J. Tek. Ling Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup” Hal. 127 - 138 Jakarta, Juni 2012 ISSN 1441-318X PENDEKATAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN MELALUI PRODUKSI DAN KONSUMSI BERKELANJUTAN (Sustainable Consumption And Production) Lestario Widodo dan Joko Prayitno Susanto Abstracts Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin meningkatnya laju pertambahan penduduk, pada kenyataannya semakin meningkatkan eksploitasi sumberdaya alam yang terjadi tanpa pengawasan dan kendali yang memadai. Hal tersebut jelas berdampak negatif pada keseimbangan ekologi dan kualitas lingkungan hidup yang makin diperparah oleh rendahnya kesadaran individual dan masyarakat untuk senantiasa menjaga keseimbangan lingkungan. Di dalam era globalisasi dimana terjadi persaingan bisnis yang semakin ketat, industri yang memiliki kinerja pengelolaan lingkungan yang baik akan memiliki daya saing yang lebih tinggi. Pendekatan pengelolaan lingkungan pada awalnya didasarkan pada pendekatan kapasitas daya dukung (carrying capasity approach). Selanjutnya pengelolaan lingkungan kemudian berkembang menjadi upaya untuk mengatasi masalah pencemaran dengan cara mengelola limbah yang terbentuk (end-of pipe treatment). Namun demikian masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan masih belum terpecahkan. Dalam perkembangannya dengan mempertimbangkan pencegahan pencemaran dengan penekanan bahwa pencemaran seharusnya dapat dicegah seminimal mungkin. Pendekatan ini dekenal dengan nama produksi bersih ( Cleaner Production approach). Pendekatan tersebut kemudian dilengkapi/disempurnakan dengan aspek konsumsi, sehingga dikenal dengan pendekatan Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan (Sustainable Consumption and Production/SCP). Pendekatan ini menitik beratkan keseimbangan produksi dan konsumsi secara berkelanjutan, yaitu penggunaan barang dan jasa dengan cara meminimalkan penggunaan sumber daya alam, bahan beracun dan emisi limbah dan polutan selama siklus hidup, agar tidak membahayakan kebutuhan generasi mendatang. Pusat Teknologi Lingkungan BPPT selama ini telah mengembangkan sistem dan teknologi yang mendukung konsep SCP tersebut seperti pengembangan produksi bersih yang telah diterapkan di berbagai sektor industri, pengelolaan limbah padat dan cair yang kesemuanya mampu memberikan kontribusi pada pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Kata kunci : Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan, Produksi Bersih Abstracts Development of science and technology and the increasing of population rate may result in an increase in the exploitation of natural resources without adequate supervision and control.. It has a negative impact on the ecological balance and environmental quality is exacerbated by low public awareness to always maintain the environmental balance. In the era of globalization where there is business competition is increasingly fierce, the industry with has a good environmental management performance will have a higher competitiveness. First approach of environmental management was originally based Pendekatan Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 127 - 138 127 on the carrying capacity (carrying capacity approach). Further environmental management evolved into an effort to address the pollution problem by managing the waste form (end-of pipe treatment), hope that environmental quality can be improved. However, the problem of pollution and environmental damage is still unsolved. Taking into account the fundamental aspects of pollution prevention, the focus that preventive at front of process with an emphasis that pollution should be a minimum. This approach is called cleaner production (Cleaner Production approach). Furthermore this approach was improved with aspects of consumption, so the approach known as the Sustainable Production and Consumption (Sustainable Consumption and Production / SCP). This approach focuses on balance sustainable production and consumption, namely the use of goods and services in ways that minimize the use of natural resources, toxic materials and emissions of waste and pollutants over the life cycle, for the use of future generations. Environmental Technology Center BPPT had been developing systems and technologies that support of SCP such as the development of cleaner production that has been applied in various industrial sectors, the