Studi Kegempaan Di Wilayah Sumat Relokasi - HFI DIY

advertisement
318
Sherly Ardhya Garini / Studi Kegempaan Di Wilayah Sumatera Bagian Utara Berdasarkan Relokasi Hiposenter Menggunakan
Metode Inversi
Studi Kegempaan Di Wilayah Sumatra Bagian Utara Berdasarkan
Relokasi Hiposenter Menggunakan Metode Inversi
Sherly A. Garini, Jihan N. Shohaya, Yashinta Salsabella, Lailatul
Lailat Kumalasari, Endah Rahmawati
Rahmawati* dan Madlazim
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Surabaya
Kampus FMIPA Unesa Gedung C-D,
D, Ketintang Surabaya
*[email protected]
Abstrak – Jalur subduksi Sumatra telah mengalami rupture (sobekan) oleh gempa-gempa
gempa
a besar sejak abad 18. Hingga
saat ini masih terdapat seismic gap pada sebelah barat pulau Sumatera yang mengindikasikan bahwa energi yang
terakumulasi pada jalur subduksi di wilayah sumatra belum terlepas sepenuhnya. Keadaan tersebut menyebabkan sesar
wilayah Sumatra bagian utara (Aceh) memiliki aktivitas kegempaan yang tinggi. Pada studi ini data yang digunakan
untuk merelokasi hiposenter adalah data hiposenter dan waktu tempuh gelombang P yang didownload dari Geofon and
Eida mulai tahun 2006-2013.
2013. Metode relokasi hiposenter yang digunakan adalah metoda inversi dengan model
kecepatan Sumatera hasil studi sebelumnya. Metode inversi dengan cara coupled-velocity
coupled velocity hypocenter yang diterapkan
dalam penelitian ini telah meghasilkan relokasi gempa
ge
dengan rms rata-rata 0.67detik dan GAP rata
rata-rata 176. Hasil
relokasi dipetakan untuk menunjukkan hubungan gempa-gempa
gempa
area Sumatra Utara dengan sesar Sumatera.
Kata kunci: sesar Sumatra, relokasi hiposenter, metode inversi
Abstract Sumatran subductionn zone was ruptured by several great earthquakes since the 18th century. The existing
seismic gap in Western Sumatra indicates that there is a potency of accumulated energy that was not fully released. It
causes Northern Sumatera has great potency of earthquake.
earth
In this study, the data of hypocenters and P-wave
P
travel time
were downloaded from
rom Geofon and Eida from 2006 until 2013. Inversion method and velocity model of previous study
were conducted to relocate the hypocenter. Coupled velocity-hypocenter
velocity
based
ed on inversion method resulted relocation,
which has an average rms of 0.67 secon and an average GAP of 176. The result is mapped to shows
shows its correlation with
Sumatran fault.
Keywords: Sumatran subduction, hypocenter relocation, inversion method
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dunia.
Selain itu, Indonesia juga merupakan salah satu daerah
rawan bencana. Hal ini karena posisi
osisi negara Indonesia
yang terletak di antara pertemuan lempeng besar HindiaAustralia, Eurasia, dan Pasifik, yang menjadikan negara
ini rawan gempa bumi dan letusan gunung api.
api
Pergerakan relatif dari lempeng-lempeng
lempeng tersebut juga
menimbulkan terjadinya sesar-sesar
sesar yang selanjutnya
dapat berkembang menjadi daerah pusat sumber gempa
bumi [1]. Salah satu daerah yang rawan
n mengalami
kejadian gempa bumi di Indonesia adalah daerah
Sumatera.
Pulau Sumatera dan sekitarnya memiliki pola tektonik
yang unik, di sebelah barat Sumatera membentang daerah
zona subduksi yang sejajar dengan garis pantai Sumatera,
di darat membentang sesar Sumatera yang membelah
Pulau Sumatera menjadi dua, dari Teluk Andaman di
ujung utara sampai Teluk Semangko di ujung selatan
yang sejajar dengan kelurusan zona subduksi. Zona
subduksi dan sesar merupakan generator gempabumi
yang sangat aktif seperti halnya di pulau Sumatera. Pola
tektonik Sumatera dan sekitarnya terlihat seperti
sepe pada
Gambar 1.
