BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Tentang Manfaat Definisi manfaat (use) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:626), adalah sebagai berikut : “1. Guna; faedah; 2. laba; untung.” 2.2 Kualitas 2.2.1 Pengertian Kualitas Pada dasarnya pengertian mutu itu meliputi suatu pengertian yang sangat luas dan memiliki arti yang bermacam-macam. Mutu produk atau jasa merupakan faktor penting bagi perusahaan untuk dapat menguasai pasar, karena kepekaan konsumen akan mutu suatu barang atau jasa semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah dan jenis produk yang tersedia di pasaran. Untuk memperjelas pengertian mutu, berikut ini terdapat beberapa devinisi mutu : Pengertian mutu menurut Vincent Gasperz (2001:43) adalah : “Mutu merupakan suatu kesesuaian terhadap spesifikasi, yang berarti harapan pemakai suatu produk harus dapat dipenuhi seperti apa yang mereka inginkan.” Pengertian mutu menurut Goetsch dan Davis yang diterjemahkan oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana dalam buku “Total Quality Management” (2003:4) adalah : xxiv “Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.” Dari definisi yang ada, kata mutu memiliki banyak pengertian tetapi pada dasarnya mengacu pada pengertian pokok sebagai berikut : Mutu meliputi usaha untuk memenuhi keinginan pelanggan serta memberikan suatu kepuasan bagi pelanggan atas penggunaan produk yang bersangkutan. Mutu mencangkup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. Mutu akan selalu tergantung pada waktu sehingga akan selalu berubah. 2.2.2 Dimensi Kualitas Menurut Garvin dalam Gasperz, yang diterjemahkan oleh Nasution dalam bukunya “Manajemen Mutu Terpadu” (2005:4), mengidentifikasi delapan dimensi kualitas yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang, yaitu sebagai berikut : 1. Performa (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk. 2. Keistimewaan (features), merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan pengembangannya. 3. Keandalan (reliability), berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu. 4. Konformansi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah dietapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. 5. Daya tahan (durability), merupakan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk itu. xxv 6. Kemampuan pelayanan (service ability), merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan/kesopanan, kompetensi, kemudahan, serta akurasi dalam perbaikan. 7. Estetika (aesthetics), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual. 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk, seperti meningkatkan harga diri. Bila dimensi-dimensi di atas lebih banyak diterapkan pada perusahaan manufaktur, maka berdasarkan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, Berry dan Parasuraman (dalam Fitzsimmons, 1994) berhasil mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa, yaitu sebagai berikut : 1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. 2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. 3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 4. Jaminan (assurance), mencangkup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. 5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan. 2.2.3 Perspektif Terhadap Kualitas Menurut Garvin dalam Lovelock, yang diterjemahkan oleh Nasution dalam bukunya “Manajemen Mutu Terpadu” (2005:6), mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif kualitas yang bisa digunakan, yaitu : 1. Transcendental Approach xxvi Menurut pendekatan ini kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit dioperasionalkan. 2. Product-based Approach Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur. 3. User-based Approach Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang menggunakannya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memilki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya. 4. Manufacturing-based Approach Perspektif ini bersifat dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan persyaratannya (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operation-driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang sering kali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakan. 5. Value-based Approach Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja produk dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi, yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy). xxvii 2.3 Penerapan Total Quality Management 2.3.1 Pengertian Total Quality Management Pada dasarnya terdapat bermacam-macam definisi Total Quality Management (TQM), yaitu : Menurut Stephen dan Mary (2003:46), pengertian Total Quality Management adalah sebagai berikut : “Total Quality Management is a philosophy of management that is d riven by customer needs and expectations and focuses on continual improvement in work processes.” Pengertian Total Quality Management menurut Khurram Hasmi (2005), menyatakan bahwa : “Method by which management and employees can become involved in the continuous improvement of the production of goods and services. It is combination of quality and management tools aimed at increasing business and reducing losses due to wasteful practices. It integrates all organization functions (marketing, finance, desig n, engineering, production, customer service, etc) to focus on meeting customer needs and organizational objectives.” Schermerhorn (2005:93), juga mengemukakan bahwa Total Quality Management adalah : “Total Quality Management is managing with an organi zation-wide commitment to continuous improvement, product quality, and customer needs.” Pengertian Total Quality Management (TQM) secara rinci menurut (Handoko,1998), adalah sebagai berikut : a. Pengertian Total Menunjukkan bahwa Total Quality Management merupakan strategi internasional menyeluruh yang melibatkan semua jenjang dan jajaran xxviii karyawan. Setiap orang terlibat dalam proses Total Quality Management. Lebih lanjut, kata “total” berarti bahwa Total Quality Management tidak hanya pengguna akhir dan p embeli eksternal saja, tetapi juga pelanggan internal, pemasok bahkan personalia yang mendukung. b. Pengertian Kualitas Bukan berarti sekedar produk bebas cacat, tetapi Total Quality Management lebih menekankan pelayanan kualitas. Kualitas didefinisikan oleh pelanggan, bukan organisasi atau Manajer Departemen Pengendalian Kualitas. Kenyataan bahwa ekspektasi pelanggan bersifat individual, tergantung pada latar belakang social ekonomis dan karakteristik demografis, mempunyai implikasi penting : Kualitas bagi seorang pelanggan mungkin tidak sama bagi pelanggan lain. Tantangan Total Quality Management (TQM) adalah menyajikan kualitas bagi pelanggan. c. Pengertian manajemen Mengandung arti bahwa Total Quality Management (TQM) merupakan pendekatan manajemen, bukan p endekatan teknis pengendalian kualitas yang sempit. Pendekatan Total Quality Management sangat berorientasi pada manajemen barang. Implementasi Total Quality Management mensyaratkan berbagai perubahan organisasional dan manajerial total dan fundamental, yang mencakup visi, misi, orientasi, strategik dan berbagai praktek manajemen vital lainnya. Definisi lainnya menyatakan bahwa Total Quality Management merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Total Quality Management merupakan sistem manajemen yang berfokus pada orang atau karyawan xxix dan bertujuan untuk terus-menerus meningkatkan nilai yang diberikan pada pelanggan dengan biaya penciptaan nilai yang lebih rendah tersebut. Total Quality Management mengintegrasikan teknik-teknik manajemen fundamental, usaha perbaikan yang ada, dan alat-alat teknikal di bawah suatu disiplin pendekatan yang berfokus pada perbaikan terus-menerus untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Jadi Total Quality Management dapat didefinisikan sebagai suatu cara peningkatan kinerja secara terus-menerus pada tiap level operasi atau proses, dalam era fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Total Quality Management adalah penerapan metode kuantitatif dan pengetahuan kemanusiaan untuk: 1. Memperbaiki material dan jasa yang menjadi masukan organisasi. 2. Memperbaiki semua proses penting dalam organisasi, dan 3. Memperbaiki upaya memenuhi kebutuhan para pemakai produk dan jasa pada masa kini dan di waktu yang akan datang. Total Quality Management sebagai cara untuk menjalankan strategi bisnis, mengutamakan faktor kualitas dalam setiap proses dalam menjalankan perusahaan. Tiap perusahaan baik secara sadar maupun tidak, pasti telah memasukkan faktor kualitas dalam membuat produknya. Perusahaan yang menggunakan Total Quality Management akan selalu berusaha untuk meningkatkan kualitasnya. Berdasarkan ISO 8402 mengatakan bahwa : “Total Quality Management (TQM) merupakan semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan, dan tanggung jawab serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (Quality Planning), pengendalian kualitas (Quality Control), jaminan kualitas ( Quality Assurance), dan peningkatan kualitas ( Quality Improvement). Total Quality Management menekankan tanggung jawab kualitas kepada semua level dari management, tapi walaupun begitu yang meng endalikan kualitas adalah manajer level atas. Di mana implementasinya harus melibatkan semua organisasi di dalam organisasi.” xxx ISO 8402 juga menjelaskan mengenai arti dari pada alat-alat Total Quality Management tersebut, yaitu : 1. Perencanaan kualitas (Quality Planning) adalah penempatan dan pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk kualitas serta penerapan sistem kualitas. 