Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Wanita yang Datang

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi uraian tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.
Uraian pada bagian ini dimulai dari konteks atau ruang lingkup penelitian
tentang konsep kanker serviks, terdiri dari definisi, penyebab, gejala,
stadium, dan pencegahan. Setelah itu uraian tentang konsep pengetahuan
terdiri dari definisi, sumber pengetahuan, faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan, tingkatan pengetahuan dan cara mengukur pengetahuan.
Selanjutnya, uraian tentang konsep perilaku terdiri dari definisi, bentukbentuk perilaku, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, proses adopsi
perilaku, kerangka konseptual, dan hipotesis penelitian
10
2.1
Konsep Kanker Serviks
2.1.1 Definisi kanker serviks
Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada
serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan
terluar permukaan serviks (Samadi, 2011).
2.1.2 Penyebab kanker serviks
Kanker serviks disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor utama dan
faktor-faktor risiko pemicu terjadinya kanker serviks. Faktor utama adalah
human papilloma virus (HPV) tipe onkogenik (Samadi, 2011). Sedangkan
faktor-faktor risiko pemicu kanker serviks (Temple dan Martin dalam Yarbro
et al., 2011), yaitu merokok, memiliki pasangan seksual lebih dari satu,
menggunakan obat-obat imunosupresan atau penekan kekebalan tubuh,
ketidaktersediaan atau kurangnya skrining, usia yang lebih tua, penggunaan
jangka panjang kontrasepsi oral, riwayat penyakit menular seksual, seks di
usia muda, paparan diethylstilbestrol (DES) dalam rahim, diet rendah folat,
karoten, dan vitamin C, dan multiparitas.
2.1.3 Gejala kanker serviks
Gejala klinis yang ditimbulkan akibat kanker serviks berbeda-beda
sesuai dengan stadiumnya. Pada stadium awal gejala yang muncul adalah
perdarahan per vagina/lewat vagina pasca senggama atau perdarahan
11
spontan diluar masa haid, dan keputihan. Pada stadium lanjut, gejala yang
ditunjukkan adalah keluarnya cairan dari liang vagina berbau tidak sedap,
nyeri (panggul, pinggang, dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri di
kandung kemih dan rektum/anus. Jika kanker telah menyebar maka akan
timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena, misalnya penyebaran di
paru-paru, liver, tulang, serta jika kambuh/residif maka gejala yang muncul
yaitu bengkak atau edema tungkai satu sisi, nyeri panggul menjalar ke
tungkai, dan gejala pembuntuan saluran kencing/obstruksi ureter (Samadi,
2011).
2.1.4 Stadium kanker serviks
Pengobatan kanker serviks harus didasarkan pada penetapan
stadiumnya. Pengobatan yang dijalani oleh seorang pasien kanker serviks
harus sesuai atau berdasarkan stadium kanker yang dialaminya. Stadium
kanker serviks menunjukkan tanda dan lokasi penyebaran kanker yang
berbeda-beda, dan sekaligus sebagai parameter untuk menilai kondisi
kesehatan pasien. Menurut FIGO (Federation International Of Gynecologic
And Gynecology) stadium kanker serviks terdiri dari stadium 0 sampai
stadium IVB. (Samadi, 2011). Distribusi stadium kanker serviks dapat dilihat
pada Tabel 2.1.4
12
Tabel 2.1.4 Stadium kanker serviks
Stadium
Stadium 0
Stadium I
Stadium IA
Keterangan
Tanda-tandanya yaitu carsinoma in situ, yaitu kanker yang masih terbatas
pada lapisan epitel mulut rahim dan belum punya potensi menyebar ke
tempat atau organ lain.
