akhir 44,52 4,45 0,104 40.0 4.003 0.125 42.7 4.269 0.192 40.2 4.017 0.217 Peningkatan 5,11 0,51 0,099 3.01 0.301 0.131 3.1 0.312 0.092 3.4 0.340 0.108 130 perpustakaan.uns.ac.id Masing-masing sel (kelompok perlakuan) memiliki peningkatandigilib.uns.ac.id yang berbeda. Nilai rata-rata peningkatan power otot lengan yang dicapai pada tiap-tiap kelompok perlakuan disajikan dalam bentuk tabel histogram. Gambaran menyeluruh dari nilai rata-rata power otot lengan yang diperoleh, dapat dibuat histogram perbandingan nilai-nilai sebagai berikut: Gambar 21. Histogram Nilai Rata-Rata Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Power Otot Lengan Tiap-Tiap Kelompok Berdasarkan Jenis Latihan Berbeban dan Tingkat Kekuatan Otot BL = Kelompok latihan berbeban linier BN = Kelompok latihan berbeban Non linier KOL T = Kelompok kekuatan otot lengan tinggi KOL R = Kelompok kekuatan otot lengan rendah commit to user 131 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Dari hasil analisis data yang telah dilakukan ternyata masing-masing sel atau kelompok perlakuan, memiliki peningkatan nilai power otot lengan yang berbeda. Nilai peningkatan power otot lengan masing-masing sel (kelompok perlakuan) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 9. Nilai Peningkatan Power Otot lengan Pada Masing-Masing Sel atau Kelompok Perlakuan. No Kelompok Perlakuan (Sel) 1 A1 B1 (KP1) 2 A1 B2 (KP2) 3 A2 B1 (KP3) 4 A2 B2 (KP4) Nilai Peningkatan Power Otot lengan 5.11 3.01 3.1 3.4 Keterangan : KP1 = Kelompok latihan berbeban linier dengan tingkat kekuatan otot lengan tinggi KP2 = Kelompok latihan berbeban linier dengan tingkat kekuatan otot lengan rendah KP3 = Kelompok latihan berbeban non linier dengan tingkat kekuatan otot lengan tinggi KP4 = Kelompok latihan berbeban non linier dengan tingkat lengan rendah commit to user kekuatan otot 132 perpustakaan.uns.ac.id Selanjutnya gambaran mengenai nilai peningkatan power lengandigilib.uns.ac.id pada masingmasing kelompok berdasarkan tingkat pembebanan dan tingkat kekuatan otot lengan dapat dilihat pada tabel histogram berikut: Gambar 22. Histogram Nilai Rata-rata Peningkatan Power Otot Lengan dari Tiap Kelompok Berdasarkan Metode Latihan dan Tingkat Kekuatan Otot Kelompok siswa yang mendapat latihan berbeban Linier dan non linier memiliki peningkatan power otot lengan yang berbeda. Jika antara kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga yang mendapat latihan berbeban Linier dan non linier dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga yang mendapat perlakuan berbeban linier memiliki peningkatan hasil power otot commit to user 133 perpustakaan.uns.ac.id lengan, lebih tinggi dari pada kelompok siswa ekstrakulikuler digilib.uns.ac.id olahraga yang mendapat latihan berbeban non linier yaitu sebesar 5,11. Perbedaan tingkat kekuatan otot lengan berpengaruh pada peningkatan power otot lengan. Jika antara kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dan rendah dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi memiliki peningkatan hasil power otot lengan yang lebih tinggi dari pada kelompok mahasiswa yang memiliki kekuatan otot lengan rendah yaitu sebesar 5,11. B. Pengujian Persyaratan Analisis 1. Uji Normalitas Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu perlu diuji distribusi kenormalannya. Uji normalitas data penelitian ini menggunakan metode Lilliefors. Selanjutnya hasil uji normalitas data yang telah dilakukan pada tiap kelompok adalah sebagai berikut: Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Kelompok Perlakuan N M SD KP1 10 0,510 0,099 KP2 10 0.301 0.131 0.0985 KP3 10 0.312 0.092 0.1207 KP4 10 0.340 0.108 0.1443 Lhitung 0.1398 commit to user Ltabel 5% 0.258 0.258 0.258 0.258 Kesimpulan Berdistribusi Normal Berdistribusi Normal Berdistribusi Normal Berdistribusi Normal 134 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Dari hasil uji normalitas yang telah dilakukan pada KP1 diperoleh nilai Lo = 0.1398 , ternyata nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada taraf signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP1 termasuk berdistribusi normal. Selanjutnya dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada KP2 diperoleh nilai Lo = 0. 