Sumatera bagian utara (Aceh) memiliki catatan sejarah
gempa sepanjang jalur subduksi, salah satunya adalah
gempa Aceh pada tahun 2004 yang memiliki
liki magnitudo
9.1–9.3. Gempa tersebut menimbulkan tsunami dan
menyebabkan kerusakan yang sangat fatal.
Gambar 1. Pola Tektonik Sumatera dan sekitarnya [1].
Gempa-gempa
gempa besar yang telah terjadi tidaklah cukup
meringankan akumulasi energi pada megathrust segmen
Mentawai/Sumatera
bagian
Barat.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa masih ada peluang terjadinya
gempa besar berpotensi tsunami akibat pelepasan energi
pada megathrust belum terjadi. Hal tersebut harus
membuat kita waspada.. Salah satu bentuk kewaspadaan
tersebut adalah dengan melakukan studi kegempaan
untuk menentukan lokasi hiposenter
posenter dan model kecepatan
1D secara akurat. Studi ini bertujuan mengetahui re
relokasi
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014
Sherly Ardhya Garini / Studi Kegempaan Di Wilayah Sumatera Bagian Utara Berdasarkan Relokasi Hiposenter
Menggunakan Metode Inversi
hiposenter gempa secara akurat dan model kecepatan 1D
yang sesuai untuk wilayah sumatera bagian utara (Aceh
dan Simelue) dengan metode inversi coupled
c
velocityhipocenter,, yaitu metode relokasi gempa yang juga
menghasilkan model kecepatan baru dan koreksi stasiun
secara bersamaan menggunakan prinsip meroda geiger
dengan software VELEST 3.3 [2].
II. METODE PENELITIAN
Studi ini menggunakan data katalog gempa Geofon
yang diunduh dari WebDC-Eida
Eida Portal pada koordinat 2oo
o
o
6 LU dan 95 -98 dari Januari 2006 sampai dengan
Desember 2013. Jumlah event yang digunakan adalah 46
yang tercatat pada 28 stasiun pencatat gempa.
Penentuan
uan relokasi hiposenter dalam penelitian ini
menggunakan metode inversi. Metode ini sering
digunakan pada bidang seismologi, karena pengamatan
yang dilakukan tidak mungkin dilakukan secara langsung
di bawah permukaan bumi. Proses inversi merupakan
proses pengolahan
engolahan data lapangan yang melibatkan teknik
penyelesaian
matematika
dan
statistik
untuk
mendapatkan informasi yang berguna mengenai distribusi
sifat fisis bawah permukaan. Tujuan proses inversi adalah
untuk mengestimasi parameter fisis batuan yang tidak
tida
diketahui sebelumnya.
Beberapa metoda inversi telah berhasil dikembangkan
untuk "mengekstraksi" informasi tentang parameter
gempa dan struktur kecepatan gelombang gempa dari
sekumpulan data waktu tiba gelombang gempa. Sejak
itulah secara teoritis dan teknis
knis struktur kecepatan
gelombang gempa di bawah permukaan bumi dapat
ditentukan dengan melakukan inversi pada sekumpulan
data waktu tiba gelombang gempa yang terekam pada
seismogram [3].
Salah satu parameter yang diperoleh pada pengamatan
seismik adalah waktu
aktu tiba gelombang (tobs) di stasiun
seismik. Bila gelombang seismik menjalar pada medium
yang homogen dari posisi sumber (x0, y0, z0), maka waktu
tiba gelombangnya, misalnya gelombang P dapat
dihitung di stasiun seismik seperti Gambar
ambar 2, dengan
persamaan sebagai berikut,
dengan
= waktu tiba gelombang P di stasiun seismik ke i
waktu terjadi gempa
kecepatan gelombang P
Gambar 2. Sumber gempa dan stasiun
tasiun seismik [4].