Tanda-tandanya yaitu terbatas di uterus
Tanda-tandanya yaitu diagnosis hanya dengan mikroskop (penyebaran
horizontal ≤ 7mm)
Stadium IA1
Stadium IA2
Tanda-tandanya yaitu kedalaman invasi ≤ 3 mm
Tanda-tandanya yaitu kedalaman invasi > 3 mm dan ≤ 5 mm
Stadium IB
Tanda-tandanya yaitu terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau
secara mikroskopik > IA2
Tanda-tandanya yaitu besar lesi/tumor/benjolan ≤ 4 cm
Tanda-tandanya yaitu besar lesi/tumor/benjolan > 4 cm
Tanda-tandanya yaitu invasi tidak sampai ke dinding panggul atau
mencapai 1/3 bagian bawah vagina
Tanda-tandanya yaitu tanpa invasi ke parametrium/jaringan disamping
uterus
Tanda-tandanya yaitu invasi ke parametrium
Tanda-tandanya yaitu invasi mencapai dinding pangul, 1/3 bagian bawah
vagina atau timbul hidronefrosis/bendungan ginjal
Tanda-tandanya yaitu invasi pada 1/3 bagian bawah vagina
Tanda-tandanya yaitu dinding panggul atau hidronefrosis
Tanda-tandanya yaitu invasi mukosa kandung kemih/rektum atau meluas
keluar panggul kecil
Tanda-tandanya yaitu metastasis jauh
Stadium IB1
Stadium IB2
Stadium II
Stadium IIA
Stadium IIB
Stadium III
Stadium IIIA
Stadium IIIB
Stadium IVA
Stadium IVB
2.1.5 Pencegahan kanker serviks
Pencegahan kanker serviks adalah suatu tindakan pencegahan yang
dilakukan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kanker serviks.
Pencegahan kanker serviks terdiri dari:
a. Pencegahan Primer
Perilaku preventif primer adalah suatu tindakan pencegahan awal
kanker yang utama. Hal ini untuk menghindari faktor-faktor resiko
pemicu kanker serviks (Sukaca, 2009). Cara-cara pencegahan primer
yang dapat dilakukan antara lain:
1. Menunda dan tidak melakukan hubungan seksual di usia dini
13
2. Setia pada pasangan dan tidak berganti-ganti pasangan seksual.
3. Menolak berhubungan seksual dengan orang yang mempunyai
banyak pasangan.
4. Menolak berhubungan seksual dengan orang yang memiliki riwayat
infeksi menular seksual.
5. Membatasi penggunaan jangka panjang kontrasepsi oral.
6. Melakukan vaksinasi HPV sebelum aktif melakukan hubungan seks.
7. Tidak merokok
8. Menjaga pola makan seimbang dengan mengkonsumsi makanan
yang mengandung folat, karoten, dan vitamin C.
9. Tidak multiparitas
10. Tidak menggunakan diethylstilbestrol (DES) paparan dalam rahim.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah suatu tindakan pencegahan yang
dilakukan
selama
periode
patogenesis
setelah
suatu
penyakit
termanifestasi dalam tanda dan gejala (Potter dan Perry, 2005).
Pencegahan sekunder kanker serviks, terdiri dari pemeriksaan pap
smear, IVA, kolposkopi, dan tes HPV DNA.
c. Pencegahan Tersier
Perilaku preventif tersier merupakan tindakan preventif yang dilakukan
pada orang sudah terkena penyakit ini, dengan mengikuti berbagai jenis
14
tindakan pengobatan untuk mencegah komplikasi dan kematian yang
awal (SA, 2010). Ada beberapa hal penting yang dapat dilakukan oleh
penderita kanker serviks yaitu menurunkan faktor resiko misalnya
dengan menghilangkan perilaku seksual yang mengakibatkan terpapar
dengan infeksi human papilloma virus (HPV), serta memperhatikan
kebersihan organ kewanitaan. Hal lain yang dapat dilakukan yaitu
memperbaiki atau memodifikasi gaya hidup seperti menghilangkan
kebiasaan merokok atau tidak merokok, berolahraga, istirahat (tidur), dan
juga mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A, vitamin C,
vitamin E, dan asam folat.
2.2
Konsep Pengetahuan
2.2.1 Definisi pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
orang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
objek
tertentu.
Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indera manusia yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan diri sendiri.
Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo (2003) dalam Wawan dan M (2010)).
15
2.2.2 Sumber pengetahuan
Menurut Potter dan Perry (2005), Pengetahuan dapat diperoleh dari
berbagai sumber antara lain:
a. Tradisi
Salah satu cara untuk mendapatkan pengetahuan yaitu belajar melalui
tradisi. Tradisi merupakan suatu tindakan atau perbuatan yang sudah
menjadi suatu kebiasaan dalam kehidupan sosial masyarakat tertentu,
dan dilakukan secara turun temurun. Tradisi juga adalah suatu metode
yang efisien untuk belajar.
b. Para ahli atau pakar di bidang tertentu
Pengetahuan juga didapatkan dengan mencari informasi dari pakar
dibidangnya. Para pakar seringkali diminta untuk memecahkan masalah
atau menjawab pertanyaan-pertanyaan.
c. Pengalaman
Seseorang
juga
belajar
dari
pengalaman.
