Farmaka - Portal Garuda

advertisement
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
1
DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE 2 : ARTIKEL
REVIEW
Apriyanti L., Rina Fajri Nuwarda.
Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran,
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Sumedang 45363, Indonesia
Email : [email protected]
Abstrak
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronis yang ditandai dengan hiperglikemia.
Klasifikasi diabetes dibagi menjadi diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes gestasional, dan
diabetes tipe lain yang dikaitkan dengan penyakit lain atau penggunaan obat. Selama 40 tahun
terakhir, prevalensi diabetes melitus semakin membesar di seluruh dunia. Resiko terkena
diabetes melitus semakin meningkat untuk semua kelompok etnis, laki-laki atau perempuan,
dan untuk semua usia. Di Indonesia sendiri kasus diabetes banyak terjadi untuk diabetes
melitus tipe 2. Data-data diabetes melitus tipe 2 yang disajikan dalam review ini diperoleh
dari penelusuran pustaka dengan menggunakan buku, jurnal dan artikel ilmiah. Diabetes tipe
2 disebabkan oleh kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi
insulin dan resistensi insulin serta faktor lingkungan. Diabetes tipe 2 dapat diberikan terapi
farmakologi dengan menggunakan biguanida, sulfonilurea, thiazolidinedione, inhibitor αglukosidase, incretin-based therapies, dipeptidyl-peptidase IV inhibitors, insulin. Untuk
diagnosis yang saat ini biasa digunakan yaitu metode glycated hemoglobin and plasma
albumin test atau lebih dikenal dengan HbA1c. HbA1c dapat digunakan untuk memprediksi
perkembangan diabetes karena adanya hubungan yang kuat antara HbA1c dengan diabetes.
Kata Kunci : Diabetes melitus tipe 2, Faktor penyebab, Diagnosis, Terapi Farmakologi.
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
2
Abstract
Diabetes mellitus is a chronic metabolic disorder indicated by hyperglycemia. It is classified
into diabetes type 1, diabetes type 2, gestational diabetes and other specific types diabetes
associated with other diseases or drug use. For the last 40 years, the prevalence of diabetes
mellitus had increased around the world. The risk of having diabetes mellitus is getting higher
for all ethnical societies, males or females, and for all ranges of ages. In Indonesia, diabetes
mellitus type 2 mostly happens. The data of diabetes mellitus displayed in this review were
obtained from literary studies of books, journals and scientific articles. Diabetes mellitus type
2 is caused by the combination of gens which are interrelated with the derangement of insulin
secretion and the resistance of insulin, and the environment. It can be treated by giving
pharmacologic therapy with biguanida, sulfonylurea, thiazolidinedione, α-glukosidase
inhibitor, incretin-based therapies, dipeptidyl-peptidase IV inhibitors, insulin. For current
diagnosis, glycated hemoglobin method and plasma albumin test widely known as HbA1c is
commonly used. It can be utilized to predict the development of diabetes since there is a
strong connection between HbA1c and diabetes.
Keywords : Diabetes mellitus type 2, Causes, Diagnosis, Pharmacologic therapy.
menjadi 4 klasifikasi yaitu diabetes tipe 1,
Pendahuluan
Diabetes
melitus
merupakan
gangguan metabolik kronis yang ditandai
dengan hiperglikemia akibat cacat sekresi
insulin, resistensi terhadap kerja insulin,
atau kombinasi keduanya.1 Diabetes dibagi
diabetes tipe 2, diabetes gestasional, dan
diabetes tipe lain yang dikaitkan dengan
penyakit lain atau penggunaan obat.2
Diabetes tipe 1 adalah penyakit peradangan
kronis yang disebabkan oleh kerusakan selβ dalam memproduksi insulin sehingga
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
3
tidak terbentuknya insulin atau disebut
seperti glukokortikoid, pentamidin, niacin,
juga diabetes mellitus dependen insulin
dan α-interferon.6
(DMDI). Pasien dengan penyakit ini harus
mendapatkan terapi insulin pengganti.
Diabetes tipe 2 disebabkan oleh gabungan
antara faktor genetik seperti gangguan
sekresi insulin dan resistensi insulin serta
faktor lingkungan seperti obesitas, makan
berlebih, kurang olahraga, stress, dan
penuaan.4 Diabetes gestasional merupakan
gangguan yang terjadi akibat adanya
intoleran
glukosa
selama
kehamilan,
biasanya pada trimester kedua atau ketiga.
Hal ini terjadi pada sekitar 4% dari seluruh
kehamilan.
