Vol. I, No. 1, Januari 2014 KAJIAN TEMA Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional) Richard G. Mayopu Abstract The world today is of course only could keep up with technology that is irreversible in terms of both the development of the information media and the development of information technology devices itself. Thus, adaptation is a must-have for any elements that exist in this world, as well as the Church. The Church must also follow the development of information technology, but this opinion is general opinion expressed in various discussion forums. Therefore, this paper aims to clarify that in fact things are not always refers to communication technology. However, more substantive is communication itself with a more personal approach. Although this concept has evolved over many years in the world of communication, but the recognition of this concept has not appeared as a sophisticated things. Therefore, in this paper, this assertion becomes interesting things. Keywords: Church, Communication, Interpersonal Pendahuluan Dewasa ini, perubahan perilaku masyarakat khususnya masyarakat gereja di Indonesia sedikit mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Lihat saja seperti pola pelayanan yang dilakukan oleh gereja seperti melibatkan pemuda-pemudi dalam setiap aktivitas gereja pada momenmomen yang dinggap sakral oleh gereja. Sebut saja perayaan-perayaan hari besar seperti Natal, Paskah, maupun hari-hari besar organisasi gereja yang lain. Pemuda dipercaya menjadi tulang punggung dalam menjalankan gereja. Namun hal ini pun tidak bisa dilepaskan dari peran para pemimpin gereja seperti pendeta maupun pelayan gereja seperti para majelis gereja yang juga ikut berperan aktif dalam gereja tersebut. 119 Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional) Pemuda yang digadang-gadang menjadi suksesor untuk melanjutkan kepemimpinan di dalam gerejapun, dituntut untuk menjalankan semua tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh gereja itu sendiri dengan senang hati dan sukarela. Hal ini yang terkadang menjadi masalah di dalam aktivitas gereja. Gereja bukanlah tipe lembaga atau insitusi yang memiliki standard operating system (SOP) yang dilengkapi dengan reward & punishment (penghargaan & sanksi). Sehingga pola penggorganisasian untuk menjalankan aktivitas organisasi ini tentunya juga selalu diperhadapkan dengan situasi-situasi yang cukup sulit dan bahkan harus dibekali dengan kesabaran tingkat tinggi dalam mengelola aktivitas tersebut. Kesabaran menjadi penting bukan saja karena setting tempat dalam beraktivitas adalah di lingkungan gereja, namun juga dibutuhkan dalam berkomunikasi untuk mencapai tujuan bersama yang di maknai secara bersama pula. Komunikasi nampaknya menjadi hal yang cukup serius dan fundamental dalam melakukan pelayanan di gereja. Jika berbicara mengenai komunikasi, pikiran kita sebagai umat gereja tentunya secara tidak sadar, langsung tertuju pada realitas perkembangan teknologi komunikasi yang cukup pesat hingga saat ini. Dunia mengalami revolusi teknologi yang cukup pesat dan tanpa bisa dibendung oleh masyarakat dunia tidak terkecuali masyarakat gereja. Salah satu ungkapan yang sering muncul dalam beberapa diskusi baik formal maupun informal adalah bagi setiap anggota masyarakat yang tidak bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi, maka dengan sendirinya akan tereliminasi oleh zaman. Selanjutnya pertanyaan yang muncul adalah apakah gereja sebagai lembaga pelayanan mau menerima perkembangan ini sebagai wahana untuk kreatif dalam pelayanan (yang didominasi oleh para pemuda-pemudi gereja) ataukah lebih memilih untuk bertahan dengan menggunakan metode-metode yang konvensional dalam ber-pelayanan. Tulisan ini bertujuan untuk menyoroti persoalan-persoalan 120 Vol. I, No. 1, Januari 2014 komunikasi