BAB II KAJIAN TEORI A. Kanker Payudara 1. Pengertian Kanker Payudara Kanker payudara adalah tumor ganas yang terbentuk dari sel-sel payudara yang tumbuh dan berkembang tanpa terkendali sehingga dapat menyebar di antara jaringan atau organ di dekat payudara atau ke bagian tubuh lainnya (Kementrian Kesehatan RI, 2016). Sedangkan menurut National Breast Cancer Foundation, kanker payudara dimulai dalam sel-sel lobulus, yang merupakan kelenjar penghasil susu, atau dapat juga dimulai dari saluran yang mengalirkan susu dari lobulus ke puting. Selain itu kanker payudara juga dapat dimulai di jaringan stroma, yang meliputi lemak dan jaringan ikat fibrosa payudara. 2. Jenis-jenis Kanker Payudara Ada beberapa jenis kanker payudara yaitu sebagai berikut (Gejala dan Tanda dalam Kedokteran Klinis, 2012: 332-333): a. Karsinoma duktus invasif Karsinoma ini merupakan jenis yang paling umum (75%). Dilihat melalui mikroskop, sel ganas tersusun dalam berbagai bentuk mikro arsitektur, termasuk struktur kelenjar. Banyak tumor mengandung komponen stroma jarngan ikat yang menonjol (skirus). Perilaku biologisnya bermacam-macam, dari prognosis baik sampai buruk. Sistem penentuan penentuan stadium kanker (1 sampai 3) dilakukan berdasarkan: 1) Tingkat pembedaan tumor, seperti yang dikaji melalui pembentukan tubulus 13 2) Perbedaan ukuran, bentuk dan penodaan nukleus 3) Frekuensi mitosis b. Kanker lobulus invasif Kanker ini merupakan jenis kedua yang paling umum (10%). Dilihat melalui mikroskop, sel tumor monomorfik tersusun secara berderet, dengan pola alveolus dan targetoid. Kanker ini sering kali memiliki banyak pusat dan bisa terjadi di kedua payudara. Kanker ini tidak berkaitan dengan mikroklasifikasi, dan bisa sulit dideteksi dengan mamografi atau ultrasonografi. Magnetic resonance mammography direkomendasikan untuk mengevaluasi kanker jenis ini. c. Karsinoma tubulus Kanker ini mencakup 5 % dari semua penyakit ganas payudar dan semakin mudah dideteksi melalui pengamatn. Kanker ini biasanya merupakan tumor kecil dan secara histologi mengandung kelenjar berbentuk jelas yang dipisahkan oleh stroma berserat. Sel ganas mengandung proyeksi sitoplasma. yang memanjang dari puncak sel ke lumen duktus. Kanker tbulus cenderung tetap berada di suatu tempat dan sebenarnya tidak pernah bermetastasis ke nodus limfa di wilayah yang sama. Sampai 95 % pasien mampu bertahan hidup selama 5 tahun. d. Kanker payudara inflamasi Kanker ini mencakup 3% dari semua penyakit ganas yang ada di payudara. Jika dilihat melalui mikroskop, kanker ini bisa menunjukkan ciri-ciri kanker duktus, lobulus atau medula yang menginfiltrasi, disertai oleh serangan 14 limfatik ke kult oleh sel ganas, edeam jaringan dan perembesan sel inflamasi dengan tingkat keparahan berbeda-beda. Kanker ini cenderung dialami wanita muda pra-menopause dan secara biologi dengan hasil klinis yang kurang memuaskan. e. Karsinoma in situ Karsinoma in situ berasal dari unit duktus-lobulus terminal, dengan karsinoma in situ (DCIS) hanya ada di duktus/duktulus, dan karsinoma lobulusin situ (LCIS) hanya ada di lobulus. Sebelum pemantauan payudara, insidensi DCIS adalah 1 sampai 3 persen dari specimen yang diambil dan 3 sampai 6 persen dari semua kanker payudar. Sejak pemantauan diperkenalkan, DCIS telah didokumentasikan dalam 15 sampai 20 persen semua kanker payudara yang telah diangkat dan dalam 20 sampai 40 persen semua kanker payudar sama (tidak bisa diraba) ang dikeluarkan. Frekuensi LCIS juga meningkat dalma biopsy/specimen yang telah dikeluarkan. LCIS digolongkan sebagai neoplasia lobulus. Dalam DCIS, terdapat