DETEKSI MERKURI ASAL DARAH LUMBA-LUMBA HIDUNG BOTOL (Tursiops aduncus) DI KAWASAN KONSERVASI OCEAN DREAM SAMUDRA ANCOL RAFIKA PUTRI ANGGRAINI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Merkuri Asal Darah Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Ocean Dream Samudra Ancol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Rafika Putri Anggraini NIM B04100190 ABSTRAK RAFIKA PUTRI ANGGRAINI. Deteksi Merkuri Asal Darah Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Ocean Dream Samudra Ancol. Dibimbing oleh ANDRIYANTO dan AGUSTIN INDRAWATI. Merkuri merupakan logam berat dengan tingkat toksisitas tertinggi dan dapat terakumulasi dalam tubuh hewan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar merkuri yang terkandung dalam darah lumba-lumba hidung botol IndoPasifik (Tursiops aduncus). Sampel darah diambil dari enam ekor lumba-lumba yang berasal dari kawasan konservasi Ocean Dream Samudra, Ancol. Kadar merkuri dalam darah diukur dengan spektrofotometer serapan atom. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa keenam sampel mengandung logam berat merkuri dengan kadar tertinggi sebesar 2.523 ppm dan kadar terendah sebesar 1.015 ppm. Kata kunci: darah, merkuri, Tursiops aduncus ABSTRACT RAFIKA PUTRI ANGGRAINI. A Level Detection of Heavy Metal Mercury in Blood of Bottlenose Dolphin (Tursiops aduncus). Supervised by ANDRIYANTO and AGUSTIN INDRAWATI. Mercury is a heavy metal with the highest level of toxicity and can be accumulated in the animals body. The aims of this research were to measure the level of mercury accumulation in the blood of the bottlenose dolphin (Tursiops aduncus). The blood samples were collected from six dolphins, which origin area is Ocean Dream Samudra Conservation, Ancol. The mercury concentration in bloods was measured by using Atomic Absorbance Spectrofotometry machine. The mercury measurement results showed that the six samples contained of the mercury metal with the highest level is 2.523 ppm and the lowest level is 1.015 ppm. Keywords: blood, mercury, Tursiops aduncus © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB DETEKSI MERKURI ASAL DARAH LUMBA-LUMBA HIDUNG BOTOL (Tursiops aduncus) DI KAWASAN KONSERVASI OCEAN DREAM SAMUDRA ANCOL RAFIKA PUTRI ANGGRAINI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 Judul Sk1ipsi : Deteksi Merkuri Asal Darah Lumba-Lumba Hidung Botol ( Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Ocean Dream Samudra Ancol Nama : Rafika PutJi Anggraini NIM : 804100190 Disetujui oleh Drh Andriyanto, MSi Dr Drh Agustin Indrawati, MBiomed Pembimbing I Pembimbing II Diketahui oleh Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini berjudul Deteksi Merkuri Asal Darah Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus) di Kawasan Konservasi Ocean Dream Samudra Ancol. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drh Andriyanto, MSi dan Dr Drh Agustin Indrawati, MBiomed selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, saran, kritik, dan arahan selama berlangsungnya penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Drh Eva Harlina, MSi APVet selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan nasihat selama penulis berada di FKH. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drh Yus Anggoro Saputro selaku dokter hewan berwenang di kawasan konservasi Ocean Dream Samudra Ancol atas saran dan bimbingannya selama penelitian berlangsung. Di samping itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ocean Dream Samudra Ancol dan seluruh staf yang berwenang atas kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat berlangsung. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan saudara semata wayangku atas doa, kasih sayang, kesabaran, dan dukungannya selama ini. Terima kasih kepada Dwi Indra Purnama atas kasih sayang, kesabaran, dan dukungannya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rizka, Firman, Dyah Ayu, Sistha, Nunuy, Pawitra, Talita atas dukungan dan persahabatannya dan teman-teman Acromion 47 atas persahabatan dan kebersamaannya dalam menggapai cita-cita, serta semua pihak yang terlibat dalam penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, September 2015 Rafika Putri Anggraini DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) 2 Morfologi Tursiops aduncus 3 Distribusi Geografis Tursiops aduncus 4 Merkuri 4 Absorbsi Merkuri 5 Distribusi Merkuri 5 Metabolisme Merkuri 6 Ekskresi Merkuri 6 Toksisitas Merkuri 7 BAHAN DAN METODE 8 Waktu dan Tempat Penelitian 8 Banah dan Alat Penelitian 8 Prosedur Penelitian 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Logam Merkuri 8 9 