2. Pengendalian kualitas (Quality Control) adalah teknik-teknik dan aktivitasaktivitas ooperasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan kualitas. 3. Jaminan kualitas (Quality Assurance) adalah semua tindakan terencana dan sistematik yang diimplementasikan dan didemonstrasikan guna memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk kualitas tertentu. 4. Peningkatan kualitas (Quality Improvement) adalah semua tindakan-tindakan yang diambil guna meningkatkan nilai produk untuk pelanggan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi dari proses dan aktivitas melalui struktur organisasi. Melalui pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Total Quality Management merupakan suatu pendekatan manajemen dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa tenaga kerja, proses, lingkungan dan untuk memenuhi kebutuhan customer. Oleh karena itu, Total Quality Management merupakan kemampuan atas kapabilitas yang melekat dalam sumber daya serta merupakan proses yang dapat di kontrol. 2.3.2 Filosofi Total Quality Management Beberapa diantara perusahaan bertaraf internasional seperti negara Amerika Serikat dengan Motorola dan Microsoft; Jepang dengan Mitsubishi dan Sony Corp.; dan Jerman dengan Mercedes Benz. Filosofi mereka yang kuat mengenai kualitas dengan menggunakan pendekatan customer first di mana mutu produk telah menjadi dimensi primadona untuk memenangkan pesanan (product quality has become a primary orderwinning dimension for organization). Di negara Jepang, berbagai sektor industri telah menghasilkan produk berkualitas tinggi dan menandakan kesuksesan mereka dalam bersaing. Oleh karena itu, xxxi bukan hal yang mustahil apabila industri di Jepang telah mengalahkan industri di Amerika Serikat. Pada tahun 1970-1980an, industri mereka telah mampu mengurangi kerusakan sepuluh sampai dengan seratus kali lipat. Revolusi mutu di Jepang merupakan kemauan yang kuat dari para pemimpin perusahaan dengan menerapkan berbagai strategi bersaing dengan menerapkan pendekatan dari Deming, Juran, Ishikawa, dan taguchi. Pentingnya peranan kualitas memiliki orientasi kepada konsumen karena penjualan suatu produk tergantung kepada persepsi pemakai yaitu nyaman untuk digunakan bukan tergantung kepada selera produsen (Jeremy, 1994). Pesatnya perkembangan industri di Jepang memacu pertumbuhan di negara lain untuk meningkatkan diri. Melihat pertumbuhan industri Jepang yang terus maju telah menimbulkan reaksi terhadap berbagai negara lainnya. Perkembangan konsep Total Quality Management (TQM) berawal dari konsep manajemen kualitas yang telah membawa revolusi konsep dengan munculnya Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA), Six Sigma, dan Kaizen. 1. Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA) Merupakan pengembangan dari manajemen mutu terpadu yang diukur oleh Malcolm Baldrige National Quality Improvement Act of 1987. Penghargaan tersebut ditandatangani oleh Presiden Ronald Reagant pada 20 Agustus 1987 melalui public law 100-107. 2. Six Sigma Merupakan sebuah konsep yang dikembangkan oleh perusahaan Motorola pada tahun 1987. Konsep ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas. Disebut Six Sigma karena memiliki batasan spesifikasi dengan menggunakan enam standar proses deviasi dari target nilai tengah pada jangkauan toleransi. 3. Kaizen Kaizen atau peningkatan kualitas secara terus-menerus. Konsep ini dikenalkan oleh Masaki Imai di Jepang pada tahun 1986. Filosofi kaizen adalah peningkatan bagi setiap orang yang meliputi antara para manajer dan karyawan, pedoman hidup, xxxii kehidupan sosial, dan kehidupan berawal dari lingkungan rumah yang harus ditingkatkan secara konstan. Untuk menerapkan Total Quality Management membutuhkan dorongan komitmen yang kuat dari pihak manajemen. Oleh karena itu, tersedianya sumber daya yang harus dimanfaatkan secara maksimal guna menghasilkan hasil yang juga maksimal. Manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM) yang memiliki dua konsep yaitu selalu mengarah pada perbaikan secara terus-menerus (continuing improvement) dan orientasi kepada pelanggan (customer oriented). Terdapat sebuah slogan yang sangat berarti bagi setiap organisasi bisnis maupun non bisnis di negara Amerika Serikat yang membentk paradigma mengenai kualitas yaitu bahwa kualitas berawal dari para pelanggan (Judith, 1998). 2.3.3 Konsep Total Quality Management Total Quality Management merupakan sistem manajemen yang berfokus pada semua orang atau tenaga kerja, bertujuan untuk terus-menerus meningkatkan nilai yang diberikan bagi pelanggan dengan biaya penciptaan nilai yang lebih rendah daripada nilai suatu produk. Konsep Total Quality Management ini memerlukan komitmen semua anggota organisasi terhadap perbaikan seluruh aspek manajemen organisasi. Pada dasarnya, konsep Total Quality Management mengandung tiga unsur (Bounds et al., dalam Hessel, 2003:77), yaitu berikut ini : 1. Strategi Nilai Pelanggan Nilai pelanggan adalah manfaat yang dapat diperoleh pelanggan atas penggunaan barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan dan pengorbanan pelanggan untuk memperolehnya. Strategi ini merupakan perencanaan bisnis untuk memberikan nilai bagi pelanggan termasuk karakteristik produk, cara penyampaian, pelayanan, dan sebagainya. 2. Sistem Organisasi Sistem organisasi berfokus pada penyediaan nilai bagi pelanggan. Sistem ini mencangkup tenaga kerja, material, mesin atau teknologi proses, metode operasi xxxiii dan pelaksanaan kerja, aliran proses kerja, arus informasi, dan pembuatan keputusan. 3. Perbaikan Kualitas Berkelanjutan Perbaikan kualitas diperlukan untuk menghadapi lingkungan eksternal yang selalu berubah, terutama perubahan selera pelanggan. Konsep ini menuntut adanya komitmen untuk melakukan pengujian kualitas produk secara kontinu. Dengan perbaikan kualitas produk kontinu, akan dapat memuaskan pelanggan. 2.3.4 Prinsip Total Quality Management Total Quality Management merupakan suatu konsep yang berupa melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Menurut Tenner dan De Toro (1995:32-33), ada tiga prinsip utama dalam Total Quality Management. Ketiga prinsip tersebut adalah sebagai berikut : 1. Customer Focus (Fokus Kepada Pelanggan) Kualitas merupakan konsep dasar yang melekat pada seseorang yaitu customer dan mengenai keperluan, kebutuhan dan harapan yang customer inginkan setiap waktu jika perusahaan akan menemukan kebutuhan dari pelanggan eksternal. Konsep ini menghapuskan kumpulan penelitian dan analisis mengenai harapan dari pelanggan, dan kemudian harapan agar mengerti dan menerima apa yang telah ditemukan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan. 2. Process Improvement (Proses Perbaikan) Konsep yang secara terus-menerus membangun, merupakan pondasi dari pekerjaan yang berurutan dengan langkah-langkah dalam hubungan dan aktivitas yang dihasilkan dari output. Perhatian yang terus-menerus kepada setiap orang mengenai urutan dalam pekerjaan tentunya mengurangi keberanekaragaman output dan akan meningkatan proses kepercayaan. Perbaikan yang terus-menerus merupakan proses peningkatan kepercayaan. Jika keberanekaragaman berkurang dan hasil yang diterima tidak memuaskan, tujuan xxxiv sekunder pada proses perbaikan adalah mendesain ulang proses untuk menghasilkan output yang lebih baik sesuai dengan harapan pelanggan. 3. Total Involvement (Total Keterlibatan) Pendekatan ini berawal dari kepemimpinan yang aktif dari senior manajemen dan upaya yang memanfaatkan talenta dari semua karyawan dalam perusahaan untuk mencapai keuntungan kompetisi dalam market place. Karyawan pada semua tingkatan memiliki hak untuk memperbaiki tentang output yang mereka akan hasilkan yang datang bersama secara baru dan fleksibel dalam kerangka kerja mengenai pemecahan masalah, proses perbaikan, dan kemampuan pelanggan. Supplier juga mempengaruhi dan sewaktu-waktu, dapat menjadi partner dalam pekerjaan dengan hak karyawan untuk menguntungkan perusahaan. Tingkat kualitas yang baik dapat diperoleh apabila setiap anggota dalam perusahaan menyadari pentingnya keterlibatan mereka dalam mengembangkan kualitas akan dirinya serta selalu melakukan evaluasi dan perbaikan secara terus-menerus sehingga tujuan perusahaan khususnya dalam mengetahui keinginan, harapan, kebutuhan, dari konsumen dapat tercapai dengan maksimal. 