Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia tan Ahli Teknik

advertisement
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
Simposium Nasional dan Kongres X
Jakarta, 12 – 14 November 2008
Makalah Profesional
IATMI 08-016
“Re-Invent” our Approach on the Economics of Petroleum Project
For Improved Investment Decision Making
by Nuzulul Haq
Medco E&P Indonesia
Abstract
Harga minyak yang tinggi hingga
menembus
$100/barrel
tidak
pernah
diperkirakan sebelumnya. Hal ini kembali
menyadarkan kita bahwa apapun mungkin
terjadi meski menurut kita itu tidak mungkin
beberapa tahun yang lalu.
Banyaknya proyek perminyakan yang
terlambat untuk berproduksi karena belum
disepakatinya kontrak perjanjian antara berbagai
pihak
yang
terlibat
dikarenakan
hasil
perhitungan
keekonomian
yang
belum
memuaskan, mengakibatkan proyek-proyek
tersebut tidak mendapatkan keuntungan atas
tingginya harga minyak yang terjadi saat ini.
Fakta bahwa industri perminyakan
menghadapi ketidakpastian yang tinggi dimasa
depan seperti harga minyak tentunya harus
dipertimbangkan oleh para praktisi didalam
melakukan studi keekonomian suatu proyek
Migas.
Perhitungan
keekonomian
dengan
menggunakan pendekatan statis menyebabkan
banyak keputusan investasi pada waktu itu
didasarkan pada asumsi harga yang sangat
konservatif dan tidak memperhitungkan adanya
volatilitas harga minyak ke depan. Hal ini
menjadi salah satu sebab lambatnya keputusan
investasi pada waktu itu.
Dalam teori keputusan investasi,
perbedaan antara perhitungan net present value
(NPV) tradisional dan real options adalah “timing
of investment” dimana pada NPV tradisional
peluang investasi adalah sekarang atau tidak
sama sekali (now or never). Seperti apa yang
kita lakukan apabila nilai NPV suatu proyek kecil
atau negatif, maka kita akan langsung tunda
investasi pada proyek tersebut. Namun
demikian, kebanyakan investasi bukan “now or
never, Dalam beberapa kasus, kriteria NPV
yang kecil, tidak cukup dijadikan faktor untuk
memutuskan agar proyek ini ditunda.
Dalam teori real options, penundaan
investasi bukan merupakan keputusan yang
efektif selama nilai proyek tersebut lebih tinggi
dari nilai thresholdnya. Nilai threshold inilah
yang dapat diperoleh dari metode real option
dengan mempertimbangkan adanya volatilitas
harga minyak.
Tujuan makalah ini adalah untuk melihat
kemungkinan aplikasi teori real option dalam
membantu keputusan investasi dalam proyek
perminyakan di Indonesia
Makalah ini menghasilkan beberapa
kesimpulan diantaranya real options dapat
diaplikasikan dalam perhitungan keekonomian
proyek perminyakan di Indonesia, serta nilai
yang dihasilkan dari metode ini lebih
memperlihatkan nilai yang sebenarnya dari
proyek
tersebut
dibandingkan
dengan
menggunakan metode NPV tradisional.
1
IATMI 08-016
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
I. Pendahuluan
Harga minyak yang tinggi hingga
menembus
$100/barrel
tidak
pernah
diperkirakan sebelumnya. Hal ini kembali
menyadarkan kita bahwa apapun mungkin
terjadi meski menurut kita itu tidak mungkin
beberapa tahun yang lalu.
Banyaknya proyek perminyakan yang
terlambat untuk berproduksi karena belum
disepakatinya kontrak perjanjian antara berbagai
pihak
yang
terlibat
dikarenakan
hasil
perhitungan
keekonomian
yang
belum
memuaskan, mengakibatkan proyek-proyek
tersebut tidak mendapatkan keuntungan atas
tingginya harga minyak yang terjadi saat ini.
Fakta bahwa industri perminyakan
menghadapi ketidakpastian yang tinggi dimasa
depan seperti harga minyak tentunya harus
dipertimbangkan oleh para praktisi didalam
melakukan studi keekonomian suatu proyek
Migas.
