IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN

advertisement
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN
KERAPU CANTANG (Ephinephelus fuscoguttatus-lanceolatus)
HASIL BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG (KJA)
DI BPBAP SITUBONDO DAN GUNDIL SITUBONDO
Karlina Nurhayati 1, Endang Suarsini 2, Sofia Ery Rahayu 2
1) Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang
2) Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang No.5, Malang, Indonesia
[email protected]
ABSTRAK: Penyakit ikan yang paling umum adalah disebabkan oleh parasit. Proses
identifikasi dan prevalensi serta intensitas ektoparasit diperlukan untuk menemukan solusi
yang tepat untuk mencegah terjadinya serangan ektoparasit. Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi macam-macam ektoparasit yang menyerang pada ikan Kerapu Cantang
di KJA BPBAP Situbondo dan KJA Gundil Situbondo serta membandingkan prevalensi
dan intensitas ektoparasit pada ikan Kerapu Cantang hasil budidaya air payau antara KJA
BPBAP Situbondo dan KJA Gundil Situbondo. Teknik sampling yaitu purposive sampling
dimana jumlah sampel ikan sebesar 40 ekor berukuran 15 cm yang memiliki ciri terserang
penyakit. Lendir ikan diambil dengan metode kerok (scrapping). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 40 sampel ikan Kerapu Cantang di KJA BPBAP dan KJA Gundil
Situbondo ditemukan ektoparasit fase dewasa genus Benedenia dan Dactylogyrus. Ukuran
tubuh Dactylogyrus sebesar 0,5 mm dan memiliki sepasang bintik mata, kepala berlobus 4
buah dan sepasang median hooks, serta 14 marginal hooks. Ukuran tubuh Benedenia
sebesar 2.05 - 3.29 mm dan memiliki dua pasang bintik mata, bagian anterior terdapat
sepasang alat penempel, pada bagian posterior terdapat haptor dan sepasang alat pengait.
Di KJA Gundil Situbondo prevalensi ektoparasit pada ikan Kerapu Cantang yaitu
Benedenia sebesar 100% dan Dactylogyrus sebesar 0% serta intensitas ektoparasit
Benedenia sebesar 4 individu/ekor dan Dactylogyrus sebesar 0 individu/ekor. Di KJA
BPBAP Situbondo prevalensi ektoparasit pada ikan Kerapu Cantang yaitu Dactylogyrus
sebesar 15% dan Benedenia sebesar 15% serta intensitas ektoparasit Benedenia sebesar 2
individu/ekor dan Dactylogyrus sebesar 1 individu/ekor.
Kata
Kunci:
Identifikasi, Prevalensi, Ektoparasit, Ikan Kerapu Cantang
(Ephinephelus fuscoguttatus-lanceolatus), Keramba Jaring Apung
(KJA), Situbondo
ABSTRACT: The most common fish disease is caused by a parasite. The process of
identification and the prevalence and intensity of ectoparasites required to find appropriate
solutions to prevent attacks ectoparasites. This study was conducted to identify the kinds
of ectoparasites that attack on grouper Cantang in Situbondo and KJA BPBAP and KJA
gundil Situbondo and to compare the prevalence and intensity of ectoparasites on fish
grouper Cantang result of brackish water between the KJA BPBAP and KJA gundil
Situbondo. Sampling technique is purposive sampling where the number of fish samples of
40 fish measuring 15 cm that has the characteristics of disease. Taken with scrapping
method. The results showed that of the 40 samples of grouper Cantang in KJA Gundil and
KJA BPBAP Situbondo found adult stage genus Benedenia and Dactylogyrus.
Dactylogyrus body size of 0.5 mm and has a pair of eye spots, head lobulated 4 pieces and
a pair of median hooks, as well as 14 marginal hooks. Benedenia body size of 2,05 to 3,29
mm and has two pairs of eye spots, there is the posterior part there is haptor and a pair of
hook. The KJA gundil Situbondo prevalence of ectoparasites on fish grouper Cantang that
Benedenia and Dactylogyrus by 100% and 0% and the intensity of ectoparasites Benedenia
by 4 individuals/tail and Dactylogyrus by 0 individuals/tail. The KJA BPBAP Situbondo
1
2
prevalence of ectoparasites Dactylogyrus and Benedenia on fish grouper Cantang by 15%
and 15% and ectoparasites Benedenia intensity by 2 individuals/tail and Dactylogyrus of 1
individual/tail.
