13 BAB II KAJIAN TEORI A. Kanker Payudara 1. Pengertian Kanker

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kanker Payudara
1. Pengertian Kanker Payudara
Kanker payudara adalah tumor ganas yang terbentuk dari sel-sel payudara
yang tumbuh dan berkembang tanpa terkendali sehingga dapat menyebar di antara
jaringan atau organ di dekat payudara atau ke bagian tubuh lainnya (Kementrian
Kesehatan RI, 2016). Sedangkan menurut National Breast Cancer Foundation,
kanker payudara dimulai dalam sel-sel lobulus, yang merupakan kelenjar
penghasil susu, atau dapat juga dimulai dari saluran yang mengalirkan susu dari
lobulus ke puting. Selain itu kanker payudara juga dapat dimulai di jaringan
stroma, yang meliputi lemak dan jaringan ikat fibrosa payudara.
2. Jenis-jenis Kanker Payudara
Ada beberapa jenis kanker payudara yaitu sebagai berikut (Gejala dan
Tanda dalam Kedokteran Klinis, 2012: 332-333):
a. Karsinoma duktus invasif
Karsinoma ini merupakan jenis yang paling umum (75%). Dilihat melalui
mikroskop, sel ganas tersusun dalam berbagai bentuk mikro arsitektur,
termasuk struktur kelenjar. Banyak tumor mengandung komponen stroma
jarngan ikat yang menonjol (skirus). Perilaku biologisnya bermacam-macam,
dari prognosis baik sampai buruk. Sistem penentuan penentuan stadium
kanker (1 sampai 3) dilakukan berdasarkan:
1) Tingkat pembedaan tumor, seperti yang dikaji melalui pembentukan
tubulus
13
2) Perbedaan ukuran, bentuk dan penodaan nukleus
3) Frekuensi mitosis
b. Kanker lobulus invasif
Kanker ini merupakan jenis kedua yang paling umum (10%). Dilihat melalui
mikroskop, sel tumor monomorfik tersusun secara berderet, dengan pola
alveolus dan targetoid. Kanker ini sering kali memiliki banyak pusat dan bisa
terjadi di kedua payudara. Kanker ini tidak berkaitan dengan mikroklasifikasi,
dan bisa sulit dideteksi dengan mamografi atau ultrasonografi. Magnetic
resonance mammography direkomendasikan untuk mengevaluasi kanker jenis
ini.
c. Karsinoma tubulus
Kanker ini mencakup 5 % dari semua penyakit ganas payudar dan semakin
mudah dideteksi melalui pengamatn. Kanker ini biasanya merupakan tumor
kecil dan secara histologi mengandung kelenjar berbentuk jelas yang
dipisahkan oleh stroma berserat. Sel ganas mengandung proyeksi sitoplasma.
yang memanjang dari puncak sel ke lumen duktus. Kanker tbulus cenderung
tetap berada di suatu tempat dan sebenarnya tidak pernah bermetastasis ke
nodus limfa di wilayah yang sama. Sampai 95 % pasien mampu bertahan
hidup selama 5 tahun.
d. Kanker payudara inflamasi
Kanker ini mencakup 3% dari semua penyakit ganas yang ada di payudara.
Jika dilihat melalui mikroskop, kanker ini bisa menunjukkan ciri-ciri kanker
duktus, lobulus atau medula yang menginfiltrasi, disertai oleh serangan
14
limfatik ke kult oleh sel ganas, edeam jaringan dan perembesan sel inflamasi
dengan tingkat keparahan berbeda-beda. Kanker ini cenderung dialami wanita
muda pra-menopause dan secara biologi dengan hasil klinis yang kurang
memuaskan.
e. Karsinoma in situ
Karsinoma in situ berasal dari unit duktus-lobulus terminal, dengan karsinoma
in situ (DCIS) hanya ada di duktus/duktulus, dan karsinoma lobulusin situ
(LCIS) hanya ada di lobulus. Sebelum pemantauan payudara, insidensi DCIS
adalah 1 sampai 3 persen dari specimen yang diambil dan 3 sampai 6 persen
dari semua kanker payudar. Sejak pemantauan diperkenalkan, DCIS telah
didokumentasikan dalam 15 sampai 20 persen semua kanker payudara yang
telah diangkat dan dalam 20 sampai 40 persen semua kanker payudar sama
(tidak bisa diraba) ang dikeluarkan. Frekuensi LCIS juga meningkat dalma
biopsy/specimen yang telah dikeluarkan. LCIS digolongkan sebagai neoplasia
lobulus. Dalam DCIS, terdapat poliferasi lapisan sel kuboid dalam menuju
lumen dan hilangnya lapisan luar sel mioepitelium, namun membrane alasnya
masih utuh.
