Komunikasi Antar Budaya Tjong A Fie

advertisement
Komunikasi Antar Budaya Tjong A Fie
(Studi Biografi Gaya Komunikasi Tjong A Fie Dalam
Komunikasi Antar Budaya)
Johnvic Chandra
090904101
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Aktivitas Komunikasi Antar Budaya Tjong A Fie yakni
sebuah Studi Biografi Gaya Komunikasi Tjong A Fie dalam Komunikasi Antar
Budaya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dan mengetahui kisah
hidup sosok legendaris Tjong A Fie, khususnya bagaimana cara beliau dalam
melakukan hubungan-hubungan antarbudaya melalui komunikasi. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Gaya Komunikasi, Teori Komunikasi
Antar Budaya, Teori Identitas Sosial karya Henry Tajfel dan Teori Komunikasi
Verbal dan Nonverbal. Data penelitian dibagi menjadi dua yakni data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan Pak Fon
Prawira, beliau adalah cucu kandung Tjong A Fie, sekaligus ketua yayasan Tjong
A Fie Mansion yang terletak di Jalan Kesawan, Medan, Sumatera Utara. Data
sekunder dihimpun melalui berbagai literatur, seperti buku, DVD film dokumenter
hingga penjelasan dari seorang tour guide. Hasil penelitian berupa kumpulan
cerita-cerita penting kisah perjalanan sosok Tjong A Fie dengan mengambil fokus
utama pada komunikasinya, gaya komunikasi dan proses komunikasi verbal serta
nonverbal lebih dikemukakan. Dari hasil penelitian, beliau diketahui memiliki
ciri-ciri gaya komunikasi konteks-rendah, dimana cara berbicara beliau yang tegas
dan langsung, juga sifatnya yang selalu menyikapi secara terbuka seluruh materi
pembicaraan yang dibawa oleh lawan bicaranya.
Kata kunci:
Gaya Komunikasi, Komunikasi Antarbudaya, Biografi, Tjong A Fie.
1
PENDAHULUAN
Konteks Masalah
Teramat banyak hal yang dapat menjadi faktor dalam keberhasilan
melakukan komunikasi antarbudaya. Selain harus memiliki sikap penuh kesadaran
dalam melakukannya, pembentukan identitas diri juga turut mempengaruhi
keberhasilan komunikasi antarbudaya. Identitas diri dapat dipengaruhi - salah
satunya - oleh cara kita berkomunikasi dengan orang lain. Cara kita berbicara,
termasuk kata-kata yang kita pilih, kelancaran, kecepatan, dan intonasi suara kita
menampilkan siapa diri kita di mata orang lain. Semua hal ini disebut gaya
komunikasi. Salah satu analisis mendalam mengenai gaya komunikasi
dikemukakan oleh Edward T Hall, dimana dia membagi gaya komunikasi ke
dalam dua konteks, yaitu gaya komunikasi konteks-tinggi dan gaya komunikasi
konteks-rendah.
Berbicara soal keefektifan dalam komunikasi antarbudaya, dimana hasil
akhirnya bisa dilihat - salah satunya - dengan tercapainya kerukunan antar
individu-individu yang berbeda budaya, maka ada seorang tokoh yang sangat
harum namanya di masyarakat Kota Medan. Beliau merupakan salah satu dari
sekian banyak sosok yang berperan besar menciptakan keharmonisan di tengah
kemajemukan masyarakat Kota Medan pada zaman dulu, dan hingga saat ini
pengaruh keberadaannya masih dapat dirasakan. Sosok yang dianggap berperan
besar itu bernama Tjong A Fie, dilahirkan pada tahun 1860 di Sungkow,
Guangdong, Tiongkok. Tjong A Fie kecil tumbuh berkembang dalam keluarga
yang sederhana. Melihat kisah sukses beliau, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang belum pernah diteliti sebelumnya yakni mengurai kisah sukses
sosok Tjong A Fie terkait dengan keefektifan komunikasi antarbudaya serta
melihat bagaimana gaya komunikasi yang dilakukannya pada masa itu.
Fokus Masalah
Berdasarkan uraian konteks masalah di atas, maka fokus masalah adalah
sebagai berikut: “Bagaimanakah gaya komunikasi Tjong A Fie dalam aktivitas
komunikasi antar budaya?”
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui komunikasi verbal dan nonverbal Tjong A Fie dalam
melakukan komunikasi antarbudaya.
2. Untuk mengetahui gaya komunikasi Tjong A Fie (konteks-tinggi dan
konteks-rendah) dikaitkan dengan komunikasi antarbudaya.
