BAB 2 Kajian Pustaka, Penelitian Terdahulu, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen 2.1.1.1 Pengertian Manajemen Menurut Hasibuan (2005:1) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan. 2.1.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen Setiap manajer menjalankan lima buah fungsi: perencanaan (planning), penataan (organizing), penugasan (commanding), koordinasi (coordinating), dan pengendalian (controlling). Pada era modern saat ini, lebih dipadatkan menjadi perencanaan (planning), penataan (organizing), kepemimpinan (leading), pengkoordinasian (coordinating), dan pengendalian (controlling). 1. Perencanaan Seorang manajer akan mendefinisikan sasaran-sasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran-sasaran itu, dan mengembangkan rencana kerja untuk memadukan dan mengkoordinasikan berbagai aktivitas menuju sasaran-sasaran tersebut. 2. Penataan Dimana seorang manajer melakukan penataan, ia akan menentukan tugastugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang akan melakukannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokan, siapa yang harus melapor kepada siapa, dan dimana keputusan- keputusan akan diambil. 1 3. Kepemimpinan Seorang manager memotivasi para bawahannya, membantu mereka menyelesaikan konflik internal, mengarahkan individu atau kelompok individu dalam bekerja, memilih metode komunikasi yang paling efektif, atau menangani beragam isu lainnya yang berkaitan dengan perilaku karyawan. 4. Pengendalian Suatu bentuk evaluasi untuk mengetahui sejauh mana segala sesuatunya berjalan sesuai rencana. Untuk memastikan sasaran-sasaran dapat dicapai dan pekerjaan-pekerjaan diselesaikan sebagaimana mestinya, seorang manajer harus mengawasi dan menilai kinerja aktual. Kinerja aktual ini harus dibandingkan dengan sasaran-sasaran yang digariskan. Bila sasaran sasaran ini belum tercapai, adalah tugas manajemen untuk mengembalikannya ada jalur yang benar. Proses pengawasan, penilaian, dan koreksi ini adalah apa yang disebut sebagai fungsi pengendalian. 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2005:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Menurut Mathis dan Jackson (2006:3) manajemen sumber daya manusia (human resource-HR Management) adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Jadi menurut pengertian di atas dapat disimpulkan b a h w a manajemen sumber daya manusia adalah ilmu untuk merancang proses organisasi dengan memastikan penggunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. 2.1.2.2 Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia terdiri atas beberapa kelompok aktivitas yang saling berhubungan yang terjadi dalam konteks organisasi. Selain itu, semua manajer yang memiliki tanggung jawab sumber daya manusia harus mempertimbangkan pengaruh lingkungan eksternal hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi ketika menyampaikan aktivitas ini. Menurut Mathis dan Jackson (2006:43), ada tujuh aktivitas pokok manajemen sumber daya manusia, yaitu: 1. Perencanaan dan Analisis Sumber Daya Manusia Lewat perencanaan sumber daya manusia, para manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan karyawan dimasa depan. Sebagai bagian dari usaha mempertahankan daya saing organisasional, harus ada analisis dan penilaian efektifitas SDM. 2. Kesetaraan Kesempatan Kerja Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja mempengaruhi semua aktivitas sumber daya manusia yang lain dan terintegrasi dengan manajemen. 3. Pengangkatan Pegawai Tujuan utama dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang memadai atas individu yang kompeten untuk mengisi lowongan pekerjaan dalam sebuah organisasi. 4. Pengembangan Sumber Daya Manusia Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengambangan SDM juga meliputi pelatihan keterampilan pekerjaan. 5. Kompensasi dan Tunjngan Memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan melalui gaji, insentif dan tunjangan. Para pemberi pekerjaan harus mengembangkan dan memperbaiki sistem upah dan gaji dasar mereka, program insentif juga harus digunakan. Kenaikan yang cepat dalam hal biaya tunjangan, terutama tunjangan kesehatan akan terus menjadi persoalan utama. 3 6. Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan para karyawan adalah hal yang sangat penting bagi karyawan. 7. Hubungan Karyawan dengan Manajemen Hubungan antara manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif apabila karyawan dan organisasi ingin sukses bersama. 2.1.2.3 Peran Strategis Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Dessler (2012:13) keunggulan yang dimiki perusahaan dalam menghadapi ketatnya persaingan di masa sekarang ini sangat ditentukan oleh peran karyawan perusahaan tersebut. Maka fungsi bisnis bertanggung jawab untuk memperoleh, melatih, memberi penghargaan dan memberikan kompensasi kepada karyawan. Mathis dan Jackson (2006:67) mengatakan bahwa kemampuan bersaing, kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan dalam pasar, dan banyak masalah lainnya merupakan faktor yang menentukan keberhasilan sebuah organisasi. Sumber daya manusia seharusnya terlibat dengan semua hal tersebut dengan mengidentifikasi bagaimana ia dapat membantu dalam meningkatkan produktifitas organisasional, membantu untuk menangani kompetisi asing secara efektif, atau meningkatkan inovasi dalam organisasi. Pemikiran seprti ini menunjukan adanya cara berpikir strategis. Pokok dari perencanaan strategis adalah pengetahuan yang didapat dari membaca lingkungan eksternal perubahan yang terjadi. Merumuskan rencana strategis membutuhkan