AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X Inokulasi Mikoriza Arbuskular Pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Yang Ditanam pada Berbagai Komposisi Media Tanam Oleh: Novriani Abstract This research aims to study the effect of mycorrhizal inoculation on oil palm seedling which is planted in various media composition (a mixture of soil and Empty Fruits Bunch (EFB) compost) on the growth of oil palm seedlings, mycorrhizal colonization in roots and uptake of N, P and K. This research was conducted at the experimental garden of Baturaja University, Ogan Komering Ulu, during four months from December 2009 - March 2010. This research method used Factorial of Randomized Block Design (FRBD) with two treatment factors and three replications. The first factor in the form of EFB compost media compositions (0%, 25% compost + 75% soil, 30% compost + 70% soil, 50% compost + 50 soil, 70% compost + 30 % soil and 75 % compost + 25 % soil). The second factor is mycorrhizal inoculants (0 g pot-1, 10 g pot-1, 20 g pot-1 and 30 g pot-1). Result obtained from this research is the application of 30% compost to had significant effect on increase the percentage of mycorrhizal colonization in roots (83,23%), uptake of N (163.84%), uptake of P (153.67%), dry weight of canopy (163.27%), root dry weight (141.86 %) and total dry weigh (156.74%) of oil palm planting compare with no compost. Inoculation of mycorrhizal 10 g significantly increased percentage of mycorrhizal colonization roots (95.07 %), uptake of N (110.29%), uptake of P (108.19%), dry weight of canopy (82.29%), root dry weight (84.21%), and total dry weigh (84.29%) of soil palm planted compare with no mycorrhizal. The combination of compost 30% and mycorrhizal 10 g resulted the best percentage of mycorrhizal colonization on roots, uptake of N, dry weight, root dry weight and total dry weight of the best crops of oil palm seedling. This result suggest that good of palm seeding can be achieved by using combination of 30% compost and 10 g mycorrhizal dosage. Key words: Oil palm seeding, compost and mycorrhizal PENDAHULUAN Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) saat ini merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting di sektor pertanian disebabkan kelapa sawit dapat menambah devisa dan menciptakan lapangan kerja. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2009 mencapai + 7,12 juta ha dengan total produksi + 20,5 ton Crude Palm Oil (CPO) (Dirjenbun 2010). Untuk memperoleh hasil yang terus meningkat dapat dilakukan dengan perbaikan mutu di pembibitan karena pembibitan memiliki peran yang sangat penting untuk menghasilkan tanaman kelapa sawit yang baik dan bermutu (Pahan, 2008). Bibit yang berkualitas dapat diperoleh dengan menggunakan pupuk yang mempunyai tingkat efisiensi tinggi yang dapat diperoleh melalui peningkatan daya dukung tanah dan efisiensi pelepasan hara. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut Dosen Tetap Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Baturaja Novriani, Hal; 30 - 42 30 AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X yaitu dengan penggunaan pupuk organik sisa tandan kosong kelapa sawit dari limbah pabrik kelapa sawit dan inokulan mikoriza pada kecambah. Penggunaan pupuk kompos dengan dosis 5% yang dikombinasikan dengan pemupukan dosis 50 % pada bibit kelapa sawit telah menunjukkan perbedaan pertumbuhan yang nyata dibandingkan dengan pemupukan 100% (Sutarta et al., 2005). TKKS adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22-23% TKKS atau sebanyak 220-230 kg TKKS (Isroi, 2008). Setiap ton TBS kelapa sawit yang diolah oleh PKS dapat menghasilkan 184 kg pupuk kompos. TKKS yang dijadikan pupuk kompos sangat kaya unsur hara seperti N, P, K, dan Mg yang dapat memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Kandungan hara kompos TKKS adalah C sebesar 35,1%, N 2,34%, P2O5 0,31%, K2O 5,53%, Ca 1,46%, dan Mg 0,96% (Ryan, 2009). Kelapa sawit adalah tanaman yang secara alami dapat bersimbiosis dengan CMA. Inokulasi