perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 10 BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pengajaran yang
menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah, materi, konten dan pengendalian diri (Eggen dan
Kauchak, 2012: 309). Pembelajaran berbasis masalah melibatkan peserta
didik dalam proses pembelajaran aktif dan kolaboratif, serta berpusat pada
peserta didik, sehingga mampu mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah secara
mandiri (Suyadi, 2013: 130). Menurut Hamruni PBL
(Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan
masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat
menyelesaikannya (Suyadi, 2013: 129). Pembelajaran berbasis masalah
(Problem Based Learning) menekankan pemecahan-pemecahan autentik
seperti yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Bereiter & Scardamalia,
2006; Jones, Rasmusen & Moffit, 1997. Cit. Santrock, 2009: 31).
Sehingga dari pendapat-pendapat tersebut dapat diketahui bahwa PBL
merupakan pembelajaran yang dimulai dengan permasalahan, kemudian
siswa di dorong untuk mencari informasi yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, pengetahuan maupun teori yang
diajarkan tidak cukup hanya dihafal dan dipahami, melainkan harus
dikaitkan dengan realitas yang terjadi, dan menggunakannya untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada.
Belajar merupakan suatu peristiwa yang terjadi dalam kondisikondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol (Gagne. Cit.
Rianto, 2009: 5). Lev Vygotsky menekankan aspek pembelajaran sosial,
dimana siswa dapat belajar melalui interaksi dengan guru dan teman
commit to user
sebaya. Pembelajaran berdasarkan
masalah (Problem Based Learning)
10
perpustakaan.uns.ac.id
11
digilib.uns.ac.id
menggunakan psikologi kognitif sebagai sumber dukungan teoritisnya
(Amri, 2010: 73). Psikologi kognitif berangkat dari asumsi bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman (Sanjaya,
2006: 211). Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget antara lain:
a. Tingkat sensori motor (umur 0-2 tahun)
Bayi lahir dengan refleks bawaan, pada masa ini anak belum
mempunyai konsepsi yang tetap
b. Tingkat pra oprasional (umur 2-7 tahun)
Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas
pada hal-hal yang dapat dijumpai dilingkungannya saja
c. Tingkat operasi konkrit (umur 7-11 tahun)
Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum
dapat menghadapi hal-hal yang abstrak
d. Tingkat operasi formal (umur 11 tahun keatas)
Tahap tertinggi dari tahap intelektual (Rianto, 2009: 123).
Dilihat dari aspek filosofis tentang fungsi sekolah sebagai wadah untuk
mempersiapkan siswa agar dapat hidup di masyarakat, maka strategi
pembelajaran berbasis masalah (SPBM) merupakan strategi yang
memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangkan. Dari teori-teori
tersebut dapat diketahui bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah
dapat diterapkan pada siswa SMP karena telah mencapai tahap tertinggi
dari tahap intelektual.
Strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM) diartikan sebagai
rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses
penyelesaian masalah secara ilmiah (Suyadi, 2013: 131). Menurut
Hamruni strategi pembelajaran berbasis masalah (Problem Based
Learning) dikembangkan dari filsafat kontruksionisme, yang menyatakan
bahwa kebenaran merupakan kontruksi pengetahuan secara autonom.
Artinya, peserta didik akan menyusun pengetahuan dengan cara
membangun penalaran dari seluruh pengetahuan yang telah dimiliki dan
dari semua pengetahuan baru yang diperoleh (Suyadi, 2013: 129). Dari
pendapat-pendapat tersebut dapat diketahui bahwa strategi pembelajaran
berbasis masalah berpusat pada masalah tidak sekedar transfer
commitsiswa,
to usertetapi antara guru dengan siswa,
pengetahuan dari guru kepada
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maupun siswa dengan siswa yang lain untuk memecahkan masalah secara
ilmiah.
Strategi pembelajaran berbasis masalah mempunyai tiga ciri utama,
yang sekaligus membedakannya dengan strategi pembelajarannya yang
lain. Ketiga ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a. SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran. Artinya SPBM
terdiri dari sejumlah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan peserta
didik. Peserta didik tidak hanya sekedar mendengarkan, mencatat,
kemudian menghafal materi pelajaran yang diberikan. Tetapi berpikir,
berkomunikasi, mencari, mengolah data dan menyimpulkannya.
b. Aktivitas pembelajaran diorientasikan pada penyelesaian masalah.
SPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses
pembelajaran. Artinya tanpa adanya masalah maka tidak mungkin
adanya proses pembelajaran berbasis masalah.
c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah
adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini
dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis dalam pengertian
berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan
empiris dalam pengertian proses penyelesaian berdasarkan masalah
didasarkan pada data dan fakta yang terukur (Wina. Cit. Suyadi, 2013:
131).
Arends menyatakan bahwa mengidentifikasi 5 karakteristik
pembelajaran berbasis masalah, yakni: 1) orientasi masalah, 2)
mengorganisasikan peserta didik ke dalam belajar, 3) investigasi atas
masalah, 4) mengembangkan dan menyajikan hasil investigasi, 5)
mengevaluasi dan menganalisis hasil pemecahan (Rianto, 2009: 293).
Pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama.
Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasar langkah-langkah pada tabel
2.1.
commit to user
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahap
Tahap 1
Orientasi siswa
masalah
pada
Tahap 2
Mengorganisasi
siswa
untuk belajar
Tahap 3
Membimbing
penyelidikan individual
maupun kelompok
Tahap 4
Mengembangkan
dan
menyajikan hasil karya
Tahap 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Tingkah Laku Guru
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau
cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk
terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih
Guru
membantu
siswa
untuk
mendefinisikan
dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah
Guru membantu siswa dalam perencanaan dan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu
mereka berbagi tugas dengan temannya
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.
Sumber: Jauhar (2011: 89)
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dari uraian-uraian
tersebut dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaannya diharapkan
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang relevan dengan pemecahan
masalah. Model ini juga merangsang berpikir siswa dan mampu
mengembangkan
kemandirian
belajar
sekaligus
belajar
bersama
kelompoknya.
Arends Cit Rianto (2009: 285) menyatakan bahwa
mengidentifikasi 6 keunggulan pembelajaran berbasis masalah, yakni: (1)
peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri
yang menemukan konsep tersebut, (2) menuntut keterampilan berpikir
tingkat tinggi untuk memecahkan masalah, (3) pengetahuan tertanam
berdasarkan skemata yang dimiliki peserta didik sehingga pembelajaran
lebih bermakna, (4) peserta didik dapat merasa manfaat pembelajaran
sebab masalah yang dikaji merupakan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan nyata, (5) menjadikan peserta didik lebih mandiri dan dewasa,
termotivasi, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain,
menanamkan sikap sosial yang positif diantara peserta didik, dan (6)
pengkondisian peserta didik dalam belajar kelompok yang saling
berinteraksi, baik dengan guru maupun teman akan memudahkan peserta
didik mencapai ketuntasan belajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14
digilib.uns.ac.id
Manfaat PBL adalah untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual.
Siswa dapat menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom melalui
pengalaman nyata atau simulasi (Ibrahim, 2005: 7)
Duch menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah
suatu model pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada
tantangan “belajar untuk belajar”. Model ini dimaksudkan untuk
mengembangkan siswa berpikir kritis, analitis, dan untuk menemukan
serta menggunakan sumber daya yang sesuai untuk belajar (Rianto, 2009:
289).
Pembelajaran berbasis masalah dilihat dari pendapat tersebut
menunjukkan bahwa dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah
akan menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi (berpikir kritis) peserta
didik untuk dapat memecahkan masalah, sehingga pembelajaran berbasis
masalah dapat meningkatkan berpikir kritis siswa.
Keunggulan dan kelemahan strategi pembelajaran berbasis
masalah.
a. Keunggulan.
