BAB 1 PENDAHULUAN

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu kondisi medis yang ditandai
dengan meningkatnya konstraksi pembuluh darah arteri sehingga terjadi resistensi
aliran darah yang meningkatkan tekanan darah terhadap dinding pembuluh darah.
Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi merupakan suatu kondisi
ketika tekanan darah seseorang sama atau melebihi 160 mmHg pada sistolik dan 95
mmHg pada diastolik. (Junaedi, 2013).
Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Hipertensi
yang tidak terkontrol akan menyerang ke berbagai target organ, dan dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari
beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena
congestive heart failure dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. Menurut
WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta
penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap
tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan
secara adekuat (Rahajeng dan Tuminah, 2009).
Data prevalensi hipertensi di Indonesia menurut Sarwanto, dkk dalam Junaedi, 2013
bahwa hasil survey kesehatan rumah tangga tahun 2004, prevalensi hipertensi di
Indonesia sekitar 14%. Prevalensi hipertensi dengan bertambahnya usia. Pada
kelompok umur 33-44 tahun dan meningkat lagi menjadi 29% pada kelompok pada
usia umur 60 tahun atau lebih. Prevalensi tersebut pada perempuan (16%) lebih
tinggi dari pada laki-laki (12%).
1
2
Berdasarkan Riskesdas 2013 prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui
pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di Bangka Belitung
(30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa
Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner
terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4% yang didiagnosis tenaga kesehatan atau
sedang minum obat sebesar 9,5%. Jadi, ada 0,1% yang minum obat sendiri.
Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat
hipertensi sebesar 0.7%. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5%
(25,8% + 0,7 %).
Pencegahan penyakit hipertensi dilakukan dengan langkah pencegahan terhadap
faktor-faktor pemicu resiko
munculnya penyakit yaitu gaya hidup tidak sehat,
jarang berolahraga, stres, alkohol dan garam dalam makanan, cara mengalami
gaya hidup yang sehat diantaranya diet sehat, memperbanyak aktifitas dan
olahraga serta menghindari stres (Sutanto 2010).
Hipertensi merupakan penyakit yang memerlukan terapi dalam pengobatannya, maka
sangat diperlukan managemen hipertensi yang didasarkan pada kepatuhan terapi.
Tujuan terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan darah sitolik
di bawah 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di bawah 90 mmHg dan
mengontrol faktor resiko (Ganiswarna, 2007). Menurut Katzung & Bertram (2007),
ada dua terapi yang dilakukan untuk mengobati hipertensi yaitu terapi farmakologis
dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis yaitu dengan menggunakan obatobatan antihipertensi yang terbukti dapat menurunkan tekanan darah, sedangkan
terapi non farmakologis atau disebut juga dengan modifikasi gaya hidup yang
meliputi berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol,
modifikasi diet serta yang mencakup psikis antara lain mengurangi stress, olahraga,
dan istirahat.
3
Ketidakpatuhan pada pasien hipertensi dengan minum obat antihipertensi dapat
menyababkan komplikasi pada penyakit hipertensi sehingga dapat menyebabkan
kerusakan organ meliputi otak, karena hipertensi yang tidak terkontrol dapat
meningkatkan risiko stroke kemudian kerusakan pada jantung, hipertensi
meningkatkan beban kerja jantung yang akan menyebabkan pembesaran jantung
sehingga meningkatkan risiko gagal jantung dan serangan jantung. Selain kerusakan
otak dan jantung karena kondisi hipertensi yang memburuk, gagal ginjal juga
merupakan risiko yang harus ditanggung pasien hipertensi. Ditambah lagi kerusakan
pada pembuluh darah di retina yang berakibat pada gangguan penglihatan bahkan
bisa mengalami kebutaan. (Suhardjono, 2008).
