BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kinerja Menurut Wibowo (2008), kinerja berasal dari pengertian performance. Adapun pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna luas, tidak hanya hasil kerja, tetapi bagaimana proses pekerjaan berlangsung. Adapun pendapat lain yang dikemukakan oleh Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2008), kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Venkatraman dan Ramanujam (1986) menunjukkan bahwa kinerja perusahaan merupakan sebuah konstruk multidimensi. Dalam hal ini, kinerja perusahaan terdiri dari kinerja keuangan, kinerja bisnis, dan kinerja keorganisasian. Kinerja keuangan berada di pusat wilayah efektifitas keorganisasian. Ukuran kinerja ini dinilai sangat penting , tetapi tidak cukup untuk mendefinisikan efektifitas keseluruhan. Standar berbasis akuntansi seperti penerimaan atas aset (return on asset), penerimaan atas penjualan (return on sales), dan return on equity mengukur keberhasilan keuangan. Indikator-indikator tersebut menggambarkan profitabilitas saat ini. Terdapat dua dimensi dalam kinerja ini, yaitu (i) indikator yang berkaitan dengan pertumbuhan dalam bisnis yang ada dan (ii) indikator yang berkaitan dengan posisi perusahaan di masa datang (pengembangan produk baru dan diversifikasi). Ukuran efektivitas keorganisasian berkaitan erat. Contoh ukuran tersebut adalah kepuasan pelanggan, kualitas dan tanggung jawab sosial. Terdapat dua dimensi, yaitu (i) indikator yang berkaitan dengan kualitas (kualitas produk, kepuasan pegawai), dan (ii) indikator yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial (lingkungan dan masyarakat) 2.2 Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dapat dilakukan terhadap berbagai aktifitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik di mana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian tersebut. Menurut Mulyadi (2001), dalam hal ini pengukuran memainkan peran yang sangat penting bagi peningkatan suatu kemajuan (perubahan) kearah yang lebih baik. Berkaitan dengan pengukuran kinerja, pemilihan ukuran-ukuran kinerja yang tepat dan berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategis perusahaan adalah sangat penting dan menentukan. Hal ini disebabkan karena banyak perusahaan yang hanya sekedar melaksanakan pengukuran hal-hal yang tidak penting dan tidak berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategis perusahaan. Vincet Gasperst (2005), 2.3 Pengertian Balanced Scorecard Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu kartu skord( scorecard ) dan berimbang (balanced). Balanced scorecard merupakan kartu skor yang dimanfaatkan untuk mencatat skor hasil kinerja eksekutif. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan eksekutif di masa depan dibandingkan dengan hasil sesungguhnya. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja eksekutif diukur secara barimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern.menurut Mulyadi ( 2001), Sedangkan Balanced Scorecard memberikan suatu cara untuk mengkomunikasikan strategi suatu perusahaan pada manajer-manajer di seluruh perusahaan. Balanced Scorecard adalah kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi yang diturunkan dari strategi perusahaan yang mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan ( Amien Widjaya Tunggal,2001). Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat telah merubah pola persaingan perusahaan dari industrial competition menjadi information competition telah mengubah acuan yang dipakai untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Menurut Kaplan & Norton Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu : 1. Scorecard Scorecard yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja yang nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil seseorang kinerja yang sesungguhnya. 