BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan

advertisement
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan penelitian telah dilaksanakan di Gugus Jaka Tingkir
yang terletak di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga telah dibahas pada bab
sebelumnya. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas 3
SD di Gugus Jaka Tingkir Salatiga, dengan mengambil sampel penelitian
pada kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 sebagai SD inti dan SDN Tingkir Lor 01
dan SDN Tingkir Tengah 01 sebagai SD imbas. Variabel dalam penelitian
ini, yaitu variabel bebas yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan
STAD, variabel terikat yaitu hasil belajar matematika, dan variabel kovariat
yaitu pretest.
Pada BAB IV ini akan dijelaskan tentang hasil penelitian dan
pembahasan yang terdiri dari hasil penelitian pada pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran TGT
pada
kelompok eksperimen 1, hasil penelitian pada pembelajan matematika
dengan menggunakan model pembelajaran STAD
pada kelompok
eksperimen 2. Deskripsi komparasi hasil pengukuran, hasil uji beda
penelitian, hasil uji hipotesis, hasil pembahasan dan keterbatasan penelitian
akan dipaparkan secara lebih jelas pada uraian berikut ini.
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Implementasi Pembelajaran Matematika menggunakan Model
Kooperatif TGT sebagai Kelompok Eksperimen 1
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada kelas eksperimen 1 ini
terdiri dari dua kali pertemuan dengan masing-masing pertemuan selama 70
menit (2x2x35 Menit). Pada kelas eksperimen 1 terdiri dari siswa kelas 3
SDN Tingkir Lor 02 (SD inti) yang dibagi menjadi 2 kelas dan SDN Tingkir
Lor 01 (SD imbas). Mata pelajaran yang dipelajari adalah matematika
dengan materi bangun datar.
74
75
Pada pelaksanaan penelitian upaya-upaya untuk mengontrol
variabel di luar treatment meliputi 4 hal yaitu a) History (sejarah), yaitu
pengaruh guru dalam menerapkan treatment yaitu perlakuan dalam
menerapkan model TGT dan STAD dilakukan oleh guru/orang yang sama;
dalam hal ini pemberian perlakuan dilakukan oleh orang yang sama sudah
terpenuhi. b) Maturation (kematangan), menunjukkan kematangan
psikologi dan biologis anak sesuai dengan umurnya. Dari segi kematangan,
rata-rata kematangan mereka relatif homogen/sama dengan rata-rata umur
siswa adalah 9 tahun. c) Selection (seleksi), dalam pemilihan anggota
kelompok dilakukan secara heterogen. Pembentukan kelompok dilakukan
berdasarkan nilai yang diperoleh siswa secara acak sesuai dengan tingkat
nilai yang diperoleh. d) Testing (prosedur test), soal pretest dan posttest
yang dibuat itu sama, tetapi penomoran berbeda. e) Possible regression and
interaction between selection, yaitu dalam pemilihan kelompok-kelompok
eksperimen sudah diseimbangkan dengan cara masing-masing kelompok,
apabila skor pretest ada yang menonjol paling tinggi dan paling rendah,
maka penyeimbangan dilakukan dengan cara mengeluarkan siswa tersebut
dari kelompok.
Pada implementasi menggunakan model kooperatif tipe TGT di
kelas 3 SDN Tingkir Lor 02, pertemuan pertama dan kedua dilaksanakan
pada hari Selasa, 22 Maret 2016 dan Selasa 30 Maret 2016 jam ke 1-2
yang dilakukan di ruang kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 yang diikuti seluruh
siswa. Dalam memberikan perlakuan peneliti melakukan sendiri sedangkan
yang mengamati oleh Tri Umi H., sebagai guru kelas 3. Sedangkan
implementasi pembelajaran di SDN Tingkir Lor 01 pada kelas 3 dengan
menggunakan model kooperatif tipe TGT dilaksanakan pada hari Senin, 21
Maret 2016 jam ke1-2 dan hari selasa, 22 Maret 2016 jam ke 7-8. Pada
pertemuan pertama dan kedua diikuti oleh seluruh siswa. Dalam
memberikan perlakuan peneliti melakukan sendiri sedangkan yang
mengamati oleh M. Anas Maarif sebagai guru kelas 3.
76
4.1.1.1 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Mata Pelajaran Matematika
a. Pertemuan Pertama
Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai guru menyiapkan
peralatan
yang
akan
dibutuhkan
dalam
pembelajaran,
seperti
pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa, alat peraga, buku
pelajaran dan ruang untuk proses belajar mengajar. Materi pembelajaran
pada
pertemuan
pertama
ini
adalah
bangun
datar
dengan
langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, terlebih dahulu siswa
diberikan lembar pretest untuk dikerjakan secara individu oleh semua
siswa. Kemudian guru menjelaskan materi tentang bangun datar
melalui media gambar. Guru mengidentifikasi siswa berdasarkan
kemampuan akademiknya, setelah itu guru membagi siswa menjadi 5
kelompok heterogen.
Berdasarkan hasil observasi, tingkat keterlaksanaan aktivitas
guru dan siswa pada pertemuan pertama yang dilakukan di kelas 3 SDN
Tingkir Lor 02 mencapai 100% dari 5 poin kegiatan. Begitu pula tingkat
keterlaksanaan aktivitas guru dan siswa di kelas 5 SDN Tingkir Lor 01
mencapai 100% dari 5 poin kegiatan. Artinya semua aspek aktivitas guru
dan siswa pada pertemuan pertama telah dilaksanakan. Keterangan lebih
rinci mengenai hasil observasi proses pembelajaran dapat dilihat pada
lampiran 11.
b. Pertemuan kedua
Pada pertemuan kedua guru menjelaskan kembali bangun datar.