Menurut Notoadmojo (2007), pengetahuan yang dimiliki seseorang mempengaruhi
perilakunya, semakin baik pengetahuan seseorang maka perilakunya pun akan
semakin baik dan pengetahuan itu sendiri dipengaruhi tingkat pendidikan, sumber
informasi, dan pengalaman. Pengetahuan merupakan hasil dari penggunaan
pancaindera yang didasarkan atas intuisi dan kebetulan, otoritas dan kewibawaan,
tradisi, dan pendapat umum (Effendy, 2009). Menurut Soejati (2007 dalam Kristina
dkk, 2008), salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya perubahan, pemahaman,
sikap dan perilaku seseorang, sehingga seseorang mau mengadopsi perilaku baru,
yaitu kesiapan psikologis yang ditentukan oleh tingkat pengetahuan.
Syarifah (2012) dalam penelitian “Tingkat Pengetahuan Mengenai Hipertensi pada
Pasien Hipertensi yang Berobat Rawat Jalan di Departemen Kardiologi RSUP H.
Adam Malik Dari penelitian diambil. kesimpulan Tingkat pengetahuan mengenai
hipertensi pada pasien hipertensi yang berobat rawat jalan di RSUP H. Adam Malik
berada dalam kategori sedang (38 orang; 55,9%).
Betty (2011) dalam penelitian “Hubungan pengetahuan pasien hipertensi dengan
kepatuhan pasien dalam melaksanakan program terapi di RSUP Haji Adam Malik
Medan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
4
antara pengetahuan pasien hipertensi dengan kepatuhan pasien dalam pelaksanaan
program terapi di Poliklinik Rawat Jalan RSUP Haji Adam Malik Medan.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap 6 orang penderita
hipertensi di Puskesmas Helvetia Medan, 4 orang belum memahami tentang
penyebab hipertensi dan tidak melaksanakan pengontrolan tekanan darah. Dari
wawancara tersebut didapatkan bahwa ada berbagai masalah yang menyebabkan
pasien hipertensi tidak melaksanakan pengontrolan tekanan darah, diantaranya
adalah scbagian besar pasien hipertensi tidak merasakan adanya keluhan, kurangnya
pengetahuan hipertensi tentang bahaya penyakit hipertensi itu sendiri, meskipun
hanya sedikit penderita hipertensi yang memiliki pengetahuan rendah tentang
penyebab serta bagaimana. gejalanya, namun karena aktifitas atau kesibukan
penderita hipertensi sehingga sebagian dari mereka terlambat mendeteksi dini
serangan hipertensi.
Berdasarkan data Medical record Puskesmas Helvetia Medan, jumlah penderita
hipertensi murni sejak Oktober 2013 s/d April tahun 2014 sebanyak 387 orang dan
20 % tidak patuh dalam pengobatan hipertensi sehingga penderita datang kembali
untuk berobat ke puskesmas. Dari data diatas didapatkan jumlah penderita hipertensi
di wilayah Puskesmas Helvetia Medan terjadi peningkatan setiap bulannya.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui dan meneliti lebih jauh
mengenai
hubungan pengetahuan pasien hipertensi dengan kepatuhan dalam
pelaksanaan program terapi hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Medan Helvetia
Tahun 2014.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan pertanyaan penelitian seperti
berikut “Apakah Ada Hubungan Pengetahuan Pasien Hipertensi Dengan Kepatuhan
Dalam Pelaksanaan Program Terapi Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan
Helvetia Tahun 2014 ?“
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pasien hipertensi dengan kepatuhan
dalam pelaksanaan program terapi hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Medan Helvetia Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Medan Helvetia Tahun 2014.
b. Mengidentifikasi kepatuhan pasien hipertensi dalam pelaksanaan program
terapi di wilayah kerja Puskesmas Medan Helvetia Tahun 2014.
c. Mengetahui hubungan pengetahaun pasien hipertensi dengan kepatuhan
dalam melaksanakan program hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Medan
Helvetia Tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi Pasien
Untuk menambah wawasan bagi responden atau masyarakat supaya lebih
mengerti pentingnya kepatuhan dalam menjalankan program terapi dan
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya hipertensi.
2.
Bagi Puskesmas Helvetia
Sebagai informasi bagi puskesmas dan sebagai tolak ukur untuk mengetahui
faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi dan bisa
6
mengurangi prevalensi hipertensi. Sehingga kedepanya dapat diberikan
pendidikan kesehatan pada pasien hipertensi.
3.
Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data untuk
kepentingan penelitian selanjutnya.
Download