management of solid and liquid wastes that are all can contributing to the implementation of environmentally sound development. Key words : Sustainable Consumption and Production, Cleaner Production 1. LATAR BELAKANG Sektor industri merupakan sektor strategis yang diandalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi baik secara nasional maupun regional. Perannya yang besar dalam pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh kontribusinya dalam PDB Nasional selama 10 tahun terakhir yaitu rata-rata 26 %, dengan laju pertumbuhan rata-rata 4%/ tahun. Namun demikian, sektor industri juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap permasalahan lingkungan dan sumberdaya alam. Pembangunan pada prinsipnya adalah untuk meningkatkan taraf hidup manusia dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada. Peningkatan kondisi sosial dan pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan SDA terkadang akan merusak ekologi, oleh sebab itu diperlukan suatu sustainable resource management. Kriteria untuk mencapai tujuan keberlanjutan dengan parameter sisi ekonomi dan sosial dilihat dari “Indeks Pembangunan Manusia/IPM” dan ekologi dilihat dari Jejak Ekologi (Ecological footprint)menempatkan Indonesia di dibawah criteria minimum. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan yang dilakukan Indonesia belum berkelanjutan. Sebagai negara berkembang yang tengah 128 memacu pertumbuhan ekonomi, Indonesia menggunakan sejumlah besar sumber daya alam yang masih mencemari lingkungan dan menimbulkan limbah baik dari aktivitas industri maupun rumah tangga. Berbagai aktivitas tersebut dapat memperburuk perubahan iklim ke kondisi yang semakin tidak terkendali. Bahkan saat ini indonesia masih berada di bawah kriteria green economy dengan Human Development Index (HDI) 6.17 dan Ecological Footprint 1.2.1) Karena itu perlu adanya upaya menerapkan konsep konsumsi dan produksi berkelanjutan (Sustainable Consumption and Production/ SCP) menuju ekonomi hijau dalam konteks pembangunan yang pro-poor, pro-job, pro-growth dan pro-environment. Ekonomi hijau bertujuan pada efisiensi sumber daya, pemberantasan kemiskinan, penciptaan pekerjaan yang layak, dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Melalui penerapan SCP, diharapkan eksploitasi dan penggunaan sumberdaya alam baik non terbarukan maupun terbarukan dapat dilakukan secera lebih efisien, proses produksi dalam memanfaatkan sumber daya alam tersebut dapat sehemat mungkin, serta konsumsi produknya dapat dilaksanakan secara rasional, sehingga dapat lebih menjamin keberlanjutannya. Widodo, L dan J. P. Susanto., 2012 2. PERKEMBANGAN PENDEKATAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Sedunia yang diselenggarakan pada bulan Juni 1972 di Stockholm, Swedia, dapat dianggap sebagai perwujudan kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya kerja sama penanganan masalah lingkungan hidup dan sekaligus menjadi titik awal pertemuan berikutnya yang membicarakan masalah pembangunan dan lingkungan hidup. Konsep lingkungan hidup manusia yang diperkenalkan menekankan perlunya langkah-langkah pengendalian laju pertumbuhan penduduk, menghapuskan kemiskinan dan menghilangkan kelaparan yang diderita sebagian besar manusia di negara berkembang. Perkembangan pengelolaan dan pembangunan lingkungan hidup di Indonesia relatif belum lama dan baru dirintis tahun 1978, diawali dengan dibentuknya Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (MenPPLH) dengan prioritas pada peletakan dasar-dasar kebijaksanaan “membangun tanpa merusak”, 2) dengan tujuan agar lingkungan dan pembangunan tidak saling dipertentangkan. 2.1. P e n d e k a t a n Lingkungan Daya Dukung Kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan semua makhluk hidup yang meliputi ketersediaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan dasar dan tersedianya cukup ruang untuk hidup pada tingkat kestabilan sosial tertentu disebut daya dukung lingkungan. Keberadaan sumber daya alam di bumi tidak tersebar merata sehingga daya dukung lingkungan pada setiap daerah akan berbeda-beda. Oleh karena itu, pemanfaatanya harus dijaga agar terus berkesinambungan dan tindakan eksploitasi harus dihindari. Carrying capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan. Dalam pendekatan ini aktivitas yang berdampak lingkungan, diatasi dengan memaksimalkan daya dukung lingkungan, misalnya dengan cara membuang limbah ke sungai pada saat air yang disungai mengalir cukup deras, atau limbah cair sebelum dibuang digelontor air terlebih dahulu agar lebih encer, atau kalau kegiatan industri yang menghasilkan debu pembakaran, maka upayanya adalah dengan cara meninggikan cerobong, dengan maksud daya dukung lingkungannya lebih memadai. Konsep daya dukung ini ternyata sulit untuk diterapkan mengingat kendala-kendala yang timbul dan sering kali harus dilakukan upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang kemudian tercemar dan rusak, sehingga menjadi mahal biayanya. 