BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.2 Landasan Teori 2.1.1 Teori Goal-Setting Teori ini mengemukakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh dua cognitions yaitu values dan intentions (tujuan). Values merupakan apa yang dihargai seseorang sebagai upaya mendapatkan kemakmuran. Orang telah menentukan goal atas perilakunya di masa depan dan goal tersebut akan mempengaruhi perilaku yang sesungguhnya. Goal-setting mengijinkan individu untuk melihat hasil kerja disaat ini dan membandingkannya dengan hasil kerja dimasa lalu. Hal ini akan menimbulkan sebuah motivasi tersendiri bagi individu untuk berusaha lebih baik lagi. Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku individu diatur oleh ide dan niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai tujuan atau tingkat kinerja yang ingin dicapai oleh individu. Penelitian yang menggunakan pendekatan teori tujuan memfokuskan hubungan antara desain pengendalian manajemen terhadap variabel motivasi seperti motivasi, komitmen organisasi, kinerja serta kepuasan kerja (Suartana, 2010). Umumnya, manajer menerima penetapan tujuan sebagai hal yang sangat berarti untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja (Badriyah, dkk 2013). Latham dan Locke (1979) menyakatan bahwa sesungguhnya sasaran (goal) merupakan sesuatu yang sederhana ataupun biasa, melainkan harus ditanggapi dengan perencanaan yang matang. Salah satu bentuk nyata dari penerapan goal setting adalah anggaran. Sebuah 10 anggaran tidak hanya mengandung rencana dan jumlah nominal yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan, tetapi juga mengandung sasaran yang spesifik, yang ingin dicapai organisasi. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, temuan dari goal setting theory adalah bahwa orang yang diberi tujuan yang spesifik, sulit tetapi dapat dicapai, memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan orang-orang yang menerima tujuan yang mudah dan spesifik atau tidak ada tujuan sama sekali. 2.1.2 Teori Agensi Hubungan agensi terjadi ketika satu atau beberapa pihak (prinsipal) mempekerjakan pihak lain (agen) dengan tujuan mendelegasikan tanggung jawab kepada agen. Menurut pandangan prinsipal kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut didasarkan pada hasil, sedangkan menurut agen dia lebih suka kalau sistem kompensasi tersebut tidak semata-mata melihat hasil tetapi juga tingkat usahanya. Mendefinisikan teori keagenan secara umum mengasumsikan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkungan (Suartana 2010:183). Teori agensi, (Jensen dan Meckling, 1979) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak dimana satu atau lebih (prinsipal) menyewa orang lain (agen) dalam melakukan beberapa jasa yang digunakan untuk kepentingan mereka dan mendelegasikan tugas yang diberikan kepada agen dimana agen tidak dalam kepentingan memaksimumkan kesejahteraan prinsipal, tetapi mempunyai kecenderungan mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan 11 pemilik. Teori agensi menjelaskan bahwa insentif memiliki peran penting dalam memotivasi dan mengontrol kinerja individu karena individu memiliki kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraannya (Bonner dan Sprinkle, 2002). Rencana insentif dapat didasarkan pada kinerja dalam tahun berjalan (jangka pendek) dan pencapaian jangka panjang. Jenis-jenis insentif secara ringkas adalah penghargaan keuangan, seperti: kemungkinan promosi, peningkatan tanggung jawab, peningkatan otonomi, kondisi geografis yang baik dan pengakuan (Anthony dan Govindarajan, 2005). 2.1.3 Teori Entitas Teori entitas menganggap organisasi sebagai suatu kesatuan atau badan usaha ekonomi yang berdiri sendiri atas nama sendiri, dan kedudukannya terpisah dari pemilik atau pihak lain yang menanamkan dana dalam organisasi dan kesatuan ekonomi tersebut menjadi pusat perhatian atau sudut pandang akuntansi. Dalam persepektif ini, akuntansi berkepentingan dengan pelaporan keuangan kesatuan usaha bukan pemilik. Kesatuan usaha merupakan pusat pertanggungjawaban dan laporan keuangan merupakan medium laporan pertanggungjawabannya. keuangan negara di Indonesia, teori ataupun konsep Mekanisme entitas telah diaplikasikan. Istilah entitas pelaporan masuk dalam khasanah perundang-undangan melalui penjelasan pasal 51 ayat (2) dan ayat (3) dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang berbunyi “tiap-tiap kementerian Negara/lembaga merupakan entitas pelaporan yang tidak hanya wajib menyelenggarakan akuntansi, menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan”. 