Pencemaran Logam Merkuri 10 Pencegahan dan Pengobatan 10 SIMPULAN DAN SARAN 11 Simpulan 11 Saran 11 DAFTAR PUSTAKA 11 DAFTAR TABEL 1 Kadar merkuri pada sampel darah Tursiops aduncus 9 DAFTAR GAMBAR 1 Perbedaan (a) Tursiops aduncus dan (b) Tursiops truncatus pada bagian kepala 2 Distribusi Tursiops aduncus 3 4 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Meluasnya kawasan pemukiman penduduk, meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya kawasan industri di kota besar, akan memicu terjadinya peningkatan pencemaran pada perairan laut. Hal ini disebabkan karena seluruh limbah dari daratan, baik yang berasal dari pemukiman perkotaan maupun yang bersumber dari kawasan industri, pada akhirnya bermuara ke laut. Sejalan dengan meningkatnya industrialisasi, konsentrasi unsur logam berat di dalam lingkungan juga meningkat, baik melalui air buangan maupun melalui udara. Logam berat yang mencemari lingkungan perairan berpotensi mencapai tingkat toksik bagi biota air. Diantara berbagai macam logam berat, salah satu yang digolongkan sebagai pencemar berbahaya adalah merkuri. Merkuri merupakan salah satu logam berat yang bersifat toksik. Merkuri digunakan dalam berbagai macam perindustrian, beberapa di antaranya adalah industri tekstil, besi atau baja, farmasi, kertas, hingga digunakan sebagai bahan baku pembuatan baterai. Demikian luasnya penggunaan merkuri mengakibatkan semakin mudah pula organisme mengalami keracunan merkuri. Secara umum merkuri masuk ke perairan dalam bentuk merkuri unsur (Hg°) dengan densitas yang tinggi. Merkuri ini akan tenggelam ke dasar perairan atau terakumulasi di sedimen pada kedalaman 5-15 cm di bawah permukaan sedimen. Unsur merkuri tersebut dapat berubah menjadi merkuri organik oleh aktivitas bakteri menjadi metil merkuri (CH3Hg), yang memiliki sifat racun dan daya ikat yang sangat kuat serta kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air (Budiono 2003). Mamalia laut merupakan salah satu biota air yang tersebar di seluruh perairan dunia. Cetacea tergolong mamalia laut yang terdiri atas paus, lumbalumba besar, dan Porpoise atau lumba-lumba kecil. Cetacea sangat rentan terhadap berbagai dampak lingkungan, seperti kerusakan habitat, gangguan suara bawah permukaan, polusi laut, dan penangkapan berlebih atas sumber daya perairan (Hofman 1995). Salah satu famili dari Cetacea yang paling menarik perhatian, banyak terdapat di perairan Indonesia, dan sering dijumpai adalah famili Delphinidae atau dikenal dengan istilah oceanic dolphins dari genus Tursiops. Di Indonesia sedikitnya terdapat sepuluh jenis lumba-lumba (Priyono 2008). Lumba-lumba yang paling mudah ditemui adalah lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus). Tursiops aduncus yang berhabitat di perairan merupakan salah satu biota air yang memiliki potensi cukup tinggi terpapar merkuri akibat adanya pencemaran lingkungan oleh limbah industri. Pencemaran merkuri di teluk Minamata, Jepang pada tahun 1953 akibat buangan dari suatu pabrik plastik merupakan bukti nyata bahwa tingginya kadar merkuri di lingkungan mampu memberikan efek toksik baik bagi organisme di sekitar teluk tersebut maupun manusia yang telah memakan ikan maupun biota air dari teluk tersebut. Berkaitan dengan dengan tingginya pencemaran lingkungan perairan dan dampaknya terhadap organisme air termasuk lumba-lumba, maka diperlukan pemantauan dan upaya pencegahan perihal kandungan merkuri yang terakumulasi dalam tubuh Tursiops aduncus. Penelitian tentang kandungan merkuri sebagai akibat pencemaran lingkungan 2 pada Tursiops aduncus belum banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan masih sedikitnya informasi yang berhubungan dengan kandungan merkuri pada Tursiops aduncus. Analisa merkuri yang terkandung dalam darah Tursiops aduncus mampu memberikan pengetahuan tentang kadar merkuri pada Tursiops aduncus serta merupakan salah satu usaha untuk melakukan pemantauan dan pencegahan lebih lanjut terhadap pencemaran lingkungan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar merkuri yang terkandung dalam darah Tursiops aduncus di kawasan konservasi Ocean Dream Samudra, Ancol, Jakarta Utara. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai kadar merkuri yang terkandung pada Tursiops aduncus sehingga dapat dilakukan pemantauan dan pencegahan lebih lanjut terhadap adanya pencemaran lingkungan dan informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan demi meningkatkan kesehatan lumba-lumba itu sendiri dalam rangka pelaksanaan konservasi. TINJAUAN PUSTAKA Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) Lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) pada awalnya dikenal dengan nama Delphinus aduncus. Kata Tursiops diambil dari gabungan bahasa Yunani tursio yang artinya lumba-lumba dan ops yang berarti rupa atau berbentuk, sedangkan aduncus berasal dari bahasa latin yang berarti bengkok (rahang bawah sedikit membengkok ke belakang) (Perrin et al. 2001). Lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Cetacea Subordo : Odonticeti Famili : Delphinidae Genus : Tursiops Spesies : Tursiops aduncus (Perrin et al. 2008) Status taksonomi atau klasifikasi dari Tursiops aduncus masih diragukan sampai sekitar tahun 2000. Wang et al. (2000) membuktikan bahwa terdapat perbedaan morfologi dari lumba-lumba hidung botol genus Tursiops, yaitu antara lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) dengan lumba-lumba 3 hidung botol Atlantis (Tursiops truncatus) yang merupakan kerabat dekatnya. Berdasarkan studi yang dilakukan Wang et al. (2000) tersebut dapat diketahui bahwa Tursiops aduncus cenderung memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan Tursiops truncatus, yaitu dengan panjang tubuh lebih kurang 2.52.7 m dan bobot badan 200 kg, namun secara lebih detail Tursiops aduncus memiliki moncong yang lebih panjang dan totol atau bercak abu-abu pada bagian ventral tubuhnya. Tubuh Tursiops aduncus cenderung lebih ramping, moncong lebih panjang dan lebih ramping, dan melon kurang cembung dibandingkan Tursiops truncatus (Gambar 1). Bercak abu-abu pada ventral lumba-lumba dimulai sekitar awal dewasa kelamin dan intensitas bercak meningkat seiring dengan pertambahan usia. Melon Gambar 1 Perbedaan (a) Tursiops aduncus dan (b) Tursiops truncatus pada bagian kepala (Wang et al. 2000) Morfologi Tursiops aduncus Badan Tursiops aduncus berbentuk streamline karena terdapat lapisan lemak atau blubber yang berfungsi untuk memperhalus bentuk badannya. Kulit yang halus juga memberikan kontribusi yang besar pada Tursiops aduncus untuk membantu mengurangi hambatan saat berenang. Tursiops aduncus tidak memiliki leher, sehingga kepalanya menyatu sempurna dengan badan. Begitu halnya dengan telinga bagian luar, Tursiops aduncus hanya memiliki lubang kecil di sisi lateral kepalanya yang dilapisi lilin. Bagian mata tampak lebih menonjol ke arah lateral saat dilihat dari atas. Secara umum Tursiops aduncus memiliki proporsi sirip dorsal (dorsal fin) dan sirip ventral (flipper) yang lebih besar dibandingkan Tursiops truncatus bila dilihat dari ukuran tubuhnya yang lebih kecil (Perrin et al. 2001). Bentuk sirip ventral (flipper) yang kaku disebabkan karena adanya kerangka kaki depan dan jari-jari seperti pada mamalia lain, namun kerangka ini hanya dapat digerakkan pada bagian bahu saja, sehingga tidak dapat digerakkan sebebas kaki depan mamalia. Sirip ekor Tursiops aduncus mengarah horizontal tidak seperti sirip ekor ikan hiu dan ikan lainnya yang mengarah vertikal, sehingga bentuk sirip ekor dapat dipakai Tursiops aduncus sebagai kekuatan untuk berenang dan dibantu dengan otot-otot badan yang kuat. Organ reproduksi primer dan sekunder Tursiops aduncus berada dalam satu kantong yang disembunyikan di dalam tubuhnya. 4 Distribusi Geografis Tursiops aduncus Tursiops aduncus ditemukan hanya pada daerah bertemperatur hangat sampai tropis di seluruh pesisir Indo-Pasifik, dari bagian barat Afrika Selatan, sepanjang Laut Hindia (termasuk Laut Merah, Teluk Persia, Laut China Selatan, Laut Sulu, Laut Celebes, dan di seluruh pulau serta semenanjung kepulauan IndoMelayu, Kepulauan Solomon dan Caledonia Baru) hingga Jepang bagian selatan dan Australia tenggara (Wells dan Scott 2002; Moller dan Beheregaray 2001). native (resident) native (breeding) native (non breeding) reintroduced introduced origin uncertain poddibly extinct Gambar 2 Distribusi Tursiops aduncus (Wells dan Scott 2002; Moller dan Beheregaray 2001) Merkuri Merkuri adalah unsur yang mempunyai nomor atom (NA=80) serta mempunyai massa molekul relatif (MR=200,59) dengan konfigurasi elektron [Xe] 4f14 5d10 6s2 (Ebadian et al. 2001). Merkuri diberikan simbol kimia Hg yang merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Yunani Hydragyricum, yang berarti cairan perak. Bentuk fisik dan kimianya sangat menguntungkan karena merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair dalam temperatur kamar (25°C), titik bekunya paling rendah (-39°C), mempunyai kecenderungan menguap lebih besar, mudah bercampur dengan logam-logam lain menjadi logam campuran (Amalgam/Alloi), juga dapat mengalirkan arus listrik sebagai konduktor baik tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik rendah. Merkuri berada dalam bentuk senyawa, satu diantaranya yang paling utama adalah sinabar (HgS) yang sudah ditambang sejak 700 SM. Pada saat ini senyawa merkuri yang digunakan dalam industri terdapat dalam tiga bentuk yaitu senyawa logam, senyawa organik, dan senyawa anorganik. Penggunaan paling besar adalah dalam produksi alat elektronik. Penggunaan kedua terbesar adalah dalam industri kloro-alkali, yang memproduksi klorine dan soda kaustik dengan menggunakan merkuri sebagai katoda dalam sel elektrolisis. Merkuri di alam terdapat dalam berbagai bentuk sebagai berikut: 5 a. Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg2+) dan garam-garamnya seperti merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri okside (HgO). b. Komponen merkuri organik/organomerkuri, terdiri dari aril merkuri, alkil merkuri, dan alkoksialkil merkuri. Merkuri klorida (HgCl2) teremasuk dalam senyawa merkuri anorganik dan ada dalam bentuk garam Hg yang penggunaannya semakin meluas antara lain digunakan dalam industri elektronik, pembuatan plastik, fungisida, germisida. Merkuri klorida dalam sedimen di dasar laut dan sungai akan diubah oleh mikroorganisme menjadi senyawa organik metil merkuri (R-O-Hg), yang tetap akan larut di dalam air. Garam-garam Hg maupun senyawa-senyawa Hg organik bersifat toksik, tetapi senyawa-senyawa Hg organik memiliki daya racun yang lebih tinggi dari Hg anorganik. Merkuri anorganik dapat berubah menjadi merkuri organik yaitu metil merkuri (CH3Hg) oleh aktifitas mikroorganisme. Metil merkuri mempunyai sifat racun, daya ikat yang kuat, dan kelarutan yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia yang mengkonsumsi (Sanusi 1980 dalam Budiono 2003). Absorbsi Merkuri Metil merkuri merupakan merkuri organik yang selalu menjadi perhatian serius dalam toksikologi. Hal ini dikarenakan metil merkuri dapat diserap secara langsung melalui pernafasan dengan kadar penyerapan 80%. Uapnya dapat menembus membran paru-paru dan apabila terserap ke dalam tubuh, merkuri akan terikat dengan protein sulfurhidril seperti sistein dan glutamine. Di dalam darah, 90% dari metil merkuri diserap ke dalam sel darah merah dan metil merkuri juga dijumpai dalam rambut. Bentuk organik tersebut dapat menembus barrier darah dan plasenta sehingga dapat menimbulkan pengaruh teratogenik dan gangguan saraf (Darmono 2001). Menurut Irving et al. (1975), jumlah merkuri yang dimasukkan ke dalam akar rambut adalah berbanding dengan kepekatan metil merkuri di dalam darah. Penyerapan metil merkuri dapat juga melalui kulit namun tidak tersedia data kuantitatifnya. Garam merkuri klorida memiliki kemampuan absorbsi yang buruk pada saluran cerna, efek serius dari merkuri klorida adalah gastroenteritis. Logam merkuri apabila tertelan tidak diserap oleh saluran cerna melainkan uapnya lebih berbahaya karena menyebabkan kerusakan paru-paru dan otak. Distribusi Merkuri Konsentrasi dalam darah merupakan indikator yang sesuai dari dosis yang diserap dan jumlah yang ada secara sistemik jika dilihat dari segi toksisitas. Metil merkuri terikat pada hemoglobin dan memiliki daya ikat yang tinggi pada hemoglobin janin. Konsentrasi total merkuri termasuk bentuk merkuri organik pada darah tali pusar hampir seluruhnya dalam bentuk merkuri yang telah termetilasi sehingga mudah masuk ke plasenta. Metil merkuri sangat mudah melintas batas sawar darah-otak maupun plasenta. Hal ini disebabkan oleh sifat lipofilisitas yang tinggi dari metil merkuri. 6 Metil merkuri sendiri mudah berdifusi melalui membran sel tanpa memerlukan sistem transport tertentu. Reaktifitasnya yang tinggi terhadap gugus sulfhidril yang terdapat pada berbagai protein menyebabkan jumlah metil merkuri bebas dalam cairan biologis menjadi sangat kecil. Transpor aktif pada sawar darah otak diperkirakan membawa metil merkuri masuk ke dalam otak. Logam yang sangat neurotoksik ini di dalam darah terikat secara eksklusif pada protein dan sulfhidril berbobot molekul rendah seperti sistein. Kompleks MeHg-sistein yang terbentuk bereaksi sebagai analog asam amino, mempunyai struktur mirip metionin, sehingga dapat diangkut oleh pembawa Sistem-L untuk asam amino bebas sehingga dapat melintas melalui sawar darah otak. Kadar merkuri dalam darah dan rambut merupakan biomarker pencemaran merkuri. Hubungan kedua biomarker tersebut sangat individual pada setiap orang maupun kelompok umur. Menurut US EPA (2001), dalam kondisi tetap terpapar oleh merkuri, kadar dalam rambut (g/g) rata-rata 250 kali kadar dalam darah (g/mL). Metabolisme Merkuri Sanusi (1980) dalam Budiono (2003), mengemukakan bahwa terjadinya proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air terjadi karena kecepatan