KERAGAMAN GENETIK INDIVIDU MANGGIS

advertisement
19
KERAGAMAN GENETIK INDIVIDU MANGGIS (Garcinia
mangostana L.) DARI BERBAGAI WILAYAH SUMATERA
BERDASARKAN MARKA ISSR
Abstrak
Marka Inter-simple sequence repeat (ISSR) digunakan untuk mengetahui
variasi genetik berbasis individu pada manggis. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mempelajari variasi genetik individu manggis dari berbagai wilayah di Sumatera
berdasarkan karakter marka ISSR. Sebanyak dua puluh dua aksesi Garcinia
mangostana yang dikumpulkan dari berbagai wilayah di Sumatera dianalisis
menggunakan 11 primer ISSR. Analisis menghasilkan 72 pita DNA yang terdiri
dari 42 (58%) pita polimorfik dan 30 (42%) monomorfik. Tujuh dari sembilan
primer yang polimorfik menghasilkan pola pita DNA yang unik untuk aksesi dari
Tembilahan (Propinsi Riau). Pada tingkat kemiripan 0.44 terdapat dua kelompok
aksesi yaitu: satu aksesi dari Tembilahan dengan karakter morfologi utama bentuk
buah ellip, cupat ellip, kelopak buah tipis dan jumlah segmen buah 5 sampai 11,
dan 21 aksesi lainnya dengan bentuk buah bulat, agak lonjong, ellip, bentuk cupat
bulat dan segmen buah 4 sampai 8. Primer ISSR PKBT-2, PKBT-3, PKBT-7,
PKBT-10, dan PKBT-11 merupakan yang terbaik untuk digunakan pada tahap
selanjutnya. Hasil penelitian ini menambah bukti tentang adanya keragaman
genetik pada manggis.
Kata kunci: Inter-simple sequence repeat, keragaman genetik, Sumatera, manggis.
20
21
GENETIC VARIABILITY OF MANGOSTEEN (Garcinia
mangostana L.) GROWN IN DIFFERENT SUMATRA REGION
BASED ON ISSR MARKER
Abstract
Inter-simple sequence repeat (ISSR) markers were used to examine the
level of genetic diversity of twenty two Garcinia mangostana accessions collected
from Sumatra region. The objective of this study was to explain genetic variation
of mangosteen individu from Sumatra region. Eleven random ISSR primers were
chosen to differenciate the investigated accessions. The primers generated 72
bands of which 42 (58%) were polymorphic and 30 bands (42%) monomorphic.
From the 11 primers tested, two primers were monomorphic. Seven of the nine
polymorphic primers produced fingerprint profiles unique to the accession from
Tembilahan (Riau Province). Cluster analysis divided the accessions into two
major groups with genetic similarity coefficient ranging from 0.44 - 0.96. The
first group contained only one accession from Tembilahan with elliptical stigma
lobe, thin petals and 5 to 11 fruit segments. The second group consist of 21 other
accessions with round stigma lobe, round, ovoid, and elliptical fruit, thick petals
and 4 to 8 fruit segments, which could be divided clearly into six sub-clusters.
The result shows that mangosteen accessions with different genetic background
exist in this region. This confirms to the general opinion that mangosteen is not
uniform in genetic. PKBT-2, PKBT-3, PKBT-7, PKBT-10, and PKBT-11 are the
best primers for further use.
Keywords : genetic variability, Inter-simple sequence repeat, mangosteen,
Sumatra.
.
22
23
Pendahuluan
Indonesia termasuk daerah asal tanaman manggis dengan daerah distribusi
yang luas. Wilayah Sumatera merupakan daerah penghasil manggis yang
potensial dan perlu digali potensi keragaman genetiknya. Daerah manggis
potensial di Sumatera diantaranya adalah Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan,
Bangka Belitung dan Bengkulu. Data produksi dan luas panen manggis tahun
2008 menunjukkan bahwa Sumatera Barat mempunyai luas panen sekitar 1420 ha
dengan produksi 13932 ton, Riau 512 ha dan 2666 ton, Sumatera Selatan 249 ha
dan 777 ton, Bangka Belitung 243 ha dan 2637 ton, dan Bengkulu 238 ha dan
4636 ton (BPS 2009).