2. Balanced Balanced dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel atau diukur secara seimbang dan dipandang dari dua aspek yaitu keuangan . keuangan karyawan dan non 2.3.1 Konsep Dasar Balanced Scorecard Kaplan dan Norton dalam Vincet Gasperst (2005),memperkenalkan empat perspektif yang berbeda dari suatu aktifitas perusahaan yang dapat dievaluasi oleh manajemen, sebagai berikut: 1. Perspektif Finansial Langkah untuk membangun suatu Balanced Scorecard, unit-unit bisnis harus dikaitkan dengan tujuan finansial yang berkaitan dengan strategi perusahaan. Tujuan finansial berperan sebagai fokus bagi tujuan-tujuan strategis dan ukuran – ukuran semua perspektif dalam Balanced Scorecard. Setiap ukuran yang dipilih seharusnya menjadi bagian dari suatu keterkaitan hubungan sebab akibat yang memuncak pada peningkatan kinerja finansial. Tema – tema strategis (strategis themes) untuk perspektif finansial yang umum ditampilkan pada ketiga tahap dari siklus hidup bisnis adalah: (1) pertumbuhan dan keberagaman sumber penerimaan (revenue growth and mix), (2) reduksi biaya dan atau peningkatan produktivitas (cost reduction/productivity improvement), dan (3) utilisasi aset dan atau strategi investasi (asset utilization / investment strategy). Pemahaman mengenai perspektif finansial dalam manajemen balanced scorecard sangat penting karena keberlangsungan suatu unit bisnis strategis sangat tergantung pada posisi dan kekuatan finansial. Berkaitan dengan hal ini, berbagai rasio finansial dapat diterapkan dalam pengukuran strategis untuk perspektif finansial. Manajemen bisnis harus memperhatikan agar semua analisis rasio finansial menunjukkan hasil yang baik, karena manajemen harus mampu membayar hutang kepada kreditor jangka pendek maupun kreditor jangka panjang, termasuk kemampuan menghasilkan keuntungan untuk pemegang saham. Menurut Gaspersz Vincent (2005), Pada dasarnya terdapat beberapa rasio finansial, antara lain sebagai berikut : a) Ratio Profitabilitas ( Profitability Ratio ) Ratio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen yang ditunjukan melalui keuntungan (laba) yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan. b) Ratio aktivitas ( Activity Ratio ) Ratio aktivitas mengukur efektivitas manajemen perusahaan menggunakan semua sumber daya yang berada dibawah pengendalian manajemen. Rasio aktivitas melibatkan perbandingan antara tinggkat penjualan dan investasi pada bebagai jenis harta (aset). Ratio aktivitas menganggap bahwa sebaiknya terdapat suatu keseimbangan yang layak dari penjualan dengan berbagai sumber asset dalam perusahaan seperti inventori,piutang,asset tetap dan asset lainnya. c) Ratio likuiditas ( Liquidity Ratio ) Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya. Posisi likuiditas yang baik memungkinkan perusahaan memperoleh investasi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional. Rasio likuiditas mengukur sebaik apa sebuah perusahaan dapat memenuhi kewajibannya. 2. Perspektif Pelanggan Dalam perspektif pelanggan dari Balanced Scorecard, perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar di mana mereka akan berkompetensi (Gaspersz Vincent (2005),. Elemen yang paling penting dalam suatu bisnis adalah kebutuhan pelanggan, sehingga identifikasi secara tepat mengenai kebutuhan pelanggan adalah hal penting. Susun kebutuhan – kebutuhan spesifik itu dalam daftar kebutuhan pelanggan dan di dalam melakukan analisis pelanggan, diperlukan adanya identifikasi pelanggan berdasarkan seberapa pertimbangan atau karakteristik sebagai berikut: 1. Pertimbangan geografi 2. Aktivitas umum pembeli 3. Posisi atau tanggung jawab pembeli 4. Karakteristik pribadi pembeli 3. Perspektif Proses Bisnis Internal Didalam perspektif proses bisnis internal balanced scorecard, manajer harus mengidentifikasi proses – proses yang paling kritis untuk mencapai tujuan peningkatan nilai bagi pelanggan (perspektif pelanggan) dan tujuan peningkatan nilai bagi