2.2. Pendekatan End of Pipe Pendekatan pengelolaan lingkungan selanjutnya adalah upaya untuk mengatasi masalah pencemaran dengan cara mengelola limbah yang terbentuk (end-of pipe treatment), dengan harapan kualitas lingkungan hidup dapat lebih ditingkatkan.3} Konsep end-of-pipe treatment ini menitik beratkan pada pengolahan dan pembuangan limbah, setelah proses produksi. Konsep ini pada kenyataannya tidak dapat sepenuhnya memecahkan permasalahan lingkungan yang ada, sehingga pencemaran dan perusakan masih terus berlangsung. Hal ini disebabkan karena dalam prakteknya pelaksanaan konsep ini menimbulkan banyak kendala, seperti pentaatan peraturan perundangan misalnya tentang baku mutu lingkungan, masalah pembiayaan serta masih rendahnya tingkat kesadaran pelaku pencemaran. Pendekatan Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 127 - 138 129 Kendala lain yang dihadapi oleh pendekatan end-of-pipe treatment adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan ini bersifat reaktif, yaitu bereaksi setelah limbah terbentuk. 2. Tidak efektif dalam memecahkan permasalahan lingkungan, karena pengolahan limbah cair, padat atau gas memiliki resiko pindahnya polutan dari satu media ke media lingkungan lainnya, dimana dapat menimbulkan masalah lingkungan yang sama gawatnya, atau berakhir sebagai sumber pencemar secara tidak langsung pada media yang sama. 3. Biaya investasi dan operasi tinggi, karena pengolahan limbah memerlukan biaya tambahan pada proses produksi, sehingga biaya persatuan produk naik. Hal ini menyebabkan para pengusaha enggan mengoperasikan peralatan pengolahan limbah yang telah dimilikinya. 4. Pendekatan pengendalian pencemaran memerlukan berbagai perangkat peraturan, selain menuntut tersedianya biaya dan sumber daya manusia yang handal dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan pemantauan, pengawasan dan penegakkan hukum. Lemahnya kontrol sosial, terbatasnya sarana dan prasarana serta kurangnya jumlah dan kemampuan tenaga pengawas menyebabkan hukum tidak bisa ditegakkan. Oleh karena banyaknya kendala yang dihadapi dalam menerapkan konsep End of Pipe sehingga konsep ini bukan cara yang efektif dalam mengelola lingkungan, maka pendekatan pengelolaan lingkungan telah dirubah ke arah pencegahan pencemaran yang mengurangi terbentuknya limbah dan memfasilitasi semua pihak untuk mengelola lingkungan secara hemat biaya serta memberikan keuntungan baik finansial maupun non finansial. 130 2.3. Produksi Bersih Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara kontinu pada proses produksi, produk, dan jasa untuk meningkatkan efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Produksi Bersih (cleaner production) bertujuan untuk mencegah dan meminimalkan terbentuknya limbah atau bahan pencemar lingkungan diseluruh tahapan proses produksi.4) Disamping itu, produksi bersih juga melibatkan upayaupaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi diseluruh tahapan produksi. Dengan menerapkan konsep produksi bersih, diharapkan sumber daya alam dapat lebih dilindungi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Secara singkat, produksi bersih memberikan dua keuntungan, pertama meminimisasi terbentuknya limbah, sehingga dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup dan kedua adalah efisiensi dalam proses produksi, sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih adalah sebagai berikut: 1. M e n g u r a n g i d a n m e m i n i m i s a s i penggunaan bahan baku, air dan pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga mencegah dan atau mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta resikonya terhadap manusia. 