poliferasi lapisan sel kuboid dalam menuju lumen dan hilangnya lapisan luar sel mioepitelium, namun membrane alasnya masih utuh. 3. Klasifikasi Kanker Payudara Perkembangan kondisi abnormal payudara hingga menjadi sel kanker terbagi menjadi tiga kelas yaitu normal, tumor (benign) dan kanker. Tumor itu sendiri adalah massa jaringan abnormal. Dimana pada kelas ini terdapat dua jenis tumor pada payudara, yaitu tumor jinak atau non-kanker dan tumor ganas atau 15 kanker. Berikut adalah penjelasan masing-masing klasifikasi kanker payudara (National Breast Cancer Foundation, 2017): a. Diagnosis normal Payudara normal merupakan payudara dengan pertumbuhan sel normal, dimana sel-sel payudara yang tumbuh sama dengan sel-sel payudara yang rusak atau mati. b. Diagnosis tumor (benign) Tumor merupakan pertumbuhan sel yang abnormal dimana pembelahan sel pada payudara lebih cepat dari pada sel yang rusak atau mati. Jenis-jenis dari tumor yaitu: 1) Tumor Jinak Meskipun tumor ini pada umumnya tidak agresif terhadap jaringan sekitarnya, tetapi terkadang tumor ini dapat terus tumbuh, menekan pada organ-organ dan menyebabkan sakit atau masalah lain. Dalam situasi ini, perlu dilakukan pengangkatan tumor agar komplikasinya mereda. 2) Tumor Ganas Tumor ganas/kanker sangat agresif karena menyerang dan merusak jaringan sekitar. Selanjutnya biopsi perlu dilakukan untuk menentukan tingkat keparahan atau agresivitas tumor. c. Diagnosis kanker (Metastasis kanker) Metastasis kanker adalah ketika sel-sel kanker tumor ganas menyebar ke bagian lain tubuh. Biasanya melalui sistem getah bening dan membentuk tumor sekunder. 16 B. Wisconsin Breast Cancer Database (WBCD) Data medis tentang kanker payudara (breast cancer) dari University of Wisconsin Hospital merupakan data yang diperoleh dari 683 pasien yang telah diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) jenis kanker, yaitu kanker jinak/tumor/benign dan kanker ganas/kanker/malignant. Database tersebut berupa 11 atribut yang mewakili data untuk setiap pasien, yang terdiri dari 9 (sembilan) karakteristik dari sel payudara dan 2 (dua) atribut lainnya, yaitu nomer id dari setiap pasien dan kelas label yang sesuai dengan jenis kanker payudara (jinak atau ganas). Nilainilai karakteristik sel berada dalam rentang dari 1 sampai 10, dimana 1 menunjukkan nilai terdekat dengan benign sedangkan 10 merupakan nilai tertinggi dan termasuk dikategorikan paling malignant. Atribut-atribut dari database tersebut selengkapnya ditunjukkan pada tabel 2.1: Tabel 2. 1 Atribut Wisconsin Breast Cancer Database (WBCD) Atribut Domain 1 Nomer kode sampel Nomer id 2 Clump Thickness 1 – 10 3 Uniformity of Cell Size 1 – 10 4 Uniformity of Cell Shape 1 – 10 5 Marginal Adhesion 1 – 10 6 Single Ephitalial Cell Size 1 – 10 7 Bare Nuclei 1 – 10 8 Bland Chromatin 1 – 10 17 Atribut Domain 9 Normal Nucleoli 1 – 10 10 Mitoses 1 – 10 11 Kelas 2 untuk benign 4 untuk malignant Variabel yang terdapat pada data WBCD diperoleh dari hasil FNA (FineNeedle Aspirate) Biopsy Cytology yang merupakan salah satu jenis biopsi yang dilakukan dengan cara mengambil sampel sel pada benjolan atau massa payudara yang dicurigai sebagai tumor atau kanker dengan menggunakan jarum halus untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan di laboratorium (Wolberg & Mangasarian, 1990). Berikut merupakan penjelasan terkait dengan parameter-parameter pada Wisconsin Breast Cancer Database (Salama et al, 2012: 37-38): 1. Clump Thickness Pada atribut Clump Thickness, sel benign (tumor) cenderung dikelompokkan dalam monolayers (lapisan tunggal), sementara sel-sel kanker sering dikelompokkan dalam multilayer (lapisan yang lebih dari satu). 