BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang mempelajari tentang alam. Dalam kehidupan sehari-haripun juga erat hubungannya dengan mata pelajaran IPA. Sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Proses pembelajaran pada zaman dahulu atau tradisional yaitu proses pembelajaran masih berpusat pada guru. Semua aktifitas berpusat pada guru yang disebut dengan teacher centered. Guru menjadi panutan dan dapat ditiru oleh siswa, sehingga guru dianggap paling pintar. Guru hanya mengajar dan memberikan pelajaran/pengetahuan dan siswa hanya mendengarkan apa yang telah dijelaskan oleh guru. Siswa menjadi kurang berekspresi dalam menyatakan pendapat, karena tidak ada dorongan dari guru kepada siswa untuk aktif dan berpikir kritis dalam mengikuti pelajaran. Dalam pembelajaran modern, pembelajaran sudah berpusat pada siswa. Sehingga siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran dan siswalah yang menjadi subjek pembelajaran. Guru hanya berperan sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan siswa apabila siswa menemukan masalah atau kesulitan dalam proses pembelajaran. Guru harus lebih cakap dan kreatif dalam berpikir kritis serta pengetahuan yang lebih agar dapat mengimbangi perkembangan siswanya. 1 2 Seorang guru SD, mempunyai tugas yang sangat menentukan bagi siswa dan siswinya. Peran dari seorang guru SD yaitu sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik anak di sekolah. Dalam rangka kegiatan belajar-mengajar, tentunya guru harus dapat mencapai tujuan pembelajaran. Banyak upaya guru dalam mewujudkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai demi keberhasilan anak didiknya pembelajaran, dalam model belajar. Misalnya pembelajaran, dengan metode menggunakan strategi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, teknik pembelajaran, dan teori belajar. Dengan demikian guru harus lebih kreatif dalam menciptakan proses kegiatan belajar-mengajar dengan baik. Menurut Richard I Arends dalam Suprijono (2012:46), “model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuantujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan di dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pendekatan kelas. Model pembelajaran biasanya yang hanya relevan dengan mata pelajaran yang akan diajarkan. Merujuk pemikiran Joyce dalam Suprijono (2012:46), fungsi model adalah “each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Dan Mills dalam Suprijono (2012:45) berpendapat bahwa “model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau kelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.” Banyak sekali model pembelajaran kooperatif dengan berbagai tipe yang dikenal dan digunakan oleh guru dalam waktu sekarang. Seperti, tipe Make a Match (Mencari Pasangan), Cooperative Learning (CL), Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu), tipe TGT (Teams Games Tournament), tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions), tipe NHT (Numbered Head Together), tipe Jigsaw, tipe TPS (Think Pairs Share), dan masih banyak lagi demi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Seperti model pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan merupakan model pembelajaran yang menggunakan kartu pembelajaran yang terdiri dari : kartu soal dan kartu hasil/jawaban. Model pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna 3 Curran (1994). Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Dengan adanya model pembelajaran yang menyenangkan, maka diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat dan dapat meningkatkan prestasi siswa. Menurut Anni (2004:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajaran setelah mengalami aktivitas belajar. Kemudian hasil belajar menurut Hermawan dkk (2010:10.20) menyatakan bahwa “hasil belajar mengacu pada segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan”. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah kemampuan siswa yang berubah setelah melakukan kegiatan belajar/aktivitas belajar. Hasil belajar juga dapat dipengaruhi oleh faktor dalam diri siswa dan faktor luar siswa seperti lingkungan. Sehingga guru harus pintar dalam penguasaan kelas dan memahami karakteristik anak didiknya. Guru juga dapat menggunakan model pembelajaran yang efektif untuk menghadapi kelas yang kurang nyaman saat kegiatan belajarmengajar berlangsung. Oleh karena itu, diperlukan cara menghadapi anak didik dalam masa penyesuaian. Dengan memberikan sedikit kesibukan dalam kegiatan belajar-mengajar dan kompetisi atau permainan dalam kegiatan belajar-mengajar anak didik dapat lebih aktif dan sibuk dalam penyelesaian tugas/masalah yang dihadapi saat proses belajar berlangsung. Seperti contoh, dengan menggunakan puzzle, bermain kartu soal, menggunakan drama saat pelajaran bahasa Indonesia dan seterusnya. Dengan demikian, guru harus memberikan alat peraga atau mendemonstrasikan agar perhatian anak didik terpusat pada alat peraga/demonstrasi guru. Sehingga anak didik tidak ramai dengan kegiatan yang tidak berguna, melainkan anak ramai dengan kegiatan aktif dalam mengikuti pelajaran. Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka akan dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas 5 melalui pembelajaran Make a Match berbantuan gambar pada SD Negeri Susukan 1 dan pembelajaran konvensional berbantuan gambar pada SD Negeri Ketapang 1 Gugus Wisanggeni 4 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, dalam proses pembelajaran awalnya berpusat pada guru. Pembelajaran yang berpusat pada guru menggunakan model ceramah dan tanya jawab. Biasanya model ceramah sangat sering dilakukan guru dan membuat siswa bosan dalam mengikuti pelajaran. Kejenuhan dan kebosanan siswa sangat mempengaruhi hasil belajar siswa itu sendiri. Ada kalanya guru membuat suasana pembelajaran menjadi menyenangkan dengan bermain kartu, mengadakan kuis tanya jawab dll. Sehingga siswa menjadi lebih tertarik dalam mengikuti pembelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang kooperatif. Guru harus kreatif dalam penerapan model pembelajaran kooperatif. Seperti penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match akan diterapkan dalam pembelajaran untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar sebelum dan sesudah penerapan Make a Match. Maka untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas 5 maka digunakan Make a Match berbantuan gambar di SD Negeri Susukan 1 dan pembelajaran konvensional berbantuan gambar di SD Negeri Ketapang 1. 1.3 Pembatasan Masalah Dalam penelitian eksperimen yang membandingkan hasil belajar siswa kelas 5 melalui Make a Match berbantuan gambar dengan pembelajaran konvensional berbantuan gambar ini akan lebih difokuskan pada hasil belajar siswa kelas 5 dalam mata pelajaran IPA KD 7.1. mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan pada semester 2. Sesuai dengan KD tersebut maka gambar yang dapat digunakan adalah gambar jenis batuan beserta contoh dari jenis batuan tersebut. Hal ini sudah dapat menarik perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar agar tercapai tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Hasil belajar siswa masuk dalam ranah kognitif pada siswa. Hasil belajar dapat mengetahui perbedaan prestasi siswa dan daya cipta siswa dalam belajar di kelas. Penggunaan Make a Match berbantuan gambar ini diharapkan dapat 5 membantu siswa beranjak dari kejenuhan atau kebosanan. Dan pembelajaran konvensional berbantuan gambar juga dapat menghilangkan rasa bosan. Dengan berbantuan gambar siswa sudah mulai tertarik dalam mengikuti pelajaran. Maka diharapkan dengan adanya Make a Match berbantuan gambar dan pembelajaran konvensional dengan berbantuan gambar ini dapat mengetahui perbedaan hasil belajar siswa sesuai dengan kemampuan dan daya tarik siswa terhadap konsep dan media gambar yang telah digunakan guru. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, masalah dalam penelitian ini dirumuskan “adakah perbedaan pengaruh yang signifikan dalam penggunaan Make a Match berbantuan gambar dengan pembelajaran konvensional berbantuan gambar terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 Gugus Wisanggeni Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013?” 1.5 Tujuan Penelitian Sesuai rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh yang signifikan antara penggunaan Make a Match berbantuan gambar dengan pembelajaran konvensional berbantuan gambar terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 Gugus Wisanggeni Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang semester 2 tahun pelajaran 2012/2013. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil yang diharapkan dari penelitian eksperimen ini dapat diketahui perbedaan hasil belajar siswa yang baik secara teori maupun praktik. Secara teori diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan menambah pengetahuan serta keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Serta dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi sesama siswa maupun dengan guru. Pembelajaran akan terhindar dari rasa bosan dan jenuh pada siswa dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.