BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan penelitian telah dilaksanakan di Gugus Jaka Tingkir yang terletak di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga telah dibahas pada bab sebelumnya. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas 3 SD di Gugus Jaka Tingkir Salatiga, dengan mengambil sampel penelitian pada kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 sebagai SD inti dan SDN Tingkir Lor 01 dan SDN Tingkir Tengah 01 sebagai SD imbas. Variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD, variabel terikat yaitu hasil belajar matematika, dan variabel kovariat yaitu pretest. Pada BAB IV ini akan dijelaskan tentang hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari hasil penelitian pada pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran TGT pada kelompok eksperimen 1, hasil penelitian pada pembelajan matematika dengan menggunakan model pembelajaran STAD pada kelompok eksperimen 2. Deskripsi komparasi hasil pengukuran, hasil uji beda penelitian, hasil uji hipotesis, hasil pembahasan dan keterbatasan penelitian akan dipaparkan secara lebih jelas pada uraian berikut ini. 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Implementasi Pembelajaran Matematika menggunakan Model Kooperatif TGT sebagai Kelompok Eksperimen 1 Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada kelas eksperimen 1 ini terdiri dari dua kali pertemuan dengan masing-masing pertemuan selama 70 menit (2x2x35 Menit). Pada kelas eksperimen 1 terdiri dari siswa kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 (SD inti) yang dibagi menjadi 2 kelas dan SDN Tingkir Lor 01 (SD imbas). Mata pelajaran yang dipelajari adalah matematika dengan materi bangun datar. 74 75 Pada pelaksanaan penelitian upaya-upaya untuk mengontrol variabel di luar treatment meliputi 4 hal yaitu a) History (sejarah), yaitu pengaruh guru dalam menerapkan treatment yaitu perlakuan dalam menerapkan model TGT dan STAD dilakukan oleh guru/orang yang sama; dalam hal ini pemberian perlakuan dilakukan oleh orang yang sama sudah terpenuhi. b) Maturation (kematangan), menunjukkan kematangan psikologi dan biologis anak sesuai dengan umurnya. Dari segi kematangan, rata-rata kematangan mereka relatif homogen/sama dengan rata-rata umur siswa adalah 9 tahun. c) Selection (seleksi), dalam pemilihan anggota kelompok dilakukan secara heterogen. Pembentukan kelompok dilakukan berdasarkan nilai yang diperoleh siswa secara acak sesuai dengan tingkat nilai yang diperoleh. d) Testing (prosedur test), soal pretest dan posttest yang dibuat itu sama, tetapi penomoran berbeda. e) Possible regression and interaction between selection, yaitu dalam pemilihan kelompok-kelompok eksperimen sudah diseimbangkan dengan cara masing-masing kelompok, apabila skor pretest ada yang menonjol paling tinggi dan paling rendah, maka penyeimbangan dilakukan dengan cara mengeluarkan siswa tersebut dari kelompok. Pada implementasi menggunakan model kooperatif tipe TGT di kelas 3 SDN Tingkir Lor 02, pertemuan pertama dan kedua dilaksanakan pada hari Selasa, 22 Maret 2016 dan Selasa 30 Maret 2016 jam ke 1-2 yang dilakukan di ruang kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 yang diikuti seluruh siswa. Dalam memberikan perlakuan peneliti melakukan sendiri sedangkan yang mengamati oleh Tri Umi H., sebagai guru kelas 3. Sedangkan implementasi pembelajaran di SDN Tingkir Lor 01 pada kelas 3 dengan menggunakan model kooperatif tipe TGT dilaksanakan pada hari Senin, 21 Maret 2016 jam ke1-2 dan hari selasa, 22 Maret 2016 jam ke 7-8. Pada pertemuan pertama dan kedua diikuti oleh seluruh siswa. Dalam memberikan perlakuan peneliti melakukan sendiri sedangkan yang mengamati oleh M. Anas Maarif sebagai guru kelas 3. 76 4.1.1.1 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Mata Pelajaran Matematika a. Pertemuan Pertama Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai guru menyiapkan peralatan yang akan dibutuhkan dalam pembelajaran, seperti pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa, alat peraga, buku pelajaran dan ruang untuk proses belajar mengajar. Materi pembelajaran pada pertemuan pertama ini adalah bangun datar dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, terlebih dahulu siswa diberikan lembar pretest untuk dikerjakan secara individu oleh semua siswa. Kemudian guru menjelaskan materi tentang bangun datar melalui media gambar. Guru mengidentifikasi siswa berdasarkan kemampuan akademiknya, setelah itu guru membagi siswa menjadi 5 kelompok heterogen. Berdasarkan hasil observasi, tingkat keterlaksanaan aktivitas guru dan siswa pada pertemuan pertama yang dilakukan di kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 mencapai 100% dari 5 poin kegiatan. Begitu pula tingkat keterlaksanaan aktivitas guru dan siswa di kelas 5 SDN Tingkir Lor 01 mencapai 100% dari 5 poin kegiatan. Artinya semua aspek aktivitas guru dan siswa pada pertemuan pertama telah dilaksanakan. Keterangan lebih rinci mengenai hasil observasi proses pembelajaran dapat dilihat pada lampiran 11. b. Pertemuan kedua Pada pertemuan kedua guru menjelaskan kembali bangun datar. Guru memberikan instruksi kepada siswa untuk berkumpul dengan kelompok masing-masing yang telah dibuat pada pertemuan pertama. guru memberikan pengarahan tentang permainan yang akan dilakukan. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan secara rebutan dan mencatat jawaban tiap kelompok serta memberikan penilaian kelompok. Kemudian guru merekap skor dalam kelompok dan memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. 77 Kemudian guru menanamkan konsep materi atau menjelaskan kembali tentang materi bangun datar. Kemudian guru bersama siswa melakukan tanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui. Guru bersama siswa membuat kesimpulan tentang materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan akhir pembelajaran guru memberikan penguatan serta membagikan tes posttest untuk dikerjakan secara individu dan guru mengawasi jalannya posttest. Dari observasi yang telah dilakukan, diperoleh hasil dari penerapan pelaksanaan sintak model pembelajaran TGT guru dan siswa dalam pembelajaran matematika di kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 dan SDN Tingkir Lor 01 mencapai 100% yang artinya dari 11 poin aktivitas pembelajaran matematika yang dilakukan guru dan siswa terlaksana semua dari pertemuan pertama sampai pertemuan kedua. Keterangan lebih lanjut tentang hasil observasi guru dan siswa dapat dilihat pada lampiran 11. 4.1.1.2 Tingkat Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD pada Kelompok Eksperimen 1 Deskripsi hasil belajar matematika dengan materi bangun datar siswa kelas 3 di SDN Tingkir Lor 02 Salatiga dan SDN Tingkir Lor 02 Salatiga sebagai kelompok eksperimen 1 dengan menggunakan model pembelajaran TGT melalui pretest dan posttest dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Descriptive Statistics TGT N Minimum Maximum Mean Std. Deviation pretest_eksperimen 1 36 40 85 59,17 12,335 posttest_eksperimen 1 36 50 95 76,53 9,321 Valid N (listwise) 36 Dari tabel di atas dapat dilihat nilai minimal dan maksimal pretest kelompok eksperimen 1 adalah 40 dan 85.Sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh adalah 59,17, dan untuk hasil posttest kelompok eksperimen 1 78 nilai minimal sebesar 50, dan nilai maksimal sebesar 95, untuk nilai rata-rata diperoleh 76,53. 4.1.1.3 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD pada Kelompok Eksperimen 1 Dalam distribusi frekuensi hasil belajar ini dibahas tentang data mentah hasil belajar siswa kelas 3 pada kelompok eksperimen 1 yang diperoleh dari skor hasil evaluasi pretest dan posttest yang telah dilakukan oleh peneliti pada kelas ekperimen 1 yang dideskripsikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi data berkelompok. Tujuannya agar data-data hasil belajar itu dapat dipaparkan dengan baik dan disimpulkan secara mudah, biasanya ditampilkan dalam bentuk diagram garis. Untuk mengetahui distribusi frekuensi perlu dilakukan kategori. Cara untuk menentukan kategori menggunakan rumus: K= 1+ 3,3 log n = 1+ 3,3.log36 = 1+3,3. 1,556303 = 6,13579825 = 6 a. Pretest Untuk mengetahui perolehan pretest pada hasil belajar siswa kelas 3 kelompok eksperimen 1, perlu dilakukan interval terlebih dahulu. Untuk menghitung interval nilai siswa dapat menggunakan rumus: Interval =(Skor tertinggi- skor terendah)+1 Banyaknya Kategori (85 40 ) 1 = 7,66 = 8 6 Jadi berdasarkan perhitungan diatas diperoleh intervalnya adalah Interval = 8, maka hasil distribusi frekuensi skor pretest kelompok eksprimen 1 dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut: 79 Tabel 4.2. Hasil Belajar Pretest Siswa Kelas 3 Kelompok Eksperimen 1 No 1 2 3 4 5 6 Hasil Belajar Pretest Interval 40-46 47-54 55-62 63-70 71-78 ≥79 Total Frekuensi 8 3 10 11 2 2 36 % 22,22 8,33 27,78 30,55 5,56 5,56 100 Berdasarkan pada tabel di atas, diketahui hasil belajar pretest siswa kelas 3 pada kelompok eksperimen 1, siswa yang mendapat nilai pada interval 40 – 46 adalah 8 siswa dengan persentase 22,22%. Siswa yang mendapat nilai pada interval 47 – 54 adalah 3 siswa dengan persentase 8,33%. Siswa yang mendapat nilai pada interval 55 – 62 adalah 10 siswa dengan persentase 27,78%,siswa yang mendapat nilai dengan interval 63-70 adalah 11 siswa dengan persentase 30,55%, siswa yang mendapatkan nilai pada interval 71– 78 adalah 2 siswa dengan persentase 5,56%, dan siswa yang mendapatkan interval ≥79 adalah 2 siswa dengan peresentase 5,56%. Dari hasil distribusi frekuensi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar pretest kelas 3 kelompok eksperimen 1, sebagian besar nilainya berada pada interval 63-70. Untuk memperjelas distribusi frekuensi skor pretest di atas, maka disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut: 80 Gambar 4.1 Grafik Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelompok Eksperimen 1 b. Posttest Untuk mengetahui perolehan posttest pada hasil belajar siswa kelas 3 kelompok eksperimen 1, perlu dilakukan interval terlebih dahulu. Untuk menghitung interval nilai siswa dapat menggunakan rumus: Interval =(Skor tertinggi- skor terendah)+1 Banyaknya Kategori (95 50) 1 = 7,66 = 8 6 Jadi berdasarkan perhitungan diatas diperoleh intervalnya adalah Interval = 8, maka hasil distribusi frekuensi skor posttest kelompok eksprimen 1 dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3. Hasil Belajar Posttest Siswa Kelas 3 Kelompok Eksperimen 1 No. 1. 