3. Klasifikasi Kanker Payudara
Perkembangan kondisi abnormal payudara hingga menjadi sel kanker
terbagi menjadi tiga kelas yaitu normal, tumor (benign) dan kanker. Tumor itu
sendiri adalah massa jaringan abnormal. Dimana pada kelas ini terdapat dua jenis
tumor pada payudara, yaitu tumor jinak atau non-kanker dan tumor ganas atau
15
kanker. Berikut adalah penjelasan masing-masing klasifikasi kanker payudara
(National Breast Cancer Foundation, 2017):
a. Diagnosis normal
Payudara normal merupakan payudara dengan pertumbuhan sel normal,
dimana sel-sel payudara yang tumbuh sama dengan sel-sel payudara yang
rusak atau mati.
b. Diagnosis tumor (benign)
Tumor merupakan pertumbuhan sel yang abnormal dimana pembelahan sel
pada payudara lebih cepat dari pada sel yang rusak atau mati. Jenis-jenis dari
tumor yaitu:
1) Tumor Jinak
Meskipun tumor ini pada umumnya tidak agresif terhadap jaringan
sekitarnya, tetapi terkadang tumor ini dapat terus tumbuh, menekan pada
organ-organ dan menyebabkan sakit atau masalah lain. Dalam situasi ini,
perlu dilakukan pengangkatan tumor agar komplikasinya mereda.
2) Tumor Ganas
Tumor ganas/kanker sangat agresif karena menyerang dan merusak
jaringan sekitar. Selanjutnya biopsi perlu dilakukan untuk menentukan
tingkat keparahan atau agresivitas tumor.
c. Diagnosis kanker (Metastasis kanker)
Metastasis kanker adalah ketika sel-sel kanker tumor ganas menyebar ke
bagian lain tubuh. Biasanya melalui sistem getah bening dan membentuk
tumor sekunder.
16
B. Wisconsin Breast Cancer Database (WBCD)
Data medis tentang kanker payudara (breast cancer) dari University of
Wisconsin Hospital merupakan data yang diperoleh dari 683 pasien yang telah
diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) jenis kanker, yaitu kanker jinak/tumor/benign
dan kanker ganas/kanker/malignant. Database tersebut berupa 11 atribut yang
mewakili data untuk setiap pasien, yang terdiri dari 9 (sembilan) karakteristik dari
sel payudara dan 2 (dua) atribut lainnya, yaitu nomer id dari setiap pasien dan
kelas label yang sesuai dengan jenis kanker payudara (jinak atau ganas). Nilainilai karakteristik sel berada dalam rentang dari 1 sampai 10, dimana 1
menunjukkan nilai terdekat dengan benign sedangkan 10 merupakan nilai
tertinggi dan termasuk dikategorikan paling malignant.
Atribut-atribut dari database tersebut selengkapnya ditunjukkan pada tabel
2.1:
Tabel 2. 1 Atribut Wisconsin Breast Cancer Database (WBCD)
Atribut
Domain
1
Nomer kode sampel
Nomer id
2
Clump Thickness
1 – 10
3
Uniformity of Cell Size
1 – 10
4
Uniformity of Cell Shape
1 – 10
5
Marginal Adhesion
1 – 10
6
Single Ephitalial Cell Size
1 – 10
7
Bare Nuclei
1 – 10
8
Bland Chromatin
1 – 10
17
Atribut
Domain
9
Normal Nucleoli
1 – 10
10
Mitoses
1 – 10
11
Kelas
2 untuk benign
4 untuk malignant
Variabel yang terdapat pada data WBCD diperoleh dari hasil FNA (FineNeedle Aspirate) Biopsy Cytology yang merupakan salah satu jenis biopsi yang
dilakukan dengan cara mengambil sampel sel pada benjolan atau massa payudara
yang dicurigai sebagai tumor atau kanker dengan menggunakan jarum halus untuk
selanjutnya dilakukan pemeriksaan di laboratorium (Wolberg & Mangasarian,
1990).
Berikut merupakan penjelasan terkait dengan parameter-parameter pada
Wisconsin Breast Cancer Database (Salama et al, 2012: 37-38):
1. Clump Thickness
Pada
atribut
Clump
Thickness,
sel
benign
(tumor)
cenderung
dikelompokkan dalam monolayers (lapisan tunggal), sementara sel-sel kanker
sering dikelompokkan dalam multilayer (lapisan yang lebih dari satu).
2. Uniformity of Cell Size/Shape
Pada atribut Uniformity of Cell Size/Shape, sel kanker cenderung
bervariasi dalam ukuran dan bentuk.
3. Marginal Adhesion
Pada atribut Marginal Adhesion, sel normal cenderung untuk tetap
bersama-sama, sedangkan pada sel-sel kanker cenderung menyebar.