2.3.5 ISO 9000 Peranan ISO 9000 adalah sebagai motivator untuk menciptakan pelatihan dan pembelajaran guna mewujudkan perbaikan dan peningkatan kualitas secara terusmenerus. Menurut Nasution (2005:299), pengertian ISO 9000 adalah sebagai berikut : “Seri ISO 9000 adalah suatu sistem terpadu untuk mengo ptimalkan efektivitas mutu suatu perusahaan dengan menciptakan sebuah kerangka kerja untuk peningkatan atau perbaikan secara berkesinambungan.” Mistry dan Usherwood (1996) menyatakan bahwa untuk mencapai standar tersebut maka prosedur harus dijalankan dan didokumentasikan, para staf dilatih, pelayanan diukur dengan menggunakan indikator kinerja dan mengevaluasi kinerja yang bertentangan dengan standar yang telah ditetapkan, dan diaudit oleh organisasi xxxv professional eksternal. Penerapannya merupakan evolusi dari kesesuaian menuju kinerja untuk menghasilkan kualitas berkelas dunia (world class). Menurut (Taomina dan Brewer, 2002) bahwa ISO 9000 merupakan : Evolution not Revolution Culture not Program Strukture not Control Boundaries not Anarchy Ada lima klausa yang dimiliki oleh ISO 9000 untuk dipatuhi, yaitu : 1. Quality Management System 2. Management Responsibility 3. Resource Management 4. Product Realization 5. Design and Development Sumber Daya Manusia Yang Mendukung Suksesnya penerapan program mutu terpadu adalah menjadi tanggungjawab sumber daya manusia yang ada di dalamnya sebagai penggerak dimulai dari top level management samapai dengan bottom level management. Peran sumber daya manusia sebagai aktor di dalamnya sangat menentukan arah suatu organisasi bisnis yang membentuk budaya, komitmen, dan tanggung jawab. Pramudya Sunu (1999) menyatakan bahwa peranan ISO 9000 memiliki hubungan yang erat sekali dengan aspek sumber daya manusia (SDM). xxxvi Siklus Deming (PDSA) Trilogi Kualitas Juran Elemen-Elemen ISO 9001 (PDSA) Plan (P) Do (D) Perencanaan Kualitas Identifikasi pelanggan Identifikasi kebutuhan pelanggan Penetapan tanggung jawab kualitas Pengembangan kapabilitas proses Transformasikan rencana ke operasional Semua Elemen ISO 9001 4.1 Sampai 4.20 Elemen-Elemen Study (S) Act (A) Pengendalian Kualitas Evaluasi performansi aktual Membandingkan hasil aktual dengan rencana Mengambil tindakan terhadap kesenjangan 4.1, 4.4, 4.6, 4.9, Plan (P) 4.10, 4.14, 4.17, Do (D) Study (S) Act (A) Perbaikan kualitas Menetapkan infrastruktur Identifikasi proyek perbaikan kualitas Menetapkan tim perbaik an kualitas Menyediakan sumber daya untuk tim Menentukan penyebab sistematik Implementasi perbaikan Memantau atau mengevaluasi efektivitas Elemen-Elemen 4.1, 4.2, 4.3, 4.4, 4.9, 4.14, 4.17, 4.18, 4.20, Lanjutan Perbaikan Kualitas Terusmenerus Gambar 2.1 Integrasi Sistem Kualitas ISO 9000 dengan Manajemen Kualitas Total (TQM) (Sumber : Nasution, 2005:309) xxxvii 2.3.6 Pendekatan Total Quality Management Pendekatan Total Quality Management dilakukan berdasarkan enam konsep dasar sebagaimana dikemukakan dikemukakan oleh Buddy Ibrahim dalam bukunya “Total Quality Management” (1997:20) adalah sebagai berikut : 1. Suatu manajemen yang mempunyai komitmen dan terlibat penuh untuk memberi dukungan organisasi dari atas ke bawah. 2. Suatu fokus terus-menerus ke konsumen internal dan eksternal. 3. Melibatkan dan memberdayakan seluruh sumber daya manusia organisasi secara efektif. 4. Perbaikan terus-menerus dari seluruh proses bisnis dan proses produksi 5. Melibatkan para pemasok atau suppliers sebagai mitra kerja. 6. Menentukan sistem pengukuran untuk semua proses. 2.3.7 Metode Total Quality Management 2.3.7.1 Metode W. Edwards Deming Metode W. Edwards Deming menganjurkan penggunaan (statistical process control = SPC) yang dikembangkan pertama kali oleh Shewhart, agar perusahaan dapat membedakan penyebab sistematis dan penyebab khusus dalam menangani kualitas. Ia yakin bahwa perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan industri. Kontribusi utama yang membuatnya terkenal adalah Deming Cycle, dan Deming Fourteen Points. 1. Siklus Deming (Deming Cycle) Siklus Deming ini dikembangkan untuk menghubungkan antara operasi dengan kebutuhan pelanggan dan memfokuskan sumber daya semua bagian dalam perusahaan (riset, desain, operasi, dan pemasaran) secara terpadu dan sinergi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Ross, 1994:237). Siklus Deming adalah model perbaikan berkesinambungan yang dikembangkan oleh W. Edwards Deming yang terdiri atas empat komponen utama secara berurutan, seperti pada gambar, berikut ini : xxxviii Perbaikan Bertindak Berdasarkan Hasil yang Diteliti Act 4 Mengamati Pengaruh Perubahan Check 3 3 Plan 1 Do 2 Merencanakan Perubahan atau Pengujian Melaksanakan Perubahan Gambar 2.2 Siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act) (Sumber : Nasution, 2005:32) Penjelasan dari setiap siklus PDCA adalah sebagai berikut : Mengembangkan rencana perbaikan (plan) Ini merupakan langkah setelah dilakukan pengujian ide perbaikan masalah. Rencana perbaikan disusun berdasarkan prinsip 5-W (what, why, who, when, dan where) dan 1 H (how), yang dibuat secara jelas dan terinci serta menetapkan sasaran dan target yang harus dicapai. Dalam menetapkan sasaran dan target harus dengan memperhatikan prinsip SMART (specific, measurable, attainable, reasonable, and time). Melaksanakan rencana (do) Rencana yang telah disusun diimplementasikan secara bertahap, mulai dari skala kecil dan pembagian tugas secara merata sesuai dengan kapasitas dan kemampuan dari setiap personil. Selama dalam melaksanakan rencana harus dilakukan pengendalian, yaitu mengupayakan agar seluruh rencana dilaksanakan dengan sebaik mungkin agar sasaran dapat dicapai. Memeriksa atau meneliti hasil yang dicapai (check atau study) Memeriksa atau meneliti merujuk pada penetapan apakah pelaksanaannya berada dalam jalur, sesuai rencana dan memantau kemajuan perbaikan yang xxxix direncanakan. Alat atau piranti yang dapat digunakan dalam memeriksa adalah pareto diagram, histogram, dan diagram kontrol. Melakukan tindakan penyesuaian bila diperlukan (action) Penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, yang didasarkan hasil analisis yang sudah ada. Penyesuaian berkaitan dengan standarisasi prosedur baru guna menghindari timbulnya kembali masalah yang sama atau menetapkan sasaran baru bagi perbaikan berikutnya. Siklus PDCA terus berputar secara berkesinambungan, segera setelah suatu perbaikan dicapai, keadaan perbaikan tersebut dapat memberikan inspirasi untuk perbaikan selanjutnya. Oleh karenanya, manajemen harus secara terus-menerus merumuskan sasaran dan target-target perbaikan baru. 2. Empat Belas Poin Deming (deming’s Fourteen Points) Empat belas poin deming (Bounds, 1994:74) ini merupakan ringkasan dari keseluruhan pandangan W. Edwards Deming terhadap apa yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan untuk melakukan transisi positif dari bisnis sebagaimana biasanya sehingga menjadi bisnis berkualitas tingkat dunia. Berikut ini adalah ringkasan daari keempat belas Poin Deming. a. Ciptakan keajekan tujuan dalam enuju perbaikan kualitas barang dan jasa, dengan maksud untuk menjadi lebih dapat bersaing, tetap bertahan dalam bisnis, dan untuk menciptakan lapangan kerja. b. Adopsilah falsafah baru. Manajemen harus memahami adanya era ekonomi baru dan siap mengahadapi tantangan, belajar bertanggung jawab, dan mengambil alih kepemimpinan. c. Hentikan ketergantungan pada inspeksi dalam membentuk mutu produk. Bentuklah mutu sejak dari awal. d. Hentikan praktik menghargai kontrak berdasarkan tawaran yang rendah. e. Perbaiki secara konstan dan terus-menerus sistem produksi dan jasa, untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas, yang pada gilirannya secara konstan menurunkan biaya. xl f. Lembagakan on the job training. g. Lembagakan kepemimpinan. Tujuan dari kepemimpinan haruslah untuk membantu orang dan teknologi dapat bekerja dengan lebih baik. h. Hapuskan rasa takut sehingga setiap orang dapat bekerja secara efektif. i. Hilangkan dinding pemisah (barrier) antar departemen sehingga orang dapat bekerja sebagai suatu tim. j. Hilangkan slogan, desakan, dan target bagi tenaga kerja. Karena hal-hal tersebut dapat menciptakan permusuhan. k. Hilangkan kuota dan manajemen berdasarkan sasaran. Gantikan dengan kepemimpinan. l. Hilangkan penghalang yang dapat merampok kebebasan karyawan atas keahliannya. m. Giatkan program pendidikan dan self-improvement. n. Buatlah transformasi ekerjaan setiap orang dan siapkan setiap orang untuk mengerjakannya. 2.3.7.2 Metode Joseph M. Juran Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok/sesuai untuk digunakan (fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu barang atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian cocok untuk digunakan ini mengandung 5 dimensi utama, yaitu kualitas desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan, keamanan, dan field use. Kontribusi Juran yang paling terkenal antara lain : Juran’s Three Basic Steps to Progress, Juran’s Ten Steps to Quality Improvement, The Pareto Principle, dan The Juran Trilogy. Juran’s Three Basic Steps to Progress Menurut Juran, tiga langkah dasar ini merupakan langkah yang harus dilakukan perusahaan bila mereka ingin mencapai kualitas tingkat dunia. Juran juga yakin bahwa ada titik diminishing return dalam hubungan antara kualitas dan daya saing. Ketiga langkah tersebut terdiri dari seperti berikut ini : 1. Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan dikombinasikan dengan dedikasi dan keadan yang mendesak. xli yang 2. Mengadakan program pelatihan secara luas. 3. Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi. Juran’s Ten Steps to Quality Improvement Sepuluh langkah untuk memperbaiki kualitas menurut Juran (Ross, 1994:8), meliputi sebagai berikut : 1. Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk melakukan perbaikan. 2. Menetapkan tujuan perbaikan. 3. Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 4. Menyediakan latihan. 5. Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah. 6. Melaporkan perkembngan. 7. Memberikan penghargaan . 8. Mengkomunikasikan hasil-hasil yang dicapai. 9. Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai. 10. Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular perusahaan. The Pareto Principle Juran menerapkan prinsip yang dikemukakan oleh Vilfredo Pareto ke dalam manajemen. Prinsip ini kadang kala disebut pula kaidah 80/20, yang bunyinya “80% of the trouble comes from 20% of the problems”. Menurut prinsip ini, organisasi harus memusatkan energinya pada penyisihan sumber masalah yang sedikit tetapi vital (vital few sources), yang menyebabkan sebagian masalah. Baik Juran maupun Deming yakin bahwa sistem merupakan di mana sebagian besar masalah terjadi. xlii The Juran Trilogy The Juran Trilogy merupakan ringkasan dari tiga fungsi manajerial yang utama (Bounds, 1994:76). Pandangan Juran terhadap fungsi-fungsi ini dijelaskan sebagai berikut : 1. Perencanaan kualitas Perencanaan kualitas meliputi pengembangan produk, sistem, dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. Langkahlangkah yang dibutuhkan untuk itu adalah sebagai berikut : a. Menentukan siapa yang menjadi pelanggan. b. Mengidentifikasi kebutuhan para pelanggan. c. Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. d. Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan organisasi untuk menghasilkan keistimewaan tersebut. e. Menyebarkan rencana kepada level operasional. 2. Pengendalian kualitas Pengendalian kualitas meliputi langkah-langkah berikut : a. Menilai kinerja kualitas actual. b. Membandingkan kinerja dengan tujuan. c. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dantujuan. 3. Perbaikan kualitas Perbaikan kualitas harus dilakukan secara on-going dan terus-menerus. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : a. Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan perbaikan kualitas setiap tahun. b. Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaiakan dan melakukan proyek perbaikan. c. Membentuk suatu tim proyek yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan setiap proyek. d. Memberikan tim-tim tersebut apa yang mereka butuhkan agar dapat mendiagnosis masalah guna menentukan sumber penyebab utama, xliii memberikan solusi, dan melakukan pengendalian yang akan mempertahankan keuntungan yang diperoleh. 2.3.7.3 Metode Philip B. Crosby Crosby terkenal dengan anjuran menajemen zero defect dan pencegahan, yang menentang tingkat kualitas yang dapat diterima secara statistic (acceptable quality level). Crosby juga dikenal dengan quality vaccine dan Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement. Crosby’s Quality Vaccine Menurut Crosby, setiap perusahaan harus divaksinasi agar memiliki antibodi untuk melawan ketidaksesuaian terhadap persyaratan (nonconformances). Ketidaksesuaian ini merupakan sebab, sehingga harus dicegah dan dihilangkan. Dalam menyiapkan vaksinasi, suatu perusahaan perlu membuat lima unsur, yaitu sebagai berikut : 1. Integritas CEO (chief executive officer) harus dapat menjamin bahwa pelanggan menerima apa yang telah dijanjikan, seperti kualitas barang dan jasa, kualitas penyampaian, keamanan, dan lain-lain. COO (chief operating officer) harus memiliki pemikiran bahwa kualitas di atas segala-galanya. 2. Sistem Sistem adalah serangkaian prosedur dan kegiatan individu di dalam tim untuk menjamin kualitas. Untuk itu, diperlukan pendidikan kualitas yang merupakan proses untuk membantu karyawan agar memeliki bahasa yang sama dalam kualitas dan mengerti peran mereka dalam upaya peningkatan kualitas. 3. Komunikasi Setelah memilki bahasa yang sama, maka komunikasi akan lebih mudah terjalin. Komunikasi di sini adalah proses pengiriman dan menerima informasi mengenai kualitas dan mendukung peningkatan kualitas. Semua informasi mengenai usaha peningkatan kualitas disampaikan kepada seluruh karyawan. 4. Operasi xliv Operasi adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan organisasi untuk menjaga agar tetap berfungsi. Hal ini dilaksanakan dengan mendidik pemasok agar mengirim produk dan jasa sesuai persyaratan. Selain itu, prosedur, produk, dan sistem dikualifikasikan dan dibuktikan sebelum pelaksanaan dan diuji secara terus-menerus. 5. Kebijaksanaan Dibutuhkan pula adanya pernyataan dan pengarahan dari manajemen yang memperjelas di mana mereka berdiri dan menentukan sikap tentang kualitas. Kebijakan harus jelas dan tidak ragu-ragu. Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement Empat belas langkah untuk perbaikan kualitas menurut Crosby (Hunt, 1993:64) adalah sebagai berikut : 1. Komitmen manajemen, yaitu menjelaskan bahwa manajemen bertekad meningkatkan kualitas untuk jangka panjang. 2. Membentuk tim kualitas antar departemen. 3. Mengidentifikasi sumber terjadinya masalah saat ini dan masalah potensial. 4. Menilai biaya kualitas dan menjelaskan bagaimana biaya itu digunakan sebagai alat manajemen. 5. Meningkatkan kesadaran akan kualitas dan komitmen pribadi pada semua karyawan. 6. Melakukan tindakan dengan segera untuk memperbaiki masalah-masalah yang telah diidenifikasi. 7. Mengadakan program zero defects. 8. Melatih para penyelia untuk bertanggung jawab dalam program kualitas tersebut. 9. Mengadakan zero defects day untuk meyakinkan seluruh karyawan agar sadar akan adanya arah baru. 10. Mendorong individu dan tim untuk membentuk tujuan perbaikan pribadi dan tim. xlv 11. Mendorong para karyawan untuk mengungkapkan kepada manajemen apa hambatan-hambatan yang mereka hadapi dalam mencapai tujuan kualitas. 12. Mengakui atau menerima para karyawan yang berpartisipasi. 13. Membentuk dewan kualitas untuk mengembangkan komunikasi secara terusmenerus. 14. Mengulangi setiap tahap tersebut untuk menjelaskan bahwa perbaikan kualitas adalah proses yang tidak pernah berakhir. 2.3.8 Implementasi Total Quality Management Goetsch dan Davis (1997:584-589) memberikan klasifikasi implementasi lebih rinci dan sistematis yang dikelompokkan menjadi tiga fase, yaitu : fase persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan. Masing-masing fase terdiri atas beberapa langkah, di mana waktu yang dibutuhkan untuk setiap langkah tergantung pada organisasi yang menerapkannya. 1. Fase Persiapan Fase ini terdiri atas sepuluh langkah, yang diberi label dari A sampai J. Sebelum langkah pertama dimulai, syarat utama yang harus dipenuhi adalah adanya komitmen penuh dari manajemen puncak atas waktu dan sumber daya yang dibutuhkan. Langkah A : Membentuk Total Quality Steering Committee Eksekutif puncak sebagai ketua steering committee menunjuk staf terdekat sebagai anggotanya serta pejabat senior dari serikat pekerja. Langkah B : Membentuk Tim Steering committee perlu mengadakan suatu sesi pembentukan tim sebelum memulai kegiatan Total Quality Management. Biasanya langkah ini membutuhkan konsultan dari luar perusahaan agar memperoleh hasil yang lebih objektif. Langkah C : Pelatihan Total Quality Management Steering committee membutuhkan pelatihan yang berkaitan dengan filosofi, teknik dan alat-alat Total Quality Management sebelum memulai aktivitas Total Quality Management. Biasanya pelatihan ini dilakukan xlvi dengan mendatangkan konsultan dari luar perusahaan. Pelatihan ini harus diteruskan dalam jangka panjang melalui pengembangan diri dan mengikuti seminar-seminar yang relevan. Langkah D : Menyusun Pernyataan Visi dan Prinsip sebagai Pedoman Usaha nyata pertama dalam pelaksanaan Total Quality Management adalah menyusun pernyataan visi organisasi dan prinsip-prinsip pedoman operasi perusahaan. Umumnya eksekutif puncak memprakarsai diskusi dengan memperhatikan pula visi dan prinsip-prinsip anggota steering committee. Tujuannya adalah agar dapat menghasilkan dokumen singkat dan bermakna yang mencerminkan harapan dan aspirasi perusahaan. Langkah E : menyusun Tujuan Umum Steering committee menyusun tujuan umum perusahaan berdasarkan visi yang telah ditetapkan. Tujuan ini sendiri meliputi atas tujuan strategis dan tujuan taktis. Langkah F : Komunikasi dan Publikasi Eksekutif puncak dan steering committee perlu mengkomunikasikan setiap informasi mengenai langkah dari A samapai C. Semua orang harus memahami visi, prinsip-prinsip sebagai pedoman, tujuan, dan Total Quality Management. Mereka juga perlu mengetahui alasan diterapkannya Total Quality Management. Langkah G : Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Steering committee harus secara objektif mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan organisasi. Langkah H : Identifikasi Pendukung dan Penolak langkah ini biasanya bersamaan dengan langkah G atau sesudahnya. Steering committee perlu mencoba mengidentifikasi orang-orang kunci yang mungkin menjadi pendukung dan mereka yang mungkin menolak Total Quality Management. Hal ini bermanfaat dalam pemilihan proyek awal dan penetapan anggota-anggota tim. Langkah I : Memperkirakan Sikap Karyawan xlvii Langkah ini juga bisa bersamaan dengan langkah G atau sesudahnya. Dengan bantuan dari bagian personalia atau konsultan luar, steering committee perlu berusaha memperkirakan sikap karyawan pada saat ini. Meskipun tersedia alat-alat canggih untuk menentukan sikap, mungkin hanya perlu dilakukan pemberian pendapat (judgment) yang objektif. Bila hal ini telah dilakukan, maka mudah diketahui apakah perubahan Total Quality Management berjalan dengan efektif atau tidak. Langkah J : Mengukur Kepuasan Pelanggan Langkah ini biasanya dilaksanakan bersamaan dengan langkah G atau setelahnya. Steering committee perlu berusaha mendapatkan umpan balik objektif dari para pelanggan guna menentukan tingkat kepuasan mereka. Pemilihan pelanggan yang akan disurvei sebaiknya dipilih secara acak. Informasi yang diperoleh sangat berguna dalam menilai efektivitas usaha Total Quality Management dari sisi pandang pelanggan/konsumen. 