JIMVET. 01(3): 258-264 (2017) ISSN : 2540-9492 CEMARAN LOGAM BERAT TIMBAL (PB) PADA INSANG IKAN CENDRO (Tylosurus crocodilus) DI PESISIR KRUENG RAYA KABUPATEN ACEH BESAR Heavy Metal Contamination of Lead (Pb) on The Gills of Needlefish (Tylosurus crocodilus) at Krueng Raya Aceh Besar Diana1, Rinidar2, T. Armansyah TR3. Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 2 Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 3 Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Corresponding author: [email protected] 1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi cemaran logam berat timbal (Pb) pada insang ikan cendro (Tylosurus crocodilus) di pesisir Krueng Raya Aceh Besar. Sampel dalam penelitian ini adalah ikan cendro yang diperoleh langsung dari tempat penjualan ikan di Desa Lamnga Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Sebanyak 9 ekor ikan dibagi atas 3 kelompok dan 3 ulangan menurut ukuran tubuh, yaitu ikan cendro kecil dengan bobot <500 g (P1), ikan cendro sedang dengan bobot 500-1000 g (P2), dan ikan cendro besar dengan bobot >1000 g (P3). Prosedur pengujian logam berat timbal mengacu pada SNI 2354.5-2011 dan diperiksa menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Hasil uji memperlihatkan rata-rata (±SD) konsentrasi Pb pada insang ikan cendro yaitu (P1) (-0,2038±0.09), (P2) (-0,2148±0.11) dan (P3) (-0,1681±0.12). Berdasarkan batas deteksi alat uji dari Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri menunjukkan bahwa kadar Pb dari masing-masing bobot ikan adalah <0,0001 mg/kg. Disimpulkan bahwa hasil pengujian konsentrasi Pb pada ikan cendro masih di bawah nilai batas ambang baku Pb pada ikan. Kata kunci: ikan cendro, krueng raya, logam berat, timbal ABSTRACT The study aim to identify heavy metal contamination of lead (Pb) on the gills of needlefish (Tylosurus crocodilus) at Krueng Raya Aceh Besar. The sample was needlefish which obtained from fishes distributor In Lamnga Village Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. There were 9 fishes that divided into 3 groups and 3 test based on their size; small needlefish <500 g (P1), medium needlefish 500-1000 g (P2), and big needlefish >1000 g (P3). The procedure to test heavy metal contamination refer to SNI 2354.5-2011. All samples were analized by using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). The result showed that the average (±SD) Pb levels on the gills of needlefish were (P1) (-0,2038±0.09), (P2) (-0,2148±0.11) and (P3) (-0,1681±0.12). Based of tool detection limit from Balai Riset dan Standardisasi Industri Laboratory indicate that the levels of Pb from each fish was <0.0001 mg / kg. It can concluded that this test result of heavy metal contamination of Pb on the gills of needlefish is still under from the threshold value of raw Pb on fish. Keywords: needlefish, heavy metal, krueng raya, lead PENDAHULUAN Pencemaran perairan di sekitar Kota Banda Aceh dapat terjadi disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah limbah rumah tangga, pembuangan limbah pasar, perkotaan, dan proses erosi (Supriatno, 2009). Menurut Astuti dkk. (2016), pesisir Krueng Raya merupakan daerah Kabupaten Aceh Besar yang diduga telah tereksploitasi oleh berbagai macam aktivitas manusia yakni pemukiman penduduk, tempat pariwisata, tambak, pelabuhan, serta penangkapan biota-biota laut seperti ikan dan tiram. Astuti dkk. (2016) juga menyebutkan bahwa, pesisir Krueng Raya juga terdapat aktivitas industri seperti PT. Pertamina, PT. Semen Padang, PT. Sarana Aceh Utama dan PT. Asphalt Bangun Sarana. Aktivitas pelabuhan