identifikasi, analisis, menyeimbangkan kesempatan dan ancaman eksternal perusahaan, serta kekuatan dan kelemahan internalnya. Sumber daya manusia dapat membantu perencanaan strategis dengan mengamati lingkungan, mengidentifikasi dan menganalisis kesempatan dan ancaman eksternal yang penting bagi keberhasilan perusahaan. Merumuskan rencana membutuhkan kecerdasan kompetitif dan manajemen sumber daya manusia dapat memberikan informasi yang berguna. Sebagai contoh, rincian mengenai insentif baru dari pesaing dan informasi tentang peraturan yang ditunda seperti undang-undang ketenaga kerjaan atau perintah asuransi kesehatan. Menurut Dessler (2012:14) pelaksanaan strategi merupakan inti dari peran strategis sumber daya manusia, dan hal tersebut masuk akal. Strategi fungsional sebuah perusahaan harus mendukung strategi persaingannya. Jika perusahaan memiliki strategi kompetitif untuk membedakan dirinya dengan para pesaingnya dalam menawarkan pelayanan pada pelanggan yang superior, maka perusahaan akan membutuhkan karyawan yang berkomitmen tinggi untuk melaksanakan strategi kompetitif guna memberikan daya saing terhadap kompetitor. 2.1.3 Kepemimpinan Kepemipinan merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer yang menyebabkan orang lain bertindak, sehingga kemampuan seorang manajer dapat diukur dari kemampuannya dalam menggerakan orang-orang lain dalam bekerja. Pada hakikatnya seseorang dapat disebut pimpinan jika dia dapat mempengaruhi orang lain dalam mencapai suatu tujuan tertenu, walaupun tidak ada kaitan-kaitan formal dalam organisasi. Demikian pula pengertian kepemimpinan timbul dimana pun asalkan ada unsur-unsur berikut ini: 1. Ada orang yang dipengaruhi 2. Ada orang yang mempengaruhi 3. Ada pengarahan dari yang mempengaruhi 2.1.3.1 Teori-Teori Munculnya Seseorang Menjadi Pemimpin Bagaimana seseorang muncul menjadi pemimpin, Menurut Robbins (2010:82), Ordway Tead menyatakan munculnya seorang pemimpin dengan poinpoinsebagai berikut: 5 1. Membentuk dirinya sendiri yang disebut “self made man”, yaitu kepemimpinan yang muncul karena kemampuannya pada saat-saat yang penting atau situasi tertentu. 2. Dipilih oleh pengikut-pengikutnya 3. Ditunjuk dari atas atau diangkat. Dengan kata lain, “headership” misalnya misalnya seorang manajer seorang manajer ditunjuk oleh “Board of Direction” untuk memimpin perusahaan atau direktur yang diangkat oleh dewan komisaris. Selain itu, ada tiga teori lain yang menyatakan sebagai penyebab seseorang menjadi pemimpin. 1. Teori Genetis (Heredity Theory) Disebutkan “Leader are born and not made”, seseorang menjadi pemimpin karena ia dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fatalis atau deterministis. 2. Teori Sosial Ini pun teori ekstrim. Inti ajarannya, “Leaders are made and not born”. Jadi, berlawanan dengan teori genetis bahwa setiap orang bisa menjadi pimpinan bila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup. Teori ini menjelaskan bahwa sifat kepemimpinan merupakan bawaan lahir, tidak dapat diciptakan. 3. Teori Ekologis Sebagai reaksi dari kedua hal itu bahwa seseorang hanya berhasil menjadi pemimpin yang baik bila ia pada waktu kelahirannya memiliki bakat kepemimpinan, bakat itu kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalamanpengalaman yang memungkinkan untuk mengembangkan lebih lanjut bakat yang dimilikinya. 2.1.3.2 Gaya Kepemimpinan Leadership styles kita artikan dengan gaya kepemimpinan. Maksudnya, cara yang diambil seseorang dalam rangka mempraktekkan dan dalam penerapannya harus disesuaikan dengan situasi yang dihadapi. Gaya kepemimpinan dan ciri-cirinya menurut Sondang P. Siagian (2005:37) digolongkan dalam lima tipe, yaitu : 1. Otokratis Seorang pemimpin yang bersifat : a. Menganggap organisasi adalah milik sendiri. b. Mengutamakan tujuan pribadi dibanding tujuan organisasi. c. Menganggap bawahan sebagai alat semata. d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat. e. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya. f. Dalam tindakanya sering menggunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum. Jelas ini tidak menghormati hak asasi manusia bawahannya. 2. Militeris Seorang pemimpin yang bersifat : a. Dalam penggerakan bawahannya lebih sering menggunakan sistem perintah. b. Dalam menggerakkan bawahannya senang bergantung pada pangkat dan jabatannya. c. Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan. d. Menurut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya. e. Sukar menerima kritik dari bawahannya. f. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan. 7 3. Paternalistis Seorang pemimpin yang bersifat : a. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa. b. Bersifat terlalu melindungi. c. Jarang memberi kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya. d. Jarang memberi kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif. e. Jarang memberi kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan. f. Sering bersifat maha tau. 4. Karismatis Sampai saat ini belum ditemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki karisma, yang diketahui ialah bahwa seorang pemimpin yang demikian memiliki daya tarik yang amat besar. Oleh karena itu, pada umumnya orang yang memiliki karisma mempunyai pengikut yang sangat besar, meskipun para pengikut sering kali tidak dapat menjelaskan mengapa mereka jadi pengikut. Dikatakan bahwa yang karismatis itu diberkahi kekuatan gaib. Kekayaan, umur, kesehatan dan profil tidak dapat digunakan sebagai kriteria untuk karisma. Contohnya, Mahatma Gandhi dan Albert Einstein. 