Guru memberikan instruksi kepada siswa untuk berkumpul dengan
kelompok masing-masing yang telah dibuat pada pertemuan pertama.
guru memberikan pengarahan tentang permainan yang akan dilakukan.
Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan secara rebutan dan mencatat
jawaban tiap kelompok serta memberikan penilaian kelompok.
Kemudian guru merekap skor dalam kelompok dan memberikan
penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi.
77
Kemudian guru menanamkan konsep materi atau menjelaskan
kembali tentang materi bangun datar. Kemudian guru bersama siswa
melakukan tanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui. Guru
bersama siswa membuat kesimpulan tentang materi yang telah diajarkan.
Dalam kegiatan akhir pembelajaran guru memberikan penguatan serta
membagikan tes posttest untuk dikerjakan secara individu dan guru
mengawasi jalannya posttest.
Dari observasi yang telah dilakukan, diperoleh hasil dari
penerapan pelaksanaan sintak model pembelajaran TGT guru dan siswa
dalam pembelajaran matematika di kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 dan SDN
Tingkir Lor 01 mencapai 100% yang artinya dari 11 poin aktivitas
pembelajaran matematika yang dilakukan guru dan siswa terlaksana
semua dari pertemuan pertama sampai pertemuan kedua. Keterangan
lebih lanjut tentang hasil observasi guru dan siswa dapat dilihat pada
lampiran 11.
4.1.1.2 Tingkat Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD pada Kelompok
Eksperimen 1
Deskripsi hasil belajar matematika dengan materi bangun datar
siswa kelas 3 di SDN Tingkir Lor 02 Salatiga dan SDN Tingkir Lor 02
Salatiga sebagai kelompok eksperimen 1 dengan menggunakan model
pembelajaran TGT melalui pretest dan posttest dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Descriptive Statistics
TGT
N
Minimum Maximum Mean Std. Deviation
pretest_eksperimen 1
36
40
85
59,17
12,335
posttest_eksperimen 1
36
50
95
76,53
9,321
Valid N (listwise)
36
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai minimal dan maksimal pretest
kelompok eksperimen 1 adalah 40 dan 85.Sedangkan nilai rata-rata yang
diperoleh adalah 59,17, dan untuk hasil posttest kelompok eksperimen 1
78
nilai minimal sebesar 50, dan nilai maksimal sebesar 95, untuk nilai
rata-rata diperoleh 76,53.
4.1.1.3 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD pada
Kelompok Eksperimen 1
Dalam distribusi frekuensi hasil belajar ini dibahas tentang data
mentah hasil belajar siswa kelas 3 pada kelompok eksperimen 1 yang
diperoleh dari skor hasil evaluasi pretest dan posttest yang telah dilakukan
oleh peneliti pada kelas ekperimen 1 yang dideskripsikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi data berkelompok. Tujuannya agar data-data
hasil belajar itu dapat dipaparkan dengan baik dan disimpulkan secara
mudah, biasanya ditampilkan dalam bentuk diagram garis. Untuk
mengetahui distribusi frekuensi perlu dilakukan kategori. Cara untuk
menentukan kategori menggunakan rumus:
K= 1+ 3,3 log n
= 1+ 3,3.log36
= 1+3,3. 1,556303
= 6,13579825 = 6
a. Pretest
Untuk mengetahui perolehan pretest pada hasil belajar siswa
kelas 3 kelompok eksperimen 1, perlu dilakukan interval terlebih dahulu.
Untuk menghitung interval nilai siswa dapat menggunakan rumus:
Interval =(Skor tertinggi- skor terendah)+1
Banyaknya Kategori
(85  40 )  1
= 7,66 = 8
6
Jadi berdasarkan perhitungan diatas diperoleh intervalnya adalah
Interval =
8, maka hasil distribusi frekuensi skor pretest kelompok eksprimen 1
dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:
79
Tabel 4.2.
Hasil Belajar Pretest Siswa Kelas 3
Kelompok Eksperimen 1
No
1
2
3
4
5
6
Hasil Belajar
Pretest
Interval
40-46
47-54
55-62
63-70
71-78
≥79
Total
Frekuensi
8
3
10
11
2
2
36
%
22,22
8,33
27,78
30,55
5,56
5,56
100
Berdasarkan pada tabel di atas, diketahui hasil belajar pretest
siswa kelas 3 pada kelompok eksperimen 1, siswa yang mendapat nilai
pada interval 40 – 46 adalah 8 siswa dengan persentase 22,22%. Siswa
yang mendapat nilai pada interval 47 – 54 adalah 3 siswa dengan
persentase 8,33%. Siswa yang mendapat nilai pada interval 55 – 62
adalah 10 siswa dengan persentase 27,78%,siswa yang mendapat nilai
dengan interval 63-70 adalah 11 siswa dengan persentase 30,55%, siswa
yang mendapatkan nilai pada interval 71– 78 adalah 2 siswa dengan
persentase 5,56%, dan siswa yang mendapatkan interval ≥79 adalah 2
siswa dengan peresentase 5,56%. Dari hasil distribusi frekuensi di atas
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar pretest kelas 3 kelompok
eksperimen 1, sebagian besar nilainya berada pada interval 63-70. Untuk
memperjelas distribusi frekuensi skor pretest di atas, maka disajikan
dalam bentuk grafik sebagai berikut:
80
Gambar 4.1
Grafik Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelompok Eksperimen 1
b. Posttest
Untuk mengetahui perolehan posttest pada hasil belajar siswa
kelas 3 kelompok eksperimen 1, perlu dilakukan interval terlebih dahulu.
