Sakius Ruso_docx

advertisement
1
PEMBUATAN BIOETANOL DARI BATANG RUMPUT GAJAH
(Pennisetum purpureum Schumach) DENGAN SISTEM FERMENTASI SIMULTAN
MENGGUNAKAN BAKTERI Clostridium acetobutylicum
Making of Bioethanol from Wide-Leaved Gras (Pennisetum purpureum Schumach) of
the Simultaneous Fermentation System Using Clostridium acetobutylicum Bacteria
Sakius Ruso, Ahyar Ahmad, Nursiah La Nafie
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai konversi selulosa dari batang rumput gajah sebagai
bahan untuk produksi bioetanol melalui proses Sakarifikasi dan Fermentasi secara Simultan dengan
menggunakan bakteri Clostridium acetobutylicum. Optimasi fermentasi dilakukan dengan cara
memvariasikan pH awal media dan waktu fermentasi. Pada penelitian ini digunakan selulosa dari batang
rumput gajah yang difermentasi dengan menggunakan metode Sakarifikasi dan Fermentasi Secara
Simultan. Selama fermentasi, proses hidrolisis selulosa menjadi glukosa dan selanjutnya menjadi bioetanol
berlangsung secara serempak dengan menggunakan bakteri Clostridium acetobutylicum. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kondisi optimum fermentasi diperoleh pada pH 6,5 selama waktu fermentasi 10 hari.
Nilai konversi selulosa batang rumput gajah dari satu kilogram selulosa menghasilkan 33,30 gram
bioetanol dengan kadar 96,24%.
Kata Kunci : Pembuatan Bioetanol, Sistem Fermentasi Simultan
ABSTRACT
The objective of the research was to investigate a conversion value of cellulose of wide-leaved grass
(Pennisetum purpureum Schumach) as the material for bioethanol production through the processes of the
simultaneous Sakerification and fermentation by using Clostridium acetobutylicum bacteria. In the
research, cellulose of the wide-leaved grass was used which was fermented by using Sakerefikation and
fermentation Methode Simultaneously. During fermentataion, cellulose hydrolysis process to become
glucose and then to become bioethanol was lasting simultaneously by using Clostridium acetobutylicum
bacterium. The result of the research reveals that the optimal condition of the fermentation was obtained on
the pH of 6.5 in 10 days of fermentation time. The conversion value of wide-leaved grass ((Pennisetum
purpureum Schumach) from one kilogram cellulose produces 33.30 grams of bioethanol with the level of
96.24%.
Key words : Making of Bioethanol, Simultaneous Fermentation System
PENDAHULUAN
Bioetanol adalah cairan biokimia yang
diperoleh dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat dengan menggunakan bantuan
mikroorganisme dilanjutkan dengan proses
distilasi. Etanol yang diproduksi dengan cara
fermentasi dengan bantuan mikroorganisme
disebut
sebagai
bioetanol.
Dalam
perkembangannya produksi bioetanol, bahan baku
yang paling banyak digunakan adalah tanaman
yang banyak mengandung pati atau sukrosa
namun tanaman ini lebih banyak dikonsumsi oleh
manusia.
Pengembangan bioenergi seperti bioetanol
dari biomassa sebagai sumber bahan baku yang
dapat diperbarui merupakan salah satu alternatif
yang memiliki nilai yang positif dari aspek sosial
dan lingkungan. Salah satu alternatif bahan baku
pembuatan
bioetanol
adalah
biomassa
berselulosa. Biomassa berselulosa merupakan
sumber daya alam yang berlimpah dan murah
yang memiliki potensi mendukung produksi
2
komersial industri bahan bakar seperti bioetanol
dan butanol (Wymann, 2002). Biomassa
berselulosa diantaranya diperoleh dari limbah
pertanian atau limbah perkebunan, Salah satu
limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai
bahan baku pembuatan bioetanol adalah rumput
gajah.
Dewasa ini rumput gajah hanya digunakan
sebagai makanan ternak sapi, bahkan terkadang
hanya dianggap sebagai tanaman pengganggu.
Namun rumput gajah mempunyai kadar selulosa
yang cukup tinggi untuk dimanfaatkan sebagai
salah satu bahan penghasil bioetanol (Sari, 2009).