Pasien
dengan
Selama
40
tahun
terakhir,
3
diabetes
gestasional memiliki 30% sampai 50%
resiko terkena diabetes melitus, biasanya
terjadinya kasus diabetes melitus semakin
membesar di seluruh dunia. Resiko terkena
diabetes melitus semakin meningkat untuk
semua etnis, laki-laki maupun perempuan,
dan
untuk
semua
usia.
Peningkatan
terutama pada diabetes melitus tipe 2 dan
banyak
terjadi
di
negara-negara
berkembang dikarenakan makanan dan
gaya hidup yang modern mulai menyebar
di seluruh kalangan.7-9 Pada tahun 1995
sekitar 135 juta orang terkena penyakit
diabetes melitus dan diperkirakan akan
terjadinya peningkatan pada tahun 2025
sebesar 300 juta orang. Dan pada tahun
5
diabetes melitus tipe 2. Diabetes jenis lain
jarang
adanya
terjadi,
biasanya
penyakit
dikarenakan
pankreas
eksokrin
(misalnya penkreatitis, reaksi pankreas,
atau
fibrosis
kistik),
endokrinopati
memproduksi hormon pengatur insulin
yang berlebih, dan obat-obatan tertentu
yang dapat menyebabkan diabetes melitus
2011
sudah
menderita
sekitar
penyakit
336
juta
diabetes
orang
melitus
sehingga diperkirakan kembali bahwa akan
terjadi peningkatan pada tahun 2030
menjadi 552 juta orang. Di tingkat
internasional, prevalensi diabetes melitus
bervariasi
tergantung
Amerika
Serikat,
pada
etnis.
Di
Hispanik/penduduk
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
4
Latino, Afrika-Amerika, penduduk asli
“Diagnosis diabetes mellitus type 2”, dan
Amerika,
“Treatment of diabetes mellitus type 2”.
Asia-Amerika
memiliki
prevalensi diabetes melitus tipe 2 lebih
Dari
tinggi 2 sampai 6 kali dibandingkan
kemudian diseleksi sesuai topik yang
dengan
Non-Hispanic
Whites.10
Pada
review ini akan diulas mengenai faktor
semua
referensi
yang
didapat
diangkat.
c. Kriteria Inklusi
penyebab, patofisiologi, terapi farmakologi
Bahan
dan diagnosis diabetes melitus tipe 2.
yang
digunakan
dalam
review ini yaitu yang membahas mengenai
Metode
klasifikasi diabetes melitus, penyebaran
diabetes melitus, faktor resiko diabetes
a. Sumber Data
Data-data diabetes melitus tipe 2
yang disajikan dalam review ini diperoleh
dari
penelusuran
menggunakan
buku,
pustaka
jurnal
dengan
penelitian,
review jurnal, annual report dan artikel
melitus tipe 2, dan patofisiologi diabetes
melitus tipe 2. Sumber yang digunakan
terfokus pada diagnosis dan pengobatan
diabetes melitus tipe 2.
d. Jumlah Studi yang Digunakan
ilmiah.
b. Strategi Pencarian Data
Pencarian data dalam review ini dilakukan
menggunakan mesin pencari Google di
internet dengan kata kunci yang terkait
seperti : “Diabetes mellitus type 2”,
“Factor risk of diabetes mellitus type 2”,
“Pathophisiology diabetes mellitus type 2”,
Jumlah
studi
yang
digunakan
sebanyak 26 yang berasal dari berbagai
jenis
sumber
Canadian
yaitu
Journal
Diabetes
Atlas
Journal
of
,
Diabetes
Diabetes,
Jurnal
Diabetes
&
Care,
JMAJ,
e-Biomedik,
Metabolic
Disorders, Journal Cardiovasc Pharmacol,
Am Journal Physiol Endocrinol Metab,
JAOA, British Journal of Psychiatry,
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
5
Maturitas, Journal Clin Endocrinol Metab,
CMRO,
American
Family
International Journal of Diabetes Research.
Physician,
Hasil
Arus pengobatan untuk pasien diabetes melitus tipe 24 :
Pasien yang baru terkena diabetes
• Gula darah, HbA1c, berat badan (perubahan terbaru)
• Pengecekan keton pada urin, komplikasi, dan kontraindikasi untuk terapi latihan
• Petunjuk tentang terapi diet
Apakah terapi insulin dilakukan?
Dilakukan terapi insulin
YA
TIDAK
Apakah pasien menunjukkan kontrol gula darah yang buruk?
