Pengelolaan Barang Sitaan, Temuan dan Rampasan I. Latar Belakang Dalam pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana umum maupun pidana khusus, seperti kasus korupsi seringkali penyidik harus melakukan upaya paksa dalam bentuk penyitaan barang atau benda yang dimiliki oleh tersangka karena akan dijadikan sebagai alat bukti. Akhir-akhir ini pula kita sering mendengar berita diberbagai media massa mengenai hilangnya barang bukti, penyalahgunaan barang bukti yang telah disita seperti dijual oleh oknum aparat penegak hukum. Permasalahan atau penyimpangan dalam pengelolaan barang bukti/barang sitaan dan barang rampasan oleh oknum penegak hukum sebenarnya ibarat fenomena gunung es. Sebelumnya muncul kasus-kasus sejenis, namun sayangnya kasus–kasus penyalahgunaan barang bukti/barang sitaan seperti ini hanya selesai pada pemberian sanksi administratif berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Ini menimbulkan pertanyaan bagaimana sebenarnya barang bukti atau barang sitaan tersebut dikelola oleh aparat penegak hukum, khususnya pihak Kejaksaan. II. Pengertian Barang Sitaan, Temuan dan Rampasan Penyitaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan menyita atau pengambilan milik pribadi oleh pemerintah tanpa ganti rugi. Proses penegakan hukum mengesahkan adanya suatu tindakan berupa penyitaan. Oleh karenanya penyitaan merupakan tindakan hukum berupa pengambil alihan dari penguasaan untuk sementara waktu barang-barang dari tangan seseorang atau kelompok untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan. Pengertian Penyitaan itu sendiri dirumuskan dalam Pasal 1 Angka 16 KUHAP yang berbunyi: "Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penunjukan dan peradilan". Tindakan penyitaan disyahkan oleh undang-undang guna kepentingan acara pidana namun tidak boleh dilakukan dengan semena-mena tetapi dengan cara-cara yang telah ditetapkan atau ditentukan oleh undang-undang tidak boleh melanggar hak asasi manusia. Tujuan penyitaan adalah untuk kepentingan "pembuktian" terutama ditujukan sebagai barang bukti dimuka sidang peradilan. Kemungkinan besar tanpa barang bukti perkara tidak dapat diajukan ke sidang pengadilan, oleh karena itu agar perkara lengkap dengan barang bukti penyidik melakukan Sie Infokum – Ditama Binbangkum 1 penyitaan untuk dipergunakan sebagai barang bukti dalam penyidikan, dalam penuntutan dan dalam pemeriksaan persidangan pengadilan. Dalam Pasal 39 KUHAP itu sendiri telah menggariskan "prinsip hukum" dalam penyitaan benda yang memberi batasan tentang benda yang dapat dikenakan penyitaan. Benda/Barang Sitaan 1. Barang Sitaan atau Benda Sitaan sebagai Pidana Tambahan (menurut Pasal 10 KUHP) Jan Remmelink berpendapat bahwa benda sitaan mempunyai lingkup yang terbatas yakni hanya menyangkut pada harta benda atau kekayaan (vermogenstraaf)1. Bahkan dalam Straftrecht (Sr) turut diatur dalam Pasal 33 bahwa benda yang dapat disita diantaranya mencakup : a. benda yang dimiliki oleh terpidana secara keseluruhan maupun sebagian yang dipergunakan sendiri atau diperolehnya dari perbuatan kejahatan; b. benda yang dipergunakan untuk kejahatan; c. benda dengan bantuan untuk perbuatan kejahatan; d. benda dengan bantuan untuk menghalangi penyidikan; e. benda yang akan digunakan untuk perbuatan kejahatan; dan f. hak atas kebendaan2. Maka hal ini bisa terjadi peralihan kepemilikan dari personal ke negara. Penyitaan terhadap benda merupakan bagian dari pidana tambahan bagi pelaku pidana diantaranya adalah dengan perampasan barang-barang tertentu, hal ini sangat jelas sekali diatur dalam Pasal 10 KUHP. Menurut R. Sugandhi bahwa barang rampasan tersebut termasuk pula binatang, selain itu diantaranya adalah berupa barang3: a. Yang diperoleh dengan kejahatan misalnya uang palsu misalnya uang palsu yang diperoleh dengan melakukan kejahatan memalsukan uang, kejahatan suap dan lain–lain. Apabila diperoleh dengan pelanggaran, barang-barang itu hanya dapat dirampas dalam hal–hal yang ditentukan misalnya perbuatan: 1) Ternak di lahan orang lain (Pasal 549 ayat (2)); 2) pembuatan uang palsu (Pasal 519 ayat (2)); dan 3) berburu tanpa izin (Pasal 502 ayat (2)). b. Yang dengan sengaja dipakai untuk melakukan kejahatan, misalnya; golok atau senjata api yang dipakai untuk melakukan pembunuhan 1 Jan Remmelink. Hukum Pidana: Komentar atas Pasal – Pasal Terpenting dari Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Indonesia. Gramedia. Jakarta. 2003. Hal 499. 