produksi energi listrik melalui microbial fuel cell menggunakan

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
PRODUKSI ENERGI LISTRIK MELALUI MICROBIAL FUEL
CELL MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI TEMPE
SKRIPSI
ESTER KRISTIN
0806460471
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES
DEPOK
JUNI 2012
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PRODUKSI ENERGI LISTRIK MELALUI MICROBIAL FUEL
CELL MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI TEMPE
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Teknik
ESTER KRISTIN
0806460471
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES
DEPOK
JUNI 2012
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
ii
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
iii
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas
segala kasih karunia dan kebaikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Produksi Energi Listrik Melalui Microbial Fuel Cell Menggunakan
Limbah Industri Tempe” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Kedua orang tua dan kakak penulis yang selalu memberikan semangat kepada
penulis serta mendoakan kelancaran penulisan;
2.
Ir. Rita Arbianti, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dalam penyusunan penulisan
ini;
3.
Dr. Tania Surya Utami, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan ide segar dan saran yang membangun dalam penyusunan
penulisan;
4.
Dr. Heri Hermansyah, selaku ketua Program Studi Teknologi Bioproses
Universitas Indonesia dan ketua Research Group Bioproses;
5.
Prof. Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA selaku Ketua Departemen
Teknik Kimia FTUI dan Ir. Yuliusman, M.Eng., selaku kordinator mata
kuliah spesial;
6.
Para dosen dan laboran Departemen Teknik Kimia FTUI yang telah
memberikan ilmu dan wawasannya;
7.
Pak Amat, sebagai pemilik pabrik tempe di Kampung Lio-Depok, yang
memberikan izin atas penggunaan limbah tempe yang digunakan dalam
penelitian ini;
8.
Rekan satu riset yang sangat membantu dalam pelaksanaan penelitian yaitu
Ira Trisnawati;
iv
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
9.
Rekan satu bimbingan yang membantu dalam pencarian sumber dan saling
bertukar wawasan serta informasi yang ada yaitu David Adiprakoso, Hari
Sutioso, Aziz Priambodo, dan Khairul Hadi;
10. Girlfriends yang saling mendukung, memberikan semangat, dan berbagi suka
duka yaitu Destya Nilawati, Dini Asyifa, Indrianti Pramadewi, Nindya Sani
W.;
11. Teman terbaik Nirwanto Honsono atas segala bentuk dukungannya;
12. Teman-teman Teknologi Bioproses 2008 yang selalu ramah dan mengerti arti
solidaritas;
13. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini secara langsung
maupun tidak langsung.
Depok, 22 Juni 2012
Ester Kristin
v
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
\
vi
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
ABSTRAK
Nama
: Ester Kristin
Program Studi : Teknologi Bioproses
Judul
: Produksi Energi Listrik Melalui Microbial Fuel Cell
Menggunakan Limbah Industri Tempe
Kebutuhan energi listrik di Indonesia yang terus meningkat telah memicu
dilakukannya berbagai riset ke arah teknologi inovatif yang lebih efektif, efisien
dan ramah lingkungan untuk memproduksi energi listrik. Salah satu teknologi
alternatif yang bisa dikembangkan adalah Microbial Fuel Cell (MFC) yang
berbasis prinsip bioelektrokimia dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk
memecah substrat sehingga menghasilkan energi listrik. Penelitian kali ini
difokuskan pada pemanfaatan limbah industri tempe sebagai substrat pada sistem
MFC dual-chamber yang dilengkapi membran penukar proton. Variasi susbtrat
meliputi limbah tempe model, limbah tempe model yang ditambahkan glukosa
dengan perbandingan 1:1. Variasi lama waktu inkubasi substrat juga dilakukan,
yaitu selama satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Kedua hasil variasi yang
optimal akan diterapkan pada penggunaan limbah industri tempe sebagai substrat.
Nilai produksi listrik tertinggi dihasilkan oleh limbah tempe model yang
diinkubasikan selama 1 minggu yaitu dengan power density sebesar 1,74 x 10-6
mW/m2 sedangkan limbah industri tempe dengan waktu inkubasi yang sama
menghasilkan power density sebesar 1.95 x10-7 mW/m2. Riset lebih lanjut dalam
pemanfaatan limbah industri tempe sebagai substrat dalam sistem MFC dapat
mereduksi biaya operasi sistem MFC, sekaligus menjadikan MFC sebagai
teknologi penghasil listrik yang ekonomis, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kata kunci: Microbial Fuel Cell, energi listrik, limbah industri tempe.
vii
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
ABSTRACT
Name
: Ester Kristin
Study Program : Bioprocess Engineering
Title
: Electricity Generation Through Microbial Fuel Cell Utilizing
Tempe Industry Wastewater
Electrical energy demand in Indonesia has sparked a growing range of research
done in the direction of innovative technologies that are more effective, efficient
and environmentally friendly to produce electrical energy. One of the alternative
technologies that could be developed is a Microbial Fuel Cell (MFC) based on the
principle of bioelectrochemical by utilizing microorganisms to break down the
substrate to produce electrical energy. The current study focused on the utilization
of tempe industry wastewater as a substrate on dual-chamber MFC system
equipped with a proton exchange membrane. Variations include tempe wastewater
model and tempe wastewater model is added with glucose with a ratio of 1:1.
Incubation time of substrate variations was also conducted, which were the
incubation for one day, one week and one month. The optimal results of both
variations will be applied to the use of tempe industry wastewater as a substrate.
The highest electricity production value generated by tempe waste model which
was incubated for 1 week with a power density of 1.74 x 10-6 mW/m2 while tempe
industry wastewater with the same incubation time produced power density of
1.95 x10-7 mW/m2. Further research of tempe industry wastewater utilization as
substrate in MFC system can reduce the cost of MFC system operation and also to
make electricity-producing MFC technology that is economical, environmentalfriendly and sustainable.
Keywords: Microbial Fuel Cell, electrical energy, tempe industry waste.
viii
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1.
Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2.
Perumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3.
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4.
Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
3.1.
Batasan Masalah ....................................................................................... 3
3.2.
Sistematika Penulisan ............................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
2.1.
Microbial Fuel Cell .................................................................................. 5
2.1.1.
Prinsip Kerja MFC ............................................................................ 5
2.1.2.
Material Elektroda ............................................................................. 7
2.1.3.
Jenis Sistem MFC .............................................................................. 8
2.1.4.
Faktor Operasional Pada Sistem MFC ............................................ 11
2.1.5.
Aplikasi MFC .................................................................................. 13
3.2.
Limbah Industri Pengolahan Kedelai ..................................................... 14
3.3.
Konsep Limbah menjadi Energi Listrik ................................................. 15
2.4.
State of the Art ........................................................................................ 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 21
3.1.
Rancangan Penelitian.............................................................................. 21
3.2.
Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 23
3.3.
Sampel Penelitian ................................................................................... 23
ix
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
3.4.
Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 23
3.4.1.
Alat Penelitian ................................................................................. 23
3.4.2.
Bahan Penelitian .............................................................................. 24
3.5.
Variabel Penelitian.................................................................................. 24
3.5.1.
Variabel Bebas ................................................................................ 25
3.5.2.
Variabel Terikat ............................................................................... 25
3.5.3.
Variabel Kontrol .............................................................................. 25
3.6.
Pelaksanaan Penelitian............................................................................ 25
3.6.1.
Preparasi Alat Elektrolisis ............................................................... 25
Gambar 3.3. Diagram Alir Preparasi Elektroda ................................................ 27
3.6.2.
Preparasi Substrat ............................................................................ 27
3.6.3.
Preparasi Elektrolit .......................................................................... 28
3.6.4.
Eksperimen MFC ............................................................................ 28
3.6.5.
Pengukuran Kuat Arus dan Tegangan Sistem MFC ........................... 29
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS....................................................... 30
4.1.
Desain Microbial Fuel Cell .................................................................... 30
4.2.
Reaksi Kimia di Kompartemen Katoda dan Kompartemen Anoda........ 31
4.3.
Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Variasi Substrat ......................... 33
4.4.
Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Variasi Lama Waktu Inkubasi ... 36
4.5.
Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Limbah Industri Tempe ............. 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 43
5.1.
Kesimpulan ............................................................................................. 43
5.2.
Saran ....................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 44
LAMPIRAN A ..................................................................................................... 47
Perhitungan Preparasi Larutan ......................................................................... 47
LAMPIRAN B ..................................................................................................... 48
Data Produksi Listrik MFC ............................................................................... 48
x
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Mekanisme transfer elektron melalui membran luar sel ............................................. 6
Gambar 2.2. Mekanisme transfer elektron menggunakan mediator................................................ 7
Gambar 2.3. Mekanisme transfer elektron menggunakan bacterial nanowires .............................. 7
Gambar 2.4. Skema dual dan single chamber MFC........................................................................ 9
Gambar 2.5. Skema stack MFC ...................................................................................................... 9
Gambar 2.6. Konversi limbah menjadi energi listrik dalam single chamber MFC ....................... 15
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian............................................................................................ 23
Gambar 3.2. Diagram Alir Preparasi Membran Penukar Proton ................................................... 24
Gambar 3.3. Diagram Alir Preparasi Elektroda ............................................................................ 25
Gambar 4.1. Skema Desain MFC Dual-chamber .......................................................................... 30
Gambar 4.2. Rangkaian MFC ....................................................................................................... 31
Gambar 4.3. Perbandingan Kuat Arus dan Tegangan pada Variasi Jenis Substrat ....................... 34
Gambar 4.4. Produksi Listrik pada Variasi Jenis Substrat ............................................................ 34
Gambar 4.5. Perbandingan Power Density pada Variasi Jenis Substrat ....................................... 35
Gambar 4.6. Perbandingan Kuat Arus dan Tegangan pada Variasi Lama Waktu Inkubasi .......... 36
Gambar 4.7. Produksi Listrik pada Variasi Lama Waktu Inkubasi ............................................... 37
Gambar 4.8. Perbandingan Power Density pada Variasi Lama Waktu Inkubasi .......................... 37
Gambar 4.9. Perbandingan Kuat Arus dan Tegangan pada Limbah Tempe Model dan Limbah
Industri Tempe ...................................................................................................... 39
Gambar 4.10. Produksi Listrik pada Limbah Tempe Model dan Limbah Industri Tempe ........... 40
Gambar 4.11. Perbandingan Power Density pada Limbah Tempe Model dan Limbah Industri
Tempe.................................................................................................................... 40
Gambar 4.12. Membran PEM dengan fouling .............................................................................. 41
xi
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Hasil Analisis Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe................................................. 14
Tabel 2.2. State of The Art Penelitian............................................................................................. 20
Tabel 3.1. Alat yang digunakan...................................................................................................... 23
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan................................................................................................... 24
xii
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ketersediaan energi menjadi salah satu kebutuhan esensial bagi kehidupan
manusia. Pemilihan bentuk energi bergantung pada besar daya energi dan
lingkungan. Untuk lokasi yang terpencil, dibutuhkan instrumen energi seperti
baterai dan fuel cell. Pembuatan fuel cell dimulai pada awal abad ke-19. Fuel cell
adalah sistem konversi energi yang mentransfer listrik dari sumber yang dapat
diisi ulang dari bahan bakar eksternal. Fuel cell akan memproduksi listrik secara
kontinu dengan tersedianya suplai dari bahan bakar eksternal, sehingga sifatnya
berlawanan dengan baterai. Microbial Fuel Cell (MFC) adalah salah satu bentuk
energi yang ramah lingkungan dan dapat menjadi sumber energi di masa depan.
MFC mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik, yang
menggunakan mikroorganisme. MFC memfasilitasi sebuah lingkungan reduksi
oksidasi yang dapat dikendalikan oleh aliran elektron dan menjadikannya alat
yang ideal untuk mengolah mikroorganisme.
Limbah industri makanan, yang mengandung sejumlah besar karbohidrat,
protein, dan lemak, dapat menimbulkan masalah lingkungan karena menimbulkan
bau yang tidak sedap, dan merupakan polusi berat pada perairan bila
pembuangannya tidak diberi perlakukan yang tepat. Namun dengan bahan-bahan
organik dari air limbah industri makanan tersebut, air limbah dapat dimanfaatkan
dalam sistem MFC sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan mikroba.
