Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau

advertisement
Vol. I, No. 1, Januari 2014
KAJIAN TEMA
Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja
(Mutakhir atau Konvensional)
Richard G. Mayopu
Abstract
The world today is of course only could keep up with technology that is
irreversible in terms of both the development of the information media and the
development of information technology devices itself. Thus, adaptation is a
must-have for any elements that exist in this world, as well as the Church. The
Church must also follow the development of information technology, but this
opinion is general opinion expressed in various discussion forums. Therefore,
this paper aims to clarify that in fact things are not always refers to
communication technology. However, more substantive is communication
itself with a more personal approach. Although this concept has evolved over
many years in the world of communication, but the recognition of this concept
has not appeared as a sophisticated things. Therefore, in this paper, this
assertion becomes interesting things.
Keywords: Church, Communication, Interpersonal
Pendahuluan
Dewasa ini, perubahan perilaku masyarakat khususnya masyarakat
gereja di Indonesia sedikit mengalami pergeseran yang cukup signifikan.
Lihat saja seperti pola pelayanan yang dilakukan oleh gereja seperti
melibatkan pemuda-pemudi dalam setiap aktivitas gereja pada momenmomen yang dinggap sakral oleh gereja. Sebut saja perayaan-perayaan hari
besar seperti Natal, Paskah, maupun hari-hari besar organisasi gereja yang
lain. Pemuda dipercaya menjadi tulang punggung dalam menjalankan
gereja. Namun hal ini pun tidak bisa dilepaskan dari peran para pemimpin
gereja seperti pendeta maupun pelayan gereja seperti para majelis gereja
yang juga ikut berperan aktif dalam gereja tersebut.
119
Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional)
Pemuda yang digadang-gadang menjadi suksesor untuk melanjutkan
kepemimpinan di dalam gerejapun, dituntut untuk menjalankan semua
tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh gereja itu sendiri dengan
senang hati dan sukarela. Hal ini yang terkadang menjadi masalah di dalam
aktivitas gereja. Gereja bukanlah tipe lembaga atau insitusi yang memiliki
standard operating system (SOP) yang dilengkapi dengan reward &
punishment (penghargaan & sanksi). Sehingga pola penggorganisasian
untuk menjalankan aktivitas organisasi ini tentunya juga selalu
diperhadapkan dengan situasi-situasi yang cukup sulit dan bahkan harus
dibekali dengan kesabaran tingkat tinggi dalam mengelola aktivitas
tersebut. Kesabaran menjadi penting bukan saja karena setting tempat
dalam beraktivitas adalah di lingkungan gereja, namun juga dibutuhkan
dalam berkomunikasi untuk mencapai tujuan bersama yang di maknai
secara bersama pula.
Komunikasi nampaknya menjadi hal yang cukup serius dan
fundamental dalam melakukan pelayanan di gereja. Jika berbicara
mengenai komunikasi, pikiran kita sebagai umat gereja tentunya secara
tidak sadar, langsung tertuju pada realitas perkembangan teknologi
komunikasi yang cukup pesat hingga saat ini. Dunia mengalami revolusi
teknologi yang cukup pesat dan tanpa bisa dibendung oleh masyarakat
dunia tidak terkecuali masyarakat gereja. Salah satu ungkapan yang sering
muncul dalam beberapa diskusi baik formal maupun informal adalah bagi
setiap anggota masyarakat yang tidak bisa beradaptasi dengan
perkembangan teknologi, maka dengan sendirinya akan tereliminasi oleh
zaman.
Selanjutnya pertanyaan yang muncul adalah apakah gereja sebagai
lembaga pelayanan mau menerima perkembangan ini sebagai wahana
untuk kreatif dalam pelayanan (yang didominasi oleh para pemuda-pemudi
gereja) ataukah lebih memilih untuk bertahan dengan menggunakan
metode-metode yang konvensional dalam ber-pelayanan.
Tulisan ini bertujuan untuk menyoroti persoalan-persoalan
120
Vol. I, No. 1, Januari 2014
komunikasi dalam gereja secara umum, di samping itu juga akan
membongkar pemahaman-pemahaman konvensional berkaitan dengan
proses komunikasi yang terjadi di dalam kegiatan pelayanan tersebut.