0985, yang ternyata lebih kecil dari angka batas penolakan hipotesis nol menggunakan signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP2 termasuk berdistribusi normal. Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada KP3 diperoleh nilai Lo = 0.1207. Di mana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan menggunakan signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP3 termasuk berdistribusi normal. Dan selanjutnya dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada KP4 diperoleh nilai Lo = 0.1443, ternyata nilai yang diperoleh juga lebih kecil dari angka batas penolakan hipotesis nol menggunakan signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP4 juga termasuk berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas bertujuan untuk menguji kesamaan varians antara kelompok 1 dengan kelompok 2. Uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Bartlet. Hasil uji homogenitas data antara kelompok 1 dan kelompok 2, selengkapnya disajikan dalam tabel berikut: commit to user 135 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data ∑ Kelompok 4 Ni SD2gab χ2o χ2tabel Kesimpulan 5% 10 0.012555556 0.956079255 7.81 Varians homogeny Dari hasil uji homogenitas diperoleh nilai χ2o = 0,956. Sedangkan dengan K - 1 = 4 – 1 = 3, angka χ2 tabel 5% = 7,81, yang ternyata bahwa nilai χ2o = 0.956 lebih kecil dari χ2tabel 5% = 7.81. Sehingga dari hasil uji homogenitas tersebut dapat disimpulkan bahwa antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain dalam penelitian ini memiliki varians yang homogen. C. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis penelitian dilakukan berdasarkan hasil analisis data dan interprestasi analisis varians. Uji rentang Newman-Keuls ditempuh sebagai langkahlangkah untuk melakukan uji rata-rata setelah Anava. Berkenaan dengan hasil analisis varians dan uji rentang Newman-Keuls, ada beberapa hipotesis yang harus diuji. Urutan pengujian disesuaikan dengan urutan hipotesis yang telah dirumuskan pada bab II sebelumnya. Hasil analisis data, yang diperlukan untuk pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: commit to user 136 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 12. Ringkasan Nilai Rata-rata Power Otot Lengan Berdasarkan Jenis Latihan dan Tingkat Kekuatan Otot A1 Variabel Rerata Power Otot lengan Hasil tes awal Hasil tes akhir A2 B1 B2 B1 B2 39.41 37.0 39.6 36.8 44.52 40.0 42.7 40.2 5.11 3.01 3.1 3.4 Peningkatan Keterangan : A1 = Latihan berbeban linier. A2 = Latihan berbeban non linier. B1 = Kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi B2 = Kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan rendah Tabel 13. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Penggunaaan Metode Latihan (A1 dan A2) Sumber Variasi dk A 1 Kekeliruan 36 JK RJK 0,0764 1,0764 0,4233 0,012 commit to user Fo 89,7004 Ft 4.11 137 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 14. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Tingkat Kekuatan Otot Lengan (B1 dan B2) Sumber Variasi Dk B 1 Kekeliruan 36 JK RJK 0,0348 1,0348 0,4233 Ft Fo 86,23000 4.11 0,012 Tabel 15. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Faktor Sumber Variasi dk JK RJK Ft Fo Rata-rata Perlakuan 1 5,3582 6,3582 A 1 0,0764 1,0764 89,7004 B 1 0,0348 1,0348 86,2300 AB 1 0,17725 1,17725 98,1042 Kekeliruan 36 0,4233 0,012 sTotal 40 0,0700 4.11 Tabel 16. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Analisis Varians KP Rerata A1B1 0.511 A2B2 0.340 A1B2 0.312 A2B1 0.301 A1B1 A2B2 A1B2 0.511 0.340 0.312 - 0.171 - A2B1 0.301 0.199 0.210 * 0.0035 0.028 0.039 * 0.0042 - 0.011 * 0.0046 - commit to user RST 138 perpustakaan.uns.ac.id Keterangan ; digilib.uns.ac.id Yang bertanda * berarti signifikan pada 0,05. Untuk mengetahui pengaruh metode latihan antar kelompok perlakuan digunakan data tes awal dan tes akhir power otot lengan, sedangkan untuk mengetahui perbedaan peningkatan masing-masing kelompok digunakan selisih data tes awal dan tes akhir, yaitu nilai peningkatan antar kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil analisis data tersebut di atas, dapat dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut: 1. Pengujian Hipotesis I Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan berbeban linier memiliki peningkatan yang berbeda dengan latihan berbeban non linier. Hal ini dibuktikan dari nilai Fhitung = 89,7004 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol (H0) ditolak. Yang berarti bahwa latihan linier memiliki peningkatan yang berbeda dengan latihan non linier dapat diterima kebenarannya. Dari analisis lanjutan diperoleh bahwa ternyata latihan linier memiliki peningkatan yang lebih baik dari pada latihan non linier, dengan rata-rata peningkatan masing-masing yaitu 0.412 dan 0,321. 2. Pengujian Hipotesis II Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi memiliki peningkatan hasil power otot lengan yang commit to user 139 perpustakaan.uns.ac.id berbeda dengan siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki digilib.uns.ac.id kekuatan otot lengan rendah. Hal ini dibuktikan dari nilai Fhitung = 86,23000 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol (H0) ditolak. Yang berarti bahwa siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi memiliki peningkatan hasil power otot lengan yang berbeda dengan siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan rendah dapat diterima kebenarannya. Dari analisis lanjutan diperoleh bahwa ternyata siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi memiliki peningkatan hasil power otot tungkai yang lebih baik dari pada siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan rendah, dengan rata-rata peningkatan masingmasing yaitu 0,4 dan 0,3. 3. Pengujian Hipotesis III Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara latihan berbeban linier dan tingkat kekuatan otot sangat bermakna. Karena Fhitung = 98,1042 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol ditolak. Terdapat interaksi yang signifikan antara jenis latihan yang diterapkan terhadap power otot lengan dan tingkat kekuatan otot lengan. D. Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan hasil penelitian ini memberikan penafsiran yang lebih lanjut mengenai hasil-hasil analisis data yang telah dikemukakan. Berdasarkan pengujian hipotesis telah menghasilkan dua kelompok kesimpulan analisis yaitu : commit to user 140 perpustakaan.uns.ac.id (a) ada perbedaan pengaruh yang bermakna antara faktor-faktor utamadigilib.uns.ac.id penelitian, (b) ada interaksi yang bermakna antara faktor-faktor utama dalam bentuk interaksi dua faktor. Selanjutnya kelompok kesimpulan analisis dapat dipaparkan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Perbandingan Pengaruh Latihan Berbeban Linier dan Berbeban Non linier Berdasarkan pengujian hipotesis pertama ternyata ada perbedaan pengaruh yang nyata antara kelompok siswa ekstrakulikuler yang mendapatkan latihan berbeban linier dan kelompok siswa ekstrakulikuler yang mendapatkan latihan berbeban non linier terhadap power otot lengan. Pada kelompok siswa ekstrakulikuler yang mendapat latihan berebeban linier mempunyai peningkatan power otot lengan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga yang mendapat latihan berbeban non linier. Latihan linier lebih cepat memungkinkan peningkatan power dikarenakan dalam penelitian ini hanya berlangsung 