2. Fase Perencanaan Dalam fase perencanaan meliputi atas empat langkah, yaitu dari K sampai dengan N. Langkah K : Merencanakan Pendekatan Implementasi, Kemudian Menggunakan Siklus PDCA (Plan, Do, Check, and Adjust) Langkah ini dapat dimulai bersamaan dengan langkah G atau sesudahnya. Pada langkah ini, steering committee merencanakan implementasi Total Quality Management. Langkah ini bersifat kontinu karena pada saat proyek berlangsung, informasi umpan balik akan dikembalikan pada langkah ini untuk melakukan perbaikan atau penyesuaian. Selain itu, langkah ini akan berguna dalam penyusunan proyek dan tim baru. Dalam langkah ini, setiap proses dikelola tidak hanya pada tahap implementasi, tetapi selama proses tersebut ada dengan menggunakan Siklus PDCA. Langkah L : Identifikasi Proyek xlviii Steering committee bertanggung jawab untuk memilih proyek awal Total Quality Management, yang didasarkan pada kekuatan dan kelemahan perusahaan, personil yang terlibat, visi, dan tujuan serta kemungkinan suksesnya. Proyek awal harus berhasil agar dapat memberikan dasar pengalaman positif untuk beralih ke tantangan berikutnya yang jauh lebih berat. Steering committee harus terbuka bagi saran-saran dari segala sumber. Langkah M : Komposisi Tim Setelah proyek-proyek terpilih, steering committee membentuk komposisi tim-tim yang akan melaksanakannya. Sebagian besar tim bersifat fungsional silang, yang terdiri dari wakil-wakil dari berbagai departemen atau disiplin ilmu, sesuai dengan proyek yang ditangani. Langkah N : Pelatihan Tim Sebelum tim baru terbentuk untuk melaksanakan tugasnya mereka harus dilatih terlebih dahulu. Pelatihan yang diberikan harus mencakup dasardasar Total Quality Management dan alat-alat yang sesuai dengan proyek yang ditangani. 3. Fase Pelaksanaan Dalam fase pelaksanaan terdiri atas lima langkah, yaitu dari P sampai dengan T. Langkah P : Penggiatan Tim Steering committee memberikan bimbingan kepada setiap tim dan mengaktifkan proyeknya mereka. dengan Masing-masing menggunakan tim mengerjakan teknik-teknik Total proyekQuality Management yang telah mereka pelajari. Mereka menggunakan siklus PDCA sebagai model proses Total Quality Management. Langkah Q : Umpan Balik Kepada Steering Committee Dalam langkah ini, tim proyek memberikan informasi umpan balik kepada steering committee mengenai kemajuan dan hasil-hasil yang dicapai. Umpan balik tersebut akan digunakan steering committee untuk menentukan apakah perlu dilakukan penyesuaian atau perubahan. Setiap xlix perubahan yang diinginkan disampaikan kepada tim proyek yang akan melaksanakan instruksi-instruksi baru tersebut. Baik tim maupun steering committee menggunakan siklus PDCA. Langkah R : Umpan Balik dari Pelanggan Tim proyek khusus disebarkan untuk mengumpulkan informasi umpan balik dari pelanggan internal maupun eksternal. Survei formal pelanggan eksternal perlu dilaksanakan setiap tahun. Data yang diperoleh mengenai kepuasan pelanggan (hasil penjualan, data garansi, masukan pelayanan pelanggan, data kunjungan pelanggan, dan lain-lain) dikumpulkan dan diproses secara berkesinambungan. Kepuasan pelanggan internal terhadap suatu proses juga perlu dipantau terus. Hal ini bisa dilaksanakan oleh tim proyek yang ditugaskan menjalankan proses yang bersangkutan. Setiap informasi ini diumpanbalikkan kepada steering committee secara regular. Langkah S : Umpan Balik dari Karyawan Tim proyek khusus lainnya secara periodik meantau sikap dan kepuasan karyawan. Hal ini bisa dijalankan dengan menggunakan survei formal setiap tahun. Steering committee dan manajer lainnya perlu berhubungan dekat dengan karyawan sehingga dapat diperoleh informasi yang akurat mengenai sikap dan kepuasan mereka. Informasi ini juga diperlukan oleh steering committee untuk mengevaluasi kemajuan yang dicapai dan menentukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Langkah T : Memodifikasi Infrastruktur Umpan balik yang diperoleh dari langkah Q, R, dan S (dari tim proyek, konsumen, dan karyawan) akan dijadikan dasar oleh steering committee untuk melakukan perubahan yang diperlukan dalam infrastruktur perusahaan. 2.3.9 Penerapan Total Quality Management Sejak awal 1980-an Indonesia mengenal Total Quality Management (TQM) melalui Total Quality Control (TQC) yang diperkenalkan oleh PT. Astra Internasional yang kemudian diikuti oleh perusahaan yang lain, baik di BUMN maupun BUMS. l Banyak perusahaan yang memiliki keunggulan dalam persaingan global karena menerapkan Total Quality Management. TQM diakui sebagai suatu pendekatan manajemen yang dapat memperbaiki kinerja dan efisiensi organisasi. Total Quality Management merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang membutuhkan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan, dan pelatihan khusus. Banyak pihak setuju bahwa dengan menerapkan Total Quality Management, suatu perusahaan akan memperoleh keberhasilan dalam persaingan. Karena dapat meningkatkan kemampuan memperoleh laba dan sebagainya. Tetapi tidak sedikit perusahaan yang mengalami kegagalan dalam menerapkan Total Quality Management. Kegagalan tersebut bukan disebabkan oleh filosofi Total Quality Management yang salah, tetapi dalam menerapkan Total Quality Management perusahaan-perusahaan tersebut tidak berusaha memperkirakan keberadaan kendala-kendala yang ada. Faktor yang menjadi penghambat penerapan Total Quality Management di Indonesia pada perusahaan swasta dan BUMN menyebutkan terdapat enam faktor penghambat tercapainya tujuan Total Quality Management, yaitu : 1. Kurangnya komitmen dari pimpinan puncak, 2. Kurangnya pengetahuan tentang konsep Total Quality Management, 3. Kurangnya prioritas dalam penerapan Total Quality Management, 4. Kurangnya dukungan manajemen level menengah, 5. Budaya perusahaan yang kurang mendukung, dan 6. Kurang menciptakan standar-standar. Kecendrungan yang terjadi pada dunia bisnis saat ini mengindikasikan bahwa persaingan antara perusahaan dalam merebut peluang pasar semakin ketat. Oleh karena itu setiap perusahaan dituntut untuk terus memperkuat bangunan basis persaingan. Untuk dapat memiliki basis persaingan yang kuat, perusahaan memerlukan alat, metode, atau prinsip-prinsip yang akurat. Banyak perusahaan yang memperoleh keberhasilan karena menerapkan Total Quality Management keberhasilan karena menerapkan Total Quality Management. Dengan menerapkan Total Quality Management, perusahaan akan dapat meningkatkan li kepuasan konsumen melalui perbaikan kualitas produk dan meningkatkan kepuasan karyawan. Total Quality Management memiliki karakteristik yang berbeda dengan sistem kualitas konvensional. Karakteristik ini diperlukan dalam menerapkan Total Quality Management di perusahaan karakteristik tersebut adalah sebagai berikut : 1. Sistem Total Quality Management berorientasi kepada pelanggan. Produkproduk didesain sesuai keinginan pelanggan melalui suatu riset pasar, kemudian diproduksi dengan cara-cara yang baik dan benar sehingga produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi desain, serta pada akhirnya memberikan pelayana purna jual kepada pelanggan. Setiap orang di dalam perusahaan akan mengidentifikasi siapa yang menjadi pemasok dan pelanggan mereka serta apa yang dibutukannya. Sistem Total Quality Management menganut prinsip hubungan pemasok dan pelanggan. 2. Sistem Total Quality Management mempunyai ciri adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak dalam proses peningkatan kualitas secara terus-menerus. Jika tanggung jawab untuk kualitas didelegasikan kepada departemen jaminan kualitas saja, setiap orang dalam perusahaan akan memilki persepsi bahwa kualitas bukan merupakan perhatian pokok. Hal ini berdampak negatif secara psikologis di mana keterlibatan secara total dan aktif dari orangorang dalam perusahaan menjadi kurang atau lemah. Oleh karena itu, dalam sistem ini setiap orang dalam perusahaan harus menjadi aktif dan harus dimotivasi dengan adanya dukungan dari pihak manajemen. 