Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 1 DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE 2 : ARTIKEL REVIEW Apriyanti L., Rina Fajri Nuwarda. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang 45363, Indonesia Email : [email protected] Abstrak Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronis yang ditandai dengan hiperglikemia. Klasifikasi diabetes dibagi menjadi diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes gestasional, dan diabetes tipe lain yang dikaitkan dengan penyakit lain atau penggunaan obat. Selama 40 tahun terakhir, prevalensi diabetes melitus semakin membesar di seluruh dunia. Resiko terkena diabetes melitus semakin meningkat untuk semua kelompok etnis, laki-laki atau perempuan, dan untuk semua usia. Di Indonesia sendiri kasus diabetes banyak terjadi untuk diabetes melitus tipe 2. Data-data diabetes melitus tipe 2 yang disajikan dalam review ini diperoleh dari penelusuran pustaka dengan menggunakan buku, jurnal dan artikel ilmiah. Diabetes tipe 2 disebabkan oleh kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin serta faktor lingkungan. Diabetes tipe 2 dapat diberikan terapi farmakologi dengan menggunakan biguanida, sulfonilurea, thiazolidinedione, inhibitor αglukosidase, incretin-based therapies, dipeptidyl-peptidase IV inhibitors, insulin. Untuk diagnosis yang saat ini biasa digunakan yaitu metode glycated hemoglobin and plasma albumin test atau lebih dikenal dengan HbA1c. HbA1c dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan diabetes karena adanya hubungan yang kuat antara HbA1c dengan diabetes. Kata Kunci : Diabetes melitus tipe 2, Faktor penyebab, Diagnosis, Terapi Farmakologi. Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 2 Abstract Diabetes mellitus is a chronic metabolic disorder indicated by hyperglycemia. It is classified into diabetes type 1, diabetes type 2, gestational diabetes and other specific types diabetes associated with other diseases or drug use. For the last 40 years, the prevalence of diabetes mellitus had increased around the world. The risk of having diabetes mellitus is getting higher for all ethnical societies, males or females, and for all ranges of ages. In Indonesia, diabetes mellitus type 2 mostly happens. The data of diabetes mellitus displayed in this review were obtained from literary studies of books, journals and scientific articles. Diabetes mellitus type 2 is caused by the combination of gens which are interrelated with the derangement of insulin secretion and the resistance of insulin, and the environment. It can be treated by giving pharmacologic therapy with biguanida, sulfonylurea, thiazolidinedione, α-glukosidase inhibitor, incretin-based therapies, dipeptidyl-peptidase IV inhibitors, insulin. For current diagnosis, glycated hemoglobin method and plasma albumin test widely known as HbA1c is commonly used. It can be utilized to predict the development of diabetes since there is a strong connection between HbA1c and diabetes. Keywords : Diabetes mellitus type 2, Causes, Diagnosis, Pharmacologic therapy. menjadi 4 klasifikasi yaitu diabetes tipe 1, Pendahuluan Diabetes melitus merupakan gangguan metabolik kronis yang ditandai dengan hiperglikemia akibat cacat sekresi insulin, resistensi terhadap kerja insulin, atau kombinasi keduanya.1 Diabetes dibagi diabetes tipe 2, diabetes gestasional, dan diabetes tipe lain yang dikaitkan dengan penyakit lain atau penggunaan obat.2 Diabetes tipe 1 adalah penyakit peradangan kronis yang disebabkan oleh kerusakan selβ dalam memproduksi insulin sehingga Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 3 tidak terbentuknya insulin atau disebut seperti glukokortikoid, pentamidin, niacin, juga diabetes mellitus dependen