BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkebunan di Indonesia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perkebunan di Indonesia telah dipengaruhi dua unsur pokok kehidupan
agraris pedesaan Jawa, yaitu tanah dan tenaga kerja. Perkebunan juga telah
mengenalkan uang ke dalam lingkungan kehidupan agraris. Kehidupan
perekonomian desa yang semula masih tradisional dan subsisten, secara
berangsur-angsur berkenalan dengan ekonomi uang, melalui proses komersialisasi
produksi pertanian dan pasaran kerja. Pengenalan penanaman tanaman ekspor dan
penyerapan tenaga kerja bebas yang berlangsung sejak sistem tanam paksa, pada
dasarnya telah menjadi pintu masuknya peredaran uang ke daerah pedesaan secara
luas, yang besar pengaruhnya dalam membawa pergeseran perekonomian desa ke
arah kehidupan ekonomi pasar (Kartodirjo dkk, 1991).
Dalam mempelajari ketenagakerjaan, masalah pertanian selalu dikaitkan
sebagai suatu sektor yang mempunyai peranan penting. Hal ini karena angkatan
kerja di Indonesia sangat banyak, yang nampak dalam data statistik tahun 2014
bahwa jumlah angkatan kerja di sektor pertanian sebanyak 35,54 juta orang
(Anonim, 2015). Pertanian dalam arti luas disini, tidak hanya diartikan pertanian
subsisten, tetapi juga pertanian perusahaan (pertanian komersial), dimana produkproduk pertanian dapat diolah menjadi barang industri, sehingga dapat menambah
nilai ekonomi suatu produk. Untuk dapat lebih meningkatkan partisipasinya dalam
pembangunan bangsa dan negara maka perkebunan sebagai suatu perusahaan
membutuhkan suatu pengelolaan sumber daya manusia yang baik dalam mencapai
tujuan perusahaan. Pencapaian tujuan perusahaan dilakukan sedapat mungkin
seimbang dengan pencapaian tujuan dari karyawan perusahaan.
Menurut Batawi (2002), pada dasarnya tujuan dari karyawan untuk bekerja di
suatu perusahaan adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk
dirinya sendiri maupun bersama keluarganya. Jumlah anggota keluarga yang
ditanggung oleh seorang karyawan, juga mempengaruhi keloyalannya pada
perusahaan. Bagi karyawan yang jumlah anggotanya cukup besar dengan
pendapatan yang diterimanya yang biasanya pas-pasan, menjadikan karyawan
1
harus bekerja semakin keras agar memperoleh tambahan untuk memenuhi
kebutuhan anggota keluarga yang ditanggungnya. Dalam teori yang dikemukakan
oleh A.H Maslow, pemenuhan kebutuhan ini menjadi motivasi seseorang untuk
bekerja dan hal tersebut berhubungan erat dengan loyalitasnya terhadap
perusahaan. A.H. Maslow membagi pemenuhan kebutuhan tersebut menjadi lima
tingkatan yaitu : (1) Kebutuhan fisiologis, (2) Kebutuhan akan rasa aman, (3)
Kebutuhan sosial, (4) Kebutuhan penghargaan atas status, (5) Kebutuhan atas
pencapaian prestasi (Maslow, 1984).
Bagi perusahaan, pemenuhan kebutuhan bagi tenaga kerja yang dimilikinya
merupakan kewajiban yang perlu diperhatikan. Disamping hal itu sebagai balas
jasa terhadap segala sesuatu yang sudah diberikan oleh karyawan, juga merupakan
pendorong tersendiri bagi karyawan untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut.
Gaji atau upah menurut tenaga kerja merupakan pendapatan atau penghasilan,
yang merupakan tujuan utama setiap tenaga kerja bekerja. Dengan demikian
apabila terjadi perubahan gaji atau upah, hal ini akan mempengaruhi semangat
dan gairah kerja, yang pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas kerja.