2. 3. 4. 5. Hasil Belajar Posttest Interval 58-65 66-73 74-81 82-89 90-97 Total Frekuensi 8 5 12 7 4 36 % 22,22 13,90 33,33 19,44 11,11 100 Sedangkan hasil belajar posttest yang diperoleh siswa kelas 3 kelompok ekperimen 1, berdasarkan pada tabel distribusi frekuensi di atas, siswa yang mendapat nilai pada interval 58 – 65 adalah 8 siswa dengan 81 persentase 22,22%. Siswa yang mendapat nilai pada interval 66 – 73 adalah 5 siswa dengan persentase 13,90 %, siswa yang mendapatkan nilai pada interval 74-81 adalah 12 siswa dengan persentase 33,33%, siswa yang mendapatkan interval 82-89 adalah 7 siswa dengan presentase 19,44% dan siswa yang mendapat nilai pada interval 90-97 ada 4 siswa dengan persentase 11,11%. Dari hasil distribusi frekuensi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar posttest kelas 3 pada kelompok eksperimen 1, sebagian besar berada pada interval 74-81. Untuk memperjelas distribusi frekuensi skor pretest dan posttest di atas, maka disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut: Gambar 4.2 Grafik Distribusi FrekuensiNilai Posttest Kelompok Eksperimen 1 4.1.2 Hasil Implementasi Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Kooperatif STAD Sebagai Kelompok Eksperimen 2 Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada kelas eksperimen 2 ini terdiri dari dua kali pertemuan dengan masing-masing pertemuan selama 70 menit (2x2x35 Menit). Pada kelas eksperimen 2 terdiri dari siswa kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 (SD inti) yang dibagi menjadi 2 kelas dan SDN Tingkir Tengah 01 (SD imbas). Mata pelajaran yang dipelajari adalah matematika dengan materi bangun datar. 82 Seperti yang sudah dipaparkan di bagian sebelumnya upaya-upaya untuk mengontrol variabel di luar treatment meliputi 4 hal yaitu a) History (sejarah), yaitu pengaruh guru dalam menerapkan treatment. Yaitu perlakuan dalam menerapkan model TGT dan STAD dilakukan oleh guru/orang yang sama; dalam hal ini pemberian perlakuan dilakukan oleh orang yang sama sudah terpenuhi. b) Maturation (kematangan), menunjukkan kematangan psikologi dan biologis anak sesuai dengan umurnya. Dari segi kematangan, rata-rata kematangan mereka relatif homogen/sama dengan rata-rata umur siswa adalah 9 tahun. c) Testing (prosedur test), soal pretest dan posttest yang dibuat itu sama, tetapi penomoran dan pengkalimatan dibuat berbeda. d) Possible regression and interaction between selection, yaitu dalam pemilihan kelompok-kelompok eksperimen sudah diseimbangkan dengan cara masing-masing kelompok, apabila skor pretest ada yang menonjol paling tinggi dan paling rendah, maka penyeimbangan dilakukan dengan cara mengeluarkan siswa tersebut dari kelompok. Pada implementasi menggunakan model kooperatif tipe STAD di kelas 3 SDN Tingkir Lor 02, pertemuan pertama dan kedua dilaksanakan pada hari Selasa, 22 Maret 2016 dan Selasa 30 Maret 2016 jam ke 1-2 yang dilakukan di ruang kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 yang diikuti seluruh siswa. Dalam memberikan perlakuan peneliti dibantuoleh Devi Susanti sedangkan yang mengamati oleh Sri Haryanti sebagai guru kelas 3. Sedangkan implementasi pembelajaran di SDN Tingkir Tengah 01 pada kelas 3 dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dilaksanakan pada hari Senin, 21 Maret 2016 dan selasa, 22 Maret 2016 jam ke 4-5. Pada pertemuan pertama diikuti oleh seluruh siswa sedangkan pertemuan kedua diikuti seluruh siswa. Dalam memberikan perlakuan peneliti peneliti dibantu oleh Melania Dina Cahyaningtyas pada pertemuan pertama dan pada pertemuan kedua oleh Devi Susanti sedangkan yang mengamati oleh Ruth Sri Rahayu N. sebagai guru kelas 3. 83 4.1.2.1 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Mata Pelajaran Matematika a. Pertemuan Pertama Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai guru menyiapkan peralatan yang akan dibutuhkan dalam pembelajaran, seperti pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa, alat peraga, buku pelajaran dan ruang untuk proses belajar mengajar. Materi pembelajaran pada pertemuan pertama ini adalah bangun datar dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, terlebih dahulu siswa diberikan lembar pretest untuk dikerjakan, guru mengawasi jalannya pretest. Kemudian guru menyampaikan skenario pembelajaran dan menyampaikan tugas-tugas yang akan dikerjakan siswa.Setelah itu guru mengidentifikasi kondidisi kemampuan akademik siswa dalam membentuk kelompok heterogen. Guru menjelaskan materi bangun datar secara garis besar, siswa memperhatikan penjelasan guru. Berdasarkan hasil observasi, tingkat keterlaksanaan aktivitas guru dan siswa pada pertemuan pertama yang dilakukan di kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 mencapai 100% dari 5 poin kegiatan. Begitu pula tingkat keterlaksanaan aktivitas