BAB 2 Kajian Pustaka, Penelitian Terdahulu

advertisement
BAB 2
Kajian Pustaka, Penelitian Terdahulu, Kerangka Pemikiran dan
Hipotesis
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Manajemen
2.1.1.1 Pengertian Manajemen
Menurut Hasibuan (2005:1) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur
proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif
dan efisien untuk mencapai suatu tujuan.
2.1.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen
Setiap manajer menjalankan lima buah fungsi: perencanaan (planning),
penataan (organizing), penugasan (commanding), koordinasi (coordinating), dan
pengendalian (controlling). Pada era modern saat ini, lebih dipadatkan menjadi
perencanaan
(planning),
penataan
(organizing),
kepemimpinan
(leading),
pengkoordinasian (coordinating), dan pengendalian (controlling).
1. Perencanaan
Seorang manajer akan mendefinisikan sasaran-sasaran, menetapkan strategi
untuk mencapai sasaran-sasaran itu, dan mengembangkan rencana kerja
untuk memadukan dan mengkoordinasikan berbagai aktivitas menuju
sasaran-sasaran tersebut.
2. Penataan
Dimana seorang manajer melakukan penataan, ia akan menentukan tugastugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang akan melakukannya, bagaimana
tugas-tugas tersebut dikelompokan, siapa yang harus melapor kepada siapa,
dan dimana keputusan- keputusan akan diambil.
1
3. Kepemimpinan
Seorang manager memotivasi para bawahannya, membantu mereka
menyelesaikan konflik internal, mengarahkan individu atau kelompok
individu dalam bekerja, memilih metode komunikasi yang paling efektif,
atau menangani beragam isu lainnya yang berkaitan dengan perilaku
karyawan.
4. Pengendalian
Suatu bentuk evaluasi untuk mengetahui sejauh mana segala sesuatunya
berjalan sesuai rencana. Untuk memastikan sasaran-sasaran dapat dicapai dan
pekerjaan-pekerjaan diselesaikan sebagaimana mestinya, seorang manajer
harus mengawasi dan menilai kinerja aktual. Kinerja aktual ini harus
dibandingkan dengan sasaran-sasaran yang digariskan. Bila sasaran sasaran
ini belum tercapai, adalah tugas manajemen untuk mengembalikannya ada
jalur yang benar. Proses pengawasan, penilaian, dan koreksi ini adalah apa
yang disebut sebagai fungsi pengendalian.
2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan (2005:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu
dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Menurut Mathis dan Jackson (2006:3) manajemen sumber daya manusia
(human resource-HR Management) adalah rancangan sistem-sistem formal dalam
sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan
efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.
Jadi menurut pengertian di atas dapat disimpulkan b a h w a manajemen
sumber daya manusia adalah ilmu untuk merancang proses organisasi dengan
memastikan penggunaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan organisasi.
2.1.2.2 Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia terdiri atas beberapa kelompok aktivitas
yang saling berhubungan yang terjadi dalam konteks organisasi. Selain itu, semua
manajer
yang
memiliki
tanggung
jawab
sumber
daya
manusia
harus
mempertimbangkan pengaruh lingkungan eksternal hukum, politik, ekonomi, sosial,
budaya dan teknologi ketika menyampaikan aktivitas ini. Menurut Mathis dan
Jackson (2006:43), ada tujuh aktivitas pokok manajemen sumber daya manusia,
yaitu:
1. Perencanaan dan Analisis Sumber Daya Manusia
Lewat perencanaan sumber daya manusia, para manajer berusaha untuk
mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan
karyawan dimasa depan. Sebagai bagian dari usaha mempertahankan daya
saing organisasional, harus ada analisis dan penilaian efektifitas SDM.
2. Kesetaraan Kesempatan Kerja
Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja
mempengaruhi semua aktivitas sumber daya manusia yang lain dan
terintegrasi dengan manajemen.
3. Pengangkatan Pegawai
Tujuan utama dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan
yang memadai atas individu yang kompeten untuk mengisi lowongan
pekerjaan dalam sebuah organisasi.
4. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengambangan SDM juga meliputi
pelatihan keterampilan pekerjaan.
5. Kompensasi dan Tunjngan
Memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan
melalui gaji, insentif dan tunjangan. Para pemberi pekerjaan harus
mengembangkan dan memperbaiki sistem upah dan gaji dasar mereka,
program insentif juga harus digunakan. Kenaikan yang cepat dalam hal biaya
tunjangan, terutama tunjangan kesehatan akan terus menjadi persoalan utama.
3
6. Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan
Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan para karyawan
adalah hal yang sangat penting bagi karyawan.
7. Hubungan Karyawan dengan Manajemen
Hubungan antara manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara
efektif apabila karyawan dan organisasi ingin sukses bersama.
2.1.2.3 Peran Strategis Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Dessler (2012:13) keunggulan yang dimiki perusahaan dalam
menghadapi ketatnya persaingan di masa sekarang ini sangat ditentukan oleh peran
karyawan perusahaan tersebut. Maka fungsi bisnis bertanggung jawab untuk
memperoleh, melatih, memberi penghargaan dan memberikan kompensasi kepada
karyawan. Mathis dan Jackson (2006:67) mengatakan bahwa kemampuan bersaing,
kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan dalam pasar, dan banyak masalah
lainnya merupakan faktor yang menentukan keberhasilan sebuah organisasi. Sumber
daya
manusia
seharusnya
terlibat
dengan
semua
hal
tersebut
dengan
mengidentifikasi bagaimana ia dapat membantu dalam meningkatkan produktifitas
organisasional, membantu untuk menangani kompetisi asing secara efektif, atau
meningkatkan inovasi dalam organisasi. Pemikiran seprti ini menunjukan adanya
cara berpikir strategis.
Pokok dari perencanaan strategis adalah pengetahuan yang didapat dari
membaca lingkungan eksternal perubahan yang terjadi. Merumuskan rencana
strategis membutuhkan identifikasi, analisis, menyeimbangkan kesempatan dan
ancaman eksternal perusahaan, serta kekuatan dan kelemahan internalnya. Sumber
daya manusia dapat membantu perencanaan strategis dengan mengamati lingkungan,
mengidentifikasi dan menganalisis kesempatan dan ancaman eksternal yang penting
bagi keberhasilan perusahaan. Merumuskan rencana membutuhkan kecerdasan
kompetitif dan manajemen sumber daya manusia dapat memberikan informasi yang
berguna. Sebagai contoh, rincian mengenai insentif baru dari pesaing dan informasi
tentang peraturan yang ditunda seperti undang-undang ketenaga kerjaan atau perintah
asuransi kesehatan.