Perhitungan
keekonomian
dengan
menggunakan pendekatan statis menyebabkan
banyak keputusan investasi pada waktu itu
didasarkan pada asumsi harga yang sangat
konservatif dan tidak memperhitungkan adanya
volatilitas harga minyak ke depan. Hal ini
tampaknya menjadi salah satu sebab lambatnya
keputusan investasi pada waktu itu.
Dalam teori keputusan investasi,
perbedaan antara perhitungan net present value
(NPV) tradisional dan real options adalah waktu
investasi (timing of investment) dimana pada
NPV tradisional peluang investasi adalah
sekarang atau tidak sama sekali (now or never).
Seperti apa yang kita lakukan apabila nilai NPV
suatu proyek kecil atau negatif, maka kita akan
langsung tunda investasi pada proyek tersebut.
Namun demikian, kebanyakan investasi bukan
“now or never”, Dalam beberapa kasus, kriteria
NPV yang kecil, tidak cukup dijadikan faktor
untuk memutuskan agar proyek ini ditunda.
Dalam teori real options, penundaan
investasi bukan merupakan keputusan yang
efektif selama nilai proyek tersebut masih lebih
tinggi dari nilai threshold-nya. Nilai threshold
adalah nilai yang mempertimbangkan adanya
faktor-faktor ketidakpastian dari suatu proyek
seperti contohnya volatilitas harga minyak.
II. Industri Minyak dan Gas (Migas) di
Indonesia – Issu dan Tantangan
Ketergantungan
perekonomian
Indonesia pada industri migas telah terjadi sejak
negeri ini merdeka. Pada saat krisis moneter
yang lalu, disaat industri-industri lainnya hancur,
industri ini tetap bertahan dan tidak terpengaruh
dengan kondisi krisis pada waktu itu. Meski
industri migas tetap menjadi andalan, namun
saat ini produksi minyak dan gas telah
mengalami penurunan dari 2.7 mboepd pada
tahun 2002 ke sekitar 2 juta mboepd pada tahun
2007 sebagaimana terlihat pada gambar 1.
Kondisi ini terjadi karena produksi dari
lapangan yang sudah berproduksi diperkirakan
turun sebesar 6 – 8.5% per tahun sedangkan
dari lapangan baru akan turun sebesar 4.7% per
tahun. Dari data statisik diperoleh bahwa selama
10 tahun proven replacement dari cadangan
minyak adalah sebesar 86 %. Ini berarti bahwa
volume produksi yang ada saat ini tidak dapat
digantikan dengan penemuan cadangan migas
baru yang terjadi tiap tahunnya. Menurunnya
tingkat penemuan cadangan migas baru ini
disebabkan menurunnya aktifitas eksplorasi dan
tingkat keberhasilannya selama 6 tahun terlihat
seperti terlihat pada gambar 2.
Kondisi harga minyak yang tinggi saat
ini, diharapkan akan mendorong aktifitas
eksplorasi di Indonesia sehingga diharapkan
dapat ditemukan cadangan migas baru.
Selama kurun waktu 2003 – 2007,
pemerintah Indonesia secara aktif membuka
tender untuk blok PSC baru, namun sayang
hanya 50% dari blok tersebut yang dapat
ditanda tangani tahun berikut ya (lihat gambar
3). Salah satu kejadian menarik adalah apa
yang terjadi pada tahun 2006, disaat harga
minyak yang relatif tinggi sekitar US$65/bbl,
tetapi hanya 5 kontrak yang ditandatangani. Hal
ini tentunya menyadarkan kepada kita bahwa
ada faktor lain yang membuat investor menahan
investasinya.
Sebagaimana kita ingat, tingkat ketidakpastian
dari harga minyak pada waktu itu relatif tinggi.
Hal ini sebagai akibat adanya musim dingin
yang lama di Asia, Europe dan US bersamaan
2
IATMI 08-016
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
dengan ketidakpastian supply minyak dari
Nigeria, Iran dan Iraq yang membuat investor
menahan dulu investasi hingga harga minyak
relatif stabil.
Pada tahun 2007, investor melihat
bahwa harga minyak telah berada pada
kesetimbangan baru yaitu berada pada level
$50/bbl. Dengan ekspektasi bahwa harga
minyak telah stabil, pada tahun 2007 investor
mulai memasukkan investasinya di Indonesia
yaitu dengan ditandatanginya 26 kontrak PSC
baru serta komitmen investasi eksplorasi
sebesar $60.53 juta seperti terlihat pada gambar
4.