Selulosa
merupakan
polisakarida
melimpah di bumi yang dapat diubah menjadi
glukosa dengan cara hidrolisis (Groggins dalam
Sari 2009). Teknologi produksi bioetanol dalam
proses hidrolisis biasanya dilakukan dengan
metode konvensional yaitu dengan menggunakan
asam. Namun metode ini tidak ramah lingkungan
karena dapat menimbulkan korosif disamping
bahan kimia tersebut harganya relatif mahal.
Pengembangan
teknologi
bioproses
dengan menggunakan enzim pada proses
hidrolisisnya merupakan suatu proses yang lebih
ramah
lingkungan.
Pada
penelitian
ini
menggunakan
bakteri
selulolitik
untuk
memproduksi enzim guna menghidrolisis selulosa
menjadi glukosa. Bakteri yang digunakan adalah
jenis Clostridium dimana bakteri ini merupakan
jenis bakteri yang dapat menghasilkan enzim
selulase untuk menghidrolisis selulosa menjadi
glukosa ( Balusu et al, 2004; Demain et al, 2005;
Riyanti, 2009).
Beberapa penelitian yang menggunakan
bakteri jenis Clostridium untuk produksi beberapa
pelarut antara lain : Ezeji T., et al (2006)
memproduksi aseton, butanol dan etanol dari
tepung jagung dengan kadar 14,28 g/L. Claasen
et al ( 2000) memproduksi aseton, butanol dan
etanol dari tepung jagung dengan kadar 14,28 g/L.
dengan bakteri Clostidium dengan kadar 9,3 g/L.
Napoli, et al (tanpa tahun) memproduksi etanol
dengan kadar 0,03 g/Lh-1.
METODE PENELITIAN
Bahan-bahan Penelitian
Batang rumput gajah, bakteri Clostridium
acetobutylicum, ekstrak ragi, (NH4)2SO4, K2HP04,
KH2P04, MgSO4. 7H20, MnSO4, NaCl, CaCl2
anhydrat, FeS04.7H20, Co(N03)2.6H20, H2O2 30%,
Pentan, Bioetanol absolute, Sistein, Asparagin,
Casein, ekstrak daging dan air suling.
Persiapan Bahan Baku
Batang rumput gajah di potong kecil-kecil
dengan ukuran 1 – 2 cm, dijemur hingga kering
kemudian digiling dengan cruser hingga halus dan
diayak dengan ayakan 60 mesh (0,2 mm),
Analisis Lignin Dan Selulosa
Analisis selulosa dan lignin dilakukan
dengan metode Chesson (Datta, 1981). Sebanyak
1 g (a) sampel kering ditambahkan 150 mL
akuades, direfluks pada suhu 100 oC dengan water
bath selama 1 jam. Hasilnya disaring, residu dicuci
dengan air panas (300 mL). Residu kemudian
dikeringkan dengan oven sampai konstan
kemudian ditimbang (b). Residu ditambahkan 150
mL H2SO4 1N kemudian direfluks dengan water
bath selama 1 jam pada suhu 100 oC. Hasilnya
disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral
(300 mL) lalu dikeringkan (c). Residu kering
ditambahkan 10 mL H2SO4 72% dan direndam
pada suhu kamar selama 4 jam. Ditambahkan 150
mL H2SO4 1 N dan direfluks pada water bath
selama 1 jam pada pendingin balik. Residu
disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral
(400 mL) kemudian dipanaskan dalam oven pada
suhu 105 oC dan hasilnya ditimbang sampai bobot
tetap (d), selanjutnya residu diabukan dan
ditimbang (e). Perhitungan kadar selulosa dan
kadar lignin sebagai berikut:
Kadar selulosa = c - d x 100% ………..(1)
a
Kadar lignin
= d - e x 100% ………..(2)
a
Proses Pretreatment
Percobaan pendahuluan dilakukan dengan
proses pretreatment tepung rumput gajah
menggunakan larutan NaOH 5 – 7% dilakukan
dengan cara perendaman selama 24 jam. Residu
dan filtrat dipisahkan. Residu diputihkan dengan
larutan H2O2 3% lalu dicuci dengan akuades
sampai netral kemudian dikeringkan di oven pada
0
suhu 105 C sampai berat konstan (Seligh et al,
2009).