5. Demokratis Tipe pemimpin seperti inilah yang cocok untuk organisasi modern. Pemimpin yang demikian memiliki sifat-sifat sebagai berikut : a. Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak pada manusia sebagai makhluk termulia di dunia. b. Selalu berusaha mensinkronisasikan antara kepentingan tujuan organisasi dan dan kepentingan tujuan pribadi bawahannya. c. Senang menerima saran dan pendapat, bahkan kritik dari bawahannya. d. Selalu berusaha mengutamakan kerja sama dan teman kerja dalam usaha mencapai tujuan. e. Selalu berusaha agar bawahannya lebih berhasil. f. Berusaha mengembangkan kapasitas dirinya sebagai pemimpin. Menurut Robbins (2010:118) ada lima gaya kepemimpinan di zaman industri modern, yaitu: Gambar 2. 1 Grafik Representasi Manajerial Sumber : Manajemen Stephen P. Robbins (2010:118) 1. Gaya tidak peduli (worst leadership style); 2. Gaya condong pada manusia (people oriented style); 3. Gaya condong pada produksi (production oriented style); 4. Gaya cari keseimbangan (maintain present balance syle); 5. Gaya puncak (peak of leadership). Antara pimpinan perusahaan dan bawahan terdapat jurang yang dalam. Perangkat kepemimpinan dari pemimpin atau pemilik perusahaan ialah wewenang (authority) dan pengawasan (control). Artinya, manajemen yang dipakai ialah 9 menuju pada activity oriented dengan sistem wewenang dan komando. Wewenang seperti: a. menetapkan tugas masing-masing; b. menentukan cara terbaik dalam penetapan tugas; c. menentukan struktur organisasi perusahaan; d. meneliti dan megawasi agar apa yang diperintahkan berjalan baik, seperti di tangan pemilik perusahaan yang sekaligus pemimpin perusahaan. 2.1.3.3 Tindakan-Tindakan yang Harus Dilakukan oleh Pemimpin Secara umum setiap pemimpin sebenarnya harus melakukan perbuatan-perbuatan berikut ini : 1. Menganalisis organisasi atau kelompok yang dipimpinnya. 2. Membina struktur organisasi. 3. Mengambil inisiatif. 4. Mencapai tujuan organisasi. 5. Menyediakan fasilitas untuk berkomunikasi. 6. Menciptakan kekompakan. 7. Menumbuhkan rasa bahagia bagi semua anggota organisasi. 8. Sintalitas (mempersatukan). 9. Harus bekerja dengan menggunakan filosofi organisasi yang dipimpinnya. 2.1.4 Pelatihan 2.1.4.1 Pengertian Pelatihan Berikut adalah definisi pelatihan menurut para ahli : 1. Mathis & Jackson (2006:301) menyatakan pelatihan adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan- tujuan organisasional. Karena proses ini berkaitan dengan berbagai tujuan organisasional, pelatihan dapat dipandang secara sempit atau luas. Dalam pengertian terbatas, pelatihan memberikan karyawan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Kadang-kadang ditarik perbedaan antara pelatihan dengan pengembangan, dimana pengambangan mempunyai cakupan yang lebih luas dan fokus pada pemberian individu dengan kapabilitas baru yang berguna untuk pekerjaan sekarang maupun masa depan. 2. Dessler (20012:203) menyatakan bahwa pelatihan merupakan proses mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan karyawan untuk melakukan pekerjaannya. 2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Berperan Dalam Pelatihan Menurut Veithzal Rivai (2010:202) dalam melaksanakan pelatihan ini ada beberapa faktor yang berperan yaitu instruktur, peserta, materi, metode, tujuan pelatihan dan lingkungan yang menunjang. Dalam menentukan teknik pelatihan dan pengembangan, timbul masalah mengenai trade-off. Oleh karena itu, tidak ada teknik tunggal yang terbaik. Metode pelatihan terbaik tergantung dari beberapa faktor, yaitu : 1. Efektifitas biaya 2. Materi program yang dibutuhkan 3. Prinsip-prinsip pembelajaran (metode pelatihan) 4. Ketepatan dan kesesuaian fasilitas 5. Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan 6. Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan 11 2.1.4.3 Tujuan Pelatihan Ada tiga jenis tujuan pelatihan yang telah ditetapkan, yaitu : 1. Pengetahuan Menanamkan informasi kognitif dan perincian untuk peserta pelatihan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih efektif dan cepat. 2. Keterampilan Mengembangkan perubahan perilaku dalam menjalankan kewajibankewajiban pekerjaan dan tugas, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional. 3. Sikap Menciptakan ketertarikan dan kesadaran akan pentingnya pelatihan, sehingga menimbulkan kemajuan kerjasama dengan rekan pegawai dan dengan pimpinan manajemen. 2.1.4.4 Langkah-Langkah Proses Pelatihan Dessler (2012:217) mengatakan proses pelatihan terdiri atas lima langkah, yakni : 1. Langkah analisis kebutuhan Untuk mengetahui keterampilan kerja spesifik yang dibutuhkan, menganalisis keterampilan dan kebutuhan calon yang akan dilatih serta mengembangkan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan prestasi. 2. Langkah merancang instruksi Untuk memutuskan, menyusun dan menghasilkan isi program pelatihan, termasuk buku-buku kerja, latihan dan aktivitas. 3. Langkah validasi Program pelatihan dengan menyajikan kepada beberapa pemirsa yang bisa memiliki. 4. Langkah penerapan program Pada langkah ini, perusahaan melatih karyawan yang ditargetkan. 5. Langkah evaluasi Manajemen perusahaan menilai keberhasilan atau kegagalan dari pelatihan yang telah dilakukan. 2.1.5 Motivasi 2.1.5.1 Pengertian Motivasi Motivasi didefinisikan sebagai satu proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah dan ketentuan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan tertentu. Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individu. Menurut Robbins dan Coulter (2010:109) motivasi mengacu pada proses dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan. Elemen energi adalah ukuran dari intensitas atau dorongan. Seseorang yang termotivasi menunjukkan usaha dan kerja keras. Namun, kualitas usaha itu juga harus dipertimbangkan. Usaha tingkat tinggi tidak selalu mengarah pada kinerja pekerjaan yang menguntungkan kecuali uaha tersebut disalurkan ke arah yang menguntungkan organisasi. Usaha yang diarahkan dan konsisten dengan tujuan organisasi adalah jenis usaha yang kita inginkan dari para karyawan. Akhirnya, motivasi mencakup dimensi kekuatan. Meningkatkan motivasi karyawan menjadi perhatian penting bagi organisasi, manajer terus mencari jawabannya. Di Eropa misalnya, beberapa survei menunjukkan bahwa karyawan Jerman dan Belgia adalah pekerja yang paling memiliki komitmen. Pekerja yang kurang komitmennya ditemukan di Prancis. Sebagaimana dinyatakan oleh para peneliti mengenai pekerja yang tidak termotivasi, “para karyawan ini pada dasarnya ‘orang yang tidak bekerja lagi’. Mereka seperti berjalan dalam tidur di hari kerjanya, mereka membiarkan waktu, tetapi bukan energy atau gairah ke dalam pekerjaan mereka”. 13 2.1.5.2 Unsur dan Tipe Motivasi 1. Unsur-unsur motivasi : a. Tujuan Manusia organisasional yang memiliki motivasi tinggi senantiasa sadar bahwa antara tujuan dirinya dengan tujuan organisasi sama sekali tidak terpisahkan satu sama lain. b. Kekuatan dari dalam individu Manusia memiliki energi berupa energi fisik, mental dan spiritual dalam arti yang luas. Kekuatan ini berakumulasi dan menjelma dalam bentuk dorongan batin seseorang untuk melakukan satu tugas secara tepat waktu, optimal, efisien, akurat dan dapat memuaskan klien. c. Keuntungan Manusia bekerja ingin mendapatkan keuntungan adalah satu hal yang manusiawi dan lumrah dimana seseorang yang telah bekerja menurut satuan tugas dan periode waktu kerja tertentu mendapatkan keuntungan yang layak. 2. Tipe-tipe motivasi : a. Motivasi positif Proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan motif, dimana hal itu diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang lain agar dia bekerja secara baik dan antusias dengan memberikan keuntungan tertentu kepadanya. b. Motivasi negatif Sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari rasa takut. Misalnya, bila tidak bekerja akan muncul rasa takut dipecat, takut gajinya dipotong dan takut dijauhi oleh rekan kerja lainnya. Motivasi negatif yang berlebihan akan membuat organisasi tidak mampu mencapai tujuan. c. Motivasi dari dalam Motivasi dari dalam timbul dari dalam pekerja waktu dia melakukan tugas-tugas dan bersumber dari diri pekerja itu sendiri. Motivasi muncul dari dalam individu, karena memang individu mempunyai kesadaran untuk berbuat. d. Motivasi dari luar Motivasi yang muncul sebagai akibat adanya pengaruh yang ada di luar pekerjaan dan dari luar diri pekerja itu sendiri. Biasanya sering dikaitkan dengan imbalan. 2.1.5.3 Teori-Teori Motivasi Teori Awal Tentang Motivasi Dasawarsa 1950-an adalah kurun waktu yang berhasil dalam pengembangan konsep-konsep motivasi. Tiga teori spesifik dirumuskan selama waktu ini, yang meskipun diserang keras dan sekarang dapat dipertanyakan kesahihannya, agaknya masih merupakan penjelasan yang paling baik dikenal untuk motivasi karyawan. Teorinya sebagai berikut : Teori Hierarki Kebutuhan Menurut Robbins (2008:308) Agaknya aman untuk mengatakan bahwa teori motivasi yang paling dikenal baik adalah hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow. Ia menghipotesiskan bahwa di dalam diri semua manusia ada lima jenjang kebutuhan berikut : 1. Fisiologis 2. Keamanan 3. Sosial 4. Penghargaan 5. Aktualisasi diri Begitu tiap kebutuhan ini cukup banyak dipuaskan, kebutuhan berikutnya menjadi dominan. Dari titik pandang motivasi, teori itu mengatakan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan yang dipuaskan secara cukup banyak tidak lagi memotivasi. Jadi jika anda ingin 15 memotivasi seseorang, menurut Maslow, anda perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah orang itu dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan itu atau kebutuhan di atas tingkat itu. Teori X dan Teori Y Menurut teori X milik McGregor, empat pandangan yang dipegang para manajer adalah sebagai berikut : 1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan bilamana dimungkinkan, akan mencoba menghindarinya. 2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. 3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal bilamana dimungkinkan. 4. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua faktor lain yang dikaitkan dengan kerja yang akan menunjukkan sedikit saja ambisi. Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia, McGregor mendaftar empat pengandaian positif, yang disebut teori Y : 1. Karyawan dapat memandang kerja sama wajarnya seperti istirahat atau bermain. 2. Orang-orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran. 3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan, tanggung jawab. 