pengambilan merkuri (uptake rate) oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses ekskresi. Merkuri merupakan logam yang terlibat dalam proses enzimatik, terikat dengan protein (ligan binding). Ikatan merkuri dengan protein jaringan membentuk senyawa metallotionein. Metallotionein merupakan protein aditif yang berperan dalam proses homeostasis organisme dalam mentolerir logam berat. Senyawa-senyawa kimia yang telah berikatan dengan protein dan membentuk metallotionein akan dibawa oleh darah (Darmono 1995). Senyawa merkuri yang masuk bersama makanan akan masuk ke dalam alur pencernaan, setelah mengalami absorbsi di dalam usus, senyawa merkuri akan dibawa ke hati oleh vena porta hepatik. Selanjutnya di dalam hati senyawa merkuri akan mengalami metilasi lambat menjadi Hg2+, kemudian akan masuk ke dalam darah dan akan teroksidasi sempurna menjadi merkuri bivalensi (Hg2+). Bersama peredaran darah, Hg2+ yang masuk ke hati akan mengalami metabolisme, terdegradasi dan melepaskan Hg2+, sehingga dapat menghambat enzim proteolitik dan menyebabkan kerusakan sel (Lu 1995). Merkuri yang tadinya masuk ke dalam hati akan terbagi dua yaitu sebagian akan terakumulasi pada hati, sedangkan sebagian lainnya akan dikirim ke ginjal melalui darah. Senyawa merkuri dalam ginjal sebagian akan terakumulasi pada ginjal dan sebagian lagi dibuang bersama urin (Palar 1994). Ekskresi Merkuri Metil merkuri dikeluarkan dari tubuh terutama melalui urin sebagai merkuri anorganik. Proses ini sebagai hasil dari ekskresi empedu dari senyawa dan konversi menjadi bentuk anorganik. Sebagian besar metil merkuri yang diekskresikan oleh empedu diserap kembali melalui sirkulasi enterohepatik dalam bentuk merkuri organik. Kurang dari 1% metil merkuri dapat dikeluarkan dari tubuh setiap harinya, hal ini dikarenakan waktu paruh biologis merkuri kira-kira 70 hari. Metil merkuri juga dikeluarkan melalui air susu dengan kadar kira-kira 7 5% dari kadar dalam darah. Pengeluaran merkuri anorganik melalui ekshalasi, ludah, dan keringat berasal dari metabolisme merkuri organik. Toksisitas Merkuri Toksisitas senyawa merkuri tergantung dari bentuknya. Jangka waktu, intensitas, dan jalur paparan juga merupakan faktor yang mempengaruhi toksisitas merkuri dalam tubuh. Senyawa merkuri organik lebih toksik dibanding senyawa anorganiknya, karena mudah menembus sawar darah otak dan diabsorbsi sempurna pada saluran cerna. Berlin (1983) mencatat bahwa tidak ada perbedaan antara efek akut maupun kronik ketika terjadi akumulasi pada ambang toksik. Menurut WHO (1976), awal dari efek toksik metil merkuri terjadi ketika kadar dalam darah antara 200-500 ng/mL. Kadar dalam darah ini berkaitan dengan beban tubuh menanggung 30-50 mg merkuri per kg berat badan yang setara dengang asupan harian 3-7 g/kg. Hal yang perlu dicatat bahwa kemunculan gejala keracunan merkuri dapat tertunda beberapa minggu atau bulan tergantung dari akumulasi senyawa merkuri dalam tubuh. Ochiai dalam Connell dan Miller (1995), telah membagi mekanisme toksisitas ion-ion logam secara umum ke dalam tiga kategori yaitu: a. Menahan gugus fungsi biologis yang esensial dalam biomolekul (protein dan enzim). b. Menggantikan ion logam esensial dalam biomolekul. c. Mengubah konformasi biomolekul. Toksisitas uap merkuri melalui saluran pernafasan (inhalasi) menyerang sistem saraf pusat, sedangkan toksisitas kronik yang timbul yaitu gangguan pada ginjal. Elemen merkuri dan komponen alkil merkuri yang masuk ke dalam otak akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur protein dan sistem enzim, sehingga sinoptik dan transmisi neuromuskuler akan diblok. Target organ dari toksisitas merkuri anorganik adalah ginjal. Merkuri anorganik sering diabsorbsi melalui gastrointestinal, paru-paru, dan kulit. Pemaparan akut dan kadar tinggi dapat menyebabkan gagal ginjal, sedangkan pemaparan kronis dengan dosis rendah dapat menyebabkan proteinuria, sindroma nefrotik, dan nefropati. Sistem saraf pusat adalah target organ dari toksisitas merkuri organik, terutama metil merkuri, sehingga gejala yang terlihat erat hubungannya dengan kerusakan sistem saraf pusat. Gejala yang timbul adalah sebagai berikut: a. Gangguan saraf sensoris yaitu paraesthesia, penglihatan menyempit, daya pendengaran menurun, serta rasa nyeri pada lengan dan paha. b. Gangguan saraf motorik yaitu lemah, ataksia, tremor, gerakan lambat, dan sulit berbicara. c. Gangguan lain yaitu gangguan mental, sakit kepala, dan hipersalivasi. Tremor pada otot merupakan gejala awal dari toksisitas merkuri tersebut. Gejala yang timbul diakibatkan oleh terjadinya degenerasi neuron pada korteks cerebri dan cerebellum. 