KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Ketujuh sebagai suatu laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok 14 semester V ini. Pada skenario VII ini kami membahas masalah yang berkaitan dengan sistem digestif dan penyakitpenyakit yang terjadi pada sistem ini. Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario keenam baik pada Learning Objective yang kami cari atau diagnosa yang kami sepakati. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca. Mataram, Desember 2009 DAFTAR ISI 1 Kata Pengantar.......................................................................................................................1 Daftar Isi..................................................................................................................................2 Skenario...................................................................................................................................3 Learning objektive..................................................................................................................4 Concept Map...........................................................................................................................5 Penjelasan Gejala....................................................................................................................6 Kanker Kolorectum..............................................................................................................13 Fisura Ani..............................................................................................................................17 Polip Rectum.........................................................................................................................19 Hemorrhoid...........................................................................................................................21 Divertikula.............................................................................................................................25 IBD (Irritable Bowel Disease)..............................................................................................27 Colitis Iskemia.......................................................................................................................36 Pemeriksaan Diagnostik Untuk Saluran Pencernaan.......................................................39 Colok Dubur (digitral rectal eksemination).......................................................................46 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah........................................................................48 Perdarahan Samar Saluran Cerna.....................................................................................57 Daftar Pustaka......................................................................................................................60 2 SKENARIO VII BERAK DARAH Seorang pasien laki-laki umur 68 tahun, datang ke UGD RSU Provinsi NTB dengan keluhan berak disertai darah segar. Pada anamnesis tidak ada mencret, nyeri, demam. Dalam beberapa minggu terakhir pasien mengeluh beraknya menjadi lebih jarang. Konsistensi berak padat. Mualmuntah disangkal, darah segar bercampur dengan feses, menetes diakhir berak. Tidak ada riwayat penyakit kuning. Keluhan dirasakan sejak satu bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan nyeri abdomen atau hepatomegali, pemeriksaan colok dubur tidak ada lender, darah atau tumor. Dokter yang merawat merencanakan pemeriksaan selanjutnya untuk penegakan diagnosis, sehingga penatalaksanaannya menjadi tepat. 3 LEARNING OBJECTIVES 1. Differential diagnosis a. Ca colrektum b. Fissura ani c. Hemorrhoid d. Polip rectum e. Colitis iskemia f. Divertikular g. IBD 2. Alur tatalaksana perdarahan saluran gastrointestinal bagian bawah • Kondisi emergensi • Tata laksana awal dan lanjutan • Bagaimana proses perujukan • Tata laksana unruk hematokezia 3. DRE pemeriksaan untuk perdarahan saluran GI bagian bawah 4 CONCEPT MAP Laki-laki 68 tahun hematokezia anamnesis anamnesis Pemeriksaan Penunjang pemeriksaan pemeriksaanFisik Fisik Diferrential diagnosis diagnosis Pemeriksaan penunjang • Lab • radiologi Tata Laksana 5 PENJELASAN GEJALA KELUHAN YANG DIRASAKAN a. Berak disertai darah segar sejak 1 bulan lalu BAB yang disertai darah mengindikasikan adanya perdarahan pada tubuh pasien dan terjadi di saluran pencernaan (karena keluar bersama tinja), baik itu saluran cerna bagian atas (melena) maupun bawah (hematokezia). Darah segar yang menyertai menandakan perdarahannya baru saja terjadi. Perlu dibedakan apakah yang dialami pasien merupakan perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), atau perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB), caranya antara lain adalah dengan melihat tanda-tanda yang ada : • Darah yang keluar melalui anus dan menyertai feses Kemungkinan berasal dari SCBB karena paling banyak bermanifestasi pada BAB disertai darah segar atau berwarna merah marun, sering tanpa melena dan hematemesis. Karena 80% pasien datang dengan keluhan seperti scenario disebabkan oleh perdarahan SCBB. • Berwarna segar Artinya perdarahan baru saja terjadi sehingga kemungkinan berasal dari saluran cerna bagian bawah sangat besar, walaupun pada beberapa keadaan perdarahan saluran cerna bagian atas dapat keluar melalui anus, tetapi dengan warna yang hitam dan disebut melena. 6 Cara lain adalah dengan melakukan pemeriksaan : Manifestasi/pemeriksaan Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB Manifestasi klinis umum Hematemesis dan atau melena Hematokezia Aspirasi NGT Berdarah Jernih Rasio BUN/kreatinin Meningkat > 35 kali/menit < 35 (nilai normal = 20) Auskultasi usus Hiperaktif Normal Jadi, perdarahan yang terjadi pada pasien di skenario disebut hematokezia, artinya perdarahan akut saluran cerna bagian bawah (di bawah ligamentum Treitz ) yang keluar sewaktu BAB dan berwarna merah segar (bukan hitam). Hal-hal yang dapat menjadi penyebab perdarahan tersebut antara lain : • Hemoroid • Fisura ani • Divertikula • Colitis iskemia • Malformasi arterovenosa 7 • Neoplasma • IBD • Angiodisplasia • Colitis infeksiosa • Colitis diinduksi obat • Lesi vascular lain Pasien mengalami keluhan ini sejak 1 bulan yang lalu, dapat menandakan proses yang telah berlangsung cukup lama. Namun 80% pasien tidak membutuhkan penanganan segera/emergensi karena tidak mengalami gangguan pada hemodinamiknya, sebab perdarahan SCBB sebagian besar dapat sembuh spontan tanpa mempengaruhi keadaan hemodinamik. Perdarahan dapat terjadi karena pembuluh darah yang rusak atau rupture, dapat pula terjadi karena gesekan massa padat/feses pada pembuluh darah yang mengalami inflamasi dan pelebaran. Darah segar yang menetes setelah feses keluar menandakan perdarahan terjadi setelah pasase feses melewati pembuluh darah yang rusak atau rupture. b. BAB menjadi lebih jarang dengan konsistensi padat Hal ini dapat mengarah ke neoplasma khususnya tumor kolorektal, karena pada tumor kolorektal manifestasi paling sering adalah perubahan pola BAB, perdarahan per anus dan konstipasi. Neoplasma ini juga mungkin dapat menjadi penyebab pada keluhan pasien. 8 KELUHAN YANG DISANGKAL a. Mencret Mencret/diare dan nyeri abdomen adalah dua gejala yang sangat berhubungan dengan perdarahan SCBB. Contohnya pada IBD dapat terjadi diare yang kronik. b. Nyeri Tidak adanya nyeri saat BAB menandakan tidak ada proses inflamasi ataupun pada anus pasien. Keluhan nyeri secara umum ada pada beberapa penyakit yang juga dapat menyebabkan perdarahan SCBB, seperti neoplasma, IBD, colitis, divertikular dll. c. Demam Demam dapat menandakan adanya infeksi ataupun dehidrasi. Tidak ditemukannya demam saat anamnesis berarti pada pasien tersebut tidak terjadi infeksi dan keseimbangan cairan dan elektrolitnya masih stabil, sehingga penyebab perdarahan yan berupa infeksi kemungkinan bisa diabaikan. Demam juga merupakan manifestasi pada divertikular, colitis d. Mual dan muntah Mual dan muntah dapat terjadi karena adanya gangguan dari saluran pencernaan, obat-obatan, toksin, infeksi akut atau kronik, gangguan endokrin, kondisi labirintin serta gangguan pada system saraf pusat. Khususnya pada scenario ini, salah satu mekanisme mual adalah karena adanya stimulus berupa iritasi dari saluran pencernaan. Akan tetapi mekanisme itu mungkin tidak terjadi karena pasien menyangkal mual dan muntah. Mual dan muntah juga dapat mengindikasikan kearah tumor gaster. Mual dan muntah merupakan manifestasi dari komplikasinya yaitu obstruksi. 