3
Peremajaan bakteri dengan media agar miring
Tabel 1 : Komposisi bahan untuk media agar miring
Bahan
Glukosa/tepung jagung
KH2PO4
Yeast ekstrak (ekstrak ragi)
Bakto Agar
Ekstrak daging
Jumlah (g)
4,00
0,08
1,00
2,00
100 mL
Glukosa atau tepung jagung, KH2PO4
ekstrak ragi Bakto Agar, dicampur dengan 100 mL
ekstrak daging lalu dipanaskan sambil diaduk
hingga larut. Disiapkan beberapa tabung reaksi
lalu dipipet 10 mL larutan ekstrak dimasukkan
kedalam tiap tabung reaksi, disumbat dengan
o
kapas dan aluminium foil. Disterilisasi pada 121 C
selama 15 menit lalu didinginkan dalam keadaan
miring (media agar miring). Biakan murni bakteri
Clostridium acetobutylicum digoreskan secara zigzag pada media agar miring dengan menggunakan
ose Pengerjaan ini dilakukan dalam lemari
sterilisasi (ent case) lalu ditumbuhkan dalam
incubator pada suhu 37 oC selama 7 hari.
Pembuatan media fermentasi untuk penentuan
kondisi optimum fermentasi
Tabel 2 : Komposisi bahan untuk medi fermentasi
Jumlah (g)
Bahan
Media
Media
inokulum
fermentasi
Selulosa rumput
gajah
126,0
9,000
1,575
K2HPO4
0,225
1,575
KH2PO4
0,225
(NH4)2SO4
0,600
4,200
0,042
MgSO4. 7H2O
0,006
MnSO4
0,003
0,021
0,021
CoCl2. 6H2O
0,003
0,003
0,021
FeSO4. 7H2O
1,750
CaCl2
0,250
NaCl
0,300
2,100
21,00
ekstrak ragi
3,000
4,200
Asparagin
0,600
0,015
0,105
Sistein
Casein
0,150
1,050
210 mL
Ekstrak daging
30 mL
Dijadikan
Dijadikan
300 mL
2100 mL
(Lin, Y.Y., and Blaschek, H.P., 1983)
Kedalam beker gelas 500 mL untuk
pembuatan media inokulum dan beaker 5000 ml
untuk pembuatan media fermentasi masingmasing ditambahkan tepung rumput gajah, 150 ml
air untuk media inokulum dan 1500 mL air untuk
media fermentasi,
dipanaskan sambil diaduk
hingga membentuk gel. Kedalam gel ditambahkan
bahan-bahan diatas, diaduk hingga larut. Diatur
pH larutan diatur hingga pH 5,0 dengan buffer
fospat lalu encerkan hingga 2100 mL. Disiapkan 8
buah buah Erlenmeyer 500 ml lalu tuangkan 300
mL larutan kedalam tiap Erlenmeyer disumbat
dengan kapas dan aluminium foil dan disterilisasi
dalam otoklaf selama 15 menit pada suhu 121 oC.
Erlenmeyer dipindahkan kedalam ruang steril,
ditambahkan stok kultur murni bakteri Clostridium
acetobutylicum ditutup kembali dengan kapas lalu
difermentasi pada shaker incubator selama 2 hari
untuk media inokulum. Kedalam tiap Erlenmeyer
media fermentasi ditambahkan 30 mL media
inokulum lalu difermentasikan dalam shaker
inkubatorselama 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 jam
o
pada suhu 29 C dengan kecepatan 150 rpm.
Setelah 2 hari salah satu erlenmeyer pada media
fermentasi diambil, disaring lalu didistilasi pada
suhu 100 OC hingga diperoleh volume destilat 10
mL. Dibuat juga perlakuan pH 5,5; 6,0; 6,5; 7,0;
dan 7,5 terhadap waktu fermentasi. Untuk produksi
bioetanol dilakukan
perlakuan media sesuai
dengan kondisi optimum fermentasi yang
o
C untuk
diperoleh. Didestilasi pada 78
memperoleh bioetanol murni. Destilat dikeringkan
dengan
Na2SO4
dan
dianalisis
dengan
kromatografi gas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan waktu optimum fermentasi.