yang terdapat di pelabuhan Malahayati Krueng Raya Aceh Besar yaitu PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Menurut Amin dkk. (2011), aktivitas pelabuhan dapat menjadi salah satu sumber pencemaran logam berat di perairan sekitarnya. Hartanto (2008) menambahkan bahwa faktor pencemaran laut oleh logam berat juga disebabkan oleh tumpahan minyak di laut. Tumpahan minyak disebabkan oleh beberapa operasi kapal, perbaikan dan perawatan kapal, bunker, bongkar-muat minyak, bangunan lepas pantai maupun kecelakaan kapal tanker atau niaga. 258 JIMVET. 01(3): 258-264 (2017) ISSN : 2540-9492 Menurut Rochyatun dkk. (2006), umumnya bahan bakar minyak mendapat zat tambahan tetraetyl yang mengandung timbal (Pb) untuk meningkatkan mutu, sehingga limbah dari kapal-kapal tersebut dapat menyebabkan kadar Pb di perairan tersebut menjadi tinggi. Menurut Astuti dkk. (2016), aktivitas yang berpotensi mencemari pesisir Krueng Raya dapat berasal dari daratan maupun lautan seperti limbah-limbah penduduk sekitar, aktivitas kapal-kapal yang berada di pelabuhan Malahayati, aktivitas kapal nelayan, kapal pembawa minyak, pembuangan sampah penduduk, pipa-pipa industri yang berada di pesisir, dan aktivitas wisata. Salah satu bahan pencemar yang dapat mengancam kehidupan di wilayah pesisir dan lautan adalah logam berat (heavy metal). Menurut Saeni (1989) yang disitasi oleh Musriadi (2014), dari hasil aktivitas tersebut dapat menghasilkan zat pencemar masuk kedalam lingkungan perairan melalui aliran air, pengendapan, dan jatuhan debu yang mengandung logam. Menurut Pramana dkk. (2000), pelepasan polutan sebagai senyawa kimia ke atmosfer yang terlarut bersama aliran sungai ataupun air jatuhan akan terakumulasi pada perairan pantai. Polutan dapat menyebar dalam bentuk anorganik, organik maupun senyawa metaloorganik dan selanjutnya dapat berinteraksi dengan media bila masuk ke lingkungan. Ulfin (2001), menambahkan bahwa hal tersebut menyebabkan terjadinya proses bioakumulasi, yaitu logam berat akan terkumpul dan meningkat kadarnya dalam tubuh organisme air yang hidup, termasuk ikan, kemudian melalui biotransformasi akan terjadi pemindahan dan peningkatan kadar logam berat tersebut secara tidak langsung melalui rantai makanan. Logam berat secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan manusia seperti Pb. Secara alamiah, Pb masuk ke dalam perairan melalui pengkristalan di udara dengan bantuan air hujan dan proses korosifikasi batuan mineral akibat hempasan gelombang angin (Palar, 1994). Menurut Astuti dkk. (2016), kandungan logam berat untuk air laut di 4 titik lokasi penelitian di Pesisir Krueng Raya menunjukkan bahwa kadar Pb melebihi ambang baku mutu Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 yakni sebesar 0,05 mg/l, kadar Pb pada air laut tertinggi terdapat di stasiun II dengan nilai 0,2429 mg/l dan yang terendah terdapat pada stasiun III dengan nilai 0,1701 mg/l. Menurut Supriatno (2009), salah satu bioindikator pencemaran di lingkungan perairan adalah analisis kandungan logam berat yang terakumulasi di dalam biota air di perairan tersebut. Supriyanto dkk. (2007), menambahkan bahwa ikan sebagai salah satu biota air dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat pencemaran yang terjadi di dalam perairan. Jika di dalam tubuh ikan telah terkandung kadar logam berat yang tinggi dan melebihi batas normal yang telah ditentukan dapat sebagai indikator terjadinya suatu pencemaran dalam lingkungan. Purnomo dan Muchyiddin (2007), menambahkan bahwa Pb masuk ke ikan melalui insang, karena insang sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Ikan cendro memiliki sifat karnivora dan bersifat predator, sehingga ikan cendro layak dijadikan sebagai bioindikator dari pencemaran lingkungan. Penyebaran habitat dan pola tingkah laku makan ikan juga berpengaruh terhadap interaksi ikan yang bersangkutan terhadap kandungan logam berat yang tersuspensi di perairan atau dasar perairan (Simange dkk., 2010). Berdasarkan paparan di atas, perlu dikaji tentang dugaan adanya kandungan cemaran logam berat Pb pada ikan yang di tangkap di pesisir Krueng Raya Kabupaten Aceh Besar. MATERIAL DAN METODE Penelitian ini menggunakan 9 ekor ikan cendro. Ikan cendro dibagi atas 3 kelompok dan 3 ulangan menurut ukuran tubuh yaitu ikan cendro kecil dengan bobot <500 g (P1), ikan cendro sedang dengan bobot 500-1000 g (P2), dan ikan cendro besar dengan bobot >1000 g (P3). Sampel insang ikan cendro dihaluskan dengan blender hingga homogen dan sampel 259 JIMVET. 01(3): 258-264 (2017) ISSN : 2540-9492 ditempatkan pada wadah polystyrene yang bersih dan bertutup. Prosedur pengujian logam berat timbal mengacu pada SNI 2354.5-2011 mengenai cara uji kimia kadar logam berat timbal (Pb) pada produk perikanan dengan destruksi basah menggunakan microwave, cara kerja sebagai berikut: sampel insang ikan cendro ditimbang sebanyak 1 g lalu dimasukkan ke dalam tabung sampel (vessel); kontrol positif (spiked 0,5 mg/kg) masing-masing ditambahkan 0,2 ml larutan standar Pb ke dalam sampel kontrol kemudian divortex; 8 ml HNO3 65% dan 2 ml H2O2 30% ditambahkan secara berurutan; destruksi dilakukan dengan mengatur progam microwave; sampel hasil destruksi dipindahkan ke labu takar 100 ml lalu ditambahkan larutan matrix modifier sampai tanda batas dengan air deionisasi; sampel dibaca menggunakan alat atomic absorption spectrophotometer (AAS). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan uji laboratorium terhadap insang ikan cendro (Tylosurus crocodilus), kadar Pb pada ketiga insang ikan ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata (x̄ ± SD) konsentrasi timbal (Pb) pada ikan cendro (Tylosurus crocodilus) di Pesisir Krueng Raya Kabupaten Aceh Besar menurut cuplikan alat dan menurut BARISTAND Kadar Pb (mg/kg) Sampel Insang Ikan Kadar Pb (Ppm) X̄ ± SD (Menurut Cendro (Menurut Cuplikan Alat) BARISTAND) P1 -0,2038±0,09 <0,0001#) P2 -0,2148±0,11 <0,0001#) P3 -0,1681±0,12 P1: Insang dengan bobot ikan <500 g P2: Insang dengan bobot ikan 500-1000 g P3: Insang dengan bobot ikan >1000 g # ) : Batas deteksi alat uji <0,0001#) Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata konsentrasi Pb tertinggi terdapat pada insang ikan cendro dengan bobot >1000 g (P3) diikuti oleh ikan cendro dengan bobot <500 g (P1) lalu akumulasi terendah terdapat pada ikan cendro dengan bobot 500-1000 g (P2). Berdasarkan batas deteksi alat uji dari BARISTAND menunjukkan bahwa kadar Pb dari masing-masing bobot ikan adalah <0,0001 mg/kg. Konsentrasi Pb pada insang ikan cendro ini masih di bawah nilai batas ambang baku Pb pada ikan. Menurut SNI (2009) kadar Pb pada ikan predator sebesar 0,4 mg/kg sedangkan menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 (2014) batas ambang baku Pb pada ikan adalah 0,008 ppm. Hasil pemeriksaan sampel ikan cendro memperlihatkan nilai konsentrasi Pb masih tergolong rendah dan masih jauh di bawah nilai batas ambang baku, pada saat dilakukan pemeriksaan sampel ikan cendro tidak disertai dengan pemeriksaan kadar Pb pada air di Pesisir Krueng Raya. Nilai konsentrasi Pb pada air berdasarkan penelitian Astuti, (2016) mencerminkan bahwa konsentrasi Pb di daerah tersebut sudah melebihi nilai batas ambang baku mutu Menteri Negara Ligkungan Hidup No.51 (2004) yakni sebesar 0,05 mg/l. Konsentrasi Pb pada insang ikan cendro yang terdapat di wilayah Pesisir Krueng Raya tergolong rendah, sehingga ikan Cendro ini aman dikonsumsi. Namun demikian, konsentrasi Pb ini dapat meningkat bila aktivitas pelabuhan, bongkar muat kapal dan industri di daerah Pesisisr Krueng Raya berjalan terus tanpa pengolahan (penanganan) limbah yang baik. 260 JIMVET. 