Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis Dengan berkunjung ke Museum Bahari pengunjung akan mengetahui sejarah dan begitu banyak kekayaan yang dimiliki Bangsa Indonesia. Bermacammacam koleksi dipamerkan pada museum ini.Penelitian tentang arsitektur kolonial di Indonesia sudah banyak dilakukan oleh peneliti di bidang arsitektur maupun dalam lingkup bidang sipil. Diantara peneliti-peneliti tersebut adalah Purwanto dan Hasbi (2012); Santoso, dkk (2013); Fauzy, dkk (2013); Wulan (2015); Lumonon dan Betteng (2013); Hardiman dan Sukawi (2013); Priyanto, dkk (2014); Febrianto, dkk (2014); Thamrin (2010); Kusbiantoro (2008); Koeswandi (2013); Sukarno, dkk (2014); Pujantara (2013); Mulyono dan Mandasari (2011); Hersanti, dkk (2007). Purwanto dan Hasbi (2012) meneliti tentang arsitektur kolonial (Museum Gajah) yang beradaptasi dengan iklim yang ada di Indonesia. Hasil yang di dapat ada beberapa faktor yang mempengaruhi adaptasi dengan iklim seperti : orientasi bangunan,denah,dinding,bukaan pintu dan jendela,lantai,atap,plafond dan bentuk bangunan. Santoso dkk (2013) Meneliti tentang keberadaan tradisionalisme pada arsitektur kolonial Belanda yang ada di kota Malang. Hasil yang di peroleh menunjukan bahwa memang ada pengaruh tradisionalisme dalam arsitektur kolonial Belanda yang terwujud pada 2 elemen arsitektural yaitu atap dan bukaan. Fauzy dkk (2013) meneliti perkembangan arsitektur kolonial Belanda pada gedung restauran di Surabaya yang di sesuaikan dengan iklim tropis di Indonesia. Hasil dari penelitian dapat di ketahui bahwa ada hubungan terjadi Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 11 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia antara bentuk arsitektur dan elemen serta ornamen yang melekat pada bangunan serta mengetahui ciri,karakteristik dan identitas arsitektur. Hardiman dkk (2016) meneliti sejauh mana pengaruh iklim tropis lembab terhadap kerusakan fasad bangunan kolonial yang berada di kota lama Semarang. Hasil yang didapat dari pengamatan dari luar bangunan di simpulkan bahwa rusaknya fasad bangunan kolonial di koridor jl. Letjen suprapto disebabkan kurangnya upaya perawatan sehingga elemen yang rusak karena lapuk disebabkan kondisi yang lembab atau terkena air hujan selama bertahuntahun tidak segera diatasi dengan perawatan yang memadai atau dengan penggantian elemen yang rusak dengan material yang sama tampilan arsitekturnya. Hardiman dan Sukawi (2013) Meneliti tentang adaptasi bangunan arsitektur Belanda menyesuaikan dengan iklim tropis lembab yang ada di Indonesia.Hasil analisis mengacu dengan mengevaluasi tampilan fasad bangunan yang dapat meminimalkan laju penghantaran panas yang masuk ke dalam bangunan. Prianto dkk (2014) Meneliti tentang bangunan kolonial yang berada di kota Semarang berupaya menyesuaikan iklim tropis lembab dengan membuat bukaan jendela yang besar. Hasil dari pensimulasian terhadap bukaan jendela terbukti bahwa pilihan kualitas suara didapatkan dengan mengoperasionalkan type-type bukaan jendelanya dan juga konstruksi jendela seperti ini ternyata bukan hanya sekedar berfungsi memasukan suara / menghindari kebisingan. Febrianto dkk (2014) Meneliti tentang gaya arsitektur kolonial pada elemen pintu dan jendela di Stasiun Kereta Api Sidoarjo. Hasil penelitian menjelaskan makna dari setiap bentuk elemen wajah bangunan berdasarkan orientasi,atap,pintu,jendela,kolom bangunan,lantai bangunan dan ornamen bangunan. Maharani dkk (2016) meneliti tentang identifikasi dan menganalisis elemen pintu dan jendela pada peninggalan bangunan kolonial Belanda di Stasiun Kereta Api Sidoarjo. Hasil dari studi ini menunjukan bahwa karakteristik elemen Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 12 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia pintu dan jendela stasiun ini dipengaruhi oleh fungsi ruangnya. Karakteristik pintu dan jendela juga dipengaruhi gaya arsitektur Indische Empire,Art Nouveau dan modern. Thamrin (2010) meneliti tentang pengaruh orang Belanda terhadap tata bangunan rumah tinggal di Probolinggo. Hasil penelitian menunjukan bahwa aktivitas perdagangan dan jarak dari jalur perdagangan mempengaruhi bentuk bangunan dan organisasi ruang sedangkan elemen interior maupun elemen dekoratif dari masing-masing budaya mengalami akulturasi dan pengembangan. Kusbiantoro (2008) Meneliti tentang adaptasi langgam arsitektur eropa terhadap tropikalitas yang ada di Bandung. Hasil yang di dapat bangunan ini telah beradaptasi dengan masalah tropikalitas lewat pemilihan material,kemiringan atap yang tinggi dan bukaan-bukaan berupa jendela dan ventilasi yang menghiasi elemen pelingkup ruang pada bangunan ini. Koeswandi (2013) Meneliti tentang pengaruh peninggalan arsitektur Belanda di gedung lindeteves Surabaya. Hasilnya penelitian ini mendiskripsikan tentang elemen-elemen pembentuk ruang yang terdiri atas dinding,lantai, dan plafonnya,elemen transisi, yang berupa pintu dan jendela sebagai penghubung ruang serta elemen pengisi ruang/perabot. Sukarno dkk (2014) Meneliti tentang karakter visual fasad bangunan yang telah mengalami perubahan bentuk yang berakibatkan perubahan ruang di rumah dinas bakorwil kota Madiun. Hasil karakter visual yang ditunjukkan oleh rumah dinasbakorwil kota Madiun adalah langgam Indische Empire style. Penggunaan pilar-pilar jenis Tuscan, jendela dan pintu dengan ukuran gigantis (menggambarkan bangunan milik penguasa pada masa lampau). Pujantara (2013) Meneliti tentang karakteristik fasade bangunan kolonialisme Belanda di kota Makassar. Hasil yang didapat bahwa originalitas fasad bangunan kolonialisme ini juga mengalami perubahan mengikuti lingkungan yang ada di Indonesia yaitu tropis. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 13 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Mulyono dan Mandasari (2011) Meneliti tentang pengaruh dan perwujudan budaya indis pada desain interior bangunan Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno. Hasil penelitian menunjukan gaya yang dipakai pada interior gereja Mojowarno didominasi gaya desain yang berkembang di Eropa saat itu, seperti Gotik dan Neo-Klasik yang dipadukan dengan budaya masyarakat setempat. Hersanti (2007) Meneliti tentang konservasi bangunan rumah tinggal kolonial Belanda di kayutangan Malang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hirarki ruang publik-privat pada sebuah rumah tinggal kolonial Belanda mempengaruhi rancangan pintu dan jendela. tipe,ornamen,ukuran pintu dan jendela setiap ruang memiliki karakter. Dari hasil kesimpulan yang di dapat dari beberapa jurnal yang di kumpulkan sesuai tema yang di kehendaki sama seperti yang dibuat olehPurwanto dan Hasbi (2012) dan memiliki perbedaan di lokasi penelitian dan penelitian ini berjudul “Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap Kondisi Iklim di Indonesia” 2.2. Kajian Teoritis Merupakan teori-teori dari sumber seperti jurnal dan buku yang sesuai dengan rumusan permasalahan penelitian. Adapun kajian teori yang dipakai meliputi teori Arsitektur Kolonial, Arsitektur Tropis dan Iklim Tropis yang dipaparkan di bawah ini : 2.2.1. Arsitektur Eropa Pada zaman modern awal (1600-1800 M) dengan kedatangan pedagang Eropa seperti orang Portugis, Belanda, Spanyol dan orang Inggris kebumi Nusantara. Peningkatan hegomoni (politik) kolonial dan dominasi orang Eropa, di imbangi dengan pertumbuhan peran orang Cina sebagai perantara di sektorProgram Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 14 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia sektor perdagangan jasa dan manufaktur. Pada awal abad ke 17 perancangan ala Eropa yang memiliki empat musim diterapkan langsung kekawasan tropis. Bangunan yang memiliki tipologi ini antara lain seperti : pos-pos perdagangan, benteng militer dan kota yang dilindungi. Alasan di balik perencanaan dan perancangan dengan unsur arsitektur seperti ini adalah naluri bertahan hidup yang terpaksa menempatkan masalah keamanan lebih tinggi dibandingkan dengan kenyamanan (Vietter, 2007). Ciri-ciri bangunan seperti ini terdapat pada bagian depan yang rata tanpa beranda, jendela- jendela besar, dinding bata tebal, lebihan atap pendek dan bukaan atap yang sedikit untuk ventilasi tidak mampu memberikan keteduhan yang memadai, ventilasi silang, dan perlindungan terhadap hujan tropis, cahaya matahari yang terik langsung masuk kedalam ruangan melalui jendela-jendela kaca yang lebar, namun kelembaban yang tinggi tidak dapat dikurangi karena ventilasi silang yang kurang dan kepengapan didalam bangunan dan sangat tidak memenuhi syarat kenyamanan bagi manusia. Pada awal abad ke 19, Gaya arsitektur neo-kelasik di Indonesia mendapatkan sebutan “Gaya Imperium” dengan bentuk bangunan bergaya Yunani yang dicampur dengan pengunaan tiang - tiang bergaya Romawi serta Reinansance. Arsitektur ini muncul karena para arsitek dari Eropa masih terpengaruh pada kejayaan arsitektur klasik. Arsitektur Imperum juga banyak dipergunakan untuk menunjukkan kekuasaan, kemegahan, kemakmuran dan kekayaan. Arsitektur ini digunakan untuk menunjukkan status sosial dari pemilik bangunan dan dipergunakan pada bangunan pemerintahan dan militer. Gaya Imperium akhirnya tersingkir pada akhir abad 19, sejalan dengan diperkenalkannya politik etis di Eropa (Hasbi, 2007). Sejak awal abad 19, arsitektur mulai survivalist, abad ke 18 berangsur-angsur mulai digantikan dengan arsitektur yang menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan. Kondisi hidup yang tidak nyaman menjadi alasan utama perubahan ini, demi kenyamanan fisik di lingkungan yang baru, arsitek mulai menggunakan bahan bangunan setempat (Vietter, 2007). Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 15 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Adaptasi arsitektur yang muncul dalam rancangan atap dan bagian depan rumah, sebagaimana tampak dalam arsitektur, Atap piramida yang jauh lebih besar memungkinkan penyerapan panas yang jauh lebih banyak sekaligus mencegah transmisinya kedalam ruangan. Ventilasi yang lebih baik dimungkinkan oleh celah-celah diantara tiap genting dan bukaan yang memisahkan atap dari bagian dinding. Atap yang lebih curam memungkinkan air hujan tropis mengalir lebih deras ketanah. Lebihan atap dibuat lebih lebar, membentuk beranda-beranda besar yang melindungi penghuni dari terik matahari dan tetesan air hujan yang terbawa oleh angin. Langit-langit tinggi yang berasal dari Eropa masih dipertahankan dengan alasan interior lebih besar pasti lebih sejuk dibandingkan interior dirumah dengan lagit-langit rendah. Bukaan-bukaan pintu dan jendela dibuat lebih besar dan baik daun pintu dan jendela dilengkapi dengan kisi-kisi menyudut (louvre), demi menjamin ventilasi silang yang efektif. Adaptasi ini memungkinkan kondisi hidup didalam bangunan jauh lebih dinikmati dan nyaman untuk iklim setempat (Vietter, 2007). 