12 2.1.4 Pengertian Anggaran Mardiasmo (2009:61) mendefinisikan anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Menurut Mahsun, dkk (2007) mendefinisikan anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang akan dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran moneter. Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan aktivitas yang penting karena berkaitan dengan proses penentuan alokasi dana untuk setiap program maupun aktivitas. Abernethy dan Brownell (1999) mengatakan, saat anggaran dibuat dengan proses interaktif, maka anggaran tersebut dapat menjadi alat perencanaan, evaluasi dan kontrol yang baik dalam implementasi rencana strategi. Riansah (2013) mengatakan bahwa anggaran merupakan suatu alat penting dalam perencanaan dan pengendalian manajemen yang dinyatakan dalam satu ukuran finansial tertentu untuk mencapai tujuan organisasi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Anggaran (budget) merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang untuk jangka waktu tertentu. 2.1.5 Akuntansi Sektor Publik Teori akuntansi memiliki kaitan erat dengan akuntansi keuangan, terutama pelaporan keuangan kepada pihak eksternal. Sektor swasta yang perkembangan 13 akuntansinya lebih pesat saja oleh beberapa ilmuwan masih dipertanyakan apakah sampai saat ini benar-benar memiliki teori akuntansi yang mapan (Mega, 2015). Pengembangan teori sektor publik perlu memperhatikan praktik yang saat ini dilakukan. Hal ini terkait dalam upaya untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan yang mampu menyajikan informasi keuangan yang relevan dan dapat diandalkan (reliabel). Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP No 24 tahun 2005) laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan untuk satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan dan membantu menemukan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. 2.1.6 Kinerja Satuan Perangkat Daerah Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi (Bastian, 2006). Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, mengartikan kinerja adalah keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan 14 penggunaan anggaran dengan kualitas dan kuantitas yang terukur. Menurut Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, satuan kerja perangkat daerah adalah perangkat daerah pada pemerintahan daerah selaku pengguna anggaran atau barang, sedangkan kinerja satuan kerja perangkat daerah merupakan pengukuran keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuannya dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan pelayanan yang dicapai. Peningkatan kinerja sektor publik merupakan hal yang bersifat komprehensif, dimana setiap SKPD pengguna anggaran (badan/dinas/biro/kantor) akan menghasilkan tingkat kinerja yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan rasa tanggung jawab yang mereka miliki. Semakin baik tingkat pengelolaan keuangan oleh pengguna anggaran maka akan semakin tinggi tingkat kinerja SKPD. 2.1.7 Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Akuntabilitas merupakan sifat umum dari hubungan otoritas asimetri misalnya yang diawasi dengan pengawasannya, agen dengan prinsipal, yang mewakili dengan yang diwakili, dan sebagainya. Kedua konsep tersebut sebetulnya juga mempunyai perbedaan fokus dan cakupannya. Responsibilitas lebih bersifat internal sebagai pertanggungjawaban bawahan kepada atasan yang telah memberikan tugas dan wewenang yang biasanya terbatas pada bidang keuangan saja, sedangkan akuntabilitas lebih bersifat eksternal sebagai tuntutan pertanggungjawaban dari masyarakat terhadap apa saja yang telah dilakukan oleh para pejabat atau aparat. 