9 PENJELASAN HASIL PEMERIKSAAN FISIK YANG TIDAK DITEMUKAN a. Nyeri abdomen Nyeri abdomen dapat terjadi karena berbagai kondisi meliputi saluran cerna, di luar saluran cerna yaitu saluran kemih, dinding abdomen, toraks dll. Pada pasien scenario, karena kelainan terdapat pada saluran pencernaan, nyeri abdomen sangat mungkin berhubungan dengan organ-organ pencernaan. Khusus ke saluran pencernaan, nyeri abdomen beserta diare dapat mengarah ke penyebab colitis dan neoplasma. Pada pasien ini tidak ditemukan gejala-gejala tersebut akan tetapi kemungkinan colitis dan neoplasma masih dapat dicurigai karena belum dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat member hasil lebih spesifik. Neoplasma juga dapat disertai penurunan berat badan, anoreksia, limfadenopati, atau massa yang teraba, tetapi pada pasien tidak ditemukan, dari pertimbangan ini, neoplasma mungkin saja dapat dieksklusi, tetapi mengingat usia pasien sudah lanjut dan prevalensi neopasma sebagai penyebab perdarahan SCBB pada usia tua cukup tinggi, maka neoplasma belum dapat dieksklusi. Nyeri abdomen ini selain pada neoplasma juga dapat ditemukan pada pasien dengan divertikular, IBD dll. b. Hepatomegali Hepatomegali pada kasus ini dapat mengindikasikan gangguan atau kerusakan pada hati yang salah satunya akan menyebabkan hipertensi portal dan bermanifestasi ke perdarahan. Pada pasien ini tidak ditemukan hepatomegali dan riwayat penyakit kuning, sehingga kemungkinan kelainan hati sebagai factor predisposisi atau penyebab dapat diabaikan. 10 c. Lendir, darah atau tumor (pada colok dubur) Hasil pemeriksaan colok dubur tergantung pada pemeriksa, kelainan tersebut tidak ditemukan kemungkinan karena letaknya yang lebih dalam lagi dan tidak dapat dijangkau oleh pemeriksa atau memang tidak ada kelainan pada duburnya. Akan tetapi hal ini masih belum jelas dan memerlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut, misalnya anoskopi. RIWAYAT YANG DISANGKAL a. Penyakit kuning Sakit kuning atau ikterus dapat terjadi karena hepatitis yang berpengaruh/menjadi salah satu penyebab terjadinya hipertensi porta yang dapat berkomplikasi ke perdarahan, misalnya pada varises gastroesofageal yang pembuluh darahnya telah pecah. 11 KANKER KOLOREKTUM EPIDEMIOLOGI Tumor usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar atau rektum relatif umum. Pada kenyataannya, kanker kolon dan rektum sekarang adalah tipe paling umum kedua dri kanker internal di Amerika serikat. Ini adalah penyakit budaya barat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal di diagnosis di negara ini setiap tahunnya. Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibanding kan kanker rektal. Insidensnya meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase distribusi telah terjadi pada tahun terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area rektal telah menurun, sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat. Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah lima tahun adalah 40% sampai 50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal. ETIOLOGI Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor resiko telah teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker kolon atau polip dalam keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak, rotein dan daging serta rendah serat. Kanker kolon pada lansia berhubungan erat dengan karsinogen diet. Kekurangan serat adalah faktor penyebab utama karena hal ini menyebabkan pasase feses melalui saluran usus 12 menjadi lama, sehingga terpajan karsinogen cukup lama. Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid menjadi senyawa yang mempunyai sifat karsinogen. PATOFISIOLOGI Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati). MANIFESTASI KLINIS Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahu penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta adanya datah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungkan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian serta feses berdarah. Insidens karsinoma kolon dan rektum meningkat sesuai usia. Kanker ini biasanya ganas pada lansia kecuali untuk kanker prostatik pada pria. Gejala sering tersembunyi. Keletihan hampir selalu ada, akibat anemia defisiensi besi primer. Gejala yang sering dilaporkan oleh lansia adalah nyeri abdomen, obstruksi, tenesmus dan perdarahan rektal. 13 EVALUASI DIAGNOSTIK Bersamaan dengan pemeriksaan abdomen dan rektal, prosedur diagnostik paling penting untuk kanker kolon adalah pengujian darah samar, enema barium, proktosigmoidoskopi, dan kolonoskopi. Sebanyak 60% dari kasus kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi dengan biopsi atau apusan sitologi. Pemeriksaan Antigen Karsinoembrionik Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) dapat juga dilakukan, meskipun antigen karsinoembrionik mungkin bukan indikator yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa kanker kolon karena tidak semua lesi menyekresi CEA. Pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar CEA dapat dipercaya dalam diagnosis prediksi. Pada eksisi tumor komplet, kadar CEA yang meningkat harus kembali ke normal dalam 48 jam. Peningkatan CEA pada tanggal selanjutnya menunjukkan kekambuhan. PENATALAKSANAAN MEDIS Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terpai komponen darah dapat diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam pentahapan kanker kolorektal pada periode praoperatif. Metode pentahapan yang dapat digunakan secara luas adalah klasifikasi Duke: a. Kelas A – tumor dibatasi pada mukosa dan sub mukosa b. Kelas B – penetrasi melalui dinding usus c. Kelas C – Invasi ke dalam sistem limfe yang mengalir regional d. Kelas D – metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas 14 Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi atau imunoterapi. Terapi ajuvan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/ Levamesole. Pasien dengan kanker rektal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis. Terapi radiasi sekarang digunakan pada periode praoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif untuk memperkecil tumor, mencapai hasil yang lebih baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi resiko kekambuhan. Untuk tumor yang tidak dioperasi atau tidak dapat disekresi, radiasi digunakan untuk menghilangkan gejala secara bermakna. Alat radiasi intrakavitas yang dapat diimplantasikan dapat digunakan. Data paling baru menunjukkan adanya pelambatan periode kekambuhan tumor dan peningkatan waktu bertahan hidup untuk pasien yang mendapat beberapa bentuk terapi ajuvan. PENATALAKSANAAN BEDAH Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebnayakan kanker kolon dan rektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam menbuat keputusan di kolon; massa tumor kemudian di eksisi. Reseksi usus diindikasikan ntuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon kelas D. Tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat dilakukan. Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut : 15 a. Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisis pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik) b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen (pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal) c. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anostomosis serta reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum reseksi) d. Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak dapat direseksi) Diversi Fekal Untuk Kanker Kolon Dan Rektum Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanen. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar. KOMPLIKASI Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok. 16 FISURA ANI ETIOLOGI Luka epitel memanjang sejajar sumbu anus. Fisura biasanya tunggal dan terletak digaris tengah posterior, dapat terjadi karena constipasi, diare, agen infeksi, perianal trauma dan crohn disease. PATOFISIOLOGI Trauma pada anal kanal terjadi bersaman dengan terjadinya defekasi. Luka dapat terjadi pada anterior ataupun yang lebih sering pada posterior anal canal. Iritasi menyebabkan trauma pada anal canal akibat peningkatan tekanan internal spingter. Supply darah ke spingter dan anal mukosa secara lateral. Oleh karena itu, peningkatan tonus spingter anal akan dapat menyebabkan ischemi yang bersifat relative pada daerah fissure dan akan menyebabkan lambatnya penyembuhan dari anal injury. MANIFESTASI KLINIS dan DIAGNOSIS Pada anamnesis didapatkan konstipasi, feses keras, setiap defekasi nyeri sekali dan darah segar pada permukaan tinja. Umumnya ada spasme spingter, konstipasi terjadi akibat ketakutan defekasi sehingga ditunda terus menerus. Colok dubur dapat dilakukan dengan menekan sisi disebelah fisura setelah pemberian anastesi topic berulang kali. Proktoskopi juga dilakukan dengan cara yang sama yaitu anastesi topic dan tekanan pada sisi kontralateral TATA LAKSANA Manajemen dari fissure ani adalah konservativ. Agar defekasi lancer dengan feses lunak dianjurkan diit makanan kaya serat dengan minum cukup banyak. Obat tipikal yang mengandung anastetik dapat diberikan yang mana dapat menyembuhkan 60-90% kasus. Bila pengobatan ini tidak berhasil dapat dilakukan sfingterotomi interna, tanpa mengganggu sfingter eksterna. 17 POLIP RECTUM Berasal dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak terbanyak di kolon dan rectum. Polip dapat dibagi menjadi 3 jenis yakni polip juvenile, polip hyperplastic dan polip adenomatosa. Hanya polip adenomatosa yang telah jelas merupakan cikal bakal terjadinya kanker. Polip adenomatosa dapat ditemukan pada colon sekitar 30 % pada orang muda dan 50% pada orang-orang yang lebih tua. Bagaimanapun hanya < 1% yang akan menjadi ganas. Pada umumnya semua polip tidak menunjukkan gejala dan biasanya tidak terdeteksi. Adanya darah samar pada feses terjadi pada <5% orang dengan polip. 1. Polip juvenile terdapat pada anak berusia sekitar 5 tahun dan ditemukan pada seluruh colon. Biasanya tumor mengalami regresi spontan dan tidak bersifat ganas. Gejala klinis yang utama adalah perdarahan spontan dari rectum, kadang disertai lender. Karena selalu bertangkai sehingga dapat menonjol keluar saat defekasi. Karena dapat mengalami regrsi spontan, terapinya tidak perlu agresif. 2. Polip hiperplastik merupakan polip kecil yang berdiameter 1-3 mm yang berasal dari epitel mukosa yang hiperplastik dan metaplastik. Umumnya polip ini tidak bergejala, namun perlu dibiopsi untuk mengetahui histopatologiknya. 3. Polip adenomatosa yakni polip asli yang bertangkai dan yang jarang ditemukan pada usia < 21 tahun. Insedensinya meningkat dengan meningkatnya usia. Gambaran klinis umumnya tidak ada, kecuali perdarahan dari rectum dan prolapse polip dari anus disertai anemia. Letaknya 70% pada sigmoid dan rectum. Polip ini bersifat pramaligna sehingga harus diangkat setelah ditemukan. Histologi dapat berupa tubular, villous atau tubulovillous. Villous adenomatosa 3x lebih sering berkemabang menjadi cancer. DIAGNOSIS • Anamnesis : sulit terdeteksi, namun bisa ditanyakan adanya darah yang tersamar pada feses sehingga dapat dipikirkan salah satu penyebabnya adalah adanya polip. Begitu juga bila ditemukan nyeri ataupun adanya massa. 18 • Colok dubur : dapat dilakukan untuk mengetahui ukuran serta bentuk polip. • Dapat dilakukan sigmoidoskopi/kolonoskopi untuk mengetahui bentuk lessi yang menyebabkan perdarahan ataupun untuk mengetahui adanya polip. TATALAKSANA • Dapat dilakukan kolonoskopi + pembuangan massa polip jika gagal dapat dilakukan laparatomi • Reseksi bedah. 19 HEMORRHOID ETIOLOGI dan EPIDEMIOLOGI Hemorrhoid adalah dilatasi varikosus vena hemorrhoidalis inferior atau superior, akibat peningkatan tekanan di vena hemorrhoidalis yang persisten. Terbentuknya hemorrhoid dikaitkan dengan intake diet dengan serat yang rendah dan lemak yang tinggi, serta adanya konstipasi dengan konsistensi feses yang padat dan adanya riwayat mengedan saat buang air besar (BAB). Hemorrhoid simptomatik mempengaruhi >1 juta individu di negara barat tiap tahunnya. Prevalensinya tidak bermakna berdasarkan jenis kelamin, namun dikatakan meningkat seiring bertamnahnya usia. Selain itu, prevalensinya juga lebih sedikit pada negara-negara yang belum berkembang. PATOFISIOLOGI Bantalan atau tonjolan hemorrhoid sebenarnya merupakan bagian yang normal dari anal canal. Struktur vaskular yang terdapat dalam jaringan ini mencegah kerusakan pada otot sphincter. Pendorongan dan pengedanan (misalnya karena konsistensi feses yang keras dan padat) dapat menyebabkan prolaps dari jaringan ini ke dalam anal canal. Seiring waktu, jaringan penyangga anatomis dari kompleks hemorrhoid melemah, menonjolkan jaringan ke arah luar dari anal canal. Kondisi ini semakin mempermudah terjadinya jejas pada jaringan tersebut. Secara umum hemorrhoid diklasifikasikan menjadi hemorrhoid internal dan eksternal berdasarkan lokasinya. Hemorrhoid eksternal terletak di subkutan, sedangkan hemorrhoid internal terletak di submukosa. Hemorrhoid internal diklasifikasikan berdasarkan progresifitas hemorrhiod untuk bergerak dan prolaps dari lokasi internalnya ke posisi eksternal. Berikut adalah klasifikasi atau staging dari hemorrhoid internal: 20 Tabel: Staging Hemorrhiod Internal Stage Deskripsi I Pembesaran dan perdarahan II Protrusi dengan reduksi spontan III Protrusi yang memerlukan reduksi manual IV Protrusi yang tidak dapat direduksi MANIFESTASI KLINIS Gejala yang sering ditemui pada pasien dengan hemorrhoid adalah perdarahan dan protrusi. Gejala nyeri jarang ditemui. Bila terdapat keluhan nyeri biasanya dideskripsikan sebagai nyeri yang tumpul, namun bila nyeri dikeluhkan terasa sangat hebat biasanya mengindikasikan adanya trombisis pada hemorrhoid. Anemia dapat juga terjadi bila terjadi perdarahan yang kronis dan cukup banyak. DIAGNOSIS Anamnesis Pasien dengan hemorrhoid biasanya datang ke dokter dengan keluhan utama berupa perdarahan ataupun protrusi, pasien jarang datang dengan keluhan utama berupa nyeri. Karena nyeri pada hemorrhoid biasanya bersifat tumpul, namun bisa juga terdapat keluhan nyeri yang hebat bila sudah terjadi trombosis pada hemorrhoid. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik dapat diinspeksi adanya trombosis atau ekskoriasi pada daerah perianal. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan colok dubur. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya hemorrhoid adalah anoscopy, pemeriksaan ini dapat juga digunakan sekaligus untuk menentukan lokasi dari hemorrhoid tersebut dan menyingkirkan kemungkinan diagnosis yang lainnya. PENATALAKSANAAN 21 Untuk hemorrhoid yang tidak bergejala (asimptomatik) tidak perlu diberikan terapi apapun. Untuk hemorrhoid stage I-II dapat diberikan terapi berupa suposituria atau salep kortikosteroid dan anestesi local, diet banyak serat, serta injeksi sklerosan. Untuk hemorrhoid stage III-IV dapat dilakukan terapi seperti pada stage I-II ditembah dengan hemorrhoidektomi. 