2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi, berlaku balk pada proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk. 3. Upaya produksi bersih ini tidak akan berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan Widodo, L dan J. P. Susanto., 2012 tingkah laku dari semua pihak terkait baik pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia usaha. Selain itu pula perlu diterapkan pola manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah mempertimbangkan aspek lingkungan. 4. Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur standar operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu membutuhkan biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi seringkali waktu yang diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat. 5. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan diri sendiri (self regulation) dari pada pengaturan secara command and control. Jadi pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan kesadaran utuk merubah sikap dan tingkah laku. Prinsip-prinsip dalam produksi bersih diaplikasikan dalam bentuk kegiatan yang dikenal sebagai 4R, meliputi: · · · · Reuse, atau penggunaan kembali adalah suatu teknologi yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa mengalami perlakukan fisika/kimia/biologi. Reduction, atau pengurangan limbah pada sumbernya adalah teknologi yang dapat mengurangi atau mencegah timbulnya pencemaran di awal produksi misalnya substitusi bahan baku yang ber B3. Recovery, adalah teknologi untuk memisahkan suatu bahan atau energi dari suatu limbah untuk kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika/ kimia/biologi. Recycling, atau daur ulang adalah teknologi yang berfungsi untuk memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula yang dapat dicapai melalui perlakuan fisika/kimia/biologi. 3. PENDEKATAN SCP Menurut definisi dari United Nations Environment Programme (UNEP), SCP adalah tentang mempromosikan sumber daya dan efisiensi energi dan infrastruktur yang berkelanjutan dengan menawarkan peluang seperti membuat pasar baru dan menghasilkan pekerjaan yang layak, seperti pasar untuk makanan organik, perdagangan yang adil, perumahan yang berkelanjutan, energi terbarukan, transportasi berkelanjutan dan pariwisata. SCP ini terutama bermanfaat bagi negara berkembang karena menyediakan kesempatan bagi pelaku ekonomi dan usaha untuk “melompati” menuju teknologi sumber daya yang lebih efisien, ramah lingkungan dan lebih kompetitif, sehingga memungkinkan melewati fase tidak efisien dan menimbulkan polusi pembangunan. SCP menggunakan “siklus hidup perspektif” sebagai sarana untuk meningkatkan pengelolaan berkelanjutan sumber daya dan mencapai efisiensi sumber daya di semua tahapan rantai nilai. SCP membuka jalan untuk mempercepat transisi menuju ekonomi eko-efisien, sementara memutar tantangan lingkungan dan sosial menjadi peluang bisnis dan pekerjaan.5) Salah satu tujuan utama SCP adalah untuk pertumbuhan ekonomi ‘memisahkan’ dan kerusakan lingkungan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dalam distribusi, produksi dan penggunaan produk. SCP bertujuan untuk menjaga intensitas energi, material dan polusi dari semua fungsi produksi dan konsumsi dalam daya dukung ekosistem alam. Definisi konsumsi berkelanjutan sebagai “penggunaan barang dan jasa yang merespon kebutuhan dasar dan Pendekatan Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 127 - 138 131 membawa kualitas hidup yang lebih baik, dan meminimalkan penggunaan sumber daya alam, bahan beracun dan emisi limbah dan polutan selama siklus hidup, agar tidak membahayakan kebutuhan generasi mendatang “. (The Oslo Symposium in 1994 ) 5) . Pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan dalam hal ini adalah pola atau mekanisme sistematik yang mengatur produksi dan konsumsi suatu produk benar-benar mengikuti kaidahkaidah yang menjamin keseimbangan ekosistem dan kesinambungan khususnya sumberdaya alam. Pada dunia nyata, produksi suatu produk atau komoditas sejalan dengan adanya konsumsi atau produk atau komoditas itu sendiri. Sebagai bahan baku utama asal muasalnya adalah sumberdaya alam yang secara alami ada dua kemungkinan ketersediaannya, yaitu dapat diperbaharui (renewable resources) dan tidak dapat diperbaharui (non renewable resources) artinya dalam kurun waktu tertentu ketersediaannya akan habis atau musnah dari permukaan bumi. Sebagai contoh misalnya minyak bumi atau gas alam (natural gas) dengan demikian konsumsi bahan baku yang tidak dapat diperbaharui sebagai sumber energi atau sebagai bahan baku industri turunannya pada kondisi dan waktu tertentu tidak