Untuk menghitung interval nilai siswa dapat menggunakan rumus:
Interval =(Skor tertinggi- skor terendah)+1
Banyaknya Kategori
(95  50)  1
= 7,66 = 8
6
Jadi berdasarkan perhitungan diatas diperoleh intervalnya adalah
Interval =
8, maka hasil distribusi frekuensi skor posttest kelompok eksprimen 1
dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3.
Hasil Belajar Posttest Siswa Kelas 3
Kelompok Eksperimen 1
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Hasil Belajar
Posttest
Interval
58-65
66-73
74-81
82-89
90-97
Total
Frekuensi
8
5
12
7
4
36
%
22,22
13,90
33,33
19,44
11,11
100
Sedangkan hasil belajar posttest yang diperoleh siswa kelas 3
kelompok ekperimen 1, berdasarkan pada tabel distribusi frekuensi di atas,
siswa yang mendapat nilai pada interval 58 – 65 adalah 8 siswa dengan
81
persentase 22,22%. Siswa yang mendapat nilai pada interval 66 – 73 adalah
5 siswa dengan persentase 13,90 %, siswa yang mendapatkan nilai pada
interval 74-81 adalah 12 siswa dengan persentase 33,33%, siswa yang
mendapatkan interval 82-89 adalah 7 siswa dengan presentase 19,44% dan
siswa yang mendapat nilai pada interval 90-97 ada 4 siswa dengan
persentase 11,11%. Dari hasil distribusi frekuensi di atas dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar posttest kelas 3 pada kelompok eksperimen 1, sebagian
besar berada pada interval 74-81. Untuk memperjelas distribusi frekuensi
skor pretest dan posttest di atas, maka disajikan dalam bentuk grafik sebagai
berikut:
Gambar 4.2
Grafik Distribusi FrekuensiNilai Posttest Kelompok Eksperimen 1
4.1.2 Hasil Implementasi Pembelajaran Matematika Menggunakan Model
Kooperatif STAD Sebagai Kelompok Eksperimen 2
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada kelas eksperimen 2 ini
terdiri dari dua kali pertemuan dengan masing-masing pertemuan selama 70
menit (2x2x35 Menit). Pada kelas eksperimen 2 terdiri dari siswa kelas 3
SDN Tingkir Lor 02 (SD inti) yang dibagi menjadi 2 kelas dan SDN Tingkir
Tengah 01 (SD imbas). Mata pelajaran yang dipelajari adalah matematika
dengan materi bangun datar.
82
Seperti yang sudah dipaparkan di bagian sebelumnya upaya-upaya
untuk mengontrol variabel di luar treatment meliputi 4 hal yaitu a) History
(sejarah), yaitu pengaruh guru dalam menerapkan treatment. Yaitu
perlakuan dalam menerapkan model TGT dan STAD dilakukan oleh
guru/orang yang sama; dalam hal ini pemberian perlakuan dilakukan oleh
orang yang sama sudah terpenuhi. b) Maturation (kematangan),
menunjukkan kematangan psikologi dan biologis anak sesuai dengan
umurnya. Dari segi kematangan, rata-rata kematangan mereka relatif
homogen/sama dengan rata-rata umur siswa adalah 9 tahun. c) Testing
(prosedur test), soal pretest dan posttest yang dibuat itu sama, tetapi
penomoran dan pengkalimatan dibuat berbeda. d) Possible regression and
interaction between selection, yaitu dalam pemilihan kelompok-kelompok
eksperimen sudah diseimbangkan dengan cara masing-masing kelompok,
apabila skor pretest ada yang menonjol paling tinggi dan paling rendah,
maka penyeimbangan dilakukan dengan cara mengeluarkan siswa tersebut
dari kelompok.
Pada implementasi menggunakan model kooperatif tipe STAD di
kelas 3 SDN Tingkir Lor 02, pertemuan pertama dan kedua dilaksanakan
pada hari Selasa, 22 Maret 2016 dan Selasa 30 Maret 2016 jam ke 1-2
yang dilakukan di ruang kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 yang diikuti seluruh
siswa. Dalam memberikan perlakuan peneliti dibantuoleh Devi Susanti
sedangkan yang mengamati oleh Sri Haryanti sebagai guru kelas 3.
Sedangkan implementasi pembelajaran di SDN Tingkir Tengah 01 pada
kelas 3 dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dilaksanakan
pada hari Senin, 21 Maret 2016 dan selasa, 22 Maret 2016 jam ke 4-5. Pada
pertemuan pertama diikuti oleh seluruh siswa sedangkan pertemuan kedua
diikuti seluruh siswa. Dalam memberikan perlakuan peneliti peneliti
dibantu oleh Melania Dina Cahyaningtyas pada pertemuan pertama dan
pada pertemuan kedua oleh Devi Susanti sedangkan yang mengamati oleh
Ruth Sri Rahayu N. sebagai guru kelas 3.
83
4.1.2.1 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Mata Pelajaran Matematika
a. Pertemuan Pertama
Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai guru menyiapkan
peralatan
yang
akan
dibutuhkan
dalam
pembelajaran,
seperti
pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa, alat peraga, buku
pelajaran dan ruang untuk proses belajar mengajar. Materi pembelajaran
pada
pertemuan
pertama
ini
adalah
bangun
datar
dengan
langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, terlebih dahulu siswa
diberikan lembar pretest untuk dikerjakan, guru mengawasi jalannya
pretest. Kemudian guru menyampaikan skenario pembelajaran dan
menyampaikan tugas-tugas yang akan dikerjakan siswa.Setelah itu guru
mengidentifikasi
kondidisi
kemampuan
akademik
siswa
dalam
membentuk kelompok heterogen. Guru menjelaskan materi bangun datar
secara garis besar, siswa memperhatikan penjelasan guru.
