Kartosen et. al: Profil Kadar Kit-Ligand pada Zalir Folikel Ovarium Profil Kadar Kit-Ligand pada Zalir Folikel Ovarium pada Pasien Infertil dengan Endometriosis Ringan, Berat dan Tanpa Endometriosis Haris A Kartosen, Relly Y Primariawan, Hendy Hendarto Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo, Surabaya ABSTRAK Salah satu faktor infertilitas pada pasien endometriosis adalah gangguan perlekatan organ reproduksi sehingga mengganggu pengambilan oosit oleh fimbria saat ovulasi dan menghambat pertemuan sperma-oosit di tuba falopii. Kit ligand (KL) adalah salah satu faktor yang dihasilkan oleh sel granulosa untuk menstimulasi perkembangan oosit. Tujuan penelitian ini membuktikan perbedaan antara kadar KL pada zalir folikel ovarium pasien endometriosis stadium berat,ringan dan pasien infertil tanpa endometriosis. Penelitian dilakukan di Klinik Fertilitas Graha Amerta RSUD Dr Sutomo Surabaya dan Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Brawidjaja Malang. Waktu pelaksanaan penelitian diperkirakan mulai bulan April 2010 sampai Juni 2010. Penelitian ini merupakan penelitian jenis observasional analitik dengan rancangan studi potong lintang pada manusia dengan melakukan pengamatan dan pengukuran variabel pada subyek penelitian wanita infertil dengan endometriosis yang dilakukan diagnosa dengan laparoskokopi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Masing-masing kelompok dilakukan pengambilan cairan folikel untuk pengukuran KL secara ELISA. Didapatkan total 42 sampel pada ketiga kelompok. Rerata kadar KL intra folikel kelompok kontrol (127,72 ± 31,72 pg/ml),kelompok endometriosis stadium ringan (229,02±21,17 pg/ml) dan kelompok endometriosis stadium berat (533,90 ± 333,75), menunjukkan perbedaan yang bermakna (harga p<0,05) antara masing-masing kelompok. Kesimpulan, Kadar KL pada zalir folikel ovarium penderita endometriosis lebih tinggi dibandingkan dengan non-endometriosis. Kadar KL pada zalir folikel ovarium penderita endometriosis berat lebih tinggi dibandingkan dengan penderita endometriosis ringan. (MOG 2011;19:88-95) Kata kunci: KL, endometriosis berat, endomteriosis ringan, infertil non endometriosis, laparoskopi, ELISA ABSTRACT One factor of infertility in patients with endometriosis is reproductive organs attachment disorder that disrupts oocyte retrieval by fimbria at the time of ovulation and inhibits sperm-oocyte meeting in the fallopian tubes. Kit ligand (KL) is one factor that is produced by the granulosa cells to stimulate oocyte development.The objective of this study was to prove the difference between the levels of KL in ovary follicle fluid of endometriosis patients with severe stage, mild and infertile patients without endometriosis. This study was conducted at Fertility Clinic Graha Amerta Dr Sutomo General Hospital Surabaya and Laboratory of Biochemistry Faculty of Science Brawidjaja University of Malang. The study started from April 2010 until June 2010. This was an observational analytic study with a cross-sectional study design in humans by making observations and measurements of variables in the study subjects infertile women with endometriosis diagnosed by laparoscopy that meet the criteria for inclusion and exclusion. Each group performed for the measurement of KL in the follicular fluid collection with ELISA. A total of 42 samples obtained in all three groups. Average intra-follicular levels of KL in the control group (127.72 ± 31.72 pg/ml), mild-stage endometriosis group (229.02 ± 21.17 pg/ml) and severe-stage endometriosis group (533.90 ± 333.75), showed significant differences (p <0.05) between each group. In conclusion, this study found significant differences in intra-follicular levels of KL in severe stage endometriosis, mild stage endometriosis, and infertile patients without endometriosis group. (MOG 2011;19:88-95) Keywords: KL, severe stage endometriosis, mid stage endometrosis, infertile non endometriosis, laparoscopy, ELISA Correspondence: Haris A Kartosen, Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya PENDAHULUAN pada wanita infertil. Data di RSUD Dr Soetomo Surabaya menunjukkan kecenderungan meningkat, yaitu wanita infertil yang dilakukan diagnostik secara laparoskopi ditemukan kejadian endometriosis 23% pada tahun 