dalam gereja secara umum, di samping itu juga akan membongkar pemahaman-pemahaman konvensional berkaitan dengan proses komunikasi yang terjadi di dalam kegiatan pelayanan tersebut. Sehingga diharapkan tulisan ini dapat memberikan pencerahan bagi para aktivis di lingkungan gereja dalam melakukan segala aktivitas yang tentu saja juga tidak terlepas dari ajaran Firman di dalam Alkitab. Selanjutnya juga tidak lupa untuk memberikan solusi jenis komunikasi yang bisa dijadikan pedoman dalam pelayanan gereja. Komunikasi Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak pernah melakukan komunikasi atau berkomunikasi. Komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama; communico, communicatio, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common). Definisi ini diungkapkan oleh William I. Gorden, Colin Cherry, Onong Uchjana, Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson (Mulyana 2004:41). Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi, yang terlibat dalam komunikasi ini adalah manusia. Pada tahun 1948, Harrord Lasswell menemukan sebuah konsep teori komunikasi. Lasswell adalah salah seorang ahli komunikasi yang mengemukakan teori komunikasi yang cukup terkenal yaitu “who says what to whom in what channel with what effect” atau “siapa berkata apa kepada siapa dengan menggunakan saluran serta menimbulkan pengaruh apa” (Mufid 2009:60). Komunikasi merupakan proses dimana seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain dan ingin mendapatkan efek yang bisa berupa persamaan terhadap pemaknaan pesan tersebut. Dalam komunikasi sendiri juga terdapat pola atau ciri dalam berkomunikasi sehingga menjadi trend di kalangan lembaga gereja. Namun sebelum lebih jauh pola ini dibahas, maka terlebih dahulu akan dibahas pengertian dari pola itu sendiri. Pola merupakan bentuk atau model (atau, 121 Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional) lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu itu dikatakan memamerkan pola. Oleh sebab itu maka pola komunikasi dalam lembaga atau organisasi adalah model komunikasi yang digunakan oleh dua atau lebih “budaya” yang saling berinteraksi. Pola adalah pemikiran sesuatu yang diterima seseorang dan dipakai sebagai pedoman, sebagaimana diterimanya dari masyarakat sekelilingnya. Pola juga mampu menjelaskan kepada orang lain atau masyarakat yang berada disekelilingnya mengenai perilaku kehidupannya dalam bermasyarakat. Sesuatu bisa dikatakan pola jika peristiwa yang sama terjadi secara terus menerus baik disengaja maupun tidak disengaja. Dengan melihat konsep di atas maka penulis mendefinisikan pola komunikasi adalah “suatu proses komunikasi yang terjadi secara terusmenerus di dalam suatu komunitas baik secara disengaja ataupun tidak disengaja sehingga menciptakan suatu tradisi atau ciri khas yang turut memengaruhi proses komunikasi di dalam suatu komunitas maupun proses komunikasi yang terjadi dengan komunitas yang lain”. Dalam konteks gereja, pola komunikasi ini memberi peranan penting dan bagi terciptanya hubungan, baik yang harmonis maupun yang tidak harmonis. Proses pembentukan pola komunikasi bisa dimulai dari terjadinya interaksi yang terjadi didalam komunitas dan akan berlanjut pada proses interaksi dengan komunitas lainnya. Pemahaman komunikasi berkaitan dengan gereja masa kini adalah tentunya pemahaman tentang bagaimana komunikasi dilakukan dengan menggunakan media seperti media massa dalam prosesnya. Namun media yang dimaksud disini tidak merupakan media masa pada kebanyakan pemahaman seperti Koran, televisi, radio, namun lebih ditujukan kepada media masa bagi komunitas atau kelompok anggota gereja tersebut. Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) dalam bukunya 122 Vol. I, No. 1, Januari 2014 Introducing Mass Communication, menyebutkan bahwa sesuatu bisa dikatakan komunikasi massa jika mencakup (Nurudin 2005:35): Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan. 1. Komunikator dalam komunikasi massa menyebarkan pesanpesannya bermaksud mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal. Ini berarti antara pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu dengan yang lain. 2. Pesan adalah publik. Artinya bahwa pesan yang dikirim bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang dan bukan untuk kelompok orang tertentu. Aksesibilitas untuk mendapatkan informasi inilah yang menjadi kekuatan media massa. Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perseorangan atau kepada kelompok tertentu. 3. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan (komunikator bukan perorangan melainkan lembaga). Lembaga ini pun biasanya berorientasi pada keuntungan ekonomis. Komunikator pada komunikasi massa melembaga. Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu, komunikatornya melembaga atau dalam bahasa asing disebut institusionalized communicator atau organized communicator. 4. Komunikasi massa dikontrol oleh gate keeper (pentapis informasi) artinya sebelum pesan disampaikan kepada khalayak maka akan disaring terlebih dahulu. Contohnya: reporter, editor, film, penjaga rubrik, dan badan sensor lain dalam media itu bisa berfungsi sebagai gate keeper. 5. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Ciri lain dari media massa adalah kemampuannya menimbulkan (simultaneity) pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. Hal inilah yang merupakan ciri paling hakiki dibandingkan dengan media komunikasi 123 Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional) lainnya. Komunikasi masa berlangsung satu arah dan dua arah. Berbeda dengan komunikasi antar pribadi yang berlangsung dua arah, pada komunikasi massa berlangsung satu arah. Dengan kata lain tidak ada proses interaksi dalam proses komunikasi massa. Namun pengertian ini merupakan pengertian konvensional, dalam perkembangannya ternyata proses interaksi ini sudah bisa diakomodir oleh lembaga-lembaga penyiaran seperti televisi maupun radio dengan program dan hubungan interaktif menggunakan perangkat IT (Information Technology). Organisasi Magnus mengatakan bahwa “in any organization, the success of achieving it goals depends largely on the manager’s communication ability and skills”. Artinya, di banyak organisasi, kesuksesan dalam mencapai tujuan organisasi paling besar tergantung pada kemampuan dan keterampilan komunikasi manajer organisasi. Brunetto & Farr-Wharton juga mengatakan “in an era of apparent constant change and erosion of corporate loyalty interpersonal communication skills in managers are vital to promoting employee attachment to the organization”. Dari pengertian ini, nampak jelas bahwa setiap lembaga, organisasi, maupun kelompok dan komunitas, sangat bergantung pada komunikasi. Kemampuan berkomunikasi menjadi hal yang sagat vital dalam me-manage suatu lembaga organisasi. Gereja dalam hal ini yang merupakan sebuah lembaga pun memiliki keharusan untuk merancang suatu model komunikasi yang efektif sesuai dengan perkembangan zaman. Organisasi adalah sebuah unit sosial yang dikoordinasikan secara sadar, terdiri atas dua orang atau lebih dan yang relatif terus-menerus guna mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama (Robbins dan Judge 2008:5). Definisi ini kemudian menjadi salah satu acuan untuk menelaah persoalan komunikasi di dalam gereja. Komunikasi Mutakhir 124 Vol. I, No. 1, Januari 2014 Salah satu elemen penting dalam mengikuti perkembangan koomunikasi yang mutakhir adalah dengan mengembangkan media yang dipakai. Media yang digunakan juga harus mempertimbangkan unsur kebaruan dan keterkinian. Namun perspektif ini hanya merupakan perspektif yang bersifat praktis dan pragmatis. Jika ditelaah