Berdasarkan hasil observasi, tingkat keterlaksanaan aktivitas
guru dan siswa pada pertemuan pertama yang dilakukan di kelas 3 SDN
Tingkir Lor 02 mencapai 100% dari 5 poin kegiatan. Begitu pula tingkat
keterlaksanaan aktivitas guru dan siswa di kelas 5 SDN Tingkir Tengah
01 mencapai 100% dari 5 poin kegiatan. Artinya semua aspek aktivitas
guru dan siswa pada pertemuan pertama telah dilaksanakan. Keterangan
lebih rinci mengenai hasil observasi proses pembelajaran dapat dilihat
pada lampiran 11.
b. Pertemuan kedua
Guru membagikan materi secara lengkap untuk dibaca oleh
siswa. Kemudian guru menginstruksi siswa untuk berkumpul dengan
kelompok masing-masing yang telah dibuat pada pertemuan pertama.
Guru memberikan pengarahan tentang permainan yang akan dilakukan.
Guru memberikan membagikan LKS untuk seluruh siswa serta
menjelaskan panduan dalam mengerjakannya. Setelah LKS dikerjakan
84
guru menghitung masing-masing skor kelompok. Skor tertinggi yang
diperoleh kelompok mendapat penghargaan dari guru, ketua kelompok
dengan skor tertinggi maju untuk mendapat penghargaan dari guru.
Guru menanamkan konsep materi atau menjelaskan kembali
tentang materi bangun datar. Kemudian guru bersama siswa melakukan
tanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui. Guru bersama siswa
membuat kesimpulan tentang materi yang telah diajarkan. Dalam
kegiatan akhir pembelajaran guru memberikan penguatan serta
membagikan
posttest untuk dikerjakan secara individu dan guru
mengawasi jalannya posttest.
4.1.2.2 Tingkat Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD pada Kelompok
Eksperimen 2
Dari observasi yang telah dilakukan, diperoleh hasil dari penerapan
pelaksanaan sintak model pembelajaran STAD
guru dan siswa dalam
pembelajaran matematika di kelas 3 SDN Tingkir Lor 02 dan SDN Tingkir
Tengah 01 mencapai 100% yang artinya dari 11 poin aktivitas pembelajaran
matematika yang dilakukan guru dan siswa terlaksana semua dari
pertemuan pertama sampai pertemuan kedua. Keterangan lebih lanjut
tentang hasil observasi guru dan siswa dapat dilihat pada lampiran 11.
Tabel 4.4
Descriptive Statistics
N
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
pretest_eksperimen 2
37
25
80
56,08
12,809
posttest_eksperimen 2
37
55
85
71,35
7,875
Valid N (listwise)
37
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai minimal dan maksimal pretest
kelompok eksperimen 2 adalah 25 dan 80. Sedangkan nilai rata-rata yang
diperoleh adalah 56,08, dan untuk hasil posttest kelompok eksperimen 2
nilai minimal sebesar 55, dan nilai maksimal sebesar 85, untuk nilai
rata-rata diperoleh 71,35.
85
4.1.2.3 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD pada
Kelompok Eksperimen 2
Dalam distribusi frekuensi hasil belajar ini dibahas tentang data
mentah hasil belajar siswa kelas 3 kelompok eksperimen 2 yang diperoleh
dari skor hasil evaluasi pretest dan posttest yang telah dilakukan oleh
peneliti pada kelas ekperimen 2 yang dideskripsikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi data berkelompok. Tujuannya agar data-data hasil
belajar itu dapat dipaparkan dengan baik dan disimpulkan secara mudah,
biasanya ditampilkan dalam bentuk diagram garis. Untuk mengetahui
distribusi frekuensi perlu dilakukan kategori. Cara untuk menentukan
kategori menggunakan rumus:
K= 1+ 3,3 log n
= 1+ 3,3.log37
= 1+3,3. 1,56
=6,17
=6
a. Pretest
Untuk mengetahui perolehan pretest pada hasil belajar siswa
kelas 3 kelompok eksperimen 2, perlu dilakukan interval terlebih dahulu.
Untuk menghitung interval nilai siswa dapat menggunakan rumus:
Interval = (Skor tertinggi- skor terendah)+1
Banyaknya Kategori
(80  25)  1
= 9,33 = 9
6
Jadi berdasarkan perhitungan diatas diperoleh intervalnya adalah
Interval =
9, maka hasil distribusi frekuensi skor pretest kelompok eksprimen 2
dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:
86
Tabel 4.4
Hasil Belajar Pretest Siswa Kelas 3
Kelompok Eksperimen 2
No
1
2
3
4
5
6
Hasil Belajar
Pretest
Interval
25 – 33
34-42
43-51
52-60
61-69
≥70
Total
Frekuensi
1
3
12
10
2
9
37
%
2,7
8,11
32,43
27,03
5,41
24,32
100
Berdasarkan pada tabel di atas, diketahui hasil belajar pretest
siswa kelompok eksperimen 2, siswa yang mendapat nilai pada interval
25 - 33 adalah 1 siswa dengan persentase 2,7%. Siswa yang mendapat
nilai pada interval 34 - 42 adalah 3 siswa dengan persentase 8,11%.