Penelitian tentang keragaman genetik pada manggis di Indonesia telah
cukup banyak dilakukan diantaranya antar aksesi di Pulau Jawa (Mansyah et al.
2003b), dan antar individu manggis Tasikmalaya (Sinaga et al. 2007b). Ramage
et al. (2004) melaporkan sembilan genotipe berbeda pada pada 37 aksesi G.
mangostana yang berasal dari Bogor, Jawa, Madura, Malaysia, Singapura, dan
Thailand yang dapat dipisahkan kedalam tiga kelompok genetik berbeda. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa secara individu tanaman manggis
menunjukkan variasi secara genetik.
Pada penelitian ini dianalisis keragaman genetik manggis berbasis individu
dengan studi kasus menggunakan sampel dari berbagai wilayah Sumatera.
Berbagai marka molekuler dapat digunakan sebagai alat bantu analisis genetik
tanaman diantaranya RAPD (Random Amplified Polymorphysm DNA), AFLP
(Amplified Fragment Lenght Polymorphysm), RFLP (Restriction Fragment
Length Polymorphysm), SSR (Simple Sequence Repeat) dan ISSR (Inter-simple
Sequence Repeat). Masing-masing teknik tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. ISSR merupakan semiarbitrary marker yang
komplemen dengan microsatelit, memberikan analisa yang cepat, murah, tidak
membutuhkan informasi sekuen, multilokus, tingkat polimorfisme tinggi, dan
menghasilkan marka dominan (Zietkiewicz et al. 1994; Mishra et al. 2003).
Marka ISSR berdasarkan kepada produk amplifikasi dengan ukuran sekitar
100-3000 bp dekat daerah mikrosatelit yang merupakan dasar beberapa motif
24
SSR. Teknik ISSR sangat bermanfaat untuk mengetahui instabilitas genetik pada
stadia dini kultur in vitro, evaluasi diversitas genetik, identifikasi kultivar dan
monitoring variasi somaklonal (Racoczy-Trojanowska and Bolibok 2004). ISSR
lebih informatif daripada RAPD pada gandum, tanaman buah (strawberi dan apel)
dan Pisum sativum (Korbin et al. 2002; Rakoczy-Trojanowska et al. 2004). Marka
ini cukup reprodusibel dan telah digunakan untuk karakterisasi secara cepat pada
banyak kultivar seperti poplar (Gao et al. 2006), kacang kacangan (Gonzales et
al. 2005), cycad (Xiao et al. 2005), studi kekerabatan antara kerabat jahe
(Wahyuni et al. 2004), dan isolat Fusarium culmorum (Mishra et al. 2003).
Tujuan penelitian ini adalah : (1) untuk mempelajari variasi genetik manggis
dari berbagai wilayah di Sumatera, (2) mengetahui variasi genetik manggis
berbasis individu, dan (3) untuk seleksi primer ISSR yang terbaik bagi penelitian
selanjutnya.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Buah
Tropika dan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika mulai bulan Januari 2008 sampai
Desember 2008.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah 22 aksesi manggis koleksi Balitbu
Tropika yang berasal dari berbagai daerah di Sumatera (Tabel 1). Bahan kimia
yang digunakan adalah buffer ekstraksi DNA (Doyle & Doyle 1987), kloroform:
isoamil alkohol (24:1), polyvinilpyrolidon (PVP), etanol 70%, etanol absolut,
isopropanol dingin, air bebas ion, DNA lamda, loading dye, agarosa (Promega),
larutan Tris-HCl : asam asetat : EDTA (TAE) 50x, ethidium bromida, Go Taq
Green Master Mix (Promega M7122) dan 1 kb DNA ladder.
25
Metode Penelitian
Ekstraksi, Purifikasi dan Penentuan Kuantitas DNA
Ekstraksi DNA
dilakukan berdasarkan metode Doyle & Doyle (1987).
buffer ekstraksi (10% CTAB; 0.5 M EDTA (pH 8.0); 1 M Tris-HCl (pH 8.0), 5 M
NaCl; 1% -mercaptoethanol) dan kemudian divorteks agar homogen. Campuran
selanjutnya diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 65oC selama 1 jam. Sekitar
0.15 mg daun digerus pada mortar yang diberi pasir kuarsa dan 0.6-0,8 ml
Tabel 1 Aksesi manggis yang digunakan untuk analisis ISSR
Kode aksesi
RT
RK
BK
K5
S6
SR
S4
B2
Daerah asal
Tembilahan (Riau)
.