Data hasil pengaruh waktu fermentasi
terhadap kadar bioetanol pada beberapa
perlakuan pH dapat dilihat pada Tabel 3. Sedang
grafik penentuan kondisi optimum fermentasi pada
semua perlakuan pH dapat dilihat pada Gambar 1.
Dari grafik dapat diketahui untuk semua
perlakuan pH pada hari ke-2 sampai hari ke-6
peningkatan kadar bioetanol sangat lambat. Pada
tahap ini terjadi fase lag yakni fase dimana
mikroba masih menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungan sehingga aktivitas mikroba belum
optimum. Selama fase ini massa sel bertambah
sangat sedikit tanpa disertai penambahan densitas
jumlah sel oleh karena itu laju pertumbuhan sel
bisa saja sama dengan nol. Lama fase lag pada
bakteri sangat bervariasi, tergantung pada
komposisi media, pH, suhu, aerasi, jumlah sel
4
Tabel 3 : Pengaruh waktu dan pH fermentasi tehadap
kadar bioetanol
pH
Hari
ke-
5,0
2
4
6
8
10
12
14
2
4
6
8
10
12
14
2
4
6
5,5
6,5
Indeks
Bias
1,3329
1,3334
1,3337
1,3347
1,3353
1,3334
1,3332
1,3332
1,3337
1,3340
1,3342
1,3373
1,3332
1,3331
1,3332
1,3337
1,3341
Kadar
bioetanol
(%)
2,30
2,80
3,40
5,40
6,00
2,80
2,40
2,40
3,40
4,00
4,40
10,5
2,40
2,20
2,40
3,40
4,20
8
1,3376
11,20
10
1,3398
15,60
12
1,3347
5,40
14
1,3338
3,60
7,0
2
1,3332
2,40
4
1,3337
3,40
6
1,3341
4,20
8
1,3343
4,60
10
1,3386
13,20
12
1,3347
5,40
14
1,3343
4,60
7,5
2
1,3332
2,40
4
1,3337
3,40
6
1,3339
3,80
8
1,3342
4,40
10
1,3367
9,30
12
1,3347
5,40
14
1,3338
3,60
Keseimbangan jumlah keseluruhan bakteri ini
terjadi karena adanya pengurangan derajat
pembelahan sel. Fase tersebut disebabkan kadar
glukosa dan nutrien yang semakin berkurang,
terjadi
akumulasi
produk
toksik
sehingga mengganggu pembelahan sel, serta
terjadinya produk samping dari fermentasi yang
tidak
terkait
dengan
pertumbuhan
dan
produktivitas bakteri, sehingga pada hari enzim
yang dihasilkan semakin berkurang dan kadar
bioetanol yang kecil.
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Kadar Bioetanol (%)
pada inokulum awal dan sifat fisiologis
mikroorganisme pada media sebelumnya. Ketika
sel telah menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang baru maka sel mulai membelah hingga
mencapai populasi yang maksimum. Fase ini
disebut fase logaritma atau fase eksponensial.
Fase eksponensial ditandai dengan terjadinya
periode pertumbuhan yang cepat. Setiap sel dalam
populasi membelah menjadi dua sel. Variasi
derajat
pertumbuhan
bakteri
pada
fase
eksponensial ini sangat dipengaruhi oleh sifat
genetik yang diturunkannya. Selain itu, derajat
pertumbuhan juga dipengaruhi oleh kadar nutrien
dalam media, suhu inkubasi, kondisi pH dan
aerasi. Pada penelitian ini fase ini terjadi pada hari
ke-8 dan kari ke-10 yang ditandai dengan
peningkatan kadar bioetanol. Pada hari ke-8 dan
ke-10 mulai terjadi reproduksi seluler, dimana
perlahan-lahan konsentrasi biomassa meningkat
disertai dengan penambahan jumlah sel. Pada
saat ini laju pertumbuhan atau reproduksi seluler
mencapai
titik
maksimum,
maka
terjadi
pertumbuhan secara ekponensial. Selama fase
ekponensial, laju pertumbuhan sel meningkat
sebanding dengan konsentrasi sel pada saat itu.
Pada hari ke-12, bakteri mengalami fase stasioner
yang menunjukkan bakteri sudah tidak bekerja lagi
secara optimal. Fase stasioner terjadi pada saat
laju pertumbuhan bakteri sama dengan laju
kematiannya, sehingga jumlah bakteri keseluruhan
tetap.