1980, meningkat 37% pada tahun 1990 dan mencapai 50% pada tahun 2002.14 Endometriosis merupakan penyakit di bidang ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi. Ditandai oleh adanya pertumbuhan jaringan endometrium di luar kavum uteri (ektopik). Angka kejadian endometriosis cukup tinggi sekitar 20-40% 88 Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 19 No. 2 Mei – Agustus 2011: 88-95 Selama perkembangan folikel ovarium terjadi komunikasi parakrin antara sel granulosa dan oosit. Sel granulosa akan memberi nutrisi pada oosit untuk pertumbuhan dan maturasinya, sedang faktor pertumbuhan yang berasal dari oosit yaitu Growth Differentiation Factor-9 (GDF-9) akan menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel granulosa.5 Pada penderita endometriosis terjadi peningkatan kadar Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) di ovarium termasuk di zalir peritoneum dan pada sel granulosa, semakin berat stadium endometriosis semakin tinggi kadar TNFa.3 TNF- α merupakan salah satu faktor inflamasi dan yang dapat memacu apoptosis dari jalur ekstrinsik pada sel granulosa yang akhirnya menyebabkan kematian sel granulosa. Selain itu juga didapatkan ukuran folikel yang lebih kecil dan peningkatan proses apoptosis sel granulosa pada penderita endometriosis. Kit ligand (KL) adalah salah satu faktor yang dihasilkan oleh sel granulosa, yang berfungsi untuk menstimulasi perkembangan oosit. Mutasi pada KL akan menyebabkan gangguan perkembangan oosit. Pada salah satu penelitian menggunakan zalir folikel ovarium pada penderita yang dilakukan IVF, didapatkan kadar KL di zalir folikel ovarium lebih besar pada penderita yang akhirnya mendapatkan kehamilan. Mekanisme secara pasti dan penyebab terjadinya penurunan kualitas oosit pada pasien endometriosis masih sulit dijelaskan. Diduga faktor inflamasi dapat berhubungan dengan gangguan faktor-faktor yang dihasilkan oleh sel granulosa, oosit ataupun teka termasuk KL sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan folikel dan terjadi gangguan infertilitas. Sampai saat ini masalah yang belum dapat diselesaikan adalah hasil penanganan pasien endometriosis yang infertil masih belum memuaskan. Dapat dilihat dari angka kehamilan yang masih rendah yaitu kurang dari 54% jika dibanding penyebab infertilitas lainnya. Pengamatan secara meta-analisis terhadap 22 studi tentang pengaruh endometriosis terhadap hasil fertilisasi in vitro/in vitro fertilization (IVF) yang melibatkan lebih dari 2300 pasien endometriosis didapatkan hasil: angka fertilisasi, jumlah oosit yang didapat saat Ovum Pick Up (OPU), kadar estradiol dan angka implantasi pada endometriosis lebih rendah dibandingkan non endometriosis. Hasil pengamatan ini memperkuat dugaan bahwa endometriosis memberikan dampak negatif pada semua marker proses reproduksi wanita infertil yang mengikuti program fertilisasi in vitro untuk mendapat-kan kehamilan.1 Salah satu faktor terjadinya infertilitas pada pasien endometriosis, adalah gangguan mekanik yaitu perlekatan organ-organ reproduksi sehingga mengganggu pengambilan oosit oleh fimbria saat ovulasi dan menghambat pertemuan sperma-oosit di tuba falopii. Gangguan mekanik ini dapat menerangkan terjadinya infertilitas pada endometriosis stadium berat, sedangkan mekanisme terjadinya infertilitas pada endometriosis stadium ringan tanpa adanya perlekatan organ-organ reproduksi masih sulit diterangkan. Selain itu dapat terjadi gangguan implantasi, defek imunologi dan kelainan di ovarium, antara lain gangguan proses folikulogenesis diduga berperan pula pada mekanisme terjadinya infertilitas. Donor oosit pada program fertilisasi in vitro yang berasal dari wanita endometriosis memberikan angka kehamilan lebih rendah dibandingkan donor oosit berasal dari wanita normal tanpa endometriosis. Hal ini lebih menegaskan bahwa endometriosis mempengaruhi ovarium sehingga terjadi penurunan kualitas oosit. Karena sampai saat ini mekanisme penurunan kualitas oosit pada pasien endometriosis masih menjadi perdebatan. Saat ini mekanisme gangguan folikulogenesis yang menyebabkan penurunan kualitas oosit pada pasien infertil dengan endometriosis masih diperdebatkan.12 Penelitian ini mengajukan konsep akibat adanya inflamasi kronis karena kadar TNF-α yang tinggi pada pasien endometriosis akan menyebabkan gangguan komunikasi sel granulosa dan oosit. Terjadi peningkatan apoptosis melalui jalur ‘dead receptor’ pada sel granulosa akan menghambat produksi KL, sehingga akan berpengaruh pada pertumbuhan dan maturasi oosit. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas oosit dan berakibat terjadi infertilitas. Pada penelitian ini, akan didapatkan gambaran kadar KL pada zalir folikel ovarium pasien endometriosis stadium berat, ringan dan pasien infertil tanpa endometriosis, sehingga pemeriksaan KL dapat digunakan sebagai alat prediksi kualitas pertumbuhan dan maturasi oosit, yang penting untuk fertilitas. Folikel yang terdiri dari sel granulosa, sel teka dan oosit, merupakan unit fungsional reproduksi wanita. Folikulogenesis adalah proses tumbuh kembang folikel yang melibatkan kerja sama yang erat antara ketiga sel diatas dan bertujuan menghasilkan oosit matur yang siap untuk fertilisasi. Interaksi yang erat dengan melibatkan banyak molekul, terutama antara oosit dan selsel granulosa yang mengelilingi oosit sangat penting untuk keberhasilan folikulogenesis. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian jenis observasional analitik dengan rancangan studi potong lintang pada manusia dengan melakukan pengamatan dan pengukuran variabel pada subyek penelitian wanita infertil 89 Kartosen et. al: Profil Kadar Kit-Ligand pada Zalir Folikel Ovarium menjadi 3 yaitu penderita non endo-metriosis, endometriosis ringan dan endometriosis berat. dengan endometriosis yang dilakukan diagnosa dengan laparoskokopi. Penelitian ini dilakukan di Klinik Fertilitas Graha Amerta RSUD Dr Sutomo Surabaya dan Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Brawidjaja Malang. Waktu pelaksanaan penelitian diperkirakan mulai bulan April 2010 sampai Juni 2010. Pada subyek penelitian dilakukan pemeriksaan USG transvagina yaitu pada folikel dengan diameter minimal 17 mm untuk penentuan kandidat folikel. Dilakukan aspirasi zalir folikel sebanyak 1cc, menggunakan spuit laparoskopi. Dilakukan pengiriman bahan penelitian ke Laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Universitas Brawidjaja. Selanjutnya cairan folikel di putar dengan kecepatan tinggi untuk memisahkan sel granulosa dengan cairan folikel. Supernatan disimpan dalam suhu -80°C. Sampel untuk pemeriksaan didapat dari cairan folikel dan kemudian dilakukan pemeriksaan dengan metode Elisa. Data penelitian ini dicatat dalam formulir pengambilan data yang dirancang khusus untuk penelitian ini. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka pengolahan dan analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif dan inferensial dengan program komputer SPSS for Windows dilakukan Uji komparasi dengan Anova pada variable KL pada masing-masing kelompok endometriosis berat, endometriosis ringan dan kelompok kontrol. Populasi penelitian ini adalah semua pasien dengan keluhan infertilitas yang datang ke RSUD Dr Sutomo Surabaya, sedangkan sampel adalah semua pasien infertil dengan endometriosis dan non endometriosis yang dilakukan diagnosa dengan laparoskopi. Penelitian ini dilakukan pada 42 orang sebagai subyek penelitian, yaitu pasien wanita infertil yang datang ke klinik Fertilitas Graha Amerta RSUD Dr Soetomo Surabaya. Berdasarkan hasil pemeriksaan laparoskopi 42 subyek penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 20 orang masuk dalam kelompok infertil non endometriosis (kontrol), 10 orang masuk dalam kelompok endometriosis ringan, dan12 orang masuk dalam kelompok endometriosis berat. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling yaitu semua sampel yang datang dan memenuhi syarat diikut sertakan sampai bulan Juni 2010. Penderita infertil yang akan dilakukan tindakan diagnosa dengan laparoskopi, di rencanakan pada pertengahan siklus haid menjelang ovulasi. Dilakukan penentuan saat ovulasi dengan tes LH urine serial untuk melihat lonjakan kadar LH, yang berarti akan terjadi ovulasi 24-48 jam kemudian. Bila tes LH(+) kemudian dilakukan USG transvaginal,bila diameter folikel minimal 17 mm dilanjutkan laparaskopi. Semua pasien yang akan dilakukan laparoskopi diagnostik menjalani persiapan puasa 6 jam sebelumnya. Pada saat diagnosa dengan laparoskopi, ditentukan adanya endometriosis atau bukan. Diobservasi adanya lesi bru-hitam, merah, perlengketan pada ovarium, tuba falopian dan cul-desac diobservasi antara lesi endometriosis peritoneum sendiri dan dicatat terpisah. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Tabel 1 dari 42 subyek penelitian, didapatkan ratarata umur semua subyek adalah 33,24 tahun. Rata-rata kelompok endometriosis ringan adalah 32,40 tahun, sedangkan kelompok endometriosis berat adalah 34,08 tahun. Endometriosis terbanyak pada usia 25 – 35 tahun (kelompok 25 -30 tahun sebesar 28,5%, kelompok sebesar 31-35 29,7%) Endometriosis terjadi pada kelompok umur 26 -30 tahun namun kelompok 21-25 tahun dan 31-35 tahun juga memiliki angka kejadian endometriosis yang tidak jauh berbeda dengan kelompok usia 26-30 tahun. Kejadian endometriosis mulai meningkat pada kelompok usia 25-29 sampai kelompok usia 40-44 tahun setelah itu angka endometriosis menurun tajam. Daerah permukaan suatu lesi endometriosis (dan perlengketan yang berhubungan dengan endometriosis) ditentukan dengan mengalikan panjang dan lebal (dalam milimeter) atau pada kasus lesi melingkar menggunakan fomula p x r2. Volume lesi diperkirakan dengan mengalikan luas permukaaan (mm2) x kedalaman (mm). Daerah lesi dan volume dihitung dari pengukuran yang dibuat dengan lateral troacar dengan lubang 1 mm pada ujung. Apabila didapatkan endometriosis, maka dilakukan klasifikasi berdasarkan berat stadium penyakit berdasarkan rAFS (stadium 1 sampai 4), stadium 1 dan 2 masuk dalam kelompok endometriosis ringan, stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok endometriosis berat. Sampel dalam penelitian dikelompokkan Pada Tabel 2 lama infertilitas dari hasil penelitian didapatkan rata-rata lama menikah penderita 6,12 tahun dengan paling sedikit 1 tahun, paling lama 17 tahun. Bila dibandingkan antara masing-masing kelompok dan lama menikah didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada tiap-tiap kelompok. Pada Tabel 3 didapatkan kadar KL dalam zalir folikel pada kelompok endometriosis lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol dan kelompok endometriosis berat memiliki kadar KL yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol dan endometriosis ringan. Belum ada penelitian ini seperti ini sebelumnya, namun dalam penelitian lain tentang kadar KL di zalir peritoneum, di dapatkan kadar KL lebih tinggi pada pasien endometriosis dibandingkan 90 Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 19 No. 2 Mei – Agustus 2011: 88-95 kontrol. Kadar KL dalam zalir peritoneum pada wanita endometriosis lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan wanita tanpa endometriosis selain itu didapatkan hasil bahwa kadar KL pada zalir peritoneum tidak memiliki perubahan yang khas selama siklus menstruasi meskipun dengan keberadaan endometriosis. Tabel 1. Karakteristik Umur Kelompok n Kontrol Ringan Berat Total 20 10 12 42 Rata-rata 33,15 32,40 34,08 33,24 SD 4,404 5,441 4,981 4,746 Umur (tahun) Minimum 27 23 27 23 Maksimum 42 38 41 42 Tabel 2. Karakteristik Lama Menikah Kelompok n Kontrol Ringan Berat Total Lama Menikah (tahun) SD Minimum 4,344 1 2,299 1 4,833 1 4,196 1 Rata-rata 6,15 4,30 7,58 6,12 20 10 12 42 Maksimum 17 8 17 17 Tabel 3. Konsentrasi Kit-Ligand Kelompok Kontrol Ringan Berat Total N 20 10 12 42 Rata-rata 127,73 229,02 533,89 267,89 Konsentrasi Kit-Ligand (pg/ml) SD Minimum 31,723 55,42 21,173 203,19 333,750 339,49 247,212 55,42 Maksimum 164,46 266,32 1458,57 1458,57 (p = 0,09 dan p = 0,01) pada pasien dengan endometriosis namun bila dilakukan uji korelasi didapatkan korelasi yang lemah (r = 0,108) yang tidak bermakna (p = 0,60) antara lama infertil dengan kadar KL dalam cairan folikel pada pasien dengan endometriosis. Dapat disimpulkan ada faktor lain yang berperan dalam peningkatan kadar KL dalam cairan folikel. Dari hasil deduksi eksplorasi dan ekstrapolasi dari berbagai studi lain kami menduga beberapa faktor yang dapat mengakibatkan peningkatan KL, yang masih perlu untuk diteliti lebih lanjut di masa yang akan datang. Kadar KL dalam zalir peritoneum lebih tinggi bermakna dibandingkan dalam serum. KL dihasilkan oleh berbagai jenis sel antara lain fibroblas, sel endotel, sel keratinosit, stroma sumsum tulang, sel sertoli dan sel granulosa. Sumber utama KL zalir peritoneum belum