01(3): 258-264 (2017) ISSN : 2540-9492 Menurut Hutagalung, 2001 yang disitasi oleh Saenab dkk. (2014) kecilnya kadar Pb yang terakumulasi dalam insang ikan dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel ikan dilakukan pada musim hujan. Adanya hujan turut berpengaruh terhadap konsentrasi, dimana pada musim penghujan konsentrasi logam berat cenderung lebih rendah karena terencerkan oleh air hujan. Selain itu tinggi rendahnya konsentrasi logam berat juga disebabkan oleh jumlah masukan limbah logam berat ke perairan. Semakin besar limbah yang masuk ke dalam suatu perairan, semakin besar konsentrasi logam berat di perairan. Logam berat yang masuk perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan. Pengendapan logam berat terjadi karena adanya anion karbonat, hidroksil dan klorida. Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik sungai ataupun laut, akan mengalami paling tidak tiga proses, yaitu pengendapan, adsorpsi, dan absorpsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan (1976) yang disitasi oleh Musriadi, 2014). Logam berat Pb apabila terakumulasi pada biota-biota laut termasuk ikan dapat menimbulkan masalah bagi keamanan pangan. Hal ini disebabkan ikan merupakan sumber makanan yang banyak dikonsumsi manusia. Apabila ikan telah tercemar Pb, maka dapat menjadi sumber kontaminan dan berakumulasi pada tubuh manusia. Menurut Soemirat (2003) yang disitasi oleh Rahayu (2016) adanya fenomena biomagnifikasi, berdampak pada manusia. Hal ini berkaitan dengan jejaringan makanan di mana manusia pemegang posisi puncak pada hampir semua rantai makanan dalam ekosistem. Sehingga manusia menanggung risiko biomagnifikasi paling tinggi apabila dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Organisme yang terpapar logam berat Pb dengan konsentrasi rendah biasanya tidak mengalami kematian, tetapi akan mengalami pengaruh subletal, yaitu pengaruh yang terjadi pada organisme tanpa mengakibatkan kematian pada organisme tersebut. Pengaruh subletal ini dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu menghambat (misalnya pertumbuhan dan perkembangan, serta reproduksi), menyebabkan terjadinya perubahan morfologi, dan merubah tingkah laku organisme (Bryan (1976) yang disitasi oleh Musriadi, 2014). Proses ikan tercemar logam berat dan berakumulasi pada tubuh ikan dipengaruhi oleh kepekaan sesuai dengan tingkat trofik ikan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Sakamoto, 2004 yang disitasi oleh Simage dkk. (2010), akan terjadi suatu proses biomagnifikasi, suatu keaadaan dimana logam berat akan berpindah dari satu tingkat trofik ke tingkat lainnya dan menunjukkan peningkatan kepekatan dalam mahluk hidup sesuai dengan tingkat trofik. Oleh karena itu, ikan yang lebih besar dengan tingkat trofik yang lebih tinggi memiliki kadar logam berat yang lebih banyak dibandingkan dengan ikan kecil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa ikan dengan bobot yang >1000 g lebih banyak kandungan Pbnya dibandingkan dengan ikan dengan bobot lebih kecil dari 1000 g. Namun demikian, antara bobot <500 g dengan ikan cendro yang