BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Ruang Dahlia & Ruang Bougenville Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta yang merupakan rumah sakit swasta Yayasan Kristen Untuk Umum (YAKKUM) dan terletak di Jalan Ahmad Yani No. 1, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Motto dari Rumah Sakit ini yaitu tepat, cepat dan memuaskan dengan visi Rumah Sakit yang memberikan pelayanan prima berdasarkan kasih serta misinya yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas secara holistik, terpadu dan professional. Kemudian, pada Rumah Sakit ini juga dilakukan beberapa metode keselamatan pasien seperti: peningkatan ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert medication), peningkatan ketepatan lokasi, prosedur dan pasien operasi, peningkatan pencegahan resiko infeksi serta peningkatan pencegahan risiko jatuh. Ruangan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Ruang Dahlia dan Ruang Bougenville.Ruang Dahlia dan Ruang Bougenville adalah ruang rawat inap pasien penyakit dalam dan bedah. Ruang Dahlia merupakan ruang kelas III yang 43 terdiri dari 1 ruang bedah berisi 6 buah tempat tidur, 2 ruang khusus masing-masing berisi 2 buah tempat tidur, 1 ruang penyakit dalam berisi 10 buah tempat tidur dan 1 ruang kana berisi 5 buah tempat tidur. Kemudian Ruang Bougenville merupakan ruang kelas II yang terdiri dari 10 ruang dengan masing-masing 2 buah tempat tidur. 4.2 Gambaran Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dan pasien yang sedang rawat inap di Ruang Dahlia dan Ruang Bougenville Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, dengan jumlah responden 30 perawat dan 40 pasien rawat inap. Peneliti mengambil responden pasien dan perawat sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang sudah ditentukan. 4.3 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 3 minggu pada tanggal 6 - 27 April 2016 di Ruang Dahlia dan Ruang Bougenville Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, dapat dilihat pada Lampiran 8. Jumlah responden penelitian yang digunakan oleh peneliti berjumlah 30 orang perawat dan 40 orang pasien rawat inap di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, dapat dilihat pada Lampiran 9. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data 44 dengan cara melakukan penelitian survei kepada responden perawat dan pasien yang ada di Ruang Dahlia dan Bougenville. Sesuai dengan etika penelitian, peneliti menjelaskan tentang informed consentkepada perawat dan pasien yang dijadikan responden penelitian. Setelah peneliti mendapatkan persetujuan dari responden yang dibuktikan dengan tanda tangan pada tempat yang disediakan, maka peneliti menyerahkan lembar kuesioner dan alat tulis pada responden. 4.4 Hasil Penelitian 4.4.1 Frekuensi Perawat Menurut Jenis Kelamin Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Frekuensi 4 Presentase 13% Perempuan Total 26 30 87% 100% Pada tabel 4.1 menjelaskan bahwa jumlah responden perawat sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 26 orang dengan persentase 87% dan jumlah perawat laki-laki sebanyak 4 orang dengan persentase 13%. 4.4.2 Frekuensi Perawat Menurut Pendidikan Terakhir Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir Frekuensi Presentase D3 Keperawatan 30 100% S1 Keperawatan 0 0% Total 30 100% 45 Dari tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa semua pendidikan terakhir perawat di Ruang Dahlia dan Ruang Bougenville Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta adalah D3 Keperawatan yang berjumlah 30 perawat dengan persentase 100%, sedangkan perawat yang menyelesaikan pendidikan terakhir di S1 belum ada dengan presentase 0%. 4.4.3 Frekuensi Perawat Menurut Lama Bekerja Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Lama Bekerja Lama Bekerja Frekuensi Presentase 1 - 12 bulan 5 16,5% 1 - 3 tahun 8 27% 3 - 5 tahun 5 16,5% 5 - 7 tahun 1 3% 7 - 10 tahun 3 10% > 10 tahun 8 27% Total 30 100% Dari tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar perawat bekerja sekitar 1 - 3 tahun sebanyak 8 orang dengan presentase 27% dan > 10 tahun sebanyak 8 orang juga dengan presentase 27%. Kemudian, perawat yang bekerja 1 - 12 bulan dan 3 - 5 tahun masing-masing sebanyak 5 orang dengan masing-masing presentase 16,5%, perawat yang bekerja selama 7 - 10 tahun sebanyak 3 orang dengan presentase 10% dan yang 46 terakhir perawat yang bekerja selama 5 - 7 tahun sebanyak 1 orang dengan presentase 3%. 