I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari kehidupan manusia lainya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga terjadi interaksi sosial dalam interaksi tersebut menghasilkan suatu peristiwa dimana manusia tersebut saling mengikatkan dirinya untuk melakukan suatu, hal itu dapat berupa keharusan untuk melakuakan sesuatu, keharusan tidak berbuat sesuatu atau keharusan menyerahkan barang. Perikatan dapat ditimbukan dari suatu perjanjian dimana hal tersebut terdapat dalam ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan : “Tiap-tiap perikatan, dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena undang-undang”. Bentuk perjanjian yang sering di lakukan masyarakat adalah perbuatan hukum jual beli dimana di dalam jual beli terjadi sebuah hubungan hukum antara penjual dan pembeli yang saling mengikatkan diri satu sama lain. Penjual mengikatkan dirinya unjtuk menyerahkan suatu barang dan pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga barang, dengan jumlah yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. 2 Perbuatan hukum jual-beli adalah selesai (tuntas) pada saat penjual menerima pembayaran dan bersamaan dengan itu menyerahkan barang yang dijualnya kepada pembeli. Jual beli yang demikian dalam hukum adat disebut “terang dan tunai”, sedangkan dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata jual beli diartikan sebagai berikut : “Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Jual beli menurut hukum perdata dalah suatu perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat atau mempenyai kekuatan hukum) pada detik tercapainya sepakat antara penjual dan pembeli sebagai unsur-unsur pokok (essential) yaitu barang dan harga.5 Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 Kitab UndangUndang Hukum Perdata : “Jual-beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar”. Selain dari sifat konsensuil jual beli juga mempunyai sifat obligator, yang artinya jual beli belum memindahkan hak milik, ia baru memberikan hak dan meletakkan kewajiban pada kedua belah pihak, dengan kata lain jual beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik baru berpindah dengan dilakukan “levering” atau penyerahan. Dalam Pasal 1459 yang menerangkan bahwa: “hak milik atas 5 R. Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta. Hlm. 80. 3 barang yang dijual tidaklah berpindah kepada pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang bersangkutan”.6 Dari kedua sifat yang dimiliki oleh perjanjian jual beli yang menganut hukum perdata, dapat disimpulkan bahwa jual beli terjadi setelah adanya kesepakatan dari dua belah pihak yang mengikatkan diri dan kepemilikan barang beralih setelah adanya levering (penyerahan) dari penjual kepada pembeli. Penyerahan oleh penjual kepada pembeli adalah penyerahan hak milik atas barangnya, bukan hanya kekuasaan atas barang yang dijual dan penyerahan terebut harus dibuat secara yuridis. Dengan melihat macam-macam barang ada tiga macam penyerahan yuridis menurut hukum perdata yaitu : 7 1. Penyerahan barang bergerak dilakukan dengan penyerahan yang nyata atau menyerahkan kekuasaan atas barangnya (Pasal 612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata); 2. Penyerahan barang tak bergerak terjadi dengan pengutipan sebuah “akta transport” dalam register tanah di depan Pegawai Balik nama (Ordonansi Balik Nama L.N. 1834-27), Sejak berlakunya Undang-Undang No 5 tahun 1960 pembuatan akta jual beli tersebut dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah; 6 7 R. Subekti ,1995, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti Bandung,. Hlm. 11. R. Subekti, Op.Cit,. Hlm. 79. 4 3. Penyerahan piutang atas nama dilakuakan dengan pembuatan sebuah akta yang diberitahukan kepada si berhutang (akta cassie, Pasal 613). Melihat dari klasifikasi penyerahan yuridis tersebut jelaslah bahwa jual beli dengan obyek tanah harus dilakuakan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam praktek dimasyarakat sering kita jumpai jual beli yang tidak dilakuakan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dikarenakan syarat-syarat materiel maupun obyektifnya belum terpenuhi, sehingga sebelum dilakuakannya perjanjian jual beli tanah dan dibuatkan aktanya oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah didahului dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah, dengan tujuan para pihak akan mendapatkan kepastian hukum dalam tindakan mereka diantaranya dengan adanya saksi apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian yang dilakukan oleh para pihak. Untuk mengalihkan