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 di kawasan konservasi lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) Ocean Dream Samudra, Ancol, Jakarta Utara dan Laboratorium Klinik Prodia, Bogor. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi 6 ekor lumba-lumba hidung botol, larutan standar Hg, pelarut asan nitrat pekat dan asam sulfat, asetilen (bahan bakar), dan akuades. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah butterfly winged needle, spoid 5 ml, tabung serum, cool box, erlenmeyer, dan satu set peralatan Atomic Absorbans Spectrofotometry (AAS). Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel Darah Pengambilan sampel dilakukan pada lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus) dengan melakukan pengambilan darah masing-masing sebanyak 5 ml pada pembuluh darah superficial di dorsal sirip ekor menggunakan butterfly winged needle yang dihubungkan dengan spoid 5 ml. Darah yang telah diambil dimasukkan ke dalam tabung serum darah dan disentrifugasi yang kemudian dibawa ke Laboratorium Klinik Prodia, Bogor untuk dilakukan pengukuran kadar merkuri. Pengukuran Kadar Merkuri Metode analisis logam merkuri dalam darah dilakukan dengan metode wet ashing. Masing-masing sampel sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml, ditambahkan 10 ml HNO3 dan 10 ml H2SO4. Pemanasan dilakukan perlahan-lahan sampai larutan berwarna gelap. Pereaksi HNO3 ditambahkan sambil dilakukan pemanasan selama 5-10 menit hingga larutan berubah warna menjadi kuning bening. Akuades sebanyak 10 ml ditambahkan dan didinginkan. Larutan ditambahkan dengan 5 ml akuades dan dipanaskan kembali hingga berasap, kemudian larutan didinginkan dan disaring. Sampel siap dianalisa menggunakan spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorbans Spectrofotometry). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan logam merkuri (Hg) terdeteksi dalam darah lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus) yang 9 berada di kawasan konservasi Ocean Dream Samudra, Ancol, Jakarta Utara. Kadar merkuri pada sampel darah disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Kadar merkuri pada sampel darah Tursiops aduncus Batasan nilai (ppm) Sampel Kadar Hg (ppm) Wagemann dan Muirr* FDA** dan FAO*** Darah 1 2.523 100 0.5 Darah 2 2.301 100 0.5 Darah 3 1.512 100 0.5 Darah 4 1.015 100 0.5 Darah 5 1.701 100 0.5 Darah 6 1.627 100 0.5 *Wagemann dan Muirr 1984 **Food and Drug Administration (FDA) 2003 ***Food and Agriculture Organization (FAO) 1983 Kadar Logam Merkuri Kadar merkuri di dalam darah lumba-lumba hidung botol yang diukur bervariasi dengan kadar merkuri tertinggi pada sampel darah 1 yaitu 2.523 ppm dan kadar merkuri terendah pada sampel darah 4 yaitu 1.015 ppm. Perbedaan konsentrasi merkuri dapat disebabkan oleh perbedaan geografis dan perbedaan pakan atau mangsa. Tipe mangsa dan pakan mengandung konsentrasi dari kontaminan yang bervariasi, variasi spesies lumba-lumba juga dapat mempengaruhi (Meador et al. 1999). Lumba-lumba hidung botol yang terdapat di kawasan konservasi Ocean Dream Samudra, Ancol berasal dari berbagai kawasan laut di sekitar pulau Jawa dan beberapa diantaranya terlahir di kawasan konservasi tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi perbedaan konsentrasi merkuri yang terkandung dalam tubuh lumba-lumba hidung botol yang berada di kawasan konservasi Ocean Dream Samudra, Ancol. Menurut Wagemann dan Muirr (1984), konsentrasi merkuri lebih dari 100 ppm dapat menimbulkan efek toksik pada mamalia laut. Food and Drug Administration (FDA) (2003) dan Food and Agriculture Organization (FAO) (1983) menetapkan nilai ambang batas merkuri pada ikan dan biota laut lainnya adalah 0.01-0.5 ppm. Kandungan logam berat merkuri di dalam darah lumbalumba hidung botol di kawasan konservasi Ocean Dream Samudra, Ancol masih berada di dalam batas aman menurut Wagemann dan Muirr, walaupun telah melebihi batas aman berdasarkan ketetapan FDA dan FAO. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pencemaran merkuri pada lumba-lumba hidung botol di kawasan konservasi Ocean Dream Samudra, Ancol meskipun masih dalam konsentrasi yang rendah. Menurut Darmono (1995), daftar urutan toksisitas logam berat paling tinggi ke paling rendah adalah Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn2+. Hal tersebut menunjukkan bahwa logam merkuri patut diwaspadai karena merupakan logam berat yang memiliki toksisitas tertinggi dibandingkan dengan logam berat lain. Logam merkuri yang masuk ke dalam tubuh lumba-lumba 10 hidung botol harus dijaga serendah mungkin karena toksisitasnya yang tinggi dapat dengan mudah menimbulkan efek toksik dalam tubuh lumba-lumba hidung botol meskipun dalam konsentrasi yang rendah. Pencemaran Logam Merkuri Ikan segar yang telah dibekukan (frozen fish) merupakan ikan yang digunakan sebagai pakan lumba-lumba hidung botol di kawasan konservasi Ocean Dream Samudra. Frozen fish tersebut dapat dimungkinkan mengandung logam merkuri di dalam tubuhnya. Merkuri yang terkandung dalam ikan yang diberikan kemudian diabsorbsi dalam gastrointestinal dan terakumulasi dalam tubuh lumbalumba hidung botol. Merkuri muncul dalam bentuk yang mampu berpindahpindah di biosfer (Kaiser dan Tölg 1980), tetapi akumulasi merkuri melalui rantai makanan pada umumnya dalam bentuk merkuri organik yaitu metil merkuri (CH3Hg) yang merupakan hasil dari asimilasi preferensial oleh zooplankton (Mason et al. 1995). Merkuri organik kemudian dibiomagnifikasi sepanjang proses rantai makanan hingga termakan oleh mamalia laut termasuk lumba-lumba hidung botol. Hasil pengukuran kadar merkuri pada Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi merkuri pada darah lumba-lumba hidung botol juga dapat mengindikasikan adanya cemaran logam merkuri dalam air kolam di kawasan konservasi. Peningkatan industrialisasi di daerah Jakarta serta semakin padatnya pemukiman penduduk menyebabkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran air meningkat akibat limbah industri maupun limbah pemukiman penduduk yang terbuang akan terbawa aliran air sungai dan pada akhirnya bermuara pada air laut. Limbah yang terbuang dan pada akhirnya bermuara ke laut tidak menutup kemungkinan terkandung logam merkuri di dalamnya. Menurut Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2004) nilai ambang batas merkuri di perairan yang aman untuk kelangsungan hidup biota air adalah 0.001 ppm. Pemaparan logam merkuri ke dalam tubuh lumba-lumba hidung botol yang berada di kawasan konservasi Ocean Dream Samudra, Ancol diduga berasal dari pakan dan air. Hal ini didasarkan bahwa logam merkuri dapat masuk ke dalam tubuh mamalia laut melalui berbagai rute, diantaranya melalui saluran pernafasan, absorbsi melalui kulit, melalui plasenta sebelum terjadinya kelahiran, melalui air susu selama proses laktasi, menelan air laut, dan melalui pakan yang dicerna. Namun, rute utama kontaminasi dari logam merkuri adalah melalui pemberian pakan (Andre et al. 1990, Augier 1993, Law 1996). Pencegahan dan Pengobatan Agen pengkelat dapat menurunkan toksisitas logam berat dengan berikatan terhadap ion logam toksik membentuk struktur kompleks yang kemudian diekskresikan melalui urin. Agen pengkelat yang dapat dipergunakan untuk mengobati keracunan logam merkuri pada hewan adalah dimercaprol dan Dpenicillamine. Senyawa dimercaprol diberikan pada hewan yang telah terpapar merkuri dalam konsentrasi tinggi, sedangkan D-penicillamine diberikan pada 11 hewan yang terpapar merkuri tanpa menunjukkan gejala atau dalam konsentrasi rendah. Meso-2,3-dimercaptosuccinic acid (DMSA) adalah agen pengkelat yang dapat juga dapat digunakan untuk menurunkan toksisitas logam merkuri dalam tubuh hewan. Senyawa ini merupakan senyawa organik yang larut dalam air, mengandung dua gugus sulfhidril (-SH). Sediaan DMSA diberikan melalui oral dan akan diabsorbsi di dalam gastrointestinal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan sediaan DMSA meningkatkan ekskresi merkuri melalui urin dan menurunkan konsentrasi merkuri dalam darah dan jaringan (Flora dan Pachauri 2010). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kadar merkuri dalam darah lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus) di kawasan konservasi Ocean Dream Samudra Ancol telah melebihi nilai batas aman menurut Food and Drug Administration (FDA) dan Food and Agriculture Organization (FAO). Saran Pemberian agen pengkelat perlu dilakukan untuk menurunkan tingkat toksisitas logam merkuri dalam tubuh lumba-lumba hidung botol. Agen pengkelat yang dapat digunakan adalah dimercaprol, D-penicillamine, dan Meso-2,3dimercaptosuccinic acid (DMSA). DAFTAR PUSTAKA André J, Amiard JC, Amiard-Triquet C, Boudou A, Ribeyre F. 1990. Mercury contamination levels and distribution in tissues and organs of Delphinids (Stenella attenuata) from the Eastern Tropical Pacific, in relation to biological and ecological factors. Mar Environ Res 30: 43-72. Augier H, Benköel L, Chamlian A, Park WK, Ronneau C. 1993. Mercury, zinc and selenium bioaccumulation in tissues and organs of Mediterranean striped dolphins Stenella coerulealba Meyen. Toxicological result of their interaction. Cell Mol Biol 39960: 621-634. Berlin I. 1983. Organic Compounds of Mercury. In: Encyclopedia of Occupational Health and Safety, 3rd ed. Geneva (CH): Ed L Parmeggiani, International Labour Organization pp. 1336-1338. Budiono A. 2003. Pengaruh Pencemaran Merkuri Terhadap Biota Air. Makalah Pengantar Sains. Program Pasca Sarjana (S3). IPB. Connell DW, Miller GJ. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta (ID): UI Press. 12 Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta (ID): UI Press. 140 p. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemarannya, Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta (ID): UI Press. Ebadian, Allen M, Cai Y. 2001. Mercury Contaminated Material Decontamination Methods: Investigation and Assessment. New York (US): Florida International University FAO. 1983. Guidelines Land Evaluation for Rainfed Agriculture. FAO Soils Resources Management and Conservation Service. Land and Water Development Division. FAO Soils Bulletin No. 52. Rome (IT): Food and Agriculture Organization of The United Nations. FDA. 2003. FDA Says Commercial Fish Safe Despite Advisories, but Mercury is Concern. Center for Food Safety and Applied Nutrition. US Food and Drug Administration. Philadelphia. Flora SJS, Pachauri V. 2010. Chelation in metal intoxication. Int J Environ Res Pub Health (7):2745-2788. Hofman RJ. 1995. The changing focus of marine mammal conservation. Trends Ecol & Evol Vol 10. No. 11:462-465. Irving F, Curaham J. 1975. Ammoniate mercury toxicity in cattle. Can Vet 16:260-264 Kaiser G, Tölg G. 1980. Mercury. In: The Hand book of Environmental Chemistry. 3(A): 1-58. Kementrian Negara Lingkungan Hidup RI. 2004. Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta. Law RL. 1996. Metals in marine mammals. In: Beyer WN, Heinz GH, RedmondNorwood AW. eds. Environmental contaminants in wildlife. Interpreting Tissues Concentrations. SETAC Special Publication Series. CRC Press Inc, Lewis Publishers INC, Boca Raton, FL, pp. 357-376. Lu CF. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta (ID): UI Press. Mason RP, Reinfelder JR, Morel FMM. 1995. Bioaccumulation of Mercury and Methylmercury. In: Water, Air, and Soil Pollution. 915-921. Meador JP, Ernest D, Hohn AA, Tilbury K, Gorzelany J, Worthy G, dan Stein JE. 1999. Comparisons of elements in bottlenose dolphins stranded on the beaches of Texas and Florida in the Gulf of Mexico over a one year period. Archives of Environmental Contamination and Technology 36:87-98. Moller LM, Beheregaray LB. 2001. Coastal bottlenose dolphin from south-eastern Australia are Tursiops aduncus according to sequences of the mitochondrial DNA control region. Mar Mamm Sci 17:249-263. Palar, Heryando. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Perrin WF, Wursig B, Thewissen JGM. 2001. Encyclopedia of Marine Mammals. Ed ke-2. New York (US): Elsevier. Perrin WF, Würsig B, Thewissen JGM. 2008. Encyclopedia of Marine Mammals. San Diego (CA): Academic Press. Priyono A. 2008. Lumba-lumba di Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor 13 US Environmental Protection Agency (US EPA). 2001. Biosolids Technology Fact Sheet. In-vessel Composting of Biosolids. EPA 832-F-00-061. Washington DC (USA): US EPA. Wagemann R, Muir PCG. 1984. Concentration of heavy metals and organochlorines in marine mammals of northern waters: overview and evaluation. Department of Fisheries and Oceans. Canadian Technical Report of Fisheries and Aquatic Science 1279. WHO (World Health Organization). 1976. Environmental Health Criteria for Mercury. In: Environmental Health Criteria. Geneva (CH): World Health Organization. Wang JY, Chou LS, White BN. 2000. Differences in the external morphology of two sympatric species of bottlenose dolphins (genus Tursiops) in the waters of China. J Mammal 81:1157-1165. Wells RS, Scott MD. 2002. Bottlenose Dolphins. In: Encyclopedia of Marine Mammals (Perrin WF, Wursig B, Thewissen JGM, eds) San Diego (CA): Academic Press pp. 122-125 14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 16 Juli 1992 dari ayah Nurul Huda dan ibu Triwati Budiasih. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 8 Yogyakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai staf divisi zoolipmask Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) 2011/2012, bendahara IMAKAHI 2012/2013, dan sekretaris Himpunan Profesi (Himpro) Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik (HKSA) tahun 2011/2012 hingga 2012/2013. Sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan, penulis menyusun skripsi yang berjudul Deteksi Merkuri Asal Darah Lumba-Lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus) Di Kawasan Konservasi Ocean Dream Samudra Ancol.