diketahui, namun kadar di zalir peritoneum endometriosis yang lebih tinggi dibandingkan serum dapat dibuat dugaan bahwa KL dihasilkan lokal di peritoneum.11 Peningkatan kadar KL pada endometriosis Dari penelitian ini kami dapatkan hasil yang tidak sesuai dengan hipotesa. Hipotesa kami pada endometriosis tejadi apoptosis pada sel granulosa melalui TNFα,sehingga KL yang diproduksi terjadi penurunan. Hasil dari penelitian didapatkan peningkatan kadar KL pada subyek non endometriosis dengan subyek dengan endometriosis. Sedangkan kadar KL juga menunjukkan kadar yang berbeda, yakni semakin tinggi sejalan dengan beratnya endometriosis. Kami membandingkan antara lama infertil dengan kadar KL pada penderita endometriosis didapatkan ada perbedaan bermakna antara lama infertil dengan kadar KL pada zalir folikel Faktor GDF-9 dan BMP-15 GDF-9 telah ditemukan ekspresinya pada beberapa spesies, termasuk pada indung telur manusia dan tikus serta ditemukan pada oosit di semua tahap pertumbuhan folikel, kecuali folikel primordial, di neonatal dan tikus dewasa. Pada tikus dengan gdf9-/-, pengembangan folikel tertahan di tahap utama. Pola gdf9 ekspresi, serta hasil dari penelitian gdf9 gene knockout menunjukkan bahwa faktor ini dapat memainkan peran autokrin dalam regulasi pengembangan dan pematangan oosit serta 91 Kartosen et. al: Profil Kadar Kit-Ligand pada Zalir Folikel Ovarium TNF-α α dan sel mast fungsi sebagai faktor parakrin dalam regulasi proliferasi dan diferensiasi sel granulosa.BMP-15 adalah GDF-9 homolog spesifik dari oosit, dan telah telah diklon pada tikus. Seperti GDF-9, BMP-15 juga telah dilaporkan memainkan peran selama beberapa tahap perkembangan folikel. Tumor Necrosis Factor a (TNF-α) merupakan salah satu anggota dari TNF superfamily, saat ini ditemukan 19 anggota dengan 29 reseptonya, dapat menginduksi proliferasi, diferensiasi, survival dan apoptosis. TNF-α adalah hormon–like polypeptide multifungsional (pleiotropic cytokine), memodulasi berbagai gene yang terlibat dalam inflamasi,infeksi dan keganasan. Meskipun makrofag adalah sumber utama TNF-α, oosit, corpus luteum, sel teka dan sel granulosa telah dilaporkan mengandung TNF-α dan mRNAnya. Mempunyai 2 reseptor: Tumor Necrosis Factor receptor 1 atau TNFR1 (juga dikenal sebagai TNFRSF1, CD120a, p55TNFR,P60) dan bentuk yang lebih besar (p80/p75) sebagai Tumor Necrosis Factor receptor 2 atau TNFR2 (juga dikenal sebagai TNFRSF1b, CD120b, p75TNFR, P80). BMP-15 mengekspresikan KL di monolayers sel granulosa dari folikel antral tikus. Selain itu, terdapat bukti komunikasi antara BMP-15 dan KL pada tingkat molekul OGCs (oocyte-granulosa cell complexes) murin in vitro. Dengan penghambatan aktivitas c-kit dalam OGCs in vitro, telah ditunjukkan bahwa FSH mengatur ekspresi BMP-15 melalui sinyal c-kit. Dengan demikian, interaksi antara faktor-faktor yang disekresi oosit-sel granulosa diatur oleh FSH. Pada zalir folikel penderita endometriosis didapatkan penurunan kadar GDF-9 dalam zalir folikel. GDF-9 merupakan anggota TGFß yang disekresi dan diekspresikan pada kadar tinggi dalam oosit, bila defisiensi akan menghambat folikulogenesis. GDF-9 memiliki regulasi negatif pada ekspresi KL, apabila didapatkan defisiensi GDF-9 akan meningkatkan ekspresi KL sebaliknya bila GDF-9 meningkat akan menurunkan ekspresi KL. GDF-9 tinggi dikeluarkan oleh oosit yang matur. Pada folikel primer tikus defisiensi GDF-9 terjadi peningkatan regulasi KL dan inhibin a. Pada tikus defisiensi GDF-9 didapatkan hambatan folikulogenesis, tidak didapatkan pembentukan sel teka dan terjadi defek oosit. Pada sel granulosa, TNF-α telah dilaporkan menginduksi terjadinya apoptosis.2 proliferasi tidak memberikan efek baik apoptosis maupun proliferasi.13 Hasil peningkatan kadar hyaluronan zalir folikel sesuai dengan beratnya endometriosis, dari penelitian yang kami lakukan didapatkan peningkatan kadar KL zalir folikel sesuai dengan beratnya endometriosis. Hyaluronan dan KL disekresi oleh sel granulosa. Diduga adanya jalur TNF yang melibatkan nuclear factor (NF)-kB,jun family (cJUN), p38 MAPK,seperti yang telihat pada gambar 17. Selain itu didapatkan pada ovarium tikus defisiensi GDF-9 juga mengandung sel mast lebih banyak, hal ini mungkin disebabkan KL juga memiliki kemampuan merangsang