Penggunaan glukosa yang biasa digunakan sebagai substrat dapat digantikan
dengan air limbah (Li, 2010). Penggunaan air limbah dalam sistem MFC ini
mempunyai beberapa keuntungan, seperti kontaminan dalam air limbah dapat
menjadi sumber karbon untuk MFC, dan energi listrik yang dihasilkan cukup
untuk digunakan dalam pengolahan air limbah berikutnya, dan ini berarti
mengurangi konsumsi energi (Li, 2010).
1
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
2
Air limbah industri pembuatan tempe merupakan salah satu air limbah yang
banyak menimbulkan masalah terhadap lingkungan sekitarnya. Seperti yang kita
ketahui, industri tempe merupakan industri yang sangat banyak dijumpai di
Indonsia, karena tempe merupakan makanan berprotein tinggi yang sangat
digemari oleh masyarakat karena harganya yang murah. Pada saat ini, sebagian
besar air limbah industri tempe belum diolah karena merupakan industri kecil
skala rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan unit pengolahan air limbah.
Padahal air limbah industri pembuatan tempe ini masih mengandung senyawa
organik dan nutrien yang cukup tinggi (Komala et al., 2010). Maka sebagai upaya
pemanfaatan, air limbah industri tempe ini dapat dimanfaatkan sebagai substrat
dalam sistem MFC untuk produksi listrik.
Air limbah industri tempe ini akan digunakan sebagai substrat dan
kosubstrat, yaitu dengan menggabungkan glukosa dan air limbah dengan
perbandingan 1:1 (v/v) serta dilakukan variasi lama waktu inkubasi substrat untuk
melihat seberapa besar energi listrik yang bisa dihasilkan oleh sistem MFC dalam
bentuk power density. Hasil yang optimal dari kedua variasi ini akan diterapkan
pada eksperimen yang menggunakan limbah industri tempe sebagai substrat.
Dengan pemanfaatan air limbah industri pembuatan tempe ini sebagai
substrat dalam sistem MFC, diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif
pengolahan air limbah yang selama ini digunakan dan dapat mengatasi
permasalahan utama yang ditimbulkan oleh air limbah tersebut, yaitu bau yang
tidak sedap yang menyebabkan ketidaknyamanan masyarakat di sekitarnya. Selain
itu, hasil dari riset ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu langkah ke depan
untuk mendapatkan sumber energi yang murah.
1.2.
Perumusan Masalah
Masalah yang dikaji dalam penelitian kali ini adalah
•
Bagaimana pengaruh penambahan glukosa dengan rasio 1:1 (v/v) pada
limbah tempe model terhadap power density yang dihasilkan sistem MFC.
•
Bagaimana pengaruh penggunaan limbah industri tempe terhadap power
density yang dihasilkan sistem MFC.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
3
•
Bagaimana pengaruh lama waktu inkubasi pada substrat terhadap power
density yang dihasilkan sistem MFC.
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
•
Mengetahui pengaruh penambahan glukosa dengan rasio 1:1 (v/v) pada
limbah tempe model terhadap power density yang dihasilkan sistem MFC.
•
Mengetahui pengaruh penggunaan limbah industri tempe terhadap power
density yang dihasilkan sistem MFC.
•
Mengetahui pengaruh lama waktu inkubasi pada substrat terhadap power
density yang dihasilkan sistem MFC.
1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain
•
Pemanfaatan limbah tempe menjadi energi listrik yang berguna
•
Perancangan sistem MFC yang murah atau low-cost sehingga dapat
diterapkan di kehidupan sehari-hari.
•
Produksi energi listrik
yang ekonomis, ramah lingkungan, dan
berkelanjutan.
2.1. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah:
•
Limbah tempe model adalah air limbah buatan atau artificial waste.
•
Limbah industri tempe diuji berasal dari industri pembuatan tempe di
daerah Kampung Lio-Depok.
•
Desain sistem MFC yang digunakan adalah dual-chamber yang setiap
kompartemennya memiliki volum yang sama, yaitu 500 mL.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
4
2.2. Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini terdiri atas penjelasan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika
penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan mengenai teori umum yang akan digunakan dalam
penelitian ini antara lain, Microbial Fuel Cell, Limbah Industri
Pengolahan Kedelai, Konsep Limbah menjadi Energi Listrik, dan State
of the Art.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan tentang diagram alir penelitian, waktu dan
lokasi penelitian, sampel penelitian, alat dan bahan yang digunakan,
variabel penelitian, prosedur penellitian, serta metode analisis yang
akan digunakan dalam penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan mengenai Desain Microbial Fuel Cell, Reaksi
Kimia di Kompartemen Katoda dan Kompartemen Anoda, Hasil
Pengukuran Energi Listrik pada Variasi Substrat, Hasil Pengukuran
Energi Listrik pada Variasi Lama Waktu Inkubasi, Hasil Pengukuran
Energi Listrik pada Limbah Industri Tempe.
BAB V
KESIMPULAN
Bab ini berisi penjelasan tentang kesimpulan dan saran dari penelitian
yang telah dilakukan.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Microbial Fuel Cell
Microbial Fuel Cell merupakan salah satu teknologi konversi energi yang
memanfaatkan kemampuan metabolisme bakteri. Untuk pengembangan MFC
perlu pemahaman tentang konsep-konsep MFC terutama prinsip kerjanya serta
pengetahuan lain yang terkait.
2.1.1. Prinsip Kerja MFC
Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan sebuah sistem yang langsung
mengkonversi energi kimia yang terdapat pada substrat bio-convertible menjadi
energi listrik, menggunakan katalis berupa bakteri.
Bakteri
merupakan
organisme
yang sangat
kecil
yang bisa
mengkonversi berbagai macam senyawa organik menjadi CO2, air dan energi.
Mikroba
menggunakan
energi
yang
dihasilkan
untuk
tumbuh
dan
melangsungkan aktivitas metabolisme. Melalui teknologi MFC sebagian dari
energi yang dihasilkan bisa diambil dalam bentuk listrik.
Umumnya sebuah MFC terdiri dari anoda, katoda membran penukar
kation atau proton dan sirkuit listrik. Bakteri hidup pada ruangan anoda dan
mengubah substrat seperti glukosa, asetat juga limbah cair menjadi CO2, proton
dan elektron. Pada kondisi aerobik, bakteri menggunakan oksigen atau nitrat
sebagai aseptor elektron akhir untuk membentuk air. Namun pada ruangan
anoda dalam sebuah MFC, tidak terdapat oksigen, sehingga bakteri harus
mengubah aseptor elektronnya menjadi sebuah aseptor insoluble seperti anoda
MFC. Berdasarkan kemampuan bakteri mentransfer elektron pada anoda
tersebut, maka MFC bisa digunakan untuk mengumpulkan elektron yang berasal
dari metabolisme mikroba. Elektron kemudian mengalir melalui sirkuit listrik
dengan muatan pada katoda. Beda potensial antara anoda dan katoda bersama
dengan aliran elektron menghasilkan daya.
Reaksi yang berlangsung pada MFC dengan substrat berupa glukosa
dan oksigen sebagai elektron aseptor adalah sebagai berikut:
Pada anoda
:C6H12O6 + 6H2O 6CO2 + 24H+ + 24e−
5
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
(2.1)
Universitas Indonesia
6
Pada katoda
:O2 + 4H+ + 4e− 2H2O
(2.2)
Reaksi overall :C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O
(2.3)
Ada beberapa mekanisme yang melibatkan transfer elektron dari
bakteri ke anoda (Liu, 2008), sebagai berikut :
a. Transfer elektron langsung melalui protein membran luar sel
Pada mekanisme ini transfer elektron melibatkan sitokrom yang terdapat
pada membran luar sel mikroba. Dalam hal ini diperlukan kontak langsung
sitokrom dengan elektroda untuk mekanisme transfer elektron. Contoh mikroba
yang menggunakan mekanisme ini adalah Geobacter sulfurreducens dan
Shewanella putrefaciens. Mekanisme transfer electron langsung melalui protein
membrane luar sel ditunjukkkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Mekanisme transfer elektron melalui membran luar sel (Liu, 2008)
b. Transfer elektron dengan mediator
Transfer elektron yang efisien dapat dicapai dengan menambahkan
mediator seperti neutral red dan methylene blue, yang mampu melewati
membran sel, menerima elektron dari pembawa elektron intraselluler,
meninggalkan sel dalam bentuk tereduksi dan kemudian mengeluarkan elektron
ke permukaan elektroda. Salah satu mikroba yang memerlukan mediator adalah
Escherichia coli. Namun untuk limbah, mekanisme ini tidak sesuai karena akan
memakan biaya dan kemungkinan adanya racun dari beberapa mediator.
Mekanisme transfer elektron dengan mediator ditunjukkan dalam Gambar 2.2.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
7
Gambar 2.2. Mekanisme transfer elektron menggunakan mediator (Liu, 2008)
c. Transfer elektron melalui bacterial nanowires
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa struktur seperti pili
yang disebut nanowires yang tumbuh pada membran sel bakteri bisa terlibat
langsung dalam transfer elektron ekstraseluler dan memungkinkan reduksi
langsung dari sebuah aseptor elektron yang jauh. Nanowires ini telah
teridentifikasi pada G. sulfurreducens PCA, Shewanella oneidensis MR-1,
Synechocystis PCC6803, dan Pelotomaculum thermopropionicum. Mekanisme
transfer electron melalui bacterial nanowires ditunjukkan dalam Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Mekanisme transfer elektron menggunakan bacterial nanowires (Liu, 2008)
2.1.2. Material Elektroda
Teknologi MFC merupakan teknologi berbasis prinsip elektrokimia,
sehingga diperlukan material elektroda yang terbagi dua, yaitu anoda dan
katoda.
1. Anoda
Material anoda harus bersifat konduktif, biocompatible (bisa beradaptasi
dengan makhluk hidup), dan secara kimia stabil di dalam larutan bioreaktor.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
8
Logam anoda dapat berupa stainless steel nonkorosif, tetapi tembaga tidak dapat
digunakan akibat adanya toksisitas ion tembaga pada bakteri (Zahara, 2011).
Material yang umum digunakan sebagai anoda pada sistem MFC adalah
material berbasis karbon, karena sifat konduktivitasnya tinggi, stabil,
strukturnya kuat, sifat permukaan yang sesuai untuk perkembangan biofilm dan
luas permukaan yang memadai. Beberapa contohnya adalah grafit dalam bentuk
batangan , lempeng, busa, granular, dan karbon aktif (Liu, 2008).
Lempengan atau batang grafit banyak dipakai karena relatif murah,
sederhana, dan memiliki luas permukaan tertentu. Karbon aktif adalah karbon
dengan struktur amorphous atau monokristalin yang telah melalui perlakukan
khusus sehingga memiliki luas permukaan yang sangat besar (300-2000 m2/g).
Karakteristik karbon yang ideal adalah pada rentang pH antara 5-6 (50g/L H2O,
20oC), titik leleh 3800 oC, dan ukuran partikel ≤ 50 µm. Resin perekat berguna
untuk merekatkan karbon aktif sehingga memiliki struktur yang kuat dan tidak
rapuh selama MFC dioperasikan. Resin perekat ini digunakan karena memiliki
konduktivitas yang rendah yaitu 10-10/Ω.m – 10-15/Ω.m (Zahara, 2011).
2. Katoda
Bahan yang digunakan sebagai katoda bisa berupa bahan karbon biasa
seperti plat grafit namun bisa juga dilengkapi dengan katalis seperti platinum
(Liu, 2008).
Selain itu bisa juga digunakan kalium ferrisianida (K3[Fe(CN)6) yang
dikenal sangat baik sebagai aseptor elektron dalam sistem MFC. (K3[Fe(CN)6)
merupakan spesies elektroaktif yang mampu menangkap elektron dengan baik
dengan harga potensial reduksi standar sebesar + 0.36 V. Keuntungan terbesar
dalam penggunaan kalium ferrisianida adalah dihasilkannya overpotensial yang
rendah bila menggunakan katoda karbon. Akan tetapi kerugian terbesar adalah
terjadinya proses reoksidasi yang tidak sempurna oleh oksigen sehingga
larutannya harus diganti secara teratur (Zahara, 2011).
2.1.3. Jenis Sistem MFC
Sistem MFC dalam perkembangannya memiliki berbagai tipe sesuai
dengan aplikasinya. Secara umum sistem MFC bisa dibedakan berdasarkan
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
9
disain kompartemennya, penggunaan membran penukar elektron dan kultur
mikroba yang digunakan dalam MFC tersebut.
