Keutamaan Kristus terhadap Masa Depan Ciptaan (Suatu Studi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
A. Sonny Keraf mengemukakan bahwa ada dua kategori dari bencana yaitu
bencana alam dan bencana lingkungan hidup. Sebagian dikategorikan sebagai bencana
alam karena bencana tersebut murni peristiwa alam, seperti gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, dan lain sebagainya. Selebihnya dikategorikan sebagai bencana
lingkungan hidup karena krisis lingkungan hidup, yaitu kehancuran, kerusakan dan
pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.
Selama satu tahun terakhir ini, telah terjadi 1.598 bencana alam di Indonesia,
berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Data
bencana tahun 2002-2011 menunjukkan bahwa sekitar 89 persen dari total bencana di
Indonesia didominasi oleh banjir, banjir bandang, kekeringan, tanah longsor, puting
beliung dan gelombang pasang.1
Pola dan gaya hidup manusia, khususnya manusia modern dengan segala
kemajuan industri dan ekonominya, telah merusak dan mencemari lingkungan hidup
sehingga banyak jiwa yang terenggut dan timbulnya kerugian yang besar. Ini
menunjukkan bahwa manusia berada pada fase kritis berkaitan dengan masa depan
lingkungan hidup di planet ini.
1
Pendapat Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB yang dikutip oleh Fahmi Firdaus, “BNPB: 1.598 Bencana
Alam Terjadi Ditahun 2011,” diunduh melalui http://news.okezone.com/read/2011/12/30/337/549497/bnpb-1598-bencana-alam-terjadi-ditahun-2011, pada tanggal 30 Desember 2011.
1
Kerusakan lingkungan hidup terbagi menjadi tiga kategori2 yaitu pertama,
kerusakan hutan, kerusakan lapisan tanah, kerusakan terumbu karang dan kerusakan
lapisan ozon. Kedua, kepunahan sumber daya alam, kepunahan keanekaragaman hayati
baik di darat, laut dan udara serta kepunahan sumber mata air. Kerusakan lingkungan
hidup yang ketiga adalah kekacauan iklim global akibat efek dari gas rumah kaca.
Kerusakan-kerusakan ini menimbulkan masalah yang luas dan semakin kompleks dari
tahun ke tahun, sebagai akibat langsung maupun akibat lanjutan dari berbagai krisis
lingkungan hidup yang terjadi. Persoalan-persoalan itu meliputi persoalan kesehatan,
ketidakadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam lintas daerah, antara daerah hulu
yang mengeksploitasi habis sumber daya alamnya dengan daerah hilir yang hanya
mendapatkan banjir atau pun longsor. Ketidakadilan antara jenis kelamin yang
menempatkan kaum perempuan sebagai korban paling rentan terhadap berbagai
penyakit serta ketidakadilan antara generasi sekarang yang mengeruk, merusak dan
mencemari lingkungan hidup dengan generasi masa depan yang kehilangan berbagai
sumber daya alam dan hanya diwarisi dengan krisis serta bencana lingkungan hidup.
Isu kerusakan lingkungan merupakan isu krusial yang diperbincangkan oleh
berbagai pihak. Perbincangan ini adalah reaksi terhadap dampak kerusakan lingkungan
yang dirasakan oleh semua ciptaan. Kita tidak akan ada artinya, jikalau persoalan
lingkungan hidup yang meliputi tanah, hutan, air dan udara tidak diperhatikan. Krisis
lingkungan hidup adalah krisis kehidupan. Ini persoalan hidup atau mati. Ini persoalan
bagaimana kita harus bertindak nyata untuk menyelamatkan kehidupan bersama
ataukah kita musnah ditelan banjir, longsor, terserang penyakit atau bahkan mati
2
A. Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global (Yogyakarta: Kanisius, 2010), 27-69.
2
kepanasan dan kelaparan karena gagal panen? Oleh karena itu, kita perlu perlu semakin
peka dan mengambil langkah yang lebih efektif untuk penyelamatan alam semesta ini,
dimulai dari tempat di mana kita berada. Kita hendaknya paham bahwa aspek
lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan sehingga perlu mendapat
perhatian lebih. Inti permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan antarmakhluk
hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal
balik antara keduanya disebut ekologi. Oleh karena itu, permasalahan lingkungan hidup
pada hakekatnya adalah permasalahan ekologi.3
Jika dilihat dari sudut pandang agama maka bisa dikatakan bahwa agama
hampir tidak pernah menyinggung aspek ekologi, padahal lingkungan adalah masalah
yang sangat mendasar dalam kehidupan kita. Hans Kung menegaskan bahwa agama
yang baik adalah agama yang menjaga dan melestarikan, bukan menghancurkan dan
memusnahkan kemanusiaan. Corak teologi yang hanya mengurus Tuhan belaka dan
melupakan persoalan bumi, tidak akan bertahan lama. Masa depan agama akan
ditentukan sejauh mana ia bermanfaat untuk kehidupan manusia di bumi.
