JTM Vol. XVI No.1/2009 APLIKASI METODE DOUBLE DIFFERENCE UNTUK RELOKASI HIPOSENTER GEMPA VULKANIK GUNUNG KELUD SECARA AKURAT David P. Sahara1, Adrianto W. Kusumo2, Sri Widiyantoro3, Rachmat Sule4 Sari Metode double difference (DD) adalah suatu metode relokasi hiposenter relative yang dikembangkan dari metode Geiger dengan menggunakan data waktu tempuh residual dari pasangan hiposenter ke setiap stasiun seismograf. Lokasi hiposenter ditentukan dengan menggunakan data waktu tempuh absolute dan data diferensial waktu tempuh gelombang P dan S yang akurat. Solusi Least Square digunakan untuk mnyelesaikan perubahan vector (dt0,dx0,dy0,dz0) di antara pasangan hiposenter. Analisis multiplet clustering diaplikasikan untuk memilih pasangan hiposenter yang memiliki bentuk gelombang (waveform) yang mirip dan jarak antar sumber yang relatif dekat dibandingkan dengan jarak antara hiposenter-stasiun dan skala heterogenitas model kecepatan, sehingga ray path antar hiposenter dalam satu cluster ke suatu stasiun hampir sama. Pada kasus ini perbedaan waktu tempuh untuk setiap pasangan hiposenter dapat digunakan untuk menentukan jarak persebaran spasial pasangan hiposenter dengan akurasi tinggi. Dengan semikian efek kesalahan akibat model kecepatan yang tidak diketahui bisa diminimalkan. Algoritma yang diterapkan di sini hanya menggunakan data gelombang P, akan tetapi mampu memberikan perbaikan lokasi hiposenter secara signifikan. Algoritma ini berhasil membuat lokasi hiposenter hasil Single Event Determination dan Joint Hypocenter Determination yang tersebar acak menjadi terfokus sehingga dapat mendeliniasistruktur internal gunung Kelud dengan rinci. Kata kunci: relokasi relatif, Gunung Kelud, double difference, multiplet clustering. Abstract The double-difference (DD) method is a relative hypocenter relocation method developed by extending Geiger’s method using residual time data of pairs of events to each seismographic station. In this study, the location determination method used absolute travel-time measurements and accurate P-and S-wave differential travel-time measurements. A least-squares solution was employed to solve the iterative adjustment of the vector difference (dt0,dx0,dy0,dz0) between pairs of events. A multiplet clustering analysis was applied to select the hypocenter pairs that have similar and small separation compared to the event – station distance and the scale length of the velocity heterogeneity, so the ray paths from the source region to a common station are similar. In this case the difference in travel times for two events observed at one station can be used to determine the spatial (relative) offset between the events with high accuracy. This the effect of the errors related to unknown velocity model can be minimized. Here, the algorithm used only the P-wave travel-time measurements. However, it can provide a significant improvement in the hypocenter location. The algorithm collapses the diffused locations obtained from Single Event Determination and Joint Hypocenter Determination into sharp images of seismicity and defines the internal structure of Mt. Kelud in detail. Keywords: relative relocation, Kelud Volcano, double difference, multiplet clustering. 1) 2) 3) 4) Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB Email : [email protected] Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB Kelompok Keilmuan Geofisika Global, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB Kelompok Keilmuan Geofisika Terapan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB I. PENDAHULUAN Gunung Kelud merupakan gunung api bertipe strato yang relatif kecil dengan ketinggian 1731 m di atas muka laut atau 1650 m di atas Kota Kediri dan Blitar. Gunung ini terletak kira-kira 27 km sebelah timur pusat Kota Kediri dan dikelilingi gugusan