Keywords: Identification, Prevalence, Ectoparasites, Grouper Cantang (Ephinephelus
fuscoguttatus-lanceolatus), Keramba cage (KJA), Situbondo
Wabah penyakit pada ikan kerapu Cantang terbukti sangat merugikan para
pembudidaya. Pada tahun 2013 di KJA Gundil pernah mengalami kematian
sejumlah besar benih ikan kerapu Cantang (sekitar 2000 benih dari 4000 benih)
yang masih berukuran 15 - 20 cm. Ikan Kerapu merupakan salah satu komoditi
perikanan Indonesia yang mempunyai prospek pengembangan yang cukup cerah.
Ikan Kerapu banyak diekspor ke luar negeri (Export Oriented) (Alfath, 2012).
Pada tahun 2010 pertama kali di Indonesia diproduksi ikan hasil hibridisasi
antara ikan Kerapu Macan betina dan ikan Kerapu Kertang jantan yang dinamakan
dengan Kerapu Cantang (Macan-Kertang) di Balai Pengembangan Budidaya Air
Payau (BPBAP) Situbondo.
Teknik budidaya ikan Kerapu Cantang yang ada di daerah Situbondo
menggunakan sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Keuntungan dari KJA menurut
Purba (1990) yaitu: memungkinkan penggunaan perairan yang tersedia secara
maksimum dan ekonomis, mengurangi predator, populasi ikan mudah dikontrol,
mudah dipindahkan bila terjadi hal yang membahayakan, dan mudah dipanen.
Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang harus dihadapi
dalam pengembangan usaha budidaya ikan. Menurut Supriyadi (2007) kematian
yang ditimbulkan oleh penyakit ikan sangat tergantung pada jenis parasit ikan yang
menyerang, kondisi ikan dan kondisi lingkungan. Apabila kondisi lingkungan
menurun maka kematian yang diakibatkan oleh wabah penyakit sangat tinggi, tapi
sebaliknya apabila kondisi lingkungan baik maka kematian akibat infeksi suatu
penyakit lebih rendah.
Penyakit parasit yaitu penyakit akibat infeksi jasad parasitik seperti
golongan protozoa maupun metazoa. Protozoa yang sering ditemukan sebagai
organisme parasitik meliputi sporozoa, ciliata dan flagellata, sedangkan metazoa
meliputi: crustacea, isopoda dan helminth (cacing). Jasad parasit tersebut dapat
menginfeksi ikan air tawar maupun ikan laut (Taukhid, 2006).
Pihak BPBAP belum memiliki data yang lengkap tentang macam-macam
parasit yang biasa menyerang ikan Kerapu Cantang. Oleh karena itu, dari hasil
observasi tersebut maka perlu penelitian lebih lanjut tentang macam-macam parasit
dan membandingkan prevalensi dan intensitas ektoparasit pada ikan Kerapu
Cantang.
METODE
Purposive sampling yaitu hanya mengambil ikan Kerapu Cantang yang
terinfeksi ektoparasit dan yang berukuran 15-16 cm. Ikan yang memiliki ciri
terkena parasit seperti adanya luka pada kulit, sirip menggeripis, nafsu makan
berkurang, kurang bergerak aktif, dan berenang miring. Pengambilan sampel ini
dilakukan di dua tempat yaitu KJA BPBAP Situbondo dan di KJA Gundil. Jumlah
sampel ikan Kerapu Cantang adalah 5% dari total populasi ikan Kerapu Cantang di
tiap KJA yaitu sebesar 20 ekor tiap KJA, sehingga total jumlah sampel 40 ekor.
Selanjutnya melakukan pemeriksaan morfologis dan pengukuran panjang total serta
3
berat ikan. Pengerokan dilakukan dari ujung anterior kepala hingga posterior sirip
ekor, pengerokan dilakukan pada kedua sisi tubuh ikan dan juga semua bagian sirip.