Kamang (Sumbar)
Rejang Lebong
(Bengkulu)
Kamang (Sumbar)
Payakumbuh (Sumbar)
Sarik Alahan Tigo
(Sumbar)
Payakumbuh (Sumbar)
Bangka (Sumsel)
SG, KP
L7, Ki6, Ki8
B3 B5, B6, B8, 11,
Painan ( Sumbar)
Lahat (Sumsel)
Bangka (Babel)
KPS
Bangka (Babel)
L8
B10,B12
Lahat (Sumsel)
Bangka (Babel)
Karakter morfologi utama
Buah ellip, tangkai buah
pendek, cupat ellip.
Buah agak lonjong,
tangkai panjang, cupat
bulat.
Buah bulat, tangkai buah
sedang, cupat bulat.
Buah bulat, panjang
tangkai sedang, cupat
bulat dan besar.
Buah ellip. panjang
tangkai sedang, cupat bulat
dan besar.
Buah ellip, tangkai buah
sedang, cupat bulat dan
sedang.
Bentuk buah campuran
antara normal dan tidak
beraturan .
Buah ellip, tangkai buah
sedang, cupat kecil dan
bulat.
26
Pemurnian DNA dilakukan dengan penambahan 0.6-0.7 ml buffer purifikasi/
CIA (Chloroform : Isoamil Alcohol = 24:1 v/v), dan pemisahan fraksi di dalam
campuran dilakukan dengan sentrifugasi 11.000 rpm selama 10 menit. Setelah itu
fase cair (supernatan) yang diperoleh dipindahkan ke tabung mikro steril ukuran
1000 l yang baru. Tahapan ini dapat diulang 2 – 3 kali tergantung kualitas DNA
yang dihasilkan. Selanjutnya ditambah dengan 500-600 l 2-propanol dingin,
diinkubasi pada freezer selama 1 malam. Fase cair dibuang dan fase padat/pelet
dikering anginkan maksimal 1 malam. Selanjutnya pelet dilarutkan dalam 50 100 l TE (1 M Tris-HCl pH 8.0; 0.5 M EDTA pH 8.0; dan Aquades).
Pengujian kuantitas dan kualitas DNA dilakukan dengan menggunakan
metode elektroforesis. Sebanyak 5 l DNA hasil ekstraksi ditambah dengan 1 l
loading dye dimasukkan pada sumur gel. Perkiraan kuantitas DNA ditentukan
dengan membandingkan ketebalan pita DNA dengan lambda DNA pada gel
agarose 1,2% yang dielektroforesis selama 45 menit pada tegangan 50 volt. Hasil
elektroforesis diwarnai dengan ethidium bromida 1% dan dibilas aquades,
selanjutnya pita DNA hasil elektroforesis dilihat dan divisualisasi melalui UV
transiluminator dan dipotret dengan kamera digital. DNA yang diperoleh siap
digunakan untuk reaksi PCR dengan diencerkan terlebih dahulu sampai
konsentrasi 20 ng.
Ampilifikasi DNA
DNA diamplifikasi menggunakan 11 primer ISSR yang diperoleh dari
laboratorium PKBT-IPB (Tabel 2). Amplifikasi dilakukan menggunakan Biorad
Mycycler thermal cycler dengan total volume larutan PCR sebanyak 25 l per
reaksi yang terdiri dari 2 µl (20 ng) DNA templat, 12.5 Go Taq Green Master
Mix (Promega M7122), 1 µl primer (10 p mole), DAN 9.5 µl air bebas ion.
Amplifikasi PCR diprogram sebagai berikut: 1). Pre PCR pada 94˚C selama 4
menit sebanyak satu siklus; 2). PCR: 94˚C selama 0.5 menit; 0.5 menit pada
temperatur annealing (tergantung pada primer yang digunakan), dan 72˚C selama
satu menit (35 siklus); dan 3) perpanjangan akhir 72˚C selama 5 menit. Produk
amplifikasi kemudian dipisahkan pada 1.2% gel agarose dengan 1X TAE buffer,
27
diwarnai dengan ethidium bromide 1% dan di visualiasikan menggunakan UV
transiluminator dan kamera digital.