Gunung Wilis disebelah barat, Gunung Welirang-Arjuna disebelah utara, dan Gunung Kawi-Butak disebelah timur (Gambar 1). Periode letusan Gunung Kelud berkisar antara 9-75 tahun. Selama satu abad terakhir Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919, 1951, 1966, dan 1990. Semua letusan tersebut mirip dan memiliki ciri waktu letusan yang 31 sangat pendek, produk letusan kecil (0.1-0.2 km3) dan VEI = 3-4 (Kusumadinata, 1979). Bahaya utama dari letusan Gunung Kelud adalah terjadinya erupsi lahar. Letusan terbesar terjadi pada tahun 1919 yang menyebabkan 5160 orang meninggal. Gunung Kelud terakhir kali meletus tahun 1990 dan menyebabkan tujuh orang meninggal dan dua kampung hancur . Fokus penelitian ini adalah perkembangan metode penentuan hiposenter untuk menghasilkan suatu lokasi hiposenter yang lebih akurat. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa efek kesalahan model kecepatan dapat diminimalisasi secara efektif David P. Sahara, Adrianto W. Kusumo, Kus Sri Widiyantoro, dan Rachmat Sule dengan menggunakan metode relokasi relatif hiposenter (Poupinet et al., 1984, Got et al., 1994). Pada tahun 2000 Waldhauser mengenalkan suatu metode relokasi Double Difference untuk menentukan an posisi relatif hiposenter dengan lebih akurat. Metode Double Difference diaplikasikan untuk merelokasi hasil penentuan lokasi hiposenter Gunung Kelud dengan menggunakan metode Single Event Determination dan Joint Hypocenter Determination yang telah dilakukan kukan sebelumnya (Sahara, 2009). II. DATA GEMPA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menggunakan sistem telemetri untuk mengumpulkan berbagai data dari lokasi yang jauh dan mengirim informasi ke pusat instalasi dengan memasang seismometer di 4 stasiun (KLD, SUM, GJM, dan KWH) untuk merekam aktivitas Gunung Kelud (Gambar 2). Data yang dianalisis adalah data perekaman mulai tanggal 27 September 2007 hingga 12 November 2007 oleh keempat stasiun tersebut. Selama periode tersebut tercatat sebanyak 2293 sumber gempa vulkanik tipe A dan B (Sahara, 2009). Waktu tiba gelombang S sangat susah diidentifikasi dengan jelas, sehingga penentuan lokasi hiposenter hanya menggunakan data waktu tiba gelombang P dari gempa vulkanik. III. METODE DOUBLE DIFFERENCE Metode double difference secara teoritis merupakan pengembangan metode Geiger dengan menggunakan data relatif waktu tempuh antar dua hiposenter. Prinsip metode ini adalah jika jarak persebaran hiposenter antara dua gempa sangat kecil dibanding jarak antara stasiun – sumber, maka ray path kedua gempa dapat dianggap mendekati sama. Dengan asumsi ini, maka selisih waktu tempuh antara kedua gempa yang terekam pada satu stasiun yang sama dapat dianggap hanya sebagai fungsi jarak antara kedua hiposenter. Sehingga kesalahan model kecepatan kecepat bisa diminimalisasi tanpa menggunakan koreksi stasiun. (Waldhauser dan Ellsworth , 2000). 2000) Residual relatif waktu tempuh antara hiposenter i dan hiposenter j (satu pasang hiposenter) pada stasiun k ( dapat di formulasikan dengan : dan adalah waktu tempuh dari hiposenter i ke stasiun k dan adalah adalah waktu tempuh dari hiposenter j ke stasiun k. 32 Persamaan 1 hanya berlaku bila jarak antara kedua hiposenter dekat, tetapi bila jarak kedua hiposenter berjauhan maka slowness model antara kedua hiposenter tidak konstan dan persamaan tersebut menjadi tidak stabil. Linearisasi persamaan 1 diberikan oleh : (2) Persamaan 2 dapat ditulis lengkap menjadi (3) Dengan menggabungkan persamaan 3 untuk semua pasangan hiposenter pada semua stasiun pengamat dalam satu cluster maka dapat dibuat suatu persamaan linear matriks double difference : (4) Dengan G merupakan matriks partial derivative residual waktu tempuh terhadap parameter hiposenter. Matriks ini berukuran M x 4N, dengan M adalah jumlah persa persamaan