pemegang saham (perspektif finansial). Banyak organisasi memfokuskan untuk melakukan peningkatan prosesproses operasional. Menurut Gaspersz Vincent (2005), Balanced Scorecard biasa menggunakan model rantai nilai proses bisnis internal yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: a. Proses Inovasi Yang mengidentifikasi kebutuhan pelanggan masa kini dan masa mendatang serta mengembangkan solusi baru untuk kebutuhan pelanggan itu. Misalnya, solusi yamg dilakukan adalah meluncurkan produk (barang atau jasa) baru, menambah features baru pada produk yang telah ada, memberikan solusi yang unik, mempercepat penyerahan produk ke pasar, dan lain-lain. Proses inovasi dapat dilakukan melalui riset pasar untuk mengidentifikasi ukuran pasar dan preferensi atau kebutuhan pelanggan secara spesifik, sehingga perusahaan mampu menciptakan dan menawarkan produk (barang atau jasa) sesuai kebutukan pelanggan dan pasar. b. Proses Operasional Yang mengidentifikasi sumber – sumber pemborosan dalam proses operasional serta mengembangkan solusi masalah yang terdapat dalam proseso perasional serta mengembangkan solusi masalah yang terdapat dalam proses operasional itu demi meningkatkan efisiensi produksi, meningkatkan kualitas produk dan proses, memperpendek waktu siklus (cyle time) sehingga meningkatkan penyerahan produk berkualitas tepat waktu kepada pelanggan, dan lain-lain. Proses operasional dapat ditingkatkan melalui pengendalian kualitas pada setiap sub-proses kritis dalam proses itu dengan menggunakan diagram alir proses (process flowbart). c. Proses Pelayanan yaitu hal-hal berkaitan dengan pelayanan kepada pelanggan, seperti: pelayanan purna jual, menyelesaikan masalah yang timbul pada pelanggan dalam kesempatan pertama secara cepat, melakukan tindak lanjut secara proaktif dan tepat waktu, memberikan sentuhan pribadi (personal touch), dan lain-lain. 4. Perspektif Pembelajaran Dan Pertumbuhan Perspektif keempat atau terakhir dalam balanced scorecard adalah mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran yang mengendalikan pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. Tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasi di mana organisasi harus unggul untuk mencapai terobosan kenerja, sementara tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan memberikan infrastruktur yang memungkinkan tujuan-tujuan ambisius dalam ketiga perspektif itu tercapai. Tujuantujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan pengendali untuk mencapai keunggulan outcome ketiga perspektif, yaitu finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal. Terdapat tiga kategori yang sangat penting dalam pespektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu; (1) kompetensi karyawan, (2) infrastruktur teknologi, (3) kultur atau budaya perusahaan. (Gaspersz Vincent, 2005), 2.4 Hubungan Sebab – Akibat Balanced Scorecard Di antara empat perspektif dalam balanced scorecard terdapat hubungan sebab dan akibat, oleh karena itu setiap tolak ukur kinerja harus merupakan elemen dari suatu hubungan sebab akibat sehingga ditemukan perbaikan pada suatu hal yang akan berdampak pada lainnya, dan lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut: Perspektif Financial Tingkat pengembalian investasi ( return –on –investement-ROI) Loyalitas Pelanggan Perspektif Pelanggan Penyerahan Produk Berkualitas Tempat Waktu Perspektif Proses Bisnis Internal Proses pembelajaran Dan pertumbuhan Proses Inovasi Kompetisi Karyawan Proses Operasional Proses Pelayanan Motifasi Karyawan Gambar 1. Hubungan sebab – akibat dalam empat perspektif Balanced Scorecard menurut Gaperst Vinvent (2005) Untuk memebangun suatu balanced scorecard, unit-unit bisnis harus dikaitkan dengan tujuan fiansial yang berkaitan denagn strategi perusahaan. Setiap ukuran yang dipilih menjadi bagian dari suatu keterkaitan hubungan sebab akibat yang memuncak pada peningkatan kinerja finansial. Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan melalui penyerahan produk berkualitas tepat waktu, maka hal ini dapat meningkatkan loyalitas pelanggan. Untuk menciptakan loyalitas pelanggan maka diperlukan pengidentifikasian kebutuhan pelanggan masa kini dan masa mendatang serta pengidentifikasi sumber-sumber pemborosan dalam proses operasional sehingga mengembangkan solusi baru untuk kebutuhan pelanggan yang berkaitan erat dengan pelayanan kepada pelanggan. Jika ketiga perspektif ini dapat tercapai, maka tujuan-tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan pengendali untuk mencapai keunggulan outcome ketiga perspektif finansial, pelanggan, bisnis internal. (Gaspersz Vincent , 2005). 2.5 Hubungan Antara Perspektif Menurut Mulyadi dan Jhon Setyawan, (1999), Konsep hubungan sebab akibat memegang peranan yang sangat penting dalam Balanced Scorecard terutama dalam penjabaran tujuan dan pengukuran masing-masing perspektif. Empat perspektif yang telah disebutkan diatas mempunyai satu hubungan antara satu dengan yang lainnya yang penjabarannya merupakan suatu strategic objectives yang menyeluruh dan saling berhubungan. Hal tersebut dimulai dari perspektif pembelajaran dan bertumbuh dimana perusahaan mempunyai suatu strategi untuk meningkatkan produktivitas dan komitmen personel. Sebagai akibat dari peningkatan produktivitas dan komitmen dari personel akan meningkat pula kualiatas proses layanan pelanggan dan proses layanan pelanggan akan terintegrasi. Dengan demikian kepercayaan pelanggan dan kepuasan pelanggan akan meningkat pula yang terlihat dari perspektif pelanggan. Dan pada akhirnya akan berpengaruh pada perspektif keuangan yang ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan penjualan, peningkatan cost efffectiveness, dan peningkatan return. Jadi dari masing – masing perspektif memliki peran dan hubunganyang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Perspektif keuangan sangat dipengaruhi oleh tiga perspektif lainya yaitu pembelajaran dan bertumbuh, pelanggan, serta internal bisnis. Berawal dari meningkatnya komitmen dan produktivitas dalam perusahaan yang akan meningkatkan kualitas proses layanan pelanggan dan pada akhirnya akan menciptakan kepercayaan terhadap pelanggan. Kepercayaan merupakan modal yang sangat penting bagi perusahaan dalam menunjang keberhasilan dimasa yang akan datang. Tanpa adanya dukungan dari pelanggan perusahaan akan mengalami kesulitan, hal ini disebabkan karena pelanggan merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting. Pada akhirnya semua itu bermuara pada perspektif keuangan yang berdampak pada peningkatan return perusahaan ditandai dengan meningkatnya laba perusahaan.( Gaspersz Vincent, 2005). 2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Balanced Scorecard Balanced Scorecard merupakan alat manajemen kontemporer (contemporary management tool). Kebutuhan perusahaan untuk mengimplementasikan Balanced Scorecard dipacu oleh faktor-faktor berikut ini (Mulyadi, 2001). 1. Lingkungan Bisnis Yang Sangat Kompetitif Dan Turbulen Lingkungan bisnis yang dimaksud oleh perusahaan sangat kompetitif dan turbulen , lingkungan bisnis sebagai berikut: a. Membangun keunggulan kompetitif melalui distinctive capability Didalam lingkungan bisnis yang kompetitif produk dan jasa dihasilkan oleh perusahaan hanya akan dipilih oleh pelanggan jika memiliki keunggulan dibandingkan dengan pesaingnya. Balanced scorecard menyediakan rerangka untuk membangun kompetitif melalui empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. b. Membangun dan secara berkelanjutan memuktahirkan peta perjalanan untuk mewujudkan masa depan perusahaan Lingkungan bisnis yang kompetitif akan bergejolak karena perubahan yang diciptakan oleh para produsen untuk menarik perhatian pelanggan. Untuk memasuki lingkungan yang bergejolak seperti itu, perusahaan memerlukan peta