guru dan siswa di kelas 5 SDN Tingkir Tengah 01 mencapai 100% dari 5 poin kegiatan. Artinya semua aspek aktivitas guru dan siswa pada pertemuan pertama telah dilaksanakan. Keterangan lebih rinci mengenai hasil observasi proses pembelajaran dapat dilihat pada lampiran 11. b. Pertemuan kedua Guru membagikan materi secara lengkap untuk dibaca oleh siswa. Kemudian guru menginstruksi siswa untuk berkumpul dengan kelompok masing-masing yang telah dibuat pada pertemuan pertama. Guru memberikan pengarahan tentang permainan yang akan dilakukan. Guru memberikan membagikan LKS untuk seluruh siswa serta menjelaskan panduan dalam mengerjakannya. Setelah LKS dikerjakan 84 guru menghitung masing-masing skor kelompok. Skor tertinggi yang diperoleh kelompok mendapat penghargaan dari guru, ketua kelompok dengan skor tertinggi maju untuk mendapat penghargaan dari guru. Guru menanamkan konsep materi atau menjelaskan kembali tentang materi bangun datar. Kemudian guru bersama siswa melakukan tanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui. Guru bersama siswa membuat kesimpulan tentang materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan akhir pembelajaran guru memberikan penguatan serta membagikan posttest untuk dikerjakan secara individu dan guru mengawasi jalannya posttest. 4.1.2.2 Tingkat Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD pada Kelompok Eksperimen 2 Dari observasi yang telah dilakukan, diperoleh hasil dari penerapan pelaksanaan sintak model pembelajaran STAD guru dan siswa dalam pembelajaran matematika di kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 dan SDN Tingkir Tengah 01 mencapai 100% yang artinya dari 11 poin aktivitas pembelajaran matematika yang dilakukan guru dan siswa terlaksana semua dari pertemuan pertama sampai pertemuan kedua. Keterangan lebih lanjut tentang hasil observasi guru dan siswa dapat dilihat pada lampiran 11. Tabel 4.4 Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation pretest_eksperimen 2 37 25 80 56,08 12,809 posttest_eksperimen 2 37 55 85 71,35 7,875 Valid N (listwise) 37 Dari tabel di atas dapat dilihat nilai minimal dan maksimal pretest kelompok eksperimen 2 adalah 25 dan 80. Sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh adalah 56,08, dan untuk hasil posttest kelompok eksperimen 2 nilai minimal sebesar 55, dan nilai maksimal sebesar 85, untuk nilai rata-rata diperoleh 71,35. 85 4.1.2.3 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD pada Kelompok Eksperimen 2 Dalam distribusi frekuensi hasil belajar ini dibahas tentang data mentah hasil belajar siswa kelas 3 kelompok eksperimen 2 yang diperoleh dari skor hasil evaluasi pretest dan posttest yang telah dilakukan oleh peneliti pada kelas ekperimen 2 yang dideskripsikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi data berkelompok. Tujuannya agar data-data hasil belajar itu dapat dipaparkan dengan baik dan disimpulkan secara mudah, biasanya ditampilkan dalam bentuk diagram garis. Untuk mengetahui distribusi frekuensi perlu dilakukan kategori. Cara untuk menentukan kategori menggunakan rumus: K= 1+ 3,3 log n = 1+ 3,3.log37 = 1+3,3. 1,56 =6,17 =6 a. Pretest Untuk mengetahui perolehan pretest pada hasil belajar siswa kelas 3 kelompok eksperimen 2, perlu dilakukan interval terlebih dahulu. Untuk menghitung interval nilai siswa dapat menggunakan rumus: Interval = (Skor tertinggi- skor terendah)+1 Banyaknya Kategori (80 25) 1 = 9,33 = 9 6 Jadi berdasarkan perhitungan diatas diperoleh intervalnya adalah Interval = 9, maka hasil distribusi frekuensi skor pretest kelompok eksprimen 2 dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut: 86 Tabel 4.4 Hasil Belajar Pretest Siswa Kelas 3 Kelompok Eksperimen 2 No 1 2 3 4 5 6 Hasil Belajar Pretest Interval 25 – 33 34-42 43-51 52-60 61-69 ≥70 Total Frekuensi 1 3 12 10 2 9 37 % 2,7 8,11 32,43 27,03 5,41 24,32 100 Berdasarkan pada tabel di atas, diketahui hasil belajar pretest siswa kelompok eksperimen 2, siswa yang mendapat nilai pada interval 25 - 33 adalah 1 siswa dengan persentase 2,7%. Siswa yang mendapat nilai pada interval 34 - 42 adalah 3 siswa dengan persentase 8,11%. Siswa yang mendapat nilai pada interval 43-51 adalah 12 siswa dengan persentase 32,43%, siswa yang mendapatkan nilai pada interval 52 - 60 adalah 10 siswa dengan persentase 27,03%, dan siswa yang mendapatkan interval 61 - 69 adalah 2 siswa dengan peresentase 5,41%, siswa yang mendapat nilai pada interval ≥70 adalah 9 siswa dengan peresentase 24,32%. Dari hasil distribusi frekuensi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar pretest kelompok eksperimen 2 sebagian besar nilainya berada pada interval 43 - 51. Untuk memperjelas distribusi frekuensi skor pretest di atas, maka disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut: 87 Gambar 4.3 Grafik Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelompok Eksperimen 2 b. Posttest Untuk mengetahui perolehan posttest pada hasil belajar siswa kelas 3 kelompok eksperimen 2 perlu dilakukan interval terlebih dahulu. Untuk menghitung interval nilai siswa dapat menggunakan rumus: Interval = (Skor