dalam perspektif filsafat komunikasi, maka yang harus diperhatikan adalah esensi dan substansi dari komunikasi itu sendiri. Hal ini juga tidak bisa dipinggirkan dalam menelaah komunikasi. Proses komunikasi yang terjadi dalam tubuh gereja harus bisa untuk memberikan jaminan efektifitas komunikasi itu sendiri. Garansi komunikasi yang efektif bisa digunakan sebagai jawaban bahwa arus pesan yang disampaikan menjadi hal yang sangat penting. Tidak berhenti di sini saja, namun juga penting untuk mengetahui bagaimana cara yang bisa digunakan dan yang paling efektif dalam proses ini. Seorang ahli komunikasi Joseph Devito mengungkapkan bahwa salah satu jenis komunikasi yang dinilai efektif adalah komunikasi antar personal atau yang sering dikenal dengan nama komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi dapat terjadi dalam konteks satu komunikator dengan satu komunikasi (komunikasi diadik: dua orang) atau satu komunikator dengan dua komunikan (komunikasi triadik: tiga orang). Lebih dari tiga orang biasanya dianggap komunikasi kelompok. Seperti yang sudah dijelaskan pada definisi sebelumnya, komunikasi antar pribadi dapat berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media komunikasi antar pribadi (nonmedia massa) seperti telepon atau video conference. Dalam komunikasi antar pribadi, komunikator relatif cukup mengenal komunikan, dan sebaliknya, pesan dikirim dan diterima secara simultan dan spontan, relatif kurang terstruktur, demikian pula halnya dengan umpan balik yang dapat diterima dengan segera. Dalam tataran antar pribadi, komunikasi berlangsung secara sirkuler, peran komunikator dan komunikan relatif setara. Proses ini lazim disebut dialog walaupun dalam konteks tertentu dapat juga terjadi monolog, hanya satu pihak yang mendominasi 125 Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional) percakapan. Berikut adalah bagan model komunikasi lima tahap yang coba diperkenalkan oleh Joseph A. Devito: Diagram 1 Model hubungan lima tahap dalam komunikasi antar pribadi Joseph A. Devito (1997:233) Kontak: ada beberapa macam alat indera, melihat, mendengar, membaui seseorang, dalam tahap ini seseorang akan memutuskan untuk melanjutkan hubungan atau sebaliknya. Dimensi fisik menjadi penting sebab dimensi ini paling mudah untuk diamati. Keterlibatan: tahap ini merupakan tahap pengenalan lebih jauh, jika ini merupakan hubungan yang bersifat persahabatan, anda mungkin akan melakukan sesuatu yang menjadi minat bersama, jika ini merupakan hubungan yang romantik, anda akan melakukan kencan pada tahap ini. Keakraban: ini adalah tahap di mana anda mengikat diri lebih jauh dengan orang ini. Anda mungkin membina hubungan primer (primary relationship), di mana orang ini menjadi sahabat atau kekasih anda. Perusakan: pada tahap ini anda mulai merasa bahwa hubungan ini mungkin tidaklah sepenting yang anda pikirkan dulu. 126 Vol. I, No. 1, Januari 2014 Pemutusan: ini adalah tahap untuk pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak. Dengan melihat model hubungan lima tahap ini, penulis mengamati bahwa proses komunikasi antar pribadi dibangun pada landasan hubungan yang harmonis-harmonis. Situasi harmonis ini seakan-akan menjadi landasan hingga tujuan dari proses komunikasi itu sendiri. Lihat saja tahap keakraban yang menjelaskan bagaimana seseorang akan memulai mengikat hubungan dengan orang lain untuk menjadi orang terdekat dalam kehidupannya seperti kekasih ataupun sahabat. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana gereja mengadopsi atau bahkan menerapkan proses komunikasi seperti ini kepada seluruh jemaat terutama para pemuda yang pada bagian awal tulisan ini berperan sebagai tulang punggung gereja dalam melaksanakan pelayanan gereja? Tentunya merupakan hal yang sulit untuk melihat persoalan ini, namun jika tidak dimulai, maka tidak akan tahu hasilnya. Berdasarkan pada konsep Devito ini, sebenarnya hal inilah yang dikatakan mutakhir. Sebab dalam komunikasi antar pribadi, hambatan-hambatan dalam komunikasi bisa diminimalisir. Karena respon dari para peserta komunikasi bisa terjadi pada saat proses komunikasi berlangsung. Kemutakhiran ini yang kemudian membongkar pemahaman pragmatis bahwa yang mutakhir adalah sesuatu yang sarat teknologi. Namun dalam perspektif komunikasi antar pribadi inilah kemutakhiran itu terjadi. Gereja sebagai sebuah lembaga harus mempunyai kiat atau metode untuk berkomunikasi secara mutakhir ini. Salah satu kasus yang ditemui oleh penulis adalah ketika mengamati aktivitas gereja di Indonesia. Tahapan dalam model komunikasi Devito menjadi relevan saat ini ketika berbicara mengenai hubungan yang terjalin baik antara para jemaat anggota gereja dengan pihak pengelola gereja di Indonesia. Kontak, keterlibatan, keakraban, perusakan dan pemutusan adalah rangkaian proses yang terjadi dalam proses komunikasi antar pribadi diantara pemuda di lingkungan gereja. Agung Gunawan 127 Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional) Gunawan 2008:10) dalam tulisannya berpendapat bahwa: Apabila setiap anggota dalam gereja tidak mengembangkan sikap saling menghargai dan menghormati maka kehancuran sudah dapat diramalkan akan terjadi. Hari ini banyak gereja-gereja yang pecah karena didalamnya tidak tercipta suatu kehidupan yang saling menghargai dan saling menghormati. Misalnya, hamba Tuhan tidak menghargai majelis dan majelis tidak menghormati hamba Tuhan, hamba Tuhan tidak menghargai jemaatnya dan jemaat tidak menghormati hamba Tuhannya dan diantara majelis dan jemaat juga terjadi hal yang sama. Akibatnya akan tercipta kemarahan dan kebencian didalam gereja. Kalau hal ini dibiarkan berlarut-larut maka suatu ketika akan meledak seperti bom waktu yang akan meluluhlantakkan keutuhan sebuah gereja. Sekali lagi komunikasi memiliki peran yang sangat vital dalam aktivitas gereja namun yang harus dipertimbangkan adalah jenis komunikasi yang sangat efektif. Komunikasi antar pribadi hadir sebagai solusi dalam gereja, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah gereja mau memberlakukan komunikasi antar pribadi ini sebagai rancangaan program untuk bisa sampai pada setiap aktivitas komunikasi yang ada dalam lingkungan gereja? Tentunya akan ada banyak perdebatan dalam hal ini berkaitan dengan strategi komunikasi yang akan dilakukan. Namun salah satu nasehat bijak yang perlu di perhatikan adalah bahwa komunikasi antar pribadi memiliki resiko kegagalan yang paling minim. Respon dari proses ini bisa langsung terjadi dan dilihat pada saat komunikasi berlangsung. Gereja hari ini membutuhkan rasa rendah hati dan kesabaran dalam bermasyarakat. Keegoisan manusia yang hidup hanya untuk kepentingan diri sendiri dan memperkaya diri sendiri, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi gereja dalam penerapan strategi ini. Devito pun memberikan beberapa solusi jika ingin lebih berhasil dalam dalam komunikasi antar pribadi yaitu: keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap positif (positiveness), kebersatuan (immediacy), manajemen interaksi (interaction 128 Vol. I, No. 1, Januari 2014 management), daya ekspresi (expressiveness), dan orientasi kepada orang lain (other-orientation) (Devito 2006:177). Penjelasan dari masing-masing kualitas komunikasi interpersonal tersebut yaitu: Keterbukaan (openness) Keterbukaan mencakup kesediaan untuk membuka diri, mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. Keterbukaan juga termasuk kesediaan untuk mendengarkan dan bereaksi secara jujur terhadap pesan yang disampaikan oleh orang lain. Empati (empathy) Empati adalah kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain dari sudut pandang orang lain, untuk