1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran
2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberi kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa
3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa
4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan
nyata
5) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran
yang mereka lakukan. Disamping itu, juga dapat mendorong evaluasi
sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajar
6) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan siswa bahwa setiap
mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada
dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti
oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku saja
7) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai
8) Pemecahan masalah mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis dan commit
mengembangkan
kemampuan mereka untuk
to user
menyesuaikan dengan pengetahuan baru
15
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia
nyata
10) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara
terus-menerus belajar sekalipun balajar pada pendidikan formal telah
berakhir.
b. Kekurangan
1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercyaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka
akan merasa enggan untuk mencoba
2) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui pemecahan masalah
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan
3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa
yang mereka ingin pelajari (Sanjaya, 2006: 218).
2. IPA Terpadu
Pembelajaran
terpadu
dikembangkan
untuk
menciptakan
pembelajaran yang didalamnya siswa sendiri aktif secara mental
membangun pengetahuannya, dan dilandasi oleh struktur kognitif yang
telah dimiliknya. Pendukung gaya belajar dengan pendekatan terintegrasi
berakar dari tradisi pendidikan progesif. Menurut aliran progresif peserta
didik adalah satu kesatuan yang utuh, perkembangan emosi dan sosial
sama pentingnya dengan perkembangan intelektual (Majid, 2013: 119).
Model-model pembelajaran terpadu ditinjau dari cara memadukan
konsep, keterampilan, topik, dan unit matematisnya, menurut Robin
Fogarty terdapat sepuluh model dalam merancang pembelajaran terpadu
yaitu: 1) fragmented; 2) connected; 3) nested; 4) sequenced; 5) shared; 6)
webbed; 7) threaded; 8) integrated; 9) immersed; 10) networked.
Berdasarkan sifat keterpaduannya, dari kesepuluh model pembelajaran
tersebut dapat dibedakan menjadikan tiga, yaitu:
a. Model dalam satu desain ilmu yang meliputi model connected
(keterhubungan), dan nested (terangkai)
b. Model
antar
bidang
studi
yang
meliputi
model
sequenced
(keterurutan), model shared (berbagi), model webbed (jaring labalaba), model threadedcommit
(bergalur),
model integrated (keterpaduan)
to user
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Model lintas siswa yang meliputi model immersed dan model network
(Majid, 2013: 121).
Ada dua model pembelajaran terpadu yang tepat digunakan di
Indonesia,
yaitu
model
jaring
laba-laba
(webbed)
dan
model
keterhubungan (connected);
1. Model webbed dapat diterapkan pada tingkat sekolah dasar
karena anak masih bersifat holistik dalam memandang sesuatu
2. Model connected yang digunakan untuk siswa tingkat
SMP/MTs hal ini sesuai dengan tingkat pemahaman anak
dalam menghubungkan konsep dengan konsep lainya, topik
satu dengan topik lainnya, dan keterampilan satu dengan
keterampilan lainnya (Daryanto, 2013: 82).
Berdasarkan teori tersebut peneliti menggunakan IPA terpadu
dengan model keterhubungan (connected) dalam penelitian ini karena
sesuai dengan tingkat pemahaman anak.
Prabowo menyatakan bahwa pada dasarnya langkah-langkah
(sintak) pembelajaran terpadu mengikuti tahap-tahap yang dilalui dalam
setiap model pembelajaran yang mengikuti tiga tahap yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi (Trianto, 2010: 63).
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa sintak
pembelajaran terpadu bersifat fleksibel, sintak pembelajaran terpadu dapat
direduksi sebagai model pembelajaran seperti pembelajaran langsung,
pembelajaran kooperatif maupun pembelajaran berbasis masalah.
Penelitian yang digunakan adalah model connected. Model
connected (keterhubungan) adalah model pembelajaran yang sengaja
diusahakan untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu
topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain,
tugas-tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas-tugas pada hari
berikutnya, bahkan ide-ide yang dipelajari dalam satu semester dengan
ide-ide yang akan dipelajari pada semester berikutnya di dalam suatu
bidang studi. Tokoh yang mengembangkan model ini adalah Robert
Maynard Hutchins (Majid, 2013: 119).
commit to user
17
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Fogarty dalam bukunya How to Integrate the Curricula
(Trianto, 2012: 77), ada 10 macam model pembelajaran terpadu yang
disajikan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Model Keterpaduan Fogarty
No.
Model
Keterpaduan
Fragmented
(penggalan)
Deskripsi
Kelebihan
Keterbatasan
Berbagai disiplin
ilmu
yang
berbeda
dan
saling terpisah
Adanya
kejelasan
dan pandangan yang
terpisah dalam suatu
mata pelajaran
2
Connected
(keterhubungan)
Topik-topik
dalam
satu
disiplin
ilmu
saling
berhubungan
3
Nested (sarang)
4
Squenced
(pengurutan)
Memadukan
aspek
kognitif,
afektif,
dan
psikomotorik
serta memadukan
keterampilan
proses, sikap, dan
komunikasi
Persamaanpersamaan yang
diajarkan secara
bersamaan
meskipun
termasuk
ke
dalam
mata
pelajaran
yang
berbeda
Memperoleh
gambaran yang lebih
jelas dan luas dari
konsep
yang
dijelaskan dan juga
adanya kesempatan
untuk
melakukan
pendalaman,
tinjauan,
memperbaiki
dan
mengasimilasi
gagasan
secara
bertahap
Memperluas
wawasan
karena
selain memperdalam
materi juga aspek
keterampilan seperti
berpikir
dan
mengorganisasi
Siswa tidak dapat
mengintegrasikan
konsep-konsep
yang
sama,
keterampilan serta
sikap yang ada
kaitannya
satu
dengan
yang
lainnya.
Disiplin-disiplin
ilmu
tidak
berkaitan, konten
tetap terfokus pada
satu disiplin ilmu
1
Menfasilitasi transfer
pembelajaran
melintasi beberapa
mata pelajaran
commit to user
Pelajar
dapat
menjadi bingung
dan
kehilangan
arah
mengenai
konsep-konsep
utama dari suatu
kegiatan
atau
pelajaran
Perlu
adanya
kerjasama antara
guru-guru bidang
studi agar dapat
mengurutkan
materi, sehingga
ada
kesesuaian
antara konsep yang
satu
dengan
konsep
yang
lainnya.
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
No.
Model
Deskripsi
Keterpaduan
Kelebihan
Keterbatasan
5
Shared (irisan)
Terdapat
pengalamanpengalaman
instruksional
bersama, dengan dua
orang guru di dalam
satu tim, akan lebih
mudah
untuk
kolaborasi
Membutuhkan
waktu,
kelenturan,
komitmen,
dan
kompromi
6
Webbed (jaring
laba-laba)
Faktor
motivasi
berkembang karena
adanya
pemilihan
tema yang didasarkan
pada minat siswa
Kecendrungan
untuk mengambil
tema
sangat
dangkal sehingga
kurang
bermanfaat bagi
siswa
7
Thereaded
(daam
satu
alur)
Siswa mempelajari
cara mereka belajar,
menfasilitasi transfer
pembelajaran
selanjutnya
Disiplin-disiplin
ilmu yang
bersangkutan
tetap terpisah satu
sama lain.
8
Interated
(terpadu)
Sulit mencari
keterkaitan antara
mata pelajaran
yang satu dengan
yang lainnya.
9
Immersed
(terbenam)
Siswa merasa senang
dengan
adanya
keterkaitan
dan
hubungan
timbal
balik antar berbagai
disiplin
ilmu,
memperluas wawasan
dan apresiasi guru
Setiap
siswa
mempunyai
ketertarikan
mata
pelajaran
yang
berbeda maka secara
tidak langsung siswa
yang lain akan belajar
dari
siswa
yang
lainnya. Model ini
melatih
kreatifitas
berpikir siswa secara
bertahap.
user
Gabungan antara
dua
mata
pelajaran
yang
saling
melengkapi dan
di
dalam
perencanaan atau
pengajarannya
menciptakan satu
fokus
pada
konsep,
keterampilan
serta sikap, yang
dihubungkan
dalam satu tema
Pengajaran
tematis,
menggunakan
suatu
tema
sebagai
dasar
pembelajaran
dalam berbagai
disiplin
mata
pelajaran
Menfokuskan
pada
mata
kurikulum yang
menggantikan
atau
yang
berpotongan
dengan
inti
subyek materi
Menggunakan
pendekatan antar
bidang
studi
dalam
keterampilan,
konsep,
dan
sikap-sikap yang
sama
Melibatkan
beberapa
mata
pelajaran dalam
satu proyek.
commit to
Siswa yang tidak
senang membaca
akan mendapat
kesulitan untuk
mengerjakan
proyek ini.