Lendir yang didapatkan dimasukkan dalam microtube yang sudah diberi label dan
kemudian ditetesi sebanyak 5 tetes larutan Alkohol 70% + Gliseril 5%
(perbandingan 3:1)
HASIL
Adapun parasit spesimen 1 yang ditemukan pada penelitian ditunjukan pada
Gambar 1 berikut.
(a)
Gambar 1
Keterangan:
(b)
Ektoparasit Spesimen 1 pada Ikan Kerapu Cantang.
Ektoparasit Spesimen 1 dengan Perbesaran 400x (a) Skema Ektoparasit
Spesimen 1 (b). A. Anterior Sucker, B. Bintik mata, C. Median Hooks, D.
Opisthaptor, E. Marginal Hooks
Dari Gambar 1 terlihat ektoparasit spesimen 1. Gambar b menunjukkan
skema dari ektoparasit spesimen 1. Parasit berukuran kecil dengan panjang dari
ujung anterior sampai posterior sekitar 0,5 mm dan lebar sekitar 0,1 mm. Parasit ini
aktif bergerak seperti cacing yaitu memanjang dan memendekkan tubuh pada saat
pengamatan. Parasit berbentuk pipih dorsoventral dan simetris bilateral.
Bagian dorsal terdapat organ prohaptor dan bintik mata. Sedangkan pada
bagian ventral terdapat organ opisthaptor. Pada bagian anterior terdapat prohaptor
yaitu alat menghisap bercabang empat (berlobus 4) alat ini berfungsi untuk
menempel maupun bergerak pada permukaan tubuh inang. Selain itu, sepasang
bintik mata yang terlihat jelas. Pada bagian posterior tubuh terdapat opisthaptor
dengan sepasang median hooks, dan 14 marginal hooks.
Dari hasil pengamatan dan identifikasi ektoparasit dengan membandingkan
morfologi parasit dengan buku identifikasi parasit ikan oleh Kabata (1985), maka
parasit spesimen 1 termasuk dari genus Dactylogyrus .
Hasil pengamatan morfologi ektoparasit spesimen 2 yang menyerang ikan
Kerapu Cantang ditunjukkan pada Gambar 2.
4
(a)
Gambar 2
Keterangan:
(b)
Ektoparasit Spesimen 2 pada Ikan Kerapu Cantang
Ektoparasit Spesimen 2 dengan Perbesaran 10x (a) Skema Ektoparasit
Spesimen 2 (b). A. Mulut, B. Anterior sucker, C. Bintik Mata, D. Faring, E.
Ovarium, F. Testis, G. Kelenjar Kuning H. Anterior Hamulus, I. Posterior
Hamulus, J. Ophisthaptor, K. Marginal Hooks
Tubuh spesimen 2 memanjang dari anterior sampai posterior tubuh dengan
ukuran sekitar 2.05 - 3.29 mm dan lebar sekitar 0.66 - 1.33 mm. Oleh karena itu
parasit bisa terlihat langsung oleh mata karena berukuran cukup besar. Parasit ini
berwarna putih transparan dan aktif bergerak yang melekat pada permukaan tubuh
ikan Kerapu Cantang. Bentuk parasit spesimen 2 yaitu pipih dorsoventral. Pada
bagian dorsal terdapat organ mulut, testis, ovarium, dan sebagian opisthaptor
terlihat, sedangkan pada bagian ventral organ yang terlihat seperti anterior sucker,
bintik mata, lubang genital terletak dekat dengan ovarium. Pada bagian anterior
terdapat mulut dan alat menempel (anterior sucker) berjumlah 2 lobus. Di sebelah
bawah anterior sucker terdapat bintik mata dan faring. Sebuah ovarium dan
sepasang testis yang berbentuk bulat. Selain itu terdapat kelenjar kuning yang
menyebar di sekitar ovarium dan testis. Pada bagian posterior terdapat sebuah
opisthapthor yang lebar dan berbentuk lingkaran yang dilengkapi dengan sepasang
alat pengait yaitu anterior hamulus dan posterior hamulus. Marginal hooks berada
di sekitar opisthaptor.
