Bayu dan Muhammad | Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hiperkolesterolemia pada Seorang Pria Usia 60 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hiperkolesterolemia pada Seorang Pria Usia 60 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga Bayu Raditiya, Muhammad Aditya Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Diabetes melitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian kadar gula darah, kelainan dari kerja insulin, sekresi insulin dari pankreas yang abnormal, dan peningkatan produksi glukosa oleh hepar. Pada diabetes melitus tipe 2 atau non‐insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM), dapat terjadi dua kondisi yakni pankreas memproduksi insulin tetapi jumlah insulin yang diproduksi tidak adekuat atau terjadinya resistensi insulin. Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko dari diabetes melitus tipe 2. Laporan kasus ini akan membahas identifikasi faktor risiko dan klinis serta penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 yang disertai hiperkolesterolemia pada pria usia 60 tahun berdasarkan patient‐centered dan family approach. Seorang pria usia 60 tahun bekerja sebagai wiraswasta, hidup dalam keluarga majemuk, dengan aktifitas harian ringan, kebersihan diri dan lingkungan baik, pola berobat preventif, dan hubungan antar anggota keluarga baik. Keluhan terasa tebal pada kedua telapak kaki yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Setelah dilakukan intervensi secara holistik dengan metode edukasi didapatkan penurunan gejala klinis dan perubahan perilaku dengan menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan. Simpulan, pelayanan kedokteran keluarga efektif dalam penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 yang disertai hiperkolesterolemia. Provider tidak hanya menyelesaikan masalah klinis tetapi juga menanggulangi risiko internal, eksternal, psikososial, dan lingkungan. Kata kunci: diabetes melitus tipe 2, hiperkolesterolemia, perubahan perilaku, pelayan dokter keluarga Family Medicine Approach Management of 60 Years Old Man with Diabetes Mellitus Type 2 and Hypercholesterolemia Abstract Diabetes mellitus basically represent chronic disparity at glucose homeostasis marked with a few matter that are high of blood sugar rate, disparity of insulin activity, insulin secretion of abnormal pancreas, and product increase of glucose by hepar. Diabetes mellitus type 2 or non‐insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) has two condition when pancreas produce lack of insulin or the occurrence of insulin resistance. Hypercholesterolemia represent as one of the risk factor of diabetes mellitus type 2. This case report will describe about identification of risk factors and clinical treatment of diabetes mellitus type 2 with hypercholesterolemia in 60 years old man based on patient centered and family approach. A man, aged 60 years old as an entrepreneur, living in the compound family, with mild activity, good personal hygiene, has preventive treatment patterns, and good family relationships. Chief complain was numbness on both feet since last 2 months. After the holistically intervention with education method, the clinical symptoms decrease and increase the cleanliness of the self and the environment. Conclusion, family care medicine is effective in treatment diabetes mellitus type 2 with hypercholesterolemia. The provider is not just focus in curing the disease but also resolve the issue of internal, external, environmental, and psycho‐social risks. Keywords: behavior alteration, diabetes mellitus type 2, family care medicine, hypercholesterolemia Korespondensi: Bayu Raditiya, S.Ked., alamat Jl. Cemara 15 Ganjarasri Metro Barat, Metro, HP 082179966070, e‐mail [email protected] Pendahuluan Diabetes melitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian kadar gula darah, kelainan dari kerja insulin, sekresi insulin dari pankreas yang abnormal, dan peningkatan produksi glukosa oleh hepar. Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Bentuk paling umum dari diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 2.1 Pada diabetes melitus tipe 2 atau Non‐Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), dapat terjadi dua kondisi yakni pankreas memproduksi insulin tetapi jumlah insulin yang diproduksi tidak adekuat atau terjadinya resistensi insulin.1 Pada tahun 2012, dikatakan prevalensi angka kejadian diabetes melitus di dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa.2 Proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes melitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes melitus tipe 1.1 J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|9 Bayu dan Muhammad | Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hiperkolesterolemia pada Seorang Pria Usia 60 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga Menurut laporan badan kesehatan dunia atau World Health Organisation (WHO) pada tahun 2000 dianggarkan sebanyak 171 juta jiwa menderita diabetes melitus tipe 2 dan diperkirakan pada 2030 akan terjadi peningkatan sebanyak 195 juta jiwa lagi yang akan menderita diabetes tipe 2.3 Studi populasi diabetes melitus tipe 2 di berbagai negara oleh WHO menunjukkan jumlah penderita diabetes melitus pada tahun 2000 di Indonesia menempati urutan ke‐4 terbesar dengan 8.426 juta orang dan diperkirakan akan menjadi sekitar 21.257 juta pada tahun 2030.3 Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko dari diabetes melitus tipe 2. Kadar kolesterol normal yang optimal yaitu <200 mg/dl.4 Penulisan laporan kasus ini untuk membahas penerapan pelayanan dokter keluarga berbasis evidence based medicine pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko, masalah klinis, serta penatalaksanaan pasien berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien dengan pendekatan patient centered dan family approach. Kasus Tn. S, 60 tahun, seorang wiraswasta datang ke Puskesmas Kemiling untuk kontrol gula darah dan kolesterol yang pasien lakukan tiap 3 bulan sekali. Saat melakukan kontrol, pasien mengeluhkan kedua telapak kaki terasa seperti tebal yang dialaminya sejak 2 bulan yang lalu. Pasien belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus tipe 2 dan hiperkolesterolemia yang didapat sejak 2 bulan yang lalu. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak ditemukan pada keluarga pasien ini. Pasien mengaku bahwa saat sebelum berwirausaha, pasien bekerja sebagai supir truk dan pasien sama sekali tidak mengeluhkan adanya keluhan yang dirasakan saat ini. Pasien biasanya makan empat kali sehari dengan dua porsi tiap makan. Makanan yang dimakan cukup bervariasi dan pasien makan‐makanan yang sebagian besar membeli dari luar rumah. Pasien sering begadang karena pekerjaannya sebagai supir truk mengharuskan ia untuk menyetir di malam hari. Pasien tidak pernah berolahraga seperti berjalan di sekitaran rumah di pagi hari. Pasien mengatakan tidak J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|10 mengkonsumsi alkohol namun merokok 3 bungkus per hari. Pasien tinggal bersama istri, Ny. M (58 tahun), anak bungsunya dari 8 bersaudara yang bernama Ny. S (27 tahun) beserta suaminya Tn. A (37 tahun), dan cucu dari anak bungsunya yaitu An. AR (5 tahun) dan An. AN (4 bulan). Pola pengobatan pasien ini bersifat preventif, yakni pasien berobat kontrol untuk mencegah adanya keluhan dan pola pengobatan anggota keluarga lainnya merupakan kuratif, anggota keluarga mencari pelayanan kesehatan jika sakit saja. Data primer diperoleh melalui anamnesis (autoanamnesis dan alloanamnesis dari anggota keluarga), pemeriksaan fisik, dan kunjungan rumah untuk melengkapi data keluarga, data okupasi dan psikososial serta lingkungan. Penilaian dilakukan berdasarkan diagnosis holistik dari awal, proses, dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan hasil keadaaan umum tampak sakit ringan, suhu 36,7oC, tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, dan frekuensi napas 18x/menit. Mata, telinga, dan hidung, kesan dalam batas normal, tekanan vena jugular tidak meningkat. Pada pemeriksaan dada didapatkan gerak dada dan fremitus taktil simetris, tidak didapatkan rhonki dan wheezing, kesan dalam batas normal. Pada pemeriksaan jantung tidak ditemukan kelainan, kesan dalam batas normal. Abdomen datar dan supel, tidak didapatkan organomegali ataupun ascites, kesan dalam batas normal. Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan pasien pada tanggal 28 Desember 2015 di Puskesmas Kemiling ditemukan gula darah saat puasa yaitu 272 mg/dl dan kolesterol 244 mg/dl. Pasien adalah anak tunggal. Bentuk keluarga pasien adalah keluarga majemuk. Pasien merupakan pensiunan dan istri menjaga toko yang berada di depan rumahnya. Hubungan antar anggota keluarga baik, penyelesaian masalah dengan diskusi keluarga. Anggota keluarga pasien mendukung untuk segera berobat jika terdapat anggota keluarga yang sakit. Perilaku berobat anggota keluarga lainnya hanya memeriksakan diri ke layanan kesehatan bila terdapat keluhan menggangu kegiatan sehari‐hari. Keluarga pasien berobat ke puskesmas. Jarak rumah ke puskesmas ±500 meter. Bayu dan Muhammad | Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hiperkolesterolemia pada Seorang Pria Usia 60 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga Tn. S Ny. M Tn. A An. AR Ny. S An. AN Keterangan 1 Hepatitis, meninggal usia 63 tahun Tn. A (37 tahun), menantu pasien 1 Hypertension, meninggal usia 65 tahun An. AR (5 tahun), cucu pasien 1 Diabetes, Tn. S (60 tahun), pasien An. AN (4 bulan), cucu pasien Ny. M (58 tahun), istri pasien Tinggal bersama dalam satu rumah Ny. S (27 tahun), anak pasien ke-8 dari 8 bersaudara Gambar 1. Genogram Keluarga Tn. S Tn. S Tn. A An. AR Ny. S An. AN Ny. M Keterangan 15 Harmonis Gambar 2. Family Map Pasien tinggal di rumah dengan jumlah orang yang tinggal adalah 6 orang. Rumah berukuran 10x30 meter berdinding tembok dicat kuning, lantai semen halus dengan jumlah kamar empat buah, dua kamar mandi, satu dapur, dan satu ruang keluarga yang bergabung dengan ruang makan di tengah dan satu ruang tamu di bagian depan. Kamar pertama saat ini ditempati oleh pasien dan istri pasien, kamar kedua untuk ditempati anak J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|11 Bayu dan Muhammad | Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hiperkolesterolemia pada Seorang Pria Usia 60 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga pasien dan menantu pasien, kamar ketiga ditempati kedua cucu pasien, dan kamar keempat saat ini tidak ditempati. Sinar matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah, penerangan dibantu lampu bohlam, ventilasi cukup, rumah tidak lembab, ventilasi dan jendela ada pada setiap kamar sehingga udara dapat masuk dengan cukup. Selain itu, dilakukan juga penilaian terhadap kebersihan rumah pasien. Pada kunjungan didapatkan kebersihan rumah baik, lantai semen halus bersih, keadaan rumah kering. Tempat terdapat tempat tidur dengan kasur yang dipasang sprei rapi dan bersih. Kamar mandi dengan wc jongkok. Fasilitas dapur menggunakan kompor gas. Air minum didapat dari air galon bermerk. Masak, cuci, kakus didapat dengan sumber air sumur belakang rumah. Air untuk mandi dari sumber air tersebut. Saluran air dialirkan ke got di depan rumah. Tempat sampah berada di depan rumah, keadaan rumah cukup rapi dan tertata baik. Pemasukan dari kepala keluarga (KK) dan istri pasien dari hasil berwirauaha ±Rp 2.000.000,00 dan ditambah dari gaji anak kedelapannya ±Rp.5.000.000,00 Selama ini keluarga berobat ke layanan kesehatan jika keluhan sudah benar‐benar mengganggu. Namun, keluarga tidak terbiasa membeli obat di warung. Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi, digunakan konsep Mandala of Health. Diagnostik Holistik Awal Aspek Personal Alasan kedatangan: kontrol gula darah dan kolestrol. Kekhawatiran: takut gula darah dan kolesterol yang tinggi serta takut masuk rumah sakit. Harapan: tidak masuk rumah sakit dan memiliki gula darah dan kolesterol yang terkontrol. Aspek Klinik Diabetes melitus tipe 2 (E10‐E11) Hiperkolesterolemia (E78.0) Aspek Risiko Internal Pasien adalah seorang pria, mengalami diabetes melitus tipe 2 dengan hiperkolesterolemia akibat pola makan yang salah. Pasien adalah seorang lanjut usia, hiperkolesterolemia biasanya menyerang orang berusia >50 tahun. Pasien masih sering makan makanan yang J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|12 tidak sesuai dengan ketentuan karena kurangnya pengetahuan tentang gaya hidup bisa mencegah komplikasi diabetes melitus tipe 2 dan hiperkolesterolemia. Aspek Psikososial Keluarga Kurangnya keinginan keluarga untuk memotivasi pasien dengan cara mengingatkan pasien untuk kontrol dan untuk minum obat. Kurangnya kesediaan istri pasien untuk memasakkan pasien makanan rendah kalori karena istri pasien sibuk dengan pekerjaannya. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga mengenai diabetes melitus tipe 2 dan hiperkolesterolemia, komplikasinya, dan cara pencegahan komplikasi lanjutan. Derajat Fungsional Derajat fungsional didapatkan nilai 2, yaitu mampu melakukan aktivitas ringan sehari‐hari di dalam dan di luar rumah. Penatalaksanaan Non‐Medikamentosa 1. Memberikan penjelasan mengenai penyakit yang sedang diderita oleh pasien dan komplikasinya kepada pasien dan anggota keluarga. 2. Memberikan penjelasan tentang efek pola makan yang salah bagi penderita diabetes melitus dan hiperkolesterolemia kepada pasien dan anggota keluarga. 3. Memberikan penjelasan mengatur gaya hidup dan pola makan yang baik bagi penderita diabetes melitus dan hiperkolesterolemia dengan memperhatikan aktivitas fisik keseharian. 4. Memberikan motivasi untuk minum obat secara kontinu dan mengambil obat sekaligus mengontrol gula darah dan kolesterol setiap obat mau habis. 5. Memberikan edukasi kepada keluarga untuk berperan dalam mengingatkan pasien dengan pola makan dan gaya hidup, serta rutinitas minum obat. Medikamentosa 1. Metformin tab 2x500 mg 2. Glibenklamid tab 1x5 mg Bayu dan Muhammad | Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hiperkolesterolemia pada Seorang Pria Usia 60 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga 3. Simvastatin tab 1x10 mg Diagnostik Holistik Akhir Studi Aspek Personal Alasan kedatangan: kontrol gula darah dan kolestrol. Kekhawatiran: takut gula darah dan kolesterol yang tinggi serta takut masuk rumah sakit. Harapan: tidak masuk rumah sakit dan memiliki gula darah dan kolesterol yang terkontrol. Aspek Klinik Diabetes melitus tipe 2 (E10‐E11) Hiperkolesterolemia (E78.0) Aspek risiko Internal Pasien adalah seorang pria, mengalami diabetes melitus tipe 2 dengan hiperkolesterolemia akibat pola makan yang salah. Pasien adalah seorang lanjut usia, hiperkolesterolemia biasanya menyerang orang berusia >50 tahun. Pasien masih sering makan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan karena kurangnya pengetahuan tentang gaya hidup bisa mencegah komplikasi diabetes melitus tipe 2 dan hiperkolesterolemia. Aspek Psikososial Keluarga Adanya keinginan keluarga untuk memotivasi pasien dengan cara mengingatkan pasien untuk kontrol dan untuk minum obat. Adanya kesediaan istri pasien untuk memasakkan pasien makanan rendah kalori. Adanya pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga mengenai diabetes melitus tipe 2 dan hiperkolesterolemia, komplikasinya, dan cara pencegahan komplikasi lanjutan. Derajat Fungsional Derajat fungsional nilainya 2, yaitu mampu melakukan aktivitas ringan sehari‐hari di dalam dan di luar rumah. Pembahasan Studi kasus dilakukan pada pasien Tn.S usia 60 tahun, datang untuk kontrol gula darah dan kolesterol yang os lakukan tiap 3 bulan sekali. Diagnosis pasti dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini didapatkan kadar gula darah saat puasa yaitu 272 mg/dl dan kadar kolesterol pasien yaitu 244 mg/dl. Berdasarkan literatur, target gula darah adalah <200 mg/dl dan target kolesterol pada pasien ini adalah <200 mg/dl.5 Menurut American Diabetes Association (ADA)6 