perjalan yang secara akurat mencerminkan kondisi lingkungan bisnis senantiasa bergejolak, peta perjalanan yang digunakan oleh perusahan untuk membangun masa depannya tidak akan berumur panjang. c. Menempuh langkah – langkah strategic dalam membangun masa depan perusahaan. Lingkungan bisnis yang kompetitif menurut perusahaan untuk menempuh langkah langkah strategi dalam membangun masa depan. Untuk memotifasi personel dalam memikirkan dan melaksanakan langkah – langkah perusahaan membutuhkan system manajemen strategic. Sistem manajemen ini menjanjikan dihasilkan langkah – langkah strategic untuk membangun masa depan perusahaan. d. Mengarahkan Dan Memusatkan Kapabilitas Dan Komitmen Seluruh Personel Dalam Membangun Perusahaan. Lingkungan bisnis yang turbulen menjadikan masa depan sangat kompleks dan sulit untuk diprediksi dengan tepat. Dibutuhkan pemikiran dari banyak pihak dan banyak ahli untuk membuat scenario masa depan yang diperkirakan akan terjadi. Perusahaan membutuhkan sistem manajemen yang mampu menampung berbagai pemikiran dari seluruh personel perusahaan untuk membangun scenario masa depan. Masa depan perusahaan terlalu kompleks untuk dipikirkan oleh sebagaian kecil personel perusahaan, disamping itu lingkungan bisnis yang kompetitif menuntut seluruh personel dalam menghadapi lingkungan seperti itu, sehingga perusahaan memerlukan system manajemen yang mampu mengarahkan dan memusatkan kapasitas dan komitmen seluruh personel dalam membangun masa depan perusahaan. 2. Sistem Manajemen yang tidak pas dengan tuntutan lingkungan bisnis Sistem manajemen yang tidak pas dengan tuntutan lingkungan bisnis sebagai mana yang digambarkan diatas memiliki karakteristik sebagai berikut: a). Sistem Manajemen Yang Digunakan Hanya Mengandalkan Anggaran Tahunan Sebagai Alat Perencanaan Masa Depan Perusahaan Sekarang ini perusahaan hanya mengandalkan anggaran tahunan sebagai alat perencana masa depannya, perusahaan sangat rentan dalam persaingan. Anggaran tahunan hanya akan menghasilkan langkah – langkah strategik hanya dapat direncanakan dengan baik jika perusahaan menggunakan sistem perencanaan jangka panjang yang didesain untuk itu. Sistem perumusan strategi, sisten perencanaan strategic, dan sistem penyusunan program merupakan sistem manajemen yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk memikirkan dan merumuskan langkah – langkah strategik dalam membangun masa depan perusahaan. b). Tidak Terdapat Kekoherenan Antara Rencana Jangka Panjang Dengan Rencana Jangka Pendek Banyak perusahaan telah menyusun rencana jangka panjang, namun jarang sekali rencana jangka panjang tersebut diterjemahkan kedalam jangka pendek. Antara jangka panjang dan jangka pendek ini menyebabkan perusahaan tidak responsif terhadap perubahan lingkungan bisnis yang diperkirakan akan terjadi. c). Sistem Manajemen Yang Digunakan Tidak Mengikut Sertakan Secara Optimum Seluruh Personel Dalam Membangun Masa Depan Perusahaan. Dalam manajemen tradisional, masa depan perusahaan dirumuskan oleh manajemen puncak dengan bantuan staf perencanaan. Manajemen menengah dan bawah serta karyawan mengimplementasikan rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek yang telah dirumuskan oleh manajemen puncak 2.7 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai Balanced Scorecard sebagai pengukuran kinerja perusahaan telah dilakukan. Penelitian tersebut menunjukan bahwa pengukuran kinerja dengan konsep Balanced Scorecard lebih memberikan informasi yang akurat, karena tidak hanya mengukur kinerja keuangan, tetapi juga kinerja non keuangan. Beberapa penelitian tersebut antara lain : 1. Hasil penelitian yang telah di lakukan oleh Debby Marista (2002) mengenai AnalisisPenelitian Kinerja Menggunakan Balanced Scorecard (Studi Kasus pada PT. Andalan Pasific Samudera Semarang) memperlihatkan hasil dalam perspektif keuangan terdapat peningkatan profit margin dan rasio operasi, namun dalam ROI mengalami penurunan. Dalam perspektif konsumen terdapat peningkatan retensi konsumen, akuisisi konsumen, profitabilitas konsumen, kepuasan konsumen. Dalam perspektif proses bisnis internal terdapat peningkatan cycle effectivesness, dan layanan purna jual. Dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran terdapat peningkatan perputaran karyawan, dan kemampuan sistem informasi. 