Tabel 2 Primer ISSR yang digunakan dalam penelitian
Suhu annealing (oC)
51
51
51
51
51
54
53
54
54
54
53
Primer*
Sekuen (5’…….3’)
PKBT-2
(AC)8TT
PKBT-3
(AG)8T
PKBT-4
(AG)8AA
PKBT-5
(AG)8TA
PKBT-7
(GA)9-A
PKBT-8
(GA)9-C
PKBT-9
(GA)9-T
PKBT-10
(GT)9-A
PKBT-11
(GT)9-C
PKBT-12
(GT)9-T
ISSRED -14
(GACA)4
*Catatan: Primer merupakan koleksi PKBT-IPB
Analisis Data
Produk amplifikasi primer ISSR adalah berupa pola pita DNA dengan
ukuran
tertentu.
Ukuran
potongan
DNA
genom
ditentukan
dengan
membandingkannya dengan berat molekul standar 1 kb DNA ladder. Perbedaan
antar individu ditunjukkan oleh jumlah pita dan jarak migrasinya. Penilaian
(scoring) dilakukan terhadap pita-pita yang jelas dan tajam secara konsisten. Jika
ada pita diberi skor 1 (ada) dan tidak ada diberi skor 0. Data skoring dianalisis
dengan NTSYSpc 2.1 menggunakan metode UPGMA (Unweight Pair-Group
Methode Arithmetic) dan fungsi Similarity Qualitatif (SIMQUAL) (Rohlf 2000).
Matrik kesamaan genotipik dihitung berdasarkan koefisien Dice dengan rumus :
S = 2nab / na + nb
Keterangan : S = Koefisien kemiripan,
a dan b = dua individu yang dibandingkan
nab = jumlah pita DNA yang sama posisinya baik pada
individu a maupun b
na = jumlah pita DNA pada individu a
nb = jumlah pita DNA pada individu b
28
Hasil dan Pembahasan
Polimorfisme Marka ISSR
Amplifikasi 22 aksesi manggis dengan 11 primer ISSR menghasilkan 72
pita DNA yang terdiri dari 42 (52%) pita polimorfik dan 30 (42%) monomorfik
dengan ukuran 250 - 2200 bp (Tabel 3, Gambar 3 dan 4). Jumlah pita maksimum
diperoleh pada primer PKB-T11 (11 pita) dan minimum pada PKBT-12 (2 pita).
Dua dari 11 primer tersebut adalah monomorfik (PKBT-5 dan PKBT-9). Primer
PKBT-2, PKBT-3, PKBT-7, PKBT-10, dan PKBT-11 menunjukkan tingkat
polimorfisme yang tinggi dan produk amplifikasi yang tajam sehingga dapat
dipilih untuk digunakan pada tahapan selanjutnya.
Tujuh dari sembilan primer polimorfik menunjukkan pola pita yang unik
pada aksesi RT yang tumbuh di daerah rawa pasang surut Tembilahan (Propinsi
Riau). Keunikan pola pita DNA ditunjukan oleh kehilangan dan tambahan pita
DNA tertentu. Terdapat tambahan beberapa pita spesifik pada aksesi RT yaitu
primer PKBT-7 ( 875, 815 dan 700 bp) (Gambar 4d), dan 450 bp pada primer
PKBT-2 (Gambar 4a). Selain itu aksesi RT juga merupakan satu satunya aksesi
yang menunjukkan kehilangan dua pita PKBT-4 (1200 dan 750 bp) (Gambar 4c).
Dalam hubungannya dengan aksesi lain RT menunjukkan kehilangan 2 pita
PKBT-10 875 bp dan 600 bp (Gambar 3b), dan satu pita PKBT-11 1400 bp
(Gambar 3c) bersama sama dengan aksesi Ki6.
Aksesi lain juga menunjukkan pola pita spesifik untuk primer tertentu.
Sebagai contoh aksesi S6 kehilangan satu pita PKBT-7 1200 bp (Gambar 4d).