Menurut Dessler (2012:14) pelaksanaan strategi merupakan inti dari peran
strategis sumber daya manusia, dan hal tersebut masuk akal. Strategi fungsional
sebuah perusahaan harus mendukung strategi persaingannya. Jika perusahaan
memiliki strategi kompetitif untuk membedakan dirinya dengan para pesaingnya
dalam menawarkan pelayanan pada pelanggan yang superior, maka perusahaan akan
membutuhkan karyawan yang berkomitmen tinggi untuk melaksanakan strategi
kompetitif guna memberikan daya saing terhadap kompetitor.
2.1.3 Kepemimpinan
Kepemipinan merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer
yang menyebabkan orang lain bertindak, sehingga kemampuan seorang manajer
dapat diukur dari kemampuannya dalam menggerakan orang-orang lain dalam
bekerja.
Pada hakikatnya seseorang dapat disebut pimpinan jika dia dapat
mempengaruhi orang lain dalam mencapai suatu tujuan tertenu, walaupun tidak ada
kaitan-kaitan formal dalam organisasi. Demikian pula pengertian kepemimpinan
timbul dimana pun asalkan ada unsur-unsur berikut ini:
1. Ada orang yang dipengaruhi
2. Ada orang yang mempengaruhi
3. Ada pengarahan dari yang mempengaruhi
2.1.3.1 Teori-Teori Munculnya Seseorang Menjadi Pemimpin
Bagaimana seseorang muncul menjadi pemimpin, Menurut Robbins
(2010:82), Ordway Tead menyatakan munculnya seorang pemimpin dengan poinpoinsebagai berikut:
5
1. Membentuk dirinya sendiri yang disebut “self made man”, yaitu
kepemimpinan yang muncul karena kemampuannya pada saat-saat yang
penting atau situasi tertentu.
2. Dipilih oleh pengikut-pengikutnya
3. Ditunjuk dari atas atau diangkat. Dengan kata lain, “headership” misalnya
misalnya seorang manajer seorang manajer ditunjuk oleh “Board of
Direction” untuk memimpin perusahaan atau direktur yang diangkat oleh
dewan komisaris.
Selain itu, ada tiga teori lain yang menyatakan sebagai penyebab seseorang
menjadi pemimpin.
1. Teori Genetis (Heredity Theory)
Disebutkan “Leader are born and not made”, seseorang menjadi pemimpin
karena ia dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Secara filosofis pandangan ini
tergolong pada pandangan fatalis atau deterministis.
2. Teori Sosial
Ini pun teori ekstrim. Inti ajarannya, “Leaders are made and not born”. Jadi,
berlawanan dengan teori genetis bahwa setiap orang bisa menjadi pimpinan bila
diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup. Teori ini menjelaskan bahwa sifat
kepemimpinan merupakan bawaan lahir, tidak dapat diciptakan.
3. Teori Ekologis
Sebagai reaksi dari kedua hal itu bahwa seseorang hanya berhasil menjadi
pemimpin yang baik bila ia pada waktu kelahirannya memiliki bakat kepemimpinan,
bakat itu kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalamanpengalaman yang memungkinkan untuk mengembangkan lebih lanjut bakat yang
dimilikinya.
2.1.3.2 Gaya Kepemimpinan
Leadership styles kita artikan dengan gaya kepemimpinan. Maksudnya, cara
yang diambil seseorang dalam rangka mempraktekkan dan dalam penerapannya
harus disesuaikan dengan situasi yang dihadapi.
Gaya kepemimpinan dan ciri-cirinya menurut Sondang P. Siagian (2005:37)
digolongkan dalam lima tipe, yaitu :
1. Otokratis
Seorang pemimpin yang bersifat :
a. Menganggap organisasi adalah milik sendiri.
b. Mengutamakan tujuan pribadi dibanding tujuan organisasi.
c. Menganggap bawahan sebagai alat semata.
d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat.
e. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya.
f. Dalam
tindakanya
sering
menggunakan
pendekatan
yang
mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum. Jelas ini tidak
menghormati hak asasi manusia bawahannya.
2. Militeris
Seorang pemimpin yang bersifat :
a. Dalam penggerakan bawahannya lebih sering menggunakan sistem
perintah.
b. Dalam menggerakkan bawahannya senang bergantung pada pangkat
dan jabatannya.
c. Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan.
d. Menurut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya.
e. Sukar menerima kritik dari bawahannya.
f. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
7
3. Paternalistis
Seorang pemimpin yang bersifat :
a. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.
b. Bersifat terlalu melindungi.
c. Jarang
memberi
kesempatan
kepada
bawahannya
untuk
mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.
d. Jarang memberi kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
inisiatif.
e. Jarang memberi kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan.
f. Sering bersifat maha tau.
4. Karismatis
Sampai saat ini belum ditemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin
memiliki karisma, yang diketahui ialah bahwa seorang pemimpin yang demikian
memiliki daya tarik yang amat besar. Oleh karena itu, pada umumnya orang yang
memiliki karisma mempunyai pengikut yang sangat besar, meskipun para pengikut
sering kali tidak dapat menjelaskan mengapa mereka jadi pengikut. Dikatakan bahwa
yang karismatis itu diberkahi kekuatan gaib. Kekayaan, umur, kesehatan dan profil
tidak dapat digunakan sebagai kriteria untuk karisma. Contohnya, Mahatma Gandhi
dan Albert Einstein.
5. Demokratis
Tipe pemimpin seperti inilah yang cocok untuk organisasi modern. Pemimpin
yang demikian memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a. Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak pada
manusia sebagai makhluk termulia di dunia.
b. Selalu berusaha mensinkronisasikan antara kepentingan tujuan
organisasi dan dan kepentingan tujuan pribadi bawahannya.
c. Senang menerima saran dan pendapat, bahkan kritik dari bawahannya.
d. Selalu berusaha mengutamakan kerja sama dan teman kerja dalam
usaha mencapai tujuan.
e. Selalu berusaha agar bawahannya lebih berhasil.
f. Berusaha mengembangkan kapasitas dirinya sebagai pemimpin.