insulin dan α-interferon.6 (DMDI). Pasien dengan penyakit ini harus mendapatkan terapi insulin pengganti. Diabetes tipe 2 disebabkan oleh gabungan antara faktor genetik seperti gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin serta faktor lingkungan seperti obesitas, makan berlebih, kurang olahraga, stress, dan penuaan.4 Diabetes gestasional merupakan gangguan yang terjadi akibat adanya intoleran glukosa selama kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga. Hal ini terjadi pada sekitar 4% dari seluruh kehamilan. Pasien dengan Selama 40 tahun terakhir, 3 diabetes gestasional memiliki 30% sampai 50% resiko terkena diabetes melitus, biasanya terjadinya kasus diabetes melitus semakin membesar di seluruh dunia. Resiko terkena diabetes melitus semakin meningkat untuk semua etnis, laki-laki maupun perempuan, dan untuk semua usia. Peningkatan terutama pada diabetes melitus tipe 2 dan banyak terjadi di negara-negara berkembang dikarenakan makanan dan gaya hidup yang modern mulai menyebar di seluruh kalangan.7-9 Pada tahun 1995 sekitar 135 juta orang terkena penyakit diabetes melitus dan diperkirakan akan terjadinya peningkatan pada tahun 2025 sebesar 300 juta orang. Dan pada tahun 5 diabetes melitus tipe 2. Diabetes jenis lain jarang adanya terjadi, biasanya penyakit dikarenakan pankreas eksokrin (misalnya penkreatitis, reaksi pankreas, atau fibrosis kistik), endokrinopati memproduksi hormon pengatur insulin yang berlebih, dan obat-obatan tertentu yang dapat menyebabkan diabetes melitus 2011 sudah menderita sekitar penyakit 336 juta diabetes orang melitus sehingga diperkirakan kembali bahwa akan terjadi peningkatan pada tahun 2030 menjadi 552 juta orang. Di tingkat internasional, prevalensi diabetes melitus bervariasi tergantung Amerika Serikat, pada etnis. Di Hispanik/penduduk Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 4 Latino, Afrika-Amerika, penduduk asli “Diagnosis diabetes mellitus type 2”, dan Amerika, “Treatment of diabetes mellitus type 2”. Asia-Amerika memiliki prevalensi diabetes melitus tipe 2 lebih Dari tinggi 2 sampai 6 kali dibandingkan kemudian diseleksi sesuai topik yang dengan Non-Hispanic Whites.10 Pada review ini akan diulas mengenai faktor semua referensi yang didapat diangkat. c. Kriteria Inklusi penyebab, patofisiologi, terapi farmakologi Bahan dan diagnosis diabetes melitus tipe 2. yang digunakan dalam review ini yaitu yang membahas mengenai Metode klasifikasi diabetes melitus, penyebaran diabetes melitus, faktor resiko diabetes a. Sumber Data Data-data diabetes melitus tipe 2 yang disajikan dalam review ini diperoleh dari penelusuran menggunakan buku, pustaka jurnal dengan penelitian, review jurnal, annual report dan artikel melitus tipe 2, dan patofisiologi diabetes melitus tipe 2. Sumber yang digunakan terfokus pada diagnosis dan pengobatan diabetes melitus tipe 2. d. Jumlah Studi yang Digunakan ilmiah. b. Strategi Pencarian Data Pencarian data dalam review ini dilakukan menggunakan mesin pencari Google di internet dengan kata kunci yang terkait seperti : “Diabetes mellitus type 2”, “Factor risk of diabetes mellitus type 2”, “Pathophisiology diabetes mellitus type 2”, Jumlah studi yang digunakan sebanyak 26 yang berasal dari berbagai jenis sumber Canadian yaitu Journal Diabetes Atlas Journal of , Diabetes Diabetes, Jurnal Diabetes & Care, JMAJ, e-Biomedik, Metabolic Disorders, Journal Cardiovasc Pharmacol, Am Journal Physiol Endocrinol Metab, JAOA, British Journal of Psychiatry, Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 5 Maturitas, Journal Clin Endocrinol Metab, CMRO, American Family International Journal of Diabetes Research. Physician, Hasil Arus pengobatan untuk pasien diabetes melitus tipe 24 : Pasien yang baru