Fenomena ini memperlihatkan pada kita
bahwa investor tidak hanya melihat profit dari
suatu
rencana
investasi
tapi
faktor
ketidakpastian yang sedang terjadi juga menjadi
bahan pertimbangan ketika akan melakukan
investasi pada suatu proyek migas.
Saat ini dalam analisa keekonomian
suatu proyek migas, banyak dilakukan dengan
menggunakan pendekatan discounted cash
flow. Dalam pendekatan ini, risiko yang timbul
dari faktor-faktor ketidakpastian dari suatu
proyek akan diperhitungkan dalam suatu tingkat
diskonto (discount rate) tertentu. Semakin tinggi
risiko suatu proyek, maka semakin tinggi pula
tingkat diskontonya.
Untuk proyek migas yang mempunyai
periode investasi yang lama sebelum proyek itu
berproduksi, maka pendekatan ini akan
memberikan bobot diskonto yang lebih besar
pada saat proyek ini berproduksi seperti terlihat
pada gambar 5. Hal ini yang mengakibatkan
banyak proyek-proyek marginal yang ditunda
pada waktu itu, sehingga menyebabkan proyekproyek ini tidak menikmati harga minyak yang
tinggi saat ini.
Keterlambatan
keputusan
investasi
yang terjadi pada proyek-proyek marginal, lebih
banyak disebabkan karena penggunaan asumsi
harga minyak yang tidak memperhitungkan
tingkat volatilitas yang terjadi pada saat itu.
Terlebih adanya volatilitas pada harga minyak
dipandang sebagai risiko, bukan peluang. Hal ini
mengakibatkan bahwa asumsi harga menjadi
semakin rendah untuk mengkompensasi risiko
adanya volatilitas. Padahal pada kenyataannya,
manajemen dapat menggunakan fleksibilitas
strategi nya dalam menghadapi volatilitas ini,
dimana jika harga minyak menjadi lebih rendah
maka manajemen dapat menunda investasinya
sampai menunggu membaiknya harga minyak.
Pendekatan real options adalah salah
satu alternatif metode keekonomian yang
berusaha
mengakomodasi
fleksibilitas
manajemen dalam menghadapi ketidakpastian
dari suatu proyek dimasa yang datang.
III. Metode Real Options
Teori option pricing menarik kalangan
industri non keuangan (non–financial Industry)
karena
kemampuannya
dalam
mempertimbangkan fleksibilitas manajemen
dalam menunda, merevisi investasi dan
melakukan strategi operasi seiring dengan
terpecahkannya tingkat ketidakpastian suatu
proyek. Aplikasi teori ini dalam industri non
keuangan dikenal dengan nama “ real options”.
Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh
Stewart C. Mayers dari MIT tahun 1977.
Jika kita melihat fakta yang ada,
keputusan manajemen dalam melakukan suatu
investasi bersifat fleksibel dimana manajemen
berusaha mendapatkan upside potensial dari
suatu proyek dan menghindari risiko yang terjadi
dari proyek tersebut. Adanya informasi baru
yang didapat dari suatu kejadian, tentunya akan
dimanfaatkan manajemen untuk membuat
keputusan berikutnya. Melihat hal ini, real option
hampir mirip dengan decision tree analysis
(DTA), diantaranya dalam beberapa hal yaitu :
dibangun berdasarkan kerangka keputusan
menggunakan decision trees dan teori
probabilitas
berdasarkan arus kas yang didiskonto
hasilnya ditampilkan sebagai S-curves dan
expected value nya
fokus pada kejelasan suatu tindakan dari
strategi
Namun demikian dalam prakteknya ada
beberapa perbedaan mendasar dengan DTA
yaitu diantaranya :
penekanan pada keputusan yang akan
dibuat
dimasa
datang
ketika
3
IATMI 08-016
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
terpecahkannya suatu ketidakpastian pada
proyek
melibatkan kerangka yang lebih terbuka dan
ekspansi dari berbagai peluang
banyak membutuhkan pemrograman yang
bersifat
dinamis
dalam
melakukan
perhitungannya.