1. Berdasarkan Disain Kompartemen
Berdasarkan kompartemennya terdapat tiga jenis MFC, yaitu dual
chamber MFC, single chamber MFC dan stack MFC. Dual chamber MFC
pada intinya memiliki dua ruang yang dipisahkan oleh membran penukar
kation (PEM) atau jembatan garam. Ruang anoda merupakan ruangan
yang berisi substrat dan bakteri, sementara ruang katoda berisi larutan
elektrolit. Single chamber MFC hanya memiliki satu ruang sehingga
substrat dan larutan elektrolit bercampur. Disain ini bisa menggunakan
PEM ataupun tanpa PEM. Skema disain kompartemen MFC ditunjukkan
dalam Gambar 2.4. Stack MFC merupakan rangkaian dari beberapa unit
MFC baik dual chamber maupun single chamber yang dirangkai seri,
paralel ataupun seri paralel. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kapasitas daya yang bisa diproduksi. Skema MFC yang disusun secara
stack ditunjukkan dalam Gambar 2.5.
(a)
(b)
Gambar 2.4. a) Skema dual chamber MFC, b) Skema single chamber MFC
(Karmakar et al., 2010)
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
10
Gambar 2.5. Skema stack MFC (Ieropoulos et al., 2008)
2. Berdasarkan Ada Tidaknya Membran
Pada sistem dual chamber MFC PEM dibutuhkan untuk
menghindari difusi aseptor elektron yang beracun seperti ferisianida ke
dalam ruang katoda sekaligus untuk memfasilitasi transfer proton atau
kation lainnya ke ruang katoda. Sementara pada single chamber MFC,
membran berfungsi untuk menghalangi difusi oksigen. Membran yang
biasa digunakan adalah Nafion dan Ultrex CMI-7000. Hal ini dikarenakan
konduktivitas proton yang tinggi serta kestabilan mekanis dan termal dari
membran tersebut. Harga membran Nafion yang mahal membuat beberapa
peneliti mencari alternatif yang lebih murah. Beberapa jenis low-cost
membrane telah dicoba seperti tanah liat (Behera et al., 2010)
MFC tanpa membran merupakan salah satu alternatif untuk
meminimalisir biaya. Sistem membran yang mahal dan rumit bisa
dihindari dengan memanfaatkan perkembangan biofilm yang terjadi di
permukaan katoda. Biofilm merupakan sebuah populasi bakteri yang bisa
berfungsi sebagai membran untuk meminimalisir difusi oksigen ke anoda.
Densitas daya yang lebih tinggi dapat diperoleh pada sistem MFC tanpa
membran, karena kemampuan sistem dalam menurunkan hambatan
internal.
3. Berdasarkan Kultur yang Digunakan
Sistem MFC menggunakan kultur sel tunggal telah banyak diteliti,
diantaranya dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae (Zahara,
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
11
2010), E. coli (Scott and Murano, 2007), Geobacter sulfurreducens (Yia et
al., 2009). Penggunaan kultur sel tunggal memerlukan pemeliharaan dan
pekerjaan yang lebih rumit dan memakan biaya. Selain itu kultur sel
tunggal menghasilkan energi yang lebih rendah dibandingkan dengan
menggunakan mix culture.
Untuk pengolahan air dan limbah, mix culture lebih dipilih dari
pada single culture. Mix culture bisa dengan mudah beradaptasi untuk
menggunakan material organik kompleks dalam aliran limbah. Proses
dengan menggunakan mix culture lebih mudah dioperasikan dan dikontrol.
Komunitas bakteri yang berkembang pada sistem mix culture sangat
beragam, mulai dari δ-Proteobacteria yang dominan pada MFC sedimen
sampai komunitas yang terdiri dari α- , β-, γ-, δ- Proteobacteria, dan kloni
yang belum terkarakterisasi (Logan and Regan, 2006).
Beberapa penelitian menggunakan mix culture seperti pemanfaatan
limbah industri bir (Mathuriya and Sharma, 2010; Wang et al., 2008),
limbah domestik (Cheng et al., 2006; Li et al., 2007; Sukkasema et al.,
2008; Yang et al., 2008), limbah penggilingan padi (Behera et al., 2010)
dan limbah pertanian (Scott and Murano, 2007).
2.1.4. Faktor Operasional Pada Sistem MFC
Terdapat beberapa faktor operasional yang mempengaruhi kinerja
sistem MFC. Faktor tersebut meliputi substrat, sifat kimia larutan,
temperature dan waktu tinggal (hydraulic retention time, HRT).
1. Substrat
Substrat merupakan faktor kunci untuk produksi listrik yang efisien
dalam sistem MFC. Substrat yang digunakan mulai dari material organik
sederhana sampai campuran kompleks seperti yang terdapat pada limbah
cair. Meskipun substrat yang kaya dengan kandungan organik membantu
pertumbuhan beragam mikroba aktif, namun substrat sederhana dianggap
lebih baik untuk produksi dalam waktu singkat. Beberapa substrat yang
telah digunakan seperti asetat, glukosa, biomassa lignoselulosa dari
sampah pertanian, limbah cair industri bir, limbah pati ( tepung ), selulosa
dan kitin (Das and Mangwani, 2010).
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
12
Penelusuran tentang efek substrat terhadap aktivitas mikroba dan
pembentukan energi harus dilakukan baik pada sistem MFC dengan proses
uji anoda sebagai faktor pembatas atau menggunakan potentiostat, yang
bisa mengkarakterisasi potensial anoda pada arus yang ditentukan dan
eliminasi keterbatasan yang dihasilkan hambatan internal dan/atau katoda.
Penelitian harus diarahkan untuk optimasi komunitas mikroba aktif yang
bisa menghasilkan peningkatan efisiensi transfer elektron dan degradasi
substrat. Substrat inorganik seperti hidrogen sulfida telah dievaluasi dalam
hal pembentukan energi listrik pada sistem MFC dengan tujuan
menghilangkan kandungan sulfida yang dihasilkan secara anaerobik.
2. Sifat Kimia Larutan
a. pH
pH merupakan faktor kritis untuk semua proses berbasis mikroba.
Pada MFC, pH tidak hanya mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan
bakteri tapi juga terhadap transfer proton, reaksi katoda , sehingga
mempengaruhi performa MFC. Sebagian besar MFC beroperasi pada pH
mendekati netral untuk menjaga kondisi pertumbuhan optimal komunitas
mikroba yang terlibat dalam pembentukan listrik (Liu, 2008).
b. Kekuatan Ionik
Kekuatan ion mempengaruhi konduktivitas larutan pada ruangan
MFC sehingga mempengaruhi hambatan internal, yang akhirnya berefek
pada performa MFC (Liu, 2008).
3. Temperatur
Kinetika bakteri, transfer massa proton melalui elektrolit dan laju
reaksi oksigen pada katoda menentukan performa MFC dan semua
tergantung kepada temperatur. Biasanya, konstanta reaksi biokimia
mengganda setiap kenaikan temperatur 10 0 C sampai tercapai temperatur
optimal. Sebagian besar studi MFC dilakukan pada temperatur 28-35
0
C
(Liu, 2008).
4. Hydraulic Retention Time (HRT)
Hydraulic Retention Time (HRT) merupakan variabel penting
lainnya
dalam
pengolahan
limbah
menggunakan
MFC.
HRT
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
13
mempengaruhi penurunan kadar COD/BOD dan pembentukan daya pada
MFC (Liu, 2008).
2.1.5. Aplikasi MFC
Sistem MFC sejauh ini sudah diaplikasi dalam beberapa bidang,
diantaranya untuk pengolahan limbah cair dan penghasil energi listrik , biosensor,
dan produksi bahan bakar sekunder.
1. Pengolah Limbah Cair dan Penghasil Energi Listrik
Teknologi MFC menarik untuk pengolahan limbah karena sistem
ini memungkinkan kita untuk mengambil energi dari limbah untuk
produksi listrik (Patra, 2008). MFC menggunakan mikroba tertentu
memiliki kemampuan untuk menghilangkan kandungan sulfida yang
merupakan salah satu parameter penting pada pengolahan limbah. Substrat
MFC
memiliki
kandungan
promotor
pertumbuhan
yang
bisa
meningkatkan pertumbuhan mikroba bioelektrokimia selama proses
pengolahan limbah.
2. Biosensor
Sistem MFC dengan komunitas consortium anaerobik yang bisa
diganti bisa digunakan sebagai biosensor untuk on-line monitoring
senyawa organik. Meskipun beberapa metode konvensional telah
digunakan untuk menghitung nilai BOD pada limbah, namun metode metode tersebut tidak cocok untuk on-line monitoring dan kontrol proses
pengolahan limbah secara biologis.
3. Produksi Bahan Bakar Sekunder
Dengan
sedikit
modifikasi,
MFC
bisa
digunakan
untuk
memproduksi bahan bakar sekunder seperti hidrogen sebagai alternatif
listrik. Pada kondisi eksperimen standard, proton dan elektron yang
dihasilkan pada ruang anoda ditransfer ke katoda yang kemudian bisa
berkombinasi dengan oksigen membentuk air. Pembentukan hidrogen
secara termodinamika merupakan proses yang sulit pada sebuah sel untuk
mengkonversi proton dan elektron menjadi hidrogen. Peningkatan
potensial eksternal pada katoda bisa mengatasi kerumitan termodinamika
dan bisa menghasilkan pembentukan hidrogen. Sebagai hasilnya, proton
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
14
dan elektron pada anoda berkombinasi di katoda membentuk hidrogen.
MFC diperkirakan bisa memproduksi hidrogen ekstra dibandingkan
dengan jumlah yang dikeluarkan oleh metode fermentasi glukosa klasik.
3.1. Limbah Industri Pengolahan Kedelai
Kedelai telah banyak digunakan untuk bahan makanan masyarakat
Indonesia dikarenakan nilai gizinya yang tinggi. Dari sekian banyak makanan
yang berasal dari kedelai, tempe merupakan makanan yang paling banyak
diproduksi di Indonesia. Proses produksi tempe, memerlukan banyak air yang
digunakan untuk perendaman, perebusan, pencucian serta pengupasan kulit
kedelai. Limbah yang diperoleh dari proses proses tersebut diatas dapat berupa
limbah cair maupun limbah padat. Sebagian besar limbah padat yang berasal dari
kulit kedelai, kedelai yang rusak dan mengambang pada proses pencucian serta
lembaga yang lepas pada waktu pelepasan kulit, sudah banyak yang dimanfaatkan
untuk makanan ternak. Limbah cair berupa air bekas rendaman kedelai dan air
bekas rebusan kedelai masih dibuang langsung diperairan disekitarnya (Anonim,
1989). Setiap kuintal kedele akan menghasilkan limbah 1,5 - 2 m3 air limbah
(Nurhasan and Pramudyanto, 1991). Jika limbah tersebut langsung dibuang
keperairan maka dalam waktu yang relatif singkat akan menimbulkan bau busuk
dari gas H2S, amoniak ataupun fosfin sebagai akibat dari terjadinya fermentasi
limbah organik tersebut (Wardojo, 1975). Adanya proses pembusukan, akan
menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama pada musim kemarau dengan debit
air yang berkurang.
Pada saat ini sebagian besar industri tempe masih merupakan industri kecil
skala rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan unit pengolah air limbah,
sedangkan industri tempe yang dikelola koperasi beberapa diantaranya telah
memiliki unit pengolah limbah. Unit pengolah limbah yang ada umumnya
menggunakan sistem anaerobik dengan efisiensi pengolahan 60-90%. Dengan
sistem pengolah limbah yang ada, maka limbah yang dibuang ke peraian kadar zat
organiknya (BOD) masih terlampau tinggi yakni sekitar 400 – 1.400 mg/l. Untuk
itu perlu dilakukan proses pengolahan lanjut agar kandungan zat organik di dalam
air limbah memenuhi standar air buangan yang boleh dibuang ke saluran umum
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
15
(Said dan Wahjono, 1999). Analisis kandungan mengenai limbah cair tempe
terdapat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Hasil Analisis Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe (Wiryani, 2007)
No.