terkena diabetes • Gula darah, HbA1c, berat badan (perubahan terbaru) • Pengecekan keton pada urin, komplikasi, dan kontraindikasi untuk terapi latihan • Petunjuk tentang terapi diet Apakah terapi insulin dilakukan? Dilakukan terapi insulin YA TIDAK Apakah pasien menunjukkan kontrol gula darah yang buruk? HbA1c ≥ 8,0%, FPG ≥ 160 mg/dl, glukosa puasa 2 jam ≥ 220 mg/dl TIDAK YA Selain terapi diet : Diet & Latihan terapi Pasien obesitas (BMI ≥ 25) - Mulai dengan non-insulin-secreting agents (Hatihati dengan kontraindikasi) : tunggal atau kombinasi menggunakan agen α-Glukosidase inhibitor, agen thiazolidin, agen biguanida - Dianjurkan menggunakan agen thiazolidin untuk pasien dengan komplikasi makrovaskular Pasien non-obesitas (BMI < 25) - Gunakan stimolator sekresi insulin Glinida, dosisrendah obat sulfonilurea (gliclazida 10-2- mg, glimepirida 0,5-1 mg) - Kombinasi dengan non-insulin-secreting agents Kontrol buruk? HbA1c ≥ 6,5%, FPG ≥ 130 mg/dl, glukosa puasa 2 jam ≥180 mg/dl TIDAK YA Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 6 Pasien memberikan perkembangan obesitas : Tinjau diet dan terapi latihan Tidak ada perkembangan obesitas - Meningkatkan, ganti, atau kombinasi untuk target HbA1c < 6,5% (5,8% untuk pencegahan penyakit makrovaskular) - Beralih dari glinida menjadi agen SU dengan dosis rendah atau meningkatkan dosis agen sulfonilurea Batas maksimum dosis sulfonilurea : satu setengah dari dosis maksimum meninggal Pembahasan karena terjadi komplikasi kardiovaskular dan penyakit ginjal stadium a. Faktor Penyebab akhir.13 Diabetes melitus tipe 2 dapat terjadi karena adanya gabungan antara faktor genetik dan faktor lingkungan, tetapi pada b. Patofisiologi Gangguan sekresi insulin dan saat ini kasus diabetes melitus tipe 2 resistensi insulin merupakan penyebab banyak dilaporkan disebabkan oleh faktor terjadinya diabetes melitus tipe 2 yang lingkungan yaitu meliputi usia, obesitas, sama-sama resistensi insulin, makanan, aktifitas fisik dalam pengembangan kondisi patofisiologi dan gaya hidup.11 Diabetes melitus tipe 2 diabetes melitus tipe 2. juga memiliki faktor resiko dengan memiliki peranan penting Gangguan Sekresi Insulin prevalensi tinggi seperti berat badan yang berlebih (obesitas), aterosklerosis yang terkait dengan (hipertensi) tekanan dan darah tinggi hiperlipidemia.12 Kebanyakan pasien diabetes melitus tipe 2 Gangguan sekresi insulin yaitu gangguan yang terjadi akibat adanya penurunan respon glukosa yang diamati sebelum timbulnya penyakit klinis. Pada Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 7 awal perjalanan penyakit diabetes melitus Resistensi Insulin tipe 2, sekresi insulin dan kadar insulin dalam darah terlihat normal. Namun kemudian terjadi gangguan toleransi glukosa yang disebabkan oleh penurunan fase pertama sekresi insulin glukosa responsif dan penurunan sekresi insulin tambahan setelah menyebabkan Gangguan makan terjadinya sekresi yang hiperglikemia. insulin umumnya bersifat progresif (semakin meningkat) dan perkembangnnya melibatkan toksisitas glukosa dan lipotoksisitas. Bila hal tersebut tidak cepat ditangani, dapat menyebabkan penurunan massa sel beta pankreas. Perkembangan dari gangguan fungsi sel beta pankreas sangat mempengaruhi kontrol jangka panjang glukosa darah. Pada pasien yang menunjukkan peningkatan glukosa darah akibat dari peningkatan resistensi insulin, penurunan sekresi insulin dan adanya perkembangan dari kerusakan fungsi sel beta pankreas dapat menyebabkan tingginya glukosa darah secara permanen. kadar Resistensi insulin adalah suatu kondisi dimana insulin dalam tubuh tidak dapat bekerja secara sempurna dalam mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Penurunan kerja insulin pada organ target utama seperti hati