2. Uniformity of Cell Size/Shape Pada atribut Uniformity of Cell Size/Shape, sel kanker cenderung bervariasi dalam ukuran dan bentuk. 3. Marginal Adhesion Pada atribut Marginal Adhesion, sel normal cenderung untuk tetap bersama-sama, sedangkan pada sel-sel kanker cenderung menyebar. 18 4. Single Ephitalial Cell Size Single Ephitalial Cell Size terkait dengan keseragaman yang telah dijelaskan sebelumnya. Sel-sel epitel yang membesar secara signifikan kemungkinan dapat menjadi sel kanker. 5. Bare Nuclei Bare Nuclei adalah istilah yang digunakan untuk inti sel yang tidak dikelilingi oleh sitoplasma. Bare Nuclei biasanya terlihat pada tumor jinak. 6. Bland Cromatin Bland Cromatin menggambarkan keseragaman 'tekstur' dari inti sel yang terlihat pada sel benign. Sedangkan pada sel-sel kanker, kromatin cenderung bertekstur kasar. 7. Normal Nucleoli Normal Nucleoli adalah struktur kecil yang terlihat di inti sel. Dalam sel-sel normal, nukleolus biasanya sangat kecil jika terlihat. Sedangkan pada sel kanker nukleolus menjadi lebih menonjol, dan terkadang jumlahnya lebih dari jumlah normal. 8. Mitoses Ini adalah proses dimana sel membagi dan membelah diri. Kelas kanker dapat ditentukan dengan menghitung jumlah mitosis. C. Wisconsin Diagnostic Breast Cancer (WDBC) Data WDBC terdiri dari 569 kasus dengan 357 benign and 212 malignant. Rincian atribut yang terdapat pada data WDBC, yaitu nomor id pasien, hasil diagnosis (M = ganas, B = jinak) dan nilai dari 10 (sepuluh) variabel yang 19 diperoleh dari tes biopsy Fine-needle Aspirate (FNA) pada karakteristik inti sel dari sebuah gambar digital massa payudara (Salama et al, 2012: 38). Atributatribut dari data WDBC tersebut selengkapnya ditunjukkan pada tabel 2.2 berikut: Tabel 2. 2 Atribut Wisconsin Diagnostic Breast Cancer (WDBC) Atribut Domain 1 Nomer kode sampel Nomer id pasien 2 Radius Data hasil FNA 3 Texture Data hasil FNA 4 Perimeter Data hasil FNA 5 Area Data hasil FNA 6 Smoothness Data hasil FNA 7 Compactness Data hasil FNA 8 Concavity Data hasil FNA 9 Concave Points Data hasil FNA 10 Symmetry Data hasil FNA 11 Fractal Dimension Data hasil FNA 12 Kelas B untuk benign M untuk malignant Berikut merupakan penjelasan mengenai variabel pada data WDBC (Mu & Nandi, 2008): 1. Radius Radius dihitung dengan rata-rata panjang segmen garis radial dari pusat massa. 2. Texture Texture diukur dengan menemukan varians dari intensitas grayscale dalam komponen pixel. 20 3. Perimeter Perimeter adalah garis keliling inti sel yang diukur sebagai jumlah dari jarak antara titik-titik pada keliling inti sel. 4. Area Area diukur dengan menghitung jumlah piksel batas bagian dalam batas dan menambahkan satu setengah dari piksel garis keliling. 5. Compactness Compactness menggabungkan perimeter dan area untuk memberikan ukuran kekompakan sel. Compactness dapat dihitung dengan 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 2 /𝑎𝑟𝑒𝑎 6. Smoothness Smoothness diukur dengan menghitung perbedaan antara panjang masingmasing garis radial dan rata-rata panjang dua garis radial yang mengelilinginya. Smoothness dapat dihitung dengan rumus berikut: ∑𝑝𝑜𝑖𝑛𝑡𝑠|𝑟𝑖 (𝑟𝑖 +𝑟𝑖+1 )/2| 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 (2.1) Dimana 𝑟𝑖 adalah panjang garis dari pusat massa ke batas pada masingmasing titik batas. 7. Concavity Concavity diperoleh dengan mengukur ukuran semua lekukan dalam batas inti sel. 8. Concave Points Concave point hampir sama dengan concavity, tetapi concave point hanya dihitung dari banyaknya titik batas yang terletak di daerah cekung batas, bukan besarnya tingkat kecekungan seperti pada concavity. 