pengaruh kebisingan chainsaw terhadap persepsi dan daya

advertisement
PENGARUH KEBISINGAN CHAINSAW TERHADAP
PERSEPSI DAN DAYA KONSENTRASI
SURYANINGSIH
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PENGARUH KEBISINGAN CHAINSAW TERHADAP PERSEPSI
DAN DAYA KONSENTRASI
SURYANINGSIH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
SURYANINGSIH. E14063444. Pengaruh Kebisingan Chainsaw terhadap
Persepsi dan Daya Konsentrasi. Di bawah bimbingan EFI YULIATI YOVI
Pekerjaan dalam bidang kehutanan memiliki resiko yang tinggi terhadap
gangguan keselamatan dan kesehatan kerja. Pekerja dibebani pekerjaan fisik yang
memerlukan beban kerja berat, dan paparan getaran baik mekanis maupun akustik
(kebisingan) sebagai akibat penggunaan chainsaw. Kebisingan yang didefinisikan
sebagai bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat
dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia
dan kenyamanan lingkungan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui
perbedaan presepsi penerimaan kebisingan antara operator chainsaw dan
nonoperator chainsaw, serta mengetahui pengaruh kebisingan chainsaw terhadap
daya konsentrasi operator chainsaw dan nonoperator chainsaw.
Metode penelitian yang dipergunakan untuk mengumpulkan data yaitu
wawancara terstruktur dan pengukuran langsung. Wawancara dilakukan untuk
mengetahui persepsi responden terhadap kebisingan. Pengukuran yang dilakukan
ada dua macam yaitu pengukuran intensitas kebisingan dan uji daya konsentrasi.
Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan pada saat kondisi kondisi iddle
(pemicu gas tidak ditarik), half gas (pemicu gas setengah penuh) dan racing
(pemicu gas penuh). Pengukuran dilakukan pada mesin, telinga kiri dan telinga
kanan. Uji daya konsentrasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh kebisingan
terhadap daya konsentrasi responden yaitu dengan menggunakan alat pelindung
diri dan tanpa menggunakan alat pelindung diri pada saat iddle dan racing.
Analisis data menunjukkan adanya perbedaan persepsi responden operator
chainsaw dan nonoperator chainsaw tentang kebisingan, yang dapat dilihat dari
hasil perhitungan dengan skala Likert. Meskipun demikian persepsi kedua jenis
responden tentang kebisingan memiliki tren yang sama yaitu semakin bertambah
intensitas bunyi maka responden semakin terganggu. Berdasarkan uji daya
konsentrasi responden pada kedua perlakuan dapat diketahui bahwa kebisingan
chainsaw tidak berpengaruh signifikan terhadap daya konsentrasi operator
chainsaw sedangkan berpengaruh signifikan pada nonoperator chainsaw pada
kedua perlakuan. Hal ini disebabkan operator chainsaw mengalami penurunan
daya dengar karena sering terpapar kebisingan sedangkan nonoperator chainsaw
tidak.
Kata Kunci: kebisingan, operator chainsaw, nonoperator chainsaw, persepsi, daya
konsentrasi
SUMMARY
SURYANINGSIH. E14063444. Chainsaw noise effect on Perception and
Concentration. Under the guidance of EFI YULIATI YOVI
Work in the forestry sector has a high risk of work safety and health
disturbances. The work bears a physical job that requires heavy workloads,
exposure of both mechanical and acoustic vibrations (noise) as a result of use of
chainsaw. Noise is defined as unwanted sound of business or activity in a certain
time level and that can lead to health problems in humans and comfortable
environment. This study aimed to determine the the difference between the
perception of noise acceptance chainsaw operators and chainsaw nonoperator, and
the determine the effect of noise on the chainsaw operator and chainsaw
nonoperator concentration.
The research method used to collect data which structured interviews and
direct measurement. The interviews were conducted to determine the respondent's
perception of noise. Two kinds of measurement are noise intensity and
concentration test. The measurement noise intensity carried out during the
chainsaw iddle, half, and racing. Measurements performed on the machine, left
ear and right ear. Test the of concentration is to determine the effect of noise on
the of concentration of respondents by using the personal protective equipment
and without using personal protective equipment during iddle and racing.
Data analysis shows the differences perception of chainsaw operators and
chainsaw nonoperator about the noise, which can be seen of the calculation with
Likert scale. Nevertheless both types of respondent perceptions about the noise
have the same trend which increasing sound intensity the respondents increasingly
disturbed. Based on test concentration of respondents in both treatment can be
seen the chainsaw noise does not significantly influence concentration of
chainsaw operators whereas the a significant effect on chainsaw nonoperator in
both treatments. This is caused by chainsaw operator declined to listen the due to
frequent exposure to noise while not chainsaw nonoperator.
Keywords: noise, operator chainsaw, nonoperator chainsaw, perception,
concentration
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kebisingan
Chainsaw terhadap Persepsi dan Daya Konsentrasi adalah benar-benar hasil karya
saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2011
Penulis
Judul Skripsi
: Pengaruh Kebisingan Chainsaw terhadap Persepsi dan
Daya Konsentrasi
Nama Mahasiswa
: Suryaningsih
NRP
: E14063444
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc
NIP. 19740724 199903 2 003
Mengetahui
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010 adalah Pengaruh
Kebisingan Chainsaw terhadap Persepsi dan Daya Konsentrasi. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana kehutanan pada
fakultas kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di KPH Cianjur
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Kebisingan merupakan salah
satu dampak dari pekerjaan pemanenan hutan yang diperoleh dari aktivitas
penebangan berasal dari chainsaw yang dikaji dalam penelitian ini. Permasalahan
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sejauh mana tingkat persepsi
responden terhadap gangguan kebisingan serta dampak kebisingan terhadap daya
konsentrasi responden.
Persepsi penerimaan kebisingan operator chainsaw dan nonoperator
chainsaw berbeda. Meskipun demikian persepsi kedua jenis responden tentang
kebisingan memiliki tren yang sama yaitu semakin bertambah intensitas bunyi
maka responden semakin terganggu. Analisis data hasil penelitian menunjukkan
bahwa daya konsentrasi operator chainsaw tidak terganggu oleh adanya
kebisingan pada kedua perlakuan yang diberikan. Keadaan tersebut berbanding
terbalik dengan daya konsentrasi nonoperator chainsaw yang terganggu oleh
kebisingan. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah daya dengar operator
chainsaw yang mengalami penurunan serta kebiasaan operator chainsaw yang
bernteraksi dengan kebisingan setiap hari.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan yang dimiliki. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, April 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sidoarjo pada tanggal 29 November 1986. Penulis
merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dari Bapak Subandito dan Ibu
Kamilah. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh penulis dimulai dari Taman
Kanak-kanak (TK) Darma Wanita pada tahun 1991─1993. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) II Sawotratap Sidoarjo
pada tahun 1993─1999. Selanjutnya pada tahun 1999─2002 penulis melanjutkan
pendidikan di SLTP Negeri 2 Sidoarjo. Pendidikan menengah atas penulis
lanjutkan di SMA Negeri 3 Sidoarjo pada tahun 2002─2005. Pada tahun 2005
penulis melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Program
Diploma 1 Pendidikan Aplikasi Sistem Bisnis. Pada tahun 2006 penulis
melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB dan pada
tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa mayor Departemen Manajemen
Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Selama studi di IPB, penulis aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa
daerah Himasurya. Serta dalam masa perkuliahan penulis melaksanakan Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2008 jalur Sancang-Kamojang
dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) pada tahun 2009 di Hutan Pendidikan
Gunung Walat. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun
2010 di KPH Jember Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Pengaruh Kebisingan Chainsaw terhadap Persepsi dan Daya
Konsentrasi dibimbing oleh Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010 adalah Pengaruh
Kebisingan Chainsaw terhadap Persepsi dan Daya Konsentrasi. Penulis
mempersembahkan skripsi ini untuk Alm. Ibu Kamilah, Bapak Subandito, kedua
kakak (drg. Puji Lestari dan Wahyu Puji Astutik, SP) serta seluruh keluarga besar
yang selalu memberikan doa, kasih sayang dan dukungan baik moril maupun
materiil.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc selaku pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan, saran, ilmu dan kesabarannya serta nasihatnasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya dengan baik.
2. Ir Hezlisyah Siregar MF.MBA selaku Administratur dan Dedi Djubaedi, BScF
selaku wakil administratur KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat
dan Banten yang telah menyediakan tempat penelitian.
3. Ir. Dudi Rudiatna, MM selaku Ketua PSDH yang telah bersedia menjadi
pembimbing lapangan selama penelitian.
4. Yuniarso Dwihartono selaku Asper BKPH Cianjur dan Suherman BScF
selaku Asper Sukannagara Utara.
5. Subagja selaku KRPH Cikondang.
6. Hasanudin dan Kak Sidiq yang telah memberikan ilmunya untuk mempelajari
sound level meter.
7. Ibu Elly yang telah berkenan menyediakan tempat tinggal selama penelitian.
8. Erwin Casidi, Andriani Wijiastuti, Amelia Andriani, Lana Puspitasari , Dzul
Afifah, Maika Fitriana, Devie Retno Wulan, yang telah memberikan motivasi,
kepedulian, kasih sayang dan doa kepada penulis.
9. Ifki Arif W, Paskari Ariska Wayana, Laura Flowrensia, dan Linda Zakiyah S
atas bantuan dan saran yang diberikan.
10. Teman-teman MNH 43 terima kasih atas kerjasama dan rasa saling tolong
menolong serta kebersamaannya.
iv
11. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan dalam skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Pendapat
dan saran-saran perbaikan sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua khususnya di bidang Kehutanan.
Bogor, April 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
ii
UCAPAN TERIMA KASIH ...........................................................................
iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................
1.2 Perumusan Masalah .....................................................................
1.2 Tujuan Penelitian .........................................................................
1
2
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi .................................................................................... 3
2.2 Gergaji Mesin .............................................................................. 4
2.3 Bunyi dan Kebisingan ................................................................. 4
2.4 Pengendalian Kebisingan ............................................................. 10
2.5 Persepsi dan Konsentrasi .............................................................. 11
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................