dan otot merupakan patofisiologi umum diabetes melitus tipe 2. Mekanisme kerja insulin pada kondisi resistensi insulin berkaitan dengan faktor genetik dan faktor (hiperglikemia, asam inflamasi, Faktor dll). lingkungan lemak bebas, genetik yang termasuk bukan hanya reseptor insulin dan substrat reseptor insulin (IRS)-1 gene polymorphisms yang secara langsung mempengaruhi sinyal insulin tetapi juga gen polimorfisme lain seperti β3 adrenergic receptor gene dan uncoupling protein (UCP) gene yang terkait dengan obesitas dan meningkatnya resistensi insulin. Glukolipotoksik dan mediator inflamasi juga penting sebagai mekanisme untuk gangguan sekresi insulin dan 14-17 penurunan sinyal insulin. Saat ini juga Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 8 telah ditemukan keterlibatan turunan zat dalam urin. Reaksi kolorimetri yang terjadi bioaktif antara keton dan nitroprusside (Sodium ni- adiposit (adipokines) dalam resistensi insulin. TNF-α, leptin, resistin, troferricyanide) dan asam lemak bebas bertindak untuk digunakan untuk pengukuran keton secara menigkatkan resistensi dan adiponektin semikuantitatif. Clinistix® dan Diastix® untuk memperbaiki resistensi. Uji klinis merupakan kertas strip atau dipstik yang yang dapat dilakukan untuk menilai sejauh berubah warna saat dicelupkan ke dalam mana terjadinya resistensi insulin yaitu urin. Tes strip dapat menunjukkan jumlah dengan model penilaian homeostatis untuk glukosa dalam urin berdasarkan perubahan resistensi warna. Tingkat glukosa dalam urin lebih insulin (HOMA-IR), uji adalah rendah state plasma glucose (SSPG), minimal glukosa dalam darah, maka dari itu model analysis, dan teknik insulin clamp. pengujian urin dengan test stick, kertas Cara lebih mudah untuk memperkirakan strip, atau tablet tidak seakurat tes darah. tigkat resistensi insulin yaitu dengan Namun tes menggunakan urin memiliki memeriksa kadar insulin dalam darah keuntungan yaitu dapat memberikan hasil puasa, dengan cepat dan prosesnya sederhana. viseral, hipertrigliseridemia, dan lain-lain.14-17 c. Diagnosis Keton dalam urin dengan yang sensitivitas insulin (loading test), steady- obesitas dibandingkan metode dapat tingkat dideteksi menggunakan sejenis tes dipstick (Acetest Diagnosis diabetes mellitus dapat atau Ketostix). Sampel urin dengan berat dilakukan dengan menggunakan sampel jenis 1,010-1,020 menghasilkan hasil yang urin ataupun darah pasien. paling akurat.18 1. Tes urin Tes urin yang dilakukan untuk 2. Tes Darah a. Tes Glukosa Puasa menganalisis keton, glukosa dan protein Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 9 Kadar glukosa puasa dalam darah diberi makanan yang tinggi karbohidrat berbanding lurus dengan tingkat keparahan atau diberi larutan glukosa 75g. Kadar diabetes melitus. Pada tes glukosa puasa, glukosa diatas 1400 mg/L merupakan darah diambil dari pembuluh darah di kadar glukosa yang tidak normal, 1200- lengan pasien setelah pasien berpuasa 1400 mg/L kurang normal, dan dibawah minimal 8 jam biasanya di pagi hari 1200mg/L adalah kadar glukosa normal. sebelum sarapan. Sel-sel darah merah Meskipun sering digunakan untuk dipisahkan dari sampel dan jumlah glukosa mendeteksi diabetes melitus, metode tes ini diukur dalam plasma yang tersisa. Jika sangat kadar plasma sebesar 200 mg/dL atau lebih variabel yang sulit untuk dikontrol atau maka dapat dikatakan pasien terkena disesuaikan. Variabel-variabel ini yaitu diabetes melitus yang dapat aktivitas, penyakit, obat-obatan, waktu menyebabkan diabetes. Tes glukosa puasa pengambilan darah dan ukuran sebenarnya biasanya kembali diulangi pada hari lain dari dosis glukosa. Ketika pasien diberi untuk Kadar makanan tinggi karbohidrat, glukosa yang glukosa plasma pada penderita diabetes dihasilkan tergantung pada pencernaan terkontrol selama 24 jam berkisar 250 disakarida dan polisakarida pada saluran mg/L sebagai nilai terendah dan 3250 usus.18 hasil. mg/L sebagai nilai tertinggi.18 c. Oral b. Postprandial Plasma Glucose Test Diabetes mellitus lebih mudah dideteksi dengan menguji kapasitas Glucose diet beberapa usia, mengkonfirmasi badan, karena tidak obat berat akurat pasien mengkonsumsi jika tidak sebelumnya, Tolerance Test (OGTT) Untuk mengukur OGTT, pasien diharuskan berpuasa terlebih dahulu metabolisme karbohidrat. 