18
4. Single Ephitalial Cell Size
Single Ephitalial Cell Size terkait dengan keseragaman yang telah
dijelaskan sebelumnya. Sel-sel epitel yang membesar secara signifikan
kemungkinan dapat menjadi sel kanker.
5. Bare Nuclei
Bare Nuclei adalah istilah yang digunakan untuk inti sel yang tidak
dikelilingi oleh sitoplasma. Bare Nuclei biasanya terlihat pada tumor jinak.
6. Bland Cromatin
Bland Cromatin menggambarkan keseragaman 'tekstur' dari inti sel
yang terlihat pada sel benign. Sedangkan pada sel-sel kanker, kromatin
cenderung bertekstur kasar.
7. Normal Nucleoli
Normal Nucleoli adalah struktur kecil yang terlihat di inti sel. Dalam
sel-sel normal, nukleolus biasanya sangat kecil jika terlihat. Sedangkan pada
sel kanker nukleolus menjadi lebih menonjol, dan terkadang jumlahnya lebih
dari jumlah normal.
8. Mitoses
Ini adalah proses dimana sel membagi dan membelah diri. Kelas
kanker dapat ditentukan dengan menghitung jumlah mitosis.
C. Wisconsin Diagnostic Breast Cancer (WDBC)
Data WDBC terdiri dari 569 kasus dengan 357 benign and 212 malignant.
Rincian atribut yang terdapat pada data WDBC, yaitu nomor id pasien, hasil
diagnosis (M = ganas, B = jinak) dan nilai dari 10 (sepuluh) variabel yang
19
diperoleh dari tes biopsy Fine-needle Aspirate (FNA) pada karakteristik inti sel
dari sebuah gambar digital massa payudara (Salama et al, 2012: 38). Atributatribut dari data WDBC tersebut selengkapnya ditunjukkan pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2. 2 Atribut Wisconsin Diagnostic Breast Cancer (WDBC)
Atribut
Domain
1
Nomer kode sampel
Nomer id pasien
2
Radius
Data hasil FNA
3
Texture
Data hasil FNA
4
Perimeter
Data hasil FNA
5
Area
Data hasil FNA
6
Smoothness
Data hasil FNA
7
Compactness
Data hasil FNA
8
Concavity
Data hasil FNA
9
Concave Points
Data hasil FNA
10
Symmetry
Data hasil FNA
11
Fractal Dimension
Data hasil FNA
12
Kelas
B untuk benign
M untuk malignant
Berikut merupakan penjelasan mengenai variabel pada data WDBC (Mu &
Nandi, 2008):
1. Radius
Radius dihitung dengan rata-rata panjang segmen garis radial dari pusat
massa.
2. Texture
Texture diukur dengan menemukan varians dari intensitas grayscale dalam
komponen pixel.
20
3. Perimeter
Perimeter adalah garis keliling inti sel yang diukur sebagai jumlah dari jarak
antara titik-titik pada keliling inti sel.
4. Area
Area diukur dengan menghitung jumlah piksel batas bagian dalam batas dan
menambahkan satu setengah dari piksel garis keliling.
5. Compactness
Compactness menggabungkan perimeter dan area untuk memberikan ukuran
kekompakan sel. Compactness dapat dihitung dengan 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 2 /𝑎𝑟𝑒𝑎
6. Smoothness
Smoothness diukur dengan menghitung perbedaan antara panjang masingmasing garis radial dan rata-rata panjang dua garis radial yang
mengelilinginya. Smoothness dapat dihitung dengan rumus berikut:
∑𝑝𝑜𝑖𝑛𝑡𝑠|𝑟𝑖 (𝑟𝑖 +𝑟𝑖+1 )/2|
𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
(2.1)
Dimana 𝑟𝑖 adalah panjang garis dari pusat massa ke batas pada masingmasing titik batas.
7. Concavity
Concavity diperoleh dengan mengukur ukuran semua lekukan dalam batas
inti sel.
8. Concave Points
Concave point hampir sama dengan concavity, tetapi concave point hanya
dihitung dari banyaknya titik batas yang terletak di daerah cekung batas,
bukan besarnya tingkat kecekungan seperti pada concavity.
21
9. Symmetry
Symmetry diukur dengan menemukan perbedaan relatif pada panjang antara
pasangan segmen garis tegak lurus terhadap sumbu utama kontur inti sel,
dapat dihitung dengan:
∑ |𝑙𝑒𝑓𝑡 −𝑟𝑖𝑔ℎ𝑡 |
𝑠𝑦𝑚𝑚𝑒𝑡𝑟𝑦 = ∑𝑖|𝑙𝑒𝑓𝑡𝑖 +𝑟𝑖𝑔ℎ𝑡𝑖 |
𝑖
𝑖
(2.2)
𝑖
Dimana 𝑙𝑒𝑓𝑡𝑖 dan 𝑟𝑖𝑔ℎ𝑡𝑖 menunjukkan panjang tegak lurus garis di kiri dan
kanan sumbu utama.
