perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pengajaran yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, konten dan pengendalian diri (Eggen dan Kauchak, 2012: 309). Pembelajaran berbasis masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran aktif dan kolaboratif, serta berpusat pada peserta didik, sehingga mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah secara mandiri (Suyadi, 2013: 130). Menurut Hamruni PBL (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya (Suyadi, 2013: 129). Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) menekankan pemecahan-pemecahan autentik seperti yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Bereiter & Scardamalia, 2006; Jones, Rasmusen & Moffit, 1997. Cit. Santrock, 2009: 31). Sehingga dari pendapat-pendapat tersebut dapat diketahui bahwa PBL merupakan pembelajaran yang dimulai dengan permasalahan, kemudian siswa di dorong untuk mencari informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, pengetahuan maupun teori yang diajarkan tidak cukup hanya dihafal dan dipahami, melainkan harus dikaitkan dengan realitas yang terjadi, dan menggunakannya untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Belajar merupakan suatu peristiwa yang terjadi dalam kondisikondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol (Gagne. Cit. Rianto, 2009: 5). Lev Vygotsky menekankan aspek pembelajaran sosial, dimana siswa dapat belajar melalui interaksi dengan guru dan teman commit to user sebaya. Pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) 10 perpustakaan.uns.ac.id 11 digilib.uns.ac.id menggunakan psikologi kognitif sebagai sumber dukungan teoritisnya (Amri, 2010: 73). Psikologi kognitif berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman (Sanjaya, 2006: 211). Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget antara lain: a. Tingkat sensori motor (umur 0-2 tahun) Bayi lahir dengan refleks bawaan, pada masa ini anak belum mempunyai konsepsi yang tetap b. Tingkat pra oprasional (umur 2-7 tahun) Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai dilingkungannya saja c. Tingkat operasi konkrit (umur 7-11 tahun) Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak d. Tingkat operasi formal (umur 11 tahun keatas) Tahap tertinggi dari tahap intelektual (Rianto, 2009: 123). Dilihat dari aspek filosofis tentang fungsi sekolah sebagai wadah untuk mempersiapkan siswa agar dapat hidup di masyarakat, maka strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM) merupakan strategi yang memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangkan. Dari teori-teori tersebut dapat diketahui bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan pada siswa SMP karena telah mencapai tahap tertinggi dari tahap intelektual. Strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM) diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah secara ilmiah (Suyadi, 2013: 131). Menurut Hamruni strategi pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dikembangkan dari filsafat kontruksionisme, yang menyatakan bahwa kebenaran merupakan kontruksi pengetahuan secara autonom. Artinya, peserta didik akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari seluruh pengetahuan yang telah dimiliki dan dari semua pengetahuan baru yang diperoleh (Suyadi, 2013: 129). Dari pendapat-pendapat tersebut dapat diketahui bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah berpusat pada masalah tidak sekedar transfer commitsiswa, to usertetapi antara guru dengan siswa, pengetahuan dari guru kepada 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id maupun siswa dengan siswa yang lain untuk memecahkan masalah secara ilmiah. Strategi pembelajaran berbasis masalah mempunyai tiga ciri utama, yang sekaligus membedakannya dengan strategi pembelajarannya yang lain. Ketiga ciri tersebut adalah sebagai berikut: a. SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran. Artinya SPBM terdiri dari sejumlah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan peserta didik. Peserta didik tidak hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran yang diberikan. Tetapi berpikir, berkomunikasi, mencari, mengolah data dan menyimpulkannya. b. Aktivitas pembelajaran diorientasikan pada penyelesaian masalah. SPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya tanpa adanya masalah maka tidak mungkin adanya proses pembelajaran berbasis masalah. c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis dalam pengertian berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris dalam pengertian proses penyelesaian berdasarkan masalah didasarkan pada data dan fakta yang terukur (Wina. Cit. Suyadi, 2013: 131). Arends menyatakan bahwa mengidentifikasi 5 karakteristik pembelajaran berbasis masalah, yakni: 1) orientasi masalah, 2) mengorganisasikan peserta didik ke dalam belajar, 3) investigasi atas masalah, 4) mengembangkan dan menyajikan hasil investigasi, 5) mengevaluasi dan menganalisis hasil pemecahan (Rianto, 2009: 293). Pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasar langkah-langkah pada tabel 2.1. commit to user 13 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Tahap Tahap 1 Orientasi siswa masalah pada Tahap 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Tingkah Laku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah Guru membantu siswa dalam perencanaan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagi tugas dengan temannya Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Sumber: Jauhar (2011: 89) Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dari uraian-uraian tersebut dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaannya diharapkan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang relevan dengan pemecahan masalah. Model ini juga merangsang berpikir siswa dan mampu mengembangkan kemandirian belajar sekaligus belajar bersama kelompoknya. Arends Cit Rianto (2009: 285) menyatakan bahwa mengidentifikasi 6 keunggulan pembelajaran berbasis masalah, yakni: (1) peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut, (2) menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi untuk memecahkan masalah, (3) pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki peserta didik sehingga pembelajaran lebih bermakna, (4) peserta didik dapat merasa manfaat pembelajaran sebab masalah yang dikaji merupakan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata, (5) menjadikan peserta didik lebih mandiri dan dewasa, termotivasi, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara peserta didik, dan (6) pengkondisian peserta didik dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi, baik dengan guru maupun teman akan memudahkan peserta didik mencapai ketuntasan belajar. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 14 digilib.uns.ac.id Manfaat PBL adalah untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual. Siswa dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom melalui pengalaman nyata atau simulasi (Ibrahim, 2005: 7) Duch menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada tantangan “belajar untuk belajar”. Model ini dimaksudkan untuk mengembangkan siswa berpikir kritis, analitis, dan untuk menemukan serta menggunakan sumber daya yang sesuai untuk belajar (Rianto, 2009: 289). Pembelajaran berbasis masalah dilihat dari pendapat tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah akan menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi (berpikir kritis) peserta didik untuk dapat memecahkan masalah, sehingga pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan berpikir kritis siswa. Keunggulan dan kelemahan strategi pembelajaran berbasis masalah. a. Keunggulan. 