2 jam sebelum selama 8-14 jam. Pasien diberi larutan pengambilan darah, pasien terlebih dahulu glukosa 5 menit sebelum pengambilan Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 10 darah. Darah diambil pada interval untuk salisilat, asam nikotinat, diuretik dan obat pengukuran glukosa (gula darah) dan hipoglikemik.18 tingkat insulin. Interval dan jumlah sampel d. Intravenous bervariasi sesuai dengan tujuan tes. Untuk Glucose Tolerance Glucose Tolerance Test screening diabetes sederhana, sampel yang Intravenous paling penting adalah sampel 2 jam setelah pemberian glukosa. Pada non-diabetes, tingkat glukosa dalam darah naik segera setelah minum dan kemudian menurun secara bertahap karena insulin digunakan oleh tubuh untuk memetabolisme atau menyerap glukosa. Pada diabetes, glukosa dalam darah naik dan tetap tinggi setelah minum laruan gula. Tingkat glukosa plasma dari 2000 mg/L atau lebih tinggi pada dua jam setelah meminum larutan gula dan selama periode pengujian dua jam menegaskan diagnosis diabetes melitus. Selama pengujian pasien harus monitoring karena tes dipengaruhi oleh penyakit kelainan tiroksin, hormon hormon seperti ini di dapat pertumbuhan, kortisol, dan katekolamin. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh obat-obatan seperti kontrasepsi oral, Test digunakan untuk orang dengan gangguan malabsorpsi atau pernah melakukan pembedahan lambung/usus. Glukosa diberikan melalui intravena lebih dari 30 menit menggunakan larutan glukosa 20%. Konsentrasi glukosa yang digunakan 0.5g/kg berat badan. Penderita non-diabetes glukosa merespon plasma dengan dari 2000 kadar sampai 2500mg/L. Penghentian pemberian beban glukosa menyebabkan penurunan kadar plasma dengan tingkat puasa mencapai sekitar 90 menit. Penderita diabetes menunjukkan kadar glukosa plasma di atas 2500mg/L selama pemberian beban. Pada penghentian pemberian beban, kadar glukosa plasma penderita diabetes juga kembali ke tingkat puasa di sekitar 90 menit. Prosedur alternatif yang disebut Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 11 metode Soskin menggunakan glukosa 50% signifikan diberikan secara intravena dalam waktu 3 hemoglobins yang paling berguna untuk sampai 5 menit. Konsentrasi glukosa yang pemantauan diabetes melitus. Namun tidak digunakan adalah 0,3 g/kg berat badan. cukup Pada penghentian pemberian beban, kadar mendeteksi glukosa plasma penderita non-diabetes mellitus. Serum albumin juga merupakan juga kembali ke tingkat puasa di sekitar 60 glikosilasi yang sebanding dengan tingkat menit dan pada penderita diabetes lebih kadar glukosa plasma. Albumin memiliki lambat dari 60 menit.18 waktu paruh pendek yaitu 15 hari sehingga e. Glycated Hemoglobin and Plasma derivatif minor disebut HbA1c diproduksi Reaksi yang terjadi spontan karena eritrosit yang benar-benar permeabel terhadap glukosa, jumlah HbA1c yang terbentuk berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa plasma ratarata pada eritrosit selama masa hidupnya yaitu 120 hari (4 sampai 6 minggu sebelum sampling). Untuk orang normoglycemic, HbA1c merupakan 4% sampai 5% dari total hemoglobin, untuk kasus secara borderline efektif diabetes baik digunakan dalam memonitoring kadar HbA1c dapat digunakan