HbA1c ≥ 8,0%, FPG ≥ 160 mg/dl, glukosa puasa 2 jam ≥ 220 mg/dl
TIDAK
YA
Selain terapi diet :

Diet & Latihan terapi

Pasien obesitas (BMI ≥ 25)
- Mulai dengan non-insulin-secreting agents (Hatihati dengan kontraindikasi) : tunggal atau
kombinasi menggunakan agen α-Glukosidase
inhibitor, agen thiazolidin, agen biguanida
- Dianjurkan menggunakan agen thiazolidin untuk
pasien dengan komplikasi makrovaskular
Pasien non-obesitas (BMI < 25)
- Gunakan stimolator sekresi insulin
Glinida, dosisrendah obat sulfonilurea (gliclazida
10-2- mg, glimepirida 0,5-1 mg)
- Kombinasi dengan non-insulin-secreting agents
Kontrol buruk?
HbA1c ≥ 6,5%, FPG ≥ 130 mg/dl, glukosa puasa 2 jam ≥180 mg/dl
TIDAK
YA
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
6
 Pasien memberikan perkembangan obesitas : Tinjau
diet dan terapi latihan
 Tidak ada perkembangan obesitas
- Meningkatkan, ganti, atau kombinasi untuk target
HbA1c < 6,5%
(5,8% untuk pencegahan penyakit
makrovaskular)
- Beralih dari glinida menjadi agen SU dengan
dosis rendah atau meningkatkan dosis agen
sulfonilurea
Batas maksimum dosis sulfonilurea : satu
setengah dari dosis maksimum
meninggal
Pembahasan
karena
terjadi
komplikasi
kardiovaskular dan penyakit ginjal stadium
a. Faktor Penyebab
akhir.13
Diabetes melitus tipe 2 dapat terjadi
karena adanya gabungan antara faktor
genetik dan faktor lingkungan, tetapi pada
b. Patofisiologi
Gangguan
sekresi
insulin
dan
saat ini kasus diabetes melitus tipe 2
resistensi insulin merupakan penyebab
banyak dilaporkan disebabkan oleh faktor
terjadinya diabetes melitus tipe 2 yang
lingkungan yaitu meliputi usia, obesitas,
sama-sama
resistensi insulin, makanan, aktifitas fisik
dalam pengembangan kondisi patofisiologi
dan gaya hidup.11 Diabetes melitus tipe 2
diabetes melitus tipe 2.
juga
memiliki
faktor
resiko
dengan
memiliki
peranan
penting
Gangguan Sekresi Insulin
prevalensi tinggi seperti berat badan yang
berlebih (obesitas), aterosklerosis yang
terkait
dengan
(hipertensi)
tekanan
dan
darah
tinggi
hiperlipidemia.12
Kebanyakan pasien diabetes melitus tipe 2
Gangguan sekresi insulin yaitu
gangguan yang terjadi akibat adanya
penurunan respon glukosa yang diamati
sebelum timbulnya penyakit klinis. Pada
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
7
awal perjalanan penyakit diabetes melitus
Resistensi Insulin
tipe 2, sekresi insulin dan kadar insulin
dalam darah terlihat normal. Namun
kemudian
terjadi
gangguan
toleransi
glukosa yang disebabkan oleh penurunan
fase pertama sekresi
insulin glukosa
responsif dan penurunan sekresi insulin
tambahan
setelah
menyebabkan
Gangguan
makan
terjadinya
sekresi
yang
hiperglikemia.
insulin
umumnya
bersifat progresif (semakin meningkat) dan
perkembangnnya
melibatkan
toksisitas
glukosa dan lipotoksisitas. Bila hal tersebut
tidak cepat ditangani, dapat menyebabkan
penurunan
massa
sel
beta
pankreas.
Perkembangan dari gangguan fungsi sel
beta
pankreas
sangat
mempengaruhi
kontrol jangka panjang glukosa darah.
Pada
pasien
yang
menunjukkan
peningkatan glukosa darah akibat dari
peningkatan resistensi insulin, penurunan
sekresi insulin dan adanya perkembangan
dari kerusakan fungsi sel beta pankreas
dapat
menyebabkan
tingginya
glukosa darah secara permanen.
kadar
Resistensi insulin adalah suatu
kondisi dimana insulin dalam tubuh tidak
dapat bekerja secara sempurna dalam
mengatur konsentrasi glukosa dalam darah.
Penurunan kerja insulin pada organ target
utama seperti hati dan otot merupakan
patofisiologi umum diabetes melitus tipe 2.