Alkitab yang ditulis berabad-abad yang lalu, masih dapat berbicara bagi
krisis lingkungan pada masa kini. Namun, tidak dapat disangkal jika penafsiran tertentu
terhadap ajaran agama Kristen memiliki andil dalam krisis ekologi. Keutamaan Kristus
dalam Kolose 1:15-23 memiliki tiga pemahaman. Pemahaman yang pertama adalah
pernyataan Kristus sebagai dasar segala sesuatu dalam surat Kolose 1:15-19,
berimplikasi pada pemaknaan Kristus bagi ciptaan. Ada yang menafsirkan pernyataan
segala sesuatu ini sebagai keseluruhan alam ciptaan, namun ada pula yang menafsirkan
3
Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Jakarta:Djambatan,1991), 19.
3
bahwa hal ini hanya menunjuk kepada manusia itu sendiri. Kedua, kedatangan dan
penebusan Yesus Kristus pada Kolose 1:20-23, hanya menunjuk kepada umat manusia
dan hubungannya dengan Allah maupun sesama manusia. Ketiga, manusia seakan-akan
ditempatkan sebagai pusat ciptaan.
Dampak pemikiran-pemikiran tersebut adalah antroposentrisme yaitu
manusia merupakan pusat atau ciptaan terluhur dari segala ciptaan. Bumi dan seluruh
isinya ada untuk memenuhi kebutuhan manusia dan penafsiran seperti inilah yang
mendorong perlakuan manusia terhadap alam yaitu sikap mengeksploitatif alam hanya
untuk keuntungan manusia.4 Penafsiran ini pun seakan-akan mendapat dukungan dari
teologi penciptaan dan lingkungan yang berasumsi bahwa manusia sebagai pusat
ciptaan, mendapatkan tugas dari Allah untuk merawat keutuhan ciptaan (integrity of
creation).5
Ekoteologi menandai babak baru dalam relasi antara teologi dan ekologi.
Paradigma ekoteologi telah mulai diadopsi oleh masyarakat dunia sejak tahun 1970an, namun mulai populer di akhir abad ke-20. Konferensi Stockholm di Swedia yang
digelar pada 1972 menjadi tonggak diterimanya paradigma ekoteologi. Ekoteologi
muncul sebagai reaksi terhadap penafsiran Alkitab yang membenarkan tindakan
pengeksploitasian alam secara semena-mena oleh manusia sehingga berdampak pada
krisis ekologi.
Ketika harus dicari pelaku utama dari kerusakan ekologi ini, maka
kemungkinan Gereja menjadi satu-satunya institusi agama yang selalu duduk di kursi
4
5
Celia Deane-Drummond, Teologi dan Ekoteologi (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2001), 16-36.
P. Mutiara Andalas, Lahir dari Rahim (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 232.
4
terdakwa. Para pemerhati ekologi mendakwa Gereja sebagai pewaris tunggal budaya
patriarkhi, telah menyusun, mengeluarkan serta mewariskan teologi penciptaan dan
lingkungan yang bias patriakhi dan bersifat antroposentris serta dualisme hierarki. Pada
prakteknya, hal tersebut mengakibatkan kerusakan ekologi. Oleh karena itu, penafsiran
akan keutamaan Kristus menjadi sangat penting sebagai dasar yang mengubah
paradigma Gereja terhadap masa depan ciptaan.
Berdasarkan pemaparan di atas maka penelitian ini hendak menjelaskan dan
membantu kita untuk memahami pemikiran teologis dalam Kolose 1:15-23, tentang
keutamaan Kristus terhadap masa depan ciptaan serta membantu kita untuk
merekonstruksi ekoteologi dengan menggunakan penelitian hermeneutik. Latar
belakang inilah yang mendorong saya untuk meneliti dan judul penelitian yang
diusulkan adalah Keutamaan Kristus terhadap Masa Depan Ciptaan, Suatu Studi
Hermeneutik terhadap Kolose 1:15-23 dan Kontribusi bagi Rekonstruksi Ekoteologi.