2.2.2. Arsitektur Kolonial Pembahasan mengenai arsitektur kolonial sudah banyak di jelaskan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti pembahasan yang telah dijelaskan oleh Purwanto dan Hasbi (2012), Wardani (2009), Purwanto dan Hasbi (2012); Koeswandi (2013); Santoso, dkk (2013); dan Pujantara (2013). Wardani (2009), menjelaskan bahwa arsitektur Kolonial Belanda adalah gaya desain yang cukup popular di Netherland tahun 1624-1820. Ciri-cirinya yakni fasad simetris, material dari batu bata atau kayu tanpa pelapis, entrance mempunyai dua daun pintu, pintu masuk terletak di samping bangunan, denah simetris, jendela besar berbingkai kayu, terdapat dormer (bukaan pada atap). Titimpali oleh Eko Budihardjo (1919), menjelaskan arsitektur Kolonial Belanda adalah bangunan peninggalan pemerintah Kolonial Belanda seperti Benteng Vastenburg, Bank Indonesia di Surakarta dan masih banyak lagi termasuk bangunan yang ada di Karaton Surakarta dan Puri Mangkunegaran. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 16 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Gambar 1. ( Bank Indonesia Surakarta) Sumber :http://pinkkorset.com/ Gambar 2. ( Benteng Vestenbrug) Sumber :http://welcomesurakarta.weebly.com/ Purwanto dan Hasbi (2012) dalam penelitianya memaparkan tentang arsitektur Eropa dan arsitektur Belanda, mereka menyatakan bahwa Belanda ke Indonesia pada awalnya untuk berdagangan, dengan membentuk persatuan VOC (Vereeningde Oost Indische Compagnie) tahun 1602, kehadiran orang Belanda di Indonesia mulai berkembang secara nyata, kurang lebih satu abad bereka sibuk untukberdagang. Purwanto dan Hasbi (2012) juga mengutip sebuah pernyataan bahwa, perlu kita sadari Indonesia merupakan kepulauan yang sangat kaya dan indah, memiliki flora dan fauna berwarna-warni, persedian tambang, pertanian perkebunan dan hasil rempah-rempah, lambat laun Belanda menguasai Indonesia sebagai Negara Jajahan (Hasbi, 2007). Salah satu contoh bangunan di Belanda yaitu : Prins Alexander Sticting merupakan karya kedua, Maclaine Pont, tahun 1922 di Belanda; Yulianto Sumalyo, tahun 1988). Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 17 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Gambar 3.Prins Alexander Stichting, Bangunan kedua Machlaine, tahun 1922 di Belanda Sumber :Jessyp 1975, Yulianto, 1988 Ciri – ciri bangunan di Belanda bangunannya memanjang, terdiri dari dua lantai, halamannyacukup luas, dindingnya dibuat dari bata merah ekspos, tampak depan yang terdiri dari limatrave, simetris dengan pintu masuk, jendelajendela berirama monoton, atap berkemiringan tajam serta penekanan pada pintu masuk utama. Studi tentang arsitektur kolonial di Indonesia juga di jelaskan oleh Santoso, dkk (2013), dia mengutip dari beberapa pernyataan yang menjelaskan tentang perkembangan arsitektur kolonial, arsitektur di Indonesia secara umum maupun yang khusus berdiri sendiri. Santoso, dkk (2013) mengutip pernyataan dari Sudrajat (1991) melakukan studi yang termasuk ke dalam kategori pertama. Ia mencoba menelusuri perkembangan (sejarah) arsitektur di Indonesia dengan mulai dari tinjauan sejarah arsitektur sebagai warisan tradisi pemikiran arkeologis dan antropologis Belanda hingga warisan pemikiran sosiologis dan perencanaan kota Belanda. Bahasan tentang arsitektur kolonial Belanda terfokus pada pencarian identitas arsitektur dengan melalui penerapan langgam (style) arsitektur Indo-Eropa. Temuannya menunjukkan bahwa langgam arsitektur Indo-Eropa berhenti terbatas pada tataran konsep atau ide, tidak terimplementasi pada wujud fisikarsitektural. Masuk ke dalam kategori kedua, Jessup (1988) memaparkan pengaruh arsitektur Belanda di Indonesia pada periode 1900-1942. Dalam analisisnya, ia memfokuskan studinya pada karyakarya Henri Maclaine Pont dan Thomas Karsten dengan latar (setting) Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 18 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Eklektisisme dan Internasionalisme dalam arsitektur. Studi yang lain dilakukan oleh Sumalyo (1993). Ia lebih memberi perhatian kepada tujuh arsitek dan biro arsitektur yang berpraktek di Indonesia. Temuannya menunjukkan bahwa dari beberapa arsitek dan biro konsultan tersebut sebagian dari mereka mencoba memasukkan unsur lokal sebagai bagian dari tradisi ke dalam karta-karya mereka, sedangkan sisanya tetap lebih berkiblat pada arsitektur modern yang sama sekali tidak memasukkan pertimbangan tradisi lokal, kecuali sebatas adaptasi terhadap iklim setempat. Koeswandi (2013), dia juga mengutip dari beberapa pernyataan yang menjelaskan tentang perkembangan arsitektur kolonial sama seperti Santoso, dkk (2013) yaitu Helen Jessup dalam Sumalyo (1993) membagi periodisasi perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia menjadi 4 bagian, yakni : 1. Pada abad 16 sampai tahun 1800-an, Indonesia masih disebut Nederland Indische dibawah