yang mungkin dibentuk dari semua pasangan hiposenter pada semua stasiun dalam satu cluster, dan N adalah jumlah hiposenter dalam satu cluster. m adalah data vektor perubahan posisi relatif antar pasangan hiposenter terhadap posisi relatif hiposenter ddugaan (awal) [dx,dy,dz,dt]T pada satu cluster, sedangkan d adalah residual double difference seluruh pasangan hiposenter. W adalah matriks diagonal untuk pembobotan tiap persamaan. Matriks W digunakan karena besar signal to noise ratio berbeda untuk tiap event pada tiap stasiun. Matriks W memberikan bobot untuk tiap persamaaan berdasar kualitas pick tiap event. Pada dasarnya matriks G masih mempunyai banyak kelemahan, salah satu kelemahannya adalah kolom matriks G hanya memiliki 8 kolom yang tidak bernilaii nol di satu baris. Hal ini menyebabkan solusi dari inversi menjadi kurang stabil. Salah satu cara untuk meningkatkan kestabilannya yaitu menyeleksi hiposenter yang akan dimasukan ke dalam matriks G, hiposenter yang dimasukkan hanyalah hiposenter yang saling ing terhubung dengan baik atau memiliki nilai (1) koherensi yang cukup tinggi. Aplikasi plikasi Metode Double Difference Untuk Relokasi Hiposenter Gempa Vulkanik Gunung Kelud Secara Akurat IV. METODE MULTIPLET CLUSTERING Analisis multiplet clustering dilakukan untuk menentukan hiposenter yang saling terhubung satu dengan yang lain dan kemudian mengelompokkannya dalam satu cluster. Multiplet mikroseismik merupakan grup kejadian mikroseismik dengan waveform yang mirip dan diperkirakan berasal dari shear slip dari bidang rekah atau struktur yang sama (Asanuma et al., 2006). Analisis multiplet clustering dimulai dengan analisis koherensi antar waveform. waveform Koherensi menunjukkan hubungan kemiripan antara dua waveform yang ditunjukkan dalam rentang angka 0 hingga ngga 1. Jika nilai koherensi semakin mendekati 1, maka kedua wavefrom makin mirip dan sebaliknya. Nilai koherensi didapatkan dari persamaan: dan (5) adalah cross power spectral density antara dua waveform sedangkan dan adalah auto power spectral density. density Nilai-nilai nilai tersebut berada dalam domain frekuensi dan didapatkan dengan menggunakan Short Time Fourier Transform (STFT) pada sejumlah window tertentu yang telah ditentukan. (6) dengan dan adalah fungsi waveform dalam domain frekuensi dan dan adalah konjugatnya. Analisis koherensi dilakukan terhadap semua pasangan hiposenter. Dari hasil analisis dibuat suatu tabel koherensi antar hiposenter. Kemudian ditentukan satu nilai threshold koherensi sebagai nilai minimum pasangan hiposenter yang dapat dimasukkan ke dalam satu cluster. V. ANALISIS SPATIAL ERROR DISTRIBUTION Analisis error spatial distribution digunakan untuk melihat kualitas persebaran stasiun pengamat pada daerah studi. Ditentukan dua 33 titik sampel, satu pada koordinat (0,0,0) yang mewakili titik di dalam area coverage stasiun dan kedua pada koordinat (1200,1200,0) pada luar coverage stasiun pengamat. Dibuat grid berukuran 21 x 21 titik pada masing masing-masing titik sampel, dengan jarak antar titik grid masing-masing masing adalah 100 m pada arah X, Y, Z. Titik sampel berada pada tengah grid. Root Mean Square error (RMS Error) waktu tempuh dihitung pada masing-masing masing titik grid terhadap waktu tempuh titik sampel dan kemudian dibuat kontur RMS. Hasil kontur RMS pada sampel (0,0,0) memberikan nilai minimum global error pada titik sampel. Secara umum bisa dianalisis bahwa persebaran stasiun pengamat pada lapangan cukup baik dan secara statistik nilai hasil inversi SED memberikan lokasi pada minimum error yang tepat. Hasil kurang baik didapat dari kontur RMS pada sampel di luar coverage stasiun pengamat. Minimum RMS tidak berada pada satu titik, tetapi pada satu trend garis, sehingga hasil inversi belum tentu memberikan lokasi hiposenter pada minimum