akan terpenuhi lagi sekiranya tidak ditemukan teknologi baru yang dapat menggantikannya. Tidaklah mengherankan kalau untuk sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui tersebut saat ini sudah mulai menurun kuantitasnya dan dikampanyekan untuk dihemat penggunaannya. Dari sumber daya alam pada kondisi tertentu dapat dibuat sumberdaya fisik atau buatan yang secara tidak langsung dapat digunakan untuk bahan baku industri produk atau komoditas sebagai sesuatu yang diperlukan guna pemenuhan konsumsi. Namun hal ini juga jumlahnya sangat terbatas manakala tidak dilakukan upaya penghematan sumberdaya alamnya melalui 3 langkah yaitu : “Pengurangan Penggunaan (Reduce), Penggunaan Ulang (Reuse) dan Pendaur Ulangan (Recycle) atau yang dikenal dengan istilah 3R. Dengan demikian apabila tindakan melalui 3 langkah tersebut tidak dilakukan maka dapat dipastikan bahwa produksi dan eksploitasi sumberdaya alam akan tidak seimbang dengan konsumsinya. Langkah ini menjadi penting dalam menekan konsumsi dan bertumpuknya limbah dan eksploitasi sumberdaya yang berlebihan. Lebih jelasnya gambaran tersebut di atas dapat diuraikan dengan menggunakan gambar berikut. Sustainable Consumption and Production (SCP) yang dikemas dari proses ekstraski SDA, produksi, market, use and end-of Life suatu produk merupakan konsep integrasi untuk perlindungan lingkungan yang lebih luas. Gambar 1. Cakupan SCP 132 Widodo, L dan J. P. Susanto., 2012 Saat ini Pemerintah Indonesia telah mencanangkan pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan dengan melakukan pembangunan di 6 koridor ekonomi, yang tertera dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Salah satu strategi utama dalam master plan adalah mempercepat IPTEK Nasional, oleh sebab itu Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi sebagai Pusat Unggulan Teknologi, memacu perekayasaan teknologi hijau-teknologi teknologi-hijau yang dikembangkan untuk perbaikan efisiensi penggunaan sumber daya, pengembangan teknologi dan pasar yang rendah emisi karbon dan berjejak ekologi tinggi serta pengurangan resiko lingkungan yang diiringi dengan peningkatan kualitas manusia,mengembangkan pertumbuhan hijau dan peningkatan kesempatan kerja yang layak.Implementasi Teknologi hijau dalam 6 koridor ekonomi akan menciptakan green ecgonomy. Hal ini merupakan paradigma baru yang mendorong pertumbuhan ekonomi,penghasilan dan kesempatan kerja secara berkelanjutan, serta memberikan kontribusi terhadap pengurangan kemiskinan. (pro-job, pro-poor, pro-environment) 4. P R O D U K S I B E R S I H S E B A G A I KOMPONEN SCP P a d a t a h u n 1 9 9 0 - a n UNEP 5) (United Nations Enviroment Program) memperkenalkan konsep produksi bersih yang didefenisikan sebagai : “Suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan.” Produksi bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang diterapkan untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan. Dasar Hukum Pelaksanaan Produksi Bersih adalah UU RI No. 32 Tabun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.6) Sejak tahun 1980-an kajian tentang teknologi yang ramah lingkungan menjadi prioritas. Prinsip utama konsep ini adalah mencegah terjadinya polusi (pollution prevention) dengan menggunakan proses produksi yang lebih bersih (cleaner production) atau mengintegrasikan prinsip ekologi dalam proses (eco-efficiency) 7). Produksi bersih ini merupakan generasi kedua perkembangan teknologi lingkungan. Dalam produksi lebih bersih, langkah praktisnya adalah bagaimana suatu proses dapat : a. Mengurangi pemakaian energi dan bahan mentah produksi. b. Mengurangi limbah yang dihasilkan. c. Memperbesar potensi pendaurulangan bahan mentah produksi dan produk samping (by-product) Ada berbagai cara untuk menerapkan langkah-langkah meningkatkan efisiensi untuk proses, produk dan layanan. Caracara yang potensial untuk penerapan produksi bersih yaitu melalui metodologi untuk mencapai tujuan dalam produksi bersih yang dilengkapi dengan pedoman teknis. Pemilihan teknologi ini dan pedoman berdasarkan penggunaannya di Indonesia termasuk komprehensivitasnya serta kemudahan untuk dipraktekan. Pendekatan yang digunakan dalam penerapan Teknologi Produksi Bersih yaitu dengan cara sebagai berikut : 1. Melakukan Tata kelola yang apik (Good House Keeping, GHK). 