2 Jan Remmelink. Hukum Pidana: Komentar atas Pasal – Pasal Terpenting dari Kitab Undang–Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Indonesia. Gramedia. Jakarta. 2003. Hal 500. 3 R. Sugandhi. KUHP dan Penjelasannya. Usaha Nasional. Surabaya. 1981. Hal 46. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 2 dengan sengaja, alat–alat yang dipakai untuk menggugurkan kandungan dan sebagainya. Barang-barang ini dapat dirampas juga, akan tetapi harus memenuhi syarat-syarat bahwa barang-barang itu kepunyaan terhukum dan digunakan untuk melakukan kejahatankejahatan dengan sengaja. Dalam hal kejahatan-kejahatan tidak dengan sengaja dan pelanggaran-pelanggaran, maka barang-barang itu hanya dapat dirampas apabila ditentukan dengan khusus misalnya dalam perbuatan: 1) penggunaan barang-barang yang berbahaya (Pasal 205 ayat (3)); 2) berburu tanpa izin (Pasal 502 ayat (2)); 3) pembuatan uang palsu (Pasal 519 ayat (2)); dan 4) Ternak di lahan orang lain (Pasal 549 ayat (2)). R. Sugandhi juga menegaskan bahwa barang-barang yang disita merupakan milik terhukum. Kepemilikan disini dapat dimaksudkan bahwa masih milik terhukum disaat peristiwa pidana dilakukan atau pada waktu perkara diputus. 2. Benda sitaan untuk keperluan proses peradilan Barang sitaan yang dalam ketentuan acara pidana juga disebut dengan benda sitaan demikian yang diatur dalam Pasal 1 angka 4 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana. Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP, lingkup dari barang sitaan tersebut adalah: a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana; b. benda yang telah dipergunakan secara Iangsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; dan e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Selain itu dalam ayat (2) menyebutkan pula bahwa benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1). Barang sitaan yang dalam ketentuan acara pidana juga disebut dengan benda sitaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 4 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, yaitu “benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan”. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 3 Dalam Peraturan Menteri Kehakiman RI No. M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan, memberi pengertian benda sitaan dan barang rampasan, yaitu: 1. Benda Sitaan/Benda Sitaan Negara (disingkat Basan) adalah benda yang disita oleh penyidik, penuntut umum atau pejabat yang karena jabatannya mempunyai wewenang untuk menyita barang guna keperluan barang bukti dalam proses peradilan. 2. Barang Rampasan/Barang Rampasan Negara (disingkat baran) adalah barang bukti yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dirampas untuk Negara yang selanjutnya dieksekusi dengan cara: a. b. c. d. dimusnahkan; dilelang untuk negara; diserahkan kepada instansi yang ditetapkan untuk dimanfaatkan; dan diserahkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan (RUPBASAN) untuk barang bukti dalam perkara lain. Sedangkan Barang Temuan adalah barang-barang hasil temuan yang diduga berasal dari tindak pidana dan setelah diumumkan dalam jangka waktu tertentu tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Batasan Benda/Barang yang Dapat Disita Pasal 39 KUHAP sebenarnya telah menggariskan prinsip hukum dalam penyitaan benda yang memberi batasan tentang benda yang dapat dikenakan penyitaan. Pasal 39 KUHAP memuat : • Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; • Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan; • Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; • Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana; • Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan; • Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit, dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana. Dalam Pasal 40 KUHAP, memberi wewenang kepada penyidik untuk menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti dalam hal tertangkap tangan dan juga penyidik berwenang menyita paket atau surat atau benda pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh Kantor Pos dan Telekomunikasi, Jawatan atau Perusahaan Komunikasi atau Pengangkutan sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal dari padanya Sie Infokum – Ditama Binbangkum 4 dan untuk itu padanya harus diberikan surat tanda penerimaan (Pasal 41 KUHAP). Penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut Undang-undang untuk merahasiakannya sepanjang tidak menyangkut rahasia negara hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas ijin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat kecuali Undang-undang menentukan lain, ini diatur dalam Pasal 43 KUHAP. Jenis-jenis benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah : a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana (Pasal 39 ayat (1 ) huruf a KUHAP ) b. Paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atan pengirimannya dilakukan oleh Kantor Pos atau Telekomunikasi, Jawatan atau Perusahaan Komunikasi atau Pengangkutan sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal dari padanya (Pasal 41 KUHAP). c. Surat atan tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undangundang untuk merahasiakannya sepanjang tidak menyangkut rahasia negara (Pasal 43 KUHAP ) d. Benda terlarang seperti senjata api tanpa ijin, bahan peledak, bahan kimia tertentu, narkoba, buku atau majalah dan film porno, uang palsu. Benda/Barang Sitaan menjadi bagian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1997 tanggal 7 Juli 1997 tentang Jenis Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yakni menjelaskan poin-poin jenis-jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kejaksaan Agung, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan dari penjualan barang rampasan; 2. Penerimaan dari penjualan hasil sitaan/rampasan; 3. Penerimaan dari ganti rugi dan tindak pidana korupsi; 4. Penerimaan biaya perkara; 5. Penerimaan lain-lain, berupa uang temuan, hasil lelang barang temuan dan hasil penjualan barang; 6. Bukti yang tidak diambil oleh yang berhak; dan 7. Penerimaan denda. III. Pengaturan 1. Dasar pengaturan dalam KUHP Mengenai barang-barang yang dapat disita adalah dari perbuatan kejahatan yang disengaja, dalam penjelasan dalam Pasal 39 KUHP turut menjelaskan bahwa barang sitaan dalam kondisi tertentu ada yang bersifat fakultatif (boleh dirampas) dan imperatif (harus dirampas).4 Ada penekanan pula barang-barang yang boleh dirampas misalkan mobil yang 4 R. Sugandhi. Loc., Cit. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 5 dibeli dari uang hasil tindak kejahatan meskipun bersifat tidak langsung sebagaimana yang diuraikan dalam Putusan MA No. 12 K/Kr 1960 pada tanggal 13 November 1962.5 Selain itu dalam HR 2 Juni 1933 turut pula menyebutkan hal yang sama yakni barang-barang yang dibeli dari hasil kejahatan.6 Begitupula dengan badan hukum yang berbentuk firma maupun persero meskipun dalam kepemilikan tidak dimiliki secara keseluruhan.7 2. Dalam KUHAP a. Terkait tempat penyimpanan Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara8, demikianlah yang ditegaskan dalam Pasal 44 Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana. Menurut PP 27 Tahun 1983, Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara selanjutnya disebut RUPBASAN9 adalah tempat benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan. RUPBASAN dibawah tanggung jawab Direktorat Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, yang sejajar dengan Rutan dan Lapas. Hal tersebut merupakan pelaksanaan dari Pasal 44 ayat (2) yang menyebutkan bahwa penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga. b. Penyitaan oleh Penyidik Proses awal penyitaan hanya bisa dilakukan oleh penyidik dengan berdasarkan pada surat izin Ketua Pengadilan Negeri, hal tersebut diatur dalam Pasal 38 ayat (1) KUHAP. Kemudian dalam ayat (2) menyebutkan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya. c. Hal khusus, terkait pelelangan benda sitaan 5 R. Soenarto Soerodibroto. KUHP dan KUHAP. Rajawali Pers. Jakarta. 2003. Hal 34. Ibid. Hal 35. HR pada tanggal 16 Desember 1918. Ibid. Hal 36. 8 Pasal 44 KUHAP. 9 Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara,atau disingkat RUPBASAN adalah tempat benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan. Rupbasan didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk pula Cabang RUPBASAN. Di dalam Rupbasan ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim. Ketentuan tentang RUPBASAN dapat dilihat dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 34 PP Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana 6 7 Sie Infokum – Ditama Binbangkum 6 Menurut Pasal 45, pelelangan dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: melakukan dengan 1) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat bekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut: a) apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya; b) apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual yang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya. 2) Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti. 3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dan benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan. d. Pengembalian Benda Sitaan Pengembalian benda sitaan diatur dalam Pasal 46, yaitu: 1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila: a) kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; b) perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; c) perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana. 2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagal barang bukti dalam perkara lain. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 7 e. Apabila benda tersebut adalah surat maka diperlukan untuk pemeriksaan surat, sebagaimana yang diatur Pasal 47 dan Pasal 48, yaitu sebagai berikut: Pasal 47 antara lain menyebutkan: 1) Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan jika benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa, dengan izin khusus yang diberikan untuk itu dari ketua pengadilan negeri. 2) Untuk kepentingan tersebut. penyidik dapat meminta kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain untuk menyerahkan kepadanya surat yang dimaksud dan untuk itu harus diberikan surat tanda penerimaan. selanjutnya Pasal 48 mengatur bahwa: 1) Apabila sesudah dibuka dan diperiksa, ternyata bahwa surat itu ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa, surat tersebut dilampirkan pada berkas perkara. 2) Apabila sesudah diperiksa ternyata surat itu tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut, surat itu ditutup rapi dan segera diserahkan kembali kepada kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah dibuka oleh penyidik" dengan dibubuhi tanggal, tanda tangan beserta identitas penyidik. 3) Penyidik dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan isi surat yang dikembalikan itu. 3. Terkait Tindak Pidana dan Pelanggaran Administrasi Kepabeanan dan Cukai a. Dalam hal barang rampasan atau barang yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal, dijual dimuka umum: 1) Salinan Berita Acara Penangkapan atau Berita Pemeriksaan mengenai barang atau tindak pidana yang tertangkap; 2) Salinan Keputusan Hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau Keputusan Menteri Keuangan tentang penjualan barang yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal; 3) Tembusan/Rekaman/fotocopy bukti penyetoran hasil penjualan dimuka umum ke Kas Negara (Setoran bukan Pajak/SSBP) yang telah ditandasahkan oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara setempat; 4) Uraian tentang jasa orang-orang yang dimohonkan uang ganjaran; 5) Jumlah uang ganjaran yang dimohon; dan 6) Tembusan Berita Acara Lelang dari Kantor Lelang Negara. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 8 b. Dalam hal barang, rampasan diberi tujuan lain atau dimusnahkan : 1) Salinan Berita Acara Penangkapan atau Berita Acara Pemeriksaan mengenai barang atau tindak pidana yang tertangkap; 2) Salinan Keputusan Hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti; 3) Uraian tentang jasa orang-orang yang dimohonkan uang ganjaran; dan 4) Salinan Ketetapan Menteri Keuangan mengenai nilai/harga barangbarang yang dirampas negara untuk diberikan tujuan lain atau dimusnahkan. IV. Pengelolaan Benda Sitaan Pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN) Telah diuraikan sebelumnya bahwa berdasarkan Pasal 44 KUHAP, maka benda sitaan disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN). Dalam RUPBASAN, penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.04.PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Tata Kerja Rumah Tahanan dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, tugas pokok RUPBASAN adalah “Melakukan penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan negara”. Melakukan penyimpanan benda sitaan negara dan barang rampasan negara berarti melakukan perbuatan menyimpan atau menaruh di tempat yang aman supaya jangan rusak atau hilang atau berkurang benda dan barang tersebut. Kata penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik baiknya mengandung arti bahwa benda tersebut senantiasa dipertahankan keutuhannya. Penyimpanan dilakukan dengan baik dan tertib sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) pengelolaan benda sitaan negara dan barang rampasan negara sehingga sewaktu-waktu dibutuhkan oleh yang berkepentingan mudah dan cepat mendapatkannya. Melakukan pemeliharaan benda sitaan negara dan barang rampasan negara berarti merawat benda dan barang tersebut agar tidak rusak serta tidak berubah kualitas maupun kuantitasnya sejak penerimaan sampai dengan pengeluarannya. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut RUPBASAN mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Melakukan pengadministrasian benda sitaan dan barang rampasan negara; 2. Melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaan dan barang rampasan negara; 3. Melakukan pengamanan dan pengelolaan RUPBASAN; dan 4. Melakukan urusan surat-menyurat dan kearsipan. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 9 Secara struktural dan organisatoris, RUPBASAN dikelola oleh Kementerian Kehakiman melalui Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Hal ini diatur dalam PP No. 27 Tahun 1983. RUPBASAN dipimpin oleh Kepala RUPBASAN yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Pasal 31 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1983) sehingga tanggung jawab fisik dan administrasi atas benda sitaan ada pada Kepala RUPBASAN (Pasal 30 ayat (3), Pasal 32 ayat (1) PP No. 27 tahun 1983). Dasar hukum pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan negara adalah : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP; 3. Peraturan Menteri Kehakiman Nomor : M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara; 4. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.04.PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja RUTAN dan RUPBASAN; 5. Keputusan Menteri Kehakirnan dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M. 01.PR.07.10 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Rl; dan 6. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : E1.35.PK.03.10 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Pelaksanaan Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara berazaskan kepada : 1. Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; 2. Pengayoman dan Perlindungan Hak Asasi Manusia; 3. Peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan; dan 4. Praduga tak bersalah untuk menjamin keutuhan barang bukti. Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara adalah tugas Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara selaku Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan sehingga dapat menunjang proses peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, mengandung aspek pelayanan, pengamanan, pemeliharaan agar keutuhan barang bukti tetap terjamin. Pengelolaan Barang Sitaan Negara (Basan) dan Barang Rampasan Negara (Baran) di RUPBASAN adalah suatu rangkaian kegiatan yang merupakan suatu sistem dimulai sejak proses penerimaan sampai pada pengeluaran Basan dan Baran. Rangkaian kegiatan tersebut meliputi : 1. Penerimaan, penelitian, penilaian, pendaftaran dan penyimpanan Basan dan Baran; 2. Pemeliharaan Basan dan Baran; Sie Infokum – Ditama Binbangkum 10 3. Pemutasian Basan dan Baran; 4. Pengeluaran dan Penghapusan Basan dan Baran; dan 5. Penyelamatan dan Pengamanan Basan dan Baran. Kegiatan pengelolaan Basan dan Baran secara lebih rinci meliputi : 1. Penerimaan a. Penerimaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara (Basan dan Baran) di RUPBASAN wajib didasarkan pada surat-surat yang sah; b. Penerimaan Basan dan/atau Baran dilakukan oleh petugas penerima; c. Petugas Penerima segera memeriksa sah tidaknya surat-surat yang melengkapinya dan mencocokkan jenis, mutu, macam dan jumlah Basan dan Baran yang diterima sebagaimana tertulis dalam surat-surat tersebut; d. Selanjutnya petugas penerima mengantarkan Basan dan Baran berikut surat-suratnya kepada petugas peneliti; e. Terhadap Basan dan Baran yang tidak bergerak, petugas penerima setelah memeriksa surat-surat lalu mencocokkannya dan pemotretan ditempat mana barang bukti itu berada bersama-sama dengan petugas peneliti dan petugas yang menyerahkan; dan f. Setelah Pemeriksaan, pencocokan, pemotretan selesai, petugas Peneliti, membuat berita acara penelitian dengan dilampiri spesifikasi; hasil identifikasi Basan dan Baran dan petugas penerima membuat berita acara serah terima, kemudian mengantarkan Basan dan Baran kepada petugas pendaftaran. 