4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif tersebar meluas dalam populasi dan tidak hanya milik dari merka yang berada dalam posisi manajemen. Teori X mengandaikan bahwa kebutuhan order rendah mendominasi individu. Teori Y mengandaikan bahwa kebutuhan order tinggi mendominasi individu. McGregor sendiri menganut keyakinan keyakinan bahwa pengandaian teori Y lebih sahih daripada teori X. Teori Dua Faktor Dalam Robbins (2008:312), teori ini dikemukakan oleh psikolog Fredrick Herzberg. Dalam keyakinannya bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan merupakan suatu hubungan dasar bahwa sikapnya terhadap kerja dapat sangat menentukan sukses atau kegagalan individu itu, Herzberg menyelidiki pertanyaan, “Apa yang diinginkan orang-orang dari pekerjaan mereka?” Ia meminta orang untuk menguraikan, secara rinci, situasi-situasi di mana mereka merasa luar biasa baik atau buruk mengenai pekerjaan mereka. Dari respon-respon yang dikategorikan, Herzberg menyimpulkan bahwa jawaban yang diberikan orang-orang ketika mereka merasa senang mengenai pekerjaan mereka secara bermakna berbeda dari jawaban yang diberikan ketika mereka merasa tidak senang. Faktor intrinsik seperti prestasi, pengakuan, kerja itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pertumbuhan tampaknya dikaitkan dengan kepuasan kerja. Bila mereka yang ditanyai merasa senang mengenai pekerjaan mereka, mereka cenderung menghubungkan karakteristik ini ke diri mereka sendiri. Di pihak lain, bila mereka tidak puas, mereka cenderung mengutip faktor-faktor ekstrinsik, seperti misalnya kebijakan dan kepemimpinan perusahaan, penyeliaan, hubungan antarpribadi, dan kondisi kerja. Teori Kontemporer Tentang motivasi Teori-teori ini tidak bertahan cukup baik dibawah pemeriksaan yang seksama. Bagaimanapun, tidak semuanya hilang. Ada sejumlah teori kontemporer yang mempunyai satu hal yang sama. Masing-masing mempunyai derajat dokumentasi pendukung sahih yang wajar. Teori ERG Menurut Robbins (2008:320), Clayton Alderfer dari Universitas Yale telah mengerjakan ulang hierarki kebutuhan Maslow untuk menggandeng lebih akrab dengan riset empiris. Hierarki kebutuhan revisinya disebut teori ERG. Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti eksistensi, hubungan, dan pertumbuhan jadi disebut teori ERG (Exixtence, Relatedness, 17 Growth). Kelompok eksistensi mempedulikan pemberian persyaratan eksistensi materiil dasar kita, mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan faali dan keamanan. Kelompok kebutuhan kedua adalah kelompok hubungan hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Hasrat sosial dan status menuntut interaksi dengan orang-orang lain agar dipuaskan, dan hasrat ini segaris dengan kebutuhan sosial Maslow dan komponen eksternal dari klasifikasi penghargaan Maslow. Akhirnya, Alderfer memencilkan kebutuhan pertumbuhan suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsik dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik yang mencakup pada aktualisasi diri. Teori Kebutuhan McClelland Anda menerima satu kantong biji kacang dan lima target disusun didepan anda. Target-target itu disusun dari yang dekat sampai jauh dari anda, dan makin jauh makin sukar dikenai. Target A mudah sekali, karena terletak hampir dalam jangkauan tangan anda. Jika kena, anda mendapat $2. Target B sedikit lebih jauh, tapi 80 persen orang yang mencoba dapat mengenainya, hadiahnya $4. Target C mengadiahi $8, dan sekitar separuh orang yang mencobanya dapat mengenainya. Sangat sedikit orang yang dapat mengenai target D, tetapi hadiahnya $16 jika dapat mengenainya. Target E membayar $32, namun hampir mustahil dicapai. Target manakah yang akan anda coba? Jika memilih C, maka kemungkinan besar anda termasuk dalam kelompok peraih prestasi tinggi. Teori kebutuhan McCelland dikemukakan oleh David McCelland dan kawankawannya. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu prestasi, kekuasaan dan afiliasi. Kebutuhan ini ditetapkan sebagai berikut : a. Kebutuhan akan prestasi : Dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standard, berusaha keras untuk sukses. b. Kebutuhan akan kekuasaan : Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu akanberperilaku demikian. cara yang orang-orang itu tidak c. Kebutuhan akan afiliasi : Hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Beberapa orang mempunyai dorongan yang kuat sekali untuk berhasil. Mereka bergulat untuk prestasi pribadi bukannya untuk ganjaran sukses itu sematamata. Mereka mempunyai hasrat untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya. Dorongan ini adalah kebutuhan akan prestasi. Dari riset mengenai kebutuhan akan prestasi, McCelland mendapatkan bahwa peraih prestasi tinggi membedakan diri mereka dari orang lain oleh hasrat mereka untuk menyelesaikan hal-hal dengan lebih baik. Mereka mencari situasi dimana mereka dapat mencapai tanggung jawab pribadi untuk menemukan pemecahan terhadap masalah-masalah, dimana mereka dapat menerima umpan balik yang cepat atas kinerja mereka sehingga mereka dapat mengetahui dengan mudah apakah mereka menjadi lebih baik atau tidak, dan dimana mereka dapat menentukan tujuan yang cukup menantang. Peraih prestasi tinggi bukanlah penjudi, mereka tidak menyukai berhasil karena kebetulan. Mereka lebih menyukai tantangan menyelesaikan suatu masalah dan menerima baik tanggung jawab pribadi untuk sukses atau kegagalan, bukannya mengandalkan hasil itu pada kebetulan atau peluang atau tindakan orang lain. Yang penting, mereka menghindari apa yang mereka persepsikan sebagai tugas yang terlalu mudah atau terlalu sukar. Mereka ingin mengatasi rintangan, tetapi mereka ingin merasakan sukses itu disebabkan oleh tindakan mereka sendiri. Ini berarti mereka menyukai tugas-tugas dengan kesulitan menengah. Teori Evaluasi Kognitif Diakhir dasawarsa 1960-an seorang peneliti mngemukakan bahwa diperkenalkannya ganjaran-ganjaran ekstrinsik, seperti upah untuk upaya kerja yang sebelumnya secara intrinsik telah memberi ganjran karena adanya kesenangan yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Pendapat ini yang disebut teori evaluasi kognitif telah diteliti dengan ekstensif, dan sejumlah besar studi mendukungnya. Secara historis, ahli teori motivasi umumnya mengasumsikan bahwa motivasi intrinsik seperti misalnya prestasi, tanggung