3.2 Alat dan Obyek Penelitian ...........................................................
3.3 Pemilihan Responden ..................................................................
3.4 Metode Penelitian .......................................................................
3.5 Analisis Data ...............................................................................
12
12
12
13
14
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI
4.1 Letak dan Luas.............................................................................
4.2 Struktur Organisasi KPH Cianjur ................................................
4.3 Sumber Daya manusia Perusahaan ...............................................
4.4 Kondisi Umum K3 Perusahaan ....................................................
18
19
20
21
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Persepsi Responden Terhadap Kebisingan ................................... 24
5.2 Uji Daya konsentrasi Responden terhadap Kebisingan
Chainsaw .................................................................................... 31
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .................................................................................. 35
6.2 Saran............................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36
LAMPIRAN ................................................................................................... 38
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Lama paparan kebisingan yang diperkenankan .........................................
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999/ tentang
Batas Kebisingan Maksimum dalam Area Kerja ......................................
3. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no.48 Tahun 1996 tentang Batas
Kebisingan Maksimum pada Berbagai Area Kota ....................................
4. Parameter gangguan pendengaran ............................................................
5. Tingkatan kebisingan yang dimiliki berdasarkan rataan nilai terboboti .....
6. Wilayah Pengelolaan Hutan KPH Cianjur ................................................
7. Daftar inventarisasi alat pelindung diri .....................................................
8. Beberapa standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja kontinu
yang diperkenankan .................................................................................
5
5
6
8
15
18
23
29
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
Earmuff..................................................................................................... 12
Earplug ..................................................................................................... 12
Struktur organisasi di KPH Cianjur ........................................................... 20
Struktur organisasi P2K3 KPH Cianjur ..................................................... 22
Persepsi operator chainsaw dan nonoperator chainsaw terhadap penerimaan
kebisingan pada saat kondisi chainsaw iddle............................................. 25
6. Persepsi operator chainsaw dan nonoperator chainsaw terhadap penerimaan
kebisingan pada saat kondisi chainsaw half gas......................................... 25
7. Persepsi operator chainsaw dan nonoperator chainsaw terhadap penerimaan
kebisingan pada saat kondisi chainsaw racing ........................................... 26
8. Pengukuran kebisingan terhadap telinga kiri dan kanan ............................. 28
9. Intensitas bunyi yang dihasilkan chainsaw pada kondisi iddle, half gas
dan Racing ................................................................................................ 29
10. Uji pengaruh kebisingan terhadap daya konsentrasi responden .................. 32
11. Interaksi operator chainsaw terhadap kebisingan selain di tempat kerja ..... 33
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Daftar pertanyaan uji daya konsentrasi responden ....................................... 39
2. Daftar pertanyaan uji persepsi responden .................................................... 42
3. Uji Wilcoxon terhadap daya konsentrasi responden..................................... 44
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pekerjaan dalam bidang kehutanan memiliki resiko yang tinggi terhadap
gangguan keselamatan dan kesehatan kerja. Pekerja dibebani pekerjaan fisik yang
memerlukan beban kerja berat, terpapar getaran baik mekanis maupun akustik
(kebisingan), keracunan gas bahkan stres. Hal tersebut diduga merupakan salah
satu penyebab tingginya angka kecelakaan kerja. Berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No 48 tahun 1996, kebisingan didefinisikan sebagai
bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan
waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia dan
kenyamanan lingkungan.
Kebisingan merupakan salah satu dampak dari pekerjaan pemanenan hutan
yang diperoleh dari aktivitas penebangan berasal dari gergaji rantai. Gergaji rantai
(chainsaw) merupakan sebuah alat bantu pemanenan. Chainsaw biasanya
digunakan dalam kegiatan menebang pohon serta membagi batang. Pada kegiatan
tersebut penggunaan gergaji rantai sangat efektif karena memudahkan pekerja
menebang pohon.
Kebisingan, getaran mekanis dan gas-gas hasil pembakaran memerlukan
kewaspadaan khusus pada pekerjaan dengan chainsaw. Apabila getaran dan
kebisingan chainsaw yang diterima melebihi ambang batas yang diperkenankan
maka operator beresiko tinggi terkena gangguan kesehatan baik mental maupun
fisik.
Gangguan mental yang dapat timbul berupa kejengkelan, keresahan dan
gangguan daya konsentrasi. Berkurangnya daya konsentrasi dapat menyebabkan
kecelakaan kerja. Gangguan fisik yang dapat timbul adalah kehilangan
pendengaran yang tidak dirasakan secara langsung melainkan secara bertahap dan
memakan waktu yang lama. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur persepsi dan
uji daya konsentrasi akibat paparan kebisingan yang ditimbulkan oleh chainsaw
dalam kegiatan penebangan.
2
1.2 Perumusan Masalah
Kebisingan merupakan salah satu dampak dari pekerjaan pemanenan hutan
yang diperoleh dari aktivitas penebangan berasal dari chainsaw yang dikaji dalam
penelitian ini. Hal yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sejauh mana
tingkat persepsi responden terhadap gangguan kebisingan serta dampak
kebisingan terhadap daya konsentrasi responden.
1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi persepsi penerimaan kebisingan.
2. Menjelaskan pengaruh kebisingan chainsaw terhadap daya konsentrasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos
(peraturan, hukum). Menurut Suma’mur (1982) ergonomi diartikan sebagai
penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu teknik
dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal antara
manusia dan pekerjaannya, dimana manfaatnya dapat diukur dari efisiensi dan
kenyamanan kerja. Jadi, ergonomi merupakan ilmu yang bersifat multi disiplin
yang melibatkan ilmu-ilmu anatomi, psikologi, kimia, biologi, fisiologi,
engineering dan manajemen.
Ergonomi adalah pengetrapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersamasama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu
sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya, yang manfaat dari
padanya diukur secara efisiensi dan kesejahteraan kerja (Suma’mur 1988).
`Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat
bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah
penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia untuk menurunkan
stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran
tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu,
cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia
(Depkes 2009).
Ergonomi adalah ilmu terapan yang menjelaskan interaksi antara manusia
dengan tempat kerjanya. Ergonomi antara lain memeriksa kemampuan fisik para
pekerja, lingkungan tempat kerja, dan tugas yang dilengkapi dan mengaplikasikan
informasi ini dengan desain model alat, perlengkapan, metode-metode kerja yang
dibutuhkan tugas menyeluruh dengan aman. Masing-masing pekerja mempunyai
tanggung jawab sendiri-sendiri untuk mengetahui tentang fokus keselamatan
lingkungan kerja untuk diri mereka sendiri dan atasan mereka. Tujuan akhir dari
4
program ergonomi adalah untuk kesempurnaan kerja dengan meminimalkan
tekanan kerja yang mungkin bagi tubuh (Etchison 2007).
2.2 Gergaji Mesin
Gergaji berantai mesin adalah dalam banyak hal lebih berbahaya dari pada
gergaji biasa. Rantai yang berputar dapat menyebabkan luka berat; kebisingan
mengganggu komunikasi pendengaran. Kecepatan pemotongan yang lebih tinggi
dan kesukaran pemotongan secara tepat yang lebih besar dapat menimbulkan
risiko-risiko lebih lanjut. Sebaliknya, gergaji berantai mesin untuk satu orang
secara besar mengurangi bahaya yang berkenaan dengan pemotongan kayu yang
regang dengan kemampuannya untuk memotong melalui pohon adalah lebih
mudah (Nugroho 2005).
2.3 Bunyi dan Kebisingan
Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getarangetaran melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak
dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur 1988).
Terdapat dua hal yang menentukan kualitas bunyi, yaitu frekwensi dan
intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik atau disebut
Hertz (=Hz), yaitu jumlah dari golongan-golongan yang sampai ditelinga setiap
detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombanggelombang sederhana dari beraneka frekwensi. Nada dari kebisingan ditentukan
oleh frekuensi-frekuensi yang ada (Suma’mur 1988).
Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam satuan
logaritnis yang disebut decibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan
kekuatan dasar 0.0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi
1.000 Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga normal (Suma’mur 1988).
Kebisingan, getaran mekanis dan gas-gas hasil pembakaran memerlukan
kewaspadaan khusus pada pekerjaan dengan gergaji mesin. Bekerja dengan sering
berhenti-henti atau penggantian orang akan mencegah akibat-akibat yang
membahayakan (Nugroho 2005).
5
Salah satu cara guna mengendalikan kebisingan yaitu dengan pengendalian
secara administratif. Cara ini digunakan untuk mengurangi waktu pemaparan
tenaga kerja dengan mengatur jam kerja, sehingga masih dalam batas aman.
Secara teoritis konsep ini baik yaitu dengan mengurangi dosis, dengan demikian
mencegah terjadinya ketulian. Pengendalian dengan cara administratif ini
memberikan batasan waktu pemaparan terhadap besarnya intensitas kebisingan
yang
terjadi.
Umumnya
pengendalian
kebisingan
secara
administratif
dilaksanakan sebagai berikut:
Tabel 1 Lama paparan kebisingan yang diperkenankan
Lama Paparan Kebisingan dalam Sehari
(jam)
Intensitas Kebisingan yang Diperkenankan
(dB)
8
90
6
92
4
95
3
97
2
100
1
105
0.5
110
0.25
Sumber: Suma’mur (1988).
115
Tabel 2 Keputusan menteri tenaga kerja nomor Kep-51/MEN/1999/ tentang batas
kebisingan maksimum dalam area Kerja
Durasi Kontak dalam Sehari
Batas Kebisingan Maksimum (dB)
8 jam
85
4 jam
88
2 jam
91
30 menit
97
7.5 menit
103
3.75 menit
106
14.06 detik
118
0.88 detik
130
0.11 detik
139
6
Tabel 3 Keputusan menteri lingkungan hidup no.48 tahun 1996 tentang batas
kebisingan maksimum pada berbagai area kota
Alokasi Area
Batas Kebisingan Maksimum (dB)
Kawasan perumahan
55
Kawasan jasa dan perdagangan
70
Kawasan bisnis dan perkantoran
65
Lahan hijau terbuka
50
Kawasan industry
Kawasan umum dan pemerintahan
70
Kawasan rekreasional
70
Terminal kereta api
60
Pelabuhan laut
70
Rumah sakit dan sekitarnya
55
Sekolah dan sekitarnya
55
60
55
Rumah ibadah
Keterangan: Kontak dengan kebisingan dengan level melebihi 140 dB tidak diperbolehkan pada
kondisi apapun karena kebisingan di atas level tersebut berbahaya dan dapat
menimbulkan rasa sakit di bagian telinga.