rekruitmen dan proliferasi sel mast. Pada tikus defisiensi GDF-9 didapatkan kadar c-Kit tidak berbeda dengan tikus normal, namun ekspresi cKit hanya ditemukan pada oosit saja. Pada keadaan normal ekspresi c-kit ditemukan di oosit dan sel teka. Kadar KL pada tikus defisiensi GDF-9 lebih tinggi 32 kali lipat dibandingkan kadar KL tikus normal, sedangkan faktor lain yang dihasilkan oleh sel granulosa seperti IGF-1 memiliki kadar yang tidak berbeda dengan dengan tikus normal. Dari hal ini diduga GDF-9 memiliki pengaturan negatif terhadap KL. Pola rasio konsetrasi KL1 dan KL2 tidak berbeda antara tikus dengan defisiensi GDF-9 dengan yang normal. Ketidakadaan GDF-9 menghasilkan hilangnya penanda lapisan sel teka yaitu 17a hydroksilase (reseptor LH) dan c-Kit di sekitar folikel yang defisien GDF-9. Pada proses hematopoiesis KL terikat dengan reseptor c-Kit yang terdapat pada sel induk, saat sel-sel menjadi matur dan berdiferensiasi reseptor c-Kit akan menghilang, kecuali pada sel mast. KL berikatan dengan reseptor cKit pada sel mast dibutuhkan untuk perkembangan, proliferasi dan mendukung ketahanan sel mast dengan menghambat apoptosis. Sel mast yang dikenal sebagai mediator reaksi alergi, saat ini dikenal bahwa fungsi imunnya lebih dari sebelumnya, memiliki peran penting dalam berbagai daya tahan alami dan adaptive non alergi. Sel mast memiliki mediator-mediator preformed yaitu histamin, serotonin, heparin, tripatase dan chimase, sedangkan bila sel mast terangsang dan teraktivasi akan mengeluarkan prostaglandin, lekotrin, sitokin dan kemokin.8 Semakin berat stadium endometriosis semakin rendah kadar GDF-9 pada cairan intra folikular,dari hasil penelitian kami semakin berat stadium endometriosis semakin tinggi kadar KL pada caian intra folikular. Tidak kami dapatkan penelitian kadar BMP15 pada wanita dengan endometriosis. Diduga produksi KL yang tinggi merupakan respon terhadap kadar GDF-9 yang rendah,dan sejalan dengan berat endometriosis. Salah satu mediator pro inflamasi yang penting adalah TNF-α, yang ditemukan dalam granule dan dikeluarkan 92 Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 19 No. 2 Mei – Agustus 2011: 88-95 peranan pada maturasi oosit dan diferensiasi sel teka, merangsang produksi KGF, HGF dari sel teka. Peningkatan KGF akan meningkatkan produksi testosteron sel teka dan menghambat induksi aromatase sel granulosa. Selain dipengaruhi kadar FSH, testosteron dan LH surge, ekspresi KL juga dipengaruhi oleh faktor yang disekresi oosit yaitu GDF-9 dan BMP-15. Oosit yang tumbuh penuh menghambat ekspresi KL sel granulosa kumulus dan efek ini diperantarai oleh GDF9. Berlawanan dengan GDF-9, BMP-15 merangsang ekspresi KL, sementara KL menurunkan regulasi ekspresi BMP-15. BMP-15 disekresi oleh oosit yang belum tumbuh sempurna mendukung ekpresi KL.4, 6 oleh sel mast yang teraktifasi. Selanjutnya TNF-α yang dikeluarkan sel mast mendukung inflamasi dengan menguatkan aktifasi sel T dan memicu pengeluaran sitokin dari berbagai jenis sel. Selain itu TNF-α yang dikeluarkan oleh sel mast dan macrofag yang dirangsang oleh lipopolisarida di cavum peritoneum menghasilkan peningkatan jumlah sel mast. Diduga faktor inflamasi dapat berhubungan dengan gangguan faktor-faktor yang dihasilkan oleh sel granulosa, oosit ataupun sel teka termasuk KL sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan folikel dan terjadi gangguan infertilitas. KL adalah salah satu faktor yang dihasilkan oleh sel granulosa, yang berfungsi untuk menstimulasi perkembangan oosit, selain sel granulosa faktor inflamasi juga dapat merangsang ekspresi KL yang berasal dari endotel mikrovaskular. Perubahan ekspresi KL akan menyebabkan gangguan perkembang-an oosit. KL juga disebut stem cell factor atau steel factor merupakan sitokin yang yang berikatan dengan reseptor c-Kit, bersifat pleiotropic. KL pada manusia ditemukan pada kromosom 12q22 – 12q24, memiliki 2 bentuk yaitu bentuk terlarut (KL1) dan transmembran (KL2). Kedua bentuk KL berikatan dengan reseptor c-kit dan secara biologis aktif. KL1 memiliki berat molekul 18,5 kDa dan membentuk suatu dimer, kadar normal dalam serum sebesar 3,3 ng/mL. KL2 memiliki aktivasi lebih lama saat berikatan dengan reseptor c-kit dan merupakan isoform yang lebih poten pada pertumbuhan oosit. KL