Parameter
Satuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Suhu
TDS (Total Dissolve Solid)
TSS (Total Suspended Solid)
pH
NH3N (Amoniak bebas)
NO3N (Nitrat)
DO (Dissolved Oxygen)
BOD
(Biological OxygenDemand)
COD
(Chemical Oxygen Demand)
°C
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
Limbah Cair dari Rendaman
Kedelai (Rata-rata)
32
25.254
4,551
4,16
26,7
14,08
Tidak terdeteksi
mg/l
31.380,87
mg/l
35.398,87
8.
9.
Limbah pada industri pengolahan kedelai pada dasarnya memiliki
karakteristik yang hampir sama. Mengingat kedelai sebagai bahan baku
mengandung protein (34.9%), karbohidrat (34.8%), lemak (18,1%) dan bahanbahan nutrisi lainnya, maka limbah yang dihasilkan dapat mengandung bahan
organik yang tinggi dan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba
(Sudaryati et al., 2007).
3.2. Konsep Limbah menjadi Energi Listrik
Limbah yang diubah menjadi energi listrik melalui sistem MFC dapat
diilustrasikan oleh Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Konversi limbah menjadi energi listrik dalam sistem single chamber MFC
(Laboratoire Ampere Ecole Centrale de Lyon, 2012)
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
16
Pada gambar 2.6., MFC diisi dengan limbah yang mengandung molekul
biodegradabel dan mikroba. Mikroba yang terdapat dalam limbah tersebut
kemudian akan mengoksidasi molekul biodegradabel menghasilkan elektron,
proton dan CO2. Proton menuju ke katoda melalui larutan elektrolit. Sedangkan
elektron akan menempel ke anoda, kemudian mengalir melalui sirkuit listrik ke
katoda. Aliran elektron inilah yang menghasilkan daya listrik. Pada katoda
elektron, proton dan oksigen bergabung membentuk H2O.
2.9. State of the Art
Pada tahun 2007, Scott melakukan penelitian mengenai MFC dengan tujuan
untuk mengetahui pengaruh posisi geometrik anoda dan katoda terhadap produksi
energi listrik. Pada penelitian ini, digunakan reaktor dual chamber dengan
elektroda kertas karbon. Faktor yang dibandingkan adalah bahan bakar, dengan
dan tanpa mediator, serta dengan dan tanpa membran.
Lanthier juga melakukan penelitian tentang MFC. Pada penelitian ini,
digunakan bakteri Shewanella oneidensis yang ditumbuhkan selama 50 hari di
dalam sistem MFC yang menggunakan batang grafit sebagai elektrodanya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses oksidasi senyawa
laktat menjadi asetat di dalam kompartemen anoda pada sistem MFC. Bioreaktor
yang digunakan dirancang anaerob dengan mengalirkan gas nitrogen dan
karbondioksida ke dalam kompartemen anoda, sedangkan pada kompartemen
katoda dialirkan udara ke dalamnya.
Dengan bakteri yang sama, Velasquez (2009) melakukan penelitian MFC
menggunakan reaktor single-chamber dan lempengan grafit sebagai elektrodanya.
Zat anolit diaduk menggunakan magnetic stirrer. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh penambahan mediator terhadap transpor elektron dari
sel bakteri ke anoda dalam rangka meningkatkan produksi kuat arus listrik.
Mediator yang ditambahkan adalah FMN dan riboflavin. Hasilnya adalah bahwa
MFC dengan menggunakan mediator mampu menghasilkan power density lebih
tinggi dibandingkan dengan tidak menggunakan mediator.
Penambahan riboflavin sebagai mediator juga dilakukan oleh Zahara (2011).
Kultur Saccharomyces cerevisiae digunakan sebagai anoda pada reaktor dual-
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
17
chamber dengan elektroda grafit. Sedangkan pada katoda digunakan kalium
ferisianida dan larutan bufer. Dari penelitian ini, diperoleh bahwa penambahan
riboflavin mampu meningkatkan kuat arus dari 224 µA menjadi 262 µA. Selain
itu, dilakukan pula upaya penambahan riboflavin dengan menggunakan minyak
kelapa sawit dan dihasilkan peningkatan riboflavin sebesar 42,19%.
Bakteri lain yang sering digunakan dalam MFC adalah Geobacter
sulfurreducens. Trinh (2009) menggunakan kultur G. Sulfurreducens sebagai
anoda pada reaktor dual-chamber dengan asetat sebagai substrat. Elektroda di
anoda berupa kertas karbon, sedangkan di katoda ditambahkan katalis Pt. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh temperatur dan loading katalis
Pt pada elektroda di katoda. Power density maksimum sebesar 418 – 470 mW/m2
dicapai saat temperatur optimum 30 – 320C dan meningkat sebesar dua kali lipat
setelah loading katalis Pt ditambahkan dari 0,5 menjadi 3 mg/cm2.
Dengan menggunakan bakteri yang sama, Nevin (2008) melakukan
penelitian dengan tujuan membandingkan kinerja MFC pada kultur murni G.
Sulfurreducens dengan kultur campuran. G. Sulfurreducens ditumbuhkan dalam
asetat sebagai substrat pada sistem MFC dengan elektroda kertas karbon pada
anoda dan katoda yang diletakkan sedekat mungkin. Power density yang
dihasilkan G. Sulfurreducens lebih tinggi dibandingkan dengan kultur murni.
Hasil ini diperoleh pada saat ukuran dan volume anoda diperkecil. Dalam
penelitiannya, Nevin juga membandingkan kinerja kertas karbon dan grafit
sebagai elektroda. Dibandingkan dengan kertas karbon, grafit dapat menghasilkan
current density lebih besar. Namun lapisan biofilm yang ditimbulkan juga lebih
tebal (50 µm) dibanding dengan kertas karbon (3 – 18 µm).
Selain bakteri, wastewater juga dapat digunakan sebagai inokulum di
anoda. You melakukan penelitian tentang MFC dari wastewater pada tahun 2006.
You menggunakan 3 jenis larutan elektrolit sebagai perbandingan, yaitu
permanganat, ferisianida, dan oksigen (dengan dan tanpa katalis Pt). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan permanganat sebagai akseptor
elektron di katoda mampu menghasilkan power density maksimum sebesar 115,6
mW/m2. Nilai ini 4,5 kali power density dengan ferisianida (25,62 mW/m2) dan
11,3 kali lebih besar dibanding oksigen (10,2 mW/m2). Selain itu, dikaji pula
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
18
pengaruh pH dan konsentrasi awal permanganat terhadap Open Circuit Potential
(OCP). Dari percobaan ini diperoleh bahwa nilai OCP sebanding dengan
konsentrasi awal permanganat dan berbanding terbalik dengan pH.
Gurrero-Rangel (2010) juga menggunakan wastewater untuk meninjau
pengaruh larutan elektrolit terhadap power density MFC. Kali ini, larutan yang
dibandingkan adalah potassium permanganat, potassium ferisianida, dan
potassium dikromat. Penelitian ini menggunakan dual-chamber reaktor yang
dihubungkan oleh jembatan garam (salt bridge) dengan grafit sebagai elektroda
dan glukosa sebagai substrat. Hasilnya adalah potassium permanganat mampu
menghasilkan power density tertinggi, yaitu 7,29 mW/m2, diikuti oleh potassium
ferisianida (0,92 mW/m2) dan potassium dikromat (0,79mW/m2).
Penelitian MFC mengunakan wastewater juga dilakukan oleh Guo pada
tahun 2008. Penggunaan waste sebagai biokatoda berfungsi menggantikan peran
mediator dan katalis. Reaktor yang digunakan adalah dual-chamber dengan grafit
sebagai elektrodanya. Pada anoda terdapat domestic waste water sementara katoda
dialiri oleh udara sebagai akseptor elektron. Power density yang dihasilkan dari
sistem MFC ini adalah 19,53 W/m3.
Peneliti lain yang menggunakan waste sebagai inokulum adalah Min
(2008). Digunakan reaktor dual-chamber dengan kertas karbon sebagai elektroda
dan terdapat pengaliran udara secara kontinyu di katoda. Hal yang ingin ditinjau
adalah pengaruh penambahan komposisi medium pada anoda dan peningkatan
temperatur terhadap power density yang dihasilkan. Dari ketiga temperatur yang
diuji, yaitu 150, 220, dan 300C, power density tertinggi dihasilkan saat MFC
dioperasikan pada temperatur 300C. Penambahan bufer fosfat pada medium di
anoda terbukti dapat meningkatkan power density 4 kali lebih besar dibandingkan
kontrol, yaitu 320 mW/m2.
Di tahun yang sama, Ieropoulos (2008) juga meneliti wastewater dalam
bentuk sludge pada reaktor dual-chamber MFC yang dialiri substrat secara
kontinyu (continous flow). Hal yang dikaji adalah pengaruh konfigurasi reaktor
MFC terhadap produksi energi listrik. Ieropoulos menggunakan 10 reaktor identik
yang dirangkaikan secara seri, paralel, dan seri-paralel. Tegangan maksimum
sebesar 1400 mV diperoleh pada rangkaian seri, sedangkan kuat arus maksimum
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
19
didapatkan dari rangkaian paralel, yaitu sebesar 23 mA/m2. Gabungan rangkaian
seri-paralel menghasilkan power density tertinggi, yaitu 5,2 mW/m2. Gabungan
seri-paralel ini kemudian dimodifikasi dengan tidak mengalirkan substrat ke
dalam reaktor (fluidically isolated) dan dihasilkan kenaikan power density
menjadi 12,5 mW/m2.
Penggunaan wastewater sebagai inokulum juga dilakukan oleh Li (2010).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh konfigurasi
reaktor, larutan elektrolit, dan material elektroda terhadap energi listrik. Dalam hal
konfigurasi, reaktor dual-chamber tanpa membran memiliki resistansi internal
lebih rendah dan menghasilkan tegangan lebih tinggi daripada reaktor
konvensional. Penggunaan ferisianida sebagai larutan katoda memberikan nilai
tegangan yang lebih tinggi daripada katoda dengan nitrat. Berdasarkan material
elektroda, karbon aktif granular menghasilkan power density 2,5 kali lebih besar
daripada kertas karbon. Secara keseluruhan, reaktor dual-chamber tanpa membran
dengan elektroda karbon aktif granular memiliki daya keluaran yang tertinggi.
Pada tahun 2010, Lee meninjau pengaruh ukuran sel bakteri terhadap
produksi energi listrik. Reaktor yang digunakan adalah single-compartment,
dimana katoda berada di luar sehingga dapat kontak langsung dengan udara
atmosfer. Digunakan elektroda FeC untuk katoda dan elektroda graphite felt yang
dimodifikasi dengan Neutral Red untuk anoda. Sebagai perbandingan, digunakan
bakteri Microbacterium sp dan Pseudomonas sp. Hasilnya adalah bakteri
Microbacterium sp yang memiliki ukuran lebih kecil dapat menghasilkan energi
listrik 3-4 kali lebih besar daripada Pseudomonas sp. Dari penjelasan mengenai
penelitian MFC diatas, state of the art mengenai penelitian saat ini terdapat pada
Tabel 2.2.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
Tabel 2.2. State of the Art Penelitian
Parameter operasi
Elektroda
Grafit
Lee,2010.
Guo,2008.
Guerrero,2010
Min,2008.
You,2006.
Ieropoulos,
2008
Elektroda
karbon
Elektroda
platina
Trinh,2009.
Nevin,2008.
Novitasari,2011
Penelitian
saat ini
Scot,2007.
Trinh,2009.
Mediatorless
Single
Chamber
Lanthier,
2007.
Zahara,2011
Penelitian
saat ini
Li,2010.
Guerrero,2010
VelasquezOrta, 2009.
Lee,2010.
Min,2008.
Guo,2008.
Li,2010.
You,2006.
Guerrero,2010
Ieropoulos,
2008
Dual
chamber
Trinh,2009.
Nevin,2008.
Scott,2007.
Riboflavin
Mixculture
Waste
Gsulfurreducens
E.coli
Zahara,2011
Lanthier,2007.
Zahara,2011
VelasquezOrta, 2009.
S.cerevisiae
S.oneidensis
.
Novitasari,2011
Penelitian
saat ini
L. bulgaricus
Tempe
Waste
Substrat
20
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan yang ditunjukkan pada
diagram alir pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
Tahap awal penelitian adalah studi literatur yang dilakukan dengan
mempelajari jurnal publikasi nasional maupun internasional yang berkaitan
dengan penelitian mengenai MFC dan perkembangannya serta penggunaan
limbah sebagai substrat dalam sistem MFC.