mempunyai bobot 500-1000 g, kandungan Pbnya lebih tinggi pada ikan <500 g. Pada daerah lain di dunia, cemaran logam berat Pb pada ikan cendro juga diteliti, seperti di perairan Baltic. Konsentrasi Pb pada ikan cendro di perairan baltic ini sebesar 0,093 mg/kg (Staszowska dkk., 2013), sedangkan di perairan Turki adalah sebesar 0,81 mg/kg (Turkmen dkk., 2009). Cemaran logam berat timbal pada ikan cendro ini sudah melewati batas ambang baku cemaran timbal pada ikan predator. Ikan juga dapat tercemar logam berat disebabkan faktor lain seperti tingkah laku makan ikan. Ikan yang spesiesnya berbeda umumnya memiliki pola tingkah laku makan dan penyebaran habitat yang berbeda pula. Penyebaran habitat dan pola tingkah laku makan ini akan berpengaruh terhadap interaksi ikan yang bersangkutan terhadap kandungan logam berat yang tersuspensi di perairan atau dasar perairan (Simage dkk., 2010). Banyaknya logam berat yang terserap dan terdistribusi pada ikan turut didukung oleh bentuk senyawa dan konsentrasi polutan (Darmono, 1995). Kadar Pb meningkat mengikuti lamanya waktu pemaparan ikan 261 JIMVET. 01(3): 258-264 (2017) ISSN : 2540-9492 selanjutnya Palar (1994) juga menyatakan bahwa konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l dapat membunuh ikan-ikan. Menurut Supriyanto dkk. (2007) absorpsi timbal di dalam tubuh sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi dan menjadi dasar keracunan yang progesif. Menurut Purnomo dan Muchyiddin (2007), proses akumulasi Pb dalam jaringan ikan terjadi setelah absorpsi Pb dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Pb akan terbawa oleh sistem darah dan didistribusikan ke dalam jaringan. Priatna dkk., (2016) menambahkan bahwa logam berat di air menimbulkan terjadinya proses akumulasi pada daging ikan. Akumulasi logam berat pada bagian tubuh tertentu dimungkinkan dengan keberadaan gugus metalloyion (sulfidril-SH) dan amina (nitrogen-NH) yang dapat mengikat logam berat seperti Pb secara kovalen. Dinamika metabolisme Pb pada ikan digambarkan ditampilkan pada Gambar 2. Pb dari makanan + Pb dari air Insang Kulit Usus Darah Insang Ginjal Hati Daging Gugus Metaloyion (sulfidril sh) + Amina (nitrogen nh) Bioakumulasi Biomagnifikasi Sekresi Eksresi Tulang, otak Gambar 2. Dinamika metabolisme Pb pada ikan ( Priatna dkk., 2016) Ikan cendro tergolong dalam kelompok ikan karnivora dan memiliki sifat predator. Menurut Lodenius dan Malm, 1998 yang disitasi oleh Simage dkk. (2010), yang meneliti tentang cemaran penambangan emas, ikan predator lebih banyak mengabsorbsi kadar logam berat, sehingga ikan karnivora memiliki kadar logam berat yang tinggi, disusul kemudian oleh ikan pemakan plankton dan omnivora, dan kadar terendah ditemukan pada ikan herbivora. Hal ini memperlihatkan bahwa ikan karnivora cenderung lebih banyak menyerap logam berat dibandingkan dengan ikan-ikan lainnya. Oleh karena itu, ikan cendro dijadikan sebagai bioindikator dan biomarker dari pencemaran lingkungan. Biomarker pada ikan dapat 262 JIMVET. 01(3): 258-264 (2017) ISSN : 2540-9492 berfungsi sebagai alat yang berguna untuk mengevaluasi beban pencemaran di lingkungan perairan dan menerima sinyal peringatan dini (biomonitoring) yang berhubungan dengan ancaman lingkungan yang ditimbulkan (Dewi dkk., 2014). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi Pb pada insang ikan cendro (Tylosurus crocodilus) di Pesisir Krueng Raya Kabupaten Aceh Besar berada di bawah nilai batas ambang baku Pb pada ikan dan aman untuk dikonsumsi. DAFTAR PUSTAKA Amin, B., E. Afriyani, dan A.M. Saputra. 