Mekanisme kerja insulin pada kondisi
resistensi insulin berkaitan dengan faktor
genetik
dan
faktor
(hiperglikemia,
asam
inflamasi,
Faktor
dll).
lingkungan
lemak
bebas,
genetik
yang
termasuk bukan hanya reseptor insulin dan
substrat reseptor insulin (IRS)-1 gene
polymorphisms
yang
secara
langsung
mempengaruhi sinyal insulin tetapi juga
gen
polimorfisme
lain
seperti
β3
adrenergic receptor gene dan uncoupling
protein (UCP) gene yang terkait dengan
obesitas
dan
meningkatnya
resistensi
insulin. Glukolipotoksik dan mediator
inflamasi juga penting sebagai mekanisme
untuk
gangguan
sekresi
insulin
dan
14-17
penurunan sinyal insulin. Saat ini juga
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
8
telah ditemukan keterlibatan turunan zat
dalam urin. Reaksi kolorimetri yang terjadi
bioaktif
antara keton dan nitroprusside (Sodium ni-
adiposit
(adipokines)
dalam
resistensi insulin. TNF-α, leptin, resistin,
troferricyanide)
dan asam lemak bebas bertindak untuk
digunakan untuk pengukuran keton secara
menigkatkan resistensi dan adiponektin
semikuantitatif. Clinistix® dan Diastix®
untuk memperbaiki resistensi. Uji klinis
merupakan kertas strip atau dipstik yang
yang dapat dilakukan untuk menilai sejauh
berubah warna saat dicelupkan ke dalam
mana terjadinya resistensi insulin yaitu
urin. Tes strip dapat menunjukkan jumlah
dengan model penilaian homeostatis untuk
glukosa dalam urin berdasarkan perubahan
resistensi
warna. Tingkat glukosa dalam urin lebih
insulin
(HOMA-IR),
uji
adalah
rendah
state plasma glucose (SSPG), minimal
glukosa dalam darah, maka dari itu
model analysis, dan teknik insulin clamp.
pengujian urin dengan test stick, kertas
Cara lebih mudah untuk memperkirakan
strip, atau tablet tidak seakurat tes darah.
tigkat resistensi insulin yaitu dengan
Namun tes menggunakan urin memiliki
memeriksa kadar insulin dalam darah
keuntungan yaitu dapat memberikan hasil
puasa,
dengan cepat dan prosesnya sederhana.
viseral,
hipertrigliseridemia, dan lain-lain.14-17
c. Diagnosis
Keton
dalam
urin
dengan
yang
sensitivitas insulin (loading test), steady-
obesitas
dibandingkan
metode
dapat
tingkat
dideteksi
menggunakan sejenis tes dipstick (Acetest
Diagnosis diabetes mellitus dapat
atau Ketostix). Sampel urin dengan berat
dilakukan dengan menggunakan sampel
jenis 1,010-1,020 menghasilkan hasil yang
urin ataupun darah pasien.
paling akurat.18
1. Tes urin
Tes urin yang dilakukan untuk
2. Tes Darah
a. Tes Glukosa Puasa
menganalisis keton, glukosa dan protein
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
9
Kadar glukosa puasa dalam darah
diberi makanan yang tinggi karbohidrat
berbanding lurus dengan tingkat keparahan
atau diberi larutan glukosa 75g. Kadar
diabetes melitus. Pada tes glukosa puasa,
glukosa diatas 1400 mg/L merupakan
darah diambil dari pembuluh darah di
kadar glukosa yang tidak normal, 1200-
lengan pasien setelah pasien berpuasa
1400 mg/L kurang normal, dan dibawah
minimal 8 jam biasanya di pagi hari
1200mg/L adalah kadar glukosa normal.
sebelum sarapan. Sel-sel darah merah
Meskipun sering digunakan untuk
dipisahkan dari sampel dan jumlah glukosa
mendeteksi diabetes melitus, metode tes ini
diukur dalam plasma yang tersisa. Jika
sangat
kadar plasma sebesar 200 mg/dL atau lebih
variabel yang sulit untuk dikontrol atau
maka dapat dikatakan pasien terkena
disesuaikan. Variabel-variabel ini yaitu
diabetes
melitus
yang
dapat
aktivitas, penyakit, obat-obatan, waktu
menyebabkan diabetes. Tes glukosa puasa
pengambilan darah dan ukuran sebenarnya
biasanya kembali diulangi pada hari lain
dari dosis glukosa. Ketika pasien diberi
untuk
Kadar
makanan tinggi karbohidrat, glukosa yang
glukosa plasma pada penderita diabetes
dihasilkan tergantung pada pencernaan
terkontrol selama 24 jam berkisar 250
disakarida dan polisakarida pada saluran
mg/L sebagai nilai terendah dan 3250
usus.18
hasil.