Kehilangan pendengaran merupakan pengaruh utama dari kebisingan, hal
ini tidak dirasakan langsung oleh pekerja melainkan secara bertahap dan
memakan waktu yang lama, sedangkan pada saat pekerja pertama kali mengalami
gangguan pendengaran (4000Hz), pekerja tidak akan merasakan gangguan
tersebut. Pengaruh lain dari kebisingan antara lain dapat berupa kejengkelan,
perubahan metabolisme dan keresahan (Santosa 1992).
Kebisingan merupakan faktor penting dalam perancangan pabrik karena
kebisingan tidak sekedar menimbulkan rasa tidak nyaman namun juga dapat
menimbulkan efek serius bagi kesehatan manusia. Kebisingan dapat mengurangi
kemampuan pendengaran manusia secara gradual, pada level tertentu dapat
menimbulkan hilangnya kemampuan pendengaran secara permanen. Selain
gangguan pendengaran, kebisingan dapat menimbulkan stres pada sistem kerja
jantung dan peredaran darah serta pada sistem sirkulasi udara dan pernapasan
(Hutagalung 2007).
Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan yang
berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam empat
zona. Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan
kesehatan atau sosial. Tingkat kebisingannya berkisar 35─45 dB. Zona B untuk
7
perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. Angka kebisingan 45─55 dB. Zona
C untuk perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dengan kebisingan sekitar
50─60 dB. Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan
terminal bus. Tingkat kebisingan 60─70 dB.
Bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang yang
merambat dari suatu sumber getaran sebagai akibat perubahan kerapatan dan
tekanan udara. Kebisingan merupakan terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki
termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh transportasi
dan industri, sehingga dalam jangka waktu yang panjang akan dapat mengganggu
dan membahayakan kosentrasi kerja, merusak pendengaran (kesehatan) dan
mengurangi efektifitas kerja (Wilson 1989). Bunyi dikatakan bising apabila
mengganggu pembicaraan, membahayakan pendengaran, dan mengurangi
efektifitas kerja.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun
1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, definisi kebisingan adalah bunyi yang
tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan
decibel (dB). Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan
yang diperolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Di banyak tempat kebisingan nyata sebagai suatu hasil dari perkembangan
teknik modern dimana ia dapat menimbulkan gelombang dan tekanan suara yang
tinggi sehingga melebihi batas pendengaran manusia dan mahluk hidup lainnya.
Kebisingan adalah suatu hal yang tak dapat dielakkan seperti parasit yang sedikit
demi sedikit menggerogoti hospesnya. Kebisingan menyusup dari pusat bunyi ke
pelosok kota dan desa, ke seluruh penjuru dunia (Handoko 2009).
Gangguan pendengaran adalah perubahan tingkat pendengaran yang
berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal
memahami pembicaraan. Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena
bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari
(Tabel 4).
8
Tabel 4 Parameter gangguan pendengaran
Gradasi
Parameter
Normal
Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6 m)
Sedang
Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5 m
Menengah
Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5 m
Berat
Kesulitan dalam percakapan keras (berteriak) mulai jarak > 1,5 m
Sangat Berat
Kesulitan dalam percakapan keras (berteriak) mulai jarak < 1,5 m
Tuli Total
Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi
Sumber: Buchari (2007).
Berdasarkan standard ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut:
1. Jika peningkatan ambang batas dengar antara 0 sampai dengan < 25 dB,
termasuk kategori normal.
2. Jika peningkatan ambang batas dengar antara 26 sampai dengan 40 dB,
termasuk kategori tuli ringan.
3. Jika peningkatan ambang batas dengar antara 41 sampai dengan 60 dB,
termasuk kategori tuli sedang.
4. Jika peningkatan ambang batas dengar antara 61 sampai dengan 90 dB,
termasuk kategori tuli berat.
5. Jika peningkatan ambang batas dengar > 90 dB, termasuk kategori tuli sangat
berat.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing atau sakit kepala.
Hal ini dikarenakan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam
telinga dalam yang akan menimbulkan efek pusing atau vertigo. Perasaan mual,
susah tidur dan sesak nafas disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem
saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan
dan keseimbangan elektrolit (Prabu 2009).
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang
menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara.
Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini
menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya
kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan
komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang
(Prabu 2009).
9
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan
diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran
adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area
bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka
akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada
frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas ke frekuensi sekitarnya dan
akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan (Prabu
2009).
Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan gejala
yang dialami hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis (menurunnya
daya dengar pada nada tinggi). Gejala ini harus diperhitungkan jika menilai
penurunan daya dengar akibat pajanan bising di tempat kerja (Prabu 2009).
Tinitus merupakan suatu
tanda
gejala
awal terjadinya
gangguan
pendengaran. Gejala yang ditimbulkan yaitu telinga berdenging. Orang yang dapat
merasakan tinitus dapat merasakan gejala tersebut pada saat keadaan hening
seperti saat tidur malam hari atau saat berada di ruang pemeriksaan audiometri
(ILO 1998).
Penelitian mengenai efek bising di kedua kinerja baik mental atau
psikomotor telah memberikan hasil yang bertentangan: kebisingan bahkan
mungkin meningkatkan performa, namun biasanya membuat performa menjadi
lebih buruk (Kroemer & Grandjean 1997).
Orang-orang dengan trauma bising ternyata lebih sering mengalami
gangguan pendengaran khususnya pada frekuensi tinggi. Gambaran audiometrik
rekam pendengarannya menunjukkan gambaran takik (notch atau penurunan)
pada frekuensi 4000 Hertz. Ini yang membuat orang awalnya tidak merasa karena
frekuensi pembicaraan kita sehari-hari ada di antara 500─2000 Hertz. Sehingga
ketika mengobrol biasa, rasanya tidak ada gangguan. Baru setelah dilakukan
pemeriksaan diketahui terjadi penurunan yang tajam pada frekuensi 4000 Hertz.
Sebagian besar kasus gangguan pendengaran akibat bising ditemukan pada saat
medical check up (Salvendy 2006).
10
2.4 Pengendalian Kebisingan
Berdasarkan Suma’mur (1988) kebisingan dapat dikendalikan dengan:
a. Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan misalnya dengan
menempatkan peredam pada sumber getaran, tetapi umumnya hal itu
dilakukan dengan penelitian dan perencanaan mesin baru. Hal terakhir ini
sangat tergantung pada permintaan para usahawan sebagai pembeli mesinmesin kepada pabrik pembuatnya dengan memajukan persyaratan kebisingan
dari mesin yang sebelumnya. Bukan saja tingkat bahaya yang diperhatikan,
tetapi juga intensitas yang dapat diterima sebagai tidak mengganggu daya
kerja dan nikmat kerja. Pengalaman menekankan, bahwa modifikasi mesin
atau bangunan untuk maksud pengurangan kebisingan adalah sangat mahal
dan kurang efektif, maka dari itu perencanaan sejak semula adalah paling
utama.
b. Penempatan penghalang pada jalan transmisi.
Isolasi tenaga kerja atau mesin adalah usaha segera dan baik bagi usaha
mengurangi kebisingan. Untuk ini perencanaan harus sempurna dan bahanbahan yang dipakai harus mampu menyerap suara. Bahan-bahan penutup
harus dibuat cukup berat dan lapisan dalam terbuat dari bahan yang menyerap
sinar, agar tidak terjadi getaran yang lebih hebat.
c. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga.
Tutup telinga biasanya lebih efektif dari pada sumbat telinga. Alat demikian
harus diseleksi, sehingga dipilih yang tepat. Alat-alat ini dapat mengurangi
intensitas kebisingan sekitar 20─25 dB. Harus diusahakan perbaikan
komunikasi, sebagai akibat pemakaian alat-alat ini. Problematik utama alat
proteksi ini adalah mendidik tenaga kerja, agar kontinu menggunakannya.
Setiap sumbat telinga menyebabkan pemakainya merasakan adanya benda
asing dalam telinganya. Perasaan demikian akan tetap ada, walaupun sekarang
dapat diusahakan sumbat telinga yang halus dan tak begitu terasa. Maka dari
itu, sumbat telinga baru dipakai apabila:
i.
Sumbat telinga benar-benar diperlukan, yaitu adanya kebisingan lebih dari
100 dB.
11
ii. Tenaga kerja dapat membiasakan diri untuk memakainya, yang biasanya
dicoba dalam 3─4 minggu.
Permasalahan yang berkaitan dengan kebisingan dapat dikendalikan dengan
melakukan pendekatan sistematik dimana sistem perpindahan semua suara
dipecah menjadi tiga elemen yaitu sumber suara, jalur transmisi suara, dan
penerima akhir. Metode yang umumnya digunakan untuk mengendalikan
kebisingan dengan mengendalikan sumber suara antara lain ialah menggunakan
peralatan kebisingan rendah, menghilangkan sumber kebisingan, melengkapi alat
dengan insulasi, silencer, dan vibration damper. Jalur transmisi suara juga dapat
dimodifikasi agar kebisingan berkurang. Hal itu dapat dilakukan dengan cara
pengadaan penghalang dan absorpsi oleh peredam. Kebisingan juga dapat
dikendalikan dengan memodifikasi elemen penerima akhir. Hal itu dapat
dilakukan dengan improvisasi sistem operasi, improvisasi pola kerja, dan
pengunaan pelindung pendengaran (Hutagalung 2007).
2.5 Persepsi dan Konsentrasi
Schiffman dan Kanuk (2000) dalam Sumarwan (2002) menyatakan bahwa
persepsi adalah
sebuah
proses
saat
individu
memilih,
mengatur
dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris yang berguna untuk memberikan arti
pada suatu obyek. Perilaku tersebut seringkali didasarkan pada persepsi mereka
tentang kenyataan bukan pada kenyataan itu sendiri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri
obyek atau target yang diartikan atau dalam konteks situasi di mana persepsi
dibuat.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi dari konsentrasi adalah
pemusatan perhatian atau pikiran pada suatu hal dan pemusatan tenaga, kekuatan,
pasukan dan sebagainya di suatu tempat. Kebisingan mengganggu perhatian yang
perlu terus menerus dicurahkan. Maka dari itu, tenaga kerja yang melakukan
pengamatan dan pengawasan terhadap satu proses produksi atau hasil yang dapat
membuat kesalahan-kesalahan, akibat dari terganggunya konsentrasi. Ada tenaga
kerja yang sangat peka terhadap kebisingan, terutama pada nada tinggi, salah satu
sebabnya mungkin reaksi psikologis. Kebisingan juga berakibat meningkatnya
kelelahan (Suma’mur 1988).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Perum Perhutani unit III KPH Cianjur, Jawa
Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010.