Langkah
berikutnya
adalah
persiapan
reaktor
digunakan
untuk
eksperimen. Reaktor MFC bekerja layaknya sel elektrolisis dimana terdapat dua
21
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
22
kompartemen atau dual chamber, yang berisikan kompartemen katoda dan
kompartemen anoda serta adanya peletakan elektroda di masing-masing
kompartemen. Kompartemen katoda berisi elektrolit yang merupakan larutan
KMnO4 sedangkan kompartemen anoda berisi substrat yaitu limbah makanan.
Preparasi limbah makanan sebagai substrat dilakukan dengan membuat
limbah tempe model yang terbuat dari air rebusan kacang kedelai (Glycine max.)
dan menyimpan larutan tersebut hingga satu hari, satu minggu, dan satu bulan.
Kemudian dilakukan preparasi alat elektrolisis berupa persiapan membran
penukar ion yang dalam penelitian ini digunakan jenis Nafion 117 yang terlebih
dahulu diaktivasi dengan mereaksikannya dengan aquades, larutan peroksida dan
asam sulfat. Selain itu, dilakukan pula persiapan elektroda berupa grafit.
Pada eksperimen MFC ini dilakukan variasi pada jenis substrat, yaitu
limbah tempe model dan limbah tempe model yang ditambahkan glukosa dengan
perbandingan 1:1. Dari eksperimen tersebut, didapatkan jenis substrat optimal
yang digunakan untuk eksperimen dengan variasi lama waktu inkubasi yaitu
substrat dengan lama waktu inkubasi satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Dari
hasil dua variasi ini akan didapatkan jenis substrat dan lama waktu inkubasi
substrat optimal yang akan digunakan pada eksperimen dengan substrat limbah
industri tempe dan dilihat pengaruhnya terhadap produksi energi listrik berupa
kuat arus dan tegangan. Instrumen pengukur kuat arus dan tegangan yang
digunakan dalam penelitian MFC ini ada dua, yaitu Analog Microampere
(Yokogawa Electric Works. Ltd, tipe 2011b9000em class 1.0, Singapore) dan
Digital Multimeter Sanwa Electric Instrument co., Ltd cd 771. Sistem ini memiliki
hambatan berkisar 0,88 – 2.5 kΩ. Data yang dididapatkan diolah dengan program
Microsoft Excel 2007.
Pada penelitian ini, dilakukan analisis pengaruh variasi parameter operasi
terhadap kinerja MFC. Kinerja MFC ini dilihat dari kuat arus (I) dan tegangan (V)
yang dihasilkan melalui pengukuran menggunakan digital multimeter dan analog
mikroampere. Dari data kuat arus dan tegangan, dapat diperoleh nilai power
density (mW/m2 ), yaitu daya per satuan luas permukaan elektroda. Power density
dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Momoh et al, 2010).
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
23
(/ ) =
3.2.
( )×"("#$%)
(& )
(3.1)
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Mei, bertempat di
Laboratorium Rekayasa Bioproses, Departemen Teknik Kimia, UI.
3.3.
Sampel Penelitian
Sampel untuk penelitian ini adalah substrat yang terdiri dari limbah
industri model yang dibuat dari air rebusan kacang kedelai (Glycine max.) dan
diinkubasikan selama satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Adapun limbah
industri tempe yang digunakan diambil dari limbah industri tempe yang terletak di
Kampung Lio Depok.
3.4.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan
sebagai berikut.
3.6.1.
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan dalam Tabel
3.1.
Tabel 3.1. Alat yang digunakan
No.
Alat
Fungsi
1.
Reaktor MFC
Menampung elektrolit dan substrat untuk system
2.
Multimeter digital
3.
4.
5.
6.
Mikroamperemeter
analog
Kabel dan jepit
buaya
Timbangan
analitik
Magnetic stirrer
Mengukur tegangan yang dihasilkan sistem
Mengukur kuat arus yang dihasilkan sistem
Menghubungkan arus listrik dari sistem menuju
multimeter dan mikroamperemeter
Menimbang bahan agar massa yang digunakan
dalam penelitian menjadi akurat
Mengaduk larutan dengan menggunakan
kekuatan magnet
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
24
7.
Gelas beaker
Wadah pengadukan larutan
8.
Gelas ukur
Mengukur volume larutan
9.
Erlenmeyer
10.
Spatula kaca
11.
Kaca arloji
12.
Pipet ukur
13.
Pipet tetes
Tempat mereaksikan larutan dan menyimpan
larutan sementara
Mengaduk larutan hingga homogen
Tempat peletakan bahan berbentuk solid
Mengukur volume larutan dan memindahkan
larutan tersebut
Memindahkan larutan dalam jumlah yang kecil
3.6.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan dalam
Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan
No.
1.
Bahan
Fungsi
Membran Nafion
Meloloskan proton dari kompartemen anoda ke
117
kompartemen katoda
2.
Grafit
3.
Aquadest
4.
NaOH
Untuk preparasi elektroda
5.
HCl
Untuk preparasi elektroda
6.
H2O2 3%
Untuk preparasi membran
7.
H2SO4
Untuk preparasi membran
8.
KMnO4
Sebagai elektrolit
9.
Buffer fosfat
Sebagai penstabil pH larutan
10.
Cling Wrap
Sebagai penutup saat menyimpan larutan
11.
Alumunium Foil
Sebagai penutup saat menyimpan larutan
3.5.
Menjadi elektroda dalam system
Sebagai pelarut dan pengencer
Variabel Penelitian
Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas,
variabel terikat, dan variabel kontrol.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
25
3.6.1. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang dibuat bervariasi dengan besar
nilai tertentu. Variabel bebas dalam penelitian ini antara lain jenis substrat dan
lama waktu inkubasi substrat.
3.6.2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang terjadi akibat adanya variabel
bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kuat arus dan tegangan yang
dihasilkan oleh sistem MFC.
3.6.3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat dalam
keadaan konstan. Variabel kontrol dari penelitian ini adalah suhu.
3.6. Pelaksanaan Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan dalam eksperimen ini terdiri
dari preparasi awal yang terdiri dari preparasi alat elektrolisis; preparasi
substrat; dan preparasi elektrolit, eksperimen MFC, dan pengambilan data
berupa kuat arus dan tegangan listrik.
3.6.1. Preparasi Alat Elektrolisis
Alat elektrolisis yang digunakan dalam sistem MFC dipreparasi terlebih
dahulu sebelum digunakan. Alat elektrolisis yang digunakan adalah membran
penukar proton (Proton Exchange Membrane) dan elektroda.
3.6.2.1.
Preparasi Membran Penukar Proton
Membran penukar proton dipreparasi dengan langkah-langkah yang
dijelaskan dalam Gambar 3.2.
Membran Penukar
Proton
Dididihkan dalam
aquades
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
Dididihkan dalam H2O2
3%
Universitas Indonesia
26
Gambar 3.2. Diagram Alir Preparasi Membran Penukar Proton
Proton Exchange Membrane, dalam hal ini adalah membran Nafion
117 perlu dilakukan pre-treatment terlebih dahulu sebelum diaplikasikan
pada MFC dengan cara direbus dengan aquades selama 1 jam lalu
dididihkan dengan H2O2 3% selama 1 jam dan dicuci dengan aquades.
Membran selanjutnya dididihkan kembali dalam H2SO4 1 M selama 1 jam
lalu dicuci dengan aquades sebanyak 3 kali. Membran disimpan
(direndam) dalam aquades hingga saat akan digunakan. Sesaaat sebelum
mengaplikasikan membran ke dalam reaktor MFC, membran perlu
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
3.6.2.2.
Preparasi Elektroda
Elektroda dipreparasi dengan tahap-tahap yang dijelaskan dalam
Gambar 3.3.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
27
Elektroda
Direndam dalam HCl 1
M
Direndam dalam NaOH
1M
Dicuci dan direndam
dalam aquades
Gambar 3.3. Diagram Alir Preparasi Elektroda
Elektroda grafit (karbon aktif) direndam ke dalam larutan HCl 1 M
selama 1 hari kemudian dibilas dengan menggunakan aquades.
Setelah itu elektroda direndam lagi ke dalam larutan NaOH 1 M
selama 1 hari kemudian dibilas lagi dengan menggunakan aquades.
Elektroda direndam dalam larutan aquades hingga saat akan
digunakan.
3.6.2. Preparasi Substrat
Substrat yang harus dipreparasi dalam penelitian ini terdiri dari
limbah tempe model dan glukosa yang akan dicampur dengan dari limbah
tempe model.
3.6.2.1.
Preparasi Limbah Tempe Model
Kacang kedelai (Glycine max) dengan massa 200 gram direbus
dengan air 500 mL (rasio 1 : 2,5; w/v) selama 15 menit. Hal ini
dilakukan mengikuti proses perendaman kacang kedelai pada proses
pembuatan tempe, yaitu dengan rasio 3 : 5 (w/v) (Nout et al., 1985).
Air rebusan kemudian disimpan dalam gelas beaker dan ditutup
dengan alumunium foil dan dilapisi dengan plastic wrap. Air rebusan
ini diinkubasikan pada inkubator dengan suhu 37°C secara aerob
selama 1 hari, 1 minggu, dan 1 bulan.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
28
3.6.2.2.
Preparasi Glukosa
Glukosa (C6H12O6) yang akan dicampur dengan limbah tempe model
adalah larutan glukosa 1 M, maka untuk membuatnya glukosa dengan
massa 40,54 gram dilarutkan dalam 225 mL aquades.
3.6.3. Preparasi Elektrolit
Elektrolit yang digunakan adalah larutan kalium permanganat
(KMnO4) 1 M. Pada penelitian ini kalium permanganat dengan massa 71,8
gram dilarutkan dengan 450 mL aquades.
3.6.4. Eksperimen MFC
Pada penelitian ini, eksperimen MFC dilaksanakan dengan variasi
jenis substrat, varasi lama waktu substrat, dan penggunaan limbah industri
tempe
3.6.2.1.
Variasi Jenis Substrat
Pada eksperimen dengan substrat limbah tempe model, kompartemen
anoda diisi dengan limbah tempe model dengan waktu inkubasi 1
hari sebanyak 450 mL dan kompartemen katoda diisi dengan larutan
elektrolit KMnO4 sebanyak 450 mL. Masing-masing kompartemen
ditambahkan larutan buffer fosfat 0,1 M 50 mL. Pada eksperimen
dengan limbah tempe model yang dicampur dengan glukosa,
kompartemen anoda diisi dengan limbah tempe model dengan waktu
inkubasi 1 hari sebanyak 225 mL yang dicampur dengan larutan
glukosa 1 M 225 mL dan kompartemen katoda diisi dengan larutan
elektrolit KMnO4 sebanyak 450 mL. Masing-masing kompartemen
juga ditambahkan larutan buffer fosfat 0,1 M 50 mL.
3.6.4.2.
Variasi Lama Waktu Inkubasi Substrat
Pada eksperimen dengan waktu inkubasi 1 minggu, kompartemen
anoda diisi dengan limbah tempe model dengan waktu inkubasi 1
minggu sebanyak 450 mL dan kompartemen katoda diisi dengan
larutan elektrolit KMnO4 sebanyak 450 mL. Masing-masing
kompartemen ditambahkan larutan buffer fosfat 0,1 M 50 mL. Hal
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
29
yang sama dilakukan pada eksperimen berikutnya, namun mengganti
substrat dengan limbah tempe model dengan waktu inkubasi 1 bulan.
3.6.4.3.
Penggunaan Limbah Industri Tempe
Pada eksperimen ini, kompartemen anoda diisi dengan limbah industri
tempe dengan penambahan substrat dan waktu inkubasi optimal
sebanyak 450 mL dan kompartemen katoda diisi dengan larutan
elektrolit KMnO4 sebanyak 450 mL. Masing-masing kompartemen
ditambahkan larutan buffer fosfat 0,1 M 50 mL.
3.6.5.
Pengukuran Kuat Arus dan Tegangan Sistem MFC
Kuat arus dari sistem MFC diukur menggunakan mikroampere
analog dan tegangan dari sistem MFC diukur menggunakan multimeter
digital. Sebelum pengukuran dilakukan, mikroampere analog dan
multimeter digital dikalibrasi terlebih dahulu. Pengambilan data dilakukan
satu jam sekali selama 18 jam. Data berupa kuat arus dan tegangan akan
diolah menjadi diperoleh nilai power density (mW/m2 ), yaitu daya per
satuan luas permukaan elektroda.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
4.1.