21 9. Symmetry Symmetry diukur dengan menemukan perbedaan relatif pada panjang antara pasangan segmen garis tegak lurus terhadap sumbu utama kontur inti sel, dapat dihitung dengan: ∑ |𝑙𝑒𝑓𝑡 −𝑟𝑖𝑔ℎ𝑡 | 𝑠𝑦𝑚𝑚𝑒𝑡𝑟𝑦 = ∑𝑖|𝑙𝑒𝑓𝑡𝑖 +𝑟𝑖𝑔ℎ𝑡𝑖 | 𝑖 𝑖 (2.2) 𝑖 Dimana 𝑙𝑒𝑓𝑡𝑖 dan 𝑟𝑖𝑔ℎ𝑡𝑖 menunjukkan panjang tegak lurus garis di kiri dan kanan sumbu utama. 10. Fractal Dimension Fractal Dimension didekati dengan menggunakan “coast-line approximation” (Mandelbrot, 1997). D. Himpunan Klasik (Crisp Set) Himpunan klasik adalah kumpulan objek yang tegas. Pada teori himpunan klasik, keberadaan suatu elemen dalam himpunan A hanya terdapat dua kemungkinan keanggotaan, yaitu menjadi anggota A atau bukan anggota A (Lin & Lee, 1996:12). Suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar tingkat keanggotaan suatu elemen (x) dalam suatu himpunan (A), sering dikenal dengan nama nilai keanggotaan atau derajat keanggotaan, yang dinotasikan dengan 𝜇𝐴 (𝑥). Pada himpunan klasik, hanya ada dua nilai keanggotaan, yaitu 𝜇𝐴 (𝑥) = 1 untuk x menjadi anggota A; dan 𝜇𝐴 (𝑥) = 0 untuk x bukan anggota dari A. 𝜇𝐴 (𝑥) = { 1, 𝑥 ∈ 𝐴, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑥 0, 𝑥 ∉ 𝐴, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑥 (2.3) Berikut merupakan contoh dari himpunan klasik dan nilai keanggotaannya: 22 Contoh 1 Jika diketahui: S={1, 3, 5, 7, 9} adalah semesta pembicaraan; A={1, 2, 3} dan B={3, 4, 5}, maka dapat dikatakan bahwa: a. Nilai keanggotaan 1 pada himpunan A, 𝜇𝐴 [1] = 1, karena 1 ∈ 𝐴 b. Nilai keanggotaan 3 pada himpunan A, 𝜇𝐴 [3] = 1, karena 3 ∈ 𝐴 c. Nilai keanggotaan 2 pada himpunan B, 𝜇𝐵 [2] = 0, karena 2 ∉ 𝐵 d. Nilai keanggotaan 4 pada himpunan A, 𝜇𝐴 [4] = 0, karena 4 ∉ 𝐴 E. Himpunan Fuzzy Menurut Jang et al (1997:13), konsep himpunan fuzzy yang menjadi dasar dari logika fuzzy muncul berdasarkan konsep pemikiran manusia yang cenderung abstrak dan tidak tepat. Teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari teori himpunan klasik. Fungsi keanggotaan dari himpunan klasik, yaitu {0,1} diperluas menjadi suatu bilangan real dalam interval [0,1] (Lin & Lee, 1996:10). Teori himpunan fuzzy dapat digunakan untuk menetapkan suatu pernyataan yang memiliki tingkat ketidakpastian berdasarkan konsep pemikiran manusia yang tidak pasti dan cenderung beragam antara pemikiran manusia yang satu dengan yang lainnya, misal terdapat suatu pernyataan seperti berikut: “Orang 𝐴 adalah orang dewasa” Pada pernyataan tersebut terdapat ketidakpastian untuk menentukan usia yang dapat mewakili bahwa orang 𝐴 mutlak untuk masuk ke dalam kategori orang dewasa. Sehingga dalam penentuan kebenaran dari pernyataan tersebut dapat ditafsirkan sebagai suatu proses berkelanjutan dimana keanggotaan orang 𝐴 pada himpunan orang dewasa berjalan perlahan-lahan dari 0 ke 1 (Rojas, 1996:291). 23 Contoh lainnya yang dapat diterapkan pada konsep teori fuzzy, yaitu seperti pada pernyataan untuk menetapkan “tua” dan “muda” atau “cepat” dan “lambat” dimana pernyataan-pernyataan tersebut merupakan suatu ketidakpastian yang dapat ditafsirkan dalam konteks tertentu. Menurut Zimmermann (1991:11-12) jika X adalah kumpulan dari objekobjek yang dinotasikan oleh x, maka himpunan fuzzy 𝐴 dalam X adalah suatu himpunan pasangan berurutan: 𝐴 = {(𝑥, 𝜇𝐴 (𝑥) )|𝑥 ∈ 𝑋} (2.4) Dimana 𝜇𝐴 (𝑥) adalah derajat keanggotaan x untuk himpunan fuzzy 𝐴 yang memetakkan setiap anggota X ke nilai keanggotaan yang terletak di interval [0, 1]. Berikut ini merupakan contoh dari himpunan fuzzy, fungsi keanggotaan pada himpunan fuzzy dan derajat keanggotaannya: Contoh 2 Misalkan A adalah himpunan umur dalam satuan tahun dengan interval [0,100]. Anggota A adalah: 𝐴 = {9, 18, 22,28, 55,70} Fungsi keanggotaan pada variabel umur diberikan sebagai berikut: 1; 𝑎 ≤ 17 30 − 𝑎 𝜇𝑚𝑢𝑑𝑎 (𝐴) = { ; 17 < 𝑎 ≤ 30 13 0; 𝑎 > 30 0; 𝑎 ≤ 17 𝑎 − 17 𝜇𝑡𝑢𝑎 (𝐴) = { ; 17 < 𝑎 ≤ 30 13 1; 𝑎 > 30 24 Berdasarkan fungsi keanggotaan tersebut diperoleh derajat keanggotaan variabel umur pada Tabel 2.3 berikut: Tabel 2. 