Menyediakan
berbagai
opsi
untuk
keputusan dimasa datang
Menangani risiko pasar melalui informasi
dari pasar forward di bursa keuangan
Terdapat dua dimensi yang dicakup oleh
real options sebagaimana tergambar pada
gambar 6, yaitu
1. menemukan ketidakpastian, opsi dan
fleksibilitas dengan membuka kerangka
rencana serta adanya pembelajaran secara
dinamis seiring dengan terpecahkannya
ketidakpastian pada suatu proyek.
2. menilai arus kas berdasarkan pemisahan
private vs market risk serta menggunakan
tingkat bebas risikonya (risk free rate)
sebagai faktor diskontonya.
Dalam memisahkan antara risiko private
dengan
risiko
pasar,
maka
digunakan
pendekatan yang berbeda dalam menghitung
arus kas, dimana
Metode option pricing digunakan untuk
memodelkan risiko pasar sepert harga
minyak dengan cara mengaplikasikan “risk
adjusted probabilities” untuk menangkapnya
adanya risiko premium (dapat ditentukan
dari pasar futures dan options)
Metode decisión análisis digunakan untuk
memodelkan risiko private seperti besarnya
cadangan
minyak
dengan
cara
mengaplikasikan probabilitas yang bersifat
subjektif, biasanya diambil dari data base
atau pendapat ahli.
Gambar 6 memperlihatkan bahwa real
options berusaha menggabungkan konsep DCF,
option pricing dan decisión tree análisis dalam
suatu model perhitungan.
Penggabungan ketiga konsep ini tentunya
sangat bermanfaat dalam membantu melakukan
keekonomian pada proyek Migas karena
karakteristik industri ini yang mempunyai tingkat
ketidakpastian yang tinggi pada faktor teknis
(seperti reservoir, geology of success, dll) dan
faktor
pasar
(seperi
harga
minyak),
sebagaimana tergambar dalam tabel 1.
3.1 Intuisi dibalik Real Options
Dalam melihat intuisi dibalik real options
ini, mari kita lihat kasus sederhana dibawah ini.
Misal ada suatu lapangan minyak yang belum
dikembangkan dengan reserve sebesar 500 juta
barrel. Diasumsikan bahwa faktor recovery nya
sebesar 20% dan bila ingin dikembangkan
sekarang membutuhkan investasi sebesar $
6,050 juta. Jika harga minyak sekarang
diasumsikan sebesar $60/bbl. Dari hasil
perhitungan NPV sederhana maka NPV = (20%
x 500 juta bbl x $60/bbl) - $ 6,050 juta = $ -50
juta.
Dari hasil NPV ini terlihat bahwa
lapangan ini tidak mempunyai nilai sehingga
kelihatan layak untuk dijual. Namun demikian,
jika kita melihat faktor uncertainty kedepan dari
harga minyak maka tentunya hasilnya akan
berbeda. Misal tahun depan ada kemungkinan
50% harga akan naik menjadi $62/bbl dan 50%
akan turun menjadi $58/bbl seperti terlihat pada
skema gambar 7.
Pada tahun depan (T=1), ada dua kondisi
yang tercipta, jika investasi tidak berubah untuk
kebutuhan tahun depan, yaitu sebagai berikut :
1. Jika harga minyak menjadi $65/bbl, maka
NPV = (0.2 x 500 x 62)-6,050 = 150 juta $
2. Jika harga minyak menjadi $55/bbl, maka
NPV = (0.2 x 500 x 58)-6,050 = - 250 ribu $.
Jika kita bayangkan kita berada pada tahun
depan, maka dari kondisi-kondisi diatas, secara
rasional seorang manager tentunya tidak akan
mengeksekusi kondisi kedua atau dengan kata
lain kondisi kedua itu bernilai nol.
Dengan demikian nilai lapangan ini pada tahun
depan adalah
NPV project (T=1) = (50% x 150) + (50% x 0) =
$ 75 juta
Jika kita melihat kondisi ini sebaiknya kita
menunggu sampai tahun pertama daripada
melakukan investasi sekarang. Keputusan ini
didukung dengan perhitungan dibawah ini.