Menurut Robbins (2010:118) ada lima gaya kepemimpinan di zaman industri
modern, yaitu:
Gambar 2. 1 Grafik Representasi Manajerial
Sumber : Manajemen Stephen P. Robbins (2010:118)
1. Gaya tidak peduli (worst leadership style);
2. Gaya condong pada manusia (people oriented style);
3. Gaya condong pada produksi (production oriented style);
4. Gaya cari keseimbangan (maintain present balance syle);
5. Gaya puncak (peak of leadership).
Antara pimpinan perusahaan dan bawahan terdapat jurang yang dalam.
Perangkat kepemimpinan dari pemimpin atau pemilik perusahaan ialah wewenang
(authority) dan pengawasan (control). Artinya, manajemen yang dipakai ialah
9
menuju pada activity oriented dengan sistem wewenang dan komando. Wewenang
seperti:
a. menetapkan tugas masing-masing;
b. menentukan cara terbaik dalam penetapan tugas;
c. menentukan struktur organisasi perusahaan;
d. meneliti dan megawasi agar apa yang diperintahkan berjalan baik, seperti di
tangan pemilik perusahaan yang sekaligus pemimpin perusahaan.
2.1.3.3 Tindakan-Tindakan yang Harus Dilakukan oleh Pemimpin
Secara umum setiap pemimpin sebenarnya harus melakukan perbuatan-perbuatan
berikut ini :
1. Menganalisis organisasi atau kelompok yang dipimpinnya.
2. Membina struktur organisasi.
3. Mengambil inisiatif.
4. Mencapai tujuan organisasi.
5. Menyediakan fasilitas untuk berkomunikasi.
6. Menciptakan kekompakan.
7. Menumbuhkan rasa bahagia bagi semua anggota organisasi.
8. Sintalitas (mempersatukan).
9. Harus bekerja dengan menggunakan filosofi organisasi yang dipimpinnya.
2.1.4 Pelatihan
2.1.4.1 Pengertian Pelatihan
Berikut adalah definisi pelatihan menurut para ahli :
1. Mathis & Jackson (2006:301) menyatakan pelatihan adalah sebuah proses
dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan-
tujuan organisasional. Karena proses ini berkaitan dengan berbagai tujuan
organisasional, pelatihan dapat dipandang secara sempit atau luas. Dalam
pengertian terbatas, pelatihan memberikan karyawan pengetahuan dan
keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam
pekerjaan mereka saat ini. Kadang-kadang ditarik perbedaan antara pelatihan
dengan pengembangan, dimana pengambangan mempunyai cakupan yang
lebih luas dan fokus pada pemberian individu dengan kapabilitas baru yang
berguna untuk pekerjaan sekarang maupun masa depan.
2. Dessler (20012:203) menyatakan bahwa pelatihan merupakan proses
mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan karyawan untuk melakukan
pekerjaannya.
2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Berperan Dalam Pelatihan
Menurut Veithzal Rivai (2010:202) dalam melaksanakan pelatihan ini ada
beberapa faktor yang berperan yaitu instruktur, peserta, materi, metode, tujuan
pelatihan dan lingkungan yang menunjang. Dalam menentukan teknik pelatihan dan
pengembangan, timbul masalah mengenai trade-off. Oleh karena itu, tidak ada teknik
tunggal yang terbaik. Metode pelatihan terbaik tergantung dari beberapa faktor, yaitu
:
1. Efektifitas biaya
2. Materi program yang dibutuhkan
3. Prinsip-prinsip pembelajaran (metode pelatihan)
4. Ketepatan dan kesesuaian fasilitas
5. Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan
6. Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan
11
2.1.4.3 Tujuan Pelatihan
Ada tiga jenis tujuan pelatihan yang telah ditetapkan, yaitu :
1. Pengetahuan
Menanamkan informasi kognitif dan perincian untuk peserta pelatihan,
sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih efektif dan cepat.
2. Keterampilan
Mengembangkan perubahan perilaku dalam menjalankan kewajibankewajiban pekerjaan dan tugas, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara
rasional.
3. Sikap
Menciptakan ketertarikan dan kesadaran akan pentingnya pelatihan, sehingga
menimbulkan kemajuan kerjasama dengan rekan pegawai dan dengan
pimpinan manajemen.
2.1.4.4 Langkah-Langkah Proses Pelatihan
Dessler (2012:217) mengatakan proses pelatihan terdiri atas lima langkah, yakni :
1. Langkah analisis kebutuhan
Untuk mengetahui keterampilan kerja spesifik yang dibutuhkan, menganalisis
keterampilan dan kebutuhan calon yang akan dilatih serta mengembangkan
pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan prestasi.
2. Langkah merancang instruksi
Untuk memutuskan, menyusun dan menghasilkan isi program pelatihan,
termasuk buku-buku kerja, latihan dan aktivitas.
3. Langkah validasi
Program pelatihan dengan menyajikan kepada beberapa pemirsa yang bisa
memiliki.
4. Langkah penerapan program
Pada langkah ini, perusahaan melatih karyawan yang ditargetkan.
5. Langkah evaluasi
Manajemen perusahaan menilai keberhasilan atau kegagalan dari pelatihan
yang telah dilakukan.
2.1.5 Motivasi
2.1.5.1 Pengertian Motivasi
Motivasi didefinisikan sebagai satu proses yang menghasilkan suatu
intensitas, arah dan ketentuan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan
tertentu. Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi
untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam
memenuhi beberapa kebutuhan individu. Menurut Robbins dan Coulter (2010:109)
motivasi mengacu pada proses dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan dan
berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan.
Elemen energi adalah ukuran dari intensitas atau dorongan. Seseorang yang
termotivasi menunjukkan usaha dan kerja keras. Namun, kualitas usaha itu juga
harus dipertimbangkan. Usaha tingkat tinggi tidak selalu mengarah pada kinerja
pekerjaan yang menguntungkan kecuali uaha tersebut disalurkan ke arah yang
menguntungkan organisasi. Usaha yang diarahkan dan konsisten dengan tujuan
organisasi adalah jenis usaha yang kita inginkan dari para karyawan. Akhirnya,
motivasi mencakup dimensi kekuatan.