Siswa yang mendapat nilai pada interval 43-51 adalah 12 siswa dengan
persentase 32,43%, siswa yang mendapatkan nilai pada interval 52 - 60
adalah 10 siswa dengan persentase 27,03%, dan siswa yang
mendapatkan interval 61 - 69 adalah 2 siswa dengan peresentase 5,41%,
siswa yang mendapat nilai pada interval ≥70 adalah 9 siswa dengan
peresentase 24,32%. Dari hasil distribusi frekuensi di atas dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar pretest kelompok eksperimen 2
sebagian besar nilainya berada pada interval 43 - 51. Untuk memperjelas
distribusi frekuensi skor pretest di atas, maka disajikan dalam bentuk
grafik sebagai berikut:
87
Gambar 4.3
Grafik Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelompok Eksperimen 2
b. Posttest
Untuk mengetahui perolehan posttest pada hasil belajar siswa
kelas 3 kelompok eksperimen 2 perlu dilakukan interval terlebih dahulu.
Untuk menghitung interval nilai siswa dapat menggunakan rumus:
Interval = (Skor tertinggi - skor terendah)+1
Banyaknya Kategori
(85  55)  1
= 5,16 = 5
6
Jadi berdasarkan perhitungan diatas diperoleh intervalnya adalah
Interval =
5, maka hasil distribusi frekuensi skor posttest kelompok eksprimen 2
dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5
Hasil Belajar Posttest Siswa Kelas 3
Kelompok Eksperimen 2
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Hasil Belajar
Posttest
Interval
55-59
60-64
65-69
70-74
75-79
≥80
Total
Frekuensi
1
4
7
9
9
7
37
%
2,7
10,82
18,92
24,32
24,32
18,92
100
Sedangkan hasil belajar posttest yang diperoleh siswa kelompok
eksperimen 2, berdasarkan pada tabel distribusi frekuensi di atas, bahwa
88
siswa dengan nilai interval 55 – 59 berada pada kategori kurang
adalah 1 siswa dengan persentase 2,7%. Siswa yang mendapat nilai pada
interval 60 – 64 adalah 4 siswa dengan persentase 10 ,81%. Siswa yang
mendapat nilai pada interval 65 – 69 adalah 7 siswa dengan persentase
18,92%, siswa yang mendapatkan nilai pada interval 70 – 74 adalah 9
siswa dengan persentase 24,32%, dan siswa yang mendapatkan interval
75 - 79 adalah 9 siswa dengan presentase 24,32%, dan siswa yang
mendapatkan nilai pada interval ≥80 adalah 7 dengan persentase 18,92%.
Dari hasil distribusi frekuensi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar posttest kelompok eksperimen 2 sebagian besar nilainya berada
pada interval 70 - 74 dan 75 - 79.
Gambar 4.4
Grafik Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Kelompok Eksperimen 2
4.2
Deskripsi Komparasi Hasil Pengukuran Hasil Belajar Kelompok
Eksperimen 1 dan Kelompok Eksperimen 2
Berdasarkan uraian di atas perlakuan pada kelas eksperimen 1 dan
kelas ekperimen 2 menggunakan model yang berbeda yaitu TGT pada kelas
eksperimen 1 dan STAD pada kelas eksperimen 2. Meskipun sintak kedua
model tersebut hampir sama, tetapi pada kenyataannya untuk hasil belajar
matematika siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga berbeda. Untuk
hasil perbedaan pada kedua kelompok ini dapat dilihat pada tabel 4.6.
89
Tabel 4.6
Komparasi Hasil Pengukuran Hasil Belajar
Kelompok Eksperimen1 dan Kelompok Eksperimen 2
Rerata Skor (Mean)
Kelompok
Tahap
Pengukuran
Eksperimen 1
59,17
76,53
Pretest
Posttest
Ekperimen 2
56,08
71,35
Keterangan
Selisih Skor
3,09
5,18
Dari tabel di atas dapat dilihat tahap awal pada kelompok
eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 skor rata-rata yang diperoleh
siswa tahap pretest adalah 59,17 dan 56,08 dengan selisih 3,09, skor
rata-rata yang diperoleh kelompok eksperimen 1 lebih unggul dibandingkan
dengan kelompok eksperimen 2. Sedangkan perolehan skor rata-rata pada
tahap posttest diperoleh siswa pada kelompok eksperimen 1 adalah 76,53
dan kelompok eksperimen 2 adalah 71,35 dengan selisih 5,18. Pada tahap
posttest skor kelompok eksperimen 1 lebih unggul dari pada kelompok
eksperimen 2.
Gambar 4.3
Grafik Frekuensi Komparasi Skor Pretest-Posttest
4.3
Hasil Uji Perbedaan Rerata Hasil Belajar
Dari hasil uji perbedaan rerata hasil belajar pada kelompok
eksperimen 1 dan eksperimen 2 serta teknik analisis data akan dilakukan uji
prasyarat dan uji hipotesis. Uji prasyarat yang dilakukan yaitu uji normalitas
90
data dan uji homogenitas variansi data. Uji normalitas digunakan untuk
mengetahui distribusi kenormalan data, sedangkan uji homogenitas
digunakan untuk mengetahui tingkat kesetaraan data. Pengujian normalitas
dan homogenitas data dilakukan dengan bantuan SPSS 16 for Windows.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya
distribusi data.. Uji ini dilakukan dengan melihat signifikansi pada
Kolmogrov-Smirnov. Dengan asumsi, data berdistribusi normal jika nilai
memiliki probabilitas (P) lebih besar dari 0,05. Perhitungan uji normalitas
pada penelitian ini menggunakan SPSS 16.0. Berikut yaitu hasil uji
normalitas hasil belajar posttest.
Tabel 4.7
Hasil Uji Normalitas Skor Pretest Dan Posttest
Kelompok Eksperimen 1 Dan Kelompok Eksperimen 2
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
MODEL
PRETEST
Shapiro-Wilk
Statistic
Df
Sig.
Statistic
Df
Sig.