2. Pengelolaan Bahan Kimia (Chemical Management, CM) Di dalam hal ini memfokuskan pada peningkatan produktivitas, penghematan biaya, pengurangan dampak lingkungan dan peningkatan prosedur organisasi serta keselamatan di tempat kerja. Metodologi yang lain secara lebih khusus memfokuskan pada penerapan fisik langkah-langkah Pendekatan Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 127 - 138 133 Produksi Bersih yang merupakan gabungan antara dua konsep Produksi Bersih dan Efisiensi Energi. Perspektif Ekonomi menjadi kunci utama atas penerapan Produksi Bersih, oleh karena itu dalam pengembilan keputusan upaya perbaikan dijelaskan pula metodologi ekonomi yaitu analisa biaya keuntungan (CBA, Cost Benefit Analysis) ) untuk Produksi Bersih dan Akuntansi Manajemen Lingkungan (EMA, Environmental Management Accounting). Perspektif ekonomi ini menunjukan cara objektif untuk mengetahui dampak finansial terhadap kinerja lingkungan di industri secara fisik dan moneter.8) Dampak finansial dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan isu-isu lingkungan, seringkali salah dalam perhitungannya akibat adanya biaya yang tidak terlihat (hidden cost) maupun overhead cost apabila menggunakan metode perhitungan akuntansi konvensional. Untuk dapat melihat secara lebih jelas lingkup biaya lingkungan, maka telah dikembangkan Environmental Management Accounting (EMA)9) sebagai perangkat untuk membantu para pelaku usaha dalam meningkatkan performa finansial sekaligus kinerja lingkungannya. Secara sistematis, EMA mengintegrasikan aspek lingkungan dari perusahaan ke dalam akuntasi manajemen dan proses pengambilan keputusan. Selanjutnya EMA membantu pelaku usaha untuk mengumpulkan, menganalisa dan menghubungkan antara aspek lingkungan dengan informasi moneter maupun fisik. Dalam setiap proses produksi tentu memerlukan bahan baku sebagai input utamanya, energi sebagai sumber bahan bakar, serta air sebagai bahan penunjang. Dengan teknologi proses yang sesuai serta melibatkan tenaga kerja yang ahli dalam tiap tahapan atau sub-prosesnya maka pada akhirnya akan menghasilkan produk sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. Melalui langkah-langkah produksi tersebut maka dapat digambar model alur bahan 134 proses produksi, tahapan produksi hingga akhirnya menghasilkan produk. Pada model alur bahan tiap tahapan atau sub-proses produksi akan terlihat dengan jelas dan detail kebutuhan bahan baku, energi, peralatan yang diperlukan serta keterlibatan tenaga kerjanya. Mendasarkan pemahaman singkat tentang alur bahan tersebut maka yang dimaksud dengan Non Produk Output (NPO) adalah keseluruhan materi, energi dan air yang digunakan dalam proses produksi akan tetapi bahan tersebut tidak berakhir (termasuk) ke dalam produk akhir yang direncanakan.9) Untuk lebih jelasnya pengertian NPO dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2 terlihat bahwa NPO berada disebelah kanan yang pada hakekatnya adalah limbah baik limbah cair, limbah padat, produk buangan atau produk gagal, serta emisi. Komponen-komponen atau unsur NPO tersebut mempunyai nilai atau yang disebut dengan biaya NPO10). Biaya NPO terbentuk dari seluruh komponen yang membentuk NPO yaitu Biaya Input, Biaya Pemrosesan serta Biaya Pembuangan. Lebih lanjut skema perhitungan biaya NPO dapat dilihat seperti pada Gambar. Berdasarkan pada definisi dari NPO seperti terlihat pada Gambar 3, maka tipe dan bentuk-bentuk NPO atau biaya-biayanya yang dapat diidentifikasi adalah : 11) a. Bahan baku yang kurang berkualitas, artinya bahan baku yang tidak memenuhi kualitas (tidak sesuai spesifikasi)) yang sudah ditetapkan oleh industri. b. Barang yang ditolak, diluar spesifikasi produk (semua tipe), dan biaya pemrosesan kembali c. Limbah (padat, cair, beracun, tidak beracun) d. L i m b a h c a i r ( j u m l a h , t i n g k a t a n kontaminasi = keseluruhan air tidak terkandung dalam produk final) e. energi (tidak terkandung dalam produk final), contoh: batu bara, uap, listrik, oli, diesel, bensin, limbah panas) Widodo, L dan J. P. Susanto., 2012 Gambar 2. Model Alur Bahan NPO = seluruh materi, energi dan air yang digunakan dalam proses produksi akan tetapi tidak berakhir (termasuk) ke dalam produk akhir Gambar 3. Konsep dan Perhitungan NPO Pendekatan Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 127 - 138 135 f. g. h. emisi (termasuk kebisingan dan bau) Kehilangan dalam penyimpanan Kerugian pada saat penanganan dan transportasi (internal,eksternal) i. Pengemasan Material (kecuali parfum atau produk serupa) j. Reklamasi