mg/L sebagai nilai tertinggi.18
c. Oral
b. Postprandial Plasma Glucose Test
Diabetes mellitus lebih mudah
dideteksi
dengan
menguji
kapasitas
Glucose
diet
beberapa
usia,
mengkonfirmasi
badan,
karena
tidak
obat
berat
akurat
pasien
mengkonsumsi
jika
tidak
sebelumnya,
Tolerance
Test
(OGTT)
Untuk mengukur OGTT, pasien
diharuskan
berpuasa
terlebih
dahulu
metabolisme karbohidrat. 2 jam sebelum
selama 8-14 jam. Pasien diberi larutan
pengambilan darah, pasien terlebih dahulu
glukosa 5 menit sebelum pengambilan
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
10
darah. Darah diambil pada interval untuk
salisilat, asam nikotinat, diuretik dan obat
pengukuran glukosa (gula darah) dan
hipoglikemik.18
tingkat insulin. Interval dan jumlah sampel
d. Intravenous
bervariasi sesuai dengan tujuan tes. Untuk
Glucose
Tolerance
Glucose
Tolerance
Test
screening diabetes sederhana, sampel yang
Intravenous
paling penting adalah sampel 2 jam setelah
pemberian glukosa. Pada non-diabetes,
tingkat glukosa dalam darah naik segera
setelah minum dan kemudian menurun
secara bertahap karena insulin digunakan
oleh tubuh untuk memetabolisme atau
menyerap glukosa. Pada diabetes, glukosa
dalam darah naik dan tetap tinggi setelah
minum laruan gula. Tingkat glukosa
plasma dari 2000 mg/L atau lebih tinggi
pada dua jam setelah meminum larutan
gula dan selama periode pengujian dua jam
menegaskan diagnosis diabetes melitus.
Selama
pengujian
pasien
harus
monitoring
karena
tes
dipengaruhi
oleh
penyakit
kelainan
tiroksin,
hormon
hormon
seperti
ini
di
dapat
pertumbuhan, kortisol, dan katekolamin.
Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh
obat-obatan
seperti
kontrasepsi
oral,
Test
digunakan
untuk
orang
dengan
gangguan
malabsorpsi
atau
pernah
melakukan
pembedahan
lambung/usus.
Glukosa diberikan melalui intravena lebih
dari
30
menit
menggunakan
larutan
glukosa 20%. Konsentrasi glukosa yang
digunakan 0.5g/kg berat badan. Penderita
non-diabetes
glukosa
merespon
plasma
dengan
dari
2000
kadar
sampai
2500mg/L. Penghentian pemberian beban
glukosa menyebabkan penurunan kadar
plasma dengan tingkat puasa mencapai
sekitar
90
menit.
Penderita
diabetes
menunjukkan kadar glukosa plasma di atas
2500mg/L selama pemberian beban. Pada
penghentian
pemberian
beban,
kadar
glukosa plasma penderita diabetes juga
kembali ke tingkat puasa di sekitar 90
menit. Prosedur alternatif yang disebut
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
11
metode Soskin menggunakan glukosa 50%
signifikan
diberikan secara intravena dalam waktu 3
hemoglobins yang paling berguna untuk
sampai 5 menit. Konsentrasi glukosa yang
pemantauan diabetes melitus. Namun tidak
digunakan adalah 0,3 g/kg berat badan.
cukup
Pada penghentian pemberian beban, kadar
mendeteksi
glukosa plasma penderita non-diabetes
mellitus. Serum albumin juga merupakan
juga kembali ke tingkat puasa di sekitar 60
glikosilasi yang sebanding dengan tingkat
menit dan pada penderita diabetes lebih
kadar glukosa plasma. Albumin memiliki
lambat dari 60 menit.18
waktu paruh pendek yaitu 15 hari sehingga
e. Glycated Hemoglobin and Plasma
derivatif minor disebut HbA1c diproduksi
Reaksi
yang
terjadi
spontan karena eritrosit yang benar-benar
permeabel
terhadap
glukosa,
jumlah
HbA1c yang terbentuk berbanding lurus
dengan konsentrasi glukosa plasma ratarata pada eritrosit selama masa hidupnya
yaitu 120 hari (4 sampai 6 minggu sebelum
sampling). Untuk orang normoglycemic,
HbA1c merupakan 4% sampai 5% dari
total
hemoglobin,
untuk
kasus
secara
borderline
efektif
diabetes
baik digunakan dalam memonitoring kadar
HbA1c dapat digunakan untuk
Pada diabetes melitus, hemoglobin
glikosilasi.
sensitif
Glycated
glukosa plasma darah jangka pendek.18
Albumin Test
oleh
meningkat.
sedangkan
pada
penderita diabetes kadar HbA1c secara
memprediksi
perkembangan
diabetes
karena adanya hubungan yang kuat antara
HbA1c dengan diabetes. Jika nilai HbA1c
5,5-6,0% maka dapat dikatakan adanya
peningkatan resiko diabetes. Jika nilai
HbA1c 6,0-6,5% maka diprediksi dapat
berkembang menjadi diabetes sekitar 2550% pada 5 tahun mendatang dan resiko
20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
nilai HbA1c 5,0%. Jika nilai HbA1c pasien
sekitar 5,7-6,4% maka orang tersebut dapat
diidentifikasi dengan prediabetes. Pasien
dengan
nilai
HbA1c
5,7-6,4%
harus
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
diberitahu
tentang
12
peningkatan
resiko
Obat yang paling sering digunakan
diabetes dan diberikan konseling tentang
pada golongan biguanida yaitu metformin.