TGT
.116
36
.200*
.951
36
.111
STAD
.131
37
.111
.956
37
.148
.124
36
.179
.946
36
.081
.136
37
.083
.951
37
.104
POSTTEST TGT
STAD
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa nilai Asymp. Sig.
(2-tailed) uji Kolmogorov-Smirnov hasil pretest-posttest kelompok
eksperimen 1 adalah 0,200 dan 0,179. Sedangkan hasil pretest-posttest
kelompok eksperimen 2 adalah 0,111 dan 0,083. Oleh karena nilai
signifikansi/probabilitas A symp.Sig. (2-tailed) data-data tersebut > 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa persebaran data hasil pretest-posttest
kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 berdistribusi normal.
Sedangkan pengujian homogenitas digunakan untuk mengetahui
sama tidaknya dua kelompok penelitian. Kriteria pengujian ini yakni jika
nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka data dikatakan bahwa kedua
91
kelompok penelitian ini sama. Berikut hasil uji homogenitas soal posttest
terhadap dua kelompok penelitian dengan menggunakan Test Of
Homogeneity Of Variance.
Tabel 4.8
Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest
Kelompok Eksperimen 1 Dan Kelompok Eksperimen 2
Test of Homogeneity of Variance
Levene
Statistic
df1
df2
Sig.
.322
1
71
.572
Based on Median
.330
1
71
.568
Based on Median and with
adjusted df
.330
1
70.999
.568
Based on trimmed mean
.305
1
71
.582
PRETEST Based on Mean
Berdasarkan tabel 4.8 di atas diketahui bahwa hasil Test of
Homogeneity of Variances signifikansi/probabilitas nilai pretest pada Based
on Mean menunjukkan angka 0,572, probabilitas = 0,568, probabilitas
Based on Median and with adjusted df = 0,568 dan probabilitas = 0,582.
Oleh karena skor signifikansi/probabilitas > 0,05 maka dapat dikatakan
bahwa skor pretest kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2
adalah homogen.
Tabel 4.9
Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest
Kelompok Eksperimen 1 Dan Kelompok Eksperimen 2
Test of Homogeneity of Variance
POSTTEST Based on Mean
Based on Median
Based on Median and with
adjusted df
Based on trimmed mean
Levene
Statistic
df1
df2
Sig.
2.013
1
71
.160
1.671
1
71
.200
1.671
1
70.252
.200
1.925
1
71
.170
Sedangkan pada pengujian homogenitas posttest diketahui bahwa
hasil Test of Homogeneity of Variances signifikansi/probabilitas nilai
92
pretest pada Based on Mean menunjukkan angka 0,160, probabilitas =
0,200, probabilitas Based on Median and with adjusted df = 0,200 dan
probabilitas = 0,170 . Oleh karena skor signifikansi/probabilitas > 0,05
maka dapat dikatakan bahwa skor posttest kelompok eksperimen 1 dan
kelompok eksperimen 2 adalah homogen atau sama.
Berdasarkan hasil dari uji normalitas yang menunjukkan bahwa
persebaran data pretest dan posttest pada kelompok eksperimen 1 dan
kelompok eksperimen 2 berdistribusi normal dan uji homogenitas pada
kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 yang menunjukkan
bahwa data pretest dan posttest homogen, maka dengan demikian uji
prasyarat telah terpenuhi sehingga populasi data posttest tersebut dapat
dikenakan untuk uji t (uji beda rata-rata) sebagai acuan menguji hipotesis
yaitu ada/tidak perbedaan rata-rata nilai posttest yang signifikan antara
kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2.
Di bawah ini disajikan hasil uji t (uji beda rata-rata) kelompok
eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 pada SD di Gugus Jaka Tingkir
Salatiga.
93
Tabel 4.10
Ringkasan Hasil Uji T Test
Kelompok Eksperimen 1 Dan Kelompok Eksperimen 2
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality
of
Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
T
Df
Sig.
Mean Std. Error
95%
(2-tailed) Difference Difference Confidence
Interval of
the
Difference
Lower Upper
NILAI Equal
2.013 .160 2.648
variances
assumed
Equal
variances
not
assumed
71
2.642 68.054
.010
5.312
2.006
1.312 9.311
.010
5.312
2.011
1.299 9.324
Analisis uji beda t-test menggunakan equal variances assumed
(asumsi varian sama). Dari tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa nilai t hitung
adalah 2,648 dengan sig. (2-tailed) 0,010 dan df sebesar 71 sehingga didapat
t tabel 1,993. Nilai probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima
dapat dikatakan juga bahwa terdapat perbedaan pada hasil posttest
kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2.
4.4 Hasil Uji Hipotesis
Hasil uji t (uji beda rata-rata) terhadap nilai posttest kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol dapat dijadikan acuan untuk menguji
hipotesis. Hipotesis yang telah dirumuskan adalah sebagai berikut.
H0 : Tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD ditinjau dari
94
hasil belajar Matematika siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir
Salatiga.
Ha : Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan dalam penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD ditinjau dari
hasil belajar Matematika siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir
Salatiga
Berdasarkan uji t (uji beda rata-rata) yang telah dilakukan terhadap
nilai posttest kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2,
diperoleh hasil yaitu nilai t-test sebesar 2,648 dengan sig. (2-tailed) 0,010.
Karena angka signifikansi/probabilitas menunjukkan nilainya < 0,05 maka
H0 ditolak dan Ha diterima yaitu ada perbedaan hasil belajar yang signifikan
dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD
ditinjau dari hasil belajar Matematika siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir
Salatiga.