Aksesi BK, KP, B10 dan SR kehilangan pita PKBT-12 800 bp (Gambar 4e). KG,
L7, dan B12 kehilangan 1250 bp, sedangkan B3, B10 dan SR kehilangan 600 bp
untuk primer PKBT-2 (Gambar 4a). Variasi yang cukup besar ditunjukkan oleh
primer PKBT-3 yang menghasilkan lima pita polimorfik (Gambar 4b). Pita
spesifik ISSRED-14 1600 bp dijumpai pada aksesi RK.
29
Tabel 3 Produk amplifikasi sebelas primer ISSR pada 23 aksesi manggis
Primer
PKBT-2
PKBT-3
PKBT-4
PKBT-5
PKBT-7
PKBT-8
PKBT-9
PKBT-10
PKBT-11
PKBT-12
ISSRED -14
Total
Rata rata
M 1
13
2
3
Jumlah pita
9
5
5
6
7
9
6
6
11
2
6
72
6.54
4
5 6
7
8
Pita polimorfik
8
5
2
0
5
5
0
3
10
1
3
42 (58%)
3.82
9
Pita monomorfik
1
0
3
6
2
4
6
3
1
1
3
30 (42%)
2.73
10 11 12 M 1 2 3
4
5
6 7 8
9 10 11 12
875 bp
2000
bp
600 bp
a
M
b
1
2
3
4
5
6
7
8
9
M 10 11
12
1400 bp
550 bp
c
Gambar 3 Bagian dari analisis PCR aksesi manggis menggunakan tiga primer
ISSR yaitu PKBT-8 (a), PKBT-10 (b), dan PKBT 11 (c). Lajur 1.
BK, 2. L7, 3. L8, 4. SG, 5. S6, 6. K5, 7. KP, 8. Ki6, 9. Ki8, 10 RT,
11. RK, dan 12. KPS. M=Marker (Tanda panah menunjukkan pita
spesifik). M= marker.
30
M RT RK BK L7 L8
SG S6 KP K5 L6 Ki8 B2 B5 B6 B8 B11 B3 B10 B12 SR KPS S4
1000 bp
1500 bp
1000 bp
750 bp
500 bp
250 bp
(a
)
450 bp
M RT RK BK K6
K8 B5 B6 B8 B11 B3 KPS M L7 L8 SG KP K5 B2 B10 B12 SR S4 S\6
1500 bp
1000 bp
750 bp
500 bp
250 bp
(b)
M
L7 L8 SG S6
K5 KP
Ki6 Ki8 B2 B5 B6 B8 B11 B3 B10 B12 SR KPS BK RT S4 RK
1200 bp
1500 bp
1000 bp
750 bp
500 bp
250 bp
(c
)
750 bp
M RT RK KPS BK L7 L8 SG K5
875 bp
1500 bp
1000 bp
750 bp
500 bp
250 bp
M S6 KP Ki6 Ki8 B2 B5 B6 B8 B11 M B10 B12 SR S4
815 bp
(d)
700 bp
M BK L7 KG L8 SG S6 K5 KP Ki6 Ki8 RT RK KPS M B2 B5 B6 B8 B11 B3 B10 B12 SR S4
1500 bp
1000 bp
750 bp
500 bp
250 bp
(e)
850 bp
M BK L7 L8 SG S6 B2 B5 B6 B8 B11 B3 B10 KPS Ki6 Ki8 S4 M RT RK K5 KP B12 SR
1500 bp
1000 bp
750
bp
500 bp
250 bp
1600 bp
(f)
Gambar 4 Pola pita ISSR 22 aksesi manggis denganbpprimer PKBT-2 (a), PKBT-3
(b), PKBT-4 (c), PKBT-7 (d), PKBT-12 (e) dan ISSRED-14 (f). Pita
spesifik ditandai dengan tanda panah.