jawab dan kompetensi tidak 19 bertanggung jawab pada motivator ekstrinsik seperti upah tinggi, promosi, hubungan penyelia yang baik, dan kondisi kerja yang menyenangkan. Artinya, rangsangan satu tidak akan mempengaruhi yang lain. Tetapi teori evaluasi kognitif menyarankan sebaliknya. Teori ini berargumen bahwa bila ganjaran-ganjaran ekstrinsik digunakan oleh organisasi sebagai hadiah untuk kinerja yang unggul, ganjaran intrinsik, yang diturunkan dari individu-individu yang melakukan apa yang mereka sukai, akan dikurangi. Dengan kata lain, bila ganjaran ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk menjalankan satu tugas yang menarik, pengganjaran itu menyebabkan minat intrinsik terhadap tugas sendiri merosot. Teori Penetapan Tujuan Menurut Robbins (2008:327), Gene Broadwater, pelatih tim lari lintas alam Sekolah Menengah Hamilton, mamberikan kata-kata akhir kepada pasukannya sebelum mereka menghampiri garis untuk lomba kejuaraan liga “Kamu masingmasing siap secara fisik. Oleh karena ini, keluar sana dan berusaha sebaik-baiknya. Tidak seorangpun pernah dapat meminta kamu lebih daripada itu”. Jika orang-orang berpartisipasi dalam penetapan tujuan, lebih besar kemungkinan mereka menerima bahkan tujuan yang sulit sekalipun daripada jika mereka secara sembarang ditugasi tujuan itu oleh atasan mereka. Alasannya adalah bahwa individu lebih berkomitmen pada pilihan dimana mereka punya bagian. Jadi, meskipun tujuan partisipatif mungkin tidak lebih unggul daripada tujuan penugasan, bila penerimaan itu dianggap ada, partisipasi memang meningkatkan kemungkinan bahwa tujuan yang lebih sukar akan disepakati dan diusahakan. Intensi yang diucapkan dengan istilah tujuan yang sukar dan spesifik merupakan suatu kekuatan motivasi yang ampuh. Pada kondisi yang tepat, hal ini dapat menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Tetapi, tidak ada bukti yang mendukung gagasan bahwa tujuan semacam itu berkaitan dengan peningkatan kepuasan kerja. Teori Penguatan Teori ini mengabaikan keadaan internal dari individu dan memusatkan semata-mata hanya pada apa yag terjadi pada seorang bila ia mengambil suatu tindakan. Karena teori ini tidak mempedulikan apa yang mengawali perilaku, dalam arti yang seksama, teori ini bukanlah teori motivasi. Tetapi teori ini memang memberikan suatu cara analisis yang ampuh terhadap apa yang mengendalikan perilaku, dan untuk alasan inilah teori ini lazim dipertimbangkan dalam pembahasan motivasi. Tidak diragukan lagi penguatan mempunyai pengaruh yang penting atas perilaku, tetapi sedikit kaum terpelajar yang siap untuk berargumen bahwa penguatan merupakan satu-satunya pengaruh. Perilaku yang anda libatkan pada kerja dan banyaknya upaya yang anda alokasikan pada tiap tugas dipengaruhi oleh konsekuensi yang mengikuti perilaku anda. Jika anda secara konsisten ditegur karena produksi anda melebihi rekan anda, kemungkinan besar anda akan mengurangi produktifitas anda. Tetapi jika produktifitas anda lebih rendah, dapat juga dijelaskan dengan menggunakan tujuan-tujuan, ketidakadilan, atau penghargaan. Teori Keadilan Acuan yang dipilih oleh seorang karyawan menambah kerumitan dari teori keadilan. Bukti menyatakan bahwa acuan yang dipilih merupakan variabel yang penting dalam teori keadilan. Ada empat pembanding acuan yang dapat digunakan oleh seorang karyawan, yaitu: 1. Di dalam diri sendiri Pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda di dalam organisasinya dewasa ini. 2. Di luar diri sendiri Pengalaman seorang karyawan dalam situasi atau posisi di luar organisasinya dewasa ini. 3. Di dalam diri orang lain Individu atau kelompok individu lain di dalam organisasi karyawan itu. 4. Di luar diri orang lain Individu atau kelompok individu diluar organisasi karyawan itu. Berdasarkan teori keadilan, bila karyawan mempersepsikan suatu ketidakadilan mereka dapat meramalkan untuk mengambil salah satu dari enam pilihan berikut : 21 1. Mengubah masukan mereka. 2. Mengubah keluaran mereka. 3. Mendistorsikan persepsi mengenai diri sendiri. 4. Mendistorsikan persepsi mengenai orang lain. 5. Memilih acuan yang berlainan. 6. Meninggalkan medan. Teori keadilan memperlihatkan bahwa, untuk kebanyakan karyawan, motivasi sangat dipengaruhi oleh ganjaran relatif maupun ganjaran mutlak. Tetapi beberapa isu utama masih belum jelas. Misalnya, bagaimana para karyawan menangani isyarat keadilan yang bertentangan, seperti bila serikat buruh mengacu ke kelompok karyawan lain yang lebih beruntung. Teori keadilan menawarkan pada kita beberapa wawasan penting dalam memotivasi karyawan. Teori Harapan Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu bergantung pada daya tarik dari keluaran tersebut. Artinya, seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik. Suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi. Dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut. Oleh karenanya, teori tersebut menitik beratkan kepada tiga hubungan, yakni : 1. Hubungan upaya dengan kinerja Probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu akan mendorong kinerja. 2. Hubungan kinerja dengan Ganjaran Derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan. 3. Hubungan ganjaran dengan tujuan pribadi Derajat sejauh mana ganjaran-ganjaran organisasional memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi seorang individu dan potensi daya tarik ganjaran tersebut untuk individu tersebut. Teori harapan membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak temotivasi pada pekerjaannya dan semata-mata melakukan yang minimum diperlukan untuk menyelamatkan diri. Ini jelas bila kita memeriksa ketiga hubungan dari teori itu secara sedikit lebih rinci. 