Jika
pengalaman
menyebabkan seseorang mempelajari sesuatu dengan tidak benar, maka
orang tersebut menggunakan pengetahuan dengan tidak tepat.
d. Belajar
Belajar dengan pemecahan masalah juga merupakan cara lain untuk
memperoleh pengetahuan. Menurut Ausubel (1961) dalam Sarwono
(2008), belajar juga dapat dilakukan dengan cara yaitu:
16
1. Belajar dengan menerima saja (reception learning)
Pelajar hanya menyerap bahan-bahan yang tersedia baginya
sehingga di masa yang akan datang ia bisa mereproduksi kembali.
2. Belajar dengan menemukan sesuatu (discovery learning)
Pelajar menemukan sendiri materi yang harus dipelajarinya. Ia tidak
hanya menyerap, tetapi mengorganisasi dan mengintegrasikan materimateri yang dipelajarinya ke dalam struktur kognitifnya. Pengulangan
dari discovery learning meningkatkan kemampuan penemuan dari
individu yang bersangkutan.
3. Belajar dengan Menghafal (rote learning)
Pelajar mengingat-ingat bahan yang dipelajari sebagai rangkaian katakata.
4. Belajar dengan mengartikan (Meaningful learning)
Pelajar berada dalam situasi yang mengandung sifat yaitu bahan yang
akan dipelajari secara potensial mempunyai arti, dan pelajar
mempunyai kecenderungan berpikir untuk menghubungkan informasiinformasi atau konsep-konsep baru dengan struktur kognitif yang
sudah ada dan relevan.
2.2.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Wawan dan M (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang terdiri dari:
17
a. Faktor internal
1. Pendidikan
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal
yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003),
pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap
berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
2. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah
keburukan
yang
harus
dilakukan
terutama
untuk
menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan
bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja
bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
3. Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.
Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam
berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang
18
yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan
kematangan jiwa.
b. Faktor eksternal
1. Faktor lingkungan
Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003), lingkungan
merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku
orang atau kelompok.
2. Sosial budaya
Sistem
sosial
budaya
yang
ada
pada
masyarakat
dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.
2.2.4 Tingkatan pengetahuan
Sunaryo (2004), tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif,
mencakup 6 tingkatan, yaitu:
1. Tahu
Tahu, artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu,
adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan
menyatakan.
19
2. Memahami
Memahami,
artinya
kemampuan
untuk
menjelaskan
dan
menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui.
Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan,
memberikan contoh, dan menyimpulkan.
3. Penerapan
Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan
hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.
4. Analisis
Analisis artinya kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagianbagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suasana struktur objek tersebut
dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat
menggambarkan,
membuat
bagan,
membedakan,
memisahkan,
membuat bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan
pengertian psikologi dengan fisiologi.
5. Sintesis
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian
di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran
kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan,
dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.
20
6. Evaluasi
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun
sendiri.
2.2.5 Cara mengukur pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan
dengan skala yang bersifat kualitatif (Arikunto (2006) dalam Wawan, dan M
(2010), yaitu:
a. Baik : hasil presentase 76% - 100%
b. Cukup : hasil presentase 56% - 75%
c. Kurang : hasil presentase < 56%
2.3
Konsep Perilaku
2.3.1 Definisi perilaku
Perilaku merupakan suatu tanggapan atau respon seseorang terhadap
rangsangan (stimulus) yang tampak oleh mata (nyata), karena Itu
rangsangan sangat mempengaruhi perilaku (Skinner 1938 dalam Sarwono,
2008).
2.3.2 Bentuk-bentuk perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Sudarma (2008), Secara garis
besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu:
21
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku
tertutup
ditunjukkan
dalam
bentuk
perhatian,
persepsi,
pengetahuan/kesadaran dan reaksi lainnya yang tidak tampak.