2011. Distribusi spasial logam Pb dan Cu pada sedimen dan air laut permukaan di perairan Tanjung Buton Kabupaten Siak Provinsi Riau. Jurnal Teknobiologi. 2(1): 1–8. Astuti, I., S. Karina, dan I. Dewiyanti. 2016. Analisis kandungan logam berat Pb pada tiram Crassostrea cucullata di pesisir Krueng Raya, Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 1(1): 104-113. Badan Standardisasi Nasional. 2011. Penentuan Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Produk Perikanan. SNI 2354.5: 2011. http://www.bsn.go.id. 12 Oktober 2016. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Dewi, K.N., Purwanto, dan H.R. Sunoko. 2014. Metalothionein pada hati ikan sebagai biomarker pencemaran cadmium (Cd) di perairan Kaligarang Semarang. J. Manusia dan Lingkungan. 21(3): 304-309. Hartanto, B. 2008, Oil Spill (tumpahan minyak) DPI laut dan beberapa kasus di Indonesia. Bahari Jogja. 8(12): 43-51. Musriadi. 2014. Akumulasi Logam Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) pada Karang Acropora formosa dan Acropora hyacinthus di Pulau Samalona, Barranglompo dan Bonebatang, Kota Makassar. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta. Pramana, J.D., A. Taftazani, dan Sudarmadji. 2000. Sebaran logam berat dalam cuplikan air laut, algae dan ikan di daerah Semenanjung Muria. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Iimu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. P3tm-Batan, Yogyakarta. Priatna, D.E., T. Purnomo, dan N. Kuswanti. 2016. Kadar logam berat timbal (Pb) pada air dan ikan bader (Barbonymus gonionotus) di Sungai Brantas wilayah Mojokerto. Lenterabio. 5(1): 48-53. Purnomo, T. dan Muchyiddin. 2007. Analisis kandungan timbal (Pb) pada ikan bandeng (Chanos chanos Forsk.) di tambak Kecamatan Gresik. Neptunus. 14(1): 68–77. Rahayu, R. 2016. Cemaran Merkuri pada Ikan Jurung (Tor Sp.) dan Kerang Kijing (Pilsbryoconcha exilis) di Kabupaten Aceh Selatan. Tesis. Program PascaSarjana. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Rochyatun, E., M.T. Kaisupy, dan A. Rozak. (2006). Distribusi logam berat dalam air dan sedimen di perairan muara Sungai Cisadane. Jurnal Makara, Sains, 10(1), 35-40. 263 JIMVET. 01(3): 258-264 (2017) ISSN : 2540-9492 Saenab, S., Nurhaedah dan C.Muthiadin. 2014. Studi kandungan logam berat timbal pada langkitang (Faunus ater) di perairan Desa Maroneng Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Jurnal Bionature. 15(1): 29-34. Simange, S. Maxwel, D.Simbolon, dan D. Jusadi. 2010. Analisis kandungan merkuri (Hg) dan sianida (Cn) pada beberapa jenis ikan hasil tangkapan nelayan di Teluk Kao, Halmahera Utara Staszowska, A., P. Skalecki, M. Florek, and A. Litwińczuk. 2013. Content of selected elements in the muscle tissue of plaice (Pleuronectes platessa) and garfish (Belone belone) from th Baltic sea. J. Flem. S. 461-467. Supriatno, L. 2009. Analisis logam berat Pb dan Cd dalam sampel ikan dan kerang secara spektrofotometri serapan atom. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan.7(1): 5-8. Supriyanto C, Samin, dan Z. Kamal. 2007. Analisis cemaran logam berat Pb, Cu, dan Cd pada ikan air tawar dengan metode spektrometri nyala serapan atom (SSA). Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir. Türkmen, A., Y. Tepe, M. Türkmen, and E. Mutlu. 2009. Heavy metal contaminants in tissue of the garfish, Belone belone L., 1761, and the bluefish, Pomatomus saltatrix L., 1766, from Turkey waters. Bull Eaviron Contam Toxicol. 82:70-74. Ulfin, I. 2001. Penyerapan logam berat timbal dan cadmium dalam larutan oleh kayu apu (Pistia stratiotes l). Majalah Kappa. 2(1): 1-25. 264