22 DIVERTIKULA ETIOLOGI dan EPIDEMIOLOGI Divertikula adalah sebuah herniasi seperti kantong yang terjadi pada keseluruhan lapisan dinding saluran cerna. Sedangkan pseudodivertikula adalah prtotrusi lapisan mukosa hanya sampai ke lapisan muskularis propria saja. Terjadinya divertikula dikaitkan dengan diet yang rendah serat dan tinggi lemak, tekanan intraluminal yang tinggi, serta tekanan yang tinggi dari dinding saluran cerna. Di Amerika Serikat, divertikula terjadi pada setengah dari populasi yang berusia diatas 60 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara prevalansi penyakit ini pada pria ataupun wanita, namun tampaknya kejadiannya pada pria terjadi pada usia yang relatif lebih muda. Penyakit ini jarang ditemui di negara yang belum berkembang. PATOFISIOLOGI Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terjadi 2 macam divertiluka, yaitu yang true dan yang false (pseudodivertikula). Pada kolon lebih sering terjadi pseudodivertikula. Tempat paling sering untuk terjadinya divertikula adalah di colon sigmiod, karena pada lokasi ini terdapat tekanan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan lokasi yang lainnya, ditambah lagi dengan kontraksi yang kuat yang dikombinasi dengan kemungkinan adanya konstipasi dari stoolyang tinggi lemak pada lumen sigmoid. Faktor-faktor tersebut mempermudah terjadinya perpecahan integritas dinding saluran cerna dan penetrasi lebih mudah terjadi. MANIFESTASI KLINIS Hanya 20% dari pasien divertikula yang mengalami perdarahan gastrointestinal. Pasien yang mengalami perdarahan biasanya disertai dengan adanya hipertensi, atherosclerosis, ataupun adanya riwayat pemakaian NSAIDs (nonsteriod anti-inflamatory drugs). Sebagian besar perdarahan pada divertikula bersifat self limiting, dan dapat berhenti secara spontan dengan bowel rest. 23 DIAGNOSIS Anamnesis Nyeri abdomen pada left lower quadrant, demam, mual, muntah, konstipasi. Pemeriksaan Fisik Pada kasus yang ringan terdapat nyeri tekan pada left lower quadrant, dan terkadang dapat teraba massa pada lokasi tersebut. Pada kasus yang berat dapat dijumpai adanya tandatanda peritonitis ataupun syok septik. Pemeriksaan Penunjang Untuk pasien dengan perdarahan yang ringan-sedang, dapat dilakukan colonoscopy untuk menentukan lokasi perdarahan divertikula. Selain untuk menegakkan diagnosis, colonoscopy dapat juga digunakan untuk menentukan terapi atau managemen. Untuk perdarahan yang berat dengan pasien yang stabil dapat dikalukan angiografi. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan divertikula dimulai dengan mengubah gaya hidup pasien, membiasakan diet tinggi serat dan menghindari diet kacang-kacangan ataupun popcorn karena dikhawatirkan dapat menyebabkan obstruksi pada daerah divertikula. Dapat juga diberikan antibiotik dan mengistirahatkan bowel. Antibiotik yang dapat diberikan adalah trimethoprim/sulfamethoxazole atau ciprofloxacin dan metronidazole yang mentargetkan bakteri batang gram negatif dan bakteri anaerob. Dapat juga ditambah dengan pemberian ampicillin jika regimen sebelumnya tidak menunjukkan efek. KOMPLIKASI 24 Komplikasi yang dapat terjadi pada divertikula adalah divertikulitis yang merupakan infeksi pada lokasi divertikula. Selain itu dapat juga terjadi porforasi ke peritonium dan menyebabkan peritonitis. 25 IBD (Irritable Bowel Disease) Kolitis Ulserosa/Kolitis Ulseratif EPIDEMIOLOGI Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, akan tetapi lebih sering di negara-negara Barat. Di Indonesia seperti di negaranegara Asia-Afrika, kolitis ulserosa agak jarang. Akan tetapi akhirakhir ini lebih banyak kasus ditemukan. Mungkin hal ini disebabkan karena lebih banyak orang yang pergi berobat ke dokter dan fasilitas diagnostik sekarang sudah lebih baik. Insidens kirakira 3 - 6 per 100.000 tiap tahun pada orang Barat. Lebih banyak ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Dapat ditemukan pada semua usia, akan tetapi lebih sering pada usia dewasa muda. Di Indonesia belum didapat angka-angka yang pasti. ETIOLOGI Belum diketahui dengan pasti penyebab dari radang kolon ini. • Faktor psikis : Sering didapat faktor-faktor psikis pada kolitis ulserosa. Akan tetapi banyak yang berpendapat bahwa faktor psikis lebih merupakan akibat daripada sebab penyakit ini. • Infeksi : Dikatakan bahwa tidak didapat kuman-kuman patogen pada tinja. Akhir-akhir ini disebut bahwa mungkin suatu virus RNA mempunyai peranan. Cooper dan kawankawan melaporkan ditemukannya Cytomegalovirus (CMV) pada 6 dari 50 spesimen colon yang didapat dari penderita kolitis ulserosa. Dan 5 dari 6 penderita tersebut dioperasi karena "toxic megacolon". Diduga CMV mungkin merupakan infeksi sekunder pada kolon yang sudah meradang dan menyebabkan "toxic megacolon". Penyelidik lain menemukan "anti-lymphocyte antibody" pada 70% dari 20 penderita kolitis ulserosa dan antibody tersebut dianggap sebagai suatu pertanda dari infeksi dengan virus. Korsmeyer dan kawan-kawan menemukan "anti RNA antibody" pada 12% pasien dengan kolitis 26 ulserosa. Akan tetapi sampai sekarang penyelidikan mengenai faktor virus masih dikerjakan dimana-mana dan belum terdapat suatu kata sepakat mengenai hal ini. • Faktor Imunologi ; Terdapat kelainan-kelainan imunologik pada penderita kolitis ulserosa. Akan tetapi para penyelidik belum dapat membuktikan bahwa kelainan reaksi immun merupakan peranan yang utama pada kolitis ulserosa. PATOLOGI Proses radang mulai di rektum sebagai radang yang difus, naik ke bagian proksimal dan seluruh kolon dapat terkena. Ada infiltrasi sel-sel polimorf, sel plasma dan eosinofil ke lamina propria, ada edema dan pelebaran vaskuler, kelenjar-kelanjar ikut meradang dan terjadi absesabses di kripta-kripta Lieberkuhn. Kemudian terdapat destruksi kelenjar-kelenjar dan ulserasi pada epitel. Makroskopis mukosa kelihatan hiperemis secara difus pada keadaan yang ringan dan kelihatan ulserasi pada keadaan yang sedang dan berat. Dinding usus bisa menjadi tipis dan tidak jarang ini menyebabkan perforasi. Pada waktu penyembuhan terjadi proses granulasi yang sering berlebihan sehingga menyerupai suatu polip sehingga disebut pseudopolip. Pada kasus yang menahun, usus akan menjadi lebih pendek dari sering timbul penyempitan lumen, walaupun striktura jarang terjadi. Pada sebagian kecil dari penderita, proses radang hanya terdapat pada rektum. MANIFESTASI KLINIS Secara klinis, keadaan penderita dapat berbeda-beda mulai yang ringan sampai yang berat. Biasanya serangan yang pertama timbul secara pelan-pelan dengan adanya diare dengan tinja yang bercampur lendir dan darah. Bila radang hanya di rektum, penderita mengeluh mengenai obstipasi dan perdarahan rektal. Sering ada nyeri di perut bagian kiri dan hilang setelah defekasi dan penderita mengeluh karena tenesmus. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun dan merasa lemah. 27 Pada beberapa penderita diare akut yang berdarah dapat disertai suatu kolitis yang berat dengan panas badan, anoreksia,mual dan vomitus. Biasanya nyeri tekan pada tempat yang sakit. Pada penderita yang sudah lama sakit, ada anemia. Pada penderita yang sakit berat, perutnya membesar, meteoristis, nadi cepat dan badan panas. Berat badan biasanya menurun. Selain kelainan kelainan tersebut, terdapat pula kelainan pada sendi-sendi (artritis), conjunctivitis, uveitis, stomatitis aphtosa, eritema nodosum dan kadang-kadang pyoderma gangrenosum. Sebab dari kelainan-kelainan sistemik ini yang terdapat di luar saluran cerna, sampai sekarang tidak diketahui. KOMPLIKASI Komplikasi yang tidak jarang terjadi ialah suatu dilatasi akut dari kolon pada penderita yang sakit berat, perdarahan banyak atau perforasi. Komplikasi-komplikasi tersebut sangat membahayakan dan bisa fatal bila tidak diambil tindakan yang tepat. Penyakit yang menahun dapat menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena terjadinya striktura. Karsinoma kolon merupakan suatu keganasan yang tidak jarang terdapat pada penderita kolitis ulserosa, terutama pada mereka yang telah menderita lebih dari 10 tahun. Tumor ganas tersebut dapat tumbuh di semua bagian dari kolon, terutama di rektum. Displasia berat dianggap sebagai "carcinoma in-situ". DIAGNOSIS Di sampaing pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan jasmani dan laboratorium rutin, perlu diadakan pemeriksaan lain untuk membenarkan diagnosa. 1. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan dengan barium dapat membantu. Pada dilatasi akut diperbolehkan pemeriksaan rontgen, akan tetapi tanpa dipersiapkan dengan garam inggris atau castor oil. Dalam keadaan ini, foto rontgen dibuat tanpa barium. Pada keadaan yang berat, para ahli menyatakan bahwa pemeriksaan dengan barium masih dapat dilakukan asal saja ahli radiologi mengetahui benar keadaan penderita dan zat barium dimasukkan ke dalam usus dengan sangat hati-hati. 28 2. Sigmoido-kolonoskopi Pemeriksaan endokopis diperlukan untuk menegakkan diagnosa, terutama di Indonsia untuk membedakan dengan kolitis yang disebabkan Shigella atau ameba. Selain dari itu endoskopi sangat diperlukan untuk mengetahui adanya keganasan, terutama jika ada kelainan polipoid. Biopsi pada endoskopi sangat menguntungkan. DIAGNOSA BANDING Di Indonesia, pada penderita dengan feses yang dicampuri ingus dan darah harus selalu difikirkan kemungkinan adanya kolitis yang disebabkan ameba atau Shigella. Karena itu perlu diperiksa tinja secara teliti dan berulangkali. Pemeriksaan rontgen dan endoskopi dapat membantu, terutama endoskopi. Kolitis ulserosa juga harus dibedakan dengan kolitis Crohn. Pada penyakit Crohn, kelainan juga terdapat pada ileum, malahan juga pada saluran cerna bagian atas. Selain itu sering menimbulkan fistel-fistel. Pada karsinoma kolon juga sering ada darah, kadang-kadang disertai sedikit lendir pada feses. TERAPI • Diit : Makanan sebaiknya mengandung banyak serat, akan tetapi tidak pedas atau banyak mengandung lemak. • Obat-obat : Obat antibiotik hanya diperlukan jika ada infeksi sekunder dengan kumankuman. Kortikosteroid diperlukan pada serangan akut tetapi untuk pengobatan jangka panjang untuk mencegah supaya tidak kambuh tidak digunakan karena diperlukan dosis tinggi dan akan menimbulkan efek sampingan. Pada penyakit yang ringan atau sedang, kortikosteroid diberikan per os 20 mg - 40 mg sehari. Pada kasus yang dengan cara per os tidak menunjukkan perbaikan, tidak jarang ada perbaikan dengan kortikosteroid per enema, biasanya diberikan tiap malam 150 mg hydrocortison selama 10 hari dan kemudian dilanjutkan dengan per os. Pada keadaan yang berat, kortikosteroid harus diberikan secara intravena, selain itu keadaan anemia, dehidrasi dan kehilangan elektrolit harus diperbaiki. Salazopirin juga baik untuk kolitis ulserosa. Biasanya diberikan 2 gram sehari. Pada pengobatan jangka panjang perlu diperiksa hemoglobin dan darah perifer. Salazopirin di dalam usus dipecah oleh kuman-kuman menjadi asam 5-aminosalisilat dan 29 sulfapyridine. Yang mempunyai khasiat anti radang adalah komponen salicylat dan efek sampingannya seperti rasa mual, muntah, kelainan kulit dan darah, disebabkan oleh sulfapyridin. Akan tetapi Salazopyrin hanya dapat dipakai untuk kasus yang ringan dan sedang saja dan untuk mencegah kambuhnya serangan. Azathioprine merupakan suatu obat immuno-suppressive, dan hasilnya dikatakan baik, akan tetapi sekarang banyak laporan menunjukkan bahwa hasilnya mengecewakan, dianjurkan pemakainya hanya untuk mereka yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan lain. • Metronidazole juga dicoba untuk pengobatan kolitis ulserosa dan ada yang melaporkan bahwa hasilnya mengembirakan akan tetapi ini masih dalam taraf penyelidikan. Pembedahan Indikasi untuk operasi ialah • dilatasi toksik • perforasi • Striktura • perdarahan yang banyak bila tidak berhenti dengan tindakan konservatif. • serangan akut yang tidak membaik dengan pengobatan intensif. • Kasus yang menahun di mana seluruh kolon terkena dan tidak menunjukkan kemajuan • carcinoma in-situ atau displasia berat • karsinoma kolon Jenis operasi yang paling baik ialah proktokolektomi total dengan ileostomi. Jika kolektomi total saja yang dilakukan, di kemudian hari penyakitnya pada rektum akan kambuh kembali. Prognosa 30 Dengan adanya obat-obat yang diuraikan di atas, perbaikan hidrasi dan elektrolit, kemajuan dalam teknik operasi serta perawatan pasca-bedah, prognosa kolitis ulserosa cukup baik. Walaupun sebagian kecil akan mengalami serangan yang berulang- ulang. Kolitis Crohn/Penyakit Crohn EPIDEMIOLOGI Penyebaran penyakit ini sama dengan kolitis ulserosa. Banyak ditemukan di Negara Barat dan sedikit di Negara Asia dan Afrika. Akan tetapi akhir-akhir ini lebih banyak kasus Crohn ditemukan di Indonesia, mungkin juga karena lebih banyak orang berobat ke dokter dan adanya kemajuan di bidang teknik untuk diagnosa. Penyakit Crohn biasanya terdapat pada dewasa muda dan lebih banyak pada wanita daripada lakilaki. ETIOLOGI Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Terdapat faktor-faktor auto-imun. Mungkin juga disebabkan oleh suatu RNA Virus kecil, tetapi mengenai ini belum ada kepastian. Tidak jelas apakah faktor genetik mempunyai peranan. Makanan yang tidak atau kurang mengandung serat yang biasanya digemari di Negara Barat mempunyai peranan yang penting. Mungkin ini pula yang menyebabkan bahwa penyakit Crohn tidak begitu banyak ditemukan di Negara Asia dan Afrika di mana makanan lebih banyak mengandung serat seperti sayur-mayur dan buah-buahan dan lain-lain. PATOLOGI Kolitis Crohn sebenarnya merupakan sebagian dari penyakit Crohn yang lebih luas, yang biasanya terdapat pada ileum, malahan saluran cerna bagian atas. Yang paling sering terkena ialah bagian ileum terminalis dan caecum. Biasanya yang terkena pada beberapa segmen-segmen yang terpisah-pisah (skip lesions). Bagian-bagian diantaranya yang terkena penyakit, secara makroskopis kelihatan normal, akan tetapi secara histologi dan biokemis kelainan-kelainan terdapat di seluruh usus. Pada permulaan timbul luka-luka aftoid dan kemudian menjadi lukaluka yang dalam, lambat laun terdapat fisura, fibrosis dengan penebalan dinding usus. Dan sering terdapat striktura dan fistulasi. 31 Pada pemeriksaan histologis ditemukan peradangan transmural, terutama di sub mukosa dan terdapat sel-sel limfosit, makrofag dan sel plasma. Granulom-granulom tanpa perkijuan ditemukan pada lebih dari 50% penderita-penderita penyakit ini. MANIFESTASI KLINIS Para penderita mengeluh mengenai sakit perut yang beruulang- ulang, sering mendapat serangan diare, atau sebaliknya susah buang air besar, kadang-kadang panas dan berat badan sering menurun. Perdarahan per anum sering disebabkan radang pada kolon. KOMPLIKASI Pada kasus yang menahun, timbul striktura yang menyebabkan obstruksi, fistel-fistel antara usus dan usus kecil atau antara usus dan kandung kemih atau fistel antara usus dan kulit. Di sekitar anus terdapat fistel-fistel, fisur-fisur dan absesabses. Perdarahan yang banyak atau perforasi jarang terjadi. Begitu pula jarang terjadi dilatasi akut. Karsinoma kolon dulu diduga tidak begitu sering akan tetapi sekarang kasus. karsinoma lebih sering ditemukan pada kolitis Crohn. Kadang-kadang timbul hiperoxaluria dan batu oxalat. Proses radang dapat menjalar ke ureter yang menyebabkan pyelonefritis yang berulang, stenosis pada ureter dan hidronefrosis. DIAGNOSIS Pemeriksaan jasmani dan anamnesa perlu dilakukan dengan teliti. Pemeriksaan laboratorium rutin perlu. LED dan C-reactive protein biasanya meninggi dan kadar albumin dan kalium dalam darah rendah. Tinja harus diperiksa untuk mengetahui adanya darah atau penyebab lain dari radang usus. Terutama di Indonesia di mana amoeba dan Shigella masih sering ditemukan. Pemeriksaan radiologis jangan hanya terbatas pada kolon saja bila kemungkinan penyakit Crohn ada. Foto rontgen dari esofagus, lambung, duodenum dan ileum perlu dibuat pula. Pada ileitis terminalis sering terlihat "String sign of Cantor", suatu gambar seperti benang pada foto dengan barium. Ini disebabkan karena penebalan dinding ileum terminale, sehingga lumen 32 