Meningkatkan motivasi karyawan menjadi perhatian penting bagi organisasi,
manajer terus mencari jawabannya. Di Eropa misalnya, beberapa survei
menunjukkan bahwa karyawan Jerman dan Belgia adalah pekerja yang paling
memiliki komitmen. Pekerja yang kurang komitmennya ditemukan di Prancis.
Sebagaimana dinyatakan oleh para peneliti mengenai pekerja yang tidak termotivasi,
“para karyawan ini pada dasarnya ‘orang yang tidak bekerja lagi’. Mereka seperti
berjalan dalam tidur di hari kerjanya, mereka membiarkan waktu, tetapi bukan
energy atau gairah ke dalam pekerjaan mereka”.
13
2.1.5.2 Unsur dan Tipe Motivasi
1. Unsur-unsur motivasi :
a. Tujuan
Manusia organisasional yang memiliki motivasi tinggi senantiasa
sadar bahwa antara tujuan dirinya dengan tujuan organisasi sama
sekali tidak terpisahkan satu sama lain.
b. Kekuatan dari dalam individu
Manusia memiliki energi berupa energi fisik, mental dan spiritual
dalam arti yang luas. Kekuatan ini berakumulasi dan menjelma dalam
bentuk dorongan batin seseorang untuk melakukan satu tugas secara
tepat waktu, optimal, efisien, akurat dan dapat memuaskan klien.
c. Keuntungan
Manusia bekerja ingin mendapatkan keuntungan adalah satu hal yang
manusiawi dan lumrah dimana seseorang yang telah bekerja menurut
satuan tugas dan periode waktu kerja tertentu mendapatkan
keuntungan yang layak.
2. Tipe-tipe motivasi :
a. Motivasi positif
Proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan motif, dimana
hal itu diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang lain agar dia
bekerja secara baik dan antusias dengan memberikan keuntungan
tertentu kepadanya.
b. Motivasi negatif
Sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari rasa takut.
Misalnya, bila tidak bekerja akan muncul rasa takut dipecat, takut
gajinya dipotong dan takut dijauhi oleh rekan kerja lainnya. Motivasi
negatif yang berlebihan akan membuat organisasi tidak mampu
mencapai tujuan.
c. Motivasi dari dalam
Motivasi dari dalam timbul dari dalam pekerja waktu dia melakukan
tugas-tugas dan bersumber dari diri pekerja itu sendiri. Motivasi
muncul dari dalam individu, karena memang individu mempunyai
kesadaran untuk berbuat.
d. Motivasi dari luar
Motivasi yang muncul sebagai akibat adanya pengaruh yang ada di
luar pekerjaan dan dari luar diri pekerja itu sendiri. Biasanya sering
dikaitkan dengan imbalan.
2.1.5.3 Teori-Teori Motivasi
Teori Awal Tentang Motivasi
Dasawarsa 1950-an adalah kurun waktu yang berhasil dalam pengembangan
konsep-konsep motivasi. Tiga teori spesifik dirumuskan selama waktu ini, yang
meskipun diserang keras dan sekarang dapat dipertanyakan kesahihannya, agaknya
masih merupakan penjelasan yang paling baik dikenal untuk motivasi karyawan.
Teorinya sebagai berikut :
Teori Hierarki Kebutuhan
Menurut Robbins (2008:308) Agaknya aman untuk mengatakan bahwa teori
motivasi yang paling dikenal baik adalah hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow.
Ia menghipotesiskan bahwa di dalam diri semua manusia ada lima jenjang kebutuhan
berikut :
1. Fisiologis
2. Keamanan
3. Sosial
4. Penghargaan
5. Aktualisasi diri
Begitu tiap kebutuhan ini cukup banyak dipuaskan, kebutuhan berikutnya
menjadi dominan. Dari titik pandang motivasi, teori itu mengatakan bahwa meskipun
tidak ada kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan yang
dipuaskan secara cukup banyak tidak lagi memotivasi. Jadi jika anda ingin
15
memotivasi seseorang, menurut Maslow, anda perlu memahami sedang berada pada
anak tangga manakah orang itu dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan itu
atau kebutuhan di atas tingkat itu.
Teori X dan Teori Y
Menurut teori X milik McGregor, empat pandangan yang dipegang para manajer
adalah sebagai berikut :
1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan bilamana dimungkinkan,
akan mencoba menghindarinya.
2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau
diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal
bilamana dimungkinkan.
4. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua faktor lain yang
dikaitkan dengan kerja yang akan menunjukkan sedikit saja ambisi.
Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia, McGregor
mendaftar empat pengandaian positif, yang disebut teori Y :
1. Karyawan dapat memandang kerja sama wajarnya seperti istirahat atau
bermain.
2. Orang-orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika
mereka komit pada sasaran.
3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan,
tanggung jawab.
4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif tersebar meluas dalam
populasi dan tidak hanya milik dari merka yang berada dalam posisi
manajemen.
Teori X mengandaikan bahwa kebutuhan order rendah mendominasi individu.
Teori Y mengandaikan bahwa kebutuhan order tinggi mendominasi individu.
McGregor sendiri menganut keyakinan keyakinan bahwa pengandaian teori Y lebih
sahih daripada teori X.
Teori Dua Faktor
Dalam Robbins (2008:312), teori ini dikemukakan oleh psikolog Fredrick
Herzberg. Dalam keyakinannya bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan
merupakan suatu hubungan dasar bahwa sikapnya terhadap kerja dapat sangat
menentukan sukses atau kegagalan individu itu, Herzberg menyelidiki pertanyaan,
“Apa yang diinginkan orang-orang dari pekerjaan mereka?” Ia meminta orang untuk
menguraikan, secara rinci, situasi-situasi di mana mereka merasa luar biasa baik atau
buruk mengenai pekerjaan mereka.