319
Dalam
alam menentukan hiposenter memakai metode
tersebut, maka langkah yang harus dilakukan adalah
menyusun matriks yang berelemen parameter model,
matriks jacobi dan matriks berelemen selisih data waktu
tiba dengan waktu tiba perhitungan (
.
Dimana, kecepatan gelombang P (
diasumsikan
konstan dan waktu terjadi gempa t0 diketahui dari
hubungan data waktu tiba gelombang P dengan selisih
waktu tiba gelombang S dengan P.
Solusi diperoleh bilamana parameter model memiliki
kesalahan terkecil atau kesalahan dengan kriteria yang di
inginkan. Nilai kesalahan (E) dihitung dari jumlah
kesalahan kuadrat :
(2)
Keterbatasan pendekatan linear antara lain adalah
model awal harus cukup dekat dengan solusi dan
kemungkinan konvergensi pada minimum
mini
lokal bukan
minimum global [4].
Metode Coupled Velocity-Hypocenter
Hypocenter
Metode ini merupakan metode relokasi gempa dengan
dan koreksi stasiun secara bersamaan menggunakan
prinsip meroda geiger, dengan menggunakan piranti
lunak VELEST 3.3 yang terdiri dari empat file input.
Model kecepatan diperbaharui menggunakan persamaan
Kissling [2].
,
(3)
Keterangan :
= residual waktu tempuh observasi dan waktu
tempuh kalkulasi
fungsi terhadap s, h, m. S = lokasi stasiun
stasiun, h =
lokasi
hiposenter dan waktu tiba, m = model kecepatan
jmlah hiposenter
jumlah parameter model kecepatan dan mewakili
semua kesalahan termasuk kesalahan pengamatan,
perhitungan
ungan dan kesalahan model kecepatan
jumlah stasiun
koreksi stasiun.
Nilai waktu calculated yang baru akan dibandingkan
misfit-nya dengan waktu calculated sebelumnya untuk
satu iterasi. Dalam setiap iterasinya tercantum nilai RMS
antara data waktu tempuh observasi dan waktu tempuh
perhitungan, sehingga jumlah iterasi dapat diatur hingga
memenuhii kriteria RMS yang diharapkan [6,9]
[6,9].
VELEST 3.3 dapat digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan antara lain metode coupled hypocentervelocity untuk gempa lokal,
okal, eksplorasi lapangan tambang,
dan seismik aktif [5].. Piranti lunak ini telah digunakan
untuk relokasi hiposenter dan pembaharuan model
kecepatan diantaranya untuk wilayah Sumatra [6].
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode coupled velocity-hypocenter
hypocenter dapat digunakan
untuk memperbarui model kecepatan. Dalam setiap
iterasi akan tercantum nilai RMS antara data waktu
tempuh pengamatan dan perhitungan, sehingga jumlah
itererasi dapat diatur hingga memenuhi kriteria RMS
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014
320
Sherly Ardhya Garini / Studi Kegempaan Di Wilayah Sumatera Bagian Utara Berdasarkan Relokasi Hiposenter Menggunakan
Metode Inversi
yang diharapkan. Data awal yang diperlukan untuk
menjalankan metode ini adalah data hiposenter awal,
waktu tempuh yang tercatat pada stasiun, koordinat
stasiun pencatat gempa dan model kecepatan acuan [6,8].
A. Model Kecepatan
Dengan menggunakan model kecepatan awal 1D
gelombang P untuk wilayah Sumatra [6] di dapatkan hasil
model kecepatan baru hasil inversi menggunakan piranti
lunak VELEST3.3.