1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran 2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberi kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa 3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa 4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata 5) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, juga dapat mendorong evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajar 6) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku saja 7) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai 8) Pemecahan masalah mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan commit mengembangkan kemampuan mereka untuk to user menyesuaikan dengan pengetahuan baru 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 9) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata 10) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun balajar pada pendidikan formal telah berakhir. b. Kekurangan 1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercyaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba 2) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui pemecahan masalah membutuhkan cukup waktu untuk persiapan 3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari (Sanjaya, 2006: 218). 2. IPA Terpadu Pembelajaran terpadu dikembangkan untuk menciptakan pembelajaran yang didalamnya siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, dan dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimiliknya. Pendukung gaya belajar dengan pendekatan terintegrasi berakar dari tradisi pendidikan progesif. Menurut aliran progresif peserta didik adalah satu kesatuan yang utuh, perkembangan emosi dan sosial sama pentingnya dengan perkembangan intelektual (Majid, 2013: 119). Model-model pembelajaran terpadu ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit matematisnya, menurut Robin Fogarty terdapat sepuluh model dalam merancang pembelajaran terpadu yaitu: 1) fragmented; 2) connected; 3) nested; 4) sequenced; 5) shared; 6) webbed; 7) threaded; 8) integrated; 9) immersed; 10) networked. Berdasarkan sifat keterpaduannya, dari kesepuluh model pembelajaran tersebut dapat dibedakan menjadikan tiga, yaitu: a. Model dalam satu desain ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan), dan nested (terangkai) b. Model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (keterurutan), model shared (berbagi), model webbed (jaring labalaba), model threadedcommit (bergalur), model integrated (keterpaduan) to user 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Model lintas siswa yang meliputi model immersed dan model network (Majid, 2013: 121). Ada dua model pembelajaran terpadu yang tepat digunakan di Indonesia, yaitu model jaring laba-laba (webbed) dan model keterhubungan (connected); 1. Model webbed dapat diterapkan pada tingkat sekolah dasar karena anak masih bersifat holistik dalam memandang sesuatu 2. Model connected yang digunakan untuk siswa tingkat SMP/MTs hal ini sesuai dengan tingkat pemahaman anak dalam menghubungkan konsep dengan konsep lainya, topik satu dengan topik lainnya, dan keterampilan satu dengan keterampilan lainnya (Daryanto, 2013: 82). Berdasarkan teori tersebut peneliti menggunakan IPA terpadu dengan model keterhubungan (connected) dalam penelitian ini karena sesuai dengan tingkat pemahaman anak. Prabowo menyatakan bahwa pada dasarnya langkah-langkah (sintak) pembelajaran terpadu mengikuti tahap-tahap yang dilalui dalam setiap model pembelajaran yang mengikuti tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi (Trianto, 2010: 63). Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa sintak pembelajaran terpadu bersifat fleksibel, sintak pembelajaran terpadu dapat direduksi sebagai model pembelajaran seperti pembelajaran langsung, pembelajaran kooperatif maupun pembelajaran berbasis masalah. Penelitian yang digunakan adalah model connected. Model connected (keterhubungan) adalah model pembelajaran yang sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas-tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas-tugas pada hari berikutnya, bahkan ide-ide yang dipelajari dalam satu semester dengan ide-ide yang akan dipelajari pada semester berikutnya di dalam suatu bidang studi. Tokoh yang mengembangkan model ini adalah Robert Maynard Hutchins (Majid, 2013: 119). commit to user 17 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Menurut Fogarty dalam bukunya How to Integrate the Curricula (Trianto, 2012: 77), ada 10 macam model pembelajaran terpadu yang disajikan pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Model Keterpaduan Fogarty No. Model Keterpaduan Fragmented (penggalan) Deskripsi Kelebihan Keterbatasan Berbagai disiplin ilmu yang berbeda dan saling terpisah Adanya kejelasan dan pandangan yang terpisah dalam suatu mata pelajaran 2 Connected (keterhubungan) Topik-topik dalam satu disiplin ilmu saling berhubungan 3 Nested (sarang) 4 Squenced (pengurutan) Memadukan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik serta memadukan keterampilan proses, sikap, dan komunikasi Persamaanpersamaan yang diajarkan secara bersamaan meskipun termasuk ke dalam mata pelajaran yang berbeda Memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep yang dijelaskan dan juga adanya kesempatan untuk melakukan pendalaman, tinjauan, memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap Memperluas wawasan karena selain memperdalam materi juga aspek keterampilan seperti berpikir dan mengorganisasi Siswa tidak dapat mengintegrasikan konsep-konsep yang sama, keterampilan serta sikap yang ada kaitannya satu dengan yang lainnya. Disiplin-disiplin ilmu tidak berkaitan, konten tetap terfokus pada satu disiplin ilmu 1 Menfasilitasi transfer pembelajaran melintasi beberapa mata pelajaran commit to user Pelajar dapat menjadi bingung dan kehilangan arah mengenai konsep-konsep utama dari suatu kegiatan atau pelajaran Perlu adanya kerjasama antara guru-guru bidang studi agar dapat mengurutkan materi, sehingga ada kesesuaian antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id No. Model Deskripsi Keterpaduan Kelebihan Keterbatasan 5 Shared (irisan) Terdapat pengalamanpengalaman instruksional bersama, dengan dua orang guru di dalam satu tim, akan lebih mudah untuk kolaborasi Membutuhkan waktu, kelenturan, komitmen, dan kompromi 6 Webbed (jaring laba-laba) Faktor motivasi berkembang karena adanya pemilihan tema yang didasarkan pada minat siswa Kecendrungan untuk mengambil tema sangat dangkal sehingga kurang bermanfaat bagi siswa 7 Thereaded (daam satu alur) Siswa mempelajari cara mereka belajar, menfasilitasi transfer pembelajaran selanjutnya Disiplin-disiplin ilmu yang bersangkutan tetap terpisah satu sama lain. 8 Interated (terpadu) Sulit mencari keterkaitan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya. 9 Immersed (terbenam) Siswa merasa senang dengan adanya keterkaitan dan hubungan timbal balik antar berbagai disiplin ilmu, memperluas wawasan dan apresiasi guru Setiap siswa mempunyai ketertarikan mata pelajaran yang berbeda maka secara tidak langsung siswa yang lain akan belajar dari siswa yang lainnya. Model ini melatih kreatifitas berpikir siswa secara bertahap. user Gabungan antara dua mata pelajaran yang saling melengkapi dan di dalam perencanaan atau pengajarannya menciptakan satu fokus pada konsep, keterampilan serta sikap, yang dihubungkan dalam satu tema Pengajaran tematis, menggunakan suatu tema sebagai dasar pembelajaran dalam berbagai disiplin mata pelajaran Menfokuskan pada mata kurikulum yang menggantikan atau yang berpotongan dengan inti subyek materi Menggunakan pendekatan antar bidang studi dalam keterampilan, konsep, dan sikap-sikap yang sama Melibatkan beberapa mata pelajaran dalam satu proyek. commit to Siswa yang tidak senang membaca akan mendapat kesulitan untuk mengerjakan proyek ini. 