2.1.5.4 Lima Peran untuk Memotivasi Peningkatan Kinerja Dalam organisasi sekarang ini, manajer atau pengawas diminta untuk memainkan beberapa peran, tetapi peran terberat adalah manajer sumber daya manusia. Peran manajer sumber daya manusia adalah mengelola dan memotivasi karyawan guna meningkatkan kinerja. Peran tersebut dapat dibagi lima, yaitu : penentu sasaran, pelatih, penasihat, penilai dan pembuat keputusan. Jika kelima peran ini berhasil dipadukan, maka peluang bagi manajer untuk meningkatkan motivasi karyawan akan berhasil. 1. Peran Penentu Sasaran Membuat semua ketentuan dasar mengenai apa, kapan dan bagaimana pekerjaan setiap karyawan harus dilaksanakan. Peran ini berguna untuk menyatukan sasaran organisasi dengan kinerja yang ditetapkan bagi seluruh karyawan. Proses peentuan sasaran didasarkan pada kemampuan karyawan dan sasaran tertentu yang hendak dicapai. 2. Peran Pelatih Peran pelatih sangat erat hubungannya dengan penentu sasaran. Disini diperlukan perilaku mulai dari instruksi eksplisit sampai ke bimbingan performa dari tugas atau 23 proyek yang diberikan. Dalam peran ini, pengawas bertujuan membangun lingkungan kerjasama untuk memecahkan persoalan dan meningkatkan performa. 3. Peran Penasihat Sebagai penasihat, manajer harus melakukan lebih daripada sekedar membimbing karyawan ke performa yang lebih kompeten. Kuncinya adalah memberi dorongan pada karyawan untuk membuat rencana peningkatan performa dan pengembangan diri mereka. Manajer dapat memberikan peringatan awal pada karyawan yang performanya marginal, tetapi sekaligus menciptakan iklim untuk mereka yang diatas rata-rata untuk tetap berusaha sebaik mungkin. 4. Peran Penilai Penilai membandingkan performa karyawan dengan sasaran yang telah ditetapkan dan mendiagnosis faktor yang dapat mempengaruhi performa marginal atau dibawah standard. Tujuan utama penilai adalah menentukan apakah sasaran performa karyawan telah tercapai, dan tindakan apa yang sesuai untuk menangani performa marginal dan atau dibawah standard. 5. Peran Pembuat Keputusan Seperti peran manajer pada umumnya, manajer sumber daya manusia adalah mengambil tindakan spesifik yang berdasarkan kepada performa karyawan selama seluruh masa pengkajian. Tindakan spesifik itu berupa promosi, imbalan, kenaikan gaji, penugasan kembali, penurunan jabatan dan pemecatan. Apapun tindakan akhir yang diambil oleh manajemen, hendaknya dapat mendorong peningkatan performa selanjutnya. 2.1.6 Kinerja 2.1.6.1 Pengertian Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2006:378), kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau apa yang tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka member kontribusi pada organisasi. Perbaikan kinerja baik individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Pada sebagian besar organisasi, kinerja para karyawan individual merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan organisasional. Diskusi pembuka tentang jenis pekerjaan dan menjadi seorang pemberi kerja terkemuka menakankan bahwa seberapa baik para kaaryawan melakukan pekerjaan mereka mempengaruhi produktifitas dan kinerja organisasional secara signifikan. Karyawan dalam organisasi dapat menjadi keunggulan dalam bersaing. Namun, mereka juga bisa menjadi penghambat. Ketika beberapa karyawan tahu bagaimana melakukan pekerjaannya, ketika karyawan terus menerus meninggalkan organisasi dan ketika karyawan tetap bekerja namun tidak efektif, sumber daya manusia merupakan kompetitif yang menempatkan organisasi dalam kondisi yang merugi. Kinerja indivdu, motivasi dan retensi karyawan merupakan faktor utama organisasi untuk memaksimalkan efektifitas sumber daya manusia individual. 2.1.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Menurut Mathis dan Jackson (2006:113), kinerja para karyawan adalah awal dari keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu : 1. Kemampuan individual Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat dan faktor kepribadian. Tingkat keterampilan, merupakan bahan mentah yang dimiliki seorang karyawan berupa pengetahuam pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan teknis. 2. Usaha yang dicurahkan Usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja, kehadiran dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran 25 motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. 3. Dukungan organisasional Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi dan manajemen. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah apa yang mempengaruhi sebanyak mereka memberkan kontribusi pada organisasi. 2.1.6.3 Pengukuran Kinerja Karyawan Menurut Mathis dan Jackson (2006:114) kinerja pada dasarnya meliputi elemen-elemen sebagai berikut : 1. Kuantitas dari hasil Pencapaian sasaran atau target dalam kuantitas dapat diukur secara absolut, dalam prosentase atau indeks. 2. Kualitas dari hasil Kualitas bersifat relatif, sehingga tidak mudah diukur, dan sangat tergantung pada selera individu. Kualitas dapat dilihat, dirasakan atau diraba 3. Ketepatan waktu dari hasil Dalam penyelesaian sebuah pekerjaan selalu membutuhkan waktu. Waktu merupakan sumber daya yang berharga dan terbatas sehingga tidak dapat disimpan atau ditunda, untuk itu waktu harus digunakan secara optimal. 4. Kehadiran atau absensi 5. Kemampuan bekerja sama Dalam bekerja, setiap karyawan harus memiliki kemampuan bekerja sama dan mampu bekerja di dalam sebuah tim atau kelompok. 