menyempit. Fistel-fistel juga akan nampak pada foto rontgen. Endoskopi dan biopsi sangat membantu. DIAGNOSA BANDING Seperti pada kolitis ulserosa, di sini pun kemungkinan ameba dan Shigella perlu disingkirkan dulu.Tuberkulosis pada kolon perlu dipikirkan, karena tuberkulosis masih banyak terdapat di Indonesia. Karsinoma kolon di Indonsia sekarang juga lebih banyak ditemukanLimfoma malignum kadangkadang terdapat di kolon. Kolitis Crohn perlu dibedakan dengan kolitis ulserosa. Diagnosa "irritable colon" hanya dapat dibuat bila penyakit penyakit lain sudah dapat disingkirkan. TERAPI Pada dasarnya pengobatan medis-konservatif dengan diit dan obat-obat lebih baik daripada pembedahan. • Diit : makanan sebaiknya lunak, tidak merangsang, rendah lemak dan tinggi serat. Dahulu dianjurkan rendah serat, akan tetapi kemudian ternyata bahwa tinggi serat lebih baik. Rendah serat hanya diberikan bila ada steatorea atau ada striktura. • Obat-obat : Kortikosteroid baik pada penyakit yang aktif. Dosis sama dengan kolitis ulserosa. Salazopyrin juga baik untuk penyakit yang aktif akan tetapi kurang memuaskan untuk pengobatan "maintenance". Azathioprine dapat dicoba pada mereka yang tidak menunjukkan perbaikan atau kambuh lagi dengan obat-obat lain. Metronidazole dapat memberikan hasil yang baik bila ada sepsis. Laporan-laporan yang terakhir menyebutkan hasil yang memuaskan pada kasus dengan fistula. Fistula tersebut menutup setelah pengobatan dengan metronidazole. Dahulu, adanya fistel merupakan indikasi untuk operasi akan tetapi sekarang metronidazole merupakan alternatif yang lebih baik. Pembedahan Indikasi untuk pembedahan adalah : 1. kelainan-kelainan perianal 33 2. obstruksi 3. bila ada perdarahan yang banyak 4. adanya keganasan 5. bila pengobatan dengan obat-obat dan diit tidak memberikan hasil yang baik Pada pembedahan selalu dikerjakan suatu end-to-end anastomosis dan reseksi harus dibatasi pada bagian yang perlu diangkat saja. Tindakan bypass harus dihindari karena sering menimbulkan residif dan disertai dengan timbulnya banyak kuman- kuman dan malabsorpsi. Tiap tindakan pembedahan harus dilindungi oleh kortikosteroid. PROGNOSIS Biasanya cukup baik dengan diit dan pengobatan. Akan tetapi penyakitnya dapat sering kambuh kembali, sehingga sering diperlukan pembedahan. Dan kira-kira separoh dari mereka yang dibedah, memerlukan bedah ulangan di kemudian hari. 34 COLITIS ISKEMIA ETIOLOGI • Atherosclerosis • Iatrogenic ligation (seperti pada pembedahan aorta abdominal) • Emboli • Vasculitis • Trauma vaskuler PATOFISIOLOGI Iskemia colitis ini merupakan self limiting disease dan sering terjadi pada usia lebih dari 60 tahun, hal ini dikaitkan dengan factor resiko seperti tingginya kadar lemaka dalam darah swperti kolesterol. Atau dislipidemia dan akhirnya meningkatkan kejadian aterosklerosis yang merupakan penyebab terjadinya sumbatan dan akhirnya menjadi sikemia. Lokasi iskemia tergantung dari lokasi vaskularisasi dari cabang arteri usus besar tersebut. MANIFESTASI KLINIS Keluhan yang sering dijumpai pada colitis iskemia yaitu adanya nyeri perut yang terutama pada kuadran kiri bawah dan bersifat urgen. Selain itu sering juga ditemukan adanya diare, mual muntah, anorexia, dan distensi abdomen DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis pada penyakit ini selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik seperti yang ditemukan pada gejala klinis diatas, kita juga perlu melakukan pemeriksaan penunjang untuk tegaknya diagnosis. Adapun pada kasus colitis iskemia pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti: 35 • Pada pasien dengan usia dibawah 50 tahun, perlu dilakukan pemeriksaan kelainan trombophilik • Pemeriksaan dengan menggunakan CTscan dapat vdilkukan untuk menentukan lokasi dari iskemia • Endoskopi atau kolonoskopi bisa dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang iskemia tersebut TATA LAKSANA untuk sikemia pada sisi kanan perut pasien menbutuhkan visceral angiografi yang ditujukan bukan hanya sebagai alat diagnosis tapi juga sebagai terapi yaitu sebagai alat untuk memberikan terapi vasodilator seperti papaverin intravena. Berbeda dengan sisi kanan, pada iskemia sisi kiri perut, penanganan yang bisa dilakukan yaitu terapi suportif seperti penggantian cairan, antibiotic spectrum luas, cegah pemberian obat vasokonstriktif. Jika derajad iskemia sudah berat, maka dapat dilkukan reseksi pada sisi iskemianya. 36 Pemeriksaan Diagnostik Untuk Saluran Pencernaan Definisi Pemeriksaan yang dilakukan untuk sistem pencernaan, terdiri dari: • Endoskop (tabung serat optik yang digunakan untuk melihat struktur dalam dan untuk memperolehjaringandaridalamtubuh) • Rontgen • Ultrasonografi(USG) • Perunut radioaktif • Pemeriksaan kimiawi. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosis, menentukan lokasi kelainan dan kadang mengobati penyakit pada sistem pencernaan. Pada beberapa pemeriksaan, sistem pencernaan harus dikosongkan terlebih dahulu; ada juga pemeriksaan yang dilakukan setelah 8-12 jam sebelumnya melakukan puasa; sedangkan pemeriksaan lainnya tidak memerlukan persiapan khusus. Langkah pertama dalam mendiagnosis kelainan sistem pencernaan adalah riwayat medis dan pemeriksaan fisik. Tetapi gejala dari kelainan pencernaan seringkali bersifat samar sehingga dokter mengalami kesulitan dalam menentukan kelainan secara pasti. Kelainan psikis (misalnya kecemasan dan depresi) juga bisa mempengaruhi sistem pencernaan dan menimbulkan gejala-gejalanya. INTUBASI Intubasi adalah memasukkan sebuah selang plastik kecil yang lentur melalui hidung atau mulut kedalam lambung atau usus halus. Prosedur ini bisa digunakan untuk keperluan diagnostik maupun pengobatan. Intubasi bisa menyebabkan muntah dan mual, tetapi tidak menimbulkan nyeri. 37 Ukuran selang yang digunakan bervariasi, tergantung kepada tujuan dilakukannya prosedur ini (apakah untuk diagnosik atau pengobatan). 1. Intubasi Nasogastrik. Pada intubasi nasogastrik, sebuah selang dimasukkan melalui hidung menuju ke lambung. Prosedur ini digunakan untuk mendapatkan contoh cairan lambung, untuk menentukan apakah lambung mengandung darah atau untuk menganalisa keasaman, enzim dan karakteristik lainnya. Pada korban keracunan, contoh cairan lambung ini dianalisa untuk mengetahui racunnya. Kadang selang terpasang agak lama sehingga lebih banyak contoh cairan yang bias didapat. Intubasi nasogastrik juga bisa digunakan untuk memperbaiki keadaan tertentu : • Untuk menghentikan perdarahan dimasukkan air dingin. • Untuk memompa atau menetralkan racun diberikan karbonaktif. • Pemberian makanan cair pada penderita yang mengalami kesulitan menelan. Kadang intubasi nasogastrik digunakan secara berkesinambungan untuk mengeluarkan isi lambung. Ujung selang biasanya dihubungkan dengan alat penghisap, yang akan mengisap gas dan cairan dari lambung. Cara ini membantu mengurangi tekanan yang terjadi jika sistem pencernaan tersumbat atau tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. 2. Intubasi Nasoenterik Pada intubasi nasoenterik, selang yang dimasukkan melalui hidung lebih panjang, karena harus melewati lambung untuk menuju ke usus halus. Prosedur ini bisa digunakan untuk: • mendapatkan contoh isi usus 38 • mengeluarkan cairan • memberikan makanan. Sebuah selang yang dihubungkan dengan suatu alat kecil di ujungnya bisa digunakan untuk biopsi (mengambil contoh jaringan usus halus untuk diperiksa secara mikroskopik atau untuk analisa aktivitas enzim). Lambung dan usus halus tidak dapat merasakan nyeri, sehingga kedua prosedur diatas tidak menimbulkan nyeri. ENDOSKOPI Endoskopi adalah pemeriksaan struktur dalam dengan menggunakan selang/tabung serat optik yang disebut endoskop. Endoskop yang dimasukkan melalui mulut bisa digunakan untuk memeriksa: • kerongkongan (esofagoskopi) • lambung (gastroskopi) • usus halus (endoskopi saluran pencernaan atas). Jika dimasukkan melalui anus, maka endoskop bisa digunakan untuk memeriksa: • rektum dan usus besar bagian bawah (sigmoidoskopi) • keseluruhan usus besar (kolonoskopi). Diameter endoskop berkisar dari sekitar 0,6 cm-1,25 cm dan panjangnya berkisar dari sekitar 30 cm-150 cm. Sistem video serat-optik memungkinkan endoskop menjadi fleksibel menjalankan fungsinya sebagai sumber cahaya dan sistem penglihatan. Banyak endoskop yang juga dilengkapi dengan sebuah penjepit kecil untuk mengangkat contoh jaringan dan sebuah alat elektronik untuk menghancurkan jaringan yang abnormal. 