hak kepada pihak lain sehingga peralihan hak tersebut mendapatkan kepastian hukum, ketertipan dan perlindungan hukum dibutuhkan bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan peristiwa perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu, sehingga dalam hal ini dibutuhkan seorang pejabat yang berwenang untuk melakukan hal itu. Menurut Pasal 1 angka 1 UndangUndang No 20 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), yang menyebutkan notaris dalah pejabat umum yang berwenang membuat akata otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 5 (2) dan (3) UUJN.8 Merujuk aturan dalam UUJN pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik atas perjanjian pengikatan jual beli adalah notaris. Dalam penelitian ini penulis mengunakan istilah Perjanjian Pengikatan Jual Beli,9 merujuk pada pengertian perjanjian bantuan yang penulis teliti dan istilah Akta Perikatan Jual Beli,10 merujuk pada pada judul akta yang dibuat notaris tempat penulis melakukan penelitian, hal ini bukan berarti menunjukkan adanya inkonsistensi penggunaan istilah, namun semata-mata untuk memudahkan pemahaman rangkaian kalimat yang disusun. Banyak dijumpai jual beli perumahan dan rumah susun dengan didahului dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, salah satunya adalah PT Yogya Saphir Super Mall selaku penjual (pengembang) dari pusat perbelanjaaan Saphir Square yang terletak di Jalan Laksamana Muda Adisucipto nomor 32-34 Yogyakarta. Perjanjian Pengikatan Jual Beli tersebut dituangkan dalam Akta Perikatan Jual Beli yang dibuat oleh notaris. Penjualan Pusat Perbelanjaan Shapir Square, dijual dalam betuk kios dengan konsep Rumah Susun kepada pembeli dengan didaului Perjanjian 8 Habib adjie, 2009, Sanksi Perdata dan Saksi Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, PT. Refika Aditama, Bandung,. Hal.31. 9 Herlien Budiono, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,. Hal 270. 10 Lihat judul Akta nomor 36, 37, 38, tanggal 23 februari 2007 yang dibuat oleh Notaris Mustofa 6 Pengikatan Jual Beli dikarenakan, sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas obyek jual beli belum terbit. Bangunan Pusat Perbelanjaan Shapir Square, dibangaun di atas Tanah Hak Guna Banguna milik PT Yogya Saphir Super Mall dan statusnya telah di bebani Hak Tangungan, atas Pengajuan Kredit PT Yogya Saphir Super Mall Kepada PT Bank Bukopin Tbk. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli, sebelum dilaksanakan penandatanganan Akta Jual Beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ternyata, pihak penjual (pengembang) wanprestasi atau dinyatakan pailit? Selanjutnya bagaimana kepastian hukum kepemilikan atas Kios di Pusat Perbelanjaan Saphir Square milik pembeli yang telah melunasi pembelian kios tersebut melelui Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Melihat permasalahan yang terjadi, maka penulis mencoba mencari penyelsaian hukum permasalahan jual-beli Kios Saphir Square, kususnya perlindungan hukum bagi pembeli apabila, sebeluam dilaksanakannya penandatanganan Akta Jual Beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ternyata pihak penjual yaitu PT Yogya Shapir Super Mall wanprestasi atau dinyatakan pailit dan kepastian hukum kepemilikan atas kios milik pembeli karena tanah dan bangunan masih belum terdaftar atas milik pembeli. 7 Oleh karenanya, penulis perlu untuk mengangkat permasalahan tersebut menjadi sebuah penelitian untuk penyususnan tesis. B. Perumusan Masalah Bertolak dari paparan latar belakang masalah tersebut diatas penulis coba merumuskan permasalahan sekaligus merupakan pembahasan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut : 1. Bagaimana Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Kios Shapir Square dalam Akta Perikatan Jual Beli Kios Shapir Square ? 2. Hambatan Yang Muncul Dalam Pelaksanaan Akta Perikatan Jual Beli Kios Shapir Square ? 3. Bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Kios Shapir Square Melalui Akta Perikatan Jual Beli ? C. Keaslian Penelitian Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran kepustakaan kemudian ditemukan beberapa penelitian yang memiliki kesamaan dalam penelitian penulis diataranya : 8 1. Pemanfaatan Lembaga Perjanjian Perikatan Jual Beli Dalam Praktik Pembuatan Akta Notaris Di Kabupaten Magelang, oleh M Nizam Fanani.11 Dengan rumusan masalah : a. Faktor-faktor apa sajakanh yang menjadi penyebab dibuatnya Perjanjian Perikatan Jual Beli sebelum dilakukan Perjanjian Jual Beli ? b. Bagaimanakah kekuatan yuridis Perjanjian Pengikatan Jual Beli dibandingkan dengan akata jual beli ? Dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan : a. Ada dua faktor penyebab dibuatnya akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli: 1) Faktor yang merupakan kehendak dari pihak yang membuat akta itu sendiri, contohnya harga: pembelian belum dibayar lunas, Obyek jual beli belum bersetipikat; 2) Faktor yang tibul dari luar kehendak pembuat akata, contohnya Jual beli sebagian luas tanah dari subyek pembeli terkena aturan land reform, sertipikat terbebani Hak tanggungan, belum terbitnya SPPT PBB atas obyek tanah. 