3.2 Alat dan Obyek Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: gergaji rantai
STIHL tipe MS 230, sound level meter, earmuff (tutup telinga), earplug (sumbat
telinga), stopwatch, komputer, kamera digital, software microsoft excel 2007 dan
SPSS 15.0. Obyek penelitian ini adalah responden operator chainsaw dan
nonoperator chainsaw.
Gambar 1 Earmuff
Gambar 2 Earplug
3.3 Pemilihan Responden
Responden yang dipilih dalam penelitian ini yaitu pekerja operator
chainsaw sebanyak 15 orang dan nonoperator chainsaw (responden yang belum
pernah terpapar kebisingan chainsaw)
sebanyak 15 orang. Pemilihan 30
responden ini dilakukan karena dapat mewakili atau mampu menggambarkan
populasi.
13
3.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan untuk mengumpulkan data yaitu
wawancara, observasi dan pengukuran:
1. Wawancara
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur dengan kuisioner
tertutup (menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan pilihan jawaban
untuk menguji tingkat kosentrasi responden) dan dilakukan pula wawancara tak
terstruktur untuk melengkapi informasi-informasi lainnya yang mendukung yaitu
identitas responden. Metode wawancara yang dilakukan melalui tanya jawab yang
berfungsi untuk mengetahui persepsi operator chainsaw dan nonoperator
chainsaw yang belum pernah terpapar kebisingan terhadap kebisingan yang
ditimbulkan dari suara chainsaw.
Persepsi operator chainsaw terhadap kebisingan dianalisis kemudian
membandingkan dengan nonoperator chainsaw yang belum pernah terpapar
kebisingan dengan menggunakan skala likert antara 1 sampai dengan 5, dengan
skala 1 berarti sangat bising dan 5 menunjukkan sangat tidak bising. Penelitian
mengenai persepsi responden ini dilakukan sebanyak tiga kali perlakuan yaitu
pada saat chainsaw dalam keadaan hidup dan pemicu gas pada kondisi iddle
(pemicu gas tidak ditarik), half gas (pemicu gas setengah penuh) dan racing
(pemicu gas penuh). Pada masing-masing perlakuan tersebut dilakukan dengan
tanpa menggunakan alat pelindung diri (APD), menggunakan earmuff dan
menggunakan earplug. Selanjutnya responden diminta untuk memberikan
penilaian atau persepsi terhadap bunyi tersebut sesuai dengan skala Likert.
2. Pengukuran Intensitas Bunyi dan Uji Daya Kosentrasi.
a. Pengukuran Intensitas Bunyi.
Metode yang dilakukan adalah dengan mengukur intensitas bunyi
menggunakan sound level meter yang berfungsi untuk mengukur suara atau
bunyi dalam satuan desibel (dB). Pengukuran kebisingan dilakukan pada
mesin, telinga kanan dan telinga kiri operator. Pengukuran ini dilakukan pada
tiga perlakuan yaitu pada saat chainsaw dalam keadaan hidup dan pemicu gas
pada kondisi iddle, half gas dan racing. Pada tiga perlakuan tersebut dilakukan
tiga kali ulangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya intensitas
14
bunyi yang diterima responden. Dari hasil pengukuran ini akan dibandingkan
dengan literatur untuk mengetahui pengaruhnya pada kesehatan responden dan
jumlah waktu yang diizinkan dalam pengoperasian chainsaw untuk setiap
harinya.
b. Uji Daya Konsentrasi Responden.
Tingkat
knosentrasi
responden
yang
sering
terpapar
kebisingan
dibandingkan dengan yang belum pernah terpapar kebisingan. Pengukuran
dilakukan dengan memberikan empat perlakuan, masing-masing perlakuan
dilakukan selama lima menit. Keempat perlakuan tersebut yaitu: responden
mendengarkan bunyi chainsaw iddle tanpa alat pelindung diri, chainsaw iddle
dengan alat pelindung diri, chainsaw racing tanpa alat pelindung diri dan
chainsaw racing dengan alat pelindung diri. Selanjutnya untuk menguji
kosentrasi responden dilakukan dengan cara memberikan responden 25
pertanyaan yang harus dijawab selama 10 menit.
3.5 Analisis data
Persepsi operator chainsaw dan nonoperator chainsaw terhadap kebisingan
chainsaw ditunjukan oleh jawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan. Kemudian dari jawaban-jawaban tersebut diberikan skor.
Rensis Likert telah mengembangkan sebuah skala untuk mengukur sikap
masyarakat di tahun 1932 yang sekarang terkenal dengan nama skala Likert.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel
yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator
tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang
dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang
menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat
negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: sangat penting (SP), penting (P),
ragu-ragu (R), tidak penting (TP), sangat tidak penting (STP) (Nazir 2005).
Jawaban-jawaban ini diberi skor 5, 4, 3, 2, 1 secara berurutan. Maka berdasarkan
literatur tersebut penentuan skor dalam penelitian ini dapat dibuat menjadi
15
jawaban “sangat tidak bising”, “tidak bising”, “cukup bising”, “ bising” dan
“sangat bising”. Jawaban-jawaban ini diberi skor 5, 4, 3, 2, 1 secara berurutan.
Untuk mendukung dan menunjang kegiatan analisis data maka dalam
pengolahannya dilakukan menggunakan seperangkat komputer dengan aplikasi
software microsoft excel dan SPSS (Statistics Program for Social Science).
Setelah data diperoleh, terlebih dahulu dicari nilai rataannya dengan rumus:
∑xifi
Rataan (X) =
n
Keterangan: Xi = nilai masing-masing pertanyaan
n = banyaknya pertanyaan
Nilai rataan ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kompetensi yang
dimiliki
oleh
responden.
Namun
demikian,
terlebih
dahulu
dilakukan
pengkategorian nilai rataan yang diperoleh terhadap skala yang ditentukan. Dalam
menentukan skala, terlebih dahulu dicari nilai intervalnya dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Bobot nilai tertinggi – Bobot nilai terendah
Interval =
5–1
= 0,8
=
Banyaknya kelas
5
Setelah besarnya nilai interval diketahui, kemudian dibuat skala, sehingga
dapat diketahui dimana letak rataan penilaian respon terhadap setiap unsur
diferensiasinya dan sejauh mana ragamnya. Skala tersebut adalah:
Tabel 5 Persepsi kebisingan berdasarkan nilai terboboti
Interval Nilai
Persepsi Kebisingan
4,20─5,00
Sangat Tidak Bising
3,40─4,20
Tidak bising
2,60─3,40
Cukup bising
1,80─2,60
Bising
1,00─1,80
Sangat bising
Analisis deskriptif diperlukan sebelum dilakukan pengujian data. Analisis
ini bertujuan untuk mengubah kumpulan data mentah menjadi bentuk informasi
yang mudah dipahami dengan bentuk yang lebih ringkas. Analisis deskriptif yang
16
dimaksud adalah mean, median, modus, persentase, dan grafik data (diagram
data). Berikut merupakan definisi mean, median, modus, persentase, dan grafik
data (diagram data)
a. Mean adalah nilai rata-rata dari data-data yang ada.
b. Median adalah nilai tengah dari data yang ada setelah data diurutkan. Median
merupakan rata-rata apabila ditinjau dari segi kedudukannya dalam urutan
data. Median sering pula disebut rata-rata posisi.
c. Modus adalah nilai yang paling sering muncul dalam data.
d. Persentase merupakan tingkat penyebaran data terhadap populasinya.
e. Grafik data, disebut juga diagram data adalah penyajian data dalam bentuk
gambar-gambar. Grafik data biasanya berasal dari tabel, karena itu tabel dan
grafik biasanya dibuat secara bersama-sama, yaitu tabel dilengkapi dengan
grafik. Grafik data sebenarnya merupakan penyajian data visual dari data
bersangkutan (Hasan 2001).
Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh kebisingan terhadap daya
konsentrasi digunakan uji nonparametrik. Pengolahan data merupakan pengujian
hipotesis kerja (Ho)
H0 : µ = µ0
Hi: µ ≠ µ0
Keterangan:
H0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara daya konsentrasi responden
sebelum menggunakan alat pelindung diri (APD) dan setelah menggunakan
APD terhadap kebisingan chainsaw.
H1 : terdapat perbedaan yang signifikan antara daya konsentrasi responden
sebelum menggunakan APD dan setelah menggunakan APD terhadap
kebisingan chainsaw.
Uji statistik yang digunakan yaitu uji urutan bertanda Wilcoxon (The Sign
Rank Test). Uji urutan bertanda pertama kali diperkenalkan pertama kali oleh
Frank Wilcoxon pada tahun 1945 sebagai penyempurnaan uji tanda. Pada uji
urutan bertanda tersebut, di samping memperhatikan tanda perbedaan (positif atau
negatif) juga memperhatikan besarnya beda dalam menentukan apakah ada
perbedaan nyata antara data pasangan yang diambil dari samapel atau sampel
17
yang berhubungan (Hasan 2001). Uji Wilcoxon dilakukan untuk kasus
pengamatan berpasangan yaitu antara operator chainsaw dan nonoperator
chainsaw dengan perlakuan yang sama yaitu sebelum menggunakan APD dan
setelah menggunakan APD pada saat kondisi chainsaw iddle maupun racing.