Dari respon-respon yang dikategorikan, Herzberg menyimpulkan bahwa
jawaban yang diberikan orang-orang
ketika mereka merasa senang mengenai
pekerjaan mereka secara bermakna berbeda dari jawaban yang diberikan ketika
mereka merasa tidak senang. Faktor intrinsik seperti prestasi, pengakuan, kerja itu
sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pertumbuhan tampaknya dikaitkan dengan
kepuasan kerja. Bila mereka yang ditanyai merasa senang mengenai pekerjaan
mereka, mereka cenderung menghubungkan karakteristik ini ke diri mereka sendiri.
Di pihak lain, bila mereka tidak puas, mereka cenderung mengutip faktor-faktor
ekstrinsik, seperti misalnya kebijakan dan kepemimpinan perusahaan, penyeliaan,
hubungan antarpribadi, dan kondisi kerja.
Teori Kontemporer Tentang motivasi
Teori-teori ini tidak bertahan cukup baik dibawah pemeriksaan yang
seksama. Bagaimanapun, tidak semuanya hilang. Ada sejumlah teori kontemporer
yang mempunyai satu hal yang sama. Masing-masing mempunyai derajat
dokumentasi pendukung sahih yang wajar.
Teori ERG
Menurut Robbins (2008:320), Clayton Alderfer dari Universitas Yale telah
mengerjakan ulang hierarki kebutuhan Maslow untuk menggandeng lebih akrab
dengan riset empiris. Hierarki kebutuhan revisinya disebut teori ERG.
Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti eksistensi,
hubungan, dan pertumbuhan jadi disebut teori ERG (Exixtence, Relatedness,
17
Growth). Kelompok eksistensi mempedulikan pemberian persyaratan eksistensi
materiil dasar kita, mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai
kebutuhan faali dan keamanan. Kelompok kebutuhan kedua adalah kelompok
hubungan hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antarpribadi yang
penting. Hasrat sosial dan status menuntut interaksi dengan orang-orang lain agar
dipuaskan, dan hasrat ini segaris dengan kebutuhan sosial Maslow dan komponen
eksternal dari klasifikasi penghargaan Maslow. Akhirnya, Alderfer memencilkan
kebutuhan pertumbuhan suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi,
mencakup komponen intrinsik dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik
yang mencakup pada aktualisasi diri.
Teori Kebutuhan McClelland
Anda menerima satu kantong biji kacang dan lima target disusun didepan
anda. Target-target itu disusun dari yang dekat sampai jauh dari anda, dan makin
jauh makin sukar dikenai. Target A mudah sekali, karena terletak hampir dalam
jangkauan tangan anda. Jika kena, anda mendapat $2. Target B sedikit lebih jauh,
tapi 80 persen orang yang mencoba dapat mengenainya, hadiahnya $4. Target C
mengadiahi $8, dan sekitar separuh orang yang mencobanya dapat mengenainya.
Sangat sedikit orang yang dapat mengenai target D, tetapi hadiahnya $16 jika dapat
mengenainya. Target E membayar $32, namun hampir mustahil dicapai. Target
manakah yang akan anda coba? Jika memilih C, maka kemungkinan besar anda
termasuk dalam kelompok peraih prestasi tinggi.
Teori kebutuhan McCelland dikemukakan oleh David McCelland dan kawankawannya. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu prestasi, kekuasaan dan
afiliasi. Kebutuhan ini ditetapkan sebagai berikut :
a. Kebutuhan akan prestasi : Dorongan untuk mengungguli, berprestasi
sehubungan dengan seperangkat standard, berusaha keras untuk
sukses.
b. Kebutuhan akan kekuasaan : Kebutuhan untuk membuat orang lain
berperilaku
dalam
suatu
akanberperilaku demikian.
cara
yang
orang-orang
itu
tidak
c. Kebutuhan akan afiliasi : Hasrat untuk hubungan antar pribadi yang
ramah dan akrab.
Beberapa orang mempunyai dorongan yang kuat sekali untuk berhasil.
Mereka bergulat untuk prestasi pribadi bukannya untuk ganjaran sukses itu sematamata. Mereka mempunyai hasrat untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau
lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya. Dorongan ini adalah
kebutuhan akan prestasi. Dari riset mengenai kebutuhan akan prestasi, McCelland
mendapatkan bahwa peraih prestasi tinggi membedakan diri mereka dari orang lain
oleh hasrat mereka untuk menyelesaikan hal-hal dengan lebih baik. Mereka mencari
situasi dimana mereka dapat mencapai tanggung jawab pribadi untuk menemukan
pemecahan terhadap masalah-masalah, dimana mereka dapat menerima umpan balik
yang cepat atas kinerja mereka sehingga mereka dapat mengetahui dengan mudah
apakah mereka menjadi lebih baik atau tidak, dan dimana mereka dapat menentukan
tujuan yang cukup menantang. Peraih prestasi tinggi bukanlah penjudi, mereka tidak
menyukai
berhasil
karena
kebetulan.
Mereka
lebih
menyukai
tantangan
menyelesaikan suatu masalah dan menerima baik tanggung jawab pribadi untuk
sukses atau kegagalan, bukannya mengandalkan hasil itu pada kebetulan atau
peluang atau tindakan orang lain. Yang penting, mereka menghindari apa yang
mereka persepsikan sebagai tugas yang terlalu mudah atau terlalu sukar. Mereka
ingin mengatasi rintangan, tetapi mereka ingin merasakan sukses itu disebabkan oleh
tindakan mereka sendiri. Ini berarti mereka menyukai tugas-tugas dengan kesulitan
menengah.
Teori Evaluasi Kognitif
Diakhir
dasawarsa
1960-an
seorang
peneliti
mngemukakan
bahwa
diperkenalkannya ganjaran-ganjaran ekstrinsik, seperti upah untuk upaya kerja yang
sebelumnya secara intrinsik telah memberi ganjran karena adanya kesenangan yang
dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat motivasi
keseluruhan. Pendapat ini yang disebut teori evaluasi kognitif telah diteliti dengan
ekstensif, dan sejumlah besar studi mendukungnya.