15 Menyusun akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, harus berdasarkan pada indikator-indikator tertentu. Indikator kinerja menggunakan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang memberi gambaran mengenai tingkat pencapaian suatu sasaran atau tanggung jawab yang telah ditetapkan dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu: 1) Indikator masukan (input) yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, kebijakan atau peraturan perundang-undangan. 2) Indikator keluaran (output) yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dan suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan atau non fisik. 3) Indikator hasil (outcomes) yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka mengengah (efek langsung). 4) Indikator manfaat (benefit) yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dan pelaksanaan kegiatan. 5) Indikator dampak (impact) yaitu pengaruh yang ditimbulkan, baik besifat positif maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan. 2.1.8 Sistem Pelaporan Pemerintah daerah selaku pengelola dana publik harus mampu menyediakan informasi keuangan yang diperlukan secara aktual, relevan, tepat waktu, konsisten dan dapat dipercaya. Menurut UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara laporan keuangan meliputi laporan realisasi APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja 16 Daerah), neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan. Pemerintahan daerah dituntut untuk memiliki sistem informasi akuntansi yang andal. Sistem informasi akuntansi yang dimiliki pemerintah daerah masih lemah, maka kualitas informasi akuntansi yang dihasilkan sistem tersebut dapat menyesatkan bagi yang berkepentingan terutama dalam hal pengambilan keputusan. Menurut Bastian (2010: 297) pelaporan kinerja merupakan refleksi kewajiban untuk mempresentasikan dan melaporkan kinerja semua aktivitas serta sumber daya yang harus dipertanggungjawabkan. Pelaporan ini merupakan wujud dari proses akuntabilitas kinerja. Setiap instansi pemeritah berkewajiban untuk menyiapkan, menyusun, dan melaporkan laporan keuangan secara tertulis, periodik dan melembaga. Laporan keuangan instansi pemerintah merupakan representasi posisi keuangan dari transaksi-transaksi yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Pelaporan kinerja dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja instansi pemerintah satu tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran pemerintah. Pelaporan kinerja oleh instansi pemerintah ini dituangkan dalam dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). 2.1.9 Ketepatan Sasaran Anggaran Ketepatan sasaran anggaran dan perkiraan anggaran dimonitor secara berkala dalam setahun dan dibandingkan dengan hasil aktual (realisasi). Mengukur kinerja pegawai dalam penganggaran, yaitu kinerja mereka dalam mencapai target anggaran 17 melibatkan penilaian terhadap ketepatan sasaran anggaran dan peramalan selama periode tertentu yang dibandingkan dengan hasil aktual (realisasi). Menurut Astari (2015), ketepatan sasaran anggaran merupakan perbandingan antara anggaran dan realisasinya. Ketepatan sasaran anggaran pada pemerinthan daerah akan memberikan implikasi terhadap kinerja aparatur daerah yang lebih baik. 2.1.10 Sistem Pengendalian Manajerial Sistem pengendalian manajemen adalah semua usaha untuk menjamin bahwa sumber daya perusahaan digunakan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan. Pengendalian dilakukan pada pelaksanaan tugas setiap personil yang sesuai dengan wewenang yang diberikan dengan memperhatikan penyampaian informasi dari setiap unit yang ada dalam organisasi (Astari, 2015). Struktur pengendalian manajemen memfokuskan pada pusat-pusat pertanggungjawaban (Astari, 2015). Banyak proses pengendalian manajemen melibatkan interaksi informasi antara seseorang manajer dengan manajer lain dan bawahannya. Interaksi informal ini menjadi bagian dalam suatu sistem perencanaan dan pengendalian formal. Pengendalian manajemen dalam suatu proses dimulai dengan pengendalian pada proses penyusunan program. Setelah program disusun berdasarkan visi dan misi dalam suatu organisasi kemudian dilakukan penyusunan anggaran. 