10. Fractal Dimension
Fractal
Dimension
didekati
dengan
menggunakan
“coast-line
approximation” (Mandelbrot, 1997).
D. Himpunan Klasik (Crisp Set)
Himpunan klasik adalah kumpulan objek yang tegas. Pada teori
himpunan klasik, keberadaan suatu elemen dalam himpunan A hanya terdapat dua
kemungkinan keanggotaan, yaitu menjadi anggota A atau bukan anggota A (Lin &
Lee, 1996:12). Suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar tingkat keanggotaan
suatu elemen (x) dalam suatu himpunan (A), sering dikenal dengan nama nilai
keanggotaan atau derajat keanggotaan, yang dinotasikan dengan 𝜇𝐴 (𝑥). Pada
himpunan klasik, hanya ada dua nilai keanggotaan, yaitu 𝜇𝐴 (𝑥) = 1 untuk x
menjadi anggota A; dan 𝜇𝐴 (𝑥) = 0 untuk x bukan anggota dari A.
𝜇𝐴 (𝑥) = {
1, 𝑥 ∈ 𝐴, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑥
0, 𝑥 ∉ 𝐴, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑥
(2.3)
Berikut merupakan contoh dari himpunan klasik dan nilai keanggotaannya:
22
Contoh 1
Jika diketahui: S={1, 3, 5, 7, 9} adalah semesta pembicaraan; A={1, 2, 3} dan
B={3, 4, 5}, maka dapat dikatakan bahwa:
a. Nilai keanggotaan 1 pada himpunan A, 𝜇𝐴 [1] = 1, karena 1 ∈ 𝐴
b. Nilai keanggotaan 3 pada himpunan A, 𝜇𝐴 [3] = 1, karena 3 ∈ 𝐴
c. Nilai keanggotaan 2 pada himpunan B, 𝜇𝐵 [2] = 0, karena 2 ∉ 𝐵
d. Nilai keanggotaan 4 pada himpunan A, 𝜇𝐴 [4] = 0, karena 4 ∉ 𝐴
E. Himpunan Fuzzy
Menurut Jang et al (1997:13), konsep himpunan fuzzy yang menjadi dasar
dari logika fuzzy muncul berdasarkan konsep pemikiran manusia yang cenderung
abstrak dan tidak tepat. Teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari teori
himpunan klasik. Fungsi keanggotaan dari himpunan klasik, yaitu {0,1} diperluas
menjadi suatu bilangan real dalam interval [0,1] (Lin & Lee, 1996:10).
Teori himpunan fuzzy dapat digunakan untuk menetapkan suatu
pernyataan yang memiliki tingkat ketidakpastian berdasarkan konsep pemikiran
manusia yang tidak pasti dan cenderung beragam antara pemikiran manusia yang
satu dengan yang lainnya, misal terdapat suatu pernyataan seperti berikut:
“Orang 𝐴 adalah orang dewasa”
Pada pernyataan tersebut terdapat ketidakpastian untuk menentukan usia
yang dapat mewakili bahwa orang 𝐴 mutlak untuk masuk ke dalam kategori orang
dewasa. Sehingga dalam penentuan kebenaran dari pernyataan tersebut dapat
ditafsirkan sebagai suatu proses berkelanjutan dimana keanggotaan orang 𝐴 pada
himpunan orang dewasa berjalan perlahan-lahan dari 0 ke 1 (Rojas, 1996:291).
23
Contoh lainnya yang dapat diterapkan pada konsep teori fuzzy, yaitu seperti pada
pernyataan untuk menetapkan “tua” dan “muda” atau “cepat” dan “lambat”
dimana pernyataan-pernyataan tersebut merupakan suatu ketidakpastian yang
dapat ditafsirkan dalam konteks tertentu.
Menurut Zimmermann (1991:11-12) jika X adalah kumpulan dari objekobjek yang dinotasikan oleh x, maka himpunan fuzzy 𝐴 dalam X adalah suatu
himpunan pasangan berurutan:
𝐴 = {(𝑥, 𝜇𝐴 (𝑥) )|𝑥 ∈ 𝑋}
(2.4)
Dimana 𝜇𝐴 (𝑥) adalah derajat keanggotaan x untuk himpunan fuzzy 𝐴 yang
memetakkan setiap anggota X ke nilai keanggotaan yang terletak di interval [0, 1].
Berikut ini merupakan contoh dari himpunan fuzzy, fungsi keanggotaan pada
himpunan fuzzy dan derajat keanggotaannya:
Contoh 2
Misalkan A adalah himpunan umur dalam satuan tahun dengan interval [0,100].