4.5
Pembahasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga yang
terdiri dari SDN Tingkir Lor 02 Salatiga dan SDN Tingkir Lor 01 kelas 3
sebagai kelompok eksperimen 1 dengan melaksanakan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran TGT, SDN Tingkir Lor 02
Salatiga dan SDN Tingkir Tengah 01 salatiga sebagai kelompok
eksperimen 2 dengan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran STAD berjalan lancar sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran. Dalam pelaksanaan penelitian pada kedua
kelompok penelitian guru sudah melaksanakan sintak pembelajaran dengan
runtut. Seperti yang tercantum pada BAB I yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan yang signifikan hasil
belajar Matematika kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga dalam
pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe TGT dan STAD.
Hasil uji hipotesis menggunakan uji t seperti
telah dilakukan
terhadap nilai posttest kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2
diperoleh hasil signifikansi/probabilitas 0,010 atau < 0,05, oleh karena
95
probabilitas lebih kecil dari nilai Alpha, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan pada
siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga dalam pembelajaran
menggunakan model pembelajaran TGT dan STAD.
Pada pemberian perlakukan dimana terdapat perbedaan hasil belajar
matematika yang signifikan pada siswa kelas 3 SD Gugus Jaka Tingkir
Salatiga dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran TGT dan
STAD dapat dilihat pada hasil rerata dari dua sampel yaitu 76,53 dan 71,35.
Artinya bahwa ada perbedaan rerata hasil belajar yang signifikan yang
menunjukkan bahwa model pembelajaran TGT memberikan dampak lebih
tinggi
daripada
model
pembelajaran
STAD.
Keampuhan
model
pembelajaran TGT berdampak lebihterhadap hasil belajar dibandingkan
hasil
belajar
menggunakan
model
pembelajaran
STAD.
Model
pembelajaran TGT memiliki beberapa kelebihan menurut Taniredja (2012)
antara lain: a. Dalam kelas kooperatif siswa memiliki kebebasan untuk
berinteraksi dan menggunakan pendapatnya; b. Rasa percaya diri siswa
menjadi tinggi; c. Perilaku mengganggu terhadap siswa lain menjadi lebih
kecil; c. Motivasi belajar siswa bertambah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Abdus Salam, Anwar Hossain, dan Shahidur Rahman (2015) membuktikan
bahwa model pembelajaran tipe TGT lebih baik daripada model
pembelajaran konvensional ini didasarkan pada nilai rerata posttest TGT
24,56 sedangkan model pembelajaran konvensional atau ceramah hanya
9,65.
Andani Putri Pambudi dan Siswandari (2014) dalam penelitiannya
membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif model
pembelajaran tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar akuntansi
dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT menciptakan
pembelajaran yang mempunyai karakteristik aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan dengan adanya permainan atau turnamen yang dapat
96
memacu semangat kompetisi para siswa, sedangkan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD juga menciptakan pembelajaran yang
aktif, namun siswa cenderung kurang tertarik dengan kuis individual yang
menuntut para siswa mengerjakan soal tanpa bantuan teman satu kelompok.
Muhammad Mahmud Afandi (2014) berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa, sehingga
pembelajaran TGT berbantu Domino Matematika (DOMAT) berpengaruh
positif terhadap hasil belajar matematika pada materi operasi hitung
campuran, FPB, dan KPK siswa kelas VI SD Negeri Gugus Dahlia desa
Dadapayam semester ganjil tahun pelajaran 2012/2015. Hal ini dibuktikan
dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen 66,94,
sedangkan rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol 62,59 dengan nilai
signifikasi 0,023<0,05. Rata- rata hasil belajar matematika siswa kelas
eksperime'n lebih baik dari kelas kontrol.
Mei Utami (2013) penelitian yang dilakukannya menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang
dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran TGT dan kelompok
siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional dengan perhitung t hit = 10,374 > ttab = 2,003. Rata-rata skor
hasil belajar IPA kelompok yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
TGT menunjukkan hasil lebih tinggi dari pada model pembelajaran
konvensional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
positif model pembelajaran TGT terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas
V.
Putu Enny R., I Made Candiasa dan I Made Kirna
(2013)
membuktikan bahwa model pembelajaran tipe TGT memiliki pengaruh
yang cukup baik dalam meningkatkan prestasi belajar matematika tiap-tiap
siswa atau peserta didik. Penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh N.D. Muldayanti (2013) yang membuktikan bahwa model
pembelajaran TGT lebih efektif daripada model pembelajatran tipe STAD,
hal tersebut berdasarkan pada tingkat keaktifan, berfikir secara bebas dan
97
terbuka, bekerja atas prakarsa sendiri pada tiap-tiap individu, sedangkan
pada model pembelajaran tipe STAD hanya murid yang berkemampuan
lebih tinggi yang lebih aktif.
Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil peneliti yang
dilakukan
oleh
Hariyuwati
(2011)
berdasarkan
penelitian
yang
dilaksanakan melalui penelitian tindakan kelas dengan pembelajaran
kooperatif model STAD, model pembelajaran tipe tersebut dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas. Peningkatan hasil
belajar matematika tersebut dapat dilihat dari kondisi awal, siklus 1 dan
siklus 2. Peningkatan nilai rata-rata juga diikuti dengan meningkatnya
prosentase ketuntasan siswa dari kondisi awal 18,18% , siklus 1 menjadi
45%, dan siklus 2 menjadi 95%. Selain peningkatan nilai rata-rata dan
prosentase ketuntasan siswa, pembelajaran kooperatif model STAD dapat
meningkatkan ketrampilan siswa.
Dian Eki Purwanti (2013) membuktikan model pembelajaran tipe
STAD lebih baik dibandingkan model pembelajaran tipe TGT, yang
didasarkan pada nilai rerata posttest STAD lebih tinggi yaitu 68,0506
sedangkan TGT hanya 58,2200.