Sehingga diharapkan tulisan ini dapat memberikan pencerahan bagi para
aktivis di lingkungan gereja dalam melakukan segala aktivitas yang tentu
saja juga tidak terlepas dari ajaran Firman di dalam Alkitab. Selanjutnya
juga tidak lupa untuk memberikan solusi jenis komunikasi yang bisa
dijadikan pedoman dalam pelayanan gereja.
Komunikasi
Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak pernah melakukan
komunikasi atau berkomunikasi. Komunikasi atau communication dalam
bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama;
communico, communicatio, atau communicare yang berarti membuat sama
(to make common). Definisi ini diungkapkan oleh William I. Gorden, Colin
Cherry, Onong Uchjana, Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson (Mulyana
2004:41). Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses
penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi, yang
terlibat dalam komunikasi ini adalah manusia.
Pada tahun 1948, Harrord Lasswell menemukan sebuah konsep teori
komunikasi. Lasswell adalah salah seorang ahli komunikasi yang
mengemukakan teori komunikasi yang cukup terkenal yaitu “who says what
to whom in what channel with what effect” atau “siapa berkata apa kepada
siapa dengan menggunakan saluran serta menimbulkan pengaruh apa”
(Mufid 2009:60). Komunikasi merupakan proses dimana seseorang
menyampaikan pesan kepada orang lain dan ingin mendapatkan efek yang
bisa berupa persamaan terhadap pemaknaan pesan tersebut.
Dalam komunikasi sendiri juga terdapat pola atau ciri dalam
berkomunikasi sehingga menjadi trend di kalangan lembaga gereja. Namun
sebelum lebih jauh pola ini dibahas, maka terlebih dahulu akan dibahas
pengertian dari pola itu sendiri. Pola merupakan bentuk atau model (atau,
121
Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional)
lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau
untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika sesuatu
yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis untuk pola dasar
yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu itu dikatakan
memamerkan pola. Oleh sebab itu maka pola komunikasi dalam lembaga
atau organisasi adalah model komunikasi yang digunakan oleh dua atau
lebih “budaya” yang saling berinteraksi. Pola adalah pemikiran sesuatu yang
diterima seseorang dan dipakai sebagai pedoman, sebagaimana
diterimanya dari masyarakat sekelilingnya. Pola juga mampu menjelaskan
kepada orang lain atau masyarakat yang berada disekelilingnya mengenai
perilaku kehidupannya dalam bermasyarakat. Sesuatu bisa dikatakan pola
jika peristiwa yang sama terjadi secara terus menerus baik disengaja
maupun tidak disengaja.
Dengan melihat konsep di atas maka penulis mendefinisikan pola
komunikasi adalah “suatu proses komunikasi yang terjadi secara terusmenerus di dalam suatu komunitas baik secara disengaja ataupun tidak
disengaja sehingga menciptakan suatu tradisi atau ciri khas yang turut
memengaruhi proses komunikasi di dalam suatu komunitas maupun proses
komunikasi yang terjadi dengan komunitas yang lain”. Dalam konteks
gereja, pola komunikasi ini memberi peranan penting dan bagi terciptanya
hubungan, baik yang harmonis maupun yang tidak harmonis. Proses
pembentukan pola komunikasi bisa dimulai dari terjadinya interaksi yang
terjadi didalam komunitas dan akan berlanjut pada proses interaksi dengan
komunitas lainnya.
Pemahaman komunikasi berkaitan dengan gereja masa kini adalah
tentunya pemahaman tentang bagaimana komunikasi dilakukan dengan
menggunakan media seperti media massa dalam prosesnya. Namun media
yang dimaksud disini tidak merupakan media masa pada kebanyakan
pemahaman seperti Koran, televisi, radio, namun lebih ditujukan kepada
media masa bagi komunitas atau kelompok anggota gereja tersebut.
Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) dalam bukunya
122
Vol. I, No. 1, Januari 2014
Introducing Mass Communication, menyebutkan bahwa sesuatu bisa
dikatakan komunikasi massa jika mencakup (Nurudin 2005:35):
Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern
untuk menyebarkan atau memancarkan pesan.
1.
Komunikator dalam komunikasi massa menyebarkan pesanpesannya bermaksud mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang
yang tidak saling kenal. Ini berarti antara pengirim dan penerima pesan
tidak saling mengenal satu dengan yang lain.