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id No. 1 Model Keterpaduan Networked (membentuk jaring) Deskripsi Kelebihan Keterbatasan Kerjasama antar siswa dengan seorang ahli dalam mencari data, keterangan, atau lainnya sehubungan dengan pelajaran yang disukainya. Siswa memperluas wawasan pengetahuan pada satu atau dua mata pelajaran secara mendalam. Kemungkinan motivasi akan berubah sehingga kedalaman materi pelajaran menjadi dangkal karena mendapat hambatan dalam mencari sumber. Model connected menjadi model acuan pembelajaran IPA terpadu yang dikemas dalam modul, model connected dinilai sebagai model pembelajaran terpadu yang memiliki keterkaitan antara tema dengan materi-materi IPA, sehingga dalam penyampaian materi IPA hanya berfokus pada tema dan materi yang mencakup tema tersebut. Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah bunyi dengan memadukan standar kompetensi yaitu SK 1) memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia dengan SK 6) memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam produk teknologi sehari-hari. Dan memadukan kompetensi dasar yaitu KD 1.3) mendeskripsikan sistem koordinasi dan alat indra pada manusia serta hubungannya dengan kesehatan dengan KD 6.2) mendeskripsikan konsep bunyi dalam khidupan sehari-hari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar bagan connected 2.1. KD. 1.3 Mencakup Indikator 1.3.1 1.3.2 1.3.3 1.3.4 Mencakup Indikator 1.3.3 1.3.4 6.2.1 6.2.2 6.2.3 6.2.5 commit to user Gambar 2.1 Bagan connected modul IPA terpadu KD. 6.2 Mencakup Indikator 6.2.1 6.2.2 6.2.3 6.2.4 6.2.5 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Keterangan: 1. KD 1.3 Medeskripsikan sistem koordinasi dan alat indra pada manusia serta hubungannya dengan kesehatan. 2. KD 6.2 Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari. 3. Indikator 1.3.1 membandingkan bentuk/bangun bagian organ dan/atau organ penyusun sistem syaraf pada manusia 4. Indikator 1.3.2. Mendeskripsikan fungsi otak, fungsi sumsum tulang belakang, dan sel saraf dalam sistem koordinasi 5. Indikator 1.3.3 menunjukkan bagian-bagian alat indra dan fungsinya 6. Indikator 1.3.4 mendata contoh kelainan dan penyakit pada alat indra yang biasa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari 7. Indikator 6.2.1 Memaparkan karakteristik gelombang bunyi 8. Indikator 6.2.2 Mengetahui faktor yang menyebabkan cepat rambat bunyi 9. Indikator 6.2.3 Menunjukkan gejala resonansi dalam kehidupan sehari-hari 10. Indikator 6.2.4 Merencanakan percobaan untuk mengukur laju bunyi 11. Indikator 6.2.5 Memberikan contoh pemanfaatan dan dampak pemantulan bunyi dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Keunggulan pembelajaran terpadu tipe connected yaitu: (a) dengan mengintegrasi bidang-bidang studi, maka siswa mempunyai gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu, (b) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus-menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi, (c) mengintegrasikan ide-ide dalam interbidang studi memungkinkan siswa mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki serta mengasimilasi ide-ide dalam pemecahan masalah. Kelemahan model ini antara lain: (a) masih kelihatan terpisahnya interbidang studi, (b) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim sehingga isi pelajaran tetap terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi, (c) dalam commit to user 21 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id memadukan ide-ide pada satu bidang studi maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi akan terabaikan. IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas dalam gejalagejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah (Trianto, 2010: 136). Menurut Laksmi Prihantoro dkk. Menyatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, poses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep. Sebagai proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk sains, dan sebagai aplikasi teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan (Trianto, 2010: 137). Dengan demikian pembelajaran IPA lebih ditekankan pada keterampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep, teori dan sikap ilmiah melalui metode ilmiah. Manfaat pembelajaran terpadu antara lain: a. Terjadi penghematan waktu dengan menggabungkan berbagai bidang kajian b. Tumpang tindih materi juga dapat dikurangi atau dihilangkan c. Meningkatkan taraf kecakapan peserta didik karena dihadapkan pada gagasan yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran d. Menyajikan aplikasi tentang dunia nyata yang dialami tentang kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep e. Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan f. Membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal dengan pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman lebih terorganisasi, mendalam, dan memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke commit to user konteks lainnya 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id g. Terjadi peningkatan kerjasama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna. 3. Keterampilan Berpikir Kritis Berpikir kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tingkat tinggi yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan (Reber. Cit. Syah, 1995: 119). Menurut John Dewey mendefinisikan berpikir kritis sebagai pertimbangan yang aktif, presistent (terus-menerus) dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungan (Fisher, 2009: 2). Dengan kata lain barpikir kritis dapat terlihat pada siswa ketika siswa mampu memecahkan masalah atau mengatasi kesalahan dengan alasan-alasan yang mendukungnya. Psikolog John Dewey (1933) mengajukan gagasan mengenai pentingnya membuat murid berpikir seperti reflektif. Psikolog terkemuka, Max wertheimer (1945), berbicara mengenai pentingnya berpikir secara produktif daripada hanya menebak jawaban yang benar. Berpikir kritis meliputi berpikir secara reflektif dan produktif serta mengevaluasi bukti (Santrok, 2009: 11). Dalam sebuah studi pada murid-murid kelas lima, delapan, dan sebelas, berpikir kritis meningkat seiring pertambahan usia, tetapi hanya terjadi pada 43 persen dari murid-murid kelas sebelas (Klazynski & Narasimham. Cit. Santrok, 2009: 13). Berpikir kritis dimaksudkan untuk menggali kejelasan dengan mempertanyakan segala hal yang berhubungan dengan informasi yang diperoleh secara