mikoriza yang bersimbiosis ini dapat membantu meningkatkan daya absorbsi hara, air dan membantu agregasi tanah. Selain itu jamur mikoriza dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen (Sunarti et al., 2004). Dijelaskan oleh Setiadi et al. (2003), bahwa mikoriza juga sangat berperan dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan, logam-logam berat Al dan Fe dan meningkatkan serapan hara terutama unsur hara P. Mencermati kondisi demikian maka dapat disepakati potensi mikoriza yang cukup menjanjikan dalam bidang pertanian. Bahan organik merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan jumlah spora CMA. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2% sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5% kandungan spora sangat rendah. Ameliorasi tanah dengan bahan organik sisa tanaman atau pupuk hijau merangsang perkembangbiakan cendawan CMA (Anas, 1997 dalam Subiksa, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh inokulasi mikoriza pada kecambah sawit yang ditanam pada berbagai komposisi media tanam (berupa campuran tanah dan kompos limbah TKKS) terhadap pertumbuhan bibit sawit, kolonisasi mikoriza pada akar dan serapan hara N, P dan K. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Universitas Baturaja Kecamatan Baturaja Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Analisis tanah, kompos dan jaringan tanaman akan dilaksanakan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Waktu Pelaksanaan dari bulan Desember 2009 – Maret 2010. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: contoh tanah Ultisol, pupuk (N,P,K), benih sawit Dura x Pisifera (Marihat), air, inokulasi CMA, kompos TKKS, serta bahan–bahan kimia untuk keperluan analisis sifat kimia dan biologi di laboratorium. Sedangkan alat yang digunakan adalah: alat–alat pengambilan contoh tanah, polibag (lebar 15 cm, tinggi 22 cm, dan tebal 0,07 mm), ember, timbangan, oven, alat tulis serta alat-alat untuk keperluan analisis sifat kimia dan biologi tanah di laboratorium. Percobaan untuk penelitian ini disusun dengan pola Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Kedua faktor perlakuan terdiri dari: 1. Faktor pertama berupa komposisi media tanam dari kompos TKKS, terdiri dari: (0%, 25% kompos + 75% tanah, 30% kompos + 70% tanah, 50% kompos + 50% tanah, Novriani, Hal; 30 - 42 31 AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X 70% kompos + 30% tanah, dan 75% kompos + 25% tanah). Perbandingan bahan media tanam didasarkan volume (v/v). 2. Faktor kedua yaitu inokulasi mikoriza terdiri dari: (0 g inokulasi CMA pot-1, 10 g inokulasi CMA pot-1, 20 g inokulasi CMA pot-1, 30 g inokulasi CMA pot-1). Mikoriza yang digunakan adalah inokulan campuran yang terdiri dari genus Glomus manihotis, Glomus etunicatum, Gigospora margarita dan Acaulospora sp yang kepadatan populasi 50-200 spora/10 gram inokulan. Setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali secara keseluruhan terdapat 6 x 4 x 3 = 72 polibag. Data yang diamati terdiri dari: 1) Persentase Kolonisasi Mikoriza pada Akar; 2) Serapan hara N, P, K (mg tanaman-1); 3) Tinggi Tanaman (cm); 4; Berat Tanaman (g); 5) Karakteristik kimia dan fisika tanah sebelum perlakuan, dianalisis di laboratorium. Data (14) dianalisis menggunakan analisis sidik ragam uji F. Jika uji F menunjukkan pengaruh yang nyata dilakukan uji lanjut BNT. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Awal Tanah yang digunakan untuk penelitian ini adalah dari ordo Ultisol (analisis PTP Mitra Ogan) yang memiliki tingkat kesuburan yang rendah sampai sedang. Kriteria ini terlihat dari sifat-sifat kimianya, reaksi tanah tergolong masam (pH=5,31), kandungan C-organik (4,30%) dan N-total(0,25%) tergolong sedang, kandungan unsur hara P (8,40 µg g-1) dan K (0,83 cmol(+)kg-1) tergolong rendah serta KTK (9,78) tergolong rendah. Menurut Hardjowigwno (1996), Ultisol merupakan jenis tanah yang mempunyai tingkat kesuburan relatif rendah, dengan tingkat kemasaman tinggi, ketersediaan basa-basa dan fospor yang rendah dan kelarutan Al dan Fe yang tinggi. Untuk mengatasi rendahnya tingkat kesuburan tanah ini dapat dilakukan dengan pemberian pupuk organik dan pupuk hayati berupa mikoriza. Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Bibit Kelapa Sawit 1. Persentase Kolonisasi Mikoriza Pemberian kompos 30% menyebabkan persen kolonisasi mikoriza meningkat 83,23% jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa kompos (Tabel 1). Hal ini diduga karena kompos secara berlahan dapat menyumbangkan hara makro dan mikro untuk tanaman. Sumbangan hara ini dapat dimanfaatkan oleh mikoriza sebagai sumber makanan untuk dapat mengkolonisasi akar tanaman. Aplikasi mikoriza 10 g meningkatkan persen kolonisasi pada akar sebesar 95,07% jika dibandingkan perlakuan tanpa mikoriza. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi mikoriza 10 g sudah efektif dalam melakukan kolonisasi pada akar tanaman dibanding pemberian mikoriza 20 g dan mikoriza 30 g. Sejalan dengan penelitian Suherman et al. (2007), bahwa pemberian 10 g mikoriza mampu meningkatkan persentase kolonisasi mikoriza pada akar tanaman sawit jika dibandingkan dosis mikoriza 15 g. Novriani, Hal; 30 - 42 32 AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X Tabel 1. Persentase Kolonisasi Mikoriza pada Akar Tanaman Kelapa Sawit Umur 4 Bulan pada Berbagai Taraf Kompos dan Mikoriza Mikoriza (g pot-1) Kompos (%) Rerata 0 25 30 50 70 75 0 0.00 a 15.07 a-c 12.58 a 14.05 ab 22.29 e-h 16.32 a-e 13.39 w 10 15.33 a-d 19.57 b-g 43.13 l 26.43h-k 25.41 g-k 26.85 h-k 26.12 x 20 21.76 c-h 19.37 a-g 31.00 i-k 24.33g-j 23.54 g-i 31.73 k 25.29 x 30 22.06 d-h 25.07 g-j 21.67 c-h 31.20 jk 29.21i-k 23.18 f-i 25.40 x Rataan 14.79 p 19.77 q 27.10 r 24.00 r 25.11 r 24.52 r Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata (BNT 0,05), huruf a-l dibaca dalam kolom dan baris, huruf w,x,y,z dibaca kebawah dan p,q,r,s dibaca ke samping. Kombinasi perlakuan terbaik antara kompos dan mikoriza yang menghasilkan persen kolonisasi mikoriza tertinggi pada akar terdapat pada perlakuan 30% kompos dan 10 g mikoriza sebesar 43,13%, dan kolonisasi yang terendah 0,00% pada kombinasi perlakuan kompos 0% dan mikoriza 0 g. Besarnya kolonisasi mikoriza yang terjadi pada akar tanaman pada perlakuan kompos 30% dan 10 g mikoriza, diduga karena adanya kondisi yang menguntungkan dari penambahan kompos TKKS. Penambahan kompos dapat menambah kandungan hara, dengan kondisi yang baik dapat merangsang pertumbuhan spora mikoriza. Hal ini juga didukung oleh tingkat curah hujan yang tinggi selama penelitian. Kelembaban yang tinggi pada tanah akan merangsang pertumbuhan spora dan terbentuknya kolonisasi dengan tanaman inang (Delvian, 2006). Kolonisasi pada akar tanaman terjadi juga pada perlakuan kompos tanpa mikoriza, tetapi jika dibandingkan dengan perlakuan kombinasi pemberian kompos dan mikoriza tingkat persentasenya lebih tinggi. Kolonisasi pada perlakuan kompos tanpa mikoriza, menunjukkan bahwa adanya mikoriza alami yang terkandung di dalam bahan organik sehingga mampu melakukan kolonisasi pada akar tanaman. 2. Serapan Hara N, P, K Tanaman Kelapa Sawit Dari Tabel 2, pemberian kompos 30% memberikan hasil serapan hara N terbesar yaitu 5,91 mg tanaman-1. Hal ini diduga bahwa pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit (kandungan N 2,34%) mampu meningkatkan kandungan hara N di dalam tanah sehingga bisa memenuhi hara yang dibutuhkan tanaman. Dijelaskan oleh Brady (1990), bahwa hasil dekomposisi bahan organik dimasukkan ke dalam tanah akan menghasilkan beberapa unsur hara diantaranya usur hara N, P dan K. Novriani, Hal; 30 - 42 33 AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X Tabel 2. Serapan Hara N (mg tanaman-1) pada Tanaman Kelapa Sawit Umur 4 Bulan pada Berbagai Taraf Kompos dan Mikoriza Kompos (%) Rerata 0 25 30 50 70 75 0 0.31 a 2.54 b-d 2.82 cd 1.25 ab 4.48 ef 4.91 fg 2.72 w 10 1.13 ab 4.96 fg 9.81 j 7.53 i 5.66 f-h 5.21 f-h 5.72 y 20 1.53 a-c 4.56 f 6.39 hi 4.65 fg 5.05 f-h 5.21 f-h 4.56 x 30 5.99 gh 4.33 ef 4.64 fg 4.46 ef 3.08 de 5.49 