Rumus yang digunakan dalam pengujian ini adalah:
(W+ ─ µ w+)
Z=
σw+
Keterangan:
Z
: nilai statistik hitung
W+
: peubah acak
µw+
: nilai tengah bagi peubah acak W+( atau W─)
σw+
: simpangan baku bagi peubah acak W+(atau W─)
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Berdasarkan pembagian kawasan hutan KPH Cianjur dalam Rencana
Pengelolaan Hutan Lestari (RPHL), wilayah kawasan hutan KPH Cianjur seluas
70.110,27 ha yang memiliki 2 kelas perusahaan terdiri dari kelas perusahaan jati
dan kelas perusahaan pinus. Sedangkan menurut fungsinya terbagi kedalam hutan
produksi 45.804,64 ha (65 %) dan hutan lindung 24.305,63 ha (35 %). Dari
45.804,64 ha luas hutan produksi terdiri dari:
a. Hutan produksi jati seluas 23.486,96 ha (51,3 %).
b. Hutan produksi rimba seluas 22.317,68 ha (48,7 %) (Perhutani 2010).
Luas hutan dan nama-nama wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH) pada
tiap BKPH di KPH Cianjur tertera pada Tabel 4.
Tabel 6 Wilayah pengelolaan hutan KPH Cianjur
No.
KSKPH/BKPH
A
1
Cianjur Utara
Cianjur
2
3
4
Ciranjang Utara
Ciranjang Selatan
Sukanagara Utara
Wilayah RPH
- Puncak, Cijedil, Gn. Kancana dan
Cikondang
- Kiarapayung, Cikalongkulon dan Majalaya
- Bojongpicung, Tubuy dan Jati
- Cibeber, Campaka dan Hanjawar Timur I
Jumlah A
B
1
Cianjur Selatan
Sukanagara
Selatan
2
Tanggeung
3
Cibarengkok
4
Sindangbarang
Luas Hutan
(ha)
7.618,95
3.763,00
5.546,49
13.272,70
30.201,14
- Kendangkidul, Takokak dan
Hanjawar Barat
- Kadupandak, Walahir, Salatri, Ciogong
dan Cibinong
- Cibarengkok I, Cibarengkok II,
Hanjawar Timur II dan Bengbreng
- Sindangbarang, Cipandak, Cidaun
Simpang Timur dan Simpang Barat
5.941,07
10.603,04
15.179,13
8.185,89
Jumlah B
39.909,13
Jumlah Luas Kawasan Hutan
70.110,27
Sumber: Perhutani (2010).
19
Topografi pada kawasan hutan yang ada di KPH Cianjur, mempunyai
bentuk lapangan sebagian besar berupa daerah pegunungan, berbukit-bukit dengan
lereng lapangan miring, bergelombang dan landai, sedang sebagian kecil lainnya
merupakan dataran rendah. Ketinggian tempat di KPH Cianjur berkisar antara
5─2.829 m dari permukaan laut dengan kemiringan antara 1─40 %. Wilayah
Cianjur Selatan mempunyai kelerengan antara 15─40 % dan wilayah Cianjur
Utara 1─15 % (Perhutani 2010).
Selain itu pada kelas perusahaan (KP) pinus mempunyai tanah-tanah
enclave yang sebagian merupakan tempat pemukiman penduduk, lahan bercocok
tanam dan lahan perkebunan. Menurut peta tanah tinjau tahun 1966, jenis tanah di
kawasan KPH Cianjur adalah latosol merah. Kondisi tanah agak dalam, sarang
dan mudah longsor serta sedikit berbatu (Perhutani 2010).
Wilayah hutan KPH Cianjur terletak pada suatu daerah dengan musim hujan
dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah hutan
terdapat beberapa stasiun hujan, sehingga dari data stasiun hujan tersebut dapat
diketahui adanya bulan basah, bulan lembab dan bulan kering (Perhutani 2010).
Berdasarkan buku register inventarisasi hutan KPH Cianjur Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (1997), BKPH Cianjur memiliki tipe
iklim A dengan curah hujan rata-rata 2700 mm dan berada pada nilai Q=11,4%.
Suhu udara berfluktuasi antara 19─21 ⁰C. Suhu udara maksimum rata-rata bulana
mencapai 22–24 ⁰C sedangkan suhu udara minimum rata-rata bulanan berkisar
antara 15–17 ⁰C (Perhutani 2010).
4.2 Struktur Organisasi KPH Cianjur
Organisasi
pengelolaan
hutan
KPH
Cianjur
dipimpin
oleh
administratur/KKPH Cianjur dengan dibantu 2 wakil administratur/KSKPH yaitu
wakil administratur/KSKPH Cianjur Utara dan Wakil administratur/KSKPH
Cianjur Selatan. Selain Wakil Adm/KSKPH, administratur dibantu oleh seorang
kepala seksi pengelolaan sumber daya hutan. Saat ini jumlah asper/KBKPH di
KPH Cianjur adalah 8 orang dengan KRPH sebanyak 30 orang. Struktur
organisasi di KPH Cianjur dapat dilihat pada Gambar 3.
20
Sumber: Perhutani (2010).
Gambar 3 Struktur organisasi di KPH Cianjur.
4.3 Sumber Daya Manusia Perusahaan
Status ketenegakerjaan pada tenaga kerja di KPH Cianjur sesuai dengan
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Surat Direksi No.998/Kpts/Dir/2006 terdiri
dari Pegawai (PNS diperbantukan dan Pegawai Perusahaan) serta pekerja
pelaksana. Sementara untuk memenuhi kebutuhan tenaga sesuai dengan volume
pekerjaan yang ada akan dipenuhi oleh tenaga kerja PKWT (Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu).
Pekerja untuk kegiatan penebangan umumnya berasal dari masyarakat di
sekitar hutan dan pada awalnya mereka dibekali pelatihan penebangan (job
training) sebelum mendapatkan pekerjaan sebagai operator chainsaw sehingga
dapat
meningkatkan
pendapatan
masyarakat.
Pemantauan
parameter
ketenagakerjaan dilakukan pada kegiatan:
1. Monitoring penyerapan tenaga kerja di persemaian, kegiatan persiapan
tanaman, pemeliharaan dan tebangan.
21
2. Pelatihan bagi pekerja Perhutani melalui job training dan studi banding.
3. Pemenuhan hak-hak pekerja seperti keikutsertaan Jamsostek, upah dan
peningkatan status karyawan.
4. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja SMK3 pada
setiap bagian pengelolaan hutan.
4.4 Kondisi Umum K3 Perusahaan
Sektor kehutanan merupakan salah satu penyumbang angka terbesar dalam
kecelakaan kerja. Kegiatan pemanenan merupakan kegiatan yang menyumbang
angka paling besar karena besarnya resiko kecelakaan kerja yang menyertainya.
Hal ini dapat pula dilihat dari penggunaan alat-alat berat dan kondisi lapangan
serta beban kerja yang diterima oleh pekerja. Selain itu, faktor alam pun kerap
berperan dalam hal ini (Perhutani 2010).
Kegiatan penebangan di KPH Cianjur menggunakan chainsaw sebagai alat
penebangan baik untuk penebangan jati maupun jenis kayu rimba lainnya.
Penggunaan chainsaw sebagai alat penebangan sangat memiliki resiko kecelakaan
kerja yang besar. Perhatian pihak perusahaan terhadap hal ini ditunjukkan dengan
adanya peraturan tertulis pada buku petunjuk kerja penebangan (SOP) yang
didalamnya berisi prosedur kegiatan penebangan juga berisi anjuran pemakaian
alat-alat pengaman dan pelindung diri. Pada kenyataannya, di lapangan ternyata
tidak demikian karena pekerja penebangan belum menggunakan alat-alat
pelindung diri secara lengkap dan memenuhi standar. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena tidak mencukupi dan tidak lengkap alat pelindung diri (APD)
yang disediakan oleh perusahaan serta kesadaran yang kurang dari pekerja dan
pihak perusahaan terhadap pentingnya perlindungan terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja. Namun demikian kegiatan penebangan ini secara langsung
diawasi oleh mandor tebang yang telah ditunjuk oleh perusahaan untuk masingmasing petak tebang (Perhutani 2010).
Secara non teknis, KPH Cianjur telah membuat dan dalam masa penerapan
manual SMK3. Tindak lanjut dari SMK3 ini adalah dengan membentuk Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). P2K3 langsung bertanggung
jawab kepada pimpinan perusahaan yaitu administratur. P2K3 merupakan
22
lembaga/badan yang dibentuk oleh perusahaan untuk membantu melaksanakan
dan menangani upaya-upaya K3 yang keanggotaannya langsung terdiri dari unsur
pengusaha dan tenaga kerja (Perhutani 2010).
Tujuan dari P2K3 adalah sebagai lembaga yang membantu perusahaan
dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan secara menyeluruh dan
berkesinambungan dalam upaya meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja.
Sumber: Perhutani (2010).
Gambar 4 Struktur organisasi P2K3 KPH Cianjur.
Dalam upaya mengurangi tingkat kecelakaan kerja yang terjadi khususnya
pada kegiatan pemanenan kayu maka pekerja diharuskan menggunakan alat
pelindung diri (APD). Alat pelindung diri yang disediakan oleh perusahaan untuk
pekerja adalah:
1. Helm (safety helmet): berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang
bisa mengenai kepala secara langsung.
2. Sepatu pelindung (safety shoes): berfungsi sebagai alat pengaman saat
bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur.
23
3. Sarung tangan: berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di
tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan.
4. Penutup telinga (earmuff): berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat
bekerja di tempat yang bising.
5. Kaca mata pengaman (safety glasses): berfungsi sebagai pelindung mata
ketika bekerja.
6. Masker: berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di
tempat dengan kualitas udara buruk (misalnya berdebu dan beracun).
Jumlah alat pelindung diri yang telah disediakan oleh KPH Cianjur dapat
dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7 Daftar inventarisasi alat pelindung diri
No
Jenis Alat
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
Sepatu karet (sepatu boot) merk Krisbow
Sepatu karet (sepatu boot) merk Koyoba
Helm pengaman (safety helmet) merk Krisbow
Kacamata pengaman (safety glasses) merk Krisbow
Sarung tangan merk Krisbow
Sarung tangan merk Dragon
Alat pelindung telinga (ear muff) merk Krisbow
Masker (Respirator) merk Koala
Di lapangan:
5
15
1
Helm pengaman merk CIC
576
2
Sepatu boot merk AP Terra
576
3
Sarung tangan merk Kovet
576
Keterangan
Di kantor KPH:
Jumlah
18
9
10
24
10
20
untuk 8 BKPH
1,839
Sumber: Perhutani ( 2010).