1,5 bulan. Pada latihan berbeban linier ini otot-otot dituntut untuk bekerja melawan beban yang dilakukan peningkatan secara berulang-ulang dan terus-menerus dengan pemberian baban secara prograsif. Latihan berbeban linier dan non linier yang terapkan berupa gerakan mengangkat tubuhnya sendiri, hanya saja yang membedakan waktu yang diperlukan dalam penelitian sangatlah singkat. Latihan berbeban linier dapat mengembangkan kecepatan dan kekuatan secara terpadu. Kecepatan dan kekuatan gerak yang terpadu dalam satu gerakan sangatlah meningkatkan kemampuan daya ledak (power). commit to user 141 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Power otot lengan merupakan kemampuan otot atau sekelompok otot lengan untuk mengatasi tahanan beban atau dengan kecepatan tinggi dalam satu gerakan yang utuh secara eksplosif. Faktor utama power otot adalah kekuatan dan kecepatan. Power otot dapat ditingkatkan dan dikembangkan melalui latihan fisik yaitu dengan meningkatkan unsur kekuatan dan unsur kecepatan secara bersamasama. Oleh karena itulah latihan berbeban linier memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan latihan berbeban non linier dalam meningkatkan power otot lengan. Latihan berbeban linier merupakan latihan yang sangat efektif untuk mengembangkan power otot dalam waktu yang sangat pendek. Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan bahwa perbandingan rata-rata peningkatan persentase hasil power otot lengan yang dihasilkan oleh latihan linier lebih tinggi 5,11 dari pada power otot lengan yang dihasilkan dengan latihan non linier. 2. Perbandingan Antara Taraf Kekuatan Otot lengan Tinggi dan Rendah Berdasarkan pengujian hipotesis ke dua ternyata ada perbedaan pengaruh yang nyata antara kelompok siswa ekstrakulikuler dengan kekuatan otot lengan tinggi dan kekuatan otot lengan rendah terhadap power otot lengan. Pada kelompok siswa ekstrakulikuler dengan kekuatan otot lengan tinggi mempunyai peningkatan power otot lengan lebih tinggi dibanding kelompok siswa ekstrakulikuler dengan kekuatan otot lengan rendah. Pada kelompok siswa ekstrakulikuler kekuatan otot lengan tinggi memiliki potensi yang lebih tinggi dari pada siswa ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan rendah. commit to user 142 perpustakaan.uns.ac.id Kekuatan otot merupakan modalitas untuk melakukan latihan. digilib.uns.ac.id Kekuatan otot yang baik menunjang kesiapan siswa ekstrakulikuler untuk melakukan latihan khususnya yang bertujuan untuk meningkatkan power. Kekuatan merupakan unsur dasar pembentuk power otot. Siswa ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi, lebih memungkinkan memiliki power otot lengan yang lebih baik. Makin tinggi tingkat kekuatan otot lengan yang dimiliki siswa ekstrakulikuler, maka makin besar pula potensi power otot yang dimungkinkan dapat dicapai. Oleh karena itulah siswa ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi memiliki peningkatan power otot lengan yang lebih baik, dari pada siswa ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan rendah. Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan bahwa perbandingan rata-rata peningkatan hasil power otot lengan pada siswa ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi 5,11 yang lebih tinggi dari pada kelompok siswa ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan rendah. 3. Interaksi Antara Metode Latihan dengan Tingkat Kekuatan Otot Lengan Dari tabel 10 ringkasan hasil analisis varian dua faktor, nampak bahwa faktor-faktor utama penelitian dalam bentuk dua faktor menunjukkan interaksi yang nyata. Untuk kepentingan pengujian bentuk interaksi AB terbentuklah tabel dibawah ini. commit to user 143 perpustakaan.uns.ac.id Tabel 17. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksidigilib.uns.ac.id Faktor, A dan B Terhadap Hasil Power otot lengan. Faktor A = Metode latihan berbeban linier Taraf B = Kekuatan otot lengan A1 A2 Rerata A1 – A2 B1 0.511 0.301 0.406 0,210 B2 0.312 0.340 0.326 -0,028 Rerata 0.412 0.321 0.366 B1 – B2 0,199 -0,039 0,091 Interaksi antara dua faktor penelitian dapat dilihat pada gambar berikut: commit to user 144 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ss Gambar 21. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Power Otot Lengan Keterangan : : A1 = Latihan berbeban linier : A2 = Latihan berbeban non linier. : B1 = Kekuatan otot lengan tinggi : B2 = Kekuatan otot lengan rendah Atas dasar gambar tersebut di atas, dapat diketahui bahwa bentuk garis perubahan besarnya nilai hasil power otot lengan adalah tidak sejajar dan bersilangan. Garis perubahan peningkatan power otot lengan antar kelompok memiliki suatu titik pertemuan atau persilangan. Antara jenis latihan berbeban (metode latihan berbeban) untuk meningkatkan power otot lengan dan tingkat kekuatan otot lengan memiliki titik persilangan. Ini berarti bahwa terdapat interaksi yang signifikan diantara keduanya. Gambar tersebut menunjukkan bahwa kekuatan otot berpengaruh terhadap hasil latihan. commit to user 145 perpustakaan.uns.ac.id Berdasarkan hasil penelitian yang dicapai, ternyata siswa digilib.uns.ac.id ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi memiliki peningkatan power otot lengan yang besar jika dilatih dengan latihan berbeban linier. Siswa ekstrakulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan rendah dengan latihan berbeban melalui metode non linier, memiliki peningkatan power otot lengan yang lebih baik dibandingkan siswa ekstrakulikuler dengan kekuatan otot lengan tinggi dan mendapat perlakuan latihan berbeban menggunakan metode linier. Keefektifan metode latihan yang diterapkan untuk meningkatkan power otot lengan tersebut, dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kekuatan otot lengan yang dimiliki oleh siswa ekstrakulikuler olahraga. commit to user 146 perpustakaan.uns.ac.id BAB V digilib.uns.ac.id KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan berbeban linier dan non linier terhadap power otot lengan. 2. Ada perbedaan yang signifikan power otot lengan antara siswa ekstra kulikuler yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dengan yang memiliki kekuatan otot lengan rendah. 3. Ada interaksi yang signifikan antara latihan berbeban dan tingkat kekuatan otot terhadap hasil power otot lengan. Bagi kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi, lebih baik jika dilatih dengan latihan berbeban linier dan bagi kelompok siswa ekstrakulikuler olahraga yang memiliki kekuatan otot lengan rendah, lebih tepat jika mendapat latihan berbeban non linier. B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini ternyata penerapan metode latihan berbeban yang tepat akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap 146 commit to user 147 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id hasil latihan. Latihan berbeban melalui metode linier dan non linier serta tingkat kekuatan otot lengan merupakan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap power otot lengan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap variabel memiliki implikasi baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Atas dasar kesimpulan yang telah diambil tersebut, maka dapat dikemukakan implikasinya sebagai berikut: Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa latihan berbeban linier ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap power otot lengan. Hasil penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, oleh karena itu pengajar, pelatih dan pembina olahraga dapat menerapkan hasil penelitian ini dalam melatih siswa ekstrakulikuler olahraga atau atletnya serta memanfaatkan prasarana dan sarana yang tersedia. Dengan memperhatikan kelebihan dan keefektifan dari latihan berbeban linier dan