KAJIAN PUSTAKA
Perspektif/Paradigma
Penelitian biografi termasuk ke dalam perspektif konstruktivis, dimana
tujuan penelitian biografi sesungguhnya adalah mencari dan mengungkapkan
kenyataan atau realitas yang ada secara mendalam. Hal ini disebabkan teori yang
menjadi dasar dari metode biografi adalah etnografi, fenomenologi, analisis
narasi, interaksionime simbolik, teori diskursus dan analisis konvensional.
2
Uraian Teoritis
1. Komunikasi Antar Budaya
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa (Liliweri, 2003:11) mengatakan
bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem
simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam
menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya
itu dilakukan:
1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan
antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui
simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai
makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu
dinegosiasikan atau diperjuangkan.
2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan
antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat
untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama.
3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun
bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita.
4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan
diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.
(Liliweri, 2003:36)
2. Gaya Komunikasi
Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat
perilaku antarpribadi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu. Gaya
komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk
mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula
(Mulyana, 2004:102).
3. Teori Identitas Sosial
Teori identitas sosial dipopulerkan oleh seorang tokoh yang bernama Henri
Tajfel. Dikatakan ada cara-cara atau usaha yang dilakukan oleh manusia dalam
mencari atau memperoleh identitas tertentu. Mulai dari melakukan tindakan atau
perbuatan yang sesuai dengan kepentingan kelompok budaya individu tersebut
maupun kepentingan persona. Pada awalnya teori identitas sosial digunakan
untuk menjelaskan hubungan antar kelompok, tetapi belakangan, seorang ahli
bernama Ralph Tyler (1996) mengembangkan teori ini untuk menjelaskan
hubungan individu dengan suatu kelompok. Teori ini menjelaskan bahwa individu
menggunakan kelompok sebagai sumber informasi mengenai anggota-anggota
kelompok dan untuk membangun status diri.
3
4. Teori Komunikasi Verbal dan Non-verbal
Komunikasi verbal adalah proses penyampaian pesan atau stimulus antar
komunikator ke komunikan yang menggunakan kata-kata (words), baik lisan
maupun tulisan. Bentuk yang paling umum dari komunikasi verbal adalah
bahasa. Bentuk lain yang berupa tulisan hanya sekedar cara untuk merekam
bahasa yang diucapkan, dengan membuat tanda-tanda pada kertas maupun pada
media tulis lainnya (Mulyana, 2000:113). Secara sederhana, komunikasi
nonverbal dapat didefinisikan sebagai berikut: Non berarti tidak, Verbal
bermakna kata-kata (words), sehingga komunikasi nonverbal dimaknai sebagai
komunikasi tanpa kata-kata.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis
biografi. Teknik analisis biografi adalah metode menganalisis sejarah hidup
seseorang. Objek kajiannya adalah orang tersebut dan seluruh pengalaman
hidupnya, mulai dari kelahirannya, menjadi dewasa, sampai dengan masa tuanya,
bahkan sampai orang tersebut meninggal dunia (Bungin, 2007:233).
Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah semua hal yang melekat dan terdapat
dalam cerita pengalaman sosok Tjong A Fie, dengan berfokus pada gaya
komunikasi beliau.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber data penelitan yang diperoleh secara
langsung dari sumber asli. Bentuk dari data primer yaitu wawancara
mendalam dengan narasumber yang sudah ditentukan sebelumnya. Selain
wawancara mendalam, observasi lapangan dan studi dokumentasi juga
termasuk ke dalam data primer.
2. Data Sekunder
Data sekunder didapat dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data
melalui literatur sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian.
Buku karangan Queeny Chang yang berjudul Memoirs of a Nonya yang
diterbitkan tahun 2000 di Singapura berisi banyak sejarah dan cerita-cerita
mengenai sosok Tjong A Fie yang selama ini tidak banyak diketahui
publik. Buku ini dijadikan salah satu sumber data sekunder bagi penulis.
Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis
berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan
tertentu atau menjadi hipotesis. Analisis data dalam penelitian kualitatif,
dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setalah selesai
pengumpulan dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah
4
melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang
diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan
melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, hingga diperoleh data yang
dianggap kredibel. Data itu kemudian dianalisis dengan teori-teori yang sudah
ditentukan sebelumnya untuk memaparkan dan mengetahui hal-hal apa saja yang
penting dan layak dipelajari.