2.
Pesan adalah publik. Artinya bahwa pesan yang dikirim bisa
didapatkan dan diterima oleh banyak orang dan bukan untuk kelompok
orang tertentu. Aksesibilitas untuk mendapatkan informasi inilah yang
menjadi kekuatan media massa. Pesan yang disebarkan melalui media
massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum dan
mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perseorangan
atau kepada kelompok tertentu.
3.
Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal
seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan (komunikator bukan perorangan
melainkan lembaga). Lembaga ini pun biasanya berorientasi pada
keuntungan ekonomis. Komunikator pada komunikasi massa melembaga.
Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni
suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu, komunikatornya
melembaga atau dalam bahasa asing disebut institusionalized
communicator atau organized communicator.
4.
Komunikasi massa dikontrol oleh gate keeper (pentapis informasi)
artinya sebelum pesan disampaikan kepada khalayak maka akan disaring
terlebih dahulu. Contohnya: reporter, editor, film, penjaga rubrik, dan badan
sensor lain dalam media itu bisa berfungsi sebagai gate keeper.
5.
Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Ciri lain dari
media massa adalah kemampuannya menimbulkan (simultaneity) pada
pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. Hal inilah
yang merupakan ciri paling hakiki dibandingkan dengan media komunikasi
123
Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional)
lainnya. Komunikasi masa berlangsung satu arah dan dua arah. Berbeda
dengan komunikasi antar pribadi yang berlangsung dua arah, pada
komunikasi massa berlangsung satu arah. Dengan kata lain tidak ada proses
interaksi dalam proses komunikasi massa. Namun pengertian ini
merupakan pengertian konvensional, dalam perkembangannya ternyata
proses interaksi ini sudah bisa diakomodir oleh lembaga-lembaga
penyiaran seperti televisi maupun radio dengan program dan hubungan
interaktif menggunakan perangkat IT (Information Technology).
Organisasi
Magnus mengatakan bahwa “in any organization, the success of
achieving it goals depends largely on the manager’s communication ability
and skills”. Artinya, di banyak organisasi, kesuksesan dalam mencapai
tujuan organisasi paling besar tergantung pada kemampuan dan
keterampilan komunikasi manajer organisasi. Brunetto & Farr-Wharton
juga mengatakan “in an era of apparent constant change and erosion of
corporate loyalty interpersonal communication skills in managers are vital to
promoting employee attachment to the organization”. Dari pengertian ini,
nampak jelas bahwa setiap lembaga, organisasi, maupun kelompok dan
komunitas, sangat bergantung pada komunikasi. Kemampuan
berkomunikasi menjadi hal yang sagat vital dalam me-manage suatu
lembaga organisasi. Gereja dalam hal ini yang merupakan sebuah lembaga
pun memiliki keharusan untuk merancang suatu model komunikasi yang
efektif sesuai dengan perkembangan zaman.
Organisasi adalah sebuah unit sosial yang dikoordinasikan secara
sadar, terdiri atas dua orang atau lebih dan yang relatif terus-menerus guna
mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama (Robbins dan Judge
2008:5). Definisi ini kemudian menjadi salah satu acuan untuk menelaah
persoalan komunikasi di dalam gereja.
Komunikasi Mutakhir
124
Vol. I, No. 1, Januari 2014
Salah satu elemen penting dalam mengikuti perkembangan
koomunikasi yang mutakhir adalah dengan mengembangkan media yang
dipakai. Media yang digunakan juga harus mempertimbangkan unsur
kebaruan dan keterkinian. Namun perspektif ini hanya merupakan
perspektif yang bersifat praktis dan pragmatis. Jika ditelaah dalam
perspektif filsafat komunikasi, maka yang harus diperhatikan adalah esensi
dan substansi dari komunikasi itu sendiri. Hal ini juga tidak bisa
dipinggirkan dalam menelaah komunikasi. Proses komunikasi yang terjadi
dalam tubuh gereja harus bisa untuk memberikan jaminan efektifitas
komunikasi itu sendiri. Garansi komunikasi yang efektif bisa digunakan
sebagai jawaban bahwa arus pesan yang disampaikan menjadi hal yang
sangat penting. Tidak berhenti di sini saja, namun juga penting untuk
mengetahui bagaimana cara yang bisa digunakan dan yang paling efektif
dalam proses ini. Seorang ahli komunikasi Joseph Devito mengungkapkan
bahwa salah satu jenis komunikasi yang dinilai efektif adalah komunikasi
antar personal atau yang sering dikenal dengan nama komunikasi antar
pribadi.