tahun 2010, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua‐duanya. Diabetes melitus tipe 2 memiliki klasifikasi etiologis yang bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defiiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekrei insulin diertai resistensi insulin.5 Tujuan dari manajemen diabetes melitus tipe 2 ini yaitu mengendalikan glukosa yang dilakukan dengan melakukan diet atau gaya hidup sehat, latihan jasmani, dan pemberian obat/insulin. Selain itu, mencegah kelainan komorbid (disiplidemi, hipertensi, obeitas, dan penyakit jantung koroner) dan pengelolaan komplikasi (retinopati, nefropati, penyakit kardio vaskular, dan penyakit kardiovaskuler).5 Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.5 Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara:5 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik. 3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|13 Bayu dan Muhammad | Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hiperkolesterolemia pada Seorang Pria Usia 60 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang‐ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Adapun diantaranya adalah: 1. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah. 2. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. 3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.5 Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda, dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.5 Pasien mendapatkan terapi dengan pemberian metformin. Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien‐ J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|14 pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu, harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.5 Pasien juga mendapatkan terapi dengan pemberian glibenklamid. Glibenklamid merupakan obat golongan sulfonilurea yang mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.5 Terapi nonfarmakologis dilakukan untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga mengenai kebutuhan gizi pada diabetes melitus tipe 2 dan hiperkolesterolemia dan konsumsi makanan yang dapat membantu menurunkan kolesterol. Untuk menentukan terapi nonfarmakologis, sebelumnya dilakukan kunjungan ke rumah pasien untuk mengetahui pola makan yang selama ini pasien lakukan dan pengetahuan pasien mengenai gizi seimbang. Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko dari diabetes melitus tipe 2. Kadar kolesterol normal yang optimal yaitu <200 mg/dl. Ada beberapa faktor risiko yang berpengaruh dan juga menentukan kadar kolesterol sasaran pada pasien ini, di antaranya yaitu pasien adalah laki‐laki usia 60 tahun, tanpa riwayat ayah dan ibu pasien menderita keluhan serupa.4 Pada kunjungan pasien ke Puskesmas Kemiling, pasien diberi terapi medikamentosa dengan HMG Co‐A Reductase Inhibitor simvastatin 10 mg diminum satu kali setiap malam. Obat ini dikonsumsi terus menerus, sampai kadar kolesterol pasien mencapai target <200 mg/dl, dan pasien telah dapat mengatur diet.5,6 Simvastatin adalah obat golongan statin yang larut lemak sehingga dapat menembus sawar darah otak dan mempengaruhi aktivitas Bayu dan Muhammad | Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hiperkolesterolemia pada Seorang Pria Usia 60 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga sistem saraf pusat.7 Tujuan pemberian simvastatin adalah menurunkan jumlah kolesterol dengan cara menurunkan sintesis kolesterol di hati.4,8 Terdapat beberapa macam obat yang bekerja dengan mekanisme yang sama dengan simvastatin, misalnya lofastatatin dan atrovastatin. Dibandingkan kedua obat ini, simvastatin memiliki kelebihanya itu absorpsinya tidak dipengaruhi oleh intake makanan.8 Selain golongan HMG Co‐A Reductase Inhibitor, terdapat beberapa golongan obat lain untuk terapi farmakologi hiperkolesterol di anataranya golongan bile acid sequestrants seperti colestipol, golongan derivat asam fibrat seperti gemfibrozil, dan golongan asam nikotinik seperti niaspan. Kelebihan simvastatin