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
No.
1
Model
Keterpaduan
Networked
(membentuk
jaring)
Deskripsi
Kelebihan
Keterbatasan
Kerjasama antar
siswa
dengan
seorang
ahli
dalam
mencari
data, keterangan,
atau
lainnya
sehubungan
dengan pelajaran
yang disukainya.
Siswa
memperluas
wawasan
pengetahuan
pada
satu atau dua mata
pelajaran
secara
mendalam.
Kemungkinan
motivasi
akan
berubah sehingga
kedalaman materi
pelajaran menjadi
dangkal
karena
mendapat
hambatan dalam
mencari sumber.
Model connected menjadi model acuan pembelajaran IPA terpadu
yang dikemas dalam modul, model connected dinilai sebagai model
pembelajaran terpadu yang memiliki keterkaitan antara tema dengan
materi-materi IPA, sehingga dalam penyampaian materi IPA hanya
berfokus pada tema dan materi yang mencakup tema tersebut.
Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah bunyi dengan
memadukan standar kompetensi yaitu SK 1) memahami berbagai sistem
dalam kehidupan manusia dengan SK 6) memahami konsep dan penerapan
getaran, gelombang, dan optika dalam produk teknologi sehari-hari. Dan
memadukan kompetensi dasar yaitu KD 1.3) mendeskripsikan sistem
koordinasi dan alat indra pada manusia serta hubungannya dengan
kesehatan dengan KD 6.2) mendeskripsikan konsep bunyi dalam khidupan
sehari-hari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar bagan
connected 2.1.
KD. 1.3
Mencakup Indikator
1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
Mencakup Indikator
1.3.3
1.3.4
6.2.1
6.2.2
6.2.3
6.2.5
commit to user
Gambar 2.1 Bagan connected modul IPA terpadu
KD. 6.2
Mencakup Indikator
6.2.1
6.2.2
6.2.3
6.2.4
6.2.5
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan:
1. KD 1.3 Medeskripsikan sistem koordinasi dan alat indra pada
manusia serta hubungannya dengan kesehatan.
2. KD 6.2 Mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Indikator 1.3.1 membandingkan bentuk/bangun bagian organ
dan/atau organ penyusun sistem syaraf pada manusia
4. Indikator 1.3.2. Mendeskripsikan fungsi otak, fungsi sumsum tulang
belakang, dan sel saraf dalam sistem koordinasi
5. Indikator 1.3.3 menunjukkan bagian-bagian alat indra dan fungsinya
6. Indikator 1.3.4 mendata contoh kelainan dan penyakit pada alat indra
yang biasa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
7. Indikator 6.2.1 Memaparkan karakteristik gelombang bunyi
8. Indikator 6.2.2 Mengetahui faktor yang menyebabkan cepat rambat
bunyi
9. Indikator 6.2.3 Menunjukkan gejala resonansi dalam kehidupan
sehari-hari
10. Indikator 6.2.4 Merencanakan percobaan untuk mengukur laju bunyi
11. Indikator 6.2.5 Memberikan contoh pemanfaatan dan dampak
pemantulan bunyi dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.
Keunggulan pembelajaran terpadu tipe connected yaitu: (a) dengan
mengintegrasi bidang-bidang studi, maka siswa mempunyai gambaran
yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek
tertentu, (b) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara
terus-menerus,
sehingga
terjadilah
proses
internalisasi,
(c)
mengintegrasikan ide-ide dalam interbidang studi memungkinkan siswa
mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki serta mengasimilasi ide-ide
dalam pemecahan masalah. Kelemahan model ini antara lain: (a) masih
kelihatan terpisahnya interbidang studi, (b) tidak mendorong guru untuk
bekerja secara tim sehingga isi pelajaran tetap terfokus tanpa
merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi, (c) dalam
commit to user
21
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memadukan ide-ide pada satu bidang studi maka usaha untuk
mengembangkan keterhubungan antar bidang studi akan terabaikan.
IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara
sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas dalam gejalagejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh kumpulan fakta,
tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah (Trianto, 2010: 136).
Menurut Laksmi Prihantoro dkk. Menyatakan bahwa IPA hakikatnya
merupakan suatu produk, poses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA
merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep. Sebagai
proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari
objek studi, menemukan dan mengembangkan produk sains, dan sebagai
aplikasi teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi
kemudahan bagi kehidupan (Trianto, 2010: 137). Dengan demikian
pembelajaran IPA lebih ditekankan pada keterampilan proses, sehingga
siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep, teori dan sikap
ilmiah melalui metode ilmiah.
Manfaat pembelajaran terpadu antara lain:
a. Terjadi penghematan waktu dengan menggabungkan berbagai bidang
kajian
b. Tumpang tindih materi juga dapat dikurangi atau dihilangkan
c. Meningkatkan taraf kecakapan peserta didik karena dihadapkan pada
gagasan yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi
pembelajaran
d. Menyajikan aplikasi tentang dunia nyata yang dialami tentang
kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep
e. Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan
f. Membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani
antara pengetahuan awal dengan pengalaman belajar yang terkait,
sehingga
pemahaman
lebih
terorganisasi,
mendalam,
dan
memudahkan memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke
commit to user
konteks lainnya
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
g. Terjadi peningkatan kerjasama antar guru bidang kajian terkait, guru
dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, sehingga
belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam
konteks yang lebih bermakna.
3. Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang
berkaitan dengan pemecahan masalah. Dalam hal berpikir kritis, siswa
dituntut menggunakan strategi kognitif tingkat tinggi yang tepat untuk
menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan
atau kekurangan (Reber. Cit. Syah, 1995: 119). Menurut John Dewey
mendefinisikan berpikir kritis sebagai pertimbangan yang aktif,
presistent (terus-menerus) dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau
bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut
alasan-alasan
yang
mendukungnya
dan
kesimpulan-kesimpulan
lanjutan yang menjadi kecenderungan (Fisher, 2009: 2). Dengan kata
lain barpikir kritis dapat terlihat pada siswa ketika siswa mampu
memecahkan masalah atau mengatasi kesalahan dengan alasan-alasan
yang mendukungnya.
Psikolog John Dewey (1933) mengajukan gagasan mengenai
pentingnya membuat murid berpikir seperti reflektif. Psikolog terkemuka,
Max wertheimer (1945), berbicara mengenai pentingnya berpikir secara
produktif daripada hanya menebak jawaban yang benar. Berpikir kritis
meliputi berpikir secara reflektif dan produktif serta mengevaluasi bukti
(Santrok, 2009: 11). Dalam sebuah studi pada murid-murid kelas lima,
delapan, dan sebelas, berpikir kritis meningkat seiring pertambahan usia,
tetapi hanya terjadi pada 43 persen dari murid-murid kelas sebelas
(Klazynski & Narasimham. Cit. Santrok, 2009: 13).
Berpikir kritis dimaksudkan untuk menggali kejelasan dengan
mempertanyakan segala hal yang berhubungan dengan informasi yang
diperoleh secara detail, sehingga ditemukan kebenaran atas informasi yang
commitkesimpulan
to user
disampaikan dan menghasilkan
secara objektif (Surya, 2013:
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
160). Dengan demikian ketika menemukan informasi jangan langsung
menerima mentah-mentah informasi yang masuk. Dari manapun sumber
informasi yang didapat harus dicerna dengan baik dan cermat sebelum
akhirnya disimpulkan. Untuk itu, ketika meningkatkan berpikir kritis harus
bersifat netral, objektif dan tidak bias (berpihakan).