dihasilkan oleh sel fibroblast dan sel endotel. KL memiliki peranan penting selama perkembangan embrio untuk hematopoiesis, melanogenesis dan gametogenesis.4,6 Wanita dengan endometriosis secara kualitatif maupun semi kuantitatif memiliki ekspresi c-Kit lebih tinggi (67%) dibandingkan dengan wanita tanpa endometriosis (39%) (Uzan 2005). Dalam penelitian yang lain didapatkan peningkatan densitas sel mast pada lesi endometriosis peritoneum. KL diketahui meregulasi migrasi, maturasi, proliferasi dan aktivasi sel mast in vitro.Dan c-Kit sebagai reseptor KL didapatkan pada sel mast.11 Mediator inflamasi seperti IL-1 dan TNF-α dapat memicu ekspresi KL dari sel endotel mikrovaskular dan kadar sitokin ini meningkat pada zalir peritoneum endometriosis. Namun sebaliknya, KL dapat merangsang sekresi TNF-α dan IL-6 yang dikeluarkan oleh sel mast. Terjadi peningkatan kadar TNF-α dalam zalir folikel. Pada penderita pelengketan pelvis (karena endometriosis atau paska operasi) didapatkan peningkatan kadar histamin dalam zalir folikel. Histamin merupakan mediator yang disekresi oleh sel mast, sedangkan TNF-α adalah mediator inflamasi yang dikeluarkan oleh sel NK, sel mast dan monosit makrofag. Dalam zalir folikel penderita endometriosis prosentase limfosit, sel natural killer dan monositmakrofag lebih besar dibandingkan penderita bukan endometriosis.11 Interaksi KL/c-Kit memicu kaskade fosforilasi terutama mengaktifkan beberapa faktor transkripsi pada beberapa jenis sel yang berbeda. Aktivasi tertentu mengatur apoptosis, diferensiasi sel, proliferasi, kemotaksis dan perlekatan sel.9 Mutasi c-Kit dan KL menghasilkan defek pada sel germ dan perkembangan melanosit, gangguan hematopoiesis dan peningkatan sensitivitas terhadap radiasi dan kemoterapi, hal ini menduga bahwa kaskade pensinyalan yang diaktifasi oleh KL dapat membuat proliferasi, rekruitmen dan homing sel induk. Sel hematopoietic dan sel induk yang lain termasuk sel cardiac, sel endotel dan sel epitel mengekspresikan cKit. Produksi sitokin dan faktor pertumbuhan oleh sel endotel memiliki peran penting dalam proses inflamasi yang kompleks. Faktor-faktor yang terlarut dalam sirkulasi, termasuk KL terlarut, terutama terlibat dalam pengaturan sel-sel efektor fagosit dan dan akumulasi faktor-faktor ini dalam tempat radang. Apabila sel endotel mikrovaskular terpapar rangsangan inflamasi, maka sel akan menghasilkan KL-1 dan KL-2. Penelitian tentang efek inflamasi pada ekspresi KL pada sel endotel mikrovaskular, dengan paparan mediator inflamasi seperti lipopolisakarida, IL-1 dan TNF-α pada sel endotel didapatkan transkrip mRNA dan protein KL. Sehingga mediator inflamasi seperti IL-1, lipopoli- KL dalam ovarium dihasilkan oleh sel granulosa, berikatan dengan reseptor c-Kit yang terletak pada permukaan membran oosit dan sel teka. Interaksi cKit/KL dalam folikulogenesis memliki peran penting penting untuk mendukung pertumbuhan oosit, induksi aktivasi folikel primordial, aktifasi folikel primordial, pertumbuhan folikel dan dukungan survival folikel primordial dan preantral dengan menghambat apoptosis pada oosit yang dipertahankan dalam folikel primordial. Selain itu KL mendukung mitogenesis sel granulosa. Pada fase antral, interaksi c-Kit/KL memberikan 93 Kartosen et. al: Profil Kadar Kit-Ligand pada Zalir Folikel Ovarium KESIMPULAN sakarida, bakteri hidup dan TNF-α dapat memicu ekspresi KL dari sel endotel mikrovaskular. Kadar KL pada zalir folikel ovarium penderita endometriosis lebih tinggi dibandingkan dengan nonendometriosis. Kadar KL pada zalir folikel ovarium penderita endometriosis berat lebih tinggi dibandingkan dengan penderita endometriosis ringan. Endometriosis berhubungan dengan perubahan imunologis dalam lingkungan peritoneum dan ovarium, terdapat perubahan dalam zalir peritoneum dan zalir folikel penderita endometriosis. Komposisi zalir folikel penderita endometriosis mengalami peningkatan prosentase sel-sel limfosist, makrofag, monosit, neutrofil, sel natural killer, sel mast. Selain itu beberapa kadar sitokin seperti IL-1ß, IL-6, IL-10, TNF-α juga mengalami peningkatan.10 DAFTAR PUSTAKA 1. Barnhart KM, Dunsmoor R, Su MS, Coutifaris C. Effect of endometriosis on in vitro fertilization. Fertility and sterility. 2002; 77, 6: 1148-1155. 