2. Penelitian dan Penilaian a. Petugas peneliti melakukan penelitian, penilaian, pemeriksaan dan penaksiran tentang keadaan, jenis, mutu, macam dan jumlah. Basan dan Baran dengan disaksikan oleh petugas yang menyerahkan; b. Penelitian, penilaian, pemeriksaan dan penaksiran dilaksanakan da!am ruangan khusus serta wajib dilakukan oleh petugas peneliti; c. Terhadap Basan dan Baran tertentu dilakukan pemotretan untuk kelengkapan alat bukti; dan d. Berita acara serah terima ditandatangani, setelah selesai melakukan penelitian, penilaian dan identifikasi Basan dan Baran. 3. Pendaftaran a. Petugas pendaftaran meneliti kembali sah tidaknya surat-surat penyitaan atau surat penyerahan beserta berita acara penelitian Basan dan Baran dan mencocokkan dengan barang bukti yang bersangkutan; b. Mencatat dan mendaftarkan Basan dan Baran sesuai dengan tingkat pemeriksaan; dan c. Setelah selesai dicatat dan didaftar petugas pendaftaran menyerahkan Basan dan Baran tersebut kepada petugas penyimpanan. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 11 4. Penyimpanan a. Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara yang baru diterima disimpan berdasarkan tingkat pemeriksaan, tempat penyimpanan dan jenisnya. b. penyimpanan berdasarkan tingkat pemeriksaan adalah : 1) Tingkat Penyidikan; 2) Tingkat Penuntutan; 3) Tingkat Pengadilan Negeri; 4) Tingkat Pengadilan Tinggi atau Banding; dan 5) Tingkat Mahkamah Agung (Kasasi). c. penyimpanan berdasarkan tempat resiko adalah : 1) Basan dan Baran Umum; 2) Basan dan Baran Berharga; 3) Basan dan Baran Berbahaya; 4) Basan dan Baran Terbuka; dan 5) Basan dan Baran Hewan Ternak. d. penyimpanan berdasarkan jenisnya adalah : 1) Kertas; 2) Logam; 3) Non logam; 4) Bahan kimia dan obat-obatan terlarang; 5) Peralatan listrik elektronik; 6) Peralatan bermesin mekanik; 7) Berbentuk gas; 8) Alat-alat rumah tangga; 9) Bahan makanan dan minuman; 10) Tumbuh-tumbuhan atau tanaman; 11) Hewan ternak; 12) Rumah, bangunan gedung; 13) Tanah; 14) Kapal laut dan kapal udara. e. terhadap Basan dan Baran yang tidak disimpan di RUPBASAN, dititipkan oleh Kepala RUPBASAN kepada Instansi atau badan Organisasi yang berwenang atau yang kegiatannya bersesuaian. f. terhadap Basan dan Baran yang dipinjam oleh pihak peradilan dan diserahkan kembali ke RUPBASAN wajib dilakukan penelitian ulang, penilaian, pemeriksaan dan penyimpanan. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 12 5. Pemeliharaan Kepala RUPBASAN bertanggung jawab atas pemeliharaan keutuhan jenis, mutu, macam dan jumlah basan baran. Pelaksanaan tugas sehari-hari dilaksanakan oleh petugas pemeliharaan yang wajib : a. mengadakan pengawasan dan pemeriksaan secara berkala terhadap Basan dan Baran; b. memperhatikan Basan dan Baran yang memerlukan pemeliharaan khusus; c. mencatat dan melaporkan apabila terjadi kerusakan atau penyusutan basan baran. Tugas Pemeliharaan meliputi : a. menjaga keutuhan barang bukti guna kepentingan proses peradilan pidana; b. usaha untuk mempertahankan mutu, jumlah dan kondisi Basan dan Baran agar tetap terjamin keutuhan dan keasliannya; c. mengadakan stok opname terhadap seluruh Basan dan Baran secara periodik. 6. Pemutasian Pemutasian Basan dan Baran meliputi : a. Mutasi administratif; dan b. Mutasi fisik. Pemutasian Basan dan Baran didasarkan pada surat permintaan dari pejabat yang bertanggung jawab menurut tingkat pemeriksaan yaitu : a. Surat permintaan atau surat perintah pengambilan dari instansi yang menyita; b. Surat permintaan penuntut umum; dan c. Surat penetapan atau putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap. 7. Pengeluaran dan Penghapusan Dasar pelaksanaan pengeluaran/penghapusan adalah : a. Surat putusan/penetapan pengadilan; b. Surat perintah penyidik/penuntut umum; dan c. Surat permintaan dari instansi yang bertangung jawab secara yuridis. Tugas pengeluaran ada 3 (tiga) macam : a. Pengeluaran sebelum adanya putusan pengadilan meliputi kegiatan : 1) Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; 2) Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; 3) Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum; Sie Infokum – Ditama Binbangkum 13 4) Pengeluaran Basan melalui tindakan jual lelang yang dilakukan oleh penyidik, penuntut umum terhadap Basan yang mudah rusak, membahayakan, biaya penyimpanan tinggi; hasil lelang barang bukti tersebut berupa uang disimpan di RUPBASAN untuk dipakai sebagai barang bukti; dan 5) Pengeluaran Basan atas permintaan pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis. b. Pengeluaran setelah adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap : 1) kembali kepada yang paling berhak; 2) dirampas untuk kepentingan negara dengan dimusnahkan, dan atau diserahkan kepada berkepentingan berdasarkan putusan pengadilan. cara dilelang, instansi yang c. Pengeluaran yang dilakukan setelah proses penghapusan. Pelaksanaan penghapusan basan baran berdasarkan atas usul Kepala RUPBASAN karena adanya kerusakan, penyusutan, kebakaran, bencana alam, pencurian, barang temuan, barang bukti tidak diambil. 