strategi untuk menurunkan resiko.19
Metformin
Pengujian
untuk
mendeteksi
diabetes melitus tipe 2 pada pasien tanpa
gejala harus dipertimbangkan pada orang
dewasa dari berbagai usia yang memiliki
kelebihan berat badan atau obesitas (BMI
≥ 25kg/m2 atau ≥ 23 kg/m2 di Asia
Amerika) dan yang memiliki satu atau
lebih
tambahan
faktor
resiko
untuk
diabetes. Untuk semua pasien, terutama
yang kelebihan berat badan atau obesitas
maka ulangi pengujian minimal dengan
interval
3
tahun.
Pengujian
untuk
mendeteksi diabetes melitus tipe 2 juga
harus dipertimbangkan pada anak-anak dan
remaja yang kelebihan berat badan atau
obesitas yang memiliki dua atau lebih
faktor resiko untuk diabetes.20
digunakan
pada
pasien yang memiliki kelebihan berat
badan atau obesitas. Mekanisme kerjanya
yaitu menekan produksi glukosa hepatik,
meningkatkan
sensitivitas
insulin,
meningkatkan penyerapan glukosa oleh
fosforilasi
faktor
GLUT-enhancer,
meningkatkan oksidasi asam lemak dan
mengurangi
penyerapan
glukosa
dari
saluran pencernaan.21
Sulfonilurea
Sulfonilurea
pengujian harus dimulai pada usia 45
tahun. Jika pada pengujian hasilnya normal
biasanya
umunya
dapat
ditoleransi dengan baik, tetapi sulfonilurea
merangsang sekresi insulin endogen yang
menyebabkan adanya resiko hipoglikemia.
Penggunaan sulfonilurea long-acting harus
dihindari pada pasien diabetes melitus tipe
2
usia
lanjut,
sebaiknya
diberikan
sulfonilurea dengan short-acting.22
Thiazolidinedione
Thiazolidinedione merupakan obat
d. Terapi Farmakologi
Biguanida
pertama
untuk
mengatasi
masalah
resistensi insulin diabetes melitus tipe 2.
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
13
Obat golongan Thiazolidinedione yang
tambahan diet dan olahraga. Dapat juga
dianjurkan
Pioglitazone
adalah
pioglitazone.
dikombinasi dengan agen hipoglikemik
tidak
menyebabkan
untuk pasien dewasa seperti exenatide atau
hipoglikemia dan dapat digunakan untuk
liraglutide.24
pasien yang memiliki gangguan fungsi
Dipeptidyl-Peptidase IV Inhibitors
ginjal sehingga dapat ditoleransi baik oleh
DPP-4 inhibitor merupakan obat
pasien lanjut usia.23
baru antidiabetes. DPP-4 inhibitor efektif
Inhibitor α-glukosidase
digunakan sebagai monoterapi pada pasien
Acarbose, voglibose dan miglitol
yang gula darahnya tidak dapat terkontrol
merupakan obat golongan inhibitor α-
hanya dengan diet dan olahraga. DPP-4
glukosidase,
belum
banyak
inhibitor juga dapat dikombinasi dengan
mengobati
diabetes
metformin, thiazolidinedione dan insulin.
melitus tipe 2 namun obat tersebut cukup
DPP-4 inhibitor ditoleransi dengan baik,
aman dan efektif. Golongan ini yang paling
resiko terhadap terjadinya hipoglikemik
efektif untuk hiperglikemia postprandial
rendah dan dapat mengkontrol berat badan.
dan harus dihindari pada pasien dengan
Tetapi
gangguan fungsi ginjal yang signifikan.
relatif mahal.25
Penggunaannya terbatas karena tingginya
Insulin
digunakan
tetapi
untuk
efek samping seperti diare dan perut
kekurangannya
yaitu
harganya
Insulin dapat digunakan sebagai
kembung.22
monoterapi atau dapat dikombinasi dengan
Incretin-Based Therapies
agen hipoglikemik oral. Terapi augmentasi
Glucagon-like peptide 1 (GLP-1)
dengan insulin basal berguna jika beberapa
dapat digunakan untuk mengkontrol kadar
fungsi
sel
beta masih baik.