untuk Pada diabetes melitus, hemoglobin glikosilasi. sensitif Glycated glukosa plasma darah jangka pendek.18 Albumin Test oleh meningkat. sedangkan pada penderita diabetes kadar HbA1c secara memprediksi perkembangan diabetes karena adanya hubungan yang kuat antara HbA1c dengan diabetes. Jika nilai HbA1c 5,5-6,0% maka dapat dikatakan adanya peningkatan resiko diabetes. Jika nilai HbA1c 6,0-6,5% maka diprediksi dapat berkembang menjadi diabetes sekitar 2550% pada 5 tahun mendatang dan resiko 20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan nilai HbA1c 5,0%. Jika nilai HbA1c pasien sekitar 5,7-6,4% maka orang tersebut dapat diidentifikasi dengan prediabetes. Pasien dengan nilai HbA1c 5,7-6,4% harus Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 diberitahu tentang 12 peningkatan resiko Obat yang paling sering digunakan diabetes dan diberikan konseling tentang pada golongan biguanida yaitu metformin. strategi untuk menurunkan resiko.19 Metformin Pengujian untuk mendeteksi diabetes melitus tipe 2 pada pasien tanpa gejala harus dipertimbangkan pada orang dewasa dari berbagai usia yang memiliki kelebihan berat badan atau obesitas (BMI ≥ 25kg/m2 atau ≥ 23 kg/m2 di Asia Amerika) dan yang memiliki satu atau lebih tambahan faktor resiko untuk diabetes. Untuk semua pasien, terutama yang kelebihan berat badan atau obesitas maka ulangi pengujian minimal dengan interval 3 tahun. Pengujian untuk mendeteksi diabetes melitus tipe 2 juga harus dipertimbangkan pada anak-anak dan remaja yang kelebihan berat badan atau obesitas yang memiliki dua atau lebih faktor resiko untuk diabetes.20 digunakan pada pasien yang memiliki kelebihan berat badan atau obesitas. Mekanisme kerjanya yaitu menekan produksi glukosa hepatik, meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan penyerapan glukosa oleh fosforilasi faktor GLUT-enhancer, meningkatkan oksidasi asam lemak dan mengurangi penyerapan glukosa dari saluran pencernaan.21 Sulfonilurea Sulfonilurea pengujian harus dimulai pada usia 45 tahun. Jika pada pengujian hasilnya normal biasanya umunya dapat ditoleransi dengan baik, tetapi sulfonilurea merangsang sekresi insulin endogen yang menyebabkan adanya resiko hipoglikemia. Penggunaan sulfonilurea long-acting harus dihindari pada pasien diabetes melitus tipe 2 usia lanjut, sebaiknya diberikan sulfonilurea dengan short-acting.22 Thiazolidinedione Thiazolidinedione merupakan obat d. Terapi Farmakologi Biguanida pertama untuk mengatasi masalah resistensi insulin diabetes melitus tipe 2. Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 13 Obat golongan Thiazolidinedione yang tambahan diet dan olahraga. Dapat juga dianjurkan Pioglitazone adalah pioglitazone. dikombinasi dengan agen hipoglikemik tidak menyebabkan untuk pasien dewasa seperti exenatide atau hipoglikemia dan dapat digunakan untuk liraglutide.24 pasien yang memiliki gangguan fungsi Dipeptidyl-Peptidase IV Inhibitors ginjal sehingga dapat ditoleransi baik oleh DPP-4 inhibitor merupakan obat pasien lanjut usia.23 baru antidiabetes. DPP-4 inhibitor efektif Inhibitor α-glukosidase digunakan sebagai monoterapi pada pasien Acarbose, voglibose dan miglitol yang gula darahnya tidak dapat terkontrol merupakan obat golongan inhibitor α- hanya dengan diet dan olahraga. DPP-4 glukosidase, belum banyak inhibitor juga dapat dikombinasi dengan mengobati diabetes metformin, thiazolidinedione dan insulin. melitus tipe 2 namun obat tersebut cukup DPP-4 inhibitor ditoleransi dengan baik, aman dan efektif. Golongan ini yang paling resiko terhadap terjadinya hipoglikemik efektif untuk hiperglikemia postprandial rendah dan dapat mengkontrol berat badan. dan harus dihindari pada pasien dengan Tetapi gangguan fungsi ginjal yang signifikan. relatif