Perlengkapan APD tersebut di atas diberikan kepada pekerja yang
mempunyai tingkat resiko yang paling tinggi, sedangkan pekerja yang mempunyai
aktivitas dengan resiko rendah secara bertahap akan dilengkapi dengan APD,
disesuaikan dengan kemampuan keuangan perusahaan.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Persepsi Responden terhadap Kebisingan
Kebisingan merupakan salah satu permasalahan yang disebabkan oleh
penggunaan chainsaw. Kebisingan pada chainsaw dapat ditimbulkan oleh adanya
gerakan dan gesekan dari komponen-komponen motor bakar yang menyebabkan
adanya perubahan frekuensi dan tekanan udara, selain itu karena gerakan dari
chain (rantai) yang berputar dengan kecepatan tinggi dan bergesekan dengan
guide bar (bilah).
Schiffman dan Kanuk (2000) dalam Sumarwan (2002) menyatakan bahwa
persepsi adalah
sebuah
proses
saat
individu
memilih,
mengatur
dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris yang berguna untuk memberikan arti
pada suatu obyek. Perilaku tersebut seringkali didasarkan pada persepsi mereka
tentang kenyataan bukan pada kenyataan itu sendiri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri
obyek atau target yang diartikan atau dalam konteks situasi di mana persepsi
dibuat.
Persepsi setiap orang terhadap suatu obyek dapat berbeda yaitu dapat
bersifat positif maupun negatif. Adanya perbedaan inilah yang menyebabkan
seseorang menyenangi suatu obyek sedangkan orang lain tidak senang bahkan
membenci obyek tersebut. Perbedaan persepsi tersebut dapat pula terjadi pada
operator chainsaw dan nonoperator chainsaw terhadap kebisingan yang
diterimanya.
Persepsi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu persepsi visual yang
didapatkan dari indera penglihatan, persepsi auditori yang didapatkan dari indera
pendengaran, persepsi perabaan yang didapatkan dari indera perabaan, persepsi
penciuman yang didapatkan dari indera penciuman, serta persepsi pengecapan
yang didapatkan dari indeta pengecap. Karena penelitian ini berkaitan dengan
kebisingan maka penelitian ini termasuk dalam kategori persepsi auditori yang
melibatkan indera pendengaran (telinga).
25
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dapat dilihat perbedaan persepsi
operator chainsaw dan nonoperator chainsaw terhadap kebisingan chainsaw pada
kondisi iddle, half dan racing tanpa menggunakan APD, dengan menggunakan
earmuff dan earplug (Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7).
3,8000
4,00
3,26667
3,500
Persepsi
3,00
3,73333
2,73333
2,66667
2,500
2,00
Ket :
1,66667
Operator chainsaw
1,500
Nonoperator chainsaw
1,00
,500
,00
Tanpa APD
Earmuff
Earplug
Perlakuan
Gambar 5
Persepsi operator chainsaw dan nonoperator chainsaw terhadap
penerimaan kebisingan pada saat kondisi chainsaw iddle.
Persepsi operator chainsaw pada saat kondisi chainsaw iddle tanpa
menggunakan APD adalah cukup bising, sedangkan
persepsi nonoperator
chainsaw sangat bising. Setelah menggunakan earmuff maupun earplug persepsi
operator chainsaw menjadi tidak bising sedangkan nonoperator chainsaw cukup
Persepsi
bising.
4,500
4,00
3,500
3,00
2,500
2,00
1,500
1,00
,500
,00
3,86667
3,13333
3,33333
2,86667
Ket :
2,06667
1,73333
Operator chainsaw
Nonoperator chainsaw
Tanpa APD
Earmuff
Earplug
Perlakuan
Gambar 6
Persepsi operator chainsaw dan nonoperator chainsaw terhadap
penerimaan kebisingan pada saat kondisi chainsaw half gas.
26
Persepsi operator chainsaw pada saat kondisi chainsaw half gas tanpa
menggunakan APD adalah bising, sedangkan
persepsi nonoperator chainsaw
sangat bising. Setelah menggunakan earmuff persepsi operator chainsaw adalah
tidak bising sedangkan nonoperator chainsaw cukup bising. Kemudian pada saat
menggunakan earplug persepsi operator chainsaw dan nonoperator chainsaw
adalah cukup bising.
3,500
3,13333
3,000
3,00
2,53333
2,2000
Persepsi
2,500
2,00
1,500
Ket :
1,33333
1,2000
Operator chainsaw
Nonoperator chainsaw
1,00
,500
,00
Tanpa APD
Earmuff
Earplug
Perlakuan
Gambar 7
Persepsi operator chainsaw dan nonoperator chainsaw terhadap
penerimaan kebisingan pada saat kondisi chainsaw racing.
Pada saat kondisi chainsaw racing persepsi operator chainsaw dan
nonoperator chainsaw tanpa menggunakan APD adalah sangat bising. Setelah
menggunakan earmuff persepsi operator chainsaw dan nonoperator chainsaw
adalah cukup bising dan setelah menggunakan earplug persepsi operator chainsaw
dan nonoperator chainsaw adalah bising. Persepsi yang diberikan oleh operator
chainsaw pada saat chainsaw dalam keadaan racing berbeda dengan mandor yang
menyatakan bahwa operator chainsaw tidak merasa bising dan terganggu karena
operator chainsaw telah terbiasa dengan bunyi chainsaw.
Berdasarkan Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7 terlihat adanya perbedaan
persepsi operator chainsaw dan nonoperator chainsaw meskipun demikian baik
operator chainsaw maupun nonoperator chainsaw memiliki tren persepsi yang
sama yaitu semakin tinggi intensitas bunyi maka kedua responden semakin
terganggu.
27
Perbedaan persepsi pada saat menggunakan earplug dan earmuff terjadi
karena daya reduksi earmuff lebih kuat dari pada earplug. Earmuff atau tutup
telinga dapat mengurangi tekanan kebisingan sekitar 25─40 dB, sedangkan
earplug atau sumbat telinga dapat mengurangi tekanan kebisingan sekitar 8─30
dB. Hal ini tergantung pada longgar atau tidaknya responden memasang sumbat
telinga ini.
Keuntungan menggunakan earmuff adalah dapat digunakan walaupun
terdapat infeksi pada telinga dan cukup disediakan satu ukuran, tidak mudah
hilang, serta penggunaannya dapat dimonitor karena dapat dilihat dari luar.
Kerugiannya adalah tidak nyaman dalam penggunaan yang lama di lingkungan
yang panas dan mengganggu penggunaan alat pelindung yang lain. Sedangkan
keuntungan menggunakan earplug atau sumbat telinga adalah dapat dibuat dari
kapas, malam, plastik, dan karet sintetis. Kerugiannya adalah daya proteksi alat ini
kurang untuk kebisingan di atas 100 dB, tidak dapat dipakai bila ada infeksi
telinga, sulit dimonitor pemakaiannya karena dari jauh tidak terlihat, mudah
hilang karena kecil, serta perlu perawatan untuk menjaga kebersihannya.
Di lokasi penelitian, hampir keseluruhan operator chainsaw tidak
menggunakan APD yaitu earmuff atau earplug karena jumlah operator chainsaw
yang terlalu banyak sehingga tidak semua operator chainsaw mendapatkan APD.
Alasan lainnya adalah operator chainsaw di KPH Cianjur merupakan pekerja
musiman yang hanya dipekerjakan pada saat pemanenan. Oleh sebab itu operator
chainsaw yang bekerja dapat berganti-ganti pada tiap musim pemanenan sehingga
diperlukan banyak biaya untuk pengadaan APD tersebut. Berdasarkan hasil
wawancara dengan seluruh responden operator chainsaw, dari segi kenyamanan
pemakaian earmuff dan earplug responden berpendapat bahwa earmuff lebih
nyaman digunakan dari pada earplug karena dapat mengurangi intensitas bunyi
yang sampai ke telinga responden lebih besar (daya reduksi suara tinggi).
Meskipun demikian para operator chainsaw mengatakan bahwa menggunakan
earmuff mempunyai kerugian yaitu pada saat pohon akan roboh tidak akan
terdengar oleh operator chainsaw tersebut sehingga operator chainsaw khawatir
keselamatan dirinya akan terancam meskipun pada saat pohon akan dirobohkan
ada aba-aba dari mandor tebang yang berupa suara peluit dan arahan dari tangan
28
(isyarat). Ketakutan akan tertimpa pohon dapat pula disebabkan karena di dalam
satu petak tebang terdapat tiga sampai dengan empat orang operator chainsaw
yang dikhawatirkan akan mengancam keselamatan operator chainsaw dikarenakan
pohon yang tumbang dari arah yang membelakangi operator chainsaw yang lain.
Alternatif pengendalian kebisingan yang lain dapat dilakukan dengan cara
mengurangi kebisingan pada sumbernya misalnya dengan menempatkan peredam
pada sumber suara. Penempatan penghalang pada jalan transmisi. Isolasi tenaga
kerja atau mesin adalah upaya yang baik untuk mengurangi kebisingan.
Kebisingan
dapat
mengganggu
kesehatan
pendengaran
sehingga
dapat
menyebabkan gangguan komunikasi karena dengan suasana yang bising memaksa
pekerja berteriak di dalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Lebih jauh
kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan daya konsentrasi
pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya
menurunkan produktivitas kerja.
Selain wawancara persepsi responden dilakukan juga pengukuran intensitas
bunyi chainsaw yang diukur pada mesin, telinga kiri dan telinga kanan. Untuk
mengetahui waktu
yang diizinkan oleh ISO
(International Standard
Organization), OSHA (Occupational Safety and Health Association) dan standard
Indonesia dapat dilihat pada tabel 8.
Gambar 8 Pengukuran kebisingan terhadap telinga kiri dan telinga kanan.
29
140
B
u
n
y
i
120
100
92,83333
80,18333
104,76667
93,78333
118,76667
101,93333
Ket :
80
60
Chainsaw
40
Telinga
(
d
B
)
I
n
t
e
n
s
i
t
a
s
20
0
Iddle
Half
Racing
Kondisi Chainsaw
Gambar 9 Intensitas bunyi yang dihasilkan chainsaw pada kondisi iddle, half gas
dan racing.