Insulin
glukosa dan peningkatan berat badan.
digunakan sebagai terapi penyelamatan
Dapat digunakan untuk monoterapi dengan
yang berperan sebagai insulin pengganti
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
14
pada kasus toksisitas glukosa yang mirip
awal pada pasien diabetes melitus tipe 2
dengan insulin yang dikeluarkan oleh sel
dijalani dengan tepat. Diagnosis yang
beta pankreas. Insulin terbagi menjadi
direkomendasikan
insulin
glukosa
rapid
acting,
short
acting,
darah
untuk
yaitu
mengkontrol
dengan
intermediate acting dan long acting.
Pengukuran
Bentuk
cenderung
bagaimana melakukan kontrol glukosa
menyebabkan hipoglikemia dibandingkan
pasien, kemungkinan resiko komplikasi
dengan bentuk short acting.26
dan perubahan dalam manajemen terapi.
Simpulan
Dalam kontrol glukosa pasien selain dilihat
long
acting
lebih
Saat ini resiko terkena diabetes
melitus
semakin
meningkat
diabetes
melitus
tipe
menunjukkan
dari nilai HbA1c, juga dilihat nilai FPG
dan
glukosa
puasa
2
jam
untuk
dikarenakan
menentukan pemilihan terapi. Untuk terapi
makanan dan gaya hidup yang modern
awal dapat dilakukan diet dan latihan
mulai menyebar di seluruh kalangan.
terapi, tetapi jika kontrol glukosa tetap
Diabetes melitus tipe 2 juga memiliki
buruk dapat digunakan obat-obat seperti
faktor resiko dengan prevalensi tinggi
inhibitor α-Glukosidase, thiazolidin, dan
seperti obesitas, aterosklerosis yang terkait
biguanin untuk pasien obesitas. Serta
dengan
glinida dan sulfonilurea untuk pasien non-
hipertensi
dan
2
terutama
HbA1c
HbA1c.
hiperlipidemia.
Bahkan sudah banyak laporan kasus
mengenai pasien diabetes melitus tipe 2
meninggal dikarenakan terjadi komplikasi.
Oleh karena itu sangat baik jika sebelum
terjadi komplikasi pasien diabetes melitus
tipe 2 sudah ditangani dengan benar, hal
tersebut dapat dilakukan jika diagnosis
obesitas.
Ucapan Terima Kasih
Penulis
menyampaikan
ucapan
terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah mendukung penulis sehingga artikel
review ini dapat terselesaikan dengan baik.
Konflik Kepentingan
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
15
Penulis menyatakan tidak terdapat
potensi
konflik
kepentingan
dengan
Prevalence of Gestational Diabetes
Mellitus Detected by the National
penelitian, kepenulisan (authorship), dan
Diabetes
atau publikasi review ini.
Carpenter and Coustan Plasma
Daftar Pustaka
Glucose Thresholds. Diabetes Care.
1. American
Diabetes
Association.
Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care.
Goldenberg,
Zubin
Punthakee. Definition, Clasification
and
Diagnosis
Prediabetes
Syndrome.
of
and
Can
Diabetes,
Metabolic
J
Diabetes.
3. Peter Achenbach, Ezio Bonifacio,
Koczwara,
Anette-G.
Ziegler. Natural History of Type 1
the
2002:25(9):1630-1625.
6. Alice Y.Y. Cheng. Introduction.
Can J Diabetes. 2013:37:3-1.
Danita D. Byrd-Holt, Mark S.
Eberhardt, Katherine M. Flegal,
Michael
M.
Prevalence
Engelgau,
of
et
Diabetes
al.
and
Impaired Fasting Glucose in Adult
4. Kohei Kaku. Pathophysiology of
Type 2 Diabetes and Its Treatment
8. Catherine C. Cowie, Keith F. Rust,
Earl
S.
Eberhardt,
Mark
S.
Chaoyang Li, et al. Full Accounting
of Diabetes and Pre-Diabetes in the
U.S. Population in 1988-1994 and
Policy. JMAJ. 2010:53(1):46-41.
5. Assiamira Ferrara, Monique M.
Charles
Care. 2006:29(6):1268-1263.
Eberhardt, Danita D. Byrd-Holt,
Diabetes. Diabetes. 2005:54(2).
Hedderson,
or
in the U.S. Population. Diabetes
2013:37:11-8.
Kerstin
Group
7. Catherine C. Cowie, Keith F. Rust,
2004:27(1).
2. Ronald
Data
P.
2005-2006.
Diabetes
Care.
2009:32(2):294-287.
Quesenberry, Joseph V. Selby.
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
16
9. Katherine M. Flegal, Margaret D.
Carrol, Cynthia L. Ogden, Lester R.