Komunikasi antar pribadi dapat terjadi dalam konteks satu
komunikator dengan satu komunikasi (komunikasi diadik: dua orang) atau
satu komunikator dengan dua komunikan (komunikasi triadik: tiga orang).
Lebih dari tiga orang biasanya dianggap komunikasi kelompok. Seperti yang
sudah dijelaskan pada definisi sebelumnya, komunikasi antar pribadi dapat
berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media komunikasi antar
pribadi (nonmedia massa) seperti telepon atau video conference. Dalam
komunikasi antar pribadi, komunikator relatif cukup mengenal komunikan,
dan sebaliknya, pesan dikirim dan diterima secara simultan dan spontan,
relatif kurang terstruktur, demikian pula halnya dengan umpan balik yang
dapat diterima dengan segera. Dalam tataran antar pribadi, komunikasi
berlangsung secara sirkuler, peran komunikator dan komunikan relatif
setara. Proses ini lazim disebut dialog walaupun dalam konteks tertentu
dapat juga terjadi monolog, hanya satu pihak yang mendominasi
125
Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional)
percakapan. Berikut adalah bagan model komunikasi lima tahap yang coba
diperkenalkan oleh Joseph A. Devito:
Diagram 1
Model hubungan lima tahap dalam komunikasi antar pribadi Joseph A. Devito
(1997:233)
Kontak: ada beberapa macam alat indera, melihat, mendengar, membaui
seseorang, dalam tahap ini seseorang akan memutuskan untuk
melanjutkan hubungan atau sebaliknya. Dimensi fisik menjadi penting
sebab dimensi ini paling mudah untuk diamati.
Keterlibatan: tahap ini merupakan tahap pengenalan lebih jauh, jika ini
merupakan hubungan yang bersifat persahabatan, anda mungkin akan
melakukan sesuatu yang menjadi minat bersama, jika ini merupakan
hubungan yang romantik, anda akan melakukan kencan pada tahap ini.
Keakraban: ini adalah tahap di mana anda mengikat diri lebih jauh dengan
orang ini. Anda mungkin membina hubungan primer (primary
relationship), di mana orang ini menjadi sahabat atau kekasih anda.
Perusakan: pada tahap ini anda mulai merasa bahwa hubungan ini
mungkin tidaklah sepenting yang anda pikirkan dulu.
126
Vol. I, No. 1, Januari 2014
Pemutusan: ini adalah tahap untuk pemutusan ikatan yang mempertalikan
kedua pihak.
Dengan melihat model hubungan lima tahap ini, penulis mengamati bahwa
proses komunikasi antar pribadi dibangun pada landasan hubungan yang
harmonis-harmonis. Situasi harmonis ini seakan-akan menjadi landasan
hingga tujuan dari proses komunikasi itu sendiri. Lihat saja tahap
keakraban yang menjelaskan bagaimana seseorang akan memulai
mengikat hubungan dengan orang lain untuk menjadi orang terdekat dalam
kehidupannya seperti kekasih ataupun sahabat.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana gereja
mengadopsi atau bahkan menerapkan proses komunikasi seperti ini
kepada seluruh jemaat terutama para pemuda yang pada bagian awal
tulisan ini berperan sebagai tulang punggung gereja dalam melaksanakan
pelayanan gereja?