error yang tepat. Dari hasil ini didapat zona dengan tingkat kepercayaan tinggi pada radius 1000 m dari puncak kawah (0,0), di luar zona tersebut tingkat kepercayaan hasil inversi kurang baik. Berdasar analisis tersebut daerah penelitian dibatasi hanya pada radius dius 1000 m dari puncak kawah. VI. DISTRIBUSI HIPOSENTER HASIL METODE SINGLE EVENT DETERMINATION (SED) DAN JOINT HYPOCENTER DETERMINATION (JHD) Penentuan hiposenter gempa vulkanik Gunung Kelud dengan metoda SED dan JHD telah dilakukan dengan menggunakan model kecepatan 1-D D (Sahara, 2009). Model kecepatan untuk analisis didapat dari apriori informasi geologi dan survey graviti di Gunung Kelud. Perbedaan metode SED dan JHD terletak pada besaran koreksi stasiun. Metode JHD secara simultan akan menginversi waktu tempuh sekelompok hiposenter untuk mendapatkan lokasi hiposenter serta besaran koreksi stasiun sebagai koreksi terhadap kesalahan akibat model kecepatan 1-D D yang digunakan. Pada beberapa kasus dengan menggunakan model kecepatan yang sama, metode JHD berhasil mengurangi error akibat kesalahan lateral model kecepatan dan memberikan posisi hiposenter yang lebih baik dari pada SED (Pujol, 2000). Dengan memperhitungkan koreksi stasiun, maka residual waktu tempuh David P. Sahara, Adrianto W. Kusumo, Kus Sri Widiyantoro, dan Rachmat Sule yang didapatkan pada station ke-ii dapat ditulis ditu sebagai berikut: (7) adalah waktu tempuh gelombang dengan pada stasiun ke-ii hasil observasi dan adalah waktu tempuh gelombang dugaan hasil perhitungan dari model kecepatan yang dimiliki serta adalah koreksi stasiun. Pada penelitian ini hasil metode SED dan JHD hampir sama, maksimal perbedaan lokasi antara kedua metode tersebut adalah 20m. Kemiripan hasil ini karena dari analisis inversi JHD didapat nilai koreksi stasiun yang sangat san kecil. Rata-rata rata nilai koreksi stasiun kurang dari 3 ms. Nilai ini sangat kecil dibanding dengan nilai data waktu tempuh (rata-rata (rata bernilai 1000 ms), sehingga nilai koreksi tidak begitu memberikan perubahan lokasi hiposenter yang signifikan. Rata-rata Rata posisi hiposenter hanya bergeser sekitar 8 m dari posisi SED dengan trend antar hiposenter yang sama. Hasil metode SED dan JHD menunjukkan bahwa episenter gempa vulkanik terkonsentrasi disekitar Kawah Gunung Kelud (Gambar 8). Persebaran hiposenter secar secara keseluruhan menunjukkan suatu pola yang teratur, dari bawah mulai dari bulan September, terus bergerak ke atas hingga bulan November. Hal ini berkorelasi baik dengan pergerakan magma menuju permukaan selama aktivitas Gunung Kelud. Selisih antara waktu tempuh hasil pengamatan (tobs) dengan waktu tempuh hasil perhitungan (tcal) berkisar antara 0,35 detik sampai dengan 0,35 detik (gambar 8). VII. RELOKASI HIPOSENTER DENGAN MENGGUNAKAN METODE DOUBLE DIFFERENCE Analisis DD diawali dengan analisis multiplet clustering untuk penentuan cluster hiposenter. Dua hiposenter dipilih sebagai acuan analisis koherensi dengan hiposenter yang lain. Hiposenter acuan yang dipilih adalah hiposenter dengan ID SEP270429 270429 dan OKT241937. Hiposenter SEP270429 merupakan representasi si gempa dalam (2459 m) dan terjadi sebelum aktivitas utama Gunung Kelud. Sedangkan hiposenter OKT241937 merupakan representasi gempa dangkal (131 m) dan terjadi setelah aktivitas utama Gunung Kelud. Batas bawah koherensi pasangan hiposenter untuk dapat dimasukkan di ke dalam satu cluster adalah 80%. 