31
Hubungan Kekerabatan Antar Aksesi
Koefisien kemiripan genetik 22 aksesi manggis berdasarkan marka ISSR
adalah 0.44-0.96 (Gambar 5). Analisis kluster memisahkan aksesi menjadi dua
kelompok utama. Kelompok pertama terdiri dari satu kultivar RT dari Tembilahan
(Riau) dengan ciri khas cupat berbentuk ellip dengan kemiripan genetik dengan
aksesi lain sebesar 44%. Kelompok kedua terdiri dari 21 aksesi dengan ciri khas
cupat berbentuk bulat dan kemiripan genetik 0.71-0.96. Kelompok ini terbagi
menjadi 5 sub kluster yaitu (1) dua aksesi dengan bentuk buah agak lonjong
(ovoid) dan cupat kecil (BK dan RK) dengan koefisien kemiripan 0.91, empat
aksesi dengan bentuk buah ellip dari Sumatra Selatan (Ki6, Ki8, L7, L8) dan satu
aksesi dengan buah bulat dari Kamang Sumatera Barat (K5), (2) tujuh aksesi
dengan buah ellip dari Bangka, B2, B5, B6, B8, B11 dan B3, dengan kemiripan
genetik 0.89 - 0.96, (3) empat aksesi dari Sumatera Barat, terdiri dari 2 aksesi
dengan buah ellip (KP, SG) dan bulat (S6 dan SR), dengan kemiripan 0.82 (4)
terdiri dari aksesi KPS (bentuk buah campuran antara normal dan tidak beraturan)
dan S4 (buah bulat) dengan kemiripan 0.93. Dua aksesi dari pulau Bangka B10
(bentuk buah ellip dan cupat kecil) dan
B12 (buah ellip dan cupat sedang)
terpisah kedalam dua subkluster berbeda (5) dan (6).
Aksesi KPS diduga merupakan kimera hasil mutasi alami. Adanya kimera
diketahui dari bentuk buah yang tidak beraturan dan bercampur dengan buah
normalnya dalam satu pohon yang sama. Pratt (1983) menyatakan bahwa kimera
adalah individu tanaman yang mempunyai organ atau bagian tanaman yang
memiliki konstitusi genetik berbeda. Kimera dapat terbentuk karena mutasi
somatik akibat kehilangan gen atau perubahan konstitusi genetik. Secara eksternal
dapat dikenali melalui bunga dan buah yang berukuran besar dan tidak beraturan.
Wegscheider (2009) menambahkan bahwa kimera dapat disebabkan oleh mutasi
spontan dan pengaruh epigenetik yang dipicu oleh transposable element pada
tanaman dengan level ploidi yang tinggi. Noorrohmah (2010) juga menjumpai
adanya perbedaan pola pita DNA pada cabang berbeda dalam satu individu
tanaman manggis dari Wanayasa. Informasi ini memperkuat dugaan bahwa variasi
genetik yang terjadi pada manggis disebabkan oleh mutasi somatik.
32
RT
RT RT
RK
RKRK
BK
BKBK
KIM6
Ki6
KIKIMM86
I.Cupat ellip
KIMKi8
8
LH8
LH8L8
LH7
LH7L7
KM5
KM5K5
B2
B2 B2
B5
B5 B5
B6
B8B6 B6
0,44
B8
B11B8
B11
B3 B11
B3
KG B3
KG
SN6S6
SN6
KP3KP
KP3
SR SR
SR
SGTSG
KPSSGTKPS
II. Cupat bulat
KPS
SN4S4
SN4
B10B10
B10
B12B12
B12
0.40
0.40
0.40
0.50
0.50
0.50
0.60
0.60
0.70
0.70
0.80
0.80
0.60
0.80
Similarity0.Coef70 ficient
Koefisien kemiripan
0.90
0.90
1.00
1.00
0.90
1.00
Similarity Coefficient
Gambar 5 Dendogram 22 aksesi manggis berdasarkan marka ISSR .
1.Campuran
Sumbar,
Bengkulu.
Sumsel
2. Bangka
3. Sumbar
4. Bangka
Sumbar
5. Bangka
6. Bangka
33
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengelompokan aksesi manggis
secara individu tidak selalu berdasarkan daerah asal, kecuali untuk aksesi yang
berasal dari Bangka. Subkluster lainnya terdiri dari campuran antar
lokasi.
Terdapat kemiripan genetik yang rendah antara kelompok individu dengan cupat
ellip dan bulat (0.44–0.75) dan kemiripan yang lebih tingggi antara kelompok
individu yang memiliki cupat bulat dengan bentuk buah bulat, ellip dan agak
lonjong (0.75–0.96). Data penelitian ini menunjukkan bahwa individu manggis
Sumatera terdiri dari dua kelompok genetik yang berbeda.