0
Keterangan:
:
5
10
Waktu fermentasi (hari)
Kadar bioetanol pd pH
5,0
Kadar bioetanol pd pH
5,5
Kadar bioetanol pd pH
6,5
15
5
Gambar 1. Grafik
penentuan
kondisi
optimum
fermentasi dengan variasi pH dan waktu
fermentasi
Penentuan pH Optimum Fermentasi
Pada penelitian ini divariasikan kondisi pH
yaitu sebesar 5,0 – 7,5. Derajat keasaman yang
diinginkan diperoleh dengan menambahkan buffer
posfat, Penambahan buffer disini dimaksudkan
agar kondisi pH sesuai dengan besaran pH yang
diinginkan. Hasil yang diperoleh dengan perlakuan
variasi pH dan waktu terhadap kadar bioetanol
dapat dilihat pada Tabel 4.
Sedang grafik perlakuan pH dan waktu
terhadap kadar bioetanol dapat dilihat pada
gambar 2. Dari gambar diketahui bahwa
konsentrasi bioetanol paling tinggi dihasilkan pada
perlakuan pH 6,5 yaitu sebesar 15,60 %
sedangkan untuk pH 5,0 – 5,5 menghasilkan kadar
bioetanol yang lebih rendah yaitu sebesar 6 %
sampai 12,6 %.
Tabel. 4: Pengaruh pH fermentasi tehadap kadar
bioetanol
pH
Indeks Bias
5,0
5,5
6,5
7,0
7,5
1,3353
1,3373
1,3398
1,3486
1,3437
Kadar
Bioetanol
(%)
6,00
10.50
15.60
13,20
9,30
Kadar Etanol (%)
Jika dilihat dari waktu inkubasinya, pada hari
ke-14 konsentrasi bioetanol yang dihasilkan sudah
turun dan cenderung konstan. Pada tahap ini
bakteri telah mengalami fase kematian yang
ditandai dengan peningkatan laju kematian yang
melampaui laju pertumbuhan, sehingga secara
keseluruhan terjadi penurunan populasi bakteri.
Hal ini terjadi pada semua variasi waktu, sehingga
dapat dikatakan bahwa waktu optimum dari kinerja
bakteri Clostridium acetobutylicum pada proses
fermentasi bioetanol dengan bahan rumput gajah
adalah 10 hari.
Hub. kadar bioetanol vs pH fermentasi
18.0
16.0
14.0
12.0
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
4.0
6.0
pH Fermentasi
Gambar 2. Grafik pengaruh pH fermentasi
produksi bioetanol.
8.0
terhadap
Begitu pula dengan pH 7,0 - 7,5 juga
menghasilkan kadar bioetanol yang rendah yaitu
sebesar 13 % sampai 9 %. Perubahan pH bisa
terjadi
karena
fermentasi
tidak
hanya
menghasilkan etanol tetapi juga menghasilkan
senyawa-senyawa lain seperti asam asetat, asam
butirat dan asam formiat. Asam asetat dapat
dihasilkan oleh kontaminan yang hidup bersama
bakteri yaitu acetobacter. Lactobasilus juga dapat
ikut mengkontaminasi dan mengubah glukosa
menjadi asam laktat sehingga mengurangi yield
etanol dan menghambat pertumbuhan mikroba.
Namun ada juga kemungkinan glukosa yang telah
terhidrolisis telah habis terfermentasi menjadi
produk lain karena sudah tidak ada lagi
monosakarida yang dihasilkan dari hidrolisis
polisakarida. Hal ini bisa disebabkan oleh inhibitorinhibitor yang ada dalam biomassa antara lain
lignin, asam lemah, turunan senyawa fenolik.
Tinggi rendahnya kadar bioetanol pada
proses fermentasi dapat disebabkan oleh aktifitas
enzim yang dihasilkan oleh bakteri. Aktivitas enzim
dipengaruhi oleh pH, karena sifat ionik gugus
karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi
oleh pH. Perubahan pH atau pH yang tidak sesuai
akan
menyebabkan
daerah
katalitik
dan
konformasi enzim berubah. Selain itu perubahan
pH juga menyebabkan denaturasi enzim serta
mengakibatkan
hilangnya
aktivitas
enzim
(Meryandini, et al, 2009). Bakteri Clostridium
acetobutylicum dapat berkembang dengan baik
pada pH 6,5 oleh karena itu konsentrasi bioetanol
yang dihasilkan lebih tinggi dari perlakuan pH yang
lain.