kekuasaan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Selama periode tersebut, arsitektur kolonial Belanda kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda serta tidak mempunyai orientasi bentuk yang jelas. Bangunan-bangunan itu tidak diusahakan beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat 2. Tahun 1800-an sampai tahun 1902, pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari VOC. Setelah pemerintahan Inggris yang singkat tahun 1811-1815, Hindia Belanda sepenuhnya dikuasai Belanda dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan ekonomi negeri Belanda. Pada abad ke 19, Belanda memperkuat statusnya sebagai kaum kolonialis dengan membangun gedung-gedung yang berkesan grandeur (megah). Bangunan gedung dengan gaya megah yang di ini dipinjamnya dari gaya arsitektur Neo Klasik yang sebenarnya agak berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda pada waktu itu. Pada saat itu, di Hindia Belanda terbentuk gaya arsitektur tersendiri yang dipelopori oleh Gubernur Jenderal HW yang dikenal dengan the Empire Style atau The Ducth Colonial Villa: Gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis) yang diterjemahkan secara bebas. Hasilnya Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 19 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia berbentuk gaya Hindia Belanda yang bercitra Kolonial yang disesuaikan dengan ingkungan lokal, iklim dan material yang tersedia pada masa itu. Gambar 4. (The Empire Style) Bangunan-bangunan yang berkesan grandeur (megah) dengan gaya arsitektur Neo Klasik dikenal Indische Architectur karakter arsitektur seperti: Denah simetris dengan satu lantai, terbuka, pilar di serambi depan dan belakang (ruang makan) dan didalamnya terdapat serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lainnya. Pilar menjulang ke atas (gaya Yunani) dan terdapat gevel atau mahkota di atas serambi depan dan belakang. 3. Menggunakan atap perisai. Tahun 1902 sampai tahun 1920-an, kaum liberal di negeri Belanda memaksa politik Etis untuk diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu pemukiman orang Belanda di Indonesia tumbuh dengan cepat. Adanya suasana tersebut, maka “Indishce Architectur” menjadi terdesak dan hilang, sebagai gantinya muncul arsitektur yang berorientasi ke Belanda. Pada 20 tahun pertama inilah terlihat gaya arsitektur modern yang berorientasi ke negeri Belanda. Secara umum, ciri dan karakter arsitektur kolonial di Indonesia pada tahun 1900-1920-an : Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 20 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Menggunakan Gevel (gable) pada tampak depan bangunan(Gambar 5.). Bentuk gable sangat bervariasi seperti curvilinear gable, stepped gable, gambrel gable, pediment (dengan entablure). Gambar 5. (berbagai bentuk gavel) Penggunaan Tower pada bangunan Tower pada mulanya digunakan pada bangunan gereja kemudian diambil alih oleh bangunan umum dan menjadi mode pada arsitektur kolonial Belanda pada abad ke 20. Bentuknya bermacam-macam, ada yang bulat, segiempat ramping, dan ada yang dikombinasikan dengan gevel depan. Penggunaaan Dormer pada bangunan (Gambar 6) Penyesuaian bangunan terhadap iklim tropis basah. Ventilasi yang lebar dan tinggi. Membuat Galeri atau serambi sepanjang bangunan sebagai antisipasi dari hujan dan sinar matahari. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 21 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Gambar 6 (berbagai bentuk dormer) 4. Tahun 1920 sampai 1940-an, muncul gerakan pembaharuan dalam arsitektur, baik nasional maupun internasional di Belanda yang kemudian mempengaruhi arsitektur kolonial di Indonesia. Hanya saja arsitektur baru itu kadang-kadang diikuti secara langsung, tetapi kadang-kadang juga memunculkan gaya yang disebut sebagai ekletisisme (gaya campuran). Pada masa tersebut munculah beberapa arsitek Belanda yang memandang perlu untuk memberi ciri khas pada arsitektur Hindia Belanda. Mereka menggunakan kebudayaan arsitektur tradisional Indonesia sebagai sumber pengembangannya. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 22 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Gambar 7. (pengguanaan tower pada bangunan kolonialisme) Pemaparan tentang arsitektur kolonial juga di jelaskan oleh Pujantara (2013), melalui ciri-ciri bangunanya, bangunan kolonialisme Hindia Belanda mempunyai ciri yang kental dengan arsitektur eropa seperti Art deco dan de Stijl. Dalam abad ke 19 Neoklasik merupakan langgam desain arsitektur yang secara universal mengekspresikan kejayaan kerajaan Belanda. Komposisi stereometrik dan goemetrik menjadi motif yang cukup menonjol dalam arsitektur Belanda. selain itu seni dekoratif serta unsur monumentalis juga menjadi perhatian pada fasad. Ini terlihat pada atap pelana unsur paladian, Romanesque, gotik, klasikisme, rasionalisme, modern, simetris, vertikalisme, permainan bidang, garis garis horizontal. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 23 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Gambar 8.Fasade Bangunan asli Arsitektur Belanda / Arsitektur Eropa. ( Sumber : Bahan Kuliah Teori Dasar Arsitektur, 2010:100 ) Mulyono dan Mandasari (2011) memaparkanbeberapa aliran yang Mempengaruhi Perkembangan Arsitektur Kolonial di Indonesia antara lain: A. Gaya Neo Klasik (the Empire Style / the Dutch Colonial Villa) (tahun 1800).Ciri – Ciri dan Karakteristik : a. Denah simetris penuh dengan satu lantai atas dan ditutup dengan atap perisai. b. Temboknya tebal c. Langit – langitnya tinggi d. Lantainya dari marmer e. Beranda depan dan belakang sangat luas dan terbuka f. Di ujung beranda terdapat barisan pilar atau kolom bergaya Yunani (doric, ionic, korinthia). Pilar menjulang ke atas sebagai pendukung atap (Gambar 9) g. Terdapat gevel dan mahkota diatas beranda depan dan belakang h. Terdapat central room yang berhubungan langsung dengan beranda depan dan belakang, kiri kananya terdapat kamar tidur i. Daerah servis dibagian belakang dihubungkan dengan rumah induk oleh galeri. Beranda belakang sebagai ruang makan. j. Terletak ditanah luas dengan kebun di depan, samping dan belakang Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 24 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Gambar 9. (contoh pilar bergaya Yunani) Sumber :https://id.pinterest.com/georgerakthinde/doric-greek/ B. Bentuk Vernacular Belanda dan Penyesuaian Terhadap Iklim Tropis (sesudah tahun 1900). Ciri dan karakteristik : a. Penggunaan gevel (gable) pada tampak depan bangunan b. Penggunaan tower pada bangunan c. Penggunaan dormer pada bangunan Beberapa penyesuaian dengan iklim tropis basah di Indonesia : 1. Denah tipis bentuk bangunan ramping. Banyak bukaan untuk aliran udara memudahkan cross ventilasi yang diperlukan iklim tropis basah. (Gambar 10) 2. Galeri sepanjang bangunan untuk menghindari tampias hujan dan sinar matahari langsung. 3. Layout bangunan menghadap Utara Selatan dengan orientasi tepat terhadap sinar matahari tropis Timur Barat Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 25 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Gambar 10. (Contoh bukaan sistem silang pada bangunan tropis) (sumber :desaindekorasi.com) C. Gaya Neo Gothic (sesudah tahun 1900) Ciri-ciri dan karakteristik : a. Denah tidak berbentuk salib tetapi berbentuk kotak b. Tidak ada penyangga (flying buttress)karena atapnyatidak begitu tinggi tidak ada ruang yang dinamakan double aisle atau nave seperti layaknya gereja gothic. c. Disebelah depan dari denahnya disisi kanan dan kiri terdapat tangga yang dipakai untuk naik ke lantai 2 yang tidak penuh. d. Terdapat dua tower (menara) pada tampak mukanya, dimana tangga tersebut ditempatkan dengan konstruksi rangka khas gothic. e. Jendela kacanya berbentuk busur lancip. f. Plafond pada langit-langit berbentuk lekukan khas gothic yang terbuat dari besi. D. Nieuwe Bouwen / International Style( sesudah tahun 1900-an) Ciri-ciri dan karakteristik ; a. Atap datar b. Gevel horizontal c. Volume bangunan berbentuk kubus d. Berwarna putih Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 26 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Nieuwe Bouwen / International Style di Hindia Belanda mempunyai 2 aliran utama ; 1. Nieuwe Zakelijkheid Ciri-ciri dan karakteristik ; a. Mencoba mencari keseimbangan terhadap garis dan massa b. Bentuk-bentuk asimetris void saling tindih (interplay dari garis horizontal dan vertical) 2. Ekspresionistik ; Ciri-ciri dan karakteristik ; a. Wujud curvilinie Contoh : villa Isola ( CP.Wolf ), Hotel Savoy Homann (AF aalbers) Gambar 11. (Villa Isola) (sumber :http://www.santijehannanda.com/) E. Art Deco Ciri – ciri dan karakteristik : a. Gaya yang ditampilkan berkesan mewahdan menimbulkan rasa romantisme b. Pemakaian bahan – bahan dasar yang langka serta material yang mahal c. Bentuk masif d. Atap datar e. Perletakan asimetris dari bentukan geometris f. Dominasi garis lengkung plastis Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 27 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia 2.2.3. Arsitektur Tropis Pembahasan mengenai arsitektur tropis sudah banyak di jelaskan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti pembahasan yang telah dijelaskan oleh Purwanto dan Hasbi (2012); Lumonon dan Betteng (2013); dan Kusbiantoro (2008), Purwanto dan Hasbi (2012) mengutip sebuah pernyataan tentang arsitektur tropis sebagai berikut, arsitektur tropis yaitu tentang arsitektur yang berorientasi pada kondisi iklim dan cuaca, serta dampak ataupun pengaruh terhadap lingkungan sekitar. Bangunan dengan karaktertropis memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut: harus memiliki view dan orientasi bangunan yang sesuai dengan standard tropis, mengunakan bahan atau bagian pendukung kenyamanan pada kondisi tropis, seperti : sunshading, sunprotection, sunlouver serta memperhatikan standard bukaan antara lain sistem bukaan silang dan tanggapan bukaan terhadap lingkungan sekitar (window radiation), serta memiliki karakter atau ciri khas yang mengekspos bangunan sebagai bangunan tropis, dengan mengunakan material atau pun warna-warna yang berbeda. Lumonon dan Betteng (2013) juga memberikan pernyataan mengenai arsitektur tropis, namun mereka lebih fokus membahas mengenai hubungan arsitektur terhadap iklim. Arsitektur Tropis adalah suatu konsep bangunan yang mengadaptasi kondisi iklim tropis, dengan adanya dua iklim, yakni kemarau dan penghujan. Pada musim kemarau suhu udara sangat tinggi dan sinar matahari memancar sangat panas. Dalam kondisi