Anggota A adalah:
𝐴 = {9, 18, 22,28, 55,70}
Fungsi keanggotaan pada variabel umur diberikan sebagai berikut:
1; 𝑎 ≤ 17
30 − 𝑎
𝜇𝑚𝑢𝑑𝑎 (𝐴) = {
; 17 < 𝑎 ≤ 30
13
0; 𝑎 > 30
0; 𝑎 ≤ 17
𝑎 − 17
𝜇𝑡𝑢𝑎 (𝐴) = {
; 17 < 𝑎 ≤ 30
13
1; 𝑎 > 30
24
Berdasarkan fungsi keanggotaan tersebut diperoleh derajat keanggotaan variabel
umur pada Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2. 3 Derajat Keanggotaan pada Variabel Umur
Umur
(Tahun)
9
Muda
(μmuda (A))
1
Tua
(μtua (A))
0
18
0.92
0.08
22
0.53
0.38
28
0.15
0.85
55
0
1
70
0
1
Berikut merupakan bagian-bagian dari himpunan fuzzy:
1. Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan adalah suatu fungsi yang memetakan setiap elemen x
dari himpunan semesta X ke dalam suatu nilai yaitu A(x), dalam interval tertutup
[0,1] yang menggolongkan derajat keanggotaan x dalam A. Dalam hal ini, fungsi
keanggotaan adalah fungsi yang berbentuk.
𝐴: 𝑋  [0,1]
Dalam mendefinisikan fungsi keanggotaan, himpunan semesta X selalu
diasumsikan sebagai himpunan klasik (Klir & Yuan, 1995:75).
Ada beberapa fungsi keanggotaan yang bisa digunakan. Pada tugas akhir
ini, fungsi yang digunakan adalah fungsi keanggotaan representasi kurva segitiga.
Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis (linear) seperti
pada gambar 2.1 berikut.
25
1
Derajat
Keanggotaan (𝜇(𝑥))
0
a
b
c
domain
Gambar 2.1 Representasi Kurva Segitiga
Berikut adalah fungsi keanggotaan kurva segitiga (Sri Kusumadewi, 2010:155):
0;
𝑥 ≤ 𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑥 > 𝑐
𝑎<𝑥≤𝑏
𝑏<𝑥≤𝑐
{ (𝑐−𝑏) ;
(𝑥−𝑎)
𝜇(𝑥) =
(𝑏−𝑎)
(𝑐−𝑥)
;
(2.5)
2. Operator-operator Fuzzy
Menurut Rojas (1996: 296), operator pada himpunan fuzzy secara umum
memiliki kesamaan jenis operator dengan teori himpunan klasik, yaitu operator
̃)
fuzzy AND, OR, NOT. Melalui pendekatan yang sederhana, operator OR (∨
̃) sebagai fungsi
diidentifikasi sebagai fungsi maksimum, operator AND (∧
minimum dan operator NOT atau komplemen (¬
̃ ) diidentifikasi sebagai fungsi
𝑥 → 1 – 𝑥.
Operator gabungan pada teori himpunan klasik dapat dinyatakan dalam
operator OR. Jika 𝐴 dan 𝐵 adalah dua himpunan fuzzy, sehingga 𝜇𝐴 , 𝜇𝐵 : 𝑋 →
[0,1]. Fungsi keanggotaan pada 𝜇𝐴∪𝐵 dari himpunan gabungan 𝐴 ∪ 𝐵 adalah
𝜇𝐴∪𝐵 (𝑥) = 𝜇𝐴 (𝑥) ∨̃ 𝜇𝐵 (𝑥)
∀𝑥 ∈ 𝑋,
(2.6)
Pada operator irisan juga berlaku hal yang sama sehingga dapat dinyatakan
dalam operator AND pada himpunan 𝐴 dan 𝐵, sehingga berlaku persamaan
seperti berikut
26
̃ 𝜇𝐵 (𝑥)
𝜇𝐴∩𝐵 (𝑥) = 𝜇𝐴 (𝑥) ∧
∀𝑥 ∈ 𝑋,
(2.7)
Untuk komplemen 𝐴𝑐 pada himpunan 𝐴, diperoleh persamaannya seperti
berikut:
𝜇𝐴𝑐 (𝑥) = ¬
̃ 𝜇𝐴 (𝑥)
∀𝑥 ∈ 𝑋,
(2.8)
F. Neural Network (NN)
Neural network (NN) merupakan sistem pemrosesan informasi yang
memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologis (Fausett, 1994: 3).
Neural network dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan
syaraf biologi. Struktur jaringan syaraf pada otak manusia sangat kompleks dan
memiliki kemampuan luar biasa yang terdiri dari neuron-neuron dan penghubung
yang disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan impuls/sinyal yang diberikan
pada neuron. Kemudian neuron tersebut meneruskannya kepada neuron yang lain
(Siang, 2009:1-2).