Tabel 8 Beberapa standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja kontinu
yang diperkenankan
Intensitas (dB)
Indonesia
Waktu Kerja (Jam)
ISO
OSHA
85
90
85
8
─
92
87,5
6
88
95
90
4
─
97
92,5
3
91
100
95
2
94
105
100
1
97
110
105
0,5
100
115
110
0,25
Pada kondisi chainsaw iddle intensitas bunyi yang dihasilkan adalah sebesar
92,83 dB sedangkan yang diterima oleh telinga kiri sebesar 82,57 dB dan telinga
kanan sebesar 77,80 dB. Pada saat chainsaw dalam keadaan setengah gas adalah
sebesar 104,77 dB sedangkan intensitas bunyi yang diterima oleh telinga kiri
sebesar 96,37 dB dan telinga kanan 91,20 dB. Pada saat chainsaw dalam keadaan
racing intensitas bunyi yang dihasilkan sebesar 118,77 dB sedangkan yang
diterima oleh telinga kiri 104,33 dB dan telinga kanan 99,53 dB. Perbedaan
intensitas bunyi yang dihasilkan oleh chainsaw dengan yang diterima oleh telinga
kiri maupun telinga kanan disebabkan oleh faktor eksternal antara lain: jarak dari
sumber kebisingan (mesin) ke telinga operator, angin dan material-material
sekitar/lingkungan yang ikut mereduksi bunyi yang diterima oleh telinga. Faktor
yang mempengaruhi perbedaan intensitas bunyi yang diterima oleh telinga kiri
30
dan telinga kanan adalah antropometri tubuh responden normal (tidak kidal).
Selain itu intesitas bunyi yang diterima telinga kiri lebih besar dari pada telinga
kanan disebabkan oleh jarak antara sumber bunyi (chainsaw) yang lebih dekat
dengan telinga kiri dibandingkan dengan telinga kanan. Pada penelitian ini tidak
dilakukan pengukuran secara detail besarnya nilai penurunan tingkat kebisingan
karena faktor-faktor eksternal tersebut. Hal ini disebabkan karena keterbatasan
alat ukur yang tersedia.
Berdasarkan hasil perhitungan uji Wilcoxon pada saat chainsaw iddle, half
gas dan racing dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
terhadap penerimaan intensitas bunyi chainsaw pada telinga kiri maupun telinga
kanan. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai Asymp. Sig. yang lebih besar
dari nilai α (0,05) yaitu 0,109 meskipun secara statistik tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan tetapi secara pengukuran terdapat perbedaan besarnya
intensitas bunyi tersebut.
Pada saat chainsaw dinyalakan pada kondisi iddle rata-rata intensitas bunyi
yang sampai ke telinga responden sebesar 80,18 dB yang memiliki arti bahwa
chainsaw dapat dioperasikan dalam ambang batas kewajaran sesuai dengan
standard ISO (International Standard Organization), OSHA (Occupational Safety
and Health Association) dan standard Indonesia selama 8 jam. Apabila chainsaw
dinyalakan pada kondisi half gas rata-rata intensitas bunyi yang diterima oleh
telinga responden sebesar 93,78 dB yang mempunyai makna bahwa chainsaw
dapat dioperasikan dalam ambang batas kewajaran (dapat dikatakan tidak akan
mengganggu fungsi pendengaran) sesuai dengan standard ISO selama pemakaian
tidak lebih dari satu jam sedangkan menurut OSHA selama 4 jam dan menurut
standard Indonesia selama dua jam. Apabila chainsaw dinyalakan pada kondisi
racing rata-rata intensitas bunyi yang diterima oleh telinga responden sebesar
101,93 dB yang mempunyai makna bahwa chainsaw dapat dioperasikan dalam
ambang batas kewajaran/dapat dikatakan tidak mengganggu fungsi pendengaran
sesuai dengan standard ISO selama 0,25 jam, sedangkan berdasarkan standard
OSHA 1 jam dan standard Indonesia selam 0,5 jam. Yovi et al. (2005)
menyatakan bahwa setiap hari operator chainsaw terpapar kebisingan chainsaw
pada kondisi racing yaitu pada kegiatan felling, bucking, dan delimbing selama 3
31
jam yang berarti bahwa operator chainsaw terpapar kebisingan melebihi batas
waktu yang diizinkan baik menurut ISO, OSHA, maupun standard Indonesia.
Kehilangan pendengaran merupakan pengaruh utama dari kebisingan, hal
ini tidak dirasakan langsung oleh pekerja melainkan secara bertahap dan
memakan waktu yang lama, sedangkan pada saat pekerja pertama kali mengalami
gangguan pendengaran (4000Hz), pekerja tidak akan merasakan gangguan
tersebut. Pengaruh lain dari kebisingan antara lain dapat berupa kejengkelan,
perubahan metabolisme dan keresahan (Santosa 1992). Akibat lain yang
ditimbulkan oleh kebisingan adalah gangguan psikologis, fisiologis serta
gangguan komunikasi.
Menurut International Standardization Organization (ISO) derajat gangguan
pendengaran akibat kebisingan adalah sebagai berikut:
Berdasarkan standard ISO derajat ketulian adalah sebagai berikut:
1. Jika peningkatan ambang batas dengar antara 0 sampai dengan < 25 dB,
termasuk kategori normal.
2. Jika peningkatan ambang batas dengar antara 26 sampai dengan 40 dB,
termasuk kategori tuli ringan.
3. Jika peningkatan ambang batas dengar antara 41 sampai dengan 60 dB,
termasuk kategori tuli sedang.
4. Jika peningkatan ambang batas dengar antara 61 sampai dengan 90 dB,
termasuk kategori tuli berat.
5. Jika peningkatan ambang batas dengar > 90 dB, termasuk kategori tuli
sangat berat.
5.2 Uji Daya Konsentrasi Responden terhadap Kebisingan Chainsaw
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi dari daya konsentrasi
adalah pemusatan perhatian atau pikiran pada suatu hal. Ketika seseorang sedang
berdaya konsentrasi dapat terjadi gangguan misalnya: suara yang keras (bising)
dari suatu sumber bunyi dan pada saat seseorang sedang mendapatkan sebuah
masalah. Pengukuran uji daya konsentrasi ini dilakukan dengan mengabaikan
masalah yang ada pada diri responden (responden dianggap tidak memiliki
masalah sebelum dilakukan penelitian).
32
Gambar 10 Uji pengaruh kebisingan terhadap daya konsentrasi responden.
Berdasarkan hasil analisis data dengan uji Wilcoxon dapat diketahui bahwa
kebisingan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap daya
konsentrasi operator chainsaw pada kedua perlakuan yang diberikan, yaitu pada
saat chainsaw iddle sebelum operator chainsaw memakai APD dan setelah
memakai APD serta pada saat kondisi chainsaw racing sebelum menggunakan
APD dan setelah menggunakan APD. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Asymp.
Sig sebesar 0,067; 0,360 yang lebih besar dari nilai alpha (0,05). Dengan demikian
dapat diketahui bahwa operator chainsaw tidak merasa terganggu dengan
kebisingan chainsaw atau telah terbiasa dengan kebisingan. Sementara itu Baiquni
(2009) menyatakan bahwa sebagian besar dari operator tidak merasakan adanya
gangguan akibat kebisingan terhadap dirinya sehingga hal ini dapat dijadikan
pedoman bahwa operator tersebut telah kebal terhadap kebisingan.
Berdasarkan Gambar 11 dapat diketahui bahwa 12 dari 15 operator
chainsaw atau 80% operator chainsaw yang disertakan dalam penelitian ini
terbiasa dengan kebisingan di luar dari pekerjaan mereka yaitu pada saat mereka
berada di rumah/ lingkungan tempat tinggal mereka misalnya, mendengarkan
musik atau menonton televisi dengan volume yang tinggi. Hal ini dapat
disebabkan oleh penurunan daya dengar akibat pekerjaan mereka sehingga pada
saat di rumah operator chainsaw tidak dapat mendengar suara dengan baik apabila
tidak dengan intensitas bunyi yang tinggi. Fakta ini semestinya menjadi perhatian
Perum Perhutani untuk melakukan pemeriksaan organ pendengaran operator
chainsaw secara berkala untuk menghindari penurunan daya dengar yang
permanen.
33
20%
Ket :
% Jawaban Ya
%Jawaban Tidak
80%
Gambar 11 Interaksi operator chainsaw terhadap kebisingan selain di tempat
kerja.
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon juga dapat dilihat bahwa kedua perlakuan
yang diberikan kepada nonoperator chainsaw menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan, yaitu pada saat kondisi chainsaw iddle sebelum menggunakan
APD dan iddle setelah menggunakan APD serta pada saat chainsaw racing
sebelum menggunakan APD dan setelah menggunakan APD. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya Asymp. Sig sebesar 0,025 dan 0,003 yang lebih kecil dari nilai
alpha (0,05) sehingga hipotesis H1 diterima. Dengan demikian dapat diketahui
bahwa kebisingan yang dihasilkan oleh chainsaw mengganggu daya konsentrasi
responden nonoperator chainsaw. Faktor yang menyebabkan nonoperator
chainsaw terganggu daya konsentrasinya adalah nonoperator chainsaw tidak
terbiasa dengan bunyi yang dihasilkan oleh chainsaw yang berarti bahwa bunyi
tersebut tidak dikehendaki (mengganggu).
Berdasarkan hasil dari wawancara dengan mandor tebang sesungguhnya
mayoritas operator chainsaw tidak merasa bising pada saat chainsaw dinyalakan.
Hal ini berlawanan dengan hasil wawancara yang menunjukkan operator
chainsaw merasa bising pada saat chainsaw dinyalakan pada kondisi racing oleh
sebab itu operator chainsaw diberi perlakuan iddle dengan APD dan tanpa APD
serta racing dengan APD dan tanpa APD tidak menunjukkan adanya nilai yang
signifikan karena pada dasarnya operator chainsaw tidak mengalami gangguan
daya konsentrasi pada saat chainsaw dinyalakan. Hal ini berbanding terbalik
34
dengan perlakuan yang diberikan pada responden nonoperator chainsaw sehingga
dapat disimpulkan responden nonoperator chainsaw tidak dapat berkonsentrasi
apabila ada suara bising.