Nilai prevalensi dan intensitas serangan parasit pada ikan Kerapu Cantang
dari dua lokasi berbeda di wilayah Situbondo tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Ringkasan Nilai Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit yang
Menyerang Ikan Kerapu Cantang
Lokasi
KJA
BPBAP
Situbondo
Gundil
Situbondo
Parasit yang
ditemukan
Jumlah
parasit yang
menyerang
Int,
(ind/ekor)
Jumlah
Ikan yang
terinfeksi
(ekor)
Prev.
(%)
Kategori
Prev.
Benedenia
5
2
3
15
Often
Dactylogyrus
3
1
3
15
Often
Benedenia
84
4
20
100
Always
Dactylogyrus
0
0
0
0
Very rarely
5
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan nilai prevalensi tertinggi terjadi pada
KJA Gundil Situbondo yaitu sebesar 100% dari ektoparasit Benedenia menurut
Williams dan Bunkley-Williams (1996) tergolong kategori always (selalu) yang
berarti bahwa semua ikan sampel dari daerah tersebut terinfeksi oleh Benedenia.
Nilai prevalensi terendah terdapat pada KJA Gundil Situbondo yaitu sebesar 0%
tergolong very rarely (sangat jarang) pada ektoparasit Dactylogyrus. Sedangkan di
KJA BPBAP Situbondo, nilai prevalensi ektoparasit Dactylogyrus dan Benedenia
tersebut sama yaitu sebesar 15% termasuk dalam kategori often (sering).
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa nilai intensitas serangan ektoparasit
terbesar terjadi di KJA Gundil Situbondo yaitu Benedenia sebesar 4 individu per
ekor sedangkan nilai intensitas terendah pada Dactylogyrus sebesar 0 individu per
ekor atau tidak menunjukkan adanya serangan ektoparasit. Nilai intensitas
ektoparasit jenis Benedenia sebesar 2 individu per ekor di KJA BPBAP Situbondo,
sedangkan pada ektoparasit jenis Dactylogyrus memiliki nilai intensitas sebesar 1
individu per ekor.
Selain itu data pendukung kualitas perairan yaitu pH, salinitas, amoniak,
oksigen, dan suhu pada KJA BPBAP dan Gundil Situbondo sebagai berikut pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kualitas Air di KJA BPBAP Situbondo dan KJA Gundil Situbondo
Lokasi
KJA
BPBAP
situbondo
Gundil
Situbondo
Parameter
KJA BPBAP Situbondo
Kategori
pH
Salinitas
Amonia
Oksigen
Suhu
pH
Salinitas
Amonia
Oksigen
Suhu
8,275
33 ppm
< 0,001 mg/L
7,15
30 C
7,875
35 ppm
0.001 mg/L
5,01
35 C
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Kurang baik
Kurang baik
Baik
Berdasarkan Tabel 2 dapat terlihat hasil pengukuran kualitas air terdapat
perbedaan pada dua lokasi penelitian, dimana pada KJA BPBAP Situbondo
memiliki pH sebesar 8,275. Salinitas sebesar 33 ppm, kadar amonia sebesar <0,001
mg/L. Kelarutan oksigen (DO) sebesar 7,15 mg/L dan suhu sebesar 30 C.
Sedangkan pada KJA Gundil pH sebesar 7,875, salinitas sebesar 35 ppm,
kadar amonia sebesar 0,001 mg/L. Kelarutan oksigen (DO) sebesar 5,01 mg/L dan
suhu sebesar 35 C.