pelanggan dan trade returns k. Kerugian karena kurangnya perawatan l. Kerugian atau permasalahan kesehatan dan lingkungan m. Kapasitas yang digunakan dalam pemprosesan kembali (reprocessing) (peluang biaya) n. machine downtimes Internalisasi biaya lingkungan skala perusahaan adalah memasukkan item-item biaya yang sebelumnya bukan manjadi bagian dari biaya lingkungan menjadi biaya lingkungan seperti biaya pengelolaan limbah, pelatihan di bidang lingkungan, sertifikasi dan labeling lingkungan (ISO 14000) yang merupakan biaya-tidak langsung, biaya lingkungan langsung seperti biaya energi yang diperlukan untuk menghasilkan produk, biaya tenaga kerja untuk memproses produk, biaya bahan dan material untuk memproduksi suatu produk. Masih dalam tataran perusahaan, biaya lingkungan secara akuntansi konvensional masuk dalam kategori overhead cost (biasanya berupa biaya limbah dan atau pembakaran limbah) sehingga beban lingkungan dibebankan secara makro, sedangkan upaya internalisasi lingkungan (skala perusahaan) adalah upaya secara lebih terinci beban atau biaya lingkungan dari aspek apa saja yang secara nyata memang menghasilkan biaya lingkungan . . Dengan demikian melalui internalisasi biaya lingkungan akan dapat diketahui berapa biaya lingkungan yang nyata pada masing-masing devisi serta tahapan prosesnya sehingga sumber-sumber pencipta beban lingkungan dapat dilihat secara lebih terperinci. Pemahaman secara konvensional tentang biaya lingkungan adalah keseluruhan biaya perlindungan lingkungan dalam arti biaya yang diperlukan 136 untuk pemulihan dampak lingkungan. Sedangkan pemahaman biaya lingkungan yang mengacu pada aliran bahan/material dan energi adalah biaya-biaya yang terkait dengan aliran bahan dan energi yang berdampak terhadap lingkungan. Dengan mengacu pada pemahaman aliran bahan dan energi, maka biaya lingkungan akan terkait dengan : - Biaya material sebagai input untuk manjadi produk/output, yaitu biaya belanja sumber alam, energi, air dan material lainnya serta pengemasan produk. - Biaya material dari non produk output, yaitu biaya energi pada tahapan proses, air dan material lain yang menjadi Non Produk Output - Pengendalian biaya limbah dan emisi, meliputi penanganan dan perlakuan terhadap buangan limbah dan emisi, se rta bi a ya ko mp en sa si a ki b at kerusakan lingkungan. - Pencegahan dan biaya managemen lingkungan, meliputi seluruh biaya aktifitas managemen lingkungan, perencanaan lingkungan dan komunikasi lingkungan, - Biaya Penelitian dan Pengembangan, mencakup penelitian yang terkait isuisu lingkungan. - Biaya-biaya yang terukur, antara lain citra perusahaan, peraturan-peraturan dimasa depan, relasi pemegang saham, potensi kecenderungan perusahaan dimasa mendatang. Biaya yang umum dibebankan pada lingkungan adalah : Biaya pengolahan limbah, dan atau biaya incinerator (pembakaran limbah padat). Sedangkan biaya yang tersembunyi adalah biaya ; biaya energi untuk material limbah, biaya pengadaan bahan yang akhirnya menjadi limbah, tambahan biaya akibat penampungan limbah, biaya proses material limbah, biaya administrasi untuk proses limbah dan material limbah, biaya penanggulangan kerusakan (ekstraksi) akibat material limbah, Widodo, L dan J. P. Susanto., 2012 biaya tenaga kerja untuk proses pengolahan limbah dan material limbah. Pusat Teknologi Lingkungan BPPT telah membuat pengolahan limbah cair industry tahu di salah satu klaster industry tahu di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah yaitu di desa Kalisari dan desa Cikembulan, yang pada hakekatnya adalah komponen lingkungan, diantaranya menghilangkan bau busuk dari air limbah, memperbaiki kualitas air yang sudah tercemar untuk perikanan dan pertanian, memperoleh biogas sebagai pengganti bahan bakar LPG. Pengolahan limbah cair tahu yang dapat menghasilkan biogas tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari komponen Gambar 4. Instalasi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Tabel 1. Kapasitas Pengolahan Limbah Cair Industry Tahu Di Desa Kalisari Dan Cikembulan Unit Pengolahan Limbah Cair Kedelai yang Limbah cair diolah (kg/ (m3/hari) hari) Kapasitas Digester (m3) Produksi biogas (m3/hari) Jumlah rumah tangga pemakai biogas Kalisari 1 625 4.5 21 24 25 Kalisari 2 325 2.1 10 18 18 Cikembulan 225 1.5 7 9 7 Tabel 2. Kondisi Eksisting dan Potensi Substitusi LPG dan Reduksi Emisi hasil Pengolahan Limbha Cair Tahu Limbah cair tahu yang