Jika kita asumsikan bahwa tingkat
diskonto adalah 15 %, maka nilai NPV di T=0
adalah
4
IATMI 08-016
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
NPV project (T=0) = $75 juta x [1/(1+15%)] = $
65.21 juta
Pada posisi yang sama (T=0) kita
bandingkan nilai yang telah didiscount ini
dengan nilai jika kita lakukan investasi sekarang
($65.21 juta > - $50 juta), maka dapat
disimpulkan lebih baik menunggu dibandingkan
kalau kita melakukan investasi sekarang.
Kondisi sebaliknya terjadi apabila
diasumsikan bahwa biaya pengembangannya
adalah menjadi $ 5,800 juta, maka hasilnya
sebagaimana terlihat pada gambar 8.
Nilai lapangan ini pada tahun depan (T=1)
menjadi
NPV project (T=1) = (50% x 400) + (50% x 0) =
$ 200 juta
Dimana
dengan
tingkat
diskonto
sebesar 15%, nilai pada tahun awal (T=0)
adalah $181.8 juta. Nilai ini lebih kecil
dibandingkan nilai jika kita melakukan investasi
sekarang sebesar $200 juta. Tentunya pada
kondisi ini lebih baik kita lakukan investasi
sekarang dibandingkan menunggu tahun depan.
3.2 Paradigma Real Options
Berdasarkan intuisi diatas terlihat bahwa
seharusnya ada perubahan paradigma baru
didalam menilai suatu asset. Namun dalam
prakteknya, kita sangat sulit untuk merubah
paradigma. Hal ini disebabkan adanya
hambatan atau tekanan terutama pada waktu
perencanaan bahwa seolah-olah jadwal sudah
tidak dapat berubah atau biaya sudah diketahui
dan pasti. Padahal pada kenyataannya, kita
akan selalu menghindari risiko yang akan terjadi
pada proyek dengan menyesuaikan rencana
kedepan seiring dengan terpecahkannya faktor
ketidakpastian.
Disamping itu dalam membuat model
penilaian, kita cenderung untuk memetakan
suatu peluang sederhana yang mudah
dipecahkan serta menghindari hal-hal yang sulit
diperkirakan seperti volatilitas dari harga minyak
atau risiko politik.
suatu
Kita sebenarnya dapat memodelkan
rencana
pengembangan
dengan
memikirkan keputusan apa yang akan diambil
jika suatu
peristiwa
yang
diasumsikan
sebelumnya akan terjadi.
Skema pada gambar 9 memperlihatkan
keputusan-keputusan apa saja yang dapat
diambil pada suatu asset secara berturut-turut
dari periode eksplorasi sampai penutupan
(abandon), yaitu
1. Pada tahap awal, apakah kita akan tetap
pegang atau kita jual asset tersebut
2. Pada tahap eksplorasi, apakah kita akan
lakukan well test dengan kemungkinan
cadangan yang ditemukan beserta biaya
pengembangannya masing-masing pada
kategori cadangan P90, P50, dan P10.
3. Pada tahap pengembangan, apakah kita
akan membangun fasilitas produksi, serta
berapa besar kepemilikan pipa apakah akan
dibangun
sendiri
atau
membangun
bersama-sama
partner
lainnya
atau
meminjam fasilitas pipa milik perusahaan
lain.
4. Pada tahap produksi, kemungkinan produksi
tergantung pada estimasi cadangan pada
tiap-tiap P90, P50 dan P10. Pada saat yang
sama,
pendapatan
pada
tahap
ini
dipengaruhi oleh harga. Dengan kondisi
seperti ini, apakah kita akan mengebor
sumur baru atau tidak. Ataukah kita akan
menutup sumur tua atau tidak.
Dengan adanya fleksibilitas ini, Real options
dapat mengidentifikasi sumber nilai dalam tiaptiap tahap proyek sebagaimana tergambar pada
gambar 10.
3.3 Discounted Cash Flow (DCF) dan Real
Option (RO)
Perbedaan mendasar antara metode
DCF
dan
RO
adalah
bagaimana
pendekatannya
dalam
mempertimbangkan
faktor risiko terhadap arus kas suatu proyek
Dalam metode DCF, faktor risiko
dipertimbangkan dengan menggunakan suatu
tingkatan diskonto tertentu yang merupakan
gabungan antara faktor risiko itu sendiri dan
faktor akibat adanya penurunan nilai uang akibat
waktu (time value of money. Tingkat diskonto
inilah yang digunakan untuk mempertimbangkan
risiko terhadap arus kas yang akan diterima
didepan dari suatu proyek untuk mendapatkan
nilai ekonomis saat ini (NPV).