2.2 Penelitian Terdahulu 1. Ehsan Gooraki, Hesameddin Noroozi, Saadat Marhamati dan Faranak Behzadi dalam jurnalnya yang berjudul The effect of leadeship style on the employees’ job motivation in health carecenters in Shiraz mengemukakan hasil dari studinya bahwa sebagian besar manajer tidak berpendidikan. Jadi disarankan untuk mengadakan seminar dan mengundang ahli professional dalam rangka mengadakan pelatihan yang diperlukan. Setelah diteliti, karyawan yang mempunyai gelar sarjana akan memiliki level motivasi yang lebih tinggi. hasil akhirnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan manajer terhadap motivasi kerja karyawannya. 2. Frederick Binfor, Sampson Kwado Boateng, Edith Anokor Abbey, Samuel Adu Osei, Felix K. M. Swanzy dan Theophilus Francis Gyepi-Garbrah dalam jurnalnya yang berjudul The Effect of Leadership Style On Employee Performance in Public Institutions : Evidenve From Ghana mengemukakan hasil dari studinya bahwa berdasarkan seluruh data yang telah dikumpulkan dalam bentuk wawancara dan dokumentasi lain, manajemen kepemimpinan yang baik dan motivasi akan membantu mengembangkan kinerja individu, tim dan grup. Mereka mengatakan bahwa kepemimpinan dan motivasi adalah kunci untuk merubah persepsi orang yang awalnya melihat perubahan sebagai ancaman menjadi perubahan sebagai tantangan. 3. Muhammad Farhan Akhtar, Khizer Ali, Miss Shama Sadaqat dan Shoaib Hafeez dalam jurnalnya yang berjudul Extent of Training in Banks and its impact on employees’ motivation and involvement in job mengemukakan hasil penelitiannya bahwa pelatihan untuk pegawai dalam sebuah organisasi sangat penting untuk mencapai kesempurnaan dan kompetensi tertentu. Tapi apakah pelatihan berperan dalam pembekalan pegawai untuk permintaan kompetensinya? Tentu saja pelatihan kerja memberi dampak positif terhadap motivasi kerja. Jadi, pelatihan kerja sangat penting diterapkan khususnya pada pegawai bank yang bermoral rendah tetapi tinggi angka stress kerjanya. 27 4. Afshan Sultana, Sobia Irum, Kamran Ahmed dan Nasir Mehmood dalam jurnalnya yang berjudul Impact of Training on Employee Performance : A Study of Telecommunications Sector in Pakistan mengemukakan bahwa penelitiannya bertujuan untuk mengetahui dampak pelatihan kerja terhadap kinerja pegawai di sektor telekomunikasi di Pakistan. Dari hipotesisnya, ditemukan adanya hubungan positif antara pelatihan dengan kinerja pegawai. Datanya diperoleh dari kuesioner, dalam analisisnya didapat hubungan yang kuat dan positif antara pelatihan dan kinerja pegawai. Pelatihan adalah kunci untuk meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan akan meningkatkan level kompetensi individual dan organisasi. 5. Akbar Ali, Maira Abrar dan Jahanzaib Haider dalam jurnalnya yang berjudul Impact of Motivation on the working performance of employees- A case study of Pakistan mengemukakan bahwa dari 100 responden (pegawai), sebagian besar dari mereka menjawab working habit adalah faktor terpenting yang menentukan working process mereka. Yang kedua adalah kebiasaan setelah kerja mempengaruhi motivasi mereka yang berdampak pada working process mereka. Yang ketiga, faktor teknologi sangat mempengaruhi working process seorang pegawai. 6. Harry Murti dan Veronika Agustini Srimulyani dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai dengan Variabel Pemediasi Kepuasan Kerja Pada PDAM Kota Madiun mengemukakan bahwa: a. Motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. b. Motivasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai. c. Kepuasan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai. d. Kepuasan kerja merupakan variabel pemediasi antara motivasi dengan kinerja pegawai. Variabel motivasi dalam Penelitian tersebut menggunakan teori hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow. 2.3 Kerangka Pemikiran H2 H1 Gaya Kepemimpinan Demokratis (X1) H5 Motivasi Kerja (Y) Kinerja Karyawan (Z) Pelatihan Kerja (X2) H3 H4 Gambar 2. 2 Kerangka Pemikiran 2.4 Hipotesis Hipotesis-1 : Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja Ho : Gaya kepemimpinan demokratis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. Rocktokom Ha : Gaya kepemimpinan demokratis berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. Rocktokom 29 Hipotesis-2 : Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan Ho : Gaya kepemimpinan demokratis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Rocktokom Ha : Gaya kepemimpinan demokratis berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Rocktokom Hipotesis-3 : Pengaruh pelatihan kerja terhadap motivasi kerja Ho : Pelatihan kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. Rocktokom Ha : Pelatihan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. Rocktokom Hipotesis-4 : Pengaruh pelatihan kerja terhadap kinerja karyawan Ho : Pelatihan kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Rocktokom Ha : Pelatihan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Rocktokom Hipotesis-5 : Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan Ho : Motivasi kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Rocktokom Ha : Motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Rocktokom Hipotesis-6 : Pengaruh gaya kepemimpinan dan pelatihan kerja terhadap motivasi kerja dan dampaknya pada kinerja karyawan Ho : Gaya kepemimpinan demokratis dan pelatihan kerja berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja dan berdampak signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Rocktokom Ha : Gaya kepemimpinan demokratis dan pelatihan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja dan tidak berdampak signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Rocktokom 31