tertinggi - skor terendah)+1 Banyaknya Kategori (85 55) 1 = 5,16 = 5 6 Jadi berdasarkan perhitungan diatas diperoleh intervalnya adalah Interval = 5, maka hasil distribusi frekuensi skor posttest kelompok eksprimen 2 dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5 Hasil Belajar Posttest Siswa Kelas 3 Kelompok Eksperimen 2 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Hasil Belajar Posttest Interval 55-59 60-64 65-69 70-74 75-79 ≥80 Total Frekuensi 1 4 7 9 9 7 37 % 2,7 10,82 18,92 24,32 24,32 18,92 100 Sedangkan hasil belajar posttest yang diperoleh siswa kelompok eksperimen 2, berdasarkan pada tabel distribusi frekuensi di atas, bahwa 88 siswa dengan nilai interval 55 – 59 berada pada kategori kurang adalah 1 siswa dengan persentase 2,7%. Siswa yang mendapat nilai pada interval 60 – 64 adalah 4 siswa dengan persentase 10 ,81%. Siswa yang mendapat nilai pada interval 65 – 69 adalah 7 siswa dengan persentase 18,92%, siswa yang mendapatkan nilai pada interval 70 – 74 adalah 9 siswa dengan persentase 24,32%, dan siswa yang mendapatkan interval 75 - 79 adalah 9 siswa dengan presentase 24,32%, dan siswa yang mendapatkan nilai pada interval ≥80 adalah 7 dengan persentase 18,92%. Dari hasil distribusi frekuensi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar posttest kelompok eksperimen 2 sebagian besar nilainya berada pada interval 70 - 74 dan 75 - 79. Gambar 4.4 Grafik Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Kelompok Eksperimen 2 4.2 Deskripsi Komparasi Hasil Pengukuran Hasil Belajar Kelompok Eksperimen 1 dan Kelompok Eksperimen 2 Berdasarkan uraian di atas perlakuan pada kelas eksperimen 1 dan kelas ekperimen 2 menggunakan model yang berbeda yaitu TGT pada kelas eksperimen 1 dan STAD pada kelas eksperimen 2. Meskipun sintak kedua model tersebut hampir sama, tetapi pada kenyataannya untuk hasil belajar matematika siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga berbeda. Untuk hasil perbedaan pada kedua kelompok ini dapat dilihat pada tabel 4.6. 89 Tabel 4.6 Komparasi Hasil Pengukuran Hasil Belajar Kelompok Eksperimen1 dan Kelompok Eksperimen 2 Rerata Skor (Mean) Kelompok Tahap Pengukuran Eksperimen 1 59,17 76,53 Pretest Posttest Ekperimen 2 56,08 71,35 Keterangan Selisih Skor 3,09 5,18 Dari tabel di atas dapat dilihat tahap awal pada kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 skor rata-rata yang diperoleh siswa tahap pretest adalah 59,17 dan 56,08 dengan selisih 3,09, skor rata-rata yang diperoleh kelompok eksperimen 1 lebih unggul dibandingkan dengan kelompok eksperimen 2. Sedangkan perolehan skor rata-rata pada tahap posttest diperoleh siswa pada kelompok eksperimen 1 adalah 76,53 dan kelompok eksperimen 2 adalah 71,35 dengan selisih 5,18. Pada tahap posttest skor kelompok eksperimen 1 lebih unggul dari pada kelompok eksperimen 2. Gambar 4.3 Grafik Frekuensi Komparasi Skor Pretest-Posttest 4.3 Hasil Uji Perbedaan Rerata Hasil Belajar Dari hasil uji perbedaan rerata hasil belajar pada kelompok eksperimen 1 dan eksperimen 2 serta teknik analisis data akan dilakukan uji prasyarat dan uji hipotesis. Uji prasyarat yang dilakukan yaitu uji normalitas 90 data dan uji homogenitas variansi data. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui distribusi kenormalan data, sedangkan uji homogenitas digunakan untuk mengetahui tingkat kesetaraan data. Pengujian normalitas dan homogenitas data dilakukan dengan bantuan SPSS 16 for Windows. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data.. Uji ini dilakukan dengan melihat signifikansi pada Kolmogrov-Smirnov. Dengan asumsi, data berdistribusi normal jika nilai memiliki probabilitas (P) lebih besar dari 0,05. Perhitungan uji normalitas pada penelitian ini menggunakan SPSS 16.0. Berikut yaitu hasil uji normalitas hasil belajar posttest. Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Skor Pretest Dan Posttest Kelompok Eksperimen 1 Dan Kelompok Eksperimen 2 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova MODEL PRETEST Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. TGT .116 36 .200* .951 36 .111 STAD .131 37 .111 .956 37 .148 .124 36 .179 .946 36 .081 .136 37 .083 .951 37 .104 POSTTEST TGT STAD a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) uji Kolmogorov-Smirnov hasil pretest-posttest kelompok eksperimen 1 adalah 0,200 dan 0,179. Sedangkan hasil pretest-posttest kelompok eksperimen 2 adalah 0,111 dan 0,083. Oleh karena nilai signifikansi/probabilitas A symp.Sig. (2-tailed) data-data tersebut > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa persebaran data hasil pretest-posttest kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 berdistribusi normal. Sedangkan pengujian homogenitas digunakan untuk mengetahui sama tidaknya dua kelompok penelitian. Kriteria pengujian ini yakni jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka data dikatakan bahwa kedua 91 kelompok penelitian ini sama. Berikut hasil uji homogenitas soal posttest terhadap dua kelompok penelitian dengan menggunakan Test Of Homogeneity Of Variance. Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest Kelompok Eksperimen 1 Dan Kelompok Eksperimen 2 Test of Homogeneity of Variance Levene Statistic df1 df2 Sig. .322 1 71 .572 Based on Median .330 1 71 .568 Based on Median and with adjusted df .330 1 70.999 .568 Based on trimmed mean .305 1 71 .582 PRETEST Based on Mean Berdasarkan tabel 4.8 di atas diketahui bahwa hasil Test of Homogeneity of Variances signifikansi/probabilitas nilai pretest pada Based on Mean menunjukkan angka 0,572, probabilitas = 0,568, probabilitas Based on Median and with adjusted df = 0,568 dan probabilitas = 0,582. Oleh karena skor signifikansi/probabilitas > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa skor pretest kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 adalah homogen. Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest Kelompok Eksperimen 1 Dan Kelompok Eksperimen 2 Test of Homogeneity of Variance POSTTEST Based on Mean Based on Median Based on Median and with adjusted df Based on trimmed mean Levene Statistic df1 df2 Sig. 2.013 1 71 .160 1.671 1 71 .200 1.671 1 70.252 .200 1.925 1 71 .170 Sedangkan pada pengujian homogenitas posttest diketahui bahwa hasil Test of Homogeneity of Variances signifikansi/probabilitas nilai 92 pretest pada Based on Mean menunjukkan angka 0,160, probabilitas = 0,200, probabilitas Based on Median and with adjusted df = 0,200 dan probabilitas = 0,170 . Oleh karena skor signifikansi/probabilitas > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa skor posttest kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 adalah homogen atau sama. Berdasarkan hasil dari uji normalitas yang menunjukkan bahwa persebaran data pretest dan posttest pada kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 berdistribusi normal dan uji homogenitas pada kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 yang menunjukkan bahwa data pretest dan posttest homogen, maka dengan demikian uji prasyarat telah terpenuhi sehingga populasi data posttest tersebut dapat dikenakan untuk uji t (uji beda rata-rata) sebagai acuan menguji hipotesis yaitu ada/tidak perbedaan rata-rata nilai posttest yang signifikan antara kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2. Di bawah ini disajikan hasil uji t (uji beda rata-rata) kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 pada SD di Gugus Jaka Tingkir Salatiga. 93 Tabel 4.10 Ringkasan Hasil Uji T Test Kelompok Eksperimen 1 Dan Kelompok Eksperimen 2 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Sig. t-test for Equality of Means T Df Sig. Mean Std. Error 95% (2-tailed) Difference Difference Confidence Interval of the Difference Lower Upper NILAI Equal 2.013 .160 2.648 variances assumed Equal variances not assumed 71 2.642 68.054 .010 5.312 2.006 1.312 9.311 .010 5.312 2.011 1.299 9.324 Analisis uji beda t-test menggunakan equal variances assumed (asumsi varian sama). Dari tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa nilai t hitung adalah 2,648 dengan sig. (2-tailed) 0,010 dan df sebesar 71 sehingga didapat t tabel 1,993. Nilai probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima dapat dikatakan juga bahwa terdapat perbedaan pada hasil posttest kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2. 4.4 Hasil Uji Hipotesis Hasil uji t (uji beda rata-rata) terhadap nilai posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dijadikan acuan untuk menguji hipotesis. Hipotesis yang telah dirumuskan adalah sebagai berikut. H0 : Tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD ditinjau dari 94 hasil belajar Matematika siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga. Ha : Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD ditinjau dari hasil belajar Matematika siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga Berdasarkan uji t (uji beda rata-rata) yang telah dilakukan terhadap nilai posttest kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2, diperoleh hasil yaitu nilai t-test sebesar 2,648 dengan sig. (2-tailed) 0,010. Karena angka signifikansi/probabilitas menunjukkan nilainya < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima yaitu ada perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD ditinjau dari hasil belajar Matematika siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga. 4.5 Pembahasan Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga yang terdiri dari SDN Tingkir Lor 02 Salatiga dan SDN Tingkir Lor 01 kelas 3 sebagai kelompok eksperimen 1 dengan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TGT, SDN Tingkir Lor 02 Salatiga dan SDN Tingkir Tengah 01 salatiga sebagai kelompok eksperimen 2 dengan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran STAD berjalan lancar sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Dalam pelaksanaan penelitian pada kedua kelompok penelitian guru sudah melaksanakan sintak pembelajaran dengan runtut. Seperti yang tercantum pada BAB I yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan yang signifikan hasil belajar Matematika kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga dalam pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe TGT dan STAD. Hasil uji hipotesis menggunakan uji t seperti telah dilakukan terhadap nilai posttest kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 diperoleh hasil signifikansi/probabilitas 0,010 atau < 0,05, oleh karena 95 probabilitas lebih kecil dari nilai Alpha, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan pada siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran TGT dan STAD. Pada pemberian perlakukan dimana terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan pada siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran TGT dan STAD dapat dilihat pada hasil rerata dari dua sampel yaitu 76,53 dan 71,35. Artinya bahwa ada perbedaan rerata hasil belajar yang signifikan yang menunjukkan bahwa model pembelajaran TGT memberikan dampak lebih tinggi daripada model pembelajaran STAD. Keampuhan model pembelajaran TGT berdampak lebihterhadap hasil belajar dibandingkan hasil belajar menggunakan model pembelajaran STAD. Model pembelajaran TGT memiliki beberapa kelebihan menurut Taniredja (2012) antara lain: a. Dalam kelas kooperatif siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya; b. Rasa percaya diri siswa menjadi tinggi; c. Perilaku mengganggu terhadap siswa lain menjadi lebih kecil; c. Motivasi belajar siswa bertambah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdus Salam, Anwar Hossain, dan Shahidur Rahman (2015) membuktikan bahwa model pembelajaran tipe TGT lebih baik daripada model pembelajaran konvensional ini didasarkan pada nilai rerata posttest TGT 24,56 sedangkan model pembelajaran konvensional atau ceramah hanya 9,65. Andani Putri Pambudi dan Siswandari (2014) dalam penelitiannya membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif model pembelajaran tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar akuntansi dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT menciptakan pembelajaran yang mempunyai karakteristik aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dengan adanya permainan atau turnamen yang dapat 96 memacu semangat kompetisi para siswa, sedangkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD juga menciptakan pembelajaran yang aktif, namun siswa cenderung kurang tertarik dengan kuis individual yang menuntut para siswa mengerjakan soal tanpa bantuan teman satu kelompok. Muhammad Mahmud Afandi (2014) berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa, sehingga pembelajaran TGT berbantu Domino Matematika (DOMAT) berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika pada materi operasi hitung campuran, FPB, dan KPK siswa kelas VI SD Negeri Gugus Dahlia desa Dadapayam semester ganjil tahun pelajaran 2012/2015. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen 66,94, sedangkan rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol 62,59 dengan nilai signifikasi 0,023<0,05. Rata- rata hasil belajar matematika siswa kelas eksperime'n lebih baik dari kelas kontrol. Mei Utami (2013) penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran TGT dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional dengan perhitung t hit = 10,374 > ttab = 2,003. Rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok yang dibelajarkan dengan model pembelajaran TGT menunjukkan hasil lebih tinggi dari pada model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif model pembelajaran TGT terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V. Putu Enny R., I Made Candiasa dan I Made Kirna (2013) membuktikan bahwa model pembelajaran tipe TGT memiliki pengaruh yang cukup baik dalam meningkatkan prestasi belajar matematika tiap-tiap siswa atau peserta didik. Penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh N.D. Muldayanti (2013) yang membuktikan bahwa model pembelajaran TGT lebih efektif daripada model pembelajatran tipe STAD, hal tersebut berdasarkan pada tingkat keaktifan, berfikir secara bebas dan 97 terbuka, bekerja atas prakarsa sendiri pada tiap-tiap individu, sedangkan pada model pembelajaran tipe STAD hanya murid yang berkemampuan lebih tinggi yang lebih aktif. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil peneliti yang dilakukan oleh Hariyuwati (2011) berdasarkan penelitian yang dilaksanakan melalui penelitian tindakan kelas dengan pembelajaran kooperatif model STAD, model pembelajaran tipe tersebut dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas. Peningkatan hasil belajar matematika tersebut dapat dilihat dari kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2. Peningkatan nilai rata-rata juga diikuti dengan meningkatnya prosentase ketuntasan siswa dari kondisi awal 18,18% , siklus 1 menjadi 45%, dan siklus 2 menjadi 95%. Selain peningkatan nilai rata-rata dan prosentase ketuntasan siswa, pembelajaran kooperatif model STAD dapat meningkatkan ketrampilan siswa. Dian Eki Purwanti (2013) membuktikan model pembelajaran tipe STAD lebih baik dibandingkan model pembelajaran tipe TGT, yang didasarkan pada nilai rerata posttest STAD lebih tinggi yaitu 68,0506 sedangkan TGT hanya 58,2200. Tugiyo (2013) membuktikan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan yang dirumuskan adalah bahwa penggunaan model pembelajaran tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa hal ini dibuktikan oleh kenaikan hasil belajar matematika yang terdiri dari kenaikan presentase ketuntasan belajar matematika dari pra siklus 25%, siklus I naik menjadi 60%, dan siklus II naik menjadi 90%. Sumiyati (2012) Berdasarkan hasil analiis data dan pembahasan pada penelitiannya, disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan meggunakan model pembelajaran koopertif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang menjumlahkan da mengurangkan berbagai bentuk pecahan pada siswa kelas V SDN Timbang 01 Kecamatan Banyuputih Kabupaten Batang tahun pelajaran 2011/2014. Pada siklus I keberhasilan pembelajran 98 matematika dari jumlah siswa 17 anak yang tuntas adlah 64,71% yang belum tuntas adalah 11,76%. Annisa Ayurani (2012) membuktikan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil prestasi belajar siswa, ini didasarkan setelah menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dari Siklus I dan Siklus mengalami peningkatan. Dimana pada Siklus I banyak siswa yang mendapat nilai diatas 6 sebanyak 61,11% dan pada siklus II banyak siswa yang mendapat nilai diatas kriteria ketuntasan minimal sebanyak 72,22%. Berdasar penelitian terdahulu diatas, terdapat peneliti yang membuktikan bahwa model pembelajaran tipe TGT lebih baik daripada model pembelajaran tipe STAD dan ada pula peneliti yang membuktikan bahwa model pembelajaran tipe STAD lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran tipe TGT. Andani Putri Pambudi dan Siswandari (2014) dalam penelitiannya menyatakan hasil belajar menggunakan model pembelajaran tipe TGT lebih baik yaitu dengan nilai rerata sebesar 83,93 sedangkan STAD memiliki nilai rerata sebesar 77,33. Keberhasilan model pembelajaran tipe TGT dikarenakan oleh beberapa faktor dalam model tersebut antara lain bersifat aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan bagi siswa yang berdampak pada kemampuan siswa dalam berfikir secara kritis, kerjasama dalam pemecahan masalah, komunikatif antar siswa, dan sifat disiplin. Begitu pula penelitian yang dilakuan oleh Putu Enny R., I Made Candiasa, dan I Made Kirna (2013) yang membuktikan adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran tipe TGT terhadap hasil belajar siswa. Menurut peneliti terdahulu model pembelajaran tipe TGT ini berdampak pada tingkat keaktifan, melatih siswa untuk berfikir secara bebas dan terbuka dalam penyampaian pendapat, bekerja atas prakarsa sendiri pada tiap-tiap individu dalam kelompoknya. Dian Eki Purwanti (2013), melakukan penelitian dan membuktikan sebaliknya, menyatakan bahwa model pembelajaran tipe STAD dapat 99 meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan model pembelajaran tipe TGT. pada model pembelajaran tipe STAD memiliki nilai rerata lebih tinggi yaitu 68,0506 sedangkan TGT hanya 58,2200. Pada penelitiannya, faktor yang menyebabkan model pembelajaran tipe STAD lebih baik dibandingkan model pembelajaran tipe TGT karena pemberian motivasi belajar pada tiap siswa sehingga siswa lebih paham akan materi yang diajarkan. Berdasarkan hal tersebut Dian Eki Purwanti menyatakan bahwa model pembelajaran tipe STAD berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pada penelitian yang saya lakukan, hasil penelitian saya serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andani Putri Pambudi dan Siswandari (2014), Putu Enny R., I Made Candiasa, dan I Made Kirna (2013). Terdapat perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran tipe TGT yang lebih tinggi daripada menggunakan model pembelajaran tipe STAD yang disebabkan oleh karena dalam model pembelajaran TGT mengandung unsur kegembiraan dengan adanya permainan (game academic), dalam pemberian soal dikemas dalam bentuk permainan sehingga siswa tidak merasa jika dirinya sedang belajar. Selain itu adanya turnamen dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran TGT memberikan bagi tiap siswa untuk memberikan kontribusi skor pada kelompoknya sehingga siswa lebih termotivasi dalam belajar. Sedangkan model pembelajaran STAD lebih bersifat individual dalam pemberian kuis atau soal dan hal tersebut menyebabkan adanya dominasi siswa yang memiliki kemampuan lebih daripada siswa yang lain. Penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Nanik Dwi Nurhayati, Tri Redjeki, dan Yekti Kartikasari (2013). Keampuhan model pembelajaran tipe TGT dapat dilihat pada saat melaksanakan penelitian, keampuhan ini didasarkan pada peningkatan hasil belajar dari nilai pretest dan posttest karena pada model pembelajaran tipe TGT bertujuan agar siswa aktif, berfikir dan berpendapat dalam kegiatan kelompok. 100 4.6 Keterbatasan Penelitian Penelitian yang dilakukan pada SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga masih banyak kekurangan/keterbatasan yang mengakibatkan kurang sempurnanya penelitian ini. Sampel penelitian tidak dapat dilakukan secara random. Proses pemberian perlakuan untuk masing-masing kelompok eksperimen dilakukan secara terpisah berdasarkan SD.