Tentunya merupakan hal yang sulit untuk melihat persoalan ini,
namun jika tidak dimulai, maka tidak akan tahu hasilnya. Berdasarkan pada
konsep Devito ini, sebenarnya hal inilah yang dikatakan mutakhir. Sebab
dalam komunikasi antar pribadi, hambatan-hambatan dalam komunikasi
bisa diminimalisir. Karena respon dari para peserta komunikasi bisa terjadi
pada saat proses komunikasi berlangsung. Kemutakhiran ini yang
kemudian membongkar pemahaman pragmatis bahwa yang mutakhir
adalah sesuatu yang sarat teknologi. Namun dalam perspektif komunikasi
antar pribadi inilah kemutakhiran itu terjadi. Gereja sebagai sebuah
lembaga harus mempunyai kiat atau metode untuk berkomunikasi secara
mutakhir ini. Salah satu kasus yang ditemui oleh penulis adalah ketika
mengamati aktivitas gereja di Indonesia. Tahapan dalam model komunikasi
Devito menjadi relevan saat ini ketika berbicara mengenai hubungan yang
terjalin baik antara para jemaat anggota gereja dengan pihak pengelola
gereja di Indonesia. Kontak, keterlibatan, keakraban, perusakan dan
pemutusan adalah rangkaian proses yang terjadi dalam proses komunikasi
antar pribadi diantara pemuda di lingkungan gereja. Agung Gunawan
127
Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional)
Gunawan 2008:10) dalam tulisannya berpendapat bahwa:
Apabila setiap anggota dalam gereja tidak mengembangkan
sikap saling menghargai dan menghormati maka
kehancuran sudah dapat diramalkan akan terjadi. Hari ini
banyak gereja-gereja yang pecah karena didalamnya tidak
tercipta suatu kehidupan yang saling menghargai dan saling
menghormati. Misalnya, hamba Tuhan tidak menghargai
majelis dan majelis tidak menghormati hamba Tuhan,
hamba Tuhan tidak menghargai jemaatnya dan jemaat tidak
menghormati hamba Tuhannya dan diantara majelis dan
jemaat juga terjadi hal yang sama. Akibatnya akan tercipta
kemarahan dan kebencian didalam gereja. Kalau hal ini
dibiarkan berlarut-larut maka suatu ketika akan meledak
seperti bom waktu yang akan meluluhlantakkan keutuhan
sebuah gereja.
Sekali lagi komunikasi memiliki peran yang sangat vital dalam aktivitas
gereja namun yang harus dipertimbangkan adalah jenis komunikasi yang
sangat efektif. Komunikasi antar pribadi hadir sebagai solusi dalam gereja,
namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah gereja mau
memberlakukan komunikasi antar pribadi ini sebagai rancangaan program
untuk bisa sampai pada setiap aktivitas komunikasi yang ada dalam
lingkungan gereja? Tentunya akan ada banyak perdebatan dalam hal ini
berkaitan dengan strategi komunikasi yang akan dilakukan. Namun salah
satu nasehat bijak yang perlu di perhatikan adalah bahwa komunikasi antar
pribadi memiliki resiko kegagalan yang paling minim. Respon dari proses
ini bisa langsung terjadi dan dilihat pada saat komunikasi berlangsung.
Gereja hari ini membutuhkan rasa rendah hati dan kesabaran dalam
bermasyarakat. Keegoisan manusia yang hidup hanya untuk kepentingan
diri sendiri dan memperkaya diri sendiri, tentunya menjadi tantangan
tersendiri bagi gereja dalam penerapan strategi ini. Devito pun memberikan
beberapa solusi jika ingin lebih berhasil dalam dalam komunikasi antar
pribadi yaitu: keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap positif
(positiveness), kebersatuan (immediacy), manajemen interaksi (interaction
128
Vol. I, No. 1, Januari 2014
management), daya ekspresi (expressiveness), dan orientasi kepada orang
lain (other-orientation) (Devito 2006:177). Penjelasan dari masing-masing
kualitas komunikasi interpersonal tersebut yaitu:
Keterbukaan (openness)
Keterbukaan mencakup kesediaan untuk membuka diri, mengungkapkan
informasi yang biasanya disembunyikan. Keterbukaan juga termasuk
kesediaan untuk mendengarkan dan bereaksi secara jujur terhadap pesan
yang disampaikan oleh orang lain.
Empati (empathy)
Empati adalah kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain
dari sudut pandang orang lain, untuk merasakan seperti yang dirasakan
orang lain, untuk “berjalan di dalam sepatu yang sama”, untuk merasakan
perasaan orang lain dengan cara yang sama persis. Bersikap empati berarti
mengerti secara emosional, tanpa kehilangan indentitas pribadi, mengenai
apa yang dialami oleh orang lain.