Pada studi ini marka ISSR menghasilkan lebih sedikit pita polimorfik
dengan rata rata 3.82 pita per primer dibandingkan dengan 17 pita per primer pada
studi ubi jalar (He et al. 2009) dan 43 pada Populus L. (Gao et al. 2006). Kondisi
ini dapat disebabkan oleh sifat apomiktik pada manggis dengan variasi genetik
lebih rendah daripada tanaman lainnya. Gonzalez et al. (2005) melaporkan bahwa
tingkat polimorfisme ISSR tergantung pada spesies dan tipe simple sequence
repeat pada primer ISSR yang digunakan. Rakoczy-Trojanowska dan Bolibok
(2004) melaporkan bahwa ISSR menghasilkan tingkat polimorfisme yang tinggi
per reaksi. Blair et al. (1999) mencatat bahwa ISSR biasanya mengamplifikasi 25
sampai 50 produk dalam tiap reaksi. Pada padi persentase pita polimorfik yang
dihasikan oleh primer ISSR lebih tinggi dibandingkan teknik AFLP.
Koefisien kemiripan genetik pada penelitian ini adalah antara 0.44 sampai
0.96, lebih rendah daripada yang diperoleh melalui analisis RAPD (0.71 - 1.00)
(Mansyah et al. 2003b), dan hampir sama dengan analisis AFLP (0.46 - 0.77)
(Sobir et al. 2009). Hasil ini menunjukkan bahwa analisis ISSR lebih efektif
daripada RAPD dan sama efektifnya dengan AFLP untuk studi variasi genetik
pada manggis. Beberapa karakteristik yang membuat ISSR dinyatakan sebagai
marka potensial untuk mendeteksi polimorfisme adalah dapat mengamplifikasi
fragmen yang tersebar diseluruh genom, relatif murah dan mudah untuk
dilaksanakan (Gonzales et al. 2005).
Hasil penelitian ini menambah bukti terjadinya variasi genetik pada
manggis. Richards (1997) menyatakan bahwa pada apomiksis obligat, variabilitas
keturunan dapat terjadi karena satu atau lebih mekanisme berikut : (1) akumulasi
perubahan mutasi dari DNA, (2) akumulasi perubahan sitologi melalui non
34
disjunction yang mengakibatkan penyimpangan poliploid, haploid, oligosomik
dan polisomik di antara turunan, (3) rekombinasi somatik yang berasal dari
translokasi kromosomal, dan (4) mutasi atau perubahan dasar secara kromosomal
pada gen dalam genom maternal yang mengendalikan sifat apomiksis. Keturunan
yang mengalami kejadian ini dapat bervariasi dan berkembang tanpa intervensi
seksual.
Kesimpulan
1 Produk amplifikasi 22 individu manggis menggunakan 11 marka ISSR
menghasilkan 72 pita DNA dengan 42 (58% pita polimorfik dan 30 (42% pita
monomorfik).
2 Individu manggis Sumatera terdiri dua kelompok genetik yaitu satu aksesi
Tembilahan dengan karakter morfologi utama cupat ellip, kelopak tipis dan
jumlah segmen buah 5 sampai 11, dan kelompok campuran yang terdiri dari
21 aksesi lainnya dengan cupat bulat, buah lonjong, bulat dan ellip, dan
segmen buah 4 sampai 8. Koefisien kemiripan genetik kedua kelompok
tersebut berkisar antara 0.44 sampai 0.96.
3 Primer ISSR PKBT-2, PKBT-3, PKBT-7, PKBT-10, dan PKBT-11 merupakan
primer terbaik untuk digunakan pada tahap selanjutnya
Daftar Pustaka
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Pertanian Indonesia 2009. Jakarta.
Blair MW, Panaud O, McCouch SR. 1999. Inter-simple sequence repeat (ISSR)
amplification for analysis of microsatellite motif frequency and
fingerprinting in rice (Oryza sativa L.). Theor. Appl. Genet. 98: 780-792.
Doyle JJ, Doyle JL 1987. Isolation of plant DNA from fresh tissues. Focus 12:
13-15.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Pertanian Indonesia 2009. Jakarta,.