39 Dengan endoskop dokter dapat melihat lapisan dari sistem pencernaan, daerah yang mengalami iritasi, ulkus, peradangan dan pertumbuhan jaringan yang abnormal. Biasanya diambil contoh jaringan untuk keperluan pemeriksaan lainnya. Endoskop juga bisa digunakan untuk pengobatan. Berbagai alat yang berbeda bisa dimasukkan melalui sebuah saluran kecil di dalam endoskop: Elektrokauter. bisa digunakan untuk menutup suatu pembuluh darah dan menghentikan perdarahan atau untuk mengangkat suatu pertumbuhan yang kecil. Sebuah jarum bisa digunakan untuk menyuntikkan obat ke dalam varises kerongkongan dan menghentikan perdarahannya. Sebelum endoskop dimasukkan melalui mulut, penderita biasanya dipuasakan terlebih dahulu selama beberapa jam. Makanan di dalam lambung bisa menghalangi pandangan dokter dan bisa dimuntahkan selama pemeriksaan dilakukan. Sebelum endoskop dimasukkan ke dalam rektum dan kolon, penderita biasanya menelan obat pencahar dan enema untuk mengosongkan usus besar. Komplikasi dari penggunaan endoskopi relatif jarang.Endoskopi dapat mencederai atau bahkan menembus saluran pencernaan, tetapi biasanya endoskopi hanya menyebabkan iritasi pada lapisan usus dan perdarahan ringan. LAPAROSKOPI Laparoskopi adalah pemeriksaan rongga perut dengan menggunakan endoskop. Laparoskopi biasanya dilakukan dalam keadaan penderita terbius total. Setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik, dibuat sayatan kecil, biasanya di dekat pusar. Kemudian endoskop dimasukkan melalui sayatan tersebut ke dalam rongga perut. Dengan laparoskopi dokter dapat: • mencari tumor atau kelainan lainnya. • mengamati organ-organ di dalam rongga perut. 40 • memperoleh contoh jaringan. • melakukan pembedahan perbaikan. RONTGEN 1. Foto polos perut. Foto polos perut merupakan foto rontgen standar untuk perut, yang tidak memerlukan persiapan khusus dari penderita. Sinar X biasanya digunakan untuk menunjukkan: • suatu penyumbatan, • kelumpuhan saluran pencernaan • pola udara abnormal di dalam rongga perut. • pembesaran organ (misalnya hati, ginjal, limpa). 2. Pemeriksaan barium. Setelah penderita menelan barium, maka barium akan tampak putih pada foto rontgen dan membatasi saluran pencernaan, menunjukkan kontur dan lapisan dari kerongkongan, lambung dan usus halus.Barium yang terkumpul di daerah abnormal menunjukkan adanya ulkus, erosi, tumor dan varises kerongkongan. Foto rontgen bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu untuk menunjukkan keberadaan barium. Atau digunakan sebuah fluoroskop untuk mengamati pergerakan barium di dalam saluran pencernaan. Proses ini juga bisa direkam. Dengan mengamati perjalanan barium di sepanjang saluran pencernaan, dokter dapat menilai: 41 • fungsi kerongkongan dan lambung • kontraksi kerongkongan dan lambung • penyumbatan dalam saluran pencernaan. Barium juga dapat diberikan dalam bentuk enema untuk melapisi usus besar bagian bawah. Kemudian dilakukan foto rontgen untuk menunjukkan adanya polip, tumor atau kelainan struktur lainnya. Prosedur ini bisa menyebabkan nyeri kram serta menimbulkan rasa tidak nyaman. Barium yang diminum atau diberikan sebagai enema pada akhirnya akan dibuang ke dalam tinja, sehingga tinja tampak putih seperti kapur. Setelah pemeriksaan, barium harus segera dibuang karena bisa menyebabkan sembelit yang berarti. Obat pencahar bisa diberikan untuk mempercepat pembuangan barium. PARASENTESIS Parasentesis adalah memasukkan jarum ke dalam rongga perut dan mengambil cairannya. Dalam keadaan normal, rongga perut diluar saluran pencernaan hanya mengandung sejumlah kecil cairan. Cairan bisa terkumpul dalam keadaan-keadaan tertentu, seperti perforasi lambung atau usus, penyakit hati, kanker atau pecahnya limpa. Parasentesis digunakan untuk memperoleh contoh cairan untuk keperluan pemeriksaan atau untuk membuang cairan yang berlebihan. Pemeriksaan fisik (kadang disertai dengan USG) dilakukan sebelum parasentesis untuk memperkuat dugaan bahwa rongga perut mengandung cairan yang berlebihan. Selanjutnya daerah kulit (biasanya tepat dibawah pusar) dibersihkan dengan larutan antiseptik dan dibius lokal. Melalui kulit dan otot dinding perut, dimasukkan jarum yang dihubungkan dengan tabung suntik ke dalam rongga perut dimana cairan terkumpul. Sejumlah kecil cairan diambil untuk pemeriksaan laboratorium atau sampai 0,96 liter cairan diambil untuk mengurangi pembengkakan perut. 42 USG USG menggunakan gelombang udara untuk menghasilkan gambaran dari organ-organ dalam. USG bisa menunjukkan ukuran dan bentuk berbagai organ (misalnya hati dan pankreas) dan juga bisa menunjukkan daerah abnormal di dalamnya. USG juga dapat menunjukkan adanya cairan. Tetapi USG bukan alat yang baik untuk menentukan permukaan saluran pencernaan, sehingga tidak digunakan untuk melihat tumor dan penyebab perdarahan di lambung, usus halus atau usus besar. USG merupakan prosedur yang tidak menimbulkan nyeri dan tidak memiliki resiko. Pemeriksa menekan sebuah alat kecil di dinding perut dan mengarahkan gelombang suara ke berbagai bagian perut dengan menggerakkan alat tersebut. Gambaran dari organ dalam bisa dilihat pada layar monitor dan bisa dicetak atau direkam dalam filem video. PEMERIKSAAN DARAH SAMAR Perdarahan di dalam saluran pencernaan dapat disebabkan baik oleh iritasi ringan maupun kanker yang serius. Bila perdarahannya banyak, bisa terjadi muntah darah, dalam tinja terdapat darah segar atau mengeluarkan tinja berwarna kehitaman (melena). Jumlah darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau tidak merubah penampilan tinja, bisa diketahui secara kimia; dan hal ini bisa merupakan petunjuk awal dari adanya ulkus, kanker dan kelainan lainnya. Pada pemeriksaan colok dubur, dokter mengambil sejumlah kecil tinja . Contoh ini diletakkan pada secarik kertas saring yang mengandung zat kimia. Setelah ditambahkan bahan kimia lainnya, warna tinja akan berubah bila terdapat darah. 43 Colok Dubur (digitral rectal eksemination) Colok dubur biasa dilakukan setelah pemeriksaan abdomen. Pemeriksaan colok dubur umumnya dilakukan pada posisi litotomi, yaitu penderita baring telentang dengan kedua paha dalam keadaan fleksi dan abduksi atau sikap miring pada sisi kiri. Buli-buli harus dikosongkan terlebih dahulu agar tidak terdapat penilaian keliru. Pemeriksaan rectum dengan jari harus dilakukan secara halus dan teliti. Mula-mula penderita diberi penjelasan mengenai prosedur yang kan dilakukan dan diyakinkan bahwa pemriksaan akan dilakukan dengan hati-hati, kemudian dilakukan inspesi region analis untuk melihat apakah ada dermatitis, eksema, luka garukan, tukak, pembengkakkan, muara fistel, atau kelainan lain. Penderita diminta mengedan, anus dilebarkan sedikit dengan bantuan jari telunjuk tangan yang sudah menggunakan sarung tangan dan bahan pelumas secukupnya. Dengan pemeriksaan ini hemiroin yang luar dapat terlihat, demikian pula prolaps selaput lendir, prolaps rectum, muara fistel, dan fisura anus. Tangan dengaan oelumas yang cukup banyak dioleskan pada anus dan daerah sekitarnya, termasuk rambut yang mungkin terdapat disekitar anus. Jari telunjuk dalam keadaan ekstensi ditekan pelan-pelan dengan sisi-sisi voler pada daerah perineum pada anus dengan maksud agar sfingter anus berelaksasi sehingga cukup untuk dapat memasukkan jari ke dalam anus dan rectum. Pada lelaki dapat digunakan titik acuan berupa kelenjar prostat di sebelah