6
Kurva Standar Konsentrasi Etanol Vs Perbandingan
Luas Area Etanol dgn Std Internal
15.0000
Nilai Al/Als
Penentuan kadar bioetanol
Bioetanol yang telah didehidrasi dimurnian
dilakukan dengan cara mendestilasi kembali 25,5
mL sampel pada suhu 60 oC, diperoleh hasil
pemurnian sebanyak 22,5 mL. Pemurnian dengan
cara destilasi dilakukan dengan melihat waktu
retensi dari zat pengotor sangat rendah yakni
dibawah titik didih etanol. Titik didih etanol adalah
o
78,4 C.
10.0000
y = 0.150x - 2.241
R² = 0.975
5.0000
0.0000
0
50
100
Kadar Etanol Standar (%)
150
Gambar 4 : Grafik hubungan konsentrasi etanol standar
dengan nilai Al/AlS
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kondisi optimum fermentasi bioetanol dari
rumput gajah dengan menggunakan bakteri
Clostridium acetobutylicum adalah pH 6,5,
waktu dengan waktu10 hari pada suhu 29 oC.
2. Nilai konversi rumput gajah, setiap satu
kilogram
selulosa
dari
rumput
gajah
menghasilkan 3,30 gram bioetanol dengan
kadar kadar 96,24 %.
Gambar 3: Data analisis sampel bioetanol
(unknown) dengan GC 2010 Shimadzu
setelah pemurnian
Setelah dilakukan pemurnian dengan cara
destilasi dan pengeringan dengan Na2SO4 maka
sampel dianalisis dengan alat GC diperoleh data
seperti pada Gambar 3. Untuk menentukan kadar
sampel digunakan pentan sebagai standar
internal. Standar internal digunakan sebagai faktor
koreksi terhadap kesalahan-kesalahan yang
mungkin terjadi pada saat analisis dengan alat
GC. Dibuat grafik hubungan antara konsentrasi
etanol standar dengan nilai Al/AlS seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.
Dari grafik pada gambar 4 diperoleh
persamaan regresi y = 0,150x – 2,241. Dengan
memasukkan nilai y = 12,2215 dari sampel
(unknown) maka diperoleh kadar sampel bioetanol
96.42 %.
Saran
1. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang
metode penghilangan lignin dari dari rumput
gajah agar diperoleh selulosa yang betul-betul
murni.
2. Supaya diperhatikan komposisi nutrien yang
tepat untuk pertumbuhan bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Balusu, R., Paduru, R.M.P., Seenayya, G., and
Reddy, G, 2004. Production of Ethanol From
Cellulosic
Biomass
by
Clostridium
thermocellum
SS19
in
Submerged
Fermentation Screening of Nutrients Using
Plackett-Burman.
(http://www.springerlink.com/content/91323g1
780726n12/fulltext.pdf diakses 12 Februari
2010).
Classen P.A.M., Budde, M.A.W., and Contreas
A.M.L. 2000. Acetone, Butanol and Ethanol
7
Production from Domestic Organic Waste by
Solventogenic Clostridia. J. Mol. Microbiol.
Biotechnol. (2000) 2(1): 39-44.
Dale, M. C., Tanpa tahun. Enzymatic Simultaneous
Saccharification And Fermentation (SSF) OF
Biomass To Ethanol In A Pilot 130 Liter
Multistage Continuous Reactor Separator
(http://www. nrbp.org/papers/049.pdf, diakses
6 November 2009).
Datta, R. 1981. Acidogenic fermentation of
lignocellulose-acid yield and conversion of
components.
Biotechnology
and
Bioengineering 23 (9): 2167-2170.
Demain, A.L., Newcomb, M., and Wu, J. H. D.,
2005. Cellulase, Clostridia, and Ethanol,
Microbiologi And Molecular Biology Reviews,
69(1):
124–154
(Online),
(http://mmbr.asm.org/cgi/reprint/69/1/124,
Diakses 16 Februari 2010).