iklim yang panas inilah muncul ide untuk menyesuaikannya dengan arsitektur bangunan gedung maupun rumah yang dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Kata tropis berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu kata tropikos yang berarti garis balik, kini pengertian ini berlaku untuk daerah antara kedua garis balik ini. Garis balik ini adalah garis lintang 23°27 utara dan garis lintang 23°27 selatan. Dalam pemaparan lain Kusbiantoro (2008) juga memberikan pernyataan mengenai arsitektur tropis yang lebih mendetail mengenai estetika dalam arsitektur tropis, dia menyatakan estetika adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan. Obyek estetika sangat Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 28 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia beragam, namun bisa digolongkan menjadi 2 berdasarkan atas penciptanya yaitu alami (natural) dan buatan manusia (artificial). Semua obyek ini ditangkap oleh indera manusia, kemudian diresapkan dan diolah oleh bagian-bagian otak manusia hingga mengalami suatu pengalaman yang spesifik yang disebut Romo Mudji Sutrisno sebagai pengalaman estetis. Berbicara tentang estetika dalam arsitektur tidak sama dengan bicara tentang estetika dalam seni lukis atau seni musik. Arsitektur punya beberapa ciri yang sangat khas sehingga estetika dalam arsitektur sangat berbeda.Salah satu aspek penting yang membuat arsitektur sangat berbeda dengan karya seni lainnya adalah fungsi. Arsitektur memberi wadah untuk beragam kegiatan manusia dan juga memberi bentuk untuk memenuhi suatu keinginan/harapan tertentu. Arsitektur tidak bisa dilepaskan dari aspek ini. Ketika arsitektur dilepaskan dari aspek ini maka ia bukan lagi arsitektur. Scruton mengatakan bahwa meskipun ada upaya untuk mengaplikasikan standar estetika pada arsitektur, masih ada ke-asimetris-an antara arsitektur dengan karya seni lainnya. Para fungsionalisme percaya bahwa keindahan sejati dari arsitektur bermula dari suatu korespondensi antara bentuk dan fungsi oleh karena itu arsitektur harus berfungsi. Jadi estetika dalam arsitektur tidak semata-mata berkaitan dengan keindahan secara visual saja tetapi keindahan yang memuat fungsi di dalamnya. Dalam kaitannya dengan arsitektur tropis maka telaah estetika dikenakan pada tatanan elemen-elemen arsitektur yang menjawab tantangan-tantangan iklim tropis yang khas. Kusbiantoro (2008) menjelaskan bahwa aspek tropikalitas menjadi suatu aspek yang penting bagi beberapa arsitek kolonial yang sempat berkarya di Indonesia pada jaman kolonial dulu. Di dorong oleh semangat politik etis, para arsitek ini mencari cara bagaimana mengadaptasikan bangunan bergaya Eropa di negaranya untuk dibangun di daerah tropis di Asia Tengara. Kesadaran akan aspek tropikalitas yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam proses desain membawa para arsitek tersebut masuk ke dalam pemikiran tropis yang sangat adaptif. Hasilnya adalah detail-detail arsitektur yang khas hasil kolaborasi gaya arsitektur Eropa dan aspek tropikalitas daerah iklim tropis. Ekpresi yang khas yang dapat dijumpai antara lain: lubang-lubang ventilasi, teritis yang lebar bahkan menjadi arcade pada fasad bangunan, jendela-jendela yang ramping Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 29 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia dan tinggi, kemiringan atap yang tinggi, artikulasi-artikulasi pada bidang dinding untuk mengamankan kusen dari guyuran hujan hingga warna-warna yang cerah dan reflektif terhadap cahaya matahari untuk menghindari radiasi panas yang berlebihan. Bangunan-bangunan kolonial yang masih berdiri di kota-kota di Indonesia menunjukkan performa yang baik dalam hal kenyamanan termal sebagai hasil adaptasi gaya arsitektur Eropa dengan iklim tropis yang dilakukan oleh para arsitek tersebut. Tidak hanya itu, bangunan-bangunan ini juga terbukti memiliki ketahanan fisik yang baik terhadap tantangan cuaca di iklim tropis. Eksistensi bangunan-bangunan ini sangat signifikan di beberapa kota sebagai elemen estetika pembentuk wajah kota. 2.2.4. Iklim Tropis Purwanto dan Hasbi (2012) memaparkan bahwa Indonesia terletak pada daerah katulistiwa yaitu cenderung menerima lintasan matahari di atasnya, maka suhu udara rata-rata sanga tinggi tidak sebanding dengan permukaan bumi, daerah yang suhu udaranya tinggi dinamakan daerah panas (daerah tropis) atau iklim panas lembab (Lippsmeier, 1980, Gartiwa, 2011). Tropis merupakan kata yang berasal dari Bahasa yunani, yaitu “tropikos” Garis balik yang meliputi sekitar 40% dari luas seluruh permukaan bumi yaitu garis lintang 23°-27°, Utara – Selatan. Dengan kata lain, Arsitektur tropis merupakan arsitektur yang berada di daerah tropis dan telah beradaptasi dengan iklim tropis (Lippsmeier, 1994, Gartiwa, 2011). Yuwono (2007) mengutip dari pernyataan dari (Koenigsberger. 