Model kecepatan baru yang dihasilkan oleh metode
coupled velocity-hypocenter sedikit berbeda dengan
model kecepatan awal [9] dianggap lebih benar seperti
ditunjukkan pada Gambar 3. Pada kedalaman kurang dari
10 m model kecepatan hasil inversi lebih cepat 1.5
sampai dengan 2 km/s. Perbedaan tersebut dikarenakan
perbedaan wilayah penelitian, model kecepatan awal
yang digunakan merupakan model kecepatan pulau
Sumatera, sedangkan wilayah penelitian ini lebih kecil
lagi yaitu sumatera bagian utara (Aceh). Pada struktur
kerak benua secara umum, diskontinuitas conrad berada
pada kedalaman 15 km dan diskontinuitas Mohorovisic
(moho) berada pada kedalaman 34 km [7]. Apabila
dilihat pada Gambar 5, diskontinuitas conrad terjadi pada
kedalaman 10 km. Sedangkan diskontinuitas mohorovisic
(moho) terjadi pada kedalaman 35 km.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap wilayah memiliki
model kecepatan 1D gelombang P yang berbeda sesuai
dengan kondisi geologi bawah permukaan. Model
kecepatan hasil inversi penelitian ini menunjukkan bahwa
semakin dalam maka semakin besar pula kecepatan
gelombang P. Hal tersebut menyatakan bahwa semakin
kedalam maka lapisan penyusun bumi semakin rapat,
yang di tandai dengan semakin besarnya kecepatan
gelombang P.
dekat dengan permukaan bumi (Gambar 5). Sebagian
besar hiposenter gempa terkonsentrasi pada kedalaman
20 sampai dengan 40 km yang artinya gempa-gempa
tersebut digolongkan sebagai gempa dangkal dengan ciriciri kedalaman kurang dari 60 km.
Kontrol dari metode ini adalah kesesuaian dengan
kondisi seismotektonik penelitian dan nilai kesalahan
minimum (RMS), semakin kecil nilai RMS maka akan
semakin baik. RMS ini didapatkan dari residual yang
merupakan selisih antara waktu pengamatan ( tobs) dan
waktu perhitungan (tcal) dari piranti lunak VELEST3.3.
Hasil relokasi menggunakan metode coupled velocityhypocenter ini relatif baik. Hal ini di tandai dengan nilai
rata-rata RMS yang relatif kecil yakni 0,67 detik dan nilai
rata-rata GAP sebesar 176. Nilai GAP ini relatif besar
dikarenakan letak stasiun yang digunakan tidak
melingkupi atau mengelilingi event-event gempa yang
ada pada penelitian. Posisi sumber gempa yang terletak
atau
ditengah
dan
terkepung
jaringan
sesimometer/penerima merupakan posisi ideal dalam
penentuan koordinat hiposenter.
Gambar 4. Lokasi hiposenter dan relokasi hiposenter dengan
metode coupled velocity-hypocenter
Gambar 3. Model kecepatan sebelum dan sesudah inversi.
B. Relokasi hiposenter
Relokasi hasil perhitungan menggunakan metode
coupled velocity- hypocenter menunjukkan bahwa posisi
hiposenter gempa bumi terkonsentrasi dengan jarak yang
tidak terlalu jauh dengan letak hiposenter awal. Sebagian
besar gempa bumi pada tahun 2006-2013 berada pada
jalur sesar Sumatera dan pulau Simelue (Gambar 4).
Selain terjadi pergeseran letak epicenter gempa,
kedalaman juga mengalami perubahan menjadi lebih
Gambar 5. Lokasi hiposenter dan relokasi hiposenter dengan
metode coupled velocity-hypocenter 3 dimensi
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014
ISSN : 0853-0823
Sherly Ardhya Garini / Studi Kegempaan Di Wilayah Sumatera Bagian Utara Berdasarkan Relokasi Hiposenter
Menggunakan Metode Inversi
IV. KESIMPULAN
Hasil relokasi hiposenter utuk wilayah Sumatera bagian
utara (Aceh) telah diperoleh dengan RMS error sebesar
0.67 detik dan GAP 176. Sebagian besar relokasi
hiposenter berada di jalur sesar sumatera dan pulau
Simelue menunjukkan sebagian besar terjadi merupakan
akibat aktivitas sesar Sumatera.