Didu, N., 2010. Produksi Bioetanol dari Sirup
Glukosa Ubi Jalar (Ipomoea batats L) Secara
Fed
Batch
dengan
Menggunakan
Saccharomyces cereviseae. Tesis, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ezeji, T., Qureshi, N., Blaschek, H.P., (2007)
Production of acetone–butanol–ethanol (ABE)
in a continuous flowbioreactor using
degermed corn and Clostridium beijerinckii.
Process Biochemistry 42 (2007) 34–39
Received 4 April 2006; received in revised
form 19 June 2006; accepted 8 July 2006.
Gozan¸ M., Samsuri, M., Siti, F., Bambang dan
Nasikin,
M.,
2007.
Sakarifikasi Dan
Fermentasi
Bagas
Menjadi
Etanol
Menggunakan Enzim Selulase Dan Enzim
Sellobiase,
(Online),
(http://www.
journal.eng.ui.ac.id/data/6._Misri_G_._.pdf,
diakses 12 November 2009).
Lin, Y.Y., and Blaschek, H.P., 1983. Butanol
Production by a Butanol Tolerant Strain of
Clostridium acetobutylicum in Extruded Corn
Broth,
Applied
and
Environmental
Microbiology, p. 966-973 Vol. 45, No. 3.
Meryandini, A., Widosari, W,. Maranatha, B.,
Sunarti, T.C., Rachmania, N.,dan Satria, H.,
2009. Isolasi Bakteri Selulolitik Dan
Karakterisasi
Enzimnya
(Online)
(http://www.journal.ui.ac.id/.../07Edit1_AnjaM
eryIsolasi%20BakteriLayout_new.pdf, diakses
12 November 2009).
Napoli, F., Marzocchella, G.OA, Russo, M.E., P.
(tanpa Salatino, P. (Tanpa tahun). Production
Of Butanol In A Continuous Packed Bed
Reactor Of Clostridium Acetobutylicum. P.le
V. Tecchio, 80 – 80125 Napoli, Italy.
Oh, S.E., Zuo, Y., Zhang, H., Guiltinan, M.J.,
Logan, B.E., and Regan, J.M., 2009.
Hydrogen
production
by
Clostridium
acetobutylicum ATCC 824 and megaplasmiddeficient mutant M5 evaluated using a large
headspace volume technique, ScienceDirect,
International Journal Of Hydogen Energy 34
www.elsevier.com/locate/he, diakses tanggal
28 April 2010.
Riyanti, E.I., 2009. Biomassa Sebagai Bahan
Baku Bioetanol. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan
Bioteknologi
dan
Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor.
Sari. N.I., 2009. Purifikasi Bioetanol Dari Rumput
Gajah Dengan Distilasi Batch. Seminar
Nasional Teknik Kimia Indonesia . Bandung,
(Online),
(www.che.itb.ac.id/sntki2009/daftar/prosiding/
OTK08.pdf, diakses 25 November 2009).
Selig, M.J., Todd B. Vinzant, T.B., Himmel, M.E.
and Decker, S.R., 2009. The Effect of Lignin
Removal by Alkaline Peroxide Pretreatment
on the Susceptibility of Corn Stover to Purified
Cellulolytic and Xylanolytic Enzymes, Appl
Biochem Biotechnol. DOI 10.1007/s12010008-8511-x.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi, 1997.
Prosedur Analisa Untuk Bahan makanan Dan
Pertanian, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Syarifuddin, N.A., 2007. Nilai Gizi Rumput Gajah
Sebelum Dan Setelah Ensilase Pada
Berbagai Umur Pemotongan (Online). Nilai
Gizi Rumput Gajah Sebelum dan Setelah
Ensilase
(http://images.andinursyam.multiply.multiplyc
ontent.com/attachment/0/R5ztTQoKCtMAAF
CzsFw1pdf, diakses 15 Maret 2010).
Wyman, C.E., 1999. Biomass Ethanol : Technical
Progress, Opportunities, and Commercial
Challenges. Annual Review of Energy and the
Environment, November 1999, Vol. 24, Pages
189-226
(doi:
10.1146/
annurev
energy.24.1.189).
Download