4.4.4 Frekuensi Perawat Menurut Komunikasi Terapeutik Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Komunikasi Terapeutik Komunikasi Terapeutik Frekuensi Presentase Baik 29 97% Cukup Baik 1 3% Kurang Baik 0 0% Tidak Baik 0 0% 30 100% Total Pada tabel 4.4 menjelaskan bahwa jumlah perawat yang dikategorikan dapat melakukan fase komunikasi terapeutik dengan baik sebanyak 29 orang dengan persentase 97%, komunikasi terapeutik kategori cukup baik hanya 1 orang dengan persentase 3%, komunikasi terapeutik kategori kurang baik dan tidak baik tidak ada dengan presentase 0%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki komunikasi terapeutik kategori baik. 4.4.5 Frekuensi Pasien Rawat Inap Menurut Jenis Kelamin Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pasien Rawat Inap Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Presentase Laki-laki 17 42% Perempuan 23 58% Total 40 100% 47 Pada tabel 4.5 menjelaskan bahwa pasien rawat inap dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dengan jumlah 23 orang (85%) daripada pasien jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 17 orang (42%). 4.4.6 Frekuensi Pasien Rawat Inap Menurut Usia Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pasien Rawat Inap Menurut Usia Usia Frekuensi Presentase ( 14 – 25 tahun ) 12 30% ( 26 – 45 tahun ) 17 42% ( > 46 tahun ) 11 28% Total 40 100% Pada tabel 4.6 menjelaskan bahwa responden pasien sebagian besar berusia dewasa dengan jumlah 17 orang dengan presentase 42%, kemudian berusia remaja 12 orang dengan presentase 30% dan lanjut usia berjumlah 11 orang dengan presentase 28%. 4.4.7 Frekuensi Pasien Rawat Inap Menurut Pendidikan Terakhir Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Pasien Rawat Inap Menurut Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir SD SMP SMA / SMK STM D3 S1 Frekuensi 3 16 9 3 5 4 Presentase 7,5% 40% 22% 7,5% 13% 10% Total 40 100% 48 Tabel 4.7 menjelaskan bahwa responden pasien pendidikan terakhir SD dan STM masing-masing sebanyak 3 orang dengan presentase 7,5%, menurut pendidikan terakhir SMP sebanyak 16 orang dengan presentase 40%, menurut pendidikan terakhir SMA/SMK sebanyak 9 orang dengan presentase 22%, menurut pendidikan terakhir D3 sebanyak 5 orang dengan 13% kemudian pasien rawat inap yang berpendidikan S1 sebanyak 4 orang dengan presentase 10%. Dengan demikian, sebagian besar pasien rawat inap adalah berpendidikan terakhir SMP. 4.4.8 Frekuensi Pasien Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Pasien Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Frekuensi Presentase PNS 1 2% Swasta 30 75% Buruh Tani 3 8% Mahasiswa 5 13% Pelajar 1 2% Total Berdasarkan tabel 40 100% 4.8 menunjukkan bahwa pasien rawat inap berdasarkan pekerjaan sebagai PNS dan masih pelajar masing-masing sebanyak 1 orang dengan masing-masing presentase 2%, pasien rawat inap yang swasta sebanyak 30 orang dengan presentase 75%, pasien yang bekerja sebagai buruh tani sebanyak 3 49 orang dengan presentase 8% kemudian pasien rawat inap yang masih mahasiwa sebanyak 5 orang dengan presentase 13%. Dengan demikian, sebagian besar pasien rawat inap di Ruang Dahlia dan Ruang Bougenville Rumah Sakit Panti Waluyo adalah swasta selama peneliti melakukan penelitian. 4.4.9 Frekuensi Pasien Rawat Inap Menurut Respon Kepuasan Terhadap Komunikasi Terapeutik Perawat Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Pasien Rawat Inap Menurut Respon Kepuasan Terhadap Komunikasi Terapeutik Perawat Respon Kepuasan Frekuensi Presentase Puas 34 85% Cukup puas 6 15% Kurang puas 0 0% Tidak puas 0 0% Total 40 100% Tabel 4.9 menjelaskan bahwa respon kepuasan pasien rawat inap terhadap komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat dalam kategori puas sebanyak 34 orang dengan presentase 85%, kemudian respon kepuasan pasien rawat inap dalam kategori cukup puas sebanyak 6 orang dengan presentase 15% serta tidak ada respon kepuasan pasien dalam kategori kurang puas dan tidak puas. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar respon kepuasan pasien rawat inap terhadap komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat dalam kategori puas. 50 4.5 Analisa Data 4.5.1 Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Teknik yang digunakan untuk menguji normalitas data dalam penelitian ini adalah dengan Kolmogorov-Smirnov. Berikut ini merupakan uji normalitas menggunakan program SPSS windows 17.0. Pada hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta menunjukkan bahwa sampel berdistribusi normal. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikan > 0,05. Uji normalitas variabel independen dalam penelitian ini, yaitu komunikasi terapeutik perawat didapatkan 0,063 dan uji normalitas varibel dependen, kepuasan pasien rawat inap didapatkan 0,471. Dapat dilihat pada Lampiran 10. 