2. Perilaku terbuka (over behavior)
Perilaku terbuka merupakan bentuk tindakan nyata aktif
2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Perilaku dipengaruhi oleh faktor endogen (faktor genetik) dan faktor
eksogen/eksternal. Faktor endogen atau genetik antara lain yaitu jenis ras,
jenis kelamin, sifat fisik, sifat kepribadian, bakat pembawaan, dan
intelegensi. Faktor eksogen atau faktor dari luar individu seperti faktor
lingkungan, pendidikan, agama, sosial ekonomi, dan kebudayaan, serta
faktor-faktor lain yaitu susunan saraf pusat, persepsi, dan emosi (Sunaryo,
2004).
2.3.4 Proses adopsi perilaku
Menurut Notoatmodjo (1977), proses adopsi perilaku, yang mengutip
pendapat Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, di
dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan (akronim
AIETA) yaitu:
a. Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.
b. Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.
22
c. Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang
baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini
subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.
d. Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru
e. Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.
Menurut Rogers, adopsi perilaku tidak selalu melewati tahap AIETA
sehingga umumnya perilaku baru tersebut tidak langgeng. Sebaliknya,
perilaku yang melalui proses AIETA akan bersifat langgeng.
2.4 Kerangka Teori
Gambar 2.4.1 Kerangka Teori Hubungan Pengetahuan Tentang
Anatomi dan Fisiologis Serviks dan Kanker Serviks dengan Perilaku
Preventif Kanker Serviks
Pengetahuan
Perilaku preventif
Terjadi kanker serviks
kanker serviks
Tidak terjadi kanker
serviks
A.
B.
Pengetahuan tentang serviks
(anatomi dan fisiologi)
Pengetahuan tentang kanker
serviks
1.
2.
3.
Perilaku preventif primer
Perilaku preventif sekunder
Perilaku preventif tersier
Gambar 2.4.1 memperlihatkan hubungan pengetahuan tentang anatomi
dan fisiologis serviks dan kanker serviks dengan perilaku preventif kanker
serviks. Secara umum, pengetahuan dapat diperoleh melalui tradisi, para
pakar, pengalaman dan proses belajar. Pengetahuan memegang peranan
23
penting dalam kehidupan seseorang, terutama bagi para wanita. Wanita
yang memiliki pengetahuan baik, tentunya akan berespon terhadap
keadaan atau kondisi disekitarnya termasuk masalah kesehatan yang
muncul atau bahkan yang ia alami sendiri. Masalah kesehatan salah
satunya yaitu masalah organ reproduksi wanita bagian dalam yaitu kanker
serviks. Pengetahuan yang dimiliki oleh wanita akan sangat membantunya
dalam memproteksi diri secara dini terhadap kanker serviks, terutama
dalam melakukan berbagai upaya pencegahan.
Upaya pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan melalui tiga
tahapan yaitu perilaku pencegahan secara primer, sekunder, dan tersier.
Perilaku pencegahan secara primer dapat dilakukan dengan cara
menghindari faktor resiko sebelum muncul manifestasi tanda dan gejala
kanker serviks. Perilaku pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan
mengikuti skrining berupa tes pap atau IVA, kolposkopi, tes HPV DNA.
Perilaku
pencegahan
tersier
dilakukan
dengan
mengikuti
berbagai
pengobatan kanker serviks untuk mencegah komplikasi penyakit dan
kematian yang lebih awal.
Kemudian, bila perilaku pencegahan dilakukan baik dan sedini mungkin,
maka kemungkinan untuk terkena kanker serviks sangat kecil. Kalau pun
terdeteksi adanya lesi prakanker, akan segera diobati sehingga dapat
disembuhkan. Sebaliknya, bila perilaku pencegahan ini diabaikan dan tidak
dilakukan sama sekali, maka membahayakan kesehatan wanita itu sendiri
karena bisa terkena kanker serviks.
24
2.5 Hipotesis
a. H0:
1. Tidak terdapat hubungan yang sigfnifikan antara tingkat pengetahuan
wanita tentang anatomi serviks dengan perilaku menikah lebih dari
satu kali, menikah umur muda, melakukan hubungan seks umur
muda, mempunyai pasangan seksual lebih dari satu, perilaku
memeriksakan diri di tempat pelayanan kesehatan terkait perdarahan
per vagina dan keluhan keputihan, mempunyai anak umur muda,
paritas, pemakaian pil KB, perilaku sering memakai antiseptik,
perilaku menaburi bedak disekitar vagina, perilaku merokok, perilaku
pemeriksaan pap smear dan IVA, perilaku mencari tempat pelayanan
kesehatan untuk berobat, dan perilaku mencari informasi terkait sakit
yang dialami.