PEMBAHASAN
Parasit yang paling banyak ditemukan pada sampel ikan Kerapu Cantang
adalah dari genus Dactylogyrus dan Benedenia yang keduanya dari kelas
monogenea. Parasit Benedenia dan Dactylogyrus menginfeksi hanya pada
permukaan tubuh ikan (sirip, operculum, dan permukaan tubuh) atau dinamakan
ektoparasit. Tempat hidup ektoparasit Benedenia adalah di kulit ikan sedangkan
6
ektoparasit Dactylogyrus hidup di insang. Dactylogyrus didapatkan menginfeksi
di permukaan tubuh Kerapu Cantang disebabkan memiliki prohaptor yaitu alat
menghisap bercabang empat dan memiliki ujung kelenjar yang dapat mengeluarkan
semacam cairan kental yang berfungsi untuk penempelan maupun pergerakan pada
permukaan tubuh inang. Oleh karena itu Dactylogyrus dapat berpindah tempat dari
insang ke permukaan tubuh atau sebaliknya. Selain itu didapatkannya parasit
Dactylogyrus bukan di organ insang kemungkinan parasit ini berasal dari inang
(ikan) lain yang berenang dan akan menginfeksi benih ikan Kerapu Cantang.
Tingginya prevalensi dan intensitas ektoparasit Benedenia di KJA Gundil
disebabkan ektoparasit Benedenia dapat melakukan reproduksi di dalam kondisi
perairan KJA Gundil yang buruk dan mampu menghadapi perubahan kualitas
perairan yaitu mampu menemukan ikan sebagai inang dan mampu
menginfeksinya. Selain itu kadar amonia yang tinggi dan kadar oksigen KJA
Gundil yang rendah dapat menjadi faktor menurunnya sistem imunitas ikan
sehingga ikan mudah terserang parasit. Amonia dapat mengakibatkan gangguan
seperti keracunan pada ikan karena bersifat toksik (Boyd, 1990).
Benedenia merupakan ektoparasit kulit yang memakan jaringan epitel
serta mucus atau lendir ikan untuk bertahan hidup. Hal ini disebabkan lendir ikan
mengandung zat karbohidrat. Namun fungsi lendir pada ikan salah satunya adalah
untuk perlindungan diri dari mikroorganisme karena mengandung zat antibodi.
Menurut Irianto (2005), lendir yang menyelimuti permukaaan tubuh ikan, insang,
dan lapisan mukosa usus berperan sebagai perangkap patogen secara mekanik dan
mengeliminasi secara kimiawi dengan lisosim dan enzim proteolitik lainnya.
Monogenea dapat berkembang sangat cepat jika sanitasi perairan yang
kurang baik seperti kadar amonia yang tinggi, polusi dan rendahnya kadar oksigen
(Hassan dkk, 2015). Dalam siklus hidupnya, Benedenia tidak memerlukan inang
perantara (intermediet host). Selain itu di KJA Gundil terdapat bermacam-macam
ikan air laut seperti ikan Kerapu Sunu, ikan Kerapu Tikus, ikan Kerapu Kertang,
ikan Kerapu Macan dimana Benedenia mampu menginfeksi semua jenis ikan laut
sehingga parasit Benedenia memiliki lebih banyak peluang terhadap inang untuk
berkembang biak.
Rendahnya nilai prevalensi ektoparasit Dactylogyrus pada sampel ikan di
KJA Gundil kemungkinan disebabkan Dactylogyrus menghasilkan 100 telur per
hari (Hoai dkk, 2014). Berbeda dengan Benedenia yang menghasilkan telur
sebanyak 190 telur per hari (Hoai dkk, 2014).
Adapun di KJA BPBAP Situbondo, tingkat serangan antara ektoparasit
Benedenia dan Dactylogyrus seimbang dimana prevalensi kedua paraasit tidak
terlalu besar (15%). Hal ini dikarenakan di KJA BPBAP Situbondo hanya
membudidayakan 2 macam kerapu yaitu Kerapu Cantang dan Kerapu Tikus. Oleh
karena itu kemungkinan terjadinya penularan ektoparasit menjadi kecil. Selain itu
kualitas perairan yang masih baik yaitu kadar amonia rendah dan kadar oksigen
yang masih tinggi juga menjadi faktor minimnya tingkat serangan ektoparasit
Benedenia dan Dactylogyrus.