Terdapat enam unsur dalam dalam berpikir kritis, yaitu fokus
(focus), alasan (reason), kesimpulan (inference), situasi (situation),
kejelasan (clarity) dan tinjauan ulang (overview) (Enis Cit. Amri, 2010:
64). Selain itu menurut Surya (2012: 180) keterampilan dasar dalam
berpikir kritis antara lain:
a. Keterampilan berpikir analisis.
Kegiatan berpikir analisis antara lain: mengurai, memilah,
mengelompokkan, memecahkan, mengidentifikasi, mengurutkan,
menghubungkan, memilih, menghitung, dan mengukur.
b. Keterampilan berpikir sintesis.
Kegiatan berpikir sintesis antara lain: menggabungkan,
menyusun, memadukan, mencipta, menghimpun, mengorganisir.
c. Keterampilan memecahkan masalah.
Kegiatan memecahkan masalah antara lain: mengamati,
mengenali masalah, identifikasi kecenderungan dan pola masalah,
menggali
faktor
penyebab,
mengklasifikasi,
mengukur,
membandingkan, mengorganisasikan, menganalisis, membuat hipotesis,
mensintesis, memprediksi.
d. Keterampilan menyimpulkan.
Kegiatan menyimpulkan antara lain: berusaha menafsirkan
hubungan sebab-akibat dari beberapa komponen yang membentuk
pokok masalah, menemukan hal-hal baru berdasarkan informasi data
yang dianalisis dan sebagainya.
e. Keterampilan mengevaluasi atau menilai.
Kegiatan mengevalusi atau menilai antara lain: menilai,
membedakan,
membandingkan,
mempertimbangkan,
memberi
pendapat, memberi saran.
Berdasarkan
teori
tersebut
penelitian
ini
menggunakan
keterampilan dasar dalam berpikir kritis menurut Surya. Adapun
keterampilan dasar dalam berpikir kritis yang digunakan antara lain:
keterampilan berpikir analisis, keterampilan berpikir sistesis, keterampilan
memecahkan masalah, keterampilan menyimpulkan, dan keterampilan
commit to user
evaluasi atau menilai.
perpustakaan.uns.ac.id
24
digilib.uns.ac.id
4. Modul
Daryanto (2013: 131) menyatakan bahwa modul dapat diartikan
sebagai materi pembelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis
sedemikian rupa sehingga pembacanya diharapkan dapat menyerap sendiri
materi tersebut. Menurut, Surahman modul adalah satuan program
pembelajaran terkecil yang dapat dipelajari oleh peserta didik secara
perseorangan (self intuctional); setelah peserta menyelesaikan satu satuan
dalam modul, selanjutnya peserta dapat melangkah maju dan mempelajari
satuan modul berikutnya (Prastowo, 2014: 105). Dengan kata lain sebuah
modul adalah bahan ajar dimana peserta didik dapat belajar mandiri
dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik, dan apabila
peserta didik sudah menguasai terhadap materi yang dibahas dalam satuan
modul maka peserta didik dapat melanjutkan modul tingkat selanjutnya.
Daryanto (2013: 15) modul pembelajaran disusun berdasarkan
prinsip-prinsip pengembangan suatu modul, meliputi: analisis kebutuhan,
pengembangan desain modul, implementasi, penilaian, evaluasi dan
validasi, serta jaminan kualitas. Menurut Prastowo (2014: 110) modul
memuat unsur-unsur meliputi: 1) judul, 2) petunjuk belajar (petunjuk
peserta didik), kompetensi yang akan dicapai, 3) informasi pendukung, 4)
latihan-latihan, 5) petunjuk kerja atau lembar kerja, 6) evaluasi.
Salah satu bentuk bahan ajar, modul memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. Bahan ajar mandiri, maksudnya, penggunaan modul dalam proses
pembelajaran berfungsi meningkatkan kemampuan peserta didik
untuk belajar sendiri tanpa bergantung kepada kehadiran pendidik.
b. Pengganti fungsi pendidik, maksudnya, modul sebagai bahan ajar
yang harus mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan
mudah dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan
usia mereka.
c. Sebagai alat evaluasi, maksudnya, dengan modul peserta didik, juga
dituntut untuk dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat
penguasaannya terhadap materi yang dipelajari.
d. Sebagai bahan rujukan dari peserta didik, maksudnya, karena modul
mengandung berbagai materi yang harus dipelajari oleh peserta didik,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25
digilib.uns.ac.id
maka modul juga memilih fungsi sebagai bahan rujukan bagi peserta
didik.
Tujuan penyusunan atau pembuatan modul antara lain:
a. Agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan
bimbingan pendidik (yang minimal)
b. Agar peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan
pembelajaran.
c. Melatih kejujuran peserta didik
d. Mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik.
e. Agar peserta didik mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan
materi yang telah dipelajari (Prastowo, 2014: 107).
Daryanto (2013: 9) menyatakan bahwa karakteristik yang
diperlukan dalam pengembangan modul antara lain:
a. Self Intuction
Memungkinkan seseorang belajar mandiri dan tidak targantung pada
pihak lain.
b. Self Contained
Modul dikatakan Self Contained bila seluruh materi pembelajarannya
yang dibutuhkan termuat dalam materi tersebut.
c. Berdiri sendiri (Stand Alone)
Karakteristik modul yang tidak bergantung pada bahan ajar/media
lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan
ajar/maedia lain.
d. Adaptif
Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu teknologi.
e. Bersahabat/Akrab (User Friendly)
Setiap instruksi dan paparan yang tampil bersifat membantu dan
bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan dalam
merespondan mengakses sesuai keinginan. Penggunaan bahasa yang
sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum
digunakan.
Sementara, menurut Vembriarto Cit Prastowo (2014: 110) terdapat lima
karakteristik dari bahan ajar. Pertama, modul merupakan unit (paket)
pengajaran terkecil dan lengkap. Kedua, modul memuat rangkaian
kegiatan belajar yang direncanakan dan sistematis. Ketiga, modul memuat
tujuan belajar (pengajaran) yang dirumuskan serta eksplisit dan spesifik.
Keempat, modul memungkinkan siswa belajar sendiri (independent),
commityang
to user
karena modul memuat bahan
bersifat self-instructional. Kelima,
26
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
modul adalah realisasi pengakuan perbedaan individul, yakni salah satu
perwujudan pengajaran individual.
Berdasarkan teori-teori tersebut dapat diketahui bahwa modul
merupakan materi pembelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis
sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat belajar mandiri. Dan
penelitian ini menggunakan lima karakteristik modul berdasarkan
pendapat vembrianto.
5. Materi Bunyi
a. Getaran
Bunyi dihasilkan ketika benda bergetar. Banyak benda yang
bergetar (paling tidak sebentar) ketika diberi impuls. Pada tingkat
atomik, atom-atom bergetar dalam molekul, dan ataom pada benda
padat bergetar sekitar posisi mereka yang relatif tetap (Giancoli, 2001:
364). Ketika benda bergetar partikel-partikel udara disekitar benda itu
dipaksa bergerak. Lantas, getaran diteruskan dari satu partikel udara
ke partikel disampingnya. Denyut atau pulsa getaran yang melintasi
udara dikenal sebagai “gelombang bunyi”.
b. Gelombang bunyi
Gelombang bunyi terbentuk oleh partikel-partikel udara yang
terdorong saling mendekat dan menjauh. Ketika benda bergetar ke
kanan benda mendorong partikel udara agar lebih dekat (rapatan).
Partikel udara bertumbukan dengan partikel sebelahnya, dan
seterusnya. Ketika bergetar kembali ke kiri, partikel-partikel memisah
kembali (regangan). Perulangan dari perapatan dan perenggangan itu
menghasilkan gelombang bunyi.
c. Bentuk gelombang bunyi
Gelombang bunyi dikenal sebagai
gelombang longitudinal. Hal ini karena
partikel-partikel bergerak dalam satu arah,
Gambar 2.2. Osiloskop. Sumber: http;//GOScommit
to user
yaitu sejajar dengan gerak
gelombang.