3. Sitem Total Quality Management dicirikan oleh adanya pemahaman dari setiap orang terhadap tanggng jawab spesifik untuk kualitas. Meskipun benar bahwa kualitas seharusnya merupakan tanggung jawab setiap orang, namun patut pula diketahui bahwa setiap orang memiliki tanggung jawab yang berbeda, tergantung pada posisi kerja dalam perusahaan. Dengan demikian tanggung jawab yang spesifik terhadap kualitas perlu diketahui oleh setiap orang dalam posisi kerjanya. 4. Sistem Total Quality Management dicirikan oleh adanya aktiva yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan bukan berfokus pada upaya lii untuk mendeteksi kerusakan saja. Kualitas melalui inspeksi masih diperlukan, tetapi usaha kualitas dari perusahaan seharusnya lebih difokuskan pada tindakan pencegahan sebelum terjadinya kerusakan dengan jalan melaksanakan prinsip ini, usaha peningkatan kualitas akan mampu mengurangi ongkos produksi. 5. Sistem Total Quality Management dicirikan oleh adanya suatu filosofi yang menganggap bahwa kualitas merupakan jalan hidup. Isu-isu tentang kualitas selalu didiskusikan dalam pertemuan manajemen. Semua karyawan diberikan pelatihan tentang konsep-konsep kualitas beserta modalnya. Implikasi dari karakteristik Total Quality Management (TQM) ini dapat dilihat pada perbandingan antara pandangan tradisional dan modern pada tebel berikut ini : Tabel 2.1 Perbandingan antara Pandangan Tradisional dan Modern Tentang Kualitas No Pandangan Tradisional Memandang kualitas sebagai No isu Pandangan Modern Memandang kualitas sebagai isu bisnis. 1 1 teknis. Usaha perbaikan kualitas Usaha perbaikan kualitas diarahkan 2 2 dikoordinasikan oleh manaje r kualitas. oleh manajemen puncak. Memfokuskan kualitas pada fungsi Kualitas mencangkup semua fungsi 3 3 atau departemen produksi. atau departemen dalam organisasi. Produktivitas dan kualitas merupakan Produktivitas dan kualitas merupakan 4 4 sasaran yang bertentangan. sasaran yang bersesuaian, karena hasil hasil produktivitas dicapai melalui peningkatan atau perbaikan kualitas. Kualitas didefinisikan sebagai Kualitas 5 secara tepat didefinisikan 5 konfirmasi ( conformance) dengan spesifikasi atau standar. Membandingkan produk sebagai persyaratan untuk memuaskan kebutuhan terhadap pengguna produk atau pelanggan ( customer). Membandingkan spesifikasi. produk terhadap kompetisi dan terhadap produk terbaik di pasar. Kualitas diukur melalui derajat non Kualitas 6 6 liii diukur melalui perbaikan konformansi ( non conformance), proses atau produk dan kepuasan dengan menggunakan ukuran kualitas pengguna produk atau pelanggan secara internal. terus-menerus, dengan menggunakan ukuran-ukuran kualitas berdasarkan pelanggan. Kualitas dicapai melalui inspeksi Kualitas ditentukan melalui desain 7 7 secara intensif terhadap produk. produk dan dicapai melalui teknik pengendalian yang efektif, serta memberikan kepuasan selama memakai produk. Beberapa kerusakan atau kecacatan Cacat atau kerusakan dicegah sejak 8 8 diizinkan, jika produk telah memenuhi awal standar kualitas minimum. proses yang efektif. Kualitas adalah fungsi terpisah dan melalui teknik pengendalian Kualitas adalah bagian dari setiap 9 9 berfokus pada evaluasi pr oduksi. fungsi dalam semua tahap dari siklus hidup produk. Pekerja dipermalukan apabila Manajemen bertanggung jawab untuk 10 10 menghasilkan kualitas yang jelek. kualitas. Hubungan dengan pemasok bersifat Hubungan dengan pemasok bersifat 11 11 jangka pendek dan berorientasi pada janka panjang dan berorientasi pada biaya. kualitas. 2.3.10 Aktivitas-aktivitas yang Dilakukan Dalam Total Quality Management Setelah kita mengetahui program umum Total Quality Management, diperlukan aktivitas-aktivitas yang mendukung agar Total Quality Management dapat dilaksanakan secara nyata di perusahaan. Ada berbagai aktivitas yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Gugus Kendali Mutu Adalah sekelompok karyawan yang terdiri dari empat sampai dengan dua belas karyawan yang berasal dari tempat atau bidang pekerjaan yang sama dalam perusahaan yang secara sukarela berkumpul untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka dan menerapkannya dalam kegiatan operasional perusahaan. liv 2. Sistem Saran Adalah saran atau masukan dari karyawan, baik secara pribadi maupun berkelompok, dan baik atas permintaan pihak pimpinan perusahaan atau atas inisiatif sendiri. 3. Otomatisasi Penggunaan kecepatan perkembangan teknologi, misalnya dalam bidang computer, sistem informasi manajemen (MIS), Computer Aided Design / Computer Aided Manufacturing (CAD / CAM), penggunaan internet, dan Office Automation yang serba terpadu dan cepat. 4. Pemeliharaan Total Memelihara seluruh modal yang dimiliki, seperti peralatan dan material, teknologi, sistem informasi, energi, dan sumber daya manusia. 5. Perbaikan Kualitas Tindakan yang diambil untuk memperbaiki suatu kondisi terhadap kebutuhan kualitas. 6. Just In Time (JIT) Adalah meningkatkan produktivitas sistem produksi atau operasi dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai bagi suatu produk. Kegiatan yang tidak menambah nilai inilah yang disebut pemborosan. 7. Kerusakan Nol (Zero Defect) Artinya sejak dari perancangan produk, proses produksi hingga menjadi produk akhir menghasilkan cacat atau kesalahan nol (zero defect). 8. Aktivitas Kelompok Kecil Adalah kelompok-kelompok kerja yang dikelola sendiri oleh para karyawan dalam suatu tim yang biasanya didasari oleh kebutuhan pihak karyawan untuk berkumpul dan membahas berbagai masalah. Kelompok ini cendrung dibentuk secara informal. Aktivitas yang dilakukan perusahaan berbeda satu sama lain. Hal ini tergantung pada tingkat kesiapan pelaksanaannya, tingkat kebutuhan dan karakteristik perusahaan masing-masing. lv 2.4 Biaya (Cost) Konsep dan istilah biaya (cost) telah dikembangkan selaras dengan kebutuhan para akuntan, ekonom dan insinyur. Horngren, Foster dan Data, yang dialih bahasakan oleh Desi Adhariani dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Biaya : Penekanan Manajerial” menyatakan bahwa : “Biaya merupakan sumber daya yang dikorbankan ( sacrified) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapaitujuan tertentu. Suatu biaya (seperti Bahan baku atau iklan) biasanya diukur dalam un it uang yang harus dikeluarkan dalam rangka mendapatkan barang atau jasa.” (Horngren, 2005:34) Selanjutnya menurut Joel G. Siegel, Joe K. Shim (2000:108) dalam kamus istilah Akuntansi menyatakan bahwa : “Biaya adalah pengorbanan yang diukur dengan harga yang dibayar untuk mendapatkan, menghasilkan, atau memelihara barang atau jasa. Harga harga yang dibayarkan untuk bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.” Dari definisi yang ada dapat diambil suatu penjelasan bahwa biaya (cost) terjadi tidak hanya karena adanya kewajiban yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan tetapi juga karena adanya kerugian yang timbul akibat kejadian yang tidak biasa seperti bencana kebakaran, banjir, atau seperti juga timbul dari pelepasan aktiva tidak lancar. 2.5 Cost Effectiveness 2.5.1 Pengertian Cost Effectiveness Menurut Mulyadi (2007:396) pengertian cost effectiveness adalah sebagai berikut : lvi “Cost effectiveness merupakan ukuran kinerja yang mengukur seberapa efisien masukan dimanfaatkan untu k melaksanakan aktivitas penambah nilai bagi customer.” Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya konsep cost effectiveness dilandasi oleh customer value mindset. Mindset ini memfokuskan usaha manajemen untuk menghasilkan keluaran yang mampu memuaskan kebutuhan customer. Dalam customer value mindset, kebutuhan customer yang memicu berbagai aktivitas yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan keluaran. Konsep cost effectiveness memasukkan komponen customer ke dalam hubungan antara masukan, proses dan keluaran. Di samping itu, konsep cost effectiveness dialandasi oleh continuous improvement mindset, sehingga membuka proses agar tidak lagi berupa black box, untuk dapat dianalisis dan dilakukan improvement terhadapnya. Proses terdiri atas berbagai aktivitas untuk mengolah masukan menjadi keluaran. Oleh karena keluaran suatu proses digunakan untuk memuaskan kebutuhan customer, maka aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan keluaran perlu dihubungkan dengan kebutuhan customer, untuk menentukan diperlukan atau tidaknya aktivitas ditinjau dari sudut pandang customer. Timbullah konsep aktivitas penambah nilai (value-added activities) dan aktivitas bukan penambah nilai (non-value-added activities). Menurut Mulyadi (2007:390) pengertian aktivitas penambah nilai (value-added activities) adalah sebagai berikut : “Aktivitas penambah nilai ( value-added activities) adalah aktivitas yang menurut pandangan customer menambah nilai dalam proses pengolahan masukan menjadi keluaran.” Menurut Mulyadi (2007:390) pengertian aktivitas bukan penambah nilai (nonvalue-added activities) adalah sebagai berikut : “Aktivitas bukan penambah nilai ( non-value-added activities) adalah aktivitas yang menurut pandangan customer tidak menambah nilai dalam proses pengolahan masukan menjadi keluaran.” lvii Suatu proses disebut cost effective jika dalam menghasilkan keluaran, masukan hanya dikonsumsi