ventral, sedangkan pada perempuan titik acuan adalah serviks uteri yang juga terdapat diventral pada tempat yang kira-kira sama. Pertama-tama harus dinilai tunus otot sfingter, kemudian palpasi dilanjutkan dengan meraba struktur dalam rectum yang lebih dalam. Hemoroid interna tidak dapat diraba karena tekanan vena tidak cukup tinggi. Polib terba sebagai sebagai benda licin yang lunak dan mungkin 44 bertangkai. Karsinoma dalam rectum teraba keras berbenjol-benjol tidak teratur, biasanya dengan kawah sentral yang terjadi akibat ulserasi. Harus dituliskan jarak dari tumor ke anus dan disebut letak tumor, seperti ventral, dorsal dan lateral. Demikian juga perluasannya dalam arah memanjang dan dalam arah melingkar. Juga perlu dicatat apakah jari yang meraba dapat mencapai batas atas tumor atau tidak dan apakah lumen yang tersissa dapat dilalui jari atau tidak. Fiksasi tumor ke jaringan sekitarnya juga perlu ditulis. Colok dubur sangat berguna pada pemeriksaan alat kelamin dalam pada seorg gadis. PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH 45 Karakteristik kronik dari perdarahan saluran cerna bagian bawah a. Hematokezia Diartikan sebagai darah segar yang keluar melalui anus dan merupakan manfestasi tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. Hematokezia lazimnya menunjukkan perdarahan kolon sebelah kiri, namun demikian perdarahan seperti ini juga dapat berasal dari saluran cerna bagian atas, usus halus, transit darah yang cepat. b. Melena Diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau yang khas. Melena timbul bilamana hemoglobin dikonversikan menjadi hematin atau hemokrom lainnya oleh bakteri setelah 14 jam. Umumnya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna bagian atas atau usus halus, namun demikian melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan perlambatan motilitas. c. darah samar 46 Darah samar timbul bilamana ada perdarahan ringan namun tidak sampai merubah warna tinja/feses. Perdarahan jenis ini dapat diketahui dengan guaiac tes. Prinsip-prinsip penataaksanaan 1. Resusitasi Mengikuti protokol yang dianjurkan pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Dengan langkah awal menstabilkan hemodinamik Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik Menentukan derajat perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaannya meliputi : a. Tekanan darah dan nadi posisi baring b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi c. Ada tidaknya vaso konstriksi perifer (akral dingin) d. Kelayakan napas e. Tingkat kesadaran f. Produksi urin Resusitasi terutama untuk stabilisasi hemodinamik • Jika terjadi perdarahan akut dengan jumlah > 20% vol. Intravaskuler yang ditandai dengan : a. hipotensi (< 90/60 mmHg atau MAP < 70 mmHg) dengan frekuensi nadi 100x/menit b. tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg c. frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15x/menit d. akral dingin e. kesadaran menurun f. anuria atau oliguria (produksi urin < 30 ml/jam) • Selain keadaan hemodinamik yang tidak stabil, kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar adalah jika ditemukan : a. Hematemesis 47 b. Hematokesia c. darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik & dengan lavase tidak segera jernih d. hipotensi persisten e. dalam 24 jam menghabiskan transfusi darah > 800-1000 ml RESUSITASI • Resusitasi Cairan dengan infus cairan kristaloid, misalnya normal saline dengan tetesan cepat menggunakan dua jarum berdiameter besar [minimal 16 G] dan pasang monitor CVP [Central Venous Pressure] • Cairan koloid hanya diberikan pada keadaan hipoalbuminemia berat Pemberian transfusi perlu dipertimbangkan pada keadaan : • perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil • perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih; dengan Hb < 10g% atau Hct < 30% • tanda2 penurunan oksigenasi • hipotensi persisten meskipun setelah pemberian 2L cairan kristaloid maka usahakan yang cross-match jika ada, jika belum tersedia berikan transfusi darah O-negatif Pemberian transfusi tergantung dari : • jumlah darah yang hilang • perdarahan masih aktif atau sudah berhenti • lamanya perdarahan berlangsung • akibat klinik perdarahan • Pasien resiko tinggi (misalnya pasien usia lanjut atau memiliki riwayat sirosis atau penyakit jantung koroner) maka transfusi Packed Red Blood Cell, target Hct > 30% • Pasien usia muda dengan kondisi sehat maka target Hct > 20% 48 • Pasien dengan koagulopati (PT memanjang) maka transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP) • Pasien dengan trombositopenia maka di transfusi trombosit 2. medikamentosa • beberapa perdarahan saluran cerna bagian bawah dapat diobati secara medikamentosa. Hemoroid fisura ani dan ulkus rektum soliter dapat diobati dengan bulk-forming agent, sitz baths, dan menghindari mengedan. Salep yang mengandung steroid dan supositoria sering digunakan namun manfaatnya masih dipertanyakan. • Kombinasi estrogen dan progesteron dapat mengurangi perdarahan yang timbul pada pasien yang menderita angiodisplasia. IBD biasanya memberi respon terhadap obatobatan anti inflamasi. 3. terapi endoskopi • colonoscopic bipolar cautery, monopolar cautery, heater probe applicationn, argon plasma coagulation, dan ND:YAG laser bermanfaat untuk mengobati angiodisplasia dan perubahan vaskuler pada kolitis radiasi. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk melakukan ablasi dan reseksi polip yang berdarah atau mengendalikan perdarahan yang timbul pada kanker kolon. Sigmoidoskopi dapat mengatasi perdarahan hemoroid internal dengan ligasi maupun teknik termal. 4. angiografi terapetik Bilamana kolonskopi gagal atau tidak dapat dikerjakan maka angiografi dapat digunakan untuk melakukan tindakan terapetik. 5. terapi bedah Pada beberapa diagnostik (seperti divertikel Meckel atau keganasan) bedah merupakan pendekatan utama setelah keadaan pasien stabil. 49 50 Beberapa Contoh Alur Tatalaksana Perdahan Saluran Cerna Bagian Bawah Dan Terapinya 51 52 53 PERDARAHAN SAMAR SALURAN CERNA 54 Diagnosa banding untuk perdarahan samar saluran cerna Karakteristik Dari Tes Darah Samar Feses Dasar-dasar Penatalaksanaan Penatalaksanaan perdarahan samar saluran cerna sangat ditentukan oleh hasil pemeriksaan diagnostik. Penyakit peptik diterapi sesuai dengan penyebabnya meliputi pemberian obat supresi asam jangka pendek maupun jangka panjang dan terap eradikasi H.pylori. Sejumlah lesi premaligna dan polip bertangkai yang maligna dapat diangkat dengan polipektomi. Angiodisplasia dapat diobati dengan kateterisasi melalui endoskopi atau diobati dengan preparat estrogen-progesteron.Gastropati hipertensi portal kadang mengalami perbaikan dengan pemberian obat yang dapat menurunkan hipertensi portal. Bila obat-obatan dianggap sebagai penyebab kehilangan darah tersamar tersebut maka menghentikan penggunaan obat tersebut akan mengatasi anemia. Kadang-kadang kehilangan darah samar memerlukan suplementasi besi untuk jangka panjang. Pemberian ferro sulfat 325 mg tiga kali sehari merupakan pilihan yang tepat karena murah, mudah dan efektif dan dapat ditolerir oleh banyak pasien. Sediaan besi secara oral lainnya meliputi ferro fumarat, ferro glukonat, dan preparat lain yang ditambahkan asam ascorbat untuk mempermudah penyerapan. 55 56 57 DAFTAR PUSTAKA Suyono, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke tiga. 2007.Jakarta : Balai penerbit FKUI. Yamada, Tadaka et all. Principles of Clinical gastroenterology. 2008. Wiley-Blackwell Publication : USA Sjamsuhidajat, 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC. Braunwald, TR. et al. 2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Seventeenth Edition, McGraw Hill, New York. Friedman, Scott L, et al. 2003. Current Medical Diagnosis and Therapy in Gastroenterology, 2nd ed. McGraw Hill : United States of America Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam, jilid I. EGC: Jakarta 58