Secara historis, ahli teori motivasi umumnya mengasumsikan bahwa motivasi
intrinsik seperti misalnya prestasi, tanggung jawab dan kompetensi tidak
19
bertanggung jawab pada motivator ekstrinsik seperti upah tinggi, promosi, hubungan
penyelia yang baik, dan kondisi kerja yang menyenangkan. Artinya, rangsangan satu
tidak akan mempengaruhi yang lain. Tetapi teori evaluasi kognitif menyarankan
sebaliknya. Teori ini berargumen bahwa bila ganjaran-ganjaran ekstrinsik digunakan
oleh organisasi sebagai hadiah untuk kinerja yang unggul, ganjaran intrinsik, yang
diturunkan dari individu-individu yang melakukan apa yang mereka sukai, akan
dikurangi. Dengan kata lain, bila ganjaran ekstrinsik diberikan kepada seseorang
untuk menjalankan satu tugas yang menarik, pengganjaran itu menyebabkan minat
intrinsik terhadap tugas sendiri merosot.
Teori Penetapan Tujuan
Menurut Robbins (2008:327), Gene Broadwater, pelatih tim lari lintas alam
Sekolah Menengah Hamilton, mamberikan kata-kata akhir kepada pasukannya
sebelum mereka menghampiri garis untuk lomba kejuaraan liga “Kamu masingmasing siap secara fisik. Oleh karena ini, keluar sana dan berusaha sebaik-baiknya.
Tidak seorangpun pernah dapat meminta kamu lebih daripada itu”.
Jika orang-orang berpartisipasi dalam penetapan tujuan, lebih besar
kemungkinan mereka menerima bahkan tujuan yang sulit sekalipun daripada jika
mereka secara sembarang ditugasi tujuan itu oleh atasan mereka. Alasannya adalah
bahwa individu lebih berkomitmen pada pilihan dimana mereka punya bagian. Jadi,
meskipun tujuan partisipatif mungkin tidak lebih unggul daripada tujuan penugasan,
bila penerimaan itu dianggap ada, partisipasi memang meningkatkan kemungkinan
bahwa tujuan yang lebih sukar akan disepakati dan diusahakan.
Intensi yang diucapkan dengan istilah tujuan yang sukar dan spesifik
merupakan suatu kekuatan motivasi yang ampuh. Pada kondisi yang tepat, hal ini
dapat menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Tetapi, tidak ada bukti yang
mendukung gagasan bahwa tujuan semacam itu berkaitan dengan peningkatan
kepuasan kerja.
Teori Penguatan
Teori ini mengabaikan keadaan internal dari individu dan memusatkan
semata-mata hanya pada apa yag terjadi pada seorang bila ia mengambil suatu
tindakan. Karena teori ini tidak mempedulikan apa yang mengawali perilaku, dalam
arti yang seksama, teori ini bukanlah teori motivasi. Tetapi teori ini memang
memberikan suatu cara analisis yang ampuh terhadap apa yang mengendalikan
perilaku, dan untuk alasan inilah teori ini lazim dipertimbangkan dalam pembahasan
motivasi.
Tidak diragukan lagi penguatan mempunyai pengaruh yang penting atas
perilaku, tetapi sedikit kaum terpelajar yang siap untuk berargumen bahwa penguatan
merupakan satu-satunya pengaruh. Perilaku yang anda libatkan pada kerja dan
banyaknya upaya yang anda alokasikan pada tiap tugas dipengaruhi oleh
konsekuensi yang mengikuti perilaku anda. Jika anda secara konsisten ditegur karena
produksi anda melebihi rekan anda, kemungkinan besar anda akan mengurangi
produktifitas anda. Tetapi jika produktifitas anda lebih rendah, dapat juga dijelaskan
dengan menggunakan tujuan-tujuan, ketidakadilan, atau penghargaan.
Teori Keadilan
Acuan yang dipilih oleh seorang karyawan menambah kerumitan dari teori
keadilan. Bukti menyatakan bahwa acuan yang dipilih merupakan variabel yang
penting dalam teori keadilan. Ada empat pembanding acuan yang dapat digunakan
oleh seorang karyawan, yaitu:
1. Di dalam diri sendiri
Pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda di dalam
organisasinya dewasa ini.
2. Di luar diri sendiri
Pengalaman seorang karyawan dalam situasi atau posisi di luar organisasinya
dewasa ini.
3. Di dalam diri orang lain
Individu atau kelompok individu lain di dalam organisasi karyawan itu.
4. Di luar diri orang lain
Individu atau kelompok individu diluar organisasi karyawan itu.
Berdasarkan teori keadilan, bila karyawan mempersepsikan suatu ketidakadilan
mereka dapat meramalkan untuk mengambil salah satu dari enam pilihan berikut :
21
1. Mengubah masukan mereka.
2. Mengubah keluaran mereka.
3. Mendistorsikan persepsi mengenai diri sendiri.
4. Mendistorsikan persepsi mengenai orang lain.
5. Memilih acuan yang berlainan.
6. Meninggalkan medan.
Teori keadilan memperlihatkan bahwa, untuk kebanyakan karyawan, motivasi
sangat dipengaruhi oleh ganjaran relatif maupun ganjaran mutlak. Tetapi beberapa
isu utama masih belum jelas. Misalnya, bagaimana para karyawan menangani isyarat
keadilan yang bertentangan, seperti bila serikat buruh mengacu ke kelompok
karyawan lain yang lebih beruntung. Teori keadilan menawarkan pada kita beberapa
wawasan penting dalam memotivasi karyawan.
Teori Harapan
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk
bertindak dengan
suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu
pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu bergantung
pada daya tarik dari keluaran tersebut. Artinya, seorang karyawan dimotivasi untuk
menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke
suatu penilaian kinerja yang baik. Suatu penilaian yang baik akan mendorong
ganjaran-ganjaran organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi. Dan
ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut. Oleh karenanya,
teori tersebut menitik beratkan kepada tiga hubungan, yakni :
1. Hubungan upaya dengan kinerja
Probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah
upaya tertentu akan mendorong kinerja.
2. Hubungan kinerja dengan Ganjaran
Derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu
tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
3. Hubungan ganjaran dengan tujuan pribadi
Derajat sejauh mana ganjaran-ganjaran organisasional memenuhi tujuan atau
kebutuhan pribadi seorang individu dan potensi daya tarik ganjaran tersebut
untuk individu tersebut.