untuk menjalankan aktivitas penambah nilai. Dengan demikian komponen kegiatan bisnis perusahaan terdiri atas empat unsur : masukan, proses, keluaran, dan customers. Cost Effectiveness Cost Effectiveness Proses Aktivitas penmbah nilai Masukan Keluaran Customer Aktivitas bukan penambah nilai Cost Ineffectiveness Cost Ineffectiveness Gambar 2.3 Konsep Cost Effectiveness dan Komponen Kegiatan Bisnis Menurut Customer Value Mindset (Sumber : Mulyadi, 2007:391) Pada gambar 2.5 terlihat kotak proses tidak lagi berupa black box, namun telah dibuka dan dikupas isinya. Jika dalam konsep efisiensi dan produktivitas, kotak proses dibiarkan berada di luar fokus manajemen, dalam konsep cost effectiveness justru fokus perhatian manajemen ditujukan untuk mengarahkan konsumsi masukan ke aktivitas penambah nilai, dengan cara mengurangi dan menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai. lviii 2.5.2 Landasan Cost Effectiveness Dalam lingkungan bisnis saat ini, fokus perhatian manajemen tidak lagi cukup diarahkan pada masalah-masalah intern perusahaan, namun perlu difokuskan ke pihak luar – ke customer, yang menjadi alasan utama perusahaan berada dalam bisnis. Mengingat personel akan berprilaku sesuai dengan kinerja yang diukur, dengan demikian ukuran kinerja harus didesain untuk membentuk prilaku personel sesuai tuntutan lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan. Fokus perhatian personel yang salah akan membahayakan kelangsungan hidup perusahaan. Untuk membelokkan perhatian personel kepada layanan customer, perlu dilakukan pergeseran ukuran kinerja dari efisiensi dan produktivitas ke cost effectiveness. 2.5.2.1 Mindset Menurut Mulyadi (2007:71) pengertian mindset adalah sebagai berikut : “Mindset merupakan sikap mental mapan yang dibentuk melalui pendidikan, pengalaman, dan prasangka.” Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa mindset dapat dibentuk dengan sengaja (melalui pendidikan dan pengalaman yang dirancang melalui sistem) atau dibiarkan terbentuk dengan sendirinya (melalui pengalaman yang tidak dirancang dan melalui prasangka). Mindset terdiri dari tiga komponen pokok : 1. Paradigma Adalah cara yang digunakan oleh seseorang di dalam memandang sesuatu. 2. Keyakinan Dasar Adalah kepercayaan yang dilekatkan oleh seseorang terhadap sesuatu. 3. Nilai Dasar Adalah sikap, sifat, dan karakter yang dijunjung tinggi oleh seseorang, sehingga berdasarakan nilai-nilai tersebut tindakan seseorang dipandu. Untuk membentuk mindset perusahaan diperlukan dua langkah utama : lix 1. Perumusan Mindset Perumusan mindset dialksanakan melalui empat langkah yaitu : Trendwatching Dalam tahap ini manajemen puncak melakukan pengamatan berbagai tren pemacu perubahan yang akan terjadi di masa depan. Terdapat empat pemacu perubahan yang berdampak terhadap lingkungan bisnis: (1) globalisasi ekonomi, (2) teknologi informasi, (3) strategic quality management, dan (4) Revolusi Manajemen. Envisioning Envisioning adalah kemampuan kita untuk menggambarkan dampak perubahan dalam lingkungan bisnis yang diakibatkan oleh berbagai pemacu perubahan yang telah diamati dalam trendwatching. Gambaran lingkungan bisnis masa depan sebagai akibat tren pemacu perubahan tersebut di atas adalah : (1) customer memegang kendali bisnis, (2) kompetisi menjadi tajam, dan (3) perubahan menjadi berubah. Perumusan Paradigma Oleh karena lingkungan bisnis digambarkan karakteristiknya sebagai lingkungan yang di dalamnya customer mengendalikan bisnis, maka paradigma yang sesuai dengan lingkungan tersebut adalah customer value strategy – suatu pandangan bahwa kelangsungan hidup perusahaan dan kemampuannya untuk bertumbuh ditentukan oleh kemampuan perusahaan tersebut dalam menyediakan value terbaik bagi customer. Oleh karena lingkungan bisnis digambarkan karakteristiknya sebagai lingkungan yang kompetisinya tajam dan perubahannya telah berubah, maka paradigma yang sesuai dengan lingkungan tersebut adalah continuous improvement-suatu pandangan bahwa kelangsungan hidup perusahaan dan kemampuannya untuk bertumbuh ditentukan oleh kemampuan perusahaan lx tersebut untuk secara berkelanjutan melakukan improvement terhadap sistem dan proses yang digunakan untuk menghasilkan value bagi customer. Perumusan Paradigma Trendwatching Paradigma yang Pas dengan Lingkungan Bisnis Customer Value Strategy, Continuous Improvement, Organizational System. Envisioning Karakteristik Lingkungan Bisnis Customer pegang kendali bisnis, Kompetisi menjadi tajam, Perubahan menjadi konstan, pesat, radikal, serentak, dan pervasif Pemacu Perubahan Lingkungan Bisnis Globalisasi Ekonomi, Teknologi Informasi,Strategic Quality Management, Revolusi Manajemen. Customer Value Mindset, Continouos Improvement Mindset, Opportunity Mindset, Cross-Functional Mindset, Employee Empowerment Mindset. Perumusan Mindset Mindset yang Pas dengan Lingkungan Bisnis Gambar 2.4 Rerangka Konseptual Perumusan Mindset (Sumber : Mulyadi, 2007:68) lxi Oleh karena lingkungan bisnis digambarkan karakteristiknya sebagai lingkungan yang di dalamnya customer mengendalikan bisnis, persaingannya tajam, perubahannya telah berubah, maka paradigma yang sesuai dengan lingkungan tersebut adalah organizational systemsuatu pandangan bahwa organisasi yang sesuai dengan tuntutan lingkungan bisnis tersebut adalah organisasi lintas fungsional (crossfunctional organization) dan yang memberdayakan karyawannya. Perumusan Mindset Mindset terdiri dari tiga komponen : paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar. Oleh karena itu, dalam merumuskan mindset, setelah paradigma dirumuskan, kemudian dirumuskan keyakinan dasar dan nilai dasar yang sesuai dengan paradigma tersebut. Berdasarkan paradigma customer value strategy, kemudian dibangun customer value mindset dan berdasarkan paradigma pula continuous improvement kemudian dibangun dua mindset : continuous improvement mindset dan opportunity mindset. 2. Pengkomunikasian Mindset Paradigma, keyakinan dan nilai dasarorganisasi yang dirumuskan dengan jelas dan dikomunikasikan kepada seluruh personel organisasi, akan menjadi shared paradigm, shared beliefs, dan shared values dalam diri setiap personel organisasi, sehingga organisasi akan kohesif dalam proses menuju ke masa depan. Kekohesivan organisasi sangat diperlukan untuk membangun kekuatan organisasi dalam menghadapi lingkungan bisnis kompetitif. Paradigma, keyakinan dan nilai dasar organisasi perlu dikomunikasikan oleh manajemen puncak kepada seluruh personel melalui dua pendekatan : (1) perilaku pribadi (personel behavior) dan (2) perilaku operasional (operational behavior). Melalui dua pendekatan ini, akan terjadi proses internalisasi paradigma, keyakinan, dan nilai dasar organisasi ke dalam diri lxii setiap personel organisasi, sehingga paradigma, keyakinan dan nilai dasar tersebut menjadi shared paradigm, shared beliefs, dan shared values. Rerangka pembentukan mindset ini memberikan landasan bagi manajer untuk memutakhirkan peta mental personel organisasi, manakala lingkungan bisnis yang akan dimasuki perusahaan menunjukkan anomaly-terjadinya perbedaan antara paradigma yang diyakini kebenarannya oleh personel perusahaan dengan realitas yang dihadapi oleh perusahaan. 2.5.2.2 Customer Value Mindset Lingkungan bisnis sekarang semakin global, sehingga terjadi di dalamnya perubahan radikal. Dengan adanya perubahan radikal di lingkungan bisnis tersebut, manajemen puncak sampai dengan personel yang paling rendah tingkatannya perlu melakukan pembaruan terhadap mindset. Konsep produk yang sebelumnya hanya terbatas pada pengertian fisiknya, dengan customer value mindset, konsep produk berubah sebagai satu ikat jasa yang memiliki potensi untuk menghasilkan value bagi customer. Jika di masa lalu produser mengira bahwa atribut produk dengan sendirinya akan mampu memuaskan kebutuhan customer, dengan customer value mindset, hanya dengan melalui proses pemanfaatan (use process) atribut produk dapat menghasilkan value bagi customer. Jika di masa lalu produser yakin bahwa hanya melalui organisasi perusahaannya kepuasan customer dapat dipenuhinya sendiri, dengan perubahan konsep produk, kepuasan customer, dan customer value mindset, produser memerlukan kerja sama kemitraan dengan para pemasok dan mitra bisnisnya untuk menjadikan perusahaannya mampu berkontribusi melalui core competency-nya dalam menghasilkan value bagi customer. Beberapa hal penting yang berkaitan dengan customer value adalah : Customer value merupakan kombinasi manfaat dan pengorbanan sebagai hasil pemakaian produk atau jasa oleh customer, dan dilipatgandakan oleh kualitas hubungan yang dibangun oleh perusahaan dengan pemasok dan mitra bisnisnya, serta dengan customer. lxiii Tingkat customer value ditentukan oleh tingkat kesesuaian antara karakteristik dan atribut produk, serta jasa dengan kebutuhan customer. Manajer harus secara cermat mengidentifikasi customer mereka untuk menentukan value produk dan jasa yang dihasilkan. Manajer dapat memahami lebih baik konsep customer value dan membuat keputusan lebih baik jika mereka memahami proses customer memperoleh value. Proses customer value mencakup pengakuan kebutuhan, pencarian informasi, pengalaman dan penggunaan, persepsi, dan pembentukan sikap. Kadang-kadang proses penilaian customer dilaksanakan secara ekstensif dan melalui pemikiran mendalam. Di lain waktu, proses tersebut dilaksanakan secara cepat dan melalui kebiasaan. Manajer meningkatkan keputusan strategik mereka jika mereka mempertimbangkan konsep customer value, dan mengidentifikasi secara jelas customer mereka berikut customer value-nya masing-masing. Kultur organisasi yang berorientasi ke customer value sulit untuk dibangun, namun tidak berarti tidak mungkin dibangun. Customer value mindset dapat dibangun melalui usaha bersistem. Melalui pendidikan dan pengalaman, manajemen puncak dapat menanamkan customer value mindset ke dalam diri seluruh personel perusahaan. Manajemen puncak dapat mengkomunikasikan customer value mindset melalui personal behavior dan operational behavior kepada seluruh personel perusahaan, sehingga proses internalisasi akan berangsur terjadi dan mindset tersebut dapat tumbuh dalam diri sebagian besar personel perusahaan. 