3 Derajat Keanggotaan pada Variabel Umur Umur (Tahun) 9 Muda (μmuda (A)) 1 Tua (μtua (A)) 0 18 0.92 0.08 22 0.53 0.38 28 0.15 0.85 55 0 1 70 0 1 Berikut merupakan bagian-bagian dari himpunan fuzzy: 1. Fungsi Keanggotaan Fungsi keanggotaan adalah suatu fungsi yang memetakan setiap elemen x dari himpunan semesta X ke dalam suatu nilai yaitu A(x), dalam interval tertutup [0,1] yang menggolongkan derajat keanggotaan x dalam A. Dalam hal ini, fungsi keanggotaan adalah fungsi yang berbentuk. 𝐴: 𝑋 [0,1] Dalam mendefinisikan fungsi keanggotaan, himpunan semesta X selalu diasumsikan sebagai himpunan klasik (Klir & Yuan, 1995:75). Ada beberapa fungsi keanggotaan yang bisa digunakan. Pada tugas akhir ini, fungsi yang digunakan adalah fungsi keanggotaan representasi kurva segitiga. Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis (linear) seperti pada gambar 2.1 berikut. 25 1 Derajat Keanggotaan (𝜇(𝑥)) 0 a b c domain Gambar 2.1 Representasi Kurva Segitiga Berikut adalah fungsi keanggotaan kurva segitiga (Sri Kusumadewi, 2010:155): 0; 𝑥 ≤ 𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑥 > 𝑐 𝑎<𝑥≤𝑏 𝑏<𝑥≤𝑐 { (𝑐−𝑏) ; (𝑥−𝑎) 𝜇(𝑥) = (𝑏−𝑎) (𝑐−𝑥) ; (2.5) 2. Operator-operator Fuzzy Menurut Rojas (1996: 296), operator pada himpunan fuzzy secara umum memiliki kesamaan jenis operator dengan teori himpunan klasik, yaitu operator ̃) fuzzy AND, OR, NOT. Melalui pendekatan yang sederhana, operator OR (∨ ̃) sebagai fungsi diidentifikasi sebagai fungsi maksimum, operator AND (∧ minimum dan operator NOT atau komplemen (¬ ̃ ) diidentifikasi sebagai fungsi 𝑥 → 1 – 𝑥. Operator gabungan pada teori himpunan klasik dapat dinyatakan dalam operator OR. Jika 𝐴 dan 𝐵 adalah dua himpunan fuzzy, sehingga 𝜇𝐴 , 𝜇𝐵 : 𝑋 → [0,1]. Fungsi keanggotaan pada 𝜇𝐴∪𝐵 dari himpunan gabungan 𝐴 ∪ 𝐵 adalah 𝜇𝐴∪𝐵 (𝑥) = 𝜇𝐴 (𝑥) ∨̃ 𝜇𝐵 (𝑥) ∀𝑥 ∈ 𝑋, (2.6) Pada operator irisan juga berlaku hal yang sama sehingga dapat dinyatakan dalam operator AND pada himpunan 𝐴 dan 𝐵, sehingga berlaku persamaan seperti berikut 26 ̃ 𝜇𝐵 (𝑥) 𝜇𝐴∩𝐵 (𝑥) = 𝜇𝐴 (𝑥) ∧ ∀𝑥 ∈ 𝑋, (2.7) Untuk komplemen 𝐴𝑐 pada himpunan 𝐴, diperoleh persamaannya seperti berikut: 𝜇𝐴𝑐 (𝑥) = ¬ ̃ 𝜇𝐴 (𝑥) ∀𝑥 ∈ 𝑋, (2.8) F. Neural Network (NN) Neural network (NN) merupakan sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologis (Fausett, 1994: 3). Neural network dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi. Struktur jaringan syaraf pada otak manusia sangat kompleks dan memiliki kemampuan luar biasa yang terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan impuls/sinyal yang diberikan pada neuron. Kemudian neuron tersebut meneruskannya kepada neuron yang lain (Siang, 2009:1-2). Neuron memiliki 3 komponen penting, yaitu dendrit, soma dan axon. Dendrit menerima sinyal dari neuron lain. Sinyal tersebut berupa impuls elektrik yang dikirim melalui celah sinaptik melalui proses kimiawi. Sinyal tersebut dimodifikasi (diperkuat/diperlemah) di celah sinaptik. Berikutnya, soma menjumlahkan semua sinyal-sinyal yang masuk. Kalau jumlahan tersebut cukup kuat dan melebihi batas ambang (threshold), maka sinyal tersebut akan diteruskan ke sel lain melalui axon. Frekuensi penerusan sinyal berbeda-beda antara satu sel dengan yang lain (Siang, 2009:2). Gambar 2.2 menunjukkan salah satu contoh jaringan syaraf secara biologis. 