Gao J, Zhang S, Qi L, Zhang Y, Wang C, Song W, Han S. 2006. Application of
ISSR markers to fingerprinting of elite cultivars (varieties/clones) from
different sections of the Genus Populus L. Silvae. Genetica 55(1): 1-6.
35
Gonzalez A, Wong A, Delgado-Salinas A, Papa R, Gepts P. 2005. Assessment of
Inter simple sequence repeat markers to differentiate sympatric wild and
domesticated Populations of Common Bean. Crop Sci. 45: 606–615.
Horn .L. 1940. Existence of only one variety of cultivated mangosteen explained
by asexually formed ‘seed’. Science 92:237–238.
Korbin M, Kuras A, Zurawicz E. 2002. Fruit plant germplasm characterization
using molecular markers generated in RAPD and ISSR-PCR. Cell. Molec.
Biol. Letters. 7(2B): 785–794.
Mansyah E, Baihaki A, Setiamihardja R, Darsa JS, Sobir, Poerwanto R (2003b).
Analisis variabilitas genetik manggis (Garcinia mangostana L.) di Jawa dan
Sumatera Barat menggunakan teknik RAPD. Zuriat 4(1): 35-44.
Mishra PK, Fox RTV, Culham A. 2003. Inter-simple sequence repeat and
aggressiveness analyses revealed high genetic diversity, recombination and
long-range dispersal in Fusarium culmorum. School of Plant Sciences, The
University of Reading, Whiteknights, Reading RG6 6AS, UK.
Noorrohmah S. 2010. Analisis konsistensi pola genetik empat generasi manggis
berdasarkan marka ISSR. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Pratt C. 1983. Somatic Selection. In J.N. Moore and J. Janick (Eds). Fruit
Breeding. Purdue University Press. West Lafayette Indiana. p: 172-185.
Rakoczy-Trojanowska M, Bolibok H. 2004. Characteristics and comparison of
three classes of microsatellite-based markers and their application in plants.
Cell. Mol. Biol. Letters. 9: 221–238.
Ramage CM, Sando L, Peace CP, Caroll BJ, Drew RA. 2004. Genetic diversity
revealed in the apomictic fruit species Garcinia mangostana L.
(mangosteen). Euphytica. 136(1):1-10.
Richards AJ. 1997. Plant Breeding Systems. Second Edition. Departemen of
Agricultural and Environtmental Science University of Newcastle Upon
Tyne. Chapman and Hall. London. 529 pp.
Rohlf JF. 2000. NTSYSpc Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis
System Version 2.1. User Guide. Departement of Ecology and Evolution
State University of New York.
Sinaga S, Sobir, Poerwanto R, Aswidinnoor H, Duryadi D. 2007b. Progeny
analysis of the Tasikmalayan mangosteen (Garcinia mangostana) with ERAPD marker. Floribunda 3(4):85
Sobir, Sinaga S, Poerwanto R., Rismitasari, Lukman R. 2009. Comparison
analysis of genetic diversity of Indonesian mangosteen (Garcinia
36
mangostana L.) and related species by using isoenzym and AFLP markers.
Biodiversitas 10(2): 163-167
Wahyuni S, Xu DH, Bermawie N, Tsunematsu H, Ban T. 2004. Skrining ISSR
primer studi pendahuluan kekerabatan antar jahe merah, jahe empirit dan
jahe besar. Buletin TRO XV ( 1) : 33-42.
Wendel JF, Doyle J. 2005. Polyploidy and evolution in plants. p: 97-117. In:
Robert J. Henry (ed). Plant Diversity and Evolution Genotypic and
Phenotypic Variation in Higher Plants. CABI Publishing International
Wallingford.
Wegscheider E, Benjak A, Forneck A. 2009. Clonal variation in Pinot noir
revealed by S-SAP involving universal retrotransposon-based sequences
Am. J. Enol. Vitic. 60:1:104-109.
Xiao L, Gong X, Hao G, Gec X, Tian B, Zheng S. 2005. Comparison of the
genetic diversity in two species of cycads. Aust. J. Bot. 53: 219–223.
Zietkiewicz E, Rafalski A, Labuda D. 1994. Genome finger printing by Simple
Sequence Repeats (SSR)-anchored polymerase chain reaction amplification.
Genomics 20: 176-183.
Download