merasakan seperti yang dirasakan orang lain, untuk “berjalan di dalam sepatu yang sama”, untuk merasakan perasaan orang lain dengan cara yang sama persis. Bersikap empati berarti mengerti secara emosional, tanpa kehilangan indentitas pribadi, mengenai apa yang dialami oleh orang lain. Sikap positif (positiveness) Sikap positif dalam komunikasi interpersonal meliputi penggunaan pesan bersifat positif daripada pesan yang bersifat negatif. Kebersatuan (immediacy) Kebersatuan mengacu pada keterlibatan pembicara dan pendengar, terciptanya rasa kebersamaan dan kesatuan. Komunikator yang memperlihatkan kebersatuan mengisyaratkan minat dan perhatian, hubungan dengan orang lain. Manajemen interaksi (interaction management) Manajemen interaksi terdiri dari teknik-teknik dan strategi yang diatur dan dibawa dalam interaksi interpersonal. Manajemen interaksi yang efektif terlihat dari interaksi yang memuaskan kedua belah pihak. Tidak seorang pun yang merasa diabaikan, masing-masing pihak berkontribusi dalam keseluruhan komunikasi. Daya ekspresi (expressiveness) Daya ekspresi merupakan kemampuan mengkomunikasikan keterlibatan 129 Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional) secara jujur, termasuk misalnya bertanggung jawab atas pemikiran dan perasaan pribadi, mendorong ekspresi dan keterbukaan orang lain, dan memberikan umpan balik yang sesuai. Orientasi kepada orang lain (other-orientation) Orientasi kepada orang lain adalah kemampuan untuk mengadaptasi pesan interpersonal kepada orang lain, hal ini termasuk menyampaikan minat dan ketertarikan pada orang lain dan dalam apa yang dikatakan oleh orang tersebut. Kesimpulan Pada akhir tulisan ini, sampailah pada kesimpulan tentang perbedaan pendapat soal kemutakhiran dalam komunikasi. Pandangan pragmatis selama ini yang mendewakan teknologi, dan mengelompokkan sesuatu yang baru dari teknologi dianggap sebagai sesuatu yang mutakhir, ternyata jika dilihat dalam konteks gereja di Indonesia maka sebenarnya pandapat ini tidak sepenuhnya benar. Sebab kemutakhiran yang dimaksud lebih menyoroti landasan substansi dari komunikasi itu sendiri. Suatu proses komunikasi dianggap mutakhir jika berkaitan dengan minimnya hambatahambatan yang terjadi. Dan komunikasi antar pribadi yang disarankan dilakukan dalam lingkungan gereja menjadi penting agar bisa meminimalisir segala hambatan. Jika melihat perbedaan komunikasi massa yang memerlukan waktu cukup lama untuk mengirimkan respon dalam proses komunikasi, ataupun komunikasi kelompok, ataupun komunikasi publik, maka proses komunikasi antar pribadi hadir sebagai solusi. Daftar Pustaka Bittner, John R, 1986. an Introduction Mass Communication 4th Edition, Prentice Hall A Division of Simon & Schuster, New Jersey. Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia (kuliah dasar) edisi kelima, Hunter College of the City University of New York, professional books (Bahasa Indonesia). 130 Vol. I, No. 1, Januari 2014 Devito, J. 2006. Human communication (10th ed.). Boston: Pearson Education. Onong, Effendy Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, Bandung PT Remaja Rosdakarya. Gunawan, Agung 2008. Peran Komunikasi Bagi Pertumbuhan Gereja Jurnal Theologia Aletheia Volume 10, No. 19 Institut Theologia Aletheia. Deddy, Mulyana, Rakhmat Jalaludin, 2003. Komunikasi Antar Budaya, Panduan Berkomunikasi Dengan Orang Berbeda Budaya, Bandung PT. Remaja Rosdakarya. Robbins, Stephen P., Tim Judge, Timothy A. Judge 2008. Organizational Behavior Pearson Prentice Hall, - Business & Economics New Jersey. Nor, Tahjudin Fendi . 2013. Hubungan Kepuasaan Komunikasi Organisasi Dengan Motivasi Kerja Karyawan Di Pt. Srikandi Plastik Sidoarjo Jurnal E-Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra, Vol I. No.1 Surabaya. 131 Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional) 132