f-h 4.66 x Rataan 2.24 p 4.10 q 5.91 r 4.47 q 4.57 q 5.21 r Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata (BNT 0,05), huruf a-l dibaca dalam kolom dan baris, huruf w,x,y,z dibaca kebawah dan p,q,r,s dibaca ke samping Mikoriza (g pot-1) Pengaruh utama mikoriza 10 g berbeda dengan perlakuan mikoriza 0 g, mikoriza 20 g dan mikoriza 30 g terhadap serapan N tanaman. Hal ini disebabkan bahwa pemberian mikoriza mampu meningkatkan serapan hara N di mana akar tanaman yang bersimbiosis dengan mikoriza mampu meningkatkan perluasan bidang serapan hara dan air. Dijelaskan oleh Kilham (1994), bahwa mikoriza mampu meningkatkan perluasan bidang serapan air dan hara, dengan menggunakan hifa-hifa yang halus memungkinkan hifa dapat menyerap air lebih besar pada tanaman bermikoriza. Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza juga akan membawa unsur hara yang mudah larut seperti N, K dan S sehingga serapan hara tersebut meningkat. Kombinasi perlakuan kompos 30% dan mikoriza 10 g memberikan serapan N yang berbeda dengan perlakuan lain dan merupakan kombinasi perlakuan yang menyebabkan serapan hara tertinggi yaitu 9,81 mg N tanaman-1. Adanya peningkatan serapan hara N yang terbesar pada perlakuan kompos 30% dan mikoriza 10 g, diduga dengan adanya sumbangan hara nitrogen dari kompos dapat dijadikan sebagai sumber makanan bagi mikoriza sehingga menimbulkan interaksi yang positif antara kompos dan mikoriza, di mana mikoriza yang mendapat makanan dari hara kompos akan membantu meningkatkan serapan hara melalui perluasan serapan hara dengan menggunakan hifa-hifanya. Dijelaskan oleh Anas (1997) dalam Subiksa (2005) bahwa bahan organik sangat diperlukan dalam merangsang perkembangbiakan cendawan mikoriza. Untuk akar tanaman yang terkolonisasi mikoriza akan membantu penyerapan hara. Aplikasi pemberian kompos 30% menghasilkan serapan hara P tertinggi (0,794 mg tanaman-1) berbeda dengan perlakuan kontrol tetapi tidak berbeda dengan perlakuan lainnya (Tabel 3). Dijelaskan oleh Hakim et al. (1990), pemberian pupuk organik dapat menambah cadangan unsur hara makro dan mikro di dalam tanah, memperbaiki sifat kimia lainnya seperti pH tanah, meningkatkan KTK tanah dan menjadikan P terfiksasi menjadi P tersedia bagi tanaman. Novriani, Hal; 30 - 42 34 AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X Tabel 3. Serapan Hara P, K (mg tanaman-1) pada Tanaman Kelapa Sawit Umur 4 Bulan pada Berbagai Taraf Kompos dan Mikoriza Pengaruh Perlakuan Kompos 0% 25% 30% 50% 70% 75% Mikoriza 0g 10g 20g 30g Serapan Hara (mg tanaman-1) P K 0,313 a 0,580 b 0,794 b 0,638 b 0,606 b 0,687 b 1.310 0,883 1,920 1,456 0,852 0,947 0,366 a 0,762 b 0,627 b 0,657 b 0,872 1,573 1,261 1,206 Pemberian mikoriza 10 g memberikan hasil yang berbeda dengan perlakuan kontrol tetapi tidak berbeda dengan perlakuan mikoriza lainnya. Hal ini disebabkan bahwa pemberian mikoriza mampu menyediakan hara P yang tidak tersedia menjadi tersedia. Dijelaskan oleh Bolan et al. (1987), proses ini terjadi karena mikoriza mengeluarkan eksudat organik yang kemudian bereaksi dengan Fe dan Al melalui proses khelatasi sehingga P terbebas menjadi tersedia bagi tanaman. Penambahan kompos tidak berpengaruh terhadap serapan hara K pada tanaman kelapa sawit. Hal ini diduga tanah yang digunakan sebagai media tanam pada penelitian ini mengandung K-dd tergolong sedang (0,38 cmol (+) kg -1) ditambah dengan sumbangan hara K dari kompos tandan kosong kelapa sawit (K2O 5,53 %,). Dengan kandungan hara yang cukup banyak di dalam tanah tetapi belum sepenuhnya bisa diserap tanaman, sehingga tidak mempengaruhi serapan hara K pada tanaman kelapa sawit. 