2. Yuniarsa Adi Prakosa (2006), melakukan penelitian dengan judul “Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Pendekatan Balanced Scorecard (studi kasus pada PT. Waskita Karya (persero)) dengan hasil sebagai berikut : a). Perspektif Keuangan: Peningkatan ROI sebesar 4,59 % pada tahun 2004, Profit Margin meningkat sebesar 2,58 %, dan Operating Ratio sebesar 95,05 %. b) Perspektif Pelanggan : Peningkatan Market Share sebesar 1,5 % pada tahun 2004, akuisisi pelanggan mengalami penurunan sebesar 9,09 %, dan tingkat kepuasan pelanggan meningkat sebesar 93,1 %. (c) Perspektif Internal Bisnis Tingkat inovasi perusahaan tiap tahunnya adalah 0 %, dan layanan purna jual hampir mendekati 100 %. (d) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Produktivitas karyawan meningkat sebesar Rp. 107.665.121,91 pada tahun 2004, kemudian Retensi karyawan sebesar 4,19 % dan kepuasan karyawan rata – rata mencapai 87,8 %. 3) Hendra Adiwijaya (2008), melakukan penelitian dengan judul “Analisis Penilaian Kinerja Perusahaan dengan Menggunakan Balanced Scorecard Sebagai Alternatif pada PT. Arotamas” dengan hasil sebagai berikut : (a) Perspektif Keuangan Penurunan ROI sebesar 0.45 % pada tahun 2006, Profit Margin juga mengalami penurunan menjadi sebesar 0.40 %, dan penurunan Operating Ratio menjadi sebesar 40.50 % pada tahun yang sama. (b) Perspektif Pelanggan Penurunan akuisisi pelanggan menjadi sebesar 0 % pada tahun 2006, dan tingkat retensi pelanggan meningkat menjadi sebesar 100 %, namun profitabilitas pelanggan mengalami penurunan menjadi sebesar 0.29 % pada tahun yang sama. (c) Perspektif Internal Bisnis Rata – rata tingkat inovasi perusahaan selama 3 tahun adalah 56.97 %, dan untuk pemenuhan pesanan kepada pelanggan pada tahun 2006 mencapai 93.79 %. (d) Perpektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Produktivitas karyawan meningkat menjadi sebesar Rp. 1.667.387,82 pada tahun 2006, kemudian Retensi karyawan mengalami penurunan menjadi sebesar 2.08 %. 2.8 Kerangka Pikir Persaingan dunia usaha telah meningkatkan standar kinerja dalam berbagai dimensi, sehingga pihak manajemen memerlukan strategi-strategi tertentu guna memenangkan persaingan. Penilaian kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh efektivitas penerapan strategi yang telah di terapkan, karena penilaian kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Gaspersz, (2005). Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan penilaian kinerja CV. Malu’o yang diukur dengan metode Balanced Scorecard. CV.Malu’o adalah salah satu perusahaan yang beroperasi dalam bi dang peternaka dan baru berdiri selama 8 tahun . Selama kurun waktu tersebut CV.Malu’o belum pernah melakukan penilaian kinerja secara menyeluruh (perspektif keuangan dan non keuangan). Melihat kondisi ini, maka peneliti melakukan penilaian terhadap kinerja CV. Malu’o dengan menggunakan metode analisis Balanced Scorecard. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini akan di jelaskan dalam Gambar 2 berikut ini: Kinerja CV.Malu’o Gorontalo Perspektif pelanggan Perspektif Bisnis Interna Perspektif Pembelajaran Dan Pertumbuhan Kinerja Keuangan Bagaimana Kinerja CV.Malu’o Gorontalo Metode Historis Balance Scorecad Output/hasil Gambar 2. Kerangka pikir penelitian 2.9 Hipotesis Berdasarkan kerangka pikir yang didukung oleh survei awal pada penelitian ini maka hipotesisnya adalah CV.Maluó Gorontalo memiliki kinerja keuangan yang menguntungkan dengan asumsi equity internal perusahaan.