4.5.2 Uji Linearitas Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak. Kedua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear jika nilai signifikan > 0,05. Hasil uji linearitas (test for linearity) menunjukkan adanya hubungan yang linear 51 antara kedua variabel yang signifikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai linearitas 0,124 > 0,05. Dapat dilihat pada Lampiran 11. 4.5.3 AnalisisKorelasi Analisis korelasi digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Hasil analisis menggunakan SPSS windows 17.0 korelasi Spearman Rank, komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien rawat inap didapatkan nilai signifikan 0,013 < 0,05 yang menunjukkan bahwa H1 diterima, sehingga dinyatakan ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Kemudian, didapatkan pula koefisien korelasi (rs) yaitu 0,947 yang menunjukkan bahwa kekuatan hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta memiliki kategori hubungan sangat kuat dengan interval koefisien korelasi (rs) 0,80 – 1,000. Dapat dilihat pada Lampiran 12. 52 4.6 Pembahasan 4.6.1 Komunikasi Terapeutik Perawat Berdasarkan hasil penelitian survei jawaban pernyataan responden kuesioner perawat, menunjukkan bahwa perawat di Ruang Dahlia dan Ruang Bougenville sudah melakukan setiap fase komunikasi terapeutik dengan optimal. Dari sampel yang berjumlah 30 orang perawat, sebanyak 29 orang dengan presentase 97% memiliki komunikasi terapeutik yang baik. Sebagian besar perawat memiliki komunikasi terapeutik didasari oleh metode penerapan keselamatan pasien yang salah satunya adalah peningkatan komunikasi efektif, karena dalam diri masing-masing perawat sudah menanamkan dan memiliki kesadaran dalam menerapkan komunikasi yang baik membangun pada pasien hubungan maupun saling keluarga percaya, untuk jujur, mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian dan memberikan solusi yang tepat. Nursalam (2007), menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan 53 dengan cara yang mudah sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan pemberi pesan. Selain itu, Rumah Sakit yang berstatus swasta biasanya akan mengedepankan pelayanan terhadap pasien sebagai kelangsungan rumah sakit kedepannya, karena kepuasan pasien merupakan hal yang penting agar masyarakat tetap menggunakan fasilitas rumah sakit sehingga menyebabkan tenaga kesehatan yang bekerja dalam hal ini termasuk perawat merasa perlu untuk menerapkan hal-hal yang baik seperti berkomunikasi terhadap penerima layanan (pasien dan keluarga) agar meyakinkan bahwa pelayanan yang diberikan benarbenar berkualitas. Hal lain yang mendukung komunikasi terapeutik perawat sebagian besar baik adalah salah satu karakteristik, yaitu lama bekerja perawat yang sebagian besar sudah bekerja selama 1 - 3 tahun berjumlah 8 orang dengan presentase 27% dan yang bekerja lebih dari 10 tahun berjumlah 8 orang pula dengan presentase 27%. Hasil penelitian yang mendukung dilakukan oleh Redhian (2011), di RSUD Ungaran menunjukkan bahwa perawat yang bekerja lebih dari 2 tahun memiliki banyak 54 pengalaman dalam berkomunikasi serta memiliki sikap yang baik terhadap pasien dan keluarga. 4.6.2 Kepuasan Pasien Dari 40 responden pasien menunjukkan bahwa 34 orang dengan presentase 85% berkategori puas dan 6 orang dengan presentase 15% berkategori cukup puas terhadap komunikasi yang dilakukan perawat. Dari hasil penelitian survei respon kepuasan pasien ini dapat disimpulkan memiliki respon sebagian besar kategori puas terhadap komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat.Hal ini menyatakan bahwa pelayanan perawat dalam hal berkomunikasi sudah memenuhi kepuasan pasien akan pelayanan prima berdasarkan kasih sesuai dengan visi Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dari sisi kejelasan informasi serta kesediaan perawat mendengarkan keluhan dan membantu permasalahan pasien sehingga membantu mewujudkan motto Rumah Sakit Panti Waluyo yaitu “cepat, tepat dan memuaskan”. Junaedi (2002), menyatakan bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk tergantung kinerja yang dirasakan konsumen atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen, maka konsumen akan mengalami kepuasan. 55 Meskipun 34 dari 40 responden menilai puas terhadap komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat, tetapi masih terdapat 6 dari 40 yang menilai cukup puas. Hal ini dikarenakan kesan pertama pertemuan antara perawat dan pasien yang kurangmenunjukkan sikap saling terbuka, terutama sikap penerimaan perawat terhadap kedatangan pasien diruangan perawatan. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan pasien menjawab sebagian besar perawat tidak memperkenalkan diri saat melakukan tindakan, tidak menyepakati kontrak waktu, perawat tidak berjabat tangan dan pasien tidak mengerti fungsi tindakan maupun fungsi obat yang diberikan.Oleh karena itu, perawat harus memperhatikan dan menerapkan pendekatan komunikasi yang lebih baik lagi. Hal lain yang mendukung hasil ini adalah karakteristik pasien menurut pendidikan terakhir. Frekuensi pendidikan terakhir pasien dari sampel 40 orang, sebagian besar adalah SMP dengan jumlah 16 orang (40%). SMP merupakan kategori ilmu dasar dan dalam menilai sesuatu menerima apa adanya dan kurang kritis sehingga kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat cenderung lebih banyak berkategori puas. Hasil penelitian oleh Rorie, Pondag & Hamel 56 (2014), menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan lebih rendah akan merasa lebih puas. Sama halnya dengan penelitian oleh Lestari, Sunarto & Kuntaro (2009), menunjukkan seseorang akan bahwa cenderung tingkat pendidikan membantunya untuk membentuk suatu pengetahuan sikap dan perilakunya terhadap sesuatu serta memiliki kemampuan yang kritis untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek yang ditentukan. Selanjutnya pekerjaan karakteristik mendukung pula pasien dalam hal dalam menentukan bagaimana seseorang berespon atau menilai apa yang diterima. Frekuensi pekerjaan dari 40 responden pasien sebagian besar adalah swasta dengan jumlah 30 orang (75%) seperti pekerjaan menjaga warnet, membuka warung, berjualan kue, menjaga rumah makan dan lainlain yang memiliki penghasilan kecil. Oleh sebab itu, hasil penelitian ini sebagian besar puas terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat. Menurut Anoraga (2009), konsumen yang memiliki pekerjaan kurang baik atau yang menghasilkan uang yang kurang atau tidak bekerja cenderung lebih puas daripada konsumen yang tingkat pekerjaannya lebih baik atau 57 yang bekerja. Hal tersebut terjadi karena mereka menganggap bahwa kepuasan berbanding lurus dengan biaya yang pelayanan harus yang dikeluarkan baikpula untuk sehingga memperoleh kecenderungan mereka akan tidak puas ketika pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan harapan. 4.6.3 Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien Korelasi yang diperoleh antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien ini adalah sangat kuat. Hal ini menerangkan bahwa bila komunikasi terapeutik diterapkan secara optimal oleh perawat didalam memberikan pelayanan keperawatan maka akan berdampak pada pencapaian kepuasan pasien akan pelayanan tersebut sehingga masyarakat tetap menggunakan pelayanan rumah sakit Panti Waluyo Surakarta. Dari pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa perawat memiliki peran yang penting saat melakukan setiap fase komunikasi terapeutik dengan baik, khususnya pada pasien rawat inap karena hal ini dapat membantu kesembuhan pasien, meningkatkan rasa saling percaya antara perawat-pasien, meningkatkan 58 kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan serta dapat meningkatkan mutu rumah sakit agar pasien maupun masyarakat tetap mau menggunakan fasilitas di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Hasil penelitian yang mendukung dilakukan oleh Hayes (2007), di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik secara efektif dan berkesinambungan dapat meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan oleh Fakhr, Negarandeh, Salsali & Rahnavard (2011) di Iran, menyatakan bahwa perawat dengan kemampuan komunikasi yang baik memiliki peran besar dalam mengurangi rasa stres keluarga dan pasien rawat inap. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi terapeutik perawat dapat keperawatan. meningkatkan Sama halnya hasil kualitas asuhan penelitian yang dilakukan oleh Husna, Sumarliyah & Tipo (2009), di RS Siti Khodijah Sepanjang Jawa Timur, menunjukkan bahwa perawat dapat menerapkan komunikasi terapeutik secara efekif (100%) dan pasien menyatakan puas (84,6%). Uji statistik Spearman Rank menunjukkan koefisien korelasi yaitu 0,550 sehingga ada hubungan 59 antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien danhubungan ini berada pada derajat yang kuat. 4.7 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah hanya meneliti di ruang kelas II dan kelas III dengan sampel 30 perawat dan 40 pasien. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah jumlah sampel agar memaksimalkan hasil penelitian. 60