630FC-30-MHz-2-Kanal-Analog-osiloskop
27
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bentuk gelombang bunyi dapat dilihat dengan menggunakan
sebuah mikrofon dan sebuah osiloskop (gambar 2.3). Bunyi ditangkap
oleh mikrofon dan diubah menjadi sinyal tegangan listrik, lalu bentuk
gelombangnya
ditampilkan
pada
layar
osiloskop.
Bentuk
gelombangnya tampak seperti bentuk gelombang transversal.
Jewett dan Serway (2009: 780) menyatakan bahwa gelombang
bunyi merambat melalui berbagai jenis medium dengan kelajuan yang
dipengaruhi oleh jenis medium tersebut. Gelombnag bunyi terbagi
menjadi tiga menurut ambang frekuensinya antara lain: 1) gelombang
audio atau suara yang frekuensinya berada pada ambang pendengaran
telinga manusia, 2) gelombang infrasonik yang frekuensinya berada di
bawah ambang frekuensi audio, 3) gelombang ultrasonik yang
frekuensinya berada di atas ambang frekuensi audio.
Panjang gelombang bunyi adalah satu bukit dan satu lembah
gelombang atau jarak antara dua pusat renggangan. Gelombang bunyi
seperti halnya pada gelombang, hubungan antara cepat rambat bunyi,
panjang gelombang dan frekuensi bunyi berlaku persamaan 2.1:
Cepat rambat bunyi = panjang gelombang × frekuensi
V (m/s) = λ (m) × f (Hz) .................... Persamaan 2.1
Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa cepat rambat bunyi
berbanding lurus dengan panjang gelombang dan frekuensi bunyi,
sedangkan panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi
bunyi.
d. Cara Merambat Bunyi
Gelombang bunyi merambat pada laju berada pada bahan yang
berbeda. Pada umumnya, bunyi merambat lebih cepat pada zat padat
dan zat cair daripada di udara. Hal ini karena partikel-partikel pada zat
padat dan cair lebih dekat dari pada gas sehingga, getaran merambat
lebih cepat. Bunyi memerlukan medium dan bunyi tidak dapat
merambat melalui ruang hampa udara (vakum). Sehingga syarat
commit
user benda yang bergetar (sumber
terjadinya bunyi adalah:
(1) toadanya
28
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bunyi), (2) ada medium sebagai perambatan bunyi, dan (3) ada
pendengar.
e. Cepat Rambat Bunyi
Fenomena tentang petir. Kilat dan guntur pun terjadi
bersamaan, tetapi terlihat kilat terlebih dahulu sebelum mendengar
bunyi guntur. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk merambat dari
sumber bunyi ketelinga bunyi memerlukan waktu. Dari fenomena
tersebut dapat diketahui bahwa, Cepat rambat bunyi didefinisikan
sebagai hasil bagi jarak antara sumber bunyi dan pendengar dengan
selang waktu yang diperlukan bunyi untuk merambat. Sehingga
berlaku persamaan 2.2:
𝒋𝒂𝒓𝒂𝒌
Cepat rambat bunyi = 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖
V (m/s) =
𝒔 (𝒎)
𝒕 (𝒔)
...........................Persamaan 2.2
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa
semakin besar jarak yang ditempuh bunyi maka cepat rambat bunyi
semakin besar, dan semakin besar cepat rambat bunyi maka semakin
kecil waktu yang digunakan untuk perambatan bunyi.
f. Batas Pendengaran
Manusia memiliki keterbatasan pendengaran. Telinga normal
umumnya hanya dapat mendengar bunyi yang memliki frekuensi 20
Hz- 20.000 Hz. Bunyi yang frekuensinya terletak dalam daerah
tersebut dinamakan audiosonik. Bunyi yang memiliki frekuensi lebih
rendah dari 20 Hz dinamakan infrasonik. Dan bunyi yang lebih tinggi
dari 20.000 Hz dinamakan ultrasonik.
g. Hubungan antara Nada dengan Frekuensi bunyi
Bunyi memiliki dua jenis, yaitu desah dan nada. Desah adalah
bunyi yang frekuensinya tidak teratur, misalnya bunyi daun ditiup
angin dan bunyi gemuruh ombak. Sedangkan nada adalah bunyi yang
commit
to user
dihasilkan alat-alat musik
dengan
menghasilkan jumlah getaran yang
29
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sama dalam tiap satuan waktu. Frekuensi diukur dalam satuan getaran
persekon atau herz (Hz). Nilai 50 Hz artinya terjadi 50 getaran dalan
satu sekon. Adapun yang mempengaruhi nada bunyi antara lain:
1. Nada bunyi bergantung dengan frekuensi sumber bunyi: makin
tinggi frekuensi sumber bunyi maka makin tinggi nada bunyi
yang dihasilkan.
2. Tinggi nada bunyi bergantung pada panjang kawat yang
digetarkan: makin pendek kawat yang digetarkan, makin tinggi
frekuensi atau makin tinggi nada yang dihasilkan.
Secara eksperimen, hubungan antara frekuensi dan nada dapat dilihat
pada layar osiloskop. Pada gambar 2.3 menunjukkan perbedaan
bentuk gelombang nada yang tinggi dan nada yang rendah. Tampak
bahwa nada tinggi (bawah) memiliki getaran yang lebih banyak
(frekuensi banyak), daripada nada rendah (atas).
Gambar 2.3 Gelombang Bunyi. (Sumber: https://imanprabawa.files.wordpress.com)
Perhatikan persamaan: λ=
yang menyatakan bahwa panjang
gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi. Jadi, nada tinggi
dihasilkan oleh frekuensi yang tinggi sama artinya dengan nada tinggi
dihasilkan oleh panjang gelombang yang pendek.
h. Hubungan antara Kuat Bunyi dengan Amplitudo Bunyi.
Sebuah gitar dipetik senarnya secara perlahan-lahan, tampak
simpangan getar (amplitudo) yang dihasilkan senar tidak begitu lebar
dan bunyi yang terdengar lemah. Saat senar dipetik lebih kuat, maka
commit to user
amati amplitudo senar dan dengarkan bunyi yang dihasilkan. Ternyata
30
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
amplitudo senar bertambah besar dan bunyi terdengar lebih kuat. Jadi
kuat bunyi bergantung pada amplitudo: makin kuat atau keras bunyi,
makin besar amplitudo, makin lemah bunyi, makin kecil amplitudo.
Amplitudo gelombang yang dilihat pada osiloskop adalah
tinggi puncak gelombang dari garis mendatar. Bunyi yang kuat atau
keras memiliki amplitudo yang lebih besar dari bunyi yang lemah.
i. Hukum Marsenne
Marsenne seorang ahli fisika berkebangsaan Prancis. Dia
menyimpulkan empat faktor yang mempengaruhi frekuensi alami
sebuah senar (dawai) atau kawat. Kesimpulan tersebut disebut hukum
marsenne, yang berbunyi sebagai berikut.
1. Frekuensi senar bergantung pada panjang senar: senar panjang
mempunyai frekuensi rendah, senar pendek memiliki frekuensi
tinggi.
2. Frekuensi senar bergantung pada luas penampang senar: semakin
tebal memiliki frekuensi rendah dan senar tipis memiliki frekuensi
tinggi.
3. Frekuensi senar bergantung pada tegangan senar:senar yang kendur
memiliki frekuensi rendah, Senar yang tegang memiliki frekuensi
tinggi.