mahal.25 Penggunaannya terbatas karena tingginya Insulin digunakan tetapi untuk efek samping seperti diare dan perut kekurangannya yaitu harganya Insulin dapat digunakan sebagai kembung.22 monoterapi atau dapat dikombinasi dengan Incretin-Based Therapies agen hipoglikemik oral. Terapi augmentasi Glucagon-like peptide 1 (GLP-1) dengan insulin basal berguna jika beberapa dapat digunakan untuk mengkontrol kadar fungsi sel beta masih baik. Insulin glukosa dan peningkatan berat badan. digunakan sebagai terapi penyelamatan Dapat digunakan untuk monoterapi dengan yang berperan sebagai insulin pengganti Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 14 pada kasus toksisitas glukosa yang mirip awal pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan insulin yang dikeluarkan oleh sel dijalani dengan tepat. Diagnosis yang beta pankreas. Insulin terbagi menjadi direkomendasikan insulin glukosa rapid acting, short acting, darah untuk yaitu mengkontrol dengan intermediate acting dan long acting. Pengukuran Bentuk cenderung bagaimana melakukan kontrol glukosa menyebabkan hipoglikemia dibandingkan pasien, kemungkinan resiko komplikasi dengan bentuk short acting.26 dan perubahan dalam manajemen terapi. Simpulan Dalam kontrol glukosa pasien selain dilihat long acting lebih Saat ini resiko terkena diabetes melitus semakin meningkat diabetes melitus tipe menunjukkan dari nilai HbA1c, juga dilihat nilai FPG dan glukosa puasa 2 jam untuk dikarenakan menentukan pemilihan terapi. Untuk terapi makanan dan gaya hidup yang modern awal dapat dilakukan diet dan latihan mulai menyebar di seluruh kalangan. terapi, tetapi jika kontrol glukosa tetap Diabetes melitus tipe 2 juga memiliki buruk dapat digunakan obat-obat seperti faktor resiko dengan prevalensi tinggi inhibitor α-Glukosidase, thiazolidin, dan seperti obesitas, aterosklerosis yang terkait biguanin untuk pasien obesitas. Serta dengan glinida dan sulfonilurea untuk pasien non- hipertensi dan 2 terutama HbA1c HbA1c. hiperlipidemia. Bahkan sudah banyak laporan kasus mengenai pasien diabetes melitus tipe 2 meninggal dikarenakan terjadi komplikasi. Oleh karena itu sangat baik jika sebelum terjadi komplikasi pasien diabetes melitus tipe 2 sudah ditangani dengan benar, hal tersebut dapat dilakukan jika diagnosis obesitas. Ucapan Terima Kasih Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung penulis sehingga artikel review ini dapat terselesaikan dengan baik. Konflik Kepentingan Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 15 Penulis menyatakan tidak terdapat potensi konflik kepentingan dengan Prevalence of Gestational Diabetes Mellitus Detected by the National penelitian, kepenulisan (authorship), dan Diabetes atau publikasi review ini. Carpenter and Coustan Plasma Daftar Pustaka Glucose Thresholds. Diabetes Care. 1. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. Goldenberg, Zubin Punthakee. Definition, Clasification and Diagnosis Prediabetes Syndrome. of and Can Diabetes, Metabolic J Diabetes. 3. Peter Achenbach, Ezio Bonifacio, Koczwara, Anette-G. Ziegler. Natural History of Type 1 the 2002:25(9):1630-1625. 6. Alice Y.Y. Cheng. Introduction. Can J Diabetes. 2013:37:3-1. Danita D. Byrd-Holt, Mark S. Eberhardt, Katherine M. Flegal, Michael M. Prevalence Engelgau, of et Diabetes al. and Impaired Fasting Glucose in Adult 4. Kohei Kaku. Pathophysiology of Type 2 Diabetes and Its Treatment 8. Catherine C. Cowie, Keith F. Rust, Earl S. Eberhardt, Mark S. Chaoyang Li, et al. Full Accounting of Diabetes and Pre-Diabetes in the U.S. Population in 1988-1994 and Policy. JMAJ. 2010:53(1):46-41. 5. Assiamira Ferrara, Monique M. Charles Care. 2006:29(6):1268-1263. Eberhardt, Danita D. Byrd-Holt, Diabetes. Diabetes. 