Hasil dan Pembahasan
Data-data yang telah dikumpulkan oleh peneliti tidak semuanya perlu
dibahas. Berikut data hasil penelitian direduksi berdasarkan teknik biografi berupa
tujuh objek-objek sejarah penting dan jati diri seseorang yang perlu dibahas lebih
lanjut (Bungin, 2007).
a.
Identitas Diri, Keturunan, dan Keluarga.
Sejarah sepakat untuk menulis bahwa Tjong Fung Nam, atau yang
dikenal dengan nama Tjong A Fie, berasal dari negeri China. Tepatnya di
kampung Sung-kow, daerah Mei Xian, Provinsi Kwang Tung di pedalaman
China. Tjong A Fie lahir ke dunia pada tahun 1860, dan merupakan anak
keempat dari tujuh bersaudara sebuah keluarga Hakka, dengan ayah
bernama Tjong Lian Xiang dan ibu yang bermarga Li.
b.
Perkembangan Hidup Semasa Kecil dan Orang-orang yang
Mempengaruhinya.
Hidup di sebuah keluarga yang serba kekurangan, tidak
menghambatnya untuk tumbuh menjadi sosok yang cerdas. Walaupun hanya
mendapat pendidikan seadanya, namun Tjong A Fie tetap mampu
menguasai berbagai kiat-kiat dagang yang diturunkan dari ayahnya, yang
merupakan seorang pedagang tulen. Tinggal dengan sebuah keluarga besar
berjumlah 9 (sembilan) orang, membuat Tjong A Fie harus saling berbagi
dan belajar mengasihi sejak dini.
Sejak kecil Tjong A Fie memang memiliki cita-cita yang tinggi. Sadar
kehidupannya tidak akan berkembang di Kwang Tung, dia pun ingin agar
bisa merantau seperti abangnya, Tjong Yong Hian. Dengan hanya berbekal
seadanya, Tjong A Fie yang saat itu berumur 18 tahun, akhirnya
memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya dengan
menambatkan sampannya di tepi sungai dalam perjalanan ke Swatow,
dimana dari daerah itu, dia menumpang sebuah junk, menuju Tanah Deli,
Sumatera Utara, Indonesia.
c.
Sejarah Pendidikan dan Masa Pertumbuhannya Menjadi Dewasa.
Usia Tjong A Fie masih 18 tahun saat pertama menginjakkan kakinya
di Tanah Deli, namun dia telah berkembang menjadi seorang anak muda
China yang tangguh dan tidak kenal takut demi mengejar cita-citanya di
tanah harapannya. Dia tidak pernah mengenyam bangku pendidikan
layaknya anak-anak kaya di China, kehidupannya lebih banyak dihabiskan
bersama keluarganya sampai akhirnya dia menerima kenyataan harus hidup
mandiri dan memulai segala hal dari nol. Satu-satunya keahlian yang
dimilikinya saat itu hanya berdagang. Maka hanya dengan berdaganglah,
5
Tjong A Fie beradaptasi di tampat tinggal barunya. Seorang pemilik toko
kelontong, Tjong Sui Fo akhirnya memperkerjakannya. Karena sejak muda
sudah lihai dalam berdagang, tidak butuh waktu yang lama bagi Tjong A Fie
untuk sukses dalam bidang ini. Usaha Tjong Sui Fo pun mengalami banyak
kemajuan sejak kedatangannya. Nama Tjong A Fie pun semakin dikenal
tatkala dia menunjukkan kemampuannya dalam menjalin relasi. Dia mudah
bergaul dan berteman dengan orang-orang dari berbagai bangsa yang
beraneka ragam. Mulai dari kalangan Melayu yang kebanyakan adalah para
tengku dari kerabat kaum bangsawan tanah Deli, orang-orang Arab, orangorang India dan juga orang-orang Belanda. Dia pun belajar Bahasa Melayu
yang dianggapnya sangat penting. Hampir setiap hari, dia mulai berbahasa
Melayu demi tujuan agar cepat akrab dengan masyarakat sekitar.
d.
Sejarah Pekerjaan dan Reputasi.
Berbekal kedekatannya dengan pemegang wilayah Tanah Deli, yakni
Kesultanan Deli, dia pun dengan mudah melakukan manuver memperluas
wilayah perkebunannya yang sudah dia rintis. Kemampuan dia melakukan
lobi sangat mendukung dia dalam hal ini. Tak kurang dari perkebunan teh,
tembakau, kelapa, karet dan kopi dimiliki oleh Tjong A Fie. Dia memiliki
banyak pegawai yang tidak hanya berasal dari negeri China, namun juga
masyarakat pribumi. Masyarakat sekitar pun sangat menghormatinya.