Kebisingan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas
pekerja karena kebisingan dapat menyebabkan kelelahan. Pada beban kerja fisik
dan intensitas kebisingan yang melebihi NAB yaitu 85 dB(A) selama 8 jam kerja
dapat menimbulkan gejala kelelahan seperti kurang daya konsentrasi, rasa haus,
pusing dan lain-lain. Yovi et al. (2005) menyatakan bahwa berdasarkan studi
analisis sudut pandang terdapat beberapa kegiatan yang tidak produktif maka
seharusnya kegiatan yang tidak produktif ini dapat dihilangkan dengan membuat
perencanaan yang lebih baik sebelum memulai kegiatan penebangan dan
menambah ekstra chainsaw untuk pembantu operator chainsaw akan bermanfaat
sehingga lamanya kebisingan yang diterima operator chainsaw dapat berkurang.
Benister et al. (1968) dalam Yovi et al. (2005) menjelaskan bahwa
intensitas bekerja yang bisa ditoleransi tergantung pada kondisi lingkungan, jenis
kelamin, kebugaran/kondisi fisik pekerja. Kondisi lingkungan yang bising dapat
menyebabkan operator mudah lelah dan kehilangan konsentrasi. Oleh sebab itu
seharusnya Perhutani menyediakan pekerja pengganti pada saat kebisingan telah
melewati ambang batas waktu yang diizinkan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Persepsi penerimaan kebisingan operator chainsaw dan nonoperator
chainsaw berbeda. Meskipun demikian persepsi kedua jenis responden tentang
kebisingan memiliki tren yang sama yaitu semakin bertambah intensitas bunyi
maka responden semakin terganggu. Analisis data hasil penelitian menunjukkan
bahwa daya konsentrasi operator chainsaw tidak terganggu oleh adanya
kebisingan pada kedua perlakuan yang diberikan. Keadaan tersebut berbanding
terbalik dengan daya konsentrasi nonoperator chainsaw yang terganggu oleh
kebisingan. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah daya dengar operator
chainsaw yang mengalami penurunan serta kebiasaan operator chainsaw yang
bernteraksi dengan kebisingan setiap hari.
6.2 Saran
Perum Perhutani bekerja sama dengan mitra Perhutani untuk menyediakan
alat pelindung diri untuk menunjang keselamatan dan kesehatan kerja dikarenakan
banyaknya operator chainsaw yang belum menggunakan APD karena merupakan
pekerja musiman yang disediakan oleh mitra perhutani.
Perum Perhutani memberikan penyuluhan kepada operator chainsaw
berkaitan dengan pentingnya menggunakan APD agar kesadaran operator
chainsaw meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Baiquni K. 2009. Studi Aspek Kebisingan di Unit Stamping Shop, Karawang,
Plant PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Buchari. 2007. Kebisingan Industri and Hearing Conservation Program. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2009. Ergonomi. Pusat Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan. http://www.depkes.go.id/downloads/Ergonomi/.
PDF [16 Januari 2010].
Etchison W. 2007. Ergonomi. http://arif78.wordpress.com/ [16 Januari 2010].
Hasan MI. 2001. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Dekriptif) edisi kedua.
Jakarta: Bumi Aksara.
Handoko S. 2009. Kebisingan dan Pegaruhnya pada Lingkungan Hidup. Educare
2 (2):6─7.
Hutagalung M. 2007. Pengendalian Kebisingan dalam Pabrik Kimia. http://majari
magazine.com/2007/12/ pengendalian- kebisingan- dalam pabrik - kimia/
[16 Januari 2010].
[ILO] International Labour Organization. 1998. Kode Praktis ILO Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di Kehutanan. Yanri Z, Yusuf M, Ernawati A W,
penerjemah: Elias, editor. Geneva: International Labour Office.
Terjemahan dari: Safety and Health in Forestry Work.
[Kemendiknas] Kementerian Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa
Indonesia online (KBBI online). http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/ [16
Januari 2010]
[Kemen LH] Kementerian Lingkungan Hidup. 1996. Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup no.48 Tahun 1996 tentang Batas Kebisingan
Maksimum pada Berbagai Area Kota. .http://www.menlh.go.id/apecvc/
osaka/eastjava/noise_id/2/page3.html [ 16 Januari 2010]
[Kemenaker] Kementerian Tenaga Kerja. 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor Kep-51/MEN/1999 tentang Batas Kebisingan Maksimum dalam
Area Kerja. http://majari magazine.com/2007/12/ pengendaliankebisingan-dalam pabrik - kimia/ [16Januari 2010].
Kroemer KHE, Granjean E. 1997. Fitting The Task To The Human fifth edition A
Textbook of Occupational Ergonomics. USA: Taylor and Francis Inc.
Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: PT Ghalia Indonesia.
Nugroho A. 2005. Pengukuran Getaran Mekanis dan Kebisingan Gergaji Rantai
[skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian: Institut Pertanian Bogor.
Perhutani. 2009. Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia (SIM
SDM) KPH Cianjur. Cianjur: Perum Perhutani KPH Cianjur.
Perhutani. 2010. Dokumen Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(DP2K3) Perum Perhutani KPH Cianjur. Cianjur: Perum Perhutani KPH
Cianjur.
Perhutani. 2010. Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (DPPL)
KPH Cianjur. Cianjur: Perum Perhutani KPH Cianjur.
Prabu. 2009. Dampak Kebisingan terhadap Kesehatan. http://putraprabu.
wordpress.com/2009/01/02/pengukuran-nilai-ambangdan-zona kebisingan/
[16 Januari 2010].
Salvendy G. 2006. Handbook of Human Factor and Ergonomics. United State of
America: John Wiley & Sons, Inc.
Santosa G. 1992. Pengendalian Kebisingan dan Pengaruhnya Terhadap Pekerja
Penggergajian PT Inhutani I Administratur Industri Bekasi Jawa Barat
[tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Suma’mur PK. 1988. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.
Saksama.
Sumarwan U. 2002. Perilaku Konsumen. Bogor: PT Ghalia Indonesia.
Wilson CE. 1989. Noise Control: measurement, analysis, and control of sound
and vibration. New York: Harper and Row.
Yovi EY, Takimoto Y, Ichihara K, Matsubara C. 2005. A study workload and
work efficiency in timber harvesting by using chainsaw in pine plantation
forest in Java Island – clear cutting operation. Applied Forest Science. 14
(1):17─26.
LAMPIRAN
39
Lampiran 1 Daftar pertanyaan uji daya konsentrasi responden
Jawablah Pertanyaan berikut dengan mengurangkan antara gambar
berwarna hitam dan putih!
1.
6.
...............
2.
................
7.
.................
...............
3.
8.
.................
4.
...............
9
...............
...............
10
5.
..............
...............
40
Lanjutan
11.
16.
...............
12.
...............
17.
...............
13.
..............
18.
...............
14.
..............
19.
...............
15.
..............
20.
....................
..............
41
Lanjutan
21.
....................
22.
....................
23.
....................
24.
....................
25.
....................
42
Lampiran 2 Daftar pertanyaan uji persepsi responden
Beri Tanda Silang untuk Jawaban yang Paling Sesuai dengan Persepsi
Anda!
Chainsaw dalam Keadaan Iddle:
a. Bagaimana menurut persepsi anda suara chainsaw yang dinyalakan pada
keadaan iddle tanpa menggunakan alat pelindung diri :
1. sangat bising 2. bising,
3. cukup bising,
4. tidak bising
5. sangat tidak bising
b. Bagaimana menurut persepsi anda suara chainsaw yang dinyalakan pada
keadaan iddle dengan menggunakan alat pelindung diri (Earmuff) :
1. sangat bising 2. bising,
3. cukup bising,
4. tidak bising
5. sangat tidak bising
c. Bagaimana menurut persepsi anda suara chainsaw yang dinyalakan pada
keadaan iddle dengan menggunakan alat pelindung diri (Earplug) :
1. sangat bising 2. bising,
3. cukup bising,
4. tidak bising
5. sangat tidak bising
Chainsaw dalam Keadaan Half Gas:
a. Bagaimana menurut persepsi anda suara chainsaw yang dinyalakan pada
keadaan half gas tanpa menggunakan alat pelindung diri :
1. sangat bising 2. bising,
3. cukup bising,
4. tidak bising
5. sangat tidak bising
b. Bagaimana menurut persepsi anda suara chainsaw yang dinyalakan pada
keadaan half gas dengan menggunakan alat pelindung diri (Earmuff) :
1. sangat bising 2. bising,
3. cukup bising,
4. tidak bising
5. sangat tidak bising
c. Bagaimana menurut persepsi anda suara chainsaw dinyalakan pada keadaan
half gas dengan menggunakan alat pelindung diri (Earplug) :
1. sangat bising 2. bising,
3. cukup bising,
4. tidak bising
5. sangat tidak bising
Chainsaw dalam Keadaan Racing :
a. Bagaimana menurut persepsi anda suara chainsaw yang dinyalakan pada
keadaan racing tanpa menggunakan alat pelindung diri :
1. sangat bising 2. bising,
3. cukup bising,
4. tidak bising
5. sangat tidak bising
b. Bagaimana menurut persepsi anda suara chainsaw yang dinyalakan pada
keadaan racing dengan menggunakan alat pelindung diri (Earmuff) :
1. sangat bising 2. bising,
3. cukup bising,
4. tidak bising
5. sangat tidak bising
43
Lanjutan
c. Bagaimana menurut persepsi anda suara chainsaw yang dinyalakan pada
keadaan racing dengan menggunakan alat pelindung diri (Earplug) :
1. sangat bising 2. bising,
3. cukup bising,
4. tidak bising
5. sangat tidak bising
Pertanyaan Tambahan
Bagaimana pendapat anda pada saat menggunakan Earmuff ditinjau dari segi
kenyamanan:
Bagaimana pendapat anda pada saat menggunakan Earplug ditinjau dari segi
kenyamanan:
44
Lampiran 3 Uji Wilcoxon terhadap daya konsentrasi responden
Uji Statistik Wilcoxon
Asym. Sig. (2-tailed) Iddle dengan
APD dan tanpa APD
Asym. Sig. (2-tailed) Iddle dengan
APD dan tanpa APD
α
Operator
Chainsaw
Nonoperator
chainsaw
0,067
0,025
0,36
0,003
0,05
0,05
Download