4. Frekuensi senar bergantung pada massa jenis senar: senar yang
berat (massa jenis besar) memiliki frekuensi rendah, senar yang
ringan (massa jenisk kecil) memiliki frekuensi tinggi.
j. Resonansi
A
B
C
D
Gambar 2.4 Bandul Resonansi.
commit to user
E
31
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.4. dapat diketahui bahwa saat bandul A digetarkan
(digerakkan) maka tampak bahwa bandul C yang semula tidak
digetarkan ikut bergetar. Getaran pada bandul A merambat sepanjang
tiang (kayu) diteruskan pada bandul C. Karena bandul C memiliki
panjang tali yang sama dengan bandul A, maka bandul C ikut bergetar
dan berisolasi dengan amplitudo lebih besar dari pada bandul B, D,
dan E. Bandul C bergerak seperti bandul A karena frekuensi
alamiahnya sama dengan frekuensi penggerak (bandul A). Dalam
peristiwa tersebut dapat dikatakan bahwa resonansi adalah ikut
bergetarnya suatu benda ketika benda lain yang didekatnya
digetarkan. Syarat resonansi adalah frekuensi benda yang bergetar
sama dengan frekuensi alami benda yang ikut bergetar.
k. Pemantulan Bunyi
Pada saat bernyanyi di kamar mandi, suara terdengar lebih
keras dan enak didengar daripada bernyanyi di ruangan yang luas dan
terbuka. Suara musik di ruangan tertutup terdengar lebih keras
daripada suara musik di ruangan terbuka.
Pada ruangan kecil, bunyi yang datang pada dinding dengan
bunyi yang dipantulkan sampai ke telinga hampir bersamaan sehingga
bunyi pantul akan memperkuat bunyi aslinya yang menyebabkan
suara terdengar lebih keras. Sifat pemantulan bunyi sangat penting
bagi
beberapa
hewan,
seperti
kelelawar.
Kelelawar
dapat
memancarkan gelombang bunyi sehingga dengan memanfaatkan
peristiwa pemantulan bunyi, kelelawar dapat menghindari dinding
penghalang ketika terbang di malam hari. Selain itu, kelelawar dapat
mengetahui mangsa yang akan dimangsanya.
commit to user
32
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.5. Sonar.
(Sumber:http://ekauknow.blogspot.com/2012/11/akustik-kelauta-parti_18.html)
Pemantulan gelombang bunyi juga digunakan manusia untuk
mengukur kedalaman lautan. Dengan cara mengirimkan bunyi datang
dan mengukur waktu perjalanan bunyi datang dan bunyi pantul,
panjang suatu kedalaman suatu tempat di bawah permukaan air dapat
ditentukan
seperti
menganalogikan
pada
gambar
pemantulan
2.5.
gelombang
Untuk
bunyi,
mempermudah
kamu
harus
membayangkan gelombang bunyi sebagai sebuah sinar. Dengan cara
ini kamu dapat menggambarkan proses pemantulan bunyi. Pada
gambar di bawah ini, memperlihatkan sebuah sumber gelombang
bunyi yang mengeluarkan gelombang bunyi menyebar ke segala arah
dan sebuah dinding pemantul. Gambar anak panah mewakili
gelombang bunyi. Untuk selanjutnya gelombang bunyi cukup
digambarkan dengan anak panah. Jika diambil sebuah gelombang
bunyi yang mewakili gelombang bunyi yang mengenai dinding, akan
tampak seperti pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Pemantulan Bunyi.
Terlihat bahwa ada sebuah garis yang dinamakan garis normal.
Garis normal merupakan garis khayal yang tegak lurus bidang pantul.
Gelombang bunyi datang membentuk sudut θi terhadap garis normal.
Sudut ini dinamakan sudut datang. Kemudian, gelombang datang ini
commit to user
dipantulkan oleh dinding pemantul membentuk sudut θr.
33
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sudut datang akan sama dengan sudut pantul. Sudut datang,
sudut pantul dan garis normal terletak pada satu bidang yang sama.
Dengan demikian, diperoleh hukum pemantulan bunyi sebagai
berikut.
1. Bunyi datang, bunyi pantul, dan garis normal terletak pada bidang
yang sama.
2. Sudut datang sama dengan sudut pantul.
Bunyi pantul yang diterima pendengar telah menempuh dua
kali perjalanan, yaitu dari sumber bunyi ke pemantul dan dari
pemantul ke penerima atau pendengar. Waktu yang dibutuhkan untuk
sampai ke pemantul adalah
s. Oleh karena itu, jarak yang ditempuh
oleh bunyi yang dipantulkan dapat ditulis sebagai berikut:
s=
.......................... Persamaan 2.3
Dengan s adalah jarak yang akan ditentukan (m),
adalah cepat
rambat bunyi (m/s), t adalah waktu yang digunakan untuk menempuh
dua kali perjalanan (s).
l. Gaung
Kamu mungkin pernah mengalami ketika berteriak, suara
pantulnya berbeda sedikit dengan suara aslinya. Peristiwa ini disebut
kerdam atau gaung. Jadi, gaung atau kerdam adalah bunyi pantul yang
hanya terdengar sebagian bersamaan dengan bunyi asli. Waktu pantul
berlangsung cukup singkat tetapi bunyi pantul sebagian tidak
bersamaan waktunya dengan bunyi asli. Contohnya:

Bunyi asli
: Ber-nya-nyi

Bunyi pantul
: - Ber – nya – nyi

Terdengar
: Ber -.....-.....-nyi
Contoh tersebut kata yang bersuku tiga terdengar empat suku
dengan suku kedua dan ketiga tidak jelas. Gejala seperti inilah yang
disebut gaung atau kerdam. Untuk menghindari terjadinya gaung,
commit
to user
dinding-dinding dalam
bioskop,
studio radio dan televisi, studio
34
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rekaman dan gedung pertunjukkan dilapisi oleh zat kedap suara
(peredam suara). Zat kedap antara lain: kain wol, kapas, karton, karet
dan lain-lain. Banyak gedung konser yang memiliki panel-panel kedap
suara pada dinding dan langit-langit untuk mengurangi gaung.
m. Gema
Jika dinding pemantul sangat berjauhan, bunyi pantul akan
terdengar beberapa saat setelah bunyi asli. Kejadian ini disebut gema.
Misalnya, jika sumber suara di depan dinding tebing yang tinggi,
suara seolah-olah ada yang mengikuti setelah selesai diucapkan. Hal
ini terjadi karena bunyi yang datang ke dinding tebing dan bunyi yang
dipantulkannya memerlukan waktu untuk merambat. Permukaan kasar
atau berpori cenderung menyerap lebih banyak gelombang bunyi dan
bunyi yang lebih lemah dipantulkan karena gelombang bunyi
memantul pada sudut berbeda.
6. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan berkaitan dengan pengembangan modul
pembelajaran IPA terpadu berbasis masalah adalah:
1. Astuti (2009) kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran
berbasis masalah dan meningkatkan berpikir kreatif dan prestasi belajar
siswa. Persamaan penelitan tersebut dengan penelitian yang akan
dilakukan adalah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah.
2. Finanda (2012) tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan
kemandirian siswa dalam penerapan model pembelajaran berbasis
masalah dengan metode praktikum. Pada penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa masalah dengan metode praktikum menggunakan
model pembelajaran PBL dapat meningkatakan kemandirian siswa.
Peneliti ini akan menyajikan modul pembelajaran berbasis masalah
dengan kegiatan eksperimen di dalam modul tersebut sesuai dengan
pembelajaran PBL, tidak hanya dikhususkan pada praktikum.
commit to user
35
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Wardhani
et
al
(2012)
tujuan
untuk
mengetahui
perbedaan
pembelajaran fisika dengan menggunakan model Problem based
learning menggunakan multimedia dan modul, kemampuan berpikir
abstrak dan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa dan
interaksinya. Kesimpulannya ada perbedaan prestasi belajar siswa
dengan
pembelajaran
PBL
menggunakan
multimedia
dengan
pembelajaran menggunakan modul. Penelitian yang akan dilakukan
tidak akan membedakan prestasi belajar siswa dengan pembelajaran
PBL menggunakan multimedia dengan pembelajaran menggunakan
modul tetapi akan membuat sebuah modul pembelajaran berbasis
masalah untuk meningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.
Persamaan peneliti dengan penelitian ini adalah keduanya menerapkan
pembelajaran berbasis masalah.