27 Gambar 2.2 Jaringan Syaraf Secara Biologi Seperti halnya otak manusia, neural network juga terdiri dari beberapa neuron, dan ada hubungan antara neuron-neuron tersebut. Neural network pada awalnya diperkenalkan oleh McCulloch dan Pitts di tahun 1943 yang menyimpulkan bahwa kombinasi beberapa neuron sederhana menjadi sebuah sistem neural akan meningkatkan kemampuan komputasinya. Bobot dalam jaringan yang diusulkan oleh McCulloch dan Pitts diatur untuk melakukan fungsi logika sederhana (Siang, 2009:4). Neural network dibentuk dengan asumsi sebagai berikut (Fausett, 1994:3). a. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang disebut neuron. b. Sinyal dikirimkan di antara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung. c. Setiap penghubung antar neuron memiliki bobot yang dapat mengalikan sinyal yang ditransmisikan. d. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi yang dikenakan pada jumlahan input yang diterima untuk menentukan output. Besarnya output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang. 28 Menurut Siang (2009:3), neural network ditentukan oleh 3 hal, yaitu: a. Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan) b. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode training/learning/algoritma) c. Fungsi aktivasi Berikut merupakan tiga hal penting pembentuk neural network: 1. Arsitektur Jaringan Syaraf Hubungan antar neuron dalam neural network mengikuti pola tertentu tergantung pada arsitektur jaringan syarafnya. Menurut Fausett (1994: 12-15) terdapat 3 arsitektur dalam neural network, antara lain: a. Jaringan Layar Tunggal (single layer network) Dalam jaringan ini, sekumpulan input neuron dihubungkan langsung dengan sekumpulan outputnya. Dalam beberapa model (misal perceptron), hanya ada sebuah neuron output. Pada gambar 2.3 berikut merupakan contoh arsitektur jaringan layar tunggal. 𝑤11 𝑋1 𝑌1 𝑤12 𝑤21 𝑤1𝑚 𝑤22 𝑋2 𝑤2𝑚 ⋮ 𝑌2 𝑤𝑝1 ⋮ 𝑤𝑝2 𝑋𝑝 𝑌𝑚 𝑤𝑝𝑚 Lapisan input bobot Lapisan output Gambar 2. 3 Jaringan Layar Tunggal 29 Gambar 2.3 menunjukkan arsitektur jaringan dengan 𝑝 neuron input (𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋𝑝 ) dan m neuron output (𝑌1 , 𝑌2 , … , 𝑌𝑚 ) . 𝑤𝑝𝑚 adalah bobot yang menghubungkan neuron input ke-p dengan neuron output ke-m. Dalam jaringan ini, semua neuron input dihubungkan dengan semua neuron output, meskipun dengan bobot yang berbeda-beda. Tidak ada neuron input yang dihubungkan dengan neuron input lainnya. Demikian pula dengan neuron output. b. Jaringan Layar Jamak (multilayer network) Jaringan layar jamak merupakan jaringan dengan satu layar simpul atau lebih (disebut hidden neuron/ neuron tersembunyi) antara neuron input dan neuron output. Terdapat layar bobot antara dua tingkat neuron yang berdekatan (input, hidden, output). Pada gambar 2.4 berikut merupakan contoh arsitektur jaringan layar jamak. 𝑣11 𝑋1 . 𝑤11 𝜑1 𝑣12 𝑣1𝑘 𝑣22 𝑋2 𝑤12 𝑣21 𝑤21 𝑤1𝑚 𝜑2 𝑤22 𝑌1 𝑌2 𝑣2𝑘 ⋮ 𝑣𝑝1 𝑤𝑘1 ⋮ 𝑣𝑝2 𝑋𝑝 Lapisan input 𝜑𝑟 𝑣𝑝𝑘 bobot Lapisan tersembunyi 𝑤𝑘2 𝑤2𝑚 𝑤𝑟𝑚 bobot Gambar 2. 4 Jaringan Layar Jamak 30 ⋮ 𝑌𝑚 Lapisan output Gambar 2.4 adalah jaringan dengan neuron input (𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑝 ) , layar tersembunyi yang terdiri dari r neuron (𝜑1 , 𝜑2 , … , 𝜑𝑟 ) dan m neuron output (𝑌1 , 𝑌2 , … , 𝑌𝑚 ). Jaringan ini dapat menyelesaikan masalah yang lebih kompleks dibandingkan dengan layar tunggal, meskipun kadangkala proses pelatihan lebih kompleks dan lama. c. Jaringan Layar Kompetitif (competitive layer network) Arsitektur ini memiliki bentuk yang berbeda, dimana antar neuron dapat saling dihubungkan. Jaringan layar kompetitif memiliki bobot – 𝜀. Gambar 2.5 merupakan salah satu contoh arsitektur ini. Gambar 2. 