Desain Microbial Fuel Cell
Desain alat MFC pada penelitian ini menggunakan sel elekrokimia dengan
sistem dual-chamber yang terdiri dari kompartemen katoda dan kompartemen
anoda. Sistem MFC dual-chamber termasuk sistem MFC yang paling sering
digunakan untuk menguji pengaruh dari kondisi operasi yang divariasikan
(Larrosa et al., 2009). Kedua kompartemen ini dapat menampung volume yang
sama yaitu 500 mL. Kedua kompartemen dipisahkan dengan sebuah membran
yaitu Proton Exchange Membrane (Nafion 117, Lyntech, USA) yang biasa
digunakan dalam penelitian MFC sebagai membran penukar elektron.
Membran Nafion memiliki penyusun utama fluorokarbon hidrofobik
dengan grup sulfonat (-SO3) hidrofilik yang terikat. Membran penukar proton ini
digunakan untuk memisahkan kompartemen katoda dan anoda
anoda secara fisik dalam
desain MFC untuk memberikan jalur bagi H+ dari kompartemen anoda menuju
kompartemen katoda sementara difusi oksigen pada kompartemen anoda
direstriksi. Luas membran yang terkena kontak adalah 12,56 cm2. Membran
dipreparasi sebelum dipakai untuk meningkatkan area pertukaran yang efektif dan
memaksimalkan porositas. Membran yang digunakan diapit dengan lapisan
silikon untuk mencegah membran bergeser dari posisi yang semula. Skema dari
desain MFC yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Skema Desain MFC Dual-chamber
30
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
31
Sistem MFC ini, menggunakan elektroda grafit yang berasal dari batang karbon
batu baterai berukuran A. Luas permukaan dari elektroda ini sebesar 1,46 x 10-3
m2 dengan diameter sebesar 0,762 cm dan panjang elektroda 5,715 cm. Elektroda
dipreparasi sebelum pemakaian untuk netralisasi. Kabel tembaga digunakan untuk
menghubungkan elektroda ke microampere dan multimeter.
Kemudian setelah instrument lengkap dipasang, eksperimen MFC
dijalankan dengan menutup anoda dengan plastic wrap untuk menjaga kondisi
lingkungan mikro anaerobik dan menutup kompartemen katoda dengan
alumunium foil untuk mecegah terjadinya fotodekomposisi pada larutan KMnO4.
Rangkaian MFC yang digunakan ditunjukkan dalam Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Rangkaian MFC
4.2.
Reaksi Kimia di Kompartemen Katoda dan Kompartemen Anoda
Larutan
elektrolit
yang
digunakan
pada
MFC
diletakkan
pada
kompartemen katoda. Novitasari (2011) membandingkan produksi listrik yang
dihasilkan sistem MFC dengan larutan elektrolit kalium ferisianida (K3Fe(CN)6) 1
M dan kalium permanganat (KMnO4) 1 M. Dari eksperimen tersebut, sistem MFC
yang menggunakan larutan elektrolit kalium permanganat memberikan kuat arus
dan tegangan yang lebih besar dibandingkan dengan MFC yang menggunakan
larutan elektrolit kalium ferisianida, yaitu sebesar 19% untuk kuat arus dan 12%
untuk tegangan. Nilai potensial di anoda umumnya ditentukan oleh beberapa
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
32
faktor, antara lain laju konversi substrat dan laju transfer elektron dari bakteri ke
permukaan elektroda di anoda sedangkan nilai potensial di katoda hanya
ditentukan oleh jenis akseptor elektron yang digunakan. Dengan mengasumsikan
potensial redox NAD+/NADH di anoda bernilai konstan (-0,32 V), nilai tegangan
akan bergantung sepenuhnya kepada kinerja katoda. Karena permanganat
memiliki potensial redoks yang tinggi, perbedaan potensial di anoda dan katoda
akan semakin besar sehingga energi listrik yang dihasilkan akan meningkat (You
et al., 2006).
Proton dan elektron yang berasal dari anoda digunakan untuk mereduksi
Mn7+ menjadi Mn4+. Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Guerrero-Rangel N,
2010).
MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O E0 = 1,70 V
(4.1)
Kalium permanganat juga mengalami fotodekomposisi atau terdekomposisi jika
terkena cahaya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
2KMnO4 K2MnO4 + MnO2(s) + O2
(4.2)
Maka saat eksperimen dijalankan, kompartemen katoda yang berisi elektrolit
ditutup dengan alumunium foil untuk menghindari fotodekomposisi.
Kompartemen katoda dan anoda berisi larutan buffer fosfat 0,1 M dengan
pH 7,0 yang berfungsi menyeimbangkan pH larutan di kedua kompartemen dalam
sistem MFC. Selain itu, larutan buffer fosfat juga berfungsi menambah kekuatan
ion dan konduktivitas larutan sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan nilai
power density (Min et al., 2008) dan juga menyediakan proton (Chae et al., 2008).
Kompartemen anoda MFC diisi dengan limbah yang mengandung molekul
biodegradabel dan mikroba. Mikroba yang terdapat dalam limbah tersebut
kemudian akan mengoksidasi molekul biodegradabel menghasilkan elektron,
proton dan CO2. Proton menuju ke katoda melalui larutan elektrolit sedangkan
elektron akan menempel ke anoda, kemudian mengalir melalui sirkuit listrik ke
katoda. Aliran elektron inilah yang menghasilkan daya listrik. Pada katoda
elektron, proton dan oksigen bergabung membentuk H2O. Secara umum reaksinya
dapat dituliskan dalam Persamaan 4.3. dan 4.4. :
Anoda
: Molekul biodegradabel + H2O CO2 + e- + H+
(4.3)
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
33
Katoda
: O2 + e- + H+ H2O
(4.4)
Limbah industri kedelai mengandung protein, karbohidrat dan lemak yang
merupakan senyawa biodegradabel. Senyawa ini kemudian telah terurai oleh
mikroba menjadi molekul yang lebih sederhana yang sebagian besar berupa asetat
dan senyawa gula sederhana (glukosa, sukrosa, dan sebagainya). Senyawa
sederhana inilah yang kemudian diuraikan lagi dalam sistem MFC untuk konversi
menjadi listrik. Oleh karena itu persamaan bisa dituliskan lagi sebagai berikut :
•
Gula sederhana sebagai molekul biodegradable terdegradasi seperti yang
ditunjukkan Persamaan 4.5. dan 4.6.
Anoda
: CXHYOZ + H2O CO2 + e- + H+
Katoda
: O2 + e- + H+ H2O
(4.5)
(4.6)
Molekul sederhana yang diberikan pada substrat MFC seperti asetat akan
terdegradasi (Liu et al., 2005) seperti yang ditunjukkan Persamaan 4.7 dan 4.8.
•
Asetat sebagai molekul biodegradabel
Anoda
: CH3COOH + 2H2O 2CO2 + 8e- + 8H+
Katoda
: 2O2 + 8e- + 8H+ 4H2O
4.3.
(4.7)
(4.8)
Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Variasi Substrat
Eksperimen MFC dilakukan menggunakan substrat limbah tempe model
dan limbah tempe model yang ditambahkan glukosa dengan perbandingan 1:1
(v/v). Kompartemen anoda dioperasikan tanpa menggunakan mediator elektron
(mediator-less), dimana elektron yang dihasilkan dari degradasi senyawa organik
oleh mikroba disalurkan menuju elektroda secara langsung tanpa bantuan zat
kimia tambahan. Kuat arus dan tegangan diukur selama satu siklus batch.
Tegangan yang diukur dalam penelitian MFC ini juga disebut Open Circuit
Voltage (Tegangan Sirkuit Terbuka) karena sirkuit listrik, yang dalam penelitian
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
34
ini merupakan sistem MFC, tidak diberikan beban atau hambatan listrik eksternal
seperti resistor atau lampu. Kuat arus dan tegangan yang dihasilkan sistem MFC
pada variasi substrat tersaji dalam Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Perbandingan Kuat Arus dan Tegangan pada Variasi Jenis Substrat
Data berupa kuat arus dan tegangan di atas diolah dengan Persamaan 3.1 untuk
mendapatkan nilai power density yang dapat mewakili produksi listrik yang
dihasilkan oleh sistem MFC. Power density sistem MFC dengan variasi ini
digambarkan dalam Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Produksi Listrik pada Variasi Jenis Substrat
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
35
Kedua variasi memberikan produksi listrik (dalam nilai power density)
yang besar di awal eksperimen yaitu sebesar 1,65 x 10-6 mW/m2 untuk limbah
tempe model murni dan 9,59 x 10-7 mW/m2 untuk limbah industri tempe dengan
tambahan glukosa, yang kemudian turun secara perlahan seiring berjalannya
waktu. Banyaknya senyawa organik yang dapat dikonsumsi oleh mikroba
membuat metabolisme mikroba meningkat tajam, yang diindikasikan oleh
meningkatnya produksi listrik hasil metabolisme. Perbandingan energi per satuan
luas yang dihasilkan masing-masing substrat digambarkan dalam Gambar 4.5.
0,0000018
Power Density (mW/m2)
0,0000016
0,0000014
0,0000012
Limbah Tempe Model
0,000001
0,0000008
0,0000006
Limbah Tempe Model +
Glukosa
0,0000004
0,0000002
0
Gambar 4.5. Perbandingan Power Density pada Variasi Jenis Substrat
Pada eksperimen ini, limbah tempe model menghasilkan listrik dari sistem
MFC lebih tinggi 41,85% daripada limbah industri tempe model yang
ditambahkan glukosa dengan rasio 1:1 (v/v), dengan nilai power density
maksimum 1,64 x 10-6 mW/m2. Glukosa adalah substrat yang biasa digunakan
dalam eksperimen MFC karena mudah dioksidasi oleh mikroba sehingga produksi
listrik dari sistem MFC dapat meningkat (Kim et al., 2000), namun berdasarkan
penelitian ini, penambahan glukosa pada limbah tempe model tidak meningkatkan
produksi listrik pada sistem MFC.
Penggunaan nutrisi lain seperti asetat mungkin dapat digunakan untuk
meningkatkan produksi listrik pada sistem MFC dengan substrat limbah industri
tempe. Dalam penelitian yang dilakukan Chae (2009), asetat digunakan dalam
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
36
limbah yang kaya protein sebagai
sebagai substrat. Sistem MFC yang menggunakan
substrat tersebut menghasilkan daya listrik dua kali lipat nilai maksimum
dibandingkan substrat yang hanya menggunakan limbah yang kaya protein.
Waktu
penambahan
glukosa
pada
limbah
kemungkinan
juga
mempengaruhi produksi listrik yang dihasilkan sistem MFC. Air rendaman
kacang kedelai memiliki mikroba asidifikasi alami (Winarno dan Reddy, 1986).
Spesies predominan yang bertanggung jawab atas proses asidifikasi ini adalah
Lactobacillus casei, Enterococcus faecium, Strep. dysgalactiae dan Staph.
epidermidis. Pada periode 12 – 48 jam dan suhu 28°C mikroflora alami akan
mengawali fermentasi asam laktat/asetat (Nout et al., 1990). Maka jika glukosa
yang ditambahkan tidak diikutsertakan dalam inkubasi selama 24 jam, glukosa
tersebut belum menjadi asetat yang diperkirakan dapat meningkatkan produksi
listrik pada sistem MFC seperti yang dilakukan oleh Chae (2009).
4.4.
Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Variasi Lama Waktu Inkubasi
Setelah didapatkan jenis substrat yang menghasilkan power density yang
lebih besar, yaitu limbah tempe model, dilakukan variasi waktu inkubasi.
Kompartemen anoda kembali dioperasikan tanpa menggunakan mediator elektron
tegangan diukur selama satu siklus batch. Kuat
(mediator-less). Kuat arus dan tegangan
arus dan tegangan yang dihasilkan sistem MFC pada variasi lama waktu inkubasi
tersaji dalam Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Perbandingan Kuat Arus dan Tegangan pada Variasi Lama Waktu Inkubasi
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
37
Power density sistem MFC dengan variasi lama waktu inkubasi digambarkan
dalam Gambar 4.7.