11 M Nizam Fanani, 2012, Pemanfaatan Lembaga Perjanjian Perikatan Jual Beli Dalam Praktik Pembuatan Akta Notaris Di Kabupaten Magelang, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta 9 b. Dan kedua Lembaga Perjanjian Pengikatan Jual Beli maupun Lembaga Jual Beli sama-sama mempunyai kekuatan yuridis dan memberikan perlindungan hukum kepada para pihaknya, perbedaanya perjanjian pengikatan jual beli masih bersifat obligatoir, yaitu memberikan dan mengatur hak dan kewajiban masing-masing masih harus ditindak lanjuti dengan pembuatan akta jual beli dihadapan seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah, karena untuk peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta Pejabata Pembuat Akta Tanah. 2. Tinjauan Tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Berdasarkan Akta Notaris di Kota Banjar Masin, oleh Sumalia Novia.12 Dengan rumusan masalah: a. Bagaimana kekuatan hukum perjanjian pengikatan jual beli hak milik atas tanah berdasarkan akta notaris ? b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak yang membuat perjanjian pengikatan jual beli berdasarkan akta notaris ? Dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan : 12 Sumalia Novia, 2013, Tinjauan Tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Berdasarkan Akta Notaris di Kota Banjarmasin, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta 10 a. Kekuatan hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah adalah sangat kuat, karena perjanjian tersebut dibuat berdasarkan akta notaris yang bersifat akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. b. Perlindungan hukum para pihak dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Milik Atas Tanah dilihat dari kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dibuat secara di bawah tangan, sedangkan apabila perjanjian pengikatan jual beli tersebut dibuat dihadapan atau oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini notaris atau dengan kata lain dibuat berdasarkan akta notaris maka dengan sendirinya aktanya menjadi akta notaril sehingga kekuatan perlindungannya sesuai dengan perlindungan terhadap akta otentik. Penelitian yang dilakuakan penulis berjudul Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Kios Saphir Square Melalui Akta Perikatan Jual Beli, ditemukan persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya, kesamaannya adalah sama-sama meneliti perjanjian pengikatan jual beli, perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah obyek penelitian lebih memfokuskan pada perjanjian pengikatan jual beli Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis menyatakan dapat mempertanggungjawabkan keaslian penelitian ini dan menyatakan bahwa 11 penelitian dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Kios Saphir Square Melalui Akta Perikatan Jual Beli belum pernah dilakukan dan dalam kesempatan ini penulis akan meneliti masalah tersebut dengan demikian penelitian ini adalah asli. D. Tujuan Penelitian Penelitian penulisan hukum ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian jual-beli kios Shapir Square dalam akta perikatan jual-beli kios Shapir Square. 2. Untuk mengatahui hambatan yang muncul dalam pelaksanaan Akta Perikatan Jual-Beli Kios Shapir Square. 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pembeli kios Shapir Square melalui akta perikatan jual-beli. E. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk kepentingan akademis maupun kepentingan praktis. 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini secara akademis diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum, khususnya bidang hukum perikatan dan 12 kususnya perjanjian perikatan jual beli kios dalam betuk rumah susun yang sesuai dengan hukum perikatan dan tanah nasional. 2. Manfaat Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan pihak yang terkait dalam mengatahui permasalahan, akibat hukum dan perlindungan hukum bagi pembeli dalam perjanjian perikatan jual beli kios Shaphir Square malalui Akta Perikatan Jual Beli.