5 Jaringan Layar Kompetitif 2. Fungsi Aktivasi Fungsi aktivasi akan menentukan output suatu neuron yang akan dikirim ke neuron lain (Fausett, 1994: 17). Fungsi aktivasi digunakan untuk menentukan output suatu neuron. Gambar 2.10 menunjukkan neural network dengan fungsi aktivasi F. 31 𝑥1 𝑤1 𝑤2 𝑥2 ⋮ 𝑎 Σ y F 𝑤1 b 𝑥𝑝 Gambar 2. 6 Fungsi Aktivasi pada Neural Network Sederhana (𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑝 ) adalah neuron yang masing-masing memiliki bobot (𝑤1 , 𝑤2 , … , 𝑤𝑝 ) dan bobot bias 𝑏 pada lapisan input. Berikut merupakan beberapa fungsi aktivasi Neural Network menurut Fausett (1994: 17-19): a. Fungsi Linear Fungsi Linear dirumuskan sebagai: 𝑓(𝑥) = 𝑎𝑥 + 𝑏, 𝑥 ∈ 𝑅. Jika 𝑎 = 1 dan 𝑏 = 0, maka 𝑓(𝑥) = 𝑥, 𝑥 ∈ 𝑅 (2.9) Persamaan 2.9 disebut fungsi identitas. Pada fungsi identitas, nilai output yang dihasilkan sama dengan nilai inputnya. Berikut merupakan gambar untuk fungsi aktivasi identitas. Gambar 2. 7 Fungsi Aktivasi Identitas 32 b. Fungsi Undak Biner (Binary Step) Jaringan dengan lapisan tunggal sering menggunakan fungsi undak biner (step function) untuk mengkonversikan input dari suatu variabel yang bernilai kontinu ke suatu output biner (0 atau 1). Fungsi undak biner dirumuskan sebagai berikut. 𝑦={ 0, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 < 0 1, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 ≥ 0 (2.10) Fungsi aktivasi undak biner ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut. Gambar 2. 8 Fungsi Aktivasi Undak Biner c. Fungsi Sigmoid Biner Fungsi ini digunakan untuk neural network yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1, sehingga sering digunakan untuk neural network yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Namun, fungsi ini bisa juga digunakan oleh neural network yang nilai outputnya 0 atau 1. Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai berikut: 1 𝑦 = 𝑓(𝑥) = 1+𝑒 −𝜎𝑥 dengan 𝑓 ′ (𝑥) = 𝜎𝑓(𝑥)[1 − 𝑓(𝑥)] 33 (2.11) Fungsi aktivasi sigmoid biner ditunjukkan pada Gambar 2.9 berikut. Gambar 2. 9 Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner d. Fungsi Sigmoid Bipolar Fungsi sigmoid bipolar berkaitan dengan fungsi tangen hiperbolik yang sering digunakan sebagai fungsi aktivasi ketika nilai output yang dibutuhkan terletak pada interval -1 sampai 1. Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai berikut. 1−𝑒 −𝜎𝑥 𝑦 = 𝑓(𝑥) = 1+𝑒 −𝜎𝑥 (2.12) dengan 𝜎 𝑓 ′ (𝑥) = [1 + 𝑓(𝑥)][1 − 𝑓(𝑥)] 2 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar dengan 𝜎 = 1 ditunjukkan pada Gambar 2.10 berikut. Gambar 2. 10 Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar 34 3. Algoritma Pembelajaran Algoritma pembelajaran adalah prosedur untuk menentukan bobot pada lapisan yang berhubungan dalam neural network (Fausett, 1994: 429). Tujuan utama dari proses pembelajaran adalah melakukan pengaturan terhadap bobotbobot yang ada pada neural network sehingga diperoleh bobot akhir yang tepat sesuai dengan pola data yang dilatih (Kusumadewi & Hartati, 2010: 84). Secara garis besar ada dua jenis pembelajaran pada neural network, yaitu pembelajaran yang menyangkut pengaturan bobot koneksi pada neural network dan struktur belajar, yang berfokus pada perubahan struktur jaringan, termasuk jumlah neuron dan jenis hubungan antar neuron. Kedua jenis pembelajaran dapat dilakukan secara bersamaan