2005:54(2). Hedderson, or in the U.S. Population. Diabetes 2013:37:11-8. Kerstin Group 7. Catherine C. Cowie, Keith F. Rust, 2004:27(1). 2. Ronald Data P. 2005-2006. Diabetes Care. 2009:32(2):294-287. Quesenberry, Joseph V. Selby. Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 16 9. Katherine M. Flegal, Margaret D. Carrol, Cynthia L. Ogden, Lester R. Curtin. Prevalence and Trends in Multiple Risk Factors. J Cardiovasc Pharmacol. 2008:52(2):144-136. 14. Muhammad A. Abdul-Ghani, Obesity Among US Adults, 1999- Masafumi Matsuda, Rucha Jani, 2008. Christopher P. Jenkinson, Dawn K. JAMA. 2010:303(3):241- 235. Coletta, Kohei Kaku, et al. The 10. International Diabetes Federation. Relationship Between Fasting Diabetes Atlas 5th edn. Brussels. Hyperglycemia Belgium : IDF; 2011. Secretion in Subjects with Normal 11. Richardo Betteng, Pangemanan, Analisis Nelly Faktor and Insulin Damayanti or Impaired Glucose Tolerance. Mayulu. Am J Physiol Endocrinol Metab. Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 2008:295:406-401. 15. Craig W. Spellman. Pada Wanita Usia produktif Di Pathophysiology of Type 2 Puskesmas Wawonasa. Jurnal e- Diabetes : Targeting Islet Cell Biomedik. 2014:2(2):412-404. Dysfunction. JAOA. 2010:110(2). 12. Nazanin Izadi, Maryam Malek, 16. Richard I. G. Holt. Diagnosis, Omid Aminian, Maryam Saraei. Epidemiology and Pathogenesis of Medical Risk Factor of Diabetes Diabetes Mellitus : An Update for Mellitus Psychiatrists. British Journal of Among Professional Drivers. Journal of Diabetes & Metabolic Disorders. 2013:12(23). 13. Charles A. Reasner. Reducing Psychiatry. 2004:184(47):63-55. 17. Ram Weiss, Sara E. Taksali, William V. Tamborlane, Tania S. Cardiovascular Complications of Burgert, Mary Savoye, Sonia Type 2 Diabetes by Targeting Caprio. Predictors of Changes in Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 17 Glucose Tolerance Status in Obese Lopaschuk, Youth. Metformin Counters the Insulin- Diabetes Care. 2005:28(4):909-902. Ngeranwa J. Dyck. induced Suppression of Fatty Acid 18. Ngugi M.P., Njagi J.M., Kibiti C.M., David and Stimulation of Njagi Triacylglycerol Storare in Rodent Diabetes Skeletal Muscle. Am J Physiol Mellitus. International Journal of Endocrinol metab. 2006:291:189- Diabetes Research. 2012:1(2):27- 182. E.N.M. J.J.N., Oxidation Diagnosis of 24. 22. Kyaw Soe, Alan Sacerdote, Jocelyn 19. Xuanping Gregg, Zhang, David Lawrence E. Edward F. W. Karam, Gul Bahtiyar. Management Williamson, of Type 2 Diabetes Mellitus in the Barker, William Thomas, Kai McKeever Bullard. A1C Level and Future Risk of Diabetes. Diabetes Care. 2010:33(7):1673-1665. 20. Maria Rosario G. Araneta, Alka M. Elderly. Maturitas. 2011:70:151159. 23. Ann V. Schwartz, Deborah E. Sellmeyer, Eric Vittinghoff, Lisa Palermo, Beata Kenneth R. Lecka-Czernik, Feingold, et al. Kanaya, William C. Hsu, Healani Thiazolidinedione (TZD) Use and K. Chang, Andrew Grandinetti, Bone Edward J. Boyko, et al. Optimum Adults. J Clin Endocrinol Metab. BMI Cut Points to Screen Asian 2006:91(9):3354-3349 Americans for Type 2 Diabetes. Diabetes Care. 2015:38:820-814. 21. Cheryl A. Collier, Clinton R. Bruce, Angel C. Smith, Gary Loss in Older Diabetic 24. Anthony H. Stonehouse, Tamara Darsow, David G. Maggs. Incretin Based Therapies. Journal of Diabetes. 2012:4:67-55. Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 18 25. Richard E. Pratley, Afshin Salsali. Inhibition of DPP-4 : A New Therapeutic Approach for the Treatment of Type 2 Diabetes. CMRO. 2007:23(4):931-919. 26. Jennifer A. Mayfield, Russell D. White. Insulin Therapy for Type 2 Diabetes : Rescue, Augmentation, and Replacement Function. of Beta-Cell American Family Physician. 2004:70(3):501-490. Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157