Semasa hidupnya, banyak kegiatan sosial yang dilakukan oleh Tjong A
Fie demi membantu kehidupan masyarakat sekitarnya. Dia seringkali
memberi santunan kepada fakir miskin dan anak-anak yang kurang mampu.
Selain itu, pembangunan tempat-tempat ibadah merupakan hal yang lazim
dilakukan oleh Tjong A Fie. Tidak hanya mesjid, tetapi gereja, kuil hindu
dan kelenteng juga sudah dibangun Tjong A Fie di berbagai tempat. Dia
seakan ingin membuktikan bahwa dirinya sangat menjunjung tinggi
multikulturalisme yang ada di Kota Medan saat itu, dengan tidak membedabedakan suku, agama, ras dan bangsa. Ini juga membuktikan Tjong A Fie
memiliki sisi religius yang kental. Masyarakat tentu sangat dimudahkan
dalam hal ini. Mereka dengan mudah membangun kehidupan taat beragama
dengan bantuan bangunan-bangunan suci itu. Hingga sekarang, keberadaan
rumah ibadah ini masih berdiri tegak dan bisa dijumpai oleh siapa saja.
e.
Ideologi Agama dan Masyarakat yang Mempengaruhinya.
Tjong A Fie lahir dari sebuah keluarga penganut agama Kong Hu Chu.
Dan diketahui hingga akhir hayatnya, beliau tidak pernah mengganti
agamanya dan tetap setia mengikuti ajaran agama yang diturunkan dari
keluarganya ini. Lain halnya jika berbicara mengenai budaya. Meskipun
Tjong A Fie berdarah China tulen dengan asal usul budaya China yang
kental dari kedua orang tuanya, itu tidak membuatnya serta merta membawa
dan menerapkan budaya dirinya ke Tanah Deli. Dia menyadari bahwa
budaya China dengan tradisi-tradisinya harus dilebur dengan budaya asli
Indonesia agar kehadirannya sebagai seorang perantau bisa diterima dengan
baik oleh masyarakat asli. Itulah yang menjadi dasar pemikirannya ketika
dia memilih menikahi Lim Koei Yap, gadis asal Binjai, yang kental dengan
6
budaya China Peranakan, sebuah budaya hasil akulturasi antara budaya
China dengan budaya asli Indonesia.
f.
Ajaran-ajaran Moral yang Diperjuangkan.
Sikap arif, rendah hati, dan kedermawanan yang dimiliki Tjong A Fie
membuat dirinya dengan cepat diterima oleh masyarakat sekitar saat itu.
Kesultanan Deli dan pemerintah Belanda pun turut merasakan pengaruh
besarnya. Royalitas Tjong A Fie yang ditunjukkan kepada pihak kesultanan
dengan membangun suatu hubungan baik yang bertahan lama membuktikan
bahwa dia memang menjadikan hubungan relasi sebagai fondasi suksesnya.
Tanpa hubungan relasi yang kuat dengan pihak kesultanan, mustahil melihat
dan mendengar kisah sukses Tjong A Fie saat ini. Salah satu faktor
pendukung yang membangun hubungan relasi itu datang dari kemampuan
komunikasi Tjong A Fie yang di atas rata-rata.
g.
Harapan-harapannya untuk Masyarakat yang Akan Datang.
Setumpuk cerita sukses Tjong A Fie akhirnya menemui ujungnya ketika
ajal menjemputnya di tahun 1921. Tepatnya di tanggal 4 Februari 1921,
ketika umurnya masih 61 tahun. Penyakit apopleksia atau pecah pembuluh
darah di bagian otak menjadi penyebab utama kematiannya.
Namun, sebelum meninggal, dia menulis banyak surat wasiat melalui
notaris Dirk Johan Facquin den Grave, warga keturunan Belanda. Salah satu
surat wasiatnya membuat dia dipuji masyarakat, karena selain surat-surat
wasiat yang lain menjelaskan tentang pembagian harta dan kewajiban
keluarganya, surat wasiat ini lebih ke sisi kemanusiaan. Surat wasiat yang
diberi nomor 67 ini sekaligus mengungkapkan harapan-harapannya kelak,
diantaranya untuk menjaga budaya dan kerukunan beragama yang telah
dibangunnya, memajukan pendidikan anak-anak Tjong A Fie, memberikan
tunjangan-tunjangan pendidikan kepada generasi muda yang berkelakuan
baik tanpa membedakan agama, suku ataupun golongan, memberikan
sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan tanpa membedakan
golongan atau bangsa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tjong A Fie merupakan seorang komunikator bergaya komunikasi
konteks-rendah dan bergaya bicara linier. Hal ini dibuktikan dengan cara
komunikasinya yang lugas dan to-the-point dalam menyikapi materi
pembicaraannya.