non linier, maka latihan ini dapat digunakan sebagai solusi dan variasi bagi pengajar maupun pelatih dalam upaya meningkatkan power otot lengan. Berkenaan dengan penerapan kedua metode latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan power otot lengan, masih ada faktor lain yang berpengaruh terhadap power otot yaitu kekuatan otot lengan. Hasilnya menunjukkkan bahwa ada perbedaan peningkatan power otot lengan yang sangat signifikan antara kelompok yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dan kekuatan otot lengan rendah. Hal ini mengisyaratkan kepada pengajar, pelatih atau pembina olahraga, bahwa dalam upaya meningkatkan power otot lengan hendaknya faktor kekuatan otot yang dimiliki oleh siswa ekstrakulikuler olahraga atau atlet harus diperhatikan. Hal ini menunjukkan bahwa suatu metode latihan berbeban belum tentu sesuai atau cocok bagi semua kelompok, oleh karena itu seorang pengajar, pelatih atau pembina olahraga harus pandai-pandai memilih metode yang tepat dan efektif bagi siswa ekstrakulikuler olahraga atau atletnya serta memperhatikan pula variabel atributifnya. commit to user 148 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Hasil penelitian ini secara praktis dapat digunakan sebagai acuan bagi pengajar, pelatih dan pembina olahraga untuk dapat memberikan pengalaman yang berharga kepada siswa ekstrakulikuler olahraga atau atlet, sehingga secara aktif dapat memanfaatkan latihan berbeban linier dan non linier untuk meningkatkan power otot lengan pada khususnya dan prestasi olahraga pada umumnya. C. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini maka kepada pengajar, pelatih dan pembina olahraga, diberikan saran-saran sebagai berikut: 1. pengajar, pelatih dan pembina olahraga: Latihan berbeban linier memiliki pengaruh yang lebih baik dalam meningkatkan power otot lengan, sebaiknya memilih latihan berbeban linier apa bila latihannya dalam waktu pendek dalam latihan, dalam upaya meningkatkan power otot lengan pada siswa ekstrakulikuler olahraga atau atletnya. 2. Pembina ekstrakulikuler olahraga: Dalam upaya meningkatkan power otot lengan, kelompokkanlah siswa ekstrakulikuler olahraga atau atlet yang memiliki kekuatan otot lengan tinggi dan yang memiliki kekuatan otot rendah bagi yang memiliki kekuatan otot tinggi, latihan fisik dengan metode latihan berbeban linier dan yang memiliki kekuatan otot rendah menggunakan latihan berbeban non linier. 3. Pelatih: Disarankan merancang program latihan yang tepat dan terencana sesuai cabang olahraga masing-masing, mengingat kebutuhan power setiap cabang olahraga berbeda-beda dan belum tentu suatu metode latihan itu sesuai atau cocok commit to user 149 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bagi semua kelompok dan sebaiknya pelatih atau pembina olahraga apabila ingin meningkatkan power otot lengan hendaknya melatih kekuatan otot lengan terlebih dahulu, baru kemudian melatih kecepatannya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA digilib.uns.ac.id Andi Suhendro. 2002. Dasar-Dasar Kepelatihan. Jakarta: Universitas Terbuka Baechle R. Thomas dan Groves R. Barney. 2003. Latihan Beban. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Bompa, O. T. 1990. Theory And Methodology Of Training The Key To Atletic Performance. Dubuque, Lowa: Kendal/Hunt ___________. 1994. Power Training for Sport. Plyometrics for Maximum Power Development. Canada : Ontario. . 2004. Periodization Theory And Methodology of Training. Dubuque, Lowa: Kendal/Hunt ___________. 2009. periodization. Canada : Ontario. Davis. D., Kimmet, T., and Auty, M. 1989. Physical Education: Theory and Praktice. South Melbourne : The Macmillan Company of Australia.Ltd. Foss, M.L., Keteyian, S.J. 1998. Fox’s Physiological Basis for Exercise and Sport. Boston: WCB. Mc Graw-Hill Companies. Fox, E.L. 1988. Sport Physiology. Ohio: Sounders College Publishing. Fox, E.L., Bowers, RW. 1998. Sport Physiology. Philadelphia: WB. Sounders Company. Fox, E.L. Bowers, Rw. Foss, ML. 1984. Sports Physiology. Philadelpia: WB. Sounders Company. Hamidsyah Noer. 1996. Kepelatihan Dasar. Jakarta: Universitas terbuka. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-aspek psikologis Dalam Coaching. Jakarta: Ditjendikti Imam Hidayat. 1997. Biomekanika. Bandung: IKIP Bandung Press Johnson B.L and Nelson J.K. 1974. Practical Measurement For Evaluation in Physical Education, Miieapolis, Minnesota: Burgess Publishing Company. Junusul Hairy. 2008. Dasar-Dasar Kesehatan Olahraga. Jakarta: Universitas Terbuka. . 2004. Dasar-Dasar Kesehatan Olahraga. Jakarta: Universitas Terbuka. Mirkin, Gabe dan Hoffman, Marshall. 1984. Kesehatan Olahraga (Edisi terjemahan oleh petrus lukmanto dan Henny lukmanto). Jakarta: Grafidian Jaya. Mochamad Sajoto. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Jakarta: Ditjendikti Moeljono Wiryoseputro dan Slamet Suherman. 1996. Kesehatan Olahraga. Jakarta: Universitas Terbuka. Mulyono, B. A., 2008. Tes dan Pengukuran dalam pendidikan jasmani Olahraga. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. . 2010. Tes dan Pengukuran dalam pendidikan jasmani Olahraga. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. Murray Robert. K, Granner Darly. K, Mayes Peter. A, Rodwell Victor. W. 1996. Biokimia Happer. (Edisi terjemahan oleh Andri Hartono). Jakarta: Kedokteran. Nossek. Y. 1982. General Theory of Training. Lagos: Pan African Press LTD Nurhasan . 2004. Penilaian Pembelajaran Penjaskes. Jakarta: Universitas Terbuka. commit to user perpustakaan.uns.ac.id R. Bambang Sutar Wismono. 2006. “Perbedaan Pengaruh Metodedigilib.uns.ac.id Latihan dan Motivasi Terhadap Prestasi Lari 100 Meter (Studi Eksperimen Metode Latihan Ultra Short Sprint Pembebanan Linier dan Non Linier pada Siswa Kelas I SMP Negeri 2 Andong Boyolali Tahun Pelajaran 2005/2006). Tesis Program Studi Ilmu Keolahragaan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak dipublikasikan. Sadoso sumosardjuno. 1994. Pengetahuan Praktis kesehatan Dalam Olahraga 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Satimin Hadiwidjaja. 2003. Anatomi Extremitas superior. Surakarta: Sebelas Maret University press Snell, Richard S. 2000. Clinical Anatomy For Medical Students. (Edisi terjemahan oleh Liliana Sugiharto). Jakarta: Kedokteran. Soekarman. 1987. Dasar-Olahraga Untuk Pembina Pelatih dan Atlet. Jakarta: Inti idayu press Soedarminto dan Soeparman. 1994. Kinesiologi. Jakarta: Universitas Terbuka. Sudjarwo, 1995. Ilmu Kepelatihan I. Surakarta : Sebelas Maret University Press. Sugiyanto. 1995. Metodologi Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka Sugiyanto. 1988. Perkembangan dan Belajar Motorik. Jakarta: Universitas Terbuka. Sugiyanto dan Sudjarwo. 1993. Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta: Universitas Terbuka Suharno HP. 1993. Metodologi Pelatihan. Yogyakarta: Andi Offset Suharto. 2000. Pedoman dan Modul Pelatihan kesehatan Olahraga Bagi Pelatih dan Olahragawan Pelajar. Jakarta: Ditjendikti commit to user perpustakaan.uns.ac.id Sudjana. 1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. digilib.uns.ac.id Toho Cholik M dan Rusli Lutan. 2001. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Bandung: Maulana. Thomas, J.P., Nelson, J.K. 1986. Practical Measurements for Evaluation In Physical Education. Fourth Edition. New York. Collier Macmillan Publiser. Widaninggar, Suharto, Soekaptiadi Soekarno, Surdjadji dan Jintan Hutapea. 2002. Ketahuilah Tingkat Kesegaran Jasmani anda. Jakarta: Depdiknas Yusuf Hadisasmita . 1996. Kepelatihan Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka. Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifudin. 1992. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta: Senayan commit to user