dibandingkan obat‐obat tersebut yaitu statin merupakan obat yang cocok untuk pasien dengan masalah hiperkolesterolemia yang lama dan sulit dikontrol, namun dengan berbagai kelebihan tersebut simvastatin tetap memiliki efek samping.4,9 Efek samping simvastatin yang tidak diharapkan di antaranya yaitu adanya miositis yang ditandai dengan nyeri otot dan timbulnya gangguan fungsi hati. Oleh karena itu, penting untuk memantau fungsi hati dalam masa terapi farmakologis.4 Dalam melakukan penatalaksanaan hiperkolesterolemia, selain diberikan terapi farmakologis, pasien perlu diberikan terapi nonfarmakologis. Terapi nonfarmakologis dilakukan untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga mengenai kebutuhan gizi pada hiperkolesterolemia dan konsumsi makanan yang dapat membantu menurunkan kolesterol. Pada penderita hiperkolesterolemia penatalaksanaan nonfarmakologis dilakukan dengan perubahan gaya hidup.10 Hal ini sesuai dengan anjuran yang meliputi diet, penurunan berat badan, dan peningkatan aktivitas fisik.10 Pola makan dan olahraga pasien perlu diatur untuk mencegah komplikasi yang dapat muncul karena hiperkolesterolemia. Pola makan yang baik bagi pasien, selain menyesuaikan dengan gizi seimbang, perlu untuk memperbanyak konsumsi serat. Serat didapatkan dari oatmeal, ataupun buah‐ buahan. Pasien juga dapat mengkonsumsi ikan sebagai sumber omega 3, dan juga mengkonsumsi kacang‐kacangan seperti almond. Pola olahraga yang baik bagi pasien yaitu dilakukan terus menerus. Pasien dapat melakukan olahraga jalan kaki, naik sepeda, ataupun berenang, disesuaikan dengan kemampuan dan kesenangan pasien, yang penting dapat dilakukan secara terus menerus.4,11,12 Saat dilakukan intervensi pada pasien dan anggota keluarga yang berada di rumah, tidak ditemui kesulitan serta pasien dan keluarga mau mengikuti penjelasan mengenai pola hidup sehat baik dari segi kebersihan maupun makanan yang dimakan serta pentingnya berobat ke sarana pelayanan kesehatan. Adapun perubahan yang terlihat dari segi aspek personal yang awalnya merasa takut untuk diperiksa gula darah dan kolesterol, sekarang menyadari pentingnya untuk diperiksa gula darah dan kolesterol ke sarana pelayanan kesehatan terdekat dengan harapan tdak masuk rumah sakit. Dari segi aspek faktor risiko ternyata saat ini pasien masih sering makan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan karena kurangnya pengetahuan tentang gaya hidup yang bisa mencegah komplikasi diabetes melitus tipe 2 dan hiperkolesterolemia. Dari segi aspek psikososial keluarga, adanya keinginan keluarga untuk memotivasi pasien dengan cara mengingatkan pasien untuk kontrol dan untuk minum obat. Adanya kesediaan istri pasien untuk memasakkan pasien makanan rendah kalori karena istri pasien sibuk dengan pekerjaannya. Adanya pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga mengenai diabetes melitus tipe 2 dan hiperkolesterolemia, komplikasinya, dan cara pencegahan komplikasi lanjutan. Komunikasi yang baik dan terbuka antara dokter dan pasien adalah hal yang penting sebagai dasar penatalaksanaan. Diharapkan agar dokter selalu bersedia mendengarkan keluhan pasien, itu merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 dengan hiperkolesterolemia yaitu mengembangkan hubungan dokter pasien, identifikasi dan menurunkan faktor risiko, penilaian, pengobatan dan monitor gula darah dan kolesterol serta penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 dan hiperkolesterolemia. Pembinaan keluarga yang dilakukan pada kasus ini tidak hanya mengenai penyakit pasien, tetapi juga mengenai masalah‐masalah lainnya seperti psikososial dengan memberikan J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|15 Bayu dan Muhammad | Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hiperkolesterolemia pada Seorang Pria Usia 60 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga konseling terhadap keluarga untuk menghindari hal‐hal yang menyebabkan semakin parahnya keluhan, perilaku terhadap sarana kesahatan, dengan memberikan