Penentuan model kecepatan dalam relokasi hiposenter
merupakan hal yang ikut menentukan hasil relokasi
hiposenter. Pada penelitian ini diperoleh hasil kecepatan
gelombang P untuk kedalaman kurang dari 10 km lebih
cepat, dengan kecepatan bersifat lokal dibanding model
kecepatan awal yang bersifat regional.
Hasil relokasi dan model kecepatan pada studi ini
diharapkan bisa berguna sebagai data referensi untuk
studi kegempaan dalam upaya mengurangi resiko
bencana akibat gempa bumi.
PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
L.D. Rifai dan I.P. Pudja, Studi Awal Hubungan Gempa
Laut dan Gempa Darat Sumatera dan Sekitarnya, Jurnal
Metereologi dan Geofisika, Vol 11, No 2, 2010, pp:142148.
E. Kissling, Program Velest User Guide, Institute of
Geophysics and Swiss Seismological Service, ETHHoenggerberg, 1995.
T.N. Puspito, Struktur Kecepatan Gelombang Gempa Dan
Koreksi Stasiun Seismologi Di Indonesia, Jurnal
Matematika dan Sains (JMS), Vol. 1, No. 2, 1996, pp.
20-40.
H. Grandis, Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika,
Himpunan Ahli Geofisika (HAGI), 2009.
Rachman dan Nugraha, Studi Kegempaan Area Selat
Sunda dan Sekitarnya Berdasarkan Hasil Relokasi
Hiposenter Menggunakan Metode Double Difference,
JTM, Vol XIX, No 4, 2012, pp: 184-189.
Madlazim dan B.J. Santosa, Simultaneous Inversion for 1D P-Wave Velocity Model, Station Correction and
Hypocenters of Sumatran Earthquakes, 5th Kentingan
Physics Forum, 2014.
E. Supriyanto, Analisis Data Geofisika: Memahami Teori
Inversi, Universitas indonesia, 2007.
K. Madlazim, Earthquake Source Parameters at Sumatran
Fault Zone: Identification of The Activated Fault Plane,
Central European Journal of Geosciences, Vol 2, Issue 4,
2010, pp. 455-474.
I. Mandrinnovella, S.Widiyantoro dan I. Meilano,
Relokasi Hiposenter Gempa Padang 30 September 2009
Menggunakan Metode Double Difference, JTM, Vol.
XVIII, 2011, pp: 3-10.
321
TANYA JAWAB
Sismanto, UGM
? a). model kecepatan yang diperoleh lebih lambat
atau lebih cepat?
b). perlu referensi untuk melihat peran yang lebih
baik!
Sherly A. Garini, Universitas Negri Surabaya.
@ a). Pada kedalaman kurang dari 10 km model
kecepatan hasil penelitian kami lebih cepat dari model
kecepatan awal. Sedangkan pada kedalaman lebih dari
10 km model kecepatan kami relative sedikit lebih
lambat. Di mana hal tersebut dikarenakan cakupan
daerah penelitian yang berbeda. Karena struktur
penyusun lapisan bawah permukaan bumi di setiap
wilayah berbeda-beda.
b). Disarankan perlu relokasi dengan metode lain,
agar dapat dicari mana hasil yang lebih baik. Namun
pada penelitian kami hasil relokasi sesuai dengan
keadaan geologin daerah penelitian.
Riswanto, UAD
? Dari kesimpulan yang disampaikan diperoleh
besarnya nilai kecepatan rms rata rata dengan gap
gempa apakah bisa diprediksi kapan akan terjadinya
gempa?
Sherly A. Garini, Universitas Negri Surabaya.
@ Melalui rms rata rata dan gap tidak dapat digunakan
untuk memprediksi kapan tepatnya gempa tersebut
terjadi. Namun dari pemetaan gempa (epicenter dan
hypocenter) dapat diketahui karakteristik gempa
tersebut serta daerah yang memiliki sismit GAP
(daerah yang jarang terjadi gempa sehingga energy
masih terakumulasi dan belum dilepaskan). Karena
daerah tersebut justru memiliki potensi terjadinya
gempa lebih besar.
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014
ISSN : 0853-0823
Download