5
IATMI 08-016
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
Berbeda dengan metode RO, metode ini
berusaha memisahkan faktor-faktor yang
digabungkan dalam tingkat diskonto pada
metode DCF, dimana risiko atas ketidakpastian
suatu proyek akan diaplikasikan ke sumber
parameter yang menyebabkan ketidakpastian
tersebut sehingga arus kas yang didapatkan
sudah didiskonto dengan faktor risiko tersebut
sebelum akhirnya akan didiskonto kembali
dengan faktor diskonto yang atas waktu (time
value of money) untuk mendapatkan nilai
ekonomis saat ini versi RO.
Skema
pada
gambar
11
memperlihatkan perbedaan mendasar antara
metode DCF dan RO. Dari skema tersebut
terlihat perbedaannya sangat kecil tetapi
mempunyai implikasi yang penting dalam
penilaian suatu project.
Pada metode DCF, terlihat bahwa
tingkat diskonto atau yang dikenal dengan ”risk
adjusted rate” akan diterapkan pada arus kas
dengan dasar bahwa
investor umumnya
menolak risiko (risk averse) sehingga mereka
akan mengurangi harapan yang akan diterima
dari arus kas dimasa depan
Berbeda dengan metode RO, dimana
risiko akibat adanya ketidakpastian akan
diterapkan pada sumber parameter yang
menyebabkan ketidakpastian tersebut yaitu
dengan
mendiskonto
sumber
parameter
tersebut. Sebagai contoh satu-satunya sumber
parameter yang menyebabkan ketidakpastian
suatu proyek kedepan adalah harga minyak.
Maka harapan harga minyak kedepan (expected
oil price) akan dikenakan faktor diskonto
tertentu, sehingga arus kas yang kita dapat
sudah disesuaikan dengan faktor risiko adanya
ketidakpastian dari parameter harga minyak.
Selanjutnya arus kas ini akan didiskonto lagi
dengan tingkat diskonto bebas risiko (risk-free
discount rate).
3.4 Perhitungan Sederhana DCF vs RO
Untuk
memperlihatkan
bagaimana
melakukan perhitungan secara DCF dan RO,
mari kita lihat skema pada gambar 12.
Diasumsikan, harga minyak adalah
satu-satunya parameter yang menimbulkan
risiko terhadap ketidakpastian proyek tersebut
kedepan.
Gambar 12 memperlihatkan bahwa
pendapatan
yang
diharapkan
(expected
revenue) merupakan hasil perkalian antara
harga minyak, E[S], dengan produksi minyak.
Kemudian pendapatan ini akan dikurangi biaya
operasi (opex) dan belanja modal (Capex) untuk
mendapatkan arus kas bersih. Dalam metode
DCF, nilai ekonomis saat ini (Present Value/PV)
dihitung dari arus kas ini dengan menerapkan
tingkat diskonto yang merupakan gabungan
antara risiko terhadap ketidakpastian serta
penurunan nilai akibat berjalannya waktu (time
value of money)
Dalam metode RO, harga minyak akan
dikalikan lebih dulu dengan faktor risiko
terhadap uncertainty untuk mendapatkan
adjusted risk oil price, ERA[S]. Kemudian
mengalikan harga minyak ini dengan oil
production untuk mendapatkan pendapatan
yang sudah disesuaikan oleh faktor risiko (risk
adjusted
asset
revenue).
Dengan
mengurangkan pendapatan ini dengan biaya
operasi dan belanja model, maka akan diperoleh
arus kas. Arus kas ini akan didiskonto dengan
tingkat bunga yang bebas risiko (risk free interes
rate).
Jika kita lihat pada metode RO, harga
minyak yang telah disesuaikan (Adjusted risk oil
price) hampir mirip dengan forward price yang
merupakan salah satu instrument berjangka
harga forward untuk komoditas minyak selalu
sama atau lebih rendah dari expected spot
prices, dimana faktor diskonto risikonya yaitu
ERA[S]/ E[S], selalu diantara 1 dan 0.