2.5.2.3 Continuous Improvement Mindset Improvement berkelanjutan adalah usaha peningkatan di segala bidang dalam jangka panjang. Usaha tersebut perlu dilandasi oleh mindset yang semestinya, sehingga unsur berkelanjutan dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Pergeseran ke paradigma improvement berkelanjutan disebabkan oleh semakin turbulennya lingkungan bisnis, dan semakin tajamnya persaingan yang dihadapi oleh lxiv perusahaan pada umumnya. Di dalam lingkungan bisnis yang demikian, improvement berkelanjutan merupakan prasyarat untuk mempertahankan eksistensi perusahaan; bahkan improvement berkelanjutan saja tidak cukup; perusahaan harus melakukan improvement lebih signifikan dan cepat, dari pada improvement yang dilakukan dalam persaingan untuk dapat bertahan hidup dan berkembang. Seperti halnya dengan pembangunan kultur organisasi berdasarkan customer value mindset, kltur organisasi yang berorientasi ke improvement berkelanjutan adalah sulit untuk dibangun, namun tidak berarti tidak mungkin dibangun. Melalui pendidikan dan pengalaman, manajemen puncak dapat menanamkan customer value mindset ke dalam diri seluruh personel perusahaan. Manajemen puncak dapat mengkomunikasikan customer value mindset melalui personal behavior dan operational behavior kepada seluruh personel perusahaan, sehingga proses internalisasi akan berangsur terjadi dan mindset tersebut dapat tumbuh dalam diri sebagian besar personel perusahaan. 2.5.3 Pengukuran Cost Effectiveness Cost effectiveness dapat diukur melalui perhitungan cycle effectiveness (CE), dan dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk merancang dan mengimplementasikan improvement berkelanjutan terhadap proses melalui program pengelolaan aktivitas. Dalam proses pembuatan produk diperlukan cycle time yang merupakan keseluruhan waktu yang diperlukan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi. lxv Value-added activities Cycle time = Processing + time Moving time + Waiting/ storage time + Inspection time Non-value-added activities Gambar 2.5 Unsur Waktu yang Membentuk Cycle Time dan Jenis Aktivitas yang Mengonsumsi Waktu Tersebut (Sumber : Mulyadi, 2007:392) Cycle time dibagi menjadi empat komponen seperti yang disajikan pada Gambar 2.6. Pada gambar tersebut dilukiskan berbagai jenis waktu yang membentuk cycle time, dan dua jenis aktivitas yang mengkonsumsi waktu tersebut : aktivitas penambah nilai dan aktivitas bukan penambah nilai. Proses produksi yang ideal akan menghasilkan cycle time sama dengan processing time. Ukuran efisiensi proses produksi dihitung dengan membandingkan processing time dengan cycle time yang dikenal dengan istilah cycle effectiveness(CE). Seberapa besar aktivitas bukan penambah nilai dikurangi dan dihilangkan dari proses pembuatan produk dapat diukur melalui cycle time (CE) dengan formula : Processing Time Cycle Effectiveness (CE) = Cycle Time lxvi Ukuran cycle time tersebut dapat digunakan oleh manajemen untuk merencanakan program pengurangan dan penghilangan aktivitas bukan penambah nilai, dan improvement terhadap aktivitas penambah nilai melalui activity selection dan activity sharing. Gambar 2.6 akan memperlihatkan berbagai strategi yang dapat ditempuh manajemen dalam pengelolaan aktivitas bukan penambahan nilai. Cellular Manufacturi ng Single Point of Contact, CrossFunctional Organization JIT Manufacturing, Flatter Organization Cycle time = Processing + time Moving time JIT Purchasing Zero Inventory/Ve ndor Managed Inventory + Waiting/ storage time Employee Empowerment , Flatter Organization Total Quality Management, Zero Defect + Inspection time Value-Added Activities Non-value-added activities Gambar 2.6 Strategi untuk Menurunk an Processing Time, serta Mengurangi dan Menghilangkan Aktivitas Bukan Penambah Nilai (Sumber : Mulyadi, 2007:392) Keunggulan Ukuran Kinerja Cost Effectiveness Dari uraian yang ada, dapat dilihat keunggulan konsep cost effectiveness sebagai pengukur kinerja dibandingkan dengan konsep cost efficiency dan produktivitas. Berikut ini perbandingan antara konsep cost effectiveness dan produktifitas: lxvii Tabel 2.2 Perbandingan antara Konsep Cost Effectiveness dan Konsep Efisiensi dan Produktivitas (Sumber : Mulyadi, 2007:392) No Konsep Cost Effectiveness Konsep Efisiensi dan Produktivitas Konsep cost effectiveness Konsep efisiensi dan produktivitas memasukkan customer ke dalam berfokus kepada kepentingan intern model pengukuran kinerja, sehingga organisasi, tanpa memperhatikan manfaat memungkinkan manajemen peningkatan efisiensi dan produktivitas memfokuskan usahanya untuk tersebut sebagai cutomer. 1 melakukan improvement terhadap proses berdasarkan sudut pandang customer. Konsep cost effectiveness Konsep efisiensi dan produktivitas menganalisis proses menjadi aktivitas berhenti setelah rasio masukan dengan penambah nilai dan aktivitas bukan keluaran selesai dihitung. 2 penambah nilai, sehingga memungkinkan manajemen melakukan pengelolaan aktivitas (activity management) untuk menghasilkan pengurangan biaya secara signifikan bagi kepentingan customer. Cycle Effectiveness sebagai ukuran Konsep efisiensi dan produktivitas kinerja lebih halus dan rinci untuk merupakan ukuran kasar yang hanya mencerminkan efektivitas konsumsi mencerminkan hubungan antara masukan masukan yang digunakan untuk dan keluaran, tanpa dapat menjelaskan menghasilkan keluaran. untuk aktivitas macam apa masukan 3 dikonsumsi. lxviii 2.5.4 Manfaat Penerapan Total Quality Management Dalam Mendorong Cost Effectiveness Dengan meningkatnya persaingan di sektor industri dan perubahan lingkungan bisnis yang didominasi customer, ukuran kinerja yang tidak memasukkan komponen customer akan menjauhkan usaha manajemen dari pemuasan kebutuhan customer. Keadaan seperti ini akan menempatkan perusahaan pada posisi berisiko tinggi untuk ditinggalkan customer. Untuk itu, perlu dilakukan perubahan ukuran kinerja yang berfokus kepada customer, untuk menjadikan manajemen mampu memimpin perusahaannya memasuki lingkungan bisnis sekarang ini. Cost effectiveness merupakan ukuran kinerja yang mengukur seberapa efisien masukan dimanfaatkan untuk melaksanakan aktivitas penambah nilai (value-added activities) bagi customer. Cost effectiveness merupakan salah satu ukuran kinerja yang tepat dalam mewujudkan proses produksi yang ideal. Cost effectiveness dapat diukur melalui perhitungan efisiensi proses produksi yang dikenal dengan istilah CE (Cycle Effectiveness), dengan membandingkan processing time dan cycle time. Cost effectiveness juga dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk merancang dan mengimplementasikan improvement berkelanjutan terhadap proses melalui program pengelolaan aktivitas. Salah satu usaha ke arah tersebut adalah dengan menerapkan sistem manajemen mutu yang dikenal dengan nama Total Quality Management (TQM). Total Quality Management merupakan suatu konsep manajemen modern yang berusaha untuk memberikan respons secara tepat terhadap setiap perubahan. Melalui penerapan Total Quality Management maka perusahaan akan melakukan perbaikan terus-menerus atas kualitas produk, desain, standar, prosedur kerja, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Dengan penerapan Total Quality Management (TQM), maka perusahaan akan lebih berfokus pada pelayanan kebutuhan customer dan memperhatikan mutu atau kualitas dalam membuat produk yang memiliki derajat konformasi yang tinggi terhadap standar mutu produk sehingga bebas dari aktivitas bukan penambah nilai (non-valueadded activities) yang mungkin terjadi. lxix Berkurangnya aktivitas bukan penambah nilai (non-value-added activities) dan meningkatnya Cycle Effectiveness dalam proses pengolahan produk, akan mengurangi biaya-biaya yang akan dibebankan pada customer dan dapat membantu dalam meminimumkan jumlah produk yang rusak, sehingga perusahaan dapat menghasilkan keuntungan yang kompetitif, manajemen dapat melaksanakan improvement terhadap proses dan aktivitas produksi dan perusahaan dapat bertahan dalam menghadapi persaingan dan berbagai perubahan dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan. lxx