2. Tjong A Fie berbicara apa adanya, alami, tegas, dan menyikapi materi
pembicaraanya secara langsung. Dia tidak bertele-tele menanggapi sebuah
masalah. Dia pengambil keputusan yang cepat dan dia menunjukkan
komitmen penuh terhadap apapun yang telah menjadi keputusannya. Dia
berkomunikasi dan menjalin hubungan sosial dengan semua kalangan
masyarakat tanpa membeda-bedakan ras, agama, suku dan golongan.
3. Gaya personal sosok Tjong A Fie dilihat dari cara dia berbicara yang
lembut, tidak meledak-ledak, menyampaikan kata-katanya dengan nada
7
4.
5.
6.
7.
suara rendah dan mimik muka yang meyakinkan hampir di setiap kali dia
berbicara, baik untuk urusan bisnis maupun di pemerintahan.
Komunikasi antar budaya yang dijalankan olehnya tidak menemui banyak
hambatan. Selain diterima dengan baik oleh masyarakat asli Tanah Deli,
dia juga dikenal memiliki hubungan khusus dengan Sultan Deli semasa
hidupnya. Bukan hanya itu, dia juga dipercaya oleh pemerintah Belanda
untuk duduk sebagai bagian dari pemerintah.
Kemampuan komunikasi verbal Tjong A Fie disukai banyak orang. Dalam
berkomunikasi, ia juga menunjukkan jiwa kepemimpinannya, sehingga
banyak buruh-buruh China saat itu mendukung dia menjabat sebagai salah
satu pemimpin. Dia pun diangkat oleh Belanda sebagai Liutenant China
pada tahun 1886. Kemudian menjadi Kapitein China pada tahun 1898. Di
tahun 1911, dia menggantikan abangnya sebagai Mayor China.
Komunikasi nonverbal-nya pun sering digunakan ketika dia hendak
menyampaikan sesuatu yang penting. Namun komunikasi nonverbal-nya
bukan sesuatu yang penting baginya, karena hanya dia gunakan sebagai
alat pendukung dan pelengkap komunikasi verbal-nya.
Identitas diri Tjong A Fie mengalami perubahan pesat setelah menikah
dengan Lim Koei Yap, jika dibandingkan dengan awal-awal kedatangan
beliau. Dengan sadar, dia bergabung dengan komunitas masyarakat kota
Medan yang memiliki beragam budaya. Dia menunjukkan perhatian dan
sumbangsih kepada masyarakat kota Medan, tanpa membeda-bedakan ras,
agama, suku dan golongan. Beragam bangunan yang dibangunnya kala itu
menjadi saksi bisu bagaimana pengaruh yang ditunjukkan sosok Tjong A
Fie di masyarakat ketika itu.
Saran
1. Diharapkan setiap pelaku komunikasi aktif untuk menggunakan gaya
personal yang sesuai dan mudah diterima oleh semua orang. Hal ini
dimaksudkan agar interaksi sosial yang dijalin dapat berkembang dan
bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Selain itu,
budaya juga hal wajib yang musti diperhatikan. Komunikasi yang terjadi
di antara dua budaya yang berbeda harus mengerti dan memahami hal-hal
apa saja yang harus diucapkan dan hal-hal apa saja yang tidak boleh
diucapkan, yang mungkin akan menyinggung budaya lainnya.
2. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenang jasa para pahlawanpahlawannya. Hendaknya semua orang, khususnya masyarakat kota
Medan, tidak melupakan sejarah, dimana masih terdapat banyak
pahlawan-pahlawan bangsa yang layak dikenang jasa-jasanya. Salah
satunya Tjong A Fie. Jaga dan rawat-lah semua peninggalan-peninggalan
beliau yang ada, yang kelak akan menjadi sesuatu yang tak ternilai
harganya. Sejarah Tjong A Fie diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi kita,
generasi muda, untuk terus bekerja dan berusaha dalam menggapai citacita serta tetap memiliki sifat rendah hati.
8
DAFTAR REFERENSI
Chang, Queeny. 2000. Memoirs of a Nonya. Singapura : Singapura Post.
Liliweri, Alo. 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
.
2004.
Komunikasi
PT. Remaja Rosdakarya.
Efektif.
Bandung
:
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Prenada Media Group.
9
Download