IV. Studi Kasus
Studi kasus ini diambil dari salah satu
blok yang diakuisisi Medco pada tahun 2001.
Pada saat itu pendekatan yang digunakan
dalam menilai blok tersebut adalah dengan
menggunakan discounted cash flow (DCF),
dimana dari tiga lapangan yang ada pada blok
tersebut, nilai total dari blok tersebut adalah
$25.67 juta.
Dalam studi ini, kita akan bandingkan
hasil DCF diatas dengan pendekatan RO,
sebagaimana
dibahas
dalam
bab
III
sebelumnya. Pada studi RO ini, diasumsikan
bahwa tidak ada opsi (option) dalam kasus ini.
6
IATMI 08-016
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
4.1 Penentuan Harga Forward
Asumsi harga minyak yang digunakan
dalam metode DCF adalah $18/bbl flat selama
periode produksi. Untuk menentukan faktor
diskonto atas risiko harga (price risk discount
factor), kita mengambil data dari harapan harga
west texas Intermediate (WTI) kedepan dan
harga kontrak futures-nya pada periode yang
sama. Berdasarkan data tersebut, tingkat
diskonto atas risiko harga (price risk discount
rate) adalah sebesar 12.7%, sehingga kita dapat
asumsikan bahwa harga forward minyak adalah
sebesar $15.86/bbl.
4.2 Penentuan tingkat diskonto
Dalam metode DCF, tingkat diskonto
(discount rate) yang digunakan adalah sebesar
15%, dimana tingkatan diskonto ini telah
menggabungkan antara faktor risiko dari proyek
serta faktor waktu akibat adanya inflasi.
Dalam
metode
RO,
kita
akan
memisahkan faktor diskonto atas risiko dan
waktu, dimana dalam kasus ini kita asumsikan
bahwa satu-satunya risiko dari proyek ini adalah
dari ketidakpastian harga minyak kedepan.
Sedangkan faktor diskonto atas waktu akibat
adanya inflasi akan digunakan tingkat bunga
bebas risiko (risk free interest rate) yaitu
sebesar 5%.
4.3 Ringkasan Hasil
Tabel
2
memperlihatkan
hasil
perhitungan antara metode DCF dan RO
dengan tahun 2001 sebagai basis perhitungan.
Sampai dengan akhir tahun 2005, arus
kas yang telah dihasilkan sejak diakusisi tahun
2001 adalah seperti yang terlihat pada tabel 3.
Arus kas ini merupakan hasil yang diperoleh dari
tiga lapangan yang telah berproduksi pada blok
tersebut.
Jika kita diskonto arus kas tersebut dengan
tingkat diskonto sebesar 15% dan tahun 2001
sebagai basis perhitungannya, maka didapatkan
nilai saat ini (net present value) sebesar $ 45.5
juta.
Saat ini, ketiga lapangan ini masih
berproduksi. Dengan tingginya harga minyak
yang terjadi saat ini, maka nilai yang diharapkan
akan melebihi nilai yang didapat sampai tahun
2005.
Jika kita bandingkan hasil kedua
metode diatas dengan hasil aktual yang sudah
didapatkan sampai tahun 2005, maka hasil dari
metode RO lebih mendekati hasil aktualnya.
V. Kesimpulan
Keputusan investasi yang dilakukan dalam
lingkungan
ketidakpastian
yang
tinggi
membutuhkan suatu proses yang kompleks dan
dinamis, sehingga ukuran keekonomian suatu
proyek migas tidak dapat diperoleh dari suatu
teknik yang sederhana dan statis seperti apa
yang kita lakukan dengan konsep Discounted
Cash Flow (DCF).
Munculnya teknik penilaian dengan konsep
Real Options (RO) adalah salah satu upaya
untuk melihat ukuran keekonomian suatu proyek
dengan mempertimbangkan proses yang lebih
kompleks dan dinamis.
Tulisan ini merupakan studi pendahuluan
yang
menitikberatkan
pada
perbedaan
mendasar antara konsep DCF dan RO.
Dari studi kasus yang dilakukan terlihat nilai
yang dihasilkan dari metode ini lebih
memperlihatkan nilai yang sebenarnya dari
proyek
tersebut
dibandingkan
dengan
menggunakan metode DCF.