Sikap positif (positiveness)
Sikap positif dalam komunikasi interpersonal meliputi penggunaan pesan
bersifat positif daripada pesan yang bersifat negatif.
Kebersatuan (immediacy)
Kebersatuan mengacu pada keterlibatan pembicara dan pendengar,
terciptanya rasa kebersamaan dan kesatuan. Komunikator yang
memperlihatkan kebersatuan mengisyaratkan minat dan perhatian,
hubungan dengan orang lain.
Manajemen interaksi (interaction management)
Manajemen interaksi terdiri dari teknik-teknik dan strategi yang diatur dan
dibawa dalam interaksi interpersonal. Manajemen interaksi yang efektif
terlihat dari interaksi yang memuaskan kedua belah pihak. Tidak seorang
pun yang merasa diabaikan, masing-masing pihak berkontribusi dalam
keseluruhan komunikasi.
Daya ekspresi (expressiveness)
Daya ekspresi merupakan kemampuan mengkomunikasikan keterlibatan
129
Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional)
secara jujur, termasuk misalnya bertanggung jawab atas pemikiran dan
perasaan pribadi, mendorong ekspresi dan keterbukaan orang lain, dan
memberikan umpan balik yang sesuai.
Orientasi kepada orang lain (other-orientation)
Orientasi kepada orang lain adalah kemampuan untuk mengadaptasi pesan
interpersonal kepada orang lain, hal ini termasuk menyampaikan minat dan
ketertarikan pada orang lain dan dalam apa yang dikatakan oleh orang
tersebut.
Kesimpulan
Pada akhir tulisan ini, sampailah pada kesimpulan tentang perbedaan
pendapat soal kemutakhiran dalam komunikasi. Pandangan pragmatis
selama ini yang mendewakan teknologi, dan mengelompokkan sesuatu
yang baru dari teknologi dianggap sebagai sesuatu yang mutakhir, ternyata
jika dilihat dalam konteks gereja di Indonesia maka sebenarnya pandapat
ini tidak sepenuhnya benar. Sebab kemutakhiran yang dimaksud lebih
menyoroti landasan substansi dari komunikasi itu sendiri. Suatu proses
komunikasi dianggap mutakhir jika berkaitan dengan minimnya hambatahambatan yang terjadi. Dan komunikasi antar pribadi yang disarankan
dilakukan dalam lingkungan gereja menjadi penting agar bisa
meminimalisir segala hambatan. Jika melihat perbedaan komunikasi massa
yang memerlukan waktu cukup lama untuk mengirimkan respon dalam
proses komunikasi, ataupun komunikasi kelompok, ataupun komunikasi
publik, maka proses komunikasi antar pribadi hadir sebagai solusi.
Daftar Pustaka
Bittner, John R, 1986. an Introduction Mass Communication 4th Edition,
Prentice Hall A Division of Simon & Schuster, New Jersey.
Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia (kuliah dasar) edisi
kelima, Hunter College of the City University of New York, professional
books (Bahasa Indonesia).
130
Vol. I, No. 1, Januari 2014
Devito, J. 2006. Human communication (10th ed.). Boston: Pearson
Education.
Onong, Effendy Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek,
Bandung PT Remaja Rosdakarya.
Gunawan, Agung 2008. Peran Komunikasi Bagi Pertumbuhan Gereja Jurnal
Theologia Aletheia Volume 10, No. 19 Institut Theologia Aletheia.
Deddy, Mulyana, Rakhmat Jalaludin, 2003. Komunikasi Antar Budaya,
Panduan Berkomunikasi Dengan Orang Berbeda Budaya, Bandung PT.
Remaja Rosdakarya.
Robbins, Stephen P., Tim Judge, Timothy A. Judge 2008. Organizational
Behavior Pearson Prentice Hall, - Business & Economics New Jersey.
Nor, Tahjudin Fendi . 2013. Hubungan Kepuasaan Komunikasi Organisasi
Dengan Motivasi Kerja Karyawan Di Pt. Srikandi Plastik Sidoarjo Jurnal
E-Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen
Petra, Vol I. No.1 Surabaya.
131
Komunikasi Antar Personal Dalam Aktivitas Gereja (Mutakhir atau Konvensional)
132
Download