detail, sehingga ditemukan kebenaran atas informasi yang commitkesimpulan to user disampaikan dan menghasilkan secara objektif (Surya, 2013: 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 160). Dengan demikian ketika menemukan informasi jangan langsung menerima mentah-mentah informasi yang masuk. Dari manapun sumber informasi yang didapat harus dicerna dengan baik dan cermat sebelum akhirnya disimpulkan. Untuk itu, ketika meningkatkan berpikir kritis harus bersifat netral, objektif dan tidak bias (berpihakan). Terdapat enam unsur dalam dalam berpikir kritis, yaitu fokus (focus), alasan (reason), kesimpulan (inference), situasi (situation), kejelasan (clarity) dan tinjauan ulang (overview) (Enis Cit. Amri, 2010: 64). Selain itu menurut Surya (2012: 180) keterampilan dasar dalam berpikir kritis antara lain: a. Keterampilan berpikir analisis. Kegiatan berpikir analisis antara lain: mengurai, memilah, mengelompokkan, memecahkan, mengidentifikasi, mengurutkan, menghubungkan, memilih, menghitung, dan mengukur. b. Keterampilan berpikir sintesis. Kegiatan berpikir sintesis antara lain: menggabungkan, menyusun, memadukan, mencipta, menghimpun, mengorganisir. c. Keterampilan memecahkan masalah. Kegiatan memecahkan masalah antara lain: mengamati, mengenali masalah, identifikasi kecenderungan dan pola masalah, menggali faktor penyebab, mengklasifikasi, mengukur, membandingkan, mengorganisasikan, menganalisis, membuat hipotesis, mensintesis, memprediksi. d. Keterampilan menyimpulkan. Kegiatan menyimpulkan antara lain: berusaha menafsirkan hubungan sebab-akibat dari beberapa komponen yang membentuk pokok masalah, menemukan hal-hal baru berdasarkan informasi data yang dianalisis dan sebagainya. e. Keterampilan mengevaluasi atau menilai. Kegiatan mengevalusi atau menilai antara lain: menilai, membedakan, membandingkan, mempertimbangkan, memberi pendapat, memberi saran. Berdasarkan teori tersebut penelitian ini menggunakan keterampilan dasar dalam berpikir kritis menurut Surya. Adapun keterampilan dasar dalam berpikir kritis yang digunakan antara lain: keterampilan berpikir analisis, keterampilan berpikir sistesis, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan menyimpulkan, dan keterampilan commit to user evaluasi atau menilai. perpustakaan.uns.ac.id 24 digilib.uns.ac.id 4. Modul Daryanto (2013: 131) menyatakan bahwa modul dapat diartikan sebagai materi pembelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis sedemikian rupa sehingga pembacanya diharapkan dapat menyerap sendiri materi tersebut. Menurut, Surahman modul adalah satuan program pembelajaran terkecil yang dapat dipelajari oleh peserta didik secara perseorangan (self intuctional); setelah peserta menyelesaikan satu satuan dalam modul, selanjutnya peserta dapat melangkah maju dan mempelajari satuan modul berikutnya (Prastowo, 2014: 105). Dengan kata lain sebuah modul adalah bahan ajar dimana peserta didik dapat belajar mandiri dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik, dan apabila peserta didik sudah menguasai terhadap materi yang dibahas dalam satuan modul maka peserta didik dapat melanjutkan modul tingkat selanjutnya. Daryanto (2013: 15) modul pembelajaran disusun berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan suatu modul, meliputi: analisis kebutuhan, pengembangan desain modul, implementasi, penilaian, evaluasi dan validasi, serta jaminan kualitas. Menurut Prastowo (2014: 110) modul memuat unsur-unsur meliputi: 1) judul, 2) petunjuk belajar (petunjuk peserta didik), kompetensi yang akan dicapai, 3) informasi pendukung, 4) latihan-latihan, 5) petunjuk kerja atau lembar kerja, 6) evaluasi. Salah satu bentuk bahan ajar, modul memiliki fungsi sebagai berikut: a. Bahan ajar mandiri, maksudnya, penggunaan modul dalam proses pembelajaran berfungsi meningkatkan kemampuan peserta didik untuk belajar sendiri tanpa bergantung kepada kehadiran pendidik. b. Pengganti fungsi pendidik, maksudnya, modul sebagai bahan ajar yang harus mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka. c. Sebagai alat evaluasi, maksudnya, dengan modul peserta didik, juga dituntut untuk dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang dipelajari. d. Sebagai bahan rujukan dari peserta didik, maksudnya, karena modul mengandung berbagai materi yang harus dipelajari oleh peserta didik, commit to user perpustakaan.uns.ac.id 25 digilib.uns.ac.id maka modul juga memilih fungsi sebagai bahan rujukan bagi peserta didik. Tujuan penyusunan atau pembuatan modul antara lain: a. Agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan pendidik (yang minimal) b. Agar peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajaran. c. Melatih kejujuran peserta didik d. Mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik. e. Agar peserta didik mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajari (Prastowo, 2014: 107). Daryanto (2013: 9) menyatakan bahwa karakteristik yang diperlukan dalam pengembangan modul antara lain: a. Self Intuction Memungkinkan seseorang belajar mandiri dan tidak targantung pada pihak lain. b. Self Contained Modul dikatakan Self Contained bila seluruh materi pembelajarannya yang dibutuhkan termuat dalam materi tersebut. c. Berdiri sendiri (Stand Alone) Karakteristik modul yang tidak bergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar/maedia lain. d. Adaptif Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu teknologi. e. Bersahabat/Akrab (User Friendly) Setiap instruksi dan paparan yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan dalam merespondan mengakses sesuai keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan. Sementara, menurut Vembriarto Cit Prastowo (2014: 110) terdapat lima karakteristik dari bahan ajar. Pertama, modul merupakan unit (paket) pengajaran terkecil dan lengkap. Kedua, modul memuat rangkaian kegiatan belajar yang direncanakan dan sistematis. Ketiga, modul memuat tujuan belajar (pengajaran) yang dirumuskan serta eksplisit dan spesifik. Keempat, modul memungkinkan siswa belajar sendiri (independent), commityang to user karena modul memuat bahan bersifat self-instructional. Kelima, 26 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id modul adalah realisasi pengakuan perbedaan individul, yakni salah satu perwujudan pengajaran individual. Berdasarkan teori-teori tersebut dapat diketahui bahwa modul merupakan materi pembelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat belajar mandiri. Dan penelitian ini menggunakan lima karakteristik modul berdasarkan pendapat vembrianto. 5. Materi Bunyi a. Getaran Bunyi dihasilkan ketika benda bergetar. Banyak benda yang bergetar (paling tidak sebentar) ketika diberi impuls. Pada tingkat atomik, atom-atom bergetar dalam molekul, dan ataom pada benda padat bergetar sekitar posisi mereka yang relatif tetap (Giancoli, 2001: 364). Ketika benda bergetar partikel-partikel udara disekitar benda itu dipaksa bergerak. Lantas, getaran diteruskan dari satu partikel udara ke partikel disampingnya. Denyut atau pulsa getaran yang melintasi udara dikenal sebagai “gelombang bunyi”. b. Gelombang bunyi Gelombang bunyi terbentuk oleh partikel-partikel udara yang terdorong saling mendekat dan menjauh. Ketika benda bergetar ke kanan benda mendorong partikel udara agar lebih dekat (rapatan). Partikel udara bertumbukan dengan partikel sebelahnya, dan seterusnya. Ketika bergetar kembali ke kiri, partikel-partikel memisah kembali (regangan). Perulangan dari perapatan dan perenggangan itu menghasilkan gelombang bunyi. c. Bentuk gelombang bunyi Gelombang bunyi dikenal sebagai gelombang longitudinal. Hal ini karena partikel-partikel bergerak dalam satu arah, Gambar 2.2. Osiloskop. Sumber: http;//GOScommit to user yaitu sejajar dengan gerak gelombang. 