1975:3) bahwa Iklim tropis adalah iklim dimana panas merupakan masalah yang dominan yang pada hampir keseluruhan waktu dalam satu tahun bangunan “bertugas” mendinginkan pemakai, dari pada menghangatkan dan suhu ratarata pertahun tidak kurang dari 20°C. Dan Yuwono (2007) juga memaparkan pernyataan dari Lippsmiere, iklim tropis Indonesia mempunyai kelembaban relatif (RH) yang sangat tinggi (kadang-kadang mencapai 90%), curah hujan Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 30 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia yang cukup banyak, dan rata-rata suhu tahunan umumnya berkisar 23°C dan dapat naik sampai 38°C pada musim “panas”. Pada iklim ini terjadi sedikit sekali perubahan “musim” dalam satu tahun, satusatunya tanda terjadi pergantian musim adalah banyak atau sedikitnya hujan, dan terjadinya angin besar. Karakteristik warm humid climate (iklim panas lembab) adalah sebagai berikut (Lippsmiere. 1980:28) : • Landscape, rain forest (hutan hujan) terdapat sepanjang pesisir pantai dan dataran rendah daerah ekuator. • Kondisi tanah merupakan tanah merah atau coklat yang tertutup rumput. • Tumbuhan, zona ini tumbuhan sangat bervariasi dan lebat sepanjang tahun. Tumbuhan tumbuh dengan cepat karena pengaruh curah hujan yang tinggi dan suhu udara yang panas. • Musim terjadi sedikit perbedaan musim. Pada bulan “panas” kondisi panas dan lembab sampai basah. Pada belahan utara, bulan “dingin” terjadi pada Desember-Januari, bulan ”panas” terjadi pada Mei sampai Agustus. Pada belahan selatan bulan “dingin” terjadi pada April sampai Juli, bulan “panas” terjadi pada Oktober sampai Februari. • Kondisi langit, hampir sepanjang tahun keadaan langit berawan. Lingkungan awan berkisar 60%-90%. Luminance (lumansi) maksimal bisa mencapai 7000 cd/m2 sedangkan luminasi minimal 850cd/m2 . •Radiasi dan panas matahari, pada daerah tropis radiasi matahari dikategorikan tinggi. Sebagian dipantulkan dan sebagian disebarkan oleh selimut awan, meskipun demikian sebagian radiasi yang mencapai permukaan bumi mempunyai dampak yang besar dalam mempengaruhi suhu udara. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 31 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia • Temperatur udara, terjad fluktuasi perbedaan temperatur harian dan tahunan. Rata-rata temperatur maksimum tahunan adalah 30,5°C. Temperatur rata-rata tahunan untuk malam hari adalah 25°C tetapi umumnya berkisar antara 21- 27°C. Sedangkan selama siang hari berkisar 27-32°C. kadang-kadang lebih dari 32° C. • Curah hujan sangat tinggi selama satu tahun, umumnya menjadi sangat tinggi dalam beberapa tahun tertentu. Tinggi curah hujan tahunan berkisar antara 2000-5000 mm, pada musim hujan dapat bertambah.Sampai 500 mm dalam sebulan. Bahkan pada saat badai bisa mencapai 100 mm per jam. • Kelembaban, dikenal sebagai RH (Relative humidity), umumnya rata-rata tingkat kelembaban adalah sekitar 75%, tetapi kisaran kelembabannya adalah 55% sampai hampir 100%. Absolute humidity antara 25-30 mb. • Pergerakan udara, umumnya kecepatan angin rendah, tetapi angin kencang dapat terjadi selama musim hujan. Arah angin biasanya hanya satu atau dua. • Karakteristik khusus, tingginya kelembaban mempercepat pertumbuhan alga dan lumut, bahan bangunan organik membusuk dengan cepat dan banyaknya serangga. Evaporasi tubuh terjadi dalam jumlah kecil karena tingginya kelembaban dan kurangnya pergerakan udara (angin). Rata-rata badai adalah 120-140 kali dalam satu tahun. Lumunon dan Betteng (2013) memaparkan teori pencahayaan di Iklim Tropis: Radiasi matahari global horisontal rata-rata harian adalah sekitar 400 watt/m2 dan tidak banyak berbeda sepanjang tahun keadaan langit pada umumnya selalu berawan. Pada keadaan awan tipis menutupi langit, luminasi langit dapat mencapai 15.00 kandela/m2. Sedangkan tingkat penerangan dari cahaya langit saja, tanpa cahaya matahari langsung dapat mencapai 20.000 lux dan tingkat penerangan minimum antara 08.00 – 16.00 adalah 10.000 lux. Iklim tropis lembab dilandasi dengan perbedaan suhu udara yang kecil antara siang hari dan malam hari, kelembaban udara yang tinggi pada waktu tengah malam serta cukup rendah pada waktu tengah hari. Kecepatan angin rataProgram Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 32 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia rata pada waktu siang hari dapat digambarkan sebagai memadai untuk kenyamanan, yaitu sekitar 1.0 m/det. Pada waktu musim hujan yaitu sekitar 2.0 m/det. Pada waktu musim panas akan memberikan gambaran tersendiri mengenai upaya pencapaian pendinginan pasif bangunan. Sekalipun terdapat kondisi yang luar batas kenyamanan thermal manusia, sebenarnya terdapat potensi iklim natural yang dapat mewujudkan terciptanya kenyamanan dengan strategi lain. Kenyamanan tersebut tercapai dengan interaksi antar fungsi iklim dengan lingkungan maupun dengan pemanfaatan teknologi. Sardjono (2011) mengutip dari pernyataan Lipssmeier (1994) Indonesia termasuk dalam daerah hutan hujan tropis atau tropika basah yang meliputi daerah sekitar khatulistiwa sampai sekitar 15° utara dan selatan. Karakter iklim tropis lembab di tandai dengan presipitasi (hujan) dan kelembaban tinggi dengan temperatur yang hampir selalu tinggi (suhu tahunan berkisar antara 23°C pada musim hujan sampai dengan 38°C pada musim panas), angin sedikit, radiasi matahari sedang sampai kuat, pertukaran panas kecil karena tingginya kelembaban. Curah hujan tinggi terdapat dua musim dalam tiap tahunnya, yakni musim kemarau yang berlangsung antara bulan Maret – Agustus dan musim penghujan yang berlangsung antara bulan September sampai Februari (Szokolay,1981). Elemen-elemen iklim tropis yang mempengaruhi kenyamanan termal adalah : Radiasi Temperature udara Kelembaban udara Curah hujan Serta pergerakan udara Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 33 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia NO ELEMEN ARSITEKTUR TROPIS ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA 1 Atap Atap merupakan bangunan “bertugas” mendinginkan pemakai, dari pada menghangatkan dan suhu rata-rata pertahun tidak kurang dari 20°C. Dan Yuwono (2007) juga memaparkan pernyataan dari (Lippsmiere,1980). 