34 Dari analisis koherensi didapat 199 hiposenter yang saling terhubung pada 34 cluster hiposenter. Sedangkan hiposenter lainnya independen terhadap hiposenter yang lain, karena jarak antar hiposenter yang terlalu jauh atau koherensi antar waveform yang jelek. Hiposenter-hiposenter hiposenter ini tidak dimasukkan pada proses relokasi metode double diffe difference. Input delay time digunakan gabungan data absolut pick dan data delay time yang lebih akurat dengan analisis correspond the peak (pers. comm. Asanuma, 2009). Metode DD secara keseluruhan bisa membuat hiposenter lebih terkonsentrasi pada satu trend struktur. truktur. Hasil relokasi DD menarik hiposenter ke dalam centroid of gravity tiap cluster-nya. Sehingga hiposenter - hiposenter tersebut berdekatan dan berkumpul pada satu trend bidang rekah. VIII. ANALISIS Secara sifat fisika (physical preperties) preperties), relokasi hasil metode DD mempunyai tingkat kepercayaan yang lebih besar. Hal itu karena dari analisis koherensi semua hiposenter dalam satu cluster mempunyai koherensi yang sangat mirip (mendekati satu), sehingga dapat diinterpretasikan bahwa hiposenter-hiposenter hiposenter tersebut berasal dari satu mekanisme gempa yang sama dan terletak saling berdekatan pada satu trend bidang rekah atau struktur. Secara stasitik hasil ini juga memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, karena memiliki nilai RMS waktu tempuh uh yang lebih kecil dari pada metode SED dan JHD. Selain itu analisis DD menggunakan data delay time yang lebih akurat dengan menggunakan analisis correspond the peak, sehingga memiliki tingkat kepercayaan yang lebih baik. Berdasar analisis koherensi, didapat tiga pola mekanisme gempa sepanjang perekaman gempa. Kelompok ompok pertama adalah kelompok gempa yang memiliki koherensi tinggi dengan hiposenter acuan SEP270429 270429 (sebelum aktivitas utama) dan terjadi mulai dari 27 September hingga 15 Oktober 2007. Kelompok gempa ini merupakan gempa dalam (5138 m hingga 642 m)) di bawah permukaan air laut dengan nilai magnitudo rata rata-rata bernilai > 0. Gempa pada cluster ini diinterpretasikan sebagai gempa akibat tekanan (pressure)) yang disebabkan oleh desakan pergerakan magma menuju permukaan. Bila diplot berdasar waktu kejadiann hiposenter dalam cluster ini terjadinya berurutan dari bawah ke atas sesuai dengan pergerakan magma. Aplikasi Metode Double Difference untuk Relokasi Hiposenter Gempa Vulkanik Gunung Kelud secara Akurat Kelompok kedua, memiliki nilai koherensi tinggi dengan hiposenter acuan OKT241937 (setelah aktivitas utama), berkumpul pada kedalaman 230 m hingga -269 m dari permukaan laut (kedalaman minus berarti di atas permukaan laut) dengan nilai magnitudo rata-rata bernilai antara -0,7 hingga 0. Berdasarkan apriori informasi, pada kedalaman ini kemungkinan terdapat kantong magma (magma chamber) Gunung Kelud. Berdasar lokasi dan waktu kejadian dari kelompok kedua, kami menginterpretasikan pola ini sebagai gempa sebagai akibat pelepasan energi (penurunan tekanan) pada kantong magma setelah terjadi aktivitas utama. Kelompok ketiga, tidak memiliki koherensi yang baik dengan kedua hiposenter acuan dan memiliki magnitudo sangat kecil (< -0,7). Gempa-gempa ini terjadi sebelum dan sesudah aktivitas utama dengan lokasi hiposenter yang tersebar secara acak. Gempa ini kemungkinan disebabkan oleh deformasi pada gunung api saat aktivitas magma meningkat. Kelompok gempa ini memiliki mekanisme pergerakan yang independen satu sama lain dan kemungkinan tidak memiliki korelasi dengan pola pergerakan magma menuju permukaan. IX. KESIMPULAN Dari studi ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Distribusi hiposenter terletak di bawah kawah Gunung Kelud mulai dari kedalaman 5138 m di bawah permukaan hingga ke permukaan. 2. Histogram kesalahan penentuan hiposenter (tobs-tcal) menunjukkan bahwa penentuan hiposenter menggunakan metode DD lebih baik dibandingkan menggunakan metode SED. 3. Hasil relokasi hiposenter dengan metode DD menunjukkan bahwa hiposenter bisa lebih terkonsentrasi pada satu trend struktur seismisitas dengan jelas. 