Gambar 4.7. Produksi Listrik pada Variasi Lama Waktu Inkubasi
Dari data pengamatan yang didapatkan, terlihat bahwa limbah model
dengan inkubasi 1 minggu memberikan produksi listrik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan waktu inkubasi 1 hari dan 1 bulan. Perbandingan energi per
satuan luas yang dihasilkan masing-masing substrat dengan lama waktu inkubasi
yang berbeda digambarkan dalam Gambar 4.8.
0,000002
Power Density (mW/m2)
0,0000018
0,0000016
0,0000014
0,0000012
0,000001
0,0000008
1 hari
1 minggu
1 bulan
0,0000006
0,0000004
0,0000002
0
Gambar 4.8. Perbandingan Power Density pada Variasi Lama Waktu Inkubasi
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
38
Hal ini disebabkan pada waktu inkubasi 1 minggu, konsorsium mikroba
(biofilm) yang terbentuk untuk mendegradasi senyawa organik lebih stabil
dibanding limbah dengan waktu inkubasi satu hari. Biofilm ini dibutuhkan untuk
mendegradasi substrat secara optimal (Rabaey et al., 2005).
Hasil pengamatan pada eksperimen MFC menggunakan substrat limbah
tempe model dengan lama waktu inkubasi 1 bulan menunjukkan hasil yang
berbeda. Limbah tempe model dengan waktu inkubasi 1 bulan menghasilkan
power density maksimum yang paling rendah dibandingkan substrat lainnya di
awal eksperimen, yaitu 1,4 x 10-6 mW/m2. Hal ini disebabkan kandungan senyawa
organik yang sudah terdegradasi seiring substrat diinkubasikan. Namun, limbah
dengan waktu inkubasi 1 bulan ini memberikan produksi listrik yang cukup stabil,
bahkan meningkat di jam ke 7, dari 1,39 x 10-6 mW/m2 menjadi 1,42 x 10-6
mW/m2 dan terus meningkat. Terbentuknya biofilm yang lebih stabil pada
substrat dengan waktu inkubasi yang paling lama diperkirakan membuat MFC
lebih lama memproduksi listrik. Mikroba membutuhkan waktu untuk beradaptasi
di lingkungan sekitarnya dan untuk bereproduksi sehingga dibutuhkan waktu yang
cukup lama agar terbentuk konsorsium mikroba yang stabil. Biofilm yang stabil
akan mendegradasi senyawa organik dengan sempurna sehingga produksi listrik
hasil metabolisme mikroba yang terbentuk agak kecil di awal eksperimen namun
cenderung lebih stabil seiring dengan berjalannya waktu karena kestabilan
mikroba yang mendegradasi senyawa organik dalam substrat. Namun jika terlalu
lama, maka senyawa organik yang terdapat dalam limbah akan terus terdegradasi.
Logan (2006) menyatakan jika tidak ada senyawa organik yang tersisa maka akan
menyebabkan produksi listrik turun karena tidak ada lagi senyawa untuk
dioksidasi. Selain itu, biofilm yang terus berkembang seiring berjalannya waktu
dapat menutupi elektroda (Kim et al., 2007; Nevin et al., 2008) dan meningkatkan
hambatan internal anoda (Zahara, 2011) sehingga menyebabkan penurunan nilai
power density (Kim et al., 2007).
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
39
4.5.
Hasil Pengukuran Energi Listrik pada Limbah Industri Tempe
Dari hasil eksperimen sebelumnya, didapatkan jenis substrat dan lama
waktu inkubasi substrat yang menghasilkan power density yang lebih besar, yaitu
limbah industri tempe murni tanpa tambahan dan dengan lama waktu inkubasi 1
minggu. Kedua hasil eksperimen yang optimal tersebut digunakan untuk
eksperimen MFC menggunakan limbah industri tempe. Kompartemen anoda
kembali dioperasikan tanpa menggunakan mediator elektron (mediator
(mediator-less). Data
pengamatan dibandingkan dengan data eksperimen MFC menggunakan limbah
tempe model. Kuat arus dan tegangan diukur selama satu siklus batch. Kuat arus
dan tegangan yang dihasilkan sistem MFC pada pengunaan limbah tempe model
dan limbah industri tempe tersaji dalam Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Perbandingan Kuat Arus dan Tegangan pada Limbah Tempe Model dan
Limbah Industri Tempe
Power density sistem MFC dengan pengunaan limbah tempe model dan limbah
industri tempe tersaji digambarkan dalam Gambar 4.10.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
40
Gambar 4.10. Produksi Listrik pada Limbah Tempe Model dan Limbah Industri Tempe
Produksi listrik yang dihasilkan limbah tempe model lebih besar
dibandingkan limbah industri tempe. Power density maksimum yang dihasilkan
limbah industri tempe adalah 1,95 x 10-7 mW/m2 atau sekitar 9 kali lipat lebih
rendah dibandingkan power density maksimum yang dihasilkan limbah tempe
model, yaitu 1,74 x 10-6 mW/m2. Perbandingan energi per satuan luas yang
dihasilkan masing-masing limbah sebagai substrat digambarkan dalam Gambar
4.11.
0,000002
Power Density (mW/m2)
0,0000018
0,0000016
0,0000014
0,0000012
Limbah Tempe Model
0,000001
0,0000008
Limbah Industri Tempe
0,0000006
0,0000004
0,0000002
0
Gambar 4.11. Perbandingan Power Density pada Limbah Tempe Model dan Limbah Industri
Tempe
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
41
Hal ini dikarenakan limbah industri tempe memiliki partikel padat
tersuspensi (suspended solid) yang lebih banyak dibandingkan limbah tempe
model. Partikel padat lebih banyak terdapat di limbah tempe karena banyaknya
kedelai yang digunakan dan bahan-bahan tambahan lain yang ditambahkan oleh
pabrik seperti ragi. Partikel padat ini menyebabkan difusi oksigen yang rendah
dalam kompartemen anoda dan menyebabkan oksidasi oleh akseptor elektron
yang lain, produksi biomassa, dan fermentasi (Kim et al., 2004; Lu et al., 2009).
Partikel padat yang banyak terdapat dalam limbah industri tempe juga
menghalangi perpindahan massa yang difasilitasi oleh membran penukar proton.
Kandungan nitrat yang besar dalam limbah industri tempe juga
mempengaruhi produksi listrik yang dihasilkan sistem MFC. Dalam limbah
domestik, sebagian besar nitrogen organik akan diubah menjadi amoniak pada
pembusukan anaerobik dan menjadi nitrat atau nitrit pada pembusukan aerob
(Mahida, 1986). Nitrat yang lebih banyak terkandung dalam limbah industri
tempe menjadi akseptor elektron dalam kompartemen anoda dan menyebabkan
rendahnya produksi listrik yang dihasilkan sistem MFC.
Selain itu, membran penukar proton yang digunakan juga mengambil andil
dalam turunnya produksi listrik pada penggunaan limbah industri tempe sebagai
substrat. Membran PEM semakin sulit untuk dibersihkan dari pengotor (fouling)
karena pemakaian berulang kali sebelum eksperimen ini dijalankan. Membran
PEM dengan fouling yang digunakan dalam penelitian ini digambarkan dalam
Gambar 4.12.
Gambar 4.12. Membran PEM dengan fouling
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
42
Residu KMnO4 kemungkinan besar menempel pada membran dan karena
sering digunakan, maka semakin banyak residu KMnO4 yang terakumulasi pada
permukaan membran, yang mengakibatkan luas permukaan membran efektif
mengecil dan perpindahan proton dari kompartemen anoda ke kompartemen
katoda terhambat.
Selain itu, membran PEM memiliki resistansi internal yang cukup tinggi
yang menghambat output produksi listrik pada sistem MFC. Fan (2008)
melaporkan bahwa membran PEM Nafion 117 memberikan kontribusi resistansi
internal 38 – 86% dari total resistansi internal yang terdapat dalam sistem MFC.
Peningkatan power density oleh sistem MFC menjadi tantangan utama
dalam riset MFC. Salah satu cara untuk meningkatkan power density adalah
dengan menekan resistansi internal yang disebabkan oleh hambatan atau resistansi
yang diberikan komponen-komponen yang ada dalam sistem MFC, seperti
elektroda, elektrolit, dan membran. Resistansi internal dapat ditekan dengan
memperluas area permukaan anoda dan katoda dan membran penukar proton serta
menaikkan kekuatan ionik elektrolit (Fan et al., 2008). Selain itu, peningkatan
power density juga dapat ditingkatkan dengan memperluas permukaan elektroda
agar semakin banyak elektron yang dapat ditransfer menuju elektroda dan
mengalir menuju kompartemen katoda. Maka untuk penelitian selanjutnya,
resistansi
membran
dapat
dikurangi
dengan
menjalankan
MFC
tanpa
menggunakan membran PEM dan menggunakan elektroda yang memiliki area
permukaan yang lebih luas seperti karbon aktif granular.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
1. Limbah tempe model menghasilkan listrik dari sistem MFC lebih
tinggi
41,85% daripada limbah
industri
tempe model
yang
ditambahkan glukosa dengan rasio 1:1 (v/v), dengan nilai power
density maksimum 1,64 x 10-6 mW/m2.
2. Limbah tempe model dengan waktu inkubasi 1 minggu menghasilkan
listrik lebih banyak dari sistem MFC dibanding dengan limbah industri
tempe model dengan waktu inkubasi 1 hari dan 1 bulan, yaitu dengan
nilai power density maksimum 1,74 x 10-6 mW/m2.
3. Limbah industri tempe dengan waktu inkubasi 1 minggu menghasilkan
listrik yang lebih rendah dibanding limbah tempe model dengan waktu
inkubasi yang sama, yaitu dengan nilai power density maksimum 1,95
x 10-7 mW/m2. Maka perbaikan desain MFC diperlukan agar produksi
listrik dapat ditingkatkan dan dapat diterapkan untuk menghasilkan
energi listrik yang berguna di kehidupan sehari-hari.
5.2.
Saran
Perbaikan pada desain sistem MFC dan substrat yang digunakan akan
meningkatkan
performa
MFC
dalam
menghasilkan
listrik
serta
pengamatan nilai COD dan BOD pada air limbah industri tempe sebelum
dan sesudah digunakan dalam sistem MFC dapat dilakukan untuk
menyelidiki kemampuan MFC dalam mengolah limbah.
Penggunaan elektrolit, mediator elektron atau alat elektrolisis lain
yang lebih murah dapat membuat konstruksi sistem MFC menjadi lowcost, mudah diterapkan, dan dapat menghasilkan produksi listrik yang
maksimal.
43
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
44
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, I., M. S. A. Khan. 2011. Microbial Applications in Agriculture and the
Environment: A Broad Perspective. Microbes and Microbial Technology :
Agricultural and Environtmental Applications. F. A. Iqbal Ahmad, John
Pichtel. New York, Springer: 1.
Behera, Jana. 2010. Rice mill wastewater treatment in microbial fuel cells
fabricated using proton exchange membrane and earthen pot at different pH.
Bioelectrochemistry 79: 228-233.
Cheng, Liu. 2006. Increased performance of single-chamber microbial fuel cells
using an improved cathode structure. Electrochemistry Communications 8:
489-494.
Cheng, Xing. 2010. Electricity Generation of Single-Chamber Microbial Fuel
Cells at Low Temperatures. Biosensors and Bioelectronics.
Choi, Y., E. Jung. 2004. Construction of Microbial Fuel Cells Using
Thermophilic
Microorganisms,
Bacillus
licheniformis
and
Bacillus
thermoglucosidasius. Bull. Korean Chem. Soc. 25: 813-818.
Das and Mangwani 2010. Recent developments in microbial fuel cells : a review.
Scientific & Industrial Research 69: 727-731.
Hollricher, K. 2010. Waste to Watts: With a Little Help from Tiny Power Horses.
Lab Times: 22-26.
Ieropoulos, I., J. Greenman. 2008. Microbial fuel cells based on carbon veil
electrodes: Stack configuration and scalability. International Journal Of
Energy Research.
Jain, A., E. Marsili. 2011. The Biofilm Returns: Microbial Life at the Interface.
Microbes and Microbial Technology: Agricultural and Environtmental
Applications. F. A. Iqbal Ahmad, John Pichtel. New York, Springer: 76.