8. Penyelamatan dan Pengamanan Tugas pokok penyelamatan dan pengamanan RUPBASAN adalah : a. Menjaga agar tidak terjadi pengrusakan, pencurian, kebakaran, kebanjiran, atau karena adanya gangguan bencana alam lainnya; b. Melakukan keamanan; pengamanan c. Memelihara, mengawasi, RUPBASAN; dan terhadap dan gangguan menjaga keselamatan barang-barang dan inventaris d. Melaksanakan administrasi keselamatan dan keamanan RUPBASAN. Sasaran penyelamatan dan pengamanan diarahkan pada RUPBASAN yang meliputi : a. Basan dan Baran; b. Pegawai; c. Bangunan dan perlengkapan; d. Aspek-aspek ketatalaksanaan; dan e. Lingkungan sosial atau masyarakat luar. 9. Pelaporan Untuk kepentingan pengawasan dan pengendalian semua kegiatan pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara harus dilaporkan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan tembusannya kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 14 10.Pengeluaran Akhir Pengeluaran akhir Basan dan Baran laporannya disampaikan pada instansi yang berkepentingan, tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Kejadian Luar Biasa Dalam hal terjadi peristiwa yang luar biasa, segera dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan instansi-instansi yang berkepentingan melalui telepon atau dengan cara lain dan kemudian segera disusuli dengan laporan lengkap secara tertulis. V. Penutup Banyaknya aset, benda ataupun barang yang disita dari terdakwa kasus-kasus pidana khususnya tindak pidana korupsi oleh aparat penegak hukum yang masih belum dikelola dengan baik, artinya aset tersebut telah disita atau diambil begitu saja dari terdakwa, namun tidak dikelola dengan sebagaimana mestinya. Selama ini sudah ada lembaga yang dinamakan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN), sebagaimana telah diatur dalam UU NO. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, dan Peraturan Menteri Kehakiman Nomor : M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, tapi itu tidak termanfaatkan. Barang/benda yang disita semuanya disimpan di kantor kepolisian atau kantor kejaksaan, padahal kalau disimpan dan dibiarkan begitu saja tanpa dikelola dengan baik maka akan ada penurunan nilainya. Dalam RUPBASAN, penyimpanan benda sitaan seharusnya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga. Masih adanya benda-benda sitaan yang hilang atau raib dapat menjadi acuan untuk perbaikan proses pelaksanaan benda sitaan sebagai pidana tambahan. Bahkan saat ini pengelolaan benda sitaan belum dilakukan secara transparan meskipun telah dimasukkan sebagai salah satu pemasukan non pajak. Fungsi RUPBASAN sebagai institusi seharusnya menjadi satu kesatuan dalam sistem peradilan pidana. Serta adanya proses pelaporan yang transparan ke publik mengenai pengelolaan benda sitaan atau barang rampasan agar mekanisme awal yang sudah berjalan tidak akan berakhir siasia. Sie Infokum – Ditama Binbangkum 15 Oleh karenanya, untuk pengelolaan atas aset sitaan yang terpenting adalah barang yang telah disita atau diputus pengadilan harus benar-benar dikelola dengan baik oleh para penegak hukum yang terkait, dan kalau memang harus dijual tentunya akan memberikan keuntungan bagi negara bukan orang yang menyita, sehingga penerimaan negara dari barang sitaan yang sudah in kracht namun belum dilelang tidak akan berpotensi hilang. Sumber : 1. R. Sugandhi. KUHP dan Penjelasannya. Usaha Nasional. Surabaya. 1981; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP; 4. Jan Remmelink, Hukum Pidana: Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Gramedia. Jakarta. 2003; 5. Peraturan Menteri Kehakiman Nomor : M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara; 6. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.04.PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja RUTAN dan RUPBASAN; 7. http://id.wikipedia.org/.../Rumah_Penyimpanan_Benda_Sitaan_Negara; 8. http://reformasikuhp.org/opini/wp-content/uploads/2008/.../benda-sitaan.pdf, Sitaan: Penting Tetapi Kurang Populer” oleh Melly Setyawati; 9. http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1252:barang-sitaankasus-korupsi-tidak-dikelola-dengan-baik&catid=14:medan&Itemid=27. Sie Infokum – Ditama Binbangkum “Tentang Benda 16