4. Dari hasil analisis koherensi diperoleh tiga pola mekanisme utama gempa sepanjang aktivitas gunung Kelud antara bulan September sampai dengan November 2007. Yang pertama diinterpretasikan sebagai gempa akibat tekanan oleh desakan pergerakan magma menuju permukaan, yang kedua sebagai akibat setelah terjadi aktivitas utama, dan yang ketiga oleh deformasi pada gunung api saat aktivitas magma meningkat dengan lokasi sumber gempa tersebar secara acak. 35 UCAPAN TERIMA KASIH DPS dan AWK menyampaikan terima kasih kepada ITB yang telah mendanai kami untuk menyelesaikan pemrograman algoritma metode double difference di Tohoku University, Japan, selama 1 bulan (2009). Riset ini didanai oleh Hibah DIKTI 2009 dan sebagian oleh Riset Insentif, RISTEK, 2009 a.n. SW. DAFTAR PUSTAKA 1. Asanuma, H., Hotta, A., Manthei, G., Niitsuma, H., 2006, Relocation of AE events from a compression test of a Rock Salt Specimen by Coherence Collapsing Method, EAGE 68th conference and exhibition, 115-133. 2. Got, J. L., Fre´chet, J., Klein, F. W., 1994, Deep fault plane geometry inferred from multiplet relative relocation beneath the south flank of Kilauea, J. Geophys. Res. 99, 15,375–15,386. 3. Kusumadinata, K., 1979, Data dasar Gunung api Indonesia. (Catalogue of references on Indonesian volcanoes with eruptions in historical times), Volcanological Survey of Indonesia, 820pp. 4. Poupinet, G., Ellsworth, W. L., and Fre´chet, J., 1984, Monitoring velocity variations in the crust using earthquake doublets: an application to the Calaveras fault, California, J. Geophys. Res. 89, 5719–5731. 5. Pujol, J., 2000, Joint Event Location- The JHD Technique and Application to Data From Local Seismic Networks, Advances in Seismic Location, 163–204. 6. Sahara, D., P., 2009, Pengembangan dan Aplikasi Metode Double Difference untuk Penentuan Relokasi Hiposenter Secara Akurat; Studi Kasus : Gunung Kelud dan Model Sintetis Reservoar Geotermal, Tugas Akhir Program Studi Teknik Geofisika, ITB. 7. van Bergen, M. J., Bernard, Sumarti, S., Sriwana, T., Sitorus, K., 2000, Crater lakes of Java: Dieng, Kelud and Ijen, IAVCEI General Assembly : Excursion Guidebook. 8. Waldhauser, F., and Ellsworth, W.L., 2000, A double-difference earthquake location algorithm: Method and application to the Northern Hayward fault, California, Bull. Seismol. Soc. Am. 90, 1353–1368. 9. Zaenuddin, A. 1992, Peta Gunungapi Kelud, Jawa Timur, Direktorat Vulkanologi, Bandung. David P. Sahara, Adrianto W. Kusumo, Sri Widiyantoro, dan Rachmat Sule Gambar 1. Lokasi Gunung Kelud diantara gugusan gunung api. Gunung Kelud terletak pada bagian barat dari pola N-S gugusan gunung api Welirang-Arjuna dan Kawi-Butak (van Bergen et al., 2000). Gambar 2. Distribusi stasiun pencatat gempa di Gunung Kelud. 36 Aplikasi Metode Double Difference untuk Relokasi Hiposenter Gempa Vulkanik Gunung Kelud secara Akurat Gambar 3. Ilustrasi dari algoritma metode double difference. Event i dan event j direlokasi bersama terhadap stasiun k dan stasiun l (Waldhauser dan Ellsworth, 2000). Gambar 4. Alur analisis koherensi dari dua data. Gambar 5. Spatial error distribution dengan titik sampel di tengah coverage stasiun. 37 David P. Sahara, Adrianto W. Kusumo, Sri Widiyantoro, dan Rachmat Sule Gambar 6. Spatial error distribution dengan titik sampel di luar coverage stasiun. Gambar 7. Model geologi (kiri) dan model kecepatan (kanan) gelombang-P Gunung Kelud (Zaennudin et al., 1992). 38 Aplikasi Metode Double Difference untuk Relokasi Hiposenter Gempa Vulkanik Gunung Kelud secara Akurat Gambar 8. Perbandingan lokasi hiposenter hasil lokasi metode SED (kiri), metode JHD (tengah), dan metode DD (kanan). 39 David P. Sahara, Adrianto W. Kusumo,, Sri Widiyantoro, dan Rachmat Sule (a) (b) Gambar 9. (a) Lima sampel data waveform pada satu cluster, dan (b) contoh analisis delay time dengan menggunakan metode correspond the peak (pers. comm. Asanuma, 2009). 40