Peningkatan produktivitas secara keseluruhan akan menunjukkan potensi
pengadaan barang dan jasa dalam jumlah lebih besar untuk setiap pekerja,
sehingga lebih besarlah unsur-unsur kebutuhan hidup rakyat dapat dipenuhi
sendiri. Ini berarti tingkat kesejahteraan rakyat bertambah tinggi. Sebab,
peningkatan produksi berarti peningkatan pendapatan pekerja dan peningkatan
pendapatan selanjutnya menambah kuat daya beli masyarakat akan barang dan
jasa (Danuwasito, 1995).
Salah satu persoalan yang dihadapi dalam pembangunan pertanian adalah
masalah produktivitas tenaga kerja, yang pada umumnya masih relatif rendah,
mengingat kegiatan-kegiatan dalam pertanian lebih bersifat “labour intensive”.
Rendahnya produktivitas kerja disebabkan, tenaga kerja yang bekerja di sektor
pertanian memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari orang tua yang
membimbing sejak masih anak-anak. Pengetahuan dan keterampilan disini hanya
berkisar pada kemampuan untuk sektor pertanian subsisten, sedangkan untuk
pertanian perusahaan mereka kurang terlatih dan terdidik (Mubyarto, 1989).
2
Setiap tenaga kerja khususnya buruh sadap karet memiliki perbedaan
produktivitas,
dimana
buruh
sadap
yang
produktivitasnya
tinggi
akan
menghasilkan output yang tinggi berupa hasil sadapannya dan keuntungan bagi
perusahaan pun akan tinggi, sebaliknya jika buruh sadap karet yang
produktivitasnya rendah akan menghasilkan output yang rendah dan keuntungan
bagi perusahaan pun akan kecil bahkan bisa merugi. Oleh sebab itu, penelitian ini
mengangkat dan berfokus kepada pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap
produktivitas buruh sadap karet serta pengaruh produktivitas terhadap pendapatan
buruh sadap karet. Pengaruh faktor sosial ekonomi yang dimaksud adalah faktor
umur, pendidikan, pengalaman kerja, tingkat upah, dan insentif buruh.
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian menyangkut
bagaimanakah pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap produktivitas buruh sadap
karet? Serta bagaimana pula pengaruh produktivitas buruh terhadap pendapatan
buruh sadap karet?
1.2 Tujuan Penelitian
Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini
bertujuan :
1. Menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap produktivitas buruh
sadap karet.
2. Menganalisis pengaruh produktivitas terhadap pendapatan buruh sadap
karet.
1.3 Signifikansi Penelitian
Dari segi ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
ilmu pengetahuan dalam bidang sosial ekonomi pertanian, khususnya mengenai
pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap produktivitas serta pendapatan buruh
sadap karet.
Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
pertimbangan atau masukan bagi perusahaan perkebunan karet atau pihak-pihak
lain yang ingin mengetahui tentang produktivitas buruh sadap karet di Desa
Sumber Makmur, Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang.
3
1.4 Batasan Masalah
Pembatasan masalah disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian. Adapun sebagai subyek telaah adalah buruh sadap karet yang bekerja
pada perusahaan di Desa Sumber Makmur, Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten
Tulang Bawang. Batasan penelitiannya yaitu menganalisis pengaruh faktor sosial
ekonomi terhadap produktivitas buruh sadap karet serta menganalisis pengaruh
produktivitas terhadap pendapatan buruh sadap karet. Adapun faktor sosial
ekonomi yang diteliti adalah faktor umur, pendidikan, pengalaman kerja, tingkat
upah, dan insentif buruh.
1.5 Model Hipotetis
Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, dan
batasan masalah yang dikemukakan pada sub bab sebelumnya, maka dapat
dirumuskan model hipotesis sebagai berikut :
X1
X2
X3
Y
X4
X5
Gambar 1.1. Model Hipotetis
Keterangan :
X1 = Umur (Tahun)
X2 = Pendidikan (Tahun)
X3 = Pengalaman kerja (Tahun)
X4 = Tingkat upah (Ribu Rp/Bulan)
X5 = Insentif (Ribu Rp/Bulan)
Y = Produktivitas buruh sadap karet (Kg/Bulan)
Z = Pendapatan buruh sadap karet (Ribu Rp/Bulan)
4
Z
Download