Tugiyo (2013) membuktikan berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, maka kesimpulan yang dirumuskan adalah bahwa penggunaan
model pembelajaran tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa hal ini dibuktikan oleh kenaikan hasil belajar matematika
yang terdiri dari kenaikan presentase ketuntasan belajar matematika dari pra
siklus 25%, siklus I naik menjadi 60%, dan siklus II naik menjadi 90%.
Sumiyati (2012) Berdasarkan hasil analiis data dan pembahasan
pada penelitiannya, disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan
meggunakan model pembelajaran koopertif tipe STAD (Student Team
Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar matematika
tentang menjumlahkan da mengurangkan berbagai bentuk pecahan pada
siswa kelas V SDN Timbang 01 Kecamatan Banyuputih Kabupaten Batang
tahun pelajaran 2011/2014. Pada siklus I keberhasilan pembelajran
98
matematika dari jumlah siswa 17 anak yang tuntas adlah 64,71% yang
belum tuntas adalah 11,76%.
Annisa Ayurani (2012) membuktikan bahwa metode pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil prestasi belajar siswa, ini
didasarkan setelah menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
dari Siklus I dan Siklus mengalami peningkatan. Dimana pada Siklus I
banyak siswa yang mendapat nilai diatas 6 sebanyak 61,11% dan pada
siklus II banyak siswa yang mendapat nilai diatas kriteria ketuntasan
minimal sebanyak 72,22%.
Berdasar penelitian terdahulu diatas, terdapat peneliti yang
membuktikan bahwa model pembelajaran tipe TGT lebih baik daripada
model pembelajaran tipe STAD dan ada pula peneliti yang membuktikan
bahwa model pembelajaran tipe STAD lebih baik dibandingkan dengan
model pembelajaran tipe TGT.
Andani Putri Pambudi dan Siswandari (2014) dalam penelitiannya
menyatakan hasil belajar menggunakan model pembelajaran tipe TGT lebih
baik yaitu dengan nilai rerata sebesar 83,93 sedangkan STAD memiliki nilai
rerata sebesar 77,33. Keberhasilan model pembelajaran tipe TGT
dikarenakan oleh beberapa faktor dalam model tersebut antara lain bersifat
aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan bagi siswa yang berdampak pada
kemampuan siswa dalam berfikir secara kritis, kerjasama dalam pemecahan
masalah, komunikatif antar siswa, dan sifat disiplin. Begitu pula penelitian
yang dilakuan oleh Putu Enny R., I Made Candiasa, dan I Made Kirna
(2013)
yang
membuktikan
adanya
pengaruh
penggunaan
model
pembelajaran tipe TGT terhadap hasil belajar siswa. Menurut peneliti
terdahulu model pembelajaran tipe TGT ini berdampak pada tingkat
keaktifan, melatih siswa untuk berfikir secara bebas dan terbuka dalam
penyampaian pendapat, bekerja atas prakarsa sendiri pada tiap-tiap individu
dalam kelompoknya.
Dian Eki Purwanti (2013), melakukan penelitian dan membuktikan
sebaliknya, menyatakan bahwa model pembelajaran tipe STAD dapat
99
meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan model pembelajaran tipe
TGT. pada model pembelajaran tipe STAD memiliki nilai rerata lebih tinggi
yaitu 68,0506 sedangkan TGT hanya 58,2200. Pada penelitiannya, faktor
yang menyebabkan model pembelajaran tipe STAD lebih baik dibandingkan
model pembelajaran tipe TGT karena pemberian motivasi belajar pada tiap
siswa sehingga siswa lebih paham akan materi yang diajarkan. Berdasarkan
hal tersebut Dian Eki Purwanti menyatakan bahwa model pembelajaran tipe
STAD berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Pada penelitian yang saya lakukan, hasil penelitian saya serupa
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andani Putri Pambudi dan
Siswandari (2014), Putu Enny R., I Made Candiasa, dan I Made Kirna
(2013). Terdapat perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran tipe
TGT yang lebih tinggi daripada menggunakan model pembelajaran tipe
STAD yang disebabkan oleh karena dalam model pembelajaran TGT
mengandung unsur kegembiraan dengan adanya permainan (game
academic), dalam pemberian soal dikemas dalam bentuk permainan
sehingga siswa tidak merasa jika dirinya sedang belajar. Selain itu adanya
turnamen dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran TGT
memberikan bagi tiap siswa untuk memberikan kontribusi skor pada
kelompoknya sehingga siswa lebih termotivasi dalam belajar. Sedangkan
model pembelajaran STAD lebih bersifat individual dalam pemberian kuis
atau soal dan hal tersebut menyebabkan adanya dominasi siswa yang
memiliki kemampuan lebih daripada siswa yang lain. Penelitian ini
diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Nanik Dwi Nurhayati,
Tri Redjeki, dan Yekti Kartikasari (2013).
Keampuhan model pembelajaran tipe TGT dapat dilihat pada saat
melaksanakan penelitian, keampuhan ini didasarkan pada peningkatan hasil
belajar dari nilai pretest dan posttest karena pada model pembelajaran tipe
TGT bertujuan agar siswa aktif, berfikir dan berpendapat dalam kegiatan
kelompok.
100
4.6 Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan pada SD Gugus Jaka Tingkir Salatiga
masih banyak kekurangan/keterbatasan yang mengakibatkan kurang
sempurnanya penelitian ini. Sampel penelitian tidak dapat dilakukan secara
random. Proses pemberian perlakuan untuk masing-masing kelompok
eksperimen dilakukan secara terpisah berdasarkan SD.
Download