18 2.2 Hipotesis Penelitian 2.1.2 Pengaruh Ketepatan Sasaran Anggaran pada Akuntabilitas Kinerja SKPD Kabupaten Tabanan Berdasarkan teori goal-setting dan penelitian-penelitian terdahulu dengan adanya kejelasan sasaran anggaran yang dinyatakan secara spesifik akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas organisasi sehingga akan mendorong pegawai untuk melakukan yang terbaik dalam rangka untuk mencapai tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Meningkatnya kejelasan sasaran anggaran akan diikuti dengan meningkatnya ketepatan anggaran pendapatan dan belanja di SKPD (Astari, 2015). Penelitian-penelitian tentang kejelasa anggaran sudah banyak dilakukan, sementara penelitian tentang ketepatan sasaran anggaran sepanjang pengetahuan penulis sedikit dilakukan. Penelitian Pratiwy (2013) mengenai pengaruh kejelasan sasaran anggaran dan desentralisasi terhadap kinerja pemerintahan daerah SKPD Kota Padang menunjukkan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah. Anjarwati (2012) dalam penelitiannya mengenai pengaruh kejelasan sasaran anggaran, pengendalian akuntansi dan sistem pelaporan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan menunjukkan bahwa kejelasan sasaran anggaran berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Berdasarkan penjelasan tersebut dan didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya, maka rumusan hipotesis yang di dapat adalah: 19 H1: Ketepatan sasaran anggaran berpengaruh positif pada akuntabilitas kinerja SKPD Kabupaten Tabanan. 2.2.2 Pengaruh Sistem Pengendalian Manajerial Sektor Akuntabilitas Kinerja SKPD Kabupaten Tabanan Publik pada Sistem pengendalian manajerial merupakan proses untuk mempengaruhi orang lain dalam sebuah perusahan agar secara efektif dan efisien mencapai tujuan perusahan melalui strategi tertentu. Tresnawati (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh efektifitas pengendalian intern terhadap kinerja instansi pemerintah di dinas pendapatan daerah Kota Bandung. Hasil menunjukkan bahwa pengendalian intern terhadap kinerja instansi pemerintah di dinas pendapatan daerah Kota Bandung dikatakan baik, karena nilai rata-rata keseluruhan sebesar 3,98. Yosefrinaldi (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh kepastian sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi informasi terhadap kualitas laporan keuangan pemerintahan daerah dengan variabel intervening sistem pengendalian intern pemerintah (studi empiris pada dinas pengelolaan keuangan dan asset daerah se-Sumatra Barat). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kepastian sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi informasi bepengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintahan daerah dengan variabel intervening sistem pengendalian intern pemerintah (studi empiris pada dinas pengelolaan keuangan dan asset daerah se-Sumatra Barat). Berdasarkan penjelasan tersebut dan didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya, maka rumusan hipotesis yang dapat digunakan adalah: 20 H2: Sistem pengendalian manajerial sektor publik berpengaruh positif pada akuntabilitas kinerja SKPD Kabupaten Tabanan. 2.2.3 Pengaruh Sistem Pelaporan Kabupaten Tabanan Pemerintahan daerah selaku pada Akuntabilitas pengelolaan dana Kinerja SKPD harus mampu publik menyediakan informasi keuangan yang diperlukan secara aktual, relevan, tepat waktu, konsisten dan dapat dipercaya. Menurut UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara laporan keuangan meliputi laporan realisasi APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah pemerintah daerah dituntut agar memiliki sistem informasi akuntansi yang andal. Jika sistem informasi akuntansi yang dimiliki pemerintah daerah masih lemah, maka kualitas informasi akuntansi yang dihasilkan sistem tersebut dapat menyesatkan bagi yang berkepentingan terutama dalam hal pengambilan keputusan. Kusumaninggrum (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh kejelasan sasaran anggaran pengendalian akuntansi dan sistem pelaporan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa sistem pelaporan berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H3: Sistem pelaporan berpengaruh positif pada akuntabilitas kinerja SKPD Kabupaten Tabanan 21