630FC-30-MHz-2-Kanal-Analog-osiloskop 27 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Bentuk gelombang bunyi dapat dilihat dengan menggunakan sebuah mikrofon dan sebuah osiloskop (gambar 2.3). Bunyi ditangkap oleh mikrofon dan diubah menjadi sinyal tegangan listrik, lalu bentuk gelombangnya ditampilkan pada layar osiloskop. Bentuk gelombangnya tampak seperti bentuk gelombang transversal. Jewett dan Serway (2009: 780) menyatakan bahwa gelombang bunyi merambat melalui berbagai jenis medium dengan kelajuan yang dipengaruhi oleh jenis medium tersebut. Gelombnag bunyi terbagi menjadi tiga menurut ambang frekuensinya antara lain: 1) gelombang audio atau suara yang frekuensinya berada pada ambang pendengaran telinga manusia, 2) gelombang infrasonik yang frekuensinya berada di bawah ambang frekuensi audio, 3) gelombang ultrasonik yang frekuensinya berada di atas ambang frekuensi audio. Panjang gelombang bunyi adalah satu bukit dan satu lembah gelombang atau jarak antara dua pusat renggangan. Gelombang bunyi seperti halnya pada gelombang, hubungan antara cepat rambat bunyi, panjang gelombang dan frekuensi bunyi berlaku persamaan 2.1: Cepat rambat bunyi = panjang gelombang × frekuensi V (m/s) = λ (m) × f (Hz) .................... Persamaan 2.1 Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa cepat rambat bunyi berbanding lurus dengan panjang gelombang dan frekuensi bunyi, sedangkan panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi bunyi. d. Cara Merambat Bunyi Gelombang bunyi merambat pada laju berada pada bahan yang berbeda. Pada umumnya, bunyi merambat lebih cepat pada zat padat dan zat cair daripada di udara. Hal ini karena partikel-partikel pada zat padat dan cair lebih dekat dari pada gas sehingga, getaran merambat lebih cepat. Bunyi memerlukan medium dan bunyi tidak dapat merambat melalui ruang hampa udara (vakum). Sehingga syarat commit user benda yang bergetar (sumber terjadinya bunyi adalah: (1) toadanya 28 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id bunyi), (2) ada medium sebagai perambatan bunyi, dan (3) ada pendengar. e. Cepat Rambat Bunyi Fenomena tentang petir. Kilat dan guntur pun terjadi bersamaan, tetapi terlihat kilat terlebih dahulu sebelum mendengar bunyi guntur. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk merambat dari sumber bunyi ketelinga bunyi memerlukan waktu. Dari fenomena tersebut dapat diketahui bahwa, Cepat rambat bunyi didefinisikan sebagai hasil bagi jarak antara sumber bunyi dan pendengar dengan selang waktu yang diperlukan bunyi untuk merambat. Sehingga berlaku persamaan 2.2: 𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌 Cepat rambat bunyi = 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 V (m/s) = 𝒔 (𝒎) 𝒕 (𝒔) ...........................Persamaan 2.2 Berdasarkan persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin besar jarak yang ditempuh bunyi maka cepat rambat bunyi semakin besar, dan semakin besar cepat rambat bunyi maka semakin kecil waktu yang digunakan untuk perambatan bunyi. f. Batas Pendengaran Manusia memiliki keterbatasan pendengaran. Telinga normal umumnya hanya dapat mendengar bunyi yang memliki frekuensi 20 Hz- 20.000 Hz. Bunyi yang frekuensinya terletak dalam daerah tersebut dinamakan audiosonik. Bunyi yang memiliki frekuensi lebih rendah dari 20 Hz dinamakan infrasonik. Dan bunyi yang lebih tinggi dari 20.000 Hz dinamakan ultrasonik. g. Hubungan antara Nada dengan Frekuensi bunyi Bunyi memiliki dua jenis, yaitu desah dan nada. Desah adalah bunyi yang frekuensinya tidak teratur, misalnya bunyi daun ditiup angin dan bunyi gemuruh ombak. Sedangkan nada adalah bunyi yang commit to user dihasilkan alat-alat musik dengan menghasilkan jumlah getaran yang 29 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sama dalam tiap satuan waktu. Frekuensi diukur dalam satuan getaran persekon atau herz (Hz). Nilai 50 Hz artinya terjadi 50 getaran dalan satu sekon. Adapun yang mempengaruhi nada bunyi antara lain: 1. Nada bunyi bergantung dengan frekuensi sumber bunyi: makin tinggi frekuensi sumber bunyi maka makin tinggi nada bunyi yang dihasilkan. 2. Tinggi nada bunyi bergantung pada panjang kawat yang digetarkan: makin pendek kawat yang digetarkan, makin tinggi frekuensi atau makin tinggi nada yang dihasilkan. Secara eksperimen, hubungan antara frekuensi dan nada dapat dilihat pada layar osiloskop. Pada gambar 2.3 menunjukkan perbedaan bentuk gelombang nada yang tinggi dan nada yang rendah. Tampak bahwa nada tinggi (bawah) memiliki getaran yang lebih banyak (frekuensi banyak), daripada nada rendah (atas). Gambar 2.3 Gelombang Bunyi. (Sumber: https://imanprabawa.files.wordpress.com) Perhatikan persamaan: λ= yang menyatakan bahwa panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi. Jadi, nada tinggi dihasilkan oleh frekuensi yang tinggi sama artinya dengan nada tinggi dihasilkan oleh panjang gelombang yang pendek. h. Hubungan antara Kuat Bunyi dengan Amplitudo Bunyi. Sebuah gitar dipetik senarnya secara perlahan-lahan, tampak simpangan getar (amplitudo) yang dihasilkan senar tidak begitu lebar dan bunyi yang terdengar lemah. Saat senar dipetik lebih kuat, maka commit to user amati amplitudo senar dan dengarkan bunyi yang dihasilkan. Ternyata 30 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id amplitudo senar bertambah besar dan bunyi terdengar lebih kuat. Jadi kuat bunyi bergantung pada amplitudo: makin kuat atau keras bunyi, makin besar amplitudo, makin lemah bunyi, makin kecil amplitudo. Amplitudo gelombang yang dilihat pada osiloskop adalah tinggi puncak gelombang dari garis mendatar. Bunyi yang kuat atau keras memiliki amplitudo yang lebih besar dari bunyi yang lemah. i. Hukum Marsenne Marsenne seorang ahli fisika berkebangsaan Prancis. Dia menyimpulkan empat faktor yang mempengaruhi frekuensi alami sebuah senar (dawai) atau kawat. Kesimpulan tersebut disebut hukum marsenne, yang berbunyi sebagai berikut. 1. Frekuensi senar bergantung pada panjang senar: senar panjang mempunyai frekuensi rendah, senar pendek memiliki frekuensi tinggi. 2. Frekuensi senar bergantung pada luas penampang senar: semakin tebal memiliki frekuensi rendah dan senar tipis memiliki frekuensi tinggi. 3. Frekuensi senar bergantung pada tegangan senar:senar yang kendur memiliki frekuensi rendah, Senar yang tegang memiliki frekuensi tinggi. 