Teori harapan membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak
temotivasi pada pekerjaannya dan semata-mata melakukan yang minimum
diperlukan untuk menyelamatkan diri. Ini jelas bila kita memeriksa ketiga
hubungan dari teori itu secara sedikit lebih rinci.
2.1.5.4 Lima Peran untuk Memotivasi Peningkatan Kinerja
Dalam organisasi sekarang ini, manajer atau pengawas diminta untuk
memainkan beberapa peran, tetapi peran terberat adalah manajer sumber daya
manusia.
Peran manajer sumber daya manusia adalah mengelola dan memotivasi
karyawan guna meningkatkan kinerja. Peran tersebut dapat dibagi lima, yaitu :
penentu sasaran, pelatih, penasihat, penilai dan pembuat keputusan. Jika kelima
peran ini berhasil dipadukan, maka peluang bagi manajer untuk meningkatkan
motivasi karyawan akan berhasil.
1. Peran Penentu Sasaran
Membuat semua ketentuan dasar mengenai apa, kapan dan bagaimana pekerjaan
setiap karyawan harus dilaksanakan. Peran ini berguna untuk menyatukan sasaran
organisasi dengan kinerja yang ditetapkan bagi seluruh karyawan. Proses peentuan
sasaran didasarkan pada kemampuan karyawan dan sasaran tertentu yang hendak
dicapai.
2. Peran Pelatih
Peran pelatih sangat erat hubungannya dengan penentu sasaran. Disini diperlukan
perilaku mulai dari instruksi eksplisit sampai ke bimbingan performa dari tugas atau
23
proyek yang diberikan. Dalam peran ini, pengawas bertujuan membangun
lingkungan kerjasama untuk memecahkan persoalan dan meningkatkan performa.
3. Peran Penasihat
Sebagai penasihat, manajer harus melakukan lebih daripada sekedar membimbing
karyawan ke performa yang lebih kompeten. Kuncinya adalah memberi dorongan
pada karyawan untuk membuat rencana peningkatan performa dan pengembangan
diri mereka. Manajer dapat memberikan peringatan awal pada karyawan yang
performanya marginal, tetapi sekaligus menciptakan iklim untuk mereka yang diatas
rata-rata untuk tetap berusaha sebaik mungkin.
4. Peran Penilai
Penilai membandingkan performa karyawan dengan sasaran yang telah ditetapkan
dan mendiagnosis faktor yang dapat mempengaruhi performa marginal atau dibawah
standard. Tujuan utama penilai adalah menentukan apakah sasaran performa
karyawan telah tercapai, dan tindakan apa yang sesuai untuk menangani performa
marginal dan atau dibawah standard.
5. Peran Pembuat Keputusan
Seperti peran manajer pada umumnya, manajer sumber daya manusia adalah
mengambil tindakan spesifik yang berdasarkan kepada performa karyawan selama
seluruh masa pengkajian. Tindakan spesifik itu berupa promosi, imbalan, kenaikan
gaji, penugasan kembali, penurunan jabatan dan pemecatan. Apapun tindakan akhir
yang diambil oleh manajemen, hendaknya dapat mendorong peningkatan performa
selanjutnya.
2.1.6 Kinerja
2.1.6.1 Pengertian Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2006:378), kinerja pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau apa yang tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah
yang mempengaruhi seberapa banyak mereka member kontribusi pada organisasi.
Perbaikan kinerja baik individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam
upaya meningkatkan kinerja organisasi.
Pada sebagian besar organisasi, kinerja para karyawan individual merupakan
faktor utama yang menentukan keberhasilan organisasional. Diskusi pembuka
tentang jenis pekerjaan dan menjadi seorang pemberi kerja terkemuka menakankan
bahwa seberapa baik para kaaryawan melakukan pekerjaan mereka mempengaruhi
produktifitas dan kinerja organisasional secara signifikan.
Karyawan dalam organisasi dapat menjadi keunggulan dalam bersaing.
Namun, mereka juga bisa menjadi penghambat. Ketika beberapa karyawan tahu
bagaimana melakukan pekerjaannya, ketika karyawan terus menerus meninggalkan
organisasi dan ketika karyawan tetap bekerja namun tidak efektif, sumber daya
manusia merupakan kompetitif yang menempatkan organisasi dalam kondisi yang
merugi. Kinerja indivdu, motivasi dan retensi karyawan merupakan faktor utama
organisasi untuk memaksimalkan efektifitas sumber daya manusia individual.
2.1.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Mathis dan Jackson (2006:113), kinerja para karyawan adalah awal
dari keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya. Ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu :
1. Kemampuan individual
Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat dan faktor
kepribadian. Tingkat keterampilan, merupakan bahan mentah yang dimiliki
seorang
karyawan
berupa
pengetahuam
pemahaman,
kemampuan,
kecakapan interpersonal dan kecakapan teknis.
2. Usaha yang dicurahkan
Usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja,
kehadiran dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran
25
motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan
dengan baik.
3. Dukungan organisasional
Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi
karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi dan
manajemen. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak
dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah apa yang mempengaruhi
sebanyak mereka memberkan kontribusi pada organisasi.
2.1.6.3 Pengukuran Kinerja Karyawan
Menurut Mathis dan Jackson (2006:114) kinerja pada dasarnya meliputi
elemen-elemen sebagai berikut :
1. Kuantitas dari hasil
Pencapaian sasaran atau target dalam kuantitas dapat diukur secara absolut,
dalam prosentase atau indeks.
2. Kualitas dari hasil
Kualitas bersifat relatif, sehingga tidak mudah diukur, dan sangat tergantung
pada selera individu. Kualitas dapat dilihat, dirasakan atau diraba
3. Ketepatan waktu dari hasil
Dalam penyelesaian sebuah pekerjaan selalu membutuhkan waktu. Waktu
merupakan sumber daya yang berharga dan terbatas sehingga tidak dapat
disimpan atau ditunda, untuk itu waktu harus digunakan secara optimal.
4. Kehadiran atau absensi
5. Kemampuan bekerja sama
Dalam bekerja, setiap karyawan harus memiliki kemampuan bekerja sama
dan mampu bekerja di dalam sebuah tim atau kelompok.