3. Tinggi Tanaman Kelapa Sawit Dari Gambar 1 dapat dilihat pada perlakuan tanpa kompos, pemberian mikoriza dengan berbagai dosis dapat meningkatkan tinggi tanaman lebih besar jika dibandingkan dengan tanpa mikoriza. Tinggi tanaman yang tertinggi pada akhir penelitian terdapat pada perlakuan tanpa kompos dengan inokulan mikoriza 30 g yaitu 31,53 cm. Pada tanah miskin hara, semakin banyak jumlah spora mikoriza yang diberikan maka kemungkinan terjadi kolonisasi pada akar tanaman akan semakin besar. Dari hasil penelitian Widiastuti et al. (2005), bahwa pemberian spora 500 buah lebih meningkatkan pertumbuhan tanaman dibandingkan jumlah spora 200 dan 350 buah. Pada penelitian ini, inokulan yang digunakan mengandung 50-200 spora/10 g tanah, jadi diperkirakan jumlah spora yang ada di dalam tanah pada perlakuan 30 g mikoriza sekitar 150 - 600 buah spora. Novriani, Hal; 30 - 42 35 AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X 1. Kompos 0 % 2. Kompos 25 % 3. Kompos 30 % 4. Kompos 50 % 5. Kompos 70 % 6. Kompos 75 % Mikoriza 0 g Mikoriza 10 g 35.00 -15.00 Mikoriza 20 g Minggu Ke 2 Keterangan : Tinggi Tanaman (cm) Gambar 1. Tinggi Tanaman (cm) Kelapa Sawit pada Umur 4 Bulan Pada Berbagai Taraf Kompos dan Mikoriza yang Diukur Setiap 2 Minggu Mikoriza 30 g Pada perlakuan kompos 25%, 30% dan 50% tinggi tanaman tertinggi terdapat pada pemberian mikoriza 10 g. Dari ketiga perlakuan, tinggi tanaman tertinggi pada akhir penelitian terdapat pada perlakuan kompos 30% dengan tinggi 29,70 cm. Dijelaskan oleh Setiadi (1991), ketersediaan hara makro dan mikro merupakan salah satu penentu keberhasilan simbiosis mikoriza. Hal ini diduga bahwa bahan organik bisa merangsang perkembangbiakan mikoriza kemudian mengefisienkan pemanfaatan Novriani, Hal; 30 - 42 36 AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X unsur hara yang ada sehingga mampu meningkatkan penyerapan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Pada Gambar 1 dapat dilihat pada semua perlakuan kompos dengan pemberian 30 g mikoriza menyebabkan tinggi tanaman lebih rendah, hal ini diduga bahwa dengan pemberian kompos pada dosis inokulan mikoriza yang tinggi akan membuat mikoriza tidak terlalu aktif dalam membantu penyerapan hara pada tanaman. Keberadaan mikoriza di dalam akar tetap mendapat makanan dari tanaman sehingga menyebabkan persaingan pemafaatan hasil fotosintat. Aplikasi kompos 70% dan 75% tidak menyebabkan perbedaan tinggi tanaman, tetapi jika diberi mikoriza tinggi tanaman lebih baik dibanding tanpa diberi mikoriza. Peningkatan dosis mikoriza pada perlakuan 70% dan 75% tidak diikuti oleh peningkatan tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pada tanah yang kaya unsur hara pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman tidak akan terlihat jelas. 4. Berat Kering Tajuk Tanaman Kelapa Sawit Berat kering tajuk pada perlakuan kompos 30% berbeda nyata dengan berat kering tajuk sawit perlakuan kompos 0%, 25%, 50%, dan 70% tetapi tidak berbeda nyata dengan berat kering tajuk kelapa sawit perlakuan kompos 75% (Tabel 4). Kandungan hara yang dapat disumbangkan dari kompos TKKS adalah C sebesar 35,1%, N 2,34%, P2O5 0,31%, K2O 5,53%, Ca 1,46%, dan Mg 0,96% (Ryan, 2009). Unsur hara ini sangat diperlukan dalam proses fotosintesis, apabila proses fotosintesis mampu berjalan dengan baik maka tanaman akan dengan tumbuh normal diikuti dengan peningkatan berat kering tanaman. Tabel 4. Berat Kering Tajuk (g) Tanaman Kelapa Sawit Umur 4 Bulan Pada Berbagai Taraf Kompos dan Mikoriza Kompos (%) Mikoriza Rataan (g pot-1) 0 25 30 50 70 75 0 0.22 a 1.20 c 1.55 cd 0.62 ab 2.05 e 2.43 efg 1.35 w 10 0.55 ab 2.19 ef 3.85 i 3.39 h 2.55 fg 2.30 efg 2.47 y 20 0.66 ab 2.11 ef 2.76 g 2.07 ef 2.30 efg 2.35 fg 2.04 x 30 2.49 efg 2.03 de 2.18 ef 2.02 de 1.45 c 2.41 efg 2.10 x Rataan 0.98 p 1.88 q 2.58 r 2.03 q 2.09 q 2.37 r Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata (BNT 0,05), huruf a-l dibaca dalam kolom dan baris, huruf w,x,y,z dibaca kebawah dan p,q,r,s dibaca ke samping. Pemberian mikoriza 10 g menghasilkan berat kering tajuk terbesar yaitu 2,47 g jika dibanding dengan pemberian mikoriza 20 g yang menghasilkan berat kering tajuk 2,04 g dan 30 g yang menghasilkan berat kering tajuk 2,10 g (Tabel 4). Dijelaskan oleh Rao dan Subha (1994), mikoriza mampu meningkatkan serapan hara terutama unsur hara P dengan mengaktifkan enzim fosfatase, nitrogenase dan dehidrogenase sehingga unsur hara lebih