Kubota, Yoochatchaval. 2010. Application of a single-chamber microbial fuel cell
(mfc)for organic wastewater treatment: influence of changes in wastewater
composition on the process performance. Sustain. Environ. Res 20: 347-351.
Li, Yao. 2007. Electricity generation using a baffled microbial fuel cell
convenient for stacking. Bioresource Technology.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
45
Liu, H., Cheng, S., Logan B. 2005. Production of Electricity from Acetate or
Butyrate Using a Single-Chamber Microbial Fuel Cell. Environ. Sci.
Technol. : 39, 658-662.
Liu, H. 2008. Microbial Fuel Cell: Novel Anaerobic Biotechnology for Energy
Generation from Wastewater. Anaerobic Biotechnology for Bioenergy
Production : Principles and Applications. S. K. Khanal. Iowa, Blackwell
Publishing: 221-243.
Logan and Regan. 2006. Electricity-producing bacterial communities in microbial
fuel cells. TRENDS in Microbiology 14: 512-518.
Lorenzo, Curtis. 2009. A single-chamber microbial fuel cell as a biosensor for
wastewaters. Water Research 43: 3145-3154.
Mathuriya and Sharma. 2010. Treatment of Brewery Wastewater and Production
of Electricity through Microbial Fuel Cell Technology. Biotechnology and
Biochemistry 6: 71-80.
Nevin, Kim. 2009. Anode Biofilm Transcriptomics Reveals Outer Surface
Components Essential for High Density Current Production in Geobacter
sulfurreducens Fuel Cells. PLoS ONE.
Patra, A. 2008. Low-Cost, Single-Chambered Microbial Fuel Cells for Harvesting
Energy and Cleansing Wastewater. Journal of the U.S. SJWP 1: 72-89.
Rabaey, K., and Verstraete, W., 2005, “Microbial fuel cells: Novel biotechnology
for energy generation” Trends. Biotech. 23, pp. 291-298.
Richter, H., K. P. Nevin. 2009. Cyclic voltammetry of biofilms of wild type and
mutant Geobacter sulfurreducens on fuel cell anodes indicates possible roles
of OmcB, OmcZ, type IV pili, and protons in extracellular electron
transfer.Energy & Environmental Science 2: 506–516.
Rozendal, Hamelers. 2006. Effects of Membrane Cation Transport on pH and
Microbial Fuel Cell Performance. Environ. Sci. Technol. 40: 5206-5211.
Said, N. I. and H. D. Wahjono. 1999. Teknologi Pengolahan Air Limbah TahuTempe dengan Proses Biofilter Anaerob dan Aerob. Diakses 4 Maret 2011.
Scott and Murano. 2007. Microbial fuel cells utilising carbohydrates. Journal of
Chemical Technology and Biotechnology 82: 92-100.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
46
Sudaryati, N. L. G., I. W. Kasa. 2007. Pemanfaatan sedimen perairan tercemar
sebagai bahan lumpur aktif dalam pengolahan limbah cair industri tahu.
Ecotrophic.
Sukkasema, Xua. 2008. Effect of nitrate on the performance of single chamber air
cathode microbial fuel cells. Water Research : 1-8.
Wang, Feng. 2008. Electricity production from beer brewery wastewater using
single chamber microbial fuel cell. Water Science & Technology 57: 11171121.
Yang, Jia. 2008. Effects of the Pt loading side and cathode-biofilm on the
performance of a membrane-less and single-chamber microbial fuel cell.
Bioresource Technology.
Yia, Nevina. 2009. Selection of a variant of Geobacter sulfurreducens with
enhanced capacity for current production in microbial fuel cells. Biosensors
and Bioelectronics 24: 3498-3503.
Zahara. 2010. Pemanfaatan Saccharomyces cerevisiae Dalam Sistem Microbial
Fuel Cell Untuk Produksi Energi Listrik.
Zhuwei, Qinghai. 2008. Electricity Generation Using Membrane-less Microbial
Fuel Cell during Wastewater Treatment. Chinese Journal of Chemical
Engineering 16:772-777.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
47
LAMPIRAN A
Perhitungan Preparasi Larutan
•
Preparasi Glukosa
Glukosa ('( )* +( )1 M sebanyak 225 mL
,-. =
..(/.)
1000
.
..-01- 5-1(6)
1, =
..
1000
.
180,16//- 2256
180
= 40.54/.
4.44
Dibutuhkan 40,54 gram glukosa untuk membuat larutan glukosa 1 M
.. =
dalam penelitian ini.
•
Preparasi Elektrolit KMnO4
Kalium permanganat (=,+> ) 1 M sebanyak 450 mL
,-. =
..(/.)
1000
.
..-01- 5-1(6)
1, =
..
1000
.
158,03//- 4506
.. =
158
= 71.16/.
2.22
Dibutuhkan 71,16 gram KMnO4 untuk membuat larutan elektrolit 1 M
dalam penelitian ini.
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
48
LAMPIRAN B
Data Produksi Listrik MFC
a. Variasi Jenis Substrat
Limbah Industri Tempe Model
Waktu
(jam)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Kuat Arus
(µA)
Tegangan
(mV)
Daya
(mW)
32.1
21
24
26
25
23
22
20.8
19
18
18
18
16
15
14.5
14.2
13.8
13.5
13.3
75
46.5
55.6
60
58.5
54
51
46
43
41
39
38
32
32.5
31
30.5
29.5
29
28.5
0.002408
0.000977
0.001334
0.00156
0.001463
0.001242
0.001122
0.000957
0.000817
0.000738
0.000702
0.000684
0.000512
0.000488
0.00045
0.000433
0.000407
0.000392
0.000379
Limbah Industri Tempe dan Glukosa
Power
Density
(mW/m2)
1.64897E-06
6.68836E-07
9.13973E-07
1.06849E-06
1.00171E-06
8.50685E-07
7.68493E-07
6.55342E-07
5.59589E-07
5.05479E-07
4.80822E-07
4.68493E-07
3.50685E-07
3.33904E-07
3.07877E-07
2.96644E-07
2.78836E-07
2.68151E-07
2.6E-07
Kuat Arus
(µA)
Tegangan
(mV)
Daya
(mW)
25
17
14.5
13.5
12
12
11
10.5
10
9.5
9
8
7.5
6.5
6
6
6
6
6
56
38.2
31.5
28.8
26.6
25
23.6
22.3
20.2
19.8
18
16
14.2
12.3
11.1
10.1
9.8
9.8
9.6
0.0014
0.0006494
0.0004568
0.0003888
0.0003192
0.0003
0.0002596
0.0002342
0.000202
0.0001881
0.000162
0.000128
0.0001065
7.995E-05
0.0000666
0.0000606
0.0000588
0.0000588
5.76E-05
Power
Density
(mW/m2)
9.58904E-07
4.44795E-07
3.12842E-07
2.66301E-07
2.1863E-07
2.05479E-07
1.77808E-07
1.60377E-07
1.38356E-07
1.28836E-07
1.10959E-07
8.76712E-08
7.29452E-08
5.47603E-08
4.56164E-08
4.15068E-08
4.0274E-08
4.0274E-08
3.95E-08
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
49
b. Variasi Lama Waktu Inkubasi
Inkubasi 1 hari
Waktu
(jam)
Kuat
Arus
(µA)
0
32.1
75
1
2
3
4
5
6
21
24
26
25
23
22
46.5
55.6
60
58.5
54
51
7
8
9
10
11
20.8
19
18
18
18
46
43
41
39
38
12
13
14
15
16
17
16
15
14.5
14.2
13.8
13.5
13.3
32
32.5
31
30.5
29.5
29
28.5
18
Tegangan
(mV)
Inkubasi 1 minggu
Power
Density
(mW/m2)
Kuat
Arus
(µA)
0.002408
1.65E-06
33.4
76.1
0.000977
0.001334
0.00156
0.001463
0.001242
0.001122
6.69E-07
9.14E-07
1.07E-06
1E-06
8.51E-07
7.68E-07
33
32
30
29
28
26.8
68.4
68
66.8
55
50
48
0.000957
0.000817
0.000738
0.000702
0.000684
6.55E-07
5.6E-07
5.05E-07
4.81E-07
4.68E-07
26
24
23
21.6
18
43
39.7
37
35.2
33.4
0.000512
0.000488
0.00045
0.000433
0.000407
0.000392
0.000379
3.51E-07
3.34E-07
3.08E-07
2.97E-07
2.79E-07
2.68E-07
2.6E-07
16
15
14
14
14
14.3
14.5
32
31.4
29
29.1
29.1
29.6
29.2
Daya
(mW)
Tegangan
(mV)
Inkubasi 1 bulan
Power
Density
(mW/m2)
Kuat
Arus
(µA)
Tegangan
(mV)
Daya
(mW)
0.002542
1.74E-06
29.5
69.8
0.002059
1.41E-06
0.002257
0.002176
0.002004
0.001595
0.0014
0.001286
1.55E-06
1.49E-06
1.37E-06
1.09E-06
9.59E-07
8.81E-07
16
13
11.5
10.5
10
10
35
27.7
23.6
22
20.7
20.3
0.00056
0.00036
0.000271
0.000231
0.000207
0.000203
3.84E-07
2.47E-07
1.86E-07
1.58E-07
1.42E-07
1.39E-07
0.001118
0.000953
0.000851
0.00076
0.000601
7.66E-07
6.53E-07
5.83E-07
5.21E-07
4.12E-07
10
10
10
10
10.1
20.8
20.9
20.9
21.1
21.5
0.000208
0.000209
0.000209
0.000211
0.000217
1.42E-07
1.43E-07
1.43E-07
1.45E-07
1.49E-07
0.000512
0.000471
0.000406
0.000407
0.000407
0.000423
0.000423
3.51E-07
3.23E-07
2.78E-07
2.79E-07
2.79E-07
2.9E-07
2.9E-07
10
10
10
10
9.8
9.8
9.8
21.5
21.3
21.4
21.8
21.8
22
22
0.000215
0.000213
0.000214
0.000218
0.000214
0.000216
0.000216
1.47E-07
1.46E-07
1.47E-07
1.49E-07
1.46E-07
1.48E-07
1.48E-07
Daya
(mW)
Power
Density
(mW/m2)
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
50
c. Penambahan Limbah Industri Tempe
Limbah Tempe Model
Waktu
(jam)
Limbah Industri Tempe
Kuat Arus
(µA)
Tegangan
(mV)
Daya
(mW)
0
33.4
76.1
0.002542
Power
Density
(mW/m2)
1.74E-06
Kuat Arus
(µA)
Tegangan
(mV)
Daya
(mW)
12
23.7
0.000284
Power
Density
(mW/m2)
1.95E-07
1
2
3
4
5
6
33
32
30
29
28
26.8
68.4
68
66.8
55
50
48
0.002257
0.002176
0.002004
0.001595
0.0014
0.001286
1.55E-06
1.49E-06
1.37E-06
1.09E-06
9.59E-07
8.81E-07
11.5
9.5
8
7.6
7.5
7.5
23.7
18.6
18.4
18.1
18
18
0.000273
0.000177
0.000147
0.000138
0.000135
0.000135
1.87E-07
1.21E-07
1.01E-07
9.42E-08
9.25E-08
9.25E-08
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
26
24
23
21.6
18
16
15
14
14
14
14.3
14.5
43
39.7
37
35.2
33.4
32
31.4
29
29.1
29.1
29.6
29.2
0.001118
0.000953
0.000851
0.00076
0.000601
0.000512
0.000471
0.000406
0.000407
0.000407
0.000423
0.000423
7.66E-07
6.53E-07
5.83E-07
5.21E-07
4.12E-07
3.51E-07
3.23E-07
2.78E-07
2.79E-07
2.79E-07
2.9E-07
2.9E-07
7.4
7.2
7.2
7
5.5
5.3
5.3
5
5
5
5
5
17.5
17.3
17.2
15.5
10.4
10.3
9.9
9.8
9.7
9.7
9.5
9.7
0.00013
0.000125
0.000124
0.000109
5.72E-05
5.46E-05
5.25E-05
0.000049
4.85E-05
4.85E-05
4.75E-05
4.85E-05
8.87E-08
8.53E-08
8.48E-08
7.43E-08
3.92E-08
3.74E-08
3.59E-08
3.36E-08
3.32E-08
3.32E-08
3.25E-08
3.32E-08
Universitas Indonesia
Produksi energi..., Ester Kristin, FT UI, 2012
Download