diolah Dapat mensubstitusi (ton LPG per tahun) Reduksi Emisi ton CO2eq per tahun 3 Pengolahan yang sudah terpasang 9 184 Seluruh limbah tahu di Kalisari dan Cikembulan 106 2.203 Nasional 59 ribu 1,2 juta SCP aspek managemen limbah. Jumlah IKM tahu di kedua desa ini 650 IKM dengan total kebutuhan bahan baku kedelai mencapai 13 ton per hari. Dari kedua desa ini menghasilkan limbah cair sekitar 90 m3 per hari. Jumlah limbah cair yang diolah baru sekitar 8% dari total limbah dan menghasilkan biogas. Biogas ini sudah dimanfaatkan oleh 50 rumah tangga sebagai bahan bakar pengganti LPG. Pengolahan limbah cair industri tahu memberikan banyak manfaat bagi SCP khususnya managemen limbah. Selain itu Pengolahan limbah cair industri tahu menurunkan emisi CO2 dengan jumlah yang relative cukup besar. PENUTUP Pendekatan pengelolaan lingkungan terus mengalami perkembangan secara dinamis, namun tiap tahapan perkembangan dengan tahapan berikutnya tetap saling melengkapi, sehingga pengelolaan Pendekatan Pengelolaan,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 127 - 138 137 lingkungan akan semakin komprehensif (terpadu) dan saling sinergis. Pendekatan SCP pada hakekatnya merupakan pendekatan secara holistik, yang dimulai dengan bagaimana memanfaatkan suatu sumber daya (ekstrasi) secara lebih efisien, memproduksi sumber daya tersebut secara lebih produktif, memasarkan hasil produksinya dan pemanfaatannya secara rasional (aspek konsumsi berkelanjutan), serta melaksanakan pengelolaan limbah dari produksi yang dimanfaatkan maupun limbah dari produk samping yang kesemuanya menjadi suatu gugus kendali lingkungan, sehingga pemanfaatan sumber daya akan lebih berkelanjutan. Dengan pendekatan Non Produk Output (NPO) pada produksi bersih maka secara lebih jelas dapat membantu untuk mengidentifikasi dan menganalisa biaya lingkungan yang tersembunyi (hidden cost), misalnya biaya minimisasi limbah yang hanya memasukkan biaya insenerasi dan pembuangan limbah. Dengan demikian perhitungan NPO akan sangat membantu dalam mengemplementasikan SCP pada kegiatan produksi. Pengelolaan limbah (pendekatan end of pipe) yang secara senergis menghasilkan biogas sebagai energi alternative pada limbah cair tahu, mampu meningkatkan penghematan melalui pemanfaatan biogas dari hasil pengolahan limbah tahu. Hal ini mengindikasikan bahwa pada komponen SCP khususnya managemen limbah cair dari produk samping proses tahu, dapat dijadikan sumber energi terbarukan. Penerapan produksi bersih disegala lini produksi mampu menghasilkan penghematan penggunaan sumber-sumber seperti bahan baku atau material, energi dan air sehingga produk yang dihasilkan dapat lebih terjamin keberlanjutannya. Disisi lain konsumsi produk-produk dari hasil pemanfaatan yang sudah lebih efisien tersebut, harus dilaksanakan secara labih rasional dan tidak berlebihan, sehingga managemen limbah dari produk tersebut 138 dapat dilaksanakan secara lebih bijaksana misalnya melalui konsep 3 R. Daftar Pustaka 1. -------------------, http://en.wikipedia.org/wiki/ Ecological_footprint, : The ecological footprint is a measure of human demand on the Earth’s ecosystems. 2. --------------------, http://www.menlh.go.id/ tentang-kami/sejarah-klh, Sejarah KLH 3. Fleig, A., ECO-Industrial Parks. A Strategy towards industrial ecology in Developing and Newly Industrialized Countries,2000, GTZ. 4. Potter, C. Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia, Sumber, Pengendalian dan Baku Mutu EMDI BAPEDAL, Project of The Ministry of State for Environment, Republic of Indonesia and Dalhousie University, 1994 Canada, Jakarta. 5 ------------------,UNEP, United Nations Environmental Program, www.unep.org 6.--------------------,UU RI No. 32 Tabun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 7. Stefan Schaltegger, Prof. Dr.; Concept of eco-efficiency 1980 . University of Lueneburg, Germany 8.-------------------,Study Of Management Accounting 1980, The Centre for Sustainability Management (CSM), University of Lueneburg, Germany’ 9.-------------------,Environmental Management Accounting 2003, Society for Environmental Protection (ASEP) Bangkok, Thailand. 10. ------------------ US EPA, US Environmental Protection Agency, www.epa.gov 11. ------------------ International Federation of Accountants IFAC, 1998: Environmental Management in Organizations. The Role of Management Accounting. Study 6. New York Widodo, L dan J. P. Susanto., 2012