TRANSFORMASI KOTA DAN BANGSA MELALUI KUASA KASIH “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Markus 12:30-31) Berbicara tentang `transformasi kota dan bangsa,` maka saya kira haruslah dimulai dari diri kita lebih dahulu, karena memang kita masing-masing secara pribadi ataupun secara kolektif merupakan salah satu komponen penting dari sebuah kota dan bangsa di mana kita berasal atau di manapun saat ini kita tinggal atau berada. Hidup kita sebagai gereja-Nya harus lebih dahulu berubah. Dasarnya adalah seperti yang tertulis dalam II Korintus 5:17, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” Dalam keadaan sebagai ciptaan yang baru inilah kita mendapatkan kesempatan untuk dapat menjadi garam dan terang bagi kota dan bangsa kita. Bila semua orang Kristen di kota kita menyadari akan tugas dan panggilannya untuk menjadi garam dan terang dunia, maka dapat dipastikan orang-orang di sekitar kita akan dapat melihat perbuatan kita yang baik dan akhirnya mereka akan memuliakan Bapa di sorga (Matius 5:13-16). Inilah yang menjadi titik awal terjadinya transformasi kota dan bangsa. Dan semuanya ini hanya dapat terjadi apabila kebenaran dapat muncul seperti fajar dalam suatu kota dan bangsa. Akar persoalan terbesar bagi banyak kota dan bangsa adalah masalah dosa. Sebagaimana dikatakan dalam kitab Amsal: “Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa” (Amsal 14:34). Noda bangsa merupakan penghalang utama terjadinya transformasi. Transformasi yang sesungguhnya hanya dapat terjadi melalui kuasa kasih Kristus yang penuh kuasa. Hanya melalui kuasa kasih Kristus sajalah maka noda bangsa itu dapat dihapuskan. Inilah kunci terjadinya transformasi. I Yohanes 3:16 mengatakan: “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawaNya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.” Pernyataan, bahwa “kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita”, memberikan suatu kesimpulan, bahwa transformasi seharusnya memang dimulai dari kita terlebih dahulu. Bila dalam lingkungan keluarga Allah sendiri (baik dalam jemaat lokal maupun antar gereja), kita belum dapat “menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita,” maka terlalu sulit untuk dapat mengharapkan terjadinya transformasi kota dan bangsa. “Menyerahkan nyawa” di sini bukanlah sebagai tujuan utamanya, tetapi merupakan akibat dari suatu alasan yang lebih penting. Mengapa Kristus Yesus sampai mau menyerahkan nyawa-Nya untuk kita? Yang jelas, Kristus Yesus mau menyerahkan nyawa-Nya untuk kita hanyalah karena satu alasan yang utama, yaitu karena kasih (Yohanes 3:16). Nyawa-Nya diserahkan untuk kita karena kasih. Alkitab mengatakan, sekalipun kita menyerahkan tubuh kita untuk dibakar, tetapi jika kita tidak mempunyai kasih, maka sedikitpun tidak ada gunanya (I Korintus 13:3). Pengorbanan Kristus sampai mati di salib sangatlah berguna, karena Dia melakukan itu hanya karena kasih dan demi untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia. Kuasa kasih-Nya inilah yang akhirnya mengakibatkan perubahan (transformasi) yang nyata dalam hidup kita. Dan bila kita juga mau menyadari tugas tanggung jawab kita sebagai garam dan terang dunia dengan melaksanakan Hukum Kasih-Nya (Markus 12:30-31) seperti yang telah dicontohkan-Nya itu, maka seperti pernah terjadi transformasi di kota dan bangsa Samaria (bd. Yohanes 4:39), hal itupun masih dapat terjadi dalam kota dan bangsa kita juga. Marilah kita terus berdoa untuk transformasi kota dan bangsa kita, juga untuk kota dan bangsa di mana Tuhan tempatkan kita saat ini untuk tinggal, bekerja, studi dan sekolah (Baca Yeremia 29:7 & Mazmur 2:8). Tuhan memberkati!