4. Frekuensi senar bergantung pada massa jenis senar: senar yang berat (massa jenis besar) memiliki frekuensi rendah, senar yang ringan (massa jenisk kecil) memiliki frekuensi tinggi. j. Resonansi A B C D Gambar 2.4 Bandul Resonansi. commit to user E 31 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 2.4. dapat diketahui bahwa saat bandul A digetarkan (digerakkan) maka tampak bahwa bandul C yang semula tidak digetarkan ikut bergetar. Getaran pada bandul A merambat sepanjang tiang (kayu) diteruskan pada bandul C. Karena bandul C memiliki panjang tali yang sama dengan bandul A, maka bandul C ikut bergetar dan berisolasi dengan amplitudo lebih besar dari pada bandul B, D, dan E. Bandul C bergerak seperti bandul A karena frekuensi alamiahnya sama dengan frekuensi penggerak (bandul A). Dalam peristiwa tersebut dapat dikatakan bahwa resonansi adalah ikut bergetarnya suatu benda ketika benda lain yang didekatnya digetarkan. Syarat resonansi adalah frekuensi benda yang bergetar sama dengan frekuensi alami benda yang ikut bergetar. k. Pemantulan Bunyi Pada saat bernyanyi di kamar mandi, suara terdengar lebih keras dan enak didengar daripada bernyanyi di ruangan yang luas dan terbuka. Suara musik di ruangan tertutup terdengar lebih keras daripada suara musik di ruangan terbuka. Pada ruangan kecil, bunyi yang datang pada dinding dengan bunyi yang dipantulkan sampai ke telinga hampir bersamaan sehingga bunyi pantul akan memperkuat bunyi aslinya yang menyebabkan suara terdengar lebih keras. Sifat pemantulan bunyi sangat penting bagi beberapa hewan, seperti kelelawar. Kelelawar dapat memancarkan gelombang bunyi sehingga dengan memanfaatkan peristiwa pemantulan bunyi, kelelawar dapat menghindari dinding penghalang ketika terbang di malam hari. Selain itu, kelelawar dapat mengetahui mangsa yang akan dimangsanya. commit to user 32 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 2.5. Sonar. (Sumber:http://ekauknow.blogspot.com/2012/11/akustik-kelauta-parti_18.html) Pemantulan gelombang bunyi juga digunakan manusia untuk mengukur kedalaman lautan. Dengan cara mengirimkan bunyi datang dan mengukur waktu perjalanan bunyi datang dan bunyi pantul, panjang suatu kedalaman suatu tempat di bawah permukaan air dapat ditentukan seperti menganalogikan pada gambar pemantulan 2.5. gelombang Untuk bunyi, mempermudah kamu harus membayangkan gelombang bunyi sebagai sebuah sinar. Dengan cara ini kamu dapat menggambarkan proses pemantulan bunyi. Pada gambar di bawah ini, memperlihatkan sebuah sumber gelombang bunyi yang mengeluarkan gelombang bunyi menyebar ke segala arah dan sebuah dinding pemantul. Gambar anak panah mewakili gelombang bunyi. Untuk selanjutnya gelombang bunyi cukup digambarkan dengan anak panah. Jika diambil sebuah gelombang bunyi yang mewakili gelombang bunyi yang mengenai dinding, akan tampak seperti pada gambar 2.6. Gambar 2.6. Pemantulan Bunyi. Terlihat bahwa ada sebuah garis yang dinamakan garis normal. Garis normal merupakan garis khayal yang tegak lurus bidang pantul. Gelombang bunyi datang membentuk sudut θi terhadap garis normal. Sudut ini dinamakan sudut datang. Kemudian, gelombang datang ini commit to user dipantulkan oleh dinding pemantul membentuk sudut θr. 33 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sudut datang akan sama dengan sudut pantul. Sudut datang, sudut pantul dan garis normal terletak pada satu bidang yang sama. Dengan demikian, diperoleh hukum pemantulan bunyi sebagai berikut. 1. Bunyi datang, bunyi pantul, dan garis normal terletak pada bidang yang sama. 2. Sudut datang sama dengan sudut pantul. Bunyi pantul yang diterima pendengar telah menempuh dua kali perjalanan, yaitu dari sumber bunyi ke pemantul dan dari pemantul ke penerima atau pendengar. Waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke pemantul adalah s. Oleh karena itu, jarak yang ditempuh oleh bunyi yang dipantulkan dapat ditulis sebagai berikut: s= .......................... Persamaan 2.3 Dengan s adalah jarak yang akan ditentukan (m), adalah cepat rambat bunyi (m/s), t adalah waktu yang digunakan untuk menempuh dua kali perjalanan (s). l. Gaung Kamu mungkin pernah mengalami ketika berteriak, suara pantulnya berbeda sedikit dengan suara aslinya. Peristiwa ini disebut kerdam atau gaung. Jadi, gaung atau kerdam adalah bunyi pantul yang hanya terdengar sebagian bersamaan dengan bunyi asli. Waktu pantul berlangsung cukup singkat tetapi bunyi pantul sebagian tidak bersamaan waktunya dengan bunyi asli. Contohnya: Bunyi asli : Ber-nya-nyi Bunyi pantul : - Ber – nya – nyi Terdengar : Ber -.....-.....-nyi Contoh tersebut kata yang bersuku tiga terdengar empat suku dengan suku kedua dan ketiga tidak jelas. Gejala seperti inilah yang disebut gaung atau kerdam. Untuk menghindari terjadinya gaung, commit to user dinding-dinding dalam bioskop, studio radio dan televisi, studio 34 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id rekaman dan gedung pertunjukkan dilapisi oleh zat kedap suara (peredam suara). Zat kedap antara lain: kain wol, kapas, karton, karet dan lain-lain. Banyak gedung konser yang memiliki panel-panel kedap suara pada dinding dan langit-langit untuk mengurangi gaung. m. Gema Jika dinding pemantul sangat berjauhan, bunyi pantul akan terdengar beberapa saat setelah bunyi asli. Kejadian ini disebut gema. Misalnya, jika sumber suara di depan dinding tebing yang tinggi, suara seolah-olah ada yang mengikuti setelah selesai diucapkan. Hal ini terjadi karena bunyi yang datang ke dinding tebing dan bunyi yang dipantulkannya memerlukan waktu untuk merambat. Permukaan kasar atau berpori cenderung menyerap lebih banyak gelombang bunyi dan bunyi yang lebih lemah dipantulkan karena gelombang bunyi memantul pada sudut berbeda. 6. Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan berkaitan dengan pengembangan modul pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah adalah: 1. Astuti (2009) kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran berbasis masalah dan meningkatkan berpikir kreatif dan prestasi belajar siswa. Persamaan penelitan tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah. 2. Finanda (2012) tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemandirian siswa dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan metode praktikum. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masalah dengan metode praktikum menggunakan model pembelajaran PBL dapat meningkatakan kemandirian siswa. Peneliti ini akan menyajikan modul pembelajaran berbasis masalah dengan kegiatan eksperimen di dalam modul tersebut sesuai dengan pembelajaran PBL, tidak hanya dikhususkan pada praktikum. commit to user 35 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Wardhani et al (2012) tujuan untuk mengetahui perbedaan pembelajaran fisika dengan menggunakan model Problem based learning menggunakan multimedia dan modul, kemampuan berpikir abstrak dan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa dan interaksinya. Kesimpulannya ada perbedaan prestasi belajar siswa dengan pembelajaran PBL menggunakan multimedia dengan pembelajaran menggunakan modul. Penelitian yang akan dilakukan tidak akan membedakan prestasi belajar siswa dengan pembelajaran PBL menggunakan multimedia dengan pembelajaran menggunakan modul tetapi akan membuat sebuah modul pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Persamaan peneliti dengan penelitian ini adalah keduanya menerapkan pembelajaran berbasis masalah. 4. Tarmizi dan Bayat (2012) penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kinerja yang menerapkan pembelajaran PBL dengan pembelajaran konvensional. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja dari kelompok PBL dan kelompok konvensional yang menunjukkan kesuksesan PBL. 5. Tasoglu and Bakac (2010) penelitian ini bertujuan untuk menentukan dampak dari pembelajaran berbasis masalah (PBL) dan metode pengajaran tradisional (TTM) pada prestasi akademik siswa, perkembangan konseptual dan keterampilan proses ilmiah. Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa metode PBL adalah lebih efektif daripada TTM pada pengembangan konseptual siswa secara positif. 6. Oliver, Grant, and Evoy (2006) penelitian ini Menyatakan bahwa kurikulum terpadu meningkatkan aktivitas fisik siswa. Mengadaptasi penelitian ini yaitu meningkatkan aktivitas fisik melalui kegiatan eksperimen 7. Orla and Odilla (2007) hasil penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa pendekatan PBL memberikan ruang lingkup yang lebih untuk commit todan userpemahaman tentang konsep dan mengembangkan keterampilan, 36 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id proses eksperimental. Para siswa mendapatkan pengalaman dari keseluruhan proses ilmiah dalam format yang relevan dan format percobaan. Selain itu siswa tampak menikmati pengalamannya. 8. Eldy dan Sulaiman (2013) penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan berpikir kritis dan gender yang dibangun melalui pembelajaran berbasis masalah. Kesimpulan dari penelitian ini, kemampuan berpikir kritis dan gender dapat dibangun melalui pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen sedangkan penelitian yang akan dilakukan merupakan pengembangan modul menggunakan pembelajaran berbasis masalah, penelitian yang akan dilakukan meninjau dari keterampilan berpikir kritis. 9. Subali (2006) menggunakan media modul yang dibandingkan dengan media on line. Dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa media modul tidak memberikan pengaruh yang lebih baik daripada media on line. Dalam penelitian ini, penulis ingin membuktikan bahwa modul dapat berpengaruh baik pada siswa dengan gaya berpikir kritis. 10. Ryberg, Glud, Buus, and Georgsen (2010) menyimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) dalam proses belajar akan menjadikan siswa bekerjasama lebih kolaboratif, keikutsertaan lebih aktif dan mendidik siswa lebih bersifat student centered. Dengan bekerjasama akan terbentuk peluang untuk memperluas pemahaman materi dengan pendekatan bersifat pendidikan. Hal lain yang disarankan adalah keterlibatan siswa dalam diskusi kelas. Persamaan dalam penelitian ini adalah pada proses pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). 11. Haney and Zoffel (2009) menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dan keterampilan proses siswa dapat meningkat dengan penggunaan Problem Based Learning. Persamaan penelitian ini adalah menggunakan Problem Based Learning, tetapi untuk meningkatkan commit to user keterampilan berpikir kritis siswa. 37 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 12. Donoghue, Mahon, Doody, Smith and Cusack (2011), pada penelitian ini disebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah lebih efektif daripada pembelajaran yang bersifat didaktis tradisional. Pembelajaran berbasis masalah tersebut juga mampu bertahan lebih lama dalam ingatan siswa, mampu mengembangkan keterampilan siswa dan menyenangkan siswa dan guru dibandingkan pembelajaran tradisional. Berkaitan dengan penelitian tersebut maka dalam penelitian ini akan meneliti modul pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. 13. Sockalingam and Schmidt (2011) menyimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah yang dilakukan akan mendorong siswa untuk menemukan jawaban masalah yang serta untuk merangsang perkembangan tingkat masalah yang dianggap penting tersebut untuk dipecahkan dan dievaluasi agar bermanfaat di masa depan. Penelitian tersebut dilakukan untuk siswa biomedik dengan jumlah 34 orang sedangkan pada penelitian ini dilakukan pada siswa SMP mata pelajaran fisika. 14. Sherman (2007) menyimpulkan bahwa modul efektif dalam mengontrol waktu yang digunakan untuk mempelajari materi pembelajaran, pendekatan dibuat jelas agar terkoneksi dengan siswa antara teori dengan praktek, dapat disesuaikan dengan berbagai macam model dan pendekatan yang digunakan guru dan efisien waktu untuk memperdalam materi tersebut. Penelitian ini memiliki kesamaan dari salah satu media pembelajaran yang digunakan adalah modul. 15. Akinoglu and Tandogan (2007) penerapan Problem Based Learning lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar, sikap dan pembelajaran konsep dari pada penerapan metode tradisional. Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan Problem Based Learning. commit to user 38 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id B. Kerangka Berpikir Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang terdiri dari faktafakta dan konsep-konsep secara teoritis untuk membantu perkembangan keterampilan berpikir kritis siswa. Menurut Depdiknas (2003) menyatakan bahwa “belajar pada dasarnya merupakan proses untuk membantu perkembangan keterampilan berpikir”. Keterampilan berpikir adalah salah satu aspek kecakapan hidup yang sangat perlu mendapat perhatian dan dikembangkan melalui proses pendidikan”. Berdasarkan analisis masalah yang didapat melalui hasil penyebaran angket kebutuhan guru dan siswa bahwa terdapat beberapa masalah menyangkut pendidikan di SMP Negeri 4 Kota Madiun khususnya mata pelajaran IPA terpadu, yang pada intinya permasalahan tersebut mengerucut pada proses belajar mengajar yang berdampak pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA terpadu. Terdapat beberapa faktor yang disimpulkan menjadi penyebab hasil belajar IPA terpadu siswa kurang, antara lain: 1) pada proses belajar mengajar IPA dianggap kurang efektif, karena dalam proses pembelajaran guru lebih sering menggunakan metode ceramah tanpa diikuti dengan kegiatan-kegiatan ilmiah, 2) proses belajar mengajar siswa IPA ditekankan pada keterpaduan, namun dalam penyampaian masih terpisah-pisah, 3) proses belajar mengajar tidak didukung dengan bahan ajar yang cukup memadai, bahan ajar yang digunakan tidak melatihkan pada keterampilan berpikir kritis siswa. Bahan ajar dijadikan faktor utama untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA terpadu. Bahan ajar yang diperlukan siswa adalah bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik siswa, sehingga siswa dapat memahami isi dari bahan ajar tersebut, dan dapat digunakan untuk belajar mandiri atau kelompok. Selain itu siswa membutuhkan pembelajaran yang mengajak siswa melakukan aktivitas-aktivitas yang mendukung pembelajaran, sehingga siswa lebih mudah memahami konsep. Aktivitas pembelajaran yang dimaksud adalah commit to user perpustakaan.uns.ac.id 39 digilib.uns.ac.id seperti menyelesaikan masalah yang terkait dengan materi yang sedang diajarkan dengan kegiatan eksperimen dan diskusi. Berdasarkan hasil persentase ujian nasional seluruh indonesia, pada mata pelajaran IPA mendapat persentase terendah kedua. Sehingga disimpulkan nilai mata pelajaran IPA masih kurang. Pembelajaran IPA sebaiknya dikaitkan dengan kondisi kehidupan nyata, agar karakter dari IPA menjadi lebih kuat dalam diri siswa. Model pembelajaran yang dapat digunakan yang sesuai dengan karakter IPA sebagai ilmu pengetahuan alam dan sesuai dengan karakter siswa sebagai pembelajar yang dituntut aktif adalah model pembelajaran PBL (Problem Based Learning). PBL merupakan pembelajaran yang didasarkan pada masalah yang kerap dialami dalam kehidupan nyata, pengkaitan