Neuron memiliki 3 komponen penting, yaitu dendrit, soma dan axon.
Dendrit menerima sinyal dari neuron lain. Sinyal tersebut berupa impuls elektrik
yang dikirim melalui celah sinaptik melalui proses kimiawi. Sinyal tersebut
dimodifikasi (diperkuat/diperlemah) di celah sinaptik. Berikutnya, soma
menjumlahkan semua sinyal-sinyal yang masuk. Kalau jumlahan tersebut cukup
kuat dan melebihi batas ambang (threshold), maka sinyal tersebut akan diteruskan
ke sel lain melalui axon. Frekuensi penerusan sinyal berbeda-beda antara satu sel
dengan yang lain (Siang, 2009:2).
Gambar 2.2 menunjukkan salah satu contoh jaringan syaraf secara
biologis.
27
Gambar 2.2 Jaringan Syaraf Secara Biologi
Seperti halnya otak manusia, neural network juga terdiri dari beberapa
neuron, dan ada hubungan antara neuron-neuron tersebut. Neural network pada
awalnya diperkenalkan oleh McCulloch dan Pitts di tahun 1943 yang
menyimpulkan bahwa kombinasi beberapa neuron sederhana menjadi sebuah
sistem neural akan meningkatkan kemampuan komputasinya. Bobot dalam
jaringan yang diusulkan oleh McCulloch dan Pitts diatur untuk melakukan fungsi
logika sederhana (Siang, 2009:4).
Neural network dibentuk dengan asumsi sebagai berikut (Fausett, 1994:3).
a. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang disebut
neuron.
b. Sinyal dikirimkan di antara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung.
c. Setiap penghubung antar neuron memiliki bobot yang dapat mengalikan
sinyal yang ditransmisikan.
d. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi yang
dikenakan pada jumlahan input yang diterima untuk menentukan output.
Besarnya output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.
28
Menurut Siang (2009:3), neural network ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
a. Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan)
b. Metode
untuk
menentukan
bobot
penghubung
(disebut
metode
training/learning/algoritma)
c. Fungsi aktivasi
Berikut merupakan tiga hal penting pembentuk neural network:
1. Arsitektur Jaringan Syaraf
Hubungan antar neuron dalam neural network mengikuti pola tertentu
tergantung pada arsitektur jaringan syarafnya. Menurut Fausett (1994: 12-15)
terdapat 3 arsitektur dalam neural network, antara lain:
a. Jaringan Layar Tunggal (single layer network)
Dalam jaringan ini, sekumpulan input neuron dihubungkan langsung
dengan sekumpulan outputnya. Dalam beberapa model (misal perceptron), hanya
ada sebuah neuron output. Pada gambar 2.3 berikut merupakan contoh arsitektur
jaringan layar tunggal.
𝑤11
𝑋1
𝑌1
𝑤12
𝑤21
𝑤1𝑚
𝑤22
𝑋2
𝑤2𝑚
⋮
𝑌2
𝑤𝑝1
⋮
𝑤𝑝2
𝑋𝑝
𝑌𝑚
𝑤𝑝𝑚
Lapisan
input
bobot
Lapisan
output
Gambar 2. 3 Jaringan Layar Tunggal
29
Gambar 2.3 menunjukkan arsitektur jaringan dengan 𝑝 neuron input
(𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋𝑝 ) dan m neuron output (𝑌1 , 𝑌2 , … , 𝑌𝑚 ) . 𝑤𝑝𝑚 adalah bobot yang
menghubungkan neuron input ke-p dengan neuron output ke-m. Dalam jaringan
ini, semua neuron input dihubungkan dengan semua neuron output, meskipun
dengan bobot yang berbeda-beda. Tidak ada neuron input yang dihubungkan
dengan neuron input lainnya. Demikian pula dengan neuron output.
b. Jaringan Layar Jamak (multilayer network)
Jaringan layar jamak merupakan jaringan dengan satu layar simpul atau
lebih (disebut hidden neuron/ neuron tersembunyi) antara neuron input dan
neuron output. Terdapat layar bobot antara dua tingkat neuron yang berdekatan
(input, hidden, output). Pada gambar 2.4 berikut merupakan contoh arsitektur
jaringan layar jamak.
𝑣11
𝑋1 .