1.2. Perumusan Permasalahan
Berdasarkan pada pemaparan di atas maka diambil beberapa rumusan masalah guna
pembahasan sebagai batasan penelitian, antara lain:
1. Apa pemahaman teologis tentang keutamaan Kristus dalam Kolose 1:15-23 secara
hermeneutis terhadap masa depan ciptaan?
2. Bagaimana pemikiran-pemikiran teologis dalam Kolose 1:15-23 mengenai
keutamaan Kristus bagi rekonstruksi ekoteologi?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, antara lain:
5
1. Mendeskripsikan pemahaman teologi tentang keutamaan Kristus dalam Kolose
1:15-23 secara hermeneutik terhadap masa depan ciptaan.
2. Mendeskripsikan pemikiran-pemikiran teologis dalam Kolose 1:15-23 mengenai
keutamaan Kristus bagi rekonstruksi ekoteologi.
1.4. Metodologi
1.4.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hermeneutis untuk
memudahkan dalam memahami pesan teks. Penelitian hermeneutik ini bukan
sekedar mengeluarkan makna dari teks, tetapi juga mempertemukan makna teks
pada konteks masa lalu dengan pemahaman akan teks pada konteks masa kini. Oleh
karena itu, penelitian hermeneutik ini terdiri dari berbagai kritik yaitu kritik
kesejarahan, kritik teks, kritik kebahasaan dan kritik-kritik lainnya yang mendukung
penelitian ini.
1.4.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
studi pustaka, yaitu mengumpulkan informasi dengan literatur-literatur berupa
Alkitab bahasa Indonesia maupun Yunani, buku-buku, dokumen, jurnal atau pun
sumber bacaan lain yang dapat menjadi acuan penelitian.
1.5. Signifikansi (manfaat) Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain:
6
1. Manfaat Teoritis
Penelitian pustaka ini hendaknya dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah
serta memperkaya teori yang mendukung perkembangan studi hermeneutik
perjanjian baru, khususnya mengenai keutamaan Kristus bagi masa depan ciptaan
dalam Kolose 1:15-23.
2. Manfaat Praktis
Pada akhirnya, penelitian ini dapat dipelajari, dikembangkan bahkan diaplikasikan
secara langsung dalam kehidupan bernegara, bermasyarakat, bergereja maupun
dalam diri setiap individu demi terwujudnya masa depan ciptaan yang lebih baik.
1.6. Definisi Operasional
Ekoteologi berasal dari kata ekologi dan teologi. Istilah ekologi pertama kali
digunakan oleh Haeckel, seorang ahli ilmu hayat dalam pertengahan dasawarsa 1860an. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah dan logos yang
berarti ilmu. Oleh karena itu, secara harafiah ekologi adalah ilmu tentang makhluk
hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga
makhluk hidup.6 Istilah teologi dalam bahasa Yunani adalah theologia. Istilah ini
berasal dari gabungan dua kata theos yang berarti Allah dan logos yang berarti logika.
Jadi, teologi adalah ilmu mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan
beragama. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ekoteologi
merupakan ilmu yang mempelajari interrelasi antara Tuhan dengan alam semesta demi
6
Soemarwoto, Ekologi, 19.
7
terciptanya keseimbangan dan pola relasi yang saling menghargai antara manusia
dengan alam.
1.7. Sistematika penulisan
Penulisan penelitian ini dideskripsikan dalam lima bab. Pada bab pertama,
penulis memaparkan latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan
penelitian, signifikansi (manfaat) penelitian, definisi operasional dan sistematika
penulisan yang menjadi kerangka umum penulisan penelitian ini. Bab kedua memuat
penjelasan mengenai surat Kolose dalam konteks sosio-historis dan kosmologi
Yudaisme serta Helenisme. Pada bab ketiga, penulis akan menganalisa secara kritis
Kolose 1:15-23 untuk mendapatkan pemahaman teologi secara hermeneutik tentang
keutamaan Kristus bagi masa depan ciptaan. Penulis kemudian melakukan rekonstruksi
ekotelogi sesuai pemikiran teologis dalam Kolose 1:15-23 mengenai keutamaan
Kristus pada bab keempat dan bab kelima akan berisi pemaparan kesimpulan penelitian
serta saran-saran membangun, yang dapat dipergunakan oleh berbagai pihak berkaitan
dengan penelitian ini.
8
Download