Curtin. Prevalence and Trends in
Multiple Risk Factors. J Cardiovasc
Pharmacol. 2008:52(2):144-136.
14. Muhammad
A.
Abdul-Ghani,
Obesity Among US Adults, 1999-
Masafumi Matsuda, Rucha Jani,
2008.
Christopher P. Jenkinson, Dawn K.
JAMA.
2010:303(3):241-
235.
Coletta, Kohei Kaku, et al. The
10. International Diabetes Federation.
Relationship
Between
Fasting
Diabetes Atlas 5th edn. Brussels.
Hyperglycemia
Belgium : IDF; 2011.
Secretion in Subjects with Normal
11. Richardo
Betteng,
Pangemanan,
Analisis
Nelly
Faktor
and
Insulin
Damayanti
or Impaired Glucose Tolerance.
Mayulu.
Am J Physiol Endocrinol Metab.
Penyebab
Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2
2008:295:406-401.
15. Craig
W.
Spellman.
Pada Wanita Usia produktif Di
Pathophysiology
of
Type
2
Puskesmas Wawonasa. Jurnal e-
Diabetes : Targeting Islet Cell
Biomedik. 2014:2(2):412-404.
Dysfunction. JAOA. 2010:110(2).
12. Nazanin Izadi, Maryam Malek,
16. Richard I. G. Holt. Diagnosis,
Omid Aminian, Maryam Saraei.
Epidemiology and Pathogenesis of
Medical Risk Factor of Diabetes
Diabetes Mellitus : An Update for
Mellitus
Psychiatrists. British Journal of
Among
Professional
Drivers. Journal of Diabetes &
Metabolic Disorders. 2013:12(23).
13. Charles
A.
Reasner.
Reducing
Psychiatry. 2004:184(47):63-55.
17. Ram
Weiss, Sara E.
Taksali,
William V. Tamborlane, Tania S.
Cardiovascular Complications of
Burgert,
Mary
Savoye,
Sonia
Type 2 Diabetes by Targeting
Caprio. Predictors of Changes in
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
17
Glucose Tolerance Status in Obese
Lopaschuk,
Youth.
Metformin Counters the Insulin-
Diabetes
Care.
2005:28(4):909-902.
Ngeranwa
J.
Dyck.
induced Suppression of Fatty Acid
18. Ngugi M.P., Njagi J.M., Kibiti
C.M.,
David
and
Stimulation
of
Njagi
Triacylglycerol Storare in Rodent
Diabetes
Skeletal Muscle. Am J Physiol
Mellitus. International Journal of
Endocrinol metab. 2006:291:189-
Diabetes Research. 2012:1(2):27-
182.
E.N.M.
J.J.N.,
Oxidation
Diagnosis
of
24.
22. Kyaw Soe, Alan Sacerdote, Jocelyn
19. Xuanping
Gregg,
Zhang,
David
Lawrence
E.
Edward
F.
W.
Karam, Gul Bahtiyar. Management
Williamson,
of Type 2 Diabetes Mellitus in the
Barker,
William
Thomas, Kai McKeever Bullard.
A1C Level and Future Risk of
Diabetes.
Diabetes
Care.
2010:33(7):1673-1665.
20. Maria Rosario G. Araneta, Alka M.
Elderly. Maturitas. 2011:70:151159.
23. Ann V. Schwartz, Deborah E.
Sellmeyer, Eric Vittinghoff, Lisa
Palermo,
Beata
Kenneth
R.
Lecka-Czernik,
Feingold,
et
al.
Kanaya, William C. Hsu, Healani
Thiazolidinedione (TZD) Use and
K. Chang, Andrew Grandinetti,
Bone
Edward J. Boyko, et al. Optimum
Adults. J Clin Endocrinol Metab.
BMI Cut Points to Screen Asian
2006:91(9):3354-3349
Americans for Type 2 Diabetes.
Diabetes Care. 2015:38:820-814.
21. Cheryl A. Collier, Clinton R.
Bruce, Angel C. Smith, Gary
Loss in Older Diabetic
24. Anthony H. Stonehouse, Tamara
Darsow, David G. Maggs. Incretin
Based
Therapies.
Journal
of
Diabetes. 2012:4:67-55.
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Farmaka
Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1
18
25. Richard E. Pratley, Afshin Salsali.
Inhibition of DPP-4 : A New
Therapeutic
Approach
for
the
Treatment of Type 2 Diabetes.
CMRO. 2007:23(4):931-919.
26. Jennifer A. Mayfield, Russell D.
White. Insulin Therapy for Type 2
Diabetes : Rescue, Augmentation,
and
Replacement
Function.
of
Beta-Cell
American
Family
Physician. 2004:70(3):501-490.
Printed : 1693–1424
Online : 2089-9157
Download