Studi ini diharapkan dapat menjadi dasar
pengembangan teknik penilaian proyek yang
lebih kompleks dan dinamis untuk mendapatkan
teknik
penilaian
yang
sesuai
dengan
karakteristik industri Migas yang sarat dengan
faktor ketidakpastian.
Akhirnya, studi ini diharapkan dapat me
“Re-Invent” pendekatan kita dalam melakukan
keekonomian proyek perminyakan di Indonesia
sehingga keputusan investasi yang dibuat
menjadi semakin baik.
7
IATMI 08-016
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
VI. Daftar Pustaka
Energy Information Administration, 2001, “ Short
Term Energy Outlook”, (http://www.eia.doe.gov/)
Haq, N., 2008, “Manuscript of Petroleum Project
Valuation
Techniques
&
Application”,
unpublished.
Haq, N., 2007, “Applying Real Option Valuation
(ROV) to Stimulate Growth of Oil and Gas
Reserve Development in Indonesia”, the 2nd
Indonesian Business Management Conference,
Jakarta, January 2007
Haq, N., 2007, “Econometric Model for
forecasting petroleum Reserve price and its
application of Real Option Valuation (ROV) in
Indonesia”, 29th International Association for
Energy Economics (IAEE) Conference, Berlin –
Germany.
Haq, N., 2007, “Using Real Options Analysis For
PSC Contract Term Negotiation”, 32nd Annual
Indonesian
Petroleum
Association
(IPA)
Convention, Jakarta – Indonesia.
Salahor, G ,1998, “Implications of output price
risk and operating laverage for the evaluation of
petroleum development project”, The Energy
Journal 19 (1)
Samis, M, Davis, G, Laughton, D and Poulin, R
2006, “Valuing uncertain cash flows when there
are no options: A real options approach”,
Resource
Policy
Elsevier
8
IATMI 08-016
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
*Production Target
Gambar 1. Produksi Minyak dan Gas Indonesia
(Sumber : DirJen Migas)
*outlook
Gambar 2. Sumur eksplorasi yang dibor selama periode 2000 – 2007*
(Sumber: DirJen Migas)
9
IATMI 08-016
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
*outlook
Gambar 3. Blocks Offered, Signed and Signature Bonus for 2000 – 2007 period
(Sumber : DirJen Migas)
*outlook
Gambar 4: Blocks Signed and Investment Commitment in 3 years for 2000 – 2007 period
(Sumber : DirJen Migas)
10
IATMI 08-016
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
1.0000
Net Cash Flow discount factor
0.9000
0.8000
0.7000
0.6000
0.5000
0.4000
0.3000
0.2000
0.1000
0
1
2
3
4
5
6
Time Years
Gambar 5. Net Cash Flow Discount Factor
Gambar 6. Dimensi Real Options
T=0
T=1
P+ = 62 ⇒ NPV = + $ 150 juta
50%
P = 60
NPV = - 50 juta $
50%
P- = 58 ⇒ NPV = - $ 250 juta
Gambar 7. Contoh sederhana Opsi untuk menunggu
11
IATMI 08-016
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
T=0
T=1
P+ = 62 ⇒ NPV = + $ 400 juta
50%
P = 60
NPV = 200 juta $
50%
P- = 58 ⇒ NPV = $ 0 juta
Gambar 8. Contoh sederhana Opsi untuk mengeksekusi segera
Gambar 9. Contoh keputusan yang diambil pada tiap tahap
Gambar 10: Sumber Nilai tiap tahap operasi
Gambar 11. Perbedaan antara DCF dan RO (Samis et all, 2006)
12
IATMI 08-016
Ikatan
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
DCF
Real Options
Oil
Prod
OIL PRODUCTION
Gambar 12. Contoh Sederhana - DCF vs RO (Samis et all, 2006)
High
Options
Pricing
Options Pricing +
Decision Tree Analysis
Most of
E&P
project
Market
Uncertainty
Low
Discounted Cash Flow (DCF) Decision Tree Analysis
(DTA)
Low
High
Technical Uncertainty
Table 1. Market vs Technical Uncertainty
Tabel 2. Hasil dari metode DCF dan RO
Tabel 3. Arus kas actual untuk periode 2001-2005
13
IATMI 08-016
Download