𝑤11
𝜑1
𝑣12
𝑣1𝑘
𝑣22
𝑋2
𝑤12
𝑣21
𝑤21
𝑤1𝑚
𝜑2
𝑤22
𝑌1
𝑌2
𝑣2𝑘
⋮
𝑣𝑝1
𝑤𝑘1
⋮
𝑣𝑝2
𝑋𝑝
Lapisan
input
𝜑𝑟
𝑣𝑝𝑘
bobot
Lapisan
tersembunyi
𝑤𝑘2
𝑤2𝑚
𝑤𝑟𝑚
bobot
Gambar 2. 4 Jaringan Layar Jamak
30
⋮
𝑌𝑚
Lapisan
output
Gambar 2.4 adalah jaringan dengan neuron input (𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑝 ) , layar
tersembunyi yang terdiri dari r neuron (𝜑1 , 𝜑2 , … , 𝜑𝑟 ) dan m neuron output
(𝑌1 , 𝑌2 , … , 𝑌𝑚 ). Jaringan ini dapat menyelesaikan masalah yang lebih kompleks
dibandingkan dengan layar tunggal, meskipun kadangkala proses pelatihan lebih
kompleks dan lama.
c. Jaringan Layar Kompetitif (competitive layer network)
Arsitektur
ini
memiliki
bentuk
yang
berbeda,
dimana
antar
neuron dapat saling dihubungkan. Jaringan layar kompetitif memiliki bobot – 𝜀.
Gambar 2.5 merupakan salah satu contoh arsitektur ini.
Gambar 2. 5 Jaringan Layar Kompetitif
2. Fungsi Aktivasi
Fungsi aktivasi akan menentukan output suatu neuron yang akan dikirim
ke neuron lain (Fausett, 1994: 17). Fungsi aktivasi digunakan untuk menentukan
output suatu neuron. Gambar 2.10 menunjukkan neural network dengan fungsi
aktivasi F.
31
𝑥1
𝑤1
𝑤2
𝑥2
⋮
𝑎
Σ
y
F
𝑤1
b
𝑥𝑝
Gambar 2. 6 Fungsi Aktivasi pada Neural Network Sederhana
(𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑝 )
adalah
neuron
yang
masing-masing
memiliki
bobot
(𝑤1 , 𝑤2 , … , 𝑤𝑝 ) dan bobot bias 𝑏 pada lapisan input.
Berikut merupakan beberapa fungsi aktivasi Neural Network menurut
Fausett (1994: 17-19):
a. Fungsi Linear
Fungsi Linear dirumuskan sebagai: 𝑓(𝑥) = 𝑎𝑥 + 𝑏, 𝑥 ∈ 𝑅. Jika 𝑎 = 1 dan
𝑏 = 0, maka
𝑓(𝑥) = 𝑥, 𝑥 ∈ 𝑅
(2.9)
Persamaan 2.9 disebut fungsi identitas. Pada fungsi identitas, nilai output
yang dihasilkan sama dengan nilai inputnya. Berikut merupakan gambar untuk
fungsi aktivasi identitas.
Gambar 2. 7 Fungsi Aktivasi Identitas
32
b. Fungsi Undak Biner (Binary Step)
Jaringan dengan lapisan tunggal sering menggunakan fungsi undak biner
(step function) untuk mengkonversikan input dari suatu variabel yang bernilai
kontinu ke suatu output biner (0 atau 1). Fungsi undak biner dirumuskan sebagai
berikut.
𝑦={
0, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 < 0
1, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 ≥ 0
(2.10)
Fungsi aktivasi undak biner ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut.
Gambar 2. 8 Fungsi Aktivasi Undak Biner
c. Fungsi Sigmoid Biner
Fungsi ini digunakan untuk neural network yang dilatih dengan
menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada
range 0 sampai 1, sehingga sering digunakan untuk neural network yang
membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Namun, fungsi
ini bisa juga digunakan oleh neural network yang nilai outputnya 0 atau 1. Fungsi
sigmoid biner dirumuskan sebagai berikut:
1
𝑦 = 𝑓(𝑥) = 1+𝑒 −𝜎𝑥
dengan
𝑓 ′ (𝑥) = 𝜎𝑓(𝑥)[1 − 𝑓(𝑥)]
33
(2.11)
Fungsi aktivasi sigmoid biner ditunjukkan pada Gambar 2.9 berikut.
Gambar 2. 9 Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner
d. Fungsi Sigmoid Bipolar
Fungsi sigmoid bipolar berkaitan dengan fungsi tangen hiperbolik yang
sering digunakan sebagai fungsi aktivasi ketika nilai output yang dibutuhkan
terletak pada interval -1 sampai 1. Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai
berikut.
1−𝑒 −𝜎𝑥
𝑦 = 𝑓(𝑥) = 1+𝑒 −𝜎𝑥
(2.12)
dengan
𝜎
𝑓 ′ (𝑥) = [1 + 𝑓(𝑥)][1 − 𝑓(𝑥)]
2
Fungsi aktivasi sigmoid bipolar dengan 𝜎 = 1 ditunjukkan pada Gambar 2.10
berikut.