2.2 Penelitian Terdahulu
1. Ehsan Gooraki, Hesameddin Noroozi, Saadat Marhamati dan Faranak
Behzadi dalam jurnalnya yang berjudul The effect of leadeship style on the
employees’ job motivation in health carecenters in Shiraz mengemukakan
hasil dari studinya bahwa sebagian besar manajer tidak berpendidikan. Jadi
disarankan untuk mengadakan seminar dan mengundang ahli professional
dalam rangka mengadakan pelatihan yang diperlukan. Setelah diteliti,
karyawan yang mempunyai gelar sarjana akan memiliki level motivasi yang
lebih tinggi. hasil akhirnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara gaya kepemimpinan manajer terhadap motivasi kerja
karyawannya.
2. Frederick Binfor, Sampson Kwado Boateng, Edith Anokor Abbey, Samuel
Adu Osei, Felix K. M. Swanzy dan Theophilus Francis Gyepi-Garbrah dalam
jurnalnya yang berjudul The Effect of Leadership Style On Employee
Performance in Public Institutions : Evidenve From Ghana mengemukakan
hasil dari studinya bahwa berdasarkan seluruh data yang telah dikumpulkan
dalam bentuk wawancara dan dokumentasi lain, manajemen kepemimpinan
yang baik dan motivasi akan membantu mengembangkan kinerja individu,
tim dan grup. Mereka mengatakan bahwa kepemimpinan dan motivasi adalah
kunci untuk merubah persepsi orang yang awalnya melihat perubahan sebagai
ancaman menjadi perubahan sebagai tantangan.
3. Muhammad Farhan Akhtar, Khizer Ali, Miss Shama Sadaqat dan Shoaib
Hafeez dalam jurnalnya yang berjudul Extent of Training in Banks and its
impact on employees’ motivation and involvement in job mengemukakan
hasil penelitiannya bahwa pelatihan untuk pegawai dalam sebuah organisasi
sangat penting untuk mencapai kesempurnaan dan kompetensi tertentu. Tapi
apakah pelatihan berperan dalam pembekalan pegawai untuk permintaan
kompetensinya? Tentu saja pelatihan kerja memberi dampak positif terhadap
motivasi kerja. Jadi, pelatihan kerja sangat penting diterapkan khususnya
pada pegawai bank yang bermoral rendah tetapi tinggi angka stress kerjanya.
27
4. Afshan Sultana, Sobia Irum, Kamran Ahmed dan Nasir Mehmood dalam
jurnalnya yang berjudul Impact of Training on Employee Performance : A
Study of Telecommunications Sector in Pakistan mengemukakan bahwa
penelitiannya bertujuan untuk mengetahui dampak pelatihan kerja terhadap
kinerja pegawai di sektor telekomunikasi di Pakistan. Dari hipotesisnya,
ditemukan adanya hubungan positif antara pelatihan dengan kinerja pegawai.
Datanya diperoleh dari kuesioner, dalam analisisnya didapat hubungan yang
kuat dan positif antara pelatihan dan kinerja pegawai. Pelatihan adalah kunci
untuk meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan akan meningkatkan level
kompetensi individual dan organisasi.
5. Akbar Ali, Maira Abrar dan Jahanzaib Haider dalam jurnalnya yang berjudul
Impact of Motivation on the working performance of employees- A case study
of Pakistan mengemukakan bahwa dari 100 responden (pegawai), sebagian
besar dari mereka menjawab working habit adalah faktor terpenting yang
menentukan working process mereka. Yang kedua adalah kebiasaan setelah
kerja mempengaruhi motivasi mereka yang berdampak pada working process
mereka. Yang ketiga, faktor teknologi sangat mempengaruhi working process
seorang pegawai.
6. Harry Murti dan Veronika Agustini Srimulyani dalam jurnalnya yang
berjudul Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai dengan Variabel
Pemediasi Kepuasan Kerja Pada PDAM Kota Madiun mengemukakan
bahwa:
a. Motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja
pegawai.
b. Motivasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
pegawai.
c. Kepuasan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
pegawai.
d. Kepuasan kerja merupakan variabel pemediasi antara motivasi dengan
kinerja pegawai.
Variabel motivasi dalam Penelitian tersebut menggunakan teori hierarki
kebutuhan dari Abraham Maslow.
2.3 Kerangka Pemikiran
H2
H1
Gaya Kepemimpinan
Demokratis (X1)
H5
Motivasi
Kerja (Y)
Kinerja Karyawan (Z)
Pelatihan Kerja (X2)
H3
H4
Gambar 2. 2 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
Hipotesis-1 : Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja
Ho :
Gaya kepemimpinan demokratis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
motivasi kerja karyawan PT. Rocktokom
Ha :
Gaya kepemimpinan demokratis berpengaruh secara signifikan terhadap
motivasi kerja karyawan PT. Rocktokom
29
Hipotesis-2 : Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan
Ho :
Gaya kepemimpinan demokratis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja karyawan PT. Rocktokom
Ha :
Gaya kepemimpinan demokratis berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja karyawan PT. Rocktokom
Hipotesis-3 : Pengaruh pelatihan kerja terhadap motivasi kerja
Ho :
Pelatihan kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja
karyawan PT. Rocktokom
Ha :
Pelatihan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja
karyawan PT. Rocktokom
Hipotesis-4 : Pengaruh pelatihan kerja terhadap kinerja karyawan
Ho :
Pelatihan kerja tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja
karyawan PT. Rocktokom
Ha :
Pelatihan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan PT.
Rocktokom
Hipotesis-5 : Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan
Ho :
Motivasi kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan
PT. Rocktokom
Ha :
Motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan PT.
Rocktokom
Hipotesis-6 : Pengaruh gaya kepemimpinan dan pelatihan kerja terhadap
motivasi kerja dan dampaknya pada kinerja karyawan
Ho :
Gaya kepemimpinan demokratis dan pelatihan kerja berpengaruh signifikan
terhadap motivasi kerja dan berdampak signifikan terhadap kinerja karyawan PT.
Rocktokom
Ha :
Gaya kepemimpinan demokratis dan pelatihan kerja tidak berpengaruh
signifikan terhadap motivasi kerja dan tidak berdampak signifikan terhadap kinerja
karyawan PT. Rocktokom
31
Download