2. Tidak terdapat hubungan yang sigfnifikan antara tingkat pengetahuan
wanita tentang fisiologis serviks dengan perilaku menikah lebih dari
satu kali, menikah umur muda, melakukan hubungan seks umur
muda, mempunyai pasangan seksual lebih dari satu, perilaku
memeriksakan diri di tempat pelayanan kesehatan terkait perdarahan
per vagina dan keluhan keputihan, mempunyai anak umur muda,
paritas, pemakaian pil KB, perilaku sering memakai antiseptik,
perilaku menaburi bedak disekitar vagina, perilaku merokok, perilaku
pemeriksaan pap smear dan IVA, perilaku mencari tempat pelayanan
25
kesehatan untuk berobat, dan perilaku mencari informasi terkait sakit
yang dialami.
3. Tidak terdapat hubungan yang sigfnifikan antara tingkat pengetahuan
wanita tentang kanker serviks dengan perilaku menikah lebih dari
satu kali, menikah umur muda, melakukan hubungan seks umur
muda, mempunyai pasangan seksual lebih dari satu, perilaku
memeriksakan diri di tempat pelayanan kesehatan terkait perdarahan
per vagina dan keluhan keputihan, mempunyai anak umur muda,
paritas, pemakaian pil KB, perilaku sering memakai antiseptik,
perilaku menaburi bedak disekitar vagina, perilaku merokok, perilaku
pemeriksaan pap smear dan IVA, perilaku mencari tempat pelayanan
kesehatan untuk berobat, dan perilaku mencari informasi terkait sakit
yang dialami.
b. H1:
1. Terdapat hubungan yang sigfnifikan antara tingkat pengetahuan
wanita tentang anatomi serviks dengan perilaku menikah lebih dari
satu kali, menikah umur muda, melakukan hubungan seks umur
muda, mempunyai pasangan seksual lebih dari satu, perilaku
memeriksakan diri di tempat pelayanan kesehatan terkait perdarahan
per vagina dan keluhan keputihan, mempunyai anak umur muda,
paritas, pemakaian pil KB, perilaku sering memakai antiseptik, perilaku
menaburi
bedak
disekitar
vagina,
perilaku
merokok,
perilaku
pemeriksaan pap smear dan IVA, perilaku mencari tempat pelayanan
26
kesehatan untuk berobat, dan perilaku mencari informasi terkait sakit
yang dialami.
2. Tidak terdapat hubungan yang sigfnifikan antara tingkat pengetahuan
wanita tentang fisiologis serviks dengan perilaku menikah lebih dari
satu kali, menikah umur muda, melakukan hubungan seks umur
muda, mempunyai pasangan seksual lebih dari satu, perilaku
memeriksakan diri di tempat pelayanan kesehatan terkait perdarahan
per vagina dan keluhan keputihan, mempunyai anak umur muda,
paritas, pemakaian pil KB, perilaku sering memakai antiseptik, perilaku
menaburi
bedak
disekitar
vagina,
perilaku
merokok,
perilaku
pemeriksaan pap smear dan IVA, perilaku mencari tempat pelayanan
kesehatan untuk berobat, dan perilaku mencari informasi terkait sakit
yang dialami.
3. Tidak terdapat hubungan yang sigfnifikan antara tingkat pengetahuan
wanita tentang kanker serviks dengan perilaku menikah lebih dari satu
kali, menikah umur muda, melakukan hubungan seks umur muda,
mempunyai pasangan seksual lebih dari satu, perilaku memeriksakan
diri di tempat pelayanan kesehatan terkait perdarahan per vagina dan
keluhan keputihan, mempunyai anak umur muda, paritas, pemakaian
pil KB, perilaku sering memakai antiseptik, perilaku menaburi bedak
disekitar vagina, perilaku merokok, perilaku pemeriksaan pap smear
dan IVA, perilaku mencari tempat pelayanan kesehatan untuk berobat,
dan perilaku mencari informasi terkait sakit yang dialami.
27
Download