konseling mengenai pentingnya pengobatan preventif bukan hanya kuratif, dan perilaku untuk menjaga pola makan, faktor lingkungan rumah dengan konseling tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan rumah. Simpulan Diagnosis diabetes melitus tipe 2 yang diertai hiperkolesterolemia dan intervensi yang dilakukan pada kasus ini disesuaikan dengan telaah beberapa literatur. Penegakkan diagnosis dari diabetes melitus yang disertai hiperkolesterolemia ini mengacu pada beberapa teori yang menjadi sumber acuan. Pilar penatalaksanaan diabetes melitus yang disertai hiperkolesterolemia terdiri dari terapi farmakologi serta edukasi mengenai mengenai penyakit yang sedang diderita oleh pasien dan komplikasinya, efek pola makan yang salah bagi penderita diabetes melitus dan hiperkolesterolemia, mengatur gaya hidup dan pola makan yang baik bagi penderita diabetes melitus dan hiperkolesterolemia dengan memperhatikan aktivitas fisik keseharian, memberikan motivasi untuk minum obat secara kontinu dan mengambil obat sekaligus mengontrol gula darah dan kolesterol setiap obat mau habis, dan edukasi kepada keluarga untuk berperan dalam mengingatkan pasien dengan pola makan dan gaya hidup, serta rutinitas minum obat. Untuk pembina berikutnya, pada praktik layanan primer, peningkatan upaya pelayanan kesehatan baik dilakukan dengan layanan yang berkesinambungan, holistik, dan komprehensif sehingga terbentuk hubungan interpersonal yang efektif antara dokter dan pasien. Untuk pasien dan keluarga, diperlukan kerja sama antara anggota keluarga dengan provider kesehatan dalam menyelesaikan semua permasalahan yang ditemukan. Pasien dan keluarganya agar lebih terbuka kepada pemberi pelayanan kesehatan jika ingin mengetahui tentang penyakitnya. Diperlukan pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh, komprehensif, terpadu, dan kesinambungan serta diperlukan edukasi terhadap pasien mengenai penyakit, penularan dan cara penggunaan obat yang benar. J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|16 Daftar Pustaka 1. Center for Disease Control and Preventions. National diabetes statistic report, 2014. Atlanta: Center for Disease Control; 2014. 2. International Diabetes Federation. IDF diabetes atlas. Edisi ke‐6. Belgia: IDF; 2013. 3. World Health Organization [internet]. Geneva: World Health Organization; 2013 [diakses tanggal 31 Maret 2015]. Tersedia dari: http://www.who.int/mediacentre/factshe ets/fs317/en/. 4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke‐5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. 5. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2011. 6. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care. 2010; 34(Suppl1):S11‐S61. 7. Katzung B. Basic and Clinical Pharmacology. Edisi ke‐10. USA: McGraw Hill; 2001. 8. Hulisz D. Which statin is right for my patient [internet]. Medscape; 2007 [diakses tanggal 31 Maret 2015]. Tersedia dari: http://www.medscape.com/viewarticle/5 61128 9. Steven DJ. The risks of cholesterol drugs vary as widely as the choices [internet]. USA: News Forum for Lawyer; 2012 [diakses tanggal 31 Maret 2015]. Tersedia dari: http://newsforumforlawyers.com/2012/0 5/the‐risks‐of‐cholesterol‐drugs‐vary‐as‐ widely‐as‐the‐choices/. 10. Ruth GA, Aurika S, Carolina HN. Peran konseling berkelanjutan pada penanganan pasien hiperkolesterolemia. J Indon Med Assoc. 2012; 62(5):193‐201. 11. Mayo Clinic Staff. Cholesterol: top 5 foods to lower your number [internet]. USA: Mayoclinic; 2012 [diakses tanggal 1 April 2015]. Tersedia dari: http://www.mayoclinic.org/diseases‐ conditions/high‐blood‐cholesterol/in‐ depth/cholesterol/art‐20045192 Bayu dan Muhammad | Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hiperkolesterolemia pada Seorang Pria Usia 60 Tahun dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga 12. American Diabetes Association. American recommendations 2007. Diabetes Care. 2007; 30(Suppl 1). diabetes association: clinical practice J Medula Unila|Volume 5|Nomor 2|Agustus 2016|17