masalah yang nyata dengan materi-materi tertentu IPA menjadikan materi tersebut lebih mudah untuk dimengerti siswa, selain itu aktivitas ilmiah siswa dapat terlihat dalam tahapan kegiatan PBL ini. Keterampilan berpikir kritis siswa menjadi tolak ukur dalam menyelesaikan permasalahan di dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai tingkat perkembangan kognitifnya, siswa SMP harus mampu berpikir abstrak, penalaran yang kompleks, dan dapat menguji suatu hipotesis. Dutch cit Rianto (2009: 285) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dimaksudkan untuk mengembangkan siswa berpikir kritis, analitis dan untuk menemukan serta menggunakan sumber daya yang sesuai untuk belajar. Keterpaduan yang menjadi ciri khas dari pembelajaran IPA SMP sesuai kurikulum KTSP menuntut bahwa materi IPA dapat disampaikan dalam bentuk satuan tema. Menurut Fogarty (dalam Trianto, 2012), ada 10 macam model keterpaduan yang dapat dilaksanakan, salah satunya model keterpaduan connected (keterhubungan). Model keterpaduan connected memiliki konsep bahwa, beberapa materi dikemas dalam dalam satu tema, namun masih dalam satu lingkup bidang ilmu (mata pelajaran), sehingga user dapat diasumsikan bahwacommit modeltoketerpaduan ini lebih mudah diserap 40 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id siswa karena masih dalam satu lingkup bidang ilmu, dengan maksud pengetahuan siswa dapat terfokus hanya pada pelajaran IPA. Selanjutnya, tema yang menjadi payung dari materi-materi IPA yang dibelajarkan saat ini adalah “Bunyi”. Tema “Bunyi” digunakan karena tema ini sangat sesuai dengan kondisi nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa tentu tidak asing dengan masalah tersebut. Seorang guru selain sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran juga harus menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran sehingga memberikan ruang gerak siswa untuk melakukan aktivitas sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki siswa, seorang guru juga dapat mengembangkan cara-cara belajar yang dapat mengolah informasi sesuai kebutuhan siswa, dan dapat mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa (dapat berupa modul, LKS, media). Sementara itu, di sekolah masih banyak guru yang menggunakan bahan ajar konvensional. Bahan ajar konvensional yaitu bahan ajar yang tinggal beli, tinggal pakai, instan serta tanpa upaya menyiapkan, merencanakan dan menyusun sendiri (Prastowo, 2014: 18). Bentuk-bentuk bahan ajar konvensional adalah buku-buku dan LKS yang diperjualbelikan di toko buku maupun melalui penyalur yang datang di sekolah. Siswa memerlukan bahan ajar yang dapat mendukung proses pembelajaran. Modul menjadi salah satu bagian terpenting dalam proses pembelajaran. Siswa mampu belajar dengan baik menggunakan modul. Siswa dapat belajar secara mandiri atau dengan bimbingan guru. Modul yang akan dikembangkan memperhatikan langkah pengembangan modul dengan tahab pendefinisian (Define), perencanaan (Design), pengembangan (Develop), dan penyebaran (Disseminate) atau yang dikenal dengan model 4-D (four D model). Modul ini juga menitikberatkan pada langkah pembelajaran berbasis masalah (PBL) yaitu PBL terdiri dari 5 tahap yang dimulai dengan guru memperkenalkan peserta didik dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian commit to user dan analisis hasil kerja peserta didik. 41 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Modul pembelajaran berbasis masalah membantu siswa dalam melakukan pemecahan masalah berdasarkan pembuktian yang dapat dilakukannya sendiri. Penyiapan dan penggunaan bahan ajar secara baik, menarik dan tepat kemudian mengkonstruk pengetahuan siswa serta berlatih memecahkan masalah, pada akhirnya secara akumulatif keterampilan berpikir kritis dalam diri siswa dapat meningkat. Keterkaitan antara PBL (Problem Based Learning) denagan kemampuan Berpikir Kritis dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4. Keterkaitan antara PBL (Problem Based Learning) denagan Keterampilan Berpikir Kritis Sintak PBL Aktivitas Siswa Orientasi siswa pada masalah Siswa disajikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam modul, kemudian siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan serta merespon untuk mencari jawaban sementara dan membentuk sikap ilmiah seperti ilmuan terdahulu dalam menyikapi masalah. Mengorganisasi siswa untuk belajar Siswa dituntun untuk menjawab masalah menurut pengetahuan yang dimilikinya. Kemudian siswa berdiskusi dengan mencari referensi dan mencari solusi permasalahan Keterampilan analisis dan sintesis Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Siswa secara kelompok melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Percobaan telah disajikan dalam modul. Setelah melakukan percobaan, siswa menuliskan hasil percobaan pada LKS. Keterampilan memecahkan masalah Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Siswa bersama anggota kelompoknya merencanakan dan menyiapkan hasil karya seperti laporan untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. kemudian menjelaskan kembali hasil karya di depan kelas dan saling memberikan masukan tentang solusi permasalahan yang dipecahkan. Siswa merefleksi selama kegiatan pembelajaran dan menyimpulkan hasil kegiatan pembelajaran serta secara commit to userpemecahan jujur memperbaiki masalah. Keterampilan analisis, sintesis dan menyimpulkan Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Keterampilan Berpikir Kritis Keterampilan analisis Keterampilan menyimpulkan, mengevaluasi atau menilai. 42 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Penelitian pengembangan ini bertujuan menghasilkan modul pembelajaran IPA terpadu materi bunyi berbasis masalah (Problem Based Learning), dengan pengembangan 4-D yang memiliki tahapan define, design, develop, and disseminate. Tahap pertama adalah pendefinisian yang bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan kebutuhankebutuhan di dalam proses pembelajaran meliputi analisis kurikulum mata pelajaran IPA, materi bunyi, kompetensi yang harus dicapai siswa, silabus bunyi, dan pembelajaran dengan pendekatan berbasis masalah. Tahap kedua adalah perancangan, dimana akan melakukan kegiatan merancang perangkat pembelajaran dan modul IPA terpadu berbasis masalah. Tahap selanjutnya merupakan pengembangan modul pembelajaran yang meliputi pengujian, evaluasi, dan revisi produk. Perangkat serta modul pembelajaran akan dievaluasi dengan divalidasi oleh ahli dalam bidangnya dan guru. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan modul yang dikembangkan. Langkahnya adalah melakukan revisi apabila pada kegiatan evaluasi masih ditemukan hal yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya adalah tahap implementasi dan penyebaran. Pada tahap ini peneliti akan melakukan kegiatan uji coba lapangan terhadap produk yang dihasilkan. Uji coba berupa pembelajaran di kelas yang akan menggunakan satu kelas dengan membandingkan nilai pretest dan posttest siswa untuk mengetahui kelayakan modul yang dihasilkan, mengetahui respon siswa terhadap modul IPA terpadu berbasis masalah (Problem Based Learning), dan mengetahui pengaruh dari modul pembelajaran IPA terpadu materi bunyi berbasis masalah (Problem Based Learning) terhadap keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIII. commit to user