Infeksi dari Dactylogyrus tidak terlalu bahaya, namun jika parasit dalam
jumlah besar maka dapat menyebabkan kerusakan pada bagian insang. Hal ini
disebabkan insang mengandung banyak kapiler darah yang merupakan makanan
bagi Dactylogyrus. Kabata (1985) menambahkan bahwa efek umum dari serangan
parasit Dactylogyrus adalah lambatnya pertumbuhan dan penurunan berat badan.
7
Gejala klinis ikan yang terserang parasit Benedenia menunjukkan
abnormalitas dalam berenang baik di dasar atau permukaan bak dan KJA, nafsu
makan berkurang (hilang), luka pada kulit dan kerusakan pada epitel insang yang
pada akhirnya mempengaruhi respirasi ikan. Infeksi yang parah akan
menyebabkan luka atau ulcer (cairan seperti nanah) kulit yang akhirnya akan
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri dan jamur.
PENUTUP
(1). Ektoparasit yang menginfeksi benih ikan Kerapu Cantang di KJA
BPBAP Situbondo dari genus Benedenia dan Dactylogyrus. Sedangkan di KJA
Gundil Situbondo hanya dari genus Benedenia. (2) Di KJA Gundil Situbondo
prevalensi ektoparasit pada ikan Kerapu Cantang yaitu Benedenia sebesar 100%
dan Dactylogyrus sebesar 0% serta intensitas ektoparasit Benedenia sebesar 4
individu per ekor dan Dactylogyrus sebesar 0 individu/ekor. Di KJA BPBAP
Situbondo prevalensi ektoparasit pada ikan Kerapu Cantang yaitu Dactylogyrus
sebesar 15% dan Benedenia sebesar 15% serta intensitas ektoparasit Benedenia
sebesar 2 individu per ekor dan Dactylogyrus sebesar 1 individu per ekor.
(1). Untuk mencegah mewabahnya penyakit parasitik pada benih ikan
Kerapu Cantang sangat perlu dilakukan perawatan dari segi tempat budidaya yaitu
Keramba Jaring Apung dan kualitas air sesuai standar kebutuhan pemeliharaan
ikan Kerapu. (2). Selain itu juga perlu dilakukan pemantauan terhadap ikan secara
rutin.Perlu dilakukan identifikasi pada parasit sampai tingkat spesies agar dapat
dilakukan pencegahan yang tepat terhadap serangan parasit tersebut dan
menambah referensi baru tentang ektoparasit yang menyerang ikan Kerapu
Cantang.
DAFTAR RUJUKAN
Alfath, M. 2012. Kerapu Hibryd. (online) Diakses dari
(http://hijahh.blogspot.com_Budidaya_Kerapu.html), pada tanggal 25
Oktober 2014.
Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture Experiment Station,
Auburn University Alabama: Birmingham Publishing Co.
Hassan, M. A., Hussien, A., Osman, M., Aswathan, M. Al –Shwared, W and Fita,
N. 2015. Infestation of Cage-Cultured Marine Fish with Benedenia
acanthopagri (Monogenea; Capsalidae) in Eastern Province of Saudi
Arabia. Global Veterinaria. Vo. 14 No. 2, Hal: 219-227.
Hoai, T. D., Hutson, S. K. 2014. Reproductive Strategies of the Insidious Fish
Ectoparasite, Neobenedenia sp. (Capsalidae: Monogenea). Jurnal PlosOne
Vol. 9, No. 9.
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gajah Mada University Press:
Yogyakarta.
Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropics. Taylor
and Francis. London
Purba, R. 1990. Biologi Ikan Kerapu Epinephelus tauvina (Forskal) dan Catatan
Penyebab Kematiannya. Oseana. Vol. XV, No.1 Hal: 29 – 42.
8
Supriyadi, H. 2007. Pemeriksaan dan Identifikasi Hama dan Penyakit Ikan,
Hama, dan Penyakit Ikan Karantina. Pelatihan Dasar Karantina
IkanTingkst Ahli dan Terampil Pusat Karantina Ikan: Jakarta. Hal: 6.
Taukhid. 2006. Manajemen Kesehatan Ikan dan Lingkungan. Laboratorium Riset
Kesehatan Ikan: Bogor.
Download