2 Dinding Dinding pada arsitektur tropis di daerah lembab berbeda sama sekali, di sini hanya berfungsi untuk mencegah hujan dan angin ketebalan dinding 10 – 20 cm (Lippsmeier,1980). Atap merupakan elemen yang sangat mudah untuk diamati dan banyak dijadikan sebagai prioritas kualitas dan bentuk karena menaungi bagian bangunan lainnya. Atap adalah elemen wajah bangunan yang dapatmempengaruhi bentuk,keindahan suatu bangunan dan dapat membuat view menjadi unik / berbeda dengan bangunan lainnya (Krier, 2001). Dinding pada bangunan kolonial Belanda tebal (dua batu), dinding di pelester dan di cat warna putih (Vietter, 2007). Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 34 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia 3 Bukaan (pintu dan jendela) Bukaan pintu dan jendela di daerah tropis memiliki fungsi yang lebih luas dibandingkan di daerah beriklim sedang karena sangat menunjang pengendalian iklim –mikro di dalam bangunan. Untuk daerah tropika –kering lubang-lubang sebaiknya dibuat sekecil mungkin. Di daerah tropika-basah lubang pada dinding pada sisi sebelah atas dan bawah, angin sebisa mungkin berukuran besar (Lippsmeier,1980). Ventilasi Silang pengudaraan ruangan yang kontinyu di daerah tropis berfungsi terutama untuk memperbaiki iklim ruangan, udara yang bergerak menghasilkan penyegaran terbaik, karena dengan penyegaran yang baik terjadi proses penguapan yang berarti menurunkan temperature pada kulit. Untuk mendapatkan ventilasi silang. lubang – lubang harus dibuat pada sisi-sisi bangunan yang berlawanan(Lippsmeier,1980). Bukaan pintu dan jendela pada bangunan kolonial Belanda berukuran besar dan tinggi dan berirama monoton (Vietter, 2007). Ventilasi didapat dengan memanfaatkan perbedaan bagian ruangan yang berbeda suhunya, karena berbeda tekanan udaranya. Udara mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan rendah Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 35 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia Lantai 4 Lantai pada arsitektur tropis lantai keras (lantai batu) dianjurkan untuk bangunandengan pengudaraan alamiah karena konstruksinya terbuka, sangat di pengaruhi oleh iklim, ganggunan binatang kecil dan kotoran. Lantai batu buatan yang licin (teraso) sangat mudah dirawat dan dibersihkan. Yang lebih murah dan lebih sering di pakai yaitu ubin keramik atau ubinteraso. Lapisan lantai yang dikenal luas secara international. Untuk batu dan kayu cocok digunakan untuk bangunan dengan penyejuk udara penuh (Lippsmeier,1980). Lantai pada bangunan kolonial Belanda terdiri dari ubin marmer berwarna biru atau merah, lantai semen abu-abu atau berwarna (Nas dan Vietter, 2007). Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 36 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia 2.3. Kerangka Teoritis Berikut kerangka teoritis penelitian berdasarkan pendekatan teori dan kajian teoritis adalah sebagai berikut : Adaptasi bangunan Museum Bahari terhadap kondisi iklim di Indonesia Arsitektur Eropa Arsitektur Kolonial Arsitektur Tropis Iklim Tropis Definisi Arsitektur Definisi Arsitektur Definisi Arsitektur Definisi Iklim Tropis Eropa Kolonial Tropis Periode Periode Ciri-ciri Arsitektur Elemen-elemen perkembangan perkembangan Tropis Iklim Tropis Arsitektur Eropa Arsitektur Kolonial Ciri-ciri Arsitektur Ciri-ciri Arsitektur Eropa Kolonial Analisa Kesimpulan Tabel 2. Kerangka Teoritis Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 37 Adaptasi bangunan Museum Bahari Terhadap kondisi iklim di Indonesia 2.4. Kesimpulan Dari beberapa kata kunci tersebut disimpulkan bahwa penerapan gaya arsitektur kolonial yang telah berakulturasi dengan gaya desain setempat menarik untuk dikaji lebih, oleh karena itu untuk tema penelitian di tekankan pada Adaptasi Bangunan Museum Bahari Terhadap Kondisi Iklim Di Indonesia. Yang mana secara teori yang akan di teliti adalah bagaimana bentuk adaptasi bangunan Museum Bahari yang dapat di lihat dari bentuk atap,dinding,pintu,jendela,plafond dan lantai terhadap kondisi iklim di Indonesia. Dari berbagai kajian yang telah di buat dapat disimpulkan bahwa Adaptasi Bangunan Museum Bahari Terhadap Kondisi Iklim Di Indonesia merupakan sebuah wujud adaptasi dari sebuah iklim yang di terapkan di Indonesia. Di sisi lain dengan adanya penelitian ini yang akan di lakukan di harapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah terhadap banguanan - bangunan yang memiliki nilai history , sehingga pemerintah lebih bisa memberikan sikap khusus terhadap bangunan – bangunan tersebut yang mana bangunan – bangunan tersebut memiliki nilai historistik terhadap sejarah bangsa. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana http://digilib.mercubuana.ac.id/ | 38