4. Tarmizi dan Bayat (2012) penelitian ini bertujuan untuk melihat
perbedaan kinerja yang menerapkan pembelajaran PBL dengan
pembelajaran konvensional. Kesimpulan dari penelitian ini adalah
terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja dari kelompok PBL
dan kelompok konvensional yang menunjukkan kesuksesan PBL.
5. Tasoglu and Bakac (2010) penelitian ini bertujuan untuk menentukan
dampak dari pembelajaran berbasis masalah (PBL) dan metode
pengajaran
tradisional
(TTM)
pada
prestasi
akademik
siswa,
perkembangan konseptual dan keterampilan proses ilmiah. Kesimpulan
dari penelitian ini menyatakan bahwa metode PBL adalah lebih efektif
daripada TTM pada pengembangan konseptual siswa secara positif.
6. Oliver, Grant, and Evoy (2006) penelitian ini Menyatakan bahwa
kurikulum terpadu meningkatkan aktivitas fisik siswa. Mengadaptasi
penelitian ini yaitu meningkatkan aktivitas fisik melalui kegiatan
eksperimen
7. Orla and Odilla (2007) hasil penelitian tersebut memberikan gambaran
bahwa pendekatan PBL memberikan ruang lingkup yang lebih untuk
commit todan
userpemahaman tentang konsep dan
mengembangkan keterampilan,
36
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proses eksperimental. Para siswa mendapatkan pengalaman dari
keseluruhan proses ilmiah dalam format yang relevan dan format
percobaan. Selain itu siswa tampak menikmati pengalamannya.
8. Eldy dan Sulaiman (2013) penelitian ini bertujuan untuk melihat
kemampuan berpikir kritis dan gender yang dibangun melalui
pembelajaran berbasis masalah. Kesimpulan dari penelitian ini,
kemampuan berpikir kritis dan gender dapat dibangun melalui
pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen sedangkan penelitian yang akan dilakukan merupakan
pengembangan modul menggunakan pembelajaran berbasis masalah,
penelitian yang akan dilakukan meninjau dari keterampilan berpikir
kritis.
9. Subali (2006) menggunakan media modul yang dibandingkan dengan
media on line. Dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa media
modul tidak memberikan pengaruh yang lebih baik daripada media on
line. Dalam penelitian ini, penulis ingin membuktikan bahwa modul
dapat berpengaruh baik pada siswa dengan gaya berpikir kritis.
10. Ryberg, Glud, Buus, and Georgsen (2010) menyimpulkan bahwa
Problem Based Learning (PBL) dalam proses belajar akan menjadikan
siswa bekerjasama lebih kolaboratif, keikutsertaan lebih aktif dan
mendidik siswa lebih bersifat student centered. Dengan bekerjasama
akan terbentuk peluang untuk memperluas pemahaman materi dengan
pendekatan bersifat pendidikan. Hal lain yang disarankan adalah
keterlibatan siswa dalam diskusi kelas. Persamaan dalam penelitian ini
adalah pada proses pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning).
11. Haney and Zoffel (2009) menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa
dan keterampilan proses siswa dapat meningkat dengan penggunaan
Problem
Based
Learning.
Persamaan
penelitian
ini
adalah
menggunakan Problem Based Learning, tetapi untuk meningkatkan
commit
to user
keterampilan berpikir kritis
siswa.
37
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12. Donoghue, Mahon, Doody, Smith and Cusack (2011), pada penelitian
ini disebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah lebih efektif
daripada pembelajaran yang bersifat didaktis tradisional. Pembelajaran
berbasis masalah tersebut juga mampu bertahan lebih lama dalam
ingatan siswa, mampu mengembangkan keterampilan siswa dan
menyenangkan siswa dan guru dibandingkan pembelajaran tradisional.
Berkaitan dengan penelitian tersebut maka dalam penelitian ini akan
meneliti modul pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa.
13. Sockalingam and Schmidt (2011) menyimpulkan bahwa pembelajaran
berbasis masalah yang dilakukan akan mendorong siswa untuk
menemukan jawaban
masalah yang serta untuk merangsang
perkembangan tingkat masalah yang dianggap penting tersebut untuk
dipecahkan dan dievaluasi agar bermanfaat di masa depan. Penelitian
tersebut dilakukan untuk siswa biomedik dengan jumlah 34 orang
sedangkan pada penelitian ini dilakukan pada siswa SMP mata
pelajaran fisika.
14. Sherman (2007) menyimpulkan bahwa modul efektif dalam mengontrol
waktu yang digunakan untuk mempelajari materi pembelajaran,
pendekatan dibuat jelas agar terkoneksi dengan siswa antara teori
dengan praktek, dapat disesuaikan dengan berbagai macam model dan
pendekatan
yang
digunakan
guru
dan
efisien
waktu
untuk
memperdalam materi tersebut. Penelitian ini memiliki kesamaan dari
salah satu media pembelajaran yang digunakan adalah modul.
15. Akinoglu and Tandogan (2007) penerapan Problem Based Learning
lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar, sikap dan
pembelajaran konsep dari pada penerapan metode tradisional.
Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan Problem Based
Learning.
commit to user
38
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang terdiri dari faktafakta dan konsep-konsep secara teoritis untuk membantu perkembangan
keterampilan berpikir kritis siswa. Menurut Depdiknas (2003) menyatakan
bahwa “belajar pada dasarnya merupakan proses untuk membantu
perkembangan keterampilan berpikir”. Keterampilan berpikir adalah salah
satu aspek kecakapan hidup yang sangat perlu mendapat perhatian dan
dikembangkan melalui proses pendidikan”.
Berdasarkan
analisis
masalah
yang didapat
melalui
hasil
penyebaran angket kebutuhan guru dan siswa bahwa terdapat beberapa
masalah menyangkut pendidikan di SMP Negeri 4 Kota Madiun
khususnya mata pelajaran IPA terpadu, yang pada intinya permasalahan
tersebut mengerucut pada proses belajar mengajar yang berdampak pada
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA terpadu. Terdapat beberapa
faktor yang disimpulkan menjadi penyebab hasil belajar IPA terpadu siswa
kurang, antara lain: 1) pada proses belajar mengajar IPA dianggap kurang
efektif, karena dalam proses pembelajaran guru lebih sering menggunakan
metode ceramah tanpa diikuti dengan kegiatan-kegiatan ilmiah, 2) proses
belajar mengajar siswa IPA ditekankan pada keterpaduan, namun dalam
penyampaian masih terpisah-pisah, 3) proses belajar mengajar tidak
didukung dengan bahan ajar yang cukup memadai, bahan ajar yang
digunakan tidak melatihkan pada keterampilan berpikir kritis siswa.
Bahan
ajar
dijadikan
faktor
utama
untuk
meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA terpadu. Bahan
ajar yang diperlukan siswa adalah bahan ajar yang sesuai dengan
karakteristik siswa, sehingga siswa dapat memahami isi dari bahan ajar
tersebut, dan dapat digunakan untuk belajar mandiri atau kelompok. Selain
itu siswa membutuhkan pembelajaran yang mengajak siswa melakukan
aktivitas-aktivitas yang mendukung pembelajaran, sehingga siswa lebih
mudah memahami konsep. Aktivitas pembelajaran yang dimaksud adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39
digilib.uns.ac.id
seperti menyelesaikan masalah yang terkait dengan materi yang sedang
diajarkan dengan kegiatan eksperimen dan diskusi.
Berdasarkan hasil persentase ujian nasional seluruh indonesia, pada
mata pelajaran IPA mendapat persentase terendah kedua. Sehingga
disimpulkan nilai mata pelajaran IPA masih kurang. Pembelajaran IPA
sebaiknya dikaitkan dengan kondisi kehidupan nyata, agar karakter dari
IPA menjadi lebih kuat dalam diri siswa. Model pembelajaran yang dapat
digunakan yang sesuai dengan karakter IPA sebagai ilmu pengetahuan
alam dan sesuai dengan karakter siswa sebagai pembelajar yang dituntut
aktif adalah model pembelajaran PBL (Problem Based Learning). PBL
merupakan pembelajaran yang didasarkan pada masalah yang kerap
dialami dalam kehidupan nyata, pengkaitan masalah yang nyata dengan
materi-materi tertentu IPA menjadikan materi tersebut lebih mudah untuk
dimengerti siswa, selain itu aktivitas ilmiah siswa dapat terlihat dalam
tahapan kegiatan PBL ini.