atau terpisah. Setiap jenis pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu Supervised Learning, Reinforcement Learning, dan Unsupervised Learning (Lin & Lee, 1995:5). Berikut merupakan ketiga kategori algoritma pembelajaran (Lin & Lee, 1995:213-214): a. Pembelajaran terawasi (supervised learning) Algoritma pembelajaran pada neural network disebut terawasi jika output yang diharapkan telah diketahui sebelumnya. Pada proses pembelajaran, satu pola input akan diberikan ke suatu neuron pada lapisan input. Selanjutnya pola akan dirambatkan pada sepanjang jaringan syaraf sampai ke neuron pada lapisan output. Lapisan output akan membangkitkan pola output yang akan dicocokan dengan pola output targetnya. Error muncul apabila terdapat perbedaan antara pola output hasil pembelajaran dengan pola target sehingga diperlukan 35 pembelajaran lagi. Gambar 2.11 berikut merupakan diagram alur dari supervised learning: X (input) Y (output sebenarnya) ANN Sinyal Error Generator Sinyal Error d (output yang diharapkan) Gambar 2. 11 Supervised Learning (Pembelajaran Terawasi) b. Pembelajaran Penguatan (Reinforcement Learning) Reinforcement learning adalah bentuk dari supervised learning karena jaringan masih menerima beberapa umpan balik dari lingkungannya. Tapi umpan balik (penguat sinyal) hanya sebagai evaluatif yaitu hanya menyatakan seberapa baik atau seberapa buruk output tertentu dan menyediakan petunjuk mengenai apa yang seharusnya menjadi jawaban yang tepat. Output dari penguat sinyal biasanya diproses oleh sinyal generator untuk menghasilkan sinyal evaluative yang lebih informatif untuk neural network dalam menyesuaikan bobot yang benar dengan harapan mendapatkan umpan balik yang lebih baik. Gambar 2.12 berikut merupakan diagram alur dari reinforcement learning. X Y (output sebenarnya) ANN (input) Sinyal Kritik Generator Sinyal Kritik Sinyal Penguat Gambar 2. 12 Reinforcement Learning (Pembelajaran Penguatan) c. Pembelajaran Tak Terawasi (Unsupervised Learning) Dalam Unsupervised Learning, tidak ada pasangan data (input-target output) yang dipakai untuk melatih jaringan hingga diperoleh bobot yang 36 diinginkan, sehingga tidak ada yang memberikan umpan balik informasi. Jaringan harus menemukan sendiri pola, fitur, keteraturan, korelasi, atau kategori pada data input dan kode dalam output. Sementara dalam menemukan fitur ini, jaringan mengalami perubahan bobot; proses ini disebut mengorganisasikan diri. Proses pembelajaran bertujuan untuk mengelompokkan unit-unit yang hampir sama ke dalam suatu area tertentu sehingga algoritma pembelajaran ini sangat cocok untuk klasifikasi. Gambar 2.13 berikut merupakan diagram alur dari unsupervised learning. Pengelompokkan (input) X ANN Gambar 2. 13 Unsupervised Learning (Pembelajaran Tak Terawasi) G. Ketepatan Hasil Klasifikasi Keputusan medis mengenai tindakan medis yang harus dilakukan bergantung pada hasil klasifikasi (diagnosa). Tingkat ketelitian diagnosa dapat diukur dengan akurasi. Nilai akurasi juga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa bagus dan terpercaya hasil klasifikasi yang telah dilakukan. Akurasi merupakan kemampuan dalam mengidentifikasi hasil positif maupun hasil negatif secara tepat. Contohnya, jika nilai akurasi = 95%, artinya klasifikasi akurat sebesar 95%, baik untuk pasien yang dinyatakan tidak berpenyakit maupun dinyatakan memiliki penyakit. Rumus untuk menghitung akurasi adalah sebagai berikut: 𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑙𝑎𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡 total keseluruhan data 37 𝑥100% (2.13)