Gambar 2. 10 Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar
34
3. Algoritma Pembelajaran
Algoritma pembelajaran adalah prosedur untuk menentukan bobot pada
lapisan yang berhubungan dalam neural network (Fausett, 1994: 429). Tujuan
utama dari proses pembelajaran adalah melakukan pengaturan terhadap bobotbobot yang ada pada neural network sehingga diperoleh bobot akhir yang tepat
sesuai dengan pola data yang dilatih (Kusumadewi & Hartati, 2010: 84). Secara
garis besar ada dua jenis pembelajaran pada neural network, yaitu pembelajaran
yang menyangkut pengaturan bobot koneksi pada neural network dan struktur
belajar, yang berfokus pada perubahan struktur jaringan, termasuk jumlah neuron
dan jenis hubungan antar neuron. Kedua jenis pembelajaran dapat dilakukan
secara bersamaan atau terpisah. Setiap jenis pembelajaran dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kategori, yaitu Supervised Learning, Reinforcement Learning, dan
Unsupervised Learning (Lin & Lee, 1995:5). Berikut merupakan ketiga kategori
algoritma pembelajaran (Lin & Lee, 1995:213-214):
a. Pembelajaran terawasi (supervised learning)
Algoritma pembelajaran pada neural network disebut terawasi jika output
yang diharapkan telah diketahui sebelumnya. Pada proses pembelajaran, satu pola
input akan diberikan ke suatu neuron pada lapisan input. Selanjutnya pola akan
dirambatkan pada sepanjang jaringan syaraf sampai ke neuron pada lapisan
output. Lapisan output akan membangkitkan pola output yang akan dicocokan
dengan pola output targetnya. Error muncul apabila terdapat perbedaan antara
pola output hasil pembelajaran dengan pola target sehingga diperlukan
35
pembelajaran lagi. Gambar 2.11 berikut merupakan diagram alur dari supervised
learning:
X
(input)
Y
(output sebenarnya)
ANN
Sinyal
Error
Generator
Sinyal Error
d
(output yang diharapkan)
Gambar 2. 11 Supervised Learning (Pembelajaran Terawasi)
b. Pembelajaran Penguatan (Reinforcement Learning)
Reinforcement learning adalah bentuk dari supervised learning karena
jaringan masih menerima beberapa umpan balik dari lingkungannya. Tapi umpan
balik (penguat sinyal) hanya sebagai evaluatif yaitu hanya menyatakan seberapa
baik atau seberapa buruk output tertentu dan menyediakan petunjuk mengenai apa
yang seharusnya menjadi jawaban yang tepat. Output dari penguat sinyal biasanya
diproses oleh sinyal generator untuk menghasilkan sinyal evaluative yang lebih
informatif untuk neural network dalam menyesuaikan bobot yang benar dengan
harapan mendapatkan umpan balik yang lebih baik. Gambar 2.12 berikut
merupakan diagram alur dari reinforcement learning.
X
Y
(output sebenarnya)
ANN
(input)
Sinyal
Kritik
Generator
Sinyal Kritik
Sinyal Penguat
Gambar 2. 12 Reinforcement Learning (Pembelajaran Penguatan)
c. Pembelajaran Tak Terawasi (Unsupervised Learning)
Dalam Unsupervised Learning, tidak ada pasangan data (input-target
output) yang dipakai untuk melatih jaringan hingga diperoleh bobot yang
36
diinginkan, sehingga tidak ada yang memberikan umpan balik informasi. Jaringan
harus menemukan sendiri pola, fitur, keteraturan, korelasi, atau kategori pada data
input dan kode dalam output. Sementara dalam menemukan fitur ini, jaringan
mengalami perubahan bobot; proses ini disebut mengorganisasikan diri. Proses
pembelajaran bertujuan untuk mengelompokkan unit-unit yang hampir sama ke
dalam suatu area tertentu sehingga algoritma pembelajaran ini sangat cocok untuk
klasifikasi. Gambar 2.13 berikut merupakan diagram alur dari unsupervised
learning.
Pengelompokkan
(input)
X
ANN
Gambar 2. 13 Unsupervised Learning (Pembelajaran Tak Terawasi)
G. Ketepatan Hasil Klasifikasi
Keputusan medis mengenai tindakan medis yang harus dilakukan
bergantung pada hasil klasifikasi (diagnosa). Tingkat ketelitian diagnosa dapat
diukur dengan akurasi. Nilai akurasi juga dapat digunakan untuk mengetahui
seberapa bagus dan terpercaya hasil klasifikasi yang telah dilakukan.
Akurasi merupakan kemampuan dalam mengidentifikasi hasil positif
maupun hasil negatif secara tepat. Contohnya, jika nilai akurasi = 95%, artinya
klasifikasi akurat sebesar 95%, baik untuk pasien yang dinyatakan tidak
berpenyakit maupun dinyatakan memiliki penyakit. Rumus untuk menghitung
akurasi adalah sebagai berikut:
𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 =
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑙𝑎𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡
total keseluruhan data
37
𝑥100%
(2.13)
Download