Keterampilan berpikir kritis siswa menjadi tolak ukur dalam
menyelesaikan permasalahan di dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai
tingkat perkembangan kognitifnya, siswa SMP harus mampu berpikir
abstrak, penalaran yang kompleks, dan dapat menguji suatu hipotesis.
Dutch cit Rianto (2009: 285) menyatakan bahwa model pembelajaran
berbasis masalah dimaksudkan untuk mengembangkan siswa berpikir
kritis, analitis dan untuk menemukan serta menggunakan sumber daya
yang sesuai untuk belajar.
Keterpaduan yang menjadi ciri khas dari pembelajaran IPA SMP
sesuai kurikulum KTSP menuntut bahwa materi IPA dapat disampaikan
dalam bentuk satuan tema. Menurut Fogarty (dalam Trianto, 2012), ada 10
macam model keterpaduan yang dapat dilaksanakan, salah satunya model
keterpaduan connected (keterhubungan). Model keterpaduan connected
memiliki konsep bahwa, beberapa materi dikemas dalam dalam satu tema,
namun masih dalam satu lingkup bidang ilmu (mata pelajaran), sehingga
user
dapat diasumsikan bahwacommit
modeltoketerpaduan
ini lebih mudah diserap
40
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
siswa karena masih dalam satu lingkup bidang ilmu, dengan maksud
pengetahuan siswa dapat terfokus hanya pada pelajaran IPA. Selanjutnya,
tema yang menjadi payung dari materi-materi IPA yang dibelajarkan saat
ini adalah “Bunyi”. Tema “Bunyi” digunakan karena tema ini sangat
sesuai dengan kondisi nyata dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa
tentu tidak asing dengan masalah tersebut.
Seorang guru selain sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran
juga harus menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran sehingga
memberikan ruang gerak siswa untuk melakukan aktivitas sesuai dengan
bakat dan kemampuan yang dimiliki siswa, seorang guru juga dapat
mengembangkan cara-cara belajar yang dapat mengolah informasi sesuai
kebutuhan siswa, dan dapat mengembangkan bahan ajar yang sesuai
dengan kebutuhan siswa (dapat berupa modul, LKS, media). Sementara
itu, di sekolah masih banyak guru yang menggunakan bahan ajar
konvensional. Bahan ajar konvensional yaitu bahan ajar yang tinggal beli,
tinggal pakai, instan serta tanpa upaya menyiapkan, merencanakan dan
menyusun sendiri (Prastowo, 2014: 18). Bentuk-bentuk bahan ajar
konvensional adalah buku-buku dan LKS yang diperjualbelikan di toko
buku maupun melalui penyalur yang datang di sekolah.
Siswa memerlukan bahan ajar yang dapat mendukung proses
pembelajaran. Modul menjadi salah satu bagian terpenting dalam proses
pembelajaran. Siswa mampu belajar dengan baik menggunakan modul.
Siswa dapat belajar secara mandiri atau dengan bimbingan guru. Modul
yang akan dikembangkan memperhatikan langkah pengembangan modul
dengan
tahab
pendefinisian
(Define),
perencanaan
(Design),
pengembangan (Develop), dan penyebaran (Disseminate) atau yang
dikenal
dengan
model
4-D (four
D model). Modul
ini
juga
menitikberatkan pada langkah pembelajaran berbasis masalah (PBL) yaitu
PBL terdiri dari 5 tahap yang dimulai dengan guru memperkenalkan
peserta didik dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian
commit
to user
dan analisis hasil kerja peserta
didik.
41
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Modul pembelajaran berbasis masalah membantu siswa dalam
melakukan pemecahan masalah berdasarkan pembuktian yang dapat
dilakukannya sendiri. Penyiapan dan penggunaan bahan ajar secara baik,
menarik dan tepat kemudian mengkonstruk pengetahuan siswa serta
berlatih memecahkan
masalah, pada
akhirnya
secara
akumulatif
keterampilan berpikir kritis dalam diri siswa dapat meningkat. Keterkaitan
antara PBL (Problem Based Learning) denagan kemampuan Berpikir
Kritis dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Keterkaitan antara PBL (Problem Based Learning) denagan
Keterampilan Berpikir Kritis
Sintak PBL
Aktivitas Siswa
Orientasi siswa pada
masalah
Siswa
disajikan
masalah-masalah
dalam kehidupan sehari-hari yang
terdapat dalam modul, kemudian siswa
menentukan masalah yang akan
dipecahkan serta merespon untuk
mencari jawaban sementara dan
membentuk sikap ilmiah seperti ilmuan
terdahulu dalam menyikapi masalah.
Mengorganisasi siswa
untuk belajar
Siswa dituntun untuk menjawab
masalah menurut pengetahuan yang
dimilikinya.
Kemudian
siswa
berdiskusi dengan mencari referensi
dan mencari solusi permasalahan
Keterampilan analisis dan
sintesis
Membimbing
penyelidikan individual
maupun kelompok
Siswa secara kelompok melaksanakan
eksperimen
untuk
mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
Percobaan telah disajikan dalam
modul. Setelah melakukan percobaan,
siswa menuliskan hasil percobaan pada
LKS.
Keterampilan memecahkan
masalah
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Siswa bersama anggota kelompoknya
merencanakan dan menyiapkan hasil
karya
seperti
laporan
untuk
mengembangkan pengetahuan yang
telah diperoleh sebelumnya. kemudian
menjelaskan kembali hasil karya di
depan kelas dan saling memberikan
masukan tentang solusi permasalahan
yang dipecahkan.
Siswa merefleksi selama kegiatan
pembelajaran dan menyimpulkan hasil
kegiatan pembelajaran serta secara
commit to userpemecahan
jujur
memperbaiki
masalah.
Keterampilan
analisis,
sintesis dan menyimpulkan
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Keterampilan Berpikir
Kritis
Keterampilan analisis
Keterampilan
menyimpulkan,
mengevaluasi atau menilai.
42
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian pengembangan ini bertujuan
menghasilkan
modul
pembelajaran IPA terpadu materi bunyi berbasis masalah (Problem Based
Learning), dengan pengembangan 4-D yang memiliki tahapan define,
design, develop, and disseminate. Tahap pertama adalah pendefinisian
yang bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan kebutuhankebutuhan di dalam proses pembelajaran meliputi analisis kurikulum mata
pelajaran IPA, materi bunyi, kompetensi yang harus dicapai siswa, silabus
bunyi, dan pembelajaran dengan pendekatan berbasis masalah. Tahap
kedua adalah perancangan, dimana akan melakukan kegiatan merancang
perangkat pembelajaran dan modul IPA terpadu berbasis masalah. Tahap
selanjutnya merupakan pengembangan modul pembelajaran yang meliputi
pengujian,
evaluasi,
dan
revisi
produk.
Perangkat
serta
modul
pembelajaran akan dievaluasi dengan divalidasi oleh ahli dalam bidangnya
dan guru. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan modul yang
dikembangkan. Langkahnya adalah melakukan revisi apabila pada
kegiatan evaluasi masih ditemukan hal yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Selanjutnya adalah tahap implementasi dan penyebaran. Pada
tahap ini peneliti akan melakukan kegiatan uji coba lapangan terhadap
produk yang dihasilkan. Uji coba berupa pembelajaran di kelas yang akan
menggunakan satu kelas dengan membandingkan nilai pretest dan posttest
siswa untuk mengetahui kelayakan modul yang dihasilkan, mengetahui
respon siswa terhadap modul IPA terpadu berbasis masalah (Problem
Based Learning), dan mengetahui pengaruh dari modul pembelajaran IPA
terpadu materi bunyi berbasis masalah (Problem Based Learning) terhadap
keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIII.
commit to user
Download