2. Basini G, Mainardi GL, Bussolati S, Tamanini C. Steroidogenesis, Proliferation And Apoptosis in Bovine Granulosa Cells: Role of Tumour Necrosis Factor a and Its Possible Signalling Mechanisms. Reprod Fertil Dev. 2002; 14: 141–150 3. Carlberg M., et al. Elevated expression of TNF a in cultured granulosa cells from women with endometriosis. Human reproduction vol 15 number. 2000; 6: 1250-1255 4. Driancourt MA, Reynaud K, Cortvind R, Smitz J. Roles of KIT and Kit ligand in ovarian function. Reviews of reproduction. 2000; Vo 5: 143 -152 5. Elvin JA, Clark AT, Wang P, Wolfman NM, Matzuk M. Paracrine action of Growth Differentiation Factor-9 in Mammalian ovary in: Molecular Endocrinology. 1999; 13(6): 1035-1048 6. Hutt J. Kit ligand and c-kit have diverse role during mamalia oogenesis. Molecular Human Reproduction 2006. 2006; 12(2):61-69 7. Khadem N, Mazlouman Sh J. Study Of Endometriosis Related Infertility, A Comparative Study. Acta Medica Iranica. 2004; Vol. 42, No. 5 p. 383-389 8. Menzies FM, Shepherd MC, Nibbs R, Nelson SM. The role of mast cell and their mediators in reproduction, pregnancy and labour. Human reproduction update advance. 2010; vol 0, no.0: 116 9. Mientinem. KIT (CD117) review on expression in normal and neoplastic tissue and mutation on their clinicopathologic correlation. Apll Imunohistochem Mol Morphol. 2005; Sept vol 13 no 3: 205220 10. Nakayama M, Manabe N, Inoue N, Matsui T, Miyamoto H. Changes in The Expression of Tumor Necrosis Factor a (TNF a), TNF receptor (TNFR) 2, and TNFR-associated factor 2 in Granulosa Cells During Atresia in Pig Ovaries. Biol Reprod. 2003; 68: 530–535 11. Osuga Y, Koga K, Tsutsumi O., et al. Stem Cell Factor (SCF) Concentrations in Peritoneal Fluid of Sitokin-sitokin ini berperan dalam jalur inflamasi dan dapat merangsang sel endotel mikrovaskular untuk mengeluarkan KL. TNF-α selain memiliki peran dalan proses apoptosis sel, growth regulator folikel, namun dalam respon terhadap inflamasi TNF-α dapat merangsang sel endotel vaskular untuk mengeluarkan KL. KL dihasilkan oleh berbagai jenis sel, epitel, dan endotel. KL dalam melakukan fungsinya berinteraksi dengan c-Kit. Selain terdapat dalam sel oosit dan sel teka c-Kit juga terdapat dalam sel mast. Sel mast memiliki peranan dalam proses inflamasi, dengan pengeluaran mediator inflamasi maupun proses chemotaksis dari sel inflamasi yang lain. KL dalam ovarium dikeluarkan oleh sel granulosa, yang berfungsi penting dalam proses folikulogenesis dan kematangan oosit, selain itu KL juga memiliki peran sebagai anti apoptosis, proliferasi sel granulosa. KL sel granulosa dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain hormon, faktor dari oosit dan dari sel teka. Faktor oosit GDF-9 memiliki regulasi negatif terhadap KL yaitu penurunan GDF-9 meningkatkan ekspresi KL sedangkan peningkaatan GDF-9 akan menurunkan KL, selain itu faktor oosit yang lain yaitu BMP-15 meningkatkan regulasi KL namun peningkatan KL akan menurunkan regulasi BMP-15. Peningkatan KL akan merangsang sel teka untuk memproduksi KGF dan HGF. KGF memiliki peranan dalan peningkatan produksi androstenedione/testosteron dari sel teka dan menghambat induksi aromatase di sel granulosa. Testosteron dapat meningkatkan produksi KL. Dalam zalir folikel penderita endometriosis didapatkan sel mast,yang mempunyai cKit, interaksi KL dengan c-Kit pada sel mast akan mengeluarkan TNF-α. TNF-α yang meningkat akan merangsang sel endotel mikrovaskular mengeluarkan KL,dan ini merupakan lingkaran tersendiri yang mengakibatkan KL terus meningkat. Terdapat jalur signal TNF-α melalui Nf-kB,c Jun dan p38 MAPK yang menstimulus sel granulosa untuk proliferasi. 94 Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 19 No. 2 Mei – Agustus 2011: 88-95 Women with or without Endometriosis Journal of Reproductive Immunology. 2005; 65 p. 55–63 12. Pellicer et al. The patophysiology of endometriosis – associated infertility follicular environment & embryo quality. J reprog fertil suppl. 2000; vol 55: 109-119 13. Prange-Kiel J, Kreutzkamm C, Wehrenberg U, Rune GM. Role of Tumor Necrosis Factor a in Preovulatory Follicles of Swine. Biol Reprod. 2001; 65: 928–935 14. Samsulhadi. Endometriosis: Dari biomolekuler sampai masalah klinis, Maj. Obstetri dan Ginekologi. 2002; 10 (1): 43-50. 95