tersedia bagi tanaman. Unsur hara P ini dapat berperan dalam proses pertumbuhan tanaman, karena fosfor berfungsi pada berbagai reaksi biokimia dalam Novriani, Hal; 30 - 42 37 AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang dapat menunjang pertumbuhan yang ditandai dengan peningkatan berat kering tanaman. Pengaruh interaksi kompos dan mikoriza terhadap berat kering tajuk sawit dapat dilihat pada Tabel 4 kombinasi perlakuan kompos 30% dengan 10 g inokulan mikoriza menghasilkan berat kering tanaman tertinggi (3,85 g) yang berbeda nyata dengan kombinasi lainnya. Dijelaskan oleh Anas (1997) dalam Subiksa (2005), bahwa bahan organik sangat diperlukan dalam merangsang perkembangbiakan cendawan mikoriza. Untuk akar tanaman yang dikolonisasi mikoriza akan membantu penyerapan hara sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. 5. Berat Kering Akar Tanaman Kelapa Sawit Pada Tabel 5 terlihat bahwa berat kering akar sawit pada perlakuan kompos 30% berbeda dengan pada perlakuan kompos 0%, kompos 25%, kompos 50%, kompos 70%, dan kompos 75%. Dijelaskan oleh Mikkelsen (2005), bahwa asam humik yang berasal dari bahan organik mampu merangsang pertumbuhan dan meningkatkan biomassa tanaman. Dari hasil penelitian Santi (2008), pemberian pupuk organokimia mampu meningkatkan berat kering tajuk, batang dan akar tanaman kelapa sawit. Tabel 5. Berat Kering Akar (g) Tanaman Kelapa Sawit Umur 4 Bulan Pada Berbagai Taraf Kompos dan Mikoriza Mikoriza (g pot-1) 0 10 20 30 Rataan 0 0.16 a 0.28 a 0.31 ab 0.98 d-f 0.43 p 25 0.62 bc 1.03 ef 1.01 ef 0.86 c-f 0.88 q Kompos (%) 30 50 0.68 cd 0.30 ab 1.42 h 1.38 gh 1.04 ef 0.99 d-f 1.00 ef 0.89 c-f 1.04 r 0.89 q 70 0.78 cde 1.02 ef 1.07 e-g 1.10 e-h 0.99 q 75 0.86 c-f 1.15 f-h 0.97 d-f 0.97 d-f 0.99 q Rataan 0.57 w 1.05 y 0.90 x 0.97 xy Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata (BNT0,05), huruf a-l dibaca dalam kolom dan baris, huruf w,x,y,z dibaca kebawah dan p,q,r,s dibaca ke samping Tabel 5. menunjukkan bahwa pemberian mikoriza 10 g menyebabkan berat kering akar yang berbeda nyata terhadap berat kering akar pada perlakuan 0 g mikoriza dan 20 g mikoriza, tetapi tidak berbeda dengan perlakuan 30 g mikoriza (Tabel 5). Hasil Penelitian Widiastuti et al. (2003), menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza mampu mempercepat pertumbuhan dan pembentukan akar primer dan tersier hal ini akan berpengaruh terhadap bobot akar yang dihasilkan. Produksi berat kering akar tertinggi terlihat pada kombinasi perlakuan 30% kompos dan 10 g mikoriza. Pemberian kompos merupakan salah satu penentu keberhasilan terjadinya simbiosis antara akar dengan mikoriza. Dari hasil penelitian Nusantara (2002), simbiosis mikoriza pada tanaman sengon baru terbentuk 6 MST jika tumbuh pada media buatan yang haranya cukup, dan 16 MST jika ditumbuhkan pada tanah ultisol. Selain itu juga mikoriza mampu menghasilkan hormon auksin dan giberalin, di mana fungsi dari auksin adalah dapat merangsang pertumbuhan akar tanaman (Berta et al., 1993). Novriani, Hal; 30 - 42 38 AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X 6. Berat Kering Total Tanaman Kelapa Sawit Aplikasi kompos 30% berbeda dengan perlakuan kompos 0%, kompos 25%, kompos 50%, kompos 70%, tetapi tidak berbeda dengan perlakuan kompos 75% (Tabel 6). Hal ini diduga bahwa pemberian karena kompos dapat menyumbangkan unsur hara, baik hara makro maupun mikro yang diperlukan utuk pertumbuhan tanaman. Selain itu juga dijelaskan oleh Ayuso et al. (1996), asam humik yang berasal dari kompos mampu meningkatkam sintesa protein, aktivitas hormon tumbuh, meningkatkan laju fotosintesis dan mempengaruhi aktivitas enzim. Semuanya ini akan meningkatkan pertumbuhan tajuk tanam, meningkatkan pertumbuhan akar yang dapat juga meningkatkan berat kering tajuk dan akar tanaman. Tabel 6. Berat kering total (g) tanaman kelapa sawit umur 4 bulan pada berbagai taraf kompos dan mikoriza Mikoriza (g pot-1) 0 10 20 30 Rataan 0 0.37 a 0.83 ab 0.97 b 3.47 hi 1.41 p 25 1.82 c 3.22 fgh 3.12 fgh 2.90 efg 2.76 q Kompos (%) 30 50 2.22 cd 0.92 ab 5.27 k 4.77 j 3.80 i 3.06 e-h 3.18 fgh 2.91 efg 3.62 s 2.92 qr 70 2.84 ef 3.57 hi 3.37 f-i 2.56 de 3.08 r 75 3.29 f-i 3.45 hi 3.32 f-i 3.39 ghi 3.36 s Rataan 1.91 e 3.52 y 2.94 x 3.07 x Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata (BNT0,05), huruf a-l dibaca dalam kolom dan baris, huruf w,x,y,z dibaca kebawah dan p,q,r,s dibaca ke samping Pemberian mikoriza 10 g berbeda nyata terhadap berat kering total tanaman yang dihasilkan pada perlakuan tanpa mikoriza, 20 g mikoriza dan 30 g mikoriza. Perlakuan 10 g mikoriza menghasilkan berat kering total tertinggi yaitu 3,52 g. Dari penelitian Widiastuti et al. (2003), bahwa tanaman kelapa sawit yang diinokulasi mikoriza terjadi peningkatan pertumbuhan akar yang akan diikuti pertumbuhan tajuk tanaman karena mikoriza bisa merangsang pertumbuhan akar dan penyerapan hara pada tanaman. Ini terlihat dari peningkatan serapan hara N, P, K pada tanaman dan berat kering tanaman. Sejalan dengan penelitian ini bahwa pemberian mikoriza nyata meningkatkan berat kering tajuk 82,96% dan berat kering akar 84,21% sehingga menghasilkan berat kering total tanaman yang meningkat sebesar 84,29% jika dibandingkan tanpa mikoriza. Kombinasi perlakuan 30% kompos dan 10 g mikoriza menghasilkan berat kering total yang tertinggi yaitu 5,27 g. Hal ini diduga bahwa pemberian kompos mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Hakim et al., 1990). Kondisi tanah yang menguntungkan dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan tajuk tanaman, hara kompos juga dapat dijadikan sebagai sumber makanan bagi mikoriza sehingga terjadi kolonisasi pada akar tanaman. Adanya kolonisasi mikoriza pada tanaman akan merangsang pertumbuhan akar dan membantu penyerapan hara dan air untuk pertumbuhan tanaman. Dijelaskan oleh Widiastuti et al (2003) bahwa, pada tanaman yang berasosiasi dengan mikoriza peningkatan pertumbuhan akar tanaman diikuti dengan peningkatan pertumbuhan tajuk tanaman, sehingga dapat meningkatkan berat kering total tanaman. Novriani, Hal; 30 - 42 39 AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Aplikasi kompos 30 % nyata meningkatkan persentase kolonisasi mikoriza pada akar (83,23%), serapan hara N (163,84%), serapan hara P (153,67%), berat kering tajuk (163,27%), berat kering akar (141,86%), dan berat kering total tanaman (156,74%) pada tanaman kelapa sawit dibandingkan tanpa kompos; 2. Aplikasi mikoriza 10 g nyata meningkatkan persen kolonisasi mikoriza pada akar (95,07%), serapan hara N (110,29%), serapan hara P (108,19%), berat kering tajuk (82,96%), berat kering akar (84,21%) dan berat kering total (84,29%) pada tanaman kelapa sawit dibandingkan tanpa mikoriza, dan; 3. Kombinasi kompos 30% dan mikoriza 10 g menghasilkan persen kolonisasi mikoriza pada akar, serapan hara N dan P pada tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar dan berat kering total tanaman terbaik pada bibit kelapa sawit. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disaran bahwa: 1. Untuk mendapatkan hasil bibit sawit yang baik dapat digunakan dosis kombinasi perlakuan kompos 30% dan 10 g mikoriza, dan; 2. Penelitian ini hanya sampai pada pembibitan prenursery, maka residu dari kompos TKKS dan mikoriza dapat digunakan untuk sebagai campuran media tanam pada tahapan pembibitan selanjutnya (mainnursery). DAFTAR PUSTAKA Anas, I. 1997. Bioteknologi Tanah. Bogor: Laboratorium Biologi Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institute Pertanian Bogor Bolan, N., A. Robson dan N.J. Barrow. 1987. “Effect of Vesicular Arbuscular Mycorrhiza on The Availability of Iron Phosphate to Plants”. Plant Soil 99:401-410 Brady, N.C. 1990. The Nature and Properties of Soil. New York: The MacMillan Company Delvian. 2004. Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula dalam Reklamasi Lahan Kritis Pasca Tambang. Medan: Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Hakim, N., M.Y. Nyakfa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, G.B. Hong, Bailey. 1990. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bandar Lampung: Universitas Lampung Hardjowigeno S. 1996. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian Pasca Sarjana IPB Killham, K. 1994. Soil Ecology. New York: Cambridge University Press Novriani, Hal; 30 - 42 40 AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X Mikkelsen, R.I. 2005. Humic Substances in Biological Agriculture. AGRES a Voice for Eco-Agricult. Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya Rao, N. dan S. Subha. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua. Jakarta: Universitas Indonesia Press Santi, L.S dan D.H. Goenadi. 2008. Pupuk Organo-Kimia untuk Pemupukan Bibit Kelapa Sawit. Jakarta: Menara Perkebunan Suherman, C., A. Nuraini dan S. Rosniawaty. 2007. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskilar (CMA) serta Media Campuran Subsoil dan Kompos pada Pembibitan Kelapa Sawit (Elaeis quineensis) Kultivar Sungai Pancur (SP2). Bandung: Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Ayuso, M., T. Hernandez, C. Garcia dan J.A. Pascual. 1996. “Stimulation of Barley Growth and Nutrient Absorption by Humic Substances Originating from Various Materials”. Bioresoure Technology 57: 251-257 Berta, G., S. Sgorbati, V. Soler, A. Fusconi, A. Trotta, A. Citterio, M.G. Bottone, E.Sporvaoli dan S. Scanerini. 1990. “Variations in Chomatin Structure in Host’1nuclei of a Vesicular Mycorhiza”. NewPhytol 14: 199-205 Nusantara, D.A. 2002. “Tanggapan Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Terhadap Inokulasi Ganda Cendawan Mikoriza Arbukular dan Rhizobium sp”. ISSN 1411-0067. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 4 (2): 62-70. Sunarti, R., S. Ika, Syekhfani dan L.A. Abdul. 2004. “Peranan Jamur Mikoriza Pada Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit dan Pengaruhnya dalam Menekan Kolonisasi Patogen Ganoderma Boninense”. Jurnal Agrivita 2: 212-221. Setiadi, Y. 1991. “Aplikasi Mikoriza”. Himpunan Makalah Penataran Dosen Dalam Rangka Meningkatkan Mutu Bidang Pertanian”. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Swasta, Direktorat Jederal Pendidikan Depdikbud RI. Setiadi, Y. 2003. “Arbuscular Mycorhiza Inokulum Production”. Program dan Abstrak Seminar dan Pameran Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Inokulan EndoEktomikoriza untuk Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. 16 September 2003, Bandung. Sutarta. E.S, Winarna dan N.H. Darlan. 2005. “Peningkatan Efektivitas Pemupukan Melalui Aplikasi Kompos TKS Pada Pembibitan Kelapa Sawit”. Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2005: Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit Melalui Pemupukan dan Pemanfaatan Limbah PKS. Medan. Widiastuti, H., G. Edi, S. Nampiah, K.D. Latifah, H.D. Didiek dan S. Sally. 2003. “Optimalisasi Simbiosis Cendawan Mikoriza Arbuskula Acaulospora tuberculata dan Gigospora margarita Pada Bibit Kelapa Sawit di Tanah Masam”. Menara Perkebunan. 70 (2): 50-57. Novriani, Hal; 30 - 42 41 AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 ISSN: 1979 – 8245X Widiastuti, H., S. Nampiah, K.D. Latifah, H.G. Dediek, S.Sally dan G. Edi. 2005. Penggunaan Spora Cendawan Mikoriza Arbuskular Sebagai Inokulasi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Serapan Hara Bibit Kelapa Sawit. Menara Perkebunan 73 (1): 26-34. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. “Indonesia Punya Kebun Koleksi Nasinal Sumber Daya Genetik Kelapa Sawit”. (http://www.ditjenbun.deptan.go.id) Diakses 24 Februari 2010) Isroi. 2008. “Cara Mudah Mengomposkan Tandan Kosong Kelapa Sawit”. (http//:Just another Word Press.com, weblog) Diakses 15 Juli 2008) Ryan. 2009. Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit, (http://www.pekaspku.blogspot.com/2009/02/hama_dan_penyakit_tanaman_kelapa_ sawit_25.html) Diakses 25 Feb 2009). Subiksa, I.G.M. 